Shinmai Maou no Keiyakusha (Indonesia):Jilid I Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 3 - Di Ambang Batas Kepercayaan dan Reuni[edit]

Bagian 1[edit]

Kontrak Tuan dan Budak segera mengaktifkan kutukan ketika Budak mengkhianati Tuan.

Setelah hampir sebulan—Pada bulan purnama berikutnya, bisa saja untuk membatalkan kontrak.

Pada awalnya mereka percaya tak ada harapan, tapi entah mengapa mereka berhasil mengatasi minggu pertama.

—Terlepas dari bagaimana itu berasal, kontrak itu terikat, sehingga mereka harus berurusan dengan situasi.

Untuk berhasil menghindari kutukan dari mengaktifkan, mereka membujuk Mio sekarang dan sedikit demi sedikit mereka menegaskan kondisi aktivasi untuk kutukan dan efek lainnya.

Dan seperti yang sekarang, mereka memiliki pemahaman yang baik tentang sihir kontrak.

Pertama — budak itu tidak dipaksa taat mutlak dan bisa menentang perintah tidak masuk akal. Rupanya hal itu dilakukan, sehingga kontrak tidak akan diperalat satu sisi, tapi interaktif.

Akibatnya, tuan diperlukan untuk menghargai budaknya dengan sikap yang memadai sebagai tuan. Itu dekat dengan hubungan "Hadiah & Layanan" antara Shogun dan Samurai, yang membawanya selama periode Kamakura.

Konon, kalaupun TUan membuat perintah tidak masuk akal, kutukan tidak akan aktif padanya karena sikap superior dalam kontrak. Namun, fakta bahwa budak bisa tidak mematuhi perintah yang aneh adalah keselamatan bagi Basara dan Mio.

—Lantas apa ditentukan pengkhianatan dari budak, yang menyebabkan aktivasi untuk kutukan?

Itu agak rumit, karena kondisi untuk aktivasi kutukan adalah "pengkhianatan mental".

Konon, budak itu tidak dipaksa taat mutlak. Dia memiliki hak untuk "menentang" perintah yang tidak masuk akal.

Juga, tindakan yang muncul seperti "pemberontakan" atau "pengkhianatan", tapi misalnya untuk "membenarkan" kesalahan, yang berarti tindakan demi tuan, rupanya diampuni.

Namun di sisi lain, jika budak melanggar perintah sah atau mengambil sikap tidak masuk akal, kutukan diaktifkan tanpa belas kasihan.

Dan tampaknya bahwa kekuatan kutukan ditentukan pada perasaan budak tentang "rasa bersalah" —dengan kata lain, "pengkhianatan mental"-nya.

Ketika kutukan diaktifkan, tanda muncul di leher Mio seperti kerah sebagai bukti.

Tapi— Pada dasarnya kutukan tidak akan aktif selama Mio dipercaya dan percaya pada Basara.

Karena kontrak antara Basara dan Mio itu tak biasa, telah ada kebingungan di awal, tapi awalnya itu adalah sihir yang memperkuat kepercayaan antara Tuan dan Budak, yang memungkinkan mereka untuk melacak posisi masing-masing.

Oleh karena itu tidak ada masalah. Seminggu berlalu sambil meyakinkan diri seperti itu.

Lalu— liburan musim panas berakhir.

Konon, bahkan dengan liburan musim panas berakhir, itu bukan akhir musim panas.

Pada hari-hari cerah, suhu bisa lebih dari 30°C.

Sebuah hari dengan pagi panas mendidih. Toujou Basara berjalan ke sekolah untuk pertama kalinya.

Istilah kedua dari hari ini dan seterusnya. Awal kehidupan sekolah barunya.

"Ah, panasnya... Sial."

Dia mengenakan seragam musim panas, tapi itu tidak berarti bahwa celananya pendek. Selain itu lingkungan yang penuh dengan murid dengan seragam yang sama. Dia membenci orang banyak.

"Perempuan mah enak... Mereka bisa memakai rok pendek."

"—Hei, bisa kau berhenti bersikap egois? Balasan untuk itu, nanti dingin di musim dingin."

Sebuah suara dingin di sampingnya menjawab gerutuan Basara. Itu Mio, mengenakan seragam sekolah yang sama.

Karena mereka telah sebagian besar memastikan batas-batas aktivasi kutukan, membuat komentar kurang ajar di tengah-tengah percakapan normal tidak ada masalah.

Kebencian atau sadar bersalah adalah yang bermasalah.

"Tapi, di musim dingin kau dapat dengan mudah memakai celana pendek atau celana olahraga di balik rok, kan?"

Mereka kejam namun memanjakan hati yang murni anak laki-laki. Setelah itu,

"Itu sudah pasti. Apa gunanya membiarkan diri membeku?"

"Lalu, pada akhirnya, kau hangat di musim dingin!"

Tidak baik. Dia membalas tak sengaja, tapi apa bagusnya untuk galak sendiri? Sana,

"Benar, harap tenang, Basara-san."

Sebuah suara muda terdengar dari belakang. Ketika dia berbalik, Maria mengikuti di belakang mereka.

Tak perlu dikatakan dia tidak mengenakan seragam sekolah, tapi gaun menyegarkan.

"Ini panas, karena kau memikirkan ini panas. Pada saat seperti ini, lihat saja aku."

Mengatakan begitu, Maria mencari di tas toserba di tangannya.

Lalu dia mengeluarkan botol, minum dengan tegukan besar.

Berikutnya ia merobek pembungkus es loli, mengambil seteguk. Menyipitkan matanya, senang, ia menghadapi Basara dengan senyum.

"Bagaimana? Ketika melihat pemandangan yang menyegarkan, kau merasa segar sendiri, kan?"

"Mana begitu!"

"Muh, aku hanya ingin menghiburmu sedikit, karena aku memintamu untuk menjaga Mio-sama di sekolah."

Sambil merasakan sedih, Maria menjilat es lolinya. Rupanya tampak erotis.

Di saat-saat santai seperti ini, Basara mengingatkan bahwa Maria adalah succubus.

"... Aku akan berterima kasih untuk itu."

Basara menghadap ke depan lagi dengan letih. Setelah itu, pandangannya jatuh pada gelombang murid mengenakan seragam sekolah yang sama yang mengalir melalui pintu gerbang. Tak lama kemudian, Basara dan gadis-gadis tiba di sana juga.

"Oh, jadi ini ya."

Basara berhenti di depan pintu gerbang dan menatap gedung besar.

Akademi Hijirigasaka yang swasta. Itu adalah sekolah yang Mio dan juga yang akan Basara hadiri dari hari ini dan seterusnya.

"Kalau begitu, Mio-sama, aku akan siaga."

"Ya, makasih."

Pada malam yang kacau karena Kontrak Tuan dan Budak, dia telah dipenuhi dengan amarah, tapi setelah seminggu, kemarahan Mio telah tenang. Mio dan Maria telah kembali pada hubungan seperti saudari yang cukup dekat.

Ketika Maria menunjukkan senyum pada ucapan "Ya" Mio, tiba-tiba ia melihat Basara.

"Oke, Basara-san, aku meninggalkan Mio-sama padamu. Meskipun aku ragu akan ada masalah di tempat dengan begitu banyak orang."

"Ya, jika sesuatu terjadi, aku akan memanggilmu segera."

Namun, tiba-tiba ragu timbul dalam dirinya.

"Tapi... Kau bilang kau akan siaga di dekatnya, tapi ini adalah hari kerja, kau tahu? Tidakkah itu akan merepotkan jika polisi menemukanmu berkeliaran di sekitar sini?"

Setelah itu, "Fufufu. Jangan cemas. Ini akan baik-baik saja."

Maria tertawa dengan 'Fufufu' dan mengeluarkan satu kartu dari kantong yang dia bawa di bahunya.

"Lihatlah, dalam persiapan untuk kasus tersebut, aku membawa ID palsu yang bersaksi aku sebagai berusia 18 tahun. 18 tahun, kau dengar? Dengan itu, aku bisa berkeliaran selama siang sesukaku."

"Oh benarkah…"

Basara kehilangan kekuatannya. Hanya karena dia 18 bukan berarti dia bisa berkeliaran sesukanya.

Atau lebih tepatnya, biasanya orang akan meragukan usia itu dari penampilannya—bahkan ketika dia tersenyum begitu berseri-seri.

Bagian 2[edit]

Setelah memasuki halaman sekolah, kerumunan murid sampai ke puncaknya dan lorong-lorong yang penuh sesak dengan murid.

Basara, murid pindahan, berpisah dari Mio dan menuju ke ruang staf dulu. Ketika dia mengatakan kepada mereka di pintu bahwa dia adalah murid pindahan baru, dia diberitahu untuk menunggu sebentar di ruang tunggu sebelah. Dan setelah bel berdering beberapa kali, seorang guru laki-laki muda datang untuk menjemputnya dengan absensi kelas di tangannya. Dia mengulurkan tangannya dengan senyum cemerlang.

"Aku Sakasaki Mamoru, guru wali kelasmu. Senang bertemu denganmu, Toujou."

"Ya, halo…"

Bahkan saat sedang kewalahan oleh aura tidak menyegarkan, Basara membalas jabat tangan.

Karena homeroom pagi yang diikuti tepat setelah rapat staf, mereka pindah ke ruang kelas segera.

"Yah, kita sering mendapatkan anak pindahan karena keadaan keluarga, tapi kasusmu tampaknya sedikit lebih rumit, Toujou."

"Ya, begitulah..."

Tidak ada yang akan bisa menyembunyikan fakta bahwa ia tinggal dengan Mio. Oleh karena itu Basara hanya mengatakan sekolah bahwa mereka saat ini tinggal bersama-sama untuk melihat apakah mereka bisa menjadi keluarga sebelum pernikahan kembali, ketika ia diminta di awal. Konon, ia tidak akan mengumumkan hal itu kepada teman sekelas mereka sekalipun.

"Tapi membuat masa percobaan seperti itu menunjukkan bahwa orangtuamu adalah orang-orang yang baik, yang mempertimbangkan perasaan anak-anak mereka dengan tepat."

Basara menjawab dengan jawaban yang jelas "Tentu". Dia tak bisa mengatakan kepadanya bahwa semua itu palsu.

Meskipun, itu semua terjadi dari pertimbangan Jin, sehingga ucapan Sakasaki tidak salah.

...Ah, itu mengingatkan aku.

Basara menanyai Sakasaki saat tiba-tiba ia ingat.

"Uhm... Aku mendengar bahwa seorang teman ayahku ada di sekolah ini, tapi apakah Anda tahu tentang itu?"

Jin mungkin telah menerima bantuan dari orang itu ketika dia mengurus surat-surat pindahan.

Maka akan lebih baik untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada orang itu. Namun,

"Begitukah? Yah, aku belum mendengar apa-apa tentang itu. Haruskah aku mencarinya nanti?"

"Ah, tidak, terima kasih."

Jika guru wali kelas Sakasaki tidak mendengar tentang hal itu, mungkin lebih baik untuk tidak mencampuri itu.

Setelah ia menolaknya dengan sopan, mereka tiba di depan kelas.

"Ini adalah kelas kita. Sebuah keluarga baru dan sekolah baru mungkin membawa berbagai kesulitan, tapi kau akan terbiasa dalam waktu dekat. Selain itu, kami memiliki Naruse di kelas."

Ohh...

Basara sedikit terkejut. Sangat langka bahwa saudara atau kerabat ditempatkan di kelas yang sama. Dia pikir pasti dia akan berakhir di kelas yang berbeda dari Mio. Mereka sungguh perhatian.

"Apalagi ada ketua kelas serius dan aku sebagai guru wali kelasmu. Kalau ada sesuatu yang tidak kau mengerti, tanyakan saja. Oke, mari masuk."

Mengatakan hal itu, Sakasaki masuk ke kelas dan Basara mengikutinya. Kabar kedatangan murid pindahan seharusnya telah menyebar. Ketika ia berdiri di depan papan tulis, ia bisa melihat seluruh kelas.

...Ya ampun.

Basara mendesah di hati. Semua tatapan di kelas difokuskan pada dia dan sekaligus mereka mulai mengevaluasi Basara. Itu nasib yang tidak dapat dihindari dari seorang murid pindahan.

Pertama-tama, ia melihat semua orang patah hati, laki-laki dan perempuan, hanya dengan kenyataan bahwa ia adalah laki-laki. Dia siap untuk itu, tapi sebelum mengenalkan diri itu sudah terasa seperti kalah dalam pertempuran, tertekan sekali. Dia percaya tampilannya rata-rata, tapi masih ada beberapa gadis yang belum kehilangan minat pada Basara.

…Ah.

Di antara mereka adalah Mio yang duduk di dekat jendela di belakang.

...Dia benar-benar menonjol.

Melihat dia seperti itu, sekali lagi dia menyadari keimutan Mio. Dalam ruang kelas, semua orang mengenakan seragam yang sama dan duduk di meja sistematis. Kondisi yang sama. Karena itu, karakteristik seseorang menonjol berlebihan. Ketika Basara menatapnya, dia mengalihkan matanya ke arah jendela.

Dia kehilangan lagi ketertarikan. Yang tersisa adalah,

...Mh?

Di baris jendela yang sama dengan Mio — gadis di depan menatapnya dengan tajam.

Itu adalah gadis cantik. Bertentangan dengan kehadiran jelasnya, mirip dengan Mio, dia memiliki aura seperti air jernih.

Tipe mereka berbeda, tapi dia adalah seorang gadis cantik setara dengan Mio.

Melihat meja di sampingnya kosong, kemungkinan besar itu akan menjadi meja Basara.

Tentu, itu dapat dimengerti bahwa dia tertarik padanya ketika Basara akan duduk di sampingnya. Tapi,

...Ehm, apa yang harus dilakukan soal ini?

Basara menganggap dirinya seorang gadis cantik, tapi jika ia menatapnya secara langsung itu pasti sedikit canggung.

Pada saat itu, Sakasaki, berdiri di samping meja guru, menulis fasih namanya di papan tulis,

"Oke, seperti yang kalian dengar, kita memiliki seorang murid pindahan. — Toujou, perkenalkan dirimu."

"Ah ya…"

datang untuk membantu dalam keheningan.

"Ehm, aku Toujou Basara. Namaku sedikit mencolok, tapi seperti yang kalian dengar, aku seorang pria rata-rata. Salam kenal."

Karena mereka akan menanyakan tentang hal itu, ia membuat pengenalan mencaci diri, dimana ekspresi dari orang-orang melunak sedikit. Suasana menjadi agak menyambut dan Basara bernapas lega.

Maka sudah waktunya untuk pertanyaan dan dengan pertanyaan konyol serta jawaban berulang berkali-kali, bel dibunyikan di akhir homeroom dengan segera. Sakasaki bertepuk tangan bersama-sama.

"— Oke, itu saja untuk saat ini. Simpan sisanya setelah upacara pembukaan. Toujou, mejamu yang kosong di sana. Nonaka, kau ketua kelas, jadi jagalah Toujou."

"…Ya."

Gadis cantik sebelumnya berdiri dan mengangguk singkat. Rupanya dia adalah ketua kelas.

"Kalau begitu, semua orang berbaris di lorong. Kita pergi ke gym."

Pada kata-kata Sakasaki, semua orang mulai berdiri dari tempat duduk mereka.

"Dia bilang berbaris... tapi dalam rangka apa?"

Di tengah-tengah murid mengalir keluar dari kelas, Basara hanya berdiri di sana dengan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dimana,

"— Basara."

Tiba-tiba namanya dipanggil, dan Basara menghadapi arah itu disebut, terkejut.

"Ehm, apa itu, ketua kelas...?"

Sebelum ia melihat itu, gadis itu berdiri tepat di sebelahnya. Dia terkejut karena tiba-tiba dipanggil namanya, tapi bagi Basara, murid pindahan, dia adalah orang yang menjaganya. Karena itu,

"Aku harap kita bisa berteman, ketua kelas. Aku akan mencoba untuk tidak menimbulkan —"

masalah... adalah apa yang ingin Basara katakan, tapi tidak bisa. Karena dia tiba-tiba memeluknya.

"Eh —?"

Untuk sesaat, ia tidak mengerti apa yang terjadi.

Tapi sentuhan lembut seorang gadis dan samar, aroma manis mengatakan kepadanya bahwa itu adalah kenyataan.

"A-Ap-Apa yang kalian lakukan!?"

Mio, yang telah melihat mereka berdua sebelum orang lain, mendorong teman sekelas yang tercengang dan datang dengan wajah merah terang. Matanya sedikit merah.

"Ohh!? Ketua kelas, bisakah kau pergi? Kalau tidak, aku pikir itu akan berbahaya!"

Sebagian besar itu untuk tubuhku sendiri.

"Selain itu, kau memanggilku dengan namaku langsung dan memelukku... mungkinkah kau tinggal di luar negeri?"

"…Tidak."

Pada pertanyaan itu, Nonaka mengangkat wajahnya sambil tetap memeluk Basara.

"Basara... kau sudah lupa?"

Lalu dia menunjukkan dia ekspresi merajuk sedikit.

"Mh? Itu mengingatkan aku, namamu Nonaka... Jangan bilang —"

Basara ingat nama terakhir dari ketua kelas, dimana telah disebut guru wali kelas, sangat baik.

"Kau... Yuki?"

Setelah mengucapkan nama teman masa kecilnya setelah beberapa tahun, gadis di depan matanya mengangguk singkat dengan "Mm".

"Basara, itu sudah lama..."

Shinmai Vol1 0086.jpg

Mengatakan hal itu dengan gembira, Nonaka Yuki menunjukkan senyum. Lalu,

"Lepaskan dia!"

Mio menengahi mereka secara paksa. Sambil ia memisahkan Basara dan Yuki,

"M-Memeluk dia entah dari mana... A-Apakah kau gila?"

Dia marah pada Yuki dengan wajah merah terang. Namun Yuki tetap tenang.

"Tidak juga. Hal ini normal antara Basara dan aku."

"N-normal...? H-Hei, Basara, apa maksudnya?"

Basara terganggu oleh tatapan seperti ogre Mio.

"Yah, teman masa kecilku Yuki... Dia cukup melekat denganku."

"Melekat... kau bukan anjing atau kucing!"

"Yah begitulah…"

Tetapi kenyataannya tetap bahwa hal itu benar. Mereka pada usia yang sama dan tinggal di dekatnya, sehingga mereka dibesarkan seperti saudara kandung. Sebenarnya, ini menyakitkan. Tatapan dari teman-teman sekelasnya, serta Mio. Khususnya yang dari para lelaki.

Yah, jelas. Untuk pengamat, itu seperti Mio dan Yuki tengah berebut Basara.

…Buruk. Kalau begini, suasana ramah yang kubuat saat perkenalanku akan...

Tapi bagaimana menjelaskannya? Sementara ia seperti itu, situasi terus memburuk.

"... Itu bukan urusanmu, Naruse-san."

Akhirnya, Yuki menyatakan dengan dingin — Tapi itu memancing emosi Mio.

"I-itu urusanku!"

Sebelum Basara bisa menghentikannya, Mio berteriak dengan suara yang mencapai menyusuri lorong. Semua yang menentukan hukuman.

"Aku... tinggal bersama dengan dia!"

Bagian 3[edit]

Upacara pembukaan berakhir dan kini istirahat makan siang setelah beberapa kelas.

Sebuah suasana makan siang gembira tersebar di sekolah.

Basara duduk bosan dan sendirian di kursi sendiri di dalam kelas. Secara tidak sengaja dia bergumam.

"……Beneran?"

Wow. Ini berada di luar harapannya. Mungkinkah orang pada hari pertama pindahan jadi terisolasi begini?

Pertama-tama, sepertinya ia telah membuat musuh dari setiap laki-laki. Baru saja dipeluk oleh Yuki itu sudah buruk, tapi pernyataan Mio yang tinggal sama-sama itu menghancurkan semuanya.

Misalnya, gadis-gadis menghujani Basara dengan pertanyaan demi pertanyaan tanpa belas kasihan setelah mereka kembali ke kelas dari upacara pembukaan. Dia tak punya informasi tentang Mio atau Yuki, tapi mereka mengisap semua informasi yang mereka inginkan dari dirinya, lalu pergi dengan puas dan tak pernah berbicara dengan dia lagi.

Makanya, Basara tidak lagi punya teman bicara lagi, kecuali Mio dan Yuki.

—Tapi dua orang sinar harapan terakhir tidak ada di sini, saat ini. Yuki telah pergi setelah dipanggil oleh guru sebagai ketua kelas. Ketika dia kemudian diundang Mio untuk makan siang bersama, dia berkata "Akhirnya kau bertemu kembali dengan teman masa kecilmu, sehingga pergi makan dengan gadis itu, aku tidak peduli" lalu meninggalkan dengan gadis-gadis dari kelas ke suatu tempat. Mungkin karena itu saran perhatian padanya, kutukan dari Kontrak Tuan dan Budak tidak aktif.

Dan ini—menyebabkan kesendiriannya saat ini. Basara menghela napas lelah.

"Kurasa aku harus segera pergi..."

Tidak ada gunanya tinggal di sini. Karena dia tidak membawa kotak makan siang, pilihannya terbatas baik kantin atau toko sekolah. Dan ketika ia berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan kelas, Basara tiba-tiba dipanggil.

"Yo. Membuat sebagian besar anak laki-laki di kelas musuhmu dalam sekejap, kau memang sial, Tn. Murid Pindahan."

Ketika dia berbalik, berdiri anak laki-laki, menunjukkan senyum ramah. Salah satu teman-teman sekelasnya.

"Ehm... Takigawa, benar?"

"Oh, kau bisa tahu? Apa kita pernah bertemu sebelumnya di suatu tempat atau apa?"

Takigawa membuat wajah bingung. Hanya Basara yang telah memperkenalkan dirinya di depan kelas. Tak perlu dikatakan, teman sekelas lainnya, Takigawa termasuk, tidak menyebutkan nama diri mereka sendiri.

"Yah, itu berkat ini dari Sakasaki-sensei."

Basara mengeluarkan secarik kertas dari sakunya dan mengulurkannya. Itu salinan grafik tempat duduk yang Sakasaki, wali kelasnya disiapkan untuknya, sehingga dia bisa menghafal nama-nama teman-teman sekelasnya sesegera mungkin.

"Hee, Sakasaki memang tanggap seperti biasa."

Takigawa mengangguk setelah mengekspresikan pemahamannya, lalu meletakkan tangannya di bahu Basara secara lebih akrab.

"Untuk itu, mari kita menggigit sama-sama, Tn. Murid Pindahan. Kau belum makan siang, kan?"

"Ya... tapi bagaimana kau bisa 'Untuk itu' dari percakapan kita?"

"Karena murid pindahan, yang sendirian setelah membuat musuh dari semua orang di kelas pada hari pertama, menundukkan kepalanya dengan tertekan sekali. Itu terlalu menyedihkan, jadi aku tidak sengaja harus memanggilmu. Selain itu, aku pindah ke sini baru tahun lalu. Jadi aku bisa mengerti sedikit masalah dan kemurungan seorang murid pindahan."

Dia menghargai perhatian, tapi tak bisakah ia mengatakan itu lebih baik?

Yah, tampaknya dia bukan orang jahat.

"Panggil saja aku Basara... Aku akan memanggilmu Takigawa juga."

"Baik. Jadi Basara, kantin atau toko sekolah?"

"Coba kupikirkan... hari ini toko sekolah, kurasa."

Bukan untuk melupakan insiden selama istirahat kelas. Mana mungkin dia bisa tenang di kantin yang ramai.

Dia ingin membeli sesuatu secara acak dan memakannya di tempat yang sunyi.

"Lalu lebih baik kita bergegas. Jika tidak, takkan tersisa makanan yang layak."

Mengatakan hal itu, Takigawa mulai berjalan. Ketika Basara di sampingnya,

"Tetap saja, menjadi kakak ipar dengan Putri Mio kami dan teman-teman masa kecil dengan Putri Yuki kami... Mengangkat bendera dengan kedua idola sekolah kita itu membanggakan, itulah posisi Raja."

"Putri...? Mereka disebut begitu?"

Dia menduga bahwa kehadiran mereka pasti menonjol.

"Ya, itu sebabnya kupikir kau membuat kelas-kelas lain dan senior musuhmu juga. Maksudku, keduanya memang populer di sini dan mereka tampaknya punya banyak fans bernafsu."

Takigawa mengangkat bahunya sambil tersenyum.

"Anehnya kecemburuan pria bahkan lebih besar daripada wanita. Dan jujur saja, itu cukup abadi."

Memang. Tidak heran kemudian bahwa laki-laki dari kelas-kelas lain memelototinya dengan permusuhan saat ia meninggalkan kelas untuk pergi minum air dan dia merasakan maksud membuuh yang samar-samar di toilet.

"Aw, kita sudah terlambat."

Ketika mereka tiba di toko sekolah, sudah ada garis panjang di depan makanan.

Mengikuti Takigawa, yang ekspresinya telah berubah pahit, Basara berbaris di akhir baris, di mana dia menyelidik dengan santai.

"Hei... Soal fans bernafsu ini, pernahkah ada semacam insiden sejauh ini dengan mereka terlibat?"

"Woah, menyeramkan... Jadi, contohnya seperti apa?"

Kata Takigawa sambil melihat awal baris. "Coba kupikirkan" kata Basara sebagai awal.

"Contohnya, seseorang mencoba untuk mendapatkan mereka secara agresif... Atau sebaliknya, seorang gadis, cemburu atas popularitas mereka, melakukan semacam pelecehan?"

"Tidak mungkin. Bagaimanapun, fans lain tidak akan tinggal diam bila ada yang mencoba untuk mencuri barisan. Para gadis pun tahu popularitas Naruse dan Nonaka. Mereka sadar bahwa mereka akan membuat laki-laki marah bila mereka melakukan semacam pelecehan ceroboh."

"Begitu ya…"

Dengan kata lain, Mio adalah pusat perhatian sampai batas tertentu di sekolah ini.

Masih ada risiko musuh yang hadir di sekolah, tapi tidak mungkin setiap tindakan mencolok akan diambil dalam situasi itu.

...Nah, istilah yang pertama berjalan dengan normal.

Tentu saja itu tak bisa ditegaskan bahwa sekolah itu sangat aman karena itu, tapi setidaknya itu mempersempit tempat dan waktu, di mana mereka harus waspada.

Selagi Basara merenungkan itu, Takigawa, di sampingnya, tiba-tiba menunjukkan senyum jahat.

"Nah, pernah ada seorang anak kelas dua yang mencoba mencuri barisan, tapi dibawa ke pabrik oleh beberapa senior... Mengikuti hal itu, kau mungkin yang paling bahaya."

"Sepertinya begitu…"

Dia punya perasaan bahwa itu benar. Toh, sejak dia muncul di toko sekolah, beberapa orang telah memelototinya. Tak masalah jika Mio aman, tapi itu membuatnya khawatir akan kehidupan sekolahnya sendiri.

"Tapi kau akan baik-baik saja, Takigawa? Bukankah fans bernafsu itu mengarahkan mata padamu juga karena kau bergaul denganku?"

Pada pertanyaan Basara, Takigawa tersenyum.

"Jangan khawatir. Aku punya kaki yang cepat. Kalau sudah terjepit, aku akan meninggalkanmu dan melarikan diri."

Memang teman sekelas yang handal. Lalu Takigawa menambahkan dengan senang—

"Selain itu, mengibarkan bendera dengan dua orang cantik sekolah kita sungguh menyenangkan. Mungkinkah potensi protagonis? Kalau aku bergaul dengan seorang pria yang memiliki 'keberuntungan' atau 'kekuatan tak terlihat', kurasa kehidupan sekolahku akan sangat meriah. Mari kita bersama mulai sekarang."

"Aku juga. Tapi... aku takut aku tidak memiliki keberuntungan atau kekuatan tersebut."

Basara tersenyum kecut. Dia sudah—kehilangan kualifikasi untuk menjadi pahlawan dan tidak lebih dari karakter sampingan.

Bagian 4[edit]

Sehabis sekolah.

Mio, yang diam sejak meninggalkan kelas, akhirnya membuka mulutnya ketika mereka meninggalkan ruang masuk.

"...Kenapa kau mengikutiku?"

"Yah, aku cuma mau pulang..."

Sebuah suara cemberut. Rupanya insiden dari setelah homeroom pagi ini masih memiliki efek.

Yah, tentu saja mengejutkan Basara juga.

—Tetapi, tak bisakah dia memperbaiki suasana hatinya? Dia sudah di ambang menjadi sendirian di sekolah, tapi bahkan dalam perjalanan pulang sepertinya dia tidak akan mendapatkan percakapan yang tepat.

Menurutnya, sudah waktunya untuk mengingatkan lagi tentang ide di balik Kanji 人 (hiro/orang).

Mendukung satu sama lain.

"Hei Mio... Apa pendapatmu tentang Kanji '人'?"

"Seperti Nonaka dan kau berpelukan."

Buruk. Mustahil. Dia tidak bisa mengandalkan dirinya. Seperti ini, dia hanya bisa berharap untuk ikut campur dari orang ketiga.

Berjalan menuju gerbang sekolah, Basara mengalihkan pandangannya jauh di depan mereka. Setelah itu,

"Mio-chaan, Basara-saan."

Maria, menunggu di luar pintu gerbang, melambaikan tangannya. Rupanya dia melakukan pengaturan mereka sebagai saudara di depan umum. Nah, itu pasti akan menjadi aneh jika dia memanggilnya "Mio-sama".

"Kerja bagus sudah mengisi waktunya... kalian berdua."

"Terima kasih sudah menunggu kami, tapi komentarmu sedikit salah."

Jangan membuatnya terdengar seperti kami baru keluar dari penjara. Guru konseling sedang melihat.

Kemudian Maria melihat suasana hati yang buruk Mio dan berganti-ganti tampak antara ekspresi Mio dan Basara. Kemudian,

"Basara-san, Basara-san..."

Menarik pada lengan bajunya dan membawanya sedikit jauh dari Mio, dia berbisik ke telinganya.

"Ada apa Mio-sama? Tampaknya suasana hatinya semacam buruk."

"Nah, ada hal yang terjadi..."

"? ...Ah, aku mengerti. Jadi begitu. Itu tidak baik, kau harus menggunakan kontrasepsi."

"Hei... apa yang kaupikirkan di hitungan detik tadi?"

Tampak tidak baik untuk mengandalkan orang lain. Dia harus melakukan sesuatu tentang hal itu sendiri. Pada waktu itu,

...Mh?

Tiba-tiba Basara menyadari Mio menatapnya.

"..........."

Ekspresinya tampak seperti dia sedang menunggu ucapan Basara.

...Bayangkan.

Tentu saja khawatir ketika orang yang berjanji untuk melindunginya, menunjukkan ekspresi dia tidak tahu.

Bukan sesuatu yang harus dikejutkan. Kepercayaan antara Mio dan dia belum benar didirikan.

Baik sebagai sebuah keluarga—atau sebagai kawan.

...Adikku yang khawatir, aku gagal sebagai kakak...

Karena dia pikir begitu memerintah diri, Basara kembali ke sisi Mio.

"…….Apa?"

Mio menyamping sambil merajuk dan memberinya sekilas pandang.

Pada saat itu ia mencoba untuk menemukan kata-kata untuk menenangkannya lalu.

"—Basara."

Sebuah suara tenang yang memanggil namanya menyela. Sebelum ia melihat, Nonaka Yuki sudah berdiri tepat di sampingnya. Dan mengabaikan Mio, yang ekspresinya langsung berubah masam, ia menyatakan.

"Aku punya sesuatu yang penting untuk membahas...hanya antara kami berdua."

Bagian 5[edit]

Basara memutuskan untuk menerima permintaan Yuki untuk berbicara berduaan saja.

Benar saja, Mio yang marah telah meninggalkan Basara dan pulang ke rumah, tapi dia membawa Maria.

Cocok dengan musimnya, matahari masih tinggi dan ada banyak murid, karena itu waktu untuk pulang.

Pastinya aman untuk meninggalkan mereka berdua saja sejenak.

Basara dan Yuki pindah ke sebuah kafe di depan stasiun. Itu semua baik-baik saja sampai di mana mereka dipandu ke sebuah meja kosong di belakang, tapi

"...Hei, Yuki. Kita duduk di meja, bukannya di konter, jadi ini tidak biasa?"

Terlepas dari meja untuk empat orang, Yuki duduk disebelah Basara. Setelah itu,

"Tidak. Lebih baik jika tidak ada yang mendengar apa yang kita bicarakan sekarang."

Tak ada banyak jarak, tapi Yuki bergeser kursinya lebih dekat ke Basara.

Sebuah jarak yang tipis, di mana lengan mereka bisa bersentuhan. Sensasi lembut dari kulit telanjang halus dan aroma manis dari seorang gadis yang berasal dari Yuki.

...Ugh. Ini buruk…

Selama ini mereka telah terpisah, keintiman mereka telah lenyap dan anehnya Basara sadar kedekatan kedewasaan dan femininnya teman masa kecil. Tapi sebaliknya, Yuki mengambil buku menu dengan wajah dingin dan melihat itu.

Lalu mereka berdua hanya memesan minuman dan setelah mereka membasahi tenggorokan kering mereka,

"...Terima kasih, telah datang."

Yuki membuka mulutnya secara perlahan.

"Tak masalah. Aku ingin berbicara denganmu juga sih."

Tatapan di sekolah telah begitu berat sehingga dia tidak bisa mendapatkan percakapan yang layak pada akhirnya.

"Baik…"

Yuki bernapas lega.

"Aku pikir, kau marah, Basara."

"Mh? Kenapa?"

"Maksudku... Kau tidak tampak senang, meskipun aku memelukmu."

"Tidak, aku hanya tidak menyadarinya saja..."

Ini sudah lima tahun sejak ia bertemu Yuki terakhir kali pada usia sepuluh tahun. Mereka berdua di masa tumbuh mereka sekarang. Itu dapat dimengerti, dia tidak akan mengenalinya sekaligus. Dan siapa pun akan bermasalah jika seorang gadis di pertemuan pertama memeluk mereka. Selain,

"... Kau sudah berubah ya."

Apa yang dia pikirkan dulu adalah, sangat mengejutkan. Yuki yang Basara tahu memiliki tubuh terkecil dan paling kekanak-kanakan di antara teman-teman bermain lama mereka, tapi sekarang Yuki tampak lebih dewasa dari usianya.

Yuki mengatakan bahwa itu mungkin disebabkan karena perubahan gaya rambut. Pasti, Yuki lama telah menumbuhkan rambutnya.

Tapi — Itu bukan alasan Basara tidak menyadarinya langsung bahwa itu Yuki pada reuni mereka.

Dia berpikir kembali.

...Dia bukan tipe untuk membuat wajah seperti itu...

Dia telah hemat dengan kata-kata sejak lama, tapi memiliki berbagai macam ekspresi. Tapi, wajah Yuki saat ia memandangnya dari sisi, menunggu, tampak benar-benar ekspresif. ...Lima tahun, ya.

Kemungkinan besar dia telah berubah dalam ketiadaan Basara ini. Yuki saat ini mungkin tidak lagi menjadi Yuki yang dulu dia kenal. Sama seperti Basara saat itu berbeda dari dirinya lima tahun yang lalu.

"...Sebenarnya, aku tampak bahagia di masa lalu?"

Basara merasa pikirannya pergi ke arah yang buruk, jadi dia kembali pada topik sebelumnya.

Setelah itu, Yuki mengangguk "Mm".

"Ketika aku memelukmu, kau akan memelukku dengan erat kembali."

"Mhm, begitu rupanya..."

"—Juga, kau sering mengambil keuntungan dari situasi menyentuh pantatku."

"Eh, serius!?"

Dia tidak ingat itu sama sekali, tapi dia hanya seorang anak mesum sebelumnya. Apa yang dirinya yang lebih muda lakukan?

…Ah.

Melihat diri bingungnya, akhirnya ekspresi Yuki cerah.

Senyum samar cocok dengan Yuki di kenangan.

Ini akhirnya merasa nyata baginya — Dia mendapatkan teman masa kecilnya, Nonaka Yuki.

Dia cukup senang tentang itu. Tapi, hal khususnya adalah alasan mengapa dia tidak bisa mencegah matanya sekarang.

"...Jadi? Apa yang ingin kau bicarakan?"

Yuki tidak menjawab pertanyaan Basara ini segera.

Dan senyum samar yang ia tunjukan kembali ke ekspresi dingin sebelumnya.

"...Ini tentang Naruse Mio."

Katanya berbisik. Itulah kata-kata yang ia duga.

"Basara... Jangan terlibat dengan dia lagi."

"Jadi kau... pengamatnya yang dikirim oleh <Desa> ya."

Ya. Awalnya, itu aneh untuk Yuki berada di sini.

Untuk teman masa kecil Basara — seorang gadis dari suku pahlawan berada di sini, jauh dari desa.

"Yah, dia mendapatkan pengawasan peringkat S-..."

"…Kau tahu?"

"Ayahku yang bilang. Aku percaya aku tahu sebagian besar dari keadaan mereka juga."

"Lalu aku akan memotongnya. Tinggalkan Naruse Mio."

Yuki menindih tangannya dengan tangan Basara, yang disimpan di atas meja.

Lalu dia membungkuk lembut dan menatapnya.

"Dia sedang dicari oleh Raja Iblis saat ini — Kalau begini terus kau dan Jin-san akan terseret ke dalamnya."

—Ada dua orang diam-diam menyaksikan Basara dan Yuki dari beberapa kursi jauh.

Mereka Mio dan Maria. Mereka ingin pulang duluan, tapi malah mengikutinya karena mereka khawatir. Mereka nyaris tidak bisa mendengar percakapan mereka.

"...Sepertinya dia dari suku pahlawan seperti Basara-san."

"Y-Ya... Sepertinya itu."

Pada kata-kata Maria, Mio mengangguk sedikit canggung.

...

Dia adalah teman masa kecil Basara. Dengan sedikit pemikiran dia bisa menemukan jawabannya, tapi malah gelisah karena pelukan di depan matanya pagi ini, di mana dia akhirnya meledakkan dan mengungkapkan hidup mereka bersama-sama, dia hanya tidak bisa mengumpulkan pikiran sadar.

Saat ini pun, dia pikir pasti bahwa mereka sedang berkencan.

Tapi — Sekarang dia memikirkan lagi, dia punya perasaan bahwa Nonaka Yuki selalu menghindarinya.

Tentu saja semua orang memiliki kepentingan mereka sendiri. Jika Yuki menghindarinya, tidak perlu bagi Mio berteman paksa dengan dirinya. Jadi dia menjaga jaraknya juga.

...Jadi itulah alasan aku merasakan tatapannya padaku.

Konon, tidak perlu bagi Mio untuk bertindak selama Yuki tidak menantang.

Bagaimanapun, musuh-musuhnya adalah orang-orang yang membunuh orangtuanya. Membuat musuh dari suku pahlawan benar-benar bisa menggagalkan rencananya.

"Mio-sama, apa yang kita lakukan? Sepertinya dia sedang mencoba untuk memisahkan Basara-san dari kita..."

"...Mhm, mari kita tinggal sebentar lagi."

Jika semua berjalan dengan baik, mereka mungkin bisa tahu tentang niat Suku Pahlawan.

...Selain itu, bisa jadi... Dia mungkin bisa mendengar perasaan yang sebenarnya Basara. Bagaimana dia, yang mengatakan dia akan melindunginya. Itu adalah kesempatan yang tak terduga, selain juga sempurna untuk Naruse Mio untuk memastikan anak bernama Toujou Basara. Oleh karena itu, Mio mencoba menguping percakapan antara mereka.

"—Mm."

Perilaku menguping mungkin membuatnya merasa sedikit bersalah. Karena itu, tubuh Mio gemetar pada sensasi manis yang muncul dari dalam tubuhnya. Kutukan Kontrak Tuan dan Budak.

"... Mio-sama?"

Maria, di sampingnya, bingung, sedangkan Mio mengulang "Aku tidak menguping" dalam hati sambil memerah. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak mengkhianati tuannya, tapi hanya khawatir tentang dia. Setelah itu, sensasi manis memudar segera dan Mio bernapas lega.

Sambil mengamati Basara dan Yuki lagi,

…Tetap saja,

Tiba-tiba memeluk Basara di manapun dan sekarang bahkan bersandar dan memegang tangannya, gadis ini — bahkan untuk teman masa kecil, ia terlalu lengket.

Jangan terlibat dengan Mio lagi — Untuk kata-kata dari Yuki yang menyerupai permintaan,

"Terlambat... Aku takut aku sudah diseret ke dalamnya."

Basara menggelengkan kepala dan menyatakan tekadnya.

"Baik ayah dan aku telah memutuskan untuk melindungi mereka."

"—Tapi!"

Yuki mengangkat suara nyaring yang tidak biasa. Setelah meneguk sebentar, dia menahannya.

"Dalam insiden lima tahun yang lalu, kau..."

"……Ya."

Dia tahu apa yang ingin Yuki katakan. Karena insiden lima tahun yang lalu, Basara harus meninggalkan desa. Toujou Basara tidak melupakan apa yang dia lakukan saat itu, atau apa yang telah hilang. Tapi,

"Tetap saja... Aku ingin melindungi Mio. Mio tidak berharap pada kekuatan yang dia miliki. Dia hanya ingin hidup sebagai manusia normal, seorang gadis normal. Penyebab kematian orangtuanya karena motif tersembunyi dari iblis dan sekarang — dia sendiri berada dalam bahaya dibunuh karena kekuatannya."

Basara tidak bisa mengabaikan itu. Dia memiliki alasan untuk menolak.

"Dia tidak bersalah. Jika kalian, <Desa> bersedia untuk melindunginya—"

"...Itu saja mustahil. Kau harus tahu itu."

"Ya…"

Basara memberi Yuki, yang ekspresinya gelap, tersenyum masam.

Suku pahlawan ada untuk melindungi perdamaian di dunia manusia dari iblis.

Doktrin yang diutamakan di atas segalanya — Bahkan dengan pengorbanan apa pun.

—Para Pahlawan dunia ini bukan jenis pahlawan fantasi yang melindungi setiap orang.

Menjaga rahasia keberadaan mereka sendiri, mereka hanya melindungi dunia itu sendiri. Untuk itu pengorbanan diperlukan. Basara memahami itu juga — Justru adalah alasan untuk kejadian setelah insiden lima tahun yang lalu.

Basara telah kehilangan kualifikasi sebagai pahlawan dan karena Jin tidak bisa melindungi dia sebagai pahlawan, dia pensiun juga — mereka berdua meninggalkan desa.

Dan nyawa Mio dalam bahaya adalah masalah internal antara iblis. Pahlawan tidak punya alasan untuk membantunya.

Karena itu. Basara dan Jin adalah satu-satunya orang yang bisa melindungi Mio.

"Aku mengerti kekhawatiranmu, Yuki. Lima tahun lalu, aku tidak bisa melakukan konsekuensi dari tindakanku untuk yang terakhir."

"Tidak. Itu bukan salahmu... Maksudku—"

Basara memotong kata-kata Yuki ingin mengatakan dengan menggelengkan kepalanya dengan "Nggak".

"Tapi, itu tidak membatalkan apa yang telah kulakukan."

Setelah itu, ada perubahan pada Yuki, yang telah diam cukup lama. Menunduk, wajahnya masih tampak hampir menangis.

"...Itu nggak benar."

Dia bilang begitu dengan dialek. Itu kebiasaan buruknya yang muncul ketika dia tidak bisa mengendalikan emosinya lagi.

"Apapun yang orang bilang, kau menyelamatkan aku, Basara..."

"…Ya, terima kasih."

Ini adalah keselamatan kecil baginya untuk memiliki Yuki mengatakan itu padanya, meskipun apa yang dia lakukan tak dapat dimaafkan.

Baginya, yang telah melakukan kesalahan besar dan kehilangan banyak orang, dapat melindungi seseorang.

"Tapi aku tidak bisa memikul tanggung jawab atas tindakanku... dan aku masih tidak bisa, saat ini pun. Aku tidak tahu bagaimana menghadapinya."

Tapi, Basara berkata dan menyatakan hal itu.

Seperti mengatasi perasaan tak tergoyahkan Toujou Basara pada Yuki dan dirinya sendiri.

"Tapi Mio adalah ... Dia berbeda dariku. Menghadapi masa sedih, dia masih mati-matian mencoba untuk hidup hati-hati. Dia mencoba untuk melawan. Dan kemudian kami kebetulan bertemu. Tentu saja ada hal-hal dengan skema ayahku dan kemarahan awalku tentang ditipu. Tapi — saat aku mengetahui semua hal itu, aku ingin melindunginya. ini bukan hanya simpati atau kehendak. Aku serius ingin melindunginya. Seperti katamu, aku tidak memiliki kekuatan yang aku miliki seperti di masa lalu. Dan mengingat aku lima tahun tanpa pelatihan, aku tidak tahu berapa banyak bantuan yang kubisa. Tapi kau tahu, jika pahlawan masih tidak bisa melindunginya, tidak bisa melawan untuknya, maka aku percaya itu peranku untuk melakukannya. Kau dengar, karena itu—"

Pada saat ia sudah sejauh ini, suara keras bergema melalui kafe.

Ketika Basara dan Yuki memandang ke arah sumber suara, penasaran,

"M-Maafkan aku."

Dekat pintu masuk kafe, seorang pelayan bingung berjongkok di lantai.

Kemungkinan besar dia telah bertemu pelanggan dan menjatuhkan nampan tahan karatnya dengan cangkir.

Saat sang pelanggan buru-buru meninggalkan kafe, pintu masih terbuka.

Mio, yang bergegas keluar dari kafe, lari mati-matian.

Lari, lari dan lari sampai dia kehabisan napas. Sampai tiba-tiba ia bergegas ke gang belakang. Tepat setelah itu, Maria datang mengejar.

"M-Mio-samaa, jangan lari tiba-tiba. Berbahaya kalau berpisah dilua — Mio-sama?"

Maria menegur sambil masih terengah-engah, tapi Mio tidak mendengar suaranya.

Siapa yang bisa menyalahkannya? Dia telah berada di batasnya.

Jika dia telah mendengar lagi kata-kata Basara — Mio akan menangis tanpa keraguan.

Dia tahu bahwa wajahnya merah. Itu bukan karena kutukan Kontrak Tuan dan Budak, atau karena dia berlari penuh tenaga.

"Sekarang apa, Maria... Bagaimana aku harus bertindak terhadap Basara mulai sekarang?"

Tubuhnya gemetar. Dia tidak bisa menahan emosinya yang melonjak. Meskipun Mio adalah beban bagi Basara, ia telah membuat suatu tekad yang kuat.

Dia tak tahu. Basara-lah — berusaha melindunginya dengan perasaan yang kuat seperti itu.

"Ini adalah hal yang baik ... Sekarang kita tahu bahwa Basara-san benar-benar orang yang baik."

"Tapi…"

Hal ini, dia merasa gelisah tentang melibatkan Basara. Tapi Maria menggeleng.

"Kau tidak perlu cemas. Perasaan Basara-san adalah miliknya sendiri. Apa yang perlu kau lakukan, Mio-sama, jangan menunjukkan keberatan aneh, tapi menanggapi perasaan Basara-san dengan benar."

"Menanggapi... Tapi bagaimana?"

"Itu jelas. Bukalah hatimu untuk dia dan percaya padanya."

"H-Hanya itu? Hanya sesuatu yang begitu sederhana?"

"Ya, tentu. Juga, kalau kau merasa ingin melakukan sesuatu untuknya, aku percaya itu tepat untuk melakukannya."

"Aku, melakukan sesuatu untuknya..."

Apa yang akan terjadi? Lebih baik mengungkapkan rasa terima kasih?

Kalau begitu, apa yang bisa dia lakukan? Secara tidak sengaja Mio terjerumus ke dalam pemikiran yang mendalam.

"—Ah, tapi"

Tiba-tiba merajut alisnya saat ia teringat sesuatu, Maria merenung.

"Teman masa kecilnya setidaknya bisa sedikit merepotkan... kita tidak tahu apa yang terjadi setelah kita meninggalkan kafe, tapi Basara-san umumnya orang yang baik. Sebelumnya, mereka memegang tangan dan saling memandang. Jika dia menangis, atau mendekatinya sedikit lebih berani, Basara-san mungkin tiba-tiba jatuh di bawah mantranya..."

"L-Lebih bera— dia tidak bisa... Mereka di depan umum."

Dia mencoba untuk menyangkal kemungkinan itu, tapi Mio ingat kejadian dari pagi ini di kelas.

Benar. Memikirkan itu, Yuki adalah jenis gadis yang akan secara terbuka memeluknya di depan umum. Sambutannya pada reuni mereka... Itu tidak akan aneh baginya untuk berbuat lebih banyak lagi untuk menjaga Basara.

...L-Lebih dari sekedar memeluknya... T-Tidak mungkin.

Gawat. Itu tidak meninggalkan ruang untuk banyak kemungkinan.

"G-Gawat... Apa yang kita lakukan, Maria?"

Ketika Mio bertanya dengan imajinasi nakalnya, Maria menunjukkan ekspresi terlalu percaya diri lagi.

"Mio-sama, jangan terintimidasi. Kau harus pergi menyerang."

"B-Bagaimana?"

Maria tertawa dengan 'Fufu' atas pertanyaan Mio untuk solusinya.

"Serahkan saja padaku — Aku tahu metode yang sangat bagus!"

Bagian 6[edit]

Pada akhirnya, Basara dan Yuki tidak pernah mendapatkan gelombang yang sama setelah itu.

Bagaimanapun Basara katakan, Yuki tidak akan menerimanya. Bagaiamanpun Yuki membujuknya, Basara takkan mundur dari tempatnya. matahari telah terbenam saat mereka meninggalkan kafe dan bulan perbani akhir berada di langit. Sama seperti orang-orang lainnya bergegas pulang, Basara dan Yuki mulai berjalan juga.

"...Aku berharap ini menghiburnya walau sedikit."

Gumam Basara sambil menjatuhkan pandangannya pada kue yang telah dia beli di kafe sebagai hadiah.

Lalu, ketika dia sampai di rumah, dia harus menjelaskan kepada Mio dan Maria tanpa ragu. Kemungkinan dia akan diceramahi juga. Ketika secara tidak sengaja dia merasa sedih, sosok yang seharusnya di sampingnya tiba-tiba menghilang.

"...Mh? Ada apa, Yuki?"

Ketika dia berbalik, Yuki telah berhenti beberapa langkah di belakang.

"...Tidak ada gunanya. Baik Jin-san dan kau bukan lagi bagian dari desa... Aku tidak menyangka kau bisa menang melawan faksi Raja Iblis saat ini sendiri."

"Mungkin... Tapi kami baik-baik saja selama kami tidak kalah. Musuh bukanlah mengejar nyawa Mio, tapi mengejar kekuatan yang tidur di dalam dirinya."

"Selain itu," kata Basara.

"Mereka sedang menjaga sebuah perjuangan internal, karena mereka tidak ingin diluar kendali. Jadi aku dan ayahku menjadi Joker. Kami mungkin bukan lagi menjadi Pahlawan, tapi kami masih memiliki kekuatan untuk melawan. Aku bayangkan musuh akan berpikir dua kali sebelum bertindak. Ada kemungkinan bahwa mereka berpikir Suku Pahlawan akan bertindak untuk membalas dendam setelah mereka meletakkan tangan pada kami."

Jika demikian, maka lebih dari mungkin bahwa mereka bisa mengatur sendiri.

"Tapi…"

"Ya, tentu saja itu tidak akan benar-benar terjadi. Desa memperlakukan ayahku dan aku sebagai orang yang tidak ada setelah menendang kami."

Untuk Desa, ayahnya dan dia tidak ada kawan-kawan lagi, atau manusia senilai perlindungan mereka. Biarpun mereka mati, Desa pasti akan terus mengamati.

"Tapi aku tidak peduli. Aku tidak bermaksud untuk menyeretmu atau Desa ke pertarungan kami."

Toh, dia harus melindungi Mio sekarang. Walau hanya sementara atau mengulur waktu.

Sementara itu, Jin harus menghentikan musuh. Dan jika itu mustahil, maka dia akan bersatu dengan Jin dan memikirkan rencana baru. —Tapi.

"…Itu mustahil."

Suara tenang Yuki membantah ucapan Basara. Kenapa—adalah apa yang ingin Basara tanyakan, tapi sebelum Basara melihat aura melimpahnya seluruh tubuh Yuki yang muncul ketika Pahlawan melepaskan kekuatan mereka.

Lalu, suara melengking bergema. Yuki telah menarik cepat pedang roh terwujudnya. Sebagaimana pedang sihir Basara, Brynhildr, pedang roh lapis baja menutupi lengan Yuki hingga sikunya. Menggunakan pedang roh, yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia, Yuki mengeluarkan pedang tak terlihat.

Basara melihatnya memotong "sesuatu" yang tersembunyi di ruang kosong.

"Tadi itu…"

"Iblis liar kelas rendah. Kau belum menyadarinya, Basara, tapi kekuatan Raja Iblis dalam Naruse Mio perlahan semakin menarik mereka. Memang belum serius, tapi dalam waktu dekat mungkin menarik orang-orang yang menyakiti orang."

Sambil Yuki membatalkan aura dan pedang roh dengan tenang,

"Bila keberadaan Naruse Mio membawa kerugian bagi orang di sekitarnya—Desa segera akan membuat dia menjadi Target Pemusnahan. Percayalah, tidak akan sejauh itu."

"Yuki..."

Basara tak sengaja mengulurkan tangannya, tapi Yuki menghindar dengan pelan.

Matanya yang tampak sedih menatap langsung Basara.

"Jika itu terjadi, aku tidak akan menahannya—Walaupun kau membenciku karena hal itu."

Yuki lalu menyiapkan tumit dan pergi.

Meninggalkan Basara, yang hanya berdiri di sana tanpa mengatakan apa-apa.

Bagian 7[edit]

Bagian 8[edit]

Bagian 9[edit]