Silver Cross and Draculea (Indonesia):Jilid04 Bab6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 6 - Pelari Terakhir[edit]

Ini sudah mendekati akhir dari istirahat makan siang ketika Rushella pergi mencari Hisui.

Melihat dia memasuki blok ruang kelas, Rushella awalnya berniat memanggil dia tetapi melihat semacam ketetapan hati di wajah Hisui, dia membatalkan niatnya.

Oleh karena itu dia menyembunyikan hawa keberadaannya dan diam-diam mengikuti dia.

Hisui pergi ke tangga dan menuju atap.

Karena itu selama festival olahraga, blok ruang kelas sangat sepi. Ditambah istirahat makan siang hampir berakhir, nyaris tidak ada siapa-siapa disana.

Di atap kosong ini, menunggu Hisui adalah—dia yang lain.

Rushella menelan ludah dan bersembunyi dalam bayangan dari atap gudang sambil menonton kedua Hisui bertemu.

"Hai, aku."

Hisui melambaikan tangan dan menyapa dirinya sendiri.

Dirinya yang lain memegang pagar besi di tepi atap dan melihat kebawah.

Berpakaian seragam SMA, membawa pedang suci berbentuk salib, Tzara Blade, terbungkus dalam kain putih.

Dia berbalik. Wajahnya identik dengan Hisui.

Tetapi kesedihan mendalam dimatanya membuat dia orang yang sepenuhnya berbeda dari Hisui yang biasanya.

Itu adalah doppelganger Hisui, membawa konstitusi mode Anti-Drac dan ingatannya selama setahun terakhir.

Namun, apa yang dia miliki tidak hanya terbatas pada itu.

"....Bagaimana kau bisa tau aku disini?"

"Bagaimanapun juga, ini adalah pemikiranku sendiri."

"....."

"Untuk event festival olahraga semacam ini atau perkumpulan atletik, Miraluka selalu mengamati dari tempat semacam ini. Dia tidak mau menarik begitu banyak perhatian. Juga, membawa payung akan menghalangi orang tua siswa lain dari memotret mereka. Selain itu, penglihatannya luar biasa bagus... Menonton dari atas sini akan cukup bagus. Jadi, apa tebakanku benar?"

"Ya. Seperti yang diharapkan dari diriku sendiri."

Hisui yang lain menjawab lemah dengan sikap meremehkan diri.

"Lalu... pertanyaannya adalah, apa yang kau lakukan disini?"

"Karena itu adalah kau, kau seharusnya mengerti, kan?"

Hisui yang lain menanyai dia sebagai balasan.

Hisui bersandar pada pagar dan menatap langit.

"Miraluka mati."

"....."

"Aku tidak ingat. Karena kau yang punya ingatan itu. Tetapi aku mendengar dari orang lain. Yang cukup aneh, aku tidak merasa sedih."

"Aku pikir begitu."

"Aku seharusnya sangat sedih. Dalam kenyataannya, aku merasa seperti ada lubang di hatiku, tetapi tidak ada yang serius. Jelas-jelas aku seharusnya benar-benar sedih. Dengan kata lain.... membawa perasaan ini, kau pasti sangat menderita. Kau menanggung semua ini untuk aku, kan?"

"....."

Hisui yang lain tidak menjawab.

Perasaan dan kenangan setelah Miraluka menghilang—semuanya ada bersama dia.

Dia pasti tenggelam dalam kolam kesedihan.

"Aku tengah berpikir, jika Miraluka menghilang, apa yang harus aku lakukan? Aku pikir aku akan sangat depresi dan syok."

"Tepat. Dalam kenyataannya, seperti itulah liburan musim panasmu. Memiliki sedikit teman sejak awal, kau berakhir menjadi jauh lebih terasing. Dan mulai tidak mempercayai orang lain. Menggunakan sebuah hiperbola, kau tidak mempercayai dunia. Kau tidak mempercayai dunia ini yang tidak memiliki Miraluka."

Hisui yang lain berbicara dengan rentetan kata-kata.

Berbicara tentang kesedihan, berbicara tentang kesendirian, berbicara tentang perasaannya untuk wanita itu yang telah meninggal dunia.

"Kemudian.... akhirnya menenangkan dirimu sendiri, kau memasuki ujian masuk SMA. Untuk mengubah langkah, untuk membersihkan masa lalu, kau memilih SMA ini dimana tidak ada yang mengetahui dirimu. Sungguh sebuah alasan yang menyedihkan untuk pilihan sekolahmu."

"Bukankah itu bagus? Juga, jangan terlalu menghina dirimu sendiri, itu akan membuat aku sedih."

Hisui merendahkan tatapannya dalam kesedihan.

Bagaimanapun juga, orang yang lain adalah dirinya sendiri. Entah itu berbicara rasa sakit atau menyalahkan diri sendiri, itu semua tercermin pada dirinya sendiri.

"Mau bagaimana lagi, selama saat-saat yang paling menyedihkan, kau adalah aku. Sampai kemarin, aku berkeliaran dijalanan. Membawa barang masa lalu milik Miraluka, pergi ke tempat yang dikunjungi bersama-sama sebelumnya. Benar-benar menyedihkan."

Hisui yang lain tertawa dengan cara yang kesepian.

Sebagai pendengar, tentu saja, Hisui tidak tertawa.

Bagaimana bisa seseorang tertawa.

"Meskipun aku sudah tau bahwa dia tidak lagi ada disini. Tetapi.... aku masih merasa enggan untuk menerimanya. Bagaimanapun juga, aku bahkan tidak bisa mengatakan apapun...."

"....ya. Aku mengerti. Bahkan sebuah kata terimakasihpun tidak terucap."

Hisui saat ini tidak memiliki pengetahuan lengkap tentang Miraluka. Namun, dia masih tau bahwa mereka telah terpisah secara tiba-tiba.

Kembali ketika dia melukai lututnya dan Miraluka menunjukkan sifat sejatinya sebagai seorang vampir untuk sesaat—setelah itu, dia bahkan tidak mengatakan kata sederhana "Aku tidak keberatan" pada dia.

Selama ini, sepanjang waktu, dia tidak pernah bisa mengatakan itu.

"Jadi bahkan sekarang, kau masih merasa sedih, kan?"

Dengan rasa sakit menyedihkan, Hisui bertanya pada dirinya yang lain.

Sama seperti Reina.

Itu semua adalah kesalahannya sendiri karena tidak becus, yang mana menyebabkan si doppelganger didepan matanya harus menanggung beban yang berat.

"Itu sama untukmu, kan...? Perasaan ini cukup untuk dua orang... Tidak, bahkan dua orang tidak bisa menanggung semuanya."

Hisui yang lain menjawab.

Matanya membawa kemurungan tak berujung.

Perasaan ini akan lebih baik dilupakan.

Namun.

"Sudah saatnya kau kembali. Pada tingkat ini, aku akan mati. Jika itu artinya melupakan untuk seumur hidup, aku tidak mau itu."

"Mungkin keadaanmu saat ini lebih baik."

"Menyerahlah... Tak peduli seberapa menyakitkan, aku masih bisa mengingat setidaknya sampai kematianku."

"....."

"Hanya karena itu adalah kau, aku akan memberitahumu ini."

Hisui menarik nafas dalam-dalam.

Tak seorangpun diperbolehkan mendengar ini.

Selama seumur hidup, dia sudah pasti tidak akan mengatakan ini pada siapapun.

Selain dirinya sendiri, tidak akan pernah.

"Pada suatu waktu, aku mencintai dia."

Hisui mendengar suara sesuatu terjatuh dilantai dibelakang dia.

Seperti sesuatu menggelinding di lantai, pecah, dan hancur berkeping-keping.

Seperti kebetulan, hembusan angin kuat yang tiba-tiba bertiup, menutupi suara itu. Bahkan langkah kaki yang cepat dan ringan menuruni tangga tidak bisa didengar oleh Hisui.

"Mungkin itu cinta untuk seorang ibu, atau cinta untuk seorang kakak, atau cinta pertama.... Bagaimanapun, aku mencintai dia, aku serius."

Akhirnya, dia mengatakannya.

Didunia ini tanpa Miraluka.

Mengatakan itu tidak ada artinya, setidaknya dia berhasil mengatakannya.

Hisui yang lain tersenyum tragis, berubah menjadi penonton yang berduka.

"Tidakkah kau malu untuk mengatakan itu?"

"Berisik, diam. Jika kau pikir itu memalukan, maka lakukanlah dan merasalah malu."

"Jika aku kembali, kau pasti akan merasa lebih menderita."

"Aku tau. Tetapi... tidak punya ingatan juga menyakitkan. Tidak hanya Miraluka.... tetapi Rushella juga."

"...."

"Alasan kenapa aku masih bisa menjalani hari-hariku dengan benar setelah Miraluka menghilang, sebenarnya berkat Rushella, kan?"

Hisui yang lain tidak menjawab.

Dalam diam, dia tersenyum dan melangkah maju.

Kedua Hisui bersimpangan dan tumpang-tindih.

Ketika Hisui yang berpakaian seragam menyentuh tubuh utama, mereka bergabung menjadi satu.

Klon tersebut meninggalkan Tzara Blade, jatuh di lantai dengan dentingan renyah.

Hisui mengambil pedang suci berbentuk salip dan membentangkannya secara ringan.

"Aku akhirnya berhasil mengembalikan perasaan asliku."

Dia dengan ringan menyentuh lehernya dan merobek perban tersebut.

Menyentuhnya, dia menegaskan hilangnya tanda gigi yang menakutkan.

"Sekarang aku bisa berhenti khawatir. Wow, kompetisi siang sudah dimulai... Aku lebih baik bergegas ke pertandingan estafet... Eh, apa ini?"

Saat dia hendak menuruni tangga, Hisui melihat kotak makan siang disamping kakinya.

Mungkin penutup plastiknya terlepas ketika itu terjatuh, isinya tumpah semua. Beruntungnya, kain yang membungkus bekal itu masih utuh, sehingga makanannya tidak tersebar ke lantai.

"...Hmm?"

Kain dan kotak ini.... Hisui mengenalinya.

Jelas-jelas ini miliknya.

"Kenapa...? Mungkinkah gadis itu!?"

Hisui menatap tangga menurun, kemudian dengan panik berlari menuruni tangga dan melihat disekeliling.

Tetapi blok ruang kelas tampaknya kosong.

Rushella sudah tidak ada.

"....Idiot."

Rushella menggerutu, berkeliaran dibelakang bangunan sekolah.

Para siswa, guru dan orang tua semuanya berkumpul di lapangan olahraga sekarang ini sehingga tak seorangpun datang ke blok ruang kelas ini.

Hisui... mungkin masih disana.

Sudah pasti.

Rushella mengetahuinya sangat baik dalam hatinya.

Dia tau sejak awal.

Bahkan jika dia tidak menggigit dia, bahkan jika hanya orang biasa... sejak dulu, sampai hari ini, terus dimasa depan, hati Hisui selalu milik Miraluka.

Sementara dia berjalan seperti ini, air mata secara alami menetes.

Tak terbendung.

Rushella hanya bisa menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Menekan jari-jarinya untuk menyegel air matanya di ujung matanya, dia mati-matian menekan dirinya sendiri.

Setelah beberapa saat, dia menurunkan tangannya tetapi pandangannya menjadi buram karena air mata.

Kemudian sebuah massa gelap muncul didepan dia, cukup gelap untuk mendistorsi sinar cahaya.

Terbalut dalam jubah gelap gulita, bayangan tinggi tersebut kaya akan gaya vampir, memancarkan aura yang mewarnai sekeliling dari jalan kecil ini semerah darah.

Rambut hitam panjang menyerupai potongan kegelapan yang menggetarkan kemudian disisir menjadi benang-benang sementara bibir merah itu bahkan lebih merah daripada darah segar.

Yang paling tak terlupakan dari semuanya adalah kulit putih murni itu, melampaui semua mahluk didunia ini.

Dia tampaknya telah menerapkan perantara pemblokir cahaya, kulitnya menunjukkan kilauan halus, memblokir sinar matahari.

Ini seharusnya menjadi baju pelindung buatan yang mengurangi kecantikan seorang vampir.

Tetapi keindahan mutlak dari kulitnya tidak berkurang sama sekali karena ini.

Entah itu bibirnya atau rambut hitamnya, semuanya sangat sempurna.

Untuk meringkas wajahnya dalam satu kalimat, itu adalah wajah cantik yang terlahir dari kegelapan.

Kecantikan jenis yang sama seperti Rushella, tetapi lebih halus dan terasah, kecantikan dari kedewasaan.

Sampai hari ini, Rushella telah melihat banyak kecantikan.

Meskipun perbedaan dalam kecantikan bervariasi dari orang ke orang, mengkelompokkan mereka kedalam tiga, enam atau sembilan peringkat mungkin tergantung pada preferensi pribadi.

Tetapi wanita didepannya ini tak diragukan lagi lebih cantik daripada dia.

Lebih akuratnya, ada perbedaan dalam sifat yang mendasar.

Didepan wanita ini, dia adalah gadis kecil yang paling cantik—Rushella hanya bisa merasakan perasaan kalah.

"....Siapa kau!?"

"Aku salah satu jenismu, dalam setiap arti kata."

Wajahnya mendekat.

Juga bibir merah darah itu.

Bahkan sebagai sesama perempuan, itu menghasilkan perasaan nafsu dalam penampilan, begitu menggoda itu memaksa orang untuk menghisapnya.

Wanita itu membuka mulutnya dengan ringan, menghembuskan nafas manis.

Ketika dia mencium aroma itu, Rushella merasakan pusing yang tajam.

"Apa... yang kau... lakukan!?"

"Mencoba sebuah mainan yang aku peroleh. Ini sudah digunakan sekarang."

Dengan tangannya yang seperti perselen, dia menghancurkan botol kecil ditangannya, mengubahnya menjadi serbuk kaca tersebar dilantai.

"Itu adalah doppelganger huh....? Tidak mungkin, aku...!"

"Kau adalah seorang vampir. Dalam arti tertentu, vampir tidak bisa dianggap entitas yang lengkap, mereka adalah eksistensi pertengahan antara tubuh fisik dari daging dan tubuh spiritual. Oleh karena itu, kau tidak akan menjadi seperti gadis atau anak laki-laki itu. Hanya saja sifat sejatimu akan terekspose sepenuhnya."

"....!?"

"Kau haus, kan?"

Dia mengulurkan tangannya untuk membelai tenggorokan Rushella yang ambruk ditanah. Dengan kuku jari yang tajam, dia mencakar kulitnya.

"Aku mengerti... rasa haus itu cukup untuk membuat seseorang menjadi gila. Bagi seorang vampir, itu pada dasarnya adalah neraka. Itu akan lebih baik jika seseorang telah terbiasa dengan itu. Itu akan lebih baik jika seseorang bisa menerima darah kotor apapun, tak peduli seberapa rendah. Tetapi tidak untukmu. Karena kau telah menghisap darah Hisui, kau sudah terbiasa dengan darah harum itu dan mengambilnya begitu saja."

"Siapa... kau... sebenarnya!?"

Dia tidak menjawab.

Kemudian dia meninggalkan Rushella.

"T-Tunggu.....!"

Meskipun mengetahui itu sia-sia, Rushella masih menggulurkan tangannya kearah dia.

Tangannya yang lain menekan tenggorokannya.

Karena rasa haus yang mengerikan tengah menggelora.

Keinginan yang tak tertahankan menyebar keseluruh tubuhnya.

Bagi Hisui dan Reina, batin mereka dibebaskan.

Tetapi vampir tidak bisa melakukan hal yang sama.

Mereka hanya mengeluarkan diri mereka yang sejati yang tersembunyi didalam.

Perjuangan diantara alasan dan naluri.

Dengan sebuah jeritan yang mirip muntah darah, Rushella menyerukan yang dia inginkan.

"Hisui...!"

※ ※

"Maaf aku terlambat. Itu kesalahanku karena menempatkan kita ditempat terakhir..."

Hisui kembali dari lintasan estafet dan menuju ke Mei dan Eruru, menundukkan kepalanya meminta maaf.

Dia nyaris tidak berhasil kembali tepat waktu ke tempatnya sebagai pelari putaran kedua dari lari estafet, bergegas ke lintasan untuk menerima tongkat dan berlari dengan kecepatan penuh.

Kelas Hisui sudah tertinggal dengan pelari pertama, sehingga karena putaran tertunda oleh Hisui, mereka jatuh ke tempat terakhir.

"...Jangan khawatir, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong.... apa kondisimu baik-baik saja?"

"Aku tidak akan mati. Ah, tetapi aku mau muntah."

"Kenapa kamu memegang perutmu setelah berlari pada jarak pendek semacam itu? Ini terlalu lemah."

Teguran Eruru sangat masuk akal.

Meskipun Hisui saat ini tidak dalam kesehatan yang sempurna, dia berlari terlalu buruk.

Ditambah mencengkeram perutnya saat ini.

"Itu tidak mudah menangkap doppelgangerku. Milik ketua kelas ditemukan juga, meskipun dia mengorbankan estafet. Happy ending, kan?"

"Yah.... aku rasa."

"Maka hanya Rushella yang tersisa, kan?"

Mei dan Eruru sudah berlari pada bagian mereka dan tengah beristirahat stand by.

Mereka berdua menahan, sehingga kelas Hisui masih yang terakhir.

Dan perbedaannya cukup besar.

"Hei... bukankah hampir waktunya bagi dia untuk berlari? Dan kita perlu memilih putaran akhir yang baru.... Dalam situasi semacam ini, seseorang harus berlari dua kali, kan?"

"Mereka membahasnya sekarang ini. Oh, datang, dia ada disini."

Mei menunjuk pada sisi lain dari lapangan lingkaran.

Masing-masing putaran dari lari estafet seluruh kelas berada di setengah sirkuit lintasan—oleh karena itu, para pelari harus terpisah menjadi ganjil dan genap, berdiri pada sisi berlawanan dari lintasan, menunggu tongkat untuk diserahkan pada tangan mereka.

Dan pada saat ini, itu adalah giliran Rushella untuk berdiri di garis start.

Karena mereka tertinggal jauh dibandingkan kelas-kelas yang lain, Rushella berdiri sendirian disana.

"Syukurlah, dia akhirnya datang. Aku bisa menonton hasil latihannya.... Hei, bukankah ada sesuatu yang salah?"

Hisui yang pertama menyadari situasi yang tidak biasa.

Bahkan dari kejauhan, dia melihatnya sangat jelas.

Rushella gemetaran, memeluk dirinya sendiri mati-matian.

Pada tangan yang memeluk dirinya sendiri, kuku-kukunya sangat panjang.

"Hei... Dia tampaknya benar-benar haus, bukankah dia seorang 'Leluhur Sejati' setidaknya...? Tidak bisakah dia menahannya sebentar...?"

"Aku tidak tau spesifik mengenai kondisinya tetapi ini jelas-jelas sebuah keadaan darurat. Seenggan aku menyebabkan adegan didepan umum... Tak ada pilihan sekarang."

Argentum yang berkilauan sudah berada ditangan Eruru.

Bersembunyi dibelakang Mei, dia berusaha untuk tidak semencolok mungkin. Jika diperlukan, dia akan menembak.

"Hei hentikan itu... Apa yang kamu pikirkan!?"

"Itu adalah pekerjaanku. Apa kamu tidak mengerti setelah melihat bagaimana dia terlihat...? Jelas-jelas sebuah keadaan abnormal. Kamu seharusnya mengetahui sangat jelas seperti apa seorang vampir yang kehausan, kan?"

"....."

Ini adalah takdir dari darah yang tak ada vampir yang bisa lepas.

Ketika rasa haus akan darah mencapai puncaknya, mereka akan kehilangan rasionalitas dan menjadi binatang buas pemakan darah segar.

Hisui dengan cemas menatap Rushella kemudian mengungkapkan sebuah senyum.

Pelari didepan Rushella menggulurkan tangannya pada dia, menyerahkan tongkat.

Kemudian.... Rushella menangkapnya.

Meskipun tangannya gemetar entah bagaimana, dia menangkapnya dengan mantab.

"....Lihat, hasil dari latihan sedang ditunjukkan, kan?"

"Tolong berhenti merasa terkesan tentang hal yang tidak penting."

Eruru memarahi dengan ketat. Disamping dia, Mei juga menunjukkan wajah serius.

Meski demikian, Hisui mengabaikan mereka dan berbalik kearah teman sekelas terdekat yang juga telah selesai berlari.

"Maaf semuanya. Aku akan mengambil putaran akhir. Bagaimanapun juga, kalian belum memutuskan, kan?"

"Eh~~?"

"Itu tidak terlalu baik, kan?"

"Meskipun yang pasti menjadi yang terakhir, menyerah dalam keputusasaan itu sedikit...."

"Katakanlah, apa sakit perutmu sudah berhenti?"

....Sepertinya ada banyak sekali yang menggerutu.

Hisui tau betul posisinya dalam kelas.

Saat Hisui sedang bingung, sebuah suara dari belakang membantu dia.

"Biarkan Kujou-kun melakukannya."

Dia berbalik untuk melihat Reina.

Kaki kanannya terbungkus perban sambil dia berbicara dengan sebuah senyum. Rangetsu memapah dia.

"Ini awalnya adalah tanggung jawabku... Kujou-kun, aku mengandalkan kamu."

"....Terimakasih."

Hisui menerima permintaan Reina dan menuju ke garis start.

Karena Reina yang berbicara, orang lain tak ada yang keberatan.... dalam diam menonton Hisui.

Kemudian.... Rushella datang.

Meskipun sinar matahari sangat menyengat, dia berlari sangat pelan.

Mati-matian berjuang melawan dorongan didalam tubuhnya, dia mencapai batasnya.

Bagaimanapun juga, Hisui tepat didepan matanya.

Darah yang diinginkan ada didalam jangkauan.

"Hisui.....!"

Memanggil disaat yang sama, Rushella menjilat bibirnya.

Kecepatan berlarinya tiba-tiba meningkat.

Tongkat di tangannya menjadi sulit untuk dipegang.

Tangannya yang lain, kosong, terulur kearah daging dan darah yang dia inginkan untuk waktu yang lama.

Mei mempersiapkan dirinya sendiri, mengumpulkan sinar matahari dimatanya.

Eruru mengangkat pistolnya.

Rangetsu membuat sikap seperti binatang karnivora yang ganas.

Tetapi Hisui bertindak lebih cepat daripada mereka, lebih cepat daripada siapapun juga.

Bertentangan dengan aturan lari estafet, dia berlari kearah Rushella.

Kemudian menghindari orang lain melihat penampilan Rushella yang mengerikan, Hisui melebarkan tangannya dan memeluk dia.

Hisui secara proaktif menempatkan lehernya pada mulut Rushella, membiarkan dia meminum darahnya.

Tanpa membuat suara, dia menahan semua rasa sakit.

Hanya berlari untuk memeluk gadis itu yang runtuh karena kelelahan sepenuhnya—pasti itu yang dilihat oleh para penonton.

Mata seluruh sekolah terfokus pada mereka berdua.

Dalam durasi yang terlalu pendek untuk disebut sekejap, Hisui berbisik pada teinga Rushella:

"Bekal makan siang itu sangat lezat."

"....!"

Cahaya rasionalitas menyala di mata Rushella.

Karena kata-kata Hisui atau karena darah Hisui... Pasti kedua alasan itu yang bertanggung jawab.

Eksistensi Hisui berhasil menyelamatkan pikiran Rushella, yang berada di ambang runtuh.

"Jika aku harus mengatakan sesuatu, kamu masih dalam tahap pengembangan. Sejujurnya, kenapa telur dadarnya tampak seperti itu dan daging hamburgernya mentah, itu benar-benar membingungkan."

"Kamu sungguh berisik.... diam..."

Rushella memprotes dengan suara bergetar. Tangan mungilnya mencengkeram mati-matian di punggung Hisui untuk menghindari terjatuh.

Draculea V04 - BW10.jpg

"T-Tapi usahanya nyaris membunuh aku... Diperlakukan seperti orang idiot oleh gadis itu, mengiris tanganku sendiri, bangun pagi-pagi..."

"Aku tau, aku tau. Sekarang kamu bisa mengerti beberapa rasa sakitku, kan?"

"Sungguh berisik.... Bagaimanapun juga, bagaimanapun juga, Miraluka yang lebih baik...!"

"Kamu lebih penting daripada orang yang sudah mati itu."

Kata-kata ini menyebabkan semua kekuatan mengalir dari seluruh tubuh Rushella.

Dia sudah diambang menangis.

Tak peduli era apa, kata-kata manis adalah bentuk termudah dari penyembuhan instant.

Bahkan diantara seorang vampir dan seorang manusia... itu sama saja.

Tongkat meluncur turun dari tangan Rushella.

Tepat sebelum menghantam tanah, Hisui menangkapnya.

"Maaf, aku menyerahkan gadis ini padamu."

Hisui dengan lembut mendorong Rushella, mempercayakan dia pada Rangetsu.

Rushella tampak seperti dia punya sesuatu untuk dikatakan. Hisui secara sengaja mengabaikan tatapannya dan menyentuh lehernya.

Pendarahannya telah berhenti.

Tetapi tubuh yang dalam vampirisasi sebelumnya adalah anemia yang serius.

Dan barusan, Rushella telah menghisap dengan sembarangan tanpa pengendalian.

Dalam kenyataannya, berdiri sangat sulit dengan tubuh ini yang telah menderita kehilangan darah begitu banyak.

Meski demikian, ini adalah apa yang memungkinkan dia untuk melakukan apa yang biasanya tidak mungkin.

"Eli Eli lama sabachthani...!"

Didampingi dengan detakan jantung yang semakin keras, Hisui melantunkan mantra.

Lambang hitam menyerupai duri muncul di lehernya.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan bahkan jika para siswa yang lain melihatnya.

Bagaimanapun juga, ini hanya akan melintasi ingatan mereka sebentar.

Bersama dengan tubuh ini, terbang lewat didepan mata mereka.

Mode Anti-Drac, diaktifkan.

Seketika, garis tubuh Hisui menjadi kabur.

Satu-satunya orang yang bisa menangkap pergerakannya dalam pandangan mereka adalah Rushella dan para gadis, para mahluk supranatural.

Hisui melaju sepanjang lintasan dengan kecepatan kilat.

Jarak dengan kelas lain menyusut.

Awalnya cukup lebar sampai membuat putus ada, dia menutup jarak dalam sekejap mata.

"Sungguh cepat.... Kujou-kun sangat cepat! Dia melewati tiga orang sekaligus!!"

Suara energik penyiar itu menyampaikan prestasi heroik Hisui di lintasan.

Itu adalah Kirika yang telah menyambar megafon, begitu emosional bahwa pipinya menjadi merah.

Setelah pengumuman langsung, sorakan mulai terdengar berulang-ulang saat seluruh sekolah memfokuskan mata mereka pada Hisui.

Ini bagus.

Dengan itu, tak ada yang akan ingat adegan Rushella barusan.

Meskipun ini melanggar filosofi Hisui tentang sebuah kehidupan sekolah yang biasa...

"Sekali-sekali, aku rasa."

Hisui mendesah dan memasuki bentangan akhir, bagian lurus dari lintasan.

Pelari putaran akhir ditempat pertama tepat didepan, hanya beberapa meter.

"Aku tau ini terhitung curang, tolong maafkan aku."

"Akhirnya hanya satu orang yang tersisa untuk dilewati! Kujou-kun, kamu sangat luar biasa!!"

Kecepatan Hisui menurun drastis.

Juga, tatapan seluruh sekolah terfokus pada Kirika.

Memerah diwajah, dia kembali ke tempatnya di dewan mahasiswa.

Kemudian... Seolah-olah saraf tegangnya telah patah, Hisui melambat.

Sebelum dia mengetahuinya, lambang pada lehernya telah menghilang.

"Ah, ini buruk."

Meninggalkan kata-kata terakhir ini, Hisui melintasi garis finish, jatuh kedepan.

Tentu saja, dia ditempat kedua.

"Kau bodoh! Aku tidak bisa percaya kau gagal untuk menjadi yang pertama setelah melakukan sejauh ini! Bukankah ini membuat semua latihanku menjadi sia-sia!?"

"Jangan katakan lagi...."

Hisui tak punya kekuatan untuk berdebat dengan Rushella yang tak masuk akal.

Jika dia tidak menunggu dengan tenang untuk darahnya untuk pulih, atau mendapat transfusi darah dengan cepat, hidupnya benar-benar akan dalam bahaya.

"Oh yah.... terserahlah, aku memaafkan kamu."

Mengatakan itu, Rushella memeluk Hisui pada dadanya, menekan kepala Hisui erat-erat diantara payudaranya.

"Ah! Hei, itu adalah tugasku! Menyingkirlah!!"

Mei akhirnya memeluk dia juga.

Dihantam oleh dua pasang payudara raksasa bukanlah suatu candaan. Hisui merasa kesadarannya terbang jauh.

Sial sial sial sial sial sial sial sial sial sial, super sial hiper sial.

Namun, tak akan ada penyesalan sekarat seperti ini dengan kesadarannya telah pergi jauh.

Teman-teman sekelasnya, terutama para laki-laki, tengah menatap dia dengan mata pembunuh.

Mata Eruru dan Rangetsu dipenuhi dengan penghinaan.

Untuk beberapa alasan, Reina mulai menangis.

Akhirnya menyalahgunakan otoritas publik untuk niat pribadi, Kirika meraih megafon dan berteriak "Hei yang disana! Cepat menyingkir dari lintasan setelah kau selesai berlari!"

"....Oh yah, terserahlah. Oh sayang, aku benar-benar kehabisan darah..."

"Ah, hei, jangan tidur! Pertahankan dirimu!"

Beberapa menit kemudian, Hisui dibawa ke ruang perawatan.

Setelah itu, dia menerima transfusi dari darah yang dikirim oleh Eruru, berbaring di tempat tidur sambil mendengarkan pidato upacara penutupan. Dengan demikian festival olahraga Hisui akhirnya selesai.


Sebelumnya Bab 5 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Epilog