Silver Cross and Draculea (Indonesia):Jilid05 Bab5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 5 - Leluhur Sejati vs Leluhur Sejati[edit]

"Kau...!"

Memegang payung, Rushella melangkah maju, matanya dipenuhi dengan permusuhan.

"Berpelukan dijalanan, oh, kamu pasti telah dewasa."

Itu mustahil untuk menebak dari nada Miraluka apakah ini adalah pujian atau kekesalan.

Mungkin keduanya.

Malu, Hisui menatap bolak-balik diantara kedua vampir itu.

"Kenapa kamu datang kesini...?"

"Aku hanya berjalan-jalan didekat sini kemudian aku mendengar sebuah keributan jadi aku datang untuk memeriksa. Lalu... aku melihat kalian berdua."

"Tentunya kamu bisa memikirkan alasan yang lebih baik? Kamu pasti telah mengikuti aku, kan? Jika kamu menggunakan mata mistik, itu akan sangat mudah."

Mengabaikan tuduhan Hisui, Miraluka melangkah kedepan juga.

Rushella menatap dia dengan tidak senang.

"Kau datang disaat yang tepat. Aku punya sesuatu yang perlu aku selesaikan denganmu!"

"Apa?"

"Pria ini adalah milikku!!"

Menunjuk Hisui, Rushella mengumumkan dengan dengan bangga.

"Tidak tidak, aku bebas dan bukan milik siapa-siapa."

Hisui dengan tenang menolak tetapi Rushella mengabaikan dia.

Akhirnya, dia berhasil kembali ke keadaannya yang sebelumnya.

"Sungguh berisik, jadi diamlah! Ketahuilah bahwa kamu adalah pelayanku dan kamu akan mendedikasikan dirimu sendiri padaku sepenuhnya mulai sekarang!!"

"Aku tidak bisa percaya kamu bisa mengatakan hal itu begitu tak tau malu setelah menyebabkan begitu banyak masalah padaku! Juga...."

Hisui tidak bisa membuat dirinya sendiri untuk mengatakan "juga didepan Miraluka" dengan keras.

Takut-takut, dia menatap Miraluka tetapi dia tetap tak terpengaruh.

Tampaknya dia tidak keberatan.

Bukan hanya itu, dia mengulurkan tangan kanannya dengan sebuah senyum.

"A-Apa yang kau lakukan!?"

Tak mampu memahami niatnya, Rushella bertanya dengan waspada.

"Karena sinar matahari menyakitkan bagi kita berdua dan berdiri diluar sini untuk berbicara tidaklah nyaman, bagaimana kalau kita pulang untuk berbicara? Dalam hal ini, mari kita mencari tempat yang sejuk dan teduh."

"Yah... Tentu. Tetapi kau sangat tenang cukup mengejutkan. Apa, kau tidak keberatan Hisui menjadi pelayanku?"

Rushella bertanya dengan bangga.

Dia sepenuhnya tidak menyadari bahaya.

Tetapi Hisui tengah ketakutan setengah mati.

Tangan kanan yang Miraluka ulurkan adalah tangan yang kulitnya telah terbakar.

Menyebarkan jari-jarinya, tindakannya tampak seperti dia hendak menusuk dada kiri Rushella.

"Menghindarlah!"

Mendengar peringatan Hisui, Rushella secara reflek mundur.

Tangan kanan Miraluka melewati ruang kosong.

Beruntungnya, tangannya hanya berhasil menggores pakaian pada dada Rushella. Apa yang dia robek hanyalah fragmen dari bra Rushella dan tidak membahayakan daging.

".....!?"

Rushella menatap kebawah dengan terkejut.

Dengan pakaiannya tersobek pada dada, payudara kirinya muncul keluar.

Sebelum merasa malu, dia terlebih dulu mengalami ketakutan.

Pada daging kenyal, pucat dan menggairahkan itu, goresan samar muncul.

Kemudian goresan tersebut perlahan-lahan menebal, berubah menjadi garis merah tipis.

Jika dia menghindar lebih lambat, payudara kiri Rushella pasti akan terkena.

Lubang seukuran kepalan tangan mungkin akan melubangi dadanya.

"Apa artinya ini!?"

Dihadapkan dengan pertanyaan Hisui, Miraluka menindaklanjuti dengan sebuah serangan untuk menggantikan jawaban.

Serangannya identik dengan yang barusan.

Rushella menutupi dadanya, tak mampu melawan balik sama sekali. Melihat bahwa dia tak mampu menghindar atau bertahan terhadap serangan selanjutnya bagaimanapun juga, wajahnya menampilkan ketakutan.

Pada detik-detik akhir, sebuah sosok bergegas untuk memblokir Miraluka.

"Apa yang kamu lakukan? Mengungkapkan payudara untuk menggoda Hi-kun?"

"Kamu....!"

Mei telah bergegas. Melangkah maju untuk melindungi Rushella, dia telah melindunginya.

"Hei, ibuku tersayang, meskipun bocah ini tidak tau sopan santun, bukankah kamu sedikit terlalu jauh? Atau ini adalah kecemburuan wanita?"

"Menyingkir."

Miraluka berkata tanpa emosi, mengabaikan Hisui.

Pertarungan diantara vampir dan manusia buatan hendak dimulai—namun, itu bukan satu lawan satu.

"Ini berakhir disini."

Eruru muncul berdiri dibelakang Miraluka.

Pistol suci Argentum sudah diarahkan pada Miraluka. Jika dia melanjutkan mengambil tindakan, Eruru sudah pasti akan menembak—Itulah apa yang matanya sampaikan dengan tegas.

"Sambil mengejar Rushella-san, aku menyadari bahwa kerumunan orang menipis di area ini. Saat aku mencapai tempat ini, disini tidak ada orang lain. Kau menggunakan mata mistik untuk mengusir semua orang, apa niatmu?"

Miraluka mengangkat bahu pada pertanyaan Eruru.

Tanpa menolehkan kepalanya kebelakang, dia menjawab tanpa kenal lelah.

"Apa yang aku lakukan? Karena ini adalah masalah diantara vampir, apapun yang aku lakukan adalah kebebasanku, kan? Selama hal itu tidak melibatkan manusia, konflik diantara monster seharusnya tidak boleh diganggu. Bukankah itu kebijakan dari organisasimu? Lalu apa hubungannya ini denganmu?"

Tertusuk pada tempat yang rentan, Eruru membuat ekspresi tidak senang.

Miraluka sangat tepat.

Ini adalah konflik diantara para vampir. Biarkan saja mereka saling membunuh satu sama lain dan terbunuh sendiri.

Jika mereka berakhir dengan kehancuran bersama, hal itu akan menghemat tugasnya dan juga mengurangi jumlah orang dengan pengalaman tragis seperti dia.

Namun....

Eruru melirik Rushella dan Hisui kemudian mengatakan dengan tenang.

"Ini adalah persahabatan diantara teman sekelas.... Kau berlebihan memikirkan sesuatu."

"Kau pikir untuk siapa aku melakukan ini? Untuk penipu ini... Atau untuk Hisui?"

Eruru mengernyit tidak senang dan memberi tanda pada Mei dengan matanya.

"Oke!"

Seketika, cahaya terang meletus dari mata Mei.

Dua tembakan cahaya yang menghanguskan ditembakkan pada wajah Miraluka.

Namun, Miraluka berputar ke samping dan menghindar.

Sambil menghadapi laser Mei, itu bahkan lebih penting untuk tetap waspada pada Eruru dibelakangnya.

Dalam kenyataannya, ketika Miraluka mengambil tindakan mengelak, Eruru telah menekan pelatuk pada saat yang sama.

Mei dan Eruru telah membahas taktik sebelumnya, memutuskan pada serangan penjepit ini untuk dilakukan secara berurutan.

"Sungguh naif."

Miraluka memblokir peluru sepenuhnya dengan mudah. Menutup jarak seketika, dia memblokir moncong Argentum.

Dengan itu, pistol telah di netralisir.

Eruru akan kalah asalkan pistol tersebut rusak sebelum dia bisa menembakkan tembakan keduanya.

Saat semua orang yang ada berpikir Eruru akan kalah, dia tertawa tanpa kenal takut.

"Siapa yang mengatakan bahwa aku hanya punya satu pistol?"

Saat itu Miraluka menyadari bahwa Eruru memegang pistol lain di tangan kirinya.

Desain pistol ini identik dengan desain Argentum tetapi sedikit lebih kecil dengan kaliber sempit.

Sebuah senjata yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, memprioritaskan kemudahan menyembunyikan diatas kekuatan.

Eruru tidak pernah berniat untuk mengalahkan musuhnya menggunakan Argentum saja.

Semua itu untuk kesempatan ini.

Eruru menekan pelatuk. Peluru kedua ditembakkan dari pistol di tangan kirinya.

Dia tidak pernah memegang ganda sebelumnya, tetapi kali ini, taktiknya sangat tepat.

Peluru tersebut ditembakkan pada dada kiri Miraluka—Kemudian peluru itu menembus tubuhnya!

"Miraluka!"

Hisui ingin berlari mendekat.

Tetapi Miraluka tidak jatuh.

Dia terhuyung-huyung kemudian menstabilkan dirinya dengan segera, menggunakan pukulan karate untuk menjatuhkan kedua pistol Eruru. Kemudian menendang jauh-jauh pistol yang telah jatuh di tanah, dia memaksa Eruru untuk mundur.

Mengkonfirmasi bahwa Eruru tidak punya cadangan senjata yang lainnya, Miraluka dengan santai berjalan ke arah Rushella.

Ada lubang peluru yang jelas pada payudara kirinya tetapi dia tidak tampak cidera.

"Sepertinya tidak ada pilihan selain bertarung. Tetapi kenapa dia tidak terluka?"

Mei terkejut tetapi tidak punya waktu untuk mencari tau.

Ini bukan adu panco tetapi sebuah pertempuran dengan kehidupan mereka dipertaruhkan. Salah satu pihak pasti akan kalah dan mati. Wajah Mei sangat serius seolah-olah berhadapan dengan musuh besar.

"Segera menyingkirlah dari jalannya."

Hisui tiba-tiba bergegas mendekat dan mendorong dia kesamping.

Karena itu terjadi begitu tiba-tiba, Mei dijatuhkan oleh Hisui yang kurus dan lemah, terjatuh sepenuhnya.

"Hei, apa yang kamu lakukan!?"

Mengabaikan keluhan Mei, Hisui melangkah maju untuk menggantikan dia.

Memeluk Rushella erat-erat yang berdiri terpaku ditempat, dia berhadapan dengan Miraluka.

Tindakan ini menyebabkan Miraluka menjadi marah.

Memukul Hisui sampai tak sadarkan diri dan menjauhkan dia dari Rushella akan sangat mudah, tetapi dia pasti akan melawan dan mungkin terluka.

"Menyingkirlah, Hisui."

"Tidak."

"...Sejak kapan kamu berani untuk menentang aku?"

Miraluka menanyai Hisui sebagai keluarganya, ibunya dan kakaknya.

Mendengar itu, keragu-raguan melintas dimata Hisui. Tetapi segera setelah dia menatap Rushella yang masih gemetar setelah basah kuyub dalam hujan, dia menguatkan tekadnya.

"Dan kapan kamu mulai menjadi serius dengan anak muda? Itu bahkan lebih buruk daripada bertindak kekanak-kanakan. Aku benar-benar ingin bertanya... Siapa kamu sebenarnya? Apakah dia benar-benar menekan kamu dengan cara yang salah? Karena aku membawa pulang seorang gadis untuk tinggal bersama ketika kamu tidak ada... Apa kamu memandang dia sebagai perusak pemandangan?"

Itu menyakitkan bagi Hisui untuk mengatakan hal ini.

Hisui tau bahwa Miraluka tidak akan bereaksi pada hal ini.

Di posisi Miraluka, Hisui pasti akan marah juga.

Pulang kerumah untuk mendapati wanita lain tidur di tempat tidurnya.

Itu mungkin bisa ditoleransi sebagai seorang ibu atau seorang kakak.

Tetapi Miraluka, dia adalah....

Dia teringat apa yang terjadi semalam di kamar tidur itu.

Tubuh lentur itu, sensasi dari payudaranya, bibir merahnya, tak satupun dari itu semua bisa dihilangkan dari pikirannya.

"Meskipun itu benar-benar memalukan, aku harus mengatakan ini."

Hisui terdengar seperti dia tengah berusaha meyakinkan dirinya sendiri juga.

"Setelah kamu mati... Aku hidup dalam keadaan linglung seperti aku telah kehilangan jiwaku."

Dia bisa memahami semua ini setelah kesempatan itu ketika dia melakukan pembicaraan dengan dirinya sendiri.

Setelah berbincang-bincang dengan dirinya yang lain, doppelganger-nya, saat itu dia menyadarinya.

"Aku awalnya berencana untuk menenangkan diriku sendiri setelah memasuki SMA... Tetapi tak ada yang benar-benar berubah, secara mendasar. Sampai aku bertemu gadis ini."

Menunjuk Rushella, Hisui tersenyum masam.

Pada awalnya, ketika Rushella basah kuyub karena air hujan, Hisui telah mengulurkan tangan bantuan dan membawa dia untuk tinggal dirumahnya... Tetapi sebenarnya, orang yang telah diselamatkan adalah dirinya sendiri.

"Gadis ini membuat banyak masalah, memberiku saat-saat yang sulit. Tetapi dengan kehidupanku berputar-putar disekitar dia sepanjang waktu, aku tidak punya waktu untuk memikirkan tentang hal yang tidak perlu. Hari-hari yang sibuk membantu aku mendapatkan tindakanku lagi."

Hisui menyimpitkan matanya saat dia selesai bicara.

"Lalu apa?"—Jika Miraluka menjawab seperti itu, Hisui tidak akan punya apa-apa lagi untuk dikatakan sebagai balasan.

Bagaimanapun juga, Miraluka sudah kembali.

Namun, Hisui masih merasa terdorong untuk terus berbicara.

"Jadi, bisakah kamu tidak menyentuh apa yang berharga bagiku, oke?"

Kata-kata ini menyengat dirinya sendiri juga.

Sejujurnya, dia takut untuk menatap Miraluka.

Tetapi dia masih mengumpulkan keberaniannya dan menatap pada wajahnya.

Miraluka masih tanpa ekspresi.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia berdiri disana dalam diam.

Kulitnya begitu pucat seperti biasanya, hampir transparan. Bahkan pada saat ini, tidak ada warna merah—tidak ada gejolak emosi.

Dia hanya melangkah maju.

Semua orang merasa gugup.

Saat ronde baru dari konflik hendak terjadi, seseorang tertentu menginterupsi, gagal membaca suasana.

"Oke, sudah cukup. Haruskan aku memanggil polisi? Oh benar, aku adalah polisi."

Rangetsu muncul dan menampilkan notebook polisinya dengan bangga.

Meskipun nadanya santai, ekspresinya sangat suram.

Memegang ponsel ditangannya yang lain, dia siap memanggil bala bantuan setiap saat.

"Pengaruh mata mistik akan segera berakhir dan orang-orang akan berada disini dengan segera. Mari kita menambahkan beberapa polisi. Jadi, apa yang akan kau lakukan?"

Ini bukanlah gertakan, tetapi situasinya tidak cukup baik untuk menyebutnya sebuah pembalikan.

Berhadapan dengan seorang vampir kelas-Leluhur Sejati, notebook Badan Investigasi Supranatural tidak akan berpengaruh.

Meskipun Eruru bisa membalas dendam, Miraluka masih berdiri disana tanpa masalah apapun.

Ini adalah realitas.

Ditengah-tengah pertarungan psikologi yang rumit, Miraluka tersenyum dan berkata:

"Sepertinya kamu sangat disukai oleh non-manusia, meskipun aku berharap bagimu untuk menghindari kontak dengan monster-monster ini sebisa mungkin."

"Kamu pikir siapa yang membesarkan aku? Hal ini 90% kesalahanmu, kamu tau?"

"Mungkin..."

Kemudian dia menunjuk pada sisi kiri dari dada Rushella.

"Aku akan mengampuni hidupmu untuk sekarang."

Kemudian dia berbalik dan pergi.

Tak seorangpun mengejar dia.

Karena bahkan jika mereka melakukannya, mereka tidak akan menang.

Hanya Rushella yang berteriak sekeras yang dia bisa:

"....Kenapa kau harus merenggut hidupku?"

"...."

"Siapa sebenarnya aku!?"

Rushella berteriak tetapi Miraluka tidak menjawab. Tanpa melihat kebelakang, dia mengeluarkan deklarasi perang.

"Aku pasti tidak akan melepaskanmu lain kali."

Suara tegasnya terdengar menyenangkan pada telinga, nadanya dipenuhi dengan martabat serius dari seorang vampir kuno.

Pada saat yang sama, ada pesona menggoda yang tak terbantahkan padanya.

Sampai sosok punggungnya menghilang kedalam jalanan yang sibuk, tak seorangpun mengatakan sesuatu.

"...Cepat minum."

"Tidak mau."

Pertukaran ini telah berulang-ulang puluhan kali.

Hisui sudah menduga jawaban ini tetapi dia masih harus mengatakannya.

"Cepat minum darahku! Kamu begitu lemah sekarang, kamu belum meminum darah untuk waktu yang lama, kan!?"

"Tidak~ mau!!"

Rushella berjuang, menolak dia.

Melihat dari samping, Eruru dan para gadis yang lainnya mendesah dan membuat penampilan masam.

Setelah Miraluka pergi, kelompok Hisui pergi kerumah Eruru. Kirika juga bertemu dengan mereka dan mengetahui apa yang terjadi.

Rangetsu punya pekerjaan dan kembali ke Badan Investigasi Supranatural duluan. Selain Touko, seluruh Klub Investigasi Supranatural akhirnya berkumpul bersama.

"Ada apa sih dengan kamu? Kamu biasanya meminum sambil menjepit aku dibawahmu tak peduli bagaimana aku meronta!?"

"Diam, aku sedang 'diet' sekarang ini."

"Diet apa? Ini tidak seperti kamu akan gemuk, sosokmu masih terlihat..."

Mengatakan itu, Hisui memeriksa tubuh Rushella, mendapati dirinya sendiri dipukul oleh dia.

"Apa yang kamu lakukan!?"

"Berhenti menatap aku dengan mata tak senonoh! Oh benar, didalam gereja, kamu melihat t-tubuh telanjangku..."

"Oh ya, itu terjadi. Ya, sama sekali tak ada yang berubah, tak ada perlunya melakukan diet."

"Berhenti mengingat!"

Kemudian Rushella menunggangi dia dan memukulkan tinjunya.

Serangannya seperti itu berusaha untuk mengusir ingatan memalukan dari pikiran Hisui, menghujankan pukulan tanpa henti. Hisui tidak bisa melawan sama sekali.

Kirika tidak tahan menonton dari samping dan bergegas menarik Rushella menjauh. Mei juga menginterupsi secara tak sabaran.

"Apa yang kalian lakukan, saling bercumbu? Lakukan itu ditempat lain."

"...Itu benar-benar sakit, oke? Terimakasih, Senpai."

"Lepaskan, aku belum selesai dengan dia!"

"Ayolah, tunjukanlah penahanan diri. Selain itu.... kenapa kamu tidak meminum darah?"

Ini adalah pertanyaan semua orang yang Kirika ajukan atas nama mereka.

Mendengar itu, Rushella cemberut dan bertindak canggung.

"Karena... itu tidak terlihat seperti rasanya enak, kan?"

"Kenapa kamu mencoba bertindak pura-pura malu pada poin ini? Rasanya sakit, itu menakutkan dan ada bau darah. Tak satupun dari itu yang bagus."

Segera setelah dia selesai, Mei dan Kirika memukul dia.

"....Apa?"

"Kali ini, kamu yang salah, Hi-kun."

"Kali ini, itu adalah kesalahanmu, Kujou-kun."

Kedua gadis menanggapi pada saat yang sama.

Tetapi Hisui sepenuhnya tidak tau.

"Aku menonton video di warnet... Film vampir..."

"Seorang vampir menonton sebuah film vampir? Ayolah, itu semua palsu, oke?"

"Tapi... hal itu tidak seperti sepenuhnya salah... kan? Orang-orang yang digigit oleh vampir, tampak seperti itu sangat sakit, ekspresi menyakitkan pada wajah mereka, akhirnya kehilangan kemanusiaan mereka... Para vampir juga begitu jelek... seperti monster..."

Rushella duduk tidak nyaman, tergagap.

Sebenarnya semua yang dia katakan memang benar. Dia akhirnya mendapatkan beberapa wawasan objektif untuk dirinya sendiri, sepertinya.

Dia pasti telah berpikir banyak hal dalam hari-harinya jauh dari Hisui.

"Yah... Mereka adalah vampir bagaimanapun juga, kan? Begitulah caranya, kan? Ketika manusia lapar, bukankah mereka terlihat seperti iblis kelaparan saat mereka makan?"

Kemampuannya mengikuti percakapan sangat mengerikan. Mei dan Kirika memukul dia lagi.

"Apa-apaan sih!? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah!?"

"Aku tidak percaya aku bersimpati dengan anak ini. Hi-kun begitu buruk pada kehalusan menangani situasi."

"Bukankah kamu seharusnya merenungkan kenapa dia pergi?"

"...Ya."

Diserang oleh dua heroine, Hisui hanya bisa menyerah.

Tetapi dia masih tidak bisa mengetahui pikiran Rushella.

"Bukankah kamu sama!? Kamu dulu begitu enggan, tetapi apa yang terjadi sekarang? Setelah dihisap begitu lama, apa 'fetishmu' akhirnya bangkit!?"

"Tidak, tidak sama sekali. Sejujurnya, rasanya sangat sakit seperti neraka. Teknik meminum darahmu begitu buruk, kamu belum membaik bahkan sedikit saja selama ini. Itu menyakitkan."

"Diam!!"

Kali ini, pukulan lurus berkekuatan penuh dari Rushella menghantam Hisui, menjatuhkan dia.

Melotot tidak senang pada Hisui yang tak sadarkan diri, dia duduk di lantai dengan lututnya ditarik ke dadanya.

Mei dan Kirika buru-buru membahas bagaimana untuk menangani masalahnya. Mengamati dalam diam sepanjang waktu, Eruru akhirnya angkat bicara.

"Sepertinya kamu akhirnya mengerti bahwa kamu adalah monster hina yang memangsa darah manusia. Karena kamu sudah menjadi sadar diri, itu bisa dianggap hal yang bagus, tetapi tak ada yang berubah secara mendasar."

Mendengar dia berbicara begitu terus terang, Mei dan Kirika dengan panik memperingatkan dengan mata mereka tetapi Eruru mengabaikan mereka. Dia melanjutkan:

"Menurut apa yang si Murni dari yang Murni itu katakan, para vampir awalnya berasal dari tindakan meminum darah. Perilaku ini mungkin tidak bisa dirubah. Karena aku, juga telah mewarisi darah hina dari monster itu, aku tak punya hak untuk memandang rendah kamu... Karena semua ini adalah bawaan lahir, kamu tidak harus menyalahkan dirimu sendiri sepenuhnya."

"....Tapi."

"Setidaknya, jika kamu benar-benar seorang monster hina, aku percaya bahwa Kujou-san tidak akan membiarkan kamu meminum darahnya. Oh yah, aku rasa hal itu mungkin bahwa dia terpesona oleh penampilanmu."

Kata-kata Eruru sangat tanpa ampun.

Kebanyakan orang mungkin tidak bisa mengatakan apakah dia berusaha untuk menghibur atau merendahkan dia.

"Kamu juga melihat bagaimana si Murni dari yang Murni itu berakhir, kan? Jika kamu tidak meminum darah dan berakhir seperti dia, maka itu akan benar-benar menyebabkan masalah bagi kami. Aku rasa kamu tidak mau kehilangan rasionalitas, kan?"

"...."

Kegelisahan yang dalam muncul diwajah Rushella.

Dia teringat kematian dari binatang buas yang telah kehilangan kewarasannya.

Memikirkannya saja sudah cukup untuk membuat dia menggigil ketakutan.

Dia tidak mau berubah menjadi seperti itu.

Dia tidak mau berakhir dalam keadaan menyedihkan semacam itu.

Dia ingin mempertahankan harga dirinya.

Namun, untuk mempertahankan harga dirinya, untuk mempertahankan pikiran rasional vampir.... Meminum darah sangat diperlukan.

"Tidak mungkin... Apa kamu mulai ingin menjadi manusia?"

Eruru mengatakan dengan dingin.

Rushella tidak menjawab.

Tak peduli seberapa sepele situasinya, dia selalu membawa-bawa gelar Leluhur Sejati miliknya sepanjang waktu, membawa rasa bangga pada hal itu dan memandang manusia sebagai semut.

Dimasa lalu, dia sudah pasti akan membantah pengamatan Eruru.

Tetapi sekarang, dia tidak mengatakan apa-apa.

Tidak menyetujui ataupun menolak.

"Jika aku adalah manusia, Hisui tidak akan memiliki waktu yang sulit.... Inilah yang terlintas dalam pikiranku."

"Tentu saja. Meskipun Kujou-san adalah kasus yang aneh, dia adalah manusia bagaimanapun juga, tindakan meminum darah sudah pasti disertai oleh resiko sampai batas tertentu. Mati karena kehilangan darah, kerusakan pada pembuluh darah atau menjadi vampir seperti selama festival olahraga. Semua itu tersirat ketika vampir tetap dekat dengan manusia."

Kata-kata Eruru tampaknya menjadi pengingat dirinya sendiri juga.

Bagaimanapun juga, dia mewarisi darah vampir juga.

Mengatakan semua ini pada Rushella juga diterapkan sebagian pada dirinya sendiri, terlepas dari bagian vampirisasi.

"...Aku tau, itu sebabnya..."

"Itu sebabnya kamu memilih untuk pergi. Tetapi itu tidak berarti bahwa masalah pergi bersamamu. Misalkan kedua sisi keputusan menyebabkan masalah, kenapa kamu tidak mengikuti keinginan Kujou-san?"

"....."

"Jika kamu tidak mau meminum darah Kujou-san, ada paket darah transfusi di kulkas, kamu tau? Rasanya mungkin lebih buruk daripada air berlumpur bagi kamu, tetapi meminum sedikit seharusnya membuat kamu melalui krisis saat ini."

"Tidak perlu...."

Rushella menggelengkan kepalanya.

Eruru menyipitkan matanya dengan tidak senang. Kirika dan Mei juga memberi isyarat dengan dagu mereka untuk memberitahu dia untuk mengambil paket darah dari dapur.

Tetapi Rushella tidak bergerak.

Dia tidak hanya menunjukkan keegoisan tsundere-nya. Sebaliknya, itu adalah kesadaran diri tentang kondisi tubuhnya.

"Aku tidak berbohong ketika aku mengatakan aku tidak haus, tetapi... itu mengejutkan aku juga bahwa aku belum mencapai sejauh itu. Aku terbiasa untuk meminum darah setiap hari, tetapi sekarang, itu tak bisa dipercaya bahwa aku saat ini baik-baik saja..."

"Mengingat periode kosong ini, hal itu bisa dianggap zona aman untuk sekarang, tetapi tak seorangpun bisa mengatakan seberapa lama hal itu akan berlangsung. Untuk mencegah skenario kasus terburuk terjadi, harap memelihara kondisi tubuhmu dengan benar."

"...Aku tau. Ngomong-ngomong, kamu telah berubah."

"Huh?"

Eruru membuat wajah bingung tetapi matanya menghianati dia. Bahkan Mei dan Kirika menatap dia penuh arti.

"A-Apa?"

"Tidak banyak, aku hanya mulai berpikir kamu adalah sebuah hambatan disepanjang jalanku untuk memiliki anak dengan Hi-kun."

"Mengingat itu adalah Kujou-kun, seorang dhampir tidak apa-apa juga, sungguh merepotkan...."

Kedua gadis itu mengangguk dengan pemahaman.

"Apa maksud kalian berdua? Penampilan pada wajah kalian begitu menjengkelkan! Katakan saja secara jelas jika kamu punya sesuatu untuk dikatakan!"

"Tidak, aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Iya kan, Senpai?"

"Apa ada yang perlu dikatakan pada poin ini? Oke... Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"

Mendengar pertanyaan Kirika, Eruru memulihkan keadaan dia yang biasanya dan mengatakan pendapatnya.

"Kenapa Leluhur Sejati Miraluka ingin merenggut nyawa Rushella? Meskipun ini hanya konflik diantara para vampir, mengingat orang tak berdosa mungkin bisa terlibat, hal ini tidak bisa diabaikan. Aku percaya hal yang paling penting sekarang ini adalah mengirim dia ke tempat aman untuk karantina untuk saat ini."

"Jika sesuatu terjadi pada mereka berdua, Hi-kun akan sedih. Kamu lupa untuk menyebutkan ini."

"Kamu diamlah. Rushella-san, akankah kamu mendengarkan penempatan kami?"

Eruru mengabaikan Mei yang nakal dan berpaling pada Rushella.

"...aku tau. Aku tidak mau menimbulkan masalah untuk Hisui."

Untuk berpikir dia akan menerima begitu mudah, sungguh tak seperti gayanya dimasa lalu.

Tetapi para gadis tampaknya telah melupakan seorang anak laki-laki.

Setelah Rushella dan para gadis pergi, Hisui masih berbaring tak berdaya di lantai kayu.

Pada akhirnya, seseorang menendang dia disisi kepala. Gelombang rasa sakit akhirnya membangunkan dia.

"Hei, apa yang kamu lakukan? Kepalaku bukan bola."

"Diam, perhatikan nada suaramu ketika kamu bertamu dirumahku."

Eruru tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk saat dia menatap pada Hisui.

Melihat dia baru saja mandi, Hisui menyadari dia telah pingsan untuk waktu yang cukup lama.

Merangkak untuk berdiri, dia melihat sekeliling. Hanya Eruru dan dirinya sendiri yang ada disini.

"Dimana Rushella?"

"Sudah dibawa ketempat aman untuk dikarantina. Lebih baik untuk tidak mengatakan dimana, untuk berjaga-jaga."

"Jika kamu mengatakan begitu.... Oke. Aku akui kamu benar."

"Jadi kenapa ibu angkatmu memandang dia sebagai musuh? Hanya kerena kalian berdua bercumbu secara terbuka? Tentu saja itu bukan semuanya."

"Jangan begitu kasar. A-Aku tidak tau juga. Aku tidak bisa menemukan alasannya. Jika memang begitu... umm, Mei seharusnya menjadi target utamanya. Terutama jika Miraluka menemui salah satu saat-saat ketika Mei mendorong aku kebawah... Bagaimanapun juga, itu terjadi sepanjang waktu."

"Aku setuju. Mengecualikan diriku sendiri. Jika untuk alasan ini, maka semua gadis disekitarmu akan menjadi target.... Mungkin dia sudah membuat pergerakan pada sejumlah orang."

Hisui ingin mengindari berhadapan dengan topik tersebut tetapi Eruru membawanya secara terbuka.

Justru karena itu, Hisui menghadapi ketulusannya dengan analisa objektif.

"Aku masih tidak yakin dengan alasannya, tapi...."

"Tapi?"

"Aku pikir dia menjadi sedikit tidak sabaran. Jika bukan untuk itu, ketika Rushella bersama-sama dengan aku... dia tidak akan melakukan pergerakan."

"Maksudmu dia akan menghindari melawan Rushella demi kamu? Kamu sangat percaya pada dia."

Meskipun Eruru sangat kasar, ada kesedihan dalam kata-katanya.

Atau mungkin kecemburuan.

"Apa... yang harus aku lakukan?"

"Kenapa bertanya padaku? Pikirkan itu sendiri. Bagaimanapun juga, kamu bisa tidur disini malam ini. Kamu tidak bisa pulang, kan? Bahkan jika ibu angkatmu tidak dirumah."

Hisui mengangguk.

Dia punya perasaan bahwa Miraluka pasti akan ada dirumah jika dia kembali seperti ini. Juga, dia akan membuka pintu dengan sikapnya yang biasa, bahkan menyeret dia ke tempat tidur...

Oleh karena itu, Hisui ketakutan.

Dia berani tidak pulang.

"Jika sofa ruang tamu tidak masalah, tahan saja dengan itu. Tetapi jika kamu berani memasuki kamarku, bahkan hanya satu milimeter, aku akan meledakkan otakmu."

"Seolah aku akan masuk kesana saja! Kalau begitu ijinkan aku menginap selama satu malam. Karena aku sudah membebani kamu, kamu tidak keberatan jika aku meminta satu lagi, bukan?"

"Apa itu?"

"Aku mau pemeriksaan medis."

Wajah Hisui serius.

Eruru sangat terkejut.

"Kenapa?"

Menunjuk pada dirinya sendiri, Hisui berkata:

"Aku ingin pemeriksaan yang tepat dari bawah keatas. Tentang konstitusiku."


Sebelumnya Bab 4 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 6