Difference between revisions of "Skeleton Knight Going Out to the Parallel Universe (Indonesia): Jilid 1 Bab 4"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m
 
Line 261: Line 261:
 
|}
 
|}
 
</noinclude>
 
</noinclude>
 
<br>
 
<br>
 

Latest revision as of 11:54, 28 March 2017

「Kota Pertama, Rubierute」 - Bagian 1[edit]


“Saya mengerti mungkin ini terlambat, namun izinkan saya memperkenalkan diri, nama saya Rita Farren. Saya adalah pelayan dari Lauren Roberts, anak perempuan dari kediaman bangsawan Ruberiete.”


Sembari mengendarai kereta kudanya, Rita sedikit menganggukkan kepalanya sebelum berbicara kepadaku. Mata cokelatnya terpaku padaku. Sebenarnya, dia telah menunggu semacam perkenalan diri.


“Hmm, aku adalah seorang pengelana. Kau bisa memanggilku Arc.”


Aku memperkenalkan diriku dengan kasar dan kembali memperhatikan jalannya. Tentu saja nama itu adalah nama karakter gameku. Dalam tubuh ini, kurasa menggunakan identitas itu adalah tindakan yang paling cocok.


Namun tetap saja, aku tak percaya gadis dalam kereta ini adalah seorang bangsawan. Meskipun aku telah berencana untuk tak terlalu menampakkan diri, kurasa rencanaku kini berada dalam ambang kehancuran. Aku harus cepat membuat pergerakan, atau aku akan terlibat dalam masalah lainnya.


“Arc-sama, apakah mungkin tujuan anda adalah Rhoden?”


Rhoden? Apakah Rhoden adalah sebuah wilayah? Atau sebuah negara? Aku tak tahu.


Nama itu tak pernah disebutkan di dalam game.


“Tidak, sebagai seorang pengelana, aku hanya mengembara. Jadi menentukan suatu tujuan...... akan mencegahku untuk bepergian jauh.”


Sembari mengatakan jawaban yang pas, aku menatap bukit yang bermandikan cahaya petang, berharap akan membuat hawa yang menenangkan.


“Benarkah begitu? Kami sedang menuju ke kota Rubierute, yang dikuasai oleh ayah Lauren Ojou-sama. Buckle-sama pasti akan senang mendengar pemberantasan bandit ini, jadi apakah anda berkenan ikut dengan kami menuju kediamannya?”


Tipu muslihatmu menggunakan ayah yang khawatir sungguh cerdik, kau bahkan bisa mengeluarkan kata-kata hangat dan senyum yang ramah itu. Akan tetapi, aku akan menolak ajakan tersebut. Tak ada untungnya bagiku untuk bertemu seorang pemimpin feodal.


Lagian, aku tak bisa melepaskan helmku. Aku tak bisa menyambut seorang aristokrat sambil menggunakan helm ini. Bahkan di waktu modern, kau tak bisa bertemu dengan seorang gubernur sambil memakai sebuah topeng penutup muka. Faktanya, di duniaku, kau bahkan tak bisa berbicara dengan seorang kasir toko dengan menggunakan masker.


Aku harus menggunakan segala upaya untuk menghindari pertemuan ini.


“Aku hargai tawaranmu, tapi penghargaan bukanlah hal yang aku incar. Perasaanmu saja sudah lebih dari cukup.”

“Tak mendapat apa-apa, bahkan setelah menyelamatkanku dan Ojou-sama...... Buckle-sama pasti akan kecewa dengan hal ini......”


Dia mengatakannya dengan memaksa. Aku dalam keadaan yang tak menguntungkan. Ekspresi wajahnya mengatakan bahwa dia takkan menyerah hingga aku mendapatkan sebuah hadiah atau semacamnya. Aku harus memikirkan sesuatu. Tapi apakah ada sesuatu yang bagus untuk kukatakan......


“Baiklah, sebagai seorang pengelana, aku akan sangat berterima kasih untuk sesuatu yang akan memudahkan perjalananku.”

“Berkelana......, ah, anda bisa mengambil ini jikalau mau. Hanya para bangsawan yang bisa menggunakan paspor perak, jadi aku hanya mempunyai yang perunggu. Menunjukkan benda ini dalam suatu wilayah, mestinya akan mempermudah masalah yang anda hadapi saat berkelana.”


Dari sebuah kantung di dada dia mengeluarkan selembar perunggu yang sedikit lebih kecil dari sebuah kartu bisnis. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk memberikannya kepadaku, yang sedang menunggangi kuda.


Aku menerimanya, dan kusadari sebuah lambang keluarga di tengahnya yang bertuliskan dengan sesuatu di sekitarnya.


“Terima kasih banyak.”


Aku berterima kasih kepadanya, sebelum menaruhnya ke dalam kantung berisikan barang lainnya. Saat aku melakukannya, dia berkata.


“Arc-sama, saya bisa melihat Rubierute.”


Saat kulihat ke arah suaranya, tampak sebuah kota dari kejauhan.


Air dari sungai mengalir di sekitar perbatasan kota, disalurkan melalui sebuah parit besar.


Mungkin lebar paritnya sekitar 3 meter?


Sebuah ladang gandum terbentang di salah satu bagian parit, dan saat angin berhembus, sebuah gelombang gandum terbentuk. Ladang tersebut juga dikelilingi oleh sebuah parit kecil tersendiri.


Dinding kotanya terlihat terbuat dari batu yang kokoh, dengan tinggi mungkin 5 meter? Jika kau bandingkan dengan sebuah dinding kastil mungkin terlihat kurang meyakinkan, tapi untuk sebuah kota, dinding ini sudah cukup kokoh.


Aku penasaran apakah kota sebesar ini di zaman pertengahan seperti ini sudah biasa?


Gerbang kotanya terlihat lebar 5 meter, dan menara pemantau dibangun di kedua sisinya. Di sana terdapat beberapa penjaga di dasar menara, penjaga yang berdiri dan melihat sekeliling. Di depan gerbang, terdapat sebuah jembatan batu, namun itu bukanlah sebuah jembatan kerek yang biasa kulihat dalam game.


Klon〜teng, Klon〜teng.


Dari tengah kota sebuah lonceng malam berdering, menggema di sekitar hingga terdengar dari sini.


“Arc-sama, tadi adalah lonceng penutupan gerbang. Kita harus bergegas.”


Meski lonceng penutupan gerbang telah berbunyi, gerbangnya tidak langsung tertutup. Sebelum gerbangnya menutup, kami harus membuat kereta kudanya mendekat ke gerbang. Meskipun karena ini adalah kereta kuda milik pemimpin feodal, mereka pasti akan membuka gerbangnya lagi, namun itu adalah pekerjaan yang merepotkan bagi para penjaga.


Kelihatannya kami berada di gerbang sebelah Timur. Lalu aku melihat semua penjaga telah berdiri di sekitar dengan membawa tombak. Salah satu penjaga menyadari wajah Rita, dan mulai berlari mendekati kami.


“Rita-dono! Siapa dia?! Apa yang terjadi dengan para pengawal dan Tuan Maudlin!?”


Satu demi satu penjaga bertanya-tanya. Penjaga yang berlari mendekati kami mungkin adalah kaptennya karena hanya dialah yang mengenakan sebuah helm.


“Di jalan sana kami disergap oleh bandit, sekitar satu jam yang lalu. Sayang sekali, Maudlin-sama dan pengawal lainnya tumbang di tangan para bandit. Arc-sama muncul dan berhasil membunuh bandit yang tersisa."

“Apa!?”

Kapten penjaga itu menatap di antaraku dan Rita dengan ekspresi heran. Setelah mendengar ceritanya, penjaga yang lain menjadi ribut.


“Kami telah mengamankan tubuh Maudlin-sama dan pengawal lainnya, aku memintamu untuk membawa mereka kembali. Aku akan membawa Ojou-sama kembali ke rumah, dan melapor ke Buckle-sama.”

“Siap! Saya akan segera menyiapkan sebuah unit pengumpul mayat. Kami meminta anda untuk mendapatkan izin bertindak dari Buckle-sama.”


Setelah memberi hormat, si kapten mulai berlari dan memberikan perintahnya.


Setelah Rita melihatnya, dia turun dari kursi kusir dan menunduk padaku lagi.


“Arc-sama, sekali lagi terima kasih untuk kali ini dan sebelumnya. Jikalau ada sesuatu yang anda butuhkan, mohon kunjungi kediaman tuan kami dan tanyakan pada pelayan pribadi Ojou-sama, Rita Farren. Saya berjanji, saya akan membantu anda sebisa mungkin.”

“Aku mengerti. Apakah kau tahu di mana aku bisa menjual kuda-kuda ini dengan harga yang bagus?”


Aku mengatakannya sambil menunjuk ke arah barisan kuda yang kuambil dari para bandit. Mengambil keenam kuda itu tak usah ditanyakan lagi. Aku akan menjual mereka, tapi aku tak tahu di mana untuk menjualnya.


“Kalau perdagangan kuda, di sana ada sebuah tempat bernama kandang Danto di dekat gerbang Timur. Kurasa anda akan segera dilayani jika anda menyebut nama saya.”

“Baiklah, kalau begitu, jaga diri kalian.”

Masuk dari gerbang Timur, dia menuntun kereta kudanya ke jalur kiri, sedangkan aku ke jalur kanan yang tadi ia tunjukkan.


Tempat yang aku kunjungi adalah sebuah bangunan dari kayu dengan sebuah kandang di sampingnya. Tanda tokonya, yang diukir dengan sebuah gambar kuda, terpampang. Setelah mengikatkan kuda-kudanya di pos terdekat, aku memasuki kandang yang di dalamnya terdapat seorang lelaki. Lelaki tersebut tidak tinggi, mungkin hanya sekitar 160 sentimeter, dan mempunyai perawakan yang kekar. Dia juga botak dan mempunyai sebuah jenggot yang tumbuh hingga ke dadanya.


“Permisi, aku ditunjukkan ke tempat ini oleh Rita dari kediaman Rubert. Aku ingin menjual beberapa kuda.”


Saat kukatakan pada lelaki tersebut apa yang kuinginkan, dia sedikit terkejut, namun setelah melihat dengan cepat dari kepala hingga ujung kaki, dia tersenyum.


“Kalau benar begitu. Saya adalah pemilik kandang ini. Apakah anda memiliki sebuah surat pengenal, Danne-sama?” [TL Note: Di sini, Danne-sama maksudnya adalah tuan pembeli, namun kalau di terjemahkan menjadi kurang pas, jadi saya tulis saja sesuai dengan yang asli.]

Pemilik kandang memasang tampang bertanya-tanya, mencoba untuk mengetahui maksud dari perkataanku. Aku tak tahu apakah aku salah sebut, tapi ini adalah suatu tempat yang disarankan oleh seorang pekerja pemimpin feodal. Karena hubungan itulah, harus ada kepercayaan.


“Ojou-sama kediaman Rubert telah diserang oleh para bandit. Aku datang membantu mereka. Keenam kuda bandit tersebut adalah jarahan pertempuran. Kau lihat?”

“Apa! Lauren-sama!? Diserang oleh para bandit yang menggunakan 6 kuda...... Paman ini tak mendengar sesuatu seperti itu...... Akan tetapi, mari lihat dulu kuda-kudanya.”


Danto mengikutiku ke luar sembari mengelus jenggotnya, untuk melihat kuda yang telah kuikat. Dia mengabil sebuah lampu dari meja depan dan melihat ke arah setiap kuda sekali.


“Aku akan membayar 45 suk untuk yang satu ini, 30 suk untuk yang lain, dan 1 suk untuk semua pelananya.”


Aku tak mengerti satuan unitnya ataupun harganya, tapi mungkin itu sudah cukup untuk menutupi biaya perjalananku. Aku mengangguk dengan jumlah yang ditawarkan, terima kasih karena full body armor ini menutupi pikiran di dalamku.


“Terima kasih banyak. Karena kami harus membayarnya dalam emas, mungkin akan makan sedikit waktu. Hey, bocah! Masukkan kuda-kuda ini ke dalam!”


Setelah dia membungkuk, dia berteriak ke belakang kandang. Dua bocah keluar dari kandang dan membawa kudanya bersama mereka.


Setelah menunggu beberapa saat, si manajer muncul lagi dengan sebuah tas besar. Kami membawa tas tersebut ke sebuah meja jadi aku bisa memastikan isinya. 10 keping emas dengan ukuran koin 1 yen tertumpuk. Kelihatannya suk adalah satuan untuk koin emas. Di dalamnya terdapat 19 tumpukan emas dan 6 tumpukan perak seluruhnya.


“Semuanya 196 suk, anda bisa memeriksanya sendiri.”


Kuhitung jumlah pastinya, dan kujatuhkan beberapa koin ke atas meja untuk melihat apakah mereka jatuh pada saat yang sama. Sepertinya tak ada masalah.


Kutaruh kembali mereka ke dalam kantung yang kupunya. Aku merasa bobotnya menjadi berisi. Meskipun koin emasnya kecil, bobot mereka sekitar satu koin 500 yen. Walau aku yakin itu bukan emas murni, uang ini masih saja berat.


“Terima kasih atas kerja samanya. Omong-omong, apa kau tahu di mana penginapannya?”

“Sebuah penginapan ya? Di sana ada tempat Mara di jalan utama di dekat pusat kota... Apakah Tuan belum mendapat penginapan yang cocok untuk tinggal?”

“Aku seorang pengelana, jika ada sebuah tempat untuk berbaring, itu sudah cukup buatku.”


Aku berterima kasih pada manajer kandang dan mulai berjalan ke arah pusat kota. Hari telah benar-benar malam dan wilayah sekitar diselimuti dengan kegelapan. Terkadang, aku dapat melihat orang berjalan tergesa-gesa, namun jumlahnya semakin berkurang seiring waktu berlalu. Akan tetapi, setiap ada orang yang lewat, mereka terkagum. Tak dapat dipungkiri, seorang lelaki mengenakan full body armor sedang berjalan-jalan di malam hari pasti menakutkan.


Aku menemukan sebuah jalanan padat sekitar 10 meter dari pusat kota. Di kota Rubierute, nampaknya gerbang hanya terdapat di bagian Timur dan Barat. Akan tetapi, jalanan di sebelah Selatan kelihatannya tidak terhubung dengan jalan utama.


Bangunan kayu dua-lantai berjejeran di samping jalan, dan beberapa toko memancarkan cahaya. Tempat di mana terdapat ukiran gentong di tandanya mungkin adalah sebuah bar, karena aku dapat mendengar keributan dan keriuhan dari orang-orang di dalamnya.


Aku mencoba untuk memanggil seorang pemabuk yang berada di luar bar.


“Hey, aku sedang mencari tempat Mara. Kau tahu di mana itu?”

“Tuan Kesatria Be-bercahaya, I-itu Itchu adalah bangunan di sana!”


Tertelan dalam dunianya sendiri, dia menunjuk ke sebuah bangunan di seberang jalan. Aku berterima kasih ke lelaki itu lalu masuk ke dalam bangunan di mana suara lonceng pintu berbunyi. Suaranya membuat seorang pria paruh baya muncul di balik counter. Pria tersebut membuka matanya lebar ketika dia melihatku dan mendekat.


“Wah, wah, wah, seorang kesatria ada di sini! Ada urusan apa anda datang ke penginapan kecil ini?”

“Hm, aku kemari untuk menyewa satu ruangan untuk menginap.”

“Eh!? Se-seorang tamu? Di penginapanku?!”


Si penjaga penginapan sangat terkejut, dilihat dari suaranya yang melengking beberapa saat. Yah, lagian penampilan luarku adalah seorang kesatria. Ketika aku menunjukkan persetujuan, si penjaga penginapan dengan canggung menyerahkan kunci kamarnya.


Harga untuk satu malamnya adalah satu keping perak. Kayu bakar dan makanannya seharga 1 suk (koin perak) per buahnya. Kau diharuskan untuk menyetel sendiri perapiannya dan memasak makananmu sendiri, sungguh penginapan yang murah. Di Jepang, makanannya sudah termasuk dengan menginap, konsep dari biaya yang terpisah adalah budaya dari Barat.


Aku menaiki tangga di samping counter ke lantai dua. Ketika aku memasuki ruangan yang dimaksud, di sana hanya terdapat sebuah jendela kayu kecil, dan kasur yang tipis. Kutaruh lampu yang kudapat di sudut jendela, lalu aku duduk dan menarik napas.


Secara fisik, aku baik-baik saja, tapi secara mental aku kelelahan hari ini.


Aku sama sekali belum makan apa-apa seharian, tapi aku tak merasa lapar. Aku benar-benar tak mengerti bagaimana kerja tubuh ini. Mungkin bisa saja aku tak membutuhkan tidur, tapi lagi pula, mari kita coba.


Karena penginapan ini tak punya penjaga, sebaiknya aku tak melepaskan armorku. Akan buruk jikalau ada orang yang menyerangku saatku tertidur.


Aku mematikan lampunya, dan terbaring di kasur dengan punggungku menghadap dinding. Kututup mataku dan kusilangkan tanganku. Apakah mataku tertutup? Sembari terus mempertanyakan hal semacam itu, malam terus berlalu.


Mundur ke Bab 3 Kembali ke Halaman Utama Teruskan ke Bab 5