Difference between revisions of "Skeleton Knight Going Out to the Parallel Universe (Indonesia): Jilid 1 Bab 6"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with " <noinclude> {| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: coll...")
 
 
(2 intermediate revisions by the same user not shown)
Line 1: Line 1:
  +
==「Mencari Pekerjaan Sebagai Petualang」 - Bagian 1==
  +
<br/>
  +
  +
Keesokan harinya, cahaya matahari masuk ke ruangan melalui jendela kayu. Kuregangkan badanku yang kaku karena menyandarkan punggungku ke tembok saat tertidur. Meskipun dengan tubuh ini aku tak lagi punya otot, ini adalah suatu kebiasaan. Menyadari hal ini, aku berdiri dan menjulurkan leherku.
  +
  +
  +
Cahaya pagi mengisi ruangan ini ketika kubuka jendelanya. Jendelanya menghadap ke jalan utama, jadi aku sudah langsung bisa melihat aktivitas di jalanan hanya dengan menengok keluar.
  +
  +
  +
Sesuatu layaknya sebuah pasar terbuka diadakan. Aku bisa melihat orang-orang menjual sayur-mayur dan memanggang daging, begitu juga dengan pedagang yang menjual perhiasan dan benda seni. Tak heran, banyak pengunjung yang datang silih berganti.
  +
  +
  +
Setelah kuperiksa isi barang bawaanku dan memastikan bahwa aku masih memiliki jumlah uang yang sama, kutinggalkan penginapan ini. Tak ada orang di counter, dan pengunjung lainnya pergi begitu saja. Kelihatannya di sini membayar di awal adalah hal lumrah. Sungguh model bisnis yang semrawut.
  +
  +
  +
Aku memasuki jalan utama membawa sekantung senjata di punggungku. Orang-orang di jalan menatapku dengan kagum, membuatku merasa risih. Aku heran apakah body armor jenis ini masih jarang di dunia ini?
  +
  +
  +
Mencoba untuk mengabaikannya, kutetapkan sebuah toko senjata sebagai perhentian pertamaku.
  +
  +
  +
Berjalan ke arah Barat dari jalur utama, kulihat sebuah papan diukir dengan sebuah pedang dan kapak di antara salah satu toko. Kulihat toko itu dipenuhi dengan senjata dan perlengkapan pelindung. Dari belakang toko, seorang pria botak paruh baya muncul. Pria itu memasang wajah terkejut, sebelum dia mulai berbicara.
  +
  +
  +
“Danne-sama, ada yang bisa saya bantu?”
  +
  +
“Aku ingin menjual ini. Berapa?”
  +
  +
  +
Kukeluarkan senjata dari kantungku dan menaruh mereka di counter satu demi satu. Mereka semua kecuali satu belati karena belati itu mungkin akan berguna nanti.
  +
  +
  +
Pemilik toko mengambil semuanya bersamaan, jadi dia bisa memastikan kondisi setiap senjata tersebut. Ia taruh tangannya di dagunya sembari menilai harganya, sebelum ia melihat ke arahku lagi.
  +
  +
  +
“15 suk untuk pedang lengkungnya, 5 untuk setiap pedang lurus, 7 untuk gadanya, dan 1 suk 5 sek untuk belatinya. Pedang lengkung itu layak jual jika saya asah, namun pedang lainnya intinya sudah rusak dan perlu diperbaiki. Pada gada ini juga terdapat kerusakan kecil, jadi saya hanya bisa menjualnya sekian.”
  +
  +
“Aku tak masalah.”
  +
  +
“Baiklah, semuanya 50 suk dan 5 sek.”
  +
  +
  +
Dia pergi ke belakang dan membawa 50 koin emas dan 5 koin perak. Kutaruh uangnya ke kantung kulitku dan mengikatnya di pinggangku.
  +
  +
  +
Dari penjualan senjata dan kudanya, kini aku punya sedikit banyak uang. Penginapan yang kusewa juga cuma seharga 1 sek semalamnya, karena 10 perak sama dengan 1 emas, aku bisa menetap di sana untuk satu Minggu hanya dengan satu koin emas.
  +
  +
  +
Akan tetapi, aku tak tahu di dunia ini kapan uang akan menjadi penting. Aku harus mencari cara untuk memastikan pendapatanku untuk jaga-jaga......
  +
  +
  +
Ketika pemilik toko itu kembali setelah menaruh senjata tersebut, aku bertanya padanya.
  +
  +
  +
“Permisi, apa kau tahu di mana seorang pengelana bisa memperoleh pendapatan yang tetap?”
  +
  +
“Pendapatan yang tetap? Dengan perlengkapan yang bagus, bukankah Tuan sudah dipekerjakan sebagai seorang petualang? Para petualang biasanya tak perlu membayar biaya untuk memasuki dan meninggalkan kota.”
  +
  +
  +
Kelihatannya membayar biaya masuk dan meninggalkan kota adalah hal yang lumrah. Karena aku memasuki Rubierute bersama kereta kuda milik penguasa feodal, aku tak menyadarinya.
  +
  +
  +
Para petualang hanya cukup menunjukkan sertifikat mereka kepada para penjaga gerbang dan mereka akan diperbolehkan masuk. Karena tugas para petualang sering membuat mereka keluar masuk kota, mereka dibebaskan dari ongkosnya. Anggota asosiasi pedagang juga memiliki aturan yang sama, akan tetapi tetap bisa ditarik ongkos tergantung pada jenis dan jumlah barang yang mereka bawa.
  +
  +
  +
Aku berterima kasih kepada pemilik toko senjata lalu pergi. Guild para petualang tepat di seberang jalan toko senjata. Di sebelahnya berdiri gedung asosiasi pedagang.
  +
  +
  +
Gedung guild petualang memiliki dua lantai, dan tak ada yang mencolok dari bangunan tersebut selain papan tanda berukir pedang dan perisai. Ketika kubuka dua pintunya, aku melihat sebuah counter di hadap pintu masuk. Hal yang aneh darinya adalah counter itu dikelilingi oleh jeruji besi, membuatnya terlihat seperti loket masuk kebun binatang.
  +
  +
  +
Seekor beruang berdiri di dalam kandang. Tunggu, itu adalah seorang pria, bukan beruang. Dia memiliki sebuah jenggot tebal dan rambut hitam tipis, di sekitar mata kirinya ada sebuah bekas luka yang besar, tangannya yang berotot tamat seperti siap memukul, dan dadanya yang diumbar tertutupi oleh rambut.
  +
  +
  +
Apakah emansipasi wanita di dunia ini tertunda? Saat kulihat sekeliling, aku hanya melihat laki-laki di lubang neraka ini.
  +
  +
  +
Perlahan kudekati resepsionis yang seperti beruang itu. Si beruang bermata satu menatapku, layaknya aku adalah musuhnya.
  +
  +
  +
“Aku ingin bergabung dengan guild petualang.”
  +
  +
  +
Di balik kandang, ekspresi beruang bermata satu itu berubah, ketika kukatakan maksud kedatanganku. Hasil akhir dari perubahan itu adalah sebuah senyum lebar, yang jelas tak pernah dipakai...... Hal tersebut memberi kesan layaknya “senyum murahan”.
  +
  +
  +
“Dilihat dari perlengkapanmu, kelihatannya kau tak punya masalah dengan uang. Penerimaan ke dalam guild petualang termasuk dengan pemeriksaan latar belakang. Termasuk sebuah tes kekuatan. Kalau kau bisa memburu seekor hewan buas, monster, atau bandit berikan buktinya kemari untuk memastikannya. Mudah, kan?”
  +
  +
  +
Kau bilang seekor hewan buas dengan mudahnya, tapi masih ada makhluk seperti monster.
  +
  +
  +
Saat datang kemari kulihat sekawanan hewan di area perbukitan, tapi kurasa aku tak melewatkan satu pun monster atau jika iya, aku tak melihat mereka. Aku mengingat kembali pemandangan masa lampau. Lagian, salah satu target perburuannya adalah bandit? Apakah sebuah kepala yang baru saja dipenggal bisa dijadikan bukti?......Akan tetapi, bandit yang kemarin kutangkap sudah kukremasi, jadi aku tak bisa menggunakan mereka.
  +
  +
  +
“Aku mengerti. Seekor hewan buas, segera tiba.”
  +
  +
  +
Meninggalkan gedung guild petualang, aku pergi menuju gerbang Barat.
  +
  +
  +
Di pusat kota, terdapat berbagai tempat yang menjual barang dari kulit. Barang seperti dompet koin dari kulit dan tas kulit bersebaran. Kubeli sebuah barang ketika melewati salah satu toko. Barang tersebut adalah sebuah qirbah pengelana, dengan sebuah penyumbat di atasnya. Qirbah itu kelihatannya dapat menampung air sebanyak botol besar. Sebuah benda yang diperlukan oleh pengelana manapun.
  +
  +
  +
“Berapa harganya?”
  +
  +
“Tuan, bagaimana kalau 1 suk?”
  +
  +
  +
Pedagang itu tertawa saat dia memberitahukan harga 1 emas tersebut. Satu emas kelihatannya terlalu mahal, untuk sesuatu seperti botol air. Hawanya terlihat seperti mereka mencoba memerasku dilihat dari penampilanku. Kurasa aku harus menghapus hawa ini dengan sedikit ancaman.
  +
  +
  +
“Satu suk......huh?!”
  +
  +
Tunggu! Tuan. Tadi hanya bercanda! Bagaimana dengan 2 sek dan 5 sok? Hihihi......”
  +
  +
  +
Harganya langsung turun menjadi 2 koin perak dan 5 koin perunggu. ¼ dari harga aslinya. Kemungkinan harganya masih tinggi, tapi karena itu sudah lebih murah dari sebelumnya. Kuserahkan 3 koin perak, dan menerima 5 koin perunggu sebagai kembaliannya. Susah juga untuk menemukan koin perak, karena dompetku penuh dengan emas. Mungkin aku harus membeli dua dompet lagi dan memisahkannya berdasarkan jenis koinnya.
  +
  +
  +
Selain qirbah, aku juga membeli kantung besar untuk menaruh hasil buruanku. Kubayar dengan 10 koin perunggu untuk sedikit meringankan dompetku.
  +
  +
  +
Tak sengaja, aku juga membeli sebuah kelinci giling dari sebuah toko penjual makanan. Satu kelinci seharga dua koin peras dan dibungkus dalam sebuah bungkus daun untuk di bawa pergi.
  +
  +
  +
Berjalan melalui sektor perumahan dalam perjalananku keluar kota, aku melihat sebuah tanah lapang kecil sebelum gerbang Barat. Terdapat sebuah saluran air di sepanjang jalur. Kelihatannya itu ditujukan untuk persediaan air minum, secara aku melihat para pedagang mengisi qirbah mereka dan ibu rumah tangga dari rumah sekitar mengisi gentong besar dengan air tersebut. Di alur bawah terdapat para wanita yang mencuci sayur-mayur bahkan para pria tengah mencuci baju. Kurasa gerbang Timur juga punya saluran air, namun aku tak menyadarinya karena aku datang menjelang malam.
  +
  +
  +
Kerumunan tersebut perlahan berpencar ketika aku mendekat ke saluran air. Ini seperti Musa telah muncul, namun bisa juga orang-orang ini secara insting mencoba menghindari masalah.
  +
  +
  +
Kuisi qirbahku dengan air sebelum menutupnya. Isinya mungkin sekitar 1 atau 2 liter? Lalu kutaruh ke dalam kantung sebelum pergi menuju gerbang.
  +
  +
  +
Kelihatannya di gerbang sana ada pemeriksaan barang, bahkan barang bawaanku harus diperiksa sebelum aku bisa pergi. Di sekitar pedagang yang mengantre, berdiri beberapa bodyguard. Mungkin karena ongkos keluarnya, tak ada banyak orang yang mengantre di belakangku.
  +
  +
  +
Ketika akhirnya aku mencapai gerbang, aku dihentikan oleh seorang penjaga gerbang.
  +
  +
  +
“Berhenti! Tiga sek untuk keluar gerbang.”
  +
  +
  +
Menanggapi hal tersebut, kukeluarkan paspor yang kudapat dari Rita kemarin. Si penjaga gerbang melihatnya, dan mereka membuatku kesal dengan membuktikan untuk melihat keasliannya. Mungkin sebaiknya aku mengatakannya.
  +
  +
  +
Ketika aku keluar dari gerbang dan menyeberangi jembatan bantu, aku berhenti dan melihat pemandangan seluruh area sekitar. Di persawahan, terdapat orang-orang yang merawat tanaman. Pada setiap leher petani terdapat sebuah penanda kayu yang mungkin berlaku sebagai paspor mereka.
  +
  +
  +
Sembari berjalan, aku memikirkan hal semacam itu sembari semakin dan semakin jauh dari kota.
  +
  +
  +
Aku tak langsung menggunakan 【Dimensional step】karena aku tak mau lebih menarik perhatian. Hanya dari penampilanku, aku sudah mendapat cukup banyak masalah.
  +
  +
  +
Hingga saat ini, aku masih belum melihat seseorang menggunakan sihir. Kalau di dunia ini sihir bukan hal yang umum, maka bisa saja aku dianggap sebagai seorang penyihir atau monster dan dibakar dengan salib. Bahkan jikalau sihir ada, cukup diragukan bahwa manipulasi ruang dan waktu hal yang umum. Kalau itu adalah hal yang umum, maka untuk apa gunanya kuda.
  +
  +
  +
Jadi untuk sementara ini, aku akan berjalan kaki.
  +
  +
  +
Saat jalannya mulai menaik dengan tanjakan landai, keindahan dari seluruh pemandangan ini dapat terlihat. Di sebelah kiri terdapat sungai besar yang membentang ke arah barat daya. Di bawah bukit jalannya terpisah menjadi dua, satu mengarah sejalur dengan sungai, sedang yang lain mengarah ke arah barat laut. Persawahannya tak membentang hingga melewati bukit ini. Dan di sana tak lagi terlihat orang di jalanan. Tanpa adanya saksi mata, aku bisa mulai menggunakan 【Dimensional step】untuk mempersingkat jarak.
  +
  +
  +
Kuputuskan untuk mengambil arah barat daya. Karena aku tak memiliki peta dan aku tak tahu tempat yang bisa kukenali, tak heran kalau aku bisa saja tersesat jika terlalu jauh dari jalur utama.
  +
  +
  +
【Dimensional step】cukup berguna ketika aku memiliki jarak pandang yang luas. Bahkan jarak 1 kilometer dapat ditempuh dengan mudah. Satu-satunya kerugian yang bisa kudapat adalah aku bisa mudah terlihat di area lapang. Semua akan menjadi merepotkan kalau aku ketahuan.
  +
  +
  +
Sembari menelusuri jalur barat daya, aku melihat sebuah area pepohonan di sisi jalan. Di sana pasti terdapat seekor hewan buas untuk diburu.
  +
  +
  +
Aku tiba di di sudut hutan, dan mulai menelusurinya. Jika di sini ada sebuah monster berbahaya, aku bisa melarikan diri kapan saja.
  +
  +
  +
Di dalam hutan, kutetapkan untuk berburu beberapa hewan. Jarak yang bisa kulihat lebih pendek di hutan daripada di padang sana. Armorku juga mudah menarik perhatian. Aku tak memakai kamuflase sebagai pemburu.
  +
  +
  +
Karena hutannya mengarah ke sebuah sungai, pada akhirnya aku menemukan sepasang babi hutan. Panjang mereka sekitar 1 meter lebih, mereka tubuh yang seram yang tertutup oleh rambut abu-abu, dan kedua taring mereka membentuk busur.
  +
  +
  +
Kelihatannya keduanya sedang beristirahat di dekat sungai ini. Aku berdiri di antara celah dua pohon, dan memegang pedangku. Sebuah cahaya biru terang muncul, sembari suara logam menggesek sarungnya terdengar.
  +
  +
  +
Ketika babi-babi hutan itu mencoba kabur, kugunakan 【Dimensional step】untuk muncul di hadapan mereka. Ketika aku telah selesai berpindah, aku telah tengah mengayunkan pedang dan memotong kaki belakang babi yang memimpin. Kulanjutkan dengan berteleportasi lagi, sehingga menebas kaki belakang babi kedua.
  +
  +
  +
Babi-babi hutan itu hanya terkapar di tanah, melepaskan jeritan seperti tangisan. Dengan cepat aku bergerak menusuk kedua perutnya dengan pedangku. Darah mengucur keluar dari perut dan kaki mereka, dan keduanya tetap menjerit.
  +
  +
  +
Airnya ternoda merah, karena membawa darah babi hutan tersebut.
  +
  +
  +
Karena seharusnya babi hutan bisa dimakan, membawa mereka pulang seharusnya bisa menghasilkan pendapatan tambahan. Aku pernah mendengar bahwa sebaiknya jangan langsung dibunuh sehingga darahnya tidak tertahan di dalam tubuh dan membuat dagingnya membusuk. Dengan membiarkan jantungnya memompa darahnya keluar, tak akan menyisakan setetes darah pun di dagingnya.
  +
  +
  +
Kupikir ini adalah hal yang kejam hanya untuk memakan daging yang baik, sembari jeritan babi hutan tersebut semakin lemah.
  +
  +
  +
Lalu aku teringat dengan kelinci bumbu giling yang kubeli tadi pagi. beristirahat di tepi berbatu di rawa, kulepaskan helmku. Angin yang berhembus membuat pohon-pohon berdesir dalam hutan, sedang suara tenang dari aliran air mengalir di sekitar. Setelah sedikit meregangkan badan dan menghirup napas dengan udara segar, kukeluarkan kelinci giling dari kantungku.
  +
  +
  +
“Selamat makan.”
  +
  +
  +
Setelah memegangnya dengan kedua tangan, kubuka kelinci giling itu dari bungkusannya, dan menggigitnya. Aroma dari herbalnya sangat menenangkan, dan dagingnya nikmat bergaram dengan sempurna. Tak lama waktu berselang, dagingnya sudah kuhabiskan. Kukeluarkan air minum yang kudapat tadi pagi, dan meneguknya.
  +
  +
  +
Kelihatannya aku bisa makan dan merasakan seperti biasanya, bahkan dengan tubuh aneh ini.
  +
  +
  +
“Terima kasih atas makanannya.”
  +
  +
  +
Selesai dengan makanku, kubasuh tanganku dengan air sungai dan kembali duduk.
  +
  +
  +
Kemudian aku beristirahat sejenak.
   
   

Latest revision as of 12:29, 28 March 2017

「Mencari Pekerjaan Sebagai Petualang」 - Bagian 1[edit]


Keesokan harinya, cahaya matahari masuk ke ruangan melalui jendela kayu. Kuregangkan badanku yang kaku karena menyandarkan punggungku ke tembok saat tertidur. Meskipun dengan tubuh ini aku tak lagi punya otot, ini adalah suatu kebiasaan. Menyadari hal ini, aku berdiri dan menjulurkan leherku.


Cahaya pagi mengisi ruangan ini ketika kubuka jendelanya. Jendelanya menghadap ke jalan utama, jadi aku sudah langsung bisa melihat aktivitas di jalanan hanya dengan menengok keluar.


Sesuatu layaknya sebuah pasar terbuka diadakan. Aku bisa melihat orang-orang menjual sayur-mayur dan memanggang daging, begitu juga dengan pedagang yang menjual perhiasan dan benda seni. Tak heran, banyak pengunjung yang datang silih berganti.


Setelah kuperiksa isi barang bawaanku dan memastikan bahwa aku masih memiliki jumlah uang yang sama, kutinggalkan penginapan ini. Tak ada orang di counter, dan pengunjung lainnya pergi begitu saja. Kelihatannya di sini membayar di awal adalah hal lumrah. Sungguh model bisnis yang semrawut.


Aku memasuki jalan utama membawa sekantung senjata di punggungku. Orang-orang di jalan menatapku dengan kagum, membuatku merasa risih. Aku heran apakah body armor jenis ini masih jarang di dunia ini?


Mencoba untuk mengabaikannya, kutetapkan sebuah toko senjata sebagai perhentian pertamaku.


Berjalan ke arah Barat dari jalur utama, kulihat sebuah papan diukir dengan sebuah pedang dan kapak di antara salah satu toko. Kulihat toko itu dipenuhi dengan senjata dan perlengkapan pelindung. Dari belakang toko, seorang pria botak paruh baya muncul. Pria itu memasang wajah terkejut, sebelum dia mulai berbicara.


“Danne-sama, ada yang bisa saya bantu?”

“Aku ingin menjual ini. Berapa?”


Kukeluarkan senjata dari kantungku dan menaruh mereka di counter satu demi satu. Mereka semua kecuali satu belati karena belati itu mungkin akan berguna nanti.


Pemilik toko mengambil semuanya bersamaan, jadi dia bisa memastikan kondisi setiap senjata tersebut. Ia taruh tangannya di dagunya sembari menilai harganya, sebelum ia melihat ke arahku lagi.


“15 suk untuk pedang lengkungnya, 5 untuk setiap pedang lurus, 7 untuk gadanya, dan 1 suk 5 sek untuk belatinya. Pedang lengkung itu layak jual jika saya asah, namun pedang lainnya intinya sudah rusak dan perlu diperbaiki. Pada gada ini juga terdapat kerusakan kecil, jadi saya hanya bisa menjualnya sekian.”

“Aku tak masalah.”

“Baiklah, semuanya 50 suk dan 5 sek.”


Dia pergi ke belakang dan membawa 50 koin emas dan 5 koin perak. Kutaruh uangnya ke kantung kulitku dan mengikatnya di pinggangku.


Dari penjualan senjata dan kudanya, kini aku punya sedikit banyak uang. Penginapan yang kusewa juga cuma seharga 1 sek semalamnya, karena 10 perak sama dengan 1 emas, aku bisa menetap di sana untuk satu Minggu hanya dengan satu koin emas.


Akan tetapi, aku tak tahu di dunia ini kapan uang akan menjadi penting. Aku harus mencari cara untuk memastikan pendapatanku untuk jaga-jaga......


Ketika pemilik toko itu kembali setelah menaruh senjata tersebut, aku bertanya padanya.


“Permisi, apa kau tahu di mana seorang pengelana bisa memperoleh pendapatan yang tetap?”

“Pendapatan yang tetap? Dengan perlengkapan yang bagus, bukankah Tuan sudah dipekerjakan sebagai seorang petualang? Para petualang biasanya tak perlu membayar biaya untuk memasuki dan meninggalkan kota.”


Kelihatannya membayar biaya masuk dan meninggalkan kota adalah hal yang lumrah. Karena aku memasuki Rubierute bersama kereta kuda milik penguasa feodal, aku tak menyadarinya.


Para petualang hanya cukup menunjukkan sertifikat mereka kepada para penjaga gerbang dan mereka akan diperbolehkan masuk. Karena tugas para petualang sering membuat mereka keluar masuk kota, mereka dibebaskan dari ongkosnya. Anggota asosiasi pedagang juga memiliki aturan yang sama, akan tetapi tetap bisa ditarik ongkos tergantung pada jenis dan jumlah barang yang mereka bawa.


Aku berterima kasih kepada pemilik toko senjata lalu pergi. Guild para petualang tepat di seberang jalan toko senjata. Di sebelahnya berdiri gedung asosiasi pedagang.


Gedung guild petualang memiliki dua lantai, dan tak ada yang mencolok dari bangunan tersebut selain papan tanda berukir pedang dan perisai. Ketika kubuka dua pintunya, aku melihat sebuah counter di hadap pintu masuk. Hal yang aneh darinya adalah counter itu dikelilingi oleh jeruji besi, membuatnya terlihat seperti loket masuk kebun binatang.


Seekor beruang berdiri di dalam kandang. Tunggu, itu adalah seorang pria, bukan beruang. Dia memiliki sebuah jenggot tebal dan rambut hitam tipis, di sekitar mata kirinya ada sebuah bekas luka yang besar, tangannya yang berotot tamat seperti siap memukul, dan dadanya yang diumbar tertutupi oleh rambut.


Apakah emansipasi wanita di dunia ini tertunda? Saat kulihat sekeliling, aku hanya melihat laki-laki di lubang neraka ini.


Perlahan kudekati resepsionis yang seperti beruang itu. Si beruang bermata satu menatapku, layaknya aku adalah musuhnya.


“Aku ingin bergabung dengan guild petualang.”


Di balik kandang, ekspresi beruang bermata satu itu berubah, ketika kukatakan maksud kedatanganku. Hasil akhir dari perubahan itu adalah sebuah senyum lebar, yang jelas tak pernah dipakai...... Hal tersebut memberi kesan layaknya “senyum murahan”.


“Dilihat dari perlengkapanmu, kelihatannya kau tak punya masalah dengan uang. Penerimaan ke dalam guild petualang termasuk dengan pemeriksaan latar belakang. Termasuk sebuah tes kekuatan. Kalau kau bisa memburu seekor hewan buas, monster, atau bandit berikan buktinya kemari untuk memastikannya. Mudah, kan?”


Kau bilang seekor hewan buas dengan mudahnya, tapi masih ada makhluk seperti monster.


Saat datang kemari kulihat sekawanan hewan di area perbukitan, tapi kurasa aku tak melewatkan satu pun monster atau jika iya, aku tak melihat mereka. Aku mengingat kembali pemandangan masa lampau. Lagian, salah satu target perburuannya adalah bandit? Apakah sebuah kepala yang baru saja dipenggal bisa dijadikan bukti?......Akan tetapi, bandit yang kemarin kutangkap sudah kukremasi, jadi aku tak bisa menggunakan mereka.


“Aku mengerti. Seekor hewan buas, segera tiba.”


Meninggalkan gedung guild petualang, aku pergi menuju gerbang Barat.


Di pusat kota, terdapat berbagai tempat yang menjual barang dari kulit. Barang seperti dompet koin dari kulit dan tas kulit bersebaran. Kubeli sebuah barang ketika melewati salah satu toko. Barang tersebut adalah sebuah qirbah pengelana, dengan sebuah penyumbat di atasnya. Qirbah itu kelihatannya dapat menampung air sebanyak botol besar. Sebuah benda yang diperlukan oleh pengelana manapun.


“Berapa harganya?”

“Tuan, bagaimana kalau 1 suk?”


Pedagang itu tertawa saat dia memberitahukan harga 1 emas tersebut. Satu emas kelihatannya terlalu mahal, untuk sesuatu seperti botol air. Hawanya terlihat seperti mereka mencoba memerasku dilihat dari penampilanku. Kurasa aku harus menghapus hawa ini dengan sedikit ancaman.


“Satu suk......huh?!”

Tunggu! Tuan. Tadi hanya bercanda! Bagaimana dengan 2 sek dan 5 sok? Hihihi......”


Harganya langsung turun menjadi 2 koin perak dan 5 koin perunggu. ¼ dari harga aslinya. Kemungkinan harganya masih tinggi, tapi karena itu sudah lebih murah dari sebelumnya. Kuserahkan 3 koin perak, dan menerima 5 koin perunggu sebagai kembaliannya. Susah juga untuk menemukan koin perak, karena dompetku penuh dengan emas. Mungkin aku harus membeli dua dompet lagi dan memisahkannya berdasarkan jenis koinnya.


Selain qirbah, aku juga membeli kantung besar untuk menaruh hasil buruanku. Kubayar dengan 10 koin perunggu untuk sedikit meringankan dompetku.


Tak sengaja, aku juga membeli sebuah kelinci giling dari sebuah toko penjual makanan. Satu kelinci seharga dua koin peras dan dibungkus dalam sebuah bungkus daun untuk di bawa pergi.


Berjalan melalui sektor perumahan dalam perjalananku keluar kota, aku melihat sebuah tanah lapang kecil sebelum gerbang Barat. Terdapat sebuah saluran air di sepanjang jalur. Kelihatannya itu ditujukan untuk persediaan air minum, secara aku melihat para pedagang mengisi qirbah mereka dan ibu rumah tangga dari rumah sekitar mengisi gentong besar dengan air tersebut. Di alur bawah terdapat para wanita yang mencuci sayur-mayur bahkan para pria tengah mencuci baju. Kurasa gerbang Timur juga punya saluran air, namun aku tak menyadarinya karena aku datang menjelang malam.


Kerumunan tersebut perlahan berpencar ketika aku mendekat ke saluran air. Ini seperti Musa telah muncul, namun bisa juga orang-orang ini secara insting mencoba menghindari masalah.


Kuisi qirbahku dengan air sebelum menutupnya. Isinya mungkin sekitar 1 atau 2 liter? Lalu kutaruh ke dalam kantung sebelum pergi menuju gerbang.


Kelihatannya di gerbang sana ada pemeriksaan barang, bahkan barang bawaanku harus diperiksa sebelum aku bisa pergi. Di sekitar pedagang yang mengantre, berdiri beberapa bodyguard. Mungkin karena ongkos keluarnya, tak ada banyak orang yang mengantre di belakangku.


Ketika akhirnya aku mencapai gerbang, aku dihentikan oleh seorang penjaga gerbang.


“Berhenti! Tiga sek untuk keluar gerbang.”


Menanggapi hal tersebut, kukeluarkan paspor yang kudapat dari Rita kemarin. Si penjaga gerbang melihatnya, dan mereka membuatku kesal dengan membuktikan untuk melihat keasliannya. Mungkin sebaiknya aku mengatakannya.


Ketika aku keluar dari gerbang dan menyeberangi jembatan bantu, aku berhenti dan melihat pemandangan seluruh area sekitar. Di persawahan, terdapat orang-orang yang merawat tanaman. Pada setiap leher petani terdapat sebuah penanda kayu yang mungkin berlaku sebagai paspor mereka.


Sembari berjalan, aku memikirkan hal semacam itu sembari semakin dan semakin jauh dari kota.


Aku tak langsung menggunakan 【Dimensional step】karena aku tak mau lebih menarik perhatian. Hanya dari penampilanku, aku sudah mendapat cukup banyak masalah.


Hingga saat ini, aku masih belum melihat seseorang menggunakan sihir. Kalau di dunia ini sihir bukan hal yang umum, maka bisa saja aku dianggap sebagai seorang penyihir atau monster dan dibakar dengan salib. Bahkan jikalau sihir ada, cukup diragukan bahwa manipulasi ruang dan waktu hal yang umum. Kalau itu adalah hal yang umum, maka untuk apa gunanya kuda.


Jadi untuk sementara ini, aku akan berjalan kaki.


Saat jalannya mulai menaik dengan tanjakan landai, keindahan dari seluruh pemandangan ini dapat terlihat. Di sebelah kiri terdapat sungai besar yang membentang ke arah barat daya. Di bawah bukit jalannya terpisah menjadi dua, satu mengarah sejalur dengan sungai, sedang yang lain mengarah ke arah barat laut. Persawahannya tak membentang hingga melewati bukit ini. Dan di sana tak lagi terlihat orang di jalanan. Tanpa adanya saksi mata, aku bisa mulai menggunakan 【Dimensional step】untuk mempersingkat jarak.


Kuputuskan untuk mengambil arah barat daya. Karena aku tak memiliki peta dan aku tak tahu tempat yang bisa kukenali, tak heran kalau aku bisa saja tersesat jika terlalu jauh dari jalur utama.


【Dimensional step】cukup berguna ketika aku memiliki jarak pandang yang luas. Bahkan jarak 1 kilometer dapat ditempuh dengan mudah. Satu-satunya kerugian yang bisa kudapat adalah aku bisa mudah terlihat di area lapang. Semua akan menjadi merepotkan kalau aku ketahuan.


Sembari menelusuri jalur barat daya, aku melihat sebuah area pepohonan di sisi jalan. Di sana pasti terdapat seekor hewan buas untuk diburu.


Aku tiba di di sudut hutan, dan mulai menelusurinya. Jika di sini ada sebuah monster berbahaya, aku bisa melarikan diri kapan saja.


Di dalam hutan, kutetapkan untuk berburu beberapa hewan. Jarak yang bisa kulihat lebih pendek di hutan daripada di padang sana. Armorku juga mudah menarik perhatian. Aku tak memakai kamuflase sebagai pemburu.


Karena hutannya mengarah ke sebuah sungai, pada akhirnya aku menemukan sepasang babi hutan. Panjang mereka sekitar 1 meter lebih, mereka tubuh yang seram yang tertutup oleh rambut abu-abu, dan kedua taring mereka membentuk busur.


Kelihatannya keduanya sedang beristirahat di dekat sungai ini. Aku berdiri di antara celah dua pohon, dan memegang pedangku. Sebuah cahaya biru terang muncul, sembari suara logam menggesek sarungnya terdengar.


Ketika babi-babi hutan itu mencoba kabur, kugunakan 【Dimensional step】untuk muncul di hadapan mereka. Ketika aku telah selesai berpindah, aku telah tengah mengayunkan pedang dan memotong kaki belakang babi yang memimpin. Kulanjutkan dengan berteleportasi lagi, sehingga menebas kaki belakang babi kedua.


Babi-babi hutan itu hanya terkapar di tanah, melepaskan jeritan seperti tangisan. Dengan cepat aku bergerak menusuk kedua perutnya dengan pedangku. Darah mengucur keluar dari perut dan kaki mereka, dan keduanya tetap menjerit.


Airnya ternoda merah, karena membawa darah babi hutan tersebut.


Karena seharusnya babi hutan bisa dimakan, membawa mereka pulang seharusnya bisa menghasilkan pendapatan tambahan. Aku pernah mendengar bahwa sebaiknya jangan langsung dibunuh sehingga darahnya tidak tertahan di dalam tubuh dan membuat dagingnya membusuk. Dengan membiarkan jantungnya memompa darahnya keluar, tak akan menyisakan setetes darah pun di dagingnya.


Kupikir ini adalah hal yang kejam hanya untuk memakan daging yang baik, sembari jeritan babi hutan tersebut semakin lemah.


Lalu aku teringat dengan kelinci bumbu giling yang kubeli tadi pagi. beristirahat di tepi berbatu di rawa, kulepaskan helmku. Angin yang berhembus membuat pohon-pohon berdesir dalam hutan, sedang suara tenang dari aliran air mengalir di sekitar. Setelah sedikit meregangkan badan dan menghirup napas dengan udara segar, kukeluarkan kelinci giling dari kantungku.


“Selamat makan.”


Setelah memegangnya dengan kedua tangan, kubuka kelinci giling itu dari bungkusannya, dan menggigitnya. Aroma dari herbalnya sangat menenangkan, dan dagingnya nikmat bergaram dengan sempurna. Tak lama waktu berselang, dagingnya sudah kuhabiskan. Kukeluarkan air minum yang kudapat tadi pagi, dan meneguknya.


Kelihatannya aku bisa makan dan merasakan seperti biasanya, bahkan dengan tubuh aneh ini.


“Terima kasih atas makanannya.”


Selesai dengan makanku, kubasuh tanganku dengan air sungai dan kembali duduk.


Kemudian aku beristirahat sejenak.


Mundur ke Bab 5 Kembali ke Halaman Utama Teruskan ke Bab 7