Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid1 Bab05

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 5



Senin telah datang, dan kelembapan musim hujan membuatnya secara bertahap terasa di sekolah, meningkat sampai titik di mana kami jadi ember keringat. Jika beberapa politikus bikin janji kampanye untuk memasang sebuah eskalator di jalan bukit, mereka dijamin akan dapat suaraku saat aku sudah bisa memilih.

Aku sedang duduk di ruang kelas, mengipasi leherku dengan alas tulis sebagai pengganti kipas, ketika bel berdentang dan Haruhi, yang tidak biasanya, yang terakhir masuk.

Melempar tasnya ke meja, dia berkata, "Aku juga pengen dikipasin."

"Lakuin ndiri!"

Haruhi, yang berpisah denganku di depan stasiun dua hari yang lalu, menekuk wajahnya menjadi muka asam, cemberut. Tepat ketika aku berpikir kalau ekspresinya jadi makin manis hari-hari ini, dia kembali jadi diri mengernyit yang biasanya hari ini.

"Gini nih, Suzumiya. Loe tahu ngga sih cerita Burung Biru Kebahagiaan?"

"Apaan tuh?"

"Ngga, ngga usah dipikirin, bukan apa-apa."

"Kalau gitu, ngga usah nanya dong."

Haruhi memberiku kernyitan samping, lalu Okabe-sensei datang dan absensi dimulai.

Di kelas hari itu, sebuah aura kekesalan teradiasi ke seluruh sisi dari downer Haruhi, memancarkan tekanan yang tak mengenakkan ke punggungku. Tak pernah rasanya dentangan bel di akhir hari terdengar begitu nyaman. Seperti tikus ladang kabur dari sikatan api yang berkobar, aku mengungsi ke ruang klub.

Sosok membaca Nagato kini menjadi pemandangan default di ruang klub, sampai ke batas bahwa dia kelihatannya seperti ornamen tetap di ruangan.

Dikatakan begitu, aku berbalik dan berkata ke Koizumi Itsuki, yang sudah tiba.

"Jangan-jangan loe juga punya sesuatu yang pengen diomongin ke gue soal Suzumiya?"

Hanya ada tiga orang di tempat ini. Haruhi piket hari ini, sedangkan Asahina-san masih belum datang.

"Ah, menilai dari reaksi anda, saya tebak dua gadis lainnya telah melakukan pendekatan kepada anda."

Koizumi melirik sekilas ke Nagato, yang sibuk membaca bukunya seperti biasa. Kusadari nada bicara tahu-segalanya cukup menyebalkan.

"Mari kita cari tempat lain untuk mengobrol. Akan jadi repot bilamana Suzumiya-san mendengar kita."

Koizumi dan aku pergi menuju kantin dan duduk di salah satu mejanya. Di jalan, Koizumi bahkan membelikan secangkir kopi panas untukku. Aku tahu ini aneh buat dua cowok duduk bareng di satu meja kantin, tapi mau bagaimana lagi.

"Sampai seberapa jauh yang sudah anda ketahui?"

"Sampe si Suzumiya itu bukan orang biasa, kukira."

"Itu membuat semuanya jadi lebih mudah untuk saya. Anda benar."

Ini semacem guyon ya? Semua ketiga anggota Brigade SOS lainnya udah ngasih tau gue kalo si Suzumiya itu bukan manusia. Apa pemanasan global manasin otak mereka sampe-sampe mereka korslet?

"Pertama, kasih tau gue siapa elo sebenarnya."

Karena yang satu bilang kalau dirinya alien sementara yang lain penjelajah waktu, aku sudah punya bayangan, jadi aku meneruskan,

"Loe ngga bakal bilang kalo loe itu esper, kan?"

"Nah, tiadalah perlu berasumsi!"

Koizumi menggoncangkan cangkirnya lembut.

"Walau tidak terlalu akurat, anda kurang lebih benar -- saya adalah yang anda sebut sebagai esper. Benar, saya memiliki kekuatan paranormal."

Kuminum kopiku dalam diam. Mmm, terlalu manis, dia seharusnya beli yang gulanya lebih dikit.

"Tadinya saya lebih memilih untuk tidak pindah ke sekolah ini secara begitu mendadak, tapi telah ada perubahan situasi. Saya tidak mengira kalau kedua gadis itu akan mendekati Suzumiya Haruhi begitu cepat. Sebelumnya, mereka selalu diam-diam mengawasinya."

Berhenti napa nganggap Haruhi kayak spesies langka yang berharga!

Menyadari aku mengerutkan dahi, dia melanjutkan.

"Nah tenanglah dahulu. Kami juga berusaha sebaik-baiknya! Kami tidak berniat menyakiti Suzumiya-san, malahan, kami ingin melindunginya dari bahaya."

"Loe bilang kami? Berarti ada esper lain kayak elo?"

"Yah, tidak sebanyak yang anda pikirkan. Karena saya ada di antara tingkat terendah, saya tidak terlalu tahu banyak, saya hanya tahu kira-kira ada sepuluh di dunia ini. Semuanya di bawah pengawasan 'Organisasi'."

Mantap, sekarang kita punya 'Organisasi'!

"Saya tidak tahu tersusun dari apa 'Organisasi' itu, atau berapa banyak anggotanya. Semua sepertinya dijalankan oleh bos-bos di atas sana."

".....Jadi, kelompok rahasia ini, 'Organisasi' ini, sebenarnya mereka ngapain aja?"

Koizumi membasahi bibirnya dengan kopi yang mendingin.

"Seperti yang telah anda duga, 'Organisasi' didirikan tiga tahun yang lalu, dan prioritas mereka adalah mengamati Suzumiya Haruhi. Blak-blakan dikatakan, mereka eksis hanya untuk mengamati Suzumiya Haruhi. Saya yakin anda telah mengerti sekarang, bukan? Saya bukanlah satu-satunya anggota 'Organisasi' yang ada di sekolah ini. Sudah ada sejumlah yang telah menyusup kesini sebelum saya; Saya hanyalah dipindahkan sementara kesini untuk membantu mereka."

Aku tiba-tiba membayangkan wajah Taniguchi. Dia bilang kalo dia selalu sekelas sama Haruhi dari SMP. Bisakah dia itu esper kayak Koizumi juga?

"Loe lagi bercanda, kan?"

Koizumi pura-pura tak mendengarnya dan melanjutkan,

"Namun, saya tidak bisa menjamin kalau mereka semua mendukung Suzumiya-san."

Kenapa sih semuanya suka sama Haruhi? Dia cuman cewek eksentrik, gila yang bikin masalah buat orang lain, belum lagi, dia itu egois banget. Emangnya dia benar-benar pantas punya 'Organisasi' buat digunain seluruh sumber dayanya buat ngelindungin? Walau gue mesti akui sih tampangnya emang menarik.

"Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi tiga tahun yang lalu. Yang saya tahu hanyalah, saya tiba-tiba sadar saya memiliki kekuatan paranormal pada suatu hari tiga tahun yang lalu. Saya benar-benar ketakutan; saya tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mujurlah bagi saya, tidaklah lama sebelum 'Organisasi' mengambil saya, atau saya akan bunuh diri karena berpikir ada yang salah dengan otak saya."

Gue udah mikir kok pasti ada yang salah sama otak loe pas gue ketemu elo.

"Yah, tidaklah mustahil juga. Walau kami lebih takut pada adanya kemungkinan-kemungkinan buruk yang tiada terduga."

Tersenyum akan kekurangannya sendiri, Koizumi menyeruput cangkir kopinya, dan kemudian mulai memberiku tatapan serius.

"Kapan menurut anda dunia ini dimulai keberadaannya?"

Dia bertanya pertanyaan yang cukup mengejutkan tiba-tiba.

"Bukannya mulainya pas Dentuman Besar?"

"Saat ini itulah yang dikatakan. Tetapi, bagi kami ada kemungkinan lain -- dunia ini jadi tiga tahun yang lalu."

Kulihat wajah Koizumi lagi dan lagi. Apa yang dikatakannya telalu absurd untuk jadi kenyataan.

"Mustahil itu! Gue masih bisa ingat jelas apa yang terjadi tiga tahun lalu. Lagian, ortu gue masih hidup. Gue masih punya tiga jahitan yang gue dapat pas jatuh ke selokan waktu masih kecil. Dan terus gimana loe bisa jelasin semua yang gue hafalin mati-matian dari buku pelajaran sejarah?"

"OK, lalu bagaimana anda bisa yakin kalau semua manusia, termasuk anda, tidak diciptakan dengan ingatan mereka sebelumnya? Kalau begitu, maka tidaklah perlu jauh-jauh sampai tiga tahun yang lalu. Tidak ada bukti di dunia ini yang menyanggah kalau dunia tidak dimulai dari lima menit yang lalu, dan semua kehidupan mulai dari sana."

"...."

"Sebagai contoh, coba bayangkan sebuah realitas virtual. Otak anda telah dicolok dengan kabel listrik, semua yang anda lihat, cium, dan bahkan sentuh sebenarnya dikirimkan melalui sinyal listrik dari kabel ke otak anda, namun anda sendiri percaya bahwa apa yang anda rasakan itu nyata. Dunia yang begitu nyata ini sebenarnya sangatlah rapuh."

"......Misalkan aja gue setuju sama yang elo bilang. Ga masalah kalau bumi kebentuk tiga tahun lalu atau lima menit lalu. Masalahnya, apa hubungannya keeksistensian 'Organisasi' elo sama Haruhi?"

"Pimpinan 'Organisasi' percaya bahwa sebenarnya dunia ini hanyalah mimpi seseorang. Kami, tidak, itu seharusnya seluruh dunia ini sendiri sebenarnya hanyalah mimpi. Karena hanya sebuah mimpi, bagi orang tersebut, untuk menciptakan dan mengubah realitas ini dimana kita berada didalamnya adalah sesimpel putaran jam. Dan kami semua tahu siapa orang tersebut."

Mungkin karena pemilihan kata-katanya, tapi wajah Koizumi herannya kelihatan dewasa.

"Manusia telah memanggil siapa-siapa yang dapat menciptakan dan menghancurkan dunia ini semaunya sebagai Tuhan."

....Woi, Haruhi! Loe udah jadi Tuhan tuh, oh Tuhanku!

"Oleh karena itulah 'Organisasi' selalu sangat berhati-hati. Jika Tuhan menjadi tidak puas dengan dunia ini, dia bisa saja melenyapkan dunia yang lama dan menggantinya dengan yang baru. Seperti anak kecil yang tidak puas dengan istana pasirnya dan memutuskan untuk menghancurkannya dan membuat yang baru. Walaupun kurasa ada banyak konflik yang tak terselesaikan di dunia ini, masih ada beberapa hal yang baik di dunia ini yang membuatnya pantas untuk dihidupi. Inilah karenanya saya membantu 'Organisasi' menjaga dunia ini."

"Kenapa loe ga pergi aja dan langsung nanya Haruhi? Bilang sama dia berhenti ngancurin dunia, kali aja dia mau dengerin."

"Tentu saja, Suzumiya-san tidak mengetahuinya, dia tidak menyadari kekuatannya sendiri. Tugas kami adalah memastikan dia tidak pernah menyadarinya, dan menjalani kehidupannya dengan damai."

Koizumi mulai tersenyum kembali setelah mengatakan semua itu.

"Untuk saat ini, dia masih Tuhan tak lengkap, tak mampu mengontrol penuh dunia semaunya. Walaupun dia belum sepenuhnya berevolusi, kami sudah melihat beberapa tanda-tandanya."

"Gimana loe tau?"

"Coba pikirkan. Kenapa esper seperti saya, dan juga orang-orang seperti Asahina Mikuru dan Nagato Yuki eksis? Itu karena Suzumiya-san mengharapkannya."

Kalau diantara kalian ada alien, penjelajah waktu, slider, atau esper, silakan, temui saya!

Aku segera ingat perkenalan diri Haruhi di awal semester.

"Oleh sebab dia masih belum menemukan mereka, dia tidak mampu memanfaatkan seluruh kekuatannya, dia hanya bisa secara tidak sadar melepaskannya dengan acak. Namun untuk beberapa bulan terakhir, Suzumiya-san telah terus-menerus melepaskan kekuatannya melebihi apa yang manusia dapat pahami. Seperti yang anda ketahui, ini mengakibatkan Suzumiya-san membuat Asahina Mikuru, Nagato Yuki, dan bahkan juga saya untuk bergabung dengan klubnya."

Berarti itu bikin gue jadi orang luar sendirian dong?

"Tidak juga. Bagi kami, anda adalah kehadiran misterius. Saya telah melakukan lumayan banyak pemeriksaan latar belakang tentang anda; saya harap anda tak keberatan. Dan saya bisa menjamin, anda hanyalah manusia normal tanpa kekuatan spesial apapun."

Itu gue anggap pujian atau gue seharusnya kecewa?

"Saya tidak mengerti juga, tapi nasib dari dunia ini bisa jadi berada di tangan anda. Oleh karena itu, anda perlu berhati-hati untuk tidak membiarkan Suzumiya-san merasa kehilangan harapan akan dunia ini."

"Karena loe pikir Haruhi itu Tuhan," saranku, "Kenapa ga loe culik aja dia, otopsi dia dan lihat dari apa otaknya terbuat? Bahkan mungkin aja loe bisa tau rahasia alam semesta!"

"Memang ada beberapa ektremis dalam 'Organisasi' yang berpikiran sama dengan anda."

Koizumi mengangguk sambil menambahkan,

"Namun mayoritas masih berpikir bahwa yang terbaik adalah membiarkannya saja. Lagipula, bila Tuhan menjadi tidak senang dikarenakan hal ini, sebuah bencana kemungkinan besar akan terjadi. Kami berharap dunia tetap seperti apa adanya, jadi sudah sewajarnya kami berharap Suzumiya-san bisa hidup damai. Kami tidak mendapatkan apapun bila bencana memang terjadi......"

"...Jadi kita mesti gimana?"

"Itu saya tidak mengetahuinya."

"Oh iya, dunia bakalan gimana kalo Haruhi tiba-tiba meninggal?"

"Akankah dunia hancur bersamanya? Atau Tuhan hanya akan menjadi tiada? Atau ada yang baru akan muncul dan menggantikannya? Sebelum itu terjadi, tiada yang benar-benar tahu."

Kopi dalam cangkir kertas telah jadi dingin. Kugeser ke samping karena aku tak ingin meminumnya lagi.

"Loe bilang loe punya kekuatan paranormal?"

"Yah, itu tidak terlalu tepat, tapi kurang lebih benar."

"Kalo gitu tunjukin beberapa kekuatan loe, terus gue bakal percaya. Misalnya, bikin nih kopi jadi anget lagi."

Koizumi tersenyum riang. Ini pertama kali aku melihatnya benar-benar tersenyum.

"Maafkan saya, saya tidak bisa melakukan itu. Kekuatan saya tidak mudah dipahami. Dalam kondisi normal, saya tidak punya kekuatan tertentu. Saya haruslah memenuhi beberapa kondisi sebelum saya dapat menggunakannya, tapi saya percaya anda bisa mendapatkan kesempatan untuk melihatnya suatu hari."

"Maafkan saya telah mengambil waktu anda, saya kira saya akan pulang ke rumah sekarang." Setelah bilang begitu, Koizumi pergi dengan senyum.

Kulihat Koizumi berjalan menjauh sampai dia menghilang, lalu kupikir untuk memegang cangkir kertasnya.

Udah gue duga, kopinya tetap dingin.



Saat aku kembali ke ruang klub, kebetulan kudapati Asahina-san berdiri di dalam dengan bra dan celana dalamnya.


"..."

Asahina-san dengan kostum maid di tangannya, berdiri dengan mata terbelalak, melihatku yang beku di tempat dengan tanganku di pegangan pintu. Perlahan mulutnya mulai terbuka saat dia bersiap untuk teriak.

"Maafkan aku."

Sebelum dia punya kesempatan berteriak, kutarik keluar kaki yang ada di dalam ruangan dan menutup pintu secepatnya. Berkat itu, aku bisa menghindari jeritannya.

Bener-bener deh, gue seharusnya ngetuk dulu. Engga tunggu, dia seharusnya ngunci pintunya kalo dia mau ganti baju!

Saat aku menimbang-nimbang apakah simpan saja gambaran akan badan putih mulus setengah telanjangnya ke dalam bank memori jangka panjangku, sebuah ketukan pelan terdengar dari sisi lain pintu. "Kamu bisa masuk sekarang...."

"Maaf soal tadi."

"Ga masalah kok...."

Kulihat kepala menunduk Asahina-san saat dia membuka pintu dan minta maaf. Dia tersipu dan berkata,

"Maaf, saya selalu aja nampilin sisi malu-maluinku...."

Aku beneran ngga keberatan kok.

Dia benar-benar gadis yang cukup penurut, memakai kostum maidnya seperti yang Haruhi suruh.

Dia emang terlalu manis!

Aku khawatir kalau-kalau aku terus menatap Asahina-san seperti itu, gambar yang baru saja kuperoleh akan miring ke sisi tidak senonoh. Menghimpun semua alasan yang harus kuambil pada hasrat-hasrat yang bikin frustasi tersebut, aku cepat-cepat duduk di kursi komandan dan menyalakan komputer.

Sadar ada yang memperhatikanku, kuangkat kepalaku, kudapati Nagato Yuki benar-benar melihatku untuk perubahan. Dia mendorong kacamatanya sedikit, lalu kembali ke bukunya. Gerakannya cukup manusiawi.

Kubuka browser internet dan pergi ke website klub, coba-coba mengubah sesuatu dari halaman yang selalu statis, tapi aku tak tahu darimana harus mulai. Aku jadi berpikir menyunting halaman web itu buang-buang waktu saja, dan akan kututup programnya dan mendesah. Tapi disini gue bosen setengah mati; gue juga udah mulai bosan aja main Othello, gue butuh sesuatu buat ngabisin waktu.

Saat aku bergumam dibawah nafasku dengan tangan tersilang, tiba-tiba seseorang meletakkan secangkir teh hangat di depanku. Kulirik keatas dan menemukan Asahina-san pakai kostum maidnya tersenyum sambil berdiri dengan nampan di tangannya. Dia benar-benar terlihat seperti maid sungguhan.

"Makasih."

Baru saja aku ditraktir secangkir kopi panas oleh Koizumi, tapi aku masih menerima dengan senang hati secangkir teh hangat ini.

Asahina-san lalu meletakkan cangkir lainnya di sisi Nagato, lalu dia duduk disampingnya dan dalam diam menyesap cangkir tehnya sendiri.


Pada akhirnya, Haruhi tak pernah datang ke ruang klub hari itu.



"Kenapa loe ngga datang kemaren? Bukannya loe pengen ngadain tanya-jawab?"

Seperti biasa, aku berbalik dan bicara ke Haruhi dibelakangku sebelum absensi.

Merebahkan badannya di meja, dengan dagunya di permukaan meja, Haruhi berkata dengan tampang kesal,

"Cerewet ah! Aku udah ngadain evaluasi sendirian kemaren!"

Aku langsung tahu kalau Haruhi pasti menyusuri ulang tempat-tempat yang ia datangi Sabtu kemarin setelah sekolah.

"Aku kuatir mungkin aku kelewatan sesuatu, jadi kupikir lebih aman kalau tempatnya kutelusuri ulang."

Tadinya gue selalu mikir cuman detektif yang percaya kalau penjahat bakalan selalu balik ke TKP, tapi gue salah.

"Sama panasnya kayak neraka! Kapan sih sekolah bakalan ganti seragamnya? Aku pengen pake lengan pendek!"

Mereka ga ganti sampai Juni, dan cuman tinggal seminggu lagi sampai Mei berakhir.

"Suzumiya, mungkin gue pernah ngomong ini sebelumnya, tapi gue pikir mendingan loe berhenti aja cari-cari kejadian-kejadian misterius, dan cobalah ngejalanin kehidupan SMA biasa."

Dia akan mengangkat kepalanya dan mengernyit padaku... Aku sudah mengantisipasi reaksi semacam itu, tapi kepala Haruhi tetap menempel di meja. Sepertinya dia benar-benar kecapaian.

"Kehidupan SMA biasa? Kehidupan macam mana tuh?"

Dia kedengaranya tidak tertarik sama sekali.

"Kayak nyari pacar yang pantes. Loe mungkin aja bisa kebetulan ketemu sama alien pas lagi kencan. Berarti sekali dayung dua-tiga pulau terlampai, ga jelek juga, bukan?"

Aku mulai memikirkan percakapanku dengan Asahina-san waktu itu sambil memberi saran seperti itu.

"Lagian, banyak cowo yang ngantri buat loe. Yang loe perlu lakuin cuman tahan tingkah eksentrik loe dan pacar loe bakal nyamperin."

"Huh, ga masalah aku punya pacar atau engga! Semua yang disebut cinta ini cuman kebingungan sementara di pikiran, penyakit mental."

Kata Haruhi kecapaian sambil tiduran di meja dan melihat keluar jendela.

"Sebenarnya, aku emang pernah mikirin hal ini kadang-kadang. Toh aku cewek enerjik, plus badanku juga punya kebutuhannya sendiri. Tapi aku belum cukup bodoh buat ngurusin hal ngerepotin macam beginian hanya karena kebingungan sesaat. Dan kalo aku terlalu sibuk kencan, gimana dengan Brigade SOS? Kan baru kudirikan!"

Secara teknis itu masih belum didirikan.

"Terus kenapa ga bikin klub yang meliputi semacam bentuk hiburan? Itu bakalan narik lebih banyak anggota pastinya."

"Engga."

Dengan tegas Haruhi tolak.

"Aku mendirikan Brigade SOS abisnya klub normal lainnya terlalu ngabosenin, dan aku udah ngerekrut cewe manis kayak Asahina-san dan anak pindahan misterius juga! Kenapa masih ga ada kejadian sih? Hah, udah waktunya ini hal aneh terjadi."

Pertama kalinya kulihat Haruhi depersi seperti ini, tapi dia manis juga kok seperti itu. Bagi gadis manis seperti dia, dia cukup cantik bahkan ketika tidak sedang tersenyum, sungguh disayangkan, semakin kupikirkan tentang itu.

Haruhi menghabiskan sisa harinya tidur nyenyak. Yang ajaib, para guru tak pernah menyadari... Tidak, ini pasti kebetulan.



Namun mulai saat itu, hal aneh diam-diam mulai terjadi. Karena bukan masalah besar pada awalnya, belum ada yang menyadari, tapi aku sudah memikirkannya seharian semenjak absensi.

Sementara aku sedang bercakap-cakap dengan Haruhi, benakku berpikir akan hal lain. Semuanya dimulai dengan catatan yang ditinggalkan di loker sepatuku pagi ini.

Catatan itu berbunyi,

"Setelah sekolah saat semua orang sudah pergi, datanglah ke ruang kelas 1-5."

Itu jelas-jelas tulisan tangan cewek.



Tentang apa sih ini? Sebuah konferensi darurat diadakan di benakku antara opini-opiniku yang berbeda.

Yang pertama, "Pernah kejadian nih sebelumnya," tapi tulisan tangannya beda sama yang di pembatas buku. Nagato, yang ngaku-ngaku jadi Antarmuka Manusia Buatan Hidup buat para alien, punya tulisan tangan indah banget kayak dicetak aja, tapi catatan ini ngasih kesan tulisan tangan cewe SMA. Lagian, Nagato ga bakalan sebegitu langsungnya sampe-sampe nempel-nempel catatan di rak sepatu gue.

Yang kedua, "Jangan-jangan Asahina-san?" Engga, kalau ini Asahina-san, dia ga bakalan ngasal ngerobek kertas dan nyoretin catatan tanpa menyertakan waktunya. Benar juga, dia bakalan masukin surat yang ditulisnya dengan rapi ke dalam amplop.

Lagian, aneh banget lokasinya di kelas gue. "Ga mungkin Haruhi, kan?" kata si opini ketiga. Itu lebih mustahil lagi, misal itu dia, dia bakalan langsung nyeret gue ke tangga dan ngomong langsung kalau dia pengen gue tau sesuatu.

Berdasarkan alasan yang sama, kueliminasi Koizumi dari perhitunganku juga. Akhirnya, si opini keempat bilang, "Jangan-jangan surat cinta dari seseorang?" Mari ga usah nguatirin diri sendiri apa ini surat cinta atau bukan, yang pasti gue dipanggil seseorang, dan ga harus dari cewek.

"Jangan sampe ketipu! Paling kerjaannya si Taniguchi dan Kunikida." Ya, itulah opini yang paling masuk akal. Bisa jadi si idiot Taniguchi bakalan ngelakuin guyon garing, tapi dia seharusnya nulis lebih banyak.

Aku jalan tanpa tujuan di sekitar sekolah sambil memikirkan semua ini. Setelah sekolah, Haruhi bilang dia sakit dan pulang ke rumah. Kesempatan besar nih!

Kuputuskan pergi ke ruang klub dulu. Gue bisa gila kalo pergi kecepetan ke ruang kelas buat nunggu orang asing. Lagian, kalo tiba-tiba Taniguchi datang dan ngomong, "Yo, masih menunggu nih? Gue ga percaya loe bisa ketipu gara-gara catatan kecil begitu, lugu bener sih loe!" Gue bakalan marah besar. Habisin waktu dulu, pergi dan intip kelasnya, terus masuk abis mastiin ga ada siapa-siapa. Ya, ini strategi sempurna!

Aku tiba di pintu ruang klub sendirian. Kali ini aku ingat untuk mengetuk.

"Silahkan masuk."

Setelah kupastikan itu suara Asahina-san, kubuka pintunya. Tak peduli seberapa kali pun kulihat dia, Asahina-san tetap menawan dengan kostum maidnya.

"Lama juga kamu datang, Suzumiya-san mana?"

Tampaknya dia lagi merebus teh lagi.

"Dia pulang, dia kelihatannya capek banget. Kalo kamu kepengen balas dendam, ini saatnya, sekarang dia terlihat lemah banget."

"Saya ga bakalan ngelakuin hal kayak gitu!"

Kami duduk berhadap-hadapan dan meminum teh kami di ruangan dengan Nagato yang sedang membaca. Kami tampaknya telah kembali jadi asosiasi tanpa tujuan seperti dulu.

"Koizumi belum datang juga?"

"Koizumi-kun datang duluan, dia bilang dia ada kerja paruh-waktu hari ini, jadi dia pergi duluan."

Kerja paruh-waktu macam mana? Tapi bila keadaannya begini, dengan yakin aku bisa mencoret Koizumi dan Haruhi dari daftar tersangka yang menulis catatan tersebut.

Karena kami tidak punya kerjaan, aku main Othello dengan Asahina-san dan mengobrol dengannya. Setelah menang tiga kali, kami berhenti main dan mulai ngenet buat baca berita, dan pada saat ini, Nagato menutup bukunya. Akhir-akhir ini, kami menganggap aksinya ini sebagai tanda berakhirnya kegiatan klub (walau kami tak tahu kegiatannya apa), dan kami semua mulai berkemas dan pergi.

"Saya butuh ganti baju, jadi kamu pergi duluan aja." Mendengar Asahina-san bilang begitu, aku bergegas keluar ruang klub.

Jam menunjukkan pukul lima lebih tigapuluh menit, seharusnya udah ga ada siapa-siapa di ruang kelas, kayaknya? Kalaupun ini kejahilan si Taniguchi, dia bakalan udah pulang setelah bosan nunggu lama. Walau begitu, aku tetap lari dua anak tangga menuju lantai teratas, untuk memastikan saja.

Kuhirup nafas dalam-dalam di koridor yang sepi. Karena jendela kelas semuanya bernoda, tidaklah bisa kulihat apa yang sedang terjadi di dalam, hanya matahari terbenam telah mewarnai ruang kelas oranye-kemerahan. Dengan santai kubuka pintu ruang kelas 1-5 dan melongok ke dalam.



Aku sama sekali tak terkejut ada orang yang menungguku di dalam kelas, tapi aku kaget saat kuketahui siapa dia. Berdiri di depan papan tulis adalah orang yang tak pernah kuperkirakan sama sekali.

"Kamu telat."

Asakura Ryouko tersenyum.

Dia mengibas rambut panjang selembut sutranya dan mulai berjalan melewati deretan tempat duduk. Paha mulusnya di bawah rok terlipatnya dan sepatu indoor putihnya benar-benar mengalihkan perhatian.

Dia berhenti di tengah ruang kelas, dan melambai ke arahku dengan senyum.

"Masuklah!"

Bagaikan terhisap ke dalam, tingkahnya menyebabkan aku melepaskan pegangan pintu dan berjalan ke arahnya.

"Jadi kamu toh..."

"Iya, kaget?"

Asakura tersenyum girang, sisi kanan wajahnya merah karena tersinari matahari terbenam.

"Kamu nyari aku?"

Sengaja kubertanya dengan nada kasar, Asakura cekikikan dan menyahut,

"Emang saya cari kamu, saya pengen nanya sesuatu ke kamu."

Wajah putih Asakura sekarang menghadap ke arahku.

"Pernahkah kamu dengar pepatah 'Lebih baik melakukannya dan menyesal kemudian daripada tidak melakukannya sama sekali'? Menurutmu itu masuk akal?"

"Aku ga terlalu yakin siapa yang bilang, tapi kukira maknanya masuk akal."

"Kalau ada situasi dimana tetap di status quo akan memperburuk keadaan, dan kamu ga tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya, apa yang akan kamu lakukan?"

"Memperbaiki apaan? Ekonomi?"

Mengabaikan pertanyaanku, Asakura tersenyum dan melanjutkan,

"Bukannya kamu barusan bilang mending lakukan dulu dan hadapi akibatnya kemudian? Karena ga ada yang bakalan berubah kalo gini-gini terus."

"Hmmm, kayaknya sih."

"Itu maksudku."

Asakura, yang kedua tangannya berada di belakang punggungnya, membungkuk ke depan sedikit.

"Tapinya, karena orang-orang di atas ga mampu berpikir dari sisi lain, mereka ketinggalan dengan perubahan cepat di realitas ini, saya terpaksa melakukan sesuatu biar segalanya berjalan mulus. Makanya itu, di realitas ini, udah kuputuskan untuk beraksi sendiri dan memaksakan beberapa perubahan."

Kamu sebenarnya pengen ngomong apa sih? Aku lagi dikerjain ya? Kulihat ke sekeliling ruangan, menduga-duga apakah Taniguchi bersembunyi dalam lemari memegang peralatan menyapu di belakang, atau apakah dia duduk di bawah meja guru.

"Saya udah semakin capek cuman ngamatin lingkungan yang ga berubah, makanya itu..."

Aku terlalu sibuk mengamati sekeliling hingga aku tak terlalu mendengar apa yang dikatakan Asakura.

"Saya harus bunuh kamu, dan melihat reaksi macam apa yang Suzumiya Haruhi punya."

Dalam sekejap, Asakura mengilatkan tangan kanannya, sebuah kilatan metalik putih melewati tempat dimana leherku tadinya berada.

Tersenyum senang, tangan kanan Asakura sekarang menguak sebuah pisau setajam pisau tentara.

Aku beruntung sekali menghindari serangan pertama. Karena sekarang ini aku tergeletak di lantai pada punggungku, melihat pucat pada Asakura. Kalo gue kejebak, gue ga bakalan bisa kabur! Pikiran ini terlintas di benakku, dan aku merangkak mundur seperti belalang.

Kenapa Asakura ga ngejar gue?

...Engga, bentar! Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Asakura berusaha nusuk gue dengan pisau? Tunggu dulu sebentar, tadi Asakura bilang apa ya? Dia pengen bunuh gue? Bunuh gue? Tapi, kenapa!?

"Berhenti bercandanya!"

Aku hanya dapat berkata kalimat khasku ini.

"Beneran bahaya tuh! Kalaupun itu cuman pisau bohongan, aku bakalan ketakutan juga! Singkirin benda itu!"

Gue benar-benar bingung. Kalo ada orang yang tahu apa yang terjadi, tolong keluar dan jelasin ke gue!

"Kamu pikir saya lagi bercanda?" kata Asakura dengan nada riang gembiara, tak terdengar serius sama sekali. Baru kepikiran sekarang, cewek SMA tersenyum sambil mengancam nyawamu dengan sebilah pisau benar-benar menakutkan. Jadi sekarang kau tahu betapa ketakutannya aku.

"Huh!"

Asakura menepuk-nepukan bahunya dengan sisi belakang pisau.

"Kamu ga suka sekarat? Kamu ga mau mati? Kematian entitas organik ga ada artinya bagiku."

Perlahan kuberdiri. Ini harus cuman bercanda, gue ketakukan karena gue terlalu serius. terus kukatakan ini pada diriku sendiri, karena ini terlalu tak nyata. Asakura adalah ketua kelas serius yang bertanggungjawab, yang hanya akan bicara disaat yang perlu saja di kelas, dan takkan jadi gila bahkan ketika sedang menghadapi masalah. Mengapa dia bawa pisau dan berkata kalau dia ingin membunuhku tiba-tiba?

Namun pisau itu nyata, dan kalau aku tidak hati-hati aku bisa berdarah kemana-mana.

"Aku ga ngerti apa yang kau omongin. Ini ga lucu lagi, OK? Singkirin benda mengerikan itu!"

"Saya ga bisa melakukannya," Asakura menyenyumkan senyuman lugunya yang seperti biasa, "Abisnya saya pengen banget kamu mati."

Dia memegang pisaunya di samping pinggangnya dan mulai lari ke arahku. Dia cepat! Kali ini aku sudah siap, karena lama sebelum Asakura bergerak, telah kutetapkan pandanganku untuk kabur melalui pintu -- tapi aku berakhir menabrak dinding.

????

Aneh, pintunya kemana? Bahkan jendelanya juga hilang! Seharusnya ada jendela di dinding yang menghadap koridor, tapi sekarang hanya ada dinding tebal berwarna abu-abu.

Ga mungkin!

"Percuma."

Suara Asakura semakin mendekat dari belakang.

"Sekarang saya yang punya kontrol di ruang area ini, jadi semua jalan keluar udah diblok. Sebenarnya agak gampang kok, yang perlu kulakukan cuman timpa-paksa aja struktur molekul bangunannya di planet ini dan bisa kurubah semauku. Ruangan ini sekarang udah jadi ruang tertutup, dan ga ada jalan masuk atau keluar sekarang."

Aku berputar dan menyadari kalau matahari terbenam juga telah menghilang. Seluruh ruangan dikelilingi oleh dinding beton, menyisakan hanya lampu-lampu putih bersinar dingin di bangku-bangku.

Ini ga mungkin!

Siluet Asakura perlahan bergerak ke arahku.

"Kusarankan kamu berhenti melawan; toh akhirnya kamu bakalan mati."

"......Kamu sebenarnya siapa?"

Sebagaimanapun aku perhatikan, memang ada dinding di sekelilingku. Tiada satu pintu pun, satu jendela, apapun! Apa ada yang salah sama otak gue?

Aku bergerak panik diantara meja-meja, berusaha menjauh dari Asakura sebisaku. Tapi Asakura berjalan lurus ke arahku, menyingkirkan meja dan kursi dari jalurnya semau dia. Dibandingkan dia, jalurku selalu terhalang meja.

Kejar-kejaran kucing dan tikus ini tak berlangsung lama, dan pada akhirnya aku terpojok.

Kalo begitu...

Kuputuskan untuk mengambil resiko dan melempar kursi ke Asakura, namun kursi tersebut berbelok di udara tepat di depan Asakura, dan terbang ke sudut lain ruangan. Gimana mungkin?

"Bukannya udah kubilang ini percuma? Semua di dalam ruangan ini sekarang bergerak menurut keinginanku."

Tunggu... Tunggu!

Apa sih yang terjadi disini? Kalo ini bukan canda ato jahil, dan baik gue ataupun Asakura ga gila, terus apa yang terjadi?

Saya harus bunuh kamu, dan melihat reaksi macam apa yang Suzumiya Haruhi punya.

Ryouko: "Saya harus bunuh kamu, dan melihat reaksi macam apa yang Suzumiya Haruhi punya."

Kenapa Haruhi lagi sih? Haruhi, duh, bukannya loe jadi sedikit terlalu populer?

"Seharusnya kulakukan ini dari awal."

Badanku membeku setelah Asakura berkata seperti itu. Kamu ngga bisa begitu! Itu curang!

Kakiku mengakar ke lantai seperti pohon, tak bisa bergerak. Kedua tanganku kaku seperti patung lilin - aku bahkan tak bisa menggerakkan jari-jariku. Wajahku, kaku menghadap lantai, bisa melihat sepatu indoor Asakura yang perlahan memasuki ruang lingkup pandanganku.

"Abis kamu mati, Suzumiya Haruhi pasti punya semacam reaksi. Ini mungkin bakalan bikin ledakan data raksasa yang darinya bisa kami ambil sesuatu. Bisa jadi ini kesempatan sekali seumur hidup bagi kami."

Aku sama sekali ga peduli dengan itu!

"Sekarang matilah."

Bisa kurasakan Asakura mengangkat pisaunya ke atas. Darimana dia bakalan mulai ya? Arteri tenggorokan, jantung? Kalau gue tahu gimana gue bakalan mati, paling engga gue bisa siap-siap. Paling engga biarin gue nutup mata... Engga, gue ga bisa begitu. A... apa nih!?

Tiba-tiba kurasakan udara bergoyang. Pisaunya mulai jatuh ke arahku...

Pada saat ini, langit-langit mengeluarkan suara retakan keras, diikuti jatuhnya pecahan-pecahan. Yang beberapa diantaranya jatuh ke kepalaku - sakit tau! Sialan! Aku diliputi debu putih oleh banyaknya pecahan yang terus berjatuhan, jadi kupikir Asakura juga putih semua. Gue kepengen ngeliat kayak apa dia sekarang, tapi gue ga bisa gerak... engga, tunggu! Gue bisa gerak lagi!

Kuangkat kepalaku dan menemukan...!

Asakura yang terkejut -- tepat saat dia mau mengiris leherku. Berdiri di depan, memegang pisaunya dengan tangan kosong, adalah sosok ramping Nagato Yuki.

(Wow, dia bisa menangkap pisau dengan tangan kosong saja.)

"Programmu terlalu dasar." kata Nagato dengan nada tiada ekspresi seperti biasa,

"Penguncian data di sekitar langit-langit tidak lengkap. Karena itu saya bisa temukan dan masuk."

"Kamu ingin menghalangiku?" Asakura terdengar tenang. "Setelah saya bunuh orang ini, Suzumiya Haruhi pasti punya reaksi tertentu. Cuman saat itu aja kita bisa ngumpulin lebih banyak data."

"Kamu seharusnya jadi backupku." kata Nagato dengan nada seperti mantra, "Pembangkangan semacam ini dilarang; kamu musti mematuhi perintahku."

"Gimana kalau saya menolak?"

"Maka saya akan putuskan data antarmukamu."

"Kamu mau nyobain? Saya punya keuntungan disini, abisnya ruang kelas ini ada di lingkupan kontrol dataku."

"Memproses aplikasi untuk pemutusan data antarmuka."

Saat Nagato selesai, pisau di tangannya mulai bersinar terang. Lalu, seperti gula kubus dicelupkan ke secangkir teh, perlahan pisau itu mulai mengkristal dan terurai dan jatuh ke lantai seperti serbuk.

"!!"

Asakura melepas pisaunya dan loncat lima meter menjauh. Melihat adegan ini, aku tak bisa apa-apa kecuali menyadari -- huah, nih duaan benar-benar bukan manusia.

Membuka jarak dalam sekejab, Asakura mendarat dengan elegan dan terus tersenyum seperti biasa.

Ruangan sekeliling mulai distorsi -- aku hanya bisa mendeskripsikannya seperti itu. Asakura, meja-meja, langit-langit, dan lantainya semua bergoyang kuat; secara keseluruhan, itu memiliki wujud yang kelihatannya seperti logam cair, walau aku tak bisa benar-benar melihat jelas.

Tepat saat aku berpikir bagaimana bisa hanya ruang ini saja yang perlahan diubah menjadi apa yang tampaknya seperti tombak, sebuah ledakan terkristal terjadi di depan telapak tangan Nagato yang terangkat.

Detik selanjutnya, ada ledakan terkristal terus-menerus di sekitar Nagato, diikuti dengan serbuk yang jatuh ke tanah. Benda seperti tombak terkristal terbang dari berbagai arah menuju kami dengan kecepatan kilat. Setelah beberapa saat kemudian ketika kutemukan bahwa Nagato menghadapi tombak-tombak tersebut dengan kecepatan yang sama."

"Jangan menjauh."

Nagato mengelak serangan-serangan Asakura sambil menarik dasiku sehingga aku berlutut dan sembunyi di belakangnya.

"Huah!"

Sebuah benda asing terbang di atas kepalaku dan meremukkan papan tulis sampai berkeping-keping.

Nagato mendongak sedikit, dan dalam sekejab banyak tombak es tumbuh dari langit-langit dan jatuh ke kepala Asakura. Asakura mengelak dengan kecepatan yang tak bisa diikuti dengan mata telanjang, dan dalam sekejap hutan tombak es terbentuk di lantai.

"Ga mungkin kamu bisa ngalahin saya di ruang area ini." kata Asakura tenang. Dia dan Nagato berdiri terpisah beberapa meter, berhadapan satu sama lain, sementara aku hanya bisa berlutut di lantai tiada harapan, tidak berani berdiri.

Nagato berdiri di depanku dengan kaki sedikit terbuka, dan baru sekarang aku menyadari kalau dia itu begitu serius sampai-sampai menuliskan namanya di sepatu indoornya. Lalu, bagaikan memanjatkan doa, Nagato bergumam pelan,

    SELECT serial_code
    FROM database
    WHERE code='data'
    ORDER BY aggressive_combat_data
    HAVING terminate_mode

"Nama target Asakura Ryouko, ancaman dikonfirmasi. Memutuskan target antarmuka informasi organik."

Ruang normal tiada lagi ada dalam ruang kelas. Semuanya telah menjadi bentuk-bentuk geometris, muncul tertekuk atau seperti kerucut. Melihat pemandangan tak nyata ini seperti memasuki wahana horor di taman hiburan, aku sudah jadi pusing lagi saja dengan hanya melihat.

"Kamu akan berhenti berfungsi sebelum saya."

Aku tak tahu darimana suara Asakura berasal dalam semua khayalan warna-warni ini.

Whuush, suara angin merobek udara.

Nagato menendangku keras dengan belakang tumitnya.

"Kamu ngapa..."

Sebelum aku bisa selesaikan, ada tombak begitu cepat, aku hampir-hampir bisa melihatnya saat melewati ujung hidungku dan jatuh ke lantai.

"Kita lihat aja berapa lama lagi kamu bisa ngelindungin dia. Coba nih!"

Detik berikutnya, Nagato berdiri di depanku, tertusuk oleh kira-kira dua belas tombak panjang kecoklat-coklatan.

"......"

Dengan kata lain, Asakura menyerang Nagato dan aku dari semua arah dalam waktu bersamaan. Nagato berhasil mengkristalkan beberapa tombak dan menghancurkannya, tapi berusaha mencegahku terkena tombak yang tersisa, dia melindungiku dengan badannya. Tapi aku tak mengetahuinya pada saat itu, karena semuanya terjadi begitu cepat.

Kacamata Nagato terjatuh dari wajahnya dan memantul lemah saat mengenai lantai.

"NAGATO!"

"Kamu seharusnya tidak bergerak." kata Nagato tenang, menunjuk tombak yang tersangkut di dada dan perutnya. Kolam darah mulai terbentuk di bawah kakinya.

"Saya baik."

Duh gusti, gimana bisa ini dibilang baik?

Nagato mencabut tombak-tombak dari badannya tanpa sentakan satu kali pun. Tombak berdarah-darah itu jatuh ke lantai dengan suara es, dan langsung berubah jadi meja. Jadi itu toh tombaknya dari apa!

"Karena cedera kayak gitu, saya kira kamu ga bisa memberhentikanku sekarang. Ini pukulan penghabisannya!"

Di ujung lainnya dari ruang memilin ini, siluet Asakura perlahan muncul dan hilang. Aku hanya bisa melihat senyum dari wajahnya, saat dia perlahan mengangkat kedua tangannya -- kalau aku tidak salah, lengannya bersinar dari ujung jari-jarinya, dan kemudian memanjang dua kali lipat. Tidak, tidak hanya dua kali lipat...

"Tolong matilah!"

Lengan Asakura terus memanjang, menggeliat seperti sekumpulan tentakel, dan lalu mendekat dari dua arah. Tak mampu bergerak, sosok mungil Nagato terguncang keras...... Seketika itu juga, wajahku terciprat oleh darah.

Lengan kiri Asakura mencakar sisi kanan perut Nagato, sedangkan lengan kanannya mencakar dada kiri Nagato, menembus punggungnya dan berhenti pada dinding ruang kelas. Darah muncrat dari mulut Nagato dan turun melewati kedua kaki putihnya, membuat kolam darah di bawah semakin melebar.

"Sudah berakhir." Nagato berkata perlahan sebelum dia memegang tentakel. Tiada yang terjadi.

"Berakhir apanya?" Kata Asakura, terdengar seolah-olah dia sudah menang. "Maksudmu tiga tahun hidupmu?"

"Bukan." kata Nagato yang terluka parah, bagaikan tiada yang terjadi padanya. "Memulai pemutusan data antarmuka."

Hampir sekejap, semua di dalam ruang kelas bersinar terang, dan lalu mengkristal dan terurai pada detik selanjutnya, meja di sampingku juga mulai berubah jadi pasir dan runtuh.

"Gimana bisa..."

Pasir kristal jatuh dari langit-langit tanpa henti. Kali ini giliran Asakura yang terpaku.

"Kamu benar-benar hebat."

Tombak dalam badan Nagato juga mulai berubah jadi pasir.

"Membutuhkan beberapa lama untuk menembus programnya. Tapi, semuanya akan berakhir sekarang."

"......Kamu udah menanam faktor penghancur di sekeliling lama sebelum aku menembus tempat ini, bukan? Pantas aja kamu kelihatan agak lemah. Abisnya kamu udah ngegunain data penyerangnya sebelumnya..." kata Asakura putus asa saat kedua lengannya mulai mengkristal.

"Haah, sayang banget ya, toh akhirnya saya cuman backup. Kupikir ini kesempatan buat lepas dari kebuntuan ini."

Asakura berubah kembali jadi diri teman sekelas normalnya dan melihatku riang.

"Saya kalah. Hebat kamu bisa selamat. Tapi sebaiknya kamu hati-hati lho, Entitas Gabungan Data ga bersatu seperti yang kau kira, ada lumayan banyak yang sepertiku yang berselisih pendapat. Kayak manusia aja; bakalan ada ekstremis sepertiku lain kali. Dan siapa tahu, bahkan mereka yang mengontrol Nagato-san mungkin ngubah pikirannya dan justru berbalik membunuhmu."

Dia sekarang tertutupi dari dada ke ujung jari kaki oleh materi kristal yang bersinar.

"Sebelum itu terjadi, kudoain kamu dan Suzumiya-san beruntung. Selamat tinggal."

Bilang begitu, Asakura diam-diam terurai menjadi gundukan pasir kecil. Dan lalu, gundukan pasir kristal yang lebih kecil terus terurai sampai benar-benar lenyap.

Di bawah hujan pasir kristal, gadis SMA dikenal dengan Asakura Ryouko benar-benar lenyap dari sekolah ini.

Terdengar gedebuk nyaring, tiba-tiba. Aku cepat menemukan Nagato yang tergeletak di lantai, jadi dengan kalut kuberdiri.

"Nagato! Bertahanlah! Bakal kupanggil ambulan!"

"Tidak perlu."

Nagato menatap langit-langit dengan mata terbuka lebarnya.

"Kerusakan fisik tidak berarti apa-apa bagiku. Prioritas kita adalah memulihkan ruang area ini kembali ke status awal."

Pasir kristalnya berhenti jatuh.

"Menghapus zat kotor, merekonstruksi ruang kelas."

Saat dia selesai, ruang kelas 1-5 yang dikenal kembali muncul di depan mata kami. Bagaikan kaset direwind: semua yang ada di ruang kelas kembali seperti sedia kala.

Papan tulis, meja guru, sisa kursi dan meja semuanya tumbuh dari pasir putih dan kembali ke bentuk asalnya seperti yang kulihat sebelum sekolah berakhir hari ini. Aku tak bisa mendeskripsikan apa yang terlintas di benakku saat itu. Jika aku tak melihat dengan mataku sendiri, aku akan berpikir kalau semua gambar ini dibuat dengan efek spesial CG termutakhir.

Jendela tumbuh dari dinding, dengan kaca setengah bernodanya utuh; matahari terbenam muncul kembali di luar, memandikanku dan Nagato dengan sinar oranye-merahnya. Aku berusaha melihat ke dalam kolong mejaku, semua isinya masih utuh, dan semua darah yang terpercik ke mukaku kini sudah hilang semua. Terlalu luar biasa. Aku hanya bisa mendeskripsikan itu sebagai sihir!

"Kamu beneran ga apa-apa?"

Aku berlutut di samping Nagato yang tetap tergeletak di lantai. Tadinya kupikir dia akan punya banyak luka dan lubang di seragamnya setelah ditusuk tombak-tombak itu, tapi semuanya hilang sekarang.

"Karena kekuatan pemrosesan telah dikonversi jadi operasi data, aku hanya membalikan sambungan antarmukanya sedikit."

"Perlu kubantu buat berdiri?"

Herannya, Nagato tak ragu dan memegang tanganku, tepat saat dia mau berdiri -

"Oh!"

Dia tiba-tiba tersentak.

"Saya lupa meregenerasi sepasang kacamata baru."

"......Aku sebenarnya mikir kamu keliatan lebih manis ga pake kacamata. Cewek mata-empat sebenarnya bukan tipeku juga sih."

"Apa artinya 'cewek mata-empat'?"

"Bukan apa-apa, cuman komentar bodoh aja."

"Begitu."

Sekarang bukan waktunya ngomong sepele kayak gitu. Nyesel gue bilang begitu. Kalaupun itu berarti meninggalkan Nagato tanpa perasaan, aku seharusnya langsung lari keluar ruang kelas dengan rasa malu.

"Yo!"

Pintu ruang kelas tiba-tiba terbuka.

"Kulupa~ kulupa sesuatu~"

Sial, yang memasuki ruang kelas, bersenandung lagu bodoh, adalah Taniguchi.

Taniguchi mungkin tak pernah kepikiran kalau bakalan masih ada orang di ruang kelas. Saat dia menemukan kami, dia berdiri takjub dengan mulut terbuka lebar seperti seorang idiot.

Pada saat itu, aku berusaha menggendong Nagato, tapi jika kamu hanya melihat kami saat itu saja, bakalan kelihatan seperti aku lagi membaringkannya perlahan.

"Maafkan aku." kata Taniguchi dengan nada serius yang tak pernah kudengar sebelumnya dan langsung minggat dari ruang kelas. Aku bahkan tak sempat mengejarnya.

"Orang yang begitu menarik." kata Nagato.

Aku mendesah berat.

"Kita sekarang ngapain?"

"Serahkan padaku." kata Nagato sambil bersandar di dadaku.

"Manipulasi data adalah keahlian khususku, akan kubuat semua orang berpikir bahwa Asakura Ryouko telah dipindah-sekolahkan."

Jadi begitu toh cara dia ngelakuinnya!

Sekarang bukan saatnya mikirin hal sepele kayak gini pas gue baru aja ngalamin kejadian luar biasa. Ini bukan lagi masalah apa gue harus percaya ato engga sama apa yang diomongin Nagato kemaren-kemaren. Gue ga berani ngaku gue setengah percaya. Tapi apa yang terjadi barusan udah bikin gue sadar betapa serius masalahnya. Tadinya gue pikir gue bakalan bener-bener mampus! Kalau Nagato ga muncul dari langit-langit, gue udah pasti dibunuh sama Asakura. Pengalaman ngeliat ruang kelas jadi distorsi, lengan Asakura manjang ga normal, dan Nagato melenyapkannya udah semuanya keukir di dalam pikiran gue.

Apa Nagato berusaha pake ini buat bilang kalo dia itu bener-bener alien ya?

Sedikit banyak, bukannya ini bikin gue jadi orang dalam di kejadian misterius ini? Seperti yang udah gue omongin di awal, gue pengen jadi orang lewat yang kehisap ke dalam kejadian begini, puas cuman jadi konco doang. Tapi kalo kayak gini, gue jadi protagonisnya! Bener, gue ngarep banget gue jadi karakter di cerita yang melibatkan alien, tapi pas gue bener-bener jadi, bikin semuanya dalam perspektif.

Jujur aja, gue agak kerepotan juga.

Yang sebenarnya gue inginkan adalah jadi semacam peran pembantu yang dengan riang gembira ngasih saran yang ngebantu disaat yang tepat pas semua orang ngadapin situasi sulit. Gue ga mau nyawa gue diincer sama teman sekelas gue sendiri! Gue emang punya prinsip sendiri pas ngomongin soal hidup gue.

Pikiranku melayang kemana-mana untuk beberapa waktu saat aku duduk di ruang kelas berwarna oranye-merah. Aku benar-benar lupa kalau Nagato masih bersandar di dadaku.

A...apa-apaan nih semua? Gue mikir apaan sih? Akibat terbengong-bengong, aku tak sadar kalau Nagato telah menyelesaikan regenerasinya dan sedang menatapku tanpa ekspresi sudah agak lama.



Esok harinya, Asakura Ryouko menghilang dari kelas.

Hasil akhir ini tak bisa dihindari, tapi hanya aku yang berpikiran seperti itu.

"Hmmm, kayaknya sih ada hubungannya sama pekerjaan ayah Asakura, makanya dia harus tiba-tiba pindah. Jujur aja, para guru juga kaget kok pas mereka dengar berita ini pagi tadi. Karena mereka harus keluar negeri, mereka udah terbang kemaren."

Saat Okabe-sensei mengumumkan liputan ini, sebagian besar cewek berseru terkejut, "Apa?", "Kenapa?", sedangkan cowok-cowok juga saling berbicara diantara mereka tentang ini. Bahkan para guru tampak kebingungan. Tak mengejutkan, gadis dibelakangku tidak bisa diam soal ini.

Plak! Dia memukul belakang kepalaku dengan tangannya.

"Kyon, ini PASTI kejadian misterius!" Mata Haruhi berkilau terang saat dia mendapat semangat biasanya.

Gue mesti ngapain? Ngasih tau yang sebenarnya?

Sebenarnya, Asakura-san dibikin sama entitas asing yang dikenal sebagai Entitas Gabungan Benak Data, Nagato-san juga salah satu rekannya, tapi karena alasan tertentu, hubungan mereka putus, dan akhirnya Asakura-san nyari jalan buat bunuh gue. Soal kenapa sampai bawa-bawa gue, alasannya sebenarnya itu karena elo. Tapinya, Asakura-san diubah jadi setumpukan pasir oleh Nagato-san dan menghilang.

Plis deh! Gue bakalan diketawain habis-habisan kalau gue bilang begitu, dan gue juga ga pengen ngomonginnya. Gue pura-pura aja kalo semua yang terjadi kemarin itu cuman ilusi dan ngebiarin aja kayak gitu.

"Pertama anak pindahan misterus masuk, lalu tiba-tiba cewek pindah keluar secara misterius. Pasti ada hal yang mencurigakan!"

Haruskah kupuji insting briliannya?

"Mungkin ayahnya pindah tugas?"

"Aku ga percaya alasan lemah kayak gitu."

"Percaya atau engga, itu alasan paling utama orang harus pindah sekolah."

"Tapi bukannya aneh tuh? Mereka cuman butuh satu hari buat dapetin pemberitahuan pindah tugas buat pindahan. Emangnya pekerjaan ayahnya macam mana sih?"

"Mungkin ayah Asakura ga ngasih tau dia sebelumnya..."

"Ga mungkin. Ini perlu penyelidikan lebih lanjut."

Ingin kukatakan kalau pindah tugas hanyalah alasan, mereka harus kabur dalam semalam dari penagih utang setelah meninggalkan segunung utang, tapi kuputuskan tidak. Karena orang yang tahu alasan sebenarnya adalah aku.

"Sebagai anggota Brigade SOS, aku ga bisa ngebiarin kejadian misterius kayak gini engga diketahui."

Plis berhenti doong!

Setelah apa yang terjadi kemarin, aku mengalami perubahan total dalam semalam. Lagipula, setelah menyaksikan semua kejadian supranatural secara langsung, dan berusaha memberitahu kepada diriku semuanya tak pernah terjadi, aku harus memilih salah satu dari pilihan berikut: Aku berhalusinasi; atau ada yang salah dengan otakku; atau dunia ini sudah cukup aneh; atau aku mengalami mimpi yang amat panjang.

Lagipula, aku takkan pernah bisa akui kalau dunia ini sendiri adalah sebuah realitas virtual.

Men! Buat orang yang baru aja jadi 15 tahun, mesti ngadapin titik balik hidupnya ini emang sedikit kecepetan!

Kenapa sih anak kelas satu SMA kayak gue harus berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan filosofis kayak apakah dunia ini ada ato engga? Itu bukan hal yang harus gue pikirin. Plis dong, jangan nambahin masalah gue lagi.

Sekarang ini gue punya banyak masalah rumit yang harus diurusin!


Balik ke Bab 4 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 6