Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid1 Bab06

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 6



Sama seperti kemarin, hari ini kutemukan lagi surat lain di loker sepatuku. Ada apaan sih dengan orang-orang sekarang ngirim surat kok lewat loker sepatu?

Kali ini kok rasanya agak berbeda, tapinya. Suratnya tidak dilipat dan anonim seperti terakhir kali. Di belakang amplopnya, yang terlihat seperti salah satu amplop-amplop elegan yang didapat dari majalah manga shoujo untuk kuisioner atau sejenisnya, jelas tertulis sebuah nama. Kalau mataku tidak salah lihat, aku yakin nama siapa yang tertulis di atasnya.

Asahina Mikuru.

Langsung kuselipkan amplopnya ke dalam kantong jaketku, dan bergegas ke toilet laki-laki untuk membukanya. Di sana, pada selembar kertas dengan simbol senyum tersebar di mana-mana, tertulis kata-kata berikut.

Akan kutunggu kamu di ruang klub pas istirahat makan siang.

Mikuru-chan

Setelah kejadian kemarin, seluruh cara pandangku terhadap hidup, dunia dan kenyataan itu sendiri jumpalitan 360 derajat seperti akrobat.

Aku tidak ingin mengalami situasi yang mengancam nyawa seperti itu lagi.

Namun kutak bisa menolak yang ini. Lagipula, Asahina-sanlah yang mengundangku kali ini! Walau aku tak punya bukti untuk membuktikan surat ini ditulis oleh Asahina-san, tak pernah kuragukan keasliannya, karena dia terlihat seperti tipe orang yang memakai cara tidak langsung. Terlebih lagi, bayangan dia menggenggam pulpennya sambil menulis dengan semangat pada selembar kertas imut benar-benar cocok dengannya. Kalau pas makan siang, Nagato seharusnya ada di ruang klub juga, kalo ada sesuatu beneran terjadi, gue duga dia bakalan datang nyelamatin gue.

Tolong jangan panggil aku pengecut menyedihkan. Toh, aku kan hanya anak SMA biasa.



Setelah jam pelajaran keempat, aku dikelilingi oleh: Taniguchi, menatapku dengan pandangan penuh arti; Kunikida, datang dengan kotak bekal makan siangnya, mencoba mengajakku makan siang sama-sama; dan Haruhi, mengajakku pergi bersamanya ke ruang guru untuk menyelidiki kebenaran akan kepergian Asakura. Bahkan belum memakan kotak bekal makan siangku sama sekali, aku langsung pergi menuju ruang klub.

Saat itu masih bulan Mei, namun matahari telah bersinar dengan kecerahan musim panas. Matahari terlihat seperti perapian ekstra besar, dengan riang meradiasikan energinya menuju bumi. Saat musim panas akhirnya tiba, Jepang jadi sauna alami. Bisa kurasakan keringat menjalar dalam pakaian dalamku hanya dengan berjalan beberapa langkah.

Dalam tiga menit, aku tiba di pintu ruang klub. Kuketuk terlebih dahulu.

"Silahkan masuk."

Itu suara Asahina-san, tiada keraguan lagi. Okeh, gue bisa santai dan masuk!

Ketika aku masuk, kudapati Nagato hilang, dan dengan keterkejutanku, begitu pula dengan Asahina-san.

Di depanku berdiri seorang gadis berambut panjang bersandar di kusen jendela menghadap lapangan sekolah. Dia mengenakan blus putih dan rok mini hitam, sedangkan kakinya memamerkan sepasang sandal yang dibuat untuk para tamu sekolah.

Ketika dia melihatku, dia berjalan ke arahku dengan gembira dan memegang tanganku.

"Kyon-kun... lama ga ketemu."

Dia bukan Asahina-san, tetapi dia mirip sekali dengan Asahina-san, begitu mirip sampai-sampai orang bisa gampangnya keliru dengan Asahina-san sendiri. Sejujurnya, bahkan aku pun akan berpikir kalau dia itu Asahina-san.

Namun dia bukan Asahina-san. Asahina-san yang kukenal tidak setinggi itu, dan wajahnya belum sepenuhnya dewasa, belum lagi dada dalam blusnya tak mungkin bertambah ukurannya tiga kali dalam semalam.

Bagaimanapun aku melihatnya, aku yakin orang di depanku ini, tersenyum sambil menggenggam tanganku, sudah berumur duapuluhan, memberikan rasa yang berbeda dengan Asahina-san yang seperti cewek SMP. Tapi kenapa dia amat mirip dengan Asahina-san?

"Permisi..."

Tiba-tiba kupikirkan sebuah alasan.

"Apakah anda... kakaknya Asahina-san?"

Dia terlihat terkejut sebentar, lalu tersenyum dan mengedipkan matanya, menggoncangkan bahunya. Bahkan senyumannya pun juga sama.

"Hee hee, ini saya!" katanya.

"Saya Asahina Mikuru. Hanya aja, saya datang dari bidang waktu yang lebih jauh lagi......saya selalu pengen ketemu kamu."

Pastinya aku tampak sangat bodoh saat itu. Memang, aku bisa dengan mudah menerima omongan Asahina-san kalau dia dari masa depan. Melihat kecantikan berdiri di depanku, aku sadar betapa cantiknya dia tumbuh. Dan dia lebih tinggi, membuatnya lebih seksi. Aku tak pernah berpikir kalau dia akan jadi begitu cantik.

"Oh, kamu masih belum percaya sama saya?"

Asahina-san berpakaian seperti sekretaris berkata nakal,

"Kalau gitu bakalan kutunjukin buktinya!"

Dia lalu segera mulai melepas kancing blusnya. Ketika dia membuka kancing kedua, dia membeberkan dadanya sampai ke keterkejutanku.

"Lihat, bisa kamu lihat tanda lahir bentuk bintangnya? Ini bukan tempelan! Pengen kamu raba?"

Memang ada tanda lahir bentuk bintang di dada kirinya, sorotan menarik pada kulit putihnya, memancarkan pesona.

"Jadi sekarang kamu percaya?"

Gimana gue ngomonginnya ya? Gue bahkan ga ingat pernah ngeliat apakah Asahina-san punya tanda lahir di dadanya. Walau gue pernah agak dipaksa sih ngeliat dia ganti baju pas dia pake kostum bunny girl kemaren-kemaren, gue takkan sebegitu konsentrasinya sampai-sampai bisa nyadarin area yang begitu kecil. Sambil kupikirkan yang di atas, Asahina-san yang menarik, yang terlihat dewasa itu berkata,

"Aneh. Kalo kamu ga bilang ke saya kalo saya punya tanda lahir ini, saya sendiri ga bakalan pernah nyadarin sendiri."

Asahina-san mengelengkan kepalanya dengan bingung, dan lalu, seakan-akan menyadari sesuatu, matanya melebar dan dia merona hebat.

"Eh......Oh tidak, saya cuman......B...benar! Kita masih belum...... Duh gimana dong?"

Asahina-san meletakan kedua tangannya di atas wajahnya dan mengeleng panik, kancing kerahnya masih terbuka.

"Saya salah kira......M...maafin saya! Tolong lupain aja apa yang baru saya omongin!"

Lebih gampang diomongin daripada dilakuin. Oh dan, bisa tolong tutup kancingnya? Aku udah ga tahu lagi harus ngeliat kemana!

"Baiklah, aku percaya kamu buat sekarang ini. Sekarang ini aku bisa percaya apapun."

"Eh apa?"

"Ah engga, cuman ngomong sendiri."

Asahina-san yang entah berumur berapa masih menahan wajah memerahnya dengan kedua tangannya saat ia menyadari kemana aku melihat, dan cepat-cepat mengancingkannya kembali. Setelah duduk dengan baik, dia berdehem kering dan berkata,

"Kamu benar-benar percaya kalau saya datang dari masa depan ke bidang waktu ini?"

"Tentu aja. Hmm, kalau gitu, berarti sekarang ada dua Asahina-san di dunia ini?"

"Iya, saya yang dari masa lampau......saat ini, dia sedang duduk bersama teman-teman sekelasnya sambil makan siang di kelas."

"Apa Asahina-san itu tau kamu disini?"

"Engga, lagian, dia kan masa laluku."

Gitu toh.

"Karena saya pengen bilang sesuatu ke kamu, saya memohon para atasan biar ngebolehin saya datang ke bidang waktu ini. Oh iya, saya sebelumnya minta Nagato-san supaya ninggalin kita sebentar."

Kalau itu Nagato, kayaknya dia bahkan ga bakalan tersentak pas ngeliat Asahina-san ini.

"......Kamu tau siapa Nagato-san sebenarnya?"

"Maafin saya, tapi itu informasi rahasia. Oh, saya sadar saya ga ngomong itu dah lama banget."

"Aku baru aja denger kamu bilang begitu beberapa hari yang lalu."

"Kamu benar." kata Asahina-san sambil mengetok kepalanya dan mengeluarkan lidahnya. Benar-benar seperti apa yang dilakukan Asahina-san.

Namun tiba-tiba dia mulai terlihat serius.

"Saya ga bisa tinggal di sini terlalu lama, jadi saya langsung saja."

Langsung ngomong aja apa yang ingin kamu omongin!

"Kamu pernah dengar Putri Salju?"

Kulihat Asahina-san yang sedikit lebih tinggi. Pupil hitamnya terlihat sedikit basah.

"Yah, iya sih..."

"Segimanapun situasi menyulitkan yang bakalan kamu hadapi dari sekarang, kuharap kamu bakalan ingat cerita ini."

"Maksudmu cerita yang ada tujuh kurcaci, penyihir keji dan apel beracun?"

"Ya, cerita Putri Salju."

"Aku udah ngalamin situasi sulit kemarin."

"Bukan......ini lebih serius dari itu. Saya ga bisa bilang detilnya, tapi yang bisa kubilang hanyalah Suzumiya Haruhi juga akan ada disampingmu."

Haruhi? Ada di sampingku? Maksudmu kami berdua bakalan terlibat sesuatu yang nyusahin? Kapan? Dimana?

"......Mungkin Suzumiya-san ga nganggap itu nyusahin......tapi buat kamu dan kami semua, emang masalah yang rumit."

"Kamu ga bisa bilang detilnya......kan?"

"Maaf, saya cuman bisa ngasih petunjuk aja. Cuman itu yang bisa kulakukan."

Asahina-san dewasa begitu menyesal sampai-sampai dia hampir menitikkan air mata. Ya, itu ekspresi yang biasa Asahina-san tampilkan.

"Maksudmu cerita Putri Salju?"

"Ya."

"Akan kuingat."

Setelah melihatku mengangguk, Asahina-san bilang kalau dia masih ada waktu sedikit, jadi dia mengelilingi ruang klub dengan rindu, mengelus sayang kostum maid yang tergantung di rak baju.

"Saya dulu biasa sering pake ini. Sekarang saya pastinya ga bakalan berani pake."

"Kelihatannya sih sekarang kamu lagi cosplay jadi gadis kantoran tapinya."

"Hee hee, karena saya ga bisa masuk dengan seragamku, saya harus berpakaian jadi guru deh."

Beberapa orang emang dilahirkan cuman buat kostum dipakaikan ke mereka.

"Ngomong-ngomong, apa lagi yang Haruhi suruh buat kamu pake?"

"Ga kukasih tau, terlalu memalukan. Lagian, ntar lagi kamu juga tau, bener kan?"

Asahina-san berjalan dengan sendalnya dan datang menuju wajahku. Kutemukan matanya tidak biasa basah, dan wajahnya sedikit merah.

"Kalau gitu saya pergi sekarang!"

Asahina-san melihatku, ingin melanjutkan tapi memutuskan untuk berhenti. Melihatnya gemetaran dan tampaknya menginginkan sesuatu, mungkin gue mesti kasih cium. Tepat ketika aku mau mendekapnya, dia mundur.

Asahina-san berputar enteng dan berkata,

"Akhirnya, saya punya satu permintaan lagi. Tolong jangan terlalu dekat denganku."

Dia berkata dengan desahan lemah.

Cepat-cepat aku berteriak ke Asahina-san, yang sedang berlari ke pintu, "Aku punya pertanyaan buatmu!"

Asahina-san berhenti tepat saat mau membuka pintunya.

"Asahina-san, emangnya berapa sih umurmu?

Asahina-san berputar dan menggoncangkan rambutnya, lalu memberi senyuman yang menggoda, "Informasi rahasia~."



Pintu menutup begitu saja. Aku tak dapat melakukan apapun kalaupun kukejar.

Wow, sulit gue percaya kalau Asahina-san bakal keliatan begitu hot pas udah dewasa. Lalu aku tiba-tiba berpikir hal pertama yang dikatakannya. "Kyon-kun......lama ga ketemu." Berarti satu hal: Asahina-san ga ketemu gue untuk waktu yang lama.

"Ya, itu masuk akal."

Asahina-san masa depan pastinya mungkin udah balik ke masa depan ga-begitu-jauhnya, terus ngabisin beberapa tahun di sana, sebelum kembali ketemuan lagi sama gue di zaman ini.

Udah berapa lama ya baginya? Dari segimana dia udah tumbuh, mungkin lima tahunan.....atau bahkan tiga! Cewek banyak berubah pas mereka lulus SMA. Dulu sepupu gue kayak gitu. Pas dia di SMA, dia selalu orang yang pendiam, siswi pandai yang tidak menarik perhatian. Lalu ketika dia masuk universitas, dia bermetarmofosis dari ulat jelek jadi kupu-kupu cantik. Namun karena dia dah tumbuh, gue bahkan lebih bingung sama umur Asahina-san yang sebenarnya; kayaknya dia bukan 17 tahun deh!

Duh, lapar, kayaknya gue balik aja deh ke ruang kelas.

"......"

Saat itu, Nagato Yuki masuk dengan wajah dingin terpeliharanya yang seperti biasa, tapi karena dia tak memakai kacamata hari ini, tatapan telanjangnya mendarat padaku.

"Hei, kamu tadi liat orang yang mirip-mirip Asahina-san lewat barusan?" Kataku setengah bercanda.

"Telah kulihat klon temporal diferensial Asahina Mikuru pagi ini."

Nagato duduk dengan diam di kursinya dan lalu menempatkan bukunya di meja dan membukanya.

"Dia tidak ada disini sekarang dan sudah berangkat dari bidang waktu ini."

"Bisakah kau ngelintasin waktu juga? Dengan si Entitas Data itu tuh?"

"Saya tidak bisa. Tetapi, perpindahan temporal tidak sesulit yang dibayangkan; hanya saja manusia belum memahami prinsip dasarnya. Waktu itu seperti ruang; bergerak melintasinya amat mudah."

"Terus kau bisa kasih tau aku gimana caranya?"

"Itu adalah konsep yang tidak bisa disampaikan dengan kata-kata, jadi kamu tidak akan mengerti kalaupun kujelaskan."

"Begitukah?"

"Ya."

"Kayaknya aku bingung, dong."

"Ya, kamu bingung."

Percuma berusaha bicara dengan karakter yang amat kaku, jadi kuputuskan untuk kembali saja ke kelas. Mungkin aku masih punya waktu buat makan siang?

"Nagato-san, makasih kemarin."

Ekspresi kakunya bergerak sedikit.

"Tidak perlu berterimakasih padaku. Tindakan Asakura Ryouko adalah tanggungjawabku; Saya telah ceroboh dengan pengawasanku."

Belahan rambutnya berayun lembut.

Dia lagi berusaha membungkuk dan minta maaf ke gue?

"Kamu emang kelihatan lebih manis ga pake kacamata."

Dia tak membalas.

Aku tadinya ingin bergegas kembali ke kelas buat makan siang, tapi disana Haruhi telah menungguku di pintu, dan rencanaku untuk makan siang segera keluar dari jendela. Mungkinkah ini takdir? Tampaknya aku telah mencapai titik dimana aku bisa lihat menembus semua karma.

Menunggu tak sabaran di koridor, Haruhi membentak dengan nada kesal,

"Kemana kamu kabur? Kupikir kau bakal balik lebih awal, aku bahkan belum sempat makan karena aku nunggu kamu kelamaan!"

Dia tidak terdengar marah sama sekali, tapi dia terdengar seperti teman cewek masa kecil yang cemberut berusaha menyembunyikan rasa malunya.

"Jangan cuman berdiri kayak idiot aja! Ikut aku!"

Haruhi menempatkan kuncian pergelangan gulat mengelilingi tanganku dan menyeretku ke tangga yang gelap.

Gue kelaparan banget nih!

"Aku baru aja nanya Okabe di ruang guru. Guru-guru cuman tahu kalau Asakura pindah sekolah pagi ini. Pas subuh, ada orang ngaku-ngaku ayahnya Asakura nelepon, katanya mereka harus pindah karena keadaan darurat. Dan kau tau kemana mereka pindah? Kanada! Kok bisa mungkin sih? Terlalu mencurigakan!"

"Oh begitukah?"

"Abis itu, aku ngaku jadi teman baiknya Asakura dan pengen nanya guru-guru kalo-kalo aku bisa ngehubungin dia di Kanada."

Plis deh, elo kan jarang banget ngomong ke dia pas dia masih ada.

"Dan kamu tahu apa kata tuh guru? Mereka bilang mereka engga tahu. Biasanya kalo orang mau pindah, bukannya mereka bakal ninggalin kontak lengkapnya? Ada sesuatu yang aneh disini"

"Ngga, ngga ada!"

"Jadi aku nanya alamat lama Asakura Ryouko sebelum dia pindah. Aku bakalan kesana dan liat-liat abis sekolah. Mungkin kita bisa nemu sesuatu di sana."

Nih cewek ga pernah ngedengerin apa kata orang, kayak biasanya.

Bodo ah, gue ngga bakalan nyetop dia. Toh akhirnya, yang buang-buang waktu ya cuman Haruhi doang, bukan gue.

"Kamu juga ikut."

"Kenapa!?"

Haruhi menggembungkan bahunya, dan lalu seperti naga mengancam kosong sebelum menyemburkan nafasnya, dia membentak dengan volume yang seluruh sekolah bisa dengar,

"KARENA KAMU ITU ANGGOTA BRIGADE SOS!!!"



Tunduk patuh akan perintah Haruhi, aku mundur dengan panik. Aku pergi ke ruang klub untuk memberitahu Nagato tentang ini karena baik aku maupun Haruhi takkan ikut kegiatan klub hari ini, dan kusuruh Nagato menyampaikan pesannya juga ke Asahina-san dan Koizumi ketika mereka datang. Tapi aku tak tahu apakah alien pendiam ini akan membuat hal jadi semakin rumit, jadi buat amannya, kuambil stabilo dan kutulis di belakang salah satu selebaran Brigade SOS,

"Tidak ada aktivitas hari ini untuk Brigade SOS. - Haruhi"

dan menempelkan catatan itu ke pintu.

Mengenyampingkan Koizumi, setidaknya Asahina-san bisa selamat harus ganti ke kostum maidnya.

Berkat semua ini, bel sekolah untuk jam kelima berdentang sebelum aku sempat makan apapun. Jadi setelah istirahat berikutnyalah baru aku bisa makan.



Gue pasti ngeboong kalau gue bilang gue ga pernah mau jalan berdampingan sama cewek abis pulang sekolah kayak idola-idola drama itu. Tapi walau mimpi ini udah jadi nyata, gue jauh dari bahagia. Emangnya apa sih yang terjadi?

"Kamu bilang apa tadi?"

Tanya Haruhi sambil berjalan di sisi kiriku, melangkah lebar sambil membawa secarik kertas catatan. Otomatis kuartikan pertanyaannya sebagai "Kamu punya masalah?"

"Ngga, ngga ada apa-apa kok."

Kami berjalan menuruni bukit dan menyusuri jalur kereta. Sedikit di depan ada Stasiun Koyouen.

Tadinya kupikir kami mendekati rumah Nagato, tapi aku tak pernah berpikir kalau Haruhi berjalan menuju tempat itu juga. Kami lalu sampai di depan blok apartemen yang amat baru, yang familiar.

"Asakura kayaknya tinggal di Kamar 505."

"Pantesan."

"Apa maksudmu 'pantesan'?"

"Ngga, bukan apa-apa. Oh ya, gimana caranya masuk? Lihat, gerbangnya aja dikunci."

Kutunjuk panel nomor di sebelah interkom dan berkata,

"Elo butuh kode yang benar buat buka pintunya. Loe tahu kodenya?"

"Ngga, kita bakalan perlu bertahan dalam perpanjangan pertempuran di situasi ini."

Emang loe tuh mau nunggu apaan sih? Tepat saat aku berpikir berapa lama waktu yang diperlukan, kami tidak menunggu lama. Pada saat ini wanita paruh baya membuka pintunya dari dalam, tampaknya mau pergi belanja. Dia melihat kami sejenak dengan tatapan menginterogasi dan lalu berjalan menjauh. Haruhi segera menahan gerbangnya tetap terbuka sebelum mau menutup.

Ga keliatan bijak sama sekali.

"Ayo cepetan!"

Jadi aku diseret seperti itu ke aula masuk, dan segera memasuki lift, yang kebetulan berhenti di lantai dasar. Adalah etiket dasar untuk melihat dengan diam ke angka lantai ketika menaiki lift......

"Asakura itu......"

Tapi sepertinya Haruhi tak menghargai keberadaan etiket itu.

"......Ada banyak hal mencurigakan lain soal dia. Dia kayaknya ga pernah masuk SMP daerah sini juga."

Ya, iya lah.

"Aku udah ngelakuin penyelidikan dan tau kalo dia pindah ke SMA North dari kota lain. Ini terlalu mencurigakan! SMA North bukan sekolah yang terkenal atau semacemnya, cuman SMA lokal biasa. Kenapa dia susah-susah datang dari kota lain buat sekolah kesini?"

"Tau deh."

"Tapinya dia tinggal dekat sekolah, dan di apartemen yang dibayar tunai bukan sewa pula. Harganya pasti gila mahalnya. Apa dia pulang-pergi dengan kereta selama ini buat pergi ke SMPnya di luar kota?"

"Udah gue bilang gue ngga tau."

"Kayaknya kita perlu cari tahu kapan Asakura mulai tinggal di sini."

Lift berhenti di lantai lima. Dengan diam kami berdiri dan melihat pintu dengan nomor 505. Papan nama di pintunya telah dilepas, menunjukan bahwa ini adalah apartemen kosong. Haruhi memutar gagang pintu, tetapi sudah diduga, pintunya terkunci.

Haruhi menyilangkan lengannya, berpikir bagaimana caranya masuk kedalam apartemennya untuk menyelidiki, sementara aku berdiri disamping berusaha keras untuk tidak menguap. Ini benar-benar buang-buang waktu gue aja.

"Ayo cari penjaga apartemennya!"

"Menurut gue dia ngga bakalan minjemin kunci ke kita."

"Bukan, aku lagi mikir untuk nanyain dia kapan Asakura mulai tinggal disini."

"Lupain aja, ayo pulang! Kita mau ngapain kalaupun kita emang tau?"

"Ngga."

Kami menaiki lift dan kembali ke lantai dasar, dan pergi ke pos penjaga di aula masuk. Tampaknya tiada seseorang pun di belakang panel kaca, tapi saat kami menekan bel di sebelahnya, seorang tua kecil dengan rambut putih muncul perlahan.

Haruhi mulai membombardir pak tua itu dengan berbagai pertanyaan bahkan sebelum dia sempat berbicara.

"Permisi, kami teman-teman Asakura-san. Dia tiba-tiba bilang bahwa dia mau pindah bahkan tanpa meninggalkan alamat barunya, dan kami tidak tahu bagaimana cara menghubunginnya. Bisakah kami bertanya kalau-kalau anda mengetahui kemana dia pindah? Dan, bisakah kami tahu kapan Asakura-san mulai tinggal di sini?"

Saat aku sedang terkagum-kagum bagaimana Haruhi sebenarnya bisa menggunakan bahasa sopan yang begitu normal, pak tua itu sepertinya agak kesulitan mendengar karena dia selalu membalas dengan, "Apa?", "Coba ulangi?", dan seterusnya. Walau begitu, Haruhi masih bisa mengetahui dari pak tua tersebut bahwa dia juga terkejut karena Asakura tiba-tiba pindah. (Aku bahkan ga melihat tukang pindahan datang, tapi semua perabotan di dalam sudah hilang. Masih bikin aku merinding) Dan Asakura itu pindah ke sini tiga tahun yang lalu. (Aku ingat mbak'e cantik itu ngasih aku sekotak makanan kecil hari itu!) Juga, daripada membayar dengan angsuran, apartemennya sepertinya dibayar dengan sekali pembayaran dengan uang tunai. (Kayaknya mereka pasti kaya banget!) Wow! Loe bisa jadi detektif kalo gini terus!

Pak tua itu tampaknya senang bisa bicara dengan pemudi seperti Haruhi.

"Kalau dipikir-pikir lagi, walau aku sering melihat mbak'e cantik itu, tapi aku ga ingat pernah lihat orang tuanya."

"Aku ingat mbak'e itu dipanggil Ryouko. Benar-benar nama yang elegan buat seorang gadis."

"Aku berharap dia paling engga ngucapin selamat tinggal..... Sayang sekali ya. Oh ya, kamu lumayan manis juga kok!"

Ketika pak tua itu mulai berbicara hal yang sama, Haruhi menentukan dia sudah tak bisa lagi memperoleh data lagi darinya, jadi dia memutuskan untuk membungkuk sopan dan berkata, "Terimakasih banyak untuk bantuannya."

Lalu dia mendesakku pergi. Tidak perlu desakan sebenarnya, karena aku sudah siap untuk mengikutinya dan meninggalkan blok apartemen ini.

"Hei, mas, nona itu bakalan tumbuh jadi wanita cantik, pastikan kamu ngga ngelepasin dia dari genggamanmu!"

Pak tua itu jelas-jelas ngomong kosong. Yang kutakutkan adalah reaksi mengerikan apa yang Haruhi, yang kebetulan mendengar semua itu, akan miliki. Tapi dia diam terus melangkah maju, dan aku tetap diam juga. Beberapa langkah dari aula masuk, kami berpas-pasan dengan Nagato, membawa tasnya dan beberapa kresek toko serba ada. Bagi Nagato, yang sering dalam ruang klub membaca bukunya sampai sekolah tutup, untuk berada disini, berarti dia juga meninggalkan sekolah setelah aku.

"Ah! Jangan-jangan kamu juga tinggal disini? Kebetulan banget ya!"

Nagato mengangguk dengan wajah putih pucatnya. Plis deh, gimana bisa ini kebetulan?

"Apa kamu dengar sesuatu soal Asakura?"

Dia menggelengkan kepalanya.

"Oh gitu. Kalau kamu dengar sesuatu soal Asakura, ingat kasih tau aku."

Dia mengganggukan kepalanya.

Kuperhatikan beberapa makanan kaleng dan sayuran dalam kreseknya dan berpikir, jadi dia bisa makan juga toh!

"Kacamatamu kenapa?"

Nagato tak menjawab langsung pertanyaannya tapi hanya menatap diam kepadaku. Aku panik sedikit ditatapnya seperti itu, sedangkan Haruhi, tak mengharapkan dia menjawab sama sekali, hanya mengangkat bahunya dan berjalan menjauh tanpa menolehkan kepalanya. Kuangkat tanganku dan melambaikan sampai jumpa ke Nagato.

Saat kami berjalan melewatinya, Nagato membisikan, "Hati-hati."

Hati-hati apa lagi kali ini? Saat aku hendak berbalik dan bertanya padanya, Nagato sudah terlanjur masuk ke dalam blok apartemen.



Kuikuti Haruhi, yang berjalan tanpa tujuan sepanjang jalur kereta, tertinggal dua sampai tiga langkah di belakangnya. Kami akan semakin jauh dari rumah kalau terus begini, jadi aku bertanya kemana kita akan pergi?

"Ngga kemana-mana." jawabnya.

Aku melihat ke belakang kepala Haruhi dan berkata, "Jadi gue bisa pulang sekarang?"

Di saat ini, Haruhi berhenti berjalan, melihat bagaikan dia mau jatuh ke depan. Lalu dia melihatku dengan wajah sepucat Nagato.

"Kamu pernah ngerasa ga sih kalau kamu itu cuman sebuah paku kecil di Bumi ini?"

Lanjutnya, "Aku pernah, dan aku takkan pernah melupakannya."

Haruhi berdiri di samping rel kereta api, maaf, jalur kereta, dan mulai bicara.

"Pas aku kelas enam SD, aku pergi bersama keluargaku untuk nonton pertandingan baseball. Aku ngga terlalu tertarik sama baseball, tapi pas aku pergi ke sana, aku syok, karena kemanapun aku melihat ada orang disekeliling. Orang-orang di seberang stadion cuman sekecil sebuah bulir beras aja, dalam gerakan konstan. Tadinya kupikir seluruh negeri udah kumpul disini. Jadi aku nanya ke ayahku berapa banyak orang yang ada di stadion. Ayahku bilang karena sekarang lagi penuh hari ini, mungkin kira-kira limapuluh ribu?"

"Sehabis pertandingan, jalanan penuh dengan orang. Ngeliat semua ini, aku terpaku. Ada begitu banyak orang disini, tapi mereka cuman sebagian kecil dari seluruh negeri. Aku baca di pelajaran geografi kalau Jepang punya populasi seratus juta, jadi aku pulang ke rumah dan menghitung-hitung pake kalkulator, dan kudapati kalau limapuluh ribu itu hanya seperduaribu dari total populasi. Waktu itu, aku terpaku lagi. Aku cuman bagian kecil dari sedemikian banyak orang di stadion, dan orang-orang banyak ini cuman seperduaribu dari seluruh negeri."

"Sebelumnya, aku selalu merasa kalau diriku itu spesial. Aku bahagia dengan keluargaku, dan aku merasa kalau aku sekelas dengan orang-orang yang paling menarik di seluruh dunia. Namun dari saat itu, aku sadar kalau sebenarnya engga gitu. Pengalamanku di sekolah yang kupikir paling menyenangkan di seluruh dunia, ternyata ada di setiap sekolah. Buat seluruh negeri, ini engga spesial. Ketika aku menemukannya, seluruh dunia disekitarku kehilangan warnanya. Aku gosok gigi dan tidur, terus bangun dan sarapan. Kamu ngeliat beginian dimana-mana."

"Kudapati ngebosenin banget pas aku sadar semua ini semua bagian kehidupan biasa seseorang. Aku percaya karena begitu banyak orang di dunia ini, pastinya ada orang yang menghidupi kehidupan yang luar biasa, yang menggairahkan. Tapi kenapa orang itu bukan aku?"

"Sebelum aku lulus SD, kupikirkan semua ini. Jadi pas aku masuk SMP, kuputuskan untuk mengubah diriku. Aku pengen dunia tau, aku bukan cewe yang bakalan cuman duduk dan nunggu. Kurasa aku udah berusaha keras, tapi semuanya sama seperti biasa. Dan kini aku sudah SMA, masih berharap sesuatunya berubah."

Ketika dia selesai, dia memberikan ekspresi menyesal telah mengatakan semua itu, dan melihat langit dengan sedih.

Haruhi mengatakan ini tanpa henti, seolah-olah memberi pidato di debat. Ketika dia selesai, dia memberikan ekspresi menyesal telah mengatakan semua itu, dan melihat langit dengan sedih. Sebuah kereta melewati kami dengan cepat. Berkat semua suara berisik itu, aku punya waktu untuk menimbang-nimbang apakah aku harus lanjut bertanya atau apakah aku semestinya menemukan sesuatu yang filosofis untuk menyenangkan Haruhi.

Kulihat keretanya meninggalkan suara Efek Dopplernya dan berkata, "Oh gitu?"

Aku merasa tak enak hanya bisa dengan jawaban yang begitu sederhana.

Haruhi menggunakan kedua tangannya untuk menahan rambutnya, yang tertiup angin dari kereta yang lewat, dan berkata, "Yuk pergi!"

Setelah itu, dia berjalan menuju ke arah kami datang. Walau aku bisa sampai di rumah lebih cepat kalau mengikuti arah yang dituju Haruhi, punggungnya seolah-olah diam-diam mengatakan padaku "Jangan ikuti aku!", jadi aku berdiam dimana aku berada dan melihat Haruhi pergi sampai dia hilang dari pandanganku.

Sebenarnya gue tuh ngapain aja sih selama ini?



Ketika aku sampai di rumah, kudapati Koizumi sudah menunggu di depan pintu.

"Hai."

Senyumnya terlihat sedikit palsu, seperti berusaha menyapa teman lama. Dia melambai dengan hangat kepadaku, mengenakan seragamnya dan membawa tasnya, sepertinya baru saja pulang dari sekolah.

"Saya ingin menepati janji yang telah saya buat kepada anda sebelumnya. Oleh karena itu, saya menunggu anda. Saya tidak menyangka anda akan kembali begitu cepat!"

Koizumi melanjutkan dengan senyum selalu-adanya.

"Bisakah saya tunda anda sebentar? Saya ingin mengajak anda ke suatu tempat."

"Berhubungan dengan Suzumiya?"

"Berhubungan dengan Suzumiya-san."

Kubuka pintunya dan meletakan tasku di samping ruang masuk. Lalu setelah memberitahukan adikku, yang baru saja keluar, kalau aku akan sedikit telat malam ini, aku kembali ke Koizumi.

Beberapa menit kemudian, kami pergi dengan kendaraan.



Koizumi melambai ke taksi yang berhenti di depan rumahku, lalu kami pergi menyusuri jalan utama menuju timur. Koizumi memberitahukan supirnya untuk pergi ke kota besar di luar prefektur. Akan lebih murah kalau naik kereta tapi karena Koizumi yang bayar, aku tak begitu keberatan.

"Oke, janji apa yang loe bilang bakalan ditepati?"

"Bukannya anda ingin melihat bukti akan kekuatan esper saya? Sekaranglah saatnya, karena itu saya ingin anda datang!"

"Emangnya perlu pergi jauh-jauh?"

"Ya. Saya hanya dapat menggunakan kekuatan saya pada tempat dan kondisi spesifik. Tempat yang akan kita tuju memenuhi syarat tersebut."

"Loe masih percaya kalo Haruhi itu Tuhan?"

Koizumi, duduk bersamaku di belakang, menatapku menyamping.

"Pernahkan anda mendengar tentang Asas Antropis?"

"Ngga pernah dengar tuh."

Koizumi mendesah dan tersenyum kembali,

"Pada dasarnya, ini teori yang 'jika sesuatu pasti benar bagi kita, sebagai manusia, untuk eksis, maka itu benar hanya karena kita eksis."

Ngga ngerti gue.

"Alam semesta ini ada hanya karena kita ada di sana untuk mengamatinya. Dengan kata lain, makhluk hidup berakal yang dikenal sebagai manusia mempelajari eksistensi alam semesta melalui pengamatan bagaimana alam semesta ini terbentuk melalui penemuan hukum-hukum fisika. Jika manusia tidak berevolusi sampai ke tingkatan sekarang, maka pengamatan akan mustahil, dan mereka takkan pernah mempelajari eksistensi alam semesta."

"Berarti apakah alam semesta ada atau tidak, bagi manusia yang belum sepenuhnya berevolusi, takkan ada bedanya. Hal ini dikarenakan adanya manusia yang berevolusi-penuh maka keberadaan alam semesta itu diterima luas. Ini adalah cara berpikir dari sudut pandang manusia."

"Cara berpikir yang aneh! Maksud gue, alam semesta ada terlepas dari apakah manusia itu ada ato engga."

"Anda benar. Oleh karena itu, Asas Antropis tidak sepenuhnya ilmiah, hanya cara berpikir secara filosofi. Akan tetapi, sesuatu yang menarik muncul dari teori ini."

Taksi berhenti di lampu merah. Pengemudinya hanya menatap ke depan, dan tak pernah bimbang untuk menengok ke belakang.

"Mengapa alam semesta ini datang dalam keadaan yang cocok untuk ditinggali manusia? Perubahan minor dalam konstanta gravitasi akan berarti alam semesta yang amat berbeda dari yang kita tempati sekarang. Kumpulan kaidah lainnya seperti Konstanta Planck atau massa rasio molekul atom tampaknya didesain secara khusus sehingga manusia bisa hidup di alam semesta ini. Bukankah ini menakjubkan?"

Aku merasakan punggungku gatal. Ini karena hal-hal yang Koizumi katakan seperti selebaran retoris yang dibagi-bagikan oleh agama-agama yang baru dibentuk yang mana dasar pendiriannya berdasarkan teori ilmiah.

"Tenang! Saya tidak percaya dengan eksistensi Tuhan Yang Maha Kuasa, atau Pencipta Utama yang menciptakan manusia. Banyak rekan-rekanku yang berpikir sama denganku. Namun hanya satu yang membimbangkan kami."

Bimbang sama apa?

"Yang kami lakukan. Apa mereka sebodoh badut yang berdiri diatas tangan di pinggir tebing?"

Ekspresi pada wajahku sekarang ini mungkin amatlah aneh, kalau tidak Koizumi takkan tertawa begitu keras seperti ayam betina berkotek-kotek.

"Saya tadi bercanda!"

"Gue benar-benar ngga ngerti apaan sih yang loe omongin."

Aku ingin sekali bilang kepadanya, Gue ngga punya waktu main-main guyon bodoh sama elo. Bisa turunin gue? Pak supir, bisa balik arah? Kalau bisa sih, gue lebih suka pilihan yang terakhir.

"Saya hanya menggunakan Asas Antropis sebagai perbandingan. Kita samasekali belum menyentuh subjek tentang Suzumiya-san."

Aneh banget! Kenapa sih kamu, Nagato, dan Asahina-san semuanya tergila-gila banget sama Haruhi?

"Saya percaya dia orang yang sangat karismatik. Mari kita kesampingkan hal itu sekarang, apakah anda masih ingat saya pernah bilang kalau dunia ini mungkin saja telah diciptakan oleh Suzumiya-san?"

Ga suka gue sama apa yang diomonginnya, tapi gue ingat dia pernah bilang.

"Dia punya kemampuan mewujudkan mimpi."

Bisa ga sih loe ga begitu yakin?

"Saya tidak bisa berpikir seperti itu, karena sekarang ini dunia sedang diarah menuju hasrat Suzumiya-san."

Gimana bisa?

"Suzumiya-san selalu percaya bahwasanya alien itu ada, karena itulah Nagato Yuki muncul. Dengan cara yang sama, dia ingin bertemu penjelajah waktu, jadilah Asahina Mikuru muncul juga. Dan aku muncul di depannya karena alasan yang sama pula."

"Dan gimana caranya loe tau itu?"

"Semenjak tiga tahun yang lalu......"

Tiga tahun lalu lagi! Eneg gue dengerinnya!

"Suatu hari, saya tiba-tiba sadar bahwa saya mempunyai kekuatan khusus, dan untuk alasan tertentu, saya mengerti sepenuhnya bagaimana cara menggunakan kekuatan ini. Di saat yang sama, saya juga menemukan orang lain seperti saya yang kekuatannya tersadarkan dan bahwasanya kekuatan ini dikaruniai oleh Suzumiya Haruhi. Saya tidak bisa masuk ke detailnya, jadi semua yang bisa saya katakan hanyalah saya tahu hal-hal begini sementara tidak kuasa menjelaskannya."

"Okeh, kalaupun gue percaya loe punya kekuatan itu, gue masih ngga bisa percaya kalau Haruhi punya kekuatan begituan."

"Begitu pulalah saya. Gadis sekolahan biasa mempunyai kemampuan mengubah dunia --maaf, saya kira lebih tepat kemampuan membikin dunia, ya? Hal yang mengerikan adalah gadis ini sekarang mendapati bahwasanya dunia yang ia tempati ini membosankan."

"Kenapa tuh?"

"Bukankah sudah saya bilang sebelumnya? Kalau dia bisa menciptakan dunia semaunya, maka sudah sewajarnya bilamana dia juga bisa membuat dunia ini hilang tanpa jejak dan lalu menyusunnya kembali sesuai keinginannya. Lalu, secara harfiah, dunia ini akan menemui ajalnya. Kami tidak bisa menentukan apakah teori ini benar atau tidak; siapa tahu, dunia yang kita anggap unik ini mungkin telah diciptakan ulang berkali-kali sebelumnya."

Berlebihan sudah kugunakan kata "tak bisa dipercaya" begitu banyak sampai-sampai aku butuh ensiklopedia.

"Kalau gitu, kenapa elo engga ngomong langsung aja ke Haruhi siapa elo itu sebenarnya? Biarin dia tahu esper itu benar-benar ada. Kalau dia tahu, kayaknya dia bakalan senang banget. Bahkan mungkin, dia ga bakalan coba-coba ngancurin dunia ini!"

"Maka, itu akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Jika Suzumiya-san mempercayai keberadaan esper adalah hal yang amat biasa, maka seluruh dunia akan menjadi seperti itu. Semua hukum fisika akan diputar-balikkan: Konstanta Molekular, Hukum Kedua Termodinamika, dan sisa alam semesta akan turun ke dalam kekacauan."

"Ada hal yang belum gue mengerti." lanjutku, "Gue ingat loe pernah bilang kalo itu dambaan Haruhi lah buat ketemu alien, penjelajah waktu, dan esper yang bikin kamu, Nagato-san, dan Asahina-san untuk muncul di depan dia?"

"Benar."

"Kalo itu benar, kenapa Haruhi belum sadar juga? Malah sebaliknya, cuman elo sama gue aja yang tahu semuanya. Bukannya sedikit aneh tuh?"

"Anda dapati tidak konsisten? Sebenarnya tidak; Ketidakkonsistenan sebenarnya ada dalam hati Suzumiya-san."

Bisa ga sih loe bilang hal yang bisa gue ngerti, plis!?

"Dengan kata lain, dia memang mengharapkan keberadaan alien, penjelajah waktu, dan esper. Akal sehatnya, akan tetapi, mengatakan padanya bahwa hal tersebut tidak ada, dan ini mengakibatkan disonansi kognitif. Walau dia mungkin tampak eksentrik dalam perilaku dan perkataan, pemikirannya masih tiada berbeda dengan orang biasa. Antusiasme badainya perlahan menjadi tenang dalam beberapa bulan terakhir, dan kami senang melihatnya stabil, namun perubahan seperti tornado telah terjadi tiba-tiba."

"Dan kenapa bisa begitu?"

"Semuanya karena anda."

Koizumi mengangkat bibirnya,

"Bila anda tidak memberikan Suzumiya-san beberapa ide aneh, kami masih tetap mengamatinya dari balik layar sekarang."

"Emangnya gue ngapain!?"

"Anda yang mendorong dia membentuk klub aneh itu. Semua karena sebuah percakapan dengan anda, dia mendapatkan ide membentuk klub untuk mengumpulkan semua karakter misterius. Jadi anda musti bertanggungjawab penuh atas hal ini. Oleh karena anda maka tiga grup yang paling prihatin akan Suzumiya Haruhi sekarang sudah berkumpul bersama."

"......Itu tuduhan ga adil!" kupertahankan diriku secara tak yakin.

Koizumi hanya tersenyum dan melanjutkan, "Tetapi bukan hanya itu sajalah alasannya."

Dia berhenti bicara setelah mengatakan itu. Saat aku ingin mengatakan sesuatu, pak supir tiba-tiba berkata, "Kita sampai."

Mobil berhenti dan pintunya terbuka. Aku melangkah ke jalan ramai bersama Koizumi. Walau supirnya lalu pergi bahkan tanpa menagih ongkos apapun, aku tak terkejut sama sekali.

Jika orang-orang di daerah ini ingin pergi belanja, disinilah tempatnya bagi mereka. Ini adalah metropolis lokal tipikal dengan tempat tukar-menukar kereta, dan juga berbagai departemen store dan arsitektur kompleks. Matahari tenggelam memandikan jalanan sibuk penuh pejalan kaki dengan warna berderang. Ketika lampu di perempatan depan berubah jadi hijau, jalanan menjadi penuh dengan lautan manusia dalam sekejap. Kita terpisah sejenak oleh ombak ini setelah kita turun dari trotoar.

"Apa yang loe pengen tunjukin ke gue dengan bawa-bawa gue kesini?"

Berjalan perlahan di zebra cross, Koizumi melihat ke depan dan berkata, "Masih ada waktu untuk mengubah pikiran anda!"

"Toh gue udah terlanjur disini, jadi ga usah basa-basi lah."

Berjalan di sampingku, Koizumi tiba-tiba menggenggam tanganku. Woi, loe mau ngapain!? Jijik tuh!

"Maafkan saya, tapi bisakah anda memejamkan mata barang sejenak? Ini takkan lama."

Aku mengelak untuk menghindari seorang pejalan kaki menabrakku. Lampu hijaunya mulai berkedip-kedip.

Okey! Jadi aku nurut memejamkan mataku. Aku masih bisa dengar banyak langkah kaki di jalanan, mesin kendaraan menderum, obrolan tanpa henti, dan berbagai macam suara.

Dibawah bimbingan Koizumi, aku jalan ke depan satu langkah, dua langkah, tiga langkah, dan lalu aku berhenti.

"Anda bisa membuka mata sekarang."

Perlahan kubuka mataku.

Seluruh dunia jatuh dalam warna abu-abu.



Benar-benar gelap. Tak bisa kutahan diri untuk mendongak ke langit. Matahari yang berpendar oranye tidak dapat ditemukan dimana pun, dan langitnya diselimuti oleh awan abu-abu mendung. Apa itu benar-benar awan? Horizon gelap tanpa celah terenggang tanpa akhir di seluruh arah. Satu-satunya yang menahan dunia ini jatuh sepenuhnya dalam kegelapan hanyalah sinar yang terkadang menembus masuk, menggantikan silau matahari, menghasilkan pendaran lemah di langit abu-abu.

Disana tiada orang sama sekali.

Selain Koizumi dan aku, berdiri di tengah perempatan, kerumunan ramai yang sebelumnya ada disini sekarang hilang tanpa jejak. Di kegelapan luas, hanya lampu lalu lintas yang berkedip, berubah merah, sedangkan kumpulan lampu lalu lintas lainnya jadi hijau, namun disana tiada kendaraan barang satupun di jalan. Begitu sunyi sampai-sampai seseorang bisa berpikir kalau bumi telah berhenti berputar juga.

"Kita sekarang berada di sebuah celah dalam garis retakan antar-dimensi; ini adalah Dimensi Tertutup, sebuah tempat yang terputus samasekali dari dunia kita tinggal."

Suara Koizumi menjadi amat jelas di keheningan.

"Tengah-tengah perempatan ini jatuh tepat di samping "Dinding" Dimensi Tertutup ini. Lihatlah, seperti itu."

Lengan terentang Koizumi berhenti di udara, seolah-olah tertahan oleh sesuatu. Kucoba melakukan hal yang sama dan merentangkan lenganku ke arah situ; rasanya kayak nyentuh sayuran dingin kecuci. Tanganku menekan permukaan dinding elastis tak kasat mata, tapi kutak bisa merentang lebih jauh lagi melebihi sepuluh sentimeter.

"Dimensi Tertutup ini memiliki radius lima kilometer. Biasanya, mustahil untuk masuk dengan cara fisik biasa. Salah satu kemampuanku adalah untuk memasuki ruang-ruang semacam ini."

Seperti galah bambu berdiri, tidak sepercik sinar pun terlihat dari bangunan sekitar. Toko-toko dalam kompleks belanja semuanya gelap di dalam, hanya lampu jalan berkedip lemah.

"Dimana tempat ini?"

Bukan, pertanyaannya seharusnya "Dimensi apakah ini?"

"Akan kujelaskan sambil berjalan," Kata Koizumi santai,

"Saya tidak terlalu yakin soal detailnya, tapi dimensi ini terletak tidak jauh dari dimensi kita......Anggap saja begini, garis retakan antar-dimensi tiba-tiba muncul di sebelah sana, dan kita masuk melalui celahnya. Saat ini, dunia luar masih berjalan dengan kehidupan sehari-harinya. Hampir mustahil bagi manusia biasa untuk tak sengaja mendapati dunia ini secara kebetulan."

Kita menyeberang jalan. Koizumi berjalan ke arah yang sudah ditetapkannya.

"Bayangkan sebuah dimensi seperti mangkuk terbalik, berbentuk telur, dan tempat ini adalah dalamannya."

Kita memasuki komplek apartemen bertingkat, tapi tak seorang pun terlihat, bahkan tidak setitik debu pun.

"Dimensi Tertutup terjadi secara acak. Kadang muncul selang satu hari, dan kadang muncul sekali setiap beberapa bulan. Namun, satu hal yang pasti..."

Kami menaiki tangga walau di dalamnya gelap. Kalau aku tak mengikuti Koizumi dekat-dekat, aku sudah terpeleset.

"Kapanpun Suzumiya-san dalam keadaan tidak stabil mentalnya, ruang ini akan muncul."

Kami sampai di atap blok apartemen.

"Setelah satu Dimensi Tertutup muncul, saya bisa merasakannya; begitu pula dengan rekan-rekanku. Bagaimana kami tahu itu? Jujur saja, kami juga tidak tahu bagaimana. Apapun itu, kami hanya tahu kapan dan dimana Dimensi Tertutup akan muncul, dan bagaimana cara menyusupinya. Saya tidak bisa mendeskripsikan rasa ini dalam kata-kata."

Kupegang pagar atap dan melihat ke arah langit; tiada angin dapat terasa.

"Loe bawa gue kesini cuman buat ngeliat ini? Hampir ga ada orang disini!"

"Tidak, hal yang sesungguhnya baru setelah ini. Mau dimulai."

Berhenti becanda napa! Tapi Koizumi pura-pura tidak menyadari ekspresi ketidaknyamananku.

"Kemampuan saya hanyalah mendeteksi Dimensi Tertutup dan menembusnya. Sejujurnya, saya bahkan bisa mendeteksi keadaan benak Suzumiya-san. Dunia ini seperti bisul yang terbentuk dari getaran status emosi tidak stabil Suzumiya-san, dan aku adalah obat yang dirancang untuk menyembuhkan bisulnya."

"Analogi loe emang sulit dimengerti."

"Orang sering bilang begitu. Tapi, anda hebat juga! Anda tampaknya tidak panik samasekali karena melihat semua hal ini."

Pada saat ini, bayangan Asakura menghilang tanpa bekas dan Asahina-san versi dewasa melintas di benakku: gue udah terlalu banyak ngalamin pengalaman kayak beginian.

Tiba-tiba, Koizumi mendongakkan kepalanya dan menatap jauh.

"Tampaknya sudah dimulai. Berbalik dan lihatlah ke belakang."

Kulakukan, dan -- aku melihatnya.

Berdiri diantara gedung-gedung tinggi di kejauhan ada raksasa biru berpendar.



Lebih tinggi sekepala dari gedung 30 tingkat. Figur langsing, biru tua berbayang sepertinya mengandung sejenis materi yang memungkinkannya untuk bersinar dari dalam. Karena terlalu gelap, aku tak dapat mempersepsikan guratannya, dan selain mata dan mulutnya, yang kelihatan agak gelap, wajahnya tampaknya tak memiliki corak lain.

Apaan tuh?

Raksasa itu perlahan mengangkat lengannya dan lalu mengayunkannya seperti kapak.

Gedung di sampingnya hancur terbelah; lalu bagaikan dalam gerak lambat, beton, kabel, dan serpihan yang membuat suara memekakkan jatuh ke permukaan tanah.

"Kami percaya ini adalah manifestasi kefrustasian Suzumiya-san. Acap kali konflik dalamnya mencapai batas tertentu, raksasa ini akan muncul dan menghancurkan semua di sekitarnya untuk meringankan tekanannya, tapi kami tidak bisa memperbolehkan makhluk ini berbuat semaunya di realitas kita, atau dia akan menyebabkan kehancuran luas. Itulah kenapa Dimensi Tertutup dibuat, jadi dia bisa melepaskan kehancurannya di dalam. Apakah itu masuk akal?"

Setiap saat raksasa biru berpendar mengayunkan lengannya, gedung-gedung teriris dua dan rubuh. Si raksasa kemudian lanjut ke depan, menginjak reruntuhannya. Yang mengherankan, aku hanya bisa mendengar suara gedung rubuh, tapi tidak langkah kaki raksasa itu.

"Menurut hukum fisika, seharusnya mustahil untuk raksasa seperti dia bisa berdiri, dikarenakan beratnya. Namun dia dapat bergerak bebas dalam kondisi tanpa berat. Walau menghancurkan sebuah gedung melibatkan perubahan dalam struktur molekulnya, peraturan tersebut sepertinya tidak berlaku untuknya. Bahkan tentara pun takkan bisa menghentikannya."

"Jadi kita cuman biarin dia semaunya?"

"Tidak, dan inilah kenapa saya eksis. Mohon lihat kesana."

Koizumi menunjuk ke arah raksasa itu. Aku melihat ke arah dia menunjuk dan menyadari sedikit titik merah bercahaya yang sebelumnya tiada, sekarang terbang mengelilingi si raksasa. Dibandingkan dengan raksasa besar biru, titik-titik merah itu seperti biji wijen. Total ada lima, tapi karena mereka terbang begitu cepat, mataku tak bisa mengikutinya. Seperti satelit, titik-titik merah itu mengorbit di sekeliling si raksasa seperti berusaha menghentikan raksasa itu melangkah lebih jauh lagi.

"Mereka rekan-rekan saya, yang, seperti saya, juga memperoleh kekuatannya dari Suzumiya-san, satria yang bertugas untuk memburu raksasa ini."

Dengan ahli titik-titik merah itu mengelak serangan lengan si raksasa sambil mengubah jalur terbangnya dengan tangkas dan menyerang badan raksasa itu. Badan raksasa itu sepertinya terbuat dari gas karena titik merah itu hanya terbang menembusnya.

Namun, raksasa tampaknya tak menyadari serangan titik-titik merah itu dan mengangkat lengannya untuk menghancurkan bangunan departemen store lain.

Sebagaimanapun titik-titik merah itu menyerang, raksasa itu sepertinya tak berhenti. Sinar-sinar merah seperti laser sekarang menembus badan si raksasa nonstop, tapi karena aku terlalu jauh, aku tak bisa memperkirakan jauhnya kerusakan yang telah ditahannya. Satu hal yang pasti: sinar-sinar merah itu tidak membuat lubang apapun di badan raksasa itu.

"Ya, saya pikir saya mesti bergabung dengan mereka sekarang."

Badan Koizumi mulai menyala merah, dan segera, badan menyalanya telah terselimuti dalam bulatan merah berpendar. Berdiri di depanku bukan lagi manusia, tetapi bola besar berpendar.

Mulai edan ini.

Seakan-akan memberi tanda, bulatan menyala itu mulai terangkat dan terbang langsung menuju raksasa itu dengan kecepatan luar biasa.

Karena para bulatan merah tak pernah berhenti terbang, tak bisa kutetapkan berapa totalnya, tapi seharusnya tak lebih dari sepuluh, termasuk Koizumi. Dengan berani mereka terbang ke badan raksasa itu, tapi yang bisa mereka lakukan hanyalah terbang menembusnya. Si raksasa hampir-hampir, kalaupun, terluka. Saat aku berpikir begitu, salah satu bola merah itu mendekati pergelangan si raksasa dan melingkarinya.

Saat selanjutnya, tangan si raksasa terpotong. Tangan tanpa tuan jatuh ke tanah dan mengeluarkan sinar mosaik, mulai jadi transparan, dan kemudian meluruh seperti salju mencair di bawah matahari. Kuduga asap biru yang keluar dari pergelangan terputusnya pastilah itu darahnya. Adegan di depan benar-benar hal fantasi.

Titik-titik merah itu tampaknya sudah mengganti gaya serangan untuk mengganyang raksasa itu. Mereka mendekati si raksasa seperti segerombolan kutu mengepung seekor anjing. Sinar merah mengiris wajah si raksasa, dan kepalanya jatuh ke bawah; setelah itu, bahunya juga turut jatuh, diikuti dengan badan bagian atas, meninggalkan bentuk yang aneh. Bagian yang jatuh mulai mengeluarkan sinar mosaik yang khas, lalu meluruh dan menghilang.

Karena raksasa itu berdiri diatas lahan tanah tanpa halangan di sekitar, aku bisa melihat seluruh prosesnya dari awal sampai akhir. Ketika badan bagian atas si raksasa jatuh, bagian badannya yang tersisa mulai meluruh, akhirnya larut menjadi manik-manik yang lebih kecil dari debu dan menyebar diantara reruntuhan.

Setelah titik merah yang melayang di atas telah yakin pekerjaannya sudah beres, mereka mulai terbang ke berbagai arah. Sebagian besar dari mereka langsung menghilang; hanya satu yang terbang ke arahku, akhirnya mendarat di atap komplek apartemen. Bola merah itu perlahan kehilangan sinarnya, dan akhirnya Koizumi berdiri di depanku, mengibaskan rambutnya sok-sokan dengan senyumnya yang biasa.

"Maafkan telah membuat anda menunggu."

Dia terdengar amat tenang, dan dia tidak terdengar kelelahan sama sekali.

"Akhirnya, saya ingin memperlihatkan anda sesuatu yang menarik."

Koizumi menunjuk ke arah langit. Setengah curiga kuangkat kepalaku, dan dalam langit abu-abu suram, aku melihatnya!

Tepat di atas raksasa itu pertama kali muncul ada retakan, seperti sebuah burung menetas yang berusaha memecahkan cangkangnya. Retakan itu mulai cepat menyebar seperti sarang laba-laba.

"Mengikuti kehancuran makhluk biru itu, Dimensi Tertutup juga akan hancur. Seperti pertunjukan sulap!"

Saat Koizumi menyelesaikan penjelasannya, retakan-retakan besar sekarang telah menyelimuti dunia di depan, seperti terselimuti dalam jaring metalik. Batas-batas jaring itu mulai sempit sampai mereka jadi sekecil garis-garis hitam melengkung. Lalu, pada saat ini, krak!

Sebenarnya, aku tak mendengar suara apapun. Itu hanyalah otakku berusaha mensimulasikan suara retakan gelas. Sinar menembus salah satu titik di langit, dan kemudian menyebar ke segala arah dalam bulatan. Kurasakan sinar menghujani ke bawah. Tidak, itu bukan kata yang tepat: ini lebih seperti pembukaan atap stadion Tokyo Dome yang bisa ditarik, semuanya dalam beberapa detik. Bedanya atap ini menutupi semua gedung di bawahnya.

Riuh bising kesibukan mulai bergemuruh di gendang telingaku, dan reflek kututup telingaku. Tapi itu karena aku telah berada di dunia sunyi agak lama dan tidak bisa beradaptasi dengan cepat. Ketika kudengar lagi dengan hati-hati, itu adalah bising kesibukan yang biasanya ada di jalan-jalan.

Dunia kembali ke keadaan aslinya.

Tak ada bangunan runtuh, tak ada langit abu-abu, dan tak ada bola berpendar merah terbang menembus udara. Jalanan penuh dengan kendaraan dan orang-orang. Sinar oranye yang dikenal bisa terlihat di antara celah bangunan. Dunia seakan-akan bersyukur akan jamuan kehangatan itu dan meninggalkan bayangan panjang.

Angin sepoi-sepoi berhembus lembut.


"Sekarang, apakah sudah jelas?"

Koizumi menanyakanku saat kami menaiki taksi, yang sepertinya berhenti secara ajaib di depan kami setelah kami meninggalkan blok apartemen. Ketika kulihat, aku sadar kalau supirnya sama seperti yang sebelumnya.

"Gue masih ga paham." jawabku sebenar-benarnya.

"Sudah saya duga anda akan berkata begitu." Koizumi tertawa, "Makhluk biru itu, kami menyebutnya Avatar, tapi, seperti yang telah saya katakan kepada anda sebelumnya, mereka amat terkait dengan keadaan mental Suzumiya-san. Kami juga sama, tentu saja. Saat Dimensi Tertutup muncul, setelah para Avatar mulai bergerak, kami akan dapat menggunakan kekuatan kami. Kami hanya dapat menggunakan kekuatan itu dalam Dimensi Tertutup; saat ini, saya tak punya kekuatan."

Diam-diam kulirik punggung supir.

"Saya tidak tahu mengapa hanya kami saja yang punya kekuatan seperti itu, tapi saya pikir ini tiada kaitannya dengan identitas kami. Seperti memenangkan lotere: walau kemungkinannya kecil, pasti ada seseorang yang menang. Saya kebetulan salah seorang yang tertusuk tombak nyasar."

"Sungguh sial saya ini!" Koizumi tersenyum paksa. Aku tetap diam karena tidak tahu apa yang sebaiknya kukatakan.

"Kami tak dapat membiarkan para Avatar bergerak bebas. Kenapa begitu? Karena semakin banyak Avatar merusak, semakin luas bulatan Dimensi Tertutup akan tumbuh. Yang barusan anda lihat adalah yang lebih kecil. Kalau kami biarkan tanpa diurus, mereka akan terus tumbuh sampai menyelimuti seluruh negeri, bahkan seluruh dunia, dan akhirnya, dunia abu-abu alternatif itu akan sepenuhnya menggantikan dunia yang kita tinggali ini."

Akhirnya kubuka mulutku.

"Kok bisa loe tahu banyak?"

"Sudah saya bilang, saya tahu begitu saja, tidak bisa dijelaskan. Semuanya yang berasosiasi dalam 'Organisasi' juga sama. Suatu hari mereka tiba-tiba tahu semuanya tentang Suzumiya-san dan bagaimana dia bisa mempengaruhi dunia ini, juga menyadari bahwa karena sekarang mereka memiliki kekuatan supernatural, mereka tidak dapat membiarkan begitu saja Dimensi Tertutup terus tak tersentuh. Ketika orang normal mengetahui hal seperti ini, biasanya mereka ingin lihat apakah mereka bisa memberi bantuan. Jika kami tidak melakukan apapun, dunia yang kita tahu pasti akan dihancurkan."

"Dan itu akan merepotkan." Koizumi jatuh terdiam setelah menggumamkan kata-kata ini.

Sebelum aku sampai ke rumah, kami hanya diam melihat pemandangan di luar jendela.

Mobil berhenti, dan saat aku melangkah keluar, dia bicara lagi,

"Mohon beri perhatian pada tindakan-tindakan Suzumiya-san. Keadaan mental yang seharusnya stabil sekarang mulai menampakkan tanda-tanda perubahan drastis. Sudah agak lama semenjak sesuatu yang seperti sekarang terjadi."

Kalaupun gue emang ngamatin dia, dia toh bakalan tetap jadi kayak gitu, kan?

"Jujur saja, saya juga tidak tahu. Tapi saya dapati adalah ide bagus untuk menyerahkan semuanya kepada anda, karena beberapa rekanku cenderung berpikir tentang sesuatu dalam cara yang terlalu rumit."

Sebelum aku bisa menjawab, Koizumi menarik kepalanya kembali ke dalam pintu yang terbuka dan menutupnya. Saat aku mengamati taksi hantu legendaris berjalan ke kejauhan, aku tiba-tiba merasa amat bodoh, jadi aku mulai melangkah kembali ke rumah.


Balik ke Bab 5 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 7