Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid4 Bab04

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 4



Aku yakin semua orang yang sudah mengalaminya bakal tahu bagaimana ngerinya berjalan sendirian di sekolah waktu gelap.

Kugantungkan jaketku di pundakku dan berjalan pelan keluar dari ruang klub. Seperti ninja, kucoba untuk tak bersuara waktu menuruni tangga. Setiap kali aku sampai di sudut, aku selalu melihat sekelilingku sebelum jalan lebih jauh. Benar-benar capek! Aku tidak tahu tanggal berapa sekarang di SMA North ini, tapi bakalan repot kalau kelihatan sama guru tugas-jaga. Aku takkan bisa menjelaskan semuanya ini -- bahkan sebetulnya, malahan aku pengin seseorang menjelaskan semuanya kepadaku!

Aku jalan berkeringat di bawah udara lembab dan akhirnya mencapai aula depan.

"Nah, ada apa di sini..."

Setelah berkata itu, kubuka loker sepatuku. Di dalam ada sepatu indoor punya orang lain -- aku yakin sekali sepatu ini bukan punyaku. Cepat-cepat kueliminasi kemungkinan seseorang membuka loker yang salah dan salah mengambil sepatuku. Sekarang ini di tengah-tengah musim panas, berarti aku sekali lagi lompat ke dimensi berbeda -- hebat juga aku punya imajinasi seperti itu. Pemilik loker sepatu ini bukan aku, tapi seseorang dari dunia atau dimensi ini. Aku tidak terlalu terkejut seperti yang kuharapkan, entah karena aku sudah terbiasa, atau karena aku sudah mati rasa dengan kejadian-kejadian luar biasa.

"Mau gimana lagi."

Jelas tidak akan terlihat bagus mengenakan sepatu indoor di luar, tapi aku tak punya pilihan lain. Prioritasku adalah meninggalkan komplek sekolah. Sudah diduga, pintu masuk terkunci rapat saat malam. Jadi aku berjalan ke jendela terdekat, membuka kuncinya dan hati-hati membukanya. Pelan-pelan kuhirup semerbak angin sepoi-sepoi malam dan melompat keluar jendela dan ke jalan berbatu, dimana Haruhi membangunkanku waktu kami berada di Dimensi Tertutup.

Aku berhenti sekitar sepuluh detik. Setelah memastikan tidak ada yang melihatku, aku lanjut berjalan.

Sama juga panasnya di luar komplek sekolah. Panas khas musim panas Jepang yang lembab. Aku baru datang dari musim dingin membeku, jadi semua kelenjar keringatku membuka gila-gilaan. Kuseka keringat dari wajahku dengan kemeja lengan panjangku dan bergerak menuju gerbang.

Jadi gampang setelah di luar. Aku harus berterimakasih pada ketiadaan penjaga -- yang kulakukan hanya memanjat pagar dan beres. Setelah memanjat, aku memungut jaketku yang tadi sudah kulempar keluar sebelumnya, dan melihat langit berbintang sambil merenungkan apa yang selanjutnya kulakukan.

Sekarang ini, gue perlu tau tanggal dan jam berapa sekarang. Lagipula, ada perbedaan waktu besar antara masa lalu dan masa depan.

Mungkin turun bukit dulu. Ntar seharusnya lewat toko kelontong. Kalau aku mendekati penduduk setempat dan bertanya, "Tahun dan bulan apa ya hari ini?" Mungkin aku akan diperlakukan sebagai anak SMA gila dan ditangkap oleh pihak berwajib. Sebaiknya pergi ke suatu tempat dimana aku bisa mengetahui tanggal tanpa bertanya pada seseorang.

"Duh, masih aja kepanasan..."

Aku sudah kepanasan sewaktu pakai seragam musim dinginku, tapi sekarang bahkan celanaku pun lengket ke kakiku oleh keringat. Pada saat itu, aku benar-benar membenci penemu serat sintetik ini. Belum lagi seragam musim dinginnya ga bener-bener bikin anget di musim dingin; cuman didesain biar keliatan bagus.

Fakta bahwa aku mengomel tentang hal diatas berarti otakku sudah mulai bekerja dengan baik kembali. Daripada membeku di musim dingin menunggu musim semi datang, lebih baik aku mengeluh soal panasnya musim panas sambil mengipaskan kipas. Lagipula, terlalu banyak kenangan tentang musim panas pertama SMA, walau sangat melelahkan jasmani dan rohani, namun setelah aku melewatinya, tak terlalu buruk juga. Paling tidak aku melihat Asahina-san memakai pakaian renang. Kukira kami belum melakukan aktifitas bergaya Brigade SOS di musim dingin sejauh ini.

Pikiranku dipenuhi dengan rasa hotpot yang kurindukan sewaktu aku menuruni landaian. Setelah limabelas menit, akhirnya aku melihat titik terang. Itu adalah toko kelontong yang kadang-kadang aku kesana jadi aku bisa makan sambil pulang ke rumah. Paling tidak aku tahu satu hal, sekarang adalah waktu sebelum toko itu tutup.

Aku tak bisa menunggu pintu otomatis terbuka, dan melihat ke sekeliling setelah aku masuk. Perlu beberapa saat untuk membiasakan kesegaran AC. Saat ini, aku melihat sepenuh hati pada jam analog yang tergantung di dinding.

Setengah sembilan.

Karena matahari sudah tenggelam, sudah seharusnya jam setengah sembilan waktu malam.

Tanggal berapa? Tahun apa? Banyak jenis koran di rak. Apapun jadi. Dengan acak kuambil harian olahraga di depan dan membaca cepat isinya. Ga masalah apa isinya; bahkan kalau pun itu imajinasi liar racikan tabloid kelas tiga, mereka pastinya ga bakalan malsuin tanggal di halaman depan juga, ya ngga?

Pandanganku terhenti di suatu titik, dan aku melihatnya.

Barisan nomor, yang beberapa orang akan menganggapnya hoki, memasuki penglihatanku.

Tahun berapa? Seakan-akan aku mencoba menelan koran itu, dengan hati-hati kukonfirmasi tahun tercetak di atas. Penjaga toko melirik sekilas kepadaku terlihat terganggu, tapi aku tidak perduli sedikitpun sekarang.

Kutatap nomor empat digit lagi dan lagi. Bila kukurangi dari tahun aku datang -- dimana masih mengalami Desember dingin -- ke tahun di harian olahraga ini... bahkan anak kecil pun akan tahu jawaban dari pertanyaan matematika sesederhana ini.

"Jadi gitu ya, Nagato..."

Kuangkat kepalaku dari koran dan mendesah dalam-dalam sewaktu aku melihat langit-langit.

Festival Tanabata romantis yang menyenangkan.


Hari ini tanggal 7 Juli tiga tahun lalu.


Tanabata, tiga tahun lalu... Emangnya ada apaan sih hari ini?

Tanabata "tahun ini" seperti rapsodi; setelah menulis permintaan kami dan menggantungnya di tongkat bambu, aku menerima ajakan Asahina-san dan menjelajah ke masa lalu ke ini hari. Setelah itu, aku bertemu dengan Asahina-san versi dewasa, yang mendorongku untuk pergi ke SMP East malam itu juga. Dan kemudian, aku bertemu dengan Haruhi kelas-satu-SMP yang mau memanjat pagar dan diseret olehnya untuk membantunya menulis pesan ke angkasa luar di lapangan lari sekolah dengan kapur putih.

Sesudah itu, aku membawa Asahina-san (kecil), yang kehilangan alat penjelajah-waktunya bernama TPDD, ke apartemen mewah Nagato, dan disana kami berdua tidur selama tiga tahun, memungkinkan kami kembali ke tempat kami berasal...

"Berarti..."

Ini lebih gampang dari soal matimatika dasar. Yang perlu gue lakuin cuman ngikutin apa yang udah gue lakuin waktu itu. Itu aja, gue dah dapat intinya, langkah esensial yang diperlukan biar bisa ngembaliin dunia sinting ini jadi biasanya.

Emang harus gitu, kan?

Kakiku bergetar hebat, bukan karena takut tapi lebih ke sensasi menegangkan karena menyadari bahwa sesuatu yang sangat penting perlu dibereskan.

Tiga tahun lalu. Tanabata. SMP East. Tanda misterius. John Smith.

Sewaktu potongan-potongan yang tak berhubungan mulai tersusun, akhirnya aku sampai ke kesimpulan. Kesimpulan yang simpel namun jelas, kukatakan kalimat yang sama sekali lagi,

"Berarti..."

"Mereka" ada "disini".

Asahina-san (besar) yang penuh pesona nan menggiurkan dan Nagato Yuki di mode tunggu.

Dua orang yang bisa menolongku ada disini di periode waktu ini.



Kulempar korannya dan berlari keluar toko kelontong, berpikir sambil berlari.

Aku ingat saat pertama kali ketika aku pergi ke tiga tahun lalu, yang mana itu sekarang, Asahina-san membangunkan aku di bangku taman dekat Stasiun Kouyouen dan memberitahuku, "Sekitar jam sembilan malam". Kalau aku lari setengah jam, aku bisa sampai ke sana tepat waktu. Masalahnya hanyalah apakah si pelaku juga merubah periode waktu ini. Kalau memang ada perubahan, maka aku tidak akan menemukan diriku yang lain disana. Apapun itu, aku harus bertemu dengan Asahina-san (besar) atau Nagato di apartemen mewahnya, atau aku bisa bertemu mereka berdua. Berarti ada dua tempat aku harus pergi, pertanyaannya kemana dulu.

Nagato akan ada di apartemennya sepanjang waktu, jadi aku bisa bertemu dengannya kapan saja, tapi aku hanya bisa menemukan Asahina-san (besar) di waktu dan tempat yang spesifik.

Berdandan seperti guru, Asahina-san dewasa ini adalah orang yang memberiku petunjuk soal Putri Salju dan langsung pergi, berasal dari masa depan yang lebih jauh lagi dari Asahina-san yang kukenal. Gambaran dia mencubit-cubit wajah-lebih-mudanya dan tersenyum riang masih segar di ingatanku.

Asahina-san mesti tahu siapa aku, harusnya tak ada diragukan lagi.



Walau tamannya tidak terlalu jauh dari stasiun, hampir tidak ada orang disana. Mungkin karena sudah malam sekarang; waktu ideal buat semua tipe peran yang mencurigakan untuk muncul. Apa ini tanah keramat buat orang aneh pikirku... aku berpikir hal yang sama ketika pertama kali kemari waktu kunjungan Tanabata terakhir.

Lagi tak ingin masuk terang-terangan, jadi aku harus jalan sepanjang dinding bata taman di kegelapan. Walau disebut dinding, itu hanya setinggi pinggangku, sementara diatasnya ada kawat besar berduri, dan dikelilingi oleh macam-macam semak. Sangat mudah bersembunyi tanpa terlihat oleh siapapun di waktu siang, apalagi malam, walau aku perlu hati-hati kalau-kalau ada pejalan kaki di luar sana memberiku pandangan aneh dari belakang punggungku.

Kuingat-ingat posisi bangku dimana aku terbangun waktu itu dan pelan-pelan bergerak menyusuri dinding untuk mencari tempat bersembunyi yang ideal.

Hampir jam sembilan malam.

Kukira yang kulakukan ini bisa disebut voyeurism. Setelah menyembulkan leherku diantara semak-semak, aku akhirnya melihat apa yang ingin kulihat.

"...Itu dia."

Aku merasa menonton diriku membintangi film. Juga merasa seperti melihat diriku dari cara pandang orang-ketiga di dunia mimpi.

"Tapi gimana bisa gue jelasin ini..."

Bangkunya terlihat di bawah sinar lampu, seolah-olah sedang dihujani cahaya terang. Walau sedikit jauh, aku tak bisa salah, kedua orang di bangku mengenakan seragam SMA North. Sama seperti yang kuingat.

Masa lalu diriku dan Asahina-san sedang duduk disana.

"Aku" yang lain sedang berbaring horizontal, mengistirahatkan kepalanya di pangkuan Asahina-san sambil tidur. Aku bohong kalau aku bilang aku tak memimpikan apapun yang pantas bikin ngiler. Kalau seseorang tak bermimpi indah menggunakan bantal paling berharga di dunia, maka tidaklah mungkin dia bisa tidur dengan damai.

Digunakan sebagai bantal, Asahina-san sekali-kali melihatku yang sedang tidur di pangkuannya, atau berhembus lembut di telingaku, atau memainkannya. Sial, gue jadi iri... Eh tunggu, bentar, kenapa gue bisa cemburu sama diri gue sendiri, ya?

Sejenak, aku ingin sekali mendorong "aku" yang lain dan menggantikan tempatnya, tapi pada akhirnya aku memutuskan untuk menekan hasrat itu. "Aku" di waktu ini tidak melihat dirinya yang lain pada waktu itu. Kalau aku buru-buru keluar, masalahnya bakal jadi makin rumit... kan? Rangkaian ruang-waktu sudah kacau; hal terakhir yang kuinginkan yaitu lebih mengacaukannya lagi.

Menahan hasrat impulsif tak rasionalku, aku melanjutkan peranku sebagai Tom si Pengintip. Makin kupikirkan, makin bangga aku pada diriku karena bisa mengendalikan ketenangan diri di saat ganjil seperti ini.

Di bawah pikiran seperti itu aku melanjutkan observasi. Asahina-san menggerakkan bibir merah cerinya dan mengatakan sesuatu; tidur di pangkuannya, "Aku" bergerak sedikit dan lalu pelan-pelan bangun. Aku tidak bisa mendengar apapun dari tempatku bersembunyi, tapi aku ingat jelas yang Asahina-san katakan, "Oh, sudah bangun?"

Setelah ngobrol sebentar dengan Asahina-san, dia lalu merasa letih dan mengistirahatkan kepalanya di pundak"ku"...

Semak di belakang bangku bergerak-gerak, dan orang itu muncul.

Mengenakan blus lengan-panjang dan rok mini biru, tidak mungkin kulupakan pakaian guru itu.

Tepat sebelum bulan Mei berakhir, dia menulis surat memintaku menemuinya, dan memberikanku petunjuk tentang Putri Salju. Dia bahkan memberitahuku soal tanda lahir berbentuk bintangnya juga. Dan lalu di hari ini, saat Tanabata, dia menidurkan Asahina-san (kecil), kemudian memanduku kemana Haruhi berada sebelum menghilang...

Asahina-san versi dewasa.

Tinggi dan badannya sudah tumbuh beberapa tahun, datang dari masa depan yang lebih jauh dari Asahina-san sang penjelajah waktu, tiada lain tiada bukan adalah Asahina-san (besar).

Seperti waktu itu.

Memang benar, aku ada disana saat Tanabata tiga tahun lalu, namun yang terjadi persis sama dengan yang kuingat.

Setelah berbicara dengan"ku" sebentar, Asahina-san (besar) berlutut untuk mencubit wajah Asahina-san (kecil) dan mengelus-elus tubuhnya, lalu dia berdiri untuk mengatakan sesuatu kepada"ku" lagi.

Adalah misinya untuk membawamu ke sini, namun dari sini kedepannya, misiku lah untuk memandumu.

Mm... Apa yang...

Mungkin itu yang sedang dikatakan.

Setelah menjelaskan semuanya ke "aku" yang berahang terbuka, Asahina-san (besar) lalu berjalan dan menghilang dari sinar lampu jalan. Baru sekarang kusadari kalau dia menuju ke pintu keluar yang berlawanan arah dengan yang menuju ke SMP East.

"Aku" masih terkagum-kagum, menatap Asahina-san (kecil) yang tertidur dan berpikir tentang sesuatu. Aku ingin mengingat apa yang "ku"pikirkan saat itu, tapi kubuang usaha menjalani Jalur Ingatan beberapa detik kemudian, karena aku tidak ingin kehilangan jejak Asahina-san (besar).

Aku berlari keluar semak-semak dimana aku bersembunyi dan berjalan cepat di sepanjang pinggiran taman. Tak perlu lagi menyembunyikan keberadaanku, karena waktu aku adalah "aku", "aku" tak melihatku. Waktu itu, perhatian"ku" tidak terpaku padaku yang datang dari periode waktu yang lain, tidak pula "ku"sadari kalau ada aku yang lain di periode waktu ini. Masuk diakal, karena "aku" di masa lalu takkan pernah menyadari akan sebagaimana kacaunya rangkaian ruang-waktu di periode waktuku. Tak ada waktu untuk lebih memperhatikan"ku", yang terlalu sibuk mengendong Asahina-san di punggungnya untuk dikhawatirkan tentang hal-hal lain. Kuputuskan untuk pergi.

Setelah melewati tikungan aku melihatnya sekitar seratus meter jauhnya. Dia berjalan membelakangiku. Suara ketukan sepatu hak tingginya terdengar berirama. Dia sepertinya tidak buru-buru -- cocok sekali denganku yang buru-buru ingin menemuinya. Kalau aku kehilangan dia sekarang, maka aku benar-benar tidak tahu kenapa susah-susah datang ke sini.

Berjalan lebih cepat, kuperpendek jarakku dengannya. Dibawah penerangan redup malam, tungkai panjang dan rambutnya yang mengalir terlihat berkelip redup dalam cahaya. Walau aku hanya bisa melihat punggungnya, aku yakin itu dia.

Tak lama kemudian kususul dia dan memanggilnya,

"Asahina-san!"

Dia berhenti. Suara lembut sepatu hak-tingginya mengetuk tanah berhenti. Rambut lembut berwarna coklat di punggungnya bergoncang. Seolah-olah berada dalam gerak lambat, sedikit demi sedikit dia berputar.

Apa ya yang bakal dia bilang.

Lho? Bukannya kita tadi berpisah barusan?

Apa kamu mengikuti saya sampai ke sini? Ga boleh itu.

Hei, saya yang lain mana?

Pada akhirnya, bukan kalimat-kalimat diatas.

"Selamat malam, Kyon-kun."

Dengan wajah cantik yang persis seperti yang kuingat, dia menyapaku dengan senyum berseri-seri.

Dengan wajah cantik yang persis seperti yang kuingat, dia menyapaku dengan senyum berseri-seri.

"Dah lama ga ketemu. Bagi'mu', tentunya."

Asahina-san dewasa berkedip sebelah mata setelah mengatakan itu. Itu memang senyuman yang terakhir kulihat lima bulan lalu.

Dengan ekspresi lega anak-anak, Asahina-san (besar) berkata,

"Untunglah, kita bertemu lagi disini. Sebenarnya saya sedikit khawatir kalo-kalo saya berbuat kesalahan,"

"Saya masih agak ceroboh," Kata Asahina-san dan lalu dengan imutnya menjulurkan lidahnya. Tadi itu adalah gerakan mempesona yang cukup melembutkan tulang di dalam tubuh seseorang. Tapi kalau aku luluh jadi setumpuk tanah sekarang, maka aku akan kehilangan segalanya.

Asahina-san ini tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya.

Berusaha keras mengontrol lidahku, yang sepertinya punya pikiran sendiri, aku berkata,

"Asahina-san, jadi kau tau kalo aku bakal datang ke sini.... Kau tahu aku bakalan balik ke waktu ini, dan di tempat ini, kan?"

"Iyah," Asahina-san menganggukkan kepalanya, "Karena ini peristiwa yang ditentukan sebelumnya,"

"Di hari Tanabata itu, Asahina-san kecil ngebawa aku ke Tanabata tiga tahun lalu... yaitu hari ini. Kamu pasti yang ngatur biar dia ngebawaku kesini, kan?"

"Iya, itu prasyarat. Kalau engga, kamu ga akan disini sekarang,"

Kalau aku tidak pergi ke SMP East dan menggambar grafiti tersebut, aku tidak akan memberitahu Haruhi kelas-satu-SMP sekarang kalau namaku adalah "John Smith". Tentu saja, berarti Haruhi si anak kelas satu Sekolah Kouyouen tidak akan pernah mendengar nama tersebut. Dengan kata lain, aku takkan menemukan hubungannya. Karena selain nama itu, takkan ada hubungan sesuatu apapun antara aku dan Haruhi itu yang bersamaku beberapa jam lalu. Hasilnya, kami berlima tidak akan berkumpul di ruang klub, dan Program Keluar takkan diaktifkan.

Pada saat ini, sebuah pertanyaan muncul di benakku. John Smith yang lain itu...... Masa sih!?

"Itu kamu, Kyon-kun. Kamu yang sekarang,"

Asahina-san (besar) memberiku senyuman yang secantik mawar putih.

"Sedikit capek ngobrol sambil berdiri, cari tempat buat duduk yuk. Kita masih punya waktu,"

Kekuatan senyuman dan kata-katanya cukup untuk menghalau kegelisahan dan kebingungan dalam diriku.

Kalau Asahina-san (besar) ada disini, berarti masa depan masih ada. Bukan masa depan kacau setelah 18 Desember, tapi masa depan dimana aku dan Haruhi dan Asahina-san yang kukenal berasal.

Pasti ada jalan.

Kuraih rasa percaya diri yang membuatku merasa lega. Seperti meningkatkan rasa percaya diri itu, dia melanjutkan,

"Mulai sekarang, mandu kamu adalah misiku. Tapi abis itu, kamu sendirian. Saya hanya akan ngikutin kamu aja kalo gitu,"

Dia lalu memberiku kedipan mata yang cukup membuat lemas lututku.



Kami kembali ke taman dan duduk di bangku dimana Asahina-san (kecil) dan "aku" duduk beberapa waktu lalu. Sebelum duduk, Asahina-san (besar) terlihat seolah-olah dia menyentuh peninggalan nenek moyang kuno saat dia mengelus lembut bangku taman itu. Pelan-pelan aku duduk terlihat serius juga. Bangkunya masih hangat, kehangatan dari tubuhku dan Asahina-san yang lima bulan lalu menjelajah waktu ke tiga tahun lalu.

Aku cepat-cepat bertanya,

"Apa sesuatu terjadi sama aliran waktu? Aku tau kalo di periode waktu asalku terhubung dengan Tanabata ini. Kalo ga gitu, aku ga bakalan datang kesini. Terus, Asahina-san...... Bukannya itu berarti ga ada hubungan antara masa depan kamu dan masa depanku yang kerubah?"

"Saya ga bisa bilang detailnya,"

Udah kuduga, mesti salah satu dari informasi rahasia itu, kan?

"Bukan,"

Asahina-san (besar) menggelengkan kepalanya,

"Saya ga bisa ngejelasin dengan cara yang kamu ngerti. Teori STC kami terdiri atas konsep spesifik. Terlalu sulit buat diomongin biar kamu ngerti. Masih ingat pas saya ngasih tau kamu identitas diriku yang sebenarnya?

Tentu aja, duduk di pinggir sungai dengan bunga sakura berguguran, kudengarkan Asahina-san, yang tadinya selalu kuanggap hanya sebagai senior manis, buka-bukaan soal kebenaran yang mengejutkan tentang dirinya itu penjelajah waktu.

"Waktu itu, bukannya saya bilang sesuatu yang sulit kau mengerti? Itu maksudnya. Kalau saya jelasin, hanya bikin kamu makin bingung,"

Asahina-san (besar) dengan lembut mengetok sisi kepalanya sambil berkedip dengan waktu bersamaan. Apapun hal kecil yang dia lakukan itu benar-benar seksi.

"Konsep ini ga bisa dijelasin dengan omongan, hanya bisa dijelasin dengan cara lain. Kamu ngerti?"

Engga. Seperti mencoba mengajarkan kalkulus pada anak TK, Asahina-san terus menjelaskan kepadaku, yang mulai terlihat pusing,

"Um, tapi, ntar juga kamu bakal ngerti. Iya. Itu aja yang bisa kujelasin sekarang,"

Ntar juga kamu bakal ngerti. Dimana ya gue pernah dengar ini sebelumnya? Ah iya, Nagato. Nagato juga pernah bilang itu sebelumnya..... Engga, bentar.

Kilasan inspirasi terpicu oleh sinapsis di otakku saat aku memberi reaksi berikut,

"Sebelum liburan musim panas...... Yang Nagato omongin pas kejadian kamadouma raksasa...... Soal komputer di masa depan ga kayak sekarang, apa itu..."

"Wow, hebat banget. Kamu masih ingat itu? Bener, barang yang bisa disamakan dengan komputer atau internet di periode waktu ini, um...... Tidak berbentuk materi di periode waktuku, tapi eksis tak berbentuk di dalam otak kami. TPDD juga sama,"

Barang yang tidak seharusnya hilang tapi malah hilang.

"Itu alat menjelajah waktu?"

"Time Plane Destruction Device,"

Bukannya itu informasi rahasia!?

"Yah, tadinya sih emang rahasia bagiku dulu. Tapi untukku sekarang, aturannya dilonggarkan banyak banget. Bukti kalo saya ada disini berarti saya udah kerja keras,"

Dengan bangga Asahina-san membusungkan dadanya, kancing blusnya hampir-hampir terlepas. Proporsi tubuh yang tak masuk akal muncul di depan mataku, biasanya aku terpaku pada pemandangan indah seperti itu, tapi sayangnya, lagi tidak mood memuaskan nafsu mataku dengan pemandangan seperti itu. Aku lanjut bertanya,

"Apa sih penyebabnya? Aku tahu masa depan asalku udah berubah, tapi kapan berubahnya?"

"Buat detailnya mendingan tanya Nagato-san di periode waktu ini aja. Saya hanya bisa bilang satu hal: perubahan di bidang waktu asalmu mulai berubah tiga tahun dari 'sekarang', pada pagi hari tanggal 18 Desember,"

Buatku sih, berarti dua hari lalu. Jadi bidang waktunya toh yang berubah? Kalau gitu...... Sekali lagi kuingat-ingat dua kemungkinan yang Koizumi bilang. Ternyata teori dunia berubah yang benar.

"Benar. Dalam semalam, file STC...... maksudku, seluruh dunia berubah. Hanya ingatanmu yang tetap utuh. Sebuah gempa-waktu yang bisa dideteksi bahkan jauh di masa depan,"

Bukannya aku tak tertarik sama apa STC atau gempa-waktu itu, hanya saja aku tak punya waktu buat menggali hal-hal yang tak ada hubungannya, karena aku punya pertanyaan yang lebih mendesak untuk ditanyakan,

"Asahina-san, apa karena kamu pengen ngeberesin perubahan gede ini di masa depan yang bahkan akupun ikut keseret yang makanya kamu nunggu disini?"

"Saya ga bisa ngeberesin ini sendirian," Wajahnya mulai suram, "Saya butuh bantuan Nagato-san. Tentu aja, butuh bantuan Kyon-kun juga,"

"Siapa sih pelakunya? Aku cuman bisa mikir ini gara-gara si Haruhi aja,"

"Bukan,"

Asahina-san menarik kembali senyumannya dan berkata serius,

"Bukan Suzumiya-san. Pelakunya orang lain,"

"Apa itu orang baru yang blom diketahui? Kayak slider dari dunia lain yang belum ketemu denganku ato sesuatu kayak......"

"Bukan,"

Menginterupsiku, Asahina-san tiba-tiba terlihat cemas sewaktu dia berkata,

"Seseorang yang sangat kau kenal,"



Setelah melihat jamnya, Asahina-san (besar) bilang kalau masih ada waktu dan mulai mengenang masa-masanya dengan Brigade SOS. Bagiku, kenangan tersebut terjadi tahun ini, namun baginya terjadi beberapa tahun lalu. Diseret oleh Haruhi ke ruang klub, dipaksa memakai pakaian Bunny Girl, membuat permohonan di Tanabata, mendapati misteri pembunuhan di pulau terpencil, mengenakan yukata di festival O-bon, kumpul-kumpul anggota Brigade SOS buat mengerjakan PR musim panas, kejadian-kejadian di lokasi saat merekam film... Saat kenanganku perlahan mulai berkobar, suara Asahina-san (besar) mulai melambat dan melambat.

Aku kepengin sekali tahu bagaimana masa depanku nanti, dan menunggu mulutnya mangkir. Tapi Asahina-san sangat berhati-hati soal itu, dan menetapkan topik pembicaraannya terbatas hanya ke obrolan ngalor-ngidul.

"Mungkin emang berat, tapi kenangan-kenangan itu indah banget."

Setelah memaklumatkan kesimpulannya, Asahina-san tetap diam dan menatapku dalam diam.

Tadinya aku berpikir tentang apa yang harus kukomentari saat sesuatu yang lembut nan hangat mendarat di pundakku. Sesuatu itu adalah kepala Asahina-san. Apa maksud di belakang tindakannya ini? Berat tubuhnya bersandar kepadaku itu berharga emas - wangi-wangian dan rasa berat menstimulasi syarafku dan memicu pikiran-pikiran liar di dalam otakku, aku benar-benar tidak bisa berpikir lurus. Apa sih yang ingin dia sampein dengan aroma baju blusnya? Apa dia nyoba ngerasain sesuatu dari gue? Menutup matanya dan menyandarkan mukanya pada pundakku, Asahina-san tidak berkata apapun, tapi aku bisa merasakan bibir merah-cerinya bergerak. Dia kayaknya berbisik soal sesuatu, apa itu ya?

Jangan-jangan...... Aku mulai melayang-layang dalam dunia fantasi lagi. Apa Asahina-san ini ketiduran juga, cuman biar Asahina-san lain bisa muncul dan ngomong sesuatu yang bikin bingung lagi ke gue? Dan jadinya gue terus disini selamanya ketemu sama Asahina-san-Asahina-san dari berbagai periode waktu...... Sial, pikiran gue mulai kecampur-campur kayak cucian di mesin cuci, muter-muter di lingkaran yang sama. Apaan juga yang gue pikirin!? Ada yang mau repot-repot ngasi tau gue!?

Asahina-san (besar) bersandar padaku kira-kira semenit selanjutnya.

"Hee hee."

Seolah-olah bisa membaca pikiranku, dia tersenyum dan berkata,

"Hampir waktunya. Pergi yuk."

Dia berdiri seakan-akan tiada yang terjadi, walau sayang juga sih, tiada pilihan bagiku kecuali kembali sadar. Dia bener, waktunya pergi. Um...... Pergi kemana kita ya?

Tujuan kedua.

Waktu menunjukan jam 10 malam di jam Asahina-san, waktu pada saat "aku" sudah menyelesaikan peranku sebagai jongos Haruhi si anak kelas satu SMP dan selesai menggambar grafiti di lapangan lari SMP East. Waktu ketika "aku" menggenggam tangan Asahina-san yang terisak saat kami memasuki apartemen Nagato. Waktu ketika waktu membeku bagi"ku".

Waktunya mengunjungi Nagato lagi.

"Sebelum itu,"

Asahina-san memberikan senyum yang mendebarkan dan bergemerlapan dan berkata,

"Bukannya ada hal lain yang perlu kamu lakuin dulu?"



Setelah berjalan dekat dari taman, aku tiba di area pemukiman.

Mengikuti arahan Asahina-san, aku berbelok ke sebuah gang.

Di depan sepanjang jalanan gelap ada sosok mungil berlari seperti angin. Dengan sepasang lengan dan kaki kecil yang menyembul dari kaos T-shirt lengan-pendek dan celana pendek, dia bergerak menjauh dan semakin menjauh mengibarkan rambutnya.

"Hei!"

Si sosok mungil berbaju T-shirt dan celana pendek itu pelan-pelan memutar kepalanya. Setelah memastikan dia melihatku, kutangkupkan mulutku dengan tanganku dan berteriak tak setengah-setengah,

"Tolong titip si John Smith yang bakalan mengguncang dunia!"

Sesudah melihat sekilas kepadaku, si anak kelas satu SMP berbalik terlihat jengkel karena suatu alasan dan berlari kedepan.

Dia mungkin berpikir dia toh bakalan ketemu aku kalau dia pergi ke SMA North, jadi dia berbalik tanpa ragu. Melihat pada rambut hitam setengah-panjang itu, dengan pelan kutambahkan,

"Tolong diinget ya, Haruhi. Loe harus inget nama John Smith......"

Aku berdoa dalam hati kepada si Haruhi anak 12 tahun, yang mungkin akan terus jadi nakal di SMP East di waktu yang akan datang.

Tolong jangan lupa ya kalo gue dulu ada disini.



Aku tahu jalan ke apartemen kelas atas seperti tahu punggung tanganku sendiri, jadi bisa saja aku jalan ke sana dengan mata tertutup. Jalan di depan Asahina-san (besar), kuangkat kepalaku untuk melihat bangunan yang baru saja kukunjungi kira-kira duapuluh jam lalu. Walau kami masih di luar, Asahina-san (besar) sudah menyembunyikan sosok eloknya dan berdiri di belakangku.

"......Kyon-kun, saya punya permintaan."

Melihat bagaimana dia memohon padaku, tak ada alasan bagiku untuk menolaknya. Apapun periode waktu Asahina-san berasal, aku belum cukup aneh untuk menolak permintaannya.

"Maaf ya, tapi bahkan sekarang pun saya masih ga nyaman dekat-dekat Nagato-san......"

Aku jadi ingat, Asahina-san (kecil) selalu seperti itu waktu dia di ruang klub, sama juga ketika terakhir kali dia datang kemari. Selain Haruhi, satu-satunya orang yang menjaga ketenangan dirinya dengan kehadiran si alien atau penjelajah waktu hanyalah Koizumi.

"Ga papa, aku ngerti kok,"

Kataku lemah-lembut selagi menekan nomor 708 di panel sebelah pintu masuk, lalu kupencet tombol bel.

Setelah beberapa detik kemudian, interkom mengeluarkan suara ketukan, indikasi bahwa seseorang sedang mendengar di ujungnya.

Sunyi disambut dengan sunyi dan kembali ke telingaku.

"Nagato, aku nih."

Sunyi.

"Sori, aku juga ga tau gimana ngejelasinnya. Pokoknya, aku kembali dari masa depan. Asahina-san ada denganku juga, yang versi dewasa tapi. Oh, Varian Temporal Berbeda buatmu."

Sunyi.

"Aku butuh bantuanmu. Lagipula, yang ngirim aku ke periode waktu ini kan kamu."

Sunyi.

"Seharusnya Asahina-san dan aku ada di apartemenmu, kan? Tidur di kamar tamu yang waktunya dibekuin......"

Biip. Kunci pintunya terbuka.

"Masuk."

Suara Nagato yang keluar dari interkom terasa menyejukkan. Tenang seperti biasa, tanpa ada tanda seru atau depresi, walau dia memang kedengarannya terkejut, tapi mungkin itu cuma perasaanku saja. Tidak ada yang Nagato tidak bisa lakukan. Bahkan disituasi inipun dia pastinya bisa cari jalan keluar, kalau tidak habislah aku.

Seolah-olah berjalan ke dalam benteng dengan sepatu hak tingginya, Asahina-san menarik ikat pinggangku dengan jarinya, terlihat gugup sekali. Setelah membuka pintunya, liftnya mulai membawa kami lurus ke atas setelah kami di dalamnya.

Akhirnya, kami berada di depan pintu Kamar 708 yang kukenal.

Ada bel pintu, tapi belum bekerja, jadi pelan-pelan kuketuk pintunya. Aku tidak dapat merasakan seseorang berdiri di belakang pintu, namun pintu metalik itu tetap saja terbuka.

"......"

Wajah berkacamata melihatku melalui celah, dia lalu memindahkan pandangannya ke Asahina-san (besar) sebelum memindahkannya lagi kepadaku.

"......"

Tiada ekspresi dan membisu pada saat bersamaan, dia kosong sekali dari emosi yang jadinya aku ingin ada seseorang yang memohon kepadanya untuk mengatakan sesuatu. Dia memang Nagato, Nagato Yuki yang kukenal pertama kali. Nagato asli waktu mulai sekolah di musim semi lalu, juga yang "aku" mintai tolong dari "tiga tahun lalu".

"Boleh kami masuk?"

Setelah bisu berpikir, Nagato menganggukkan kepalanya sekitar satu sentimeter, lalu berbalik ke dalam apartemennya. Kuanggap aja tadi itu "iya". Aku berkata pada wanita cantik yang berdiri tepat di belakangku terlihat gugup,

"Masuk yuk, Asahina-san,"

"Er...... Benar juga, bakalan baik-baik aja,"

Terdengar seperti dia berkata itu untuk dirinya sendiri.

Omong-omong, sudah berapa kali ya aku bertamu ke tempat ini? Kalau menurut jam biologisku, berarti ini yang keempat kali, tapi kalau menurut urutan, ini yang kedua kali. Aku sudah bingung banget sama urutan waktu yang aku pun terkesan kalau jam biologisku tak rusak. Lompat dari musim dingin ke musim panas dan kembali ke tiga tahun lalu dua kali, bakalan normal kalo ada sesuatu yang salah pada diriku, tapi sekarang ini aku baik-baik saja. Belum lagi pikiranku terjernih yang pernah ada semenjak aku dilahirkan. Mungkin aku sudah terbiasa sama pengalaman ganjil yang kualami. Kalau itu orang lain, pikirannya mungkin sudah korsleting.

Waktu kulihat sekali lagi, apartemen tak bernyawa Nagato sama tak menariknya dari yang kuingat. Tidak ada yang berbeda dari "tiga tahun lalu" saat kami pergi kesini bulan Mei lalu.

Yang menentramkan hati yaitu Nagato ini Nagato yang kukenal. Dia masih tak berekspresi dan tak beremosi, dia tak akan panik kalau sesuatu terjadi, alien yang selalu bisa diandalkan.

Kulepas sepatuku dan berjalan menembus koridor sempit sebelum masuk ke ruang tamu. Nagato menunggu disana. Dia berdiri sendirian disana, menatap diam padaku dan Asahina-san. Kalau pun dia terkejut dengan kedatangan kami, tak bisa kutebak dari wajahnya. Mungkin dia sudah terbiasa didatangi aku dari masa depan, walau aku juga tidak ingin balik ke hari ini terus menerus.

"Kayaknya kita ga usah ngenalin diri lagi,"

Nagato tidak duduk, jadi Asahina-san dan aku tetap berdiri,

"Ini Asahina-san versi dewasa, kayaknya kamu udah ketemu sama dia sebelumnya," Tepat ketika aku mengatakan itu, aku ingat kalau itu tiga tahun kemudian, "Sori, kamu akan saling bertemu. Apapun itu, yang disini juga Asahina-san, jadi ga usah terlalu dipikirin lah ya."

Nagato melihat Asahina-san (besar) dengan mata seorang pengawas ujian nasional pelajaran matematika. Dia lalu melihat ke sekeliling ruang tamu sebelum akhirnya menetapkan pandangannya pada sosok seksi di belakangku sekali lagi dan berkata,

"Dimengerti."

Dia mengangguk ringan, rambutnya bahkan hampir tak bergerak.

Sewaktu aku mengikuti pandangan Nagato, aku melihat tempat itu -- ruang spesial disebelah ruang tamu, dipisahkan dengan pintu kertas.

"Itu bisa dibuka?"

Nagato menggelengkan kepalanya ke arah ruangan yang kutunjuk dan berkata,

"Tidak bisa. Seluruh komposisi struktur ruangan itu sudah dibekukan waktunya."

Aku merasa sayang dan lega setelah mendengar itu.

Nafas hangat terasa di leherku, itu adalah desahan lega Asahina-san. Dia tadinya berpikir sama denganku, kelihatannya. Kalau dia melihat dirinya tidur enak denganku di futon/kamar yang sama, apa ya yang Asahina-san (besar) pikirkan? Aku pengin tanya, tapi sekarang ini lebih penting untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.

"Nagato, sori ya tiba-tiba ngunjungin kamu terus-terusan. Jadi, bisa ga kamu dengar cerita kami?"

Sampai berapa banyak ya si "aku" di ruang sebelah cerita ke dia? Cerita Brigade SOS sampe Tanabata, kan ya? Jadi kuterusin saja dari situ dan cerita padanya apa yang terjadi di tengah tahun kedua, dari musim semi kemurungan, dimana aku harus tahan sama kebosanan Haruhi, ke keluh kesah yang kubuat tak putus-putusnya saat bikin filmnya. Tentu aja, kamu ada disana, Nagato. Kamu selalu ada buat nyelametin. Abis itu, dunia tiba-tiba berubah pas aku bangun tidur kemarin lusa. Yang aku pengen tau kenapa semua orang hilang ingatan soal apa yang terjadi, yang itulah alasan aku datang kemari dengan bantuan Program Keluar Darurat yang Nagato siapin.

Bakal kelamaan kalau aku cerita detailnya juga, jadi sekali lagi aku cerita versi kompresan yang kuceritakan ke Haruhi. Kulompati detail-detail kecil dan hanya menyebutkan konteks penting ceritanya saja. Untuk gadis ini, itu sudah lebih dari cukup.

"......Dan itulah yang terjadi. Jadi disinilah aku sekali lagi, berkat kamu."

Karena bukti lebih penting daripada testimoni biasa, kukeluarkan pembatas buku kusut dari kantung jaketku. Seperti memberikan jimat-mantra ke hantu, kuberikan pembatas bukunya ke Nagato.

"......"

Nagato mengambil pembatas buku itu dengan ujung jarinya. Dia melewatkan pola bunga-bunga di pembatas buku itu dan mengamati tulisan yang tercetak dibelakangnya seperti arkeologis yang baru saja menggali keluar TV LCD dari lapisan tanah zaman Cretaceous. Sepertinya dia akan mempelajari tulisan itu selamanya, jadi aku menginterupsi pengamatannya.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?"

"Saya, saya pengen memulihkan anomali temporal ini,"

Suara Asahina-san (besar) terdengar gugup sekali seolah-olah dia mau mengatakan cinta pada lelaki pujaannya. Kapanpun dia bersama Nagato, Asahina-san tetap gelisah seperti biasanya setelah bertahun-tahun. Itulah yang kupikir, ngomong-ngomong.

"Nagato-san...... Bisa tolong bantu kami? Cuma kamu yang bisa memulihkan bidang waktu yang dirubah ini ke seperti semula. Kumohon......"

Asahina-san (besar) menutupkan kedua telapak tangannya dan menutup matanya seperti menyembah dewa. Oh Dewi Nagato yang Maha Kuasa, aku juga berdoa padamu demi mendapat pengampunan darimu. Mohon biarkan kami kembali ke ruang klub dimana aku bisa melihat Asahina-san dan menikmati teh yang dia rebus, main game board dengan Koizumi, liat kamu duduk kayak patung dan membaca, sementara Haruhi bakalan selalu nerobos masuk ke ruangan. Itu aja yang kupinta.

"......"

Nagato menaikan tatapannya dari pembatas buku, dan melihat lurus ke langit. Aku bisa mengerti kenapa Asahina-san akan begitu gugup, karena tidak ada kemungkinan menang kalau dia dari golongan yang berbeda dari Nagato. Maksudku siapa sih di dunia ini yang berani tengkar sama Nagato? Cuman Haruhi mungkin?

Akustik sempurna apartemen kelas-atas ini berarti tiada gaung yang dihasilkan. Sunyi sekali seakan-akan waktu berhenti. Nagato dan aku bertukar pandang, dan kulihat dia mengangguk beberapa milimeter.

"Biarkan saya konfirmasi."

Kata Nagato. Waktu aku mau tanya apa akan yang dia konfirmasi, dia menutup matanya.

"......"

Tak lama kemudian dia membuka matanya kembali dan melihatku dengan mata hitam obsidiannya,

"Sinkronisasi gagal."

Katanya cepat, dan lalu menatap padaku. Ekspresinya berubah sedikit, dan kali ini bukan aku yang mengkhayal. Ekspresi yang dia miliki antara musim semi dan musim panas, bahkan Koizumi pun menyadari perubahan ini. Semenjak bertemu kami, expresi Nagato sedikit demi sedikit berubah, walau itu bukan si Nagato waktu musim dingin.

Bibir merah pucatnya bergerak lagi,

"Saya gagal mendapatkan akses ke varian temporalku di periode waktu itu, karena dia telah memasang palang pelindung yang memblok usahaku mengakses."

Walau aku tak mengerti apa maksudnya itu, aku merasa tak nyaman. Berarti kamu ga bisa apa-apa?

Nagato tak mengacuhkan ketakutanku dan melanjutkan,

"Namun, saya punya gambaran seluruh situasinya. Dimungkinkan untuk melakukan pemulihan."

Dengan lembut Nagato mengusap kata-kata di pembatas buku. Setelah itu, dia mulai menjelaskan dengan suara yang mulai terhimpun kata-katanya seperti bola salju,

"Si perubah temporal telah memakai penuh kekuatan Suzumiya Haruhi untuk membuat data dan mengubah sebagian dari data dunia."

Suara kalem yang kukenal terdengar selantun kotak musik yang kudengar saat aku masih bayi dan telah menentramkan hatiku.

"Akan tetapi, Suzumiya Haruhi yang telah diubah tidak punya kekuatan untuk membuat data. Di dimensi itu, Entitas Gabungan Benak Data juga tidak eksis."

Gue ga gitu ngerti, tapi kedengarannya serius banget. Ternyata selain diriku, semuanya, termasuk Haruhi, sudah diberi paket ingatan yang baru; sekolah cewek jadi campuran, sebagian murid SMA North dipindah ke sekolah itu, sementara ingatan mereka diam-diam dirubah; agen dari 'Organisasi', Nagato si Alien, dan Asahina-san si penjelajah waktu sekarang hidup di kehidupan yang sama sekali berbeda; belum lagi Asakura sudah kembali sementara semua orang di SMA North benar-benar tidak ingat sama Haruhi. Sekarang kelihatannya bos Nagato pun dihapus.

Kacau banget.

"Dengan menggunakan kekuatan dari Suzumiya Haruhi, si perubah temporal dapat mengubah data tentang ingatan dalam rentang 365 hari ke belakang."

Dengan kata lain, ingatan semuanya dari Desember sebelumnya -- dari masa aku datang, tentunya -- ke 17 Desember tahun ini sudah dirubah seluruhnya. Namun ingatan soal Tanabata tiga tahun lalu -- yakni sekarang -- tak ada yang si pelaku bisa lakukan. Berkat Haruhi bisa ingat apa yang terjadi waktu Tanabata lah aku bisa datang kesini. Siapa sih si bego yang ngelakuin hal sama gobloknya dengan Haruhi?

Pandangan Nagato kembali terkunci padaku,

"Untuk memulihkan dunia ke bentuk semula, seseorang harus pergi dari sini ke 18 Desember tiga tahun yang akan datang, dan mengaktivasi Program Pemulihan tepat setelah si pengubah temporal mengeksekusi pengubahannya."

Jadi, kita ntar lompat ke tiga tahun yang akan datang, betul? Seseorang yang bakal ngelakuin pemulihan itu kamu, betul?

"Aku tidak bisa."

Kenapa engga?

Saat Nagato menunjuk kamar tamu, aku langsung mengerti.

"Aku tidak bisa meninggalkan mereka sendirian."

Menurut penjelasan Nagato, untuk supaya waktu tetap membeku di tempat dimana aku yang lain dan Asahina-san tertidur, dia tidak bisa melakukan perjalanan waktu. Dia lalu berkata dengan suara yang seolah-olah melaporkan waktu,

"Aktifkan Mode Darurat."

"Apa maksudnya tuh?" Aku mulai sedikit gelisah.

"Harmonisasi."

Aku masih ga ngerti.

Pelan-pelan Nagato melepas kacamatanya dan membungkusnya dengan tangannya. Seperti digantung dengan benang tak kasatmata, kacamata dalam telapak tangannya mulai mengambang. Kalau aku melihat orang normal yang melakukan ini, aku curiga ada benang tak terlihat terikat pada jari-jari orang tersebut. Tentu saja, Nagato tidak akan melakukan sesuatu yang begitu normal.

Distorsi.

Kedua bingkai dan kaca mulai membelit dan membentuk jadi benda pusaran aneh, seketika sepasang kacamata itu berubah menjadi benda lain. Aku pernah melihat benda itu, bentukan yang akan menusukkan rasa takut ke hati siapapun.

Ragu-ragu kukomentari,

"Terlihat kayak suntikan gede."

"Benar."

Cairan tak berwarna mengisi suntikan itu. Emang siapa sih yang mau ditusuk sama barang itu?

"Ini adalah Program Pemulihan yang digunakan dengan cara menyuntikkannya ke badan si perubah temporal."

Melihat pada jarum tajam keluar dari pangkal suntikan, reflek kupalingkan mukaku.

"Um...... bukannya ada cara yang lebih gampang. Sori aku ngomong gini, tapi aku pemula buat soal beginian. Bakal jadi bencana kalo kutusukan ke tempat yang salah."

Mata hitam Nagato, yang berkelip seperti monitor LCD, melihat pada suntikan yang dia pegang, lalu berkata,

"Begitukah?"

Dia melebarkan tangannya lagi, suntikan itu sekali lagi membentuk jadi pusaran sebelum berubah menjadi bentuk lain. Melihat bentuk baru benda ini, Kunafaskan desahan lega.

"Benda lain yang bakal bikin heboh."

Kali ini pistol, walau ada cerat kecilnya sementara materialnya terbuat dari stainless steel.

Nagato menempatkan pistol metalik mengkilap, yang terlihat seperti pistol mainan baru, ke telapak tangannya dan memberikannya padaku.

"Kemungkinan menembus pakaian sangat tinggi, tapi bila dimungkinkan, lebih baik langsung menembak kulit target."

"Pelurunya gimana? Apa ini pake peluru beneran?"

Dari penampilan luar sih, kayak pistol alumunium atau plastik.

"Ini pistol jarum-pendek, programnya disalurkan melalui ujung jarum."

Aku lebih tenang secara kejiwaan dengan benda ini daripada suntikan besar. Kuterima pistolnya dan terpukau akan ringannya benda itu.

"Oh iya,"

Akhirnya aku menanyakan pertanyaan yang tadinya tak berani kutanyakan.

"Siapa pelakunya? Siapa sih yang ngubah dunia? Kalo bukan Haruhi, terus siapa lagi? Bisa kasih tau aku?"

Kudengar Asahina-san (besar) berdesah pelan.

Nagato pelan-pelan membuka mulutnya, dan tanpa ekspresi apapun dengan tenang dia menyebutkan nama si pelaku kepadaku.


Balik ke Bab 3 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 5