Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Volume6 TERSIHIR Pada Pandangan Pertama

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Warning: Bab ini sama sekali belum disunting.


TERSIHIR pada Pandangan Pertama



Kisah ini bermula dengan satu panggilan telepon yang menyebalkan.

Setiap tahun, hal-hal berikut ini selalu terjadi. Setelah Natal berlalu, semangat hari raya selalu menghilang tanpa jejak. Selagi kita menghitung mundur sampai penghabisan tahun, ketika Haruhi akan memulai kegiatan yang dia buat sendiri, aku bisa menghela nafas dengan tenang di tengah-tengah liburan musim dingin pendekku sekarang.

Sewaktu itu, aku masih sibuk dengan tugas membersihkan akhir tahun menjelang musim semi, selagi bergulat dengan Shamisen di kamarku.

"Diam sebentar. Jangan macam-macam, tidak akan lama-lama kok,"

"Meong~"

Aku mengabaikan protes Shamisen dan mengangkat gumpalan bulu itu dan memegangnya di bawah ketiakku, dengan baju bulu musim dingin yang baru.

Berdasarkan kejadian yang dulu-dulu, Shamisen pernah mengancurkan jaket jeans kesayanganku hingga menjadi lap yang tidak berharga dan ini selalu mengingatkanku untuk menggunting kukunya secara rutin. Shamisen juga sepertinya mempunyai ingatan yang baik bagi seekor kucing, karena setiap kali dia melihatku berjalan membawa gunting kuku, dia selalu mencoba kabut secepat mungkin.

Mengejar Shamisen adalah satu mimpi buruk, karena aku harus memegang seekor kucing yang nekad mencengkram, menendang dan menggigit tanpa lelah, sementara aku juga harus berusaha meluruskan telapak kakiknya supaya kukunya terpotong secara normal, satu per satu. Proses ini selalu meninggalkan banyak goresan di tanganku setelah selesai, tetapi luka fisik selalu bisa disembuhkan, tidak seperti jahitan di jaket jeansku yang tidak terselamatkan, jadi aku tidak pernah bisa menganggap hal ini enteng. Betapa aku merindukan hari-hari ketika dia mampu secara menggemparkan berbicara dan mengerti bahasa manusia. Apa yang terjadi dengan sifat bawelmu?

Lupakanlah, jika dia mulai berbicara lagi, berarti suatu kejadian besar telah datang lagi. Seekor kucing harus berlaga semestinya dan mengeluarkan hanya suara meong.

Sewaktu aku beres memotong kuku-kuku kaki kanan depan Shamisen dan baru saja menyentuh kaki kiri depannya....

"Kyon-kun! Ada telepon untukmu!"

Mendobrak pintu kamarku tanpa mengetuk, adikku membawa telepon nirkabel di tangannya. Semasa dia melihat Shamisen bertarung denganku dalam suatu pergelutan harga diri dan otoritas, dia tersenyum,

"Ah, Shami, kamu perlu bantuan untuk menggunting kukumu? Saya aja yang bantu!"

Shamisen memalingkan matanya dari dia, seakan-akan dia orang yang sok penting saja, dan mendengus seperti manusia. Aku pernah meminta bantuan adikku untuk menggunting kuku kucing ini. Tugas kami dibagi; aku memagang telapaknya sementara adikku menggunting kukunya. Sayangnya, anak kelas 5 SD berumur sebelas tahun ini tidak tahu bahwa dia terlalu bersemangat melakukan tugasnya, dan dia juga tidak berbakat dalam hal ini. Ujung-ujungnya, dia menggunting kuku Shamisen terlalu dalam sampai-sampai kucing ini mogok makan seminggu sebagai pernyataan protesnya. Berbanding dengan adikku, tentu saja talenta menggunting kukuku lebih baik, tetapi kucing ini tetap saja berlari-lari dan mencengkram di mana-mana. Apakah ukuran otak kucing sebesar ukuran dahi mereka?

"Siapa?"

Aku meletakkan gunting kuku dan menggengam gagang telepon. Melihat kesempatan untuk kabur, Shamisen secara lincah melepaskan diri dan menendang lutuku sebelum lari dari kamar.

Adikku dengan cerianya mengambil gunting kuku dan berkata,

"Um... kelihatannya cowo tuh. Saya ga tahu sih, tapi katanya dia temanmu!"

Dia lalu turut berlari mengejar Shamisen dan menghilang ke koridor di luar. Kupandangi telepon sejenak dan berpikir,

Siapakah orang ini? Jika dia lelaki, berarti bukan Haruhi atau Asahina-san. Kalau dia Koizumi, adikku akan mengenalinya. Taniguchi, Kunikida dan teman-temanku yang lainnya hanya akan menghubungi handphoneku, bukan telepon rumah. Sekiranya orang ini tukang jajak pendapat atau salesman, tolong menyingkir sana... Pikiranku masih menebak-menebak sementara jariku menekan tombol bicara.

"Halo?"

"Hei, apa ini Kyon? Ini gue, udah lama banget nih."

Sementara suara berat itu terus berbicara, aku mengerinyitkan dahiku. Demi dunia, siapa orang ini? Aku tak pernah mendengar suaranya sebelumnya.

"Ini gue! Kita kan pernah sekelas di SMP, inget gak? Elu ga tau betapa gue sengsara enam bulan terakhir ini gara-gara gue mikirin elu?"

Apa!? Terang-terangan sekali!

"Kenalin diri elu dulu. Siapa elu?"

"Ini gue, Nakagawa. Tahun lalu kita masih sekelas, masa elu udah lupa baru setahun doang? Atau elu udah punya banyak temen di SMA sampai-sampai temen sekelas di SMP dilupain begitu aja? Tega amet sih, loe!" Suaranya menggemakan kesedihan, namun...

"Enggak, lah,"

Aku membuka lagi tabir ingatanku selama kelas 3 SMP. Nakagawa, huh... aku rasa aku ingat orang ini pernah sekelas denganku. Kepala dan bahunya lebar, dan dia berotot serta atletik. Seingatku, dia dulu bergabung dengan Klub Rugby. Namun... aku pandangi gagang telepon sekali lagi.

Kami cuma sekelas waktu kelas 3 SMP saja, dan kami tidak pernah dekat dengan satu sama lainnya. Kami berkumpul dengan kelompok yang berbeda di dalam kelas. Kami memang saling menyapa satu sama lain saat bertemu, tapi aku tak pernah berbincang benar-benar dengan dia. Setelah kelulusan, nama dan penampilan Nakagawa tidak pernah menempel di pikiranku sedikit pun.

Aku mengambil potongan kuku Shamisen di lantai dan membalas,

"Nakagawa, benar? Jadi elu Nakagawa, benar-benar sudah lama ga ketemu. Jadi, kabar elu gimana? Elu udah jadi sekretaris Asosiasi Alumni?"

"Jabatan itu udah dipegang Sudou, yang sekarang belajar di SMA Municipal, tapi itu ga penting, gue punya alasan nelepon elu. Jadi, denger baik-baik, karena gue serius abis soal ini,"

Elu menelepon gue cuma hanya untuk bilang loe serius? Akalku bekerja keras untuk menebak kata-katanya selanjutnya setelah kalimat yang membingungkan seperti itu.

"Kyon, loe harus dengerin gua bener-bener. Satu-satunya yang bisa ngomong sama gue soal ini hanya elu, loe penyambung hidup gue sekarang."

Apa perkataan elu tidak berlebihan? Baiklah, cepat katakan maksud loe apa. Gue cuma perlu mendengarkan apa yang elu bisa katakan kepada bekas teman sekelas yang tidak pernah dekat dengan loe dan tidak meninggalkan kesan apapun kepada elu setelah kelulusan.

"Gue lagi jatuh cinta,"

"..."

"Gue ini serius. Gue udah pusing tujuh keliling soal ini. Udah berapa bulan gue terus dibayang-bayangin terus sama hal ini, entah waktu gue tidur atau ga tidur."

"..."

"Sekarang, gue udah ga bisa konsentrasi ngelakuin hal lain. Engga juga sih. Gue masih bisa belajar sedikit dan ngerjain tugas klub. Gara-gara itu, nilai gue membaik, dan gue sekarang udah jadi pemain utama di tim gue kurang dari setahun."

"..."

"Ini semua berkat cinta gue. Elu ngerti, Kyon? Gue tersiksa perih benget di dalam hati. Setelah gue nemuin nomer rumah elu di buku kenangan SMP, elu tahu berapa lama gue ragu-ragu mau nelepon elu atau kagak? Sekarang aja, badan gue masih bergetar. Ini namanya cinta, ini namanya kekuatan cinta yang ngedorong gue untuk nelepon loe. Loe mestinya ngertiin gue dong."

Aku menjilat ujung bibirku. Keringat dingin mengucuri kening. Oh Tuhan, aku seharusnya tidak pernah menjawab panggilan telepon ini

"Tapi, Nakagawa..."

Aku menjilat ujung bibirku. Keringat dingin mengucuri kening. Oh Tuhan, aku seharusnya tidak pernah menjawab panggilan telepon ini...

"Maaf, tapi gue ga ngerasa gue mampu membalas cinta elu.... Yang bisa gue katakan hanyalah gue minta maaf. Beneran gue minta maaf, gue ga bisa ngejanjiin elu apa-apa,"

Aku kira kau bisa membayangkan perasaan kengerian yang menjalar di sumsumku. Mari aku katakan secara langsung, aku adalah seorang pria penjantan heteroseksual yang normal. Kesenanganku kepada "sesamaku" jauh lebih kecil daripada yang dimiliki oleh burung (Hummingbird?), dengan kata lain, tidak ada sama sekali. Mau secara tidak sadar atau di bawah alam sadar, orientasiku tetap "lurus". Mengerti? Salahkah daku? Badanku akan terangsang ketika memikirkan Asahina-san. Jika Koizumi meneleponku untuk menyatakan hal seperti ini, sudah kubanting telepon. Lagipula, aku juga bukan biseksual. Masih kurang jelaskah penjelasanku?

Pikiranku masih dipenuhi retorika yang dialamatkan entah ke siapa, sementara mulutku terus berbicara di ujung telepon,

"Jadi, Nakagawa, lebih baik kita tetap berteman saja, tapi..."

Walaupun tidak pernah terjadi apa-apa antara kita, itu sudah bisa dikatakan sebagai teman sebatas kenalan,

"Gue ga pikir gue bisa ngejalanin hubungan pacaran, maaf sekali lagi. Itu aja. Kalau elu pengen pacaran, coba cari gebetan antara cowo di sekolah elu aja, karena gue pengen hidup normal selama SMA. Gue seneng gue bisa dengerin suara elu lagi setelah sekian lama. Kalo kita ketemu lagi di reuni seangkatan, gue bakal pura-pura ga pernah dengerin ini dan akan masih nganggep elu dengan rasa hormat. Gue janji ga akan pernah bocorin ini ke siapa-siapa, jadi sampai jumpa..."

"Woy, tunggu dulu, Kyon!"

Nakagawa terdengar terkejut,

"Elu ngomongin soal apa, sih? Jangan mikir yang macem-macem dulu, gue ga suka sama elu. Elu bisa mikir kaya gitu dari mana lagi? Vulgar abis,"

Terus elu menyatakan semua hal romantik itu buat siapa, dong? Kalau bukan buat gue, buat siapa lagi?

"Sebenernya, gue ga pernah tahu nama cewe itu, tapi gue tau dia sekolah di SMA North..."

Walaupun aku masih belum memahami maksud perkataannya, aku menghembuskan nafas lega, seperti prajurit di dalam parit di medan perang tersenyum lega mendengarkan perdamaian telah tercapai. Tak ada yang lebih menakutkan daripada mendengarkan seorang lelaki menyatakan cintanya kepadaku... setidaknya, buatku pribadi.

"Elu bisa nerangin maksud elu? Siapa yang loe gebet sekarang, sih?"

Ada batasannya bagi percakapan yang tidak jelas. Gue hampir memasukkan nama loe ke daftar hitam gue, tahu?

Omong-omong, apa yang salah dengan orang ini? Bernubuat tentang mencintai seseorang di kelas 1 SMA. Bahkan kalau ini benar-benar cinta, seharusnya terlalu memalukan untuk mengatakan siapa yang kau cintai.

"Semuanya bermula sewaktu musim semi... suatu hari di bulan Mei,"

Nakagawa mulai memutar ingatannya, dan bercerita dengan nada penuh nostalagia,


"Cewe itu lagi jalan sama elu. Gue cuma perlu nutup kedua bola mata gue dan sosoknya akan terbit dalam benak gue. Ah... setiap lekuk badannya begitu mempesona, kecantikkan sejati. Bukan itu aja, gue juga ngeliat aura yang bersinar di belakang punggungnya. Itu bukan gue mimpi di tengah hari bolong, beneran, sesuci dan semurni cahaya surga menerangi bumi..."

Ceritanya terkesan mirip dengan pengalaman yang berbahaya di bawah pengaruh narkoba,

"Gue bener-bener tergugah. Rasa ini ga pernah gue dapet seumur-umur, seperti arus listrik yang menyengat jiwa gue... Bukan! Seperti kesetrum halilintar raksasa yang membuat gue terkapar ke tanah. Gue cuma bisa bengong kaya patung berjam-jam, seperti gue ga sadar lagi sama waktu. Waktu gue sadar lagi, matahari udah tenggelam. Gue lalu sadar, ini namanya cinta!"

Mari kita sederhanakan sajak cinta Nakagawa yang berbau Andromeda Strain ini. Singkat kata, dia melihat seseorang berjalan denganku pada bulan Mei, dan dia terkesima dengan orang ini, yang merupakan siswi SMA North... jadinya, kemungkinan siapa perempuan ini bisa dikecilkan.

Jumlah anak perempuan yang pernah berjalan denganku dan Haruhi sedikit sekali, dan aku tidak mengada-ada. Jika pelaku merupakan siswi SMA North, maka adikku tercoret dari daftar, dan hanya meninggalkan tiga gadis anggota Brigade SOS.

Artinya...

"Ini semua pasti suratan nasib,"


Nakagawa terus menjabarkan perasaannya dengan bangga,

"Elu tau, Kyon? Gue ga pernah percaya sama hal mitos macem cinta pada pandangan pertama. Gue juga orangnya materialis. Tapi cinta hadir tanpa terduga dan membuka mata gue. Cinta pada pandangan pertama itu beneran ada, Kyon~"

Kenapa gue harus tetap menanggapi cerita loe? Cinta pada pandangan pertama? Sepertinya mata loe tertutup kulit tambahan.

"Eng, enggak... itu salah abis!"

Sepertinya anak manusia ini sangat yakin pada pendapatanya,


"Gue ga gampang tertipu sama tampang cewe, yang gue pentingin itu kepribadiannya. Gue ngeliat jauh ke dalam kepribadian cewe itu sekali liat aja, dan itu udah cukup. Kesannya kuat banget dan mendalam abis sampai ga ada yang bisa gantiin. Tapi, gue sedih karena gue ga bisa mengekspresikan ini dengan kata-kata, dan yang gue bisa omongin adalah gue udah jatuh cinta. Enggak, gue masih dalam proses jatuh... elu masih ngikutin gue, Kyon?

Gue benar-benar tidak bisa mengikuti cerita loe.

"Ah, udah lupain aja,"

Aku akhirnya mampu mengakhiri celoteh Nakagawa yang semakin gila itu,

"Elu ngomong elu kesamber petir dari punggung cewe itu Mei kemarin kan? Tapi sekarang 'kan udah musim dingin. Udah lebih dari setengah tahun, elu nungguin lama-lama buat ngapain aja?"

"Itu lah, Kyon, elu udah ngingetin gue, gue ngerasa lebih depresi. Gue udah kehilangan jejak dalam hidup belakangan ini. Pikiran gue ga bisa tenang, karena gue ga bisa menyalurkan perasaan gue. Gue udah mikirin apa gue bisa jadi pasangan yang baik buat dia. Gue mau ngomong jujur aja, Kyon, gue cuma baru kepikiran ngehubungin loe. Cuma karena gue inget elu jalan di sebelah dia jadinya gue nyari nomer rumah elu di buku kenangan SMP. Kecantikannya begitu menggoda, tidak pernah seorang dara lain membuat gue sampe jadi tidak waras kaya sekarang."

Untuk bertekuk lutut kepada seorang gadis yang elu tidak ketahui namanya, dan untuk merasa stres tentang persoalan ini lebih dari setengah tahun, tidakkah obsesi loe aga menakutkan?

Asahina-san, Haruhi, Nagato - wajah mereka bergantian mengisi kepalaku. Jujur saja, aku sudah berhasrat untuk menutup telepon sedemikian rupa, tetapi menilai betapa Nakagawa mabuk kepayang dalam asmara, aku akan menghadapi banjiran panggilan telepon darinya kalau aku mengakhiri pembicaraan sekarang.

"Kasih tau gue perawakan cewe yang elu suka."

Nakagawa diam sejenak...

"Rambutnya pendek,"

Dia berkata selagi mengkilas balik ingatannya,

"Dan dia memakai kaca mata."

Ah.

"Seragam pelaut SMA North-nya sepertinya dibuat khusus untuknya. Dia keliatan luar biasa dengan seragam itu."

Uh-huh.

"Dan dia benar-benar diselimuti oleh aura yang membutakan mata."

Hmm, sebenarnya gue tidak tahu jelas soal itu, tapi...

"Yang elu maksud Nagato?"

Ini benar-benar merupakan kejutan. Pada mulanya, aku menebak perempuan yang membuat Nakagawa tergila-gila ini pasti Haruhi atau Asahina-san, aku tidak pernah menyangka bahwa perempuan itu adalah Nagato. Taniguchi pastinya jago dalam menilai perempuan idamannya. Pertama kali aku melihat Nagato, aku pikir dia hanya sebuah boneka purba yang pendiam dan aneh dan duduk saja di dalam ruang klub, aku tidak pernah tahu banyak sekali orang di luar sana menyukai selera elegan seperti itu. Tentu saja, kesanku terhadap Nagato sudah berubah banyak sejauh ini, terutama dalam bulan-bulan terakhir.

"Jadi nama cewe itu Nagato, 'kan?"

Nakagawa mulai terdengar gembira,

"Bagaimana cara ngeja namanya? Kasih tau gua nama lengkapnya?"

Nagato Yuki. Nagato seperti nama kapal perang Nagato, Yuki seperti kata ""berpengharapan".

"...Nama yang indah. Orang akan berpikir tentang kapal pernah Nagato yang menakjubkan dan nama depannya Yuki mewakili harapan... Nagato Yuki-san... seperti dugaan gue, nama yang jelas, penuh kemungkinan. Elegan, tapi tidak berlebihan, dan tidak terkesan angkuh. Seperti tebakan imajinasi gue!"

Bagaimana dia menebaknya lewat imajinasinya? Delusi separah apakah yang membuat bisa menebak dengan sekali pandang? Elu cuma berkata elu cuma peduli sama kepribadian, bisa gue tanya apa hubungannya kepribadian dengan cinta pada pandangan pertama?

"Gue cuma tau aja,"

Dia menjawab secara datar, kepercayaan dirinya mulai membuatku kesal.

"Ini bukan delusi. Gue yakin soal ini, entah mau gimana juga tampangnya atau kepribadiannya, dia memiliki kecantikkan yang begitu rasional. Gue menerawang kebijaksanaan dan logika dalam dirinya yang hanya orang temukan dalam dewa-dewi; dia semacam cewe "highbrow" yang mungkin banyak orang ga akan temuin sepanjang hidup,"

Aku akan mencari arti kata "highbrow" nanti, karena ribuan teka-teki dalam kepalaku masih belum terjawab,

"Itu yang gue ga ngerti. Mengapa elu bisa tau betapa mulianya cewe itu cuma dengan ngeliatnya sekali aja? Elu bahkan ga pernah ngobrol sama dia, elu cuma ngeliat dia dari kejauhan!"

"Gue cuma tau itu, jadi gue rasa gue bener-bener ga berdaya jatuh cinta sama dia!"

Kenapa gue harus mendengarkan loe berteriak tanpa sebab begini!?

"Betapa gue bersyukur kepada Tuhan. Gue malu sekali karena gue ga pernah percaya sama Dia sebelumnya. Karena gue rutin pergi ke kuil untuk berdoa setiap minggu, gue juga bakal rutin pergi ke gereja, baik Katolik maupun Protestan."

Berdoa secara membabi buta kepada siapa saja bahkan jauh lebih tidak beriman daripada tidak percaya sama sekali. Apalagi, hasil tidak akan selalu didapat setiap kali elu berdoa. Pilihlah satu dewa dan tetaplah berdoa kepadanya saja.

"Iya sih, elu bener,"

Nakagawa menjawab dengan enteng,

"Terima kasih, Kyon. Sekarang gue lebih bersemangat kerana elu. Dari sekarang, gue cuma mau berdoa sama satu dewi, yaitu dewiku Nagato Yuki. Hanya dialah yang bisa menjadi dewi gue, dan akan gue berikan kepadanya cinta tak bersyarat..."

"Nakagawa,"

Selagi dia terus melanjutkan, aku menghentikannya. Sebagian karena perkataannya semakin terkesan mengada-ngada, dan sebagian karena aku merasa makin kesal entah mengapa,

"Jadi, apa mau loe? Gue udah tau sekarang kenapa elu nelepon, tapi terus mau apa elu? Loe tau ga ada hasilnya loe ceritain gue cinta loe buat Nagato."

"Gue pengen loe sampaikan suatu pesan dari gue," ucap Nakagawa,

"Gue harap elu bisa ngasih pesan ke Nagato-san. Tolong, elu satu-satunya yang bisa ngebantuin gue. Karena dulu elu jalan barengan sama dia, elu berdua pastinya temenan dekat, 'kan?"

Dugannya kurang lebih tepat. Kami berdua adalah anggota Brigade SOS, dan kami masih mengitari orbit gravitasi Haruhi dengan penuh keceriaan sebagai satelit. Apalagi, Nagato yang dia lihat adalah Nagato yang masih berkaca mata di bulan Mei. Aku sadar bahwa waktu itu adalah Pencarian Misteri Brigade SOS yang pertama, sewaktu aku mengunjungi perpustakaan bersama Nagato. Betapa terasa nostalagia... berbanding dengan dulu, pemahamanku terhadap Nagato telah bertambah ratus kali lipat, begitu besarnya hingga aku mulai memikirkan bagaimana aku tahu begitu banyak tentang dirinya.

Dengan kenangan seperti itu dalam benak, aku bertanya kepada Nakagawa,

"Yach, jadi loe bilang elu inget waktu gue jalan barengan sama Nagato..."

Sebenarnya, aku merasa tidak enak menanyakan hal ini,

"Tapi, kenapa elu sampe mikir gue deket sama dia? Apa loe mikir gue jadian sama dia?"

"Ga mungkin lah,"

Nakagawa tidak bergeming,

"Loe sih lebih suka cewe yang aneh-aneh. Seperti waktu kita kelas 3... namanya siapa lagi, loe bukannya jadian sama cewe misterius itu?"

Loe, pemuja Nagato, sama sekali tidak berhak untuk mengkomentari pilihan gue. Aku tiba-tiba merasa kehilangan keseimbangan, tetapi jelas sekali dia salah mengerti. Ah benar, Kunikida juga telah salah paham soal ini. Aku hanya berteman biasa saja dengan gadis ini, sekarang aku sadar, kami belum pernah bertemu lagi sejak kelulusan SMP. Aku masih kadang-kadang memikirkan dirinya sekali-kali, aku rasa mungkin sebaiknya aku mengirimkan dia kartu ucapa Selamat Tahun Baru kepadanya...

Entah mengapa, aku merasa aku sedang menggali kuburanku sendiri, mungkin sebaiknya aku mengganti topik pembicaraan.

"Jadi, apa yang loe mau gue sampein? Undangan buat ketemuan? Apa loe mau minta nomer HP Nagato? Itu mudah banget buat gue, lah,"

"Gak,"

Jawaban Nakagawa dengan bersikeras,

"Sekarang, gue masih belum ada apa-apanya di depan dia, gimana bisa gue muncul di depan Nagato-san kaya gitu? Gue ga memenuhi syarat, begitulah..." Dia mengambil nafas sejenak lalu,


"Bisa loe bilangin dia... untuk nungguin gue."

"Nungguin loe sampe kapan?" jawabku.

"Nungguin gue sampe gue ngelamar dia. Cukup, 'kan? Karena sekarang gue cuma murid kelas 1 SMA tanpa pengalaman sosial apapun."

Gue tidak jauh berbeda dari loe.


"Gak, itu ga cukup. Dengarkan gue, Kyon. Gue bekerja mati-matian banting tulang sekarang. Enggak, sebenarnya gue udah bekerja keras sampe gue yakin gue bisa masuk universitas negara terkemuka dengan nilai gue."

Hmm, sebenarnya bagus-bagus saja punya sasaran jangka panjang.

"Gue bakal ngambil jurusan Ekonomi. Gue bakal belajar keras di universitas, dan bakal nyobain bergaul sama lulusan SMA North. Setelah gue keluar di masyarakat, gue ga akan bekerja di perusahaan gede, tapi gue akan nyari kerja di firma kecil-kecilan ato kelas menengah."

Dia pastinya tahu bagaimana berkhayal dengan indah, dan sepertinya semuanya seakan-akan pasti terjadi. Jika sesosok hantu mendengar dia menceloteh seperti ini, dia mungkin akan tertawa terbahak-bahak sampai dia menderita pendarahan lambung.

"Tapi gue ga akan puas jadi orang kelas rendahan. Kasih gue tiga tahun... gak, dua tahun doang, gue bakal nguasain semua pengetahuan untuk berwiraswasta."

Gue tidak akan mengganggu impian elu, jadi cobalah kejar itu. Jika waktu itu gue bermasalah dengan karir gue, boleh gue kerja di perusahaan loe?

"Setelah itu, perusahaan gue dalam lima tahun... gak, gue bakal selesain ini dalam waktu tiga tahun, terdaftar di Seksi Kedua Topix. Pertumbuhan per tahunnya akan diproyeksikan sekurang-kurangnya sepuluh persen, dan itu semua adalah keuntungan."

Aku bekerja keras untuk memahami alur pikiran Nakagawa, tapi sepertinya dia semakin bersemangat,

"Waktu itu, gue bisa beristirahat sebentar, karena semua persiapan telah matang."

"Persiapan buat ngapain?"

"Persiapan buat gue ngelamar Nagato-san."

Aku hanya bisa terbengong-bengong seperti kerang di dasar samudera. Kata-kata Nakagawa terasa seperti serbuan gelombang yang menerjangku.

"Gue masih punya dua taun sebelum gue lulus SMA, dan empat taun buat universitas. Kerja magang bakal makan waktu dua taun, terus tiga taun lagi buat ngediriin perusahaan dan ngedaftarinnya jadi perusahaan terbuka. Jumlahnya jadi sebelas taun. Enggak, mari pendekin lagi jadi sepuluh taun. Dalam sepuluh taun, gue akan jadi pengusaha sukses..."

"Loe gila apa?"

Aku tahu persis kenapa aku tiba-tiba menjadi lancang seperti itu. Perempuan mana yang mau menunggunya selama sepuluh tahun? Apalagi, perempuan yang belum pernah bertemu dengannya. Apabila perempuan ini bersedia menanggapi permintaan seorang lelaki untuk menunggunya selama sepuluh tahun hingga dia mampu melamarnya, perempuan ini pastinya tidak berasal dari bumi ini. Sialnya, Nagato tidak berasal dari bumi ini, dalam arti harafiah. Aku menggigit lidah dan menunggu.

"Gue serius, bung."

Yang lebih parah adalah dia terdengar sangat serius.

"Gue bakal pertaruhin hidup gue buat hal ini, karena gue bener-bener berniat begini."

Perkatannya terasa begitu menusuk, hingga ia mampu memutuskan banyak ikatan dan tali dalam sekejap.

Nah, sekarang bagaimana aku menyelesaikan hal ini?

"Jadi... Nakagawa,"

Bayangan Nagato membaca buku secara diam muncul di dalam pikiran,

"Ini cuma pendapat pribadi gue, tapi Nagato udah digebetin sama banyak cowo secara diam-diam. Saking banyaknya sampe dia udah merasa cape sama semuanya. Gue puji seleramu yang tinggi buat cewe kaya Nagato, tapi dia bakal terus menjomblo aja kayaknya, dan kemungkinan dia sanggup nungguin loe selama sepuluh taun itu hampir mustahil."

Sebenarnya, aku sedikit mengarang bagian itu, bagaimana aku tahu apa yang akan terjadi sepuluh tahun mendatang? Aku bahkan tidak merasa pasti terhadap masa depanku.

"Lagian, hal penting macam begini harus dinyatakan secara langsung ke Nagatonya sendiri. Gue sih males ngurusin yang ginian, tapi gue masih mau ngatur loe ketemuan sama dia. Sekarang 'kan libur musim dingin, jadi mestinya ga bakal rumit dong kalo loe minta dia ketemu sama elu sejam doang."

"Gue ga bisa ngelakuin itu,"

Suara Nakagawa mendadak menjadi pelan,

"Sekarang, gue ga pikir gue mampu ngeliat dia. Kalo gue ngeliat wajah Nagato-san, gue bakal pingsan sekejap. Sebenernya, gue pernah ngeliat dia dari kejauhan belakangan. Waktu itu, cuma pas di luar supermarket yang di dekat stasion... walau udah gelap waktu malem, gue masih tau itu punggungnya, gue langsung beku, dan gue berdiri di sana sampe supermarketnya tutup. Kalo gue ketemu sama dia secara langsung... akibatnya bakal parah ga kira-kira!"

Waduh, Nakagawa telah terjangkit virus cinta secara menyeluruh. Dia bahkan telah memikirkan rencana untuk sepuluh tahun ke depan, menandakan betapa parah penyakitnya sekarang. Jikalau obat penyakit ini ada, itu akan ada setelah dia bertemu dengan alien itu secara langsung, dan ditolak oleh Nagato dan lalu lari menjauh.

Di samping itu, dia telah menapaki jalan panjang untuk menelepon seorang teman yang dia hampir tidak pernah kenal hanya untuk mengoar-ngoarkan kenaasaan perasaannya. Yang jauh lebih mengerikan, perkataan selanjutnya hampir tidak mungkin diduga. Aku telah merasa mengurusi Haruhi sudah lebih dari cukup, dan sekarang Nagato telah membawa satu orang menyebalkan lainnya yang harus kuurusi.

Huh Aku menggerutu kencang-kencang supaya Nakagawa dapat mendengarnya.

"Oke, gue udah kurang lebih ngerti semuanya. Loe dikteiin aja apa yang loe mau omongin ke Nagato."

"Thanks deh, Kyon,"

Nakagawa terdengar sangat bahagia,

"Kami akan ngundang loe ke pernikahan kami. Gue bakal meminta loe menulis sambutan buat kami waktu itu, loe bakal orang pertama yang ngasih sambutan. Gue ga akan pernah ngelupain jasa loe sepanjang hidup gue. Kalo loe mau meniti nama besar sama gue, gue bakal pastiin bakal ada tempat buat loe di perusahaan gue."

"Ga usah sejauh itu deh, cepetan diktein ke gue!"

Aku mendengarkan suara Nakagawa yang penuh kecemasan tetapi menyebalkan dengan mengapit gagang telepon di bahu sementara aku mengambil secarik kertas kosong.



Esoknya setelah tengah hari, aku mendaki lereng bukit menuju SMA North tanpa sepatah kata pun. Semakin tinggi ketinggian bukit ini, uap putih yang keluar dari nafasku nampak semakin jelas. Kalau ditanya alasan mengapa aku pergi ke sekolah ketika libur musim dingin, ini karena ada pertemuan rutin Brigade SOS hari ini.

Hari ini juga rencananya kami akan membersihkan ruang klub dalam rangka menyambut musim semi. Asahina-san biasanya akan menyapu lantai, tapi sesuai dengan hukum kedua termodinamika, yang menyatakan bahwa jumlah entropi daripada segala sistem termodinamika tertutup cenderung meningkat seiring dengan waktu, hukum ini juga berlaku pada ruang klub kami. (Konsep entropi diciptakan oleh seorang fisikawan Jerman bernama Rudolph Clausius pada tahun 1862 untuk menjelaskan penyebaran atau degradasi energi yang bisa digunakan (terkadang disalahartikan sebagai "kekacuan") dalam suatu sistem tertutup. Dalam teori, jumlah energi dalam proses yang dapat terjadi dua arah dalam sistem tertutup pastinya kekal, tapi dalam prakteknya jumlahnya ternyata bertambah (jadi tak terjadi secara dua arah). Contohnya, jika tak ada yang mau membereskan kamar seorang yang malas, kamar itu akan menjadi semakin berantakan — karena kamar itu tidak akan pernah membereskan dirinya sendiri.)

Segala macam rongsok dibawa ke ruang klub ini sehingga terjadi kekacuan yang beraturan, dan pelaku yang bertanggung jawab tidak lain daripada Haruhi, yang akan membawa apa pun yang dia sukai. Tidak lupa juga Koizumi yang memborong macam-macam board game tanpa henti, Nagato yang membawa buku-buku yang semakin tebal dan membacanya secepat kilat, dan Asahina-san, yang setiap hati coba menuang teh yang sempurna... Dengan kata lain, semua orang kecuali aku mempunyai andil. Ruang ini akan terlihat seperti kapal pecah jika kami tidak mau membereskannya, jadi aku sarankan pada mereka untuk membawa kembali barang-barang mereka ke rumah mereka masing-masing, dengan pengecualian lemari baju cosplay Asahina-san harus tetap ada di sini.

"Sebel deh, ngerepotin aja,"

Aku tidak bisa berjalan dengan santai hanya karena secarik kertas yang ada di dalam kantong jaketku.

Kertas itu berisi kata-kata yang didiktekan Nakagawa yang mengungkapkan proklamasi pernyataan cintanya kepada Nagato. Isinya sangat tidak masuk akal sampai-sampai aku harus menahan diri untuk tidak melempar pensilku selagi menulisnya. Hanya perayu gombal kelas kakap yang sanggup mengatakan hal-hal yang memalukan dan memuakkan seperti ini; habisnya, siapa lagi? "Berikan aku sepuluh tahun dan tunggulah daku"? Serius, capek deh!

Melewati angin pegunungan yang lembut, aku sampai juga di kompleks sekolah yang sangat familiar ini. Setelah aku tiba di ruang klub, ternyata aku masih sejam lebih awal dari waktu pertemuan yang sesungguhnya.

Bukan karena aku takut pada hukuman yang akan menimpa orang yang paling terlambat harus mentraktir semuanya, karena hukuman itu hanya ada pada kegiatan di luar.

Selagi meneleponku, Nakagawa sempat menitipkan pesan,

"Loe jangan cuma nyalin doang terus ngasihin gitu aja, loe harus ngegantiin gue sebagai sang penyair. Ga ada yang tau dia bakal ngebaca itu ato ga. Elu harus ngebacaiin semuanya ke dia secara langsung, pake nada yang penuh hasrat dan harapan yang gue pake..."

Itu adalah permintaan paling konyol yang pernah aku dengar. Aku tidak punya alasan, dan aku juga tidak sealim itu, untuk dipermainkan oleh orang tolol itu. Namun, setelah meminta kepadaku dengan penuh keharuan, beserta dengan fakta bahwa aku biasanya orang yang baik hati, aku tidak bisa menolak dia. Jadi, aku harus berusaha mencari kesempatan untuk bisa bertemu Nagato secara empat mata. Kalau aku tiba sejam lebih awal, anggota yang lain pastinya belum datang, kecuali Antarmuka Manusia Buatan Hidup ciptaan alien yang kita semua kenal, yang dapat dipercaya dan yang selalu hadir di situ.

Setelah mengetuk pintu dengan sopan tanpa balasan, aku membuka pintu.

"Hai kawan!"

Kukira kalimatku terkesan dibuat-buat? Kuputuskan untuk menggantinya,

"Hei, Nagato. Aku tau kamu bakal di sini."

Di dalam ruang klub, dikuasai oleh hawa sejuk musim dingin, Nagato terlihat seperti boneka berukuran manusia yang tidak bisa merasakan suhu apa pun, dan hanya duduk diam di kursinya serta membaca buku yang sangat tebal yang membahas tentang penyakit.

"..."

Wajah datar itu memandangku tanpa ekspresi. Dia lalu mengangkat lengannya seperti mau menyentuh keningnya, tetapi dia lalu menurunkannya lagi.

Gerakan itu mengisyaratkan dia mau mengatur letak kaca mata, tetapi Nagato tidak memakai kaca mata sama sekali sekarang. Aku lah yang berkata kepadanya bahwa dia terlihat lebih baik tanpa kaca mata, dan dia memutuskan untuk mempercayai pendapatku. Jadi, yang tadi itu maksudnya untuk apa? Apa kebiasaan dari enam bulan yang lalu telah kembali?

"Yang lain pada belum dateng?"

"Belum."

Nagato menjawab pendek lalu kembali memandangi halaman yang bertebaran dengan banyak sekali kata-kata yang hampir tak berjarak. Apa dia tipe orang yang akan berasa kehilangan jika dia menganggur?

Aku melangkah menuju jendela dan melihat lapangan utama di bawah. Sekolah hampir tidak berpenghuni karena liburan. Seruan beberapa anggota klub olahraga yang tahan dingin dapat terdengar menembus jendela.

Kuberdiri di depan Nagato. Nagato yang biasa, yang kulitnya putih pucat dan wajahnya yang kosong.

Kalau dipikir-pikir, belakangan tidak ada lagi anggota yang berkaca mata. Siapa tahu Haruhi bakal merekrut satu anak berkaca mata lagi hanya untuk melengkapi klub ini?

Pikiranku menjelajah ke hal-hal yang tak berguna seperti itu selagi aku mengambil secarik kertas dari kantong,

"Nagato, ada sesuatu yang harus aku katakan,"

"Apa?"

Nagato melipat satu halaman buku itu dengan unjung jarinya, aku mengambil nafas dalam-dalam dan berujar,

"Ada orang sakit jiwa yang menaruh perasaan kepadamu, aku putuskan untuk membantunya untuk menyampaikan pernyataan perasaannya. Jadi? Kau mau dengar?"

Menurut rencanaku, begitu Nagato berkata "tidak", aku akan langsung merobek-robek kertas itu hingga menjadi serpihan. Tapi Nagato hanya memandangku tanpa sepatah kata. Bagiku matanya yang beku seperti es itu mendadak menjadi hangat seperti baru saja melebur dalam air, apa ini karena kalimat pembukaku yang mengesankan?

"..."

"Begitukah?"

Dia mengucapkan satu kata itu secara perlahan sementara menatapku tanpa berkedip. Sepertinya dia menungguku untuk melanjutkan, walhasil aku harus membuka lipatan kertas itu dan mulai membacakan syair Nakagawa,

"Oh Dewiku yang Maha Agung Nagato, sebagai pengikutMu yang paling taat dan setia, betapa aku sangat menyesal bahwa aku hanya bisa mengungkapkan pemujaanku dengan cara yang hina ini. Mohon ampun, Dewiku, atas tindak-tanduk yang tidak pantas ini. Sebenarnya, sejak daku melihat sosok Yang Agung yang begitu mulia..."

Nagato tetap menatapku diam sambil mendengarkan. Tetapi jelas saja aku semakin berasa tidak berkenan. Selagi membacakan syair cinta yang sangat bodohnya hingga bisa dibilang mengagumkan, aku berpikir. Mengapa aku melakukan ini? Apa aku juga sudah gila?

Cerita Nakagawa berhenti ketika dia telah berhasil membeli rumah besar di daerah luar perkotaan dan memimipin keluarga yang bahagia dengan dua anak dan satu anjing putih. Selagi aku menyelesaikan buku harian dari "masa depan" ini, Nagato tidak memalingkan pandang matanya dariku. Tiba-tiba, aku merasa telah melakukan sesuatu yang sama sekali tidak cerdas.

Sekali lagi, setan apa yang membuatku setuju kepada keadaan ini?

Mulutku berhenti berucap. Jika kulanjutkan ketidakwarasan ini, aku yakin kewarasan akan berkurang. Sepertinya aku takkan pernah bisa berteman dekat dengan Nakagawa karena dia mampu melontarkan gombalan tak ikhlas seperti ini. Mungkin juga ini alasannya kami tidak pernah dekat sewaktu SMP. Setelah jatuh cinta pada pandangan pertama, dia menunggu waktu sampai perasaannya mendidih dan meledak selama enam bulan sampai mendadak memintaku menjadi perantaranya, dan pesannya ternyata sama konyolnya. Huh, sepertinya dia tidak bisa ditolong siapa pun lagi.

"Lupakan. Kurang lebih itu inti pesannya. Aku yakin kau sudah bisa menangkap sedikit."

Nagato hanya menjawab,

"Dimengerti."

Dia menganggukan kepalanya.


Yang benar saja?

Tatapan Nagato dan tatapanku saling bertemu.

Entah berapa detik berlalu ketika sang kebisuan mengepakan sayapnya di sekeliling kami...

"..."

Nagato hanya memiringkan lehernya sedikit, tapi tidak melakukan apapun kecuali memandangku. Um... jadi apa? Aku harusnya berbicara, bukan?

Ketika otakku sedang mencari kata-kata yang tepat...

"Saya telah menerima pesan yang kamu telah sampaikan kepada saya."

Tatapannya tidak pernah beralih,

"Tetapi, saya tidak bisa memenuhi permohonannya."

Dia tetap berkata dengan caranya yang biasa,

"Saya tidak dapat menjamin bahwa mekanisme pengendalian saya dapat terus bekerja dengan stabil hingga sepuluh tahun ke depan."

Setelah selesai, dia mengunci mulutnya lagi. Tidak pernah ekspresinya atau tatapan matanya padaku berubah.

"Ga..."

Yang bereaksi pertama kali itu aku, aku berpura-pura menggelengkan kepala untuk menghindari tatapan matanya yang gelap dan seakan-akan hendak menyedotku ke dalam ketidakterhinggaan,

"Kamu ga salah. Sepuluh tahun itu terlalu lama."

Walaupun masalah dari pernyataan cinta itu tidak sebatas waktu penungguan, aku hanya bisa menghembuskan nafas lega. Kelegaan ini datang karena aku tidak sudi melihat Nagato menjadi dekat dengan Nakagawa atau pecundang lain semacamnya. Tidak bisa disangkal bahwa aku masih memiliki kesanku tersendiri kepada Nagato yang lain dalam pikiran sewaktu kejadian Haruhi menghilang. Nakagawa sesungguhnya tidak separah itu, dia bahkan bisa dikatakan sebagai lelaki yang baik, tetapi aku tidak bisa menyingkirkan bayangan Nagato yang nampak tertekan ketika dia menarik lengan bajuku.

"Maafkan aku, Nagato,"

Aku meremas kertas itu,

"Ini salahku. Seharusnya aku ga pernah mendikte ini semua langsung ke kamu, dan seharusnya aku langsung menolak permintaan Nakagawa waktu dia nelepon. Tolong lupakan apa yang terjadi tadi. Aku akan hadapi idiot yang satu itu. Jangan khawatir, aku rasa dia bukan orang yang bakal ngikutin kamu secara diam-diam."

Tapi, kalau Asahina-san tiba-tiba mempunyai pacar, aku akan ikuti lelaki itu sepanjang hari...

Huh? Jadi itu alasannya.

Sekarang aku tahu apa persisnya perasaan tidak menyenangkan di dalam hati ini.

Baik Asahina-san maupun Nagato, aku tidak bisa tinggal diam kalau ada lelaki lain berani berdiri di antaraku dan mereka! Semudah itu. Makanya aku merasa lega, betapa mudahnya aku dapat dipahami.

Bagaimana dengan Haruhi, tanyamu? Ah, kalau Haruhi yang mengalami hal itu, tidak pernah terlintas dalam imajinasi bahwa aku akan khawatir. Haruhi akan mengabaikan semua lelaki yang mengejarnya. Kalau bintang-bintang di langit jatuh suatu hari dan Haruhi mulai berpacaran dengan seseorang, berarti dia tidak sesibuk sekarang lagi dalam urusan mencari alien atau penjelajah waktu. Itu seharusnya berita baik bagi dunia, dan pastilah Koizumi juga merasa senang karena jatah kerjanya berkurang.

Setelah itu, tahap hidupku yang penuh kacau dan bagai mimpi buruk ini akan segera berakhir. Hari itu mungkin akan benar-benar tiba, tetapi sepertinya bukan sekarang.

Aku buka jendela di ruang klub. Angin musim dingin yang sejuk menusuk ini, begitu tajamnya hingga dapat mengores luka di jari jemari, bentrok dengan udara yang hangat di dalam ruangan. Kuangkat tangan dan kulempar kertas yang telah diremas itu sejauh mungkin.

Bola kertas itu melayang dibawa angin dan mendarat di sekitar lapangan rumput di sebelah koridor yang menghubungkan bangunan utama sekolah dengan bangunan tempat ruang klub. Sepertinya kertas ini akan segera terbawa ke tempat air di sekitar bangunan sekolah, lalu melebur bersama dengan daun-daun yang telah gugur dan menyatu kembali dengan alam...

Tapi tebakanku salah!

"Anjrit!"

Seseorang berjalan melalui koridor itu dan mendadak berubah haluan menuju lapangan rumput. Perempuan itu lalu menatapku tajam seperti aku baru saja melempar rokok, dan lalu mengambil remasan kertas yang baru saja aku lempar.

"Hei! Jangan ambil itu! Dan jangan baca!"

Protesku berbuah sia-sia. Dia mengambil sampah itu tanpa diminta sesiap lalu, membuka remasannya dan mulai membacanya dalam hati.

"..."

Nagato tetap melihatku tanpa bergeming.

Mari gunakan berapa detik untuk memikirkan pertanyaan-pertanyaan berikut:


  Q1. Apa yang tertulis di kertas itu?
  A1. Pengakuan cinta kepada Nagato.


  Q2. Tulisan tangan siapa yang ada di kertas itu?
  A2. Tulisan tanganku.


  Q3. Bagaimana reaksi orang asing yang membacanya?
  A3. Kemungkinan sekali dia salah paham.


  Q4. Terus, kalau Haruhi yang membacanya?
  A4. Gue udah ga mau pikirin.


Akhir cerita, Haruhi membaca keseluruhan kertas itu untuk beberap menit, lalu mengangkat kepalanya dan menatapku tajam, melontarkan senyuman jahat yang menandakan dia akan melakukan sesuatu.

...Sesuai perkiraan, hari ini sepertinya bukan hari terbaikku!



Sepuluh detik kemudian, dia telah mendobrak masuk ruang klub dengan kecepatan terliar yang pernah terkira dan memegang kerah bajuku,

"SETAN APA YANG NGERASUKIN PIKIRAN KAMU!? Kamu tolol apa!? Aku bakal lempar kamu keluar jendela supaya otakmu gak macet lagi!"

Dia berteriak sambil tersenyum, namun senyum itu tampak dipaksakan. Jika kekuatannya untuk mendorongku menuju jendela dirubah menjadi energi panas, maka jumlah kalor yang ada sudah sebanding dengan pemanas ruangan selama sehari. Walaupun sudah melawan sekuat tenaga, sepertinya kekuatan ini tetap tidak tertandingi.

"Ga, sabar dulu, gue bakal jelasin! Gue sebenernya ngebantuin bekas temen sekelas gue, Nakagawa..."

"Apa!? Kamu pengen nuduh orang lain buat dosamu!? Ini tulisan tangan kamu, bukan?"

Haruhi mengancam selagi dia menyeretku ke belakang, memandangku dengan matanya yang sebesar bell dari jarak hanya sekitar sepuluh sentimeter.

"Loe lepasin gue dulu! Gue ga bisa ngomong kalo loe nyeret en nyekek gue ke mana-mana,"

Selagi aku tetap bertarung dengan Haruhi, orang keempat datang pada saat yang salah.

"WAH!?"

Kedua mata bola Asahina-san melejit menjadi sebesar nampan sementara dia membeku di depan pintu. Dia menutup mulutnya dengan cermat dan berkata,

"...Em... kalian lagi sibuk? Berarti saya lebih baik kembali nanti..."

Ya, kami memang sedang sibuk, tapi tidak seserius pikiran terburukmu. Apalagi tidak ada kesenangan yang dapat kuperoleh dari berputar-putar dan tarik-menarik dengan Haruhi, kalau Asahina-san sih, pasti beda cerita... Bagaimanapun, jangan keberatan untuk masuk. Dari dulu sampai sekarang, aku tidak pernah melanggar hak Asahina-san untuk masuk, niat pun tidak pernah ada.

Terlebih lagi, Nagato tetap duduk di sana tanpa menghiraukan segala sesuatu, jadi tidak ada alasan Asahina-san tidak bisa masuk. Jika dia dapat membantuku, uluran tanganmu akan kuterima.

Selagi aku tersenyum kepada Asahina-san dan beradu fisik dengan Haruhi pada saat yang bersamaan...

"Oh,"

Anggota terakhir telah tiba, kepalanya berada di belakang Asahina-san,

"Apakah saya tiba terlalu awal?"

Orang ini menyelipkan senyum ceria di bibirnya dan menyapu rambutnya ke samping,

"Asahina-san, kita sepertinya tiba pada waktu yang kurang tepat. Mungkin kita sebaiknya kembali ke sini lagi nanti setelah mereka telah menuntaskan urusan pribadi mereka. Saya akan mentraktir anda secangkir kopi dari mesin penjual otomatis nanti."

Jangan sembarangan, Koizumi. Kalau loe menganggap perkelahian kami seperti semacam perkelahian antara suami-istri, gue saranin loe periksa mata loe. Oh, dan jangan nyari kesempatan dalam kesempitan dengan Asahina-san. Asahina-san, tidak terjadi apa-apa, sumpah, jadi kamu tidak perlu khawatir dan setuju begitu saja dengan lelki itu.


Sekarang Haruhi menggenggam kemejaku erat-erat dengan seluruh tenaga yang dapat dia serap dari alam, sedangkan aku menggenggam pergelangan tangannya. Kalau dibiarkan terus, aku akan menderita cedera ligamen, jadi aku cepat-cepat meminta bantuan.

"Hey! Koizumi! Jangan ngiprit ninggalin gue! Tolongin gue!"

"Hmm, jadi sebaiknya saya memihak siapa?"

Koizumi berpura-pura menjadi bodoh, sementara Asahina-san tetap diam dan mengedipkan matanya tanpa henti seperti seekor kelinci kecil yang ketakutan. Dia bahkan tidak menghiraukan Koizumi memegang pundaknya seakan-akan lelaki ini ingin menjadi kesatria yang dengan perisai mengkilapnya melindungi seorang puteri yang terancam marabahaya.

Apa yang Nagato lakukan? Aku lihat sejenak dan menyadari bahwa Nagato melakukan apa yang persis kuperkirakan, tidak terpengaruh sama sekali dan tetap membaca bukunya, Oh ayolah, semua masalah yang menimpaku bersumber dari dirimu, kenapa kau tidak bisa mengatakan apapun?

Selanjutya, kurasakan genggaman Haruhi semakin menyiksa.

"Mataku pasti telah buta seperti kelelawar! Aku gak percaya aku ngerekrut orang yang sangat tololnya yang nulis surat cinta yang goblok banget! Kamu udah buat darahku mendidih! Kamu harus ngundurin diri secepatnya! Aku bener-bener mau muncrat sama amarahku, kaya masukin kakiku ke sepatu penuh kecoa tau!"

Walaupun dia penuh kemarahan, Haruhi tetap menampilkan senyuman yang misterius. Sepertinya dia tidak tahu bagaimana raut muka yang pantas untuk situasi seperti ini,

Sebelum nyampe sini, aku udah pikirin tiga belas hukuman buat kamu! Pertama, kamu harus loncatin tembok sembari bawa ikan kering yang digaremin lalu gelut bareng kucing-kucing liar! Terus kamu harus pake bando telinga kucing!

"Sebelum nyampe sini, aku udah pikirin tiga belas hukuman buat kamu! Pertama, kamu harus loncatin tembok sembari bawa ikan kering yang digaremin lalu gelut bareng kucing-kucing liar! Terus kamu harus pake bando telinga kucing!"

Kalau Asahina-san yang melakukan itu dengan memakai seragam maid, aku yakin itu akan menjadi suatu pemandangan indah; jika aku yang tertimpa kemalangan itu, kamu akan segera melihat aku digotong ke ambulans.

"Walaupun kita sebenernya gak punya bando telinga kucing sih,"

Aku menghindar menuju jendela dan menghela nafas.

Maafkan gue, Nakagawa. Kalau gue ga bocorin rahasai loe, gue pasti bakal jadi objek berikutnya setelah surat loe yang bakal dilempar keluar dari jendela ini. Sebisa mungkin, gue ga mau nyebut-nyebut nama loe, tapi kalo Haruhi tetep salah paham, bahkan Ibu Pertiwi akan diaduk-aduk jadi berantakan.

Kulihat mata Ratu Brigade yang terbuka lebar, menggunakan nada bicara yang tenang seperti waktu menjinakkan Shamisen untuk menggunting kukunya, dan mengatakan,

"Dengerin gue dulu, karena... loe harus bebasin gue dulu, Haruhi. Gue bakal jelasin semuanya supaya otak udang loe juga bisa nangkep."



Sepuluh menit kemudian.

Haruhi duduk di atas kursi besi dengan menyilangkan kakinya selagi menyeruput teh hijaunya,

"Sobatmu itu bener-bener aneh. Walau dia wajar nih jatuh cinta pada pandangan pertama, obsesi dia itu udah keterlaluan. Dasar tak tau diuntung."

Cinta tidak hanya membutakan seseorang, tapi juga menyebabkan kerusakan otak. Ah, aku tidak bisa bilang aku tidak setuju dengan kalimat terakhirnya.

Haruhi melambaikan kertas yang sudah remek itu,

"Aku sangka kamu sama si tolol Taniguchi itu kerja sama buat ngejahilin Yuki. Gara-gara isi suratnya kurang lebih mirip sama kerjaan cowo gak guna macem dia, apalagi Yuki itu pendiam, tipe anak alim, jadi keliatannya gampang dimainin."

Gue rasa loe gak bakal bisa nemuin siapapun di galaksi bimasakti ini yang lebih susah diperdaya daripada Nagato. Tetapi aku tidak memotong dan mendengarkan dengan baik. Mungkin merasa aku menahan mulutku dengan terpaksa, Haruhi menyorotkan matanya lagi kepadaku sebelum kembali dengan ekspresi santai,

"Biarin aja, kamu gak bakal bernyali ngelakuin hal macem gini. Kamu gak sepandai ini dan juga gak sekeras hati begini."

Aku tidak yakin apakah dia sedang memujiku atau menghinaku, tetapi pastinya aku tidak akan melakukan sesuatu yang patutnya dilakukan anak SD yang tidak berakal budi. Dan mau sebodoh apapun Taniguchi dalam menyatakan perasaannya, dia tidak akan melakukannya dengan kekanak-kanakan begini.

"Tapi..."

Orang yang memecah keadilan adalah seorang peri sekaligus malaikat yang menghuni Brigade SOS.

"Saya pikir idenya romantis,"

Kata Asahina-san dengan begitu murah hatinya,

"Kalau seseorang tergila-gila seperti itu dengan saya, saya pasti merasa bahagia... Sepuluh tahun, 'kan? Saya mau bertemu seseorang yang mau menunggu sepuluh tahun untukku. Romantis sekali..."

Dia melipatkan jari-jarinya sementara matanya bersinar.

Aku tidak yakin bahwa arti kata 'romantis' Asahina-san sama dengan definisi 'romantis' yang kupikirkan. Mungkin artinya berbeda. Mungkin kosa kata telah berubah di masa depan. Apalagi, dia tipe orang yang tidak akan mengerti bagaimana kapal bisa mengapung di atas air sampai seseorang menjelaskannya untuknya.

Oh ya, pakaian Asahina-san hari ini cukup normal, seragam pelaut biasa. Alasannya, seragam maid, seragam suster dan kostum-kostum unik lainnya dikirim ke laundry, termasuk kostum katak. Sewaktu Haruhi dan aku membawa seluruh kostum yang berbau aroma tubuh Asahina-san ke tempat laundry, pemiliknya hanya memandangku dan Haruhi tanpa kedip, dan itu meninggalkan luka batin dalam hatiku.

"Nakagawa dan kisah romantis sama sekali terisolasi dengan satu sama lain,"

Aku mengeuk tehku yang sudah dingin dan melanjutkan,

"Bahkan kalau dia telah reinkarnasi ke badan yang salah, dia tidak bakal pernah ditakdirkan untuk menjadi protagonis utama di shoujo manga (manga yang diorientasikan untuk pembaca remaja perempuan -- tambahan penerjemah). Horoskop binatangnya adalah beruang hitam, yang memiliki tanda bulan sabit di dadanya,"

Selagi kata-kataku bergulir, aku mulai membayangkan sosok yang mirip dirinya selagi SMP.

"Beneran? Dia terkesan seperti cowo berotot yang lembut buatku."

Walau itu berbeda dari bayanganku, kesan dari kedua bayangan berbeda ini mirip, karena sama-sama menggambarkan dia berbadan bagus. Tapi pandanganku terhadap sikapnya sama sekali berbeda daripada pikiran Asahina-san.

Aku semestinya meminta maaf kepadanya untuk menggambarkannya seperti itu, dan sebelum aku mampu menghancurkan segala bukti pengakuan cinta Nakagawa - aku harus minta maaf atas hal ini juga, tapi aku tidak sanggup melakukan itu lagi - Haruhi telah membacakannya dengan penuh semangat kepada semua orang. Setelah mendengarkannya, reaksi Koizumi berbeda daripada reaksi Asahina-san,

"Betapa sebuah deklamasi yang mengesankan,"

Dia tersenyum sambil merasa paling jago,

"Surat ini mengimplikasikan kesan yang baik atas sifat-sifat si penulis. Walaupun nadanya berkesan terlalu idealis, dia tetap menunjulkan citra yang rendah hati dan sadar terhadap realita hidup dan itu patut diacungi jempol. Meskipun si penulis sedikit kehilangan jejak karena gairah yang menggelora, kata-katanya tetap mencerminkan semangat dan ambisi. Jika Nakagawa-san ini mampu bekerja keras seperti dalam perkataannya, pastilah dia akan menjadi orang yang luar biasa di masa depan."

Psikoanalisis macam begini hanya dapat terdengar dari mulut seorang psikolog yang berpraktek kecil-kecilan. Loe pikir loe bisa sembarangan aja ngomentarin hidup orang kaya gitu? Kalo loe bisa sembrononya ngasih saran murahan macem gituan, gue juga ga kalah dari loe. Loe mau pengen ngebuat orang terkesan aja ya?

"Tetapi..."

Koizumi melemparkan senyuman lagi ke arahku,

"Keberanian yang memadai diperlukan dalam surat pengakuan seperti ini. Dan anda menunjukkan sifat alamiah baik anda dengan menyetujui untuk mendiktekan surat ini secara langsung. Jika saya menjadi anda, jari-jari saya akan bergetar sedemikian rupa hingga saya tidak mampu menulis,"

Apa maksudnya? Loe coba ngekritik gue secara halus? Ga kaya loe, gue ini orang yang menghargai pertemanan. Gue sudi dapet masalah cuma untuk jadi Cupid walau ngebuang waktu gue.

Aku mengangkat bahu dan memberi tahu Koizumi apa yang terjadi sesudahnya,

"Nagato sudah ngasih gue jawabanny jauh sebelum loe dateng,"

Aku berbicara mewakili Nagato, yang memperhatikan Haruhi dan Koizumi dengan perhatian yang sama,

"Kata dia sepuluh tahun itu kelamaan banget. Ya, memang sepatutnya sih, gue juga mikirin hal serupa."

Saat ini, Nagato, yang membisu seribu kata dari tadi, akhirnya berujar,

"Biarkan saya melihatnya."

Dia menjulurkan jari-jarinya yang kecil.

Itu baru membuatku terkejut, dan Haruhi juga sepertinya merasakan hal yang sama.

"Aku tebak kamu pengen tahu soal ini,"

Haruhi membalas seperti hendak menebak ekspresi anggota satu-satunya Klub Sastra ini di balik poninya,

"Walau Kyon hanya bertanggung jawab ngebacain ini, kamu boleh ngebawa ini balik ke rumah sebagai suvenir. Surat ini entah terlalu ambigu atau terlalu jujur, tapi jarang pengakuan macem gini ditemukan zaman sekarang,"

"Terimalah."

Koizumi menerima kertas teremas itu dan memberikannya ke Nagato.

"..."

Nagato menurunkan matanya dan mulai membaca tulisan tanganku. Kadang-kadang matanya nampak terfokus pada baris yang sama, seperti hendak membaca arti di balik kata-kata itu.

"Saya tidak dapat menunggu."

Ya, sudah dipastikan.

Tapi Nagato menambahkan,

"Tapi saya dapat bertemu dengannya."

Pernyataan yang menyentakkan semua orang di dalam ruangan dalam keheningan, lalu Nagato mengucapkan satu kalimat lagi yang membuat mataku hampir mencuat keluar,

"Saya penasaran."

Selanjutnya, dia menatapku dengan tatapan biasanya.

Tatapan yang sudah begitu kukenal - tatapan yang mencerminkan tujuan, jernih tak bercacat, mirip artifak kaca buatan seorang pengrajin.




Bersih-bersih musim semi berakhir tidak seperti yang diharapkan. Ketika aku mengusulkan untuk membereskan buku-buku di rak buku, Nagato tidak menjawab dengan 'ya' atau 'tidak', tapi hanya menatapku. Melihat sepasang mata yang tidak mampu menyembunyikan ekspresi kesedihan, aku jadi tidak tega untuk menyentuh buku-buku itu. Satu-satunya board game koleksi Koizumi yang berakhir di tong sampah hanyalah papan backgammon berbahan kertas yang didapatkan dari sebuah majalah dan hanya pernah dimainkan sekali.

Koleksi pribadi Asahina-san hanyalah daun-daun tehnya. Di sisi lain, untuk setiap barang bawaan Haruhi, respon yang didapat selalu sama, "Kamu tidak boleh membuangnya!"

"Sekarang dengar, Kyon. Dosa tau kalo kita ngebuang barang tanpa pernah dipake sama sekali. Aku ga pernah bakal ngelakuin itu. Barang yang masih bisa dipake harus terus dipake asal mutunya ga turun, ya, aku ga bakal ngebuang barang-barang itu. Itu namanya semangat cinta lingkungan."

Ya, berkat perempuan yang satu ini, ruangan ini akan segera menjadi tempat pembuangan sampah. Kalau loe bener-bener peduli sama lingkungan, elu seharusnya ga usah peduli setengah mati sama apapun yang tidak bernafas, begitulah pikirku.

Haruhi mengikatkan sapu tangan berbentuk segi tiga di kepalanya, memberikan sapu dan pengki kepada Nagato dan Asahina-san, sementara aku dan Koizumi mendapat ember dan lap pel karena kita diperintahkan untuk membersihkan jendela,

"Ini adalah waktu terakhir kita mengunjungi ruangan ini tahun ini, jadi kita harus pastikan ruangan ini akan bersih mengkilap sebelum kita pulang. Kalau begitu 'kan kita akan merasa tenang waktu kembali setelah Tahun Baru,"

Setelah menerima perintah, Koizumi dan aku mulai membersihkan jendela. Beberapa kali aku mencuri pandang ke arah tiga siswi SMA North, membayangkan apakah mereka benar-benar membersihkan ruangan atau cuma menyebarkan debu di mana-mana. Rekan kerjaku lalu berbicara dengan suara pelan,

"Perkara ini hanya bagi kita berdua. Selain 'Organisasi', banyak organisasi lainnya mencoba untuk berhubungan dengan Nagato-san. Ini dikarenakan dia sekarang memiliki status kepentingan yang sama seperti Suzumiya-san dan anda. Di antara Entitas Gabungan Benak Data, eksistensi Nagato-san adalah yang paling tidak biasa, terutama belakangan ini."

Aku duduk di atas kusen jendela dan menghembuskan nafas lembap yang hangat ke tanganku, berusaha untuk menghindar dari angin sejuk yang menurunkan suhu badanku dengan mudahnya, sementara terus mengelap jendela dengan kain basah. "Loe mau ngomong apa sih?"

Sebenarnya mudah saja untuk berpura-pura menjadi bodoh. Belakangan ini, aku mengalami sesuatu bersama Nagato dan Asahina-san yang sama sekali tidak berkaitan dengan Koizumi dan Haruhi, dan diriku yang sekarang lahir sebagai hasilnya. Aku tidak bisa duduk bengong dan menjadi anak bodoh dalam situasi sekarang.

"Gue bakal pikirin dulu,"

Aku lanjutkan, seraya melihat ke luar.

Kejadian ini dimulai olehku, jadi aku harus menyelesaikannya sendiri.

Koizumi mengelap jendela sebelah dalam dan tersenyum,

"Setuju, saya mengandalkan anda kali ini. Saya sudah cukup sibuk dengan persiapan untuk jalan-jalan Brigade SOS akhir tahun ini ke pegunungan bersalju. Di samping itu, anda masih dapat bersenang-senang dengan Suzumiya-san untuk meringankan stres. Sayang sekali, saya tidak memiliki kenikmatan semacam itu."

"Nah, sekarang siapa yang menjadi tomcat?"

Senyuman menawan Koizumi terlihat sedikit tidak normal,

"Apakah anda rasa bahwa ini saatnya saya melepaskan topeng yang tidak berbahaya ini dan merubah kesan luar diri saya yang saya tidak tahu kapan saya ciptakan? Topeng ini sangat melelahkan saya karena saya harus terus mencoba untuk bercakap dengan sopan dengan seorang kawan sepanjang waktu."

Kalo loe udah ngerasa cape, udahan aja mendingan. Gue ga ngerasa gue ngatur ekspresi loe.

"Usul itu kurang bijaksana. Karakter diri saya yang sekarang cocok dengan imajinasi Suzumiya-san terhadap diri saya. Saya sebenarnya lumayan berbakat dalam memahami kondisi jiwanya juga,"

Koizumi menghela nafas dengan sedikit dilebih-lebihkan,

"Berdasarkan pada segi ini saja, saya merasa cemburu kepada Asahina-san. Dia bahkan tidak perlu untuk berpura-pura, dia hanya perlu untuk menjadi dirinya sendiri,"

"Bukannya loe dulu ngomong Asahina-san mungkin aja pura-pura?"

"Oh, anda ternyata percaya kepada perkataan saya? Jika saya dapat memenangkan kepercayaan anda, lalu kerja keras saya mungkin telah berbuah sejauh ini."

Melebih-lebihkan seperti biasanya. Hampir setahun, dan gaya berbicaranya yang flamboyan tidak berubah sedikit pun. Bahkan hati Nagato telah mengalami beberapa perubahan, tetapi loe tetep aja sepalsu dulu. Asahina-san tidak perlu berubah, lebih baik dia tetap bersikap seperti sekarang. Ini karena aku telah bertemu Asahina-san dewasa, jadi aku tahu bahwa sudah digariskan bahwa dia akan bertumbuh jasmani dan rohani.

"Jika saya memutuskan untuk menggunakan penampilan yang lain..."

Koizumi mempercepat gerakan tangannya mengelap,

"itu bukan suatu pertanda baik. Menjaga status quo adalah tugas saya. Saya yakin anda tidak berkenan melihat saya bersikap serius."

"Yah, gue rasa gue juga ga mau. Loe 'kan selalu tersenyum bego sepanjang waktu, jadinya elu bener-bener pantes terus-terusan nempel deket Haruhi dan ngebantuin dia ngeberesin kekacauan atau ngerencanain sesuatu buat dia. Gue bener-bener pengen ngeliat sesuatu lebih daripada misteri mainan di pegunungan bersalju kali ini. Lebih dari cukup, 'kan?"

"Itu adalah salah satu pujian terbaik yang pernah saya dengar, tolong izinkan saya untuk menerimanya sepenuh hati."

Aku tidak pasti bahwa dia benar-benar jujur dalam soal ini, karena segala sesuatu yang Koizumi katakan akan berakhir sebagai embun putih di atas kaca.



Pada malam harinya...

Aku memandangi wajah tidur Shamisen yang menyelimuti tubuhnya di atas kasurku, sementara aku mencari kehangatan. Ketika berpikir keras dari mana perasaan hangat itu datang, aku juga mencoba di mana garis perbedaan antara cinta dan birahi bermulai dan berakhir. Ketika pikiranku diterangi suara yang berteriak Itu dia!...

"Kyon-kun! Ada yang nelepon... orang yang kemarin..."

Adikku sekali membuka pintu kamar dan membawa gagang telepon.

Setelah memberikan gagang telepon yang mengeluarkan bunyi satu lagu pop, dia duduk di ranjangku dan mulai menarik kumis Shamisen,

"Shami, Shami~ Shami sangat berbulu, ngomong ga bilang-bilang dulu~"

Aku amati adikku terlihat sangat ceria, lalu pad Shamisen yang tidak terganggu sedikit pun, lalu kembali kepada adikku yang bernyanyi selagi aku menempelkan gagang telepon ke telinga. Nah, sekarang apa yang sedang kupikirkan sebelumnya?

"Halo?"

"Ini gue,"

Nakagawa, teman sekelasku sewaktu SMP, tidak dapat menahan gelora keresahan dalam hati dan langsung menghujaniku dengan pertanyaan,

"Gimana jadinya? Apa yang Dewi Nagato katakan? Tolong kasi tau gue, mau gimana kek dia ngejawab, gue udah siap. Cepetan, Kyon...!"

Terdengar seperti kandidat DPR gelisah ingin segera mengetahui hasil pemungutan suara terbaru.

"Maapin ya, tapi semuanya ga berjalan dengan begitu baik,"

Aku memberi isyarat pada adikku agar dia keluar kamarku,

"Dia ngomong dia ga bakal nunggu buat elu. Dia ga bisa ngebayangin, dan ga bisa ngejamin masa depan sejauh sepuluh tahun... itu jawabannya,"

Mulutku dengan lancarnya menyampaikan pesan. "Tapi saya dapat bertemu dengannya." ...Aku mengira-ngira bagaimana reaksi Nakagawa terhadap pernyataan aneh bin ajaib Nagato itu...

"Begitu aja?"

Nakagawa terdengar tenang sekali,

"Itu memang perkiraan gue. Dia seharusnya ga bakal setuju begitu aja,"

Aku terus memberikan isyarat melalui tanganku. Mendengungkan lagu tidak berarti, adikku tak punya pilihan lain kecuali untuk membawa Shamisen yang mengeluh dan keluar dari kamarku. Sejam lagi, Shamisen akan lari kembali ke kamarku. Memang naluri kucing untuk merasa tidak nyaman bersama mereka yang terlalu memanjakan dan memberinya perhatian.

Setelah adikku pergi, perhatianku kembali menuju telepon dan memulai suatu pengadilan,

"Hei! Apa itu doang yang bisa loe ucapin setelah gue harus ngebacaiin surat yang malu-maluin buat loe?"

Kalo loe udah nyadar usaha loe bakal sia-sia, jangan suruh gue jadi perantara loe!

"Segala sesuatu harus melalui tahap-tahap tertentu,"

Loe ga layak ngeceramahin gue setelah loe langsung ngelewatin pemanasan dan loncat langsung nembak itu cewe. Loe udah ngabaiin aturan sederhana Shogi, siapa di jagat raya ini mau langsung nge-skak pada gerakan perdana?

"Gue tahu, pasti dia ngerasa ga berkenan nerima pengakuan cinta dari orang asing."

Jika loe udah nyadar itu loe semestinya tutup mulut dari awal. Satu-satunya orang yang sadar melangkah menuju ranjau hanyalah anggota dari skuad ranjau atau orang mencari kesenangan"

"Tapi gue sangka Dewi Nagato seharusnya jadi sedikit penasaran sama gue."

Itu lah inti dari perbuatan jahat Nakagawa. Nakagawa adalah orang pertama yang menjadi objek "kepenasaran" Nagato. Demikian kekuatan latar belakang Nakagawa yang begitu dasyhat. Aku jamin tidak ada manusia di planet ini yang mukanya lebih tebal daripadanya sekarang.

"Karena itu, Kyon, gue perlu loe nolongin gue lagi." Apa lagi? Semangat gotong royong gue udah kelibas hampir serata tanah sekarang.

"Loe tau gue ini anggota Tim Sepak Bola Amerika di SMA gue?"

Tidak, ini pertama kali gue tau soal ini.

"Beneran? Itu dia maksud gue, selain itu gue ga ada permohonan lagi. Jadi tim gue bakal tanding sama tim lain dari sekolah khusus cowo lainnya. Tolong bawa Dewi Nagato sama loe buat nonton pertandingan ini. Yang pasti gue jadi pemain inti.

"Kapan?"

"Besok."

Bukannya aku pernah lontarkan hal ini sebelumnya? Menangani satu makhluk rumit seperti Haruhi sudah cukup bagiku. Kenapa jadwalku harus begitu padat setiap saat?

"Gue ga bisa ngelakuin apa-apa kalo Dewi Nagato gak sudi nungguin gue sepuluh taun. Tapi, gue harep gue bakal ngegerakin hatinya dengan aksi heroik gue."

Pemikiran yang cukup baik. Loe harusnya mikirin posisi gue. Bahkan kalo elu ga pernah peduli sama gue, loe pikirin nasib orang lain menjelang akhir taun.

"Apa ini ngerepotin loe?"

Ga, gue sama sekali ga direpotin. Besok gue sebebas burung yang terbang di angkasa luas, dan Nagato juga, mungkin. Jadi, ga ngerepotin tuh. Karena dalam kasus ini, ujung-ujungnya gue kepaksa nonton aksi heroik loe."

"Keren bo, dateng aja. Mau disebutnya persahabatan juga, sebenernya ini duel hidup atau mati. Soalnya besok tim gue bakal ngelawan tim sekolah tetangga. Hasilnya itu nentuin kerjaan tim gue sepanjang Tahun Baru. Kalo tim gue kalah, tim gue bakal ngalamin neraka dalam liburan musim dingin. Dengan kata lain, gue ga bakal libur bahkan waktu Hari Tahun Baru. Latihannya juga bakal nambah lagi di samping yang biasa."

Nakagawa terdengar sangat serius, mungkin tragis pula. Tapi buatku, tak ada urusannya denganku. Ada masalah sebesar gunung yang perlu dibereskan sebelum akhir tahun, dan cuma ada beberapa hari tersisa sebelum jalan-jalan ke mansion di pegunungan besar.

"Kyon, gue ga nuntut apa-apa dari loe kalo loe sibuk. Loe cuma perlu nganter Dewi Nagato ke sana. Itu yang gue minta dari loe. Kalo dia nolak, gue bakal nyerah, sumpah. Tapi walau kemungkinannya hanya satu dari seribu, gue bakal pertaruhin semuanya. Kalo gue ga pernah coba, mimpi hanyalah tinggal mimpi,"

Ya, loe pastinya berbakat ngomong. Kelemahanku hanyalah ketidakmampuanku untuk mengucapkan hal yang keji,

"Oke deh."

Aku membaringkan badanku di atas ranjang dan menghembuskan nafas yang selama ini tidak pernah keluar,

"Gue bakal telepon Nagato nanti."

Aku punya firasat Nagato takkan berkata "tidak",

"SMA loe ada di mana? Kalo Nagato bilang OK, gue bakal bawa dia,"

Mungkin gue juga bakal bawa beberapa orang lainnya... ga ngeberatin loe kalo ada beberapa orang lain, 'kan?

"Thanks banget, Kyon. Gue bakl inget utang gue sama loe,"

Nakagawa lalu memberitahuku dengan nada ceria lokasi dan rute menuju sekolahnya, dan kapan pertandingan akan bermulai,

"Loe bener-bener dilahirin buat jadi mak comblang! Gue bakal jadiin loe MC buat pernikahan kami! Ga! Gue bakal namain anak pertama gue dengan nama elu..."

"Bye,"

Menyusul setelah penutup yang dingin, aku tutup telepon. Jika aku biarkan Nakagawa terus menceloteh, aku takut kepalaku sebentar lagi berlubang karena sel-sel syaraf ini bosan hendak keluar.

Aku kembalikan gagang telepon ke tempatnya semula lalu mengambil HPku, menelusuri daftar nombornya untuk mencari nombor telepon Nagato.



Tanpa terasa hari esok telah menghampiri dengan cepat.

"Kamu lambat banget, sih! Kok bisa-bisanya orang yang bikin acara yang paling terakhir dateng? Kamu yakin ga sih mau pergi ato ga?"

Haruhi menundingkan jarinya ke arahku dengan senyuman. Lokasi pertemuan adalah di depan stasion yang sangat familiar, yang telah menjadi tempat pertemuan resmi Brigade SOS. Tiga orang lainnya - Nagato, Koizumi dan Asahina-san telah menunggu juga.

Pada mulanya, aku bermaksud untuk membawa hanya Antarmuka Manusia Buatan Hidup yang pendiam itu, tetapi seperti yang kukatakan, hal itu tidak mungkin kalau hanya kami berdua. Serapat-rapatnya sebuah jaring, ia pasti selalu mempunyai lubang. Kalau komandan brigade mengetahui aku pergi tanpa dia, hanya Tuhan yang tahu hukuman aneh macam apa lagi yang dia akan berikan. Memikirkannya saja sudah membuatku bergetar. Berarti aku juga harus membawa sisanya, jadi setelah menelepon Nagato, aku lanjutkan dengan mengabari ketiga orang lainnya. Kenapa semuanya setuju, mungkin saja mereka pas memiliki waktu luang, atau mereka cuma penasaran dengan lelaki yang jatuh cinta kepada Nagato pada pandangan pertama ini.

Sepatutnya di tengah musim dingin yang menusuk, semua orang datang memakai pakaian tebal. Pakaian Asahina-san patut dibahas. Dengan mantel bulu buatan bewarna putih, yang mungkin lembut atau membuat gatal sekalian, dia terlihat sangat imut, seperti kelinci putih yang lugu. Jika ada orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama, seharusnya target utamanya adalah Asahina-san.

Bagi Nagato, mantel hoody melapisi seragam sekolahnya dengan hoodnya di kepala sudah cukup baginya. Bisa diharapkan bagi seorang boneka ciptaan alien, dia bisa bertahan pada suhu bumi yang membekukan.

As it was in the middle of the chilly winter, everyone came wearing thick clothing. Asahina-san's outfit was worth a mention. Wearing that white artificial fur coat, which could either be furry or fluffy, she looked so cute, like an innocent white rabbit. If one were to fall in love at first sight, one's target ought to be Asahina-san instead.

Sepatutnya di tengah musim dingin yang menusuk, semua orang datang memakai pakaian tebal.

"..."

Walaupun dia akan segera melihat orang yang menyatakan cinta kepadanya, dia tetap tak menunjukan emosi apapun.

"Baiklah, mari berangkat. Aku tak sabar ngeliat tampang cowo ini. Apalagi, ini pertama kalinya aku nonton Sepak Bola Amerika,"

Bukan Haruhi saja yang bergembira seperti mau pergi ke piknik, Asahina-san tersenyum bahagia, Koizumi tetap dengan senyumannya yang terkesan jahat, dan aku terlihat tidak senang, sementara lakon utama kita Nagato tidak beremosi apapun.

"Saya sudah meneliti rute bis di sebuah papan informasi di taman sebelumnya. Untuk mencapai sekolah lelaki itu dari sini, kita memerlukan kurang lebih setengah jam. Kita dapat menaiki busnya di sini,"

Koizumi memimpin seperti seorang guide tur sementara aku kehabisan kata-kata.

Tidak apa-apa selama kalian semua senang, mau orang ini, Haruhi atau Asahina-san.

Selagi Koizumi berjalan, dia mendekatiku di samping dan membisikkan dengan penuh arti,

"Jujur saja, anda mempunyai banyak sekali teman yang luar biasa."

Aku menunggu dia untuk meneruskan, tetapi Koizumi hanya membalas dengan senyuman dan menunaikan tugasnya lagi sebagai guide tur.

Nakagawa orang yang luar biasa? Siapa tahu. Untuk merasakan dia tersambar petir setelah melihat Nagato sekali saja, dia pasti luar biasa dibandingkan orang biasa karena memiliki indera yang spesial.

Melangkah menuju halte bis, aku merasa ada sesuatu yang mengganjal.

Entah mengapa, aku tidak bisa merasa senang.



Setelah menumpangi bis swasta selama setengah jam, kami berjalan beberapa menit sebelum tiba di sekolah orang itu. Pertandingan telah dimulai.

Gara-gara aku ketiduran, kami telah ketinggalan dua bis, jadi sewaktu kami tiba pertandingan sudah berjalan lima belas menit.

Kami juga tidak dapat dengan mudah begitu memasuki kompleks sekolah, jadi kami berjalan mengitari pagar pembatas, dan segera menemukan lapangan yang dipagari oleh kawat berduri. Pertandingan persahabatan Sepak Bola Amerika ini telah dimulai.

"Wow~ besar sekali untuk lapangan sekolah,"

Aku setuju sekali dengan komentar kekaguman Asahina-san. Berlainan daripada lapangan sekolah SMA North, yang merupakan tanah datar saja yang dibuat dari meratakan bukit kecil, kucuran uang sepertinya dikeluarkan untuk membangun lapangan olahraga sekolah swasta yang sangat besar ini. Di sisi lain, tempat kami berdiri sekarang sekitar satu lantai lebih tinggi daripada lapangannya sendiri, sehingga membawa keuntungan kepada kami. Selain kami berlima, ada beberapa orang tua jahil yang suka melewat, dan beberapa murid SMA perempuan, yang aku rasa merupakan pendukung, menempelkan wajah mereka ke pagar besi, dan bersorak mendukung dengan suara tinggi mereka bagi kedua sekolah yang sama-sama sekolah khusus lelaki itu.

Seraya mendengarkan suara tabrakan antara seragam putih dan seragam biru, tidak lupa helm-helm yang juga menempel di kepala, kami berlima menemukan tempat kosong sehingga bisa duduk berjajar.

Nagato tetap tidak mengucapkan sepatah kata pun dan tidak bereaksi apa-apa.

Keheningan masih merajalela...



Pengetahuanku tentang Sepak Bola Amerika hampir nol. Aku ingat setelah kami memenangkan turnamen baseball, Haruhi menyodorkan formulir pendaftaran untuk turnamen sepak bola dan Sepak Bola Amerika. Pada akhirnya kami tidak pernah mengikuti keduanya (tentu sahaja ini bisa tercapai setelah melalui ribuan pencobaan), tapi sebagai bekal di kemudian hari saja, aku masih mencari dan membaca aturan mainnya. Walaupun terkesan sederhana, ternyata agak rumit juga. Orang biasa tidak akan menemui kesusahan untuk mulai bermain, namun olahraga ini tidak bisa didalami secara serius kalau kita cuma asal-asalan saja.

Terlebih lagi, hanya dengan menonton adu banteng itu di belakang pagar sudah membuktikan bahwa keputusanku untuk berpartisipasi kurang tepat.

Sisi menyerang sebuah tim membawa bola berbentuk lonjong yang terlihat seperti bola rugby tetapi tidak serupa. Agar mereka bisa maju satu sentimeter saja, para pemain harus melempar, mengoper, menahan dan menyerbu dalam waktu bersamaan. Untuk menghentikan perferakan bola satu sentimeter saja, sisi pertahanan tim lawan harus mengerahkan serangan mendadak atas pemain lawan yang menopang bola, lengkap dengan gelut gemelut antar mereka untuk merebut bola dan meruntuhkan formasi serang tim yang menyerang. Suara bentrokan alat-alat proteksi para pemain tidak berhenti berbunyi.

Kesimpulannya, benar-benar olahraga Amerika.

"Hmm..."

Haruhi mendekatkan dirinya ke pagar besi dan melirik satu persatu pemain yang sedang berkumpul dalam satu grup,

"Jadi, yang mana Nakagawa?"

"Yang pake nomer 82 di punggungnya, tim putih,"

Aku utarakan itu menurut deskripsi Nakagawa sendiri. Nakagawa ditaruh di ujung, diposisikan jauh di dalam garis pertahanan lawan dan bertugas untuk menghadang pertahan lawan dan menangkap operan. Meskipun Nakagawa berbadan besar, dia juga cepat dan lincah. Hmm, pastinya penempatannya cukup bijak.

"Hah? Sepertinya para pemain boleh ganti posisi, kenapa?"

"Karena para pemain terbagi antara tim menyerang dan tim bertahan. Tim Nakagawa sekarang bermain di sisi menyerang."

"Mereka semua memakai helm, jadi kenapa mereka ga bisa serang pake helm? Segimana keras mereka bisa nubruk satu sama lain? Apa mereka ga bisa ngelakuin lemparan judo, atau jenis bela diri lainnya?"

"Ga bisa sama sekali, lag. Yang macem gitu ga diizinin, dan mereka ga boleh ngegunain helm juga."

"Hah~?"

Haruhi menatapi jalannya pertandingan dengan rasa ingin tahu yang cukup besar. Soalnya tidak ada tim Sepak Bola Amerika di SMA High; kalau ada, perempuan ini pastinya akan entah bagaimana berhasil menyelundup masuk dan meluluhlantakkan segala sesuatu. Siapa tahu, dia mungkin bisa mendapat karir yang baik di sana berbekal dengan pergerakannya yang tak dapat diduga dan tenaga tubuhnya yang meledak-ledak.

"Ini baru namanya olahraga yang menaikkan adrenalin dan semangat. Bener-bener cocok buat musim dingin!"

Aku dengarkan komentar-komentar Haruhi sementara aku melirik Nagato secara diam-diam. Dia masih tetap berwajah kosong, hanya mengikuti pergerakan bola. Bagiku, dia sepertinya tidak memberi perhatian kepada Nakagawa, tetapi berkhayal di awang-awang.

Kami berlima hanya berdiri di sana dan membuang waktu menonton murid-murid SMA khusu lelaki saling menabrak satu sama lain.

"Ehm... apa kamu mau minum teh?"

Asahina-san mengambil sebuah botol dan beberapa gelas kertas dari tehnya,

"Saya khawatir nanti kita bakal kedinginan, jadi sudah kusiapkan minuman hangat."

Benar-benar senyuman secantik malaikat, Asahina-san! Betapa bahagianya aku! Tepat sekali saat aku merasa mulai membeku saat memnonton pertandingan ini.

Jadi akhirnya, kami meminum teh kualitas nombor wahid yang dibuat oleh Asahina-san, dan menonton para pemain Sepak Bola Amerika itu bermain tanpa kenal lelah di tengah pawana sejuk yang menghilir.



Selagi kami menikmati teh dan menonton pertandingan, babak kedua berakhir dan masa half-time pertama dimulai. Berbajukan putih, tim Nakagawa berkumpul di ujung lapangan yang jauh. Seseorang yang berotot yang sepertinya pelatih mereka berteriak kencang-kencang kepada mereka. Walaupun kami tidak dapat melihat dengan jelas, kami bisa mengira orang yang memakai seragam bernombor 82 di antara pemain-pemain lainnya.

Mengenai pertandingannya sendiri, jika kamu benar-benar mau pendapatku, benar-benar membosankan dan biasa. Tidak ada operan jarak jauh yang keren, atau pemain yang berlari untuk bertahan sejauh 30 yard sepanjang sisi lapangan. Kedua belah pihak bisa mengamankan daerah mereka, dan kedua belah pihak mencetak gol berkali-kali sehingga jumlah golnya masih sama, dan tidak ada satu tim pun yang bisa mengambil alih penguasaan bola dengan unggul atas lawan mereka.

Akan tetapi, seseorang di sini yang kutahu pastinya membenci hal yang biasa dan membosankan seperti ini, dan ia tidak lain daripada Suzumiya Haruhi.

"Aku pikir ga ada ramenya ngeliatin ini terus,"

Berdiri di tempat yang sama dari tadi, Haruhi mulai menggerutu. Bukan dia sendiri saja yang menghembuskan nafas beruap putih, kami semua juga melakukan hal yang sama.

"Pemain-pemain itu lebih baik ditarik saja dari permainan, jadi setidaknya mereka bisa berlari di sanasini,"

Haruhi mengeluarkan pendapatnya sementara dia melipat kedua lengannya untuk menghangatkan diri,

"Dingin banget sih! Apa ga ada warung kopi di sekitar sini?"

Semangat piknik kami sepertinya telah dibawa terbang oleh angin yang dingin ini, apalagi karena teh hangat Asahina-san tidak dapat disajikan selamanya dan sudah habis dari tadi. Bahkan sebelumnya, setengah daripada Teh Kehangatan Cinta jempolan buatan Asahina-san ini sudah mendingin karena cuaca, jadi tidak banyak membantu untuk menghangatkan tubuh. Belum lagi kusebutkan bahwa hari ini adalah hari pertama dari gelombang pertama cold-fron sejak awal musim dingin. Haruhi bukan satu-satunya manusia yang menggigil kedinginan di sini, tetapi juga Asahina-san dan diriku sendiri, yang hampir membeku. Nagato mungkin tidak merasakan dingin sama sekali, apalagi dia pun tidak takut terhadap panas atau dingin.

"Yah, sudah aku duga, kita mana bisa seneng-seneng kalo cuma nonton aja. Barangkali aku harusnya ikutan dan maen sama mereka, aku bisa jadi orang yang ngelemparin bola,"

Mata Haruhi yang sebesar bell itu sekarang menyipit hingga hampir segaris berkat suhu yang keterlaluan rendah ini,

"Beneran, aku bakal mati beku kalo aku ga gerak. Kyon, kamu bawa barang berguna ga? Macem tas pemanas gitu?"

Kalo gue udah bawa itu, mana mungkin gue ga ngegunainnya sekarang? Kalo loe pengen ngemanasin badan sendiri, loe mestinya lari marathon keliling sekolah ato push-up kek. Udah hemat sehat lagi.

"Hmph! Oke, aku 'kan udah bawa tas pemanas di sini, besar lagi,"

Haruhi mulai menggulungkan tangannya dari belakang Asahina-san dan memegang leher kecilnya yang terlihat sangat peka dan kapanpun bisa putus itu.

"Kyaa! Waa! A... apa yang kamu lakuin?"

Suara itu pastinya berasal dari Asahina-san yang malu-malu.

"Mikuru-chan, kamu pastinya hanget deh. Dan juga lunaaak,"

Dengan menekankan dagunya ke dalam mantel bulu Asahina-san yang nampak seperti salju itu, Haruhi menempelkan badannya ke punggung Asahina-san dan memeluk badan kecil anak yang sekelas di atasnya itu yang gempal di satu daerah.

"Biarin aku dong, bentar doang. Hehe, Kyon, apa kamu cemburu?"

Gue cemburu banget. Kalo gue mau meluk benda yang hangat dan lunak itu, gue pasti udah peluk dari depan."

"Hmm?"

Haruhi memberi pandangan nakal,

"Maksud kamu..."

Dia sepertinya hendak mengutarakan sesuatu, tapi lalu menutup mulutnya, dan menghembuskan nafas perlahan,

"Kamu pengen ngelakuin ini juga sama Mikuru-chan?"

Aku memandang wajah nakal Haruhi, dan mata Asahina-san yang terbuka lebar, yang dikekang oleh pelukan Haruhi yang setangguh besi. Aku memutar otak untuk mencari jawaban yang pantas, dan ketika otakku sibuk bekerja dalam dilema ini, penyelemat hidupku datang dari belakang,

"Jika kalian tidak keberatan, apakah tidak lebih baik apabila kita saling memeluk?"


Mungkin Koizumi ingin ikut dalam percakapn kami, namun dia memperparah situasi dengan senyumannya yang liar dan usulannya yang vulgar itu.

"Walaupun kita bisa juga berlari marathon, saya sama sekali tidak keberatan jika dua lelaki saling berpelukan hanya untuk menjaga kehangatan."

Tapi gue keberatan banget. Aku sudah katakan berapa kali, aku tidak tertarik dengan "sejenis"ku. Koizumi, loe mendingan tutup mulut elu terus komentarin aja itu pertandingan. Masalah utamanya cuma antara gue, Nagato dan Nakagawa. Keberadaan loe di sini sebenarnya sepenting rumput yang digoyang angin di sana. Aku juga harus mengakui bahwa keberadaan Haruhi dan Asahina-san sebenarnya kurang penting.

Aku menarik pandanganku ke sisi lain,

"Itu ga penting..."

Orang terpenting di sini - Nagato - tetap terdiam seperti biasa, dan hanya memandangi lapangan. Bahkan tidak ada otot badannya yang bergerak. Sepertinya matanya menatap langsung Nakagawa, tetapi aku tidak yakin apabila dia hanya melihat satu orang itu saja.

Beralih ke persoalan lainnya, Nakagawa melakukan hal yang kurang lebih sama. Sebagai bagian dari tim yang menyerang, waktu dia sedang aktif di lapangan atau beristirahat di sisi lapangan, dia tidak pernah melihat ke arah kami. Aku sudah diganjar ribuan masalah untuk membawa Nagato ke sini, dan dia hanya mengabaikan kami sebagai balasannya. Bahkan tadi saja, sewaktu jeda pertama, dia langsung berkumpul dengan pemain lain untuk mendiskusikan siasat. Apakah gairahnya untuk pertandingan ini dan hasratnya untuk menang mengalahkan api asmaranya?

Atau dia memang sengaja bersikap seperti ini? Kalau perkataan Nakagawa benar, jika dia melihat Nagato sekali saja, dia akan kehilangan kendali dengan cepat. Aku masih berkesimpulan dia terlalu melebih-lebihkan keadaan, tetapi kalau perkataannya benar, maka ini bisa berdampak buruk pada pertandingan.

"Ah, terserah,"

Aku berkata dalam hati dan menatapi kepala Nagato dari belakang, dan melihat rambut pendeknya terurai angin.

Kurasa sebaiknya aku menunggu hingga pertandingan usai dan ketika Nakagawa keluar dari lapangan dan bertemu Nagato. Setidaknya, kalau babak kedua berlanjut dengan baik dan tim Nakagawa menang, dia akan sebebas burung-burung yang terbang di atas sana.

Tetapi...!

Naasnya, semuanya tidak pernah berjalan selancar itu. Kurang dari lima menit setelah peluit menandakan bagian tiga-perempat pertandingan dimulai...

Nakagawa diangkut ke ambulans.



Izinkan daku untuk menjelaskan bagaimana orang malang itu bisa terluka. Inilah rentetan kejadiannya:

Babak kedua bermulai dengan giliran menyerang tim lawan. Mereka berlari hanya sepanjang 20 yard dan kehilangan bola dengan cepat. Nah, sekarang giliran tim Nakagawa untuk menyerang.

Nakagawa diposisikan di ujung dekat garis gawang yang dijaga ketat dari kedua sisi. Quarterback mereka berdiri di belakang bagian tengah tim putih dan mengisyaratkan beberapa kode ke rekan-rekannya. Dengan terburu-buru, Nakagawa melesat dari garis depan menuju ke sisi lapangan, dan pada saat itu juga, si quarterback membawa bolanya dan mundur dua atau tiga langkah. Para pemain bertahan tim lawan, cornerback dan linebacker kontan saja menyerbu ke depan seperti binatang buas.

Nakagawa mempercepat larinya dan melewati penjagaan beberap orang, berputar dan membuat pergerakan palsu seperti mau menerima operan. Si quarterback lalu melempar bola dengan lemah melewati Nakagawa menuju ke pemain lain, yang ada di posisi yang lebih dalam.

"Ah."

Aku tidak yakin apakah Haruhi atau Asahina-san yang berteriak.

Seperti peluru, bola itu tidak mengikuti arah trajektori yang seharusnya. Salah satu linebacker tim lawan meloncat ke depan, tetapi tidak berhasil menghalangi pergerakan bola. Kemungkinan untuk serangan balik hilang pada saat terakhir ketika bola itu mengenai ujung jarinya, tetapi tiba-tiba berubah arah setelah dihalangi dengan kencangnya, lalu jatuh ke posisi yang tidak diduga siapapun.

Pada saat inilah!

Aku melihat Nagato, patung Buddha kami yang tidak bergerak itu, akhirnya melakukan satu aksi.

"..."

Dia menarik hoodnya hingga menutupi wajahnya, tetapi tidak mulutnya, sehingga pandangan bibirnya dengan secepat kilat mengucapkan mantra tidak terlepas dari pengamatanku.

"..."

Nagato pastinya mengucapkan suatu mantra dengan cepat sekali.

Aku hanya melihat kejadian ini dari sisi mataku, karena perhatian utamaku tetaplah pada pertarungan sengit di tengah lapangan.

"Woa!"

Menuruti instingku, aku memiringkan badanku ke depan dan melebarkan mataku.

Aku telah mengamati perubahan arah gerak bola yang liar itu, dan bola itu jatuh tepat di tempat di mana Nakagawa sedang berlari dengan cepat. Di tengah-tengah pandangan mataku, Nakagawa melompat setinggi-tingginya, menangkap bolanya di udara, dan lalu mencoba untuk mendarat dengan aman...

...tetapi dia gagal.

Pada saat bersamaan, cornerback tim lawan yang menjaganya juga melompat dengan luar biasa. Dia hanya ingin menangkap satu benda, yaitu bola yang semua orang di tengah lapangan anggap sebagai benda terpenting kedua setelah hidup mereka.

Seperti atlit lompat jauh, cornerback itu meloncat tinggi setelah berlari, pas ketika Nakagawa meraih bola. Karena manusia tidak mempunyai sayap, mereka tidak dapat bergerak di udara sebebas keinginan mereka, jadi setelah cornerback itu loncat sekuat tenaga, dia lalu jatuh bebas ke tanah, menghantam tepat badan Nakagawa. Energi kinetiknya secara instan turun menjadi nol. Menyaksikan bagaimana kedua pemain itu terlontar ke belakang, kita hanya bisa membayangkan bagaimana hebatnya tubrukan itu.

Cornerback lawan itu berputar 90 derajat dan jatuh ke lapangan di atas punggungnya; Nakagawa yang tidak melindungi dirinya berputar berapa kali dengan indah dan mendarat dengan kepalanya.

"Wah?"

Seruan ini keluar dari mulut Asahina-san yang terkejut.

Aku juga ikut berteriak karena Nakagawa telah mendarat dengan cara terburuk bagi kehidupannya. Seperti korban dari kejadian Tombstone Piledriver, atau Klan Inugami, dia mendarat dengan kepalanya dulu. Tetapi, bagi pegulat, selalu ada matras empuk, jadi untuk korban Klan Inugami, setidaknya mereka mendarat di genangan, tetapi bagi Nakagawa, kepalanya menghantam tanah yang keras dan dingin.

(Yokomizo Seishi - penulis fiksi detektif Jepang, yang terkenal dengan karyanya serian Detektif Kindaichi. Serian manga yang meneruskan serian itu, Berkas Kasus Kindaichi, menampilkan Kindaichi Hajime, cucunya kosuke. Dalam salah satu cerita Kindaichi Kosuke, Klan Inugami, (hanya tersedia dalam wiki bahasa Jepang) - Korbannya ditemukan dengan kepalanya terkubur di dalam genangan lumpur berair.)

Suara tabrakan keras yang menakutkan itu menggetarkan telinga kami sesaat setelah mata kami menyaksikan kenaasan itu.

"Brak!"

Alangkah bersyukurnya dia mengenakan helm, kalau tidak berdasarkan suara brak keras itu, tengkoraknya sudah pasti terpecah belah.

Wasit meniup peluit untuk menghentikan pertandingan. Nakagawa terbaring tanpa gerakan. Nakagawa menggenggam bolanya erat sekali seperti menggenggam kenang-kenangan berharga dari keluarganya dan tidak memberikan respon sama sekali... bahakn seinci pun. Atmosfir situasinya sangat menegangkan dan tidak lucu sama sekali.

"Apa dia baik-baik saja?"

Haruhi bertanya dengan wajah pucat pasi.

"Waaaa--,"

Seperti menyaksikan adegan berdarah dari film horror, Asahina-san bersembunyi di belakang bahu Haruhi,

"Ah, datang juga tandunya,"

Dia berkata dengan penuh kekhawatiran.

Dikelilingi oleh rekan setimnya, Nakagawa sekarang dibawa dengan tandu darurat dan dibawa dari lapangan. Walaupun begitu, jari-jarinya masih memegang erat bola, sikap tidak berputus asanya patut dipuji. Jika kecelakaan ini tidak mampu menyalakan api insipirasi bagi tim Nakagawa untuk menang, lalu aku tidak rasa ada hal lain yang sanggup.

Berbaring di atas tandu dengan helmnya dilepas, situasi Nakagawa tidak separah yang diduga. Dia merespon terhadap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan dia mengangguk ke setiap pertanyaan. Walaupun dia mencoba untuk bangkit dan jatuh lagi, setidaknya dia masih bernafas.

"Mungkin dia hanya mengalami benturan ringan,"

Koizumi mencoba menjelaskan keadaan,

"Saya rasa kita tidak seharusnya khawatir berlebihan. Kecelakaan seperti ini biasa terjadi dalam olahraga sejenis ini."

Loe bukan dokter, dan elu nonton dia jatuh dari kejauhan, jadi jangan sok tau aja. Kalo loe bener, bagus buat kita semua sih, tapi kepala itu 'kan rentan sekali, bener ga? Pelatih dan guru pembimbing tim mereka seperti terlihat khawatir seperti perasaanku. Tak lama kemudian, bunyi siren ambulans datang mendekat.

"Temanmu bener-bener ketiban sial,"

Haruhi menghembuskan nafas,

"Dia mau pamer di depan Yuki tapi malah cedera sekalian. Dia terlalu semanget kali sampe ga mikirin resikonya."

Dia sepertinya sedikit bersimpati kepada Nakagawa. Apa dai benar-benar mau mempertemukan Nakagawa dan Nagato? Terus kenapa loe dulu belum apa-apa langsung nolak Presiden Kelompok Riset Komputer yang pengen minjem Nagato?

Setelah mendengarkan protesku, Haruhi membalas,

"Kyon, walau aku pribadi nganggep cinta itu cuma semacem penyakit, aku ga bakal seegois itu ngehalangin orang ngejar gebetan mereka dan mainin mereka demi kesenangan. Apalagi, setiap orang itu punya pendapet berbeda tentang kebahagiaan,"

Apa bener Nagato harus merasa beruntung karena digebetin Nakagawa?

"Huh, meski aku mikir seseorang itu ga beruntung, kalo orang itu ngerasa dia bahagia, ya pastinya dia bahagia dong,"

Aku melemaskan pundakku dan mendengarkan filsafat cinta Haruhi masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Maaf saja, kalau pacar Asahina-san ternyata nanti seseorang tolol, bahkan kalau Asahina-san merasa bahagia, aku tidak akan membiarkan mereka bergandengan tangan begitu saja. Mungkin saja, aku bakal melakukan segala sesuatunya untuk menghentikan hubungan mereka. Tapi mau dipikirkan bagaimanapun juga, seharusnya tidak ada yang bisa menyalahkan tindakanku.

"Saya harap temenmu itu ga apa-apa,"

Asahina-san beruccap dan melipat tangannya di depan dadanya. Doanya terlihat tulus ikhlas dan tidak mengada-ngada. Betapa mulia jiwanya. Dengan pertolongan doa Asahina-san, orang yang mengalami retak tulang di seluruh abdannya pasti akan sembuh dalam waktu kurang dari tiga puluh menit. Nakagawa pasti akan sembuh kembali.

Akhirnya, tim medis tiba dan mengangkat Nakagawa ke dalam ambulans. Mereka sangat berhati-hati ketika menangani tandu, seperti membawa dus bertuliskan "Mudah Pecah - Tangani dengan Penuh Kehati-hatian".

Setelah meletakkan Nakagawa di dalam ambulans dan menutup pintu, siren ambulans mulai berbnuyi lagi. Ambulans itu lalu melesat pergi, dengan lampu merah di atasnya perlahan menghilang dalam kejauhan.

Nagato, yang lebih pendiam lima kali dari biasanya hari ini, menatap ambulans yang pergi menjauh itu dengan matanya yang berkilau seperti batu obsidian, seperti ingin membuktikan eksistensi Redshift dengan mata telanjangnya.



Kemudian, apakah semuanya berakhir?

Pertunjukan semangat cinta Nakagawa kepada Nagato telah usai karena bintang utamanya harus mengundurkan diri dari lapangan, dan kami sudah tidak tertarik untuk menonton sisa pertandingan. Apalagi cuacanya semakin membekukan badan, dan tujuan utama kami di sini sudah lenyap, jadi tidak ada alasan bagi kami untuk tinggal diam di sini, karena target utama kami telah dibawa ke rumah sakit.

"Kita mendingan pergi ke rumah sakit juga,"

Haruhi mengusulkan,

"Kalo sasaran utama kita udah dimasukin ke RS, mestinya kita ikutin dia, jadi kisah cinta ini bisa dilanjutin. Terus, bukannya lebih baik kalo Yuki ngejenguk dia dan nunjukin perhatian. Temen kamu pastinya bakal ngerasa seneng. Apalagi ada pemanas di dalam RS 'kan? Jadi gimana?"

Sejujurnya, ide spontan Haruhi tidak buruk sama sekali, tetapi aku tidak mau kembali ke rumah sakit lagi. Sejak aku bertemu Haruhi, luka psikologisku telah bertambah pesat.


"Apa kamu ga peduli sama temenmu? Aku kasi tau aja, waktu kamu dimasukin ke rumah sakit, aku khawatir luar biasa. Tapi cuma karena kita temenan,"

Haruhi menarik lenganku dengan paksa dan berkata,

"Kali ini bukannya kamu yang bikin masalah ini,"

Berjalan menjauhiku dengan rona wajah keras, Haruhi lalu berucap lagi,

"Oh ya, ambulans itu pergi ke rumah sakit mana?"

Gimana mungkin gue tau yang gituan?

"Biarkan saya mencari tahu,"

Koizumi tersenyum, mengangkat tangannya dan menerima tugas ini,

"Tolong tunggu sejenak. Tidak akan lebih lama dari satu menit,"

Setelah membalikkan badannya dan berjalan sebentar, Koizumi memencet beberap tombol di HPnya dan bercakap dengan suara pelan, lalu mendengarkan lawan bicaranya. Semenit kemudian, dia menutup telepon dan berjalan menuju kami seraya tersenyum,

"Saya sudah menemukan rumah sakit mana yang merawatnya,"

Aku tidak bisa menebak nombor mana yang dia hubungi tadi, tapi pastinya bukan 119.

"Rumah sakit itu merupakan rumah sakit yang kita kenal semua. Pastinya kalian dapat pergi ke sana tanpa saya sebutkan,"

Gelombang ingatan menerpaku, pikiranku langsung mengingat semua dialog monoton itu, apel-apel merah, dan senyuman ceria Koizumi.

"Ya, rumah sakit yang satu itu. Tempat dulu anda dirawat,"

Penanggung jawab rumah sakit itu memangnya sobatnya paman loe? Aku amati Koizumi. Harusnya ini kebetulan, kalo ga...

"Kebetulan saja,"

Dia lalu tertawa kecil melihat mataku yang menatap curiga,

"Tidak, pernyataanku benar, ini hanya suatu kebetulan. Saya juga terkejut, jujur saja."

Loe ga usah mesem-mesem ga jelas gini. Gue masih tetep ga bisa percaya sama elu.

"Terus, ayo kita semua serbu rumah sakit itu! Panggil aja taksi! Kalo kita dateng berlima, 'kan biayanya jadi murah karena dibagi,"

Haruhi mulai mengambil alih situasi.

"Suzumiya-san, saya pikir sebaiknya kita mengadakan pertemuan untuk membahas perjalanan kita selanjutnya ke pengunungan bersalju. Kedua orang ini dapat mewakili kita untuk mengunjunginya, sedangkan anda, Asahina-san dan saya akan mengadakan pertemuan ini untuk mengadakan persiapan, bagaimana? Kita belum mengatur tentang tanggal kepergian, barang bawaan dan hal-hal kecil lainnya. Kita tidak akan bisa pergi dengan lega jika kita tidak membereskan hal-hal ini sesegera mungkin."

Bahkan setelah mendengarkan usulan panjang lebar itu, Haruhi tetap merasa ragu, "Huh? Beneran?"

"Iya,"

Koizumi melanjutkan bujukannya,

"Sekarang sudah hampir Malam Tahun Baru. Agenda utama kita seharusnya adalah untuk mengorganisasi kegiatan untuk Tahun Baru di mansion pegunungan bersalju. Saya sebenarnya hendak mengumpulkan seluruh Brigade SOS untuk pertemuan ini, tetapi saya tidak mengharapkan kejadian tambahan seperti ini berlaku dalam jadwal kita,"

Ya, gue sih minta maaf aja buat semua.

"Oh tidak, saya tidak hendak menyalahkan anda. Sebaliknya, saya yang seharusnya meminta maaf. Saya akan membiarkan anda untuk menemani Nagato-san, jadi sebaiknya anda segera pergi untuk menjenguk Nakagawa-san di rumah sakit. Saya akan membiarkan anda memutuskan apa yang kalian akan lakukan di sana. Saya akn menunggu di tempat minum kopi yang biasanya bersama dengan Suzumiya-san dan Asahina-san, jadi kalian dapat mengunjungi kami setelah menjenguk... Apakah semuanya dapat anda terima, Suzumiya-san?"

Haruhi terdiam sejenak sebelum berkata dengan ekspresi cemberut,

"Hmm, kamu ga salah. Aku ga bakal banyak ngebantu di sana. Terus, temennya Kyon cuma pengen ketemu sama Yuki doang,"

Dia terlihat sangat tidak berkenan,

"Oke lah, Kyon, kamu aja yang pergi ke sana sama Yuki. Kalo orangnya mau-maunya sampe nulis surat cinta berbunga kaya gitu, mustinya dia bakal nari kaya orang gila cuma ngeliat Yuki lima detik aja."

Setelah itu, Haruhi menundingkan jari ke arahku dan memerintah dengan wajah kesal,



Walhasil, kami semua pergi menuju tempat pertemuan kami sebelumnya dengan bis. Dari sana, kami berpencar menjadi dua kelompok. Aku dan Nagato akan menaiki bis lagi untuk menuju ke rumah sakit itu, sedangkan sisanya akan melakukan tugas mereka lagi sebagai pelanggan tempat minum kopi itu.

Nagato tidak pernah memalingkan kepalanya setelah kami berpencar, tetapi aku tiba-tiba ingin melihat ke belakang. Aku lihat Haruhi sepertinya menggunakan bahasa tubuh dengan lengannya selagi mereka menjauh. Aku tidak mengerti maksud bahasa isyarat aneh itu. Kupalingkan mataku ke orang yang berada di sisiku, yang menyelimuti dirinya dengan mantel hoody-nya yang tebal.

Bagaimana aku harus menghadapi ini...

Sederhana saja, pertanyaan-pertanyaan mulai menggumpal di sekitar hariku seperti ganggang laut. Pertanyaan pertama berkaitan dengan Nakagawa, yang telah jatuh cinta kepada Nagato pada pandangan pertama. Mengapa dia harus jatuh terluka seperti itu di tengah pertandingan? Pertanyaan kedua berhubungan dengan perkataan Koizumi yaitu, "Anda pastinya mempunyai banyak teman yang luar biasa". Aku merasa bahwa kata "luar biasa" itu menunjukkan maksud tersembunyi. Kuakui bahwa tiada temanku yang nyentrik luar biasa; kalaupun ada, orangnya adalah Koizumi. Apa makna perkataannya itu saat dia mengatakan bahwa Nakagawa "luar biasa"?

Hal lain yang tidak bisa diacuhkan adalah mantra misterius yang Nagato ucapkan. Kecelakaan Nakagawa terjadi pas setelah Nagato mengucapkan mantra itu. Walapun otakku berada di dengkul, selama aku mempunyai kenangan atas kejadian itu, aku bisa membuat hubungan antara keduanya. Sebagai seseorang yang bisa memanipulasi pemukul cadangan sepertiku hingga bisa mencetak tiga home-run beruntun, pastinya Nagato berkemampuan melakukan hal semacam itu.

"..."

Nagato tetap menutup wajahnya dibalik hood mantelnya dan tidak mengucapkan apapun, tetapi aku yakin jawabannya akan terungkap segera.



Setelah bertanya kepada resepsionis, kami mengetahui bahwa Nakagawa telah menyelesaikan perawatannya dan telah dipindahkan ke kamarnya. Walaupun cederanya tidak serius, dia harus tetap diopname untuk dipantau keadaannya. Aku berjalan dengan Nagato, yang mengikuti seperti hantu gentayangan di belakang orang yang mau dirasukinya, dan memasuki koridor yang melintasi kamar yang telah ditunjukkan oleh resepsionis.

Hanya dengan beberapa langkah, kami telah sampai di kamar itu. Nakagawa ditempatkan di kamar yang berisikan enam orang.

"Nakagawa, loe baek-baek aja?"

"Hei Kyon!"

Bekas teman sekelasku mengenakan pakaian tidur rumah sakit bewarna biru dan terbaring di atas ranjangnya. Wajah Nakagawa masih bisa kukenali; potongan rambutnya masih sama. Dia langsung duduk seperti panda yang beranjak bangun dari tidur siangnya.

"Elu dateng tepat waktu, gue baru aja beres dirawat. Dokter ngomong gue mesti diopname semalem dulu cuma buat mastiin aja. Leher gue mungkin cedera waktu gue jatuh, jadinya gue tadi ngerasa enek mau muntah. Syukur aja dokter bilang tadi cuma benturan kecil. Gue juga udah nelepon pelatih buat ngasi tau gue ga kena luka serius dan bakal keluar besok, jadi mereka ga perlu ngejenguk gue lagi..."

Sewaktu dia terlihat bersemangat berbicara tanpa henti seperti gayanya, dia lalu menyadari keberadaan hantu yang berdiri di sebelahku, dan matanya menjolor keluar,

"A, apa dia.... m, mungkinkah..."

Bukan mungkin lagi kali, sudah terjamin seratus persen,

"Cewe ini Nagato. Nagato Yuki. Gue pengen nyenengin loe, jadinya gue bawa dia ke sini juga."

"Ahhhhh.....!"

"Saya Nakagawa!"

Dia berteriak sekuat nafas dan memperkenalkan dirinya,

"Naka seperti Nakahara Chuya, dan Gawa seperti dalam Kawamura (catatan: huruf "k" dalam kawa biasanya dibunyikan menjadi "g" ketika dilanjutkan dengan huruf lain jadi ini bukan salah ketik)! Nama saya Nakagawa! Saya ingin berteman dengan anda!"

Dia berkata dengan penuh rasa hormat seperti seorang daimyo bertemu dengan shogun-nya untuk pertama kalinya.

"Nagato Yuki."

Nagato memperkenalkan diri tanpa sepercik keceriaan dalam suaranya. Dia bahkan tidak melepaskan mantelnya dan terus memasang hood di kepalanya. Aku tidak bisa menahan pemandangan ini, jadi aku turunkan hood itu yang menutup wajahnya. Setelah pergi sejauh ini untuk menemuinya, Nakagawa pasti akan kecewa kalau Nagato pergi tanpa menunjukkan wajahnya.

Nagato tetap tak bergeming, tapi hanya menatap Nakagawa, yang terlihat terkejut. Setelah sepuluh detik,

"Hah? ...Ah~"

Nakagawa merubah ekspresi wajahnya segera, dia lalu nampak kaget,

"Anda... Nagato-san, bukan?"

"Iya." Nagato menjawab.

"Anda cewe yang jalan bareng sama Kyon waktu musim semi dulu...?"

"Betul."

"Anda yang sering pergi ke supermarket di dekat stasion...?"

"Betul."

"Benarkah... begitukah..."

Wajah Nakagawa lalu terlihat murung. Aku awalnya menduga dia akan menangis bahagia dan pingsan karena ledakan kebahagiaan, tetapi ternyata tidak sama sekali. Malahan, situasi di dalam ruangan itu sekarang terasa tidak nyaman.

Nagato menatap Nakagawa seolah-olah seperti sedang mengamati ikan yang berhenti berenang di dalam akuarium, sedangkan Nakagawa membalas tatapannya seperti sedang melihat lubang di seberang jalan.

Kedua individu itu terjun dalam pertandingan saling tatap tanpa alasan yang jelas. Segera, salah satu dari mereka menyerah. Seperti yang kukira, Nakagawa yang pertama kali menggerakan bola matanya.

"...Kyon,"

Meskipun Nakagawa setengah berbisik, kelihatannya pasien lainnya di ruangan itu dapat mendengarnya, tapi hanya aku melihat dia menggerakan jarinya secara diam-diam, seperti mengisyaratkan sesuatu.

"Ada apa?"

"Ada sesuatu... er, yang harus gue omongin ke loe doang. Jadi... bisa ga loe... minta.."

Setelah melihat Nagato terus memandangnya, aku langsung paham. Dia mau memberitahuku sesuatu yang dia tidak ingin Nagato dengar.

Aku berpaling ke arah Nagato...

"Begitukah?"

Tidak mungkin kedua orang ini terhubung secara telepati, tapi Nagato langsung saja berbalik, keluar dari ruangan dengan kecepatan secepat roda pembawa koper.

Setelah pintu tertutup, Nakagawa mengeluarkan nafas lega,

"Cewe itu... beneran dia Nagato-san? Beneran loe?"

Gue rasa loe ga mungkin seberuntung itu sampe ketemu orang yang niru Nagato persis. Meski gue pernah ngeliat dia pernah bersikap beda dulu, itu udah lewat.

"Mestinya loe seneng sampe jantung elu muncrat," aku berkata, "Mempelai masa depan loe sepuluh tahun lagi udah ngejenguk elu, masa loe ga bisa pura-pura tersentuh?"

"Emm... hmmmm,"

Nakagawa terlihat ragu dan menganggukan kepalanya,

"Dia Nagato-san... oke. Loe ga ragu. Dia bukan kembarannya atau doppelganger-nya."

Maksud loe apa sih? Jangan ngomong loe nolak dia gara-gara dia ga pake kacamata. Loe belakangan udah ngeliat Nagato belum? Itu permintaan gue supaya dia ga pake kacamata lagi dan dia setuju. Gue ga bakal terima kalo loe bilang elu ga bisa nerima dia sekarang gara-gara loe punya fetish kacamata, terus terang aja.

"Ngga, alesan gue bukan itu!"

Nakagawa mengangkat kepalanya, wajahnya terlihat bingung,

"Gue juga ga tau harus ngomong apa... tolong kasi gue waktu buat mikir lagi, Kyon. Maapin gue..."

Nakagawa lalu duduk di ranjang dan mulai bercakap dengan dirinya sendiri. Apakah otaknya telah rusak? Reaksinya sama sekali tidak diduga. Sia-sia saja berembuk dengan dia sekarang. Apapun yang kukatakan, dia hanya balas "hmm", seperti sedang memikirkan masalah seluruh dunia yang membebani pundaknya. Akhirnya, dia lalu menggenggam kepalanya seperti sedang menderita sakit kepala. Aku tidak sabar kalau aku harus bermain seperti ini selamanya, jadi aku tinggalkan ruangan itu.

"Nakagawa, gue harus denger jawaban sama alasan elu nanti. Gue ga bisa bales dia secara ga masuk akal gini..."

Laporanku untuk Haruhi juga harus ditunda. Jika aku beri tahu dia keanehan ini, dia hanya akan menatapku tidak percaya.

Aku melangkahkan kaki yang pegal ini keluar dan menemukan Nagato menyandarkan badannya ke tembok, menunggu diriku.

Aku melangkahkan kaki yang pegal ini keluar dan menemukan Nagato menyandarkan badannya ke tembok, menunggu diriku.

Matanya yang bewarna gelap itu melirik ke arahku, lalu ke arah lantai.

"Mari pergi,"

Dia lalu melanjutkan perannya sebagai hantu yang menggentayangiku setelah menganggukan kepalanya.

Mengapa teka-teki ini berakhir tidak beres seperti ini?

Seperti kumbang petarung, aku berjalan di depan Nagato, yang tak bergeming sedikit pun, dan setengah berlari menuju halte bis.



Adegan selanjutnya di tempat minum kopi itu mestinya dapat kau duga. Haruhi menjabarkan rencananya untuk liburan musim dingin dan berceloteh, Koizumi terus menganggukan kepalanya seefisien mesin, Asahina-san perlahan menyeruput teh Darjeeling-nya, aku terlihat kehilangan jejak di tengah semuanya, sedangkan Nagato tetap berperan sebagai pendengar yang diam tanpa pendapat dari awal sampai akhir.

Pembayaran kami bagi secara merata, dan akhirnya pertemuan Brigade SOS hari ini berakhir. Sesampainya aku di rumah, yang menantiku adalah...

"Kyon-kun! Kamu balik tepat waktu, ada yang nelepon.."

Adikku menggenggam gagang telepon itu lagi dan membawa Shamisen dengan tangan yang satunya lagi sembari tersenyum. Aku mengangkat gagang telepon dan Shamisen secara bersamaan lalu memasuki kamarku.

Seperti yang kuduga, telepon dari Nakagawa.



"Gue sumpah ga tau gimana gue harus ngasi tau loe..."


FYI, Nakagawa meneleponku dengan menggunakan telepon umum di rumah sakit. Suaranya terdengar berat dan tidak berkenan untuk menyatakan sesuatu,

"Bisa ga loe sampein pesen gue, gue pengen batelin lamaran gue?"

Dia terdengar seperti pemimpin perusahaan menengah ke bawah yang berusaha untuk menunda waktu pelunasan hutang yang semakin menumpuk.

"Loe mau kasi tau gue alesannya?"

Aku sendiri terdengar seperti lintah darat yang sedang kesal dan mengancam si pemimpin perusahaan,

"Loe sampe berani-beraninya nyinggung mimpi loe hidup sama dia sebagai keluarga sakinah, dan sekarang loe putus asa gitu aja? Sehari doang? Apa artinya loe menderita buat berbulan-bulan? Loe langsung berubah pikiran spontan setelah bertemu orangnya? Kalo loe ga kasi alesan bagus, gue ga bakal nyampein pesan loe lagi."

"Maapin gue deh... gue juga ga yakin gue ngerti perasaan gue..."

Permintaan maafnya terdengar tulus...

"Waktu dia gurung-gusruh pergi ke rumah sakit buat ngejenguk gue, gue senengnya ga kepalang tanggung. Tapi, ga kaya dulu, Nagato-san kali ini ga punya lingkaran sinar atau aura di sekitarnya. Dia keliatan kaya cewe biasa aja yang kita bisa temuin di jalaan. Ga, dia cuma cewe normal ga peduli gue ngeliat dia gimana. Kenapa dia jadi gitu, gue juga ga bisa ngerti."

Pikiranku mengandaikan Nagato membuat ekspresi yang mengatakan, hidup itu tidak bisa diduga.

"Kyon, gue udah mikirin ini dalem-dalem, dan akhirnya udah ngambil keputusan. Gue bener-bener jatuh cinta sama Nagato-san dulu, tapi gue sekarang ga ngerasa apa-apa sama dia. Berarti dulu gue udah salah besar."

Salah besar macem apaan?

"Semua salah gue. Semuanya bukan cinta pada pandangan pertama. Setelah gue pikirin balik, gue ga percaya sama cinta macem gituan. Gue udah keliru, gue pikir perasaan gue itu macem gitu."

Oke deh. Terus pengakuan loe udah ngeliat Nagato dikelilingi cahaya halo malaikat, dan nyeritain diri loe kesamber petir itu cuma omong kosong? Apa alibi loe buat cerita loe beku ngeliat Nagato sebentar aja?

"Gue bener-bener ga tau,"

Suara Nakagawa menandakan penyesalan mendalam seperti dia mau meminta-minta peramal cuaca untuk menghentikan hujan untuk seratus tahun ke depan,

"Gue ga ngerti sama sekali. Yang cuma gue bisa pikirin yah, ini semua cuma halusinasi gue..."

"Seriusan elu?"

Meskipun aku terdengar kasar, aku tidak ingin menyalahkan Nakagawa. Sebenarnya, aku tidak terkejut. Karena tidak ada yang keluar dari harapanku. Ketika aku pertama kali mendengar Nakagawa berceloteh tentang delusinya, aku sudah dapat menebak apa yang ada di balik semua ini.

"Oke deh, Nakagawa. Gue bakal sampein pesennya ke Nagato. Gue yakin dia ga bakal terlalu kecewa, soalnya doi ga pernah mikirin loe sama sekali. Dia paling bakal ngelupain lalu spontan."

Aku tangkap suara hembusan nafas lega di telepon.

"Beneran? Kalo loe bener, syukur banget. Kalo ga gue ga tau harus minta maaf kaya apa sama dia. Otak gue pastinya lagi konslet waktu itu."

Pasti itu yang terjadi. Tidak ada keraguan lagi, waktu itu otak Nakagawa tidak bekerja semestinya. Sekarang semuanya sudah normal. Mungkin ada yang mengucapkan mantra penyembuhan kepadanya?

Aku lalu bercakap sejenak dengan Nakagawa, sampai pulsanya habis, lalu kami saling mengucapkan sampai jumpa. Lebih baik hal ini berakhir dengan damai, jadinya kami bisa bertemu lagi dengan tenang.

Setelah percakapan berakhir, aku langsung menghubungi nombor lain,

"Apa kamu bisa keluar rumah sekarang?"

Aku atur waktu dan tempat bagi pertemuanku dengan orang lain yang ada di ujung lain telepon, lalu mengambil syal dan mantelku. Shamisen, yang sedang berbaring di mantelku, menggelincir ke karpet dan terlihat kesal.

Setelah hari yang sibuk kemarin, hari ini, sama gilanya, akhirnya akan berakhir.



Aku mengkayuh sepedaku dan melesat menuju tempat ziarah bagi orang-orang aneh, taman di depan stasion dekat kompleks apartemen Nagato. Nagato telah memintaku untuk menemuinya di sana di awal bulan Mei. Ketika aku berkelana dengan Asahina-san dan kembali ke tiga tahun yang lalu sewaktu Tanabata, aku juga bangun di tempat ini. Dan belakangan, waktu aku kembali ke periode waktu yang sama untuk yang kedua kalinya, aku juga sedang duduk di sana dengan Asahina-san yang dewasa. Ingatan masa lalu itu membanjiri kepalaku.

Aku mengarahkan sepedaku ke pintu masuk taman dan memarkirkan sepedaku di sana, dan lalu berjalan menuju taman.

Orang itu telah menunggu di tempat duduk penuh kenangan itu, lengkap dengan mantel berhoody-nya seperti salah satu Jawas. Di bawah sorotan lampu jalan, dia memandangku seakan-akan dia baru menyeruak muncul dari kegelapan itu sendiri.

"Nagato,"

Aku menyapa sosok kecil yang menatapku itu,

"Sorry deh buat nelepon kamu mendadak. Seperti yang aku katain tadi, Nakagawa tiba-tiba berubah pikiran."

Nagato berdiri tegak seperti dengan luwes dan menggerakan kepalanya sedikit, lalu berkata,

"Dimengerti."

Aku membalas pandangan mata hitam yang dingin itu,

"Ini saatnya kamu kasih tau aku kebenaran, bukan?"

Badanku sudah merasa hangat berkat kerja kerasku untuk mengkayuh sepeda secepat mungkin, jadi aku bisa berdiri seperti ini di tengah malam yang sejuk sebentar lagi,

"Aku bisa ngerti Nakagawa jatuh cinta sama kamu pada pandangan pertama, karena semua orang punya seleranya sendiri. Tapi betapa mendadaknya dia ngerubah pikirannya, itu terlalu aneh. Apalagi kejadiannya pas sama pertandingan tadi... setelah Nakagawa cedera dan masuk rumah sakit, semua perasaan dia sama kamu lenyap gitu aja, jadi aku rasa ini bukan kebetulan,"

"..."

"Apa kamu terlibat dalam hal ini? Aku tahu kamu ngelakuin sesuatu pas pertandingan. Kamu yang buat Nakagawa cedera, bukan?"

"Ya."

Setelah menjawab sejenak, Nagato mengangkat kepalanya, memandangku dalam-dalam dan melanjutkan,

"Dia tidak jatuh cinta kepadaku."

Nada suaranya sangat datar seperti orang yang membacakan esai ilmiah,

"Apa yang dia lihat bukan saya, tetapi Entitas Gabungan Benak Data."

Aku mendengarkan dan terdiam, sementara Nagato terus berkata dengan hambar,

"Dia mempunyai kemampuan di luar panca indera manusia untuk berinteraksi dengan Entitas Gabungan Benak Data menggunakan diriku sebagai antarmuka."

Aku merasakan angin dingin menggigit telingaku.

"Namun, dia tidak mengerti apa yang dia amati. Manusia adalah makhluk hidup organik yang terbatas dan berada dalam tingkatan pemahaman yang berbeda daripada Entitas Gabungan Benak Data."

..."Aura yang bersinar membutakan mata di balik punggungnya... semurni dan sesuci cahaya surga atas dunia..." Itu lah penjelasan Nakagawa.

Nagato melanjutkan penjelasan tanpa emosinya,

"Dia pasti telah menyaksikan gundukan pengetahuan yang berlimpah yang telah melewati persepsi ruang dan waktu. Meskipun data yang dia telah tangkap dari antarmuka sama sekali tidak berarti, data itu sudah cukup untuk mengganggu kestabilan mentalnya."

Dan itulah yang dia salah artikan... benar? Aku lirik rambut Nagato yang berantakan dan menghela nafas. "Kepribadian dalam" yang Nakagawa rasakan hanyalah bagian kecil dari Entitas Gabungan Benak Data. Walaupun aku tidak benar-benar mengerti, bos Nagato adalah entitas kuat yang memiliki sejarah tak terpikirkan dan pengetahuan yang di luar batas pemahaman manusia. Karena itu aku bisa mengerti mengapa Nakagawa, yang secara tidak sengaja menangkap pengetahuan ini, menjadi tidak karuan. Bayangkan kejadian ini seperti kamu membuka attachment email yang membawa program jahat, akhirnya komputermu akan terinfeksi virus hingga rusak dan kamu tidak bisa berbuat apapun.

"Jadi itu alasannya Nakagawa salah mengira bahwa dia jatuh cinta?"

"Betul."

"Jadi... kamu sudah merubah perasaannya sewaktu pertandingan tadi?" Bukannya menjawab dengan kata-kata, kepala berambut acak-acakan itu mengangguk dan berkata,

"Saya menganalisa kekuatan yang dia punyai, dan lalu menghapusnya."

Nagato melanjutkan,

"Kapasitas otak manusia sangat tidak memadai untuk berkoneksi dengan Entitas Gabungan Benak Data. Saya memperkirakan bahwa dia akan terus berkelakukan seperti itu jika tidak diberikan tindakan."

Bagian ini bisa kutangkap seluruhnya. Mari kita pinggirkan sejenak reaksi Nakagawa yang langsung jatuh tak sadarkan diri begitu melihat Nagato. Fakta bahwa dia menunggu setengah tahun sebelum memberitahuku rencananya untuk sepuluh tahun mendatang adalah bukti bahwa otaknya telah konslet. Jika dia terus dibiarkan, dia bisa menjadi orang gila betulan. Aku menggigil ketakutan hanya dengan memikirkan ini.

"Tapi mengapa Nakagawa memiliki kekuatan seperti ini? Apa dia dilahirkan dengan kemampuan untuk melihat Entitas Gabungan Benak Data melaluimu?"

"Dia mungkin mulai mempunyai kekuatan ini sejak tiga tahun yang lalu."

Tiga tahun yang lalu, lagi? Alasan mengapa Nagato, Asahina-san dan Koizumi ada di sini adalah karena sesuatu terjadi tiga tahun yang lalu. Atau lebih tepatnya, sesuatu yang disebabkan oleh Haruhi...

Saat ini, aku sadari satu hal.

Kemampuan di luar panca indera yang Nagato sebutkan. Kalau kemampuan ini... aku mengerti sekarang. Siapa tahu, Nakagawa mungkin seorang esper cadangan bagi Koizumi. Musim semi tiga tahun yang lalu, Haruhi pastinya telah melakukan sesuatu. Dia menyebabkan distorsi temporal, ledakan data, dan kelahiran esper di seluruh dunia. Kalau itu memang benar, aku tidak akan terkejut kalau Nakagawa direncanakan sebagai esper pengganti Koizumi. Kalimat misterius Koizumi sekarang dapat dipahami. Entah dia sudah tahu dari dulu, atau baru mengerti dalam dua hari belakangan ini, orang ini pasti telah menyadari Nakagawa mempunyai kekuatan semi-esper. Karena itu dia menyiratkan bahwa aku mempunyai banyak teman yang "luar biasa".

"Dugaan itu adalah mungkin." ucap nagato.

Atau bisa jadi... Aku menggigil lagi tanpa sebab musabab cuaca. Tidak semuanya harus terhubung dengan kejadian tiga tahun yang lalu. Haruhi mungkin masih memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain secara supernatural sekarng. Seperti membuat sakura mekar di tengah musim gugur, merubah warna bulu burung merpati di sekitar kuil menjadi putih hanya dalam waktu selama. Dia masih menyebarkan pengaruhnya ke semua orang di sekitarnya hingga hari ini.

"..."

Nagato tetap berdiri tanpa menjawabku, atau mungkin dia telah mengatakan segala sesuatu yang dia ingin katakan dan mulai beranjak pergi. Dia perlahan berjalan melewatiku, yang juga terdiam seperti patung, dan mulai kembali ke kegelapan, seperti hantu gentayangan yang bisa menjelajah dunia di luar sana...

"Tunggu, apa kamu bisa jawab satu pertanyaan lagi?"

Siluet Nagato memberikan jawaban yang sulit dijelaskan. Aku kontan memanggil dan menghentikannya.

Nakagawa, setidaknya dengan pengakuannya jatuh cinta pada Nagato pada pandangan pertama hingga mau menulis surat cinta yang memalukan, adalah, sejauh pengetahuanku, orang pertama yang menyatakan cintanya kepada Nagato. Setelah mendengarku membacakan lamaran pernikahannya kemarin, apa yang terjadi dalam pikiran Nagato? Seseorang datang dalam kehidupanmu, menyatakan cintanya yang murni dan tanpa pamrih, membuka hatinya, berkata "Aku mencintaimu, mari membangun masa depan yang bahagia bersama", tapi setelah satu hari, ternyata dia salah paham. Cuma, gimana sih rasanya kamu mendengar semua itu?

Pertanyaan dalam hatiku akhirnya membeludak dalam kata-kata dan mengalir dari mulutku,

"Apa kamu gak ngerasa kecewa?"

Dalam beberapa bulan sejak kami bertemu, aku telah memiliki banyak kenangan bersama Nagato. Walaupun aku juga memiliki kenangan dengan Haruhi, Asahina-san dan Koizumi, sepertinya aku telah mengalami kejadian luar biasa kebanyakan bersama dengan Nagato secara khusu. Bahkan, segala macam situasi sepertinya melibatkan dirinya. Aku juga patut menyinggung hal ini, dia mungkin satu-satunya yang bisa membunyikan sinyal dalam diriku agar aku berjuang lebih keras lagi. Entah apa yang telah terjadi, Haruhi akan selalu menemukan jalan penyelesaian, Asahina-san hanya perlu menjadi dirinya sendiri, sedangkan Koizumi boleh pergi ke neraka, peduli macam apa diriku pada orang itu, tetapi...

"Waktu kamu sadar bahwa perasaan dia semuanya cuma salah paham belaka, apa kamu ngerasa kecewa?"

"..."

Nagato berhenti, dan memutar wajahnya ke arahku. Angin tiba-tiba bertiup dan menutup wajahnya dengan rambutnya.

Pawana malam ini menusuk tulangku dan mampu mengiris daun telingaku. Setelah penantian yang terasa selamanya, suara yang redup berkelana tertiup angin dan memasuki daun telingaku,



"...Saya sedikit kecewa."




TERSIHIR pada Pandangan Pertama Tamat


Return to Halaman Utama Back to Petualangan Asahina Mikuru Episode 00 Forward to Kemanakah Kucing Itu Pergi?