Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Volume9 Prologue

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Warning: Bab ini sama sekali belum disunting.


Prolog


Cara-cara mengetahui perubahan musim berbeda-beda untuk tiap orang. Untukku, cara tergampang mungkin dengan mengamati kelakuan kucing calicoku, Shamisen.

Saat Shamisen tidak lagi menyelinap ke ranjangku tengah malam, aku akan tahu bahwa beberapa bulan musim semi, musim yang paling disenangi di daerah empat musim, telah tiba. Tetapi dibandingkan kucing, tumbuhan punya kemampuan yang sama, bahkan lebih hebat dan mengagumkan. Sakura yang berbunga di mana-mana seolah siap layu perlahan menurut jadwal yang telah mereka laksanakan. Langit di awal April cerah dan biru seolah diwarnai dengan krayon. Mentari, seolah bersiap untuk musim panas, menumpahkan cahya keemasannya ke daratan dengan segala kehebatannya. Tetapi, angin yang bertiup dari pegunungan terus membawa sedikit rasa dingin, mengingatkanku dengan ketinggian kota yang kutinggali ini.

Aku, tanpa ada yang ingin kulakukan, mengangkat kepala dan melihat ke langit biru, berkata lirih.

"Sudah musim semi, yah…"

Mungkin kukatakan sesuatu macam itu karena kebosananku. Karena itu aku tidak megharap jawaban dari siapapun. Tapi orang di sampingku, alih-alih mengetahui hal ini, bagaimanapun juga merasa harus menjawab.

"Nggak ragu lagi, ini sudah musim semi. Buat murid-murid, ini juga awal tahun pelajaran dan tahun kalender. Aku ngerasa ini awal lembaran baru juga."

Nada bicaranya - yang secara mengejutkan - menyenangkan itu cocok untuk musim semi, jadi sejauh ini tak apa. Kalau saja itu diucapkan saat musim panas hanya akan membuat orang merasa hangat. Soal musim dingin… satu-satunya orang yang aku harap sudi berbicara padaku adalah Asahina-san, dan hanya dirinya seorang.

Aku tidak terlalu yakin ia sadar bahwa hatiku tak lagi ada untuk pembicaraan itu, dan segala yang tersisa hanyalah tubuh fisikku. Tetapi ia melanjutkan bicaranya tanpa memperhatikan selaan apapun.

"Ini kali keduaku menyambut musim semi sejak aku masuk SMA. Aku nggak tau apa 'musim semi akhirnya datang' atau 'musim semi datang lagi begitu cepat' yang lebih tepat nunjukin maksudku di sini."

Aku penasaran bagian mana yang perlu dibingungkan soal itu. Andai ini Bahasa Indonesia, dia selalu bisa menggunakan 'dan' untuk menghubungkan kedua frase itu. Orang tidak mungkin mengingat semua yang mereka lakukan tiap saat. Karena itu, ketika seseorang mencoba mengingatnya lagi, banyak kejadian yang lalu ini kelihatannya berlalu begitu cepat atau lambat. Seperti yang terjadi sekarang ini, aku cuma harus menggunakan banyaknya rasa gembira yang aku alami untuk menilai seberapa cepat atau lambat kejadian itu terjadi. Mari kita pikirkan ini dari sudut pandang jarum jam; bukankah jarum-jarum itu bergantung pada hitungan detik untuk mengukur aliran waktu, sembari mengeluarkan suara detikan untuk mengingatkan orang-orang akan hal ini? Walau kadang seseorang tidak ingat mematikan alarm jam, kadang akhirnya alarm itu tidak menyala, membuatku marah sampai-sampai melempar jam alarm itu ke dinding. Musibah macam itu paling sering terjadi Senin pagi.

"Seperti kamu bilang, jarum jam itu satu dari sedikit benda yang bisa mengingatkan kita secara objektif tentang kejadian-kejadian. Tapi untuk manusia, bukan hanya jarum jam, yang paling penting itu apa yang sudah kita kerjakan atau lewati selama waktu itu."

"He eh."

Aku berhenti mengamati perubahan bentuk awan dan menoleh menghadap orang di sampingku.

Yang ada di depan mataku adalah sesosok wajah ganteng dengan senyum yang tak memudar, mengingatkan kita akan keberadaan pemiliknya - Koizumi Itsuki. Senyum yang dapat digambarkan sebagai pemandangan senormal jejak asap sebuah pesawat yang baru melintasi langit: tidak terlalu menyilaukan mata sehingga membuat kita tidak ingin melihatnya. Sadar bahwa tidak ada gunanya lagi menatap wajahnya lebih lama, aku tolehkan kepalaku kembali ke depan.

Tapi,

"Ngomong-ngomong soal perasaanku..."

Sementara pemandangan halaman sekolah terpantul di retinaku, aku bilang ke Koizumi dengan tatapan lekatnya yang tertuju padaku.

"...'musim semi AKHIRNYA datang' itu lebih cocok!"

Mataku mengikuti anak-anak kelas satu yang terkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di halaman dan seragam SMA Utara yang mereka pakai. Pikiranku memutar kembali adegan-adegan tahun lalu yang dapat kuingat, membuatku penasaran apakah anak-anak kelas dua setahun lalu melihat anak kelas satu dengan perasaan yang sama seperti yang kurasakan sekarang. Kupikir begitu. Betul-betul perasaan yang menakjubkan.

Karena penempatan distrik untuk sekolah aku berakhir di SMA Utara dan bertemu Suzumiya Haruhi, si enigma berjalan. Sebelum benar-benar terbiasa dengan situasi, aku dipaksa mendengarkan perkenalan dirinya yang gila. Sementara aku masih penasaran "Apa sih yang salah dari orang ini?", aku ditarik ke dunianya dan dipaksa bergabung dengan organisasi misterius yang dikenal dengan nama Brigade SOS. Berkat ini, aku bertemu alien sungguhan, esper, pengelana waktu, semua yang seharusnya tidak pernah ada. Tidak apalah kalau cukup berhenti di situ, tetapi aku ditarik ke kejadian-kejadian paranormal satu demi satu, dan harus ikut bersenang-senang bersama Haruhi pula. Ya ampun. Pengalaman hidupku pastilah telah meningkat secara eksponensial hanya dalam setahun belakangan. Kenyataanya, kupikir aku tidak akan kerepotan mengalahkan boss di video game dengan semua pengalaman-pengalaman ini.


"Kebiasaan itu betul-betul kuat."

Perengan yang harus aku taklukkan tiap hari dalam misiku ke sekolah telah menjadi semacam kebiasaan sampai-sampai akhir-akhir ini, aku merasakan diriku masih dalam kontak fisik dengan kasurku hingga saat-saat terakhir yang memungkinkan. Bagaimanapun juga, aku bukan satu-satunya orang yang telah berubah drastis; Haruhi juga telah mengalami proses ini, seperti seekor karper yang sebelumnya hanya melompati ring berubah menjadi naga.

Aku benar-benar ingin memakai kamera untuk memotret Haruhi saat ini, dan menunjukkannya pada Haruhi yang setahun lalu untuk ia lihat. Aku juga ingin membuat sebuah cerita bergaya kisah peribahasa menceritakan bagaimana dirinya akan menjadi dalam setahun.

"Aku juga setuju."

Koizumi menjulingkan matanya dan mengangkat mulutnya agak keatas, tangan menyilang di depan dadanya, kaki tersandar pada meja.

"Aku lagi ngomongin soal kebiasaan. Saat melihat orang-orang tersebar di seluruh penjuru bumi, kita bisa tahu bahwa mereka bisa beradaptasi dengan lingkungannya dengan mudah. Pada dasarnya seseorang butuh waktu untuk terbiasa dengan lingkungan barunya. Tapi akhir-akhir ini aku mulai penasaran apakah ini buruk? Sekali orang terbiasa dengan suatu lingkungan, kemampuan beradaptasi dengan perubahan mendadak akan berkurang pula."

Apa sih yang sebenarnya sedang kamu omongin? Kalau yang kamu maksudkan Haruhi, aku percaya jumlah kejadian tak terduga jauh melebihi kebalikannya.

"Hmm, kamu benar..."

Koizumi memperlihatkan ekspresi yang jarang terlihat, yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Orang ini sering ngomong besar lagi dan lagi, bahkan walaupun pihak lain tidak memintanya. Kalau aku menanyakan padanya apapun aku mungkin harus duduk menyimak setumpuk jargon darinya dulu.

Kuanggukkan kepalaku tanpa bicara, mencoba mengalihkan perhatian Koizumi, sebelum mengalihkan pandangan ke arah lain.

"......"

Masih dalam keheningan, punggung orang pendek setenang patung Buddha di biara masuk ke medan pandanganku. Ia mengenakan seragam perempuan SMA Utara, rambut pendeknya melambai pelan tertiup angin.

Tak ragu lagi, itu Nagato Yuki, senjata rahasia Brigade SOS - walaupun Presiden Klub Literatur merupakan gelar kehormatan yang sebenarnya untuk dia. Seperti Koizumi dan diriku, Nagato telah membawa meja dan kursinya ke halaman, agak jauh dari kami, tanpa berkata-kata membaca bukunya. Judulnya terbaca "Filsuf, Seniman, Pemusik, dan Hubungan Antara Mereka", dan buku itu setebal bata.

Aku menoleh dan memandangi blok ruangan klub sekolah. Asahina-san, setelah ditarik keluar dari ruangan klub oleh Haruhi yang berjalan secepat cahaya, masih belum kembali. Sebetulnya, aku nggak terlalu mempermasalahkan, karena barangkali itu akan menjadi berkah tersembunyi.

"Kalau seperti ini permasalahannya..."

Aku belum menceritakan situasi saat ini, jadi mari kita bahas secara cepat. Tahun ajaran baru telah berjalan beberapa hari, dan masa kurikulum telah berakhir. Hari ini, kami membawa meja dan kursi kami ke sebuah sudut di lapanngan. Hampir semua - walau tidak semuanya - anak kelas dua dan tiga berkumpul di lapangan sekolah juga.

Di balik punggung para anggota Kelompok Riset Komputer samar-samar aku dapat melihat layar-layar komputer di depan mereka yang mempertontonkan isi beberapa CD-ROM atau grafis CG. Tidak seperti "The Day of Sagittarius III", ada nuansa abad pertengahan dari apa yang nampak di layar. Mirip dengan kartu tarot peramal keberuntungan. Ini membuat kita penasaran apakah presiden Kelompok Riset Komputer menderita kerusakan otak sehingga mempertontonkan sesuatu macam ini. Aku dapat melihat presiden anak kelas tiga yang baru saja dipromosikan di kerumunan, walau aku tidak yakin apakah ia masih memegang posisi itu. Walaupun hal-hal ini bukan benar-benar urusanku, aku rasa aku hanya merasa penasaran. Kupikir aku akan memastikannya pada Nagato nantinya.

Melayangkan pandanganku ke mana pun, aku melihat beberapa klub tak dikenal berkumpul di sudut lain. Aku bahkan belum pernah mendengar nama beberapa dari klub itu. Melihat semua ini, aku mulai menyadari bahwa apa yang kulakukan saat ini betul-betul tidak bermanfaat. Aku hanya tidak paham mengapa kita harus berpartisipasi dalam aktifitas macam ini.

Kalaulah aku dipaksa memberikan alasan untuk ini, aku pikir barangkali ini karena Nagato.

Sekali lagi aku melihat ke gadis kutu buku itu.

Tak terlalu jauh dari tempat Nagato duduk diam, tulisan "Klub Literatur" tercetak di selembar kertas, ditempelkan ke sebuah meja dengan double-tape. Lembar kertas itu berayun lembut seirama angin yang bertiup di rambut Nagato yang tak terjamah oleh salon manapun. Tatapan lekatnya tak pernah sekalipun meninggalkan buku itu, seolah mencoba memutus Nagato dari dunia luar.

Kurasa semua orang sudah mengerti sekarang.

Ini adalah masa bagi bermacam-macam klub ekstra kurikuler untuk merekrut anggota baru, sekaligus ajang pamer hasil karya mereka. Seperti inilah tepatnya yang sedang terjadi di sini untuk klub rumpun kebudayaan di halaman. Klub rumpun olahraga mengadakan acara serupa di ruang olahraga atau lapangan olahraga sekolah. Orang akan langsung mendekati kelompok itu dengan sendirinya, bahkan tanpa ada usaha untuk perekrutan. Mengenai klub-klub seni dan semacamnya, mereka telah menyiapkan bilik-bilik di dalam ruangan klub masing-masing, mirip sekali dengan nelayan yang memasang jala dan menunggu ikan tertangkap. Ini menyisakan klub-klub yang barangkali bahkan tidak dikenal tanpa adanya promosi - seperti bermacam-macam kelompok minat - di halaman.

Aku mengharapkan kebanyakan pembaca memahami hal ini tanpa penjelasan lebih lanjut, jadi aku belum benar-benar menyebutkannya sampai sekarang. Secara alamiah, para anggota Brigade SOS telah naik kelas. Haruhi, Nagato, Koizumi, dan aku akan masuk kelas dua, dan Asahina-san kelas tiga. Kini aku harus mengucapkan perpisahan dengan ruang kelas 1-5 yang penuh kenangan. Tak dapat kukatakan aku tak akan merindukan kelas itu, tetapi bahkan sementara aku melangkah memasuki tahun kedua, aku ragu banyak yang akan berubah. Oh, aku belum menyebutkan bahwa Haruhi dan aku sekali lagi masuk ke kelas yang sama. Saat aku masuk ke ruang kelas dua setelah upacara pembukaan tahun ini, orang yang duduk di belakangku - seperti dugaanku - Haruhi. Muka arogan itu, yang terisi dengan emosi dan cengiran yang kelihatannya selalu menyembunyikan rencana jahat, tetap tidak berubah

"Kenapa ini?"

Haruhi memandang dengan raut-tak-pedulinya yang biasanya.

"Seperti nggak ada perubahan sejak kelas satu! Aku mengharap kejadian yang meluluhlantakkan bumi terjadi!"

Saat ini aku merasakan sentimen yang sama juga, walaupun ingin kutanyakan maksud perkataannya, apakah ia senang atau tidak senang dengan keadaan saat ini. Di 2-5, selain aku dan Haruhi, Taniguchi dan Kunikida masih berkeliaran juga. Bahkan wali kelas kami masih Okabe-sensei, yang terkenal dengan perhatiannya untuk para siswa. Walaupun ada beberapa teman sekelas yang namanya tidak kuketahui walau aku ingat pernah melihat mereka, yang penting adalah semuanya berasal dari 1 -5. Aku juga mendengar bahwa semua siswa yang berniat masuk program ilmu alam cukup untuk dimasukkan dalam satu kelas saja, dengan begitu 2-8 sudah secara khusus disediakan untuk maksud ini. Anak-anak 1-8 dibubarkan dan dipecah ke tujuh kelas lainnya. Tentunya ada beberapa anak yang - walaupun tidak begitu perlu - dikocok dari satu kelas ke kelas lain. Mungkin inilah tujuan Okabe- sensei menyuruh kita melakukan perkenalan diri lagi, untuk anak-anak yang dipaksa hengkang dan bergabung dengan kami.

Sebelumnya, aku meragukan keaslian pengocokan kelas macam ini. Karena itu aku mendekati mereka yang tampaknya meragukan bagaimanapun kita melihat mereka, dan mereka yang punya kemampuan memanipulasi kejadian macam itu sekehendaknya.

"Kamu merencanakan ini?"

Jawaban mereka adalah:

"Tidak." Nagato menjawab datar. Ajaibnya, dia menambahkan, "Ini hanyalah sebuah kebetulan."

"Kami tidak melakukan apapun. Aku kira ini keputusan sekolah. 'Organisasi telah memutuskan untuk tidak mempertanyakan kejadian ini lebih jauh." Koizumi menjelaskan dengan senyuman pahit.

"Aku pikir ini cuma kebetulan."

Kelihatannya mereka serius tentang hal itu.

Walaupun di dalam hati aku mengetahui adanya gadis yang punya kemampuan mengubah kebetulan menjadi sesuatu yang diperlukan, aku tidak akan mengembangkannya lebih jauh.

Apa ini juga berarti Asahina-san dan Tsuruya-san dimasukkan ke kelas yang sama pula? Kalau memang begitu, ada kemungkinan keluarga Tsuruya ada di balik hal ini. Tetapi aku samasekali tidak tahu bagaimana aku bisa menanyakan kepadanya dengan tepat walaupun seandainya saja ini benar.

Bagaimanapun juga, alih-alih perbedaan dalam kelas, semuanya masih akan berkumpul di tempat yang sama sepulang sekolah.

Yang jadi urusanku sekarang, atau seharusnya jadi perhatianku, adalah hal-hal lain. Kelihatannya hal-hal itu ada di pikiran setiap siswa baru juga.

Aku sudah mengenal para alien, sebagaimana seorang kakak kelas dari masa depan. Aku juga tidak dapat menyangkal bahwa lelaki yang paling sering aku ajak bicara setahun terakhir ini adalah esper.

Tapi...

Pada hari itu, saat itu, ketika Haruhi mengucapkan perkenalan yang mengejutkan seisi 1-5, dari semua kelompok yang telah ia sebutkan masih ada satu yang belum muncul.

Para slider.

Meskipun kupikir aku tidak ingin orang-orang macam itu ada, dan hanya gadis itu satu-satunya yang akan merasakan bahwa mereka menghilang, dengan keberhasilan kami naik kelas saat ini, kursi kelas satu menjadi kosong...

"Ya ampun."

Aku anggukkan kepala beberapa saat, mencoba mengendurkan bahuku, dan memulai misiku mengamati anak-anak kelas satu.

"Begitu ada orang berpotensi terlihat, namanya harus segera dicatat!" Inilah instruksi dari pemimpin kita tercinta. Tetapi Haruhi tidak dapat menyebutkan apa potensi yang dimaksudkan, dan bagaimana orang-orang berpotensi dapat diketahui.

Barangkali aku akan beralih topik sekali lagi untuk membicarakan perenalan diri saat pelajaran pertama di 2-5. Haruhi tidak mengulangi apa yang ia katakan tahun lalu, alih-alih, dengan nada yang tak antusias tetapi jelas lantang ia nyatakan:

"Aku Suzumiya Haruhi, pemimpin Brigade SOS. Aku sudah mengucapkan bagianku!"

Wajahnya yang tersenyum memberikan kesan bahwa dirinya adalah seorang yang tidak mengenal rasa takut. Dia duduk lagi di kursinya setelah sedikit menarik rambutku.

Kelihatannya seolah ia mencoba berkata "Sudah cukup.".

Tapi untuk seisi kelas, ini memang sudah cukup. Untuk seisi sekolah ini, tak mungkin tidak ada orang yang tidak mengenal dua istilan yaitu 'Suzumiya Haruhi' dan 'Brigade SOS' saat ini.

Bahkan kalaupun...

Dengan ceroboh kutatap kaki-kaki orang-orang yang bersedia mengambil resiko memakai seragam yang sama dari kelas satu sampai kelas tiga, memakai sepatu dengan logo sekolah, yang sedang berjalan-jalan di halaman sekolah.

Bahkan kalaupun ada, dia pastilah salah satu dari para pendatang baru.



Tepat saat inilah waktunya pohon sakura mulai menampakkan daun-daunnya [1]. Sementara aku, Koizumi, dan Nagato mencoba membunuh waktu, sebuah sosok muncul dari gerombolan siswa-siswa yang berjalan kesana kemari. Pemandangan para murid yang dengan sendirinya memberi jalan untuk orang ini mengingatkanku akan Eksodus Musa [2].

"Lama nggak ketemu."

Presiden Dewan Siswa berhenti di depan bilik kami, berbicara dengan nada dingin.

Benar-benar bukan kebetulan aku bertemu denganmu baru saja. Tidak semudah itu melupakan mimik mukamu saat pidato upacara pembukaan hari ini yang lama sekali kamu buat.

"Cukup nyampahnya. Ada apaan?"

Aku melihat sang presiden - tanpa benar-benar perlu melakukannya - membetulkan letak kacamatanya seperti yang sering kita lihat di drama TV. Lalu, dengan menunjukkan mimik ketidakpuasan seorang pemimpin kepada pengikutnya, ia melanjutkan.

"Mana komandan? Sebetulnya aku datang untuk mengeluhkan satu dua masalah, tapi dia malah menghilang."

"Yah, kata kamu ke mana dia perginya? Aku bukan sekretaris atau manajer cewek itu; gerakan teman sekelas sesibuk dia hampir nggak mungkin dilacak."

"Memang tidak bisa, ya. Jadi bertanya ke kamu juga tidak apa-apa. Apa yang sebenarnya sedang kalian lakukan?"

Sebenarnya aku mengharap Koizumi menjawabkan untukku kalau aku tetap tutup mulut. Siapa pula yang tahu kalau ternyata tipikal cowok baik di Brigade SOS, seolah terserang sindrom musim semi, tetap saja duduk di belakang tersenyum bahagia untuk dirinya sendiri.

"Bukannya sekilas saja sudah jelas?"

Aku menjawab tanpa terlalu banyak memperhatikan.

Mendengar jawabanku, Paduka Yang Mulia menatapku dengan ekspresi sedingin topeng logam.

"Tentu saja sekilas cukup jelas. Asal seseorang tahu di mana tempat ini dan siapa kalian, jawabannya akan datang dengan cukup mudah. Persoalan kenapa aku menanyakannya, itu karena aku khawatir kalian akan melakukan hal-hal berbahaya di luar bayanganku. Tidak ada yang lainnya lagi. Boleh aku bilang aku bisa menebak apa yang akan kalian katakan setelah ini?"

Itu karena tindakanmu tidak akan pernah berbeda dari apa yang telah kami rencanakan. Bila Haruhi ada di sini, aku yakin masalah ini akan terselesaikan jauh lebih cepat.

Tunggu. Karena Haruhi tidak ada, kenapa si presiden masih menampakkan sikapnya yang tidak serius. Bukannya presiden sekarang ini cuma boneka yang diatur oleh "Organisasi"? Atau haruskah kita katakan sikap macam itu hanya ditunjukkan hanya karena orang lain sedang melihat? Tetapi saat ini kami berada di pojokan halaman yang sepi. Jika orang lain tidak dengan sengaja mencuri dengar, harusnya tidak perlu ada kekhawatiran bahwa kita sedang dimata-matai. Nagato, yang duduk beberapa meter jauhnya, mungkin bisa mendengarkan. Tetapi pasti tidak masalah bahkan kalau dia mendengarkan percakapan kami. Satu-satunya yang tidak boleh ia dengarkan barangkali hanya perkataan petinggi CIA atau NORAD aku rasa.

Asalnya aku tidak ada maksud untuk mencari masalah dengan presiden dewan siswa, tapi terus saja dia tatap aku dengan mata dinginnya. Lalu setelah sedikit memelintir bibirnya dan sedikit mengalihkan pandangannya, dia berkata dengan nada serius yang dalam.

"Kami akan abaikan insiden di sini. Kami hampir selesai menginspeksi semua klub rumpun budaya sekarang. Kimidori-kun [3], kau ke lapangan saja dahulu. Aku akan menyusul nanti."

"Ya."

Sebelum mendengar suaranya, aku tidak menyadari keberadaan dirinya. Hal ini sungguh mengejutkanku. Seolah selama ini ia adalah bagian dari bayangan presiden, sebelum mewujud setelah membuka mulutnya. Kenyataannya, aku merasa seolah ia muncul begitu saja di udara.

Klien pertama dan satu-satunya Brigade SOS, yang juga mantan pacar presiden kelompok riset komputer, yang sekarang menjadi sekretaris dewan siswa, Emiri Kimidori. Setelah memberikan senyuman tulusnya seperti yang sering terlihat di foto-foto para nona yang diasuh dengan baik, ia membungkuk sebagai ungkapan sapaan. Aku berdiri di sana beberapa saat, lumpuh, sebelum membalasnya.

Ampun, jadi inilah alasan si presiden menunjukkan sikap macam itu? Apa ini berarti Kimidori-senpai menyembunyikan watak sesungguhnya dari presiden? Secara pribadi aku pikir ini tidak terlalu perlu.

Bagaimanapun juga, sekretaris dan presiden selalu muncul bersama sebagai duo. Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini? Bukannya sebaiknya mereka memberi bendahara kesempatan untuk muncul sesekali?

"Bisa saja jika kalian mau." Si presiden sekali lagi membetulkan kacamatanya. "Bahkan jika bendahara kami harus mengatakan sesuatu, ia akan mengatakannya pada presiden klub kalian."

Sebenarnya baik aku maupun Koizumi telah mendengar kabarnya. Tahun lalu, sebelum musim semi, dewan siswa telah mengadakan pertemuan mengenai pembagian dana untuk berbagai klub, dan satu bagiannya adalah untuk Klub Literatur. Walau hanya ada satu anggota, klub itu adalah klub yang sah, dan presiden klub itu hadir di pertemuan. Tentu saja, Nagato-lah yang menghadiri pertemuan sebagai presiden dan bukan Haruhi. Haruhi tampak betul-betul tertarik ikut pertemuan sampai ke menit terakhir dan menyarankan untuk hadir bersama - atau bahkan menggantikan - Nagato. Kalau saja ia menghadiri pertemuan, pasti itu akan menyebabkan tersebarnya kekacauan begitu berita tentang dirinya yang secara ilegal menempati ruang klub lain diketahui.

Setelah banyak permohonan dari aku dan Koizumi, Haruhi pada akhirnya setuju dan mengirim Nagato dengan mimik seolah ia mengirim seorang sandera ke musuh di suatu perang.

Nagato kembali sejam kemudian, tangannya memegang dana yang diberikan untuk digunakan oleh klub. Ini cukup tak lazim untuk klub yang hampir menganggur dengan hanya satu anggota.

Menurut berbagai sumber, tidak ada yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi keputusan pendanaan. Semua yang Nagato lakukan adalah duduk tenang dan menatap lekat presiden dewan siswa. Seringkali pertemuan macam itu akan terisi dengan perdebatan mengenai jumlah dana yang disediakan untuk masing-masing klub, tapi tahun ini rekor baru tercatat, karena segalanya berjalan agak mulus.

Tampak puas dengan dirinya sendiri, si presiden berkata:

"Pertemuan itu hanya formalitas. Pendanaan untuk masing-masing klub telah ditentukan sebelumnya olehku dan Kimidori-kun. Tetapi Klub Literatur adalah satu-satunya klub yang tidak dimasukkan dalam sistem. Oh, karena kita telah sampai ke tahap ini, aku tidak akan berkomentar lebih jauh. Selama kalian menggunnakan dana yang diberikan untuk aktivitas bermanfaat, aku akan diam. Lain dari itu jangan salahkan kalau aku mengomel. Toh semua sudah ditetapkan."

Kimidori-senpai, yang selama ini diam mengamati dari samping, tiba-tiba nyeletuk.

"Kalau begitu, saya pergi dulu, Presiden."

"Maaf merepotkanmu, Kimidori-kun."

Kimidori-senpai membungkuk ke arahku sekali lagi sebelum pergi dengan senyum yang bagaikan tanaman di pembibitan, meninggalkan wangi bunga lili.

Selama jangka waktu ini, tidak ada kontak visual apapun antara Kimidori dan Nagato. Kenyataannya, mereka mungkin sudah menyempurnakan seni berkomunikasi tanpa kata. Aku bilang begini karena Nagato tak pernah sekalipun mengangkat kepalanya dari buku yang dibacanya saat Kimidori-senpai ada.

"Dalam hal ini, aku rasa kita sebaiknya mulai membicarakan topik sebenarnya."

Si presiden melepas kacamatanya dan memainkannya di jemarinya.

"Nggak ada gunanya bicarain ini tanpa cewek itu. Kapan dia balik?"

Aku pikir dia akan cepat kembali. Dia hanya membantu Asahina-san berganti pakaian; seharusnya tidak terlalu banyak makan waktu.

"Mungkin aku juga akan menunggu dia di sini kalau begitu."

Aku terus merasa presiden yang berdiri di depanku mulai membersitkan hawa keberadaan orang yang kekuatannya lebih besar daripada beberapa waktu lalu, seolah ia telah jadi presiden selama tiga tahun.

"Awalnya aku berpikir pekerjaan dewan siswa ini akan sangat merepotkan..."

Si presiden tertawa kecil setelah mengatakan hal itu, sisi dirinya yang sesungguhnya akhirnya muncul.

"Tapi kini setelah aku melewatinya selama beberapa waktu, rasanya mulai menarik. Saat berhadapan dengan bermacam-macam guru dan staf TU sebagai seorang presiden..."

Tiba-tiba dia gerakkan tangannya dan menepuk dahinya sendiri.

"Aku perlahan lupa mana sisi sebenarnya dari diriku. Sebenarnya, berubah menjadi orang dengan watak berbeda itu nggak jelek-jelek amat."

"Aku harap kamu nggak akan tertelan oleh sisi samaranmu."

Koizumi pada akhirnya memutuskan untuk membuka mulut emasnya.

"Jangan biarkan topeng yang kamu pakai jadi dirimu yang sebenarnya. Maling kuburan jadi mumi, dan orang-orang yang niruin kucing jadi kucing sungguhan itu lumrah akhir-akhir ini."

"Maling kuburan yang terperangkap di labirin paling-paling cuma jadi mayat pajangan buat memperingatkan orang lain, bukan muminya sendiri. Jangan lupa kalau umur kucing jauh lebih pendek dari manusia."

Si presiden menunjukkan senyuman seekor pemangsa dan memakai kembali kacamatanya setelah melapnya dengan lengan seragamnya.

"Nggak perlu cemas soal ini, Koizumi; Aku akan lakukan sesuatu yang indah. Tapi..."

Setelah memasang kembali kacamatanya, si presiden mengalami metamorfosis dan berubah menjadi presiden dewan siswa yang sempurna seperti yang diharapkan setiap orang. Tak heran kalau dia merenungkan yang mana dirinya yang sebenarnya.

"Tugasmu menjaga kekang di gadis psikopat itu."

Tak terlihat oleh presiden dewan siswa, presiden brigade kami muncul di pintu keluar blok ruangan klub. Wajahnya menampakkan ekspresi yang terlihat pada semua hewan saat musim semi tiba. Di sampingnya adalah sesosok peri yang memancarkan kilau sinar mentari musim semi yang hangat, pelayan yang hanya ada untuk Brigade SOS.

Haruhi membawa sebuah kotak kardus di satu tangan dan memegang Asahina-san di tangan lain, tersenyum secerah kucing Cheshire. Tetapi, saat ia melihat si presiden, alisnya segera terangkat.

"Hey kau!"

Haruhi mendekati si presiden dengan langkah-langkah lebar, samasekali tak menghiraukan Asahina-san yang sedang ia tarik.

"Tepat seperti yang aku kira! Kamu datang cari masalah dengan kita pas aku lagi nggak ada 'kan? Tapi kata aku kita nggak terlibat kejahatan apapun yang bikin marah dewan siswa 'kan?"

Tentang hal ini, aku pikir tiap orang punya pandangan yang berbeda. Apa sih yang sedang kau perbuat di halaman sekolah ini?

"Ah, Presiden-senpai..."

Mengedipkan matanya seperti seekor burung robin Eropa, Asahina-san mengenakan kostum pelayannya. Ini tidak terlalu penting, karena hal ini selumrah bristlegrass hijau tumbuh di padang rumput.

"Hey, Haruhi, ngapain kamu..." akhirnya aku mulai bicara "...pake gituan?"

Dengan bangga Haruhi mendengus.

"Ada masalah? Ada yang salah kalau aku pake cheongsam?"

Seperti yang ia sebutkan, Haruhi mengenakan cheongsam merah tua, dihiasi dengan sulaman halus naga. Potongan tinggi cheongsam menampakkan kakinya yang gemulai dan panjang. Satu lagi, pakaian itu tidak berlengan.

Secara dia sudah menimbulkan hiruk-pikuk saat masuk halaman sekolah, perhatian semua orang kini tertuju padanya. Asahina-san, terkejut dengan datangnya perhatian secara tiba-tiba pada kami, menjadi sangat malu sampai-sampai ia meraba-raba menutupi auratnya. Kalau memungkinkan, aku benar-benar berharap dapat menikmati pemandangan macam itu sendiri. Siapa peduli dengan hukum yang melarang perbuatan macam itu?

"Kalau kamu sedang di pesta kostum tentu saja nggak masalah. Tetapi ini sekolah, dan di sini kamu melakukan tindakan buruk macam ini tepat di depan banyak anak kelas satu! Bisa nggak sih mikir dulu sebelum melakukan sesuatu?"

Mengalihkan pandangannya dariku, Haruhi menjawab...

"Memangnya aku nggak mikir, sekarang? Karena itu aku tampil dengan kostum begini! Aslinya aku pingin pake kostum bunny girl, tapi secara aku nggak mau kalian komplain, aku ganti pake ini. Aku sudah berubah buat nurutin apa yang kalian minta. Kalian semua harusnya udah syukur banget!"

Haruhi menampakkan raut kotor di wajahnya. Ia mencoba menunjuk si presiden. Tetapi karena mengetahui kedua tangannya sudah penuh, dengan cepat ia lepaskan Asahina-san dan meletakkan kotak kardus di meja sebelum melakukan hal itu.

"Kamu harusnya udah syukur banget!"

Ia mengulangi pernyataan itu.

Sayangnya, si presiden bukan seorang santo.

"Rasa syukur macam apa yang mestinya aku tunjukkan di sini? Sebagai presiden dewan siswa, dan pengatur imej sekolah, aku nggak bisa menerima dress code-mu! Aku juga ingin bertanya apa kamu pernah dengar peribahasa, 'maling teriak maling' atau yang mirip dengan itu?"

"Ada apa emang? Aku pernah dengar."

"Nggak, aku cuma mencoba mencegah massa sekolah, terutama siswa putra yang polos dan bersih, yang datang ke sini dengan keyakinan akan masa depan mereka, dari terangsangnya hawa nafsu mereka karena gaya berpakaianmu. Aku nggak bisa pura-pura buta untuk situasi macam ini."

"Apa sih maksudmu? Lucu banget, sih. Dengerin nih, buat mereka yang ngeres, seragam sekolah atau baju olahraga pun bisa bikin mereka terangsang! Apa kamu mau nyaranin kalau kita boleh datang ke sekolah bugil?"

Semua orang punya batas seberapa banyak amarah yang dapat mereka tolerir. Kelihatannya si presiden sudah mencapai batas itu, mendesaknya untuk menjawab:

"Ngomong sama kamu cuma buang-buang nafasku."

"Emang penting? Aku harap kalian belajar caranya menghormati kebebasan siswa. Segitunya kah sampai kita nggak boleh mutusin apa yang bisa pakai pulang sekolah? Aku cuma pingin memakai ini pulang sekolah bukannya di kelas atau di jalan ke rumah, jadi segitu pentingnya kah? Setuju sama aku 'kan, Mikuru-chan?"

"Eh? Ah... Saya setuju penuh untuk tidak memakai kostum ini di perjalanan, karena kostum ini terlalu memalukan..."

Asahina-san sedikit menganggukkan kepalanya. Kemudian, seolah terintimidasi dengan penampilan mencolok cheongsam Haruhi, dengan cepat ia alihkan pandangannya sebelum menghela nafasnya. Apa kau sedang memikirkan apa jadinya kalau memakai cheongsam juga?

Tapi sekali lagi, ini adalah kemajuan yang hebat dibandingkan dengan tahun lalu, saat Haruhi dan Asahina membagikan selebaran di gerbang sekolah dengan kostum bunny girl, melihat dari jauh lebih sedikitnya kulit yang dipamerkan kali ini. Tetapi, sebagai siswa kelas dua dan tiga, entah kenapa melakukan cosplay di hadapan siswa kelas satu masih terasa sangat di luar jalur. Terlebih lagi, ini kelihatannya tidak mempunyai tujuan nyata apapun, jadi ini sebaiknya tidak didukung.


"Siapa bilang nggak ada maksudnya? Jelas ada lah. Lihat, sekarang kita menarik perhatian banyak orang 'kan?"

Aku mencoba mengatakan bahwa kamu menarik perhatian orang untuk alasan yang tidak baik!

Haruhi menatapku dengan ketidaksenangan di wajahnya. Tiba-tiba kurasakan seolah emosiku menjadi mirip dengan perasaan seekor udang yang merasakan keberadaan seekor paus di dekatnya. Tetapi kemudian Haruhi melompati Nagato, yang sedang membaca buku dengan tenang.

"Kyon, apa kamu lupa buat apa kita datang ke sini? Aku kasih kamu dua detik; sebaiknya kamu ingat jawabannya."

Mengenai hal ini...

"Oke, waktunya habis."

Haruhi hanya memberiku setengah detik sebelum menyatakan waktu habis, dan menggoyang jarinya sebelum meletakkannya di bahu Nagato yang terus saja tak bergeming seolah ia dibekukan.

"Kita di sini buat nolongin Yuki, bukannya ngerekrut orang ke Brigade SOS. Sebaiknya kamu ngerti ini dengan benar!"

Kalimat terakhir diarahkan ke presiden Klub Literatur. Nagato yang diseret ke pembicaraan tanpa alasan yang jelas, membalik halaman bukunya.

"Hmph."

Keteguhan adalah salah satu sifat baik presiden dewan siswa yang sekarang. Ia menaikkan telunjuknya dan mendorong kacamatanya ke letak semulanya dan menjawab.

"Suzumiya-kun, aku simpulkan, boleh aku bahwa simpulkan walaupun kamu bukan bagian Klub Literatur, kamu membantu memperjuangkan kelanjutannya?"

Terima kasih telah meringkas kata-kata Haruhi menjadi sesuatu yang dapat dipahami orang lain dengan mudah.

"Yap."

Haruhi menaikkan dadanya lebih tinggi lagi dan berkata sembari menunjuk ke arah mejaku dan Koizumi,

"Lihat, dua yang ini cuma duduk nganggur di sini, 'kan? Nggak ada samasekali tanda yang bunyinya Brigade SOS. Terus Kyon juga kelihatan lebih goblok dari biasanya secara dia nggak sadar musim semi udah datang."

Pernyataan terakhir itu tidak perlu.

"Ah."

Si presiden mengangkat keningnnya, memberikan kesan sedang larut dalam pikirannya.

"Kalau begitu, Suzumiya-kun, apa benda yang kelihatan mirip papan nama di dalam kotak kardus yang baru saja kamu bawa?"

"Papan nama."

Tanpa terlalu lama menunda Haruhi mengeluarkan papan nama kayu dari dalam kotak kardus.

Papan nama itu tersusun dari balok kayu persegi panjang dengan sebatang kayu yang melintang tegak lurus sebagai pegangan. Papan itu sudah dicat putih dan tulisan hitam di papan nama itu berbunyi "Klub Literatur". Pekerjaan membosankan seperti memotong dan mengecat balok kayu tentu saja aku yang melakukannya, seperti yang mungkin kamu kira.

"Liat nih, liat, bukannya yang ditulis 'Klub Literatur'? Nanti Mikuru-chan yang bakalan bawa ini. Kalau kita nggak ngelakuin apapun, Yuki nggak akan mau repot ngurusin itu segimana juga."

Itu benar. Perkenalan berbagai klub dan kelompok untuk siswa kelas satu saat masa efektif persekolahan sudah berlangsung beberapa hari lalu. Alasan tidak diundangnya Brigade SOS adalah terutama karena Brigade SOS bukan klub yang diakui, sehingga tidak mungkin bagi kami untuk ikut. Jadi, satu-satunya di antara kami yang diundang menghadiri acara ini adalah presiden Klub Literatur, Nagato Yuki. Saat Nagato berdiri sendiri di panggung, ia begitu bersemangat bagaikan pembaca ramalan cuaca saat melaporkan keadaan cuaca kota-kota besar di dunia. Ia berbicara terus hingga detik-detik terakhir tentang sebuah tesis berjudul "Telaah neurologi atas ketidaklengkapan penyampaian informasi dan perasaan melalui perkataan", yang ditugaskan ke Klub Literatur. Tesis itu bahkan tidak menyebutkan kata 'klub', apa lagi 'Klub Literatur'. Konon kabarnya bahkan sebelum Nagato merampungkan setengah tesisnya, sebagian besar anak kelas satu telah menjadi budak setan tidur itu. Ditambah dengan nada bicara Nagato yang lebih kedengaran seperti orang menyenandungkan kitab suci daripada berpidato, mereka yang aslinya tertarik bergabung dengan Klub Literatur tanpa ragu lagi membuang rencana itu secepatnya dari pikiran mereka. Terkadang Nagato Yuki bisa menjadi sangat menakutkan.

Bagaimanapun juga, Nagato kelihatannya tidak mempermasalahkannya samasekali. Bahkan jika kami meninggalkan dia sendirian hari ini, aku takut dia hanya akan terkurung di ruangan klub membaca buku. Satu-satunya yang bersikeras menariknya keluar adalah Haruhi.

Sesuatu seasyik merekrut anggota baru tidak akan pernah terlepas dari deteksi antena yang tertanam di dekat ubun-ubun Haruhi.

Walaupun sudah dikatakan sebelumnya bahwa Brigade SOS adalah kelompok yang tidak diakui, Brigade SOS juga merupakan sebuah kelompok ilegal di sekolah yang melanjutkan kegiatannya, mirip dengan kelompok bawah tanah. Jelaslah kami tidak diperbolehkan merekrut anggota secara terang-terangan. Dulu Haruhi bisa melanjutkannya tanpa perlu berpikir lebih jauh. Tetapi mulai tahun ini tidak ada pojokan sekolah yang tidak dapat dicapai mata presiden dewan siswa yang bersinar-sinar. Lalu bagaimana kami masih bisa terus bersenang-senang di acara hari ini?


--H3lm1-kun 15:50, 25 July 2009 (UTC)


--Bersambung



Kembali ke Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version Mundur ke Ilustrasi Berwarna Maju ke Bab 1