Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 17 Bab 21

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 21 - Kebangkitan (Bulan ke-11 Kalender Dunia Manusia 380)

Bagian 1

“Kita berhasil … benar kan…?”

Higa Takeru berucap sambil meregangkan kedua tangannya yang kelelahan bekerja.

Meskipun mengalami banyak kesulitan, ia telah berhasil mengubah kurang lebih 2.000 akun data yang telah ditransfer dari jaringan The Seed yang ada di jepang menuju Underworld, hanya dalam waktu satu jam. Permukaan keyboard masih memiliki bekas jari tangannya.

“Kita akhirnya berhasil.”

Professor Koujiro Rinko membalas pelan sambil melemparkan botol air kepada Higa.

Menerima botol tersebut, Higa langsung memutar tutupnya dengan tangan kanan dan langsung meneguknya. Cairan yang mengalir ke mulutnya terasa hangat, tetapi cairan ini mengisi perutnya yang kosong.

Setelah meneguk setengah botol, Higa menarik nafas dan menggelengkan kepalanya pelan.

“Serius nih… Kejadian ini membuatku agak khawatir …”

Setelah diberi tahu oleh dua gadis SMA yang menyebut diri mereka Leafa dan Sinon, yang mendadak menuju cabang Roppongi «RATH» mengatakan jika para penyerang membuat orang – orang dari dunia nyata dive ke dalam Underworld, pikiran Higa kosong selama lima detik penuh.

Terlebih lagi, jika orang yang mengetahui semua ini adalah si top-down AI yang terhubung ke terminal portable milik Yuuki Asuna, maka ia harus mengakui jika ada celah dalam system miliknya.

Mereka lalu mengijinkan kedua gadis ini, yang mana mengaku mengenal Letnan Kolonel Kikuoka, dan dive kedalam Underworld menggunakan Super Accounts yang masih tersisa, setelah menjelaskan semuanya, mereka dive bersama 2.000 orang pemain VRMMO jepang menuju lokasi Asuna saat ini.

Jika mereka gagal mengalahkan 50.000 pasukan pemain Amerika, maka Alice pasti akan jatuh ke tangan musuh. Kenyataannya, Letnan Kolonel Kikuoka serta Kapten Nakanishi yang akhirnya menyadari situasi ini lalu mempertimbangkan untuk mengatur ulang dinding luar «Ocean Turtle» guna menghancurkan antena satelit.

Akan tetapi, untuk sampai ke dinding luar, mereka harus membuka dinding pengaman yang membagi bagian atas dan bawah selama beberapa menit. Jika para penyerang menyadarinya, kemungkinan mereka kehilangan ruang sub kontrol akan terjadi...

Terlebih lagi, Kikuoka dan Higa telah mempercayakan semuanya pada satu hal: tiga gadis SMA yang dive ke dalam Underworld menggunakan «Tiga Dewi» [1], dan para pemain VRMMO asal jepang yang dengan senang hati mau membantu peperangan ini, meskipun tahu akan kehilangan akun mereka.

Dari saat mereka menstabilkan koneksi, lebih dari setengah informasi rahasia mengenai «Project Alicization» telah diketahui publik.

Tetapi itu bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan lagi.

Yang perlu dikhawatirkan saat ini adalah kehilangan Alice, kemudian dikontrol oleh industri militer Amerika, lalu kalah dalam zaman senjata AI yang akan datang jika itu terjadi.

“Benar…”

Higa berbisik dan hampir tak terdengar, ia merobohkan tubuhnya ke kursi.

“Alice bukanlah AI sederhana yang mengontrol UAV[2]. Sekarang ini ia adalah seorang manusia yang terlahir di dunia yang berbeda… Kau sudah mengetahuinya kan… Kirigaya-kun?”

Matanya bergerak dari monitor utama yang menampilkan bagian selatan Underworld menuju layar pojok yang menunjukkan Fluctlight milik Kirigaya Kazuto.

Cahaya terang seperti biasanya, memancar di tengah – tengah dinginnya kehampaan. Kerusakan di pusat Fluctlight … Dirinya sendiri.

Tak kuasa melihat jendela tersebut. Higa menggerakkan kursor dan meminimizenya.

Kemudian, ketika ia hampir menekan tombol kiri mouse, jemarinya terhenti mendadak.

“Hm…?”

Menekan kacamata bundarnya, ia memastikan log aktivitas Fluctlight yang muncul di bawah jendela.

45 menit sebelumnya, log tersebut hanya berupa garis datar yang tidak bergerak, kini ada sedikit puncak. Ia seketika menggerakkan kursornya lagi dan menggeser log ke sebelah kiri. Ia melihat ada puncak yang lebih tinggi sekitar 10 jam lalu.

“Uh… Um, Rinko-senpai. Bisakah kau kesini dan melihat yang ada di layar?”

“Bisakah berhenti memanggilku seperti itu?”

Professor Koujiro berdiri lalu melihat layar utama.

“Ini monitor Fluctlight milik Kirigaya-kun kan? … grafik apa itu?”

“Ia seharusnya telah kehilangan kesadarannya, tetapi selama beberapa detik grafik monitor ini menunjukkan sedikit aktivitas … atau sesuatu seperti itu, tetapi.... itu seharusnya tak mungkin terjadi.”

“Bicaramu kurang kumengerti. —Mungkin ia mendapat dorongan dari luar?”

“Jika seperti itu, circuit yang memberikan stimulus masih tetap stabil. …Nah ayo kita lihat, pada waktu…”

Higa mengklik ujung puncak grafik dan keterangan waktu yang muncul. Tetapi bahkan jika ia melakukannya, kita tak akan tahu kapan itu terjadi di dalam Underworld.

Pada saat itu—

“Tunggu sebentar.”

Professor Koujiro berbicara dengan nada sedikit cemas.

“Tepat pada waktu itu. Bukankah saat para gadis masuk menggunakan STL? Puncak grafik pertama adalah Asuna-san, dan puncak lainnya adalah Sinon-san dan Leafa-san yang dive dari Roppongi…”

“Huh, beneran? …Whoa, benar ternyata.”

Higa mengambil nafas dalam – dalam, garis – garis puncak yang muncul di monitor pastilah saat gadis – gadis dive kedalam Underworld. Ini saja masih sulit untuk memberikan penjelasan.

“Um, apa yang sebenarnya terjadi …? Apakah itu reaksi yang wajar jika bertemu orang – orang yang cukup dikenal? Tidak… luka Kirigaya-kun bukanlah sesuatu yang bisa disembuhkan hanya dengan bertemu … pasti ada alasan lain … seperti alasan yang masuk akal …”

Higa berdiri dari kursinya dan berkeliling di depan konsol. Mungkin karena sedang mood, ia memandang Kikouka yang duduk agak jauh serta para teknisi.

Tetapi Higa tidak terlalu memperhatikan mereka dan lanjut berpikir.

“Diri sendiri… Sosok sendiri… sebuah gambaran yang mencerminkan jiwa orang itu … mem-backup pola quantum seperti itu…? Tidak, tak mungkin … Fluctlight milik Kirito-kun tak pernah di duplikat sebelumnya. Bahkan jika sudah di duplikat, tak mungkin memisahkan jiwa tersebut dan mengkopinya … sebuah pola dinamic quantum yang bisa menghubungkan ke dalam Fluctlightnya…? Dimana… Dimana aku pernah melihatnya …”

“Hei… Hei, Higa-kun.”

Setelah namanya dipanggil beberapa kali, Higa akhirnya menoleh.

“Ada apa?”

“Apa maksudmu ketika kamu bilang jika Kirito ‘kehilangan jiwanya?”

“Erm… Yah, itu…”

Higa berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan tersebut:

“«Seseorang yang melihat dan mengetahui»… dengan kata lain, ‘diri sendiri’ yang ada di dalam hati yang paling dalam. Secara filosofi, kita menganggap ia sebagai Subject, bukannya sebagai Object. Dia adalah prosesor utama yang mengatur penerimaan rangsangan melalui indera - indera.”

“Oke… Dengan kata lain, kau telah mematerialkan dua hal yang bertolak belakang melalui STL. Yah, tak apa lah. Apa yang ingin aku tanyakan adalah, bisakah kau memisahkan si Subject dan Object dengan mudah?”

“… Hah?”

Higa berkedip beberapa kali pada pertanyaan tak terduga ini.

Kikuoka dan si teknisi tak berkata – kata. Di ruangan yang hanya ada suara hembusan angin sistem pendingin ini. Suara serak Professor Koujiro memecah kesunyian.

“Subject, seseorang yang mengenal. Object, seseorang yang dikenal. Kedua kata tersebut hanyalah konsep filosofis yang digunakan untuk menyatakan hubungan. Aku tak menyangka jika kamu menerapkan konsep tersebut dalam sebuah kesadaran yang ditampilkan sebagai Fluctlights. Manusia itu makhluk yang bersosialisasi, bukan sosok penyendiri yang menghindari orang lain … Mereka saling terhubung, seperti sebuah jaringan yang saling meluas. Bukanlah kau juga berpikir seperti itu?”

“Dirimu… yang ada di… orang lain…”

Setelah berkata – kata, Higa menyadari jika konsep ini adalah salah satu dari hal – hal yang pernah ia lihat sebelumnya.

Bagaimana aku dipandang? Bagaimana aku dibandingkan dengan orang lain?

Bagaimana Koujiro Rinko memandangku?

Bagaimana jika aku dibandingkan dengan Kayaba Akihiko?

—Yeah…

—Aku bahkan tidak mengenali diriku sendiri. Jika aku menggambarkan diriku sendiri, hasilnya pasti seperti harapanku namun di lain pihak bukanlah aku yang sesungguhnya. Itu karena aku telah menolak diriku sendiri— diriku yang tak berguna, diriku yang tak akan pernah menyaingi Kayaba-senpai dalam hal fisik maupun mental. Jadi begitu, Subject dalam diriku hanyalah sebatas itu.

Yeah, mungkin levelku begitu rendah hingga kau mungkin bisa meniru gerak – gerik seorang «Higa Takeru».

Oke, aku mengakui, Higa berpikir sambil membuka mulutnya, lalu tersenyum—

Tiba pada kesimpulan seperti itu, Higa akhirnya sadar apa yang ingin Koujiro Rinko katakan.

“… Sebuah backup… diri sendiri.”

Ketika ia berucap, rasa malu muncul di wajah Higa ketika ia mendongak.

“Aku paham… ada, ada kok! Data yang mampu mengembalikan Subject milik Kirigaya-kun yang telah hilang! Itu ada di dalam Fluctlight milik orang – orang yang dekat dengannya…!!”

Higa berteriak dan mulai dengan cepat kembali bekerja.

“Tetapi, kita membutuhkan sebuah STL untuk mengekstrak data tersebut … Juga, mengekstrak data tersebut dari satu orang akan cukup sulit hingga mendapat data yang lebih lengkap … Kita butuh setidaknya dua, tidak … kita butuh tiga… orang…”

Ia mengambil nafas dalam – dalam, lalu berhenti.

Seseorang yang paling memahami Kirigaya Kazuto hingga hal – hal paling sepele dalam jiwanya. Tak perlu ditanyakan lagi, dia adalah Yuuki Asuna— dan ia kini sedang terhubung dengan STL disamping Kirito.

Terlebih lagi, dalam STL di kantor cabang Roppongi, ada dua gadis lain yang memiliki hubungan erat dengan Kirito.

Higa berbalik menuju Letnan Kolonel Kikuoka, dan berteriak:

“Kiku-san. Apakah anak – anak yang dive di Roppongi… memiliki hubungan dengan Kirigaya-kun?”

“… Ahh, tentu saja.”

Kikuoka mengangguk, memandang dari balik kacamata hitamnya.

“Sinon-kun adalah partner Kirito ketika berurusan dengan kasus «Death Gun» setengah tahun yang lalu, dan Leafa-kun adalah adik perempuan Kirito.”

Untuk sesaat, atmosfir di ruangan ini menjadi sepi. Kata – kata serak Higa memecahnya.

“… Bagus! Luar biasa! Kita bisa melakukannya... kita mungkin bisa memperbaiki jiwa Kirito! Ayo mulai memisahkan imej Kirigaya-kun dari Fluctlights ketiga orang itu, lalu, kita akan menghuubungkannya dengan area berlubang … Data tersebut mungkin bisa mengisi lubang di jiwa Kirito dan mengaktifkannya, seharusnya itu bisa mengembalikan Subject yang hilang…”

Didorong oleh semangat dalam dirinya, Higa menepukkan kedua tangan.

Sedetik kemudian.

Hawa dingin menyapu semangat tersebut.

“Ah… Ahh… Tak mungkin… Aaaahh…”

“Ada apa, ada apa Higa-kun?!”

Melihat Professor Koujiro berteriak khawatir, Higa berguman.

“Untuk melakukan … operasi ini... kita harus melakukannya di ruang kontrol utama …”

Sekali lagi, rasa sepi menutupi ruangan ini.

Komandan Kikuoka berujar.

“Benar … seperti itulah … Jangan kecewa begitu, Higa-kun. Kita telah berhasil melihat jalan cerah untuk menyembuhkan Kirito-kun. Untuk melakukan tindakan tersebut, setelah situasi ini selesai dan kita berhasil mengusir para penyusup dari «Ocean Turtle»…”

“Itu sudah sangat telat …”

Higa memotong ucapan Kikuoka, ia memegangi kepalanya.

“Ketika Nagato [3] memulai penyerangan seperti yang diperintahkan, jika terjadi kerusakan besar di lorong utama, daya cadangan akan dimatikan. Mereka mungkin juga akan menghancurkan peralatan di ruang utama. Tentu saja, STL Kirigaya-kun akan dimatikan, dan dia akan log out dari Underworld dan tak akan bangun. Tetapi.... aku khawatir jika Kirigaya-kun tak akan bisa terhubung lagi dengan STL. Dalam kondisinya sekarang ini, ia tak akan bisa melewati tahap pemulihan … Untuk menyembuhkannya, kita tak memiliki pilihan lain selain bergantung pada tiga gadis yang saat ini masih dive di Underworld.”

Higa berucap ringan. Ia merasa dirinya dipenuhi rasa yakin.

Apa yang akan ia lakukan di situasi ini?

Subject milik Higa pasti akan menjawab seperti ini: Tak ada yang bisa aku lakukan, aku bukan seorang Kayaba-senpai.

Namun, ini bukanlah dirinya yang sesungguhnya. Itu adalah alasan untuk menghindar.

Higa Takeru yang aku kenal, seorang genius yang mendesain STL dan Underworld pasti akan berkata seperti ini:

“… Aku akan pergi, Kiku-san.”

“… Kemana?”

Melihat Komandannya yang mengenakan pakaian Hawaii, Higa mengambil nafas dalam – dalam lalu menjawab:

“Aku tidak akan pergi menerobos ke dalam ruang kontrol utama. Dengar… Di samping sisi buritan lorong utama yang membentang di «Ocean Turtle», ada saluran pipa yang terhubung menuju ruang STL Dua dimana Kirigaya-kun sekarang berada, juga ruang kontrol utama ada di bawah dinding penahan. Seharusnya disana ada colokan kabel. Jika aku memasuki saluran tersebut menggunakan tangga dari ruang STL Dua dan bisa menghubungkan laptopku dengan colokan tersebut, aku mungkin bisa mengoperasikan STL milik Kirigaya-kun.”

Mendengar ide milik Higa, mata Kikuoka terkejut dibalik kacamata hitamnya untuk sesaat. Tetapi ia langsung menunjukkan ekspresi cemas dan menyanggah.

“Tetapi colokan tersebut ada di balik dinding penahan yang memisahkan kita dan para penyerang. Untuk bisa mengakses colokan itu, kunci dinding penahan yang menyegel saluran pipa harus dilepas sementara. Terlebih lagi, saluran itu bisa juga diakses dari ruang STL Satu yang mana ada di sebelah ruang kontrol utama. Jika musuh menyadari kunci telah dilepas dan menyadari apa yang kita lakukan, mereka mungkin akan menyerang kita dari bawah.”

“Maka kita harus melawan menggunakan umpan.”

“Umpan… katamu?”

Mata Kikuoka menyipit tajam. Higa dengan cepat menggeleng dan menjawab:

“Kita tak bisa menggunakan umpan manusia tentu saja. Seketika kita melepas dinding penahan, kita akan bisa dengan cepat turun menggunakan tangga di sisi lain saluran… itulah apa yang akan kita gunakan.”

“Oh begitu … «Ichiemom», huh. Untungnya, dia sedang di simpan di ruang penyimpanan. Bisakan seseorang membawanya ke sini?”

Dibawah perintah Kikuoka, dua orang pegawai yang duduk bersandarkan dinding berdiri dan meninggalkan ruangan ini agak berlari. Di sisi lain, Professor Koujiro berbicara dengan tatapan khawatir:

“Tunggu sebentar … kita menggunakan Ichiemom sebagai umpan, tetapi dia hanya bisa berjalan pelan di tangga, kau tahu kan. Jika ia memancing perhatian musuh, ia tak akan bisa berlari cepat.”

Ichiemom, nama sebenarnya adalah «Electroactive Muscled Operative Machine 1», merupakan sebuah mesin percobaan berbentuk manusia yang digunakan untuk menampung Fluctlight buatan. Menggunakan otot polymer untuk menggerakkan keranggka logamnya, bisa dibilang ia adalah robot humanoid[4]. Karena ia masih tahap eksperimen, tubuhnya masih kelihatan robot dan kabel ada dimana - mana, juga tidak memiliki kemampuan anti peluru.

Meskipun Rinko yang diminta oleh Higa untuk menstabilkan kemampuan berjalan Ichiemom tempo hari, telah mengkomplain beberapa kali, ia tampaknya memiliki banyak pikiran mengenai “Operasi Umpan Ichiemom”. Tentu saja, Higa juga agak menyesali strategi ini, tetapi sekaranglah bukan saatnya menahan diri.

“Aku sungguh sedih menggunakan Ichiemom, tetapi ia harus melakukan apa yang ia bisa sekarang ini. Tetapi, tampaknya, kau tahu kan, musuh mungkin akan langsung menembakinya hingga meledak.”

“… Benar…”

Tepat ketika bicara, pintu bergeser terbuka dan troli besar didorong menuju ruangan ini. Ia sedang dalam posisi duduk, kepalanya yang agak bulat memiliki tiga lensa seperti mata.

Professor Koujiro menatap Ichiemom dengan ekspresi rumit dan berbalik arah:

“… Yah, dia memang tampak mencurigakan, dan mungkin musuh akan berpikir jika kita sedang merencanakan sesuatu …”

“Yah setidaknya si Ichi semoga tak diacuhkan. Saat musuh mengurus Ichiemom, aku akan menyusup melalui saluran kabel dan mengoperasikan mesin STL milik Kirigaya-kun melalui colokan itu. Masalahnya adalah seberapa banyak waktu yang aku miliki …”

Pada pernyataan Higa, Kikuoka bertanya sambil meregangkan sandal miliknya:

“Kalau begitu, bagaimana jika kita juga mengumpankan «Niemom»?”

“Sayangnya kita tak bisa melakukannya.”

Higa membalas:

“Meskipun kemampuan fisik Niemom lebih kuat, dia diciptakan secara khusus agar sebuah Fluctlight Buatan bisa mengoperasikannya, dan tak seperti Ichiemom, Niemon tak dilengkapi dengan sistem penyeimbang. Dalam kondisinya saat ini, Niemon pastilah akan jatuh ketika menuruni tangga.”

“Sungguh…”

Tatapan Rinko bergerak menuju arah kanan, jauh dari wajah komandan yang mengangguk - angguk. Ia menatap lantai dengan ekspresi aneh, lalu ia bertanya seolah baru saja bangun dari mimpi.

“Tapi, Higa-kun, bahkan jika kita berhasil menyelinap melewati dinding, ada kemungkinan kamu bisa terlihat ketika dindingnya terbuka. Bukannya masih lebih baik jika membawa pengawal bersamamu kan?”

“Tidak, sekarang ini Pasukan Pertahanan masih terlalu berharga buat kemampuan tempur kita. Terlebih lagi, hanya akulah yang cukup kecil yang mampu berjalan melalui saluran itu dengan cepat. Tenang saja kok, aku bisa keluar masuk dengan cepat.”

Meskipun ia menjawab dengan nada normalnya, jantungnya berdetak semakin kencang ketika ia menyadari kondisi saat ini.

Jika ia ditemukan oleh musuh dan ditembaki ketika masih dalam saluran, tak akan ada jalan lembali. Seperti peristiwa penembakan sebelumnya di «Ocean Turtle», Higa bukanlah seorang petarung, ia tak bisa menghadapi musuh begitu ia mendengar suara tembakan.

—Akan tetapi.

Aku… Tidak, seluruh organisasi «RATH» telah berhutang banyak pada Kirigaya-kun. Higa Takeru memikirkan hal ini dalam pikirannya.

Jika mereka mengesampingkan menghapus ingatannya, membuat ia dive selama tiga hari, namun setara dengan 10 tahun di Underworld, dan menjadikannya cahaya paling menyilaukan kedalam Fluctlights Buatan. Demi kelahiran sebuah Fluctlight yang mendobrak batasan antar dunia, «Alice», itu semua adalah berkat usaha Kazuto sejak awal.

Tetapi setelahnya, meskipun masih dalam masa pengobatan, menyambungkannya dalam STL dengan berbagai kondisi hingga menyebabkan Fluctlight miliknya terluka. Ini semua karena ia bertarung sengit dengan organisasi yang mengatur Underworld demi melindungi Alice, lalu menyebabkannya kehilangan banyak teman. Terlebih lagi, selama ada kesempatan untuk mengobatinya, Higa akan mengambil resiko tersebut. Jika ia tidak melakukannya, ia tak akan mampu menanggung rasa bersalah seumur hidupnya.

Higa Takeru mengepalkan tinjunya, dan mengangguk pada Kikuoka.

Pada saat itu.

Suara keempat bergema di ruang sub kontrol.

“Errm… Aku juga, Aku juga akan pergi bersama Ketua Higa…”

Mata semuanya tertuju pada salah satu staf tehnisi RATH yang hingga sekarang hanya duduk membelakangi dinding.

Tingginya setara dengan Higa, rambut panjangnya ia ikat dibelakang kepala. Berusaha mengumpulkan keberanian sebanyak yang ia dapat, ia melanjutkan perkataannya.

“Aku juga cukup kecil… Tetapi, setidaknya aku bisa berguna bagi ketua… Dan juga, aku terbiasa dengan urusan kabel dan colokan …”

Higa memandang pria ini, yang suaranya hampir tak terdengar.

Ia cukup tua, mungkin berusia sekitar tiga puluh tahun. Telah berada di Ocean Turtle selama beberapa bulan, kulitnya jadi agak pucat putih. Jika ingatannya tak salah, pria ini keluar dari perusahaan pengembang game untuk bergabunng dengan «RATH».

Sword Art Online Vol 17 - 207.jpg

Meskipun kemampuan bertarungnya tak sepadan dengan Pasukan Pertahanan, memiliki pendamping cukup melegakan. Higa lalu berdiri dari kursinya dan membungkuk berterima kasih kepada anggota staf ini.

“… Sejujurnya. Aku tak tahu dimana lokasi colokan tersebut. Terima kasih banyak sudah menemani, Yanai-san.”

Bagian 2

Kembali ke Dunia Nyata, Gabriel Miller perlahan membuka kelopak matanya yang tertutup mesin STL #2.

Dibilang kembali, lebih tepat kalau ia dipaksa keluar. Masih dalam posisi tidur di kasur gel, Gabriel mengunyah sisa makanan yang menyangkut di mulutnya.

Bagaimana mungkin ia bisa kalah dalam pertarungan satu lawan satu di Dunia Virtual? Musuhnya bahkan bukan seorang manusia, dia hanyalah seorang AI.

Mengapa ia bisa kalah melawan Knight tersebut? Gabriel menghabiskan beberapa detik untuk memikirkan alasan dibalik kekalahannya.

Kekuatan hasrat? Ikatan antar jiwa? Kekuatan cinta yang menghubungkan orang – orang...?

— Sungguh konyol.

Mulut Gabriel kini tersenyum dingin. Baik itu Dunia Nyata maupun Dunia Virtual, jika kekuatan semacam itu benar – benar ada, maka hanya ada satu kekuatan yang menyemangatinya — kekuatan takdir.

Dengan kata lain, kekalahannya tak bisa dielakkan. Karena memang begitulah terjadinya. Takdir tak ingin Gabriel untuk bertarung menggunakan akun pinjaman seperti Dewa Kegelapan Vektor, tetapi ingin agar ia menggunakan akun asli miliknya. Takdir ingin agar ia dive kembali ke dunia itu sekali lagi.

Maka ia akan menyelesaikan masalah ini sampai akhir.

Setelah selesai berpikir, Gabriel keluar dari mesin STL.

Melihat ke mesin STL lain, ia terkejut jika Vassago Casals masih dive ke dalam Underworld. ia mengira jika Vassago telah tewas dan ter-log out, tampaknya ia juga menemukan sesuatu yang menarik dari kekalahannya.

— Yah, lakukan sesukamu.

Mengangkat bahunya, Gabriel membuka pintu menuju Ruang Kontrol Utama. Anggota team lain yang masih menatap monitor akhirnya berbicara:

“Kau sudah berjuang, Kapten. Ahh, kau juga dikalahkan ya.”

“Cuma sementara.”

Gabriel membalas. Critter merubah ekspresinya dan melaporkan sesuatu:

“Yah, seperti yang kau perintahkan, aku telah memasukkan 50,000 pemain dari berbagai negara bagian di Amerika. Separuhnya telah berhasil dikalahkan, tetapi ya itu, tujuan akhir untuk menghancurkan Pasukan Kerajaan Manusia akan segera tercapai. Untuk tambahan, pihak RATH juga melakukan hal yang sama… aku sudah memastikan adanya koneksi skala besar yang berasal dari jepang menuju medan peperangan. Jumlahnya sekitar 2,000, jadi aku tak menganggap itu sebagai sebuah ancaman.”

“Oh…?”

Mengangkat alisnya, Gabriel melihat ke layar utama.

Peta dunia Underworld bagian selatan muncul. Garis hitam yang membentang ke selatan dari «Gerbang Besar Timur» dan tanda “X”, kemungkinan adalah log pergerakan super account milik Gabriel, Dewa Kegelapan Vektor. Masih ada separuh perjalanan sebelum akhirnya sampai ke console system di ujung dunia bagian selatan, tetapi Alice pasti masih ada di daerah bertanda X yang ada di peta.

Setelahnya garis putih juga bergerak ke selatan mengikuti garis hitam. Itu pasti Pasukan Kerajaan Manusia. Mereka berhasil berkumpul dan sedang berhenti saat ini.

Pasukan Kerajaan Manusia hampir dihancurkan oleh Pasukan Crimson yang jumlahnya sangat banyak. Berasumsi jika garis merah adalah pemain VRMMO asal Amerika, maka garis biru terang yang membentang menjadi pelindung antara garis merah dan garis putih adalah 2,000 pemain asal Jepang.

“Apakah pemain Jepang menggunakan akun default yang tersedia di Kerajaan Manusia?”

“Kukira tidak, menurutmu?”

“Tidak…”

Gabriel mengambil botol air mineral yang diberikan Critter dan meminumnya.

Mungkinkah para pemain VRMMO asal Jepang mengkonvert akun berharga mereka dan dive kedalam Underworld?

Jika seperti itu. Gabriel tersenyum dingin lagi.

Sekitar setengah bulan yang lalu, Gabriel ikut serta dalam sebuah turnamen PvP[5] di server Jepang di VRMMO «Gun Gale Online». Jika mereka yang dengan mudahnya ia kalahkan, dive ke dalam Underworld dan mengetahui permasalahan yang sebenarnya, para pemain jepang tak akan mengambil resiko kehilangan karakter mereka.

Sosok wajah terlintas dalam kepalanya, seorang sniper perempuan berambut biru yang tetap bertarung sampai akhir meskipun terdesak, tetapi Gabriel langsung menghilangkan pikiran tersebut.

“Baguslah, aku akan dive lagi. Convert akunku agar bisa log in ke Underworld.”

Ia mengambil kertas san pulpen yang tergeletak di dekat console, lalu menulis ID dan password miliknya dan menyerahkannya pada Critter. Critter terkejut.

“Whoa, Kau juga, Kapten?”

“‘Juga’, maksudnya…?”

“Yah, Vessago terbangun setelah kalah kan? Dan entah mengapa tampaknya ia terlihat senang, lalu mengconvert akun miliknya dan dive lagi.”

“Oh…?”

Mata Gabriel tertarik pada secarik kertas di sisi tangan Critter. Itu tampaknya akun asli milik Vassago, tiga huruf karakter miliknya membuatnya tertarik.

“Oh begitu… aku paham.”

Kek. Sangat jarang Gabriel mengeluarkan suara tawa. Bahkan Critter keheranan mendengarnya, Gabriel menepuk bahunya dan berkata:

“Jangan khawatir. Mungkin ia tidak menunjukkannya,tepi ia memiliki… masalahnya sendiri. Yah, sisanya kuserahkan padamu.”

Gabriel berbalik dan melangkah menuju ke ruang STL, senyum menggantung di ujung bibirnya.

***

Sementara itu, Vassago Casals sedang tersenyum dibalik tudung hitam avatar miliknya ketika memandang peperangan ini.

Berdiri di atas kepala sebuah patung raksasa yang ada di pintu masuk reruntuhan, ia bisa melihat seluruh pertarungan antara pemain Amerika dan pemain Jepang.

Bukan, bukan pertarungan. Lebih tepatnya jika disebut pembantaian satu sisi.

Di tengah – tengah pintu masuk reruntuhan kuil ini, 2,000 Pemain Jepang membentuk formasi oval dan terus menerus berhasil memukul mundur Pasukan Crimson tanpa kehilangan seorang anggota dari pihak sendiri. Alasan mengapa mereka berhasil melakukannya karena perbedaan equipment dan kerjasama antar pemain, terlebih lagi anggota yang bertugas sebagai pendukung yang ada di bagian belakang mereka. Pemain yang terluka akan dibawa ke belakang dan disembuhkan menggunakan art penyembuh, lalu mereka akan maju lagi dengan semangat yang telah terisi penuh.

Mereka memiliki semangat juang yang sangat tinggi, meskipun luka yang diterima sama sakitnya jika terjadi di dunia nyata. Tetapi jika dinalar, bahwa 2,000 pemain jepang ini mengkonvert karakter mereka dan ikut serta dalam peperangan ini sunggu sebuah keajaiban tersendiri.

Situasi seperti ini mungkin akan dicap tak mungkin oleh Gabriel Miller sendiri—

Tetapi, kondisi ini telah diprediksi oleh Vassago Casals.

Jika menghubungkan server Amerika mungkin, maka pihak Jepang juga akan melakukan hal yang sama guna membantu Pasukan Pertahanan Kerajaan Manusia. Terlebih lagi, Vassago juga telah memprediksi jika mereka akan mengkonvert akun pribadi miliknya.

Diantara para pemain Jepang yang bertarung dengan serius ini, selain «The Flash» Asuna, ada beberapa wajah yang ia kenal. Hal ini membuat jantungnya berdetak hebat.

Terlebih lagi, permainan kematian yang selalu ia dambakan kini muncul dihadapannya dengan peraturan yang sedikit berbeda.

Bukan, bahkan jika mereka mati di dunia ini, nyawa si pemain tak akan menghiang.

Tetapi di Underworld, ada hal yang tak muncul di dalam kastil melayang Aincrad, dan di kastil melayang tersebut muncul hal yang tak ada di Underworld.

Dengan kata lain —

Ada rasa «sakit»

Tetapi tidak ada «Kode Anti Kriminal».

Maka, hal ini membuatnya kegirangan, mungkin lebih mengasyikan ketimbang merenggut nyawa orang dengan tangannya sendiri.

“Kek, kekek, kekkekkek.”

Vassago tak bisa menyembunyikan tawanya dari balik tudung.

***

— Aku tidak berhasil.

Sinon memandang ke seorang knight yang penuh dengan luka, dan seorang knight perempuan berambut emas yang sedang menangis tersedu – sedu sambil memeluknya.

Kedua ekor naga raksasa di samping knight tersebut juga menundukkan kepalanya, seolah menunjukkan rasa kehilangan.

Guna mengejar «Putri Cahaya» Alice, yang telah ditangkap oleh Dewa Kegelapan Vektor, serta Komandan Knight Bercouli, Sinon telah terbang melesat sekuat tenaga. Ia telah menggunakan kemampuan terbang terbaiknya yang telah ia latih terus menerus di ALO, ia lalu terbang ke selatan dengan kecepatan penuh, tetapi pertarungan telah selesai begitu ia sampai di sana.

Tidak — Apa yang perlu diakui adalah kekuatan milik Bercouli.

Karena ia telah berhasil menyusul Vektor dan tanpa diduga bisa mengalahkan sebuah Super Account yang mana sangat kuat.

Tetapi sungguh tak adil.

Kematian Komandan Knight Bercouli berarti musnahnya jiwa miliknya. Sedangkan kematian Dewa Kegelapan Vektor, hanyalah kematian palsu.

Sinon sadar ia harus meyakinkan Alice bahwa bahaya masih belum selesai, tetapi ia tak bisa menemukan kata – kata yang tepat untuk dikatakan padanya.

Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, orang yang berkata pertama adalah Alice.

Bahkan dengan pipinya yang masih basah oleh air mata, kecantikan Alice membuat Sinon takjub. Alice memandang mata milik Sinon. Bibir merah cerinya bergerak, suara yang keluar bagaikan sebuah lonceng:

“Apa kau… dari Dunia Nyata?”

“Yeah…”

Sinon mengangguk, dan berbicara agak canggung.

“Aku Sinon. Teman Asuna dan Kirito. Aku datang untuk menyelamatkanmu dan Bercouli-san dari Dewa Kegelapan Vektor … maaf, aku terlambat.”

Sinon meminta maaf lalu menundukkan kepalanya pada Alice. Alice, akan tetapi menggelengkan kepalanya pelan.

“Tidak… Ini kesalahanku. Aku lengah dan tidak mengawasi bagian belakangku sehingga aku berhasil ditangkap; ini kesalahanku. Nyawaku tidak sebanding dengan Ojii-sama… sang Komandan Integrity Knight?”

Rasa menyalahkan diri sendiri tercampur dalam suara Alice. Berusaha menahan air matanya, Alice mengajukan pertanyaan lain:

“Bagaimana kondisi peperangan?”

“… Asuna dan Pasukan Kerajaan Manusia berhasil menahan pasukan Dunia Nyata.”

“Maka aku akan kembali ke arah utara.”

Alice melangkahkan kakinya menuju salah satu naga, tapi Sinon berusaha menghentikannya.

“Kau tak boleh kesana, Alice-san. Kau harus terus ke selatan, ke «Altar Ujung Dunia». Jika kamu menyentuh console… bukan, menyentuh kristal di atas altar tersebut, kau bisa menghubungi Dunia Nyata.”

“Mengapa? Bukankah Kaisar Vektor sudah tewas?”

“… Tidak… tidak seperti itu.”

Lalu, Sinon menjelaskan situasinya kepada Alice. Bahkan jika manusia Dunia Nyata tewas di Underworld, mereka tidak kehilangan nyawa mereka. Musuh seperti Kaisar Vektor akan mendapatkan tubuh lagi dan kembali menyerang.

Alice tampak sangat marah, seolah emosinya yang sampai sekarang ditahan kini meledak ledak.

“Ojii-sama… kehilangan nyawanya guna membunuh musuh, dan musuh tidak tewas?! Ia hanya menghilang untuk sementara dan akan segera kembali seperti tak terjadi apapun … itu maksudmu?!”

Alice mendekat ke arah Sinon, armor emasnya berkelontangan.

“Bagaimana mungkin … Bagaimana mungkin hal seabsurd itu terjadi?! Maka… untuk apa Ojii-sama… untuk apa ia mengorbankan nyawanya?! Pertarungan tersebut tak sebanding bagi kedua pihak... terlalu... terlalu palsu”

Air mata menetes dari mata biru milik Alice sekali lagi, Sinon hanya bisa memandangnya.

— Aku tak punya hak berkata - kata.

Aku telah tewas berkali – kali dalam pertarungan di GGO dan ALO. Dan seperti Dewa Kegelapan Vector, aku bisa terus hidup jika tewas di dunia ini. Orang sepertiku tak berhak —

Tetapi Sinon menatap Alice, menarik nafas dalam – dalam lalu berkata:

“Jadi… Alice-san, apa kamu mau bilang jika rasa sakit milik Kirito juga palsu?”

Si Knight emas menahan nafasnya.

“Kirito juga berasal dari Dunia Nyata. Jika ia tewas di dunia ini, jiwanya tak akan hilang. Akan tetapi, luka yang ia derita nyata. Rasa sakit yang ia rasakan merusak jiwanya, luka tersebut nyata …”

Sinon berhenti sejenak lalu setelah tersenyum ia melanjutkan:

“Aku… mencintai Kirito. Sangat mencintainya. Begitu juga Asuna. Ada banyak orang yang menyukainya juga. Mereka khawatir akan Kirito, mereka semua. Mereka berdoa agar Kirito segera membaik. Dan juga meskipun tidak mengatakannya, mereka juga berpikir, ‘Mengapa Kirito selalu memaksakan diri seperti itu?’”

Sinon maju dan menepuk pundak Alice perlahan, lalu berucap:

“Kirito terluka agar bisa menyelamatkanmu, Alice. Itulah alasan ia tetap bertarung. Apa kamu mau bilang jika alasan tersebut juga palsu? Tidak, tidak hanya Kirito, Komandan Knight juga. Agar bisa menyelamatkanmu, ia terluka parah dan mengorbankan nyawanya agar kamu bisa lari dari genggaman musuh.”

Sinon tidak langsung mendengar jawaban.

Alice memandang jasad Bercouli yang terbaring di tanah.

Sekali lagi, tetes air mata membasahi pipi Alice — Lalu Alice memejamkan mata erat –erat seolah memikirkan sesuatu. Ia lalu bertanya dengan suara serak:

“Sinon, Jika… jika aku pergi ke Dunia Nyata melalui «Altar Ujung Dunia», bisakah aku kembali? Bisakah aku kembali agar bisa menemui orang – orang yang kusayangi…?”

Sinon tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut. Satu – satunya hal yang ia yakini yaitu jika Alice sampai jatuh ke tangan musuh, seluruh Underworld akan hancur dan menghilang.

Jika ia bisa melindungi dunia ini dan Alice, ia yakin hal tersebut tak akan terjadi.

Kemudian, Sinon mengangguk.

“Yeah. Selama kamu … dan Underworld aman.”

“Aku mengerti… Aku akan pergi ke selatan. Aku tak tahu apa yang akan terjadi du «Altar Ujung Dunia»… tetapi jika itu adalah keinginan Ojii-sama dan Kirito…”

Alice berlutut ke tanah. Ia menyentuh rambut milik Bercouli, lalu menyentuh bibir dan dahinya.

Ketika ia berdiri lagi, sebuah aura yang berbeda seolah muncul dari seluruh tubuhnya.

“Amayori, Takiguri. Kumohon bertahanlah sebentar lagi.”

Setelah berkata pada kedua naga, Alice berbalik menuju Sinon.

“Apa… apa yang akan kamu lakukan, Sinon-san?”

“Kali ini, giliranku untuk melindungimu.”

Sinon tersenyum sedikit dan melanjutkan:

“Dewa Kegelapan Vektor mungkin akan muncul lagi disini. Aku akan coba mengalahkannya … sekaligus memberimu beberapa waktu agar bisa kabur.”

Alice menggigit bibirnya dan menundukkan kepalanya.

“Aku serahkan ini padamu. Aku akan segera menuju ke selatan.”

Setelah melihat kedua naga terbang ke arah selatan, Sinon mengambil busur putih yang ada di pundaknya.

Kelompok yang menyerang «Ocean Turtle» kemungkinan adalah prajurit militer yang disewa pemerintahan Amerika. Salah satu penyerang menggunakan Super Account 04, «Dark God Vector», untuk menyerang Alice.

Di dunia nyata, Sinon hanyalah seorang siswi SMA, tak mungkin ia menghadapi orang seperti itu.

Tetapi di tempat ini, selama itu pertarungan satu lawan satu di dunia virtual —

Tak peduli siapapun yang aku lawan, aku harus menang.

Bersumpah pada diri sendiri, Sinon menunggu musuh yang akan dive sekali lagi ke dunia ini.

***

Ketika ia menarik pukulan tangan kanannya, suara tulang patah terdengar.

Pemimpin Guild Petarung Tangan Kosong, Ishkan menatap musuh yang telah berhasil ia bunuh tepat di bagian tengah dadanya, ia menatap tangan kanannya.

Pukulannya mampu menghancurkan besi maupun logam apapun. Namun kini lengan tersebut bagaikan sebuah kulit yang melindungi tulang miliknya, tangan tersebut berlumuran darah.

Tangan kirinya juga mengalami hal yang sama beberapa menit lalu. Sedangkan kakinya penuh luka darah. Ia tak bisa lari, hanya bisa menendang.

“Kau bertarung seperti seorang petarung sejati, Champion.”

Suara serak milik Dempe membuat Iskahn menoleh ke belakang.

Setelah kehilangan kedua lengannya, pria kekar tersebut kini terduduk di tanah setelah bertarung hanya dengan membenturkan kepalanya dan memukul mundur musuh dengan tabrakan tubuhnya, tubuh dan wajahnya penuh luka tebasan pedang. Mata penuh semangat tempur miliknya kini telah kusam, seolah menampakkan jiwa Dempe yang telah kelelahan.

Iskahn mengangkat tinjunya sebagai tanda penghormatan pada jiwa petarung tersebut, lalu menjawab:

“Yeah, jika kita tewas seperti ini, kita tak akan malu jika ketemu para leluruh di akhirat sana.”

Mencoba menyeret kakinya, ia berusaha menemani temannya yang masih terduduk di tanah.

Setelah pertarungan sengit nan lama, pasukan crimson yang awalnya berjumlah dua puluh lima ribu kini telah berkurang menjadi tiga ribu pasukan saja. Tetapi sebagai gantinya, pasukan miliknya telah tersisa tiga ratus orang Petarung. Terlebih lagi, kondisi mereka semua telah terluka parah. Mereka kini tak bisa berkumpul menjadi formasi tempur, mereka bagaikan menunnggu ajal.

Tetapi alasan mengapa pasukan musuh belum menghabisi mereka adalah karena —

Seorang Integrity Knight dan naganya masih bertarung mati – matian dihadapan mata Iskahn dan Dempe.

***

Tubuh dan pikirannya telah ditekan sampai batas maksimal.

Namun begitu, seketika bayangan musuh muncul di hadapannya, Integrity Knight Sheyta Synthesis Twelve masih tetap mengangkat tangan kanannya dan menebaskan Black Lily Sword.

Suara udara tertebas terdengar jelas.

Ujung pedang tersebut menyentuh armor pundak sang musuh. Seperti sebuah jarum, pedang tersebut terus memotong sampai ke bagian paha.

“Ha… AAHHHH!!”

Teriakan kemarahan yang muncul dari tenggorokannya seolah mematahkan nama panggilan miliknya «Si Pendiam». Pedang tersebut mengiris musuh dan memotongnya menjadi dua bagian.

Saat si musuh terjatuh, Sheyta menarik senjatanya dengan berat.

Alasan dibalik rasa lelah miliknya adalah karena jumlah musuh yang hampir tak terbatas, dan juga tebasannya seolah menjadi terasa berat ketika menebas musuh.

Incarnation miliknya seolah menjadi tak berarti. Meskipun senjata dan armor musuh bukanlah tandingan Divine Instrument milik Sheyta, ketika ia menebasnya seolah terasa ada yang menahan. Serangan musuh juga sama. Mereka hanya mengandalkan tenaga dan tebasan tak beraturan sehingga Sheyta kesulitan memprediksi arah serangan mereka.

Ia seolah bertarung melawan hantu. Pasukan ini seolah tak ada disini, seperti sebuah bayangan saja karena tak terhitung banyaknya.

Bertempur dengan mereka juga tak menyenangkan. Sheyta menebas mereka, dan mereka muncul lagi, terus menerus seperti itu tanpa henti.

— Mengapa?

— Tak peduli jika musuhku adalah bayangan maupun sosok tubuh manusia, bahkan sebuah batu, aku merasakan kesenangan jika mereka bisa ditebas. Aku hanyalah sebuah boneka yang hanya mencari kesenangan dalam tebasan …

Black Lily Sword adalah sebuah Divine Instrument yang memiliki Priority tertinggi dalam ujung bilah pedangnya yang sangat tipis. Pedang ini diciptakan dengan tujuan hanya untuk menebas, persis seperti Sheyta. Jika salah satu keduanya kehilangan arti kesenangan untuk menebas, sosok jati dirinya akah menjadi tak berarti.

Pemimpin Tertinggi Administrator telah mengubah sebuah bunga lili hitam yang telah diambil oleh Sheyta dari bekas peperangan di Tanah Kegelapan. Ketika ia menyerahkan pedang tersebut padanya, Pemimpin Tertinggi berkata padanya:

— Pedang ini adalah perwujudan luka goresan yang ada di jiwamu. Sebuah kutukan atas nama pembunuhan yang tercipta oleh parameter kepribadian di dalam jiwamu. Tebaslah, tebaslah, dan teruslah menebas. Ketika kamu menapaki jalan berdarah ini sampai akhir, kamu akan menemukan jawaban untuk melepaskan kutukan ini … Mungkin.

Pada saat itu, Sheyta tak mengerti apa maksud perkataan Pemimpin Tertinggi.

Ia hanya mematuhinya dan terus menebas selama bertahun tahun. Kemudian, akhirnya ia menemukan musuh yang layak. Dia adalah sosok yang sangat keras dan sulit untuk ditebas oleh pedangnya, berbeda dengan musuh – musuhnya selama ini: ia adalah si Petarung Tangan Kosong.

Ia berharap untuk bertarung dengannya sekali lagi. Hanya lewat pertempuran ia akan memahami sesuatu.

Terbawa pikiran ini, Sheyta membantu Pasukan Kerajaan Manusia dan tetap disini. Namun tampaknya ia tak bisa bertarung lagi melawan Petarung Berambut Merah tersebut.

Ia menelan ludah dan menyeka kulitnya yang berkeringat lalu menoleh ke belakang.

Ia melihatnya, sedang duduk di atas sebuah batu, si Pemimpin Petarung Tangan Kosong. Tubuhnya penuh luka. Tersirat, rasa kehilangan terpampang di wajahnya ketika ia menatap Sheyta.

Sheyta merasakan dadanya tersengat sesuatu.

— Rasa sakit apa ini?

— Aku seharusnya menebas pria tersebut. Aku ingin merasakan pertarungan sebelumnya, menikmati pukulan kerasnya. Itulah yang aku inginkan. Namun mengapa hatiku … rasa sakit apa ini …?

Crack.

Suara lemah terdengar dari tangan kanannya.

Sheyta mengangkat Black Lily Sword, mengamatinya perlahan. Pada bagian tengah pedang hitam yang tampaknya bisa menghisap segala jenis cahaya tersebut terdapat sebuah retakan setipis benang laba - laba.

Ahh…

Aku mengerti.

Sheyta menarik nafas dan tersenyum.

Semua pertanyaan yang ingin ia jawab kini telah ia temukan. Sheyta akhirnya memahami perkataan Administrator, dan juga mengenai kutukan yang ia miliki.

Getaran terasa di atas tanah. Ia berbalik lagi dan melihat seorang prajurit menuju kearahnya sambil membawa palu raksasa.

Sheyta menghindari serangan tersebut dan menusukkan pedang di tangan kanannya ke bagian tengah dada musuh.

Sesuai namanya, si Pendiam. Serangan tersebut mendekati musuh, Black Lily Sword menusuk ke jantung musuh dan merenggut nyawanya — kemudian, serangan tersebut perlahan berubah menjadi banyak kelopak bunga yang tersebar ke segala arah.

Sheyta perlahan membisikkan sesuatu ke gagang pedang yang telah hancur tersebut:

“… Terima kasih, sudah menemaniku selama ini.”

Seketika, ia mencium bau bunga walaupun samar – samar.

Di sisi kanannya, sang naga Yoiyobi yang menjadi temannya menghancurkan musuh dengan sabetan ekornya.

Sisik abu – abu si naga telah berwarna merah akibat luka yang cukup banyak, dan cakar sertaa giginya beberapa ada yang patah. Ia tak bisa menyemburkan api lagi dan pergerakannya melambat.

Sheyta memastikan pergerakan musuh berhenti, lalu berjalan mendekati naga tersayangnya dan mengusap lehernya.

“Terima kasih juga, Yoiyobi. Kamu lelah kan?… Istirahatlah.”

Kemudian, Sheyta dan naganya bergerak menuju bukit kecil dimana sisa – sisa Guild Petarung Tangan Kosong berkumpul.

Masih duduk di batu, Pemimpin Petarung Tangan Kosong mengangkat tangannya dan menyambut kedatangan Sheyta.

“Maaf… Pedangmu jadi hancur …”

Sheyta menggelengkan kepalanya:

“Tak apa. Aku akhirnya mengerti mengapa selama ini aku terus menebas …”

Sheyta duduk kelelahan, mengangkat kedua tangannya dan menyentuh wajah Iskhan.

“Untuk menemukan hal yang tak boleh aku tebas. Selama ini aku bertarung agar aku bisa melindungi. Itu… kau. Jadi aku tidak memerlukan Black Lily Sword lagi.”

Seketika, kedua mata Ishkan terbuka lebar dan air mata mengalir. Berlawanan akan hal ini, Sheyta malah kaget.

Ishkah menggertakkan giginya dan berkata serak:

“Ah… sial. Aku juga ingin berkeluarga denganmu juga. Kita akan memiliki anak yang sangat kuat. Lebih kuat dari pada leluhurku, lebih kuat dariku, hingga menjadi Petarung Tangan Kosong terkuat yang pernah ada …”

“Tidak. Anak itu akan menjadi seorang Knight.”

Keduanya saling tatap untuk sesaat, lalu tersenyum. Dipandangi oleh Dempe yang berbadan kekar, Sheyta dan Iskahn menjadi malu, lalu duduk berdekatan.

Tiga ratus Petarung Tangan Kosong, seorang Integrity Knight, dan seekor naga kini duduk menunggu datangnya pasukan crimson yang semakin mendekat.

***

“Seperti permainan… atur dan serang, benar kan?”

Klein berkata seperti itu ketika ia dan Asuna kembali ke posisi belakang. “Benar,”Asunna membalas.

Luka keduanya sedang disembuhkan oleh pemain Jepang menggunakan Sacred Arts yang baru saja dipelajari. Ia tak bisa memaksimalkan penggunaan Art seperti para regu Asthetic dari Underworld, tetapi karena karakter miliknya berlevel tinggi, seharusnya ia bisa menggunakan Art kelas atas untuk penyembuhan.

“Terima kasih telah datang kemari.”

Asuna berterima kasih pada pemain jepang dan Klein yang berdiri di sampingnya.

“Terima kasih juga, Klein. Aku tak tahu harus berkata apa …”

Melihat Asuna seperti itu, Klien menggosok hidungnya karena malu.

“Hei, jangan perlakukan aku seperti orang asing. Aku berhutang padamu dan si Kirito lebih banyak… ia juga disini kan?”

Klein memelankan suaranya. Asuna mengangguk pelan.

“Ya. Temuilah dia setelah peperangan ini. Jika ia mendengar lelucon burukmu mungkin ia akan segera terbangun.”

“Hei, itu kejam.”

Sebuah senyuman muncul di wajah Klein, tetapi mata miliknya seolah penasaran. Ia juga tahu tentang luka yang dialami Jiwa Kirito.

— Ah, tetapi …

Setelah semuanya selesai, setelah mereka berhasil mengusir musuh dari Underworld dan «Ocean Turtle», jika Sinon, Leafa, Klein, dan semua pemain asli SAO, juga Sakuya, Alicia, dan orang – orang dari ALO… lalu Alice, Tiese, Ronye, Sortiliena, dan semua orang ada di dekat Kirito, maka ia akan bangunkan?

Ia harus tetap bertarung, hingga saat itu datang, ia akan menyambutnya dengan senyuman.

Saat lukanya menutup, Asuna berterima kasih lagi dan berdiri.

Seperti yang dikatakan Klein, nasib peperangan ini tak bisa diprediksi. Jumlah pemain Amerika telah berkurang sangat banyak, dan mereka seolah kehilangan semangat bertarungnya karena mereka menyerang tanpa pikir panjang.

Tetapi pertempuran di reruntuhan kuil ini hanyalah pertarungan yang terlihat.

Poin pentingnya adalah «Putri Cahaya» Alice yang telah ditangkap oleh Kaisar Vektor. Komandan Knight Bercouli serta Sinon masih mengejarnya, mereka harus bisa mengalahkan Vektor dan membawa kembali Alice. Terlebih lagi, ia harus memilih pemain paling elit dari akun konverter dan meminjam kuda dari Pasukan kerajaan Manusia lalu segera menuju selatan secepat mungkin.

Jika berhasil mengejar mereka, bahkan jika musuh menggunakan sebuah Super Account, ia tak akan mungkin bisa mengalahkan pasukan elit dari pemain jepang. Kekuatan mengalir ke dalam diri Asuna. Para swordsmen yang datang kesini menggunakan pedang, perisai, dan armor yang seolah memantulkan sinar, mirip dengan mitologi Einherjar of Norse …

Asuna mengusap air matanya.

Kuda Pasukan Persediaan telah ditarik di dekat pintu keluar reruntuhan, dan kemah darurat sementara berada disana. Asuna juga bisa melihat para pemain jepang yang masih disembuhkan oleh regu Asthetic Underworld.

“… tak apa, semuanya akan baik – baik saja… pasti.”

Perasaan Asuna seolah terbaca oleh Klein yang ada disampingnya:

“Tentu. Baiklah, ayo maju lagi.”

“Ya.”

Asuna mengangguk dan bergerak lagi ke depan —

Tetapi perhatiannya teralihkan oleh sesuatu disana, membuatnya terkejut.

— Apa itu. Sosok hitam… hitam pekat…

Mata Asuna bergerak untuk sesaat, lalu ia melihatnya.

Patung raksasa yang ada di kedua sisi pintu masuk reruntuhan kuil.

Berdiri di atas patung tersebut adalah sesosok manusia.

Karena patung tersebut memantulkan cahaya, sehingga sosok tersebut cukup jelas dilihat dalam langit merah Tanah Kegelapan.

Apakah ia pemain Amerika? Ataukah seorang pengintai dari Jepang?

Terpaku, Asuna bergerak mendekat dan menyadari jika sosok tersebut mengenakan jubah hitam. Tudungnya menutupi wajah sosok tersebut sehingga tak terlihat.

Tetapi.

“Hei, Klein. Orang itu…”

Klein akan maju ke garis depan tetapi Asuna mencengkram tangan kanannya dan mengacungkan jari kirinya.

“Orang yang berdiri disana, apakah kamu pernah melihatnya?”

“Huh…? Whoa, ia menonton seluruh pertempuran dari atas sana. Sialan, siapa dia?… mengenakan tudung kepala. Aku tak bisa melihat wajahnya … tunggu…”

Suara Klein tiba – tiba terputus.

Asuna menatapnya, wajah Klein menjadi pucat seolah warna dihisap dari seluruh wajahnya.

“Hei, ada apa? Kamu mengenalnya? Siapa dia?”

“Tidak… tak mungkin, itu… apa aku… melihat sesosok hantu…?”

“Sesosok hantu…? Apa maksudmu?”

“Ka… Karena, tudung hitam itu, bukan, pakaian itu… ciri khas LaughCoff…”

Seketika mendengar nama tersebut.

Asuna merasa otaknya membeku seketika.

LaughCof. Dikenal juga dengan nama «Laughing Coffin». Dari lantai tengah sampai akhir permainan kematian SAO, mereka adalah guild merah paling mengerikan yang ada di kastil melayang Aincrad.

Banyak pemain PK, termasuk «Red-Eyed XaXa» dan «Johnny Black» ada di dalamnya, dan guild ini memiliki anggota pemain hijau … Akhirnya, setelah pertarungan mematikan dalam sebuah penyergapan oleh pemain – pemain elit, guild tersebut berhasil dihancurkan.

Pada pertempuran tersebut, hampir setiap anggota «Laughing Coffin» kalau tidak tewas, maka dijebloskan ke Black Iron Palace, tetapi ada yang berhasil lolos dari pertarungan tersebut. Dia adalah sang ketua, dia tiba – tiba menghilang ketika lokasi guild terbongkar, dan dia juga dengan cara langsung mauupun tak langsunng berhasil membunuh banyak pemain SAO. Namanya adalah — «PoH». Ia biasanya mengenakan pakaian hitam bertudung dan menggunakan pisau besar. Dua tahun setelahnya kini ia turun ke Underworld dan memandang kebawah ke Asuna dan Klein.

“………. Tak mungkin.”

Asuna hanya bisa berguman dalam pikirannya.

Ini tak nyata, aku sedang melihat sesosok hantu kan.

Pergi. Pergilah.

Tetapi, seolah menghina harapan Asuna, sosok hitam tersebut melambaikan tangan kanannya perlahan. Tangan tersebut lalu digerakkan ke depan dan belakang, seolah mengejek Asuna.

Apa yang mengikutinya —

Bisa dideskripsikan sebagai sebuah mimpi buruk.

Sosok baru muncul di samping sosok hitam tersebut. Lalu satu lagi, satu lagi.

Diatas patung raksasa sana, pasukan baru perlahan muncul. Di bagian kiri, sepuluh orang muncul.

— Berhenti. Berhenti .

Asuna memohon. Ia takut tak akan mampu menghadapi kengerian ini.

Akan tetapi.

Pasukan Crimson baru terus bermunculan, terus menerus. Seribu, lima ribu, sepuluh ribu.

Kini pasukan itu berjumlah sekitar tiga puluh ribu, Asuna memperkirakan.

Tak mungkin.

Lima puluh ribu pasukan Amerika dilawan dengan susah payah. Tak mungkin pasukan sebanyak itu bisa dikumpulkan dengan mudah, dan mereka bukanlah pemain Jepang. Jika perekrutan diumumkan di website jepang, Klein dan yang lainnya pasti akan tahu.

Bagaikan hantu. Bagaikan hantu yang dipanggil menggunakan Art.

Pada titik ini, Para pemain Jepang yang hampir menghancurkan pemain Amerika di garis depan sana menghentikan pertarungan dan melihat ke atas patung. Medan peperangan kini menjadi sunyi.

Garble, garble.

Bunyi gemericing dari pasukan crimson di atas sana terdengar bagaikan deru angin di telinga Asuna.

Asuna tak bisa memahami bahasa apa yang mereka gunakan karena tercampur bunyi gemericing. Ia memfokuskan pendengarannya, dan akhirnya menangkap perkataan yang cukup keras dari lainnya.

— Bigeobhan ilbon-in.

— Uli nalaleul jikyeola.

— Ganchuu renmen.

Bukan bahasa Inggris. Juga bukan bahasa Jepang.

Pada saat itu, Klein menggeram.

“Ah… Ini buruk… sangat buruk… Pasukan baru itu bukan dari Jepang maupun Amerika…”

Asuna merasa keringat dingin menuruni punggungnya ketika mendengar kata – kata selanjutnya:

“……… Mereka dari Cina dan Korea.”

Sword Art Online Vol 17 - 236.jpg

Bagian 3

Mungkin karena universitas sedang melaksanakan liburan musim panas, bar VR di daerah Cheongjin-dong, Distrik Jongno di Seoul kini terlihat padat.

Jo Wol-saeng baru saja selesai mengisi formulir masuk, ia lalu memesan minuman soda di bar. Ia memasuki sebuah ruangan, bersandar ke tempat duduk lalu menarik nafas.

Ia belum pernah merasa selega ini sebelumnya. Ia sebenarnya sudah mengetahui alasannya. Ia kini sudah berusia 20 tahun, seorang mahasiswa tingkat dua, dan tahun selanjutnya ia akan absen untuk melakukan wajib militer.

Ia dibatasi sampai umur 30 tahun untuk melakukannya, jadi ia bisa saja menunda – nunda, tetapi seorang mahasiswa yang belum melakukan wajib militer sebelum kelulusan akan dianggap sebelah mata dalam dunia pekerjaan. Hampir semua teman seangkatannya akan mengikuti wajib militer tahun berikutnya, dan karena orang tuanya juga mendesak terus, ia tak bisa lari lagi.

Wol-saeng meneguk soda miliknya dan merasa lega.

Semua hal ini membuatnya resah, apakah ia bisa menjalani latihan keras itu, bagaimana jika ia akan dibuli oleh para prajurit. Tetapi yang paling membuatnya depresi adalah fakta bahwa masa hidupnya selama dua tahun akan dirampas. Yah, meskipun ia tak memikirkan hidupnya di dunia nyata, sedangkan di dunia virtual, disitulah ia pertama kali merasakan hidup setelah diundang oleh teman – teman kuliahnya — dua tahun penuh tak bisa memasuki dunia itu, sangat membuatnya stres.

“…… Jika saya di militer ada hal semacam ini …”

Ia berguman ketika mengambil mesin FullDive yang ada di meja — the «AmuSphere». Benda ini milik bar VR, sering dipakai umum. Tapi bagi Wol-saeng, mesin ini lebih bercahaya ketimbang seorang malaikat.

Tiga tahu lalu — di 2023, mesin ini dirilis di Jepang lalu dikirim ke luar negeri tahun berikutnya, dan menjadi booming di Korea Selatan, dimana industri game online sedang diminati. Dulu bernama «PC Bars», kafe – kafe internet mulai mengganti nama mereka menjadi «VR Bars», karena memiliki AmuSpheres. Anak - anak muda mulai terpikat oleh VRMMORPG, baik yang dikembangkan Jepang maupun Amerika.

«Silla Empire», game yang dimainkan Wol-saeng selama satu setengah tahun ini adalah permainan yang telah dilokalisasikan ke Korea dari developer asal Jepang «Asuka Empire». Game ini bukan hanya ditranslate, bahkan kota, avatar, dan isi quest telah disesuaikan dengan dinasti Silla Korea. Permainan ini memiliki popularitas tertinggi sejak pertama kali diluncurkan.

Di sisi lain, para pemain ingin segera memiliki game yang murni diciptakan oleh Korea sendiri, jadi banyak perusahaan yang mengembangkan VRMMO menggunakan softwere gratis bernama «The Seed Nexus». Akan tetapi, software tersebut juga masih buatan Jepang, jadi tanpa menghubungkan ke «The Seed Nexus» yang berbasis di jepang, siapapun tak bisa memaksimalkan fungsi yang ada. Tetapi VRMMO Jepang membatasi hubungan koneksi ke Korea dan China sehingga keduanya tak bisa menghasilkan permainan yang menyamai kualitas «Silla Empire», hal ini membuat banyak pemain Korea menjadi tak puas.

— Aku ingin memainkan semua game Korea sebelum masuk wajib militer, tapi sepertinya hal itu tak mungkin …

Wol-saeng mengeluh, lalu membuang harapannya tersebut. Ia bersandar ke kursi dan mengenakan AmuSphere.

“… Link Start!”

Ia mengucapkan suaranya dan menutup mata.

Melewati sinar warna – warni, ia mengisi user ID dan password, lalu ia sampai di Launching Area[6] untuk bersiap mengklik icon «Silla Empire».

Tetapi, ia menyadari ada notifikasi window networking yang melayang di sisi kanan ruang tersebut, lalu menscroolnya ke bawah dengan cepat. Sepertinya ada ribuan orang yang memposting berita yang sama secara bersamaan.

“……… Apa – apaan ini?”

Kebingungan, Wol-saeng menekan program di sisi kiri lalu menarik window networking ke hadapannya. Lalu ia mengklik berita, memeprbesarnya dan membacanya.

“Hmm… ‘Korea, America, dan China sedang melakukan pengembangan VRMMO baru dan tes server yang sedang dijalankan… telah di serang oleh pemain Jepang, mereka juga menyerang pemain beta test?! Apa – apaan ini?!”

Sejujurnya, Wol-saeng sadar jika berita macam ini sulit untuk dipercaya. Tetapi lampiran yang ada di bagian akhir berita menunjukkan suatu video; ia mengkliknya tanpa ragu.

Sebuah window terbuka, lalu —

“Penjaga, Serang!!”

Teriakan pemain menggelora. Wol-saeng yang juga beberapa kali menonton Anime Jepang sadar jika apa yang ia katakan adalah bahasa Jepang.

Video tersebut menunjukkan pemain Jepang yang mengenakan armor silver sedang menyerang pemain berarmor crimson, membunuhnya satu persatu. Darah terus menerus muncul ketika pedang mereka diayunkan, pemain Amerika mengutuk tindakan tersebut.

Menduga karena tak ada hukum yang mengatur tempat tersebut, kejadian ini pastilah terjadi di tes server. Seperti yang dikatakan berita tersebut, pemain jepang sedang membantai pemain Amerika.

Ketika video 30 detik itu berakhir, Wol-saeng merasa bimbang.

Sebuah «server attack» biasanya diartikan sebagai tindakan menghancurkan suatu website, tetapi dive kedalam dunia VR dan menyerang para pemainnya … ini pertama kalinya Wol mendengar berita semacam ini. Jika isi video itu benar – benar nyata, itu berarti kejadian ini masih berlangsung, tetapi sesuatu mengganggunya.

Memang… di video itu, para pemain jepang memiliki equipment dan kemampuan yang melebihi pemain Amerika, mereka sedang menghajar para pemain Amerika. Akan tetapi ia merasa pihak yang sedang diserang bukanlah Amerika, melainkan pihak Jepang. Menyerang sebuah server adalah lelucon biasa, tetapi… orang – orang ini seolah sedang mempertaruhkan nyawa …

Tiba – tiba, bunyi ding-dong terdengar, membuat Wol-saeng menolehkan kepalanya.

Itu adalah teman satu guild «Silla» yang sedang mengiriminya permintaan pesan suara. Ia menekan tombol “Accept” kemudian sebuah window muncul dan berteriak pada karakter milik Wol-saeng.

“Hei, Moonphase, kau sudah lihat kan?!”

“Uh… ya, aku baru saja …”

“Lalu apa yang kau tunggu? Cepat download client-nya!”

“C… Client?”

Ia kembali melihat ke window networking dan menggeser kesamping.

Tertulis disana — Guna menolong para pemain dari serangan pihak Jepang, kami sedang merekrut relawan dari seluruh pemain VRMMO Korea. Jika kamu berminat, silahkan download software ini dan menginstalnya ke AmuSpheres milikmu.

“…Ini?… Hwan-ung, kau pikir ini nyata?”

“Tentu saja, bukankah sudah jelas di video itu?! Selagi kita bicara teman – teman kita sedang di serang!!”

“Memang… Tetapi, video itu…”

Wol-saeng ingin mengutarakan pendapatnya, tetapi ia didahului.

“Kalau begitu, instal saja dan cepatlah! Myung-hoon dan Helix sudah dive, jadi aku akan menunggumu disana!”

Panggilan itu berakhir, dan kesunyian muncul diruangan ini.

Meskipun Wol-saeng masih memiliki banyak keraguan, hampir seluruh anggota guildnya telah ikut serta, ia tak tahu apa jadinya jika ia tak ikiut serta. Ia mungkin akan menemukan petunjuk tentang apa yang terjadi disana — terlebih lagi, gangguan semacam ini pastilah sebuah event menarik bagi pembukaan suatu game baru. Jika ia tak ikut serta, ia mungkin tak akan mendapat keuntungan.

Membuat keputusan, Wol-saeng menekan tombol “Download” dan menginstalnya ke AmuSphere, lalu muncul icon baru untuk dijalankan. Setelah menekan icon crimson, sebuah kata berwarna hitam pekat yang bertuliskan “BANTU KAMI” muncul, Wol-saeng merasa kesadarannya telah dihisap ke suatu dimensi yang berbeda.

***

Bahkan setelah mentransfer koneksi yang jumlahnya sangat banyak dari Cina dan Korea ke dalam Underworld, Critter masih merasa ragu.

Meskipun ia telah mengikuti perintah Vassago Casals untuk memberikan client koneksi ke dua negara yang ada di dekat Jepang, ia merasa ada hal yang mencurigakan disini.

— ‘Bukankah Jepang dan Korea hampir mirip?

Banyak orang Amerika tidak tahu jika Jepang dan Korea adalah negara yang berbeda, dan ada juga yang menganggap jika Korea dan Jepang adalah bagian dari negara Cina. Meskipun Critter tidak terlalu memusingkannya, ia menganggap jika ketiga negara ini adalah negara yang rukun. Bukankah ketiga negara ini cukup rukun, seperti EU?

Itulah mengapa Critter tak bisa menemukan hal mencurigakan pada rencana Vassago.

Karena ia tak memiliki waktu untuk membuat situs palsu, maka ia menggunakan sosial media untuk menyebarkan berita ini. Berita pertama : “Orang – orang Jepang sedang menyerang server VRMMO yang sedang dikembangkan Amerika, Cina, dan Korea!”

Berita kedua memberikan penjelasan: “Pemain Jepang ingin memonopoli The Seed Nexus jadi mereka menyerang server dan mulai menciptakan karakter – karakter kuat. Mereka menyerang pemain test Amerika, Cina, dan Korea. Karena server tersebut masih belum dilengkapi dengan pain absorption dan kode anti kriminal, teman – teman kami masih dibantai dengan rasa sakit yang nyata.” Critter lalu melampirkan sebuah video yang ia ambil dari dalam Underworld.

Video tersebut adalah rekaman Pasukan Kerajaan Manusia yang sedang menyerang pemain Amerika, tetapi penduduk Underworld berbicara dengan bahasa Jepang. Tempaknya video tersebut memiliki dampak yang cukup besar, jumlah berita yang disebarkan meningkat drastis, dan jumlah client yang didownload pemain Korea dan Cina telah melebihi client yang didownload Amerika.

Bersandar kembali, Critter berfikir sejenak.

— Mengapa rasanya pemain Jepang tidak akur dengan pemain Cina dan Korea ya?

***

— Oh, malah semakin memburuk. Mereka saling serang satu sama lain.

Vassago Casals yang telah kembali ke Underworld menggunakan karakter «Laughing Coffin» miliknya, «PoH» mulai menyeringai lagi.

Ia mengangkat tangan kanannya tinggi – tinggi, dan berteriak pada pemain crimson yang ada dibelakangnya menggunakan bahasa Korea.

“— Pergilah, lindungi teman – teman kita!! Tebas dan tusuk mereka semua seperti yang mereka lakukan pada teman kita!!”

Seketika pasukan yang berjumlah 50.000 ini mendengar kata – kata tersebut, mereka langsung maju kedepan. Bagi mereka, pasukan Amerika yang sedang dibunuh oleh pemain Jepang kini sudah mereka anggap sebagai teman.

Mencoba tidak tertawa, Vassago mengayunkan tangannya kedepan.

Seperti suara deru badai, pasukan crimson yang baru saja muncul mulai melakukan penyerangan pada pemain Jepang.

— Ayo, saling bunuhlah. Menarilah sampai kalian mati.

***

“… Dia datang.”

Sinon berguman pada dirinya sendiri.

Ia melihat garis – garis kode hitam berjatuhan dari langit merah, seperti gumpalan benang.

Sekarang ini, ia ingin menggunakan skill «Annihilate Ray» dengan kapasitas maksimumnya ketika musuh muncul di depan mata. Karenanya musuh tak mungkin menghindar atau bertahan.

Tetapi sekarang ini ia perlu mengulur waktu. Jika musuh mampu membuat akun – akun berlevel atas, maka membunuhnya akan jadi sia - sia.

Pertama, ia harus mampu menarik perhatian musuh, lalu mengamati reaksinya. Jika musuhnya seolah mempertahankan diri dengan sangat serius, ia bisa memastikan jika musuh menggunakan akun pribadi miliknya. Lalu, ia akan melakukan serangan penuh, sehingga membuatnya tak bisa log in memakai akun yang sama.

Tetapi, dalam sebuah event dimana akun bisa dibuat secara banyak, ia tak bisa membunuhnya. Ia harus berusaha mengulur waktu bagi Alice agar bisa sampai ke «Altar Ujung Dunia».

Jadi Sinon tidak menarik lagi busurnya dan kini hanya menunnggu musuh untuk muncul.

Tempat kode – kode hitam muncul adalah tempat jasad Komandan Knight Bercouli berada beberapa menit lalu.

Sekarang jasadnya telah dipindahkan ke atas punggung naga oleh Integrity Knight Alice; ia ingin memberikan pemakaman yang layak baginya di Kerajaan Manusia.

Shino bertanya padanya: “Dia seseorang yang kau sayang?” Alice tersenyum lembut dan membalas: “Kau juga saingan orang yang kusayang.”

— Syukurlah.

Pada saat ini, Sinon tak boleh ter-log out dengan mudah. Ia harus menjaga dunia ini, hingga Kirito terbangun.

Sinon menetapkan tekadnya dan memandang tanah di bawah sana .

Garis hitam tadi kini menyentuh tanah dan membentuk suatu cairan.

Warnanya sungguh hitam, seperti lubang neraka.

Ketika garis terakhir berkumpul menjadi satu —

Bloop.

Sebuah wajah mulai terbentuk. Lalu tangan kanan mulai muncul. Ketika Sinon melihat lima buah jari yang terbentuk, ia merasakan hawa dingin di punggungnya.

Ia mencoba mengalihkan perasaan ini, dan menunggu musuh untuk memadat.

Setelah tangan kanan, tangan kiri mulai terbentuk.

Kepala si musuh kini hampir terbentuk.

— Apa yang membuat Sinon terkejut adalah fakta jika karakter musuh tidak diedit melalui edit feature; itulah anggapan Sinon, ia tak terlalu tampan. Rambut emas pendeknya tergerai, hidung dan bibirnya tipis, dan dia seperti orang Caucasian, menurutnya.

Apakah karakter ini adalah tubuh asli orang yang menggunakan Super Account Dewa Kegelapan Vektor?… Sinon berpikir keras.

Orang itu mengangkat tubuh bagian atasnya, menampakkan mata birunya, akhirnya ia menatap Sinon yang sedang terbang.

Seketika, Sinon merasa ada yang aneh.

Ia merasa jika pernah melihatnya entah dimana. Mata itu adalah mata yang merefleksikan apapun, namun tampak seolah menelan segalanya di saat yang sama; sepasang mata yang tak memiliki emosi.

Mata tersebut melebar ketika melihat Sinon. Lalu sebuah senyum muncul di wajah musuh.

Ya. Aku pernah melihatnya. Aku pernah melihat mata … dan wajah itu. Terjadi belum lama ini, dimana —

Ketika Sinon menatapnya, splat, seketika ia meloncat.

Posisi menyerangnya cukup aneh. Ia juga telah mengkonvert equipment miliknya; ia tak mengenakan armor metal. Seragam bagian atas dan bawah disambungkan dengan sebuah sabuk, dan kakinya memakai sepatu boot, hampir mirip seperti seorang prajurit di dunia nyata. Senjata miliknya adalah sebuah pedang panjang di pinggang kiri dan sebuah busur di tangan pinggang kanan.

Ketika tubuhnya hampir utuh memadat, gumpalan cairan hitam tidak menghilang. Namun tetap memadat sendiri seperti seekor binatang. Bukan, memang sebuah binatang, cairan itu berubah menjadi sebuah sayap tipis.

Bukan seperti sayap burung, maupun sayap naga, lebih seperti sayap kelelawar. Dibagian ujung sayap tersebut terdapat empat mata dan sebuah ekor panjang.

Ketika si pria mendekati binatang tersebut, makhluk bersayap ini membentangkan sayapnya dan menuju ke ketinggian dimana Sinon berada.

Makhluk itu hanya berjarak 30 meter dari Sinon, dan si pria masih tersenyum padanya.

Entah mengapa, musuh mengangkat tangannya yang tak bersenjata dan merentangkannya ke bagian depan. Sinon menjadi waspada, berpikir jika ia akan memulai incantation. Tetapi tak ada yang terjadi. Si pria lalu melingkarkan tangannya seolah hendak mencekik leher Sinon.

Seketika itu juga, Sinon akhirnya mengingat. Suara serak keluar dari mulutnya.

“…… Subtilizer……”

Itu dia. Seorang pemain Amerika yang berhasil membunuhnya ketika final PvP Turnamen di Gun Gale Online — «Fourth Bullet of Bullets», yang diselenggarakan dua minggu sebelumnya.

Tetapi mengapa ia ada disini?

Lupa akan busur yang ia genggam, Sinon masih terkejut, matanya semakin melebar.

***

Dibagian tengah Ocean Turtle yang berbentuk seperti piramid, disokong oleh poros tebal yang terbuat dari bahan titanium.

Di bagian bawah poros berbentuk lingkaran setinggi seratus meter ini terdapat sebuah mesin yang dilindungi oleh berbagai lapis dinding pelindung — Reaktor Bertekanan Air. Diatas reaktor ini terdapat Ruang Kontrol Utama, dan Ruang STL 01.

Underworld, lebih tepatnya fokus penelitian Project Alicization — Light Cube Cluster ada di bagian atas ruang kontrol utama. Area tersebut berada di bagian poros bawah.

Diatas Light Cube Cluster adalah lantai yang memisahkan poros atas dan poros bawah. Area diatas dinding yang ada di poros atas ada: berbagai macam peralatan pendingin, dan Ruang Sub Kontrol dimana pekerja RATH sedang bersembunyi saat ini, juga ada ruang STL 02 yang sedang digunakan Kirigaya Kazuto dan Yuuki Asuna.

Pada 7 Juli, pukul 9:00 am. Sebuah robot humanoid mulai bergerak atas kemauannya sendiri di ruang peralatan pendingin, menuruni tangga di bagian samping kapal. Dia adalah mesin prototipe yang dikembangkan RATH, «Ichiemom». Meskipun bergerak sendiri, sebenarnya ada tiga orang pasukan JSDF[7] yang mengikutinya.

— Syukurlah, aku bukanlah seorang claustrophobic[8], acrophobic[9], atau nyctophobic[10].

Higa Takeru menguatkan dirinya sendiri, tetapi pada saat yang sama. Ia merasa jika memiliki phobia bukanlah hal yang memalukan.

Karena, lorong yang hanya diterangi lampu emergency hanya memiliki panjang 40 meter. Jika tangannya berkeringat maupun salah menempatkan kaki, ia kan langsung terjatuh ke bawah dan menjemput ajal.

Jika ia mengetahui hal ini sebelumnya. Ia akan meminta Yanai berjalan dahulu. Jika ia berjalan didepan, Higa tak akan terus menerus menatap kebawah.

— Omong – omong, ia berkata akan melindungiku. Tetapi malah menyuruhku “Berjalan didepan”. Apa - apaan?

Higa memandang beberapa meter di keatas, Yanai masih menuruni tangga.

Akan tetapi, setelah melihat jika wajahnya semakin pucat ketika ia menuruni tangga per tangga. Higa tak jadi mengeluh. Keberanian Yanai untuk ikut serta dalam misi ini sudah cukup untuk diberi pujian, dan senjata pistol yang ada di pinggangnya cukup memberi rasa aman.

Ketika Higa kembali menuruni tangga, earphone yang ada di telinga kirinya memancarkan suara.

“Bagaimana, Higa-kun? Baik – baik saja kan?”

Suara ini milik Koujiro Rinko, ia masih mengintip di lubang masuk di atas sana.

Higa menjawab apa adanya.

“Ah… yah, seperti ini. Sekitar lima menit lagi kita akan bisa sampai ke dinding pemisah.”

“Oke. Ketika kalian siap, aku akan memberikan perintah penyerangan pada tim Ichiemom. Kalian harus membuka sekatnya ketika musuh sudah menyerang Ichiemom.”

“Roger. Wow, ini seperti Mission Impossible ya.”

“Ohhhh, maka buatlah misi ini menjadi Possible. Aku hanya khawatir mengenai kondisi kesehatan Kirito-kun yang ada di Underworld … Maaf, Yanai-san, tolong awasi anak ini ya.”

Kalimat terakhirnya ditujukan kepada Yanai. Setelah Higa mendengar Yanai berkata “Roger”, ia hanya bisa memprotes.

— “Anak ini”, huh?

Ia menggelengkan kepalanya dan menggenggam tangga yang kini semakin berkeringat.

Melihat kebawah, ia bisa melihat sekat dinding pemisah semakin kelihatan.

***

Critter masih menatap layar besar yang kini menampilkan pergerakan pemain Cina dan Korea yang telah dive, namun tiba – tiba bunyi alarm membuatnya terkejut.

“Ap…?!”

Ia menyisir console dengan panik, lalu menemukan alarm merah bersinar di sisi kanan monitor.

“Whoa… Dinding penahan telah terbuka. Kalian pergilah dan cek lorong itu!!”

Sebelum ia selesai berteriak, anggota tim penyerang yang paling tinggi, Hans, langsung menggenggam senjata dan berlari keluar.

“Sialan, kartuku sedang hoki padahal!”

Brigg berguman dan melempar kartu ke lantai, lalu ia juga mengejar Hans.

Apakah Rath yang tak diuntungkan dalam hal peralatan dan senjata mulai melakukan serangan bunuh diri? Ataukah mereka merencanakan sesuatu …?

Critter meninggalkan console dan bergerak menuju pintu masuk ruang kontrol. Daya elevator telah dimatikan, jadi ia harus menggunakan tangga jika sesuatu terjadi. Hans dan Brigg juga menyimpulkan hal yang sama; bunyi keras logam terdengar dari atas sana.

Tetapi bunyi langkah kaki kini terhenti, dan berganti teriakan.

“Woah!!“

“Are you kidding?!“

Lalu terdengar bunyi rentetan tembakan.

***

Higa bisa mendengar dengan jelas suara ratatatat dari luar lorong ini, suara tembakan senjata api.

Pada saat ini, di sisi lain dinding. Membran kulit titanium Ichiemon pasti telah berlubang karena peluru tersebut. Akan tetapi, baterai dan kontrol sistem yang mengaturnya ada di bagian belakang. Jadi meskipun kena banyak tembakan, ia masih bisa bergerak.

“Baiklah! Sekarang buka sekat dinding ini!”

Melalui suara Professor Koujiro yang ada di telinganya, Higa melompat lubang palka anti tekanan diantara sekat pemisah dinding. Dengan suara psshh, alat pengatur tekanan air mulai bergoyang, dan pelindung logam mulai terangkat.

Di sisi lain dinding, yang berada di bawah sekat ini, juga diterangi lampu orange emergency. Di sisi pertempuran sana juga berwarna sama.

Higa menelan ludah, mengatur kembali tas punggung yang berisi laptop mini, lalu mendorongnya ke akses panel yang semakin menyempit. Kemudian, ia menuruni anak tangga lain, dan semakin menurun.

— saat – saat seperti ini, orang yang ada di suatu film pasti akan mulai menjerit – jerit.

“Ayo ayo ayo!!“

Ia berguman, dan suara bingung Rinko membalas.

“Um, apa yang kamu katakan?”

“T-Tak ada. …Sekitar sepuluh meter dari colokan kabel maintenance … Ah, Aku melihatnya, ada disana!”

Banyak kabel fiber optik tebal menggulung menuju sebuah kotak hitam. Jika ia mencolokkan laptopnya ke colokan maintenance, secara teori ia akan bisa mengontrol Units #3 dan #4 yang ada di Ruang STL 2, dan juga Units #5 dan #6 yang berada sangat jauh di cabang Roppongi sana.

— Tunggulah, Kirigaya-kun. Aku akan membangunkanmu!

Higa lupa akan rasa takutnya, dan menuruni tangga ini, sebuah suara terdengar di earphone miliknya.

“Aku juga akan turun ke ruang Sub Kontrol untuk melihat Fluctlight milik Kirito-kun. Semoga berhasil, Higa-kun!!”

Dipuji oleh Professor Koujiro — yang ia biasa panggil Koujiro-senpai, seolah membuatnya terkenang masa – masa kuliah dulu, itu membuat Higa tambah semangat.

Ia kini melihat Yanai, yang juga sedang menuruni tangga. Wajahnya tampak depresi.

Higa menghembuskan nafasnya, lalu melihat kotak hitam yang semakin mendekat.

***

Setelah muncul kembali ke medan pertempuran yang kini porak – poranda akibat pertarungan sebelumnya, si pria berseragam tempur melihat ke selatan dan berguman dengan suara datar:

“… Alice kabur ya? Tak masalah, aku bisa mengejarnya …”

Lalu ia menatap Sinon lagi, dan tersenyum.

“… Jika aku ingat – ingat, kita pernah bertempur di turnamen Gun Gale Online tournament kan. Namamu… «Sinon»? siapa sangka kita bisa bertemu lagi di tempat seperti ini?”

Mendengarkan suara datarnya yang tak menyerupai manusia, si pria adalah Dewa Kegelapan Vektor dan Subtilizer pada saat yang sama, Sinon mencoba menghentikan tangannya yang gemetaran. Tetapi jarinya mati rasa, telapak tangannya berkeringat, dan ia merasa jika ia membuat gerakan tiba – tiba, Bow of Solus mungkin akan ia jatuhkan ke tanah.

Berdiri ke piringan hitam berbentuk monster bersayap, Subtilizer tersenyum lagi dan kembali berbicara dalam bahasa jepang yang cukup lancar.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Aku dengar tak ada lagi mesin STL di Jepang … Mungkinkah kamu pegawai RATH? Ataukah, kamu seorang prajurit bayaran yang memang ingin datang ke tempat ini?”

Cukup kesulitan, Sinon memaksa bibir keringnya untuk bergerak dan berbicara:

“Subtilizer… Aku ingin bertanya, mengapa kamu ada disini?”

“Karena aku tak bisa menolaknya.”

Subtilizer merentangkan tangannya, seolah tak bisa menjangkau sesuatu:

“Ini adalah takdir. Kekuatan jiwa yang bisa membuatmu dan aku bertemu.”

Nada bicaranya perlahan berubah. Suaranya semakin dingin.

“Ya… Aku menginginkanmu. Itulah mengapa kita bisa bertemu. Ini akan menjelaskan banyak hal. Siapapun targetnya yang aku hisap melalui STL, baik itu Artificial Fluctlights maupun Jiwa Manusia dari Dunia Nyata … Aku akan bisa memahami jiwamu yang manis itu, aku tak mampu merasakannya di turnamen GGO.”

Ketika Sinon mendengar perkataannya, kata – kata yang orang ini ucapkan ketika final BoB ke-empat terngiang di kepala Sinon.

— Your soul will be so sweet.

— Your soul will be so sweet.

Tubuh Sinon semakin dingin, nafasnya tak terkendali.

“Kemari… kemarilah, Sinon. Berikan padaku.”

Cahaya dingin memancar dari kedua mata Subtilizer.

Zzt. Dunia menghilang.

Udara, suara, bahkan cahaya seolah dihisap kedalam mata Subtilizer.

“Apaa………”

Apa ini?

Ia seolah ditarik sesuatu.

— Tidak. Aku harus menahannya. Aku harus melawannya.

Jiwa Sinon berteriak, seolah sangat lemah.

Akhirnya, armor biru Sinon terhisap ke lengan Subtilizer yang terbuka.

Jari – jari lemah Sinon berusaha menarik tali busur yang mengambang di udara.

Beberapa detik kemudian, kesadarannya semakin terselimuti, Sinon merasa tubuhnya semakin lemas ditelan kegelapan Subtilizer.

Tangan kirinya memeluk punggung Sinon, sedangkan tangan kanannya menyentuh wajah dan membelai rambut yang ada disamping wajah Sinon.

Bibir tipis Subtilizer mendekat ke telinga Sinon, lalu membisikkan sesuatu.

“Sinon, apa kau tahu arti dibalik nama «Subtilizer»?”

“…………?”

Tak bertenaga. Sinon menggelengkan kepalanya.

“Nama tersebut mirip dengan nama, «Satori», dalam amerika itu berarti seseorang yang sangat disayang. Tetapi, kata ini jika diartikan dalam bahasa Inggris berarti «Subtilizer». Kata yang bermakna «seseorang yang membersihkan», «seseorang yang memahat», «seseorang yang memilih»… Dan «seseorang yang mencuri».”

Cahaya semakin terang dari kedua mata Subtilizer, cahaya tersebut kini mendekati wajah Sinon.

“Aku akan mencurimu. Aku akan mencuri jiwamu…”

***

Tempat dimana Jo Wol-saeng mendarat adalah sebuah batu yang telah retak dan ditutupi lumut.

Ini bukan batu alami, ini buatan manusia. Ia muncul di atas sebuah kuil raksasa. Sekelilingnya adalah pemain Korea yang baru saja log ini, dan jumlah mereka sekitar ribuan... mungkin sepuluh ribu.

Karena tidak ada pilihan karakter, equipment semuanya berbeda – beda, begitu juga senjatanya, tetapi equipment dan senjata tersebut berwarna merah crimson. Wol-saeng melihat kedua tangannya sendiri yang kini juga diselimuti sarung tangan merah crimson, ia lalu menoleh ke belakang.

Meskipun ia tak bisa mengetahui pemandangan sekeliling karena tertutupi keramaian, ia masih bisa melihat pertempuran yang sedang terjadi di padang rumput di depan sana. Tetapi pemain Korea yang ada di sekelilingnya tidak bergerak sedikitpun, mungkin karena hasil pertarungan ini sudah bisa dipastikan. Grup yang mengenakan armor warna – warni sepertinya adalah pemain Jepang, mereka tampaknya telah menghabisi pasukan berwarna crimson seperti yang ia kenakan. Mereka telah mengatur pasukan, mereka juga seolah tidak bersenang – senang akan hasil yang mereka capai.

Ia tahu. Ada yang aneh. Tetapi ia tak bisa menyimpulkan.

Sepertinya, ini bukanlah sebuah event promosi sebuah game seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Area ini, hanya ada langit merah dan tanah gersang, terlihat terlalu sederhana, dan tak adanya panduan dan peringatan sebelum ia dive mengindikasikan tidak adanya sebuah event official.

Meskipun begitu, ia masih tak percaya pada berita yang ia baca. Terlebih lagi, apa maksud menyerang pemain test server dan membunuh mereka? Meskipun pemain jepang bisa menguasainya, bukan berarti mereka akan menghentikan pengembangan sebuah game.

Hampir separuh pemain Korea yang ada disekitarnya juga berpikiran sama tentang situasi ini. Suara - suara “Apa yang kita lakukan?” “Apa mereka beneran pemain Jepang?” saling bersautan.

— Tetapi, kemudian.

“Kawan - kawan!”

Sebuah teriakan berbahasa Korean terdengar dari depan sana.

Wol-saeng meninggikan kepalanya, karena ia tertutupi banyak pemain lain, ia tak bisa melihat siapa yang berbicara. Akan tetapi, ia berhasil menangkap sebuah logo merah, [Leader] mengambang di atas seseorang di depan sana. Suara tersebut berasal dari bawah logo itu.

“Terima kasih telah menjawab panggilan kami! — Sayangnya, semua pemain beta test telah dibunuh oleh pemain jepang, tidak, penjajah jepang! Tetapi mereka akan bersiap – siap bergerak menuju lokasi test lain dan bermaksud melakukan hal yang sama!”

Selanjutnya —

Wol-saeng merasakan amarah yang muncul dari beberapa ribu pemain.

Apa yang membuat mereka marah kemungkinan adalah kata “penjajah” [11]. Rasa bingung dan curiga yang menyelimuti pemain Korea kini menguap, tergantikan oleh rasa marah di seluruh area.

“… BIGEOBHAN ILLBONIN!“

Seseorang berteriak, kemudian satu demi satu teriakan mulai bergema. Setelah cukup mereda, si «Leader» kembali memprovokasi:

“Para pemain Jepang meng-hack server kita, dan menciptakan equipment berlevel tinggi bagi mereka sendiri! Dan kita, hak milik kita telah dirampas, kita hanya bisa menggunakan default equipment, wahai kawan! Tetapi, semangat juang kalian tak akan kalah dengan armor dan pedang manapun!”

Pada saat ini, teriakan yang semakin keras makin terdengar.

“ULI NALALEUL JIKYEOLA!“

Lalu, dari samping paling kanan, sebuah teriakan yang bukan bahasa Korea juga terdengar.

“GANCHUU RANMEN!”

Wol-saeng tak memahami maksud kata – kata itu, tetapi ia paham jika itu bahasa Cina. Tempaknya jumlah pemain Cina juga hampir sama dengan pemain Korea.

Bahkan saat suasana makin memanas, Wol-saeng masih merasa ada yang aneh. Tetapi pada saat ini, ia sadar tak ada yang mampu menghentikan amarah para pemain Korea dan Cina.

Kemudian, si «Leader» mengangkat tangan kanan yang terselimuti sarung tangan hitam ke urara.

“——— Go!!“

Menerima perintah tersebut, baik pemain Korea dan Cina kini melaju kedepan seperti binatang yang sangat marah, getarannya sangat terasa di tanah yang ia pijak.

***

“Pa… Pasukan! Pasukan Persediaan! Lariiii—!”

Asuna berteriak sebelum pasukan crimson yang baru saja muncul mulai bergera kdari atas sana.

Pasukan Persediaan Kerajaan Manusia sebelumnya masih berkemah di dekat pintu masuk reruntuhan kuil ini. Kuil ini membentang di kedua sisinya. Dengan kata lain, puluhan ribu pasukan crimson langsung melaju ke arah pasukan persediaan.

“Tinggalkan barang – barang kalian dan larilah, larilah kalian!!”

Meskipun ia telah memerikan perintah itu, sudah terlalu terlambat. Pasukan baru ini telah memasuki medan peperangan, pemain Cina dan Korea langsung melompat dari atas patung dan menuju posisi tengah pasukan persediaan.

Asuna menggertakkan giginya dan mengangkat rapier di tangan kanan tinggi – tinggi.

Memusatkan imajinasinya ke ujung pedang, ia lalu mengayunkannya ke bawah. Terang, berbagai macam sinar muncul dan menghantam patung – patung yang ada di kedua sisi.

Meskipun rasa sakit bermunculan di kepala Asuna, ia masih mengkonsentrasikan imaginasinya. Patung – patung batu ini mulai berjatuhan dan tangan patung yang terbuka mulai menjatuhi pasukan yang ada di atap.

Pasukan crimson yang ada di bagian depan buru – buru mundur namun tak bisa karena didorong dari belakang. Mereka berjatuhan seperti sebuah domino. Mengambil kesempatan ini, delapan kereta kuda, dua ratus pasukan Aschetic, dan pasukan persediaan mulai bergerak.

Asuna hanya bisa mengendalikan patung – patung ini selama 30 detik sebelum rasa sakit yang muncul menjadi menyakitkan, ia akhirnya terjatuh. Namun, Pasukan Kerajaan Manusia sudah berhasil kabur menuju bagian utara reruntuhan. Sekitar 500 Penjaga dan 2,000 Pemain Jepang mulai maju dan membentuk formasi bertahan di kedua sisi, bersiap untuk menyerang.

Tetapi karena area sekitar reruntuhan tidak datar, mereka hanya bisa bertahan untuk menerima serangan puluhan ribu musuh. Mereka bisa bertahan dari pemain Amerika yang jumlahnya banyak karena adanya dinding yang membatasi garis depan, juga karena adanya Art penyembuh dari bagian belakang. Tetapi sekarang ini mereka telah dikepung oleh 50.000 pasukan Cina dan Korea. Hanya masalah waktu sebelum pasukan ini dihancurkan.

“Urgh……”

Menggenggam sedikit kekuatan yang masih tersisa, Asuna berusaha bangkit dan menggenggam rapier miliknya.

— Kumohon, sekali lagi.... biarkan aku membuat dinding yang bisa melindungi semuanya.

Ia berdoa sambil mengkonsentrasikan pikirannya.

Tetapi.

Yang terjadi malahan seluruh tubuhnya bagai di hantam listrik, Asuna terjatuh lagi. Sesuatu muncul dari dalam tenggorokannya dan ia muntahkan, itu adalah darah.

“Jangan terlalu memaksakan diri, Asuna! Biarkan kami juga membantu!”

Klein berteriak.

“Ya, serahkan saja pada kami.”

Agil juga membalas.

Ketika keduanya berdiri dan mengangkat katana dan kapak mereka —

Pasukan crimson yang telah pulih dari kejutan mulai turun sekali lagi. Karena mereka 20 meter dari atas tanah, banyak diantara mereka yang tidak berhasil mendarat dan terluka parah, bahkan ada yang tak bisa bergerak, lalu pasukan yang ada di belakang menggunakan teman mereka yang terluka sebagai sebuah trampolin untuk mendarat dengan aman.

“DOLGYEO —— G!!“

“TU —— JI!!“

Asuna tak pernah mempelajari bahasa Cina atau Korea, tetapi instingnya berkata jika dua teriakan tersebut berarti ‘serang’.

Pasukan crimson mulai menyerang dari kanan dan kiri, semakin mendekat dan orang yang menghadang mereka pertama adalah Klein dan Agil.

“Zeiryaaaaaaaaahhhhh!!“

“U…. raaaaaaaaahhhhh!!“

Ditemani tekanan udara, Sword Skills berskala luas diluncurkan dari katana dan kapak dua orang ini. Cahaya putih dan kebiruan menghantam musuh dan puluhan musuh terlempar ke udara.

Di kedua sisi Klein dan Agil, Penguasa ALO, teman – teman mereka, dan anggota Sleeping Knights mulai bertarung sekuat tenaga.

Hantaman – hantaman senjata mulai berdentuman. Sebuah ledakan terjadi. Pedang, kapak, dan tombak saling bercahaya karena mengeluarkan Sword Skill, menebas musuh tanpa jeda.

Pasukan musuh berhenti sejenak.

Tetapi —

Usaha tersebut seperti menahan gelombang bendungan dengan tangan kosong, hal yang sia – sia.

Masih terbaring di tanah, Asuna seolah mendengar tawa mencemooh dari atas medan peperangan ini meskipun medan peperangan masih terselimuti teriakan kemarahan.

Ia mengedipkan matanya yang masih berair dan menangkap sosok manusia berpakaian hitam ada di atas reruntuhan kuil, ia seolah menari kegirangan menonton pertarungan ini.

***

Higa masih mendengarkan rentetan tembakan yang berasal dari balik sisi dinding sambil masih menuruni tangga secepat yang ia bisa.

Akhirnya, ia sampai didepan kotak hitam yang memantulkan cahaya lampu emergency, ia mencoba membuka menggunakan sidik jarinya.

Didalamnya ada berbagai macam kabel fiber optik, ini membuat Higa takjub sementara. Namun, Higa menggeser berbagai macam kabel dan akhirnya menemukan colokan maintenance.

Ketika ia menggapainya.

Ia mengambil nafas dalam – dalam, lalu mengambil sebuah kabel dan laptop dari tas punggungnya. Ia mencolokkan ujung kabel ke colokan dan ujung satunya ke laptop miliknya, lalu ia menjalankan control program STL dengan antusias.

Sebuah jendela hitam muncul, dan di bagian kiri paling atas mulai berkedip – kedip. Akhirnya, kursor kanan ia gerakkan dan menampilkan status pesan.

STL #3, Connecting…… OK.

STL #4, Connecting…… OK.

Status yang pertama muncul adalah dua unit STL yang ada di ruang sub kontrol.

Lalum koneksi satelite dari Ocean Turtle ke unit STL #5 dan #6 di cabang Roppongi juga telah masuk.

“… Oke!”

Higa berguman. Sekarang ia bisa mengoperasikan empat unit STL yang sedang digunakan Kirigaya Kazuto serta ketiga gadis.

Sayangnya, untuk memblokir koneksi satelit hanya bisa dilakukan dari ruang main kontrol, jadi ia tak bisa menjalankan dua unit lainnya yang ada di Ruang 01. Jika itu mungkin, ia bisa menendang para penyerang yang sedang dive ke Underworld menggunakan mesin STL #1 dan #2.

Menunda gejolak pikirannya, Higa menggerakkan jari – jarinya dan bersiap untuk menjalankan program ini.

— Ayo kita mulai!

Ketika ia akan mulai, teriakan terdengar dari atas kepalanya.

“… B… Berhenti!”

Itu suara milik Yanai. Apa maksud perkataannya tadi?

Higa menoleh ke atas, kebingungan karena ia melihat sebuah pistol berwarna biru kehitaman sedang ditodongkan ke wajahnya. Yanai menatapnya dengan mata haus darah, ia berteriak lagi.

“Singkirkan tanganmu dari laptop! Atau aku akan menembakmu!”

“……… Huh?”

Ia hanya berkedip beberapa kali.

Higa akhirnya menyadari situasi sekarang ini dan mulai menebak mengapa Yanai melakukan hal tersebut.

— Dialah orangnya!

Yanai adalah orang yang membocorkan informasi Project Alicization kepada Amerika.

Tetapi sayangnya, Higa tak bisa melakukan serangan balik. Apa yang bisa ia lakukan adalah bertanya padanya.

“… Yanai-san. Mengapa?”

Keringat dingin menetes dari dahi Yanai yang pucat. Bibirnya bergetar sesaat, lalu ia mengatakan sesuatu.

“Pertama… Pertama, kau memihak tokoh yang salah. Aku bukanlah pengkhianat disini.”

— Apa maksudmu, “pikir dong”? kau ini si pengkhianat!

Melihat Higa yang terdiam, Yanai melanjutkan.

“Aku hanya menjalankan rencana asliku. Aku akan menyelesaikan misi akhir atasanku … itulah mengapa aku menyusup kedalam RATH..”

“Misi… misi terakhir atasanmu? Apa yang kau bicarakan?….”

Higa kebingungan. Yanai menyibakkan rambut yang ada di dahinya menggunakan tangan kiri, lalu menjawab dengan tatapan orang gila.

“Mungkin kalian mengenalnya sebagai… Sugou-san.”

“Ap…”

— Apaaaa?!

Dampak rasa kaget tersebut lebih hebat ketimbang ditodong sebuah pistol, matanya melebar.

Sugou Nobuyuki. Pria yang bekerja di Labolatorium Shigemura di Touto Technical University. Ia seangkatan dengan Higa, Koujiro Rinko, dan Kayaba Akihiko. Ia sangat ingin bersaing dengan Kayaba si super genius. Tetapi ia tak bisa melampauinya. Mungkin karena hal tersebut, ia menyandera ratusan pemain SAO untuk melakukan percobaan manusia.

Karena aksi Kirigaya Kazuto, tindakan Sugou berhasil diungkap ke publik. Setelah ditahan, ia mendapat hukuman dari jaksa dan masih berada di Mahkamah Agung Tokyo.

“… Ia masih belum tewas.”

Higa merespon dan Yanai hanya tertawa mengejek.

“Memang apa bedanya? Ia akan dipenjara setidaknya sepuluh tahun dan bagi seorang ilmuan, sepuluh tahun itu sama saja kematian. Aku juga hampir ketangkap, tetapi aku berhasil menyalahkan orang lain dan bebas dari hukuman.

“Jadi kau … bekerja sama dengan Sugou ketika eksperimen manusia itu?”

“Kerja sama? Akulah orang yang mengumpulakan data percobaan. Penelitian itu menyenangkan lho... seperti bagian tentakel dan semacamnya …”

— Mengapa Letnan Kolonel Kikuoka tidak mengecek riwayat hidup kriminal semacam ini?!

Higa kembali berpikir, tetapi ia tak bisa menyalahkan hal tersebut pada Kikuoka.

Alasan utama mengapa perusahaan RATH diciptakan adalah untuk menciptakan teknologi pertahanan yang kini telah didominasi Amerika. Dengan kata lain, pendirian perusahaan ini mungkin akan membuat zaibatsu [12] kehilangan kepercayaan asing.

Terlebih lagi, sangat sulit untuk mencari dan menyewa para teknisi. Hampir tak ada yang mau pindah dari perusahaan besar ke tempat kecil ini, mungkin itulah mengapa para petinggi RATH menerima Yanai yang pernah bekerja di perusahaan pengembang teknologi Fulldive, RECT.

Yanai tempaknya masih memandang Higa, ia lalu cepat – cepat mengangkat pistolnya lagi. Pengaman pistol tersebut kini ia lepas. Awalnya, Kikouka memasukkan para teknisi ke pelatihan senjata guna jaga – jaga. Ironisnya, kini ia malah ditodong sesama teknisi.

Untungnya, Yanai masih memiliki akal sehat, ia melanjutkan perkataannya.

“… Untungnya, nyawa bosku telah tamat. Tetapi koneksinya masih terus berjalan. Jadi, jika aku tidak menggunakannya sebaik mungkin. Semuanya akan menjadi sia – sia.

“Koneksi… Kemana?”

Higa merespon. Yanai tampak ragu sesaat, lalu ia tersenyum dan menjawab.

“Dinas Keamanan Nasional Amerika.”

“Ap… Apa katamu?!”

Higa kembali terkejut, tetapi dalam dirinya ia sudah menduga.

Aktivitas mereka, termasuk mata – mata dan pengawasan komunikasi antara Jepang oleh Dinas Keamanan Nasional Amerika sudah menjadi rahasia umum. Mereka tak tertarik pada teknologi Fulldive yang dikembangkan Jepang. Sejak mereka memiliki intel pada Project Alicization dari Yanai, rekan Sugou. Pihak NSA lalu menyewa sebuah kapal selam Navy dan berusaha mencuri «A.L.I.C.E.».

Yanai masih mengumbar capaiannya tanpa ada rasa bersalah.

“… Jika para Amerika yang kami sewa bisa mencuri Alice. Aku akan menerima banyak uang dan posisi atas di Amerika. Itulah apa yang ingin dicapai oleh Sugou-san.”

— suatu saat keamanan dunia akan berada dalam cengkeraman bayang – bayang senjata otomatis yang dikembangkan pihak Amerika.

Higa benar – benar tak ingin hal itu terjadi. Ia ingin menggagalkan rencana tersebut.

— Sadari apa yang sedang terjadi, Rinko-san!

Tepat ketika Higa akan bergerak, Laptop yang ada di tangan kirinya tergelincir dan ia buru – buru menangkapnya.

“D-Diam!!”

Seketika, teriakan Yanai memasuki telinga Higa ketika ia menodongkan senjata ke dinding dan menariknya. Kilatan cahaya keemasan terlihat dan dorongan air membuat telinganya berdengung.

Percikan api muncul dari dinding ini —

Dorongan keras menabrak bahu kanan Higa.

“Huh?”

Higa terkejut.

Sword Art Online Vol 17 - 271.jpg
***

Sinon menatap mata tersebut seperti orang linglung, mata tersebut seolah tak memiliki dasar.

Ini seperti ketika ia bangun dari mimpi di pagi hari.

Ia harus melakukan sesuatu. Tetapi ini seperti melakukan sesuatu dalam mimpi, sedangkan di dunia nyata ia masih linglung. Seperti itu terus menerus.

Jari sedingin es menyentuh lehernya. Rasa takut mengisi hatinya, tetapi rasa tersebut lalu menghilang ditelan kehampaan.

— Jangan.

Ini bukanlah ilusi dalam dunia virtual lagi.

Fakta tersebut terlintas di kesadarannya seperti alarm. Ia berusaha untuk berkonsentrasi padanya, tetapi cairan hitam lengket itu telah naik sampai ke pinggangnya tanpa ia sadari. Ia tak bisa lari maupun menolaknya.

Wajah pria ini semakin mendekat. Bibir tipisnya menghisap udara. Seolah ikut menghisap emosi, pikiran, dan jiwanya.

— Hentikan.

— Jangan curi itu semua.

Namun itu semua terjadi sangat cepat, kini hanya menyisakan rasa hampa.

“Henti…… kan………”

Bibir si pria semakin mendekati mulut Sinon yang gemetaran —

Crack!!

Sebuah dorongan mengejutkan pikiran Sinon.

Sinon membuka matanya lebar – lebar dan melihat percikan api keperakan dari atas pakaiannya.

— Ini membakar!!

Seketika, sensasi seperti listrik itu mengejutkan si pria. Sinon memaksakan kesadarannya yang mulai pulih untuk melepaskan pelukannya dan kini bebas.

Sinon menggunakan kemampuan terbang Solus untuk membuat jarak.

“……… Urgh…”

Mengambil nafas, Sinon menggerakkan tangan kanannya menuju objek yang masih memercikan api.

Benda ini masih terikat oleh sebuah rantai tipis. Berbentuk sebuah piringan berdiameter 1.5 cm dengan sebuah lubang.

“Me… mengapa, ini…”

— Disini?

Sinon berguman kebingungan.

Itu adalah sebuah kalung yang selalu dipakai Asada Shino di Dunia Nyata. Bukan sebuah kalung mahal. Rantai kalung ini terbuat dari stainless steel, dan token yang menggantung juga hanyalah sebuah aluminium.

Akan tetapi, bagi Sinon. Kalung ini memiliki banyak makna.

Diakhir tahun lalu, Sinon terlibat dalam «Insiden Death Gun».

Salah satu teman Sinon adalah anggota grup kriminal tersebut, ia menyerang dirinya dengan jarum suntik berisi racun succinylcholine. Kirigaya Kazuto — Kirito menerjang dan melindunginya, tetapi dadanya malah tersuntik sebuah racun.

Ia bisa terhindar dari racun tersebut karena ia lupa untuk menarik sebuah elektroda ECG yang ada di dadanya.

Setelah insiden tersebut, Sinon menemukan elektroda tersebut terjatuh di kamarnya. Ia menarik selotip yang menempel dan membuatnya menjadi sebuah kalung tanpa memberitahu Kirito atau Asuna. Ia dive di cabang RATH Roppongi branch, dan pegawai bernama Hiraki bahkan tak bisa melihat kalung tersebut.

Itulah mengapa kalung kecil ini tak bisa dimaterialisasikan kedalam Underworld.

— Tetapi.

Kirito pernah berkata di Dicey Cafe: dunia virtual yang diciptakan oleh STL bukan hanya terbuat dari objek poligon.

Ia berkata seperti itu — dunia tersebut diciptakan melalui ingatan dan imajinasi.

Mungkin begitulah, kalung ini bisa tercipta karena imajinasi milik Sinon.

Sinon kini mencium kalung tersebut, dan menyimpannya kembali dibalik bajunya.

Lalu, setelah tersadar penuh, ia menatap makhluk hitam bersayap yang masih terbang di langit.

Subtilizer masih berdiri di atas punggung makhluk itu, masih memandangi tangan kanannya. Sinon bisa melihat ada asap yang muncul dari jarinya.

Tampaknya sadar jika Sinon memandanginya, Subtilizer mendongak dan memunculkan senyum tak puas. Sinon masih memandangnya, lalu ia berbicara:

“Kau bukanlah dewa, juga bukanlah iblis. Kau hanyalah seorang manusia.”

Benar, Subtilizer memang sangat kuat. Ia seolah memiliki imajinasi yang sangat gila hingga bisa mempengaruhi kesadaran Sinon… dengan kata lain, Fluctlight miliknya.

— Tetapi jika kita berbicara tentang imajinasi dan konsentrasi, aku tak mungkkin kalah darimu.

Karena dua hal tersebut adalah kekuatan terbesar seorang Sniper.

Sinon menggenggam equipment Super Account Solus, busur «Annihilate Ray» dengan kedua tangannya lalu memfokuskan konsentrasinya.

Bagian tengah busur putih ini mulai membentuk sebuah moncong berwarna hitam kebiruan.

Warna ini perlahan menyebar dan membungkus seluruh bagian busur hingga akhirnya membentuk silinder kehitaman yang terbuat dari baja. Gagang, scoop, pelatuk mulai bermunculan pada bentuk baru ini.

Akhirnya, Sinon tidak lagi memegang sebuah busur cantik.

Tetapi sebuah sniper rifle kaliber .50 yang kokoh, angkuh, namun menawan bernama — «Ultima Ratio Hecate II».

Dengan suara nyaring, Sinon menarik pelatuk sambil menyeringai.

Senyum menyeringai Subtilizer kini menghilang dan tergantikan oleh ekspresi kemarahan.

Sword Art Online Vol 17 - 279.jpg
***

Serangan balik yang terjadi tujuh menit lalu kini telah tiada. Berganti menjadi pola bertahan dari gelombang serangan musuh.

“Lindungi sekuat tenaga…! Tak peduli bagaimana caranya, kita harus melindungi orang – orang Underworld ……!!”

Asuna berteriak sekuat tenaga, sambil menghunuskan rapier miliknya di garis depan tanpa memedulikan rasa sakit yang muncul di otaknya.

Tetapi ia tak bisa mendengar satupun jawaban.

Disekelilingnya, satu persatu pemain Jepang kini telah dikepung oleh pasukan crimson yang baru saja log in. Mereka ditusuk oleh pedang dan tombak di sekujur tubuh. Teriakan kesakitan, penyesalan, dan kematian terus terdengar.

Dibandingkan kepungan ini, serangan tombak beruntun pemain Amerika masih bisa dianggap enteng.

Entah itu karena datangnya bala bantuan musuh atau karena kemarahan yang tak masuk akal mereka, pasukan baru ini hanya bertujuan untuk memusnahkan. Mereka menerjang target lalu menjatuhkannya ke tanah dan menginjak – injak pemain Jepang tanpa peduli. Menghadapi serangan macam ini, taktik kami tak akan mampu mengalahkan jumlah musuh.

Dua ribu formasi melingkar pasukan jepang kini makin tertembus dihadapan mata Asuna.

Menggunakan rapiernya, Asuna menghunus sembarangan dan berlari menjauhi musuh yang mengejarnya. Ini adalah pertama kalinya Asuna ketakutan sejak pertama kali turun ke Underworld.

Seseorang, selamatkan kami.

***

Di dalam peperangan ini, salah satu pasukan yang masih bertempur dengan gagah berani adalah Swordsmen Hijau yang dipimpin oleh Sakuya, si Penguasa Sylph Alfheim Online.

Ras Sylph mengandalkan serangan yang berfokus pada kecepatan. Strategi semacam ini pernah digunakan melawan ras Salamander yang menyerang menggunakan pasukan bersenjata berat. Pasukan ini bermanuver saling melindungi satu sama lain sehingga tak ada teman mereka yang diseret dan diinjak – injak oleh musuh.

“— Bagus, kita buat celah pada pertahanan mereka! Rindou Team, Suzuran Team, dorong garis depan ke kanan!!”

Sakuya berdiri di garis depan, menebaskan katana rampingnya ke segala arah sambil berteriak memberi perintah.

Pada saat ini, mereka seharusnya bisa berkumpul dengan tim Salamander yang masih bertarung di sisi kanan mereka, dan meminta mereka agar saling membantu untuk menerobos formasi musuh dengan sekali serang. Selagi pasukan Underworld bisa lari dari reruntuhan ini dan mempersempit medan perang, mungkin kami bisa menurunkan semangat juang musuh seperti yang dilakukan pada pemain Amerika.

“Maju! Siapkan «Synchro Sword Skill»!! Siap, 5, 4, 3…”

Tepat sebelum Sakuya memberikan perintah.

Teriakan kesakitan terdengar dari samping kiri medan peperangan yang sedang ia lindungi.

“— Jangan menyerah teman – teman. Tinggal sedikit lagi!!”

Sakuya tiba – tiba menahan nafas dan menoleh ke kiri.

Pasukan Jepang yang berequip kekuningan tampaknya telah ditelan pasukan crimson. Berada di posisi paling depan, sang pemimpin dilempar menuju tanah.

“Alicia!!”

Sakuya berteriak. Seketika itu juga, ia berubah dari seorang pemimpin yang tenang menjadi seorang gadis mahasiswi universitas biasa.

“Berhentiii —— !!“

Ia menjerit dan langsung menuju ke sisi kiri. Ia menebas dan menerbangkan musuh yang menghalangi jalannya dan tanpa peduli sekeliling, ia berlari menuju sahabatnya.

Pedang panjang menusuk dada dan perut Penguasa Cait Sith, Alicia Rue, tetapi saat ia menyadari jika Sakuya menghampirinya. Ia berteriak sambil memuntahkan darah.

“Jangan, mundurlah Sakuya-chan!! Atur pasukanmu!!”

Dengan kata – kata tersebut, sosok Cait Sith bertubuh kecil kini mulai menghilang dihadapan mata Sakuya.

“Alicia —— !!“

Sakuya berteriak dan kini menerobos menuju musuh yang telah membunuh pasukan Cait Sith. Ia terus menerus mengaktifkan Sword Skills, semakin kedepan semakin banyak darah dan tubuh yang ia tebas. Sedikit lagi ia akan sampai ke temannya yang telah gugur...

Snikt.

Sebuah tusukan, ia menoleh kebawah dan melihat sebuah tombak besar menusuk perut kanannya.

Rasa sakit pertama yang ia terima di Underworld menjalar ke seluruh urat nadinya, seolah mengambil semua tenaganya.

Meskipun begitu, ia masih bisa mengambil empat langkah ke depan sebelum akhirnya ia roboh ke tanah.

Selanjutnya, Sakuya seolah ditelan oleh gelombang kebencian. Katana miliknya dirampas dari tangan kanannya, lengan kirinya dipotong menjadi dua, dan tubuhnya ditusuki oleh berbagai macam senjata logam.

***

Diantara dua ribu pemain — meskipun jumlahnya semakin berkurang — Jepang yang dive ke Underworld, seseorang yang menyadari situasi saat ini adalah pemimpin ketiga guild «Sleeping Knights», An Si-Eun/Siune.

Ayahnya adalah warga Korea yang tinggal di Jepang dan ibunya asli orang Jepang, jadi Siune mampu memahami dua bahasa tersebut. Terlebih lagi, dia mendengar teriakan kemarahan yang muncul dari pemain crimson yang baru dive. Jadi ia bisa menebak informasi apa yang bisa memancing kemarahan orang – orang ini.

Berbagai macam konflik telah terjadi antara negara Jepang dan Korea sebelum Siune lahir di awal abad 21. Ada berbagai alasan dibalik konflik tersebut, tetapi tampaknya dampak pengembangan internet semakin memperlebar jarak antara kedua negara tersebut.

Dengan semakin tipisnya hal benar dan salah, hubungan kedua negara tersebut sampai memasuki dunia game online yang Siune dan kawan – kawan sukai. Bahkan di tahun 2026, dimana server international VRMMO sudah menjadi hal yang mainstream. Sudah menjadi hal yang biasa dimana sebuah area farming dikuasai pemain dari negara tertentu. Game – game seperti ALO menolak untuk berbagi koneksi antar negara. Hal inilah yang menimbulkan hubungan antara Jepang dan Korea semakin menjauh.

Siune yang tumbuh diantara budaya Jepang dan Korea merasa bimbang terhadap situasi ini. Anggota Sleepiing Knight yang berada di kamar rawat VR sangat ramah dan menerima dirinya setelah mengetahui masa lalunya. Jadi ia berpikir.... untuk semuanya, ia telah menghapus jurang pemisah tersebut.

Tetapi sekarang ini.

Pria yang berada di atap reruntuhan kuil ini telah menghancurkan kesenangan bermain VRMMO yang seharusnya dinikmati pemain dari berbagai negara. Ia memanipulasi sebelah pihak, membuat mereka saling bunuh, dan saling tebar kebencian.

— Aku harus... aku harus melakukan sesuatu. Aku mungkin hanyalah satu – satunya pemain Jepang yang mampu berbahasa Korea.

— Jika aku tidak melakukan sesuatu, mereka tak akan memahaminya. Benar kan, Yuuki?

Menyebut pemimpin guild sebelumnya yang telah meninggal tiga bulan lalu dihatinya, ia memberikan instruksi kepada empat sahabat yang ada disampingnya.

“Teman – teman, sekali lagi. Mari kita buka pertahanan musuh!!”

Jun, pemegang dua pedang yang masih bertarung didepan angkat bicara:

“Mengerti! Tecchi, Talken, Nori, kerahkan seluruh kemampuan kalian sekaligus! 3, 2, 1!”

Serangan kuat Sword Skill serentak tersebut membuat ledakan hebat dan menerbangkan puluhan musuh.

Dalam keheningan sesaat ini. Siune berlari menuju seorang pemain Korea yang tampaknya adalah si pemimpin, ia menangkap tebasan musuh yang diayunkan kearahnya.

Telapak tangannya tergores dan darah mulai mengalir.

Tetapi rasa sakit virtual semacam ini bukanlah hal yang berat dibandingkan transplantasi dan kemoterapi penyakit Leukimia yang Siune alami. Ia hanya menyeringai dan mulai memandang mata musuh, ia lalu berteriak dalam bahasa Korea.

“— Dengarkan aku, kalian semua telah ditipu!! Server ini dimiliki oleh perusahaan Jepang, kami bukanlah hacker, kami adalah pemiliknya!!”

Suaranya terdengar nyaring, mengisi keheningan untuk sesaat.

Pemain Korea yang pedangnya digenggam oleh Siune mundur sedikit, seolah ia terintimidasi oleh teriakan tersebut, tetapi ia dengan sinis membalas:

“— Bohong! Aku melihatnya sendiri, kalian membantai pemain berarmor crimson seperti kami!!”

“Mereka juga dibohongi seperti kalian, pemain Amerika tertipu dan diundang untuk dive kemari oleh informasi palsu! Pihak yang menyerang server ini adalah kalian!! Pikirkan baik – baik… apakah kemarahan dan kebencian kalian semua datang dari lubuk hati kalian?!”

Kata – kata Siune menyebabkan pemain Korea terdiam, menjadi ragu – ragu.

Lalu, sebuah suara nyaring namun kebingungan terdengar dari arah samping.

“Apa kamu mengatakan yang sesungguhnya?!”

Seseorang yang berteriak dalam bahasa Korea tadi kini berlari kedepan, dia adalah seorang pemain yang mengenakan armor crimson seperti yang lain. Siune secara tak sadar membentuk posisi bertahan, tetapi ketika dia sampai di depan Siune, dia menurunkan senjatanya dan membuka pelindung kepala miliknya.

“Aku «Moonphase», siapa namamu?”

Siune seolah merasa de javu ketika ditanya namanya. Mata pemuda yang menyebut dirinya Moonphase memiliki cahaya redup.

Siune melepaskan tangan yang menahan pedang, mengelap darah ke dadanya lalu berbicara.

“… Aku Siune.”

“Siune-san, ya? Aku juga berpikiran hal yang sama jika ada hal yang aneh disini.”

Perkataan Moonphase meredam kemarahan pemain korea yang ada di sekitar. Ia menyarungkan pedang miliknya, lalu melangkah ke depan.

“— Apa kamu memiliki bukti jika apa yang kamu katakan itu benar?!”

“…………”

Siune hanya bisa menahan nafas.

Dunia «Underworld» adalah sebuah dunia virtual yang dikembangkan oleh perusahaan yang dijalankan dan dikembangkan oleh pihak pemerintahan Jepang, dan para penyerangnya adalah pihak Amerika yang berusaha mencuri hasil penelitian ini, sebuah AI — Siune tak pernah meragukan kata – kata Lisbeth yang sebelumnya ia katakan di Kubah ALO. Tetapi ketika ia diminta untuk membuktikannya, ia kesulitan.

Tak ada bukti nyata jika menyangkut dunia virtual. Hanya ada kesaksian dari beberapa orang, tetapi apapun yang dikatakan pemain jepang, pemain korea tak akan mempercayainya. Siune kini merasakan rasa marah yang terkumpul ketika melihat dirinya terdiam seperti ini. Apa yang harus ia lakukan … Dimana ia harus menjelaskan …

“Siune, penduduk Underworld!”

Nori tiba – tiba berteriak belakangnya.

“Apakah dia pernah bertemu penduduk Underworld, dan setelah ia melihatnya jika penduduk berbahasa jepang, mereka akan paham jika ini adalah server jepang!”

“Ah………!”

Ya, itu mungkin benar. Meskipun Siune dan yang lainnya hanya beberapa kali berbicara dengan penduduk Underworld ketika beristirahat, setelah menyedari jika penduduk ini bukanlah manusia asli maupun NPC, Siune langsung terkejut melihat perkataan mereka. Tetapi — tidak, karena ada penghalang antara mereka dan pemain Korea, pemain Korea pasti merasakan hal yang sama. Selama mereka mencoba untuk mengajak berbicara, mereka akan sadar.

Siune akan mentranslate apa yang baru saja Nori katakan kepada Moonphase.

Seketika itu juga, sebuah cahaya merah datang dari belakangnya.

“Ah… Awaas……”

Siune mencoba untuk memperingatkannya, tetapi sudah terlambat. Sebuah pisau telah tertancap di punggung Moonphase dan melemparkannya sejauh sepuluh meter.

“Guaagh……”

Menggantikan Moonphase yang sedang kesakitan di tanah, kini berdiri seorang pria bertudung hitam yang sebelumnya ada di atas atap.

Ia mengangkat tangan kanannnya yang masih menggenggam pisau — yang mirip seperti pisau daging khas Cina, kearah Moonphase dan berteriak dalam bahasa Korea.

“Medan peperangan ini bukan tempat bagi penghianat!”

Lalu ia mengarahkan pisau tersebut menuju pemain Korea yang ada di sekeliling.

“Jangan tertipu trik murahan pemain jepang!”

Suara miliknya kuat namun dingin.

Ia lalu mengarahkan pisaunya kearah Siune yang masih mematung.

“Jika ini adalah server Jepang, dan kalian adalah pemiliknya. Lalu mengapa kalian memiliki equipment yang sangat kuat? Mereka menggunakan equipment GM! Kalian menciptakannya dengan cara curang!!”

Benar, benar, tepat! Suara – suara baru mulai bermunculan.

Siune mencoba menghalau tuduhan tersebut.

“… Tidak! Equipment kami berbeda karena kami mengkonvert akun berlevel atas milik kami untuk dive ke Underworld!’

Seketika Siune berkata seperti itu, si pria bertudung hitam mengeluarkan tawa.

“Hah, idiot macam apa yang mau mengkonvert akun mereka kedalam test server?! Pembohong, kalian pembohong!!”

“Itu benar, percayalah!! Kami datang kesini juga tak ingin kehilangan akun kami…”

Whoosh. Suara tebasan angin terdengar.

Sebuah pisau melayang menuju pundak kanannya, Siune tak mengkhawatirkan rasa sakit yang muncul. Melainkan rasa putus asa yang sangat dalam. Ia tak bisa membalas perkataan si pria yang telah melemparkan senjatanya.

Sekelompok kecil pemain Cina mengacaukan gencatan senjata sesaat dan mulai menyerang dari sisi kanan. Si pemimpin Korea yang melihat ini semua kini menendang Siune hingga terjatuh.

Terbaring disana, Siune mendengra suara langkah kaki keempat sahabatnya yang mulai mendekatinya, tetapi ia tak bisa berdiri lagi.

***

— Mengapa?

Integrity Knight Renri Synthesis Twenty-Seven merasakan kebencian yang begitu dalam dari seluruh medan peperangan, ia hanya bisa mengulang pertanyaan tersebut di kepalanya.

— Mengapa orang – orang ini saling membenci meskipun mereka sama – sama dari Dunia Nyata?

Tidak, mungkin ia tak punya hak untuk berkata seperti itu. Bahkan orang – orang Underworld juga terbagi menjadi Kerajaan Manusia dan Tanah Kegelapan, dan telah berperang selama ratusan tahun. Tepat beberapa hari yang lalu, darah yang tercipta di Gerbang Besar Timur mungkin sama banyaknya dengan darah yang diciptakan pada peperangan hari ini. Bahkan Divine Instruments yang menggantung di pinggang Renri, «Twin Edged Wings» telah mengambil banyak nyawa Goblin.

Tetapi, seharusnya ada alasan.

Ia selalu percaya jika Dunia Nyata yang ada diluar Underworld adalah sebuah dunia tanpa konflik dan kebencian dimana perang tak pernah terjadi.

Tetapi itu adalah imajinasi miliknya sendiri. Meskipun orang – orang Dunia Nyata, Asuna dan sahabatnya berbicara dengan bahasa yang sama dengan penduduk Underworld. Suara teriakan yang muncul dihadapannya kini tak bisa dipahami oleh Renri. Jika kita terhalang hanya karena bahasa, apakah mungkin kita bisa berdamai.

Apakah mungkin jika peperangan adalah sifat alami manusia?

Baik itu di dunia ini maupun Dunia Nyata, bahkan mungkin dunia diluar Dunia Nyata, apakah hanya ada lingkaran kebencian antara manusia?

— Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?!

Renri menggertakkan tinjunya, ia menahan seluruh kekuatannya.

Integrity Knight Sheyta telah tinggal di belakang untuk melawan musuh bersama Guild Petarung Tangan Kosong dari Tahan Kegelapan. Ia pasti telah menerima persahabatan dengan orang – orang Tanah Kegelapan. Bahkan diujung jalan penuh darah, masih ada sebuah harapan.

Maka dari itu, aku harus bertarung. Aku tak boleh dilindungi terus dan berdiri saja seperti orang bodoh.

Renri mengambil langkah menuju garis depan, bersiap untuk menolong bala bantuan Dunia Nyata yang masih terus berjuang.

Tepat saat itu, sebuah suara datang dari bagian belakang.

“Knight Yang Terhormat, aku juga akan pergi.”

Ia menoleh dan melihat siswi berambut merah Tiese, yang terus berada di pasukan persediaan. Ia memegang sebuah pedang kecil. Ekspresi wajahnya telah membuat ketetapan.

“… Tak boleh, kamu harus melindungi orang itu...”

“Tugas itu telah kuserahkan pada Ronye… Karena Eugeo-senpai yang aku sayangi telah …”

Bola mata kecoklatan Tiese berkaca- kaca.

“Dia kehilangan nyawanya karena melindungi seseorang yang berharga. Aku harus melanjutkan misinya.”

“……… Aku mengerti.”

Renri menggigit bibirnya.

Bahkan ia sendiri yang seorang Integrity Knight sedikit tak yakin jika ia kan melewati peperangan ini hidup - hidup. Ia tak yakin jika Tiese yang bahkan bukanlah seorang Penjaga bisa selamat tanpa tergores.

Saat itu juga, sebuah suara baru muncul.

“Aku juga akan pergi, Tuan Knight.”

Seorang Penjaga wanita melangkah dibelakang Tiese. Ia tampaknya telah bertarung terus, pakaiannya robek – robek, armornya retak, dan wajahnya masih memiliki sedikit semangat bertaruung.

“Aku masih belum memenuhi janjiku pada Kirito. Sekarang ini, aku tak bisa meninggalkan penduduk yang coba ia lindungi.”

“Sortiliena-senpai…”

Tiese memanggil namanya dengan agak gemetar. Si pemimpin penjaga tersenyum kecil dan mengangguk.

Bertarung bukanlah untuk kehormatan, juga ketenaran, melainkan untuk melindungi.

Renri merasa jika ketetapan kedua wanita ini mempengaruhi hatinya.

Ia dengan lembut mengambil Divine Instruments yang ada di pinggangnya dan mengangguk kuat.

“… Aku mengerti. Maka, aku akan melindungi kalian … jangan jauh – jauh dariku.”

“Siap, tuan!”

“Kami mengandalkanmu, Knight Terhormat!”

Tiese dan Sortiliena menjawab dan menarik pedang mereka.

Renri mencengkram Divine Instruments di kedua tangannya, ia berkata dalam hati.

— Eldrie-san. Sheyta-san. Dan Komandan Knight Bercouli.

— Seperti kalian semua. Kini aku telah menemukan tujuan hidupku.

Lalu, Integrity Knight Renri dan kedua swordswomen pergi menuju medan peperangan yang masih terselimuti rasa kebencian dan putus asa.

Bagian 4

Koujiro Rinko berlari kembali menuju ruang sub kontrol dan duduk di tempat yang sebelumnya biasa diduduki Higa Takeru.

Beberapa jendela muncul di monitor besar didepannya, tetapi yang pertama ia lihat adalah sebuah jendela kecil yang berada di bagian paling bawah. Apa yang ada disana adalah tiga buah grafik yang menunjukkan status Fluctlight milik Kirigaya Kazuto.

Di bagian tengah cahaya yang memantulkan berbagai macam warna, ada sebuah titik hitam yang merepresentasikan sebuah «kerusakan tubuh utama».

Saat ini, Higa Takeru telah mengontrol empat unit STL dan bersiap untuk memperbaiki kerusakan ini menggunakan ingatan tiga gadis yang memiliki hubungan dengan Kazuto. Untuk melakukan hal tersebut, Higa sedang berada di bagian bawah yang masih dikuasai musuh. Dia disana seorang diri — tunggu, ada satu orang lagi.

Pada saat ini, para penyerang masih berfokus pada «Ichiemom» yang bergerak pada anak tangga. Tetapi, tubuh baja miliknya tak mungkin bisa bertahan melawan rentetean peluru. Ketika Ichiemom hancur, musuh pasti akan berpikir begini: Apa yang orang Jepang pikirkan sih?

— Lebih cepat, Higa-kun!

Memikirkan hal itu, pintu geser kini terbuka dan seorang pria berpakaian Hawaai masuk.

“Bagaimana… Bagaimana kondisi Kirito-kun?!”

“Higa-kun sedang mengoperasikannya. Apakah umpannya berhasil?”

Ia menjawab juga sambil bertanya, nafas Kikuoka Seijirou ngos – ngosan ketika ia duduk.

“Kami melempar semua bom asap dari belakang Ichiemom. Seharusnya sih bisa memberi kita banyak waktu, tetapi jika kita tak segera menutup kembali dinding pemisah akan cukup gawat. Kita tak punya banyak waktu.”

“Higa-kun berkata jika ia butuh waktu lima menit untuk berhasil …”

Rinko menutup mulutnya, lalu menatap monitor lagi.

Fluctlight milik Kirigaya Kazuto masih tak berubah. Ia mengepalkan tinjunya dan menatap monitor utama.

Ia melihat sebuah peta dari dunia fantasi — tidak, ini memang sebuah peta dari dunnia fantasi, yang bernama Underworld.

Dibandingkan dengan peta Kerajaan Manusia yang ia lihat beberapa hari lalu ketika sampai di Ocean Turtle, peta yang sekarang ia lihat sungguh sangat luas. Dibagian selatan Kerajaan Manusia yang dilingkari pegunungan, sepertinya ada sebuah reruntuhan. Sebuah titik kecil yang menunjukkan posisi Yuuki Asuna, titik – titik biru melambangkan Pasukan Kerajaan Manusia, dan titik – titik putih yang melambangkan bantuan Pemain Jeapng kini telah berkumpul di satu posisi.

Gelombang crimson telah mengepung mereka semua sepertinya adalah pemain Amerika yang dimasukkan oleh para penyerang — atau seperti itulah dugaannya. Jumlah mereka 20, tidak, 30 kali lebih banyak dari pemain Jepang.

Apa ini tak masalah? Rinko mencari dua titik lain selain Yuuki Asuna dan akhirnya menemukan titik biru air yang ada jauh di selatan. Itu pastilah Asada Shino.

Lalu dimana perginya Kirigaya Suguha? Rinko menyisir peta dan menemukan titik kuning kehijauan ada jauh di utara, jauh dari medan pertempuran. Ada juga titik merah yang melambangkan musuh disana, tetapi Higa berkata jika mereka berdua seharusnya dive ke posisi Yuuki Asuna berada. Rinko mengangkat alisnya karena frustasi, bagaimana bisa —

Seketika, ia menyadari sebuah titik putih lain yang ada dibalik titik milik Suguha, seolah menutupinya.

“………?”

Seharusnya tak ada orang RATH yang sedang dive menggunakan STL. Apa – apaan ini?

Ia secara tak sadar menggerakkan mouse dan perlahan mengklik titik tersebut, muncullah jendela baru. Rinko membaca kata – kata yang berbahasa Inggris tersebut.

“Um… Restriction, Confrontational Index… Threshold Detection… Report? Apa ini?…”

Tepat setelah ia berkata seperti itu, “Aku tak bisa memahaminya”.

“App… Appaaaaa?!”

Kikuoka berteriak kencang, membuat Rinko terbangun dari tempat duduk.

“Ada apa?

Tetapi Kikuoka tidak langsung merespon, malah mengambil mouse dari Rinko dan memperbesar jendela yang baru saja muncul. Ia menatap monitor dan wajahnya pucat pasi.

“Unf… Ya, tak salah lagi, ada Fluctlight lain yang telah menerobos pembatas jiwanya! Tetapi, mengapa sekarang?!”

Mata Rinko terbuka lebar, lalu ia menatap Kikouka yang sedang menggaruk – garuk kepalanya.

“Huh… maksudmu «A.L.I.C.E.» kedua?”

“Ya, tepat… Ah, tidak, tunggu… Ini…”

Kikuoka dengan cepat menscroll jendela kebawah dan mulai berguman.

“… Sulit dikatakan tetapi ini tidak sama seperti «Alice». AI ini menerobos pembatas tidak melalui sirkuit logical, tetapi menerobos sirkuit emosional miliknya … tetapi, ini sebuah penemuan mengagumkan. Jika saja aku bisa kesana … Oh, sial, mereka mulai bergerak menuju selatan dimana pasukan Amerika berada!”

Rinko mencuri kembali mouse dari Kikuoka dan menatap log Artificial Fluctlight tersebut ketika menerobos pembatas jiwa miliknya.

“Hmm… Yeah, sebuah titik – titik yang dihubungkan seperti rantai telah hancur di zona emosi … Huh—? Hei, Kikuoka-san?”

“Apa… Apa ini?”

Memutar tubuhnya, Kikuoka memiringkan lehernya ketika menatap monitor.

“Perintah apa ini yang tertulis disana? Aku tak memahaminya… seolah perintah ini sengaja ditanamkan untuk mengekang sirkuit.”

Rinko menatap perintah kode yang cukup kecil tersebut.

“Penanaman rasa sakit… itu lho yang ada di pojok kanan? Tetapi, meskipun sebuah Artificial Fluctlight berusaha sekuat tenaga untuk menerobos pembatas tersebut, mereka akan dihentikan oleh rasa sakit akibat kode ini. Kalian juga menanamkan perintah semacam ini pada penduduk Underworld?”

“Tidak… tidak, kami tak melakukannya. Tak mungkin kami melakukannya, tindakan semacam itu akan menghalangi tujuan murni kami … ini hanyalah penghalang terbesar kami.”

“Hmm… benar juga. Pemrogaman sampai mendetail ini juga bukan tugas Higa … Ah, ada sebuah komentar disana … «Code 871»? Apa itu Code 871?”

“871? Aku tak pernah mendengar angka itu sebelumnya … Tidak, tunggu… Tunggu, tunggu, aku kira.... beberapa menit lalu …”

Kikuoka mulai berlari, suara yang ditimbulkan sandal kayunya terdengar keras. Ia menuju kursi terdekat, mengambil jas putih, dan mebukanya lalu menatap ke sebuah saluran.

“Hei, ada apa, apa yang terjadi?”

Atas pertanyaan Rinko, Kikuoka membuka lebar matanya dan menyerahkan mantel putih kepada Rinko.

Disitu, ada sebuah tanda yang dibuat menggunakan marker permanen, angka [871].

“Mantel putih ini... milik seorang teknisi bernama Yanai, ia baru saja menuruni saluran ini bersama Higa …”

Berkata seperti itu, Rinko menahan nafasnya.

Yanai. YA NA I.

“… 8 7 1?” [13]

Rinko dan Kikuoka berdiri membatu seperti kerasukan.

***

Pemimpin Guild Petarung Tangan Kosong masih melihat pasukan crimson yang akan menghampirinya.

Setelah membentuk formasi mengepung dalam jarak duapuluh mel, pasukan ini berbicara dengan bahasa asing dan menganggap jika pasukan Ishkan telah kehilangan semangat tempur.

Mereka lalu berteriak dan melompat secara bersamaan.

Dengan tangan kirinya yang masih terluka, Iskahn menggenggam tangan sang knight wanita yang ada di sampingnya. Ia membalas genggaman tersebut, hingga membuat mati rasa-nya agak menghilang.

Ia menundukkan kepala, dan tampaknya akan menutup mata untuk menerima kekalahan ini, tetapi —

“……… Apa ini…?”

Suara Sheyta membuatnya kembali menoleh.

Ia melihat sekelompok pasukan datang dari sisi lain lembah ini, dari bagian utara medan peperangan.

Penampilan mereka besar, memiliki hidung panjang, dan telinga yang menjuntai.

Orcs.

“… Mengapa?”

Iskahn kebingungan. Setelah diberi perintah oleh Kaisar Vektor, pasukan Orcs seharusnya menunggu di «Gerbang Besar Timur» di utara sana. Karena sang Kaisar telah lenyap, perintah tersebut seharusnya tak bisa dilenyapkan. Namun faktanya, sisa – sisa Dark Knight juga ikut bersama mereka.

Masih kebingungan, Iskahn menyadari dalam pasukan Orcs tersebut ada sosok manusia memimpin di bagian paling depan.

Dia bukan seorang Orcs. Dia memiliki rambut kuning kehijauan, serta memakai pakaian hijau keputihan. Dia memang manusia tak salah lagi, dan pastinya seorang wanita dari Kerajaan Manusia.

Tetapi mengapa swordswoman kecil ini memimpin seluruh Pasukan Orcs?

Tampaknya menyadari pasukan yang melaju ke arah sini, pasukan crimson yang mengepung pasukan Petarung Tangan Kosong kini berhenti.

Sebuah kilatan menyilaukan muncul. Si gadis itu telah menarik katana miliknya.

Seketika, tangan kanan Sheyta yang masih menggenggam tangan kiri Iskahn bergetar, seolah merasakan sesuatu.

Ketika sang gadis berlari ke tengah jembatan batu sambil mengangkat katana miliknya tinggi – tinggi ke udara. Pada saat itu, jarak antara dirinya dengan pasukan crimson masuh sejauh duaribu mel.

Tetapi —

Pedang dan tangan sang gadis seolah menjadi asap. Bahkan mata Ishkan tak bisa melihat tebasan miliknya. Kilatan cahaya perak terjadi sekejap mata, lalu terjadilah pemandangan yang menakjubkan.

Kilatan cahaya menjalar melalui tanah gelap ini — tetapi tidak hanya itu, puluhan pasukan crimson yang berdiri diatas cahaya tersebut terpotong dan berjatuhan ke tanah sambil berteriak kesakitan.

Katana yang telah diayunkan kebawah kini diayunkan keatas dengan kecepatan mengerikan. Kilatan cahaya kedua menembus pasukan crimson dan mereka yang mengenakan armor berat terpotong menjadi dua.


“…… Sungguh kuat.”

Sheyta berbisik pelan melihat pemandangan ini.

***

Tanpa menunggu – nunggu, Sinon mengangkat senjata kesayangannya, Hecate II, yang telah ia ciptakan dari Bow of Solus.

Ia kini hanya berjarak 20 meter dari Subtilizer. Sungguh terlalu dekat untuk menembak menggunakan sebuah sniper. Bahkan melihat pergerakan musuh dengan teleskop saja sungguh sangat sulit.

Karena itu, Sinon memutuskan untuk menentukan hasil pertarungan ini sebelum Subtilizer membuat sebuah gerakan; ia menarik pelatuk seketika ia melihat bayangan hitam di lensanya.

Sebuah tembakan cahaya. Dengan bunyi ledakan hebat.

Daya dorong dirasakan tubuh Sinon dan ia hampir tak bisa mengontrol tubuhnya untuk berputar. Setiap tembakan membuat tubuhnya bergerak, jadi ia tak bisa menembak beruntun tetapi selama ia bisa mengenai sasarannya maka semua akan berakhir.

Dengan kesulitan ini, Sinon mengatur tubuhnya dan menatap Subtilizer.

Lalu matanya terbuka lebar.

Si pria yang sedang berdiri di makhluk hitam bersayap kini mengangkat tangannya dan memposisikan jarinya seperti sebuah cakar.

Di telapak tangannya ada pusaran kegelapan dan cahaya yang masih berputar, dan yang ada di bagian tengah pusaran tersebut adalah partikel cahaya. Itu pastinya adalah peluru yang Sinon tembakkan.

Dengan kata lain, ia juga bisa menghisap peluru seperti ia menghisap kesadaran Sinon?

Sebuah peluru yang mampu menembus baja setebal 2cm dan ditembakkan dari sebuah sniper berkaliber .05 …

Sedikit rasa takut muncul didalam hati Sinon. Lalu, kegelapan di tangan kiri Subtilizer semakin menjadi pekat.

“Jangan kalah…”

Sinon berteriak kencang:

“Jangan kalah, Hecate!!”

Bang.

Dengan suara itu, cahaya ditembakkan menuju kegelapan sekali lagi.

Sebuah lubang tercipta di telapak tangan Subtilizer; daging dan darah muncul disana.

— Aku bisa melakukannya!!

Sinon mengambil nafas dalam – dalam dan menarik pelatuk Hecate II. Peluru yang telah habis melayang di udara lalu terjatuh.

Subtilizer menatap tangannya yang terluka sambil masih terdiam. Meskipun cairan hitam kini telah menutup lubang tersebut, luka separah itu sepertinya tak bisa sembuh dengan cepat.

Ia mengangkat wajahnya yang seolah ingin tertawa, lalu menatap Sinon.

Tangan kanannya kini mulai mengambil busur di pinggangnya.

“…Hmph.”

Sinon mengeluarkan sedikit udara melalui hidungnya. Bagaimana mungkin senjata seperti tiu bisa mengalahkan sebuah sniper …

Flex.

Busur tersebut kini mulai berubah bentuk.

Bagian kanan dan kiri ujung busur tersebut mulai menebal dan memanjang dua kali lipat. Yang tadinya sebuah bagian berkayu kini mulai menjadi sebuah logam hitam.

Setelah beberapa detik, tangan kanan Subtilizer kini telah menggenggam sebuah sniper sebesar Hecate. Sinon mengenali senjata ini.

The Barrett XM500.

Seperti Hecate II, senjata miliknya menembakkan peluru kaliber .50, tetapi senjata miliknya lebih modern dibanding Hecate miliknya.

Sebuah senyum muncul di pinggir mulut Subtilizer.

“… Kemarilah.”

Sinon bergumam dan menekan kembali pelatuk Hecate II.

***

“Ya ampun… K-Kau tak apa?”

Yanai tampaknya peduli pada Higa sehingga ia sedikit melupakan rasa sakitnya lalu berteriak:

“He… Hei, kau ini yang menembakku, mengapa kau menanyakan hal seperti itu padaku hah …?!”

“Tidak, tidak, aku sebenarnya tak bermaksud menembakmu. Aku tak ingin ada korban jiwa. Butuh perjuangan berat agar aku bisa hidup di vila di tepi pantai, tetapi jika aku tinggal disana sambil menyesal seumur hidup, aku tak ingin itu terjadi?”

Ketika Higa sadar jika Yanai benar – benar serius, tangan miliknya seolah kehilangan tenaga. Ia tahu jika dirinya telah terluka di bagian pundak.

Tampaknya peluru yang telah ia tembakkan telah menancap di dinding dan menembus bagian tulang bahu. Higa menahan rasa sakit tersebut dan mati rasa mulai menyebar di seluruh tubuhnya. Bagian perut dari pakaiannya telah berlumuran darah. Ini bukan hanya luka biasa.

Takut akan situasi semacam ini, rasa sakit tersebut semakin cepat menyebar ke perut Higa. Membuatnya kesulitan bernafas. Beberapa meter di atas kepalanya, Yanai masih membuat wajah campur aduk.

“Sejujurnya, aku hanya ingin memperlambat kerjamu, Higa-san. Setelah aku menghancurkan colokan penghubung aku akan berlari menuju ruang kontrol utama. Setelah itu, aku pasti bisa kabur menggunakan kapal selam. Tak ada seorangpun yang tewas dari pihak RATH jika aku berhasil mencuri Alice.

“Tak seorangpun… yang tewas…?”

Higa memaki Yanai, melupakan rasa sakit pada dirinya.

“… Jika aku tak membuat kesempatan untuk menyembuhkan Kirigaya-kun, kesadarannya akan hilang selamanya! Seseorang yang membunuhnya adalah kau, Yanai-san! Dan kau bilang tidak akan membunuh siapapun, hah!”

“Ahh. Ahh… Beenarr…”

Wajah Yanai menjadi pucat pasi. Dibawah lampu emergency, wajahnya semakin putih.

“Hmm… Siapa yang peduli jika ia mati.”

“Appaa……”

“Karena, dialah orang yang membunuhnya. Admii-chan kesayanganku.”

“Ad… mii…?”

Yanai menatap Higa yang kebingungan akan nama tersebut, Yanai lalu berteriak:

“Yang Mulia, Pemimpin Tertinggi Administrator dari Gereja Axiom! Aku berjanji padanya jika aku akan membantunya mengatur seluruh Underworld. Dan aku setuju dengannya jika aku akan menyimpan Light Cube miliknya jika server diformat.”

Mata Higa kini terbuka lebar.

Gereja Axiom adalah organisasi yang menguasai Kerajaan Manusia di Underworld. organisasi ini memerintah seluruh penduduknya dengan hukum – hukum dan kekuatan yang sangat memaksa.

Alasan mengapa Higa tidak bisa memperoleh Fluctlight «Alice» yang telah menerobos pembatas Jiwa ketika ia pertama kali muncul dalam Underworld yang telah berakselarasi karena Gereja Axiom telah berhasil mengambilnya dan menerapkan modifikasi ingatan di Fluctlight miliknya.

Ya, kecepatan mereka benar – benar gila dan cara – cara gereja Axiom sangat efektif.

Meskipun mereka tak mengetahui jika mereka sendiri adalah sebuah Artificial Fluctlight.

Namun karena alasan tersebutlah. Gereja Axiom — ataupun seorang Artificial Fluctlight yang bernama «Administrator» telah berhasil menguasai dan memahami struktur dunia tersebut.

“… Apakah kau yang mengotori Underworld?…”

Higa bertanya pelan, dan Yanai hanya cemberut.

“Tidak, tidak, anak itu yang pertama kali menghubungiku. Aku masih bekerja lembur saat itu, dan ketika aku mendengar suara seorang gadis kecil dari speaker, itu membuatku ketakutan setengah mati … dia telah menemukan seluruh daftar perintah Underworld seorang diri dan membuat saluran komunikasi ke dunia luar. Jika kami yang bekerja sebagai teknisi berpendapat, kaulah tersangka disini karena lupa menghapus seluruh perintah tersebut, Higa-san.”

Neheheheh. Yanai tertawa beberapa kali, lalu melanjutkan ceritanya:

“Aku terus berpikir, jika seperti ini terus seluruh Underworld akan diformat total. Karena suatu saat pasti akan dihapus, makanya aku diam – diam menggunakan STL dan pergi untuk menemui Admii-chan. Kemudian... Ya Tuhan, aku tak pernah melihat sosok gadis secantik dia. Gadis yang di kurung Sugou-san dalam ALO memang cantik, tetapi kepribadian Admii-chan, suaranya, dan sikapnya benar – benar membuatku terpesona… — Gadis itu membuat kesepakatan denganku. Jika aku membantunya maka dia akan menjadi pelayanku. Di masa depan nanti ia akan menguasai seluruh dunia bersamaku, dan menjadikanku seorang raja …”

— Tidak.

Orang yang mencemari dunia itu adalah orang ini.

Higa merasakan seluruh rambut di tubuhnya berdiri ketakutan. Yanai mungkin memang seorang pengkhianat, tetapi juga seorang idiot. Orang macam apa Administrator, sehingga mampu mengontrolnya sesuka hati?

Tiba – tiba, wajah Yanai kembali kosong.

“Tetapi… gadis itu kini telah mati. Dibunuh… bocah itu bukan hanya menghalangi eksperimen Sugou-san, ia juga membunuh Admii-chan. Jika aku tak membalaskan dendam Admii-chan, aku akan sangat kasihan padanya …”

Yanai mengarahkan pistolnya kearah Higa. Senjata tangan otomatis akan leluasa jika setelah menembakkan peluru pertama, maka tembakan kedua akan tak perlu memerlukan tekanan yang lebih keras. Jika jari telunjuknya sedikit saja menyentuk pelatuk, peluru lain mungkin akan benar – benar melayang.

“… YA, benar … YA, aku memang harus membunuh satu orang, sebagai tumbal untuk gadis itu …”

Yanai menyipitkan matanya sambil gemetaran.

… Sialan. Ia banar – banar serius kali ini.

Higa hanya bisa pasrah dan menutup matanya.

***

— Aku tak akan sempat.

Merasa jika Asuna, Klein, dan Lisbeth masih sangat jauh dari posisinya sekarang, Leafa menggigit bibirnya.

Tetapi didepan matanya, hampir sekitar 3000 pasukan crimson telah menghalangi jalan di depannya.

Ia telah meminta Rirupirin, sang ketua Orc untuk membawa bala bantuan menuju daerah selatan untuk menolong Asuna dan Kirito, tetapi mereka masih belum menemukan Pasukan Kerajaan Manusia.

Menurut penjelasan Rirupirin, beberapa ratus orang yang dikepung pasukan yang dive dari Dunia Nyata adalah para Petarung Tangan Kosong yang termasuk pasukan Tanah Kegelapan seperti Orcs. Leafa terkejut mendengar penjelasan tersebut, tetapi langsung memutuskan untuk membantu mereka.

“Aku akan maju ke pasukan musuh. Rirupirin, kamu dan anggotamu bergabunglah dengan Petarung Tangan Kosong, dan seranglah jika musuh menyerangmu.

Atas saran ini, Rirupirin memprotes keras: “Aku juga ingin bertarung!” tetapi Leafa menggelengkan kepalanya, sambil menggenggam tangan gempal si Orcs lalu berkata:

“Tidak, aku tak ingin ada satupun dari kalian yang tewas. Jangan khawatirkan aku... pulluhan ribu musuh seperti ini bukan hal sulit untuk dilawan kok.”

Setelah berkata seperti itu, Leafa maju sendirian menuju pasukan crimson.

Ia mengetahui jika Super Account Terraria memiliki HP yang sangat banyak dan kemampuan regenerasi yang tak terbatas. Terlebih lagi, orang – orang dari Underworld memiliki kehidupannya sendiri di dunia ini. Meskipun akan terlambat untuk membantu Kirito, Leafa tak bisa membiarkan para Orcs tewas sia – sia disini.

Setelah membunuh puluhan musuh menggunakan serangan jarak super jauh, Leafa melaju menuju pasukan musuh tanpa keraguan.

Untuk beberapa alasan, ia bisa menggunakan Sword Skills dengan jarak jauh beberapa kali lipat dibandingkan di ALO tanpa adanya jeda. Setiap kali cahaya bersinar di equipment Akun Terraria «Verduras Anima», musuh terpotong – potong dengan pola tetap.

Tetapi ketika cooldown antara Sword Skill satu ke Sword Skill lainnya, banyak pedang melayang dan menebas armor dan bagian tubuhnya. Ia tak bisa menghindari itu semua, dan jumlah luka di tubuhnya semakin bertambah, membuat rasa sakit di kepalanya dan membuat matanya berkunang - kunang — Tetapi.

“HA — AAH!!“

Ia berteriak dan menjejakkan kaki kanannya ke tanah. Cahaya kehijauan muncul dibawahnya dan seketika seluruh luka ditubuhnya telah sembuh.

Leafa bisa menahan rasa sakit ini dan mulai berkonsentrasi mengayunkan pedang miliknya.

Bahkan jika setiap bagian tubuhnya ditusuk, setidaknya ia akan menyingkirkan seluruh musuh dari dunia nyata.

Meskipun lokasi dive dirinya telah melenceng jauh dari lokasi asli, ia ingin menyelamatkan penduduk Underworld sebanyak mungkin. Mereka adalah orang – orang yang ingin dilindungi Kirito.

“Gadis ini benar – benar sinting!!“

Leafa menggunakan tangan kirinya untuk menghentikan sebuah pedang yang hendak diayunkan padanya.

“Haiyah!!“

Satu lagi musuh yang berhasil ia lenyapkan.

Leafa menggertakkan giginya pada pedang yang menancap ke tangannya, lalu membuang pedang tersebut sambil memuntahkan banyak darah dari mulut.

***

Kedua buah peluru mereka tampaknya saling berbenturan.

Peluru yang ditembakkan dari dua buah sniper anti-material berbenturan satu sama lain, lalu menghilang di udara.

Sinon tidak kehilangan keseimbangan kali ini, ia berdiri dengan dua kaki sambil bertumpu pada udara ketika menahan daya dorong yang muncul. Dihadapan matanya, Subtilizer juga masih berdiri tegap diatas makhluk bersayap miliknya.

Ini pertama kalinya sinon mengalami pertarungan udara di tempat terbuka antar sesama sniper. Sebuah game seperti GGO tak akan mensupport pemain untuk terbang, terlebih lagi Hecate sebenarnya tak bisa digunakan sambil terbang kesana kemari. Daya dorong yang timbul dari setiap tembakan benar – benar diluar nalarnya.

Pertarungan ini —

Siapapun yang mampu bertahan dan mengenai sasaran adalah sang pemenang. Sinon berpikir seperti ini sambil menarik pelatuk.

Subtilizer mungkin juga memiliki pikiran yang sama. Ketika Sinon terbang ke kanan untuk mendekatinya, musuh terbang ke kiri untuk melawan.

Pada saat yang hampir bersamaan, keduanya mulai melaju dengan kecepatan penuh.

Dalam kondisi ia tak kehilangan keseimbangan, Sinon menukik tajam ke suatu sudut. Sambil memfokuskan bidikannya dan juga berusaha menghindari bidikan musuh.

Tetapi Subtilize telah mengangkat Barrett miliknya tiba – tiba dengan kecepatan mengagumkan, ia tampaknya telah memprediksi gerakan Sinon.

— Datang!!

Sinon menggertakkan giginya dan membuka matanya lebar –lebar.

Percikan api meletus dari moncong senapan Barrett.

Sinon terbang secepat mungkin sambil menikung ke kiri.

Peluru musuh menabrak dadanya, hampir menembus ke kulitnya. Armor biru miliknya kini hancur.

— Hindarilah!

Ini adalah kesempatan terakhirnya. Ia harus menembak sebelum Subtilizer memiliki kesempatan lain.

Akan tetapi, ketika Sinon mengangkat Hecate miliknya.

Ia melihat peluru lain melayang kearahnya.

Tembakan beruntun — mengapa bisa?!

Ah… sial.

Berbeda dari Hecate yang perlu dikokang setiap kali ingin menembak, Barrett milik musuh adalah sniper semi-automatic.

Ketika pikiran ini melintas ke otak Sinon, kaki kiri Sinon telah terpotong di atas lutut.

Sword Art Online Vol 17 - 315.jpg
***

Masih mampu berdiri dalam situasi seperti ini, adalah Asuna yang menggunakan Super Account, Integrity Knight Renri, seorang penduduk asli Underworld dan naga kesayangannya, juga Siswi Swordswoman Tiese dan Ketua Penjaga Sortiliena. Mereka masih mengayunkan senjatanya deengan gagah berani.

Meskipun matanya kelelahan, Asuna melihat Knight Renri bertarung dengan kokoh.

Sekitar sepuluh menit lalu, si knight telah muncul di garis depan dan langsung melemparkan pisau terbang miliknya. Pisau tersebut berputar diudara sambil memotong musuh yang melaju kemari. Kekuatan hebat ini mampu memukul mundur musuh selama beberapa menit. Nafas api yang dimuntahkan sang naga juga membuat musuh ketakutan, membuat status Integrity Knight sebagai penunggang naga nomor satu di Underworld.

Tetapi itu tak berlangsung lama hingga musuh menyadarinya. Ketika Knight Renri melemparkan senjatanya, tubuhnya sendiri benar – benar tak terlindungi.

Ketika ia melempar pisaunya untuk menyapu pasukan garis depan, banyak tombak yang dilemparkan kearahnya dari samping. Pasukan musuh akhirnya menggunakan taktik bertempur seperti yang digunakan Asuna saat melawan pemain Amerika.

Tombak - tombal tersebut bagaikan hujan di langit merah ini.

Naga milik Renri melebarkan sayapnya dan tubuhnya untuk melindungi sang tuan dari gelombang serangan musuh.

Tetapi ia langsung rubuh, sisik – sisiknya terkelupas dan mulai menumpahkan darah.

Selanjutnya, gelombang hujan tombak mulai diluncurkan.

Knight Renri melihat keatas pada tombak – tombak yang semakin mendekat, ia memeluk Tiese dan melindungi tubuhnya.

Setelahnya, dua buah tombak menancap ke punggung Renri, membuatnya terjatuh diatas tubuh Tiese. Kehilangan kontrol, pisau lempar yang berputar diudara kini berhenti dan menancap di tanah.

Pasa saat ini, di bagian lain medan peperangan, hasil pertempuran ini sudah bisa dipastikan.

Mencoba melampiaskan kemarahan mereka, pasukan crimson masih menyeret – nyeret pemain Jepang yang telah jatuh kerena kelelahan. Lalu menancapkan senjata – senjata mereka ke tubuhnya. Daging dan darah menari – nari di udara, sambil ditemani teriakan – teriakan kesakitan, lalu menghilang bagaikan asap.

Banyak armor dan perisai milik orang – orang telah retak dan hancur, mereka diseret ke tanah, benar – benar tanpa perlindungan. Air mata bercucuran dari wajah mereka karena tak bisa melihat darah yang terus mengalir dari luka yang muncul.

Dua ribu pemain yang telah mengkonvert akun mereka dan perlindungan pada Pasukan Kerajaan Manusia kini telah terbuka.

Untuk melindungi Pasukan Persediaan dan Regu Aschetic, hampir sebanyak 400 Penjaga Kerajaan Manusia telah membuntuk formasi melingkar dan kini sedang mengangkat pedang mereka. Wajah – wajah Penjaga mencerminkan keputusasaan akan datangnya serangan akhir yang dilancarkan pasukan crimson.

“……… Berhenti………”

Asuna mendengar sebuah suara lemah dari bibirnya.

Itu bukanlah suara yang mencerminkan rasa sakit pada tubuhnya, melainkan suara putus asa dan duka yang telah mengelilingi kondisi sekitar.

“Aku mohon.... berhenti.....”

Ketika ia berbicara, rapier yang ada di tangan kanannya telah terjatuh. Air mata menetes ke pipinya, turun hingga ku ujung rapier.

Tetapi pasukan crimson yang ada dihadapannya tak peduli, mereka mengangkat dua ratus senjata ke udara.

— Seketika itu.

Sebuah teriakan bagaikan petir menghentikan pedang – pedang yang akan dihujamkan kearah Asuna dari berbagai arah.

“Berheennnttiiii!!”

Seseorang yang mengucapkan kata – kata tersebut adalah si pria bertudung hitam yang dari tadi mengamati jalannya peperangan dari atap sana. Ia adalah hantu PoH, pemimpin dari guild merah — Laughing Coffin.

Para pemain dari negara asing tampaknya menyadari jika pria bertudung hitam ini adalah sang komandan pasukan, mereka lalu menurunkan senjata. Si pria yang hendak mengeksekusi Asuna menggigit bibir dan menyarungkan pedangnya, tetapi sebagai ganti ia menendang Asuna.

Asuna tersengkur, tetapi memaksa untuk berdiri bertumpu pada kedua lengannya yang tak bertenaga.

Asuna mengangkat wajahnya dan melihat seorang pria tinggi menuju kearahnya, tudung hitamnya berkibar karena angin. Ia tampaknya berbicara pada pemain sekeliling menggunakan bahasa Korea, Asuna tak bisa memahami maksud perkataannya.

Kemudian, para pasukan crimson mengangguk satu persatu dan menyampaikan pesan tersebut ke teman yang ada disampingnya.

Tiba – tiba, si pria yang ada disamping Asuna menjambak rambutnya dan ditarik keatas. Asuna berteriak kesakitan, tetapi si pria tak menghiraukan dan menyeretnya kedepan.

Hal yang sama juga terjadi disekeliling Asuna, mereka tampaknya mengumpulkan sisa – sisa pemain Jepang kedalam satu tempat.

Si pria bertudung hitam lalu berjalan kearah Penjaga Kerajaan Manusia yang masih mengangkat pedangnya. Ia berbalik dan melambaikan tangan, membuat semacam tanda kepada ‘dia’ jika ia sedang menjambak rambut Asuna.

Lalu Asuna merasakan sebuah tendangan di punggungnya dan melemparnya sejauh beberapa meter, lalu jatuh ke tanah. Satu persatu, pemain Jepang juga dikumpulkan disekitarnya.

Hanya ada sekitar 200 orang tersisa.

HP milik mereka semua hampir habis, padahal orang – orang ini adalah pemain kelas atas. Asuna melihat sekeliling, tetapi tak bisa menemukan Penguasa ALO, maupun anggota Sleeping Knights.

Equipment mereka kalau tidak hancur maka telah dilepas secara paksa; apa yang tersisa adalah pakaian tipis yang menempel ditubuh. Banyak diantaranya telah terluka parah, dan pedang masih tertancap ke tubuhnya. Wajah mereka tampak frustasi dan tak bertenaga.

Asuna tak tahan melihat mereka lagi. Ia juga ingin menyerah seperti mereka.

Tetapi ia masih bisa melihat teman – temannya di pikirannya, seolah akan dihancurkan.

Matanya menyisir daerah sekitar sekali lagi, lalu melihat seorang pemain wanita tertunduk tak jauh darinya, bahunya gemetaran. Rambut pendek berwarna merah jambu miliknya telah kotor, celemek miliknya juga telah robek sana – sini.

Bergerak mendekatinya, Asuna kini memeluk sahabat terbaiknya tersebut.

Tubuh Lisbeth melemah, ia menyandarkan kepalanya ke dada Asuna. Wajahnya gemetar, benar – benar berantakan, lalu ia berbisik:

“Semuanya… Aku menghancurkan … akun… semuanya…”

“Tidak… tidak, Liz!”

Asuna berbisik sambil menangis.

“Ini bukan salahmu, Liz. Ini salahku … Jika aku mampu menanganinya, jika aku mampu memprediksi hal semacam ini…”

“Asuna… Aku… Aku tak tahu apapun. Betapa mengerikannya sebuah peperangan.. betapa menyedihkannya kehilangan... aku tak tahu apapun …”

Asuna tak bisa menemukan jawaban yang tepat, lalu memeluk Lisbeth semakin erat. Air mata mulai menetes. Lalu ia mendengar sesegukan, membuatnya berbalik dan melihat Agil tak bergerak di tanah, dan Silica berlutut disampingnya.

Luka Agil sangat parah dan cukup mengejutkan jika ia masih hidup. Luka tersebut mungkin disebabkan karena pertempuran sambil melindungi Silica. Tubuh besarnya banyak menancap pedang dan tombak, dan perutnya memiliki luka memar hantaman. Asuna melihatnya masih menggertakkan gigi, Agil pasti sangat kesakitan.

Disamping Agil ia bisa melihat Klein duduk bersila di tanah. Lengan kirinya terluka dari bagian bahu, dan ia membalut luka tersebut menggunakan bandana miliknya.

Kondisi semua pemain yang tersisa hampir sama.

Si pria bertudung menatap ke 200 orang yang telah kalah, mengambil senjata, armor, dan moral mereka — ia menyeringai atas kemenangannya ini.

Lalu ia berbalik dan melihat para Pasukan Penjaga Kerajaan Manusia.

Asuna menunggu, ketakutan jika ia akan mulai membunuh mereka satu persatu.

Tetapi dia malah memberikan perintah dalam bahasa Jepang.

“Buang senjata kalian dan menyerahlah. Kami akan mengampuni kalian seperti para tahanan dibelakang kami.”

Rasa terkejut mulai bermunculan di wajah para Penjaga, tetapi langsung tergantikan oleh amarah. Salah satu diantara mereka maju kedepan, berhadap – hadapan langsung dengan si pria; dia adalah pemimpin Penjaga, Sortiliena. Pedang miliknya sudah tumpul dan darah mengalir dari dahinya, mungkin karena terlalu sering bertempur di garis depan seperti Klein dan yang lain.

Meskipun begitu, penampilan ini tidak membuat kecantikannya berkurang. Sortiliena berteriak:

“… Lelucon macam apa ini?! Kau pikir kamu akan menyerah seperti ini …”

“Lakukan apa yang ia minta—!!“

Asuna berteriak, memotong perkataan Sortiliena.

Masih memeluk Lisbeth, Asuna mengangkat kepalanya dan memohon:

“Kumohon... kamu tak boleh mati disini! Tak peduli seberapa besar penghinaan, kamu harus hidup!! Itulah… satu… satunya……”

Harapan.

Asuna merasakan dadanya dingin hingga ia tak bisa menyelesaikan kalimatnya.

Tetapi, meskipun Sortiliena dan para Penjaga seolah memprotes tindakan ini, gemetaran, lalu pada akhirnya mereka mulai merendahkan bahunya.

Clang, clang. Melihat mereka kehilangan senjata satu persatu, pemain – pemain dari Dunia Nyata kini bersorak atas kemenangan ini dengan menyebut – nyebut nama negara mereka.

Si pria bertudung mengangkat tangannya cepat – cepat, memanggil beberapa pemain dan memberikan isyarat pada mereka. Mereka lalu mengangguk, lalu menuju ke pasukan Kerajaan Manusia, dan mengelilingi mereka.

Sebelum Asuna mengerti apa yang akan mereka lakukan, si pria bertudung melangkah kearah Asuna.

Bahkan dalam jarak dekat ini, Asuna masih tak bisa melihat wajahnya yang tertutupi tudung tersebut. Ia hanya bisa melihat bibir dan untaian rambut keriting di lehernya.

Bibirnya terbuka, lelu mengatakan sesuatu dengan suara gembira.

“Hei, lama tak ketemu, «Flash».”

— Orang ini adalah dia!!

Asuna menahan nafasnya, dan mengeluarkan kata yang telah ia pendam dihatinya.

“… Kau… PoH…!”

“Aw, sungguh nama yang nostalgia. Aku senang kau bisa mengingatnya.”

Pada saat ini, Klein yang masih memegangi lengan kanannya yang terluka melihat kearah si pria bertudung dengan emosi yang menyala.

“Kau… kau benar - benar. Kau masih hidup … dasar pembunuh!!”

Klein mencoba mencekiknya, tetapi pria terdekat menendangnya kesamping.

Asuna menggeramkan giginya dan berbisik.

“Apa ini … balas dendam? Balas dendam terhadap anggota pemain lantai atas yang telah menghancurkan Laughing Coffin…?”

“………”

PoH terdiam menatap Asuna beberapa saat. Asuna bisa melihat bahunya sedikit gemetar.

Lalu, ia akhirnya tak bisa menahan hal tersebut. Tubuhnya bergetar ketika ia mengeluarkan teriakan bercampur tawa: heheheh, hahahah.

Setelah tawanya berakhir. PoH mengacungkan jari tengahnya dan berbicara bahagia:

“Ah, hmm… bagaimana mengungkapkannya dalam bahasa jepang ya … aku telah tinggal di Amerika cukup lama, aku lupa mengungkapkannya.”

Jari tengahnya ia putarkan ke udara beberapa kali, lalu akhirnya berhenti.

“Ah ya, ‘Apa kau bodoh?‘ sungguh tak masuk akal, benar begitu …”

Dia menunduk, lurus menuju wajah Asuna dalam jarak dekat. Matanya bersinar dalam gelapnya tudung yang menyelimuti seluruh wajahnya.

“… Aku ceritakan padamu deh. Orang yang membocorkan lokasi persembunyian Laughing Coffin pada pemain Lantai Atas, adalah aku.”

“Appaa………”

Asuna, Klein, dan bahkan Agil yang tertidur di tanah membuka mata mereka mendengar penjelasan tersebut.

“Mengapa… kau melakukan hal itu …”

“Biasanya, karena aku ingin melihat sekumpulan orang – orang bodoh saling bunuh … tetapi alasan utama aku melakukannya mungkin karena: Aku… ingin membuat kalian semua menjadi seorang «pembunuh». Kalian semua, maksudku adalah para pemain yang selalu memikirkan dirinya sendiri hebat, Para Pemain Lantai Atas yang selalu membanggakan diri mereka di garis depan. Persiapanku butuh waktu lama… aku harus mengirimkan peringatan pada anggota LaughCof pada detik – detik akhir, dan waktunya benar – benar tepat, mereka tak bisa lari tetapi mereka masih bisa melawan.”

— Jadi itu mengapa informasi rahasia penyerangan lokasi persembunyian berhasil bocor? Asuna terkejut dan mulai berpikir.

Demi alasan ini, para Pemain Lantai Atas yang diunggulkan secara level dan equipment malah menerima kerugian setelah pertempuran dimulai, beberapa diantara mereka terbunuh. Hanya ada beberapa orang yang membalik keadaan atas usaha Kirito yang mana seorang pemain solo untuk mengumpulkan kekuatan. Para Pemain Lantai Atas bisa membalikkan keadaan karena Kirito telah membereskan beberapa pemain atas Laughing Coffin…

“… Jadi itu… tujuanmu?”

Asuna menggeram.

“Untuk membuat Kirito-kun… tunduk karena rasa bersalah telah melakukan PK…?”

“Ya. Tepat sekali.“

PoH mengkonfirmasi jawaban Asuna sambul tertawa.

“Pada saat itu, aku menonton pertempuran tersebut. Ketika Blackie-sensei menjadi marah dan membunuh dua orang. Aku tak bisa menahan tawa milikku. Rencana selanjutnyya adalah melumpuhkan kalian dengan racun Paralysis dan menginterogasi kalian secara langsung bagaimana perasaan kalian setelah melakukan PK … Yah tapi aku tak mengira jika permainan tersebut berakhir di lantai 75.”

Untuk sesaat, gelombang kemarahan membuat Asuna lupa akan luka – lukanya.

“Apa… Apa kau tak memikirkan penderitaan Kirito-kun setelah kejadian tersebut?!”

“Oh, mengagumkan pastinya.”

Suara PoH sedingin es menanggapi jawaban Asuna.

“Tetapi, itu aneh. Jika ia benar – benar menyesali perbuatannya.... pastinya ia tak akan dive kedalam permainan VR lain, bukan begitu? Karena rasa bersalah telah membunuh dan semacamnya. Aku tahu ia disini, aku bisa merasakannya. Meskipun aku tak tahu mengapa ia bersembunnyi dibalik kereta barang itu... terserah, aku akan menanyakannya secara langsung.”

PoH tersenyum pada Asuna, lalu ia berdiri.

Diantara sorak – sorakan yang masih terjadi, suara mencekap nan dingin terdengar:

“It’s show ti—me!”

PoH mengucapkan kalimat khasnya dalam SAO. Lalu ia mengangkat tangan kanannya tiba – tiba, dan didepannya sudah ada —

Disana ada kursi roda yang telah didorong oleh seorang pemain crimson, dan juga ada seorang gadis berpakaian abu – abu yang ditarik dibelakangnya.

Ah…

Berhenti.

Jangan.

Asuna berdoa dan memohon dalam hatinya. Klein tetapi berusaha untuk menghentikan PoH, tetapi langsung didorong dari belakang.

PoH membungkuk, menatap kursi roda yang ada dihadapannya.

“……… Hmm?”

Ia membuat suara dan menyenggol kaki rapuh yang menggantung di kursi roda dengan kakinya.

“Apa ini? Hei, Blackie, bangun. Kau dengar aku kan, Black Swordsman Yang Terhormat?”

Bahkan ketika ia menyebut nama panggilannya — Kirito tidak menunjukkan reaksi apapun.

Tubuhnya mengenakan pakaian hitam, tetapi itu tak menutupi jika tubuh Kirito sungguh sangat kurus. Ia bersender pada kursi roda, kepalanya tertunduk kebawah. Tangan kiri miliknya memegang dua buah pedang.

Ronye berlari kesamping Asuna, air mata menetes lalu ia berbisik:

“Kirito-senpai… ketika kamu bertarung, ia-ia mencoba untuk berdiri.. meskipun tak memiliki kekuatan... tetapi... air mata.. air mata... terus mengalir dari matanya …”

“Ronye-san…”

Asuna menjulurkan lengan kirinya dan memeluk tubuh ramping Ronye.

Lalu ia melihat dan meneriaki PoH:

“Kau paham kan. Ia bertarung, bertarung, dan terus bertarung dan akhirnya ia terluka parah. Berhentilah menjahilinya! Biarkan Kirito-kun istirahat!!”

Tetapi si pria bertudung tak mempedulikan perkataan Asuna, dan masih terus menatap wajah Kirito dari jarak dekat.

“Hei, hei, hei, kau bercanda kan! Bagaimana mungkin kita menutup pertunjukan seperti ini!? Hei, bangun! Hei, bangun! Selamat Paa… aagggiiii!!“

PoH menjulurkan kaki kirinya dan menendang kursi roda cukup keras.

Kursi roda tersebut terlempar kencang dan tubuh yang duduk diatasnya terjatuh ke tanah.

Asuna dan Klein mencoba berdiri bersamaan, tetapi dihentikan. Agil mengeluarkan raungan kemarahan, sementara Lisbeth, Silica, dan Ronye menjerit pelan.

Tetapi PoH tak menanggapi mereka semua, ia malah berjalan kesamping Kirito dan membalikkan tubuhnya menggunakan ujung kakinya.

“Apa ini… dia beneran hancur? Sang pahlawan besar kini hanyalah sebuah boneka?”

Ia lalu menggenggam pedang putih yang ada di pelukan lengan kiri Kirito. Lalu ia menariknya dari sarung pedang dan mengetahui jika pedang putih ini hanyalah separuh bagian.

PoH mencibir, dan hendak membuang pedang tersebut. Ketika —

“Ah… Ah…”

Kirito mengeluarkan suara serak, dan lengan kirinya berusaha mengambil pedang putih tersebut.

“Huh?! Ia bergerak!! Kau menginginkannya?”

Sword Art Online Vol 17 - 330.jpg

PoH mengayun – ayunkan pedang putih tersebut, seolah memanas – manasi Kirito. Ia lalu melukai lengan kiri Kirito yang masih menjulur ke udara, kemudian ia menendangnya.

“Hei, katakan sesuatu!!“

PoH menampar pipi Kirito dengan tangan kirinya.

Pandangan Asuna telah menjadi kemerahan karena amarah. Tetapi ketika ia hendak bangun, teriakan milik Klein meledak ke sekeliling.

“Kau bangsat!! Jangan berani kau menyentuh Kirito, kau sialan — !!“

Ketika Klein hendak menyerang PoH, sebuah pedang besar ditusukkan ke punggungnya dan membuatnya tertancap ke tanah.

Ia memuntahkan banyak darah dari mulutnya, tetapi Klein menghiraukannya dan mencoba untuk merangkak.

“Hanya… KAU…!! Tak akan pernah… kumaafkan…”

Crack!!

Dengan suara berat, sebuah pedang besar kedua menembus punggung Klein lagi.

Air mata tak terbendung kini membanjiri mata Asuna sekali lagi, seolah air mata ini tak akan kering.

***

Pada saat ini, rasa takut dalam hati Sinon untuk tak bisa terbang lebih besar ketimbang rasa sakit ketika kakinya diledakkan.

Dihadapannya, Sinon yang tadi bisa terbang bebas dengan menginjak udara. Kini hanya bisa menghindar menggunakan kaki kanannya sambil ia terus turun kebawah.

“Urgh………”

Sinon menggeramkan giginya, menggubah gerakannya menjadi manuver yang ia bisa gunakan— terbang kebelakang tanpa henti. Darah yang mengalir dari kaki kirinya bagaikan garis – garis di udara.

Ia membuat jarak antara dirinya dan Subtilizer semakin lebar secepat yang ia bisa, sambil mengincar musuh dan mengerahkan tembakan ketiga.

Tetapi musuh bisa mengejarnya dengan mudah dan sniper musuh juga menembakkan tembakan keempat.

Kedua buah peluru melaju pada lajur yang sama, menimbulkan suara dan gemercik api ketika saling bergoresan, dan berubah arah.

Sinon mengokang snipernya, rasa takutnya semakin besar, ia lalu menembakkan peluru keempat.

Dua buah bunyi keras terdengar bersamaan. Dua buah peluru saling bertubrukan, lalu menghilang.

Tembakan kelima. Tembakan keenam.

Hasilnya sama saja. Subtilizer memang sengaja mengincar dan menembak ketika Sinon menembak, membuat kedua peluru terus bertabrakan tanpa henti.

Skill seperti itu tak ada dalam GGO, kesampingkan dunia ini. Tetapi di dunia ini, imajinasi menjadi sumber segala hal. Tak hanya Subtilizer yang menyadari hasil pertempuran saling tembak ini, Sinon juga harus menyadarinya; itulah mengapa kedua peluru terus menerus saling bertabrakan.

Meskipun begitu, ketiga hal tindakan mengokang, mengincar musuh, dan menarik pelatuk, Sinon tak bisa melakukan hal lainnya.

Tembakan ketujuh saling berbenturam lalu sisa peluru menghilang di udara.

Kokang. Incar.

— Click.

Ketika jemari Sinon hendak menarik pelatuk, hanya timbul bunyi saja.

Isi peluru Hecate II hanya tujuh biji. Ia tak punya peluru cadangan.

Sebaliknya, Isi peluru Barrett XM500 adalah 10. Sisa dua peluru.

Sinon bisa melihat dengan jelas jika musuh tersenyum dingin dari jarak 100 meter.

Percikan api muncul dari ujung snipernya.

Selain kaki kirinya, kini tangan kanan Sinon meledak juga.

Hal tersebut membuatnya tak bisa lagi terbang lurus, ia mulai turun.

Mengontrol daya dorong, Subtilizer mendekatkan mata kanannya ke bidikan, bersiap untuk melancarkan tembakan terakhir. Mata yang terlihat dari bidikan tersebut mengincar dada Sinon.

— Maaf.

Maaf, Asuna. Maaf, Yui. Maaf… Kirito.

Setelah Sinon berguman sendiri. Tembakan kesepuluh XM500 terdengar.

Peluru tersebut meninggalkan lintasan peluru, menuju armor biru Sinon, menyentuh pakaiannya, dan menembus tubuhnya —

Bang!!

Percikan api muncul sekali lagi.

Sinon membuka matanya lebar – lebar, dan melihat peluru tersebut dihentikan oleh kalung silver yang sangat kecil.

Berada di pusat percikan cahaya putih selebar dua millimeter adalah kekuatannya yang masih tersisa. Seketika Sinon melihat ini, air mata menetes ke pipinya.

— Aku tak boleh menyerah.

Aku tak boleh menyerah. Aku harus yakin. Percaya pada diriku sendiri. Percaya pada Hecate. Dan aku harus percaya pada dia yang memiliki kalung ini.

Sinon mengangkat Hecate dan meletakkan jari telunjuknya ke pelatuk.

Meskipun senjata ini telah diubah menjadi sebuah sniper menggunakan imajinasinya. Properti sistem miliknya tak berubah — benar, kemampuan dari Bow of Solus: kemampuan untuk menyerap energi sekitar menjadi kekuatannya sendiri.

Maka ini pasti bisa menembakkan. Meskipun isi pelurunya kosong, Hecate pasti akan merespon.

“Go… oooo——!!“

Sinon menarik pelatuk.

Apa yang tertembak bukanlah sebuah peluru logam.

Sebuah peluru cahaya putih murni menyembur dari ujung Hecate, membuat garis lurus seolah membelah langit.

Senyum menghilang dari wajah Subtilizer. Ketika ia berusaha menghindar, cahaya putih menghantam Barrett.

Sebuah bola api keemasan muncul, menelan Subtilizer —

Sebuah bunyi dentuman hebat, sebuah ledakan.

Sinon merasakan hantaman udara menabrak wajahnya, membuatnya terjatuh dan menghantam tanah.

Ia tak memiliki kekuatan untuk merangkak, apalagi terbang. Rasa sakit yang muncul dari kekinya membuatnya semakin sulit untuk menjaga kesadarannya tetap terjaga.

Meskipun begitu, Sinon tetap membuka kedua matanya untuk melihat hasil tembakan akhir miliknya.

Angin menyapu asap hitam yang muncul di langit sana.

Apa yang muncul — adalah Subtilizer yang masih berdiri di udara.

Ia terluka. Seluruh tangan kanannya meledak akibat tembakan Sinon dan asap hitam masih mengepul dari punggungnya. Wajah bagian kanan miliknya hancur dan ia memuntahkan darah dari mulutnya.

Aura membunuh akhirnya muncul dari wajah Subtilizer.

— Ayo sini. Aku akan meladenimu sebanyak yang aku bisa.

Sinon memfokuskan sisa – sisa kekuatannya, dan mencoba untuk mengangkat Hecate.

Sedetik kemudian, Subtilizer berpaling. Makhluk bersayap yang ada dibawahnya kini berubah arah dan meninggalkan jejak asap hitam, ia terbang menuju selatan.

Sinon meletakkan sniper miliknya ke tanah; ia benar – benar kelelahan. Ketika sniper ini menyentuh tanah, ia berubah kembali ke bentuk aslinya, busur putih.

Ia menggunakan tenaga terakhirnya untuk mengangkat kedua tangan dan memegang kalung yang menjuntai.

“……… Kirito…”

Ia berbisik, air mata menetesi pipinya.

***

Leafa tak memiliki waktu untuk mencabut senjata yang tertancap ditubuhnya.

Semua rasa sakit bercampur aduk, langsung menembus ke urat syarafnya.

Beberapa luka miliknya cukup parah. Setiap saat ia bergerak, dua buah pedang yang saling menusuk perutnya menggesek organ dalamnya dan pedang yang tertancap dari punggungnya telah menembus jantung Leafa.

Tetapi Leafa tidak berhenti bergerak.

“Ura… AAHHHHH!!”

Banyak darah menyembur ketika ia mengayunkan Sword Skill untuk kesepuluh kali — atau seratus kali.

Katana «Verduras Anima» memotong horizontal dengan cahaya hijau.setelah beberapa saat berkonsentrasi, cahaya tersebut melebar dan banyak tubuh musuh terpotong.

Beberapa musuh mengambil kesempatan cooldown ini, dan melaju kearahnya. Leafa mundur tetapi tak bisa menghindari semua serangan. Tombak besar berhasil mengiris lengan kirinya.

Ia mencoba mengendalikan tubuhnya karena hampir terjatuh....

“HAAAHHH!!“

Pedang miliknya ia ayunkan sekali lagi, tiga orang terpotong lagi.

Leafa mengambil lengannya yang terpotong dan memasangnya kembali, ia lalu menjejakkan kakinya ke tanah.

Bunga dan rerumputan mucul bersamaan dengan cahaya hijau. HP miliknya kembali normal dan meskipun lukanya masih kelihatan, lengan kirinya telah tersambung kembali.

Dalam situasi semacam ini, kemampuan infinite regeneration yang dimiliki Super Account Terraria tak bisa disebut lagi sebuah anugerah dewi.

Lebih mirip sebuah kutukan. Tak peduli berapa banyak luka yang ia terima, berapa banyak rasa sakit yang dirasakan, ia tak akan kalah. Ia tak bisa mati, ia bukannya tak terkalahkan, Leafa malah merasakan sebuah siksaan.

Satu – satunya hal yang membuat Leafa tetap bertahan adalah sebuah keyakinan.

— Jika yang mengalami Onii-chan.

Ia tak akan mundur dengan luka semacam ini.

Aku tak boleh kalah. Mereka hanya tiga ribu orang. Aku bisa mengatasinya seorang diri. Karena.... aku... adalah.... Adik Perempuan..... «Black Swordsman» Kirito…

Cahaya kemerahan menyala dari ujung katana yang ia genggam.

Zoom! Katana tersebut ia hunuskan kedepan dan menembakkan sebuah pilar cahaya sejauh ribuan meter. Tubuh – tubuh musuh tertelan dan menghilang.

“… Huff… Huff…….”

Ketika ia bernafas, ia memuntahkan darah.

Leafa mengelap mulutnya sambil gemetaran, lalu sebuah tombak datang dan menancap ke mata kirinya dan menembus ke kepala.

Ia mundur beberapa lanngkah — tetapi Leafa tidak tewas.

Ia menggenggam pegangan tombak dengan tangan kirinya dan mencabutnya. Sebuah sensasi rasa sakit mengerikan mengalir ke tengkoraknya.

“Urgh… Uraaaaaaagh!”

Ia berteriak, menginjakkan kakinya ketanah untuk memulihkan HP miliknya. Mata kirinya yang hancur kini telah pulih.

Ia memandang sekeliling dan menyadari daerah sekitar hanya tersisa sekitar seratus orang.

Leafa menyeringai, menjulurkan tangan kirinya yang berdarah kedepan, ia mengundang musuh untuk maju.

Melawan pasukan yang menerjang dirinya, Leafa mengayunkan katana miliknya dengan keras .

“Eeyah… AAAAAHHH!”

Tebasan pedang.

Darah menyembur ke udara ketika serangan Leafa menghantam pasukan musuh.

Kira – kira tiga menit setelahnya, setelah musuh terakhir musnah. Tubuh Leafa telah tertancapi lebih dari sepuluh senjata.

Perutnya mati rasa ketia ia terjatuh kebelakang, namun ia tak menyentuh tanah karena tertahan ujung senjata.

Mendengarkan Rirupirin dan yang lain memanggil namanya, juga mendengar langkah kaki mendekatinya, Leafa menutup mata dan berbisik pelan:


“Aku… Hebat, kan… Onii-chan…”

***

Ketika Yanai menarik pelatuk, sebuah teriakan datang dari telinga kiri Higa.

“Higa-kun, menghindar!!”

Huh?

Menghindar… menghindari peluru?

Sambil berpikir seperti itu, Higa mendengar sebuah suara benda jatuh dari atas saluran ini.

Clang!

Itu bukan suara sebuah tembakan. Suara benda jatuh dari pintu masuk diatas sana, lalu menghantam dahi Yanai.

Mata Yanai terbuka lebar ketika melihat keatas. Tangan kirinya yang menggenggam tangga terpeleset.

“Whoa… Tunggu…”

Higa seolah lupa rasa sakit di pundaknya lalu merapatkan tubuhnya ke tangga.

Sebuah obeng besar terjatuh, lalu sebuah pistol terjatuh.

Akhirnya tubuh tak sadarkan diri Yanai terjatuh di saluran ini.

“Hee… Heee!”

Higa kembali ke posisi semula.

“……… Ah.”

Ketika Higa membuat keluhan itu, Yanai telah terjatuh kebawah sedalam 50 meter. Beberapa bunyi kelontangan terdengar ketika ia menghantam lantai.

“………. Um.”

Apa dia … mati? Tidak, sepertinya ia hanya mematahkan dua atau tiga tulang … tidak, mungkin lima atau enam …

Sambil berpikir apa yang menimpa Yanai, sebuah teriakan terdengar di telinganya sekali lagi.

“Higa-kun… Hei, Higa-kun!! Apa kamu baik – baik saja?! Jawab aku, hei!!“

“………. Ah, tidak, aku hanya terkejut … kau mampu membuat suara berisik seperti itu, Rinko-senpai.”

“Bagaimana... bagaimana mungkin kamu memikirkan hal konyol seperti itu?! Apa kamu terluka? Apa ia menembakmu?!”

“Ah, um…”

Higa melihat luka di pundak kanannya.

Jumlah darah yang hilang benar – benar banyak. Tangan kanannya mulai mati rasa, dan dingin. Pikirannya tak secepat biasanya.

Tetapi Higa mengambil nafas panjang dan mengumpukan kekuatan di perutnya sesaat, lalu membalas seceria mungkin:

“Tidak, aku baik – baik saja kok! Hanya luka gores. Aku akan melanjutkan operasi ini, tolong awasi monitor Kirito-kun, Senpai!!”

“Apa kamu serius tak apa?! Aku akan coba percaya, oke?! Jika kamu menipuku aku tak akan memaafkanmu, oke?!”

“Tentang itu… percaya saja padaku.”

Higa melihat keatas dan melambaikan tangannya pada Rinko yang mengintip dari pintu masuk saluran. Karena jarak cukup jauh dan minim penerangan, seharusnya ia tak bisa milihat pendarahan Higa.

“Nah… aku akan menuju monitor, dan jika gambarnya berubah aku akan mengabarimu! Semoga berhasil, Higa-kun!!”

Seketika sosoknya menghilang, Higa keceplosan berbisik memanggil namanya:

“Ah… Rin-Rinko-senpai.”

“Apa, ada sesuatu?!”

“Bukan… Um, uh…”

— Tahu nggak? Di kampus, bukan hanya Kayaba-senpai dan si sialan Sugou yang mengagumimu, aku juga mengagumimu lho.

Higa ingin berkata seperti itu, tetapi ia merasa jika ia mengungkapkannya... maka....

“Um, setelah ini semua berlalu, maukah kita makan bareng?”

“… Oke. Aku akan mentraktirmu hamburger, daging asap, atau apalah, semoga berhasil!!”

Lalu sosok Professor Koujiro benar – benar menghilang dari pandangan Higa.

— Ia benar = benar pelit.

Coba pikir, saat – saat «terakhir», kata – katanya tak terdengar keren.

Higa tersenyum pahit, lalu membalikkan laptop di tangan kirinya. Ia meletakkan jarinya yang mati rasa ke keyboard dan mulai mengetik.

STL #3… Connected to #4. #5, #6… Connected.

Mungkin karena kehilangan banyak darah, kata – kata yang muncul didepan mata Higa kini berlipat ganda. Ia menggelengkan kepala dan berbisik dalam hati.

— Baiklah, Kirito-kun, waktunya untuk bangun.

***

Sambil bercucuran airmata, Asuna menatap kekasihnya sambil berdoa.

— Kumohon, Kirito-kun. Aku bersedia mencurahkan seluruh hatiku, hidupku, segalanya... jadi, bangunlah.

— Kirito-kun.

***

— Kirito.

***

— Onii-chan.

***

……… Sekarang… Kirito…

Bagian 5

Kirito.

Sword Art Online Vol 17 - 348.jpg

Seseorang memanggil namaku —

Aku terbangun dari tidur panjangku.

Membuka kelopak mataku, aku bisa melihat partikel – pertikel cahaya berwarna orange beterbangan.

Pandanganku perlahan mulai fokus.

Sebuah kain putih — Gorden.

Sebuah jendela berwarna perak. Bergaya klasik.

Sebuah ranting pohon yang melambai. Sebuah pesawat perlahan melintas di langit sana, membelah langit cerah.

Aku mengambil nafas dalam – dalam, mengangkat tubuh atasku dan melihat sebuah seragam ada di depan papan tulis kehijauan. Penghapus diayunkan, menghapus tulisan yang masih tersisa. Terus apa welah mau beli truck


“… Um, Kirigaya-kun.”

Aku mendengar seseorang memanggil namaku lagi. Aku berbalik, dan melihat seorang siswi menatapku agak malu.

“Aku ingin menggeser meja ini.”

Tampaknya aku ketiduran di kelas lagi, aku bangun ketika kelas sudah selesai.

“Ah… Maaf.”

Aku menjawab, lalu mengangkat tas milikku dari meja dan berdiri.

Kepalaku pusing.

Seperti kelelahan yang terus menumpuk — ketika menonton sebuah film yang sangat lama. Aku tak bisa mengingat seluruh filmnya, tetapi emosi yang tercipta telah melekat di hatiku. Aku menggeleng kepala.

Aku berpaling dari siswi yang menatap keheranan, mengambil langkah menuju pintu keluar kelas, dan berguman.

“Sungguh… Apa itu mimpi…” ys mau beli truk

(To be continued)

Catatan Penerjemah dan Referensi

  1. Super Account yang ada dalam Underworld
  2. Semacam kendaraan militer
  3. Kapal perang milik angkatan laut Jepang
  4. Robot yang berbentuk manusia
  5. Player versus Player, sistem battle dimana seorang pemain melawan pemain lainnya
  6. Tempat kosong sebelum memasuki dunia VR
  7. Japan Self Defense Force, semacam pasukan pertahanan
  8. Phobia tempat sempit
  9. Phobia tempat tinggi
  10. Phobia tempat gelap
  11. Invaders: 침략 (chimlyag), merupakan kejadian di tahun 1910 dimana Kekaisaran Jepang mencaplok Semenanjung Korea yang masih dikuasai Kerajaan Joseon
  12. Konglomerat perusahaan bisnis dan industri
  13. 871 bisa juga dibaca YA NA I dalam bahasa Jepang