Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 18 Bab 23

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 23 - Kembali (Juli 2026)[edit]

Bagian 1[edit]

Koujiro Rinko sedang duduk di kursi ruang sub kontrol, mengatur lubang palka kecil ke arah kiri di depan console.

Cairan kristal yang muncul di atas lubang palka berkedip dengan huruf merah: [EJECTING…]

Desis udara terdengar keluar.

Akhirnya, sebuah objek hitam kecil berbentuk kubus muncul dari belakang kaca jendela. Huruf di monitor berubah menjadi [COMPLETE].

Rinko mengulurkan tangannya yang gemetar, menggeser pintu dan mengambil objek didalamnya.

Benda itu terbuat dari logam. Sebuah kubus berukuran enam sentimeter, dan lumayan berat. Tidak ada kabel sambungan; hanya ada enam angka yang terukir di salah satu sisinya dan ada lubang micro connector.

Jiwa milik «Alice» tersegel di dalamnya.

Saat sistem melaksanakan tugasnya, hanya ada satu kubus yang keluar dari dalam Light Cube Cluster yang terpasang di pusat Ocean Turtle.

Jiwanya pada saat yang sama telah bepergian dari dunia Underworld menuju Dunia Nyata.

Untuk sesaat, Rinko tak bisa berkata – kata, terisi oleh emosi yang tak bisa diungkapkan ia lalu berteriak pada microphone sambil menggenggam kubus itu:

“Asuna-san, Alice telah berhasil dikeluarkan! Tinggal kamu dan Kirigaya-kun; cepat!”

Ia masih berteriak sambil melihat monitor utama yang telah berubah menjadi hitung mundur berwarna merah:

“Hanya tersisa 30 detik sebelum tahap percepatan maksimum dimulai! Cepatlah log out!!”

Untuk sesaat, hanya ada keheningan.

Akhirnya, suara yang tak diharapkan keluar dari dalam speaker.

“Maaf, Rinko-san.”

“Ap…? Apa maksudmu…?”

“Maaf.. aku akan tetap disini. Terima kasih atas segalanya. Aku tak akan pernah lupa kebaikanmu, Rinko-san.”

Suara Yuuki Asuna yang begitu tenang, nyaman dan penuh keyakinan tersebut mengalir dari dalam speaker.

“Kuserahkan Alice padamu. Dia orang yang baik. Tak hanya penuh cinta, ia juga disayangi banyak orang. Demi nyawa – nyawa yang telah menghilang deminya... dan demi Kirito-kun, kumohon lindungi ia segenap tenaga agar tidak digunakan oleh pihak militer.”

Tak mampu berkata – kata, Rinko mendengar kata – kata Asuna yang ditujukan pada dirinya.

“Dan katakan pada semuanya: Maaf... terima kasih... dan selamat tinggal …”

Lalu, hitung mundur mencapai angka 0

***

Sebuah sirine panjang terdengar seirama dengan deruman mesin di dalam saluran kabel yang sempit.

Tanggal 7 Juli jam 10 pagi. Setelah 15 tahap percepatan selesai, sistem pendingin dibelakang tembok mulai mengeluarkan suara dengan keras. Beberapa kipas angin raksasa menghisap panas yang diciptakan mesin yang menopang Underworld. Jika seseorang di laut melihat Ocean Turtle sekarang, mereka mungkin bisa melihat uap panas yang muncul dari puncak piramid.

“……Begitulah…”

Higa Takeru berucap pelan.

“Yeah,” terdengar balasan Kikuoka Seijirou, saat ia memanggil Higa di punggungnya saat menuruni anak tangga.

Setelah memutuskan bahwa mereka tak bisa mencegah tahap percepatan maksimum, mereka berdua memutuskan untuk turun sekali lagi menuju saluran kabel, tetapi tugas membuat tubuh Higa menjadi lebih stabil memerlukan waktu delapan menit.

Bahkan saat Kikouka menuruni tangga ini ia mengucurkan banyak keringat, tahap percepatan Underworld telah dimulai bahkan sebelum mereka sampai ke saluran pembatas anti tekanan.

Sambil berdoa, Higa menyalakan radio dan memanggil Dr. Koujiro yang berada di ruang sub kontrol.

“Rinko-san… bagaimana kondisinya?”

Terdengar suara hening, lalu ia mendengar nada berat sebagai balasan.

“…Rinko-san?”

“…Maaf. Aku telah mengamankan Light Cube milik Alice tanpa halangan. Tetapi ....”

Sambil terisak, Dr. Koujiro menceritakan pada Higa apa yang telah terjadi.

Higa menahan nafasnya sambil memejamkan mata erat – erat.

“…Aku paham. Kita akan bekerja sekeras mungkin dari sini. Aku akan menghubungimu untuk membuka lubang palka selanjutnya.”

Higa memutus dan menghembuskan udara yang telah ia tahan lama, lalu mengambil nafas lagi.

Kikuoka tidak menanyakan situasi, mungkin karena bisa menebak kondisi saat ini. Ia menegangkan otot punggungnya.

“…Kiku-san…”

Perlu beberapa detik hingga Higa berhasil menyampaikan apa yang dikatakan Dr. Koujiro kepadanya.

***

Critter menatap hampa pada jendela baru yang muncul di monitor utama dan sebuah pesan muncul di dalamnya.

Catatan kecil berisi info jika sebuah Light Cube telah dikeluarkan dan dikirim menuju ruang sub kontrol di sisi lain dinding anti tekanan.

Itu berarti «Alice» telah berhasil diperoleh RATH.

Ini berarti juga misi 10 jam mereka untuk menemukan dan menangkap Alice di dalam Underworld telah gagal total. Semua usaha yang dilakukan Vassago dan Kapten Miller hingga masuk kedalam, memimpin pasukan Tanah Kegelapan untuk menginvasi Kerajaan Manusia, membuat peperangan luar biasa yang akan membuat perfilman Hollywood merasa iri, dan bahkan menyeret puluhan ribu pemain game online dari Amerika, Cina, dan Korea kedalam peperangan, benar – benar sia – sia.

Critter mengaduk – aduk rambutnya, bersin, lalu mengubah pemikirannya.

Dengan sisa delapan jam hingga kapal penghancur datang, apakah mereka memiliki kesempatan untuk merebut Alice secara paksa?

Tak mungkin bagi mereka untuk menerobos dinding pemisah yang sangat tebal dari sisi sini. Akan tetapi, lain ceritanya jika bisa dengan mudah membuka pembatas tersebut seperti RATH.

Tetai mengapa mereka membuka pembatas tersebut? Apakah RATH berpikir jika mereka mampu menahan kami dengan sebuah robot dan granat asap?

Bagaimana jika itu semuanya hanya pengecoh …? Jika mereka memiliki alasan lain untuk membuka dinding pembatas, apa alasannya?

Critter berkata pada pasukan yang telah mulai bermain kartu lagi.

“Yo, robot yang barusan datang dari atas, apakah ia memiliki bom atau senjata yang terpasang?”

Sosok Han yang tinggi dan berotot menjawab:

“Yah, aku telah memastikannya sih. Robot itu sama sekali tidak memiliki persenjataan sama sekali, apalagi sebuah bom. Mereka mungkin menggunakannya sebagai perisai pelindng, tetapi robot itu berhenti bergerak setelah kami menembakinya. Dan para tentara yang ada dibelakang langsung mundur.?”

“Hmm… —Orang – orang Pasukan Pertahanan Jepang tidak dipanggil tentara, mereka dipanggil personel.”

Critter memutar kursinya kedepan setelah mendengar hal tersebut.

Jadi robot tersebut adalah pengalih. Tetapi bahkan dengan granat asap, berlari melewati Hans, Brigg, dan lainnya tanpa disadari adalah hal yang mustahil.

Maka dari itu— Ia mengambil tablet komputer yang ada di meja dan membuka sketsa bagian dalam Ocean Turtle.

“Hmm… disini terowongan utama, dan ada sekat yang memisahkannya dari sini... ini pastinya tangga yang dilewati si robot....”

Pada saat itu, hitung mundur di layar mencapai titik nol, alarm kencang berbunyi. Percepatan waktu dalam Underworld telah dimulai lagi, perbuatan Brigg telah membuatnya mematahkan tuas yang mengatur batas percepatan hingga level tak masuk akal.

Tetapi hal tersebut bukanlah suatu masalah. Karena misi mengambil Alice telah gagal, Vassago dan Kapten Miller mungkin telah «tewas» saat dive dan akan segera ter log out di ruang sebelah.

Maka dari itu, Critter harus mengerjakan rencana selanjutnya sebelum Kapten Miller kembali.

Ia memperlebar dan menggeser denah Ocean Turtle dan akhirnya menyadari sesuatu.

“Oh, ada sebuah lubang palka kecil disini.... ‘Saluran Kabel’? Apa ini…?”

***

Setelah menerima informasi dari Higa Takeru, Rinko menarik nafas panjang dan duduk ke kursinya.

Ketetapan hati Yuuki Asuna untuk tinggal di Underworld karena Kirigaya Kazuto tak bisa kabur dari tahap percepatan, tindakan itu terlalu gegabah, namun — begitu menyentuh.

Hal itu mengingatkan dirinya akan, orang itu.

Pria yang ia sayangi telah meninggalkannya dan menghilang di dunia digital.

Jika ia memiliki kesempatan untuk bersamanya saat itu, apa yang akan aku lakukan? Apakah aku akan memanggang isi kepalaku menggunakan prototipe STL dan meninggalkan hanya kesadaranku saja?

“Akihiko-san… kamu…” Rinko berbisik hampir tak bersuara, sambil menutup matanya.

Sebuah «Dunia Alternatif yang sebenarnya» yang hanya dirasakan dalam Kastil Melayang Aincrad dan 10.000 pemain yang terjebak di dalamnya: itu adalah harapan milik... Kayaba Akihiko.

Tetapi ia telah menemukan sesuatu, telah mengetahui sesuatu selama dua tahun saat ia menghabiskan hidupnya di dalam kastil tersebut. Hal tersebut mengubah pemikirannya.

Masih ada sangat banyak hal yang harus dilakukan.

Ia menyadari jika SAO bukanlah sebuah akhir, malahan itu adalah sebuah permulaan. Itulah alasan dasar ia akhirnya menyelesaikan prototipe teknologi NerveGear yang merusak tubuhnya di pegunungan desa Nagano di sekitar hutan.

Ia meninggalkan data pengembangan kepada Rinko yang mana ia kembangkan menjadi alat FullDive khusus medis, «Medicuboid».

RATH dan Higa Takeru kemudian mengembangkan data tiga tahun percobaan milik seorang tester — seorang gadis muda — dari prototipe pertama Medicuboid, dan menyelesaikan STL.

Pada akhirnya, Underworld menjadi sebuah dunia alternatif yang tercipta dari mimpi Kayaba Akihiko.

Apakah itu berarti, Underworld telah menuntaskan mimpi Kayaba Akihiko?

Tidak, tak mungkin.

Mengapa? Karena lubang lain yang ia tinggalkan — potongan yang ia sebut dengan nama paket «The Seed» masih tidak cocok didalam teka – teki tersebut.

Ya, standarisasi pengembangan VRMMO menggunakan The Seed membuat para pemain jepang bisa bertahan melawan serangan negara lain dengan mengkonvert akun mereka.

Tetapi bahkan Kayaba tidak bisa menduga hal ini akan terjadi. Penyelamatan konversi akun mungkin hanyalah efek sampingnya.

Apa tujuan dirimu sebenarnya? Mengapa perlu menggabunggan banyak dunia Virtual dalam sebuah standar yang sama...?

Kotak logam duralumin penyimpan Light Cube milik Alice sedang ada diatas konsol.

Menjadi gerbang kumpulan elemen quantum, Light Cube ini tidak mudah berubah bentuk, tetapi karena friver elektrik dari gerbang tersebut yang ada di dalamnya memerlukan arus listrik, jiwa Alice akan tertidur saat disegel didalamnya.

Membelai permukaan perak dengan tangan kanannya, Rinko berbalik menuju sosok mirip manusia yang ada di pojok kiri ruang sub kontrol — tubuh mekanis «Niemom».

Memasukkan Light Cube Alice ke dalam colokan di kepala robot tersebut akan membuatnya terisi oleh jiwa Alice dan bisa bergerak serta berbicara.

Ia berpikir seperti itu... tetapi Rinko menggelengkan kepala. Bukan saatnya untuk hal tersebut, tidak saat Kazuto dan Asuna masih dalam bahaya; terlebih lagi karena lebih ramping dari Ichiemom, tubuh Niemom yang tidak feminim akan membuat Alice terkejut saat terbangun.

Sambil terdiam, ia menarik tangan kanannya dari kotak logam, dan—

“Dr. Koujiro,” sebuah suara datang dari belakang, ia berbalik.

Kapten Nakanishi berdiri disana setelah kembali dari ruang sub kontrol.

“Persiapan telah selesai untuk membuka sekat pemisah. Kami akan memulainya.”

“Ah… oke. Terima kasih banyak.” Ia membalas, lalu mengecek jam pada monitor. Sudah semenit berlalu sejak tahap percepatan maksimum dimulai. Disana sudah... 10 tahun.

Tak terduga. «Umur Jiwa» milik Kirigaya Kazuto dan Yuuki Asuna sudah melebihi umurnya.

Bahkan seteiap bertambahnya menit dan detik, sangat penting sekali agar mereka berdua bisa log out secepat mungkin. Jika mereka bisa keluar sebelum batas umur jiwa habis, masih mungkin untuk menghapus ingatan keduanya setelah tahap percepatan maksimum dimulai. Tetapi secara teori, hal itu bisa dilakukan tak lebih dari dua belas menit.

—Higa-kun, Kikuoka-san.

—Cepatlah!!

Rinko berdoa sambil menggigit bibirnya.

***

Tenggorokan Letnan Kolonel Kikuoka terasa sakit. Keringat bercucuran di seluruh bajunya, bahkan merembes hingga ke pakaian milik Higa.

Beberapa kali, Higa ingin mencoba menuruni tangga ini seorang diri.

Setelah menelan obat penahan rasa sakit dosis tinggi, luka di bahunya tidak langsung sembuh dan tubuhnya seperti kehilangan berat akibat kehilangan banyak darah.

Meskipun begitu— Higa berpikir.

Sejujurnya, ia tak ingin menempatkan Letnan Kolonel Kikuoka untuk bertarung di situasi mereka saat ini.

Mereka telah mengamankan tujuan utama Project Alicization, sebuah Fluctlight «A. L. I. C. E.». apa yang akan mereka lalukan mulai sekarang adalah menganalisa framework milik Alice, mengidentifikasinya mengapa ia berbeda dengan Fluctlight lainnya, dan mereka akan segera bisa membuat bottom-up AI secara banyak. Jepang akan mendirikan batu loncatan dalam era senjata otomatis di masa yang akan datang, lalu terbebas dari dominasi sistem militer Amerika — tujuan RATH diciptakan akan segera terpenuhi.

Hal ini seharusnya menjadi ambisi milik Kikuoka Seijirou.

Inilah alasan mengapa ia ikut campur dalam Insiden SAO, bahkan melakukan pemindahan sementara dari Kementerian Hubungan dalam Negeri dan Komunikasi, dan juga mengapa ia menciptakan karakter «Crysheight» agar selalu bisa berhubungan dengan para pemain VRMMO.

Terlebih lagi, tindakan pertama Kikuoka adalah menutup erat–erat dinding pembatas dan menjaga Light Cube milik Alice sebelum kapal perang Aegis datang. Ia tidak akan melunak bahkan jika Fluctlight milik Kirigaya Kazuto dan Yuuki Asuna masih berada di dalam Underworld, mulai hancur; bahkan jika mereka akan mengurung Dr. Koujiro yang jelas – jelas menolak tindakan seperti itu.

“…Sedikit tidak terduga… kan?” Kikuoka ngos – ngosan dan Higa sendiri tak bisa berhenti ngomel.

“N-Nah, itu… Yah, bagaimana aku ngomongnya ya? Menurutku itu tidak seperti kepribadianmu, Kiku-san…”

“Memang…”

Kikuoka sedikit tertawa, sambil terus menuruni anak tangga.

“Tetapi… aku sudah bilang kan. Ini adalah tindakan... yang terduga.”

“O… Oh?”

“Aku adalah pria... yang berani mengambil pilihan terburuk. Sekarang ini.... kukira lebih baik.... jika musuh.... masih memiliki rencana untuk merebut kembali Alice.”

“Skenario... terburuk?”

Apakah benar ada situasi terburuk selain musuh menyadari saluran ini dan akan menyerang dari bawah jika kita membuka dinding pembatas?

Tetapi sebelum Higa melanjutkan spekulasinya, telapak sepatu Kikuoka telah menyentuh dinding titanium.

Saat komandan berhenti. Higa menyalakan radionya.

“Rinko-san, kita telah sampai! Buka dindingnya, kumohon!!”

***

“Whoa… beneran terbuka!” Critter berteriak, melihat notifikasi pembukaan dinding penahan tekanan di monitor.

Tetapi mengapa? Untuk apa?

Tak masuk akal. Jika mereka telah mendapat Alice, mengapa RATH dengan sengaja melemahkan pertahanan mereka?

Tetapi tak ada waktu untuk memikirkannya. Critter memutar kursi dan memberikan perintah pada pasukan.

“Umm… Ahh, Hans dan kalian semua, naiki tangga, semuanya kecuali Brigg! Tembaki sepuas kalian dan amankan pusat pelindung!”

“Ngomong sih gampang…”

Hans memprotes sambil mengangkat senapan mesinnya. Lebih dari sepuluh anggota lain menirunya.

“Hei… Tunggu sebentar, apa tugasku?”

Brigg juga protes dan kelihatan kesal, Critter menatapnya dan menjentikkan jarinya.

“Aku punya tugas lain untukmu. Sesuatu yang penting, cocok untukmu.”

Mulutnya berkata seperti itu, tetapi pikirannya lain. Jika memungkinkan, lebih baik ia menempatkannya ke suatu tempat yang bisa dijangkau.

“Lihat, aku ingin kau ikut denganku untuk mengecek saluran kabel ini. Firasatku mengatakan jika musuh—”

“Oh… Oh, Begitu. Kedengarannya bagus.”

Brigg menyeringai lebar dan mengecek senapannya. Critter menghembuskan nafas dan menepuk punggungnya.

Ia mengikuti Hans dan lainnya dari ruang kontrol utama menuju lorong, tetapi sebelum ia berlari ke arah lain, Critter menangkap sesuatu dari pintu bagian dalam — Ruang STL 1.

—Coba pikir, apa yang membuat si idiot Vassago tidak log out? Ia tidak jalan – jalan disana, kan?

Ia ingin mengecek Vassago, tetapi Brigg langsung berlari. Tanpa pilihan, Critter mengejarnya dari belakang.

Mereka sampai ke tempat tujuan dalam waktu beberapa menit. Jika dilihat koridor hanya sepanjang dinding bagian dalam. Tetapi di dalam peta menunjukkan ada sebuah saluran kabel yang menuju bagian atas dibalik pintu kecil di bagian kiri dinding. Tentu saja, saluran itu juga tertutup rapat, tetapi jika dugaannya tepat—

Ia menggenggam pintu baja dengan tangan berkeringatnya dan memutar berlawanan arah jarum jam.

Saat ia mendorong pintu baja tersebut, hal yang pertama kali Critter lihat dalam cahaya lampu oranye adalah sebuah terowongan dengan dalam dua meter dan tinggi satu meter. Terowongan itu berhenti pada sebuah dinding yang menjulang ke atas, dimana ada sebuah tangga yang terpasang.

Dan tepat dibawah tangga itu, ada sebuah bungkusan kain—

“…Whoa?!”

Ia mengenali sosok tersebut, Critter mundur dan menabrak dagu Brigg yang ada dibelakang. Tetapi rasa sakit itu langsung menghilang saat ia membuka lebar matanya.

Ada sesuatu didalam kain tersebut, bukan kain, namun pakaian. Seseorang yang agak kurus tergeletak disana. Brigg mendorong Critter kesamping dan mengangkat senjatanya, tetapi ia berkata:

“Ia sudah mati.”

Cukup yakin, lehernya telah berputar agak miring. Agak tegang, Critter masuk ke terowongan dan mengeceknya.

“Tunggu… bukankah ini orang itu? Informan dari RATH …? Apakah mereka membunuhnya saat tahu jika ia mata – mata? Tetapi, membunuhnya seperti ini …”

Memastikan lagi, ia menyentuh tubuh si korban dan merasakan rasa dingin di ujung jarinya. Menilai dari suhu tubuhnya, ia mungkin telah mati saat pembatas dibuka pertama kali. Apakah ini berarti orang ini mencoba menuju bagian bawah terowongan? Dan ia kehilangan pijakan lalu terjatuh dan tewas?

Jika seperti itu, mengapa pembatasnya dibuka lagi?

Critter ingin memeriksa saluran pembatas lebih dekat, dan ia ingin menarik jasad ini yang menghalangi jalan. Tetapi ia tak ingin melakukannya seorang diri.

Ia mundur dari terowongan dan memerintah Brigg:

“Bantu aku memeriksa jika saluran ini telah aman.”

Si sosok besar tersebut lalu memasuki terowongan dan menarik mayat ini keluar. Lalu ia masuk lagi dan mencoba naik, melihat ke saluran diatas sana.

Bahkan insting milik Critter mengatakan jika menolehkan kepalamu keatas itu berbahaya, tetapi kemudian—

“Siallll!!” Brigg berteriak. Ia mengangkat senjatanya dan menembak.

Retina Critter terpenuhi cahaya kekuningan dari dua tembakan yang berbeda, suara tembakan memenuhi telinganya.

Mundur dan menahan teriakan, ia melihat tubuh raksasa Brigg menghantam lantai, seolah dihantam oleh palu yang tak terlihat.

“Whoa!! Apa yang terjadi?!” ia berteriak, sambil mundur ke belakang. Brigg terbaring tak bergerak ditempat mayat sang mata – mata tergeletak sebelumnya. Critter tak perlu melihat ada darah yang menetes untuk memastikan jika Brigg telah menemui ajalnya. Ada seorang prajurit RATH diatas sana dan telah menembaknya.

—Sekarang apa?

Keringat dingin bercucuran, Critter mulai berpikir.

Mengambil senjata dari tangan kanan Brigg lalu kembali menembaki musuh diatas sana? Tak mungkin! Aku hanyalah ahli komputer; pekerjaanku adalah berpikir dan mengetik di keyboard.

Ia lanjut berpikir sambil mundur menuju ruang kontrol utama.

Setidaknya ia tahu jika RATH menggunakan serangan agresif. Akan tetapi, daya serang pasukannya lebih unggul. Jika terjadi baku tembak, RATH mungkin akan kalah, jika mereka tidak berhati – hati, mereka mungkin akan kehilangan seluruh lantai bagian atas, lalu mereka akan kehilangan Alice juga kan?

Apakah komandan RATH telah memprediksi skenario yang «lebih buruk» daripada itu? Apakah RATH berpikir jika kami memiliki bahan peledak untuk menenggelamkan Ocean Turtle? C4 yang kami miliki bahkan tak bisa menembus dinding pembatas....

Bahan peledak....

Critter menahan nafasnya. Kedua mayat yang terbaring di lantai telah melupakannya.

Kami punya.

Hanya ada satu cara untuk meledakkan Ocean Turtle, mengirim Light Cube Alice dan pekerja RATH ke lautan.

Misi merebut Alice menjadi tak mungkin lagi, jika tidak berhasil maka kami harus menghancurkan Alice. Tetapi, bisakah ia meledakkan Ocean Turtle dan kesepuluh kru untuk mencapai tujuan tersebut?

Tak mungkin ia bisa membuat keputusan seperti itu sendiri. Hasilnya pasti akan menghantuinya seumur hidup.

Critter berdiri dan berlari menuju ruang kontrol utama, mencari pendapat sang kaptennya.

***

“Ki… Kiku-san! Kau tak apa, Kiku-san?!!”

Higa mengomel dengan nada cemas. Musuh telah muncul di bagian bawah saluran kapel dan menembakkan tiga tembakan.

Tak ada jawaban, sambil melindungi Higa, Letnan Kolonel Kikuoka telah pingsan sambil memegang senjata di tangan kanannya.

—Tak mungkin. Hei, jangan meninggalkanku. Aku masih membutuhkanmu.

“Ki…”

Kikuoka-saaaaaaaaan!!

Ia hendak berteriak saat sang letnan sedikit terbatuk.

“Ugh… Ahh, sial… aku tertembak. Sepertinya aku tepat saat memutuskan memasang rompi anti peluru …”

“Itu… Itu salahmu! Ngapain kamu kesini sambil memakai baju ala Hawai …?”

Higa bernafas lega dan melihat punggung Kikouka sekali lagi.

“Kau tak terluka, kan?”

“Yah, kukira aku tertembak sekali dibagian rompi. Kau terluka? Sepertinya ada peluru yang memantul.”

“T… Tidak. Aku dan komputerku tak terkena tembakan.”

“Kalau begitu ayo cepat. Konektor perbaikan tepat di depan sana.”

Membopong punggung Kikouka sambil menuruni tangga lagi, Higa berkata pada dirinya sendiri: Sedikit tak terduga.

Letnan Kolonel Kikuoka menurutnya adalah tipe orang yang tak punya kemampuan fisik, tetapi sekarang otot punggungnya terasa seperti baja, dan keahlian menembak yang ia tunjukkan — bahkan dalam posisi sambil bergelantungan di tangga dan menembak dengan sebelah tangannya, tembakannya tepat mengenai sasaran: tepat pada tenggorokan dan dada musuh.

—Dan setelah lama aku mengenalnya aku masih tak bisa menebaknya.

Perlahan menggelengkan kepalanya, Higa menarik kabel dari kantongnya dan menghubungkan menuju konektor perbaikan yang kini hampir terlihat.

***

Critter semakin mempercepat langkahnya, mendobrak ruang kontrol utama dan mendengar suara tembakan dari atas tangga.

Tak ada jejak Kapten Miller atau Vassago didalam ruang ini? Apakah mereka belum keluar dari STL? Lima menit telah berlalu sejak tahap percepatan maksimum.

Ia masih ingin ragu – ragu untuk memberitahu mereka atas apa yang ada di benaknya. Ia tahu saat mereka berdua mendengarnya, mereka pasti akan melakukan tindakan tersebut. Mereka adalah tipe orang yang tak ragu untuk mencabut nyawa orang yang tak bersalah saat melakukan misi.

Tanpa menunggu, Critter membuka puntu ruang STL 1.

“Kapten Miller! Alice telah diambil musuh... …”

Kata – kata selanjutnya tertahan.

Gabriel Miller terbaring didepannya pada mesin STL 1. Bagian kepala atasnya tertutupi mesin, dan ekspresi yang tak pernah ia lihat muncul di wajah sang kapten.

Tidak, lebih tepatnya jika Critter belum pernah melihat ekspresi manusia seperti ini.

Mata birunya menonjol, seperti mau keluar. Mulutnya menganga lebar, rahang sang kapten seperti hendak terpisah. Lidahnya menjulur keluar. Ia seperti makhluk asing.

“Ka… Kap… ten…?”

Critter ketakutan, lututnya gemetaran hebat. Ia yakin jika mata Kapten Miller bergerak, ia pasti akan langsung menjerit.

Butuh beberapa detik baginya untuk bisa bernafas normal. Lalu ia menggerakkan tangan kanannya dan menyentuh lengan kiri yang menjuntai di atas kasur.

Tak ada detak nadi.

Terlebih lagi, kulitnya sedingin es. Tanpa ada luka sedikitpun, Kapten penyerang Ocean Turtle telah tewas.

Mencoba menahan isi perutnya agar tidak keluar, Critter berteriak.:

“Vassago… bangunn! Kapten telah.... t-tewas …”

Ia berjalan menuju mesin STL 2.

Kali ini Critter mengeluarkan teriakan melengking.

Wakil Kapten Vassago Casals terlihat tidur nyenyak pada awalnya. Matanya tertutup rapat, dan lengannya masih di posisi semula.

Tetapi—

Rambut hitam panjang miliknya....

…sekarang menjadi berwarna putih, seperti seseorang yang telah berumur ratusan tahun.

Tak perlu lagi mengecek nadi Vassago, Critter mundur perlahan. Otak Critter yang berisi penuh dengan logika sekarang ini yakin jika ia tidak segera meninggalkan ruangan ini, ia akan bernasib sama seperti keduanya.

Ia menjangkau pintu dan menutupnya dengan kaki kanan.

Bersiul tak terkendali, Critter mulai mengumpulkan pikirannya.

Ia tak ingin menyelidiki apa yang terjadi pada Kapten atan Vassago, dan ia tak ingin tahu. Ia hanya menduga jika hal buruk menimpa mereka di dalam Underworld, sehingga Fluctlight mereka hancur.

Singkatnya, misi telah gagal. Dengan kematian komandan mereka, ia tak bisa membuat keputusan untuk menghancurkan Alice dan kapal ini. Ia tak punya alasan untuk tetap berada disini.

Critter mengambil penghubung di konsol dan berbicara didalamnya.

“Hans… kembali. Brigg, Vassago, dan Kapten telah tewas.”

Beberapa detik kemudian, anggota timnya masuk ke ruang kontrol utama dan ekspresi kaget terlihat di wajah mereka.

“Brigg tewas?! Mengapa?!”

“Ia… ia tertembak dari atas, di dalam saluran kabel …”

Hans belum selesai mendengarkan dan kini ia mengangkat senjatanya lalu berbalik, tetapi Critter menghentikannya.

“Berhenti! Mereka telah mengambil Light Cube Alice. Tak ada gunanya kita bertempur …”

Hans diam sesaat. Ia berteriak dan memukul dinding, lalu maju menuju Critter.

“…Tidak, kita masih memiliki perintah, jika kita tak bisa mendapatkan Alice maka kita akan menghancurkannya. Kau punya suatu ide, benar kan?”

Terintimidasi oleh lengan berotot milik Hans yang mendorongnya, Critter mengangguk pelan.

“Yah… Yah, aku punya ide sih... tidak, kita tak bisa mengambil tindakan tersebut tanpa kapten.”

“Katakan padaku sekarang!!” Hans mengancam dan mengarahkan senjatanya ke tenggorokan Critter. Terisi oleh amarah dari sahabatnya selama bertahun – tahun menjadi pegawai di Glowgen, Critter tak bisa menolak.

“Me… Mesin…”

“Mesin? Mesin kapal?”

“Yeah… mesin utama Ocean Turtle adalah sebuah pembangkit nuklir …”

Bagian 2[edit]

Sepuluh menit berlalu.

Koujiro Rinko mengelap keringat yang ada di tangannya, lalu menatap pada angka digital seolah berdetik dengan cepat.

Waktu yang telah berlalu di Underworld sejak tahap percepatan maksimum — sudah 100 tahun.

Dengan waktu selama itu seolah Kirigaya Kazuto dan Yuuki Asuna melebihi apa yang bisa ia bayangkan. Yang ia yakini adalah bahwa kedua kapasitas ingatan Fluctlight keduanya hampir mencapai batasnya.

Higa berpendapat jika jiwa manusia mencapai usia 150 tahun, ingatan mereka tidak akan berfungsi secara normal dan akan mulai rusak. Tetapi hal tersebut belum bisa dikonfirmasi secara langsung; batas waktu tersebut mungkin akan datang lebih lama — atau lebih cepat.

Apa yang bisa ia lakukan hanya berharap jika mereka berdua bisa segera logout sebelum jiwanya rusak. Jika mereka bisa melakukan itu, maka masih ada harapan untuk mengembalikan keduanya ke kondisi semula.

—Higa-kun, Kikuoka-san, kumohon.

Di tengah doanya, Rinko gagal menyadari jika suara tembakan dari bawah telah berhenti beberapa waktu lalu, hingga Kapten Nakanishi datang ke ruang sub kontrol dan memberitahunya.

“Dokter! Musuh telah mundur dari Ocean Turtle!”

“Mu… Mundur?!”

Rinko mengangkat wajahnya dan terkejut.

Mengapa sekarang? Karena dinding pembatas telah terbuka lagi, bukankah ini kesempatan musuh untuk menangkap Alice? Mereka menyerah terlalu cepat. Masih ada waktu lebih dari delapan jam hingga kapal «Nagato» mulai menyerang.

Mengetik keyboard untuk mengecek jendela status yang menunjukkan berbagai macam kondisi di dalam kapal, Rinko bertanya kepada kapten:

“Apa ada yang terluka?”

“Ya… dua orang terluka ringan, satu orang terluka berat sedang dirawat sekarang, tetapi tidak ada yang terancam nyawanya.”

“Begitu…”

Rinko lega. Sedikit memandangnya ia bisa melihat perban yang sedikit berwarna merah darah. Ia mungkin salah satu korban yang terluka ringan.

Mereka harus menyelamatkan dua anak tersebut sehingga pertarungan ini tidak sia – sia.

Setidaknya musuh sudah mundur. Matanya menuju ke jendela status, melihat pada pintu bawah air pada bagian bawah Ocean Turtle — pintu yang digunakan para penyerang untuk masuk — telah terbuka.

“Mereka tampaknya telah kabur menggunakan kapal selam. Sepertinya ini terlalu terburu-buru …”

Tepat saat Rinko mengangkat alisnya—

Sebuah getaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, mengguncang seluruh ruangan.

Hyuuuun. Sebuah deru memekakkan terdengar seperti hawa dingin. Sebuah pulpen menggelinding dari meja dan terjatuh ke tanah.

“Ap… Apa?! Apa yang terjadi?!”

“Ini… Ahh… mereka, mereka tak mungkin …!!”

Teriakan Kapten Nakanishi terdengar seperti mendesah.

“Getaran ini, ini karena mesin utama sedang bekerja secara maksimum, Dokter!!”

“Mesin… utama?”

“Mesin utama... adalah reaktor nuklir yang ada di bagian bawah Ocean Turtle.”

Nakanishi membuka lebar matanya, menuju Rinko dan menggesernya, mengatur jendela status. Jendela baru muncul terus menerus, dan salah satunya memainkan rekaman video yang blur.

“Sialan!! Tuas pengatur telah terangkat!! Para bajingan itu, apa yang mereka rencanakan?!”

Ia membantingkan tangannya ke console, Rinko bertanya:

“Tetapi, ada pengamannya, kan...?

“Tentu. Tuas pengontrol akan secara otomatis menurunkan hingga berhenti sebelum reaktor mencapai kondisi kritis. Tetapi... lihat ini.”

Jari Nakanishi menunjukkan sesuatu di monitor, pada layar yang menunjuk reaktor dalam kapal. Cukup sulit melihat dalam cahaya kemerahan, tetapi ada sesuatu yang kecil berwarna putih tertempel di mesin besar berwarna oren.

“Aku yakin ini C4… bahan peledak plastik. Satu saja tak akan cukup untuk menembus pelindung mesin dan dinding penahan, tetapi tepat dibawah sana adalah sambungan listrik yang bertugas untuk menurunkan tuas pengatur inti reaktor … mesin pengatur, dengan kata lain. Jika hancur, tuas pengontrol tak akan bisa otomatis turun sendiri …”

“Dan kami… tak akan bisa menghentikan reaksi nuklir? Lalu apa yang akan terjadi…?”

“Hal pertama yang akan terjadi adalah pendingin akan menciptakan ledakan uap, merusak dinding pelindung.... skenario terburuk adalah inti pelebur akan memenuhi seluruh ruang dan jatuh ke laut, menciptakan banyak sekali uap, dan pada saat itu seluruh terowongan akan retak, termasuk ruang kontrol utama, Light Cube Cluster, dan ruang sub kontrol yang ada disini.”

“Apaaa……”

Rinko hanya bisa terdiam menatap lantai di bawahnya. Lantai logam ini mulai terasa panas dan mengeluarkan uap asap dari bawah—?

Jika itu terjadi, maka tak akan ada yang selamat dari seluruh teknisi RATH yang masih hidup sampai sekarang, Kazuto dan Asuna yang juga terhubung ke STL, dan puluhan ribu Artificial Fluctlights yang ada di dalam Light Cube Cluster…

“Aku akan mengambil C4.”

Nakanishi membulatkan tekadnya.

“Musuh pasti telah mengatur waktu agar ledakan tidak sampai ke kapal selam mereka. Kurang lebih lima menit... aku yakin.”

“T-Tetapi, Nakanishi-san. Suhu di ruang mesin sudah terlalu .....”

“Tak apa, hanya sedikit lebih panas dari sebuah sauna. Aku akan melaju dan menonaktifkan detonatornya, mudah.”

—Seharusnya ia memakai baju pelindung. Tetapi tak ada waktu lagi.

Rinko sendiri tak bisa berkata – kata. Nakanishi sudah berjalan menuju pintu, punggungnya terisi oleh ketetapan.

Akan tetapi.

Sedetik sebelum sepatu hitamnya mencapai pintu otomatis.

Telinga Rinko mendengar sebuah suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya di ruangan ini. Tangan milik Nakanishi menarik senjata yang ada di pinggangnya dan menuju ke sisi kiri ruangan.

Whirrrrr. Dengan suara mesin logam, sesuatu mulai berdiri dengan kaki kanannya—

Sebuah tubuh mekanis yang terbuat dari logam dan plastik: Niemom.

Rinko dan Nakanishi menatap keheranan saat mesin berbentuk manusia tersebut mendekat dengan langkah pasti, sensor kepalanya berwarna merah.

Ia seharusnya tak bisa bergerak.

Bukankah si perancang Higa, berkata begitu? Tak seperti Ichiemom yang dilengkapi dengan banyak sensor penyeimbang berjalan, Niemom didesain dari awal untuk menjadi wadah Artificial Fluctlight dan tak bisa berjalan tanpa adanya Light Cube yang terpasang. Satu – satunya Artificial Fluctlight yang telah dikeluarkan dari dalam Cluster adalah Alice, dan ia masih berada di dalam kotak diatas meja. Colokan di kepala Niemom seharusnya kosong.

“Mengapa… Mengapa prototype #2…”

Nakanishi berbisik, terkejut, dan ia mulai mengarahkan pistolnya. Tetapi tanpa mempedulikannya, Niemom bergerak menuju kearah Rinko, berhenti dua meter darinya dan mulai mengeluarkan suara — terdengar rusak dengan suara listrik — dari sebuah speaker yang terpasang di sekitar kepalanya:

[Aku akan pergi.]

Suara itu.

Hidungnya mencium sebuah harum dari minyak yang merembes dari tubuh Niemom.

Rinko telah mendengar suara dan bau yang sama dalam mimpinya saat ia berada di kabin ketika pertama kali ia berada di Ocean Turtle.

Ia berdiri mematung, dan mulai berjalan maju kearah Niemom, berbicara:

“Apa… Apa itu kamu, A… Akihiko-san……?”

Memancarkan cahaya redup, sensor berkedip – kedip dan si robot memberi anggukan pelan.

Rinko mengambil langkah akhir, hampir tenggelam dalam syoknya, ia perlahan menyentuh dada alumunium dengan tangannya yang gemetar. Dengan suara mesin, tangan si robot bergerak ke atas dan membelai punggung Rinko.

[Maaf meninggalkanmu sendiri terlalu lama, Rinko-kun.]

Suaranya buatan komputer, tetapi itu adalah suara milik pria yang pernah dicintai Koujiro Rinko — Kayaba Akihiko.

“Mengapa… Mengapa kau disini?”

Ia berbisik. Air mata menetes dari matanya, membuat cahaya sensor Niemom menjadi blur.

[Tak ada waktu, jadi aku ingin ke intinya. Rinko-kun, aku sungguh beruntung bertemu denganmu. Kaulah satu – satunya yang menghubungkanku ke dunia nyata. Jika kamu berharap... aku ingin menjaga koneksi ini hingga ke masa depan; tetap terhubung dengan mimpiku... kedua dunia yang masih tetap terpisah …]

“Ya… tentu… tentu.”

Ia mengangguk pasti, dan seolah wajah si robot tersenyum tipis.

Si robot bergerak menjauhinya, mengubah arah perlahan, dan keluar dari ruang sub kontrol menuju lorong.

Tanpa berpikir, Rinko ingin mengejarnya sesaat namun pintu otomatis langsung tertutup.

Ia mengambil nafas panjang, dan menggertakkan giginya. Ia masih belum bisa meninggalkan ruangan ini. Ia masih memiliki misi untuk mengawasi kondisi berbagai macam lokasi.

Ia menatap video ruang mesin, dengan erat menggenggam dadanya. Ia bisa mendengar Kaptain Nakanishi bertanya – tanya dengan kebingungan, “Mengapa sekarang…”

Memang benar jika kita telah menghadapi berbagai macam bahaya sampai saat ini. Tetapi Rinko merasa memahami mengapa Kayaba telah memilih saat ini untuk meninggalkan perannya sebagai seorang pengawas.

“…Ia tidak melakukannya demi Underworld. Pria itu tak tertarik dengan simulasi ini. Ia memilih momen ini untuk keluar agar bisa melindungi Kirigaya-kun dan Asuna-san…”

***

Saat Higa Takeru mendengar suara raungan dari turbin yang ada di bawah saluran kabel, ia akhirnya menyadari maksud dari skenario terburuk yang akan terjadi Kikuoka.

“Ki… Kiku-san, bajingan itu, mereka.... reaktornya.....”

Ucapan Higa diinterupsi oleh jawaban yakin Kikouka.

“Aku tahu. Tetapi sekarang, kita harus berfokus untuk mematikan STL.”

“O… Oke. Tetapi…”

Akhirnya sampai ke Konektor Perbaikan, Higa merasakan keringat di sekujur tubuhnya saat ia mencolokkan kabel.

Ini sia – sia jika kita kehilangan mesin reaktor. Bahkan Underworld dan Light Cube Alice akan musnah karena uap dan radiasi. Banyak nyawa yang akan hilang.

Tetapi membuat reaktor meledak tidaklah hal yang mudah. Tangan kecil yang tak bisa menjangkau pelindung logam berlapis ganda pada inti reaktor, dan juga ada berbagai banyak pelindung yang terpasang pada sistem. Bahkan jika mesin dipaksa bekerja pada kecepatan penuh, prosedur pengaman akan langsung menurunkan tuas dan menghentikan mesin.

Pada titik ini, Kikuoka bertanya pada Higa dengan nada normalnya:

“Hei, Higa-kun, bisakah kau lakukan sendiri dari sini?”

“Mm… Ya, aku bisa terus bekerja jika aku mengamankan tangga ini.... Tetapi, Kiku-san, kau tak berpikir untuk turun kesana dan …”

“Nah, aku hanya ingin mengecek situasi. Aku tak akan melakukan hal bodoh, aku akan segera kembali.”

Dengan itu, Kikouka melepaskan ikatan tali mereka berdua, menurunkan sabuk nilon ke tangga, dan memakainya lagi. Setelah yakin tubuh Higa aman, ia mulai melangkah turun.

“Kuserahkan padamu, Higa-kun.”

Mata dibalik kacamata hitamnya seolah terisi seringai.

“K-Kumuhon berhati - hati! Musuh mungkin masih ada yang tersisa!”

Kikuoka mengangkat jempolnya, lalu mulai menuruni tangga dengan cepat.

Setelah sampai ke lantai paling bawah, ia mengintip, dan menggerakkan tubuhnya.

Higa akhirnya sadar jika sosok Kikuoka telah benar – benar menghilang.

Ia mengetik menggunakan tangan kanannya pada laptop dan mencoba untuk menahan rasa sakit di perut, saat ia merasa ada yang basah. Ia menatap, dan sadar tangannya telah berubah menjadi warna merah darah.

Ia sadar jika darah tersebut bukanlah miliknya.

***

Meskipun hampir seluruh kamera pengawas di lorong bawah — yang mana beberapa saat lalu dikuasai oleh musuh — kini telah hancur, kamera utama yang ada di ruang mesin reaktor masih aman.

Rinko melihat ke monitor setelah diperbesar beberapa kali, kedua tangannya menggenggam liontin, menunggu.

Di samping kirinya, Kapten Nakanishi masih menaruh tangannya di sekitar konsol. Dibagian belakang, pasukan dan teknisi RATH telah kembali berkumpul dan berdoa dengan caranya masing – masing.

Rinko telah memohon kepada semuanya agar mundur ke anjungan, tetapi tak ada seorangpun yang meninggalkan dek utama.

Setiap orang disini telah mendedikasikan penelitian dan pengembangan organisasi RATH. Masing – masing dari mereka mempercayakan harapan dan mimpinya kepada era baru dimana bottom-up artificial intelligence yang sebenarnya terwujud.

Hingga sekarang Rinko masih percaya jika ia hanyalah pengunjung di kapal ini. Ia merasa tak bisa menerima keputusan Kikuoka Seijirou.

Tetapi ia tetap datang ke RATH. Dan sekarang ia mulai memahaminya.

Tujuan penciptaan Artificial Fluctlights seharusnya tidak dibatasi hanya untuk tujuan AI senjata otomatis.

Underworld tak hanya sebuah simulasi pengembangan budaya.

Keduanya adalah sebuah awal dari perubahan yang sangat besar.

Sebuah realitas yang berbeda — seseorang akan mengisnpirasi perubahan menuju dunia masa depan. Sebuah dunia dimana hasrat orang – orang muda yang tidak terkekang oleh sistem: Sebuah Penjelmaan Radius.

—Itu tujuanmu kan, Akihiko-san?

Itulah yang kau sadari dan temukan dalam kastil mengapung itu — potensi, serta semangat dari jiwa orang – orang tersebut.

Tak peduli alasannya, memenjarakan 10.000 orang secara virtual dan menyebabkan kematian kurang lebih 4.000 jiwa adalah kejahatan terburuk dalam sejarah umat manusia dan tak akan pernah bisa dimaafkan. Rinko sendiri juga secara tak langsung terlibat dalam kesalahan tersebut.

Tetapi sekarang.... ia ingin mencoba memahami harapan tersebut.

—Kumohon, Akihiko-san. Lindungi semua orang... dan dunia itu.

Seolah menjawab doa Rinko, sesuatu yang bergerak muncul di monitor.

Sebuah tubuh mesin berwarna perak muncul didekat lorong menuju ruangan mesin yang terisi reaktor bertekanan air.

Sekarang ini mungkin baterainya telah melemah, langkahnya lambat. Ia bergerak dengan suara bising seolah menanggung bebannya sendiri.

Sulit dibayangkan bagaimana program simulasi pikiran milik Kayaba bisa berada di dalam tubuh tersebut. Tetapi hanya satu hal yang pasti: bahwa program dalam memori unit 2 itu seharusnya orisinil. Tak ada kecerdasan yang mampu menahan pemikiran jika mereka adalah sebuah salinan.

Seberapa besar suhu panas ruangan mesin yang dibutuhkan untuk merusak prototipe tubuh elektronik milik Kayaba? Menarik detonator bom akan mencegah ledakannya, tetapi jika memory Niemom rusak, kesadaran Kayaba juga akan hilang saat itu juga.

Kumohon, jinakkan bom itu dan kembalilah kepadaku — Rinko memohon sambil menggigit bibirnya.

Mungkin Kayaba Akihiko sudah siap untuk menghilang disini

Dia pernah dengan sukarela menghancurkan otaknya sendiri dan meninggalkan salinan pikirannya, dan sekarang ini ia akan memenuhi tujuan serta menemukan tempat untuk mati.

Persendian tubuhnya terlihat lemah.

Kaki logamnya melangkah di lantai.

Dengan susah payah berjalan, tubuh mesinnya akhirnya mencapai pintu ruang mesin. Menjulurkan tangan kanannya dan membuka panel pintu dengan gerakan aneh. Indikatornya berubah hijau dan pintu logam tebal itupun terbuka.

Pada saat itu.

Suara rentetan tembakan peluru terdengar dari pengeras suara. Niemom melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya, lalu mundur dengan langkah yang aneh.

Seorang prajurit berbaju hitam melompat meneriakkan sesuatu dari belakang pintu. Ia pasti salah satu anggota penyerang Ocean Turtle. Tetapi tidak seperti sebelumnya, ia tidak menyembunyikan wajahnya dengan helm dan kacamata. Bahkan dari video kamera pengawas, mereka bisa melihat sosoknya jika sosoknya memiliki ekspresi mengerikan di wajahnya.

“Appaa… Masih ada seseorang disini?! Mengapa?! Bukankah itu bunuh diri namanya....?!” Kapten Nakanishi mengerang kaget.

Tanpa ampun, si pria menembaki Unit #2 yang sedang bertahan.

Percikannya bunga api terlihat, begitu juga jumlah lubang yang terbentuk di tubuh alumuniumnya. Peluru menembus kabel di seluruh tubuhnya dan oli keluar dari beberapa sendi yang ada.

“Ja… JANGAAANNN!!”

Rinko tak bisa menahan teriakannya. Bagaimanapun, prajurit musuh di layar meneriakkan sesuatu lagi dalam bahasa Inggris dan menarik lagi pelatuknya 3 kali. Robot itu mengibasnya, satu langkah, melangkah lagi.

“Tidak! Tubuh #2 tak bisa menahannya!!”

Takkan sempat, Letnan Nakanishi mencoba menarik lagi senjata di tangannya.

Saat itu.

Beberapa tembakan baru terdengar dari pengeras suara.

Sosok ketiga berlari kedepan dari samping dan mulai menembaki. Tubuh prajurit musuh itu bergerak cepat ke kanan. Dari kanan belakang, tangan yang cekatan terus menembak tanpa ampun ke tubuh unit #2. Orang macam apa dia —?

Hampir membuatnya lupa bernapas, Rinko membuka lebar matanya, dia akhirnya melihat musuh terkena dan menumpahkan darah, musuh yang terkapar tak bergerak di lantai.

Setelahnya tim penyelamat juga perlahan berlutut ditengah-tengah lorong.

Lalu ia tertunduk di samping, Rinko menggerakkan mouse dengan tangannya yang gemetaran, memperbesar kemera agar semakin dekat.

Tembakan di dahi. Kacamata hitam yang miring, ujung mulutnya terlihat ingin tertawa.

“Ki… Kikuoka-san?!”

“Letnan Kolonel…!!”

Rinko dan Nakanishi berteriak secara bersamaan.

Pada saat ini, anggota pasukan pertahanan berlarian dari ruangan. Beberapa anggota keamanan juga akan mengikuti. Rinko tak bisa melakukan apapun lagi untuk menghentikannya.

Seorang teknisi menuju ke arah konsol. Setelah beberapa kali memencet keyboard, terlihatlah kondisi unit 2.

“Tangan kiri, nol. Tangan kanan, 65 persen. Kaki kanan dan kiri 70 persen. Kondisi baterai 30 persen. Bagus, masih bisa bergerak!!”

Seolah mendengar teriakan sang teknisi, unit 2 mulai bergerak sekali lagi.

Zzt, krak. Zzt, krak. Percikan bunga api muncul dari setiap langkahnya.

Pada saat tubuhnya melewati pintu, Rinko memindahkan kamera untuk menunjukkan vifro di dalam ruang mesin.

Pintu anti panas kedua telah terkunci dengan tuas besar. Tangan kanan unit 2 meraihnya dan menariknya. Sikunya bergerak dengan keras, hingga percikan api dalam jumlah besar kemana-mana.

“Kumohon…”

Rinko berbisik, dan pada saat yang sama teriakan semangat terdengar dari seluruh ruang sub kontrol.

“Kau pasti bisa, Niemom!!”

“Ayo, sedikit lagi!!”

Ka-chunk.

Tuasnya turun dengan suara bising.

Pintu baja tebal pun terbuka. Udara yang sangat panas terasa menyembur keluar hingga bisa terlihat dari monitor.

Tubuh Niemom tergoncang, percikan bunga api kian menjadi – jadi.

“Ah… Ahh, oh tidak!!” salah satu teknisi berteriak tiba – tiba.

“Apa… ada apa?!”

“Kabel baterainya terkena!! Jika kabel itu rusak, sumber tenaga ke seluruh tubuh akan terputus... dan ia tak akan bisa bergerak sama sekali.…”

Baik Rinko ataupun staf lainnya berseru bersamaan.

Kayaba yang berada didalam unit 2 menyadari kerusakan serius itu. Ia menahan kabel yang bergetar dengan siku kanan dan terus berjalan.

Didalam ruang mesin, suhu tingkat tinggi yang tak bisa ditahan oleh manusia biasa: reaktor nuklir masih berputar dan menghasilkan panas yang luar biasa.

Setelah prosedur pengaman bekerja, tuas pengontrol akan secara otomatis menurunkan suhu tersebut.

Tetapi, jika bom C4 meledak sebelum prosedur pengaman bisa dilakukan, maka dengan cepat bisa menghancurkan tuasnya. Jumlah neutron yang sangat banyak akan dikeluarkan dari reaktor nuklir dan melepaskan atom uranium secara beruntun dan tak bisa terkontrol lagi.

Intinya yang meleleh akan menghancurkan pendingin utama dan menciptakan uap ledakan, merusak dinding penahan, dan kemudian akan membuat inti terus menembus lambung kapal, dan akhirnya menjangkau permukaan laut —

Dalam pikirannya Rinko bisa membayangkan sebuah uap asap yang keluar dari Ocean Turtle.

Ia memejamkan mata, dan berdoa lagi.

“Kumohon… Akihiko-san…!!”

Orang lain dibelakang Rinko juga kembali memberikan semangat. Unit 2 mendekati reaktor nuklir perlahan.

Rinko beralih ke kamera terakhir.

Tiba – tiba, suara bising terdengar. Gambaran di monitor berubah menjadi merah dari lampu darurat.

Unit 2 menyeret kakinya untuk mendekati bom C4. Hanya tinggal 2 hingga 6 meter lagi bagi unit 2 untuk meloloskan diri dari udara panas.

Tangan kanannya menarik denotatornya. Percikan bunga api muncul terus menerus dari seluruh tubuhnya, beberapa bagian mesinnya jatuh ke lantai.

“Ayooo… Ayooo… Ayoooo!!”

Semangat seperti itu telah memenuhi ruang sub kontrol, Rinko juga mengepalkan kedua tangannya dan berteriak lagi.

Empat meter.

Tiga meter.

Dua meter.

Tiba-tiba sebuah ledakan muncul dari punggung unit 2

Sebuah kabel hitam menjuntai dari bagian dalam tubuhnya.

Semua sensor di kepalanya mati. Tangan kanannya perlahan jatuh ke sisi samping.

Kedua kaki mulai berhenti bergerak—

Unit 2 kini benar – benar berhenti.

Grafik output pada monitor utama kini telah menjadi gelap.

Suara si teknisi hampir tak terdengar.

“…Semua output… menghilang…”

—Aku tak percaya keajaiban.

Kayaba Akihiko pernah berkata kepadanya — pada hari dimana permainan kematian SAO berhasil di selesaikan dan membebaskan semua pemainnya.

Matanya yang penuh dengan cahaya ketenangan, mulut yang telah dipenuhi janggut tersenyum.

—Tetapi hari ini, aku telah menyaksikannya sendiri.

—Aku sudah menghabisinya dengan pedangku; HP miliknya seharusnya turun hingga angka 0. Tetapi seolah – olah ia bisa melampaui sistem itu sendiri, ia menolak kematiannya... lalu ia menggerakkan tangan kanannya dan menusukkan pedang ke jantungku.

–Mungkin, itulah momen yang telah lama aku tunggu.

“…Akihiko-san!”

Rinko berteriak tanpa mempedulikan darah yang menetes dari tangan kanannya yang menggenggam erat liontin.

“Kau si «Holy Sword» Heathcliff, kan?! Kau rival terbesar «Black Swordsman» Kirito-kun, kan?! Maka... tunjukkanlah sebuah keajaiban padaku?!”

Blink.

Blink blink.

Cahaya merah berkedip dari sensor kepala unit 2.

Bagian persendiannya mulai bergerak.

Sebuah cahaya kecil keunguan muncul di monitor yang tadinya menghitam—

Sword Art Online Vol 18 - 260.jpg

Output dari kaki dan tangan kembali menyala. Percikan bunga api masih muncul dari setiap sendinya.

“Unit… #2 telah kembali normal!!”

Si teknisi hampir berteriak, dan secara ajaib unit 2 mulai melangkah.

Mata milik Rinko terisi oleh air mata.

“Ayooooo!!”

“Majuuuuu!!”

Semua orang di ruang sub kontrol berteriak.

Ia menggerakkan kaki kanannya, oli hitam bagai darahnya.

Menyeret kaki kanannya yang terluka, Niemom mengangkat tangan kanannya.

Selangkah demi selangkah.

Bagian baterai terjadi ledakan kecil. Tubuhnya bergoyang, namun masih melangkah maju.

Jari tangan kanannya menyentuh bom C4 yang telah sampai di wadah penahanan.

Jempol dan jari telunjuknya menjangkau pemicu bom dalam C4.

Percikan bunga api masih terus keluar dari pergelangan tangan, siku, dan sambungan bahunya hingga akhir, unit 2 menarik keluar detonatornya bersamaan dengan timer pemicu, mengangkat menggunakan tangan kanannya.

Sekilas cahaya putih menghalau rekaman video.

Ledakan detonator telah merusak jemari tangan kanan unit 2; kini tubuhnya oleng ke samping kiri—

Kemudian ia terjatuh ke lantai seperti suara piring pecah. Cahaya sensornya berkedip dan menghilang. Grafik outputnya juga kini menghilang.

Untuk sementara, tak seorangpun berkata – kata.

Beberapa detik kemudian suara sorakan terdengar di ruang sub kontrol.

***

Suara deru turbin perlahan melemah dan tak terdengar lagi, seolah seperti angin lewat.

Higa menarik napas dalam. Mereka akhirnya bisa menurunkan output reaktor nuklir yang sebelumnya ada di kondisi kritis.

Ia mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangannya dan memandang monitor laptopnya dari balik kacamatanya yang berembun.

Proses penghentian kedua STL akhirnya telah mencapai 80% dari keseluruhannya. 17 menit telah berlalu sejak dimulainya tahap percepatan maksimum — yang berarti waktu di Underworld telah lebih dari 180 tahun.

Waktu tersebut telah melewati prediksi Higa mengenai batas jiwa sebuah Fluctlight. Secara teori, besar kemungkina jiwa Kirigaya Kazuto dan Yuuki Asuna telah hancur.

Tetapi Higa mengakui bahwa dia mungkin tidak tahu apapun tentang Underworld ataupun fluctligt. Memang benar jika ia yang mendesain, membangun, dan mengembangkannya. Namun, dunia buatan yang diciptakan oleh jiwa artificial telah melebihi level yang tak bisa diketahui seorangpun dalam RATH.

Dan sekarang, seseorang dari dunia nyata yang paling mengetahui mengenai Underworld adalah Kazuto Kirigaya. Dalam usianya yang baru 17 tahun, ia memasuki Underworld tanpa sedikitpun pengetahuan, rencana, namun ia telah menunjukkan kekuatan yang bahkan melebihi kemampuan 4 Super Account.

Itu bukanlah kekuatan yang dimiliki Kirigaya Kazuto seorang.

Tak ada seorangpun staf RATH yang menganggap Artificial Fluctlights hanyalah program eksperimen; Kirigaya Kazutolah yang menganggap mereka sebagai manusia dari dalam hatinya. Ia memahami, bertarung, melindungi, dan mencintai mereka.

Itulah mengapa alasan Underworld — dan orang – orang yang di dalamnya menganggap Kirito sebagai sang pelindung.

Jika itu benar, dengan suatu keajaiban yang tak bisa dipikirkan Higa, mereka berdua mungkin bisa hidup 200 tahun lagi.

—Benar begitu, Kirito-kun?

—Sekarang aku memahami mengapa Letnan Kolonel Kikuoka ngotot menginginkan bantuanmu. Aku juga paham jika kami mungkin akan membutuhkan bantuanmu di masa depan nanti.

—Jadi…

“…Kau harus kembali.”

Sambil berbisik, Higa memandangi jumlah persen dari proses penghentian STL.

***

Rinko adalah satu – satunya orang yang masih di ruang sub kontrol.

Semua staf pergi menyelamatkan Kikuoka dan mengambil alih ruang kontrol utama.

Rinko juga ingin berlari menuju ruang reaktor dan memastikan kondisi Niemom yang kini terbaring di lantai serta melindungi program pikiran Kayaba Akihiko yang berada di dalam memori fisik Niemom. Tetapi ia tak bisa. Sebelum Higa menyelesaikan prosedur mematikan STL, ia harus mengamati kondisi monitor milik Kirigaya Kazuto dan Yuuki Asuna yang kini masih tertidur di ruang sebelah.

Rinko yakin jika keduanya akan terbangun.

Ia ingin keduanya memegang Light Cube Alice di tangannya lalu berkata: inilah yang kalian lindungi.

Kemudian, ia ingin menyampaikan kepada mereka jika seseorang melindungi Underworld di dunia nyata. Adalah Kayaba Akihiko yang telah melindungi Light Cube Cluster dan Ocean Turtle menggunakan tubuh Niemom.

Ia tak ingin keduanya memaafkan Kayaba.

Kejahatan Kayaba Akihiko yang telah membunuh 4000 orang pemain muda takkan pernah termaafkan.

Bagaimanapun, ia ingin Kazuto dan Asuna mengerti dengan maksud yang Kayaba pikirkan dibalik tujuan itu

Rinko memejamkan mata dan kedua tangannya menggenggam kotak duralumin yang menyimpan Light Cube Alice saat mendengar suara Higa.

“…Rinko-san, 60 detik lagi sampai prosedur log out sukses.”

“Baik. Aku akan menjumpai mereka.”

“Kumohon. Sepertinya aku tak bisa memanjat tangga ini seorang diri... Juga, Kiku-san telah turun untuk mengecek situasi, bagaimana kondisinya? Aku rasa ia sedang terluka.”

Rinko tak bisa memberinya jawaban. Sudah berlalu tiga hingga empat menit sejak Kapten Nakanishi berangkat menemani Letnan Kolonel Kikuoka yang sedang berbaku tembak dengan musuh di tengah ruang mesin, ia terjatuh dan Rinko masih belum mendengar kabar dari Nakanishi.

Tetapi Kikuoka bukanlah seseorang yang mudah menyerah sebelum tujuannya tercapai. Pria itu selalu bersikap kalem, dan selalu mengatasi masalah bagaimanapun beratnya.

“…Yeah, letnan kolonel akan kembali. Seperti jagoan dalam sebuah film Hollywood.”

“Tak mungkin, itu tak seperti dirinya.... 30 detik.”

“Aku akan ke ruang STL. Hubungi aku jika terjadi sesuatu. Berhasil log out.”

Rinko mengakhiri percakapan, mengambil kotak duralumin, meninggalkan console, dan menuju ruang STL.

Sedetik sebelum ia sampai ke pintu, pengeras suara di ruang ini berbunyi.

“Disini ruang mesin! Dokter… Bisakah kau mendengarku, Dr. Koujiro?!”

Rinko berhenti mendadak, lalu ia berteriak di saluran suara.

“YA, aku bisa mendengar! Ada apa?!”

“I-Itu… bom C4 telah dilepas, tetapi... menghilang.”

“Menghilang?… Apa yang menghilang…?”

“Unit #2. Kita tak bisa menemukan tubuh Niemom di ruang mesin!”

***

Timer di sebuah jam digital telah di set dan kini berdetak pelan.

Meringkuk di pojok sebuah kapal selam kecil, ia berusaha untuk mendengar suara keras dari luar. Setelah beberapa detik ia tak bisa mendengar suara ledakan, ia mengeluarkan nafas lega.

Tak yakin apakah ia harus senang ataupun takut.

Satu hal yang pasti yaitu bom C4 yang telah dipasang di reaktor Ocean Turtle tidak meledak. Dan tuas pengontrolnya juga tidak berhasil dirusak, sehingga ledakan yang ia tunggu tidak terjadi.

Hans masih berada di ruang mesin Ocean Turtle, jika ia baik-baik saja, ia pasti akan mengatur pemicu secara manual, jadi kemungkinan sudah tewas.

Tidak pernah terpikirkan bagi Critter yang seorang prajurit bayaran akan menaiki kapal selam ini dan yakin ia akan tewas. Sungguh hal yang aneh saat Brigg membicarakannya, tetapi mereka berdua tewas di tempat yang sama.

“…Yah, Ada banyak hal yang tak aku pahami…”

Critter berujar pelan, mengembalikan jam miliknya ke kondisi semula.

Memang benar — Kapten Miller dan Vassago telah tewas sebelum Hans dan kawannya. Mereka berdua mungkin memiliki motif lain selain uang. Hal itu membuat Kapten dan Vassago terbunuh.

Jika memang seperti itu, Critter dan sisa anggota yang ada dalam kapal selam akan mendarat dengan selamat setelah gagal menjalankan operasi mereka. Penyewa mereka, sebuah kontraktor militer Glowgen Defense Systems, adalah perusahaan yang berkembang setelah bekerja sama dengan NSA ataupun CIA, dan tampaknya mereka tak segan untuk memecat para agen lapangan yang gagal. Kita semua akan mungkin akan di paksa tutup mulut saat kembali ke Benua Amerika.

Untuk menjamin keamanan Critter, sebuah kartu memori mikro yang diambil diam-diam dari Ocean Turtle telah tertempel di tengah dadanya menggunakan selotip tahan air.

Ia tak yakin bagaimana benda ini akan melindunginya, tetapi setidaknya ia tidak akan menerima tembakan di kepala. Tidak seperti bagaimana Vassago dan Kapten Miller tewas.

“Sialannn…”

Critter mengendus dan mengalihkan pandangannya ke arah kantong mayat yang berada di bagian ujung kapal selam. Ia bergidik saat melihat wajah kematian Kapten Miller yang mengerikan — kemudian.

“……Huh? Dua?”

Dia menyipitkan kedua alisnya dan memandangi kegelapan di kapal selam., bagaimanapun ia melihatnya, hanya ada dua kantong mayat. Ini tak cocok. Meninggalkan Hans yang masih ada di Ocean Turtle, seharusnya ada total tiga kantong mayat.: Kapten Miller, Vassago, dan Brigg.

“…Hei, Shack.”

Dengan sikunya, ia menyentuh teman yang berada paling dekat dengannya.

“Apa?”

“Timmu bertugas mengumpulkan mayat, benar kan? Mengapa hilang satu?”

“Apa maksudmu? Hanya ada Brigg di tengah lorong dan Kapten Miller di ruang STL. Siapa lagi yang tewas?”

“Tidak… ada seorang lagi di ruang STL …”

“Hanya ada jasad kapten disana. Sialan, wajah sang kapten saat tewas? Benar – benar mengerikan.”

“………”

Mematung, Critter menarik tangan kanannya, dan melihat seluruh ruangan kapal selam.

Sembilan anggota pasukan, terlihat sangat kelelahan kini duduk di pojok. Sosok Wakil Kapten Vassago Casals tidak diantara mereka.

Critter yakin jika Kapten Miller tewas di ruang STL, tetapi ia hanya melihat tubuh Vassago. Kulit Vassago tampak tidak memiliki darah dan rambutnya memutih, ia terlihat tak hidup. Terlebih lagi, jika ia masih hidup, mengapa ia tak masuk ke kapal selam?

Otaknya tak mau berpikir lebih jauh lagi, Critter memeluk lututnya sambil berdiam diri.

Hingga kapal selam ini berhenti di kapal selam bertenaga nuklir «Jimmy Carter» sepuluh menit lagi, si hacker akan tetap diam.

***

19 menit dan 40 detik telah berlalu sejak tahap percepatan maksimum—

Soul Translators #3 dan #4 yang berada di ruang STL 2 Ocean Turtle telah selesai melakukan prosedur log out.

Meskipun terlambat sekitar tiga menit, tahap percepatan maksimum telah berhenti dan pendingin ruangan juga berhenti, tak ada suara lagi di Ocean Turtle.

Keluar dari STL dengan bantuan Dr. Koujiro Rinko dan Sersan Satu Aki Natsuki, Kirigaya Kazuto dan Yuuki Asuna — tidak terbangun.

Aktivitas Fluctlight mereka telah turun ke batas minimum, sudah jelas jika aktivitas mental mereka telah turun sampai ke titik nol.

Tetapi Rinko menggenggam erat kedua tangan mereka sambil memanggil nama keduanya, air mata membasahi wajah Rinko.

Senyum kecil mewarnai bibir keduanya, Kirito dan Asuna kembali tertidur.

Bagian 3[edit]

Clack.

…Clack.

Suara itu berhenti di depanku.

Kemudian seseorang memanggil namaku.

“…Kirito-kun.”

Suara yang pelan namun jelas, sesseorang yang kukira tidak akan kujumpai lagi.

“Kamu selalu cengeng saat sendiri... aku memahaminya. Semua yang kamu lakukan.”

Perlahan, aku mengelap wajahku.

Berdiri disana dengan tangan di belakang sambil tersenyum adalah Asuna.

Aku tak tahu harus berkata apa. Aku hanya mematung sambil melihat wajah Asuna.

Angin sepoi – sepoi menerjang, seekor kupu – kupu menikmati angin tersebut, lalu pergi ke langit biru.

Asuna melihatnya pergi, kemudian menatapku lalu mengulurkan tangannya tanpa berkata – kata.

Aku berpikir jika ia akan menghilang jika aku menyentuhnya. Tetapi kehangatan yang memancar dari telapak tangannya memang benar – benar Asuna.

Asuna tahu. Ia tahu jika dunia ini akan segera dikunci. Keluar ke dunia nyata berarti akan terlewati waktu yang sangat lama.

Itulah mengapa ia memutuskan untuk tinggal. Demi aku.

Aku menggenggam tangan kecil Asuna.

Memeluknya, aku menatap mata cantik tersebut sekali lagi dari jarak dekat.

Aku masih tak bisa berkata apa – apa.

Tetapi aku merasakan jika aku tak membutuhkan kata – kata. Aku memeluknya lebih erat.

Perlahan memeluk kepalanya, Asuna berbisik:

“…Alice pasti akan marah saat kita tak ada di sisi dunia ini.”

Aku membayangkan mata biru Alice terisi kemarahan, aku tersenyum.

“Tak apa. Selama kita bisa mengingatnya. Selama kita tak melupakan tiap dekit waktu yang kita habiskan bersamanya.”

“…Ya. Kamu benar. Selama kita tak melupakan Alice … Liz, Klein, Agil-san, Silica… dan Yui, kita akan baik – baik saja.”

Kami mengangguk, dan melihat kembali kuil yang tak berpenghuni ini sekali lagi.

Dengan fungsinya yang berhenti, «World End Altar» hanyalah kuil kosong yang berada di ujung dunia.

Kami berbalik, bergandengan tangan dan mulai berlari di jalanan.

Setelah melewati beberapa bunga, kami tiba di bagian utara pulau mengambang ini.

Dibawah langit yang sekarang bewarna biru, dunia membentang sejauh mata memandang.

Asuna melihatku dan berujar :

“Hei, berapa lama kita akan tinggal di dunia ini?”

Butuh waktu untukku menjelaskan.

“Mereka sih ngomong sekitar 200 tahun.”

“Oh.”

Asuna mengangguk dan tersenyum, wajah cerianya tidak berubah.

“Selama aku bersamamu, seribu tahunpun tak masalah …… Nah, ayo pergi, Kirito-kun.”

“…Ya. Ayo Asuna. Masih banyak hal yang kita lakukan. Dunia ini baru saja terlahir.”

Dan begitulah, kami bergandengan tangan lalu membuka sayap dan terbang ke langit biru tiada akhir.

Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]