Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 2 Bab 3

From Baka-Tsuki
Revision as of 08:18, 30 December 2014 by Synthesis13 (talk | contribs)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Gadis Embun Pagi (Lantai ke-22 Aincrad, Oktober 2024)[edit]

Bagian 1[edit]

Asuna selalu menyetel alarm paginya ke pukul tujuh lewat limapuluh.

Jika kamu bertanya mengapa pada pukul tersebut, ini karena alarm pagi Kirito yang berbunyi tepat pada pukul delapan.

Pagi ini, Asuna sekali lagi terbangun dengan suara lembut dari instrumen tiup kayu dan terus berbaring, menatap wajah tidur Kirito sambil merebahkan kepalanya di atas tangannya.

Dia jatuh cinta setengah tahun yang lalu. Mereka menjadi partner clearing dua minggu yang lalu. Dan baru enam hari berlalu semenjak mereka menikah dan pindah ke tempat ini, di dalam hutan lantai ke duapuluh dua. Meskipun sebagai pasangan tercintanya, masih banyak hal tentang Kirito yang tidak dia ketahui. Sempat, sambil mengintip wajah tidurnya, dia pelan-pelan menjadi ragu akan usianya.

Baru beberapa waktu lalu, karena sifatnya yang tidak peduli dan suka menyendiri, ia menduga bahwa dia seharusnya lebih sedikit tua darinya. Namun, melihat kirito yang terlelap dalam tidur, dengan kepolosan yang begitu naif, membuat dirinya terlihat seperti anak yang masih kecil, tidak lebih tua dari Asuna.

Menanyakan hal seperti usia mungkin— bukanlah masalah. Namun, melanggar batas ke permasalahan di dunia nyata kuranglah disukai, dan lagipula, keduanya telah menjadi suami istri. Daripada usia, bertemu lagi setelah kembali ke dunia nyata, bertukar informasi dari nama dan alamat asli sampai ke rincian kontak, akan lebih meyakinkan.

Akan tetapi, Asuna tidak berani untuk mengatakannya dengan suara keras.

Dia takut kalau membicarakan permasalahan dunia nyata, «kehidupan pernikahan» ini akan terasa hanyalah seperti khayalannya yang bukan-bukan. Untuk Asuna yang sekarang, satu kenyataan yang paling penting baginya, adalah hari-hari tenang di rumah hutan ini; bahkan jika tidak bisa melarikan dari dunia ini, dengan tubuh mereka yang di dunia nyata menyambut kematian, ia masih akan tetap puas, dapat terus hidup seperti ini hingga akhir, meninggalkan dunia ini tanpa penyesalan.

Itulah sebabnya dia enggan untuk bangun dari mimpi ini dulu— Berpikir demikian, Asuna perlahan mengulurkan tangannya dan membelai wajah tidur Kirito.

Biarpun begitu, wajah tidur itu memanglah kekanak-kanakan.

Pada saat ini, memang sewajarnya kemampuan Kirito tidak perlu diragukan. Dengan jumlah pengalaman yang sangat besar dari saat bermain pada masa beta test, serta status numerik yang didapat lewat pertempuran yang tidak ada hentinya, dan menggunakan semua itu secara efektif, penilaian dan tekad. Dia mungkin kalah kepada pemimpin Knight of the Blood, «Holy Sword» Heathcliff, tapi Kirito adalah pemain terkuat yang pernah dikenal Asuna. Meski bagaimanapun memburuknya kondisi di medan pertempuran, dia tidak akan pernah merasa takut dengannya yang berada di sisinya.

Namun, saat ia menatap Kirito yang terbaring, entah bagaimana ada satu perasaan yang begitu kuat berusaha untuk keluar dari dadanya bahwa dia hanya seperti adik kecil yang naif dan rapuh. Perasaan bahwa ia harus melindunginya.

Sambil bernafas dengan lembut, Asuna membungkuk, menyelubungi tubuh Kirito dengan tanganya. Dengan pelan dia kemudian berbisik.

“Kirito… Aku mencintaimu. Tinggallah bersamaku selamanya, oke?”

Pada saat itu, Kirito bergerak dengan pelan, dan perlahan membuka kelopak matanya. Pasangan itu saling bertukar pandang, dengan wajah mereka yang didepan satu sama lain.

“Waa!!”

Asuna segera mundur dengan panik. Mengalihkan dirinya ke sikap berlutut pada tempat tidur, dia kemudian berbicara dengan wajah yang tersipu malu.

“Se-Selamat Pagi, Kirito, …Apakah kamu… dengan yang baru aku bilang…?”

“Selamat pagi. Tadi… eh, emang ada apa?”

Menghadap Kirito yang bangkit dan menjawab sambil menahan menguap, Asuna dengan kuat menggoyangkan-goyangkan tangannya.

“T-Tidak, tidak ada apa- apa!”

Menyelesaikan sarapan pagi telor ceplok dengan roti gandum, salad dan kopi lalu merapikan meja dalam beberapa detik, Asuna kemudian menepuk kedua tangannya.

“Baiklah! Kemana kita akan bermain hari ini?”

"Oh, kamu."

Dan Kirito tersenyum kecut.

"Jangan membicarakan hal itu secara blak-blakan,"

"Tapi setiap hari sangatlah menyenangkan!"

Ini adalah pemikiran Asuna yang nyata dan murni.

Berpikir kebelakang hanyalah membawa duka, tetapi dalam satu setengah tahun, dari saat ia menjadi tawanan SAO sampai ia jatuh cinta dengan Kirito, Asuna telah menempa dan mengeraskan hatinya.

Mengorbankan tidur untuk meningkatan skillnya, dipilih menjadi sub-leader dari clearing guild, Knights of the Blood, dia telah terjun ke banyak labirin dengan begitu cepatnya bahkan cukup untuk membuat anggotanya menyerah sesekali.

Semua yang ada dihatinya itu hanyalah semata-mata untuk menyelesaikan game ini dan melarikan diri; sehingga ia berkesimpulan bahwa semua aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan itu adalah sia-sia.

Dengan pemikiran yang seperti ini, Asuna tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyesal tidak bertemu Kirito lebih awal. Hari-hari setelah bertemu dengan Kirito sangatlah berwarna, penuh dengan begitu banyak kejutan yang bahkan melewati kehidupannya yang lalu di dunia nyata. Jika bersama Kirito, semua waktu yang telah dihabiskan disini dapat dianggap sebagai pengalaman yang langka.

Itulah sebabnya bagi Asuna, akhirnya bisa mendapakatkan hari dimana mereka berdua dapat menghabiskan waktu bersama, tiap-tiap detik dapat dianggap perhiasan berharga dengan sendirinya. Dia ingin pergi, sebagai pasangan, ke banyak dan lebih banyak tempat lagi bersama dan membicarakan banyak hal yang berbeda.

Asuna meletakkan tangannya di pinggang dan berbicara sambil cemberut.

“Apakah Kirito-kun tidak ingin pergi ke suatu tempat dan bermain?”

Menanggapi itu, Kirito tersenyum lebar dan melambaikan tangan kirinya, memunculkan peta. Mengubahnya menjadi mode agar bisa terlihat, dia menunjukkannya kepada Asuna

"Tepat disekitar ini."

Apa yang ditunjuk adalah sudut hutan, tidak terlalu jauh dari rumah mereka.

Menjadi salah satu dari lantai bawah, Lantai ke duapuluh dua cukuplah luas. Diameter dari seluruh wilayah ini mungkin lebih dari delapan kilometer. Sebuah danau raksasa berada di tengah dan sampai ke pantai selatan, disana terdapat kota utama, «Coral» Village. Di pantai utara terdapat labirin. Sisa dari wilayah tersebut ditutupi oleh hutan konifer yang indah. Rumah kecil milik Asuna dan Kirito berada di dalam sebuah area di tepi selatan lantai ini, dan apa yang sekarang ditunjuk Kirito sekitar dua kilometer jauhhnya, di arah timur laut.

"Well, Ini tentang rumor yang aku dengar di desa kemarin.. Di daerah sini, dimana hutan semakin rimbun...”itu” tampaknya akan keluar."

"Hah?"

Kepada Kirito yang sedang tersenyum lembut, Asuna dengan ragu menjawab.

"Apanya?"

"...H-Hantu."

Asuna diam sejenak, dengan takut dia bertanya

"...Itu berarti, seekor monster dari tipe Astral? Sesuatu seperti roh atau banshee?"

"Bukan, ini hantu asli. Seorang player... jadi, roh manusia. Sepertinya seorang wanita."

"Aah..."

Asuna tanpa sadar menjengit. Mengarah ke topik seperti ini, Asuna yakin bahwa dia akan terpengaruh jauh lebih buruk dari rata-rata orang. Dia cukup tidak baik dengan hal semacam itu bahkan sampai memikirkan alasan yang sembarangan untuk tidak mengikuti clearing labirin kastil tua, membentangi lantai enampuluh lima dan enampuluh enam yang terkenal karena tema horornya.

“T-Tapi lihat, ini adalah dunia virtual permainan. Sesuatu seperti— hantu yang keluar, sesuatu seperti ini tidak akan pernah terjadi.”

Memaksa dirinya untuk tetap tersenyum, dia mulai memprotes dengan suara keras.

“Benar atau tidaknya, aku juga ingin tahu…”

Namun untuk Kirito, yang tahu bahwa Asuna lemah terhadap hantu, ia dengan antusias lanjut menyerang.

“Misalnya… Seorang pemain yang mati dengan penyesalan, merasuki NervGear yang masih dipakai dan aktif… mengeluyuri wilayah, malam demi malam…”

“Hentik--!”

“Wahahaha, maaf, ini hanya lelucon. Yah, aku ragu kalau roh akan benar-benar muncul, tapi kalau kita mau pergi ke suatu tempat, lebih baik menuju ke tempat yang lebih tinggi memiliki kemungkinan untuk terjadi sesuatu, kan?”

“Aaah…”

Mengerutkan bibirnya memberi muka masam, Asuna mengganti fokusnya ke luar jendela.

Meskipun musim dingin yang mendekati, cuacanya sangat baik. Sinar matahari terasa hangat dan lembut, membasuh halaman kebun. Waktu yang paling tidak cocok untuk acara seperti penampakan hantu. Karena bagaimana Aincrad terancang, sungguh tidak mungkin untuk melihat matahari secara langsung kecuali pada awal pagi dan sore hari, berkat pencahayaan sekitar yang memadai, wilayahnya jelas ternyala.

Asuna berbalik ke arah Kirito dan menjawab, dengan kepalanya yang terangkat tinggi.

“Baiklah, Mari kita pergi. Untuk membuktikan kalau sesuatu seperti hantu tidaklah nyata."

“Jadi begitu, --Kalau kita tidak menemukannya hari ini, lain kali kita akan pergi di tengah malam, oke?”

“Tidak mungkin!! ….Aku tidak akan membuatkan makanan untuk orang yang jahat seperti itu.”

“Gah, lupakan itu. Kau tidak mendengar apa-apa.”

Cemberut kepada Kirito untuk terakhir kalinya, Asuna kemudian tersenyum lebar dan tertawa.

“Nah, mari kita selesaikan persiapan. Aku akan memanggang ikan, jadi Kirito-kun potong rotinya, oke?"

Dengan cepat memasukkan kotak makan siang dengan burger ikan, sekitar jam sembilan pagi ketika mereka meninggalkan rumah.

Melangkah ke rumput di kebun, Asuna berbalik kembali ke arah Kirito dan berbicara.

"Hei, biarkan aku naik di bahumu."

"Biarkan kamu naik di bahuku!?"

Kirito menjawab secara liar, kembali bertanya.

"Kau lihat, selalu melihat dari ketinggian yang sama terasa membosankan, seharusnya kan enteng dengan status kekuatan fisik Kirito-kun, kan?."

"Baiklah, mungkin itu benar ... Ya ampun, berapa sih umurmu ..."

"Usia tidak ada hubungannya dengan itu. Bukankah itu benar? Lagipula tidak ada yang melihat."

"Ba-baiklah, kurasa .."

Terkejut, Kirito berjongkok dan berbalik ke arah Asuna sambil geleng-geleng kepala. Mengangkat roknya, dia mengangkat kakinya ke bahu.

"Nah, ayo pergi. Tapi aku akan pastikan memukulmu jika kamu melihat ke belakang, Ok.."

"Itu sungguh tak beralasan ...?"

Menggerutu tentang situasi tersebut, Kirito dengan gesit berdiri, sehingga menaikan sudut pandang.

"Waa! Lihat, kamu bahkan dapat melihat danau dari sini!"

"Aku tidak bisa melihatnya!"

"Kalau begitu aku akan juga melakukannya untukmu nanti."

"..."

Menempatkan tangannya di atas kepala Kirito, yang telah merosot lebih karena kelelahan atas kejadian tersebut, Asuna berbicara.

"Sekarang, saatnya untuk berangkat! dari utara ke timur laut"

Tertawa riang diatas bahu Kirito sambil terus berjalan ke depan, Asuna mampu memahami betapa berharganya hari ini, mampu hidup bersama. Dia sepenuh hati bisa percaya bahwa ini adalah saat ia merasa paling «hidup» di semua tujuh belas tahun dari hidupnya.


Berjalan di sepanjang jalan-Kirito adalah satu-satunya yang benar-benar berupaya, tapi-Setelah sekitar sepuluh menit, salah satu danau yang menghiasi lantai duapuluh dua akhirnya muncul dipandangan. Mungkin tergoda akan cuaca cerah, sudah ada beberapa player yang berada di sana sejak pagi, memancing ke danau, dimana umpannya menggantung di air. Jalan berliku di sekitar danau, menjaadi tanjakan, cukup jauh dari tepi danau. Tapi saat mereka mendekat, melihat player yang berpaling ke arah mereka dan melambaikan tangan. Tampaknya setiap orang yang mereka lihat tersenyum pada mereka dan beberapa bahkan tertawa keras.

"... sepertinya banyak orang yang melihat kita!"

"Ahaha, jadi ada orang-orang di sekitar ... Hei, Kirito-kun, lambaikan tangan pada mereka juga."

"Aku tak mau melakukannya."

Meski mengeluhkan, Kirito tidak menunjukkan tanda-tanda untuk menurunkan Asuna. Asuna mengerti jika Kirito malu atas peristiwa tersebut.

Jalannya tiba-tiba menurun, ke arah kanan, menuju ke dalam hutan. Melalui celah antar pohon konifer besar yang menyerupai cedar, menjulang di atas segalanya, mereka berjalan beriringan. Gemerisik daun, deru aliran air, dan kicau burung kecil terdengar. Semua suara ini adalah pelengkap untuk suasana hutan, yang menjadi satu dalam warna-warna musim gugur.

Asuna memalingkan matanya ke arah puncak pohon, yang lebih dekat daripada biasanya.

"Pohon itu sungguh besar ... Hei, apakah kamu pikir kamu bisa mendaki pohon itu ...?"

"Hm ... Mm ..."

Menanggapi permintaan Asuna tersebut, Kirito memikirkannya untuk sementara waktu.

"Mungkin dalam batas-batas dari sistem ... Ingin mencobanya?"

"Nah, mari kita pikirkan itu lain kali. -Sekarang. Aku berpikir tentang mendaki."

Asuna membentangkan tubuhnya yang berada pada bahu Kirito dan memandang ke arah tepi luar Aincrad, melalui celah-celah di antara pepohonan.

"Benda yang berada di sekitar tepi, tampaknya saling terhubung, itu menghubungkan semua jalan ke lantai berikutnya, benar kan? aku bertanya-tanya ...? Apa yang akan terjadi jika kita naik dari situ?"

"Ah, aku pernah mencoba itu sebelumnya."

"Eeh!?"

Mengendalikan tubuhnya, dia berbalik dan menatap Kirito.

"Kenapa kau tidak mengundangku juga."

"Yah, itu ketika kita tidak mengenal satu sama lain dengan baik."

"Apa, itu hanya karena Kirito-kun terus melarikan diri."

"... A-Apakah aku benar-benar melakukan hal tersebut?"

"Itu benar. Aku selalu mencoba mengundangmu,. Tapi kau bahkan tidak mau menemaniku untuk minum teh."

"I-Itu ... Ba-baiklah, kesampingkan hal itu."

Kemudian percakapan yang mulai aneh kembali ke topik semula, Kirito melanjutkan.

"Jika kau menilai berdasarkan secara logis, memanjatnya pasti gagal. Memanjat dari bagian batu-batu yang kasar sangat mudah,. Tapi setelah naik sekitar delapanpuluh meter, pesan kesalahan muncul, 'Anda tidak bisa melampaui daerah ini' dan membuatku jengkel. "

"Ah ha ha, jadi seperti yang diharapkan, kecurangan tidak bekerja, ya."

"Ini bukan bahan tertawaan, tanganku tergelincir. terkejut dan aku jatuh dari ketinggian ...."

"E-Eh!? Bukankah kamu bisa mati karena sesuatu seperti itu?"

"Ya. Aku pikir aku akan ditakdirkan mati dan tertulis dalam daftar pemain yang tewas, akan tetapi aku dengan segera menggunakan kristal teleport.."

"Ya ampun, itu berbahaya. Pastikan dirimu tidak mengulanginya, Oke."

"Itulah yang ingin kukatakan!"

Berjalan-jalan sambil bertukar percakapan tanpa tujuan, hutan berangsur-angsur menjadi lebih rimbun. Bahkan kicauan burung mulai samar-samar, begitu juga sinar matahari yang terpancar melalui pepohonan mulai memudar.

Asuna memandang berkeliling sekali lagi, ia bertanya pada Kirito.

"Hei, itu ... tempat dalam rumor, apakah jalan itu?"

"Yah, itu ..."

Kirito melambaikan tangannya, memeriksa posisi mereka di peta.

"Ah, kita cukup dekat dengan tujuan. Kita akan mencapainya dalam beberapa menit.."

"Hmm ... Hei, tentang kasus ini, apakah ada rincian tentang hal tersebut?"

Dia tidak benar-benar ingin mendengar tentang hal itu, tapi tidak tahu apapun membuatnya gelisah, dan mendorongnya untuk bertanya.

"Nah, sekitar seminggu yang lalu, seorang pengrajin kayu telah datang ke sini untuk mengumpulkan beberapa kayu. Kayu yang dapat dipanen dari hutan ini memiliki kualitas yang cukup bagus, dan keika pemain sibuk dengan pekerjaannya, hari mulai gelap... Pemain tersebut bergegas untuk kembali, tetapi tertutup oleh rimbunnya pohon-pohon ... ada pemandangan putih sekilas. "

"..."

Ini sudah menjadi batas untuk Asuna, namun Kirito tanpa ampun melanjutkan.

"Pemain tersebut dengankebingungan berpikir bahwa sosok tersebut adalah seekor monster, tapi rupanya bukan, itu adalah manusia, atau lebih tepatnya, seorang gadis kecil, seorang pemain yang tadi aku sebutkan. Berpakaian putih dan memiliki rambut hitam panjang. Secara perlahan ia menghampiri menuju rimbunnya pepohonan. Jika bukan seekor mosnter, itu pastilah seorang pemain, sambil berpikir seperti itu, ia menatap sosoknya."

"..."

"-Tidak ada kursor."

"Ee ..."

Sebuah teriakan keluar dari tenggorokan Asuna.

"Tidak mungkin. Meskipun berpikir seperti itu, pemain tersebut semakin mendekat.. Dan bahkan memanggilnya. Melakukan hal tersebut, gadis tersebut menghentikan gerakannya... dia secara bertahap berbalik ke arahnya ..."

"Cu-Cu-Cukup..."

"Lalu, pria itu akhirnya menyadari sesuatu. Gadis itu, karena cahaya bulan menyinari baju putihnya, pohon-pohon yang berada di sampingnya-bisa dilihat tembus melalui dirinya."

"-!!"

Menyesakkan jeritan, Asuna mencengkeram rambut Kirito erat-erat.

"Ini akhir hidupku jika dia berbalik, si pengrajin berpikir lalu berlari. Akhirnya pergi cukup jauh untuk melihat cahaya dari desa, ia menduga bahwa ia aman dan berhenti... kelelahan, ia berbalik lalu melihat ke belakang .. . "

"- Ap!?"

"Dan tidak ada siapa pun di sana. Lalu ia hidup bahagia selamanya.."

"... Ki- Ki- Kirito-kun, kamu bodoh-!!"

Melompat turun dari bahu Kirito, Asuna mengangkat tinjunya, bersiap-siap dengan serius untuk melepaskan pukulan di punggungnya- pada saat itu.

Jauh di dalam rimbunnya dan gelapnya hutan, meskipun masih tengah hari, pada jarak Kirito dan Asuna, sesuatu yang putih mengintip mereka dari sisi batang pohon konifer.

Diserang oleh aura menyeramkan, Asuna membeku ketakutan. Bahkan jika tidak setakut Kirito, skill persepsi milik Asuna yang telah disempurnakan melalui pengalaman. menggunakan skill tersebut, dia bisa meningkatkan kejelasan apa pun ketika ia memfokuskan sesuatu.

Sesosok putih tampak berkibar tertiup angin. Itu bukan tanaman. Atau batu. Tapi kain. Atau dengan rincinya, itu adalah gaun satu setel dengan garis-garis yang berbeda. Mengintip keluar gaun tersebut adalah dua buah kaki.

Gadis itu masih berdiri. Seperti yang Kirito jelaskan, dia adalah seorang gadis muda yang mengenakan gaun satu satu setel yang berwarna putih, tidak bergerak, ia diam-diam menatap Asuna dan Kirito.

Merasa takut karena kesadarannya akan hilang, Asuna entah bagaimana berhasil membuka mulutnya. Dia membisikkan sesuatu dengan suara serak.

"Ki... Kirito-kun, di sana."

Kirito segera mengikuti arah tatapan Asuna. Segera, dia juga, membeku.

"I-Ini pasti bohongan ..."

Gadis itu tidak bergerak. Berdiri kira-kira sepuluh meter dari mereka, tatapannya tertuju pada Asuna dan Kirito. Pada saat itu, Asuna menguatkan dirinya sendiri, berpikir bahwa ia pasti akan pingsan jika gadis itu datang lebih dekat.

Tubuh gadis itu bergoyang-goyang. Seperti boneka mekanis yang telah kehabisan tenaga, ia jatuh ke tanah. Sebuah bunyi ringan terdengar.

"Itu ..."

Saat itu, Kirito menyipitkan matanya.

"Tidak mungkin itu hantu!"

Dan berlari sambil berteriak.

"Tu-Tunggu, Kirito-kun!"

Meskipun permohonan untuk berhenti dari Asuna yang tertinggal, Kirito bergegas menuju gadis yang jatuh itu, bahkan tanpa melihat ke belakang.

"Ya ampun!"

Asuna dengan enggan berdiri dan mengejarnya. Meski hatinya masih gemetar, ia belum pernah mendengar tentang hantu yang bisa pingsan dan jatuh. Itu tidak mungkin kecuali pemain.

Terlambat beberapa detik, setelah mencapai tempat teduh di bawah pohon konifer, dia menemukan gadis itu sudah tertidur dalam lengan Kirito. Dia masih tak sadarkan diri. Matanya, ditutupi oleh bulu mata yang panjang, tangan lemahnya tergantung lurus ke bawah. Menatap dengan sungguh-sungguh atas sosoknya yang memakai gaun, dan Asuna memastikan kembali jika itu tidak tembus pandang.

Sword Art Online Vol 02 - 191.jpg

"Ap-apa dia baik-baik saja?"

"Hmm..."

Kirito berbicara, mengintip ke wajah gadis itu.

"Nah, sejujurnya.. kita tidak perlu bernapas di dunia ini, begitu pun detak jantung"

Dalam SAO, fungsi gerak manusia dapat dibuat, tetapi dihilangkan. Hal ini mungkinkan kita untuk menarik nafas, bersama dengan sensasi udara yang berhembus melalui saluran pernafasan, tetapi avatar tidak perlu bernapas secara sadar dan tidak akan melakukannya. Demikian juga detak jantung, meskipun detak jantung terasa semakin kencang melalui ketegangan dan kegembiraan, tidak mungkin untuk merasakan yang lain.

"Tapi tetap saja, dia tidak menghilang... jadi kurasa dia masih hidup. Tapi ini... jelas saja aneh..."

Setelah Asuna selesai berkomentar, Kirito memiringkan kepalanya ke samping.

"Apa yang Aneh?"

"Dia tidak mungkin hantu, berhubung aku bisa menyentuhnya seperti ini. Tapi kursornya... masih belum muncul..."

"Ahh..."

Asuna sekali lagi mengkonsentrasikan pengelihatannya ke badan gadis itu. Bagaimanapun, kursor berwarna akan segera muncul ketika objek di Aincrad, seperti player, monster, maupun NPC ketika ditargetkan, tidak terjadi disaat ini. Itu fenomena yang tidak pernah terjadi sampai sekarang.

"Apakah mungkin bug, atau semacam itu?"

"Mungkin benar. Dalam situasi seperti ini, Seseorang biasanya menghubungi GM di permainan online lain, tapi tidak ada GM dalam SAO... Tetap saja, bukan kursornya saja. Untuk seorang pemain, dia masih sangat muda."

Itu benar. Tubuh yang ditahan Kirito luar biasa kecil. Dia tidak terlihat lebih tua dari 10 tahun. Seharusnya ada batasan usia ketika menyeting Nerve Gear, sebelum bisa sign up, melarang anak kecil, mungkin dibawah 13 tahun, untuk bisa menggunakannya.

Asuna mengulurkan tangannya dengan lembut, mengusap dahi gadis itu. Rasanya agak dingin dan halus saat disentuh.

"Mengapa.. ada gadis semuda ini didalam SAO..?"

Menggigit bibirnya dengan kuat, Kirito berbicara saat ia bangkit berdiri.

"Untuk saat ini, kita tidak bisa meninggalkan dia sendiri. Kita harus menemukan sesuatu ketika dia bangun. Ayo kita membawanya kembali bersama kita."

"Ya, Itu benar."

Kirito berdiri sambil membawa gadis itu di tangannya. Asuna dengan santai menoleh ke sekitarnya, namun tidak mampu menemukan apapun selain tunggul kayu besar yang busuk, dia tidak berhasil mengetahui alasan keberadaan gadis itu di daerah ini.

Mereka berlari hampir di sepanjang jalan, tapi gadis itu tidak sadar, bahkan setelah mereka keluar dari hutan dan kembali ke rumah. Meletakkan gadis itu di tempat tidur Asuna dan menyelimutinya, pasangan itu duduk, berdampingan, di tempat tidur yang berdekatan milik Kirito.

Ada keheningan sesaat di udara, sebelum Kirito dengan santai memecah kesunyian.

"Nah, ada satu hal yang kita bisa yakin, yaitu bahwa dia bukan NPC karena kita bisa membawanya kesini."

"Ya... itu benar."

NPC dibawah kendali sistem memiliki posisi tetap mereka masing-masing serta rentang koordinat tertentu dan dengan demikian, tidak dapat dipindahkan sesuai dengan keinginan pemain. Jika pemain mencoba menyentuh atau memegang mereka, jendela laporan pelecehan akan muncul dalam hitungan detik, memberi pemain kejutan menyakitkan dan melempar mereka pergi.

Mengangguk ringan setuju dengan pendapat Asuna, dilanjutkan dengan potongan oleh Kirito.

"Juga, hal seperti itu tidak mungkin awal mula terjadinya suatu quest. Jika pembukaan suatu quest, maka jendela quest seharusnya akan muncul begitu kita menyentuhnya… Dengan kata lain, anak ini pastilah seorang pemain yang tersesat... Atau setidaknya, pasti ada kesimpulan yang masuk akal."

Menggeser tatapannya ke tempat tidur secara cepat, kirito melanjutkan pemikirannya.

"Tidak memiliki kristal, mungkin tidak khawatir tentang cara berkelana, aku yakin dia tidak pernah berani keluar menuju field, dan hanya menetap di «Starting City». Aku tak tau mengapa dia datang sejauh ini ke suatu tempat seperti ini, namun di Starting City, kita mungkin menemukan seseorang yang mengenalinya... mungkin juga kita bisa menemukan orang tuanya atau pengasuhnya."

"Yeah. Aku berpikir seperti itu juga. Aku tak percaya bahwa anak sekecil ini berkeliaran sendiri. Dia seharusnya datang bersama keluarganya atau seorang seperti itu... Meskipun, aku berharap mereka aman."

Setelah mengucapkan kalimat terakhir dengan kesulitan, Asuna berbalik dan menghadap Kirito.

"Hei, gadis ini akan bangun kan?"

"Ah. Jika dia belum menghilang, dia seharusnya masih mengenakan Nerve Gear. Kondisinya pasti tidak jauh berbeda dengan tidurnya. Itulah mengapa, cepat atau lambat, dia akan bangun... aku yakin."

Menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat, kata–kata Kirito penuh dengan harapan.

Karena Asuna bangun, dia berlutut di depan tempat tidur dimana si gadis sedang tertidur, dia mengulurkan tangan kanannya dan dengan lembut membelai kepala si gadis tersebut.

Dia memang gadis yang cantik. Dibandingkan dengan anak-anak, kehadirannya bisa dikatakan lebih menyerupai seorang peri. Kulitnya mirip dengan batu pualam, halus dan putih bersih. Rambut panjang hitamnya yang berkilau elegan, dan wajahnya yang enak dipandang, tanpa keraguan, dia akan mempesona jika telah membuka matanya dan tersenyum.

Kirito juga lebih mendekat, menurunkan tubuhnya di samping Asuna. Menjulurkan tangan kanannya dan membelai rambut si gadis dengan ragu–ragu.

"Dia tidak terlihat berusia sepuluh tahun... Mungkin sekitar delapan tahun?"

"Seharusnya sekitar segitu... Dia pemain termuda yang pernah aku temui."

"Benar. Aku bertemu beast tamer perempuan sebelumnya, namun tampaknya dia berusia sekitar tiga belas tahun."

Mendengar sesuatu yang belum pernah dia dengar, secara naluri Asuna menatap Kirito.

"Hmm, jadi kamu memiliki teman imut seperti itu, huh."

"Ah, kami hanya bertukar email hingga sekarang dan... ti- tidak, Cuma itu, tak ada hal lain!"

"Aku heran. Kirito-kun itu menyebalkan."

Dan Asuna berbalik dengan emosi mengerikan.

Karena merasa pembicaraan telah menuju arah yang aneh, Kirito berdiri dan berbicara.

"Ah, sudah selarut ini. Ayo kita makan."

"Tentang cerita itu, aku akan memastikan bahwa kamu harus menjelaskan semua detailnya di lain hari, oke."

Memelototi Kirito sekali lagi, Asuna juga berdiri, tertawa karena dia tidak mempermasalahkan masalah tersebut untuk saat ini.

"Well, mari kita makan. Aku akan membuatkan teh."

Sore hari di musim gugur dilalui dengan damai, bahkan ketika langit memerah karena matahari terbenam di ufuk timur, si gadis masih belum terbangun dari tidurnya.

Ketika menutup tirai dan menyalakan lampu di dinding, Kirito telah kembali dari perjalanannya ke desa. Menggelengkan kepalanya perlahan, dia gagal menemukan petunjuk tentang si gadis.

Tidak dalam kondisi menyenangkan untuk menikmati makan malam untuk memilih sepasang sop atau roti, lalu Kirito memulai berusaha setelah melihat berbagai macam koran yang dia bawa.

Meskipun disebut koran, namun tidak seperti koran yang ada di dunia nyata dimana lembaran kertas diikat secara bersamaan, namun sebaliknya, merupakan selembar perkamen yang ukurannya mirip dengan majalah. Koran ini dapat digambarkan seperti sistem layar jendela, dan dengan mengeditnya seperti website, dapat digunakan untuk mengatur serta menampilkan informasi yang telah dikumpulkan.

Isi korannya juga mirip dengan situs walkthrough game yang diatur oleh pemain, yang terdiri dari : berita, petunjuk bagi pemula, FAQs, daftar item, dll. Disamping itu, ada juga bagian Hilang & Temukan / Q&A, dimana mataku tertuju. Aku berfikir bahwa ada kemungkinan jika ada seseorang yang mencari seorang anak perempuan. tetapi—

"...Tak ada, eh..."

"Tidak ada, huh..."

Menghabiskan sepuluh menit melihat seluruh isi koran, dua kali melihat lagi dan akhirnya merilekskan ketegangan yang ada di bahuku. Tak ada yang bias kulakukan hingga si gadis terbangun dan menjelaskan seluruh kejadiannya.

Pada malam yang biasa, Kirito dan Asuna akan terjaga hingga larut malam dan berbincang–bincang, bermain game, bahkan berjalan–jalan di malam hari, atau aktifitas tak terhitung lainnya yang jarang mereka lakukan, tapi keduanya tidak dalam mood untuk melakukan hal–hal itu malam ini.

"Sepertinya satu hari telah terlewat."

"Hm. Aku kira juga begitu."

Asuna merespon kata–kata Kirito dengan anggukan.

Mematikan lampu yang berada di ruang tamu, mereka berdua menuju ke dalam kamar tidur. Karena si gadis menempati salah satu tempat tidur, salah satu dari Kirito atau Asuna harus tidur harus tidur satu sama lain— well, hal seperti itu sudah pernah dilakukan setiap malam, tapi— dan mereka berdua cepat-cepat berganti pakaian tidur.

Lampu di kamar tidur juga dipadamkan, dan keduanya berbaring ke kasur.

Kirito benar–benar memiliki beberapa skills unik dan aneh; Namun, skill mudah tidur tampaknya termasuk ke dalam skill aneh yang dimilikinya. Ketika Asuna mempunyai mood untuk mengobrol, dia berbalik ke arah kirito, dan telah terdengar suara nafas ktika tidur.

"Ya ampun."

Sedikit berguman atas ketidakterimaannya, Asuna berbalik ke sisi lain, menghadap kasur dimana si gadis kecil masih tertidur. Dalam pucatnya malam, si gadis berambut hitam masih tetap tertidur seperti sebelumnya. Meskipun Asuna belum pernah melakukan upaya nyata untuk mengungkap masa lalu si gadis ini, pikirannya secara perlahan memikirkan ke arah itu ketika Asuna tetap menatap si gadis.

Jika si gadis ini tinggal dengan pengasuhnya sampai sekarang, seperti orang tua ataupun saudaranya, hal itu masih baik. Tetapi, jika kasusnya bahwa dia datang ke dunia ini sendiri dan menghabiskan dua tahun dalam ketakutan dan pengasingan— untuk anak usia delapan atau sembilan tahun, hari–hari itu pastilah tidak menyenagkan. Jika gadis ini dalam situasi seperti itu, dia mungkin tidak bias mempertahankan kewarasannya.

Mungkinkah— Asuna memperkirakan kesimpulan terburuk. Mungkin, alasan mengapa dia berkeliaran di tengah hutan dan tak sadarkan diri karena beberapa alasan yang disebabkan kondisi mentalnya. Tentunya, tidak ada psikoterapi dalam Aincrad; juga tidak ada sistem administrator untuk hal seperti itu. Prediksi paling optimis untuk menyelesaikan game ini masih setengah tahun lagi setidaknya, dan tidak bisa dicapai hanya oleh usaha Asuna dan Kirito saja. Berdasarkan fakta, keduanya masih absen dari garis depan, jumlah pemain pada level yang setingkat dengan Asuna dan Kirito akan berkurang dua, serta menciptakan party yang seimbang pasti juga lebih sulit.

Terlepas dari seberapa dalam penderitaan yang dilalui gadis ini, Asuna tidak mempunyai kemampuan untuk menyelamatkannya— Menyadari hal itu, Asuna merasakan sakit dalam dadanya. Dia secara sadar berpindah ke sisi si gadis kecil yang masih tidur.

Membelai rambut si gadis untuk sesaat, Asuna berbalik secara lembut untuk menyelimiti dan berbaring di sampingnya. Dengan kedua tangannya, Asuna memeluk tubuh kecilnya dengan erat. Meskipun gadis tersebut tidak bergerak bahkan satu inci pun, ekspresinya telihat tampak nyaman, lalu Asuna berbisik secara pelan.

"Selamat malam. Pasti akan menyenangkan jika kamu segera bangun besok..."

Bagian 2[edit]

Bermandikan cahaya pagi, sebuah nada merdu terdengar dalam kesadaran Asuna yang masih mengantuk. Suara itu adalah suara jam alarm dengan nada yang memainkan oboe[1]. Berada dalam sensasi di ujung bangunnya, Asuna menikmati melodi tersebut, entah mengapa berisi bernostalgia. Belum lama ini, gema menyegarkan yang berasal dari instrument senar dan klarinet saling berkaitan satu sama lain, bersamaan suara senandung samar

—Senandung?

Asuna bukanlah orang yang bersenandung. Asuna membuka matanya.

Dalam pelukannya, kelopak mata si gadis berambut hitam masih tertutup... namun, dia bersenandung bersamaan dengan melodi yang berasal dari jam alarm milik Asuna.

Si gadis bahkan tidak melewatkan satupun nada. Bagaimanapun, hal itu mustahil. Karena Asuna mengatur alarm tersebut hanya untuk didengarkan olehnya saja, tak mungkin orang lain dapat menghafal nada seperti bernyanyi bersamaan melodi di dalam pikirannya.

Setidaknya, Asuna memilih untuk mengesampingkan keraguan tersebut untuk saat ini. Dibandingkan itu—

"Ki- Kirito-kun, ya ampun, Kirito-kun!!"

Tanpa bergerak satu inci pun, dia memanggil Kirito yang sedang tertidur di kasur belakang. Ada tanda dari Kirito yang berguman sedikit menandakan dia terbangun.

"...Selamat pagi. Ada sesuatu?"

"Cepat, kesini!"

Terdengar derit lantai kayu. Mengganti tatapannya pada Asuna yang berada di kasur, Kirito membuka matanya lebar-lebar dengan segera.

"Dia bernyanyi...!?"

"Y- Yeah..."

Asuna secara pelan menggoncangkan si gadis dengan kedua tangannya dan memanggilnya.

"Hei, bangun... buka matamu."

Si gadis menghentikan gerakan bibirnya. Segera, bulu matanya yang panjang bergetar lemah dan perlahan terangkat.

Dengan matanya yang berair, dia mengintip langsung ke dalam mata Asuna, tepat sebelum melihat Asuna. Berkedip beberapa kali, dia hampir membuka bibirnya yang sedikit kecil dan tak berwarna.

"Aa... uu..."

Suara si gadis terdengar, seperti perak yang sedikit bergetar, sebuah suara yang indah. Asuna berdiri, masih memegang si gadis.

"...Syukurlah, kamu akhirnya bangun. Apakah kamu mengetahui sesuatu, well, apa yang terjadi padamu?"

Ketika berbicara seperti itu, si gadis tetap terdiam setelah beberapa detik lalu menggelengkan kepalanya sedikit.

"Aku paham... Siapa namamu? Bisakah kamu memberitahunya?"

"N... aama... nama.. ku... "

Karena si gadis memiringkan kepalanya, rambut hitamnya yang berkilau jatuh ke pipinya.

"Yu... i. Yui. Itu... namaku..."

"Owh, Yui-chan? Sungguh nama yang cantik. Aku Asuna. Dan orang itu adalah Kirito."

Karena Asuna berbalik, si gadis yang memanggil dirinya sendiri Yui mengikuti dan menggeser pandangannya. Melihat kesana kemari di antara Asuna dan Kirito yang setengah membungkuk ke depan, lalu ia membuka mulutnya.

"A... una. Ki... to."

Dengan bibirnya yang goyah, dia berbicara dengan suara terputus-putus. Ketakutan Asuna dari malam sebelumnya kembali. Penampilan luar si gadis setidaknya berusia delapan tahun; jika kamu mempertimbangkan waktu yang telah berlalu sejak dia log in, usia sebenarnya seharusnya mencapai usia sepuluh tahun sekarang. Namun, kata-kata gemetar si gadis ini, seolah-olah keluar dari seorang bayi yang baru saja memperoleh kesadaran.

"Hei, Yui-chan. Mengapa kamu berapa di lantai duapuluh dua? Apakah ayah atau ibumu mungkin, berada di sekitar sini?"

Yui menggerakkan bibirnya kebawah dan tenggelam dalam diam. Tetap terdiam selama beberapa saat, dia menggelengkan kepalanya kebelakang dan depan.

"Aku tidak... tahu... Aku tidak...tahu, apapun..."

Setelah duduk di kursi pada meja makan dan menawarkan segelas susu manis hangat, si gadis memegang cangkir di dada dengan kedua tangannya lalu meminumnya. Mengawasinya dari sudut matanya, Asuna mendiskusikan situasi ini dengan Kirito dengan jarak terpisah dari si gadis.

"Hei, Kirito-kun. Apa yang kamu pikirkan...?"

Kirito menggigit bibirnya dengan ekspresi serius, tapi segera berbicara dengan wajah tertunduk.

"Tampaknya... dia telah kehilangan ingatannya. Tetapi, dengan reaksi seperti itu... seperti, pikirannya juga mendapat kerusakan atau..."

"Yeah... kamu juga berpikir seperti itu kan, huh..."

"Sial."

Wajah Kirito berubah, tampaknya hendak mengeluarkan air mata.

"Di dunia ini... aku telah melihat banyak hal mengerikan... tapi, hal ini... yang paling buruk. Ini terlalu kejam..."

Melihat mata Kirito berair, Asuna juga merasakan sesuatu yang meledak dari dadanya. Menggenggam tangan Kirito, dia berbicara.

"Hal ini pasti akan baik-baik saja kan, Kirito-kun. ...jika itu kita, pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan."

"...Yeah. benar..."

Kirito mengangkat kepalanya dan tersenyum kecil, menepuk tangannya ke pundak Asuna dan kembali ke meja makan. Asuna mengikuti di belakangnya.

Pindah ke kursi dengan dentuman, Kirito duduk di samping Yui lalu memulai percakapan dengan suara menyenangkan.

"Aah, Yui-chan....Bolehkah aku memanggilmu Yui?"

Mengangkat mukanya dari cangkir, Yui mengangguk.

"Aku mengerti. Lalu, Yui bisa memanggilku, Kirito."

"Ki... to."

"Itu, Kirito. Ki, ri, to."

"..."

Yui memasang ekspresi rumit dan tetap terdiam untuk beberapa saat.

"...Kiito."

Kirito tersenyum lebar dan meletakkan tangannya di kepala Yui.

"Mungkin itu sedikit sulit. Kamu bisa memanggilku dengan nama lain yang lebih mudah kamu inginkan."

Yui sekali lagi terdiam untuk sementara waktu. Dia tidak mengaduk isi gelasnya sedikitpun, bahkan ketika Asuna mengambil cangkir dari atas meja dan mengisi kembali dengan susu.

Cukup lama menunggu, Yui menaikkan wajahnya perlahan dan menatap Kirito, dengan takut - takut, dia membuka mulutnya.

"...Papa."

Lalu, Yui berbalik kearah Asuna dan berbicara.

"Auna adalah... Mama."

Asuna tak bisa mengendalikan gemetarannya. Dia tidak tahu jika gadis ini salah paham jika Kirito dan Asuna adalah orang tua sebenarnya, atau mungkin— bahwa orang tuanya tidak ada di dunia ini sama sekali, dan dia menginginkan keduanya; tapi sebelum berurusan dengan kecurigaan tersebut, Asuna dengan panik mencoba untuk menahan perasaan yang mengisi hatinya dan mencoba untuk keluar, lalu Asuna mengangguk sambil tersenyum.

"Betul... Ini Mama, Yui-chan."

Mendengar itu, Yui tersenyum untuk pertama kalinya. Di bawah rambutnya yang lurus, matanya yang berseri tanpa ekspresi, dan dalam waktu singkat, warna tampaknya telah kembali ke wajahnya seperti boneka.

"...Mama!"

Melihat lengan yang terentang ke arahnya, Asuna merasakan sakit di dalam dadanya.

"Uu..."

Dengan sungguh-sungguh menahan air mata yang akan keluar, Asuna entah bagaimana berhasil untuk mempertahankan senyumnya. Dia membawa Yui dari atas kursi dan memeluknya, Asuna meneteskan sebuah air mata yang terisi dengan berbagai macam emosi, lalu menetes di pipinya.


Setelah selesai meminum susu hangat dan menghabiskan roti kecil miliknya, Yui tampaknya telah mengantuk sekali lagi, karena kepalanya bergoyang kesana kemari sambil duduk di atas kursi.

Melihat tingkah laku si gadis sambil duduk di sisi lain meja, Asuna mengusap matanya dengan tangannya lalu melihat kearah Kirito yang duduk di sebelahnya.

"A- Aku..."

Meskipun membuka mulutnya, Asuna tak bisa membentuk kata-kata yang ingin ia ucapkan.

"Maaf, aku tak tahu harus aku lakukan..."

Kirito menatap Asuna dengan mata iba, tapi segera berbicara dengan suara mendesah.

"...Hingga anak ini mendapatkan kembali ingatannya, kamu ingin tinggal dan menjaganya kan? Aku mengerti... perasaan tersebut. Aku juga merasakan hal yang sama... hal ini sungguh menyakitkan... jika kita melakukannya, kita tak bisa kembali untuk menyelesaikan game sementara waktu, dan dengan hal tersebut, waktu untuk membebaskan anak ini juga akan tertunda..."

"Yeah... itu semua benar..."

Menyandarkan dirinya kesamping, Asuna mulai berpikir. Bukannya melebih - lebihkan, tapi kehadiran Kirito sebagai seorang clearing player berada di atas rata - rata, dia menyediakan peta perjalanan di dalam area labirin dengan jumlah di atas rata-rata guild terkemuka sambil menjadi seorang solo player. Sementara merencanakan hal tersebut hanya terlewat beberapa minggu karena bulan madu setelah menikah, memonopoli Kirito oleh dirinya sendiri seperti ini cukup membuatnya merasa sedikit bersalah.

"Untuk sekarang, mari lakukan apa yang kita bisa."

Melihat ke arah Yui yang telah tertidur, Kirito melanjutkan perkataannya.

"Pertama - tama, mari pergi ke Starting City dan lihat apakah kita bisa menemukan orang tua atau saudaranya. Dengan kehadirannya sebagai pemain, aku yakin setidaknya ada sekelompok orang yang mengenalinya."

"..."

Hal itu sebuah kesimpulan yang alami. Namun, Asuna menyadari perasaannya yang tidak ingin berpisah dari gadis ini. Ini adalah kehidupan dimana ia bisa hidup berduaan dengan Kirito, yang mana pernah ia impikan; tapi entah mengapa, Asuna tidak keberatan jika hidup bertiga bersama Yui. Hal ini mungkin disebabkan karena ia merasa jika Yui bisa menjadi putri dari Kirito dengannya...Mendapat pikiran seperti itu, Asuna terkejut dan kembali ke kesadarannya, dan tersipu.

”...? Kenapa sih?"

"B- Bukan apa - apa!!"

Asuna berbalik dari Kirito yang tampak curiga, dan menggoncangkan kepalanya ke belakang dan depan.

"I- Itu benar. Ketika Yui-chan bangun, mari pergi ke Starting City. Kita juga bisa mencari sesuatu di pojok tanya jawab pada koran ketika dalam perjalanan."

Masih tidak bisa melihat wajah Kirito, Asuna berbicara dengan cepat sambil merapikan meja makan dengan tergesaa - gesa. Ketika ia melihat ke arah Yui yang tertidur di atas kursi, mungkin ini hanya imajinasinya saja, namun wajah tertidurnya terlihat berbeda dari kemarin, kali ini tampak lebih cerah.

Dipindahkan ke kasur, Yui tertidur sepanjang pagi, dan bertanya-tanya apakah dia kembali koma, Asuna benar-benar khawatir; tapi untungnya, dia terbangun ketika persiapan untuk makan siang telah selesai.

Meskipun memanggang kue buah-buahan yang jarang Asuna buat. Karena untuk Yui, ketika Yui menduduki tempatnya di meja makan, daripada kue, Yui menunjukkan ketertarikan lebih pada sandwich penuh mustard yang digigit oleh Kirito hingga menjadi dua.

"Ah, Yui, yang ini benar-benar pedas lho."

"Uu... Yui ingin punya makanan yang sama dimiliki Papa."

"Aku mengerti. Aku tidak akan menghentikanmu jika Yui telah membuat pilihan. Pengalaman adalah segalanya."

Setelah menyerahkan sandwich, Yui melebarkan mulut mungilnya dengan sekuat tenaga lalu mengambil gigitan pertama tanpa ragu - ragu.

Kirito dan Asuna menahan nafas mereka ketika melihatnya mengunyah makanan dengan ekspresi rumit, dan akhirnya Yui berhasil menelannya menuju tenggorokan dengan tegukan lalu berseri riang.

"Yummy."

"Anak ini punya nyali juga."

Kirito tersenyum lalu mengusap kepala Yui.

"Ayo kita coba tantangan dengan memakan hidangan makan malam yang sangat pedas."

"Ya ampun, jangan terbawa! Tak mungkin aku membuat makanan seperti itu!"

Tapi jika Kirito dan Asuna menemukan pengasuh Yui di Starting City, orang yang kembali ke sini hanya mereka berdua. Berpikir seperti itu, Asuna merasakan kesepian yang berada di hatinya.

Asuna menatap ke arah Yui yang telah selesai memakan sisa sandwich dan sedang meminum susu dengan tatapan puas, sebelum berbicara.

"Oh, Yui-chan, ayo pergi keluar di sore ini."

"Pergi keluar?"

Menatap lurus ke arah wajah Yui yang kebingungan, Asuna berhenti sejenak, bertanya-tanya bagaimana menjelaskannya ketika Kirito memotong.

"Kita pergi mencari teman-teman Yui."

"Teman... Apa itu?"

Bereaksi atas jawaban tersebut, keduanya bertukar pandang secara reflek. Ada banyak keganjilan pada «sindrom» yang diderita Yui. Bukan hanya kemunduran mental, sindrom ini lebih memberi kesan bahwa kepingan ingatannya hilang.

Untuk memulihkan kondisinya, menemukan pengasuh sebenarnya pastilah cara terbaik... mengatakan hal seperti itu pada dirinya sendiri, Asuna menatap Yui lalu menjawab.

"Well, teman itu adalah orang yang bisa membantu Yui-chan. Sekarang, ayo siap - siap."

Ekspresi Yui masih menunjukkan sedikit keraguan, namun ia mengangguk lalu berdiri.

Baju putih satu setel yang di kenakan gadis ini memiliki lengan pendek dan terbuat dari bahan tipis, pastilah dingin jika pergi keluar ketika musim seperti ini, awal musim dingin. Tentunya, merasa dingin, atau mungkin bisa masuk angin, menderita karena damage, hal seperti itu tak akan terjadi— well, namun akan lain ceritanya jika kamu telanjang dan pergi ke area dingin, tapi— fakta bahwa seseorang biasanya akan merasa gelisah tidaklah berubah.

Asuna menggerakkan daftar item miliknya, mematerialkan pakaian tebal satu persatu, dan akhirnya Asuna menemukan sebuah sweater yang cocok untuk Yui, ia mendatanginya lalu tiba-tiba berhenti.

Umumnya, ketika mengequipkan pakaian, seseorang akan memanipulasi equipment melalui jendela status. Baju, cairan dan benda-benda halus lainnya tidak dibuat secara baik di SAO, oleh karena itu, dibandingkan sebuah benda terpisah secara sendiri, pakaian dianggap sebagai bagian dari tubuh itu sendiri.

Menyadari keragu-raguan Asuna, Kirito menanyai Yui.

"Yui, tentang jendela milikmu, dapatkah kamu membukanya?"

Seperti yang diduga, si gadis menggelengkan kepalanya sebagai tanda ketidaktahuan.

"Well, coba gerakkan jari pada tangan kananmu. Seperti ini."

Kirito mengayunkan jarinya, lalu sebuah jendela persegi berwarna ungu muncul di bawah tangannya. Melihat hal itu, Yui meniru gerakan tersebut dengan tangan gemetar, tetapi jendela miliknya tidak terbuka.

"...Seperti dugaanku, ada semacam bug pada sistemnya. Tetapi, tidak bisa membuka jendela status milik sendiri itu masalah serius... kamu tidak bisa melakukan apapun jika seperti itu."

Karena Kirito menggigit bibirnya, merasa terganggu, Yui yang baru saja melambaikan jari pada tangan kanannya, kini melambaikan tangan kirinya. Tepat pada saat itu, sebuah jendela keunguan muncul di bawah tangannya.

"Jendelanya keluar!"

Diatas Yui yang menyeringai penuh kepuasan, Asuna bertukar pandang dengan Kirito, yang melihat kembali sambil terkejut. Asuna tak tahu apa yang baru saja terjadi.

"Yui-chan, bolehkah aku melihat-lihat."

Asuna membungkuk dan memandang dengan tajam ke dalam jendela milik Yui. Bagaimanapun juga, status pemain biasanya tersembunyi untuk semua orang, kecuali pemiliknya, dan apa yang bisa Asuna lihat hanyalah layar sederhana yang kosong.

"Maaf, bolehkah kupegang tanganmu sebentar."

Asuna memegang tangan Yui dengan tangannya, menggerakkan jari kecilnya, mengklik di sekitar tempat dimana ia pikir tombol visibility mode berada.

Tujuan utama Asuna adalah agar fitur layar jendela segera terlihat keluar dengan efek suara kecil. Biasanya, melihat status orang lain bisa dianggap suatu etika paling buruk, meskipun dalam situasi yang tidak biasa, Asuna mencoba yang terbaik agar bisa melihatnya dan yang terbuka hanya penyimpanan, tatapi...

"Ap- Apa ini!?"

Memandang untuk kedua kalinya pada bagian atas layar, ia benar-benar kaget.

Bagian atas menu jendela memang terlihat normal, terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pengaturan ada di bagian paling atas, nama ditampilkan dalam bahasa inggris bersamaan dengan bar HP dan EXP yang panjang dan tipis, lalu dibawahnya, pada bagian kanan tengah, merupakan bagian equipment figure, sedangkan bagian kiri sisanya merupakan rangkuman dari tombol perintah. Ada begitu banyak contoh desain untuk memodifikasi icon dan semacamnya, tetapi layout default tak bisa diganti. Dengan kata lain, pada bagian paling atas dari jendela milik Yui, hanya nama aneh yang ditampilkan yaitu «Yui-MHCP001», dengan tidak adanya bar HP ataupun bar EXP, dan juga level yang tidak ditampilkan. Meskipun bagian equipment figure ada, jumlah tombol perintah sangat sedikit dari biasanya, hanya ada «Item» dan «Option».

Menyadari Asuna yang terdiam membeku, Kirito juga mendekat dan mengintip kedalam jendela milik Yui, dan menahan nafasnya ketika ia melihat. Yui, yang tidak mengetahui keanehan jendela miliknya, menatap keduanya dengan tatapan ingin tahu apa yang terjadi.

"Apakah ini juga... sebuah bug pada sistem...?"

Asuna berguman, dan erangan keluar dari tenggorokan Kirito.

"Untuk beberapa alasan... dibandingkan sebuah bug, tampaknya jendela ini lebih terlihat seperti sebuah desain yang benar-benar awal... Sial, aku tak pernah berfikir untuk lebih kesal karena tidak ada GM sebelumnya, namun hal ini."

"Umumnya, di dalam SAO, jarang ada bug ataupun lag untuk dibicarakan, jadi kita jarang membutuhkan bantuan GM... Aku kira tidak ada gunanya merenung akan masalah ini lagi sekarang..."

Mengangkat bahunya, Asuna menggerakkan jari Yui sekali lagi, membuka penyimpanan. Menempatkan sweater yang ia ambil dari atas meja kedalamnya, item akan tersimpan kedalam jendela penyimpanan dengan sekejap. Selanjutnya, Asuna menyeret nama sweater menuju menu equipment figure, dan menjatuhkannya disana.

Bersamaan efek suara yang terdengar seperti sebuah bel, tubuh Yui diselimuti cahaya, menampilkan sweater berwarna pink ke dalam bentuk nyata pada Yui.

"Waah..."

Memperlihatkan ekspresi senang, Yui melebarkan tangannya dan melihat ke seluruh bagian tubuhnya sendiri. Asuna mengikuti, memakai baju yang memiliki warna yang agak mirip dengan celana hitam, dan sepatu merah lalu mengequipkan item tersebut satu sama lain, akhirnya setelah mengembalikan baju satu setel miliknya kedalam penyimpanan, Asuna menghilangkan jendela miliknya.

Selesai berpakaian, Yui terlihat senang, lalu ia menggosok pipinya dengan sweater lembut dan menarik roknya.

"Sekarang, ayo berangkat."

"Um. Papa, gendong."

Menanggapi reaksi Yui yang membuka kedua tangannya tanpa peduli, Kirito dengan malu memberikan senyum masam lalu mengangkat tubuh si gadis. Ketika melakukan itu, ia memandang Asuna lalu berbicara.

"Asuna, dalam masalah ini, bersiaplah untuk bertarung kapanpun. Kita tidak seharusnya pergi ke kota, tetapi... karena kota itu adalah daerah kekuasaan milik «The Army»..."

"Hm... lebih baik tidak menurunkan kewaspadaanmu."

Dengan satu anggukan, Asuna mengecek kembali penyimpanan miliknya lalu berjalan menuju pintu dengan Kirito. Pastilah baik jika pengasuh gadis ini berhasil ditemukan; hal ini adalah perasaan jujur milik Asuna, tapi membayangkan membuat party dengan Yui membuatnya merasa tidak nyaman. Mereka baru saja satu hari bertemu, namun tampaknya Yui telah mengambil sebagian hati milik Asuna.


Sebenarnya telah berbulan-bulan berlalu sejak kunjungannya menuju lantai pertama, «Starting City».

Merasakan emosi yang komplek dalam hatinya, Asuna masih berdiri di dekat gerbang keluar teleport, menatap plaza yang besar ini dan jalan-jalan membentang diluarnya.

Tentu saja, karena ini adalah kota terbesar dalam Aincrad, membandingkan fasilitas penting untuk berpetualang disini dengan kota-kota lain, benar-benar tak ada kompetisi disini. Harga-harga secara umum rendah, dan segala macam penginapan bisa ditemukan disini. Dilihat dari segi efisiensi, kota ini adalah tempat yang paling cocok untuk digunakan sebagai kota awal.

Akan tetapi, jika kamu pergi bersama Asuna, tidak ada seorangpun yang berlevel tinggi tinggal di Starting City hingga sekarang. Penindasan dari «The Army» menjadi salah satunya, tapi mungkin lebih disebabkan karena fakta ketika berdiri di central plaza dan melihat ke atas langit, ia tak bisa mengingat apa yang terjadi pada waktu itu.

Awal dari semua itu adalah suatu kehendak.

Terlahir dari hubungan dari ayah seorang pebisnis dan ibu seorang sarjana, Asuna—Yuuki Asuna, telah dididik untuk mematuhi harapan orang tuanya sejak pertama kali ia memperooleh kesadaran. Kedua orang tuanya adalah orang yang tanpa ampun jika berurusan dengan mereka, sementara bertindak dengan lembut terhadap Asuna, dan karena itulah, Asuna menjadi khawatir atas reaksi mereka jika ia tidak bisa hidup atas harapan keduanya.

Kakaknya juga mungkin sama. Asuna dan kakanya telah memilih sekolah privat atas kehendak orang tuanya, dan tanpa hambatan, secara bertahap mereka mendapatkan hasil yang memuaskan.

Sejak kakaknya akhirnya mencapai umur untuk diterima di universitas dan meninggalkan rumah, ia hidup tanpa apa-apa dalam pikirannya, tetapi semata-mata hanya hidup untuk memenuhi harapan orang tuanya. Mengambil pelajaran untuk beberapa kegiatan, bersosialisasi dengan teman yang hanya diterima oleh orang tuanya, namun karena ia melalui hidup seperti itu, Asuna akhirnya merasa jika dunianya lama-lama menjadi semakin kecil. Jika ia terus berjalan pada jalan yang telah ditentukan— masuk ke SMA dan universitas yang telah ditentukan oleh kedua orang tuanya, menikah dengan pasangan yang ditentukan oleh kedua orang tuanya, ia yakin nahwa ia telah terjebak dalam cangkang yang benar-benar sangat keras, meskipun lebih kecil ketika sebelumnya, dan tidak bisa untuk lari darinya; hal ini adalah ketakutan yang selalu ia derita.

Itulah mengapa, ketika kakaknya telah bekerja di perusahaan yang di kelola ayahnya dan pulang kerumah, ia berbicara penuh antusias tentang Nerve Gear dan salinan game SAO yang ia peroleh melalui koneksinya, tentang seperti apa dunia «VRMMO» pertama, meskipun Asuna belum pernah memainkan suatu konsol permainan sebelumnya, ia merasakan ketertarikan tentang dunia tersebut.

Tentunya, jika kakaknya menggunakan Nerve Gear di dalam kamarnya, Asuna mungkin akan segera lupa dan tidak akan merasa terganggu tentang suatu hal seperti Nerve Gear. Akan tetapi, karena momen yang tak begitu baik, kakaknya harus pergi dalam perjalanan bisnis keluar negeri pada hari pertama dimulainya SAO, dan begitulah, Asuna akhirnya meminjam Nerve Gear dari kakaknya hanya untuk satu hari karena keinginannya. Merasakan hasrat untuk melihat dunia yang belum pernah ia lihat sebelumnya, semua itu penyebabnya—

Lalu, semuanya berubah.

Hingga sekarang, Asuan masih mengingat keisengan pada hari itu, ketika ia beubah dari Asuna menjadi "Asuna", mencari jati dirinya sendiri di jalanan yang tak dikenal, diantara orang-orang yang tak mengenalnya.

Tetapi secara tiba-tiba setelahnya, ketika dewa kekosongan turun dan mengumumkan tentang game kematian ini, dengan ketidakmungkinan untuk melarikan diri dari dunia ini, hal pertama yang Asuna pikirkan adalah tugas matematika miliknya yang belum ia kerjakan.

Jika ia tidak segera kembali dan mengerjakannya, ia akan dimarahi oleh gurunya pada saat pelajaran. Demi kehidupan Asuna yang telah ia tempuh sejauh ini, pastilah menjadi suatu kegagalan yang tak bisa ia maafkan... tapi tentu saja, kerasnya situasi tersebut bikanlah hambatan.

Satu minggu, dua minggu, bahkan tiap hari terlewati dengan santainya, tak ada tanda-tanda adanya bantuan dari luar. Mengasingkan diri sendiri di salah satu penginapan di Starting City, meringkuk di atas tempat tidur, Asuna terus menerus mengalami kepanikan. Menjerit setiap saat, bahkan memukul tembok ketika ia meratap. Hari tersebut adalah musim salju pada tahun ketiganya di SMP. Ujian sekolahnya akan segera dimulai, dan setelah itu, ujian masuk SMA. Menjadi seorang yang telah tergelincir dari jalan yang ditempuh sama saja merupakan kehancuran bagi hidup Asuna.

Asuna menghabiskan hari-harinya penuh masalah, merasa sangat malu, merasa tak percaya.

Daripada mengkhawatirkan kondisi tubuh anaknya, orang tua Asuna pasti sangat kecewa atas putrinya yang telah gagal atas ujiannya karena sebuah konsol game. Teman- temannya, daripada bersedih, mungkin mereka mengasihaninya yang di keluarkan dari kelompok mereka, atau mungkin malah mencibirnya.

Ketika ia melalui saat-saat kritis dengan pikiran kelam, Asuna akhirnya membuat sebuah keputusan—untuk meninggalkan penginapan. Tidak menunggu untuk di selamatkan, tetapi untuk melarikan diri dari dunia ini dengan kekuatannya sendiri. Untuk menjadi seorang penyelamat yang mengakhiri insiden ini. Tanpa menempuh jalan itu, ia kemungkinan besar tidak akan mampu menahan kehadirannya bersama orang-orang disekitarnya tak lama lagi.

Asuna menyiapkan beberapa equipment, mengingat seluruh referensi manual, dan menuju ke field. Waktu untuk tidur setiap hari ia batasi selama dua jam, tiga jam, dan sisa waktu miliknya ia kerahkan untuk meningkatkan levelnya. Sebagai hasil memfokuskan kebijakan miliknya dan keinginan kuat untuk menyelesaikan permainan, hal tersebut tidak terlalu lama sebelum ia masuk dalam daftar pemain tingkat atas. Inilah bagaimana si swordswoman yang bersemangat, Asuna the «Flash» terlahir.

Kembali ke masa kini— dua tahun telah berlalu, dan saat ini Asuna telah berusia tujuh belas tahun, ia menatap kembali pada saat-saat itu dengan peresaan pahit. Bukan, tidak hanya ketika waktu permainan ini dimulai. Semua hal yang terjadi sebelumnya, bahwa dirinya hidup dalam dunia yang keras dan sempit, ia teringat bahwa sebagian besar masa lalunya penuh dengan kesedihan.

Asuna rasanya tidak mengerti arti dari, «untuk hidup». Semua hal yang pernah ia lakukan hanyalah tentang masa depan yang ideal, pengorbanan masa kini. «Masa Kini» adalah suatu hal yang sia-sia untuk mewujudkan masa depan yang sempurna, dan karenanya, dengan hilangnya hal tersebut, tak ada yang tersisa. Hal tersebut menghilang dalam ketiadaan.

Hal tersebut tidaklah baik jika satu sama lain. Menghadapi dunia SAO, ia menyimpulkannya secara serius.

Ia yang mengejar masa depan akan menjadi seorang Asuna yang dulu, maju ke depan untuk menyelesaikan permainan ini, sementara ia yang menempel di masa lalu akan tetap menjadi seseorang yang meringkuk di kamar penginapan lantai pertama. Dan ia yang hidup untuk saat ini akan mencari kesenagan sementara sebagai seorang kriminal.

Tetapi meskipun berada di dunia ini, ada orang-orang yang menikmati masa kini, membuat suatu kenangan satu sama lain sementara bekerja keras untuk lari dari dunia ini. Seseorang yang mengajarinya adalah si pendekar pedang berambut hitam yang ia temui setahun lalu. Cara hidupnya— ketika hal itu memasuki pikirannya, warna dari kehidupannya telah berubah.

Sekarang, jika dunia ini adalah dunia nyata, ia merasa seperti bisa untuk menghancurkan cangkang yang menutupi hidupnya. Ia percaya jika ia akan bisa hidup untuk dirinya sendiri. Selama orang ini berada di sisinya—

Asuna perlahan mendekati Kirito dengan malu menyembunyikan perasaan terdalamnya sambil menatap jalanan. Rasa sakit yang ia rasakan lagi, ketika menatap atap lantai di atasnya kini telah sedikit berkurang.

Menggelengkan kepalanya sekali lagi seolah-olah ingin menghilangkan pemikiran tadi, Asuna mengintip ke wajah Yui yang masih digendong oleh Kirito.

"Yui-chan, apa kamu memiliki ingatan tentang bangunan- bangunan, atau hal seperti itu?"

"Uu..."

Dengan ekspresi rumit, Yui melihat sekeliling pada struktur bangunan, lalu memandang keluar dari plaza, dan akhirnya ia menggelengkan kepalanya.

"Aku tak tahu..."

"Well, Starring City memang sangat luas."

Kirito berbicara sambil mengusap kepala Yui.

"Well, suatu hal pasti akan membuatnya teringat sesegera jika kita tetap berkeliling. Ayo kita cek pusat tempat belanja untuk sekarang ini."

"Mungkin ada benarnya juga."

Mengangguk sepakat, keduanya mulai berjalan menuju jalan utama di selatan.

Akan tetapi— ketika ia berjalan, Asuna memandang plaza sekali lagi dengan suatu keraguan. Hanya ada beberapa orang di sekitar.

Gerbang plaza dari Starting City sungguh lebar seperti yang kira, bisa menampung sepuluh ribu pemain dua tahun yang lalu pada acara pembukaan server SAO. Di tengah jalan berbatu adalah tempat kosong dalam bentuk bulat sempurna, terdapat subuah menara jam yang menjulang tinggi dengan gerbang teleport yang berkedip kebiruan di bagian yang lebih rendah. Bunga-bunga bermekaran ditanam di sekeliling menara, dan dengan elegan, bangku putih berada di antara keduanya. Tidaklah mengherankan jika plaza ini akan penuh dengan orang-orang yang mencari tempat untuk istirahat di sore hari; namun, tak ada orang-orang yang berada di sekitar gerbang ataupun menuju keluar plaza, dan hampir tidak ada orang yang duduk di bangku yang berada di sini.

Untuk jalan utama dari kota lantai atas, gerbang plazanya akan selalu ramai karena para pemain yang sangat banyak. Menggosip, mencari anggota party, berkumpul di toko pinggir jalan, sebagai hasilnya karena orang yang berkumpul sungguh banyak, untuk berjalan saja sungguh menyulitkan, tetapi—

"Hey, Kirito-kun."

"Hm?"

Asuna bertanya pada Kirito yang berbalik.

"Sekitar berapa jumlah pemain yang berada di lantai pertama saat ini?"

"Hmm, well... jumlah pemain yang masih hidup sekitar enam ribu, dan tiga puluh persen diantaranya masih berada di Starting City jika kita menghitung «The Army»; jadi seharunya jumlah para pemain di bawah angka dua ribu, kan?"

"Menyadari jumlah itu, bukankah menurutmu ada sedikit pemain di sini?"

"Ketika kamu berkata seperti itu... Mungkin mereka hanya berkumpul di sekitar toko?"

Bagaimanapun juga, ketika memasuki jalan utama plaza, bahkan ketika mereka mendekat ke area belanja dengan toko dan gerobak berbaris, jalanan masih tetap sepi. Teriakan-teriakan promosi dari NPC penjaga toko bergema sia-sia melewati jalanan.

Meskipun begitu, keduanya akhirnya bisa menjumpai seseorang yang sedang duduk di bawah pohon besar di tengah jalan, lalu Asuna menghampiri dan mencoba memanggilnya.

"Ah, permisi."

Si pria, menatap ke atas puncak pohon dengan ekspresi yang sangat aneh, dan berbicara tanpa menyesuaikan pandangannya meskipun hal tersebut terlihat mengganggu.

"Ada apa."

"Well... Di sekitar sini, apakah ada tempat untuk mencari orang hilang?"

Mendengar ucapan tersebut, si pria akhirnya menggeser pandangannya menuju Asuna. Ia memandang wajah Asuna tanpa berbalik.

"Apa, jadi kamu orang luar."

"Ah, iya. Well... kami sedang mencari pengasuh dari anak ini..."

Asuna menunjuk Yui, yang masih tertidur sementara di lengan Kirito.

Karena mengenakan seragam sehingga sulit untuk mengetahui tingkat class miliknya, si pria melebarkan matanya sedikit ketika ia memandang sekilas pada Yui, tapi ia segera berpaling ke pandangan awalnya pada puncak pohon.

"...Seorang anak hilang, huh, sungguh jarang terjadi.... Pada gereja di sisi lain sungai pada distrik ke tujuh di timur, ada sekelompok pemain anak-anak yang berkumpul dan tinggal disana, jadi cobalah kalian mencari di sana."

"Te- Terima kasih."

Mendapat informasi yang benar-benar mengejutkan, Asuna menundukkan kepalanya dengan cepat. Setelah melakukan hal itu, ia mencoba mengajukan pertanyaan lain.

"Ahh... Sebenarnya apa yang kamu lakukan di sini? Dan juga, mengapa hanya ada sedikit pemain di sekitar?"

Si pria tersebut hanya membuat senyuman kecil, ia menjawab, tampaknya ia tidak terganggu.

"Info ini mungkin sangat rahasia, atau seperti itulah aku menyebutnya. Well, melihat kamu orang luar... Lihat, kamu bisa melihatnya kan? Cabang pohon tertinggi yang berada di sana."

Asuna mengikuti arah jari yang si pria tunjuk. Cabang-cabang yang menjorok dari pohon yang cukup besar dengan jalan yang cukup jelas berwarna kecoklatan, tapi jika kalu lebih fokus dan menatap mereka, kamu bisa melihat beberapa buah berwarna kuning bermunculan dalam bayang-bayang dedaunan.

"Tentunya, karena pohon-pohon yang berada di pinggir jalan adalah objek yang tak bisa dihancurkan, meskipun kamu mencoba menaikinya, kamu tak akan bisa mendapatkan selembar daunnya sekalipun."

Si pria melanjutkan perkataannya.

"Setiap hari, ada beberapa saat ketika buahnya terjatuh dari pohon... Hanya ada beberapa menit sebelum buah tersebut membusuk lalu menghilang, namun jika kamu tidak melewatkan kesempatan dan berhasil mengambilnya, kamu bisa menjualnya ke NPC dengan harga murah. Belum lagi rasanya sungguh enak."

"Ohhh."

Untuk Asuna, yang telah menguasai skill mamasaknya, berdiskusi tentang bahan-bahan adalah suatu kesenangan tersendiri.

"Sekitar berapa harga buah itu kalau dijual?"

"...Jangan menyebarkan info ini. Setiap satu buah bisa laku lima coll."

"..."

Melihat tatapan bangga si pria, Asuna tak bisa berkata - kata. Ia terkejut karena betapa murahnya harga terebut. Dalam hal ini, bekerja keras dengan bersandar di pohon ini dan menunggu buah terjatuh sepanjang waktu tidaklah sesuai dengan hasil yang didapat.

"Ah, well... jika seperti itu, sepertinya usahamu sungguh sia - sia, atau lebih tepatnya... jika kamu mengalahkan satu ekor worm di field, kamu bisa mendapat tiga puluh coll."

Pada saat ia berkata seperti itu, si pria memandang penuh tanya kali ini. Dia tidak menyalahkan Asuna karena tidak benar dalam pikirannya, tetapi ia berbalik menuju Asuna dengan ekspresi yang menunjukkan betapa tak jelasnya apa yang telah ia lakukan.

"Kamu serius berkata seperti itu. Jika kamu pergi dan bertarung melawan monster di field... kamu mungkin akan benar-benar mati kan."

"..."

Asuna tak bisa memikirkan sebuah jawaban. Itu karena si pria ini telah berkata; bertarung melawan monster selalu menimbulkan bahaya kematian yang selalu menyertainya. Tetapi, dengan mental Asuna saat ini, hal tersebut hanyalah seperti kekhawatiran akan terjadinya kecelakaan ketika menyebrangi jalan di dunia nyata selama siang dan malam; tak ada gunanya takut akan hal seperti itu.

Kalaupun inderanya sendiri telah menjadi tumpul karena menghadapi kematian di SAO, atau kalaupun si pria ini menjadi terlalu gugup, Asuna tak bisa menyalahkannya secara tiba - tiba, Asuna masih berdiri tak bergerak. Mungkin, keduanya tak dapat dianggap sebagai pihak yang benar. Pada Starting City, apa yang dikatakan pria ini adalah hal yang umum.

Tak menyadari kondisi mental Asuna yang rumit, si pria melanjutkan perkataannya.

"Dan, apa ya, alasan mengapa tidak ada orang di sekitar? Itu karena mereka bukan tidak ada di sekitar. Semuanya mengunci dirinya sendiri di kamar penginapan. Mereka mungkin bertemu dengan pasukan The Army penagih pajak di siang hari."

"Pe- Penagih pajak... apa maksudnya itu?"

"Hanya suatu pemerasan dalam cara sopan. Tetap jaga kewaspadaanmu; orang-orang ini tidak akan mengampunimu meskipun kamu orang luar. Oh lihat, tampaknya ada yang jatuh... cukup sekian obrolan kita kali ini."

Menutup mulutnya, si pria mulai menatap langit secara serius. Asuna dengan cepat menunduk sebagai tanda terima kasih, dan menyadari bahwa Kirito telah terdiam selama percakapan tadi, berbalik menghadap Asuna.

Di tempat tersebut, adalah sosok Kirito yang fokus menatap buah berwarna kuning dengan tatapan serius, tidak seperti menatap worn di tengah pertarungan. Tampaknya ia bermaksud untuk menunggu buah selanjutnya terjatuh.

"Hentikan tatapan itu, ya ampun!"

"T- Tapi kamu lihatkan, apakah itu mengganggumu?"

Mencengkram tenguk Kirito, Asuna mulai berjalan sambil menyeretnya.

"Ah, ahh... dan tampaknya buah itu terasa enak..."

Menjewer telinga Kirito, dengan penyesalan yang masih tersisa, Asuna mendorongnya untuk berbalik.

"Dibanding itu, jalan mana yang menuju distrik tujuh di timur? Tampaknya ada pemain-pemain muda yang tinggal disana, ayo segera pergi kesana."

"...Yeea."

Sambil menggendong Yui yang telah benar-benar tertidur, dan berpegang erat padanya, Asuna menatap peta sambil menjaga kecepatan berjalannya di samping Kirito.

Karena Yui memiliki tubuh luar sekitar umur sepuluh tahun, menggendongnya seperti ini di dunia nyata akan menyebabkan lengannya capek dalam beberapa menit, namun bersyukurlah karena ada keuntungan dari parameter kekuatan fisiknya, Asuna tidak merasakan berat apapun dibanding guling yang terisi bulu.

Berjalan menuju tenggara melalui jalan-jalan lebar selama sepuluh menit, dan cukup berpapasan dengan orang- orang sebelumnya, mereka akhirnya sampai ke area taman yang luas. Hutan yang luas- pohon-pohon berdaun dengan warna yang telah berubah, melambaikan kesedihannya karena angin dingin pada awal musim salju.

"Ayo kita lihat, tempat ini menunjukkan distrik timur ketujuh pada peta, namun... aku bertanya-tanya dimanakah gereja itu sebenarnya."

"Ah, bukankah yang itu?"

Dibalik hutan, membentang di sisi kanan jalan, Asuna melihat menara tinggi yang unik dan kokoh dalam arah pandangan yang ditunjuknya. Pada puncak menara yang beratap biru pucat, sebuah logam ankh[2] terbentuk dengan menyatukan sebuah salib dan lingkaran, bercahaya. Itu adalah sebuah tanda dari gereja. Sebuah bangunan yang berdiri setidakanya satu di setiap kota dan melalui altar di dalamnya, tugas-tugas seperti melenyapkan serangan unik dari monster, «Curse», dan memberkati senjata untuk melawan monsters undead menjadi mungkin. Dalam SAO, dimana komponen berbasis sihir ada, gereja bisa dianggap tempat paling misterius.

Juga, selama coll ditawarkan secara teratur, sebuah ruangan didalam gereja bisa di sewa dan digunakan sebagai pengganti sebuah penginapan.

"Tu- tunggu sebentar."

Asuna tanpa disadari memanggil Kirito untuk berhenti, ketika ia hampir berjalan menuju gereja tersebut.

"Hm? Ada apa?"

"Ah, tidak... Well... jika, kita berhasil bertemu dengan pengasuh Yui di sana, kita akan... meninggalkan Yui-chan disini kan...?"

"..."

Mata hitam Kirito melunak penuh simpati terhadap Asuna. Ia menarik tangannya lebih dekat dengan lembut dan merangkul tubuh Asuna bersama Yui yang sedang tertidur.

"Aku juga tak ingin menjadi bagian darinya. Bagaimana mengatakannya ya... dengan kehadiran Yui, rumah kita yang berada di hutan sungguh terasa seperti rumah sesungguhnya... well, seperti itulah rasanya... Namun, ini tidak seperti kamu tak akan pernah bertemu dengannya lagi. Jika Yui berhasil mendapatkan ingatannya kembali, ia pasti akan datang dan berkunjung lagi.”

"Hm... Betul si."

Memberi anggukan kecil, Asuna membawa Yui yang masih di lengannya lebih dekat dan sedikit menyentuh pipinya sebelum berjalan kedepan, setelah perasaanya terasa lebih baik.

Bangunan gereja terlihat kecil jika dibandingkan skala kota ini. Gereja tersebut berlantai dua, dengan puncak menara tunggal sebagai simbolnya. Tetapi, ada berbagai macam gereja didalam Starting City, dan gereja yang ada di dekat gerbang plaza seukuran kastil kecil.

Setelah sampai di depan pintu ganda yang berukuran besar, Asuna mendorong salah satunya dengan tangan kanannya. Menjadi fasilitas umum, suatu gereja pastilah tidak terkunci. Interior didalamnya redup, dan hanya ada penerangan dari lilin yang menghiasi altar di depan dan menerangi lantai dari batu. Tak ada tanda –tanda kehidupan pada awalnya.

Memunculkan tubuh bagian atasnya melalui pintu masuk, Asuna memanggil.

"Ahh, adakah orang di sini?"

Meskipun suaranya bergema, tak seorangpun terlihat keluar.

"Apakah tak ada orang...?"

Saat Asuna memiringkan kepalanya ke samping, Kirito membantahnya dengan suara pelan.

"Nah, tampaknya ada orang di sini. Tiga di ruang sebelah kanan, empat di sebelah kiri... dan masih banyak lagi di lantai dua."

"...Dengan skill deteksi milikmu, kamu bahkan bisa mengetahui jumlah orang-orang yang ada di balik tembok?"

"Tingkat kemahiran skill punyaku sudah sembilan ratus delapan puluh. Skill ini sungguh efisien, kamu seharusnya meningkatkan juga."

"Tak mau, latihan yang membosankannya akan membuatku gila.... Kesampingkan itu, ngomong-ngomong mengapa mereka bersembunyi..."

Asuna perlahan melangkah ke dalam bangunan gereja. Kondisi di dalamnya sungguh sepi, tapi entah mengapa ia bisa meresakan kehadiran orang lain yang sedang menahan nafas mereka..

"Ah, permisi, kami sedang mencari seseorang!"

Ia mencoba memanggil dalam suara keras. Dengan hal itu— pintu di sisi kanan sedikit terbuka, dan suara gemetar seorang perempuan terdengar dari sana.

"...kamu bukan dari the «Army» kan?"

"Bukan. Kami datang dari lantai atas."

Asuna dan Kirito tidak membawa pedang mereka, bahkan tidak mengenakan armor untuk bertarung. Pemain yang masuk ke the Army mengenakan seragam yang terbuat dari armor berat sepanjang waktu, jadi seseorang seharusnya bisa mengenali bahwa Asuna dan Kirito tidak ada hubungannya dengan the Army jika dilihat melalui penampilan.

Cukup lama, pintu tersebut terbuka, dan seorang pemain wanita muncul dengan ketakutan.

Sebuah kepala berambut biru dengan kacamata besar berbingkai hitam, dan mata berwarna hijau terbuka lebar terisi penuh ketakutan muncul. Mengenakan gaun polos sederhana berwarna biru tua, ia memiliki belati yang tertutup sarung belati di tangannya.

"Kamu benar - benar... bukan dari kelompok penagih pajak the Army kan...?"

Asuna memberikan senyuman tenag. Lalu mengangguk.

"Ya, kami hanya mencari seseorang dan baru saja turun dari atas hari ini. Kami benar-benar tak ada hubungannya dengan the Army."

Seketika itu juga—

"Dari atas!? Maksudmu, kamu benar-benar seorang swordsmen!?"

Bersamaan dengan sorakan bernada tingginya, pintu di belakang si wanita terbuka lebar, beberapa sosok pemain berlarian tak berarutan. Secara tiba-tiba, pintu di sebelah kiri altar juga ikut terbuka, beberapa orang lalu keluar secara berdesakan.

Terkejut akan hal itu, Asuna dan Kirito memantau pemandangan tersebut tanpa bisa berkata - kata, yang berbaris di kedua sisi si wanita berkaca mata adalah semua pemain muda yang bisa dikatakan hanya anak - anak laki-laki dan perempuan. Pemain yang paling muda mungkin sekitar dua belas tahun, sementara yang paling tua mungkin sekitar empat belas tahun. Semuanya memandang Asuna dan Kirito dengan penuh ketertarikan.

"Hei, kalian semua, Aku bilang untuk tetap bersembunyi di dalam ruangan kan!"

Hanya si wanita yang mendorong anak-anak tersebut dalam kebingungan, sepertinaya ia berusia sekitar duapuluh tahun. Tampaknya tak seorang pun anak mematuhi perintahnya.

Tetapi setelah itu, anak pertama yang keluar dari ruangan, seorang anak lelaki berambut merah pendek yang sedang berdiri di ujung, berteriak dengan nada penuh kekecewaan.

"Apaan sih, kamu bahkan tidak memegang sebuah pedang. Hei, bukankah kamu dari lantai atas? Seharusnya kamu memiliki senjata?" Hampir separuh perkataan itu ditujukan kepada Kirito.

"B- Bukan, ini tidak seperti yang terlihat, tapi..."

Kirito membalas ketika ia mendaratkan matanya penuh keterkejutan, dan wajah anak-anak tersebut bersinar sekali lagi. Ijinkan aku melihat, ijinkan aku melihat, mereka semua memohon secara bersamaan.

"Lihat, kalian tidak boleh berbicara tak sopan kepada orang yang baru saja kalian temui—

Maaf, kami jarang menerima tamu belakangan ini, jadi..."

Menghadapi si wanita berkacamata yang memohon maaf sambil menunduk, Asuna berbicara segera.

"Bu- Bukan, Bukan itu masalahnya. —Hei, Kirito-kun, kamu masih memiliki beberapa di dalam penyimpananmu, bisakah kamu memperlihatkan pada mereka?"

"Y- Yea."

Mengangguk karena persetujuan Asuna, Kirito membuka jendela miliknya dengan jarinya, mengubah sepuluh senjata ke dalam bentuk nyata secara bersamaan, lalu menumpuknya pada meja panjang terdekat. Senjata tersebut adalah item yang dijatuhkan monster ketika petualangan terakhir dan terlupakan karena ia tak memiliki waktu untuk menjualnya.

Kirito lalu menutup jendelanya, dengan semua item yang berlebih kecuali beberapa pasang equipment yang telah diambil, anak-anak ini bersorak dan menyerbu di sekitar meja. Mengetahui rasa menyentuh pedang, palu dan semacamnya satu sama lain, mereka merengek karena "Berattt" dan "Keren". Pemandangan ini akan meninggalkan keoverprotektifan orang tua, namun tak peduli bagaimana senjata di pegang di dalam kota, tak mungkin mengakibatkan damage ketika tergores.

"—Aku benar-benar minta maaf..."

Meskipun si wanita meminta maaf karena masalah yang ditimbulkan, sebuah senyum tampak di wajahnya karena melihat anak-anak yang senang, ia lalu berbicara.

"...Ah, karena telah datang sejauh ini. Aku akan membuatkan teh, jadi..."

Dipandu ke dalam ruangan kecil di dalam tempat ibadah, Asuna dan Kirito meneguk teh hangat yang dihidangkan pada keduanya.

"Jadi... kamu bilang bahwa kamu datang untuk mencari seseorang...?"

Si pemain wanita yang duduk berlawanan meja mengajukan pertanyaan tersebut dengan memiringkan sedikit kepalanya.

"Ah, iya. Er... Aku Asuna, dan orang ini adalah Kirito."

"Ahh, maaf, aku bahkan belum memperkenalkan diri. Namaku Sasha."

Ia lalu menunduk karena memperkenalan dirinya.

"Lalu, anak ini bernama Yui."

Sambil membelai rambut Yui yang masih tertidur di pangkuannya Asuna melanjutkan.

"Anak ini tersesat di tengah hutan pada lantai ke duapuluh dua. Dia... tampaknya kehilangan ingatannya, jadi..."

"Astaga..."

Si wanita yang memanggil dirinya Sasha melebarkan mata kehijauannya yang tersembunyi di balik kacamata lebih lebar.

"Ia bahkan tak memiliki apapun selain pakaian yang terequip, jadi tampaknya ia tidak tinggal di lantai bagian atas... Dan juga, mungkin pengasuhnya berada di Starting City... atau mungkin orang yang mengenali anak ini mungkin bisa di temukan, kami berpikir kemungkinan tersebut, lalu kami datang ke sini untuk menemukan mereka. Selain itu, ketika kami mendengar bahwa pemain anak-anak berkumpul di gereja ini..."

"Itulah cerita singkatnya..."

Sasha meraih cangkir teh dengan tangannya, lalu menjatuhkan pandangannya ke meja.

"...Sekarang ini, ada duapuluh orang pemain yang tinggal di gereja ini, anak-anak dari sekolah dasar hingga tingkat smp. Aku kurang lebihnya yakin, semua pemain anak-anak di sekitar kota ini. Pada waktu ketika game dimulai..."

Sasha mulai berbicara dalam suara berbisik, tapi masih bisa didengar.

"Hampir semua anak-anak menjadi panik dan mengalami trauma mental. Tentu saja, ada anak-anak yang terbiasa lalu meninggalkan kota, tapi aku percaya mereka adalah pengecualian."

Hal seperti itu juga pernah Asuna alami, di tahun ketiga smpnya pada waktu itu. Ketika ia mengunci dirinya sendiri di kamar penginapan, ia yakin bahwa pikirannya akan hancur karena merasa terpojok.

"Seperti yang diharapkan; mereka masih dalam usia ketika mereka masih ingin dimanjakan orang tuanya. Lalu tiba-tiba diberitahu seseorang bahwa mereka tidak bisa keluar dari sini, mungkin juga tak akan pernah bisa kembali ke dunia nyata— anak-anak tersebut menjadi down, dan di dalam pikiran mereka... tampaknya ada sesuatu yang hilang."

Mulut Sasha menjadi kaku.

"Selama sebulan ketika game dimulai, aku berpikir untuk menyelesaikan game ini dan berencana berlatih di field, tetapi... suatu hari, aku melihat salah satu dari anak-anak tersebut di sudut jalanan, aku tak bisa meninggalkan anak tersebut sendiri begitu saja; jadi aku membawa anak-anak bersamaku dan memulai hidup di penginapan. Selanjutnya, ketika aku berpikir bahwa masih ada anak-anak sepertinya, aku mulai berkeliling kota, dan mencari anak-anak tersebut. Sebelum aku menyadarinya, semuanya telah berakhir seperti ini. Itulah mengapa... meskipun ada orang-orang yang bertarung di lantai atas seperti kalian berdua, aku merasa tak bisa memaafkan diriku sendiri karena tak bisa membantu menyelesaikan game ini."

"Itu... Itu tidak-"

Sambil menggelengkan kepalanya, Asuna berusaha untuk menemukan kata-kata yang tepat, tapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Mengambil alih pembicaraan, Kirito berbicara.

"Itu tidak sepenuhnya benar. Kamu berjuang dengan sangat berani... bahkan lebih hebat daripada orang sepertiku."

"Aku sungguh berterima kasih. Namun aku tidak cukup melakukan hal ini tanpa adanya tanggung jawab. Sungguh menyenangkan hidup bersama anak-anak ini."

Sasha tersenyum manis sambil menatap Yui yang sedang tertidur pulas.

"Itulah mengapa... selama dua tahun ini, setiap hari kami berkeliling di semua bangunan yang ada di setiap area, mengecek jika ada anak-anak yang membutuhkan bantuan. Jika ada sejumlah anak-anak yang masih tertinggal, kami akan segera menyadarinya. Maaf untuk mengatakan ini... tetapi tampaknya anak ini, aku tak yakin jika ia pernah tinggal di Starting City."

"Begitu ya..."

Asuna menundukkan kepalanya ke bawah sambil memeluk Yui. Ia menarik diri lalu memandang ke arah Sasha.

"Er, tampaknya ini akan mengganggu privasimu, tetapi bagaimana kamu memperoleh penghasilan untuk keperluan sehari-hari dan semacamnya?"

"Ah, hal itu, selain aku, ada beberapa anak-anak yang lebih dewasa yang melindungi tempat ini...mereka berada pada level yang menjamin keselamatan mereka selama mereka berada di field sekitar kota ini, jadi kami masih bisa menyimpan cadangan makanan. Kami tak bisa hidup dalam kemewahan."

"Oh, sungguh mengagumkan... menilai dari apa yang kudengar sebelumnya di kota ini, sesuatu seperti berburu monster di dalam field bisa dianggap suatu tindakan bunuh diri yang bertentangan dengan akal sehat."

Sasha mengangguk atas perkataan Kirito.

"Pada dasarnya, aku percaya bahwa pikiran seperti itulah yang dipikirkan pemain yang masih tersisa di kota ini. Aku tidak menyangkat hal tersebut; hal itu tak akan membantumu, ketika kamu mengira akan adanya bahaya kematian... Bagaimanapun juga, pikiran tersebut juga manjadi alasan mengapa kita mengumpulkan uang di atas rata-rata pemain di kota ini."

Itu memang benar; untuk mengatur pengeluaran di gereja ini, seratus coll setidaknya di butuhkan setiap harinya. Jumlah ini melebihi pendapatan harian si pemburu buah sebelumnya.

"Itulah mengapa aku terus mengawasi mereka akhir-akhir ini..."

"...Mengawasi siapa?"

Mata lembut Sasha berubah dalam sekejap. Ketika ia membuka mulut untuk melanjutkan perkataannya, pada saat itu...

"Sensei! Sasha-sensei! Ini mengerikan!!"

Pintu pada ruang ini terbanting terbuka, dan beberapa anak membanjiri ruang ini seperti longsor salju.

"Hei, kalian tak sopan pada tamu!"

"Itu tak penting sekarang!!"

Si rambut merah yang sebelumnya kini berteriak, dengan air mata yang akan tumpah dari matannya.

"Kak Gin dan lainnya telah tertangkap oleh the Army!"

"—Dimana!?"

Bangun dengan cara yang begitu tegas bahwa ia merasa seolah-olah dirinya menjadi orang lain, Sasha menanyai anak ini.

"Di lahan kosong di belakang toko bekas pada distrik timur kelima. The Army telah memblokir lorongnya dengan sepuluh orang atau lebih. Hanya Kotta yang berhasil melarikan diri."

"Mengerti, aku akan pergi kesana sekarang. —Maaf, tapi..."

Berbalik menghadap wajah Asuna dan Kirito, Sasha menundukkan kepalanya.

"Aku tak bisa mengabaikan anak-anak ini. Kita akan melanjutkan percakapan ini nanti..."

"kami juga akan pergi, sensei!!"

Karena anak berambut merah menangis, seluruh anak-anak yang dibelakang juga berteriak karena sepakat. Bergegas menuju samping Kirito, si anak laki-laki yang memiliki ekspresi putus asa berbicara.

"Kak, pinjami kami senjata sebelumnya sebentar saja! Jika kami memiliki senjata itu, orang-orang dari the Army akan melarikan diri!"

"Aku tak terima!"

Sasha menolak dengan tegas.

"Kalian semua akan menunggu di sini!"

Saat itu juga, Kirito yang telah mengamati keadaan secara diam -diam, mengangkat tangan kanannya seolah-olah menenangkan anak-anak. Ia jarang membaca sejauh mana isi pembicaraan sekarang ini, tetapi hanya kali ini, ia menunjukkan suatu harapan yang segera menenagkan semua anak-anak.

"—Sayang sekali—"

Kirito mulai berbicara dalam nada tenang.

"Parameter yang dibutuhkan untuk senjata itu terlalu tinggi, sehingga kau tak akan bisa mengequipkannya. Kami akan membantu kalian. Meskipun terlihat seperti itu, kakak perempuan yang disana sungguh sangat kuat."

Melirik Kirito, Asuna juga mengangguk. Berdiri, Asuna menuju Sasha dan membuka mulutnya.

"Ijinkan kami untuk membantu. Memiliki kekuatan lebih seharusnya lebih baik."

"—Terima kasih, aku akan bergantung padamu."

Sasha mengangguk dalam, menarik kacamatanya lalu berbicara.

"Nah, maafkan aku, tapi kita akan berlari!"


Bergegas keluar dari gereja, Sasha mulai berlari kedepan sambil membawa belatinya di pinggang. Menggendong Yui, Asuna juga mengejar di belakangnya bersama Kirito. Saat Asuna melirik punggungnya sambil berlari, ia menyadari segerombol anak mengikuti mereka di belakang, tetapi tampaknya Sasha tak memiliki niat untuk menyuruh mereka pulang.

Berlari melalui rimbunnya pohon, mereka memasuki distrik timur keenam dan menuju gang-gang belakang. Tampaknya Sasha mengambil jalan pintas yang paling pendek menuju lokasi, karena ia melewati toko-toko NPC, taman milik rumah pribadi dan semacamnya, mereka melihat sekelompok orang yang memblokir jalan kecil didepan. Tampaknya setidaknya ada sepluh orang. Berpakaian seragam hijau keabu-abuan dan equipment baja hitam, tidak salah lagi mereka adalah anggota the «Army».

Sasha yang berlari tanpa keraguan melewati lorong-lorong akhirnya berhenti, ia menarik perhatian para pemain the Army, dan mereka berbalik dengan senyum lebar.

"Oh, si pengasauh ada di sini."

"...Tolong kembalikan anak-anak."

Sasha berbicara dengan suara yakin.

"Jangan rusak reputasi kami seperti itu. Kami akan segera mengembalikan mereka; kami hanya ingin mengajari mereka sopan santun."

"Ya, ya. orang-orang kota memiliki kewajiban untuk membayar pajak."

Si pria itu lalu tertawa wa-ha-ha-ha, dan semakin keras. Sasha makin mendekat.

"Gin! Kain! Semuanya!! Kalian disana!?"

Ketika Sasha memanggil seperti itu, suara ketakutan terdengar membalas.

"Sensei! Sensei... tolong kami!"

"Jangan khawatirkan masalah uang, serahkan saja semuanya!"

"Sensei... kami tak bisa...!"

Kali ini, suara anak si rambut merah terdengar.

"Nha, ha, ha."

Salah satu anggota Army yang memblokir jalan tertawa sangat keras.

"Well, semua ini karena kalian belum membayar pajak... Uangnya tidak akan cukup kalau hanya segini, eh."

"Benar, sangat benar. Kami ingin kalian juga menyerahkan equipment. Semua armor kalian... setiap lembar armor."

Melihat senyum mesum si pria tersebut, Asuna langsung bisa menebak kondisi mereka di dalam jalanan sempit ini. «Pasukan Penagih Pajak» ini tanpa diragukan lagi akan menuntut kelompok anak - anak, termasuk juga perempuan untuk menyerahkan pakaian mereka. Darah dalam diri Asuna mulai mendidih karena kemarahan.

Sasha tampaknya juga telah mengambil kesimpulan yang sama, ia mendekat menuju anggota the Army dengan hawa permusuhan.

"Minggir... jangan menghalangi! Jika tidak..."

"Jika tidak akan apa hah, pengasuh bayi? Kau akan membayar pajak di tempat ini?"

Orang-orang tersebut menyeringai tanpa ada niat untuk menyingkir.

Di dalam kota, atau setidaknya dalam ruang jangkauan kota, program yang dikenal sebagai Kode Anti Kriminal selalu aktif, mencoba untuk membuat kerusakan, begitu juga untuk memindahkan pemain lain di luar kehendak mereka benar-benar tak mungkin. Akan tetapi, para pemain yang memblokir jalan ini juga begtu. Menyegel jalan dengan cara berdiri di sini, dengan maksud memblokir; bahkan beberapa orang mengelilingi target secara langsung untuk melumpuhkan si korban ke dalam «Area»; keberadaan metode tak bermoral ini bisa di perbolehkan.

Seperti itulah, tindakan tersebut hanya efektif dalam kasus dimana seseorang telah bergerak kedalamnya. Asuna menatap Kirito, lalu berbicara.

"Ayo maju, Kirito-kun."

"Yea."

Mengangguk setuju, mereka bersama-sama menendang tanah tempat mereka berpijak.

Mereka berdua melompat ke depan dengan mengggunakan ketangkasan dan kekuatan yang mereka miliki, Sasha dan anggota the Army hanya bisa melihat tercengang ke atas ketika mereka melewati halangan dengan begitu mudah, dan akhirnya mendarat di ruang yang tertutup dari segala sisi.

"Woah!?"

Beberapa orang melompat mundur karena ketakutan.

Di pojok area tersebut, dua anak laki-laki dan satu anak perempuan di usia sepuluh tahunan meringguk kaku bersama-sama. Armor mereka telah dicopot, hanya berpakaian pakaian dalam. Asuna menggigit bibirnya, lalu melangkah menuju anak-anak tersebut, dan berbicara sambil tersenyum.

"Sudah tak apa-apa sekarang. Kalian bisa mendapatkan kembali equipment kalian."

Mereka akhirnya mengangguk dengan mata terbuka, mengambil kembali armor mereka yang berada di dekat kaki dengan panik, dan mulai mengoperasikan jendela mereka.

"Oi... Oi, oi, oi!!"

Pada saat itu, seorang pemain dari the Army akhirnya datang dan berteriak keras.

"Apa urusan kalian!! Jangan berani-berani menghalangi pekerjaan the Army!!"

"Tunggu, tunggu sebentar."

Menghentikan teriakan si pria, pemain dengan armor berat melangkah ke depan. Tampaknya ia adalah pemimpin grup ini.

"Kami belum pernah menjumpai kalian di sekitar sini, tetapi apakah kau tau jika tindakanmu itu menentang pasukan pembebasan? Jika kalian masih bermaksud seperti itu, kami bisa menginterogasimu di markas pusat."

Mata sipit si pemimpin tersebut bersinar penuh kekejian. Mencabut pedang besar dari pinggangnya,ia melangkah sambil berulang kali mengasar mata pedangnya di telapak tangannya dengan tujuan tertentu. Permukaan pedang tersebut berkilau karena cahaya matahari yang hampir terbenam. Sebuah kilauan ciri khas suatu senjata yang tak pernah digunakan ataupun diperbaiki dari kerusakan bahkan satu kalipun.

"Atau kamu ingin melunasi «persahabatan dari luar» ini, persahabatan dari luar? Eh!?"

Pada saat Asuna mendengar kalimat tersebut.

Gemertak gigi Asuna bisa terdengar. Ia berpikir jika masalah ini bisa diselesaikan dengan damai, akan tetapi ketika ia melihat anak-anak yang ketakutan, amarahnya sudah melewati batasnya.

"...Kirito-kun, aku serahkan Yui-chan padamu."

Yui diserahkan pada Kirito, dan sebelum seorangpun tahu apa yang terjadi, ia telah mematerialkan rapier miliknya dengan satu tangan. Menghunus rapier yang diterimanya, ia lalu bergerak cepat menuju si pemimpin.

"A.... Ah...?"

Menghadapi si pria yang masih belum memahami situasi dengan mulutnya yang setengah terbuka, Asuna tiba-tiba memusatkan kekuatannya dalam serangan tusukan satu tangan.

Area sekitar tiba-tiba di selimuti cahaya keunguan. Suara hantamannya seperti sebuah ledakan. Wajah si pria terdorong, dan ia jatuh ke belakang dengan linglung karena matanya masih terbuka.

"Jika kau sebegitu inginnya bertarung, tak perlu jauh-jauh pergi ke field."

Melangkah menuju hadapan si pria, Asuna sekali lagi mengacungkan tangan kanannya. Cahaya tersebut terulang lagi, dan suara yang memekakan telinga bergemuruh lagi. Si pemimpin grup ini terdorong kebelakang seolah-olah ia ditolak.

"Jangan khawatir, HP milikmu tak akan menurun. Well, terima kasih karenanya, aku tak perlu menahan lagi."

Menatap Asuna yang perlahan mendekat dengan bibirnya gemetar, si pemimpin tampaknya menyadari maksud tersirat Asuna.

Dalam jangkauan Kode Anti Kriminal, bahkan jika menyerang kepada pemain lain, serangan tersebut akan dihentikan oleh dinding yang tak terlihat dan tak ada damage yang diberikan. Akan tetapi aturan ini juga memiliki celah tertentu: yaitu si penyerang tak perlu khawatir jika ia berubah warna menjadi pemain orange.

Sword Art Online Vol 02 - 241.jpg

Sebagai contohnya celah tersebut bisa digunakan «Dalam Jangkauan Pertarungan», biasanya digunakan untuk pertarungan palsu untuk latihan. Bagaimanapun juga, karena tingkat status dan skill si penyerang, suara dari hantaman dan terangnya warna yang diciptakan oleh sistem, pada waktu yang sama kode tersebut diaktifkan, dan serangan akan ditingkatkan sesuai status si penyerang; dan ditambah dengan kekuatan sword skill yang digunakan, meskipun sedikit, efek dorongan ke belakang akan tetap dihasilkan. Untuk orang yang belum terbiasa, efek tersebut tidaklah mudah untuk ditahan, meskipun kamu tahu bahwa HP tak akan menurun.

"Eek... h- henti..."

Terdorong ke tahan karena serangan Asuna, ia menjerit.

"Kalian... jangan cuma menonton... lakukan sesuatu...!!"

Akhirnya mendapat kesadaran karena suara si pemimpin, para anggota the Army mengeluarkan senjata mereka satu persatu.

Para pemain yang sebelumnya memblokir jalan, kini merasakan ketidaknormalan pada situasi ini akhirnya berlari dari jalanan utara dan selatan.

Dikelilingi oleh pemain the Army dalam bentuk setengah lingkaran, Asuna menatap mereka dengan mata yang berkobar - kobar, seolah-olah ia telah kembali ke waktu ketika ia menjadi seorang pemain yang bersemangat. Menendang tanah tanpa berkata - kata, ia menerjang pasukan tersebut yang tepat dihadapannya.

Dalam waktu singkat, jalanan sempit itu terisi oleh raungan-raungan bagaikan petir.

Sekitar tiga menit kemudian.

Setelah Asuna mendapatkan kembali kesadarannya, ia berhenti melangkah ke depan dan menurunkan pedangnya, apa yang terbaring di area tersebut adalah para pemain the Army yang telah kalah. Satu-satunya yang masih tersisa telah meninggalkan pemimpin mereka dan ia telah kabur.

"Whew..."

Mengambil nafas dalam - dalam, Asuna menyarungkan rapier miliknya dan berbalik kebelakang— apa yang ia lihat adalah sosok Sasha dan anak-anak dari gereja yang masih berdiri penuh shok, kehilangan kata-kata.

"Ah..."

Asuna mundur selangkah sambil menahan nafas. Ia yakin nahwa ia telah menakuti anak-anak tersebut ketika sangat marah dan mengancam the Army sebelumnya, lalu ia memalingkan matanya penuh depresi.

Pada saat itu, si anak laki-laki yang seperti biasa berdiri kedepan di hadapan anak lainnya, sambil menyisir rambut merahnya kembali, bersorak sambil matanya berbinar.

"Mengagumkan... itu mengagumkan kak!! Itu pertama kalinya aku melihat hal seperti itu!!"

"Aku bilang juga apa, kakak ini benar-benar kuat kan?"

Kirito melangkah maju dengan senyum lebar. Memegang Yui dengan tangan kirinya, sebuah pedang dibawa di tangan kanannya. Tampaknya ia juga ingin menghadapi beberapa di antara mereka.

"...A- Ahaha."

Asuna tertawa karena hal tersebut, lalu anak-anak tiba-tiba menyoraki dan melompat ke arahnya.

Sasha memegang kedua tangannya erat-erat di dadanya, tersenyum sambil matanya hendak meneteskan air mata.

"Semuanya.... Perasaan semuanya-"

Suara kecil namun bisa didengar jelas. Asuna mengangkat wajahnya karena kaget. Dalam lengan Kirito, Yui yang telah terbangun tanpa seorangpun menyadari, menatap ke atas pada udara hampa dan mengacungkan tangan kanannya.

Asuna melihat ke arah yang ditunjuk, namun tak ada apapun disana.

"Perasaan semuanya..."

"Yui! Ada apa, Yui!!"

Kirito berteriak, lalu Yui berkedip dua hingga tiga kali, melihat dengan ekspresi kosong. Asuna juga berlari penuh kebingungan lalu menggenggam tangan milik Yui.

"Yui-chan... mungkinkah, kamu mengingat sesuatu!?"

"...Aku... Aku..."

Sambil mengerutkan kening, ia menundukkan kepalanya.

"Aku, tidak pernah... disini... aku selalu sendirian dalam kegelapan..."

Sambil mengerutkan kening seolah-olah ia teringat sesuatu, Yui menggigit bibirnya. Dan, pada saat itu...

"Wa... aa... aaah!!"

Memalingkan kepalanya ke belakang, sebuah jeritan bernada tinggi keluar dari tenggorokannya.

"...!?"

Zsh, zsh, suara yang mirip mesin elektronik bergema dalam telinga Asuna untuk pertama kalinya sejak ia berada dalam SAO. Tiba-tiba setelah hal itu, tubuh Yui mulai bergetar di sana-sini seolah-olah akan runtuh.

"Yu... Yui-chan...!"

Asuna menjerit dan membungkus tangannya di sekitar tubuh Yui secara panik.

"Mama... menakutkan... Mama...!!"

Memeluk tubuh lemah Yui dalam lengan Kirito, Asuna memeluknya erat dalam dadanya. Beberapa detik kemudian, fenomena aneh tersebut menenang, dan tenaga menghilang dari tubuh Yui yang kaku.

"Sebenarnya apa yang terjadi barusan..."

Bisikan kosong dari Kirito samar-samar mengalir dalam keheningan.

Bagian 3[edit]

"Semuanya, masing-masing ambillah satu potong roti!"

"Hei, minumannya akan tumpah jika kamu tak memperhatikan!"

"Aah, sensei! Gin mengambil telur goreng matahari milikku!"

"Aku telah memberikan wortelku sebagai gantinya kan!"

"Ini... sungguh mengagumkan..."

"Ya, sungguh..."

Baik Asuna dan Kirito menatap adegan sarapan yang tampak seperti medan perang di depan mereka, dan berguman satu sama lain dalam kebingungan.

Pada Starting City, tepatnya di ruang tamu dalam gereja pada distrik timur ketujuh. Piring besar penuh telur, sosis, salad sayur dan sejenisnya berbaris di sepanjang meja makan yang besar, meja tersebut hampir terpenuhi oleh duapuluh anak-anak atau lebih dalam keributan.

"Tetapi, tampaknya mereka menikmatinya."

Pada meja lingkaran yang sedikit jauh, Asuna duduk bersama Kirito, Yui, dan Sasha yang tersenyum setelah meminum secangkir teh.

"Seperti inilah setiap harinya. Keadaan ini tak akan tenang tak peduli berapa kali kamu menyuruh mereka diam."

Setelah berkata seperti itu, Sasha menyipitkan matanya yang terisi kasih sayang dari dalam lubuk hatinya ketika ia menatap anak-anak.

"Kamu sungguh menyayangi anak-anak kan?"

Asuna berkata dan Sasha hanya tersenyum malu.

"Di dunia nyata, aku telah berlatih untuk menjadi seorang guru di universitas. Kamu mengerti kan, kekacauan dalam kelas selalu menimbulkan masalah. Kemampuan untuk bisa mengarahkan anak - anak; aku selalu terpancing akan hal tersebut. Namun ketika aku tiba di sini, ketika aku memulai hidup bersama anak-anak tersebut, semuanya tampak berbeda dari apa yang aku yakini... rasanya aku menjadi yang bergantung pada mereka; bahwa mereka telah mendukung aku lebih banyak. Namun, yah hal itu mungkin baik-baik saja... aku mulai mempecayai bahwa hal tersebut hanyalah hasil alami."

"Yah, aku menjadi mengerti entah bagaimana."

Asuna mengangguk, sambil mengusap kepala Yui yang telah memasukkan sendok kemulutnya dengan lembut. Kehangatan yang dibawa oleh kehadiran Yui mengejutkan Asuna. Kehangatan tersebut berbeda dari kehangatan cinta yang ia rasakan di dadanya ketika bersentuhan dengan Kirito; kehangatan seperti dimasukkan kedalam bulu yang tak bisa dilihat, sebelum tersadar sekali lagi; sebuah ketenangan terasa.

Kemarin, setelah pingsan secara tiba - tiba, Yui secara beruntung bangun setelah beberapa menit. Bagaimanapun juga, karena Asuna tidak ingin membuat perjalanan panjang ataupun menggunakan gerbang teleport lagi, dan juga karena undangan Sasha, Kirito dan Asuna akhirnya meminjam salah satu kamar yang tersedia di gereja untuk menginap.

Kondisi Yui tampaknya semakin membaik sejak pagi hari, jadi Asuna serta Kirito menjadi senang karena hal tersebut, tetapi asal usul asli Yui belum diketahui. Berdasarkan ingatan samar-samar yang telah Yui dapatkan, ia tampaknya tak pernah datang ke Starting City, dan lebih parahnya lagi, ia tidak tinggal bersama seorang pengasuh. Dalam hal ini, penyebab rusaknya ingatan milik Yui, atau gejala kemunduran otaknya benar-benar tak di ketahui dan mereka berdua bingung apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Namun Asuna telah bersabar dari perasaan yang ada di dalam hatinya.

Juga hingga sekarang, ia akan melanjutkan hidupnya bersama Yui hingga ingatannya kembali. Bahkan jika cutinya akan berakhir, dan ia harus kembali ke garis depan, pasti ada suatu cara untuk—

Karena Asuna terdiam karena kecemasannya ketika membelai rambut Yui, Kirito meletakkan cangkirnya dan mulai berbicara.

"Sasha-san..."

"Ya?"

"...Well, ini tentang the Army. Sejauh pengetahuanku, meskipun kekejaman dari meraka sungguh luar biasa, mereka masih bertekad untuk menjaga ketertipan umum. Melihat kembali tindakan orang-orang kemarin, tampaknya mereka bertindak seperti seorang kriminal... sejak kapan hal seperti itu terjadi?"

Sasha menjawab dengan tegang.

"Waktu ketika aku merasakan ada perubahan dalam tujuan mereka telah terjadi setengah tahun yang lalu... ada beberapa orang yang melakukan tindakan pemerasan dengan dalih pemungutan pajak, begitu juga di sisi lain, yang ingin menumpas tindakan pemerasan tersebut.

Aku juga pernah melihat sesama anggota the Army saling berhadapan satu sama lain beberapa kali. Berdasarkan rumor, tampaknya ada perebutan kekuasaan diantara para petingginya atau hal semacam itulah..."

"Yeaa... Well, mereka masih sebuah organisasi besar yang memiliki anggota lebih dari seribu sekarang ini. Tak ada pikiran yang terlintas ketika mereka akan memonopoli... Akan tetapi, jika apa yang terjadi kemarin adalah kegiatan harian mereka, mereka tidak seharusnya dibiarkan... Asuna."

"Apa?"

"Apakah pria itu tahu akan situasi ini?"

Menebak siapa orang yang dimaksud dengan kata-kata enggan, orang itu, Asuna berbicara sambil menahan senyum.

"Well, aku kira ia akan tahu... Ketua Heathcliff itu orang yang serba tahu, bahkan tentang gerakan the Army. Berbicara tentangnya, bagaimana caranya aku mengatakan ini ya, ia tampaknya tak tertarik pada apapun selain pemain level atas... ia pernah menanyai berbagai macam hal tentang Kirito-kun ketika sebelumnya, tetapi pada saat penaklukan guild pembunuh, «Laughing Coffin», berlangsung, ia hanya meninggalkan kita dengan satu pasukan untuk pergi, Aku akan menyerahkannya padamu. Bagaimanapun, aku percaya ketua mungkin tak akan mengerahkan grup penyelesai demi memperngaruhi the Army."

"Well, tampaknya hal itu mungkin juga jika kamu menganggap seperti itu... Tetapi dalam kasus ini, kita tak bisa bertindak banyak jika hanya kita berdua."

Mengerutkan alisnya ketika ia meminum teh, Kirito tiba-tiba mengangkat wajahnya dan menatap pintu masuk gereja.

"Seseorang disini. Satu orang..."

"Eh... Mungkinkah tamu lain..."

Menegaskan kata-kata Sasha, sebuah ketukan terdengar di dalam bangunan gereja.

Seseorang yang memasuki ruang tamu bersama Sasha yang membawa sebuah belati tergantung di pinggangnya, dan Kirito, yang juga mengikuti Sasha untuk memastikan, adalah seorang pemain wanita berpostur tinggi. Rambut keperakan yang diikat ekor kuda memberikan kesan sosok yang berwawasan, serta mata berwarna biru langitnya terisi penuh semangat, wajah yang cantik.

Gaya rambut, warna rambut, bahkan warna pupil mata bisa di atur sesuka hati dalam SAO, tetapi karena kebanyakan sistem yang bekerja adalah buatan Jepang, pemain dengan corak warna kuat seperti ini bisa dikatakan cukup jarang. Asuna juga pernah sekali mencoba sekuat tenaga untuk mewarnai rambutnya menjadi merah muda; kejadian itu adalah sebuah masa lalu yang tak boleh dikatakan dimana ia akhirnya mengembalikan warnanya menjadi coklat karena kecewa.

Ia adalah wanita yang cantik, dan setelah mendapat kesan pertama juga termasuk bahwa ia adalah wanita dewasa, Asuna menjatuhkan pandangannya sekali lagi menuju equipment yang dikenakan si wanita tersebut, lalu ia terkejut secara reflek.

Meskipun equipment tersebut tersembunyi oleh jubah abu - abu, pada tubuh si pemain wanita ini, ia mengenakan sebuah mantel hijau kehitaman dengan bawahan berwarna sama hingga pahanya; armor metal dengan warna pudar ini tak salah lagi adalah seragam dari the «Army». Di sisi kanan pinggangnya ada sebuah pedang pendek, dan sebuah cambuk menggulung di sisi kirinya.

Anak-anak yang menyadari kehadiran si wanita langsung terdiam secara bersamaan dan berhenti bergerak sementara mata mereka terisi penuh kewaspadaan. Akan tetapi, Sasha tersenyum kepada mereka dan berbicara seolah ia menghapus rasa ketidak percayaan mereka.

"Semuanya, tenanglah, jangan khawatir atas kehadiran wanita ini. Lanjutkan sarapan kalian."

Anak-anak memandang penuh tanya, tetapi dengan kata-kata Sasha yang mereka percayai, semuanya melepaskan ketegangan yang ada di pundak mereka dengan perasaan senang, lalu keributan kembali hadir di ruang tamu tersebut. Si pemain wanita yang telah berjalan menuju meja bundar di tengah-tengah semuanya dan mengambil tempat duduk yang telah disediakan oleh Sasha, ia akhirnya duduk dengan sedikit membungkuk.

Tidak memaham situasi ini, ia menatap Kirito dengan penuh tanya, dan Kirito yang juga telah duduk di kursi menundukkan kepalanya kesamping hingga ia menghadap Asuna lalu berbicara.

"Er, well, orang ini bernama Yuriel-san. Tampaknya ia memiliki suatu hal untuk dibicarakan dengan kita." Pemain berambut silver pengguna cambuk yang telah diperkenalkan sebagai Yuriel menatap lurus ke arah Asuna untuk sesaat, sebelum akhirnya ia menundukkan kepalanya dan membuka mulutnya.

"Senang bertemu denganmu, Namaku Yuriel. Aku masuk dalam sebuah Guild, namanya ALF."

"ALF?"

Asuna bertanya akan nama guild tersebut yang ia dengar untuk pertama kalinya, dengan cepat si wanita menundukkan kepalanya.

"Ah, maafkan saya. Nama itu adalah sebuah singkatan untuk the Aincrad Liberation Force. Aku tak begitu suka nama resminya, jadi..." Suara si wanita terdengar begitu elegant. Perasaan iri tumbuh semakin besar dalam hati Asuna yang selalu berpikir bahwa suaranya kekanak-kanakan, jadi ia kembali memperkenalkan dirinya.

"Senang berkenalan denganmu. Aku dari guild Knights of the Blood's— ah, tidak, aku sedang liburan untuk sementara waktu, kamu bisa memanggilku Asuna. Lalu anak ini bernama Yui."

Setelah menghabiskan sup dan sedang menikmati jus buahnya, Yui mengangkat wajahnya tiba - tiba, memperhatikan Yuriel lebih dekat. Ia sedikit mencondongkan kepalanya, lalu ia segera memberikan sebuah senyum manis, lalu memundurkan tatapannya.

Pada saat nama Knights of the Blood sampai di telingan Yuriel, ia membuka mata biru langitnya lebih lebar.

"KoB... aku mengerti, tak heran jika orang-orang itu dikalahkan dengan mudah."

Asuna yang menyadari siapa orang yang dimaksud, meningkatkan kewaspadaannya sambil berbicara.

"...Dengan kata lain, kamu kesini untuk menanyakan kejadian kemarin, benar begitu kan?"

"Bukan, bukan, bukan untuk itu aku kemari. Malah kebalikannya; aku ingin mengungkapkan rasa terima kasihku karena kalian melakukan hal seperti itu."

"..."

Menatap Kirito dan Asuna yang terdiam karena tidak memahami maksudnya,Yuriel berterus terang akan maksud tujuannya kemari.

"Hari ini, aku datang ke sini karena aku ingin meminta bantuan kalian berdua."

"S-sebuah permintaan...?"

Rambut silvernya bergoyang karena mengangguk, si swordswoman dari the Army melanjutkan perkataannya.

"Iya. Aku akan memulai penjelasanku dari sangat awal. Apa yang kita kenal sebagai the Army, bukanlah nama yang terkenal jika dulu... alasan mengapa ALF menjadi nama Army saat ini dikarenakan fakta bahwa si wakil ketua yang mendirikan guild ini, seorang pria yang bernama Kibaou, sekarang ia menjadi pemimpin yang menguasai guild ini. Pada awalnya, ia memilih nama guild, MTD... pernahkan kamu mendengarnya?"

Asuna tidak mengingat jika pernah mendengar nama itu sebelumnya, namun Kirito memberikan balasan tiba-tiba.

"Nama itu mungkin sebuah singkatan dari «MMO Today». Pada waktu ketika SAO dimulai, nama tersebut adalah situs perkumpulan informasi game terbesar di jepang. Orang yang membentuk guild seharusnya menjadi seorang administrator dari sana. Jika aku tak salah, namanya adalah..."

"Sinker."

Pada saat nama tersebut diucapkan, wajah Yuriel sedikit berubah.

"Dia... dulunya tidak ingin membuat organisasi sok kuasa seperti sekarang ini. Apa yang ia inginkan hanyalah kesetaraan pembagian informasi serta sumber makanan diantara pemain sebanyak mungkin..."

Bahkan setelah Asuna mengetahui keinginan serta gagalnya the «Army» ketika waktu itu melalui desas-desus. Keinginan untuk memburu monster dengan banyak orang, mengurangi tingkat bahaya sebanyak mungkin, melalui itu semua mereka bisa mendapatkan pemasukan tetap dan pengeluaran yang seimbang, tindakan seperti itu bukanlah suatu aib. Tatapi inti dari MMORPGs adalah perebutan sumber daya oleh pemain untuk mereka sendiri, dan hal tersebt tidaklah berubah bahkan bagi orang yang tak dikenal, tidak hanya kondisi extreme yang ada di permainan seperti SAO. Tidak, sebenarnya, bisa dikatakan bahwa kondisi seperti itu malahan semakin menguatkan.

Terlebih lagi, rencana serta kepemimpinan yang kuat bagi sebuah organisasi sangat penting untuk mewujudkan keinginan organisasi, untuk tambahan juga, the Army terlalu besar. Persembunyian dari item yang diperoleh semakin merajalela, pemberontakan secara tiba-tiba terjadi satu persatu, lalu pemimpin guild secara perlahan kehilangan kendali atas guildnya.

"Dan seseorang yang datang untuk memperkuatnya adalah laki-laki bernama Kibaou."

Yuriel berbicara dalam nada yang tidak senang.

"Dia mendukung konsep individualise dari Sinker, lalu memulai memperkuat struktur organisasi dengan pemain-pemain berlevel tinggi yang memiliki pandangan yang sama, dan mengubah nama guild menjadi Aincrad Liberation Force. Untuk tambahan saja, dia mendukung perburuan kriminal dan memonopoli field dengan keefektifan diatas rata - rata, melalui penggunaan kebijakan resmi. Dia setidaknya mempertimbangkan hubungan dengan guild lain dengan cara mempertahankan etika berburu pada area-area setelahnya, dia tetap memonopoli dalam periode waktu lama melalui berbagai cara kekerasan, meningkatkan keuntungan guild dengan tajam, serta menyebabkan pendukung Kibaou memperoleh kekuasaan politik secara cepat. Akhirnya, Sinker secara cepat menjadi tak lebih dari pemimpin palsu... sedangkan pemain-pemain dari kelompok Kibaou telah memulai tindakan pemerasan dibalik dalih «penagihan pajak» bahkan di dalam batas kota. Kemarin, orang yang menyebabkan kalian menemui keadaan berbahaya adalah bagian dari kelompok tersebut."

Yuriel mengmbil nafas, meminum teh yang Sasha buat lalu melanjutkan.

"Bagaimanapun juga, meskipun kelompok Kibaou memiliki kelemahan. Mereka tak mencari apapun selain pengumpulan kekayaan, mereka juga hampir tidak melanjutkan penyelesaian permainan ini. Kepercayaan pada mereka menyebabkan suatu akhir, dan menjadi pembicaraan populer diantara para pemain yang mengikuti Kibaou... Untuk mengendalikan ketidakpuasan tersebut, Kibaou akhirnya memilih bertaruh. Bersama bawahannya, dia membentuk sebuah party yang terdiri dari sepuluh pemain yang memiliki level paling atas, lalu mengirim mereka untuk mengalahkan boss paling atas."

Asuna secara sengaja bertukar pandang dengan Kirito. Pemain dari the Army yang bernama Colbert menantang boss lantai tujuh puluh empat «The Gleameyes», tanpa persiapan yang tepat dan akhirnya tewas secara tragis, sungguh kenangan yang buruk bagi Asuna.

"Bagaimanapun juga betapa tingginya levelmu sejak awal, ketika dibandingkan dengan grup penyelesai, kita tak bisa menolak kurangnya kecapakan yang dimiliki ... hingga akhirnya, party tersebut dihancurkan, dan yang terburuk adalah si pemimpin party tersebut tewas. Kibaou menyalahkan hasil tersebut. Kita sedikit lagi hampir bisa untuk mengeluarkannya dari guild, tetapi..."

Kerutan terbentuk di batang hidung Yuriel, lalu ia menggigit bibirnya.

"Tiga hari lalu, Kibaou mengambil tindakan berlebih karena ia diburu lalu memasang sebuah perangkap kepada Sinker. Dia menggunakan kristal koridor yang telah diatur menuju dungeon terdalam pada pintu keluarnya, dan Sinker secara singkat langsung terbuang menuju dungeon tersebut. Pada waktu itu, Sinker pergi tanpa membawa equipment miliknya karena percaya pada perkataan Kibaou, 'Ayo berbincang tanpa menggunakan senjata,' serta di dungeon tersebut seseorang tak akan bisa melewati mob monster dari bagian paling dalam dan bisa kembali sendiri. Tampaknya ia juga tak membawa kristal teteport..."

"T- tiga hari telah berlalu...!? Sinker-san pasti...?"

Menghadap Asuna yang memberikan pertanyaan, Yuriel mengangguk ringan.

"Namanya pada «Monument of Life» masih belum terconteng, jadi tampaknya ia berhasil menuju area aman. Akan tetapi, karena lokasi dungeonnya kemungkinan berlevel tinggi, kami tak bisa mengambil tindakan apapun... kamu tahu kan, pesan tak bisa dikirimkan jika di dalam dungeon, dan jendela penyimpanan guild tak bisa diakses dari dalam sana, jadi kami juga tak bisa mengirimkan kristal teleport."

Semenjak menggunakan Kristal koridor bisa mengirimkanmu ke tujuan kematian, hal tersebut adalah salah satu teknik dasar yang biasa dikenal sebagai, «Portal PK», Sinker seharusnya tahu akan hal tersebut. Akan tetapi, ia mungkin tidak mempertimbangkan jika wakil ketua pada guild yang sama akan melakukan tindakan seperti itu bahkan penuh kebencian diantara mereka berdua. Atau mungkin, Sinker hanya tidak ingin mempercayai fakta tersebut.

Karena kelihatannya ia bisa membaca pikiran Asuna, Yuriel berguman, "Dia hanya orang yang terlalu baik," lalu melanjutkan.

"...seseorang yang hanya bisa memanipulasi bukti seorang pemimpin guild, the «Scroll of Contracts», adalah Sinker dan Kibaou, jika terus seperti ini, dengan tidak kembalinya Sinker, manajemen guild dan semacamnya, bahkan masalah keuangan; semua hal tersebut akan dikendalikan oleh Kibaou. Kewajiban untuk mencegah Sinker jatuh kedalam perangkap bersama asistennya, adalah aku, dan aku tak punya pilihan lain serta menyelamatkannya. Namun aku tak mungkin melewati dungeon yang sulit demgam levelku saat ini; begitu juga memanggil dukungan dari pemain the «Army»."

Ia menggigit bibirnya rapat, sebelum menatap lurus menuju Kirito lalu ke Asuna.

"Dan pada waktu itu, aku mendengar kabar burung jika sepasang pemain yang sangat kuat muncul di kota ini, oleh karenanya aku datang ke sini untuk meminta bantuan, aku tak bisa mengabaikan situasi ini dan tak melakukan apapun. Kirito-san— Asuna-san." Yuriel membungkuk dalam, lalu berbicara.

"Aku yakin ini sungguh tindakan yang lancang karena kita baru saja bertemu, tetapi kumohon, bisakah kalian membantuku untuk menyelamatkan Sinker?"

Asuna menatap Yuriel sungguh-sungguh yang telah menyelesaikan cerita panjangnya.

Ini menyedihkan untuk dikatakan sebenarnya, tetapi dalam SAO, kata-kata dari orang lain tak bisa dipercaya sebegitu mudahnya. Bahkan untuk masalah seperti ini, kemungkinan hal ini adalah konspirasi untuk memancing Kirito dan Asuna menuju batas luar kota lalu melukai mereka berdua tak bisa diabaikan begitu saja. normalnya, selama memiliki pengetahuan yang cukup tentang permainan ini, mungkin bisa menemukan kebohongan pada cerita ini, namun tak beruntungnya, Asuna dan teman-temannya mengetahui lebih motif asli yang melibatkan the «Army».

Bertukar pandang dengan Kirito, Asuna membuka mulutnya untuk berbicara dengan sopan.

"—Jika ada sesuatu yang bisa kami lakukan, kami seharusnya meminjamkan kekuatan kami—itulah apa yang aku yakini. Tetapi tentang masalah yang terjadi, pertama-tama kami harsu melakukan penyelidikan terlebih dahulu setidaknya untuk mengkonfirmasi ceritamu..."

"Seperti yang kuharapkan, aku seharusnya..."

Yuriel mengangguk sedikit.

"Aku menyadari bahwa ini mungkin permintaan yang tak masuk akal... bagaimanapun juga, aku tak ingin garis horizontal terukir pada nama Sinker lebih dulu pada «Monument of Life» di Black Iron Castle sekarang ini..."

Mata si pengguna cambuk berambut silver tampak meredup untuk mempengaruhi perasaan Asuna. Ia ingin untuk percaya. Tetapi pada waktu yang sama, pengalaman yang telah ia kumpulkan lebih dari dua tahun di dunia ini memperingatkannya, bel alarm tentang bahaya menggoyahkan emosinya..

Melihat ke arah Kirito, ia juga tamapaknya kehilangan arah pikirannya sekali lagi. Mata hitamnya bermaksud menampilkan gejolak hatinya, keinginan untuk membantu Yuriel dan kuatir akan kesehatan Asuna.

—Kemudian itu terjadi. Yui yang terdiam cukup lama hingga kini tiba-tiba mengangkat kepalanya dari cangkir lalu berbicara.

"Tak apa Mama. Orang ini tak berbohong kok."

Asuna kaget dan menatap Yui. Mengesampingkan isi perkataannya, kata-kata Yui sungguh bahasa jepang yang fasih, tampaknya perkataan terputus-putusnya kemarin suatu kebohongan.

"Yu... Yui-chan, apa kamu bisa memahami hal seperti itu...?"

Ditanyai pertanyaan oleh Asuna yang menatap wajahnya, Yui memberikan anggukan.

"Un. Aku tak bisa... mencari kata-kata yang tepat, tapi aku mengerti..."

Setelah mendengar kata-kata tersebut, Kirito mengangkat tangan kanannya, menyentuh kepala Yui. Kirito menatap Asuna lalu menyeringai. "Ayo percaya padanya, daripada mencurigainya. Ayo pergi. Kita akan menangani ini."

"Kamu selalu tak memikirkan seperti sebelumnya, huh."

Menggoyangkan kepalanya ketika membalas, Asuna juga membelai rambut Yui dengan tangannya.

"Maaf ya Yui-chan. Kami akan terlambat mencari teman-temanmu untuk satu hari, maafkan kami ya."

Asuna berbisik dalam suara kecil, meskipun ia yakin jika Yui memahaminya Yui tersenyum lebar dan mengangguk. Menggerakkian rambut hitamnya sekali lagi, Asuna berbalik menghadap Yuriel dan berkiata sambil tersenyum.

"...Kami mungkin tak bisa membantu banyak, tetapi ijinkan kami menemanimu. Keinginan menolong orang yang penting denganmu; aku juga mengerti perasaan itu..."

Air mata menetes dari mata berwarna biru langit milik Yuriel, ia lalu membungkuk dalam.

"Terima kasih... terima kasih banyak..."

"Simapn saja terima kasihnya setelah kita menyelamatkan Sinker-san."

Asuna memberikan senyum lainnya, dan Sasha yang sejauh ini melihat dalam keheningan, menepukkan kedua tangannya.

"Maka dari itu, pastikan kalian mengisi perut dulu! Masih ada makanan yang tersisa, kamu juga makanlah Yuriel-san." Cahaya matahari yang bersinar lemah di awal musim dingin berwarna merah terang setelah melewati puncak pohon di jalanan, menciptakan bayangan pada jalanan berbatu. Hampir tidak ada seorangpun melalui jalanan di Starting City, dan jalanan yang membentang si kejauhan, kesan suram benar-benar tak bisa ditolak.

Asuna mempercepat mengenakan equipmentnya melewati jalanan bersama Kirito yang menggendong Yui dibawah panduan Yuriel.

Asuna umumnya akan meninggalkan Yui bersama Sasha, akan tetapi Yui bersikeras untuk ikut pergi bersama, akhirnya ia membawa Yui. Tantunya, sebuah kristal teleport telah disiapkan didalam kantongnya. Jika situasi semakin memburuk—meskipun mengganggu Sasha—mereka akan segera mundur dari dungeon.

"Ah, sekarang aku kepikiran sesuatu, kamu masih belum menyebutkan hal penting."

Kirito memanggil Yuriel yang berjalan di depan.

"Dungeon tersebut ada di lantai berapa?"

Yuriel memberi sebuah jawaban sederhana.

"Di sini."

"...?"

Asuna menolehkan kepalanya secara naluri.

"Di sini... eh?"

"Itu, yah, di Starting City... ada sebuah dungeon besar di dalam tanah pada pusat kota. Sinker mungkin... ada di bagian paling dalam..."

"Serius?"

Kirito berbicara seperti sedang mengerang.

"Tak ada dungeon seperti itu ketika beta test. Mungkin salah..."

"Pintu masuk menuju dungeon tersebut ada di Black Iron Castle— dengan kata lain markas pusat the Army. Dungeon tersebut bukanlah jenis dungeon yang akan terbuka jika kamu menyelesaikan lantai atas, serta dungeon tersebut baru ditemukan ketika Kibaou datang untuk memperkuat, mereka tampaknya ingin memonopoli dungeon tersebut dengan kelompok mereka sendiri. Dungeon tersebut masih menjadi rahasia untuk sementara waktu bahkan dari Sinker, dan tentunya dari aku..."

"Jadi begitu. Ada banyak item langka yang muncul ketika di dalam dungeon yang masih belum dijelajahi. Mereka pasti mendapat keuntungan dari itu."

"Well, tidak sepenuhnya benar si."

Nada Yuriel kehilangan kesenangan.

"Meskipun dungeon itu ada di bawah tanah, tingkat kesulitannya benar-benar tinggi... bahkan diantara monster bawah tanah, level mereka hampir mendekati monster yang ada di lantai enam puluh. Party yang dipimpin Kibaou beberapa waktu yang lalu dihancurkan dan mereka melarikan diri dengan berteleport keluar. Bersyukurlah karena mereka terburu-buru menggunakan kristal, kita bisa masuk sejauh ini."

"Hahaha, aku mengerti."

Yuriel membalas tawa Kirito dengan senyuman, tetapi langsung hilang tergantikan kemurungan.

"Bagaimanapun juga sekarang ini, itulah alasan menyelamatkan Sinker menjadi sulit. Kristal koridor yang digunakan Kibaou menempatkannya agak dalam, lalu ia berlari kesana kemari, menjauhi monster-monster... Sinker mungkin berada di ujungnya. Tak mungkin bagiku untuk menangani monster tersebut jika satu lawan satu, dan melawan mereka yang saling berkaitan sungguh tak mungkin. —Maaf, tapi kalian berdua akan..."

"Ah, yah jika mereka berlevel sekitar enam puluhan..."

"Kami seharusnya bisa menanganinya."

Mengikuti pernyataan Kirito, Asuna mengangguk. Untuk dungeon lantai enam puluh, level 70 bisa menanganinya, akan tetapi level Asuna yang kini ia telah capai adalah level 87, sementara Kirito telah mencapai level 90. Dengan ini, kelihatannya kita mungkin bisa melalui dungeon ini sambil melindungi Yui, dan Asuna melepas ketegangan di pundaknya dengan senang. Bagaimanapun juga, Yuriel melanjutkan perkataannya tanpa kehilangan ekspresi cemasnya.

"...Dan juga, ada hal lain yang perlu kita perhatikan. Informasi ini aku dapat dari pemain yang ikut serta dalam party sebelumnya, di dalam dungeon ini... monster besar terlihat; kelihatannya seperti boss..."

"..."

Asuna bertukar pandang dengan Kirito.

"Boss ini mungkin berlevel sekitar enam puluhan... bagaimana penampilan boss dari lantai enam puluhan?"

"Eh, yah, aku yakin... boss itu kelihatan seperti seorang kesatria berarmor yang terbuat dari batu."

"Ah, yang itu huh. ... tak terlalu sulit jika aku tak salah..."

Menghadap Yuriel, ia mengangguk sekali lagi.

"Well, kita mungkin bisa dengan mudah mengatasinya."

"Syukurlah kalau begitu!"

Yuriel akhirnya mengurangi ketegangannya lalu melanjutkan perkataannya sambil berkedip, karena ia kira ia melihat sesuatu yang mempesona.

"Benar... kalian berdua telah berpengalaman dengan pertarungan melawan boss... Maaf telah mengambil waktu berharga kalian..."

"Tidak, kami masih berlibur kok."

Asuna melambaikan tangannya.

Setelah mereka bercakap - cakap, bentuk dari bangunan besar yang berkilau hitam mulai tampak di jalan didepan mereka.. bangunan ini adalah bangunan terbesar yang ada di Starting City, the «Black Iron Castle». Di ruang depan setelah masuk melalui gerbang utama, «Monument of Life» dengan nama setiap pemain tercatat, berdiri tegak disana, meskipun setiap orang bisa masuk hingga titik ini, kebanyakan ruang yang lebih dalam telah dikontrol sepenuhnya oleh the Army.

Yuriel tidak masuk melalui pintu utama, melainkan melalui pintu belakang. Tembok kastil tinggi serta parit dalam mengelilingi kastil ini, menolak penyusup hingga selamanya. Bebar-benar tak ada manusia yang melewatinya..

Setelah berjalan beberapa menit, tempat yang Yuriel datangi adalah jalanan menurun, turun hingga dimana dekat dengan permukaan air parit. Mengintip kedalam, ada jalan lebar terbuka di sisi kanan tangga.

"Kita akan masuk ke aliran pembuangan kastil dari sini dan menuju pintu masuk dungeon. Mungkin akan sedikit gelap dan sempit..."

Yuriel menghentikan perkataannya disana, memandang Yui yang masih di lengan Kirito dengan penuh perhatian. Karena hal ini, Yui tak senang dan terlihat marah,

"Yui tak takut!"

Setelah itu. Sebuah senyum keluar dari Asuna karena meluhat situasi ini.

Kepada Yuriel, Yui mengatakan tak lebih dari, "Kami tinggal bersama." Ia tak mencoba untuk mengetahui lebih dari itu, namun Yuriel mungkin keberatan membawa Yui kedalam dungeon.

Asuna berbicara untuk mengurangi kekhawatirannya.

"Tak apa; anak ini lebih waspada dari penampilannya."

"Yep. Ia pasti menjadi seorang swordswoman yang kuat di masa depan."

Dengan kata-kata Kirito, Asuna memandangnya dan tersenyum, lalu Yuriel mengangguk

"Okelah, ayo pergi!"


"Nuooooo"

Pedang di tangan kanan memotong monster dengan sebuah tebasan,

"Ryaaaaaaa"

Dan pedang di tangan kiri meledakkannya.

Mengequip dua pedang untuk pertama kalinya sementara, Kirito melepaskan energi yang di simpannya selama liburan ini, menebas musuh-musuh tanpa berhenti satu sama lain. Asuna yang memegang tangan Yui, serta Yuriel yang menggenggam cambuk metalnya tak memiliki kesempatan untuk membantu. Setiap kali kelompok musuh yang terdiri dari monster katak besar yang di selubungi smile, monster type udang yang memiliki pencapit hitam kemilau, dan semacamnya muncul, Kirito menebas mereka semua dengan penuh kemarahan dari pedang di tangan kanan dan kirinya tanpa menyisakan apapun.

Dalam pikiran Asuna hanya terlintas, "Oh, ya ampun," akan tetapi Yuriel ternga-nga menatap Kirito yang sedang dalam mode mengamuk dengan penuh kekaguman. Mungkin ini tontonan yang terlalu berbeda diluar pengetahuannya . sementara Yui menyoraki dengan polosnya untuk mengurangi ketegangan yang ada di udara "Papa, lakukan yang terbaik,"

Beberapa menit telah berlalu sejak mereka memasuki gelapnya bawah tanah yang penuh air, hingga menyerbu dungeon ini dari batu hitam sebelumnya. Tempat ini lebih lebar, dalam, dan terisi oleh monster daripada yang diharapkan, tetapi Kirito menerobos keseimbangan game, mengayunkan sepasang pedangnya dengan penuh kekuatan, sementara dua swordswomen hanya terdiam.

"We... Well, aku sungguh minta maaf karena membiarkan kalian mengurus ini..."

Menatap Yuriel yang penuh penyesalan sambil menunduk, Asuna hanya tersenyum masam.

"Tidak, pertarungan tadi benar-benar memikat... tak apa kok membiarkannya melakukan hal itu."

"Hei, apa-apaan itu, itu mengerikan."

Kirito kembali dengan kesal setelah menghancurkan kelompok monster karena perkataan Asuna sampai di telinganya.

"Jadi ingin switch?"

"...Se- sedikit lagi."

Asuna dan Yuriel akhirnya tersenyum setelah saling tatap.

Setelah si pengguna cambuk berambut silver melambaikan tangan kirinya karena ingin menampilkan peta, ia menunjuk titik bercahaya yang melambangkan tanda seorang teman, menunjukkan posisi Sinker. Karena ia tak memiliki peta dungeon, jalanan menuju titik bercahaya masih kosong, akan tetapi mereka telah mencapai tujuh puluh persen dari jarak total.

"Posisi Sinker tidak berubah setelah beberapa hari. Aku yakin ia berada di area aman. Jika kita bisa sampai kesana, kita bisa menggunakan kristal untuk mundur, jadi... maaf, aku akan mengandalkan kalian sedikit lagi."

Yuriel menundukkan kepalanya, Kirito bingung sambil melambaikan tangannya.

"T- tidak, kami melakukan ini karena kami ingin, dan juga ada item yang dijatuhkan, jadi..."

"Oh?"

Asuna menjawab secara reflek.

"Apa ada item bagus yang jatuh?"

"Yup."

Kirito memanipulasi jendelanya dengan cepat, lalu daging merah kehitaman muncul dari sana dengan suara gemerincing. Wajah Asuna membeku memikirkan bagaimana anehnya yang ia rasakan.

"Ap... Apa sih itu sebenarnya?"

"Daging katak! Kamu pasti berkata jika daging ini enak jika dibandingkan dengan daging lain, pastikan untuk memasaknya nanti ya."

"Aku. Tak akan memasaknya!!"

Asuna berteriak dan juga membuka jendelanya. Membuka penyimpanan yang terhubung dengan Kirito, ia menggeser item yang bernama «Scavenger Meat x24», lalu tanpa ampun membuangnya ke tanda tempat sampah.

"Ah! Aaaaaa..."

Menatap Kirito yang terlihat kesal dan mengomel, Yuriel tak bisa membantu namun tertawa sambil memegangi perutnya, meskipun ia mencoba untuk menahannya. Tepat pada saat itu,

"Kakak akhirnya bisa tertawa!"

Yui berteriak gembira. Yuriel juga menyeringai lebar.

Melihat hal tersebut, Asuna mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Hari sebelumnya, ketika Yui mengejang juga tepat setelah anak-anak tertawa bersama setelah mengalahkan orang-orang dari the Army. Tampaknya gadis ini memiliki sensifitas yang unik terhadap orang-orang di sekitarnya. Apakah ia terlahir dengan kepribadian seperti itu, atau mungkin karena perasaan sakit yang selama ini ia derita— Asuna menggenggam tangan Yui, memeluknya lebih dekat. Ia bersumpah akan selalu tersenyum di sisi gadis ini.

"Well, ayo kita lanjutkan!"

Merespon suara Asuna, party tersebut melangkah semakin dalam menuju dungeon.

Kelompok monster kebanyakan terdiri dari makhluk air sejak mereka memasuki dungeon, kini telah berubah menjadi type hantu, seperti zombie serta hantu, karena mereka menuruni tangga, udara dingin terasa sampai ke hati Asuna, namun sepasang pedang milik Kirito masih lanjut menebas sosok-sosok musuh yang muncul secara sekejap tanpa menunjukka keragu-raguan.

Normalnya, sedikit tak terhormat bagi pemain berlevel atas untuk berburu ke area di bawah level mereka, tetapi hal tersebut tak perlu dipikirkan saat ini karena tak ada seorangpun disini. Jika ada waktu luang, akan jadi kesempatan bagi Yuriel yang bertugas sebagai penduking untuk naik level, kan tetapi menyelamatkan Sinker lebih diprioritaskan saat ini.

Dalam dua jam yang telah berlalu sekejap mata, jarak mereka dengan posisi Sinker yang berada di area aman dalam peta semakin berkurang. Tak tahu berapa banyak monster yang ditumbangkan karena pedang milik Kirito menghancurkan swordsmen tengkorak hitam menjadi berkeping-keping, dan mereka akhirnya menangkap sedikit cahaya tepat di depan mereka.

"Ah, itu zona aman!"

Ketika Asuna berucap, Kirito juga mengangguk untuk memastikan dengan skill deteksinya.

"Ada seseorang di dalam sana. Dia aman."

"Sinker!"

Yuriel berteriak lalu berlari dengan armornya yang berdenting, ia tak bisa menahan dirinya lebih lama. Kirito menurunkan dua pedangnya dan mengikuti di belakangnya bersama Asuna yang memegang Yui.

Mereka berlari menuju cahaya itu. Ketika mereka melewati jalanan yang berbelok ke kanan setelah beberapa detik, di depan cabang dari jalan tersebut sebuah ruang kecil dapat terlihat.

Karena mata mereka membiasakan diri terhadap kegelapan, ruang tersebut terisi cahaya yang cukup terang yang bisa menyilaukan mereka, dan seorang laki-laki berdiri di pintu masuknya. Wajahnya tak terlihat karena cahaya di belakangnya, akan tetapi ia melambaikan tangannya dengan liar menuju arah sini.

"Yurieeel!!"

Pada saat ia meyakinkan sosok tersebut, si laki-laki meneriakkan nama Yuriel. Yuriel juga melambaikan tangan kirinya sambil berlari lebih cepat.

"Sinkerrr!!"

Suaranya tercampur dengan air mata, tangisan si pria—

"Jangan datang lebih dekat!! Jalanannya...!!"

Mendengar hal itu, Asuna melambatkan langkahnya penuh tanya. Tampaknya kata-kata tersebut tak sampai ke telinga Yuriel. Ia tetap berlari menuju ruang di depannya.

Pada saat itu juga.

Beberapa meter sebelum area aman, di titik buta pada sisi kanan, pada jalan kecil yang memotong jalanan tempat mereka bertiga berlari, kursor kuning yang tak di harapkan muncul. Asuna dengan cepat mengecek namanya. Yang bisa ditampikan adalah «The Fatal-scythe»— Dengan arti nama scythe yang memotong takdir, nama itu juga memiliki "The" yang terlampir. Sebuah bukti jika monster itu adalah boss. "Jangan!! Yuriel-san, mundurlah!!"

Asuna berteriak. Kursor kuning bergerak perlahan ke sisi kiri, mendekati persimpangan jalanan. Jika seperti ini, Yuriel akan berlari ke persimpangan tersebut. Hanya tersisa beberapa detik.

"Ku-!!"

Tiba-tiba Kirito yang berlari di sisi kiri Asuna telah menghilang. Kenyataannya, ia telah berlari dengan kecepatan yang dasyat. Tembok di sekeliling bergetar karena suara tubrukannya.

Ia telah sampai beberapa meter dengan kecepatan seperti teleport, lalu Kirito memegang Yuriel dari belakang dengan tangan kanannya, ia mendorong pedang di tangan kirinya ke jalanan batu di bawahnya dengan seluruh kekuatannya. Suara logam terdengar hebat sekali. Percikan bunga api tak terhitung banyaknya muncul. Mengeluarkan rem mendadak bisa membakar udara, di tempat Kirito dan Yuriel berhenti tepat di depan persimpangan, tanahnya meraung seperti suatu getaran karena raksasa bayangan hitam melewatinya.

Kursor kuning yang menyergap pada jalanan di sisi kiri akhirnya berhenti setelah sepuluh meter. Monster yang tingginya tak diketahui ini merubah arahnya dan muncul sekali lagi.

Kirito melepaskan Yuriel dan menarik pedangnya yang tertancap ke lantai, ia melompat ke kiri. Asuna mengikuti dalam bingung.

Menggoncangkan Yuriel yang terjatuh karena syok, Asuna mendorongnya menuju sisi yang berlawanan persimpangan. Menurunkan Yui dari lengannya dan menyerahkannya ke Yuriel, Asuna hanya memberikan sedikit perintah.

"Mundurlah ke area aman bersama anak ini!"

Si pengguna cambuk mengangguk dengan wajah pucatnya, ia menyetujui untuk membawa Yui ke dalam ruangan, Asuna menghunus rapier miliknya sambil berbelok kea rah kiri.

Sosok punggung Kirito masih berdiri dengan dual blades miliknya memasuki pandangan Asuna. Apa yang terlihat di sana adalah sesosok humanoid berjubah hitam setinggi dua setengah meter.

Dengan tudungnya, tangan si boss yang bergelayut mengintip dari jubah benar-benar hitam. Di dalamnya tampak wajah yang suram, di dalamnya hanya ada sepasang bola mata penuh energi, urat nadinya bisa terlihat seolah menatap Kirito dan Asuna. Dia memegang sabit besar berwarna hitam di tangan kanannya. Dari sisi sudutnya, noda merah menetes turun, tetes demi tetes. Secara keseluruhan, boss ini memiliki tubuh seperti seorang dewa kematian.

Bola mata sang dewa kematian berputar lalu menatap lurus ke arah Asuna. Tepat setelahnya, hawa dingin merasuki seluruh tubuhnya seolah hatinya di cengkram oleh ketakutan.

Tampaknya level boss ini masih bisa diatasi.

Dengan pikiran seperti itu di kepalanya, saat ia menyiapkan rapier miliknya sekali lagi, Kirito berkata keras dari depannya. "Asuna, temani mereka bertiga ke area aman lalu larilah dengan kristal."

"Eh...?"

"Boss ini sungguh kuat. Bahkan skill identifikasiku tak bisa menemukan data apapun. Dalam hal kekuatan, rangking boss ini mungkin sekitar lantai Sembilan puluh."

"...?"

Asuna kehilangan nafasnya serta terdiam kaku. Bahkan ketika saat ini si dewa kematian perlahan bergerak melewati udara, mendekati mereka berdua.

"Aku akan mengulur waktu, cepatlah keluar dari sini!!"

"Ki- Kirito juga, kita berdua harus..."

"Aku akan mengerjarmu! cepatlah...!!"

Jika kristal teleport digunakan sebagai pilihan terakhir untuk mundur, kristal itu bukanlah alat yang cukup kuat. Diantara celah ketika memegang kristal dan menentukan tujuan, lalu melakukan teleportasi, ada jeda waktu beberapa detik. Jika seseorang menerima serangan dari monster di antara jeda waktu itu, teleportasinya akan gagal. Ketika serangkaian perintah gagal dalam sebuah party, karena orang-orang mundur atas keinginan mereka sendiri, maka sisanya akan menjadi korban karena tak bisa mengulur waktu untuk teleport.

Asuna tampak bimbang. Jika mereka berempat melakukan teleport terlebih dahulu, dengan kemampuan berlari Kirito, ia bisa berlari menuju area aman. Akan tetapi, perubaha kecepatan yang di tunjukkan si boss sebelumnya benar-benar mengerikan. Jika— ia lari terlebih dahulu lalu setelahnya jika Kirito tidak muncul. Pikiran seperti itulah yang tak bisa Asuna tahan.

Asuna memandang jalan si sisi kanannya.

—Maaf Yui-chan. Meskipun aku berkata akan selalu bersama...

Berbisik seperti itu dari dalam hatinya, ia berteriak.

"Yuriel-san, aku akan menyerahkan Yui padamu! Kalian bertiga cepatlah lari!"

Yuriel menggelengkan kepalanya, ekspresinya tampak membeku.

"Aku tak bisa... melakukannya..."

"Cepat!!"

Ketika itu. Si dewa kematian mengayunkan sabit lebarnya dengan sepenuh tenaga, racun menyebar dari dalam tudungnya.

Kirito menyilangkan pedang di tangannya, memaksakan berdiri di hadapan Asuna. Asuna secara panik mendekat dari belakang, bertemu dengan dua pedang milik Kirito dengan rapier di tangan kanannya. Si dewa kematian tanpa memedulikan ketiga pedang, masih menebaskan sabitnya ke bawah, mengincar kepala mereka berdua.

Sebuah kilatan merah. Sebuah hantaman.

Asuna merasakan dirinya berputar beberapa kali. Pertama, ia terlempar ke tanah, lalu menghantam langit - langit, dan terjatuh kembali ke tanah sekali lagi. Nafasnya terhenti, dan pandangannya mulai berubah gelap.

Kesadarannya mulai kabur, ia melihat HP bar milik Kirito dan miliknya sendiri, keduanya telah berkurang hingga setengah dalam sekali pukul. Indikator kuning sebagai tanda paralyze semakin membuat Asuna khawatir, mereka tak mampu untuk bertahan dari serangan selanjutnya. Ia harus berdiri. Itulah yang ia pikirkan, akan tetapi tubuhnya tak bisa bergerak—

—Tepat pada saat itu.

Langkah pendek demi langkah pendek terdengar, ia mendengar langkah kaki tersebut semakin mendekat dengan pendengarannya. Menolehkan pandangannya, ia bingung, suara langkah kaki anak-anak, langkah kaki tersebut mendekat tanpa mempedulikan bahaya yang memasuki pandangannya.

Tangan dan kaki langsing. Rambut hitam panjang. Itu Yui yang seharusnya berada di dalam area aman dibelakang mereka. Mamandang tanpa ketakutan, ia menatap lurus menuju si dewa kematian yang begitu besar.

"Idiot!! Cepat lari!!"

Berjuang untuk menggerakkan tubuh bagian atasnya, Kirito berteriak. Si dewa kematian memegang sabitnya ke atas secara perlahan sekali lagi. Jika Yui menerima serangan dalam jarak seperti ini, HP milik Yui akan benar-benar habis. Asuna juga berusaha untuk menggerakkan mulutnya. Tetapi karena mulutnya kaku, ia tak bisa mengucapkan sepatah katapun.

Tetapi sesaat kemudian, sesuatu yang tak bisa dipercaya terjadi.

"Tak apa-apa, Papa, Mama."

Bersama kata-kata tersebut, tubuh Yui perlahan mengambang di udara.

Itu bukan lompatan. Ia tampaknya bergerak dengan sayap tak terlihat, Yui berhenti pada ketinggian dua meter. Ia mengangkat tangan kanannya perlahan di tengah udara.

"Jangan...! Menyingkirlah!! Menyingkirlah Yui-chan!!"

Bersamaan dengan teriakan Asuna, sabit si dewa kematian terayun tanpa belas kasihan, memperlihatkan garis cahaya hitam kemerahan. Ujung sabit mengarah langsung menuju telapak tangan putih milik Yui—

Tepat sebelum itu terjadi, tangan Yui terhalangi oleh pelindung keunguan, diikuti dentuman yang begitu keras. Sistem tag yang mengambang di tangan Yui menyebabkan Asuna diam membatu.

[Immortal Object], itulah apa yang tertulis disana. Immortality— bukanlah atribut pemain yang bisa diperoleh.

Mata si dewa kematian berputar, seolah ia bingung. Secara tiba-tiba setelahnya sebuah fenomena yang mengejutkan Asuna terjadi.

"Gouu!!," bersama dengan suara itu, api merah muncul, menggulung-gulung di depan dengan tangan Yui sebagai pusatnya. Api tersebut menyebar semakin luas secara tiba - tiba, sebelum akhirnya memadat dan bergabung menjadi bentuk panjang nan tipis.. sekilas, api tersebut berubah menjadi pedang panjang. Sebuah pedang yang menyala dari api terbentuk dari api sebelumnya, kini semakin memanjang tanpa batas.

Pedang besar yang muncul di tangan kanan Yui kini memiliki panjang yang melampaui tinggi tubuhnya. Pancaran cahaya dari pinggir logam tampaknya menyinari seluruh lorong. Karena memegang api dari pedang, pakaian musim salju yang dikenakan Yui terbakar seketika. Dari baliknya, baju putih satu setel yang dikenakan pertama kalinya muncul. Cukup aneh karena angin dari api tak membakar baju tersebut, begitu juga rmbut hitam panjangnya seolah tak terkena efek.

Yui mengayunkan pedang yang melampaui tingginya secara sederhana—

Tanpa menunjukkan keragu-raguan, Yui menantang si dewa kematian seolah ia memukulkan api.

Meskipun tindakannya tersebut tak lebih dari algoritma sederhana dari sistem, dalam mata merah si monster, Asuna yakin ia melihatnya penuh dengan ketakutan yang sangat jelas.

Mengggunakan pedang yang terbuat dari api, Yui mengubah udara menjadi raungan yang memekakan. Si dewa kematian mengangkat sabitnya dan membuat posisi bertahan, tampaknya ia terlihat ketakutan oleh si gadis yang lebih kecil darinya. Maju ke depan, Yui mengayunkan pedang besar menyalanya dengan sepenuh kekuatan.

Sword Art Online Vol 02 - 276.jpg

Pedang memancarkan api yang begitu hebat bertubrukan dengan sabit. seketika, gerakan keduanya terhenti.

Tanpa menunggu waktu untuk berpikir, pedang api milik Yui bergerak sekali lagi. Logamnya tampak berkobar dengan jumlah api yang begitu banyak, cahaya dari pedang menggerogoti gagang sabit secara perlahan. Dengan kekuatan yang cukup untuk mematahkan apapun, akan tetapi rambut panjang dan baju satu setelnya juga jubah si dewa kematian berkelap-kelip di belakangnya, menyebabkan percikan cahaya pada saat yang sama, menyinari bangunan dalam dungeon menjadi orange.

Tanpa lama—

Bersamaan dengan suara ledakan, "Gou," sabit si dewa kematian patah menjadi dua. Diikuti pedang besar kini telah berubah menjadi tiang api, menyerang langsung ke tengah-tengah wajah si boss.

"-h...!!"

Asuna dan Kirito mengedipkan mata mereka serta melindungi wajahnya secara reflek karena bereaksi terhadap kekuatan yang hebat dari bola api yang muncul pada saaat itu. Pada saat yang sama Yui menebaskan pedangnya ke bawah, bola api tersebut meledak, si dewa kematian tertelan oleh putaran api yang mengalir ke lorong-lorong. Dalam raungan tersebut, suara menderita dari si dewa kematian terdengar. Ketika mereka membuka mata karena silau dari api, sosok monster boss tak lagi tampak. Api kecil tersisa di sisi belakang lorong, membuat suara gemericik. Dan di tengahnya, masih berdiri sendiri, dengan tatapan putus asa. Pedang api yang masih berdiri di tanah, hancur lalu menghilang seperti saat pedangnya di materialisasikan.

Asuna berdiri setelah memperoleh kekuatan di tubuhnya, perlahan berdiri menggunakan rapier miliknya sebagai pembantu. Kirito juga berdiri setelahnya. Mereka berdua menghampiri si gadis dengan langkah terbata-bata.

"Yui... chan..."

Asuna memanggilnya dengan suara serak, si gadis berbalik tanpa membuat suara. Bibir kecilnya menunjukkan subuah senyuman, akan tetapi mata hitamnya berlinang air mata yang begitu banyak.

Yui manatap Asuna dan Kirito kemudian ia berkata lirih.

"Papa... Mama... Sekarang aku mengingat segalanya..."

Area aman dari bagian terdalam labirin bawah tanah Black Iron Castle berbentuk kotak sempurna. Hanya ada satu pintu masuk, dan di tengahnya batu hitam halus berbentuk kubus tampak seperti meja. Asuna dan Kirito menatap Yui yang duduk di tengah, ia terdiam.. Yuriel dan Sinker yang di minta lari terlebih dulu, jadi hanya ada mereka bertiga sekarang ini.

Ingatanku telah kembali, dengan kata tersebut, Yui selama beberapa menit tak bicara. Ekspresinya entah bagaimana tampak berduka seolah ia ragu-ragu untuk berbicara, namun Asuna memantapkan hatinya lalu bertanya.

"Yui-chan... Apakah kamu mengingat...? Semuanya hingga sekarang..."

Yui masih terlihat putus asa, akan tetapi ia akhirnya mengangguk dengan ekspresi campuran antara tersenyum dan menangis, lalu ia membuka bibir mungilnya.

"Iya... aku akan menjelaskan semuanya— Kirito-san, Asuna-san."

Saat Asuna mendengar nada bicara sopannya, hati Asuna tertekan oleh dugaan muram. Percaya karena sesuatu akan segera berakhir.

Di dalam ruang berbentuk kotak ini, kata-kata Yui perlahan terucap.

"Dunia ini bernama «Sword Art Online», ia diatur oleh satu sistem yang besar. Nama sistem tersebut adalah «Cardinal». Dunia ini diatur berdasarkan keputusan Cardinal. Pertama - tama, Cardinal tidak dirancang untuk keperluan manusia. Dengan dua program inti yang saling melakukan koreksi kesalahan secara bersamaan, dan tak terhitung jumlah program-program rendah, ia mengatur isi dunia ini... AI untuk monster dan untuk NPC, keseimbangan peredaran item serta uang, apaun dan semuanya diatur oleh kelompok program dibawah perintah Cardinal. —Akan tetapi, ada satu hal yang harus diserahkan kepada manusia. Gagasan masalah dalam kondisi mental para pemain; itulah hal yang hanya bisa diselesaikan oleh manusia sendiri... untuk tujuan itu, berlusin-lusin anggota staf harus disiapkan."

"GM..."

Kirito berbicara dengan sedikit menghembuskan nafas.

"Yui, dengan singkatnya, apa kamu seorang gamemaster...? staf dari Argus...?"

Setelah beberapa detik terdiam, Yui menggelengkan kepalanya perlahan.

"...Ketika pengembang Cardinal mempercayakan kondisi pemain pada sistem, mereka mengetes beberapa program. Menggunakan fitur unik dari Nerve Gear, program tersebut memonitori kondisi emosi pemain secara mendetail, dan program tersebut akan muncul di sisi pemain ketika menemukan masalah untuk didengarkan... «Mental Health - Counselling Program», MHCP versi 1, codename, «Yui». Itulah aku sebenarnya." Nafas Asuna seolah tertarik keluar saking shoknya. Ia tak bisa menahan apa yang baru saja Yui katakan.

"Progam...? Maksudmu seorang AI...?"

Asuna berbicara dengan suara lirih. Yui mengangguk, senyuman sedih tampak dari wajahnya.

"Untuk menenangkan para pemain, aku diberikan fungsi emosi tiruan. —Palsu, semuanya ini palsu... bahkan air mata ini... Maaf Asuna-san..."

Air mata menetes dari mata Yui, lalu menjadi pertikel cahaya dan menghilang. Asuna mengambil satu langkah kedepan menuju Yui. Ia membuka tangannya, namun Yui sedikit menggelengkan kepalanya. Seolah jika— Yui tak berhak untuk menerima pelukan Asuna.

Masih tak mempercayai situasi ini, Asuna memaksa mengeluarkan kata-katanya.

"Tapi... tapi, ingatanmu yang hilang...? Apakah mungkin hal seperti itu terjadi pada seorang AI...?"

"...Dua tahun lalu... hari ketika layanan SAO dimulai secara resmi..."

Yui menurunkan matanya sambil melanjutkan penjelasannya.

"Meskipun aku tak tahu secara detail atas apa yang sebenarnya terjadi, Cardinal memberiku perintah yang tak direncanakan kepadaku. Sebuah larangan untuk berinteraksi dengan semua pemain.. tak diijinkan untuk mengadakan kontak dengan mereka secara nyata, aku dengan enggan tak melakukan apapun, hanya memonitori kondisi kesehatan mental para pemain."

Asuna bereaksi; ia menduga jika «perintah tak direncana» adalah manipulasi yang dilakukan oleh GM SAO, Kayaba Akihiko. Yui menggerakkan bibir kecilnya sekali lagi, wajahnya tampak tenggelam dalam duka cita.

"Situasi itu— benar-benar terburuk... dengan mudah emosi para pemain dikuasai oleh emosi negative seperti ketakutan, keputus-asaan, dan kemarahan sepanjang waktu; pada saat itu, ada beberapa yang menjadi gila. Aku terus melihat kedalam hati orang-orang itu. Pada dasarnya, aku tak bisa menghentikan diriku untuk mendatangi para pemain tersebut, mendengarkan cerita mereka lalu menylesaikan masalahnya... tetapi aku tak bisa melakukan kontak dengan mereka pada saat itu... karena merasakan perlawanan antara kewajibanku namun dihalangi oleh wewenang dari Cardinal, aku perlahan mengalami eror dan akhirnya rusak..."

Di dalam labirin bawah tanah, suara Yui terasa hening, seperti getaran perak. Asuna dan Kirito tak bisa membantu namun mendengarkan penuh perhatian tanpa mengutarakan sepatah katapun.

"Suatu hari, ketika aku memonitori seperti biasa, aku menyadari parameter mental milik sepasang pemain yang berbeda dari pemain lainnya. Aku tak pernah menjumpai pola pikir seperti itu. Kenikmatan... kedamaian... bukan hanya itu saja... apa sebenarnya perasaan tersebut; memikirkan itu, aku melanjutkan melihat mereka berdua. Hasrat misterius tumbuh semakin tinggi dalam diriku ketika aku mengintip percakapan dan tindakan mereka. Rutinitas seperti itu tak pernah ada, namun... aku ingin lebih dekat dengan mereka berdua... untuk mengenalnya, aku ingin bercakap-cakap dengan mereka secara langsung... berharap utuk semakin lebih dekat, bahkan mengenalnya, aku bertanya-tanya setiap hari, melalui sistem konsol terdekat di rumah pasangan tersebut tinggal. Aku yakin jika aku rusak pada waktu itu..."

"Dan di hutan lantai duapuluh dua...?"

Yui mengangguk sedikit.

"Iya. Kirito-san, Asuna-san... aku selalu ingin bertemu... bertemu dengan kalian berdua... di hutan itu ketika aku melihat kalian berdua... aku benar-benar merasa senang... sungguh aneh; tak mungkin jika aku bisa berpikir seperti itu... aku tak lebih dari, sebuah program..."

Berlinangan air mata, Yui menutup mulutnya. Asuna tertusuk oleh perasaan yang tak bisa dideskripsikan, memegang kedua tangannya dengan erat, sebelum ke dadanya.

"Yui-chan... kamu seorang true AI kan? Jadi kamu memiliki kecerdasan yang sebenarnya kan...”

Ia berbisik, Yui menurunkan kepalanya sedikit lalu menjawab.

"Aku.. tak mengerti... sebenarnya, apa yang telah terjadi padaku..."

Pada saat itu, Kirito yang terdiam selama ini, melangkah kedepan.

"Yui bukanlah sebuah program yang dikendalikan sistem. Terlebih lagi, kamu bisa mengataklan keinginanmu sendiri." Kirito berkata dengan suara lembut

"Apa yang kamu inginkan, Yui?"

"Aku... Aku ingin..."

Yui merentangkan lengan mungilnya kearah Kirito dan Asuna.

"Untuk selalu, bersama dengan... Papa... Mama...!"

Tanpa mengusap air mata yang menetes di wajahnya, Asuna berlari ke arah Yui memeluk erat tubuh kecilnya.

"kita akan selalu bersama Yui-chan."

Setelahnya, Kirito juga melingkarkan lengannya di antara Yui dan Asuna.

"Aah... Yui adalah anak kami. Ayo pulang ke rumah. Kita akan hidup bersama... selamanya..."

Akan tetapi— di dalam pelukan Asuna, Yui menggelengkan kepalanya perlahan.

"Eh..."

"Sudah... sudah terlambat..."

Kirito bertanya kebingungan.

"Mengapa... mengapa terlambat..."

"Alasan mengapa aku mendapatkan kembali ingatanku... karena aku menyentuh batu itu."

Yui menatap tengah ruangan dimana batu berbentuk kubus berada. "Ketika Asuna mendorongku ke dalam area aman sebelumnya, aku menyentuh batu itu tanpa sengaja, dan menjadi mengerti. Batu itu bukanlah sekedar objek pajangan... batu tersebut adalah konsol yang digunakan untuk meminta akses darurat kepada GM."

Sepertinya ada perintah tersembunyi dalam kata-kata Yui, beberapa garis cahaya bermunculan menuju batu hitam itu. Secara tiba-tiba, dengan suara beep, keyboard berwarna biru muda mujcul pada permukaannya.

"Aku yakin jika monster boss sebelumnya telah diletakkan disini untuk menjauhkan para pemain. Aku mengakses sistem menggunakan console tersebut dan memusnahkannya dengan pemanggilan «Object Eraser». Pada saat itu, dengan kemampuan koreksi kesalahan milik Cardinal, kerusakan dalam berbahasa milikku telah disembuhkan, tapi... pada saat yang sama, Cardinal juga menemukanku yang sebelumnya ditinggalkan hingga sekarang. Sekarang ini, sistem utama masih menscan program milikku. Sistem tersebut telah menyimpulkan jika aku adalah keberadaan asing, dan tampaknya aku akan segera dihapus. Aku... tak memiliki banyak waktu tersisa..."

"Itu... Itu..."

"Tak bisakah kita melakukan sesuatu! Jika kita keluar dari tempat ini..."

Yui memberikan senyum yang dipaksakan terhadap kata-kata itu. Air mata menetes dari pipi Yui sekali lagi.

"Papa, Mama, terima kasih. Mungkin ini adalah perpisahan kita."

"Tak mungkin! Aku tak menginginkan hal seperti ini!!"

Asuna berteriak putus asa.

"Ini hanyalah awal!! Dari sekarang, kita akan hidup bahagia selamanya... tinggal penuh kedamaian satu sama lain..."

"Di dalam kegelapan... ketika aku rusak dan tak tahu kapan akhirnya, kehadiran Papa dan Mama menghibur hatiku."

Yui menatap lurus ke arah Asuna. Cahaya redup mulai menutupi tubuhnya.

"Yui, jangan pergi!!"

Kirito memegang tangan Yui. Jemari Yui kini digenggam oleh Kirito.

"Ketika aku bersama Papa dan Mama, semuanya bisa tersenyum... aku sungguh senang karenanya. Ini permintaanku; dari sekarang... menggantikan posisiku... tolonglah semua orang... kebahagiaan..."

Rambut hitam serta baju satu setel milik Yui mulai menghilang menjadi partikel cahaya, seperti embun pagi. Wajah tersenyum Yui perlahan menjadi transparan. Tubuhnya semakin menghilang.

"Tidak! Aku tak ingin hal seperti ini!! Jika Yui tak ada di sini, aku tak akan bisa tersenyum!!"

Dikelilingi oleh cahaya yang menyebar, Yui tersenyum manis. Ia membelai dada Asuna dengan tangannya diambang menghilang.

—Mama, tersenyumlah...

Suara lemah bergema di dalam pikiran Asuna, cahaya mempesona mulai membanjiri; seketika itu pula menghilang, tak ada apapun di dalam lengan Asuna.

"Uwaaaaaa!!"

Menaikkan suaranya sendiri dengan tak terkontrol, Asuna jatuh pada kakinya. Berlutut di atas ubin batu, ia menangis begitu kencang seperti seorang anak kecil. Air matanya terjatuh ke tanah, tetes demi tetes, bergabung bersama cahaya yang tertinggal dari Yui yang telah lenyap.

Bagian 4[edit]

Hawa dingin yang dirasakan kemarin seolah suatu kebohongan, hembusan angin hangat bertiup melewati rerumputan. Mungkin menarik beberapa burung kecil yang hinggap di ranting pohon, burung-burung tersebut tampak mengawasi orang-orang dengan penuh ketertarikan.

Pesta kebun yang diadakan oleh Sasha tanpa mempedulikan musim di pekarangan luas depan gereja, meja besar dari ruang makan telah dipindahkan disini. Makanan telah diangkat dari alat pemanggang seperti sebuah sihir, semakin membuat keramaian dari anak-anak.

"Tak pernah terpikir jika makanan selezat ini... benar-benar ada di dunia ini..."

Kepala pemimpin dari «Army» yang baru saja diselamatkan malam sebelumnya, Sinker, menggigit barbeque yang Asuna buat dengan kemampuannya, lalu berkomentar kagum. Disisinya, Yuriel melihat keadaan sambil tersenyum. Ketika pertama kali melihatnya, ia tampak seperti kesatria wanita berkepala dingin, akan tetapi ketika ia disisi Sinker, ia terlihat seperti istri muda yang penuh ceria.

Begitu pula bagi Sinker, meskipun tak memiliki waktu untuk berkenalan dengannya kemarin, ketika duduk pada meja yang sama seperti saat ini, ia adalah pribadi yang memancarkan aura lembut, tak seperti orang perkedudukan atas seperti organisasinya.

Dengan postur sedikit lebih tinggi dari Asuna, namun lebih pendek dari Yuriel. Pakaian yang dikenakan tubuhnya tampak sederhana, bahkan ia tidak membawa satupun senjata. Disampingnya, Yuriel juga tak mengenakan seragam the Army miliknya.

Sinker menerima botol wine yang ditawarkan Kirito ke gelasnya, dan tampaknya tidak pertama kalinya ia memberikan tundukan ramah.

"Asuna-san, Kirito-san. Kami benar-benar harus berterima kasih pada kalian. Bagaimana cara kami melakukannya..."

"Tidak, aku juga berhutang budi pada «MMO Today» kok."

Kirito menjawab sambil tersenyum.

"Itu nama yang sungguh berkenang."

Senyum lebar tampak pada wajah bulat Sinker ketika mendengarnya.

"Pada saat itu, dengan beban untuk memperbaharui situs setiap hari, aku berpikir jika aku tidak seharusnya membuat situs berita, namun ketika dibandingkan dengan menjadi seorang pemimpin sebuah leader, tampaknya membuat situs terlihat lebih mudah. Aku juga sebaiknya menjalankan situs berita disini, huh."

Tawa ramah terdengar dari meja.

"Dan, yah... bagaimana dengan the «Army»...?"

Asuna menanyakan lalu Sinker mengubah ekspresinya.

"Kibaou dan pengikutnya telah diasingkan. Aku seharusnya melakukan hal itu lebih awal... dengan pribadiku yang sangat buruk jika berargumen, situasinya malah memburuk... —Aku juga berpikir untuk membubarkan the Army."

Asuna serta Kirito membuka mata mereka dengan cepat karena terkejut.

"Kamu... harus mempertimbangkan hal seperti itu."

"The Army telah menjadi terlalu besar... aku akan membubarkan guild dan setelahnya aku akan menciptakan organisasi yang lebih damai untuk menolong sesama sekali lagi. Membubarkan the army dan meninggalkannya hanyalah bentuk ketidaktanggungjawaban."

Yuriel memegang tangan Sinker dengan lembut dan melanjutkan perkataannya.

"—Kami percaya, kami akan membagi aset-aset milik the army yang telah dikumpulkan sejauh ini bukan hanya untuk para anggota, tapi juga akan membaginya kepada semua penduduk kota ini. Kami telah membuat banyak masalah hingga kini... Sasha-san, kami sungguh minta maaf."

Yuriel dan Sinker tiba-tiba membungkuk dalam, menyebabkan mata Sasha berkedip karena terkejut. Ia melambaikan tangannya di depan wajahnya karena bingung.

"Tidak, itu terlalu berlebihan. Anak-anak juga menerima bantuan dari anggota the Army yang baik dalam field juga kok."

Dengan penolakan terus terang dari Sasha, tempat ini terisi oleh tawa sekali lagi.

"Well, kesampingkan itu..."

Menggelengkan kepalanya, Yuriel berbicara.

"Gadis yang kemarin, Yui-chan... bagaimana kabarnya...?"

Asuna bertukar pandang dengan Kirito, lalu membalas dengan tersenyum.

"Yui telah... kembali ke rumahnya..."

Asuna menggerakkan jari tangan kananya perlahan menuju dadanya. Ada sebuah kalung kecil berkilat yang sebelumnya tidak ada sejak kemarin. Di ujung rantai keperakan yang begitu cantik, sebuah bandul yang juga berwarna perak menggantung dengan permata yang bersinar didalamnya. Batu permata tersebut berbentuk tetes air mata, tampaknya bandul itu menyebarkan kehangatan menuju jari-jari Asuna.


Pada saat itu—

Setelah Yui diselubungi cahaya lalu menghilang disisi Asuna yang menangis tanpa henti sambil berlutut diatas ubin batu, Kirito lalu berteriak.

"Cardinal!!"

Sambil mengangkat wajahnya, Kirito menatap langit-langit ruangan tersebut dan berteriak.

"Jangan pikir jika hal ini akan berakhir seperti yang kau inginkan..!!"

Menekan dirinya sendiri dengan kuat, Kirito melompat mendadak menuju konsol hitam yang berada di tengah-tengah ruangan. Ia dengan cekatan menekan keyboard hologram yang masih ditampilkan. Keterkejutan Asuna menghilangkan duka miliknya secara langsung, Asuna menangis sambil melihat apa yang dilakukan Kirito.

"Ki- Kirito-kun... Apa yang...!?"

"Jika masih... Jika masih sempat sekarang ini, aku mungkin masih bisa mengganggu kedalam sistem menggunakan akun GM...."

Dihadapan mata Kirito, yang masih melanjutkan menekan tombol keyboard sambil berkomat-kamit, sebuah jendela besar muncul bersamaan bunyi beep, lalu cahaya dari Kirito bergulung melewati ruangan secara cepat. Asuna menatapnya penuh keheranan, Kirito memasuki beberapa printah program dengan sukses. Jendela kecil bar progress muncul, dan ketika bar horizontal mencapai sisi paling kanan—

Seluruh konsol yang terbuat dari batu hitam tiba-tiba bercahaya putih kebiruan, lalu setelahnya Kirito terlempar bersamaan dengan bunyi ledakan yang terdengar.

"Ki- Kirito-kun!!"

Karena panik, Asuna menghampirinya yang telah terjatuh ke tanah.

Menggelengkan kepalanya sambil mencoba berdiri, Kirito memberikan senyum tipis didalam ekspresinya; ia menatap Asuna dan mengulurkan tangan kanannya. Tak mengerti apa yang sedang terjadi, Asuna menggapai tangannya.

Apa yang jatuh dari tangan Kirio menuju tangan Asuna adalah kristal besar yang berbentuk sebuah air mata. Di tengah segi batu yang luas, detakan, detakan, sebuah cahaya putih berkedip.

"In- Ini adalah...?"

"...Sebelum sumber otoritas yang diaktifkan Yui diputus, aku mencoba mati-matian untuk memutuskan program milik Yui dari sistem dan mengubahnya menjadi sebuah objek... Didalam kristal itu, hati milik Yui berada..."

Sete;ah mengatakan itu, Kirito terjatuh ke tanah seolah ia kehabisan tenaga, lalu ia menutup matanya.

"Yui-chan... kamu... disana, huh... Yui-chan-ku..."

Sekali lagi, air mata Asuna mengalir tanpa henti. Cahaya remang seolah menjawab Asuna dari dalam kristal, kristal itu berkelip dengan kuat satu kali.


Meraka berdua dengan enggan melambaikan tangan pada Sasha, Yuriel, Sinker, dan pada anak-anak, serta pada udara dingin yang menuiupkan bau khas dari hutan, Asuna serta Kirito kembali ke lantai duapuluh dua dari gerbang teleport. Meskipun perjalanan ini terjadi selama tiga hari, namun seolah terasa lebih lama, lalu Asuna mengambil nafas dalam-dalam.

Sungguh dunia yang luas—

Asuna sekali lagi memikirkan dunia melayang ini. Pada tiap-tiap lapisan dunia ini, ada orang yang tinggal di dalamnya, melewati hari-hari dengan air mata dan tertawa. Bukan, kejadian-kejadian menyakitkan tampaknya menjadi lebih umum untuk kebanyakan orang-orang. Akan tetapi semuanya memiliki pertarungan mereka sendiri setiap hari.

Tempat yang seharusnya aku ...

Asuna menatap jalanan menuju rumah mereka berdua, lalu menatap pada dasar lantai diatas mereka.

—Mari kembali ke garis depan. Asuna tiba-tiba berpikir seperti itu.

Di masa depan mendatang. Aku hanya bisa mengangkat pedang milikku sekali lagi lalu kembali menuju pertempuranku sendiri. Aku tak tahu berapa lama lagi pertempuran ini akan berlangsung, akan tetapi aku akan bertarung hingga dunia ini selesai, untuk menunjukkan senyum mereka sekali lagi. Untuk memberikan kebahagian bagi semuanya— Itulah apa yang Yui harapkan.

"Hei, Kirito-kun."

"Hmm?"

"Jika permainan ini selesai dan dunia ini menghilang, apa yang akan terjadi pada Yui-chan?"

"Aah... Well, ini mungkin akan sedikit memotong kapasitasnya. Aku telah mengubahnya menjadi data yang berhubungan dengan client program serta menyimpan Yui kedalam Memory Local Nerve Gear milikku. Dengan kata lain, ini mungkin sedikit sulit untuk membukanya kembali sebagai Yui... namun entah bagaimana seharusnya masih mungkin untuk dilakukan."

"Aku mengerti."

Asuna membalik tubuhnya lalu memeluk erat Kirito.

"Well, lalu pastikan kita bertemu Yui-chan sekali lagi di dunia nyata. Anak pertama kita."

"Iya. Pasti."

Asuna menatap kristal gemerlip yang berada diantara dadanya. Mama, lakukan yang terbaik... Asuna seolah mendengar redup itu dari dalam telinganya.

(Tamat)


Catatan Penerjemah[edit]

  1. Oboe, suatu alat musik tiup yang berbentuk seperti seruling. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Oboe
  2. Ankh, seperti salib tapi dengan lingkaran di bagian atasnya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Ankh