Difference between revisions of "Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with "{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Ilustrasi}} {{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Prologue}} {{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Bab 1}} {{:Sword ...")
 
m (Minor.)
 
(2 intermediate revisions by 2 users not shown)
Line 1: Line 1:
  +
==Ilustrasi Novel==
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Ilustrasi}}
 
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Prologue}}
+
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3 Ilustrasi}}
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Bab 1}}
+
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3 Prolog}}
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Bab 2}}
+
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3 Bab 1}}
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Bab 3}}
+
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3 Bab 2}}
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Bab 4}}
+
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3 Bab 3}}
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 3 Catatan Pengarang}}
+
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3 Bab 4}}
  +
{{:Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 3 Catatan Pengarang}}
<noinclude>
 
  +
<noinclude>{{SAOIndo Nav|prev=Jilid 2|next=Jilid 4}}</noinclude>
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"
 
|-
 
| Balik ke [[Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 2|Jilid 2]]
 
| Kembali ke [[Sword Art Online Bahasa Indonesia|Main Page]]
 
| Lanjut ke [[Sword Art Online Bahasa Indonesia:Jilid 4|Jilid 4]]
 
|-
 
|}
 
</noinclude>
 

Latest revision as of 18:07, 9 October 2012

Ilustrasi Novel[edit]

Di bawah ini adalah ilustrasi novel yang ada di jilid 3.


Prolog[edit]

Tiga titik cahaya berwarna hijau tua, tersusun bagaikan gugusan bintang.

Kirigaya Suguha menjulurkan jari tangan kanannya dan menyentuh lampu tersebut.

Indikator LED tersebut menunjukkan status operasi dari mesin VR tipe FullDive, «NERvGear». Pada bagian depan headgear, indikatornya menunjukkan sumber tenaga listrik, koneksi jaringan, dan koneksi otak. Disaat lampu indikator tenaga listrik berubah merah, otak si pengguna gear akan hancur.

Pemilik gear tersebut sedang berbaring di atas kasur gel besar yang terletak di tengah-tengah kamar berwarna putih di rumah sakit, berada dalam keadaan koma. Bukan, bukan koma. Jiwanya sekarang sedang bertarung siang dan malam dalam suatu dunia paralel——bertarung untuk kebebasannya bersama ribuan pemain lain yang juga terjebak.

"Kakak..."

Suguha memanggil kakaknya yang sedang tidur dengan tenang, Kazuto.

"Dua tahun sudah lewat.... Aku——sebentar lagi aku masuk SMA, lho.... Kalau kakak tidak kembali juga, lama-lama aku bakal melewati kakak..."

Suguha menurunkan jarinya dari LED, mengikuti garis pada pipi kakaknya. Selama koma panjang ini, otot Kazuto mulai mengecil, dan garis tubuhnya yang menipis itu memberi kesan feminim, meskipun sejak awal dia kurus dan langsing seperti wanita. Bahkan ibunya bergurau, memanggilnya, si «Putri Tidur».

Bukan hanya bagian mukanya saja yang menjadi kurus. Seluruh tubuhnya menjadi kurus dan lemah-dia terlihat sangat menyedihkan dibandingkan dengan Suguha, yang terus berlatih kendo sejak masih kecil-tubuh Kazuto jelas-jelas tidak cukup berat badan. Suguha pikir, kalau ini berlanjut terus, apakah dia akan terus menyusut sampai tidak ada yang tersisa...? Akhir-akhir ini seringkali pikiran menakutkan seperti itu muncul.

Tapi Suguha telah berjuang untuk tidak menangis selama berada di dalam kamar rumah sakit sejak setahun yang lalu. Pada saat itu, seorang anggota «SAO Incident Countermeasure Team» dari kementrian urusan internal dan komunikasi sudah mengabari mereka. Seorang pegawai pemerintah-dengan poni panjang yang menutupi kacamatanya yang ber-frame hitam, dan memakai pakaian yang dapat disebut terhormat-mengabari mereka dengan suara yang samar: Bahwa «level» kakaknya termasuk dalam persentase kecil yang berada di atas seluruh kelompok dalam permainan-bahwa dia terus bertarung di garis depan yang berbahaya dan satu dari sedikit pemain yang bertujuan menyelesaikan permainan.

Hal itu pun ditegaskan hari ini juga, kakaknya bertarung berdampingan dengan kematian. Oleh karena itu Suguha tidak akan menangis di sini. Disamping itu, dia berpikir memegang tangannya untuk mendukungnya.

"Berjuanglah.... Berjuanglah, Kakak".

Seperti biasa, tangan kanan Kazuto yang kurus digenggam oleh kedua tangannya-sambil berdoa dengan sungguh-sungguh dalam keheningan, tiba-tiba muncul suara di belakangnya.

"Ah, kamu datang, Suguha".

Dia menoleh dengan gugup.

"Oh, ibu..."

yang berdiri di sana adalah Ibunya, Midori. Pintu geser rumah sakit ini menggunakan penggerak motor, oleh karena itu suara membuka dan menutupnya sangatlah senyap; hal ini menyebabkan Suguha tidak menyadari kedatangan Ibunya.

Kemudian Midori dengan cekatan mengatur seikat bunga kosmos yang berada di tangan kanannya ke dalam vas disamping ranjang, duduk di kursi yang terletak di samping Suguha. Sepertinya dia baru kembali dari tempat kerjanya, dia memakai kemeja katun dengan celana jean ketat dan blus kulit di atasnya, memberinya penampilan kasar. Dengan makeup-nya yang tipis dan rambut yang hanya diikat dibelakang punggungnya, orang tidak dapat membayangkan dari penampilannya dia adalah wanita yang sudah berumur 40 tahun lebih. Walaupun pekerjaannya sebagai kepala editor dari sebuah majalah informasi komputer mungkin salah satu penyebabnya, orangnya sendiri tidak ada keinginan untuk bersikap sesuai dengan umurnya-jadi untuk Suguha, dapat dianggap bahwa ibunya lebih seperti kakak perempuan.

"Ibu datang pada waktunya. Bukankah koreksi bacaan belum selesai?"

Kata Suguha, dan Midori pun tertawa.

"Aku kabur secara paksa dan datang. Aku tidak selalu datang cukup sering, tapi paling tidak untuk hari ini."

"Benar.... Hari ini Kakak... Ulang tahun, bukan?"

keduanya diam untuk beberapa saat, mengamati Kazuto yang sedang tidur di ranjang dengan seksama. Gorden di ruangan tersebut berkibar pada saat angin berwarna matahari tenggelam memasuki kamar, menghembus sedikit aroma dari bunga kosmos ke udara.

"Kazuto su... Sudah berumur 16 tahun, ya..."

Midori menghela napas and bergumam.

"...Sampai sekarang, kejadian kemarin membuatku teringat akan sesuatu. Waktu itu pada saat Minetaka-san dan Aku sedang menonton film di ruang keluarga, dan Kazuto mendadak berkata dari belakang, 'Tolong beritahu aku tentang orang tuaku yang asli' ".

Suguha dengan diam menatap bibir menawan dengan lisptik tipis, yang mengingatkannya pada tawa ringan yang sarkastik dan merupakan sesuatu yang dia rindukan.

"Pada waktu itu, aku sangat terkejut. Kazuto baru saja berumur 10 tahun. Jauh sebelum Suguha memasuki SMP... Itu adalah sebuah rahasia yang sudah disimpan selama 7 tahun dan itu merupakan tujuan kami dengan membiarkan Kazuto menyadarinya sendiri catatan yang dihapus dari Juki Net."

Sewaktu Suguha mengetahui tentang hal tersebut pertama kali, awalnya dia terkejut, dan kemudian memberikan tawa pahit seperti ibunya.

"Itu benar-benar seperti Kakak, ya?"

"Kami tidak terlalu terkejut, dikarenakan kita berpura-pura tidak peduli dan terluka. Itu sepertinya merupakan strategi Kazuto, dan kemudian Minetaka-san entah bagaimana membendinya kemudian karena merasa tertipu.

"Ah, haha," keduanya tertawa, dan untuk beberapa saat mereka menatapi Kazuto yang sedang tertidur tanpa berkata apa-apa.

Sang kakak, Kirigaya Kazuto, yang selalu hidup bersama dengan Suguha sejak dia memiliki kesadaran akan sekelilingnya, ternyata, adalah sepupunya.

Kirigaya Minetaka dan Midori, anak dari suami dan istri itu adalah Suguha, sedangkan Kazuto adalah anak dari saudara perempuan Midori, ini berarti dia adalah anak dari bibinya Suguha. Bibinya dengan suaminya, tanpa pilihan, meninggalkan anak mereka satu-satunya, yang bahkan belum berumur 1 tahun, dan meninggal dalam kecelakaan. Keseriusan dari luka yang mereka dapatkan akhirnya mengakhiri hidup mereka, dan Midori berinisiatif untuk mengurus Kazuto.

Suguha diberitahu kenyataan tersebut oleh orang tuanya pada saat musim dingin 2 tahun yang lalu, pada waktu itu, Kazuto terjebak dalam virtual reality game, bernama Sword Art Online. Suguha yang sudah menerima kejutan besar dari kejadian tersebut, dalam kondisi sangat kebingungan; dia pergi kepada Midori, bertanya kenapa dia tidak diberitahu lebih awal dan kenapa dia baru diberitahu sekarang, dan melampiaskan kebingungannya kepada Midori.

Dua tahun sudah berlalu, dan hingga sekarang di dalam lubuk hatinya, perasaan diasingkan masih tersisa, karena hanya dia seorang diri yang tidak tahu apa-apa. Tetapi, selama masa itu akhirnya dia menyadari perasaan orang tuanya pada saat itu.

Rencana awal mereka, tentang memberitahu Suguha tentang kenyataan setelah dia memasuki SMA, telah dipercepat, dengan kata lain, dia diberitahu kebenaran tentang keluarganya sementara Kazuto masih hidup, yang merupakan keputusan pahit yang telah diambil oleh kedua orang tuanya. Dalam waktu sebulan dari kejadian SAO, terdapat jumlah kematian yang tidak masuk akal yang mencapai angka 2000. Dalam situasi tersebut, tidak dapat melakukan apa-apa kecuali membuat keputusan yang seharusnya terhadap kematian Kazuto yang pasti. Paling tidak setelah semuanya berakhir, mereka tidak akan menyesal kalau Suguha tidak mengetahuinya, yang pasti telah dipikirkan oleh kedua orang tuanya.

Suguha, yang masih memiliki emosi yang saling bertentangan, cukup sering mengunjungi kamar rumah sakit ini, di mana Kazuto dirawat, dan terus berpikir dengan sungguh-sungguh. Masalah bahwa kakaknya bukanlah saudara kandungnya, dan apa saja yang hilang.

Tidak lama kemudian, dia mencapai jawaban bahwa ini bukanlah apa-apa.

Bahwa tidak akan ada yang berubah. Tidak ada satu hal pun yang menyakitkan. Seperti sebelum dia mengetahui kebenarannya dan setelahnya, dia, seperti biasa, hanya perlu berdoa untuk keselamatan dan kembalinya Kazuto.

Yang akhirnya selama dua tahun tersebut, hanya setengah dari doa Suguha yang telah dikabulkan.

"...Hei, Ibu."

Sambil menatap raut muka kakaknya, Suguha mengeluarkan suara pelan.

"Ya?"

"...Kakak, sejak dia masih di SMP pada waktu itu, dia hanya selalu bermain permainan online, benar... Apakah ada hubungannya?"

Pertanyaan tersebut, yang menghilangkan beberapa kata, yang dengan dia bukan merupakan anak dari keluarga Kirigaya, menyebabkan Midori menggelengkan kepalanya dengan segera.

"Tidak, tidak ada hubungannya. Hal tersebut dikarenakan sewaktu anak ini berumur enam, dia merakit sendiri sebuah mesin dari barang rongsokan di ruanganku. Sepertinya, kemaniakan PC-ku terwariskan. Secara mental."

Tersenyum dengan lembut, Suguha menyikut tangan ibunya.

"Berbicara soal itu, sewaktu aku kecil, aku juga menyukai permainan, kau dapat mengetahuinya dari nenekmu."

"Itu benar; Aku sudah bermain permainan online sejak masih SD. Kazuto bagaimanapun tidak perlu dikhawatirkan."

Sekali lagi, keduanya tertawa sepenuh hati, Midori memfokuskan pandangan penuh kasih menuju ranjang.

"...tetapi, tidak peduli di permainan manapun, aku tidak pernah menjadi pemain top. Aku tidak mempunyai kesabaran dan keteguhan hati yang cukup. Semangat tersebut tidak sama denganku tetapi denganmu. Terus melanjutkan Kendo selama 8 tahun, kau memiliki semangat yang sama, yang dengan bagaimana Kazuto dapat bertahan selama ini. Pada akhirnya, dia mungkin mendadak kembali."

'Plop', Midori meletakkan tangannya pada kepala Suguha dan berdiri.

"Jadi, aku akan pergi dulu. Kau juga jangan pulang terlalu malam."

"Oke, aku mengerti."

Suguha mengangguk, dan Midori menatap Kazuto sekali lagi, dan berkata "Happy Birthday" dengan pelan. Setelah itu, dia melakukan beberapa kedipan singkat, berbalik badan dan dengan segera meninggalkan kamar rumah sakit tersebut.

Suguha menggenggam ujung dari rok seragamnnya dengan kedua tangan, mengambil nafas dalam-dalam, dan melihat kembali kepada indikator LED di penutup kepala yang menutupi kepala kakaknya.

Lampu-lampu hijau tersebut, yang menampilkan status koneksi online dan koneksi otak, secara berulang berkedip dengan cepat.

Sekarang ini, pada sisi lain di jaringan, terdapat server SAO dan kesadaran Kazuto, dan melalui Nerve Gear, sinyal yang tidak terhitung sedang saling bertukar.

Mengenai di mana kakaknya sekarang. Dia bisa saja sedang mengembara dengan peta di satu tangan dalam dungeon yang suram. Dia bisa saja sedang dalam penilaian dalam toko barang bekas. Atau mungkin, Menghadapi monster mengerikan, dia bisa saja dengan berani bertukar pedang dengan monster tersebut.

Dia dengan pelan menjulurkan tangannya, dan membungkusnya lagi di sekitar tangan kanannya yang putih.

Indera sentuhan Kazuto ditiadakan oleh NERvGear pada medulla oblongata, sebelum mencapai otak. Tetapi, melihat pada kulit yang disentuh oleh Suguha, dia percaya bahwa dukungannya pasti dapat mencapainya.

Hal ini dikarenakan Suguha dapat merasakannya sekali lagi. Pemuda ini, kakaknya, yang, untuk lebih tepatnya, adalah sepupunya, jiwannya memancarkan suhu yang kuat. Dia memiliki tujuan yang pasti dan pada akhirnya bertahan dan kembali ke dunia nyata.

Dibalik sisi gorden putih, cahaya emas yang berkedip dengan segera berganti menjadi merah terang dan kemudian berubah lagi menjadi ungu; walaupun ini adalah waktu di mana ruangan di rumah sakit terbungkus oleh cahaya redup, Suguha terus bertahan di sana. Tanpa bergerak, dia mendengarakan dengan penuh perhatian pada nafas kakaknya yang rendah.

Berita penting, tentang bangunnya Kazuto, dikabarkan dari rumah sakit. Itu adalah sebulan kemudian, tanggal 7 November 2024.



Bab 1[edit]

Katon, katon.

Kursi kayu sederhana yang bergoyang membuat suara lembut sambil mengayun ke depan dan belakang di beranda.

Cahaya matahari lembut di akhir musim gugur bersinar melalui puncak pohon cemara. Hembusan angin ringan dengan lembut bertiup sepanjang permukaan danau yang jauh.

Pipinya berbaring di atas dadaku sembari ia bernafas dengan lembut dan tertidur pulas.

Waktu itu, yang terisi oleh ketenangan emas, terus mengalir dengan mantap.

Katon, katon.

Aku menggoyangkan kursi dan dengan lembut membelai rambut warna kastanye gadis ini. Meski dia sudah tertidur, senyum tipis muncul di bibirnya.

Sekelompok Sprite tengah bermain di halaman depan. Kukusan daging di dapur tengah mendidih dengan suara rebusan yang terdengar jelas. Aku berharap dunia lembut ini, di rumah kecil yang jauh di dalam hutan, akan berlanjut untuk selama lamanya. Namun aku sadar kalau ini adalah harapan mustahil.

Katon, katon.

Seiring kaki kursi terus membuat suara, jam pasir terus berjatuhan satu butir pada satu waktu.

Aku mencoba menarik si gadis lebih dekat ke dadaku seolah aku melawan takdir.

Namun, lenganku hanya bisa memeluk udara tipis.

Aku dengan cepat membelalakkan mata kebingunganku. Tubuhnya, yang bersandar padaku beberapa saat lalu, mendadak lenyap sama sekali. Aku berdiri dari kursi dan melihat ke sekeliling area.

Seperti jatuhnya tirai dari sebuah pentas, warna matahari senja perlahan menjadi gelap. Kegelapan menakutkan mulai mewarnai seluruh hutan menjadi gelap gulita.

Aku berdiri tegak di angin musim dingin dan memanggil namanya.

Namun tak ada balasan. Tak ada di taman depan dimana para Sprite tengah bermain, atau di dapur – sosoknya tak bisa ditemukan dimana mana.

Sebelum aku menyadarinya, seluruh rumah mulai dikelilingi oleh kegelapan. Perabot rumah dan dinding mulai runtuh dan lenyap seolah mereka semua terbuat dari kertas. Hanya kursi yang bergoyang dan aku sendiri yang masih tersisa dibalik kegelapan ini. Biarpun tak ada siapapun yang duduk di atas kursi, ia terus mengayun ke depan dan belakang tanpa berubah.

Katon, katon.

Katon, katon.

Aku menutup mataku, menajamkan telingaku, dan mengumpulkan seluruh kekuatanku untuk memanggil namanya.



Mataku dengan cepat terbuka oleh suara yang cerah dan keras. Aku tak lagi tahu apakah aku berteriak hanya di dalam mimpi atau aku benar benar melakukan itu di dunia nyata.

Berbaring diatas ranjang, aku menutup mataku dan mencoba kembali ke permulaan mimpiku. Namun aku segera menyerah, dan setelah beberapa saat aku perlahan membuka mataku sekali lagi.

Papan kayu tipis memasuki bidang pandanganku bukannya panel putih di dinding rumah sakit. Aku tengah terbaring di atas kasur lembut di atas seprai katun bukannya material dari gel.

Ini adalah – kamar Kirigaya Kazuto di dunia nyata.

Aku mengangkat tubuh bagian atasku dan melihat ke sekelilingku. Kamar 6 tatami memiliki lantai tak biasa yang terbuat dari kayu alami. Hanya tiga potong perabot bisa ditemukan di dalam ruangan; sebuah hard drive komputer, sebuah router, dan ranjang tempatku duduk.

Sebuah headgear yang nampak usang terletak di tengah tengah Router yang diangkat secara vertikal.

Namanya adalah «Nerve Gear», sebuah model interface model full dive yang telah memenjaraku dalam virtual reality selama dua tahun. Setelah pertarungan panjang dan sulit, aku akhirnya lepas dari mesin itu, dan akhirnya bisa melihat, merasakan, dan menyentuh dunia nyata.

Ya, aku telah kembali.

Namun, si gadis yang mengayunkan pedangnya dan menyatukan hatinya denganku..........

Rasa sakit mendadak menyerang dadaku, dan aku mengalihkan pandanganku dari Nerve Gear dan perlahan berdiri. Aku menatap cermin yang menggantung di dinding. Panel EL yang terpasang di dinding dengan jelas menampilkan tanggal dan waktu saat ini.

Senin, 19 Januari, 2025, 7:15 am.

Satu bulan telah berlalu sejak aku kembali ke dunia nyata, namun aku masih tak bisa terbiasa dengan penampilanku. Meski pendekar pedang Kirito dan Kirigaya Kazuto saat ini seharusnya memiliki penampilan sama, kehilangan bobot tubuhku masih belum pulih, jadi tubuh yang hanya tinggal tulang di bawah T-Shirt ku sangatlah rapuh.

Aku mendadak menyadari dua garis air mata bersinar di wajahku di cermin dan menyekanya dengan tangan kananku.

“Aku sudah kembali jadi orang cengeng...........Asuna.”

Aku bergumam dan berjalan ke jendela besar di sisi selatan kamarku. Aku membuka korden dengan kedua tanganku, dan cahaya matahari menyilaukan di pagi musim dingin mewarnai seluruh kamarku dalam kuning pucat.


* * *


Kirigaya Suguha nampak sangat senang sembari ia berjalan sepanjang es di halaman depan dan kemudian mempercepat langkahnya.

Salju yang jatuh dua hari lalu belum meleleh sama sekali, dan pagi hari di tengah Januari terasa sangat dingin.

Dia berhenti di sudut sebuah kolam, yang tertutupi oleh lapisan es tipis, dan mengayunkan Shinai[1] di tangan kanannya ke bawah ke arah batang pinus di dekatnya. Untuk mengusir rasa kantuk menyebalkan dari tubuhnya, dia mengambil beberapa napas dalam, menempatkan kedua tangan di lututnya, dan memulai latihan peregangannya.

Ototnya, yang belum bangkit secara penuh, perlahan mulai mengendur. Usai meregangkan lutut, ia mulai merasakan sensasi seolah darah mulai mengalir di lutut dan sikutnya.

Suguha merentang untuk mencapai ke bawah dengan kedua tangannya, perlahan membengkokkan punggungnya – sampai dia perlahan berhenti. Es lembut yang membentuk permukan danau mencerminkan penampilannya kembali padanya.

Rambut pendeknya, dipotong di atas alisnya dan segaris dengan bahunya, berwarna hitam dengan semburat biru. Alisnya membagi warna hitam yang sama dan kelihatan tebal, dimana dua mata yang terisi oleh semangat tinggi terletak di bawahnya. Bersama, penampilannya nampak seperti anak laki laki. Dogi[2] putih tradisional dan hakama[3] hitam panjang yang dia kenakan justru semakin menonjolkan kesan itu.

“--------Sudah kuduga......aku sama sekali tidak mirip......Onii-chan ku......”

Itu adalah pemikiran yang sering mengisi pikirannya pada hari hari ini. Dia memikirkan hal itu kapanpun dia melihat wajahnya sendiri di pintu masuk kamar mandi. Bukannya dia tak suka pada penampilannya; toh sejak awal dia tak terlalu mempedulikan hal itu. Namun sejak kakaknya Kazuto kembali ke rumah ini, pikirannya terus tanpa sadar membuat perbandingan.

“---------Percuma saja, nggak peduli berapa kalipun aku memikirkannya.”

Suguha menggeleng kepala bandelnya dan melanjutkan peregangan.

Setelah ia selesai melakukan peregangan, ia mengambil shinai yang diletakkan bersandar di pinus hitam. Dia menggenggamnya, merasakan familiaritas dari telapak tangannya oleh pemakaiannya yang sudah lama; kemudian dia meluruskan punggungnya dan memasang kuda kuda siaga.

Ia mengambil nafas dalam dalam sambil mempertahankan kuda kudanya – Kemudian dalam sekejap, dengan semangat tajam, dia menikam lurus ke depan dengan shinainya. Pergerakan tegasnya nampak seolah memotong udara pagi, yang mengagetkan sejumlah burung gereja hingga mereka semua terbang ke arah cabang jauh di depan sana.

Rumah keluarga Kirigaya adalah rumah Jepang kuno yang berdiri sepanjang jalanan lama di Saitama selatan. Seluruh anggota keluarga telah tinggal disini, karena kakek Suguha, yang sudah meninggal empat tahun lalu, adalah orang yang sangat tegas dan bergaya jadul.

Dia bekerja di kepolisian selama beberapa tahun dan merupakan praktisi kendo terkenal sepanjang masa mudanya. Dia berharap kalau putra satu satunya, yang merupakan ayah Suguha, akan melanjutkan jejaknya pada jalan kendo. Ayahnya sudah menguasai shinai sejak di bangku SMA, namun kemudian berhenti melakukannya untuk belajar ke Amerika dan akhirnya mendapat pekerjaan di perusahaan keamanan keuangan luar negeri. Setelah dipindahkan ke cabang Jepang, dia bertemu dan menikahi ibu Suguha, Midori. Namun melanjutkan kehidupan rutin dengan bepergian sepanjang samudra pasifik. Pada saat itu, kakek Suguha telah mengarahkan keinginannya pada Suguha dan Kazuto yang setahun lebih tua darinya.

Suguha dan kakaknya dibuat mengikuti kendo dojo di sebelah rumahnya sepanjang di bangku SD. Namun karena pengaruh Ibunya sebagai editor di majalah sistem komputer, kakaknya menyukai keyboard melebihi shinai dan meninggalka dojo selama dua tahun. Namun, Suguha tak seperti kakaknya. Ia telah menemukan ketertarikan pada kendo dan terus melatih teknik shinainya bahkan setelah kakeknya meninggal.

Suguha saat ini berusia lima belas tahun. Tahun lalu, dia berhasil terus maju dalam kompetisi SMP dan mendapat peringkat sebagai salah satu pemain terbaik negara. Saat musim semi, ia telah direkrut oleh salah satu SMA paling terkenal di prefektur.

Namun----

Di masa lalu, dia belum pernah kehilangan jalannya untuk terus maju. Dia sangat menyukai kendo; bukan hanya karena bisa menjawab harapan orang orang di sekelilingnya, namun juga membuatnya senang.

Namun dua tahun lalu, saat kakaknya terlibat dalam insiden yang mengguncang seluruh Jepang, kegundahan menyerbu hatinya. Siapapun bisa berkata kalau dia sangat menyesal. Bahkan sejak kakaknya menyerah dalam kendo saat Suguha berusia tujuh tahun, celah yang lebar mulai terbentuk diantara mereka berdua, dan Suguha sangat menyesal karena dia tak pernah membuat usaha untuk menutup celah itu.

Kakaknya yang telah membuang shinai meluangkan harinya tenggelam dalam komputer, seolah untuk memuaskan rasa dahaganya yang tersisa. Ia membangun sebuah mesin dari bagian bagian kecil dan membantu ibunya memprogramnya saat dia masih siswa sekolah dasar. Bagi Suguha, hal hal yang Kazuto ucapkan seolah menjadi bahasa asing.

Tentu saja, sekolah juga mengajarkan Suguha untuk menggunakan komputer, dan ia memiliki komputer mungil di kamarnya. Namun, pengetahuannya tentang komputer hanya terbatas pada menukar email dan browsing web; mustahil baginya untuk memahami dunia yang ditinggali kakaknya. Ini khususnya adalah kasus bagi Game RPG network yang membuat kakaknya kecanduan, dimana Suguha menganggap hal itu sebagai kesia siaan. Sejak saat itu dia selalu memasang sikap palsu, namun dia merasa mustahil untuk menjadi dekat dengan orang orang yang juga berinteraksi dengan topeng palsu.

Semenjak masa kecilnya, Suguha dan kakaknya memiliki hubungan yang seperti teman terbaik. Namun saat kakaknya meninggalkannya untuk dunia yang sama sekali berbeda, Suguha mengubur rasa kesepiannya dengan mencurahkan dirinya sepenuh hati pada kendo. Jarak diantara mereka berdua terus melebar, dan percakapan sehari hari mereka terus jatuh; sebelum Suguha menyadarinya, hubungan mereka telah jatuh menjadi seperti tak saling kenal.

Namun jujur saja, Suguha terus menerus merasa kesepian. Dia ingin berbicara lebih banyak pada kakaknya. Dia ingin memahami dunia kakaknya, ingin kakaknya datang dan menonton pertandingannya.

Namun, tepat saat dia ingin mengungkapkan semua perasaan ini, insiden itu terjadi.

Insiden mimpi buruk bernama “SWORD ART ONLINE”. Sepuluh ribu pemuda dari seluruh Jepang dikonfirmasi telah terkurung oleh sangkar elektronik dan jatuh ke dalam tidur panjang.

Kakaknya telah dipindahkan ke rumah sakit besar di Saitama. Kemudian, saat pertama kalinya Suguha datang untuk menjenguknya........

Saat ia melihat kakaknya yang koma, terbaring di atas ranjang dengan sejumlah kabel dan tertutupi oleh head gear mengerikan, Suguha tak kuasa menahan tangisnya. Itu adalah pertama kalinya dia menangis semenjak lahir. Dia memeluk kakaknya erat erat dan menangis dengan keras.

Mungkin tak akan ada kesempatan untuk berbincang bincang lagi dengannya. Kenapa dia tak pernah mencoba menutup jarak diantara mereka lebih cepat? Seharusnya itu tidaklah sulit; seharusnya hal itu bisa dia lakukan.

Pada saat itulah dia mulai mempertimbangkan ulang dengan serius apakah dia harus terus berlatih kendo dan apa perasaan sejatinya. Namun dia begitu putus asa sampai tak mendapati jawaban. Sepanjang tahun keempat belas dan kelima belas saat dia tak bisa melihat kakaknya, Suguha telah memasuki SMA atas rekomendasi orang orang disekitarnya, namun apakah dia harus terus menapaki jalan ini adalah keraguan dalam hatinya yang takkan pernah lenyap.

Kalau kakaknya kembali, maka dia pasti akan banyak banyak mengobrol dengannya. Dia akan membuang semua keraguan dan kecemasannya, dan dengan jujur mengungkapkan semua isi pikirannya. Kemudian, dua bulan lalu, setelah Suguha meneguhkan keputusannya, sebuah keajaiban terjadi. Kakaknya telah mematahkan kutukan melalui kekuatannya dan kembali.

----------Namun pada poin itu, hubungannya dengan kakaknya sudah berubah secara drastis. Suguha mendengar dari ibunya Midori secara pribadi kalau Kazuto bukanlah kakak kandungnya, namun sebenarnya saudara sepupu.

Ayahnya Minetaka adalah putra satu satunya, namun ibunya Midori memiliki kakak perempuan yang meninggal lebih awal; namun, Suguha tak mengetahui semua ini. Sehingga, saat Suguha menyadari kalau Kazuto adalah putra kakak ibunya, dia menjadi semakin bingung dan tak yakin hubungan jenis apa yang harus mereka pertahankan. Haruskah mereka lebih jauh? Haruskah mereka tetap sama? Dia tak tahu bagaimana dia harus mengungkapkan dirinya tentang hubungan ini.

“.....Ya. Ada satu hal, yang nggak akan berubah........”

Saat Suguha merenungkan semua ini, dia mengayunkan shinainya ke bawah dengan tajam seolah untuk memotong semua rantai pemikirannya. Terlalu menyeramkan untuk menjalani jalan pemikiran itu, jadi dia mulai berlatih dengan shinainya untuk mengarahkan perhatiannya pergi ke tempat lain.

Saat dia menyelesaikan jumlah set yang diperlukan, sudut matahari pagi sudah berubah secara signifikan. Dia menyeka keringat di dahinya, meletakkan shinai, dan berjalan kembali ke rumahnya.......

“Ah......”

Momen dia melihat ke arah pintu, langkah kaki Suguha tiba tiba membeku.

Dia tak sadar kalau Kazuto, yang mengenakan baju sweater dan duduk di beranda, tengah melihat ke arahnya. Saat mata mereka bertemu, Kazuto tersenyum dan berujar.

“Selamat pagi.”

Sambil mengatakan itu, ia melempar botol air mineral di tangan kirinya pada Suguha. Suguha menangkapnya dengan tangan kanannya sebelum merespon.

“S-Selamat pagi........astaga, kalau kamu terus menontonku, seharusnya kamu mengatakan sesuatu.”

“Tapi, kelihatannya kamu lagi berkonsentrasi dengan serius.”

“Nggak juga, aku memang selalu begini.”

Suguha diam diam merasa senang karena mereka bisa berbicara dengan begitu alami terhadap satu sama lain selama dua bulan ini. Dia memilih tempat di sisi kanan Kazuto yang menjaga sedikit jarak darinya dan kemudian duduk. Meletakkan shinai di sisinya, ia membuka botol dan menempatkannya di mulutnya; air dingin meresap ke tubuh panasnya dan terasa sangat menyegarkan.

“Kulihat kamu terus melakukan itu sepanjang waktu ini.......”

Kazuto mengambil shinai Suguha dan mengayunkannya dengan ringan dengan tangan kanannya dari posisi duduknya. Ia segera memiringkan kepalanya ke sisi dan berkata:

“Ringan sekali......”

“Hah?”

Suguha mencabut botol dari mulutnya dan menatap Kazuto.

“Ini terbuat dari bambu asli, jadi sebenarnya cukup berat. Sekitar lima gram lebih berat dari yang buatan karbon.”

“Ah, uh uh. Itu......hanya perasaanku.......tapi kalau dibandingkan dengan.......”

Kazuto mendadak meraih botol dari tangan Suguha dan kemudian dengan cepat meminum semua isinya yang tersisa.

Sword Art Online Vol 03 - 029.jpg

“Ah...........”

Wajah Suguha mulai memerah bahkan tanpa memikirkannya. Dia membulatkan pipinya dan berujar dengan tak senang.

“A-Apa yang kamu coba bandingkan?”

Kazuto meletakkan botol kosong di beranda dan kemudian berdiri tanpa menjawab.

“Hei, mau latih tanding denganku?”

Keheranan, Suguha menatap lurus ke wajah Kazuto.

“Maksudnya......pertandingan?”

“Ya.”

Kazuto mengangguk seolah itu hal biasa, biarpun dia sama sekali tak tertarik pada kendo.

“Bagaimana dengan alat pengaman.....?”

“Hmm, mungkin nggak masalah meski kita nggak mengenakannya........namun akan gawat kalau Suguha sampai terluka. Kupikir pengaman Kakek masih ada, jadi mari kita ke dojo.”

“Oooh.”

Suguha sama sekali melupakan keragu raguannya sejak tadi dan bertanya tanya kenapa dia malah mengatakan hal semacam itu; dia tersenyum dan berkata:

“Bukankah kamu terlalu percaya diri? Mencoba bertanding dengan finalis perempat nasional? Selain itu.......”

Ekspresi wajahnya kemudian berubah.

“Apa tubuhmu baik baik saja....? Kamu jangan ceroboh......”

“Hehe, akan kutunjukkan hasil dari latihan rehabilitasiku di gym.”

Kazuto tertawa kecil dan mulai berjalan dengan santai ke arah belakang rumah. Suguha buru buru mengikuti.

Rumah Keluarga Kirigaya cukup luas, dan sebuah dojo berdiri di sisi timur kamar ibunya. Mereka mengikuti wasiat kakek dan tak merubuhkannya, sehingga Suguha menggunakannya untuk latihan rutinnya, mempertahankannya dengan teliti, dan menyimpan semua perlengkapan disana.

Mereka berdua memasuki dojo dengan telanjang kaki, membungkuk satu sama lain, dan mulai mempersiapkan diri mereka masing masing. Beruntungnya, fisik kakeknya hampir sama dengan Kazuto; alat pelindung yang mereka keluarkan nampak tua namun pas dipakai. Setelah mereka selesai mengikat simpul headgear di saat yang sama, keduanya berjalan ke arah tengah dojo dan membungkuk satu sama lain sekali lagi.

Suguha perlahan berdiri dari posisi menundukkan badannya, menggenggam shinai favoritnya erat erat, dan mengambil posisi tegas. Sementara itu, Kazuto—

“A-Apa itu, Onii-chan?”

Usai melihat kuda kuda Kazuto, Suguha tanpa sadar tergelak. Aneh adalah satu satunya cara untuk mendeskripsikannya. Kaki kirinya dimajukan setengah tubuh ke depan, pinggangnya direndahkan, dan shinai di tangan kanannya dipegang kebawah dengan ujungnya nyaris menyentuh lantai. Tangan kirinya seolah olah memegang gagang shinai sekedar untuk penampilan.

“Kalau ada wasit disini, dia pasti akan marah melihat posisimu.”

“Nggak masalah, ini gaya pedangku.”

Suguha mengambil nafas dalam dan membenahi ulang posisinya. Kazuto semakin memperlebar jarak diantara kakinya dan menurunkan pusat gravitasinya.

Suguha berpikir untuk menyerbu maju dengan kekuatan penuh untuk mendaratkan serangan kuat ke arah lawannya. Namun kuda kuda aneh Kazuto membuatnya tak yakin harus berbuat apa. Meski ada celah, tak mudah memanfaatkan celah itu. kuda kuda itu nampak seperti hasil dari pengalaman bertahun tahun—

Namun, itu tidak mungkin. Kazuto hanya memegang shinai selama dua tahun saat dia berumur tujuh dan delapan tahun. Dia hanya bisa mempelajari dasar dasar teknik selama waktu itu.

Seolah menyadari kebingungan Suguha, Kazuto mendadak mulai bergerak. Dia menyerbu dalam sudut rendah seolah dia meluncur dan shinainya melompat ke atas dari bagian kanan bawahnya. Itu bukan kecepatan yang perlu dikejutkan, namun karena itu adalah serangan tiba tiba, Suguha harus bergerak secara refleks. Dan dengan kaki kanannya terbuka lebar—

“Kote!!” [4]

Suguha mengayun kebawah ke lengan kiri bawah Kazuto. Seharusnya itu waktu yang sempurna, namun serangannya hanya menebas udara kosong.

Itu adalah elakan yang sulit dipercaya. Kazuto telah melepaskan tangan kirinya dari gagang shinai, dan melemparnya ke arah tubuhnya. Apa itu mungkin dilakukan? Ditargetkan pada Suguha, yang dibuat terkejut, shinai yang dipegang oleh tangan kanan Kazuto sendiri menyerbu ke depan. Kebingungan, Suguha dengan panik mengelak.

Di saat keduanya bertukar posisi, telah menolehkan kepala untuk menghadap satu sama lain sambil mereka mengambil jarak lagi, kesadaran Suguha telah berubah drastis. Ketegangan menyenangkan mengisi seluruh tubuhnya, seolah darahnya mendidih. Kali ini, giliran Suguha untuk menyerang. Teknik andalannya, serangan lengan bawah—

Namun kali ini juga, Kazuto berhasil mengelak dengan lincah. Dia menarik lengannya ke belakang, memutar tubuhnya, dan membiarkan shinai Suguha untuk lewat dengan jarak setipis kertas. Suguha lagi lagi kebingungan. Serangan berkecepatan tingginya sangat diakui di dalam klub, dan dia tak ingat adegan dimana seseorang berhasil mengelak dari semua serangan berturut turutnya.

Menjadi serius, Suguha memulai serangan gencar. Dia menikamkan ujung shinai secara terus menerus. Menyerang lebih cepat dari nafas seseorang. Namun Kazuto terus mengelak dan mengelak. Pergerakan cepat di mata Kazuto membuatnya seolah dia sudah memahami semua pergerakan shinai Suguha.

Jengkel, Suguha dengan paksa menutup jarak dan mengunci shinainya ke arah kazuto. Menghadapi kaki dan tubuh Suguha yang sudah terlatih, Kazuto mulai terhuyung huyung di bawah tekanan luar biasa. Tanpa membiarkannya kabur, Suguha merebut momen untuk melancarkan serangan penghabisan yang diarahkan secara langsung ke kepala Kazuto.

“Men!!” [5]

‘Ah’, Suguha terlambat menyadari satu momen. Dia sama sekali tak menahan diri dalam menyerang, dan shinainya menghantam dengan keras ke topeng logam di head gear pelindung Kazuto. Bashiin! Suara tumbukan bernada kuat menggema sepanjang dojo.

Kazuto terus terhuyung huyung ke belakang selama beberapa langkah sampai dia akhirnya berhenti.

“K-Kamu baik baik saja, Onii-chan?”

Suguha bertanya dengan panik. Kazuto dengan ringan mengibaskan tangannya untuk menunjukkan kalau dia tak apa apa.

“.....Ah, aku kalah. Sugu memang kuat; Heathcliff sama sekali bukan bandinganmu.”

“.....Apa kamu betul betul nggak apa apa....?”

“Ya. Pertandingan selesai.”

Setelah mengatakan itu, Kazuto mengambil beberapa langkah mundur dan kemudian membuat beberapa gerakan yang lebih aneh lagi. Dia mengayunkan shinai di tangan kanannya ke kiri dan ke kanan, kemudian memegangnya di punggungnya dan membuat suara “hyuhyun”. Setelah itu, dia meluruskan punggungnya dan menggaruk kepala di balik topengnya dengan tangan kirinya, yang membuat suara bergeretak. Semua ini membuat Suguha sangat cemas.

“Ah, kepalamu terpukul, jadi......”

“B-Bukan! Ini hanya kebiasaan lama....”

Setelah mereka membungkuk satu sama lain, Kazuto duduk dalam postur formal dan mulai melepas simpul di pelindungnya.

Mereka berdua meninggalkan dojo bersama, menuju ke ruang cuci, dan membersihkan keringat di wajah mereka. Suguha awalnya hanya ingin main main; dia tak pernah menduga akan berubah jadi serius dan membuat seluruh tubuhnya kelebihan panas.

“Yang jelas, aku benar benar kaget. Onii-chan, dimana kamu berlatih?”

“Eh, pola seranganku itu.......sepertinya teknik pedangku nggak bisa diatur tanpa panduan sistem.”

Sekali lagi, Kazuto menggumamkan sesuatu yang sama sekali tak masuk akal.

“Namun itu sangat menyenangkan, mungkin aku harus mencoba kendo lagi.....”

“Sungguh!? Sungguh!?”

Suguha tiba tiba menjadi enerjik karena senyum lebar merentang di wajahnya dan dia mulai mengharapkan respon.

“Sugu, maukah kamu mengajariku?”

“Te, tentu saja! Kita pasti akan berlatih bersama!”

“Tapi nampaknya kita harus menunggu sampai otot ototku benar benar pulih.”

Kazuto mengangguk, dan Suguha tersenyum sepenuh hati. Berpikir untuk berlatih kendo sekali lagi membuatnya begitu bahagia sampai air mata menetes dari matanya.

“Hei......Onii-chan....aku.....”

Meski Suguha tak paham kenapa Kazuto kembali tertarik pada kendo, dia masih merasa senang, dan juga ingin memberitahunya tentang hobi barunya. Namun, dia dengan cepat mengubah pikirannya dan menelan kata kata yang hendak dia ucapkan.

“Hm?”

“Emm, kurasa harus tetap kurahasiakan untuk sekarang.”

“Ada apa denganmu?”

Mereka berdua mengeringkan kepala mereka dan kemudian kembali ke rumah utama melalui pintu belakang. Ibunya Midori selalu bekerja di pagi hari, jadi Suguha dan Kazuto bergiliran dalam menyiapkan sarapan.

“Aku mau mandi dulu, Onii-chan apa kamu ada rencana untuk hari ini?”

“Ah.....hari ini, aku.......aku mau ke rumah sakit.......”

“.....”

Semangat tinggi Suguha mendadak tenggelam usai mendengar respon tenangnya.

“Begitu, kamu akan mengunjungi orang itu.”

“Ah.....hanya itu hal yang bisa kulakukan pada poin ini.”


Orang itu adalah orang yang paling penting baginya di dunia lain, dan Suguha mendengar ini secara langsung darinya satu bulan yang lalu. Pada saat itu, Suguha berada di kamar Kazuto; keduanya duduk bersebelahan, dan Kazuto tengah meneguk secangkir kopi sambil ia menjelaskan semua rinciannya. Suguha yang sebelumnya tak akan pernah percaya kalau orang orang bisa jatuh cinta di dunia virtual. Namun sekarang, dia akhirnya bisa memahami. Selain itu – kapanpun Kazuto berbicara tentang orang itu, air mata selalu berlinang di pipinya.

Kazuto berkata kalau mereka masih bersama sampai saat terakhir. Mereka berdua pasti akan kembali ke dunia nyata bersama. Namun ketika kesadaran Kazuto pulih, orang itu masih tetap tertidur. Tak ada apapun terjadi – atau mungkin sesuatu terjadi namun tak ada yang menyadarinya. Semenjak saat itu, selama Kazuto punya waktu, dia akan mengunjungi rumah sakit setiap tiga hari untuk menjenguk orang itu.

Suguha bisa melihatnya dengan jelas. Kazuto, duduk di depan orang yang tertidur itu, memegang tangannya seolah mereka pernah saling berpengangan tangan, saling memanggil dengan tanpa lelah. Segera setelah ia memvisualkan gambaran itu, perasaan yang tak bisa dijelaskan terasa mengapung di atas hatinya. Dadanya terasa sakit dan sesak, dan setiap nafas terasa berat. Dia memeluk dirinya dengan erat dengan kedua tangannya dan secara langsung duduk di tempatnya berada.

Dia ingin Kazuto tetap tersenyum. Sejak dia kembali dari dunia itu, Kazuto menjadi lebih terbuka dari sebelumnya. Dia mulai banyak mengobrol dengan Suguha. Sifatnya bahkan menjadi lebih lembut dan tak lagi membuat tuntutan yang aneh aneh. Rasanya mereka kembali ke masa anak anak mereka. Sehingga Suguha menyadari betapa pentingnya orang itu saat dia melihat air mata kakaknya. Pada poin itu ia mulai membujuk dirinya.

“--------Tapi aku, aku, aku sudah menyadari......”

Saat Kazuto menutup matanya untuk mengenang tentang orang itu, Suguha merasa seolah hatinya tak bisa berhenti kesakitan, seolah dia mati matian berusaha menyembunyikan perasaan yang lain.

Saat dia melihat Kazuto menuangkan susu ke gelas di meja dan kemudian meneguknya, Suguha berbisik pada dirinya sendiri di dalam hatinya.

“--------Hei, Onii-chan, aku, aku sudah tahu.”

Sebelumnya saudara kandung sekarang sudah jadi sepupu; namun Suguha tak paham kenapa berakhir seperti ini.

Namun sesuatu memang berubah. Meski dia tak terlalu memikirkan hal itu sampai saat ini, rahasia kecil terus berkedip kedip dalam hatinya.

Mungkin saja dia menyukai Onii-chan; namun kalau harus seperti ini, itu juga tak apa apa.


* * *


Setelah mandi, aku mengganti pakaianku dan pergi naik sepeda yang baru aku beli sekitar satu bulan lalu. Dengan sepeda, 15 kilometer menuju tujuanku terasa cukup jauh, namun beban itu cukup baik untuk tubuhku yang masih dalam pemulihan.

Perjalananku akhir akhir ini membawaku ke rumah sakit yang baru dibangun di pinggiran kota Tokorozawa, prefektur Saitama.

Bangsal teratas dari rumah sakit, lokasi dimana dia berbaring dengan tenang.

Dua bulan lalu, di puncak lantai ke-75 dari «Aincrad», aku telah mengalahkan boss akhir «Holy Sword» Heathcliff, dan dengan melakukan itu berhasil menyelesaikan Game. Setelah itu, aku terbangun di kamar rumah sakit. Beserta itu, aku mendapati diriku kembali ke dunia nyata.

Namun dia, partnerku, orang terpenting bagiku, Asuna sang «Flash», ternyata tidak bangun.

Tak ada banyak kesulitan untuk bertanya tentang dia. Tak lama setelah aku tersadar di rumah sakit Tokyo, aku meninggalkan kamar rumah sakit, berjalan jalan dengan langkah tak stabil, dan segera ditemukan oleh perawat yang membawaku kembali. Beberapa menit kemudian, seorang pria berjas datang terburu buru mendatangiku sambil terengah engah. Dia menyatakan dirinya sebagai perwakilan dari «Kementrian Dalam Negeri – Divisi Tindakan Balasan SAO».

Organisasi dengan nama besar itu nampaknya dibentuk akhir akhir ini segera setelah insiden SAO berlangsung, namun dalam dua tahun itu, tak ada yang mereka bisa lakukan. Namun, itu juga tak terhindarkan. Kalau mereka dengan ceroboh mengutak atik server, tanpa membatalkan program perlindungan yang dibuat oleh programmer Kayaba Akihiko, dalang dari insiden ini, maka otak dari sepuluh ribu orang akan hancur. Tak ada yang bisa memikul tanggung jawab itu.

Mengumpulkan anggota, mereka membuat persiapan untuk mengobservasi baik baik status para korban yang berbaring di rumah sakit. Satu harapan mereka – secercah cahaya kecil, namun tugas yang berat – adalah mensurvei informasi pemain melalui data server.

Sehingga mereka mengikuti perkembanganku yang berada di garis depan, memperhitungkan level, posisi, dan peranku sebagai pemain vital dalam «Capture Group» yang mencoba menyelesaikan Sword Art Online. Sehingga, saat para pemain SAO mulai bangkit di seluruh negara, para agen Kementrian mulai menyerbu ke kamarku, berharap bisa memahami apa yang baru terjadi.

Aku mengungkapkan kondisiku pada pihak pemerintah dengan orang orang berkacamata hitam yang berada pada pandanganku. Aku akan beritahu mereka semua yang aku tahu. Sebagai gantinya, mereka akan memberitahuku semua yang aku ingin tahu.

Hal yang ingin kuketahui tentu saja tentang keberadaan Asuna. Setelah beberapa menit menelepon, pria berkacamata menoleh padaku dan berbicara, kebingungan nampak jelas di wajahnya.

“Yuuki Asuna telah dipindahkan ke institusi medis lain di Tokorozawa. Namun, dia belum bangun.......dan bukan dia saja, 300 pemain lain sepanjang negara juga belum terbangun.”


Awalnya mereka berpikir kalau ini hanyalah hasil dari spike lag yang terjadi pada server. Namun, jam telah berubah menjadi hari dengan Asuna dan yang lainnya tak juga terbangun.

Benar atau tidaknya rencana Akihiko Kayaba yang menghilang masih berlanjut menimbulkan kekacauan sepanjang dunia, namun pandanganku justru sebaliknya. Aku masih mengingat kehancuran Aincrad, yang diselimuti oleh matahari tenggelam berwarna merah.

Dia benar benar telah mengatakannya. Dia akan melepaskan semua pemain yang tersisa. Lebih jauh lagi, dia tak memiliki alasan untuk berbohong. Dia benar benar sudah membiarkan dirinya lenyap bersama dunia itu, aku sangat mempercayai hal itu.

Namun, entah itu insiden tak terduga atau adanya campur tangan dari seseorang, sever SAO, yang seharusnya sudah direset/diformat ulang, terus beroperasi. Nerve Gear Asuna juga bukan perkecualian, mengikat jiwanya kedalam dunia itu. Apa yang terjadi di dalam sana, aku tak tahu, tapi kalau......kalau.....kalau saja aku bisa kembali ke dunia itu sekali lagi—

Kalau Suguha tahu apa yang kulakukan saat itu, dia pasti akan marah. Usai meninggalkan pesan, aku memasuki kamarku dan memasang Nerve Gear dan memulai client SAO. Namun, sebuah pesan error dengan dingin muncul di hadapan mataku, «Error: Cannot connect to server».

Sekali rehabilitasku selesai, kebebasanku dalam bergerak sudah pulih kembali, dan dari saat itu sampai sekarang, aku terus menerus menengok Asuna.

Itu adalah waktu yang sulit bagiku. Perasaan dari seseorang yang lebih penting dari siapapun direbut secara tak beralasan dariku terasa sangat menyakitkan dari luka fisik atau mental apapun. Bahkan lebih menyakitkan bagi aku yang sekarang, yang tak ubahnya anak kecil tak berdaya.


Melanjutkan perjalanan 40 menit, mengayuh dengan lamban, aku keluar ke jalan utama dan berbelok ke jalan berbukit yang berangin. Tak lama kemudian, bangunan besar muncul di depanku. Itu adalah insitusi medis yang diatur secara pribadi, dan tampak bagai karya seni.

Penjaga keamanan di pintu masuk, sekarang sudah menjadi wajah familiar, tak lagi menanyakan alasan kedatanganku. Aku memparkir sepedaku di sudut parkiran besar. Di meja resepsi lantai pertama, yang memiliki penampilan seperti lobi kelas tinggi, aku diberi tanda masuk pengunjung. Aku menempelkannya di dadaku dan masuk ke dalam elevator.

Dalam beberapa detik, aku mencapai lantai teratas, lantai 18, dan pintu perlahan terbuka. Aku berjalan ke arah selatan sepanjang koridor kosong. Lantai ini memiliki banyak pasien jangka panjang, namun melihat orang lain disini adalah kejadian langka. Akhirnya, di sudut koridor, pintu berwarna hijau pucat tampak olehku. Ada sebuah lempeng nama tertempel di dinding di sebelah pintu.

«Yuuki Asuna», dibawah nama itu terdapat celah penggesek tipis, tempatku menggesekkan tanda pengenal. Aku melepas tanda masuk dari dadaku dan meluncurkannya sepanjang celah itu. Pintu bergeser membuka dengan suara elektronik kecil.

Melangkah ke dalam ruangan, aku terselimuti oleh aroma bunga menyegarkan. Bunga bunga segar yang tak cocok dengan musim dingin nampak menghiasi ruangan. Interior di dalam kamar rumah sakit yang luas ini ditutupi oleh korden, yang dengan perlahan kumasuki.

“Mohon izinkan dia bangun—“

Aku menyentuh kain, berdoa untuk keajaiban dan dengan lembut membuka korden ruangan.

Unit perawatan intensif tanpa akhir yang terpasang pada tubuhnya sama denganku – bahkan kasurnya juga sama. Cahaya matahari sedikit menyinari selimut putih, dan jatuh dengan lembut di wajah Asuna. Kalau aku tak tahu apa apa, aku pasti menganggap kalau dia hanya tertidur.

Saat aku pertama berkunjung, aku memiliki pemikiran ini: akankah dia tak setuju kalau aku melihatnya seperti ini? Kekhawatiran itu sudah berlalu sejak dulu. Wajahnya nampak sangat cantik.

Rambut kastanye tua indahnya, tergerai seperti air di kasur putih disekitarnya; kulit putih pucatnya, dengan semburat warna mawar di bibirnya.

Dari leher sampai tulang selangkanya, fiturnya nampak sama persis dengan yang terlihat di dunia itu. Bibir berwarna cherry muda. Alis panjangnya, bergetar seolah mereka akan membuka kapan saja. Kalau saja bukan karena helm itu, itu saja.

Sword Art Online Vol 03 - 043.jpg

Nerve Gear. Tiga cahaya LCDnya yang berkilau dengan pucat berkelap kelip seperti bintang, bukti kalau ia masih beroperasi. Bahkan sekarang, jiwanya masih terjebak dalam suatu dunia. Aku menggenggam tangan kanan mungilnya dengan kedua tanganku, merasakan kehangatannya. Perasaan dari genggaman lembutnya terasa sama seperti sebelumnya. Aku menahan nafasku, mati matian menahan air mata yang hendak tumpah.......

“Asuna........”


Suara dering jam alarmnya membawaku kembali pada realita. Tanpa kusadari, waktu sudah tengah hari.

“Aku harus pergi, Asuna. Aku akan segera datang kembali.”

Aku kemudian mendengar suara pintu masuk yang bergeser membuka, dan aku mengalihkan perhatianku pada dua pria yang memasuki bangsal.

“Oh, Kirigaya-kun. Maaf sudah mengganggu.”

Seorang pria yang lebih tua berdiri di depannya dengan ekspresi wajah kalem, sambil memasukkan kartu di tangannya ke sakunya. Dari fisik dan penampilannya, dia nampak seperti pria yang bersemangat dan percaya diri, namun rambut abu abunya adalah hasil dari dua tahun mencemaskan putrinya. Ini adalah Ayah Asuna, Yuuki Shozou. Aku sudah mengetahui dari Asuna sebelumnya kalau ayahnya adalah pengusaha, namun itu tak membuatku terkejut sampai aku mengetahui bahwa dia adalah CEO dari perusahaan elektronik «RECTO».

Aku sedikit membungkukkan kepalaku dan berbicara.

“Hallo. Maaf sudah mengganggu, Yuuki-san.”

“Tak apa, tak apa. Melihatmu selalu datang seperti ini, seharusnya aku yang minta maaf. Aku yakin kalau anak itu pasti sangat senang.”

Dia berjalan ke bantal Asuna, dengan lembut membelai rambutnya sambil menatap sedih pada wajah Asuna. Tak lama kemudian, dia memperkenalkan pria yang berdiri di belakangnya.

“Ini adalah orang baru. Ia adalah direktur dari institut penelitian kami, Sugou-kun.”

Kesan pertamaku tentangnya adalah positif. Ia bertubuh tinggi, mengenakan jas abu abu gelap, dengan sepasang kacamata berbingkai kuning yang diseimbangkan diatas jembatan hidungnya. Matanya tersembunyi dibalik lensa tipisnya, dan senyum lembutnya menyempurnakan semua imej itu. Aku membayangkan kalau dia mungkin berumur 30-an.

Dia mengulurkan tangannya sambil berkata.

“Senang bertemu denganmu. Aku Sogou Nobuyuki. Kamu pasti sang Pahlawan Kirigaya-kun itu.”

“Kirigaya kazuto. Senang bertemu anda.”

Aku menjabat tangan Sogou dan menolehkan kepalaku untuk melirik arah Yuuki Shozou, tangannya menopang kepalanya yang agak sedikit jatuh.

“Tentang itu, maaf. Server SAO sudah ditutup. Insiden ini hampir seperti yang sering kamu lihat di TV. Dia adalah putra paling terpercayaku. Untuk sementara waktu ini, dia masih belum membuat kontak dengan keluarga.”

“Presiden, masalah ini adalah—“

Sogou melepaskan tangannya, dan menoleh pada Shouzou untuk berbicara.

“Bulan depan, saya ingin memberitahu semua orang.”

“Begitukah? Tapi apa tak apa apa? Kau masih muda, hidupmu baru saja dimulai......”

“Saya sudah berubah pikiran. Saya ingin mengambil keuntungan di saat ini ketika Asuna masih cantik......dan membuatnya mengenakan gaun pengantin.”

“Sepertinya kau sudah memikirkan hal itu masak masak.”

“Kalau begitu, aku permisi dulu. Sampai jumpa Kirigaya-kun.”

Dia menganggukkan kepalanya, berbalik dan berjalan keluar dari pintu, menutup pintu di belakangnya. Satu satunya lelaki yang tersisa di ruangan ini hanya Sogou dan aku.

Sogou Nobuyuki perlahan bergerak ke sisi ranjang, berdiri berlawanan dariku. Dia membelai rambut kastanye Asuna, membuat suara kecil saat tangan kanannya bergerak sepanjang rambutnya. Hal itu membuatkua merasa agak jijik.

“Saat kau berada dalam Game, kau hidup bersama Asuna, kan?” Ujar Nobuyuki-san.

“.....uhm......”

“Kalau begitu, maka hubungan diantara kita mungkin agak rumit.”

Sogou melihat ke atas, dan kami membuat kontak mata. Pada saat itu, aku menyadari kalau kesanku terhadap pria ini tak mungkin terlalu jauh dari kebenaran.

Melalui kacamata tipisnya, pupil kecilnya memberiku kesan seorang sanpaku, bibir meruncing dalam senyuman. Itu semua memberikan perasaan dingin tak berperasaan. Keringat dingin menetes di punggungku.

“Tentang yang baru kukatakan.......”

Sugou memasang senyum bosan.

“Yakni, pernikahan Asuna denganku.”

Aku tak bisa memahami kata katanya. Apa yang dia baru katakan? Ucapan Sugou membuat seluruh tubuhku diserbu perasaan dingin. Setelah beberapa saat kesunyian, aku akhirnya berkata,”Apa kau pikir aku akan membiarkanmu lolos dengan itu?”

“Oh, sudah tentu. Untuk menerima persetujuannya dalam kondisi semacam ini akan cukup mustahil. Di atas kertas, aku adalah putra adopsi dari keluarga Yuuki. Namun kenyataannya, dia sudah cukup lama membenciku.”

Jemari Sugou mendekati bibir Asuna.

“Hentikan!”

Aku tanpa sadar menggenggam tangan Sugou, menjauhkannya dari wajah Asuna.

Merasa marah, aku berteriak “Brengsek kau.....kau berani memanfaatkan kondisi Asuna!?”

“Memanfaatkan? Bukan bukan, ini masih di dalam batas. Jujur saja, Kirigaya-kun. Apa kau tahu yang terjadi pada perusahaan SAO, «Argus»?”

“Kudengar mereka bangkrut.”

“Benar. Biaya pengembangan, serta biaya semua kerugian yang membuat mereka berhutang banyak, dan perusahaan itu akhirnya bangkrut. Sehingga, perawatan server SAO sekarang dibawah tanggung jawab departemen teknologi FullDive RECTO. Lebih tepatnya, departemenku.”

Dari sisi lain ranjang, Sugou menoleh untuk menatapku. Memasang senyum iblis, dia bergerak mendekat ke pipi Asuna.

“Anggap saja begini, dia masih hidup karena aku mengizinkannya. Sehingga, tidakkah menurutmu aku pantas mendapat balasan untuk semua kerja kerasku? Apa aku salah?”

Mendengar hal itu hanya memperkuat penolakanku.

Pria ini ingin memanfaatkan situasi Asuna, memakai hidupnya demi ambisi pribadinya sendiri.

Berbalik dan berdiri, melihat dengan tegas ke arahku, senyum lenyap dari wajahnya. Dengan nada dingin, dia berbicara padaku.

“Aku tak tahu apa yang terjadi padamu dan Asuna dalam Game, tapi aku ingin kau enyah dari hidupnya dari sekarang. Kuharap kau tak membuat kontak masa depan dengan Yuuki dan keluarganya.”

Aku meremas tinjuku, marah pada ketidakmampuanku untuk berbuat sesuatu. Aku merasa begitu payah.

Beberapa momen kesunyian berlalu. Kemudian, Sugou berbicara dengan nada menghina.

“Upacara pernikahan akan diselenggarakan minggu depan tepat disini di bangsal ini. Kuharap kau akan datang. Hargailah pertemuan terakhirmu ini, Pahlawan-kun.”

Aku ingin pedang. Aku akan menembus jantungnya dan merobek dadanya. Aku tak tahu apa dia bisa melihat kemarahan dalam diriku, tapi dia menepuk nepuk bahuku, berbalik dan dengan santai meninggalkan ruangan.


Saat aku pulang, memori pertemuan kami masih terasa segar dalam pikiranku. Aku berbaring di ranjangku dan menatap dinding dalam kegelisahan.

“Yakni, pernikahan Asuna denganku.”

“Dia masih hidup karena aku mengizinkannya.”

Pertemuanku dengan Sugou terus terulang dan terulang dalam kepalaku, seperti film yang tiada habisnya. Hatiku terasa seperti gumpalan logam yang memerah membara.

Namun----------Ini semua mungkin karena rasa kesadaran diriku yang terlalu kuat.

Sugou adalah orang yang selalu paling dekat pada keluarga Yuuki. Ini juga alasan dia bisa menjadi tunangan Asuna. Dipercaya sepenuh hati oleh Yuuki Shouzou, dia juga membawa tanggung jawab besar pada Recto. Asuna mungkin diatur untuk menikah dengan pria ini jauh sebelum kami bertemu di Aincrad. Dibandingkan dia, waktu kami bersama mungkin tak lebih dari ilusi. Penghinaan karena harus menyerahkan Asuna demi hasrat pria itu, yang menurutku, tak ubahnya lelucon anak anak.

Bagi kami, kota terapung Aincrad adalah dunia nyata. Sumpah yang telah kami buat disana, kata kata, semuanya berbinar dengan kecemerlangan seperti berlian.

“Aku ingin tetap di sisi Kirito selamanya-------“

Kata kata dan senyum Asuna dengan perlahan melintasi pikiranku.

“Maafkan aku.......maafkan aku, Asuna......aku tak bisa berbuat apa apa.”

Air mata kesedihan mengalir di pipiku, potsu, potsu ke atas tinjuku yang tergenggam.


* * *


“Onii-chan, kamar mandinya sudah kosong!”

Suguha berteriak ke kamar Kazuto, yang terletak di lantai kedua, namun tak ada respon.

Sore itu, setelah kembali dari rumah sakit, Kazuto terus mengunci dirinya di dalam kamar, tak mau turun bahkan untuk makan malam.

Suguha menempatkan tangannya di kenop pintu, namun ragu ragu. Kalau dia belum tertidur maka mungkin dia terkena demam, pikir Suguha, memperkuat keyakinannya sambil memutar gagang pintu.

Kacha--. Pintu terbuka dan menampakkan ruangan gelap.

Dia pasti sedang tertidur, pikir Suguha, dan saat dia hendak berbalik meninggalkan ruangan, embusan udara angin terasa sedikit bertiup, membuatnya menggigil. Jendela nampaknya terbuka. Sepertinya tak ada cara lain, pikirnya, sambil menggeleng kepalanya.

Dia berjalan berjingkat jingkat sepanjang ruangan, menuju ke arah jendela......hanya untuk mendapati kakaknya tengah meringkuk di atas ranjang, dengan kondisi masih bangun.

“Ah, Onii-chan, maaf. Kukira kamu sudah tidur.” Adalah respon gugup Suguha.

Setelah beberapa momen kesunyian, Kazuto membalas dalam suara tanpa emosi, “Maaf, tapi bisa tolong biarkan aku sendiri?”

“Tapi, tapi, ruangan ini terasa dingin.....”

Suguha mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Kazuto. Tangannya terasa dingin bagai es.

“Ini nggak bagus. Tanganmu membeku; kamu akan demam kalau begini. Lekaslah mandi.”

Sejumlah cahaya menembus masuk melalui korden dari lampu jalanan, menyinari wajah Kazuto. Pada momen ini, Suguha menyadari sesuatu yang telah terjadi pada kakaknya.

“Apa yang terjadi?”

“Bukan apa apa.”

Balasannya seperti bisikan yang tercekik.

“Tapi.....”

Tanpa menunggu Suguha selesai bicara, Kazuto mengubur wajahnya di kedua tangannya. Menyembunyikan dirinya dari Suguha, dan dengan tanda penistaan diri, dia berkata, “Aku sungguh tak berguna. Belum begitu lama saat aku bersumpah untuk tak lagi mengatakan kata kata kekalahan semacam itu.......”

Di tengah kata katanya, Suguha sudah menyadari apa yang telah terjadi. Berbicara dengan suara pelan dan bergetar, dia bertanya “Orang itu.......Asuna-san.....apa yang terjadi padanya?”

Tubuh Kazuto mengejang. Dalam suara pelan, terisi rasa sakit, dia menjawab, “Asuna.....telah pergi entah kemana......tempat yang jauh. Tempat.....dimana tanganku tak bisa menjangkaunya......”

Kali ini Suguha merasa jelas. Melihat Kazuto, yang menangis seperti anak anak di depannya, hati Suguha tersentuh.

Ia menutup jendela, menutup korden, dan menyalakan pemanas ruangan, kemudian duduk di sisinya. Ia ragu ragu untuk sesaat, sebelum menggenggam tangan dingin Kazuto lagi. Tubuh meringkuk Kazuto nampak rileks dalam sekejap.

Suguha berbisik di telinganya.

“Jangan sedih. Kalau dia memang sangat kamu cintai, kamu tak boleh menyerah semudah itu.”

Kata kata itu tak datang dengan mudah, dan mengucapkannya, hatinya seolah telah teriris oleh pedang. Perasaan dari jauh di dalam hatinya melahirkan rasa sakit ini. Aku menyukai Kazuto Onii-chan, adalah perasaan yang datang menerpa Suguha kali ini.

“---------Aku juga. Aku tak bisa membohongi diriku lagi.”

Suguha menopang kakaknya, dengan lembut menurunkannya ke ranjangnya. Mengambil selimut ranjangnya, ia dengan lembut menaruhnya di atas tubuh Kazuto.

Berapa lama dia memeganginya, dia sendiri tak tahu, namun tangisan kesedihan Kazuto mulai menjadi suara tidur penuh damai. Suguha menutup matanya, hatinya perlahan berbisik pada dirinya.

“—Satu satunya pilihanku adalah menyerah. Yang bisa kulakukan hanyalah mengubur perasaan ini jauh, jauh di dalam hatiku.”

Karena di dalam hati Kazuto, dia sudah ada disana.

Air mata perlahan mengalir di pipi Suguha, kemudian jatuh ke seprai ranjang, sebelum akhirnya lenyap dengan cepat.


* * *


Tidurku yang manis dan nyaman terganggu oleh rasa hangat yang tiba tiba.

Aku masih belum benar benar bangun, namun ada kehangatan aneh mengalir padaku, seperti cahaya matahari yang menembus cabang pohon, membelai pipiku.

Mataku tertutup, dan aku memeluk sosok tidurnya. Kami berada sangat dekat sampai aku bisa merasakan nafasnya, jadi aku membuka sedikit mata—

“Uwwahh!?”

Aku segera berteriak, dan melompat sekitar lima puluh senti. Tubuhku terlempar dalam posisi duduk, dan dengan cepat melihat ke sekeliling.

Inilah yang selalu kulihat dalam mimpiku. Aincrad, lantai kedua puluh dua dari hutan rumahku – mustahil.

Bagian dari realita ada disini, kamarku dan ranjangku. Namun, selain aku, ada orang lain disini.

Aku dibuat membisu. Usai bangun secara penuh, aku dengan cepat bangun dan meletakkan selimut kembali di tempatnya. Dengan rambut hitam pendeknya, alis tebalnya, Suguha berbaring dalam piyamanya, tertidur di atas bantalku.

“Kenapa.....kenapa ini......”

Setelah berpikir baik baik, aku akhirnya ingat apa yang terjadi tadi malam. Benar sekali, tadi malam setelah kembali dari rumah sakit, nampaknya aku sempat berbicara sedikit dengan Suguha. Diantara keputusasaan dan rasa sakit yang membuatku menangis, dia menghiburku, dan akhirnya, aku tertidur.

“Astaga, seperti anak kecil saja.”

Setelah merasa sedikit malu, aku menatap Suguha, yang masih tertidur pulas. Dia tak seharusnya melakukan ini.

Aku tiba tiba ingat kalau hal yang sama dengan ini pernah terjadi di dunia “itu”. Suguha sangat mirip dengan gadis penjinak hewan yang kutemui di sekitar lantai ke empatpuluh. Dia, juga, menyelinap ke ranjangku, yang membuatku sama kelimpungannya.

Aku tersenyum sambil mengingat itu. pertemuanku dengan Asuna dan Sogou Nobuyuki terus membuatku kepikiran, namun rasa sakit menusuk nusuk di hatiku perlahan lenyap sejak tadi malam.

Memoriku di dunia itu – kota terapung Aincrad – adalah harta karun penting bagiku. Memori bahagia, memori sedih – terlalu banyak untuk dihitung – namun semua memori itu nyata, dan tak akan kuanggap selain itu, termasuk kesepakatan diantara Asuna dan aku untuk bertemu bersama di dunia ini sekali lagi. pasti ada sesuatu yang bisa aku lakukan.

Saat aku tengah memikirkan itu, dari depanku, gumaman ngelindur Suguha mencapai telingaku.

“Menyerah.......itu nggak boleh.....”

“Yang kamu katakan itu sangat betul.” Aku berbisik balik.

Kemudian, sambil duduk, aku menyentil wajah Suguha dengan jariku.

“Hei, bangun, ini sudah pagi.”

“Hmmph.”

Dia mengeluarkan erangan tidak senang. Aku menyibak selimutnya dan mencubit pipinya.

“Ayo bangun, ini sudah siang.”

Suguha akhirnya membuka matanya.

“Ah. Selamat pagi, Onii-chan,” Dia bergumam, sambil dengan malas memanjat naik dari selimut.

Kemudian, dia menatapku dengan terkejut dan dengan cepat melirik sekitar ruangan. Matanya yang nampak ngantuk dan setengah terbuka, mendadak terbuka lebar dan pipinya tersipu merah.

“Ah! Um, aku.....”

Telinganya memerah, tubuhnya menjadi kaku, dan ia mendadak melompat dan lari dari ruangan secepat mungkin.

“Ya ampun.”

Aku menggeleng kepalaku dan berdiri untuk membuka jendela, menghirup dalam dalam udara dingin untuk membuang semua rasa lelahku.

«Berita» sampai saat aku mengambil baju ganti untuk mandi.

Terdapat nada bersuara elektronik dan aku bisa melihat peringatan e-mail berkilat, jadi aku duduk dan bermain dengan EL Terminal.

Sejak dua tahun aku tertidur, struktur komputer telah mengalami banyak perubahan. HDD (Hard Disk Drive) tua yang kusukai, lenyap tanpa jejak dan digantikan dengan SSD (Solid Storage Drive) modern, yang sudah menjadi standar baru dan tak menghasilkan MRAM ultra tinggi. Tak ada time lag sepanjang transfer; hal itu terjadi secara spontan. E-mail yang terkirim telah di-update, dan nama si ‘pengirim’ adalah «Egil».

Di lantai ke-50 dari blok utama Aincrad tinggallah Egil, pemilik dari toko kelontong di ‘Algade’. Kami bertemu untuk pertamakalinya tanggal 20 di Tokyo dan bertukar alamat e-mail, namun ini akan jadi pertama kalinya kami saling menjalin kontak. Judul pesannya tertulis, “LIHAT INI”. Saat aku membukanya, tak ada teks sama sekali, namun hanya satu gambar.

Aku menggulir ke bawah dan membuka gambar pada monitor, kemudian menatap lekat lekat pada gambar yang ditampilkan.

Komposisinya luar biasa. Kalian bisa melihat dari karakteristik warna dan cahaya yang jelas jelas bukan di dunia nyata namun dunia ilusi, rekayasa komputer. Dalam latar belakang gambar berdiri sangkar emas dengan meja putih dan kursi putih. Seorang gadis, berdandan dalam gaun putih duduk di dalamnya. Melihat lebih dekat pada wajahnya melalui sangkar—

“Asuna!?”

Gambarnya nampak kasar, namun gadis itu, dengan rambut panjang kastanye tanpa ragu adalah Asuna, wajahnya muram dan tangannya terlipat di atas meja. Melihat lebih dekat ada sayap transparan yang merentang di belakangnya.

Aku menggenggam telepon di meja, dan segera menghubungi nomor yang kutemukan dalam buku telepon. Nada deringnya mungkin hanya beberapa detik, namun terasa bagai berjam jam. Akhirnya, sambungan terhubung dan sebuah suara berat menjawab panggilanku.

“Hallo-“

“Hei! Apa yang terjadi dalam gambar itu!?”

“Lihat, Kirito, setidaknya kenalkan dirimu dulu.”

“Aku tak ada waktu! Lekas dan beritahu aku!”

“Ceritanya panjang. Bisakah kau datang kemari?”

“Baiklah. Aku akan disana secepatnya.”

Tanpa mau menunggu balasan, aku menutup telepon dan mengambil pakaian ganti. Aku belum pernah mandi, mengeringkan rambut, dan mengenakan sepatuku begitu cepat dalam hidupku, dan dalam sekejap aku sudah meninggalkan rumah di atas sepedaku. Entah kenapa jalan ini terasa sangat panjang, meski aku sudah melintasinya berkali kali.


Kafe Egil dan bar bisnis terletak di Taito Okachimachi. Aku segera melihat dashboard hitam dan tanda logam yang dihiasi oleh dua dadu, sehingga memiliki nama, «Dicey Cafe».

Aku membuka pintu dan bertemu dengan suara gemerincing lonceng di pintu masuk. Pria botak di counter menatapku dan tertawa. Tak ada pelanggan kelihatan disini.

“Oh, kau cepat juga.”

“Bisnismu payah seperti biasanya. Bagaimana bisa bertahan selama dua tahun ini?”

“Saat ini memang lamban, tapi cukup ramai sepanjang malam hari.”

Percakapan santai ini membuat hatiku terasa tenang, seolah aku kembali di dunia itu.

Pertemuan kami adalah sesuatu yang terjadi di akhir bulan lalu. Pada saat itu, aku menerima nama asli dan alamat dari para pemain tertentu dari anggota Kementrian Dalam Negeri, Klein, Nishida, Sillica, dan Lizbeth, diantara nama nama lain. Biarpun ada banyak pemain yang ingin kutemui lagi, namun mereka semua sudah kembali ke dunia nyata, dan tetap menjalin kontak adalah perkara sulit. Tempat pertama yang akan kukunjungi pastilah toko ini.

“Jadi, apa yang kau ingin aku beritahukan padamu?”

Si pemilik toko kelihatan sedikit tak senang.

Nama aslinya adalah Andrew Gilbert Mills. Aku merasa kagum karena dia ternyata juga membuka toko di dunia nyata.

Meski secara etnis dia adalah Afrika-Amerika, orang tuanya sudah lama menyukai Jepang, dan dia membuka bar-toko kopinya disini, di Okachimachi di usia 25 tahun. Lebih jauh lagi, dari antara para pelanggannya, dia telah menemukan istri yang cantik dan baik hati. Setelah itu, dia juga, telah terjebak dalam dunia SAO selama dua tahun. Usai kembali, toko yang dia duga telah tutup sejak lama ternyata berhasil bertahan berkat usaha keras istrinya. Sungguh cerita yang menyentuh.

Jujur saja, terasa aneh karena tak ada satupun pelanggan disini. Toko ini memiliki tata letak sempit, namun dengan empat kursi dan counter, tempat yang cerah dan berwarna warni ini terasa menarik dan merilekskan.

Aku duduk di bangku kulit, memesan secangkir kopi dan mulai mempertanyakan Egil tentang gambar itu.

“Jadi, ada apa dengan gambar itu?”

Si manajer toko tak segera menjawabnya. Justru, aku melihat dia mengeluarkan sebuah bungkusan persegi panjang dari bawah counter, dan mengulurkannya padaku.

Bungkusan itu jelas adalah software Game. Aku segera menyadari itu setelah melihat cetakan jelas «Amusphere» di sudut kanan atasnya.

“Aku belum pernah dengar tentang tipe hardware ini sebelumnya.”

“«Amusphere», Ia diluncurkan saat kita masih berada di dunia itu. itu adalah teknologi FullDive generasi berikutnya, penerus dari Nerve Gear.”

Sambil aku melihat logo dengan perasaan keheranan, Egil memberikan penjelasan simpel.

Setelah insiden itu, Nerve Gear dianggap sebagai “mesin setan”, sehingga tak ada pabrik bernyali melibatkan diri mereka dalam genre teknologi Game FullDive lagi. Namun, 6 bulan setelah insiden SAO, sebuah perusahaan baru didirikan, dengan slogan “keamanan absolut”. Ia meluncurkan model penerus Nerve Gear, dan karena kami terjebak di Aincrad pada saat itu, kami tak tahu apa apa soal ini.

Itu sedikit membantuku memahami situasi, namun karena aku tak terlalu memperhatikan Game Game setelah insiden itu, aku masih tak terlalu memahami benda ini.

“Jadi, apa ini juga VRMMO?”

Aku memegangnya di tanganku dan melihatnya dengan seksama. Gambarnya menunjukkan hutan lebat dengan bulan purnama menggantung tinggi, di depannya terdapat gadis dalam busana fantasi. Pedang di tangannya, dia terbang ke langit dengan sepasang sayap transparan. Dibawah ilustrasinya, terdapat judul -- «ALfheim Online».

“ALfheim.....Online? Apa maksudnya ini?”

“Sesuai dengan namanya, itu artinya “Rumah Elf”[6]

“Elf? Aku masih tak paham. Game ini tak terlalu serius, kan?”

“Itu, yah, mungkin saja. Kudengar itu cukup sulit dimainkan, sih.”

Egil meletakkan secangkir kopi yang mengepulkan uap di depanku, sambil tertawa. Aku mengangkat cangkir, menikmati aromanya, sambil terus bertanya padanya.

“Seperti apa kesulitannya?”

“SKILL sistem di dalamnya sangat EXTREME, dan Game berfokus pada skill pemain. PK juga dianjurkan.”

“Extreme....?”

“«Level» Tak lagi berlaku dalam Game ini. Semua skill hanya akan meningkatkan level melalui pengulangan. Sistem Battle bergantung pada kemampuan atletik si pemain, bukan teknik pedang seperti dalam SAO. Namun tak peduli pada perbedaan minor ini, teknologinya tak jauh beda dari SAO.”

“Ah. Itu terdengar cukup mengesankan.”

Aku mengeluarkan siulan kekaguman. Penciptaan Kota terapung Aincrad telah melibatkan usaha keras dari si jenius sinting Akihiko Kayaba. Kalau ada orang lain yang bisa menciptakan dunia VR dengan derajat sama adalah hal yang agak sulit dipercaya.

“PK juga dianjurkan?”

“Saat membuat, pemain bisa memilih dari beragam ras fairy, dan hanya diantara ras yang berlawanan yang membuat hal ini bisa dilakukan.”

“Itu sangat menyulitkan. Tak peduli seberapa tinggi teknologinya, rasanya itu lebih dibuat untuk para Gamer fanatik. Aku ragu benda ini bisa populer.” Ujarku sambil mengernyitkan alis.

Usai Egil mendengar keluhanku, dia membuang wajah seriusnya dan tersenyum.

“Aku juga pernah berpikir seperti itu, namun kurasa itu akan jadi populer dengan para Gamer saat ini, alasan utamanya adalah di dalam Game ini, kau punya kemampuan untuk «Terbang».”

“Terbang....?”

“Dengan sayap peri. Tak seperti game Game sebelumnya, controller dilengkapi dengan mesin penerbangan, memungkinkan pemain untuk terbang dengan bebas.”

Aku belum pernah memikirkan kemungkinan tentang terbang sebelumnya. Setelah Nerve Gear dikembangkan, banyak VR Game terbang dikembangkan, namun itu semua dikendalikan dengan kendali seperti kendaraan. Terbang dengan cara manusia tak diperkenalkan karena pemain tak punya pengalaman terbang dan sehingga takkan mampu mengendalikan kekuatan saat terbang.

Dalam dunia imajinasi ini, hal hal yang pemain bisa lakukan sama seperti yang kalian bisa lakukan di dunia nyata. Kebalikannya, hal hal yang manusia dunia nyata tak bisa lakukan disini, mereka tak bisa melakukannya disana juga. membentangkan sayap bukanlah tugas sulit, namun pergerakan otot yang berkaitan dengan menggerakkan sayap tidaklah sederhana.

Dalam SAO, Asuna dan aku memiliki kemampuan lompatan yang luar biasa, sampai kami hampir seperti terbang, namun ini dan terbang bebas adalah dua hal yang sangat berbeda.

“Semua konsep tentang terbang dan semacamnya ini memang hebat, tapi bagaimana dia tepatnya bisa bekerja?”

“Mana tahu, namun itu kurasa akan merepotkan. Untuk pemula, kau harus mengoperasikannya dengan controller joystick satu tangan.”

“....”

Tiba tiba, aku mendapat hasrat untuk menantang Game ini, tapi hal itu segera kubuang jauh jauh, dan aku kembali meneguk kopiku.

“Oke. Aku sudah agak paham Game macam apa ini. Kembali ke topik utama, apa hubungannya ini dengan gambar itu?”

Egil membawa sepotong kertas dari bawah counter, dan meletakkannya di depanku. Itu adalah kertas foto.

“Apa yang kau lihat?”

Setelah mendengar pertanyaannya, aku menatap gambar itu untuk sejenak, sebelum akhirnya menjawab.

“Sangat mirip.......dengan Asuna......”

“Figur yang akan kau anggap sama. Itu adalah screenshot, meski resolusinya agak jelek.”

“Lekas dan jelaskan padaku!”

“Itu Screenshot dari Game ini, ALfheim Online.”

Egil menyerahkan Game dan gambar padaku. Terdapat screenshot dari Game, dengan tampilan dari peta dunia serta semua wilayahnya, dan di area pusatnya terdapat sebuah pohon raksasa.

“Ini adalah Pohon Dunia, atau Yggdrasil.”

Egil menunjuk ke arah pohon.

“Tujuan para pemain adalah siapa yang paling cepat mencapai puncak dari pohon ini.”

“Lantas apa kau tidak diperbolehkan untuk terbang ke atas begitu saja?”

“Tak peduli berapa besar stamina dan daya tahan yang mereka punya untuk terbang, tetap saja ada batasnya. Untuk mencapai cabang terendah dari pohon itu dengan terbang saja sudah mustahil. Namun, masih ada orang orang yang memunculkan ide ide edan, seperti membentuk kelompok lima orang dan terbang seperti roket multi-stage yang melontarkan mereka ke atas.”

“Hahaha, apa memang begitu? Biarpun kau menyebutnya ide edan, tetap saja itu sangat kreatif.”

“Ah, sebenarnya mereka berhasil. Namun, cabang pohon itu sangat lemah, sehingga pencapaian mereka hanya sampai disitu saja. Untuk membuktikan kalau mereka berhasil melakukan ini, mereka mengambil banyak foto sebagai bukti. Salah satu dari foto itu adalah sangkar yang menggantung di sebuah cabang pohon besar.”

“Sangkar burung........”

Kata kataku mengalir dengan perasaan yang sulit dideskripsikan, yang membuat alisku terangkat. Terjebak.......pemikiran ini segera masuk dalam pikiranku.

“Foto ini diambil saat mereka berhasil mencapai cabang itu.”

“Tapi kenapa Asuna ada disana?”

Aku mengambil Game lagi, dan menatap bungkusnya.

Aku berfokus pada tulisan yang tercetak di bagian bawah kotak. «RECTO Progress».

“Ada apa, Kirito? Wajahmu kelihatan pucat.”

“Bukan apa apa......tak ada gambar lain? Misalnya, «orang lain dari SAO», selain Asuna, yang belum kembali?”

Oleh pertanyaanku, si manajer hanya mengernyitkan alisnya dan menggeleng kepalanya.

“Tidak, meski aku sudah dengar tentang hal itu. namun gambar gambar dari «ALfheim Online» tak bisa digunakan untuk menjelaskan apa apa. Jangan lekas membuat kesimpulan hanya karena ini.”

“Ya, aku tahu.”

Aku menundukkan kepalaku, memikirkan apa yang pria itu – Sugou Nobuyuki – telah katakan padaku.

Manajer dari server SAO sekarang adalah dia, ia mengatakan itu sendiri. Ngomong ngomong, dia juga berkata kalau server itu seperti black box, dan tak bisa dimanipulasi selamanya. Pada saat ini, semuanya menjadi masuk akal buatku.

Namun, kalau Asuna terus tertidur, ini akan menguntungkan baginya. Lebih jauh lagi, seorang gadis yang nampak seperti Asuna terjebak dalam VRMMO didesain oleh tiada lain selain antek antek RECTO, tak mungkin itu semua hanya kebetulan.

Aku berpikir untuk menghubungi Kementrian Dalam Negeri, namun aku segera mengubah pikiranku. Kesimpulanku masih terlalu dangkal, dan aku tak punya bukti nyata.

Aku melihat ke atas, menatap pada Egil.

“Egil, boleh aku memiliki ini?”

“Tak masalah.....kau mau mencobanya?”

“Ya, aku ingin mengkonfirmasi ini sendiri.”

Untuk pertama kalinya, Egil menunjukkan ekspresi keraguan. Kami berdua memahami betapa bahayanya VR.

Aku mengangkat bahuku, dan tertawa.

“Kurasa kalau aku ingin mencoba ini maka aku harus membeli konsol baru.”

“Nerve Gear juga bisa menjalankannya. Amusphere hanyalah versi dengan performa lebih maju.”

“Baguslah kalau begitu.”

Aku mengangkat bahu. Egil memasang senyum tipis.

“Yah, ini bukan pertamakalinya kau menyelamatkan seseorang yang terjebak dalam kesadarannya sendiri.”

“Tak masalah berapa kalipun dia terjebak atau terpenjara atau berapa kali aku harus melakukan ini.”

Dan seperti itulah. Asuna dan aku belum menjalin kontak apapun selain melalui internet via Nerve Gear. Tiada suara atau surat yang sudah kuterima.

Namun hari hari penantian itu berakhir sudah. Menghabiskan kopiku dalam satu tegukan, aku berdiri. Counter Egil nampak jadul, mirip dengan tokonya di SAO, sama sekali tak dilengkapi mesin kasir elektronik dan semacamnya. Aku mengeluarkan beberapa uang receh dan meletakkannya di counter.

“Kalau begitu aku kembali dulu. Terima kasih sudah mengundangku, dan untuk informasinya.”

“Kau bisa membayar informasiku dengan cara lain. Pokoknya kau harus selamatkan Asuna, maka kita akhirnya bisa mengakhiri semua ini.”

“Itu benar. Suatu hari, ini semua akan berakhir.”

Aku memukul telapak tanganku dengan tinjuku. Kemudian aku membuka pintu, dan pergi.


* * *


Suguha berbaring di ranjangnya, sebelum bergulung untuk mengubur wajahnya kedalam bantal, dan menendang nendang ranjangnya selama beberapa menit.

Saat ini tengah hari, namun dia masih mengenakan piyama. Hari ini Senin, tanggal 20 januari, dan liburan musim dingin akhirnya selesai, namun Suguha, di semester ketiganya di tahun ketiga SMP-nya bisa berangkat sesuka hatinya. Untuk alasan itu, dia berangkat hanya untuk menunjukkan wajahnya di klub kendo.

Saat ini pikirannya tengah mengulang memori itu lagi dan lagi, dan dia sudah kehabisan menghitung entah berapa kali hal itu terulang.

Tadi malam – untuk menghangatkan tubuh beku Kazuto, dia mengubur diri ke dalam selimut bersamanya, dan tubuh mereka lekat satu sama lain sebelum akhirnya tertidur. Mungkin itu hanya terjadi sepuluh detik sebelum mereka benar benar tertidur, dan tindakannya itu saat ini membuatnya sangat menyesal.

“....Aku sungguh bodoh! Bodoh! Bodoh!” dia berteriak sejadi jadinya dengan memukul mukul bantal dengan tinjunya.

Setidaknya aku bisa bangun sebelum dia menyelinap keluar, tapi dia malah bangun lebih dulu, bagaimana bisa aku melihatnya sekarang?

Perasaan malu dan tak nyaman bercampur dengan perasaan cinta tersembunyinya, dan rasa sakit menusuk di dadanya menolak untuk membiarkannya bernafas. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dan tiba tiba menyadari kalau piyamanya masih membawa aroma kakaknya, membuat desir aneh muncul di hatinya.

Yang jelas, mengayunkan shinai akan membantunya membuang semua pikiran itu, pikirnya, sambil mengangkat kakinya. Dalam kegugupannya, ia tak yakin apakah lebih baik mengenakan kendogi nya, atau baju biasa, namun ia dengan cepat berganti baju dan keluar ke halaman rumah untuk berlatih.

Kazuto pergi entah kemana hari ini – dia tak tahu dimana tepatnya, dan Ibunya, Midori, selalu pergi untuk bekerja sebelum tengah hari. Ayahnya, Minetaka, telah kembali ke Amerika tepat setelah tahun baru, meninggalkan Suguha sendiri di rumah. Dari tempat meja sarapan di lantai pertama, ia menggenggam muffin keju, menjejalkannya ke dalam mulutnya dengan cara yang sangat tak feminin, dimana tangan lainnya mengambil sekantong jus jeruk, sebelum duduk sejenak di teras.

Tepat saat dia mengambil gigitan besar, Kazuto muncul di gerbang pintu masuk, sambil mendorong sepedanya dan menangkap tatapan Suguha.

“Guu!!”

Sepotong muffin tersangkut di tenggorokannya, dan ia dengan mati matian mengibaskan tangannya untuk meminum jusnya – hanya untuk menyadari kalau sedotannya tidak ada.

“Uaah, guu---!”

“Oi oi!”

Kazuto berlari ke sisi Suguha, memegang jus dan dengan cepat memasukkan sedotan sebelum memegangnya ke mulutnya. Mati matian mengisap cairan dingin, ia akhirnya bisa menelan potongan makanan yang tersangkut.

“Uah! Mati.......kali ini kukira aku akan mati!”

“Dasar gadis tak sabaran! Bukankah kamu tahu kalau kamu harus makan pelan pelan?”

“Mmm----“

Dengan malu, dia menundukkan kepalanya dan melihat kakinya. Kazuto duduk di sampingnya, membungkuk dan mulai melepas tali sepatunya. Dalam lingkup pandangan Suguha, ia tengah menyaksikan profil Kazuto, sambil sekali lagi menggigit muffinnya. Pada saat itu, Kazuto tiba tiba berbicara,

“Oh iya, Sugu, soal tadi malam.....”

Suguha mendadak tersedak, dan buru buru meneguk jusnya.

“Y-Ya?”

“Jadi um, anu.....Terima kasih.”

“Eh....?”

Mendengar kata kata tak terduga ini, Suguha hanya bisa menatap Kazuto.

“Berkat kamu, semangatku sudah pulih kembali. Aku, aku takkan menyerah. Aku pasti akan menolongnya, dan membawanya untuk menemuimu.”

Suguha, sambil menahan sakit di hatinya, tersenyum dan menjawab. “Mm. Ganbatte! Aku juga, ingin menemui Asuna-san.”

“Kalian berdua pasti akan cepat akrab.”

Kazuto menepuk nepuk kepala Suguha kemudian berdiri.

“Kalau begitu, sampai nanti.”

Dengan itu, Kirito mulai berlari ke lantai kedua, dan melihatnya pergi berlalu, Suguha menelan potongan muffin terakhir ke mulutnya.

“--------Berjuanglah......untuk aku juga.....?”

Mencapai kolam di halaman rumah, Suguha memulai suburi. Memegang shinainya, dia mulai bergerak dengan jurus yang nampak bagai tarian, dan perlahan mulai menghangatkan tubuhnya.

Di masa lalu, mengayunkan shinainya adalah semua yang ia perlukan untuk menjernihkan pikirannya, namun hari ini entah kenapa berbeda. Yang berada dalam pikirannya terasa mustahil untuk dihapus, dan saat ini terpaku kuat di tempatnya.

“---------Aku menyukai Onii-chan.....tak apa apakah?”

Tadi malam, karena pemikiran semacam itu, dia sudah memutuskan untuk menyerah. Jauh di dalam hati Onii-chan hanya ada orang itu; hal ini sangat dia pahami, namun itu semakin membuat hatinya sakit.

“-----------Tapi.....mungkin lebih baik begini.”

Dia merasa bimbang, seperti konflik dalam dirinya, tak paham kenapa dia begitu memikirkan Kazuto. Namun ia, sangat paham “kapan” hal itu dimulai.

Dua bulan sebelumnya, Ibunya dihubungi oleh pihak rumah sakit, dan dia terbang ke rumah sakit tanpa sedikitpun keraguan, untuk berada di sisi Kazuto, mata yang basah oleh air mata dan senyum cerah kebahagiaan. Kazuto mencapai tangannya, merespon dengan nada nostalgia. Mulai dari saat itu, sebuah perasaan aneh mulai bersemi di hati Suguha. Aku ingin lebih dekat dengannya, aku ingin lebih banyak berbicara dengannya, aku ingin memeluknya dengan erat, tapi ini, tentu saja, tak bisa kulakukan.

Hanya berada di sisinya dan melihatnya dari kejauhan juga tak masalah, Suguha menenangkan dirinya, sambil ia mengayunkan shinainya sekali lagi. Dia membenamkan diri dalam latihannya sampai tak sadar berapa lama waktu sudah berlalu sampai dia berhenti untuk melihat jam, hanya untuk mendapati kalau hari telah petang.

“Ah, aku tak boleh terus begini. Ada seseorang yang harus kutemui.”

Menghentikan ayunannya, ia meletakkan shinainya di sisi pohon pinus terdekat, dan memungut handuk untuk mengelap keringatnya. Sambil ia mengangkat kepalanya untuk menatap langit, langit biru nampak tipis sepanjang awan.


* * *


Aku berjalan kembali ke kamarku, berganti baju, dan menyalakan teleponku untuk bergetar. Aku duduk di atas ranjang dan membuka ranselku, dan mengeluarkan Game yang Egil berikan padaku.

«ALfheim Online».

Aku belum pernah mendengar nama ini, jadi aku membaca buku petunjuknya.

Pada dasarnya, sebelum memainkan MMORPG, aku akan kumpulkan informasi melalui sejumlah majalah dan forum, namun kali ini aku bahkan tak ragu ragu. Aku membuka bungkus Game dan mengeluarkan ROM di dalamnya. Aku mencolokkan router Nerve Gear kedalamnya, dan memasukkan ROM ke dalam slotnya. Setelah beberapa detik, cahaya indikator utama berhenti berkilat, dan berubah menjadi padat.

Duduk di sisi ranjang, aku menempatkan Nerve Gear di mataku dengan kedua tanganku.

Nerve Gear yang dulu berkilau saat ini sudah sedikit rusak, dan catnya terkelupas disana sini. Selama dua tahun, ia terus menjadi pemenjaraku sekaligus rekan yang selalu bisa kuandalkan.

“---------Sekali lagi, tolong pinjamkan aku kekuatanmu.”

Dengan itu dalam pikiranku, aku menaruh Nerve Gear di kepalaku dan mengencangkan tali di dagu. Dengan bingkai dan kacamata sudah terpasang, aku memejamkan mataku.

Kecemasan dan kegirangan membuat jantungku berdegup dengan kencang, saat aku mencoba menurunkan detak jantungku yang menggila, aku mengatakan ‘LINK START’!


Cahaya yang melintas di penutup mataku perlahan lenyap. Transmisi dari saraf penglihatanku telah terpotong, dan mataku terselimuti oleh kegelapan.

Tak lama kemudian, logo seperti pelangi muncul, dan «Nerve Gear» tanpa bentuk secara perlahan mulai membentuk logo. Gambarnya, yang awalnya kelihatan kabur, adalah untuk tujuan mengkonfirmasi hubungan ke saraf penglihatanku. Pada akhirnya, sebaris teks muncul di bawah logo untuk mengkonfirmasi kalau hubungan visual sudah OK.

Selanjutnya adalah tes suara, dan beragam suara aneh mulai bersahut sahutan. Suara yang awalnya terdengar berantakan mulai menjadi indah dan berubah menjadi harmoni terpadu, sebelum volumenya perlahan mengecil dan akhirnya mati. Saat ini sempurna, sebaris teks muncul untuk mengkonfirmasi kalau sambungan ke saraf pendengaran juga sudah OK.

Prosedur koneksi berikutnya berlanjut. Sekarang berpindah ke perasaan sentuhan dan gravitasi, perasaan ranjangku dan bobot perlahan lenyap. Seiring tes koneksi berlanjut dengan beragam indera, sejumlah kata OK muncul yang mendandakan koneksi sukses. Kalau teknologi FULLDIVE sudah meningkat, maka proses ini bisa dipersingkat secara drastis, dan yang perlu kulakukan hanyalah menunggunya sampai selesai.

Akhirnya, OK terakhir muncul, dan tak lama kemudian membawaku yang berada dalam kegelapan ke warna warna pelangi, ilusi dari dunia Game. Setelah melintasi sejumlah cincin, aku telah sampai di dunia berbeda.

---------Sebenarnya, masih terlalu awal untuk mengatakan itu. Keluar dari kegelapan aku melihat tanda registrasi akun. LOGO utama ALfheim Online perlahan muncul, disertai oleh suara wanita yang lembut.

Mengikuti instruksi yang diberikan, aku mulai menciptakan akun dan karakterku. Di ketinggian dadaku terdapat keyboard virtual yang pucat dan berkilau dan aku memasukkan User ID dan password yang diperlukan. Aku punya pengalaman beberapa tahun sebelum memainkan SAO, jadi proses ini sangat familiar bagiku. Karena ini adalah Game MMO yang bisa didownload, aku normalnya perlu memilih metode pembayaran, namun aku sudah membeli Game ini dan ia disertai oleh free trial satu bulan.

Selanjutnya aku memilih nama panggilan untuk karakterku. Aku tak terlalu banyak berpikir, dan memasukkan nama «Kirito».

Nama ini adalah bentuk kependekan dari nama asliku, Kirigaya Kazuto, dan tak ada banyak orang yang tahu itu. Mereka yang tahu adalah para tim penyelamat dari Kementrian Dalam Negeri, dan mereka yang punya hubungan dekat denganku, misalnya presiden Recto Yuuki Shouzou dan Sugou itu. Tentu saja termasuk Egil dan Asuna, yang masih belum bangun. Bahkan Suguha dan orang tua kami tak tahu soal itu.

Dalam insiden SAO, tak satupun dari informasi ini yang diberitahu pada umum, khususnya nama karakter. Ini karena di dunia itu seringkali terjadi pertarungan antar pemain yang berdampak pada kematian mengerikan di dunia nyata. Kalau publikasi tanpa pembatasan dari informasi ini dibiarkan, maka tak akan sulit mendapati banyak surat pelanggaran hukum terlampir.

Pada saat itu, kesalahan untuk pembunuhan SAO seluruhnya ditujukan pada kepala Kayaba Akihiko, yang keberadaannya saat ini tak diketahui. Kerabat para pemain juga terus mencekal Argus untuk kerugian mereka, yang berdampak pada bangkrutnya perusahaan tersebut. Anggap saja, meski yang melakukan kesalahan terbesar adalah Kayaba itu, maka tak terhindarkan kalau arus deras pelanggaran hukum akan seluruhnya dilimpahkan pada perusahaan.

Dengan sedikit gentar aku menyadari nama yang dikenal dengan Sugou Nobuyuki, dan karena itu nama yang agak terkenal aku mengubahnya dari bentuk romani menjadi bentuk kana. Gender yang kupilih, tentu saja, laki laki.

Kemudian, suara membujukku untuk memilih karakterku. Inilah saat pemain memilih akan seperti apa karakter mereka nanti. Banyak parameter dipilih secara acak dan sistem tak menjelaskan bagaimana mereka berganti. Yang menggangguku adalah biaya tambahan akan diperlukan untuk mengubah penampilanku. Terserahlah, apa saja boleh.

Ada sembilan ras peri berbeda untuk dipilih dari saat memutuskan peran karakterku. Tiap tiap ras memiliki kekhususan dan kelemahan tersendiri yang bisa dijelaskan sebelum aku harus memilih. Salamander, Sylphs, dan Gnome sangatlah umum bagi RPG, namun Cait Sith dan Leprechaun tidak terlalu.

Aku tak berniat memainkan Game ini terlalu serius, jadi apa saja boleh bagiku. Jadi karena aku menyukai perlengkapan yang bertema gelap, aku memilih «Spriggan» dan menekan OK.

Setelah menyempurnakan setup dasar, suara buatan mulai berdering sambil berkata “Semoga Berhasil”, aku sekali lagi dikirim ke dalam pusaran cahaya. Menurut suara, aku tengah dikirim ke kampung halaman rasku, Spriggan, sebagai poin permulaan dari Game. Sensasi dari tanah menghilang, dan digantikan oleh perasaan mengapung, kemudian dengan perasaan jatuh ke dunia lain. Cahaya cerah menandai kepindahanku, dan dunia baru perlahan muncul dan nampak semakin jelas. Aku jatuh ke arah pedesaan dari jauh di atas kegelapan.

Setelah dua bulan lepas dari FULLDIVE, stimulasi ini sekali lagi menggairahkan sarafku. Dalam cara ini, aku perlahan mendekati istana ramping di pusat kota—

Pada saat itu.

Adegan di depan mataku mendadak membeku. Nampaknya ada cacat muncul disini dan disana dalam bentuk poligon yang lenyap, dan suara seperti halilintar bisa terdengar sepanjang dunia. Resolusi dari semua objek dengan tajam mulai buyar, menjadi seperti mosaik, dan dunia ini melebur dan runtuh bersamaan.

“A – Apa apaan ini!?”

Bahkan suara teriakanku tak bisa didengar – aku mulai terlempar dengan kencang sekali lagi. Pada kegelapan yang sangat luas tanpa akhir, aku turun ke tanah dalam posisi jatuh bebas.

“Harus apa aku sekarang!? AHHHHHHH!”

Teriakanku terhisap kedalam kegelapan sebelum perlahan lahan menghilang.


Bab 2[edit]

Bulan besar menggantung di langit tak berawan, hutan di bawahnya dinaungi warna hijau biru oleh cahaya bulan.

Malam ALfheim sangat singkat, namun masih ada waktu sebelum subuh. Normalnya, hutan gelap semacam itu akan menjadi penyebab kecemasan, namun itu adalah kegelapan yang sama yang membuat mundur menjadi mustahil.

Lyfa, tersembunyi di bayangan pohon raksasa, mengangkat kepalanya untuk menatap langit berbintang. Untuk sesaat, nampaknya tak ada hawa kehadiran membahayakan di langit. Merendahkan suaranya sebisa mungkin, dia berbicara pada rekan tim di dekatnya, “Kalau sayapmu sudah pulih, kita akan segera lepas landas. Persiapkan dirimu.”

“Ah – tapi aku masih pusing.”

Partnernya menjawab dengan nada ogah ogahan.

“Kamu masih merasa mabuk? Tidakkah kamu merasa malu? Kamu harusnya sudah terbiasa dengan itu.”

“Biarpun kamu bicara begitu, hal seram tetap saja seram.......”

Lyfa mendesah dengan frustasi.

Bersandar di samping pohon adalah pemain remaja bernama Recon, juga teman Lyfa di dunia nyata. Mereka telah mulai bermain ALO – ALfheim Online – bersama. Dengan kata lain, dia dan Lyfa sudah memainkan Game ini hampir sekitar satu tahun. Namun, tak peduli berapapun waktu berlalu, Recon masih tak bisa mengalahkan perasaan vertigo saat terbang. Dalam ALO, kekuatan dalam pertempuran udara adalah satu satunya tindakan yang penting, namun setelah hanya satu atau dua pertarungan, dia akan merasa lelah. Hal ini membuatnya nampak sulit diandalkan.

Biarpun Recon seperti ini, Lyfa tak membenci bagian itu darinya. Lebih tepatnya, dia hanya tak bisa mengabaikan “adik laki laki”nya ini. Penampilannya sering menampakkan tubuh rapuh dengan rambut kuning-hijau bob, telinga panjang yang menggantung ke arah tanah, dan ekspresi yang membuat kalian berpikir kalau dia hampir menangis. Meski itu dibuat dengan sembarangan, penampilannya dalam Game sangat mirip dengan di dunia nyata. Saat Lyfa pertamakali melihatnya dalam Game, dia hanya bisa tergelak tawa.

Bagi Recon juga, Lyfa juga sangat mirip dengan penampilan aslinya. Sebagai Sylph, dia memiliki postur bagus, alis agak tebal, sepasang mata indah, dan tubuh bertulang sedikit besar untuk anggota rasnya.

Pada dasarnya dia menginginkan karakter yang nampak lebih «Anggun». Penampilannya saat ini bukan hanya untuk memenuhi keinginan itu, namun juga karena ia anggap sangat imut. Namun, dia bisa dianggap beruntung. Banyak orang tak seberuntung itu, dan demi memuaskan penampilan mereka, mereka harus membayar biaya tambahan untuk merekonstruksi karakter mereka. Dibandingkan orang orang ini, Lyfa jelas tak perlu memprotes apa apa.

Pembayaran tambahan sama sekali tak mempengaruhi penampilan karakter, namun Recon telah bermain dengan matanya sampai mereka mencocokkan rasa estetisnya; dia pikir keseimbangan mereka cukup payah.

Lyfa memegang peralatan Blest Armor dari punggung Recon dan menariknya. Melihat pada empat sayap transparan yang dikelilingi oleh fosforensi kehijauan, mengindikasikan kalau dia bisa terbang lagi.

“Tuh, kamu bisa terbang lagi. Ini waktunya terbang keluar dari hutan ini.”

“Eh – nanti kita bisa dikejar kejar lagi. mari istirahat sejenak. Istirahat—“

“Naif!! Hanya ada satu Salamander diluar sana yang tangguh. Kalau kita hati hati, maka kita tak akan kelihatan. Tak ada dari kita yang bisa menghindari pertarungan udara, jadi jangan takut dan terbanglah!”

“Ohh.....”

Recon menjawab dengan ogah ogahan, mengarahkan tangan kirinya ke udara. Joystick transparan – remote control yang digunakan untuk terbang – muncul di tangannya. Bagian akhir depannya terdapat bola kecil; ini adalah panduan terbang untuk controller ALO. Saat Recon menarik controller ke arah dirinya, empat sayap membentang dari punggungnya. Bersinar semakin cerah seiring mereka memanjang.

Setelah melihat ini, Lyfa mulai membentangkan sayapnya sendiri, mengepakkannya dua atau tiga kali. Dia tak memakai control stick. Ini adalah skill level tinggi bernama «Voluntary Flight», bukti bahwa pemain itu adalah prajurit kelas satu dalam ALO.

“Mari segera keluar dari sini!” Lyfa berbisik.

Usai sayapnya membentang sampai maksimum, ia menendang tanah, melaju ke arah bulan. Bidang pandangnya perlahan meluas sampai dia melihat seluruh ALfheim terbentang di hadapannya, menawarkan rasa kebebasan tiada batas.

“Ah.....”

Terbang ke arah yang tinggi, Lyfa berteriak kegirangan. Yang ia rasakan saat ini sangat tiada duanya. Dia mengeluarkan sorak sorai. Sejak zaman kuno, manusia sudah memiliki hasrat untuk terbang seperti burung. Hal ini akhirnya menjadi kenyataan di dunia fantasy.

Set batas waktu penerbangan oleh sistem adalah satu satunya hal yang mengganggu pengalaman ini. Untuk bisa terbang sepenuh hati akan memerlukan biaya tambahan.

Pada dasarnya, ini adalah harapan semua pemain yang bertarung dalam ALfheim; Untuk mencapai puncak «Yggdrasil» sebelum orang lain dan memasuki kota aerial legendaris. Disana, seseorang akan bertransformasi menjadi peri sejati, «ALF», meningkatkan batas waktu penerbangan, dan menjadi penguasa dari langit tanpa batas.

Lyfa tak punya keinginan untuk meraih item langka atau menaikkan statusnya. Alasan dia bertarung di dunia ini hanya karena satu hal.

Lyfa menuju ke arah bulan emas penuh yang belum tenggelam, memakai sayap seperti kacanya. Partikel cahaya terpecah pecah di belakangnya seperti komet yang menyeret ekor hijau sepanjang langit malam.

“Ly, Lyfa-chaaaaan – tunggu aku—“

--Suara lemah dari bawah memanggil Lyfa kembali ke realita. Dia berhenti dan melihat ke bawah; memegang controllernya, Recon mati matian berusaha mengejarnya. Kecepatan terbang maksimumnya sangat rendah dibandingkan saat memakai panduan sistem, dan kalau Lyfa serius, Recon tak akan bisa mengejarnya.

“Lekas naik! Berjuanglah!”

Lyfa membentangkan sayapnya dan melayang layang sambil menunggu Recon. Mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya, pada jarak jauh, di batas akhir lautan pepohonan, dia melihat Yggdrasil, yang menjulang di tengah kegelapan. Dari poin ini, bahkan wilayah teritori Sylph kurang lebih bisa ditentukan.

Saat Recon berhasil mencapai tinggi yang sama dengannya, Lyfa menyesuaikan kecepatannya sambil mereka terbang bersama.

Recon terbang di sisinya, menunjukkan ekspresi tidak nyaman dan berbicara, “Tinggi, entah kenapa terlalu tinggi, kan?”

“Kamu nggak menganggap terbang tinggi itu menyenangkan? Kalau sayapmu lelah, kita selalu bisa meluncur.”

“Waktu kedua dia mencoba terbang, kepribadiannya berubah......”

“Apa kamu bilang?”

“Bu-bukan. Bukan apa apa!”

Recon dengan cepat menutup mulutnya seiring mereka menuju ke area barat daya dari Alfheim, yakni, wilayah Sylph.


Pada awal hari ini, Lyfa telah membentuk party dengan empat rekan yang bisa diandalkan, dan berpikiran sama dan bepergian ke area dungeon di wilayah netral timur laut. Beruntungnya, mereka mampu berburu tanpa menemui tim tim lain, jadi panen mereka sangat melimpah, dan mereka mendapatkan uang dan item sangat banyak. Setelah bersiap kembali ke wilayah Sylph, mereka dikejar oleh kelompok delapan Salamander.

Ada pertarungan diantara ras berbeda dalam ALO, namun sangat tak biasa untuk menjumpai kawanan bandit yang menyerbu bersama dan merampok pemain lain. Penyerbuan hari ini terasa aneh, apalagi saat ini adalah siang akhir pekan di dunia nyata. Kami tak menduga akan diserang, khususnya dalam jumlah besar seperti itu.......kami sungguh ceroboh.

Sambil terbang, mereka sudah terlibat dua kali dalam pertarungan tim di udara «AIR RAID», dimana kedua pihak kehilangan tiga anggota mereka. Mereka akan memulai dengan jumlah orang lebih sedikit, dan sekarang hanya Lyfa dan Recon yang tersisa. Mengambil keuntungan pada fakta kalau kecepatan terbang Sylph jauh melebih Salamander, mereka berhasil lolos dari serbuan, dan berhasil menuju ke wilayah Sylph. Namun, karena pengalaman vertigo sepanjang dua pertarungan berturut turut, Recon menjadi sangat mabuk dan mereka belum mampu mencapai wilayah Sylph. Justru, mereka harus bersembunyi di hutan untuk memberi waktu agar Recon bisa pulih. Tepat saat Lyfa kehilangan semua rasa ketegangan, dan menoleh ke arah hutan di belakangnya—

Dari bagian bawah dari sisi tumbuhnya pepohonan hijau gelap, setitik cahaya oranye berkilau.

“Recon, mengelak!” Lyfa berteriak, dengan cepat mengayun ke kiri. Tak lama kemudian, dari tanah, tiga garis api menembak ke atas, melewati celah yang tersisa oleh dedaunan pohon.

Beruntungnya, mereka terbang jauh lebih tinggi, dan jejak panjang tembakan api berhenti tak jauh dari mereka, dan lenyap ke langit malam.

Tak ada waktu untuk menghargai betapa nyarisnya situasi mereka. Serangan sihir yang diluncurkan barusan dari dalam pepohonan akan menangkap perhatian para pengejar lain, dan lima bayangan merah dan hitam dengan cepat mendekat.

“Sial, keras kepala sekali!”

Lyfa menggerutu dan melihat ke arah barat daya. Dia masih belum menangkap sosok cahaya Tower of Wind, yang berdiri di tengah daratan Sylph.

“Kita tak mungkin lolos! Bersiaplah untuk bertarung!” Lyfa memanggil, sambil menarik pedang panjang melengkung dari pinggangnya.

“Uwah, jangan.”

Recon berteriak sambil mengeluarkan pisaunya dan memposisikan dirinya.

“Ada lima musuh. Tak mungkin kita bisa menang, tapi mana bisa aku menyerah semudah itu! kalau aku bisa mengeluarkan semua perhentian, aku setidaknya bisa membawa satu denganku.”

“Itu mungkin cara yang benar untuk melihatnya.”

“Kebetulan, aku juga ingin kamu melihat sisi baikku.”

Recon sedikit menggerakkan bahunya. Wajah Lyfa menegang, dan dia memasang postur menyelam. Mempererat tubuhnya, dia berputar sekali sebelum menembak ke bawah, sayapnya menekuk dalam sudut tajam. Bagi para Salamander, dalam formasi V, gerakan ini nampak tidak direncanakan.

Bahkan diantara para veteran pemain ALO, yang online sejak awal, Lyfa yang berpengalaman dan beperlengkapan baik baru menderita kekalahan karena dua alasan: kalah jumlah dan formasi Salamander belakangan ini yang merepotkan.

Mengorbankan mobilitas, mereka memakai armor dan tombak berat dan mengambil keuntungan dari berat ekstra untuk menampilkan serangan menikam yang kuat. Menghadapi serbuan begitu banyak tombak tak ubahnya menatap gelombang ganas. Keuntungan Sylph adalah bobot mereka yang ringan, dan pergerakan yang lincah, namun bagi mereka untuk bertarung dalam pertarungan bertubi tubi adalah hal yang sulit.

Namun Lyfa, yang sudah melawan musuh semacam ini dua kali hari ini, sedikit memahami kekurangan dari gaya mereka. Dengan keberanian yang muncul karena keputusasaan, Lyfa menyelam tanpa takut pada vanguard dari kelompok musuh. Dia menutup jarak dalam waktu singkat, namun semua perhatiannya terfokus pada ujung silet tajam dari tombak perak yang musuhnya gunakan untuk menyerangnya.

Terjangan Sylph menimbulkan lengkingan bernada tinggi bahkan gesekannya membuat pergerakan dari cengkeraman senjata Salamander mengendur. Momen keduanya bersilang, udara meletup dalam auman membahana.

Lyfa menggertakkan giginya, dan dengan sedikit pergerakan di kepalanya, mengelak dari ujung tombak. Dia mengabaikan panas hebat dimana tombak menggores pipinya, dan menyerbu maju, menyerang si helm merah darah dengan pedangnya.

“YAAA!”

Tikaman lurus ke depan.

“Aaaaah!”

Diserang secara mengejutkan, mata musuhnya terbuka lebar dengan kebingungan sebelum lenyap dibalik ledakan cahaya hijau kuning yang diciptakan sebagai special effect. Ganasnya serangan menyebabkan armor berat dari lawannya bergetar kuat.

Tak mampu menahan serangan, musuh dengan cepat terlempar ke arah tanah, dan usai hantaman, ia menerima luka tambahan karena bobot armornya, berdampak pada HPnya menurun sekitar 30%. Bukan serangan fatal, namun karena serangan kuat ke kepalanya, mustahil baginya untuk mengatur ulang formasi. Lyfa segera mengganti target, dengan hati berteriak dalam pengharapan.

--Disini!

Dengan taktik serbuan berat yang dipakai musuh, kelemahan mereka adalah formasi mereka yang rusak memerlukan waktu untuk diatur kembali. Ketika keempat Salamander yang tersisa tak yakin harus berbuat apa, Lyfa membentangkan sayapnya sejauh mungkin dan dengan paksa melaju pergi.

Ini membuat tubuhnya mengerang kesakitan karena gerakan dipaksakan dan gesekan berlebih. Lyfa menahan sakitnya. Demi berputar secepat mungkin, dia mengayunkan sayap kanannya dengan kuat sambil mengerem dengan sayap kirinya. Memakai tindakan absurd semacam itu membawa musuh berikutnya ke garis pandangannya.

Salamander targetnya, meski menyadari niatnya, tak mungkin bisa berharap untuk menandingi gerakan itu. Gilirannya selesai, pedang Lyfa menyerbu Salamander.

Musuh di sisi kiri menerima serangan dengan sempurna, dan semakin merusak formasi mereka.

--Kalau ini terus berlanjut, kami bisa melakukannya!

Dari kelima musuh, hanya si pemimpin, yang diluncurkan beberapa saat lalu, yang mampu memakai “Voluntary Flight”, sisanya hanya bisa memakai controller penerbangan biasa. Karena Lyfa menggunakan “Voluntary Flight”, kelincahan geraknya sangat melampaui Salamander sepanjang pertarungan jarak-dekat.

Pada poin ini ia mencoba mencari Recon, yang tengah bertarung dengan Salamander di sisi kanan. Meski penampilannya tak bisa diandalkan, dia juga pemain veteran. Dalam duel jarak dekat, keahliannya dalam memakai pisau tidaklah bisa diremehkan.

Lyfa, dengan pedang panjang di tangannya, membawa kembali perhatiannya pada musuh yang ia incar, dan terus melancarkan serangan bertubi tubi. Ini mungkin akan bekerja, pikirnya. Satu satunya elemen yang membuatnya cemas adalah serangan sihir sebelumnya. Sihir api artinya dari mereka berlima, setidaknya satu dari para Salamander adalah Mage.

Kemungkinan itu ada karena dari kelima makhluk berlapis logam ini semuanya memiliki kemampuan sihir, mungkin saja, mereka adalah pendekar pedang sihir. Biarpun level sihir mereka rendah, kekuatannya masih cukup ganas.

Demi mempertahankan efektifitas formasi, mage biasanya diatur di sisi kanan atau kiri, pikir Lyfa. Dengan kata lain, orang yang harus dia kalahkan saat ini adalah lawan rapuh yang sedang berduel dengan Recon. Pada jarak ini, dia tak mungkin bisa memiliki waktu yang tepat untuk merapal mantra. Jadi, asal kita bisa menghabisi kedua orang ini saja, sisanya bisa dengan mudah dikalahkan dalam 5 menit.

“Yaaaa!”

Lyfa sekali lagi menghunuskan serangan dua tangan yang dia sangat banggakan. Dengan indah melukai bahu lawannya, HP-nya yang sudah merah bahkan semakin menurun.

“Sial!”

Musuhnya meneriakkan kutukan biarpun tubuhnya terselimuti dalam api merah. Diikuti oleh suara terbakar, tubuhnya berubah menjadi abu sebelum menyebar ke empat mata angin, hanya menyisakan api merah kecil. Api ini disebut «Remain Light», setelah ia menghilang, mantra dan item kebangkitan bisa digunakan. Namun, setelah satu menit dalam kondisi ini, pemain akan secara otomatis kembali ke kampung halaman dari ras mereka dan dihidupkan kembali.

Lyfa mengguncang pikiran ini dan berfokus pada musuh selanjutnya. Tiga yang tersisa memiliki pergerakan sedikit tumpul. Mereka nampaknya kurang berpengalaman dalam memakai tombak, dan sangat lamban dalam pertarungan jarak dekat. Mengawasi mereka terus melancarkan serangan payah dan amat lamban, Lyfa, yang bisa melihat semua itu, merasa kalau usaha mereka sia sia.

Perhatiannya kembali ditarik ke sisi lain, Recon juga hampir menang. HP-nya sudah cukup berkurang, namun tak sampai memerlukan mantra pemulihan. Kalau terus begini, bahkan dengan ketidakseimbangan kekuatan lima vs dua, mereka masih bisa menang. Dengan ini di pikirannya, Lyfa sekali lagi mengangkat pedangnya.

Namun, pada momen berikutnya hembusan api nampak menyelimuti Recon.

“Oaaaaaaa!”

Recon berteriak dalam kepiluan sambil ia membeku di tengah udara.

“Bodoh, jangan berhenti, terus bergerak!”

Kalimat ini bahkan tak mencapai Recon sebelum dia ditembus oleh tombak Salamander yang sudah sekarat di dekatnya.

“Maaaaaaaaaaaaf!”

Dengan suara permintaan maaf terakhir, tubuh Recon terselimuti oleh pusaran angin hijau. Efek ini disebut «End Frame», dan hanya muncul saat kematian. Melebur, tubuh Recon lenyap, dan seperti Salamander yang tadi, hanya menyisakan Remain Light.

Bagi Lyfa, sangat tak menyenangkan untuk melihat Remain Light dari rekan rekannya yang jatuh, biarpun dia tahu kalau itu akan segera lenyap saat mereka dihidupkan lagi. Dia menggigit bibirnya, mengetahui kalau sentimen itu adalah kemewahan yang tak bisa ia harapkan. Demi menghindari hembusan api yang datang dari bawah, ia mati matian bergulung ke sisi.

.....Sial, si Mage ternyata adalah orang pada saat awal itu!

Kalau aku menyadari itu lebih cepat, aku akan segera mengejarnya dan menghabisinya. Namun menyesal juga tak ada gunanya. Situasi saat ini sangat tak menguntungkan baginya.

Namun, dia tak menyerah. Sampai akhir, bahkan oleh ketidak untungan ekstrim, ia akan terus mencari cara untuk membalik situasi. Inilah kepercayaan yang ia telah tanamkan selama bertahun tahun dan yang menjadi semakin kuat karena ia mengambil peran sebagai pendekar pedang.

Dengan serbuan api datang dari Salamander di tanah, dua lainnya di udara segera mengambil posisi dan memulai serangan tikaman berkecepatan tinggi.

“Sini!” Lyfa berteriak, mengangkat pedangnya tanda menantang.


* * *


“Uaaagh!”

Setelah merasa jatuh tanpa akhir, diiringi oleh teriakan menyedihkanku, aku mendapati diriku di suatu tempat tak bernama. Sebuah erangan kesakitan muncul saat aku mendarat di wajahku bukannya di kakiku. Mempertahankan posisi itu selama beberapa detik, wajahku terkubur dalam humus, aku perlahan mengangkat diriku.

Jatuh bebas saat ini sudah berakhir, hatiku menjadi agak rileks, dan aku berbaring di tanah sambil melihat lihat sekelilingku.

Saat ini malam hari. Aku mendapati diriku di hutan lebat entah dimana.

Hutan ini tersusun dari pepohonan raksasa yang mungkin sudah ratusan tahun, semua menjulang ke arah langit sejauh yang aku bisa lihat. Namun, dedaunannya terlalu padat sampai aku tak bisa melihat langit. Sebuah bulan purnama menggantung di langit hitam berbintang, memancarkan kemilau keemasan.

Disekitarku, dengungan serangga dan burung nokturnal bernyanyi. Dari jarak jauh, aku mendengar auman hewan buas. Aroma tumbuhan menggelitik hidungku. Hembusan angin dengan lembut membelai kulitku. Teror menyerangku saat inderaku menyadari dunia di sekitarku. Dunia ini nampak lebih nyata dari dunia nyata – itulah perasaanku tentang dunia ilusi ini.

Aku terus merasa skeptis saat Egil berkata bahwa «ALO» sebanding dengan SAO dari segi ketepatan tinggi model dan strukturnya, namun nampaknya itu benar sekali. Disamping fakta kalau waktu pengembangan tak mencapai satu tahun, jumlah informasi lebih besar yang mengalir sepanjang sistem sarafku dan Game sama persis dengan di SAO.

“A....akhirnya, aku masih kembali juga......”

Aku menutup mataku. Dalam dua bulan sejak dibebaskan dari dunia itu, aku telah menyerah untuk kembali ke dunia «VR WORLD», namun aku berada disini sekali lagi. Ah.....aku sama sekali tak pernah belajar, kan? pemikiran ini melintas dalam benakku, dan aku hanya bisa tertawa.

Namun, dunia ini sedikit berbeda. Misalnya, meski HP mencapai nol, aku takkan mati di dunia nyata, dan aku bebas untuk bepergian kapanpun dan dari tempat manapun. Sambil aku memikirkan ini, ada sesuatu yang menarik perhatianku.

Ada apa dengan abnormalitas dalam gambaran dan relokasi misterius itu.......apa yang sebenarnya baru terjadi? Kenapa aku malah dibawa ke tempat ini? Aku seharusnya berada di kota start di Spriggan, setidaknya itulah menurut tutorial.

“Hei, nggak mungkin.......jangan jangan.......”

Wajahku mulai pucat pasi, aku dengan cepat mengangkat tangan kananku yang gemetar, dengan jari tengah dan telunjuk bersamaan. Tak ada yang terjadi. Keringat dingin menetes padaku dan aku lekas mencoba beberapa kali sebelum mengingat apa yang tutorial baru katakan, kalau ada controller penerbangan sama sama dikendalikan dengan tangan kiri.

Aku mengulurkan tangan kiriku dan mengulangi tindakan itu. kali ini, saat aku mengibaskan jariku, efek suara dan letupan cahaya terjadi, kemudian jendela menu transparan terbuka. Desainnya hampir sama dengan SAO. Menu itu memiliki banyak tombol yang dibariskan sisi demi sisi sepanjang sudut kanan.

“Ini, ini dia.”

Di bagian bawah menu terdapat tombol «LOG OUT» yang berkilau. Aku mencoba memencetnya. Sebuah pesan peringatan muncul untuk mengkonfirmasi, disertai tombol «YES» dan «NO».

Aku menghembuskan desah kelegaan. Mengangkat tubuhku dengan satu lengan, aku duduk.

Melihat ke sekitarku lagi, aku sepertinya berada di tengah tengah hutan rimba. Disekelilingku adalah gerombolan pepohonan yang menjulang tanpa akhir ke semua arah, begitu jauh sampai aku bahkan tak bisa melihat cahaya bintang di atas sana. Aku tak tahu kenapa aku jatuh disini. Oke, mari lihat peta dunia dulu, pikirku. Aku melihat kembali ke jendela menu. Menunjuk dengan jariku, apa yang ditampilkan disana membuatku membeku.

“Apaaaaa......!?”

Aku tak bisa menahan diri untuk tak berteriak.

Di bagian atas jendela, nickname-ku juga ditampilkan: Kirito. Dan rasku: Spriggan. Dibawah semua itu adalah Hit Points dan Mana Points-ku, yang terbaca 400 dan 80, nilai dasar. Sejauh ini tak ada masalah.

Yang mengejutkanku adalah skill yang sudah dipelajari pada kolom berikutnya. Aku tak ingat memilih skill apa apa, jadi tentu saja yang kumiliki seharusnya adalah kolom kosong. Namun, ada setidaknya delapan skill yang berderet. Mungkin ini adalah skill dasar bagi Spriggan, namun bukankah ini terlalu banyak? Sulit mempercayai mataku, aku menyentuh skill bar dengan jariku untuk lebih banyak rincian.

Dalam jendela skill, aku melihat beberapa skill sisi demi sisi. Skill ini diantaranya : «1-H Swords», «Unarmed skills», dan «Parry», skill bertarung, serta «Memancing», skill pendukung, namun nilai kepandaiannya sangat abnormal. Sebagian besar mencapai 900, dan beberapa bahkan mencapai 1000 dan disertai Tag yang menegaskan «MASTERY». Biasanya di dalam MMORPG skill semacam ini memerlukan waktu panjang untuk penyelesaian, yang berarti memiliki semua skill maksimum sejak log pertama adalah hal yang mustahil.

Tak peduli bagaimana aku melihatnya, ini pasti BUG. Itu juga mungkin menjelaskan kenapa aku bisa terlempar ke tempat ini, mungkin sistemnya agak tidak stabil.

“Apa Game ini Ok? Apa ada GM support tersedia?”

Melihat ke arah skill itu lagi, aku terkena sedikit perasaan deja vu. Melihat nilai kecakapannya lagi, rasanya aku sudah pernah melihat itu semua sebelumnya. 1-H Swords: 1000, Unarmed Skill:991, Memancing:643.

Hal itu serasa memberiku kejutan listrik; aku akhirnya menyadari hubungannya. Aku mulai bernafas keras keras.

Aku sudah melihat ini sebelumnya. Ini adalah skill yang kulatih selama dua tahun dalam SAO. Sayangnya, «Dual Blades» tak ada disini – mungkin karena skill «Dual Blades» tidak ada dalam ALO. Skill «Black Swordsman Kirito» yang menyebabkan kehancuran di kota terapung Aincrad juga muncul di depan mataku lagi.

Aku benar benar bingung, hal mustahil tengah berlangsung; aku bahkan tak bisa membayangkan apa yang tengah terjadi. SAO dan ALO adalah dua Game yang sama sekali berbeda dan diproduksi oleh dua perusahaan yang sama sekali berbeda. Kalau data tersimpan bisa dipindahkan seperti itu.......jangan jangan – disini adalah......

“SAO?” gumamku, seraya aku jatuh di atas lututku.

Menggeleng kepalaku dengan kencang untuk menjernihkan pemikiran menggelikan itu, aku melihat kembali ke jendela skill.

Aku masih tak yakin apa yang tengah berlangsung, namun berharap bisa mengumpulkan lebih banyak informasi, aku menavigasi ulang ke menu utama. Kali ini aku membuka jendela item.

“Whaaaa......apa apaan ini!?”

Aku tak bisa memahami apa apa. Yang ditampilkan di depanku adalah sejumlah kata kata yang terdiri atas nomor dan karakter. Karakter penuh teka teki, jumlah, aksara, dan gambarnya semua dicampur bersama.

Tampaknya ada beberapa item yang kumiliki di Aincrad. Sudah tentu, entah karena alasan apa, data yang tersimpan untuk Kirito sepertinya telah berpindah ke dunia ini.

“Jadi.....tunggu sebentar!”

Aku mendadak memikirkan sebuah kemungkinan.

Kalau ini semua adalah item dari Aincrad,--maka «itu» seharusnya ada disini juga. aku menyentuh jendela item, dan menggeser menu dengan ujung jemariku.

“Tolong, tolong, tolong ada disini.”

Aku dengan cepat menggeser daftar, mengabaikan semua hal hal tak perlu. Jantungku mulai berdegup makin kencang dan perasaan seperti lonceng berbunyi mengalir sepanjang tubuhku.

“!”

Jariku tanpa sadar berhenti. Dibawah jariku terdapat barisan kata kata seperti semua benda yang kusimpan tengah memancarkan cahaya hijau. «MHCP001».

Hampir lupa bernafas, aku menyentuh nama itu dengan jari gemetar. Setelah memilih item, warna itu berbalik. Menggerakkan jariku aku menyentuh tombol berlabel “Use Item”.

Kemilau putih muncul di tengah jendela dan menyebar sepanjang sudut seolah ia merentang ke arahku. Seiring ia terus merentang, ia berubah menjadi kristal tak berwarna, yang berbentuk air mata.

Menggenggam batu berharga itu di tanganku, aku mengangkatnya, merasakan kehangatannya. Menyadari semua ini, aku merasa sedikit gemetar.

Tuhan, tolong, kumohon padamu......aku berdoa dari dalam hatiku, dengan lembut menepuk kristal dua kali dengan jariku. Cahaya putih murni meletup letup dari kristal di tanganku.

“Ah!?”

Suara tercengangku tanpa sadar meluncur keluar dari mulutku sambil aku berjongkok dan meletakkan kristal di tanah, kemudian mundur beberapa langkah. Kristal itu mengapung dari tanah beberapa meter sebelum berhenti. Cahaya yang muncul dari kristal perlahan semakin silau sampai bulan nampak pucat dan pepohonan di sekeliling terwarnai oleh hijau-keputihan.

Aku berkedip kedip, pemirsa dari adegan di hadapanku ini. Dari pusat cahaya yang berputar, sebuah bayangan muncul, mengambil bentuk dan warna keputihan. Kemilau rambut hitam panjang tergerai ke segala arah, disertai gaun putih salju dan tubuh yang panjang, nan langsing. Mata tertutup, tangan disilangkan di depan dadanya, sosok seorang gadis cantik muncul. Dia, seolah adalah perwujudan dari cahaya, dengan perlahan turun ke tanah.

Cahaya menyilaukan lenyap dengan cepat. Gadis itu, yang mengapung di udara, perlahan membuka matanya dengan alis mata berkibar. Matanya, sama gelap dengan langit malam, perlahan menatap ke arahku.

Aku tak bisa bergerak. Atau berbicara. Atau bahkan berkedip.

Si gadis kecil itu menatapku, dan bibir berwarna merah cherry-nya perlahan terbuka. Kata kata tak bisa mendeskripsikan kecantikan senyum ala malaikat itu. Aku mengumpulkan keberanianku dan berkata padanya, “Ini aku.....Yui. Apa kamu paham?”

Selesai bicara, aku melirik diriku. Situasi dan penampilanku di dunia ini sama sekali berbeda dari saat di dunia itu.

Namun, hal hal semacam itu tak perlu. Si gadis – Yui – bibirnya bergerak, dan dalam suara nostalgia yang hampir seperti lonceng perak, berkata “Kita bertemu lagi, Papa.”

Air mata berkumpul di matanya, Yui mengulurkan tangannya dan terbang ke dadaku.

“Papa....Papa!” Yui memanggilku lagi dan lagi, lengan tipisnya dengan erat memeluk leherku, wajahnya membelai wajahku. Memeluk tubuh kecilnya dengan perlahan, aku tak bisa menghentikan suara terisak yang lolos dari tenggorokanku.

Yui, Asuna, dan aku telah tinggal di dunia SAO selama tiga hari yang singkat, sebelum dia lenyap. Meski itu hanya waktu yang sesaat, namun memorinya sangat tak tergantikan sampai terukir kuat dalam pikiranku dan takkan pernah terhapus. Sepanjang pertarungan panjang dan keras di Aincrad, hanya ada sedikit kebahagiaan namun untuk hari hari itu, kami sangat bahagia.

Perasaan nostalgia hangat menyelimutiku seiring aku berdiri disana dengan memeluk Yui erat erat. Kejaiban tengah berlangsung di hadapanku. Jadi, Asuna, kita pasti akan bertemu lagi. kita pasti akan kembali lagi ke hari hari membahagiakan itu. ini adalah pertamakalinya, sejak aku kembali dari dunia itu, dimana aku merasakan kebahagiaan semacam itu.

Aku melihat lihat ke sekeliling hutan, dan menemukan sebuah batang pohon yang baru baru ini runtuh dan nampak tak berbentuk lagi.

“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?”

Menahan keinginan untuk berbicara tentang Asuna, aku bertanya pada Yui, yang saat ini duduk di atas pangkuanku.

Dengan wajahnya bersandar di dadaku, Yui menatapku dengan ekspresi sangat bahagia.

“....?”

“Maksudku adalah, ini bukan dunia SAO, kan?”

Yui dengan cepat memberi deskripsi tentang apa yang terjadi sejak aku terakhir melihatnya. Dia saat itu hampir dihapus namun justru dikompres dan disimpan sebagai bagian dari data lingkungan. Setelah mengalahkan Game, kota terapung Aincrad lenyap. Setelah itu, aku datang ke dunia baru ALfheim ini, meski aku tak tahu bagaimana dataku masih tersimpan disini. Namun, fakta kalau Asuna masih belum bangun tak mudah untuk mengatakannya.

“Tolong, tunggu sebentar.”

Yui menutup matanya, seolah berkonsentrasi mendengar suara dari jauh.

“Ini kan—“

Mata Yui tersentak terbuka, kemudian melihatku.

“Sepertinya dunia ini dibuat dari copy server «Sword Art Online»”

“Copy?”

“Ya. Framework dan format grafisnya diproduksi oleh kelompok program inti yang sama. Aku mampu mereproduksi bentuk ini. Ini sudah cukup untuk memverifikasi ini. Namun, sistem utamanya adalah versi yang lebih tua dan komponen Game-nya sama sekali berbeda.”

“Itu....”

Aku merenung dalam pikiranku.

ALfheim Online diluncurkan dua belas bulan setelah insiden SAO. Argus telah bangkrut, dan setelah itu, RECTO membeli aset aset teknologi Argus dan menggunakannya untuk mengembangkan VRMMO Game baru. Kalau kau bisa mengambil keuntungan dari program utama dan proses feedback dari Game itu, biaya pengembangan akan berkurang drastis. Kalau itu benar, akurasi dunia ini tak akan membuatku terkejut karena Game ini bekerja dengan program sama dengan SAO.

Dengan kata lain, ALO beroperasi dengan mengcopy sistem SAO, yang bisa kumengerti. Namun—

“Tapi.....kenapa data pribadiku muncul disini?”

“Papa, tolong izinkan aku melihat datamu.”

Yui menutup matanya lagi.

“Tak ada keraguan. Ini karakter yang papa gunakan dalam SAO. Dua Game menerapkan format yang mirip bukan hanya untuk save data, namun juga untuk kecakapan skill umum, jadi mereka bisa diwariskan. Namun karena data memiliki hit point dan mana point dengan format berbeda, HP dan MP tidak ikut dipindahkan. Kemudian mengenai item, mereka semua sudah tak berfungsi. Selama kamu menyimpannya, kemungkinan protokol deteksi error sistem akan mendeteksinya. Akan lebih baik kalau kamu membuang semua itu.”

“Begitukah......oke.”

Aku menyentuh kolom item dan memilih item item yang akan kubuang. Mungkin ada item item yang membawa memori bagiku, namun ini bukan waktunya untuk berkenang kenang. Pokoknya, aku bahkan tak tahu mereka lagi saat ini, apalagi menggunakannya.

Jadi, dengan keyakinan kuat, aku menghapus semua item yang sudah tak berfungsi. Ini menyisakanku hanya dengan perlengkapan dasar.

“Tak akan ada masalah dengan level skillku kan?”

“Dari sudut pandang sistem, tidak ada. Saat dibandingkan dengan waktu bermainmu itu memang sedikit tak wajar, namun kecuali GM mengecek, pasti takkan ada masalah.”

“Begitukah? Heh, aku sudah berubah dari Beater menjadi Cheater.”

Tapi, kalau soal kekuatan karakter, langit adalah batasnya. Aku harus mencapai puncak Yggdrasil dan menolong Asuna. Selain itu, aku tak datang ke dalam Game ini untuk senang senang, aku tidak dalam mood untuk bermain dengan serius.

Melihat dengan teliti pada bar statusku, aku bisa tahu kalau dunia ini tak menyamakan angka dan kekuatan. Parameter Kekuatan dan Kelincahan SAO tak ada disini, belum lagi peningkatan HP dan MPnya sangat kecil. Juga, seiring skill senjata meningkat, satu satunya hal yang berubah adalah jumlah senjata yang kau bisa gunakan, tak ada perubahan pada kekuatan serang. Dan, tentu saja, skill pedang yang menjadi ciri khas SAO, tak ada disini.

Dengan kata lain, ALO berfokus pada kemampuan atletik alami dan daya pikir si pemain. Dalam SAO, serangan dari lawan yang levelnya lebih rendah takkan terlalu berpengaruh pada HP. Namun hal ini nampaknya tak berlaku disini.

Satu satunya yang unik adalah «sihir», yang tak ada dalam SAO. Sekarang, hanya «Illusion Magic» yang tercantum dalam skill sihirku, jadi mungkin ini adalah skill dasar bagi ras Spriggan. Aku belum pernah memakai sihir dan belum pernah diserang oleh sihir, jadi aku tak terlalu memahaminya.

Aku menutup jendela, menghadap Yui yang masih lengket di dadaku dengan matanya menyipit seperti kucing, dan bertanya, “Ngomong ngomong, kenapa Yui bisa berada di dunia ini?”

Disamping fakta kalau aku bisa menyentuhnya, Yui bukan manusia. Abnormalitas dalam prosedur perawatan SAO berdampak pada kelahirannya. Dia adalah kecerdasan buatan, dengan kata lain, seorang «AI».

Saat ini, tahun 2025, banyak institusi penelitian telah mempublikasikan jurnal yang salah satunya berjudul «Kecerdasan Buatan – Mendekati Kebijaksanaan Tanpa Batas». Jurnal ini menyatakan bahwa selama proses «kebiasaan rasional» berlanjut, pada akhirnya batas diantara simulasi kebijaksanaan dan kebijaksanaan sejati akan menjadi kabur, berdampak pada terciptanya AI yang lebih maju.

Yui mungkin adalah eksistensi semacam itu, AI sejati pertama. Namun itu bukan masalah bagiku, aku menyayangi Yui seperti putriku sendiri dan dia menganggapku Ayahnya. Itu saja sudah cukup.

“Ah, nampaknya ada program pseudo-karakter untuk mendukung pemain dalam Alfheim Online. Mereka disebut «Navigation Pixies», mungkin aku diklasifikasikan seperti mereka.”

Mengatakan itu, dia membuat wajah aneh untuk sesaat. Setelah itu, tubuhnya mendadak bersinar dan menghilang.

“Yui!?”

Sword Art Online Vol 03 - 103.jpg

Aku berteriak dalam kepanikan. Bermaksud berdiri, aku menyadari sesuatu yang melekat di lututku.

Tingginya sekitar sepuluh sentimeter, dengan kaki dan lengan langsing. Mengenakan gaun mini pink yang terlihat seperti dibuat dari kelopak bunga, dengan dua sayap transparan yang membentang dari punggungnya. Ia adalah, singkat kata, seorang pixie. Dengan wajah imut dan rambut panjang, meski dia nampak berbeda, dia adalah, tanpa ragu, Yui.

“Ini adalah penampilan dari «pixie».”

Yui berdiri di lututku, dan dengan tangan di pahanya, mulai mengepakkan sayapnya.

“Oh.....”

Aku menghela nafas sambil menyentil pipi Yui dengan jariku.

“Itu geli!”

Yui tertawa, dan naik ke udara untuk lolos dari jariku, disertai oleh suara kepakan sayap, sebelum duduk di bahuku.

“.......Lantas, apa kamu juga punya hak administrator istimewa, seperti sebelumnya?”

“Tidak.....” Yui mengatakannya dengan suara terisi frustasi.

“Pada saat itu, yang bisa kulakukan hanya mengakses referensi dan data area peta yang luas. Aku juga bisa mengkonfirmasi status pemain yang membuat kontak denganku, tapi aku tak bisa mengakses program database utama mereka.”

“Ah, jadi begitu......sebenarnya....”

Ekspresiku berubah, dan aku mengubah topik, akhirnya masuk ke persoalan utama.

“Asuna......nampaknya Mamamu ada disini.”

“Oh....Mama!?”

Yui melompat dari bahuku, dan melayang layang di depan wajahku.

“Apa maksudmu?”

“......”

Aku hampir bermaksud menjelaskan tentang Sugou Nobuyuki, namun aku sedikit ragu ragu. Yui telah terseret ke ambang keruntuhan oleh emosi negatif para pemain dalam SAO. Aku tak ingin membuat dia semakin terkotori oleh perasaan buruk manusia.

“......Setelah penutupan server SAO, Asuna tak kembali ke dunia nyata. Aku mendapat informasi kalau di dunia ini ada orang yang kelihatan sangat mirip dengan Asuna. Mungkin saja itu hanya kebetulan, dan mungkin itu hanya karakter lain yang kebetulan mirip dengannya. Aku hanya ingin memastikan kebenaran ini.”

“Ah....tentang hal seperti ini.......maafkan aku Papa, normalnya aku hanya perlu memindai data pemain, namun tanpa akses ke sistem aku tak bisa melakukannya.”

“Tak perlu menyalahkan dirimu. Pokoknya, aku punya ide dimana dia berada. Yggdrasil......dia mungkin ada disana. Tempat itu, apa kamu tahu?”

“Ah, aku tahu itu. eh, eh, itu kira kira ada di arah timur laut, namun cukup jauh dari sini. Kalau aku mengatakannya dengan jarak pasti, kira kira ada lima puluh kilometer jauhnya.”

“Wow, itu jauh sekali. Bukankah itu, lima kali lebih jauh dari Aincrad. Selain itu, kenapa aku sampai dikirim ke hutan ini?”

Yui merendahkan kepalanya untuk sejenak oleh pertanyaanku.

“Kupikir data posisimu kemungkinan rusak atau disalahartikan dengan pemain lain, hasilnya kamu terjatuh disini. Itu hanya dugaan, sih.”

“Kalau aku harus jatuh, kenapa nggak lebih dekat dengan Yggdrasil saja. Mm, yang pasti, kudengar kita bisa terbang disini?”

Aku berdiri, dan memutar kepalaku untuk melihat benda di bahuku.

“Oh, benar, memang ada sayap.”

Dari punggungku membentang empat sayap transparan berwarna biru keabu abuan. Mereka lebih mirip seperti sayap serangga ketimbang sayap sayap yang lain. Namun aku bahkan tak tahu bagaimana membuat mereka bergerak.

“Bagaimana aku terbang?”

“Sepertinya ada controller panduan untuk terbang. Mohon ulurkan tangan kirimu, seolah menggenggam sesuatu.”

Aku mengikuti arah yang ditunjukkan gadis kecil di bahuku. Kemudian, objek seperti joy stick muncul di tanganku.

“Tarik kedepan untuk naik, dan dorong ke belakang untuk turun, kanan dan kiri untuk membelok, tekan tombol untuk berakselerasi, dan lepaskan tombol untuk melambat.”

“Nn.”

Aku menarik joystick ke arah diriku. Sayap di punggungku mulai membentang dan tak lama kemudian mulai bersinar. Aku menarik joystick semakin jauh ke arah diriku.

“Oh.”

Mendadak, tubuhku mulai mengapung. Aku naik dengan perlahan sekitar satu meter dari tanah sebelum aku membiarkan tanganku kembali ke posisi alami. Selanjutnya, aku menekan tombol akselerasi. Tubuhku mulai bergerak maju.

Kemudian, aku mencoba turun dan berbelok; aku memahaminya cukup cepat. Ini jauh lebih gampang dari VR Game penerbangan yang kumainkan sebelumnya dan operasinya juga simpel.

“Kupikir kurang lebih aku sudah paham. Sekarang, ada sesuatu yang ingin kuketahui. Kota apa yang paling dekat dari sini?”

“Ke arah barat terdapat kota bernama «Sylvain». Itu yang terdekat. Ah.”

Yui tiba tiba menengadah ke atas.

“Ada apa?”

“Beberapa pemain mendekat kemari. Sepertinya ada satu pemain yang dikejar oleh tiga pemain.”

“Ohh, ada pertempuran. Aku mau lihat.”

“Papa sungguh rileks seperti biasanya.”

Sambil berbicara pada Yui, aku membuka menu dan melengkapi diriku dengan pedang yang kuterima sebagai senjata awal. Usai menariknya, aku mengayunkannya beberapa kali.

“Wow, pedangnya jelek amat. Juga terlalu ringan; ah, tapi biarlah.”

Aku menyarungkan pedangku dan memanggil controller untuk terbang lagi.

“Yui, kuserahkan navigasi padamu.”

“Paham!”

Menjawab dengan suara seperti lonceng, Yui lepas dari bahuku. Mengikutinya, aku juga meluncur ke udara.


* * *


Akhirnya, sihir api yang diluncurkan oleh Salamander mengenai Lyfa dan menghantam punggungnya.

“Whaaaa!!!”

Dia tentu tak bisa merasakan rasa sakit atau kepanasan, namun serangan itu memberi dampak hebat yang membuatnya kehilangan keseimbangan. Beruntungnya, selagi kabur dia tak lupa memasang seperangkat mantra pertahanan «Atribut Angin», sehingga bar HP-nya masih bertahan, namun wilayah Sylph masih sangat jauh.

Pada poin itu, Lyfa menyadari kalau kecepatan terbangnya menurun. Sial, aku mencapai batas penerbanganku! Sayapku akan kehilangan seluruh kekuatannya dalam beberapa detik lagi, dan aku takkan bisa terbang lagi sampai recharge.

“Ugh......”

Menggertakkan giginya, Lyfa melakukan penyelaman tangkas ke dalam hutan untuk kabur. Karena pihak musuh memiliki mage, bahkan bersembunyi dengan memakai sihir akan sangat sulit. Namun dia tak mau menyerah begitu saja dan kalah disini.

Lyfa menyelinap ke celah kanopi dan melewati cabang cabang pohon yang sempit sembari mendekati permukaan tanah. Ini sudah waktunya. Kecepatan terbangnya sudah hampir berhenti, tepat saat dia mencapai tanah. Saat dia bersiap mendarat, dia membalikkan tubuhnya perlahan, dan setelah membiarkan kakinya menyentuh tanah, dia melompat ke lubang sebuah pohon raksasa. Kemudian, sambil mengulurkan tangannya ke udara, dia bersiap meluncurkan sihir tipe stealth.

Sihir dalam ALO sangat mirip dengan film fantasi, dan bisa dideskripsikan sebagai lafal «Mantra». Agar sistem bisa mengidentifikasi sihir yang akan dipakai, lafal mantra harus mengikuti ritme dan pelafalan yang tepat. Kalau lafal mantra terganggu di tengah jalan, maka sihir akan gagal dan pemain harus mengulangi lagi dari awal.

Lyfa dengan cepat menyelesaikan lafal mantranya. Ia telah meluangkan banyak waktu untuk menghafal dan melatihnya, sehingga mengurangi waktu yang diperlukan untuk memakainya. Tak lama setelah mantra selesai, atmosfir hijau muda memancar dari kakinya dan perlahan mulai menutupi seluruh tempat persembunyiannya sampai menyelimuti seluruh tubuhnya. Ini adalah mantra pertahanan yang mencegah musuh mendeteksi keberadaanmu. Namun, itu bisa dipatahkan oleh pemain yang memiliki kemampuan «Scan» level tinggi atau mantra penetrasi. Lyfa menahan nafasnya untuk membuat dirinya sekecil mungkin.

Tak lama kemudian, Lyfa mendengar suara yang unik bagi Salamander yang terbang. Mendarat di ruang terbuka di balik pohon, suara berdentum armor logam berbunyi sepanjang area diikuti oleh teriakan.

“Sylph itu pasti ada disekitar sini, ayo cari!”

“Tidak, Sylph terspesialisasi dalam Stealth. Mari gunakan sihir.”

Setelah mengatakan itu, orang itu mulai melafalkan mantra. Lyfa hampir menyumpah nyumpah namun secara insting menutup mulutnya. Setelah beberapa detik, sesuatu muncul dengan berisik dari belakang.

Beberapa kadal merah kecil dengan mata merah memanjat sepanjang akar pohon raksasa. Ini adalah sihir penetrasi «Atribut Api»; belasan kadal muncul dari si pelafal mantra dan mencari dalam lingkaran yang menyebar dan memancarkan api saat mereka menemukan sesuatu, segera menunjukkan lokasi dari monster atau pemain lain.

Pergi sana, jangan datang kemari!

Tentu saja, kadal kadal itu tak punya pola gerakan khusus, mereka bergerak secara acak setelah dipanggil. Lyfa mati matian berharap supaya kadal itu pergi ke tempat lain, namun sia sia saja. Salah satu kadal menyentuh membran yang mengelilingi Lyfa, kemudian ia mengeluarkan decitan bernada tinggi dan membara dalam api.

“Kita dapatkan dia, ada disana!”

Mendengar suara armor logam perlahan mendekatinya, Lyfa melompat dari bayangan dan berbalik untuk mendarat di kakinya. Dia mencabut pedangnya dan dengan anggun memasang posisi bertarung, tiga salamander sudah mengarahkan tombak mereka padanya.

“Mari jangan main main lagi sekarang.”

Orang di sebelah kanan melepas visor di helmnya. Dimana kegirangannya tertutup oleh helm, namun itu tak bisa menutup suara kerasnya.

Orang di tengah, si pemimpin, melanjutkan dengan suara tenang;

“Maaf, tapi ini adalah misi kami. Kalau kau serahkan uang dan itemmu, maka kami akan membiarkanmu pergi.”

“Ah, bunuh saja dia! Musuhnya perempuan jadi aku jadi makin semangat ah!”

Si pembicara adalah orang di sebelah kiri, yang juga mengangkat visornya sembari mengatakan itu. dia terlihat seolah teracuni dengan kekerasan, dengan tatapan mata terpaku pada Lyfa.

Berbicara dari bertahun tahun pengalaman bermain Game, «Pemain Pemburu Wanita» ini adalah cecunguk yang paling buruk. Sialnya, orang orang seperti mereka ada banyak. Rasa takut membuat punggung Lyfa bergidik. Kalau pemain tipe ini menyentuh tubuh pemain lain kecuali dalam pertarungan, sistem akan segera menyampaikan laporan pelecehan seksual. Ini bisa diterima karena korban jiwa adalah, di satu sisi, salah satu tujuan Game ini. Kalau dilihat dengan cara lain, pertumpahan darah adalah kebebasan para pemain. Beberapa pemain justru melakukannya secara ekstrim dan merasa sangat senang dengan «memburu» pemain pemain wanita dalam ALO.

Dalam operasi ALO normal hal semacam itu bisa benar benar terjadi. Rumor itu ternyata benar, dan saat ini terjadi dalam Game, dan Lyfa merinding oleh pikiran semacam itu.

Lyfa dengan tegap memposisikan kakinya, memakai kuda kuda dua pedang favoritnya. Memfokuskan kekuatan pada tatapan matanya, ia menatap ketiga Salamander.

“Aku setidaknya akan bawa salah satu dari kalian ke liang kubur. Kalau kalian tak takut pada «Death Penalty», datanglah padaku.”

Lyfa mengatakan itu dengan suara rendah. Salamander di kedua sisi nampak marah oleh pernyataannya dan mengangkat tombak mereka. Si pemimpin menenangkan mereka dengan mengangkat kedua tangannya dan berkata;

“Menyerahlah. Sayapmu sudah mencapai batas, kami masih bisa terbang saat ini.”

Memang, sesuai kata katanya. Dalam ALO, kalau pemain di tanah diserang oleh musuh di udara, kondisi mereka sangat tidak diuntungkan. Lebih jauh lagi, ini bukan hanya satu lawan yang bisa terbang, namun tiga. Namun Lyfa tak akan menyerah. Dia tak akan menyerahkan uang dan itemnya untuk ampunan.

“Dasar cewek keras kepala. Apa boleh buat, kau yang memintanya sendiri.”

Bahkan si pemimpin mengangkat bahunya, memposisikan tombaknya, dan terbang ke udara. Kedua Salamander lain mengambil controller mereka dan mengikuti.

Bahkan menghadapi tiga tombak di saat yang sama, Lyfa bersiap siap menyerang musuh terdekat. Dia memfokuskan kekuatannya pada pedangnya. Ketiga Salamander mengelilingi Lyfa dan dia bersiap siap menyerbu musuh, saat hal tak terduga terjadi.

Semak semak di belakang mereka tiba tiba mulai berguncang, dan sebuah bayangan melompat dan meluncur melewati sisi para Salamander, berputar di udara, dan setelah beberapa putaran kemudian terjatuh ke tanah dengan suara keras.

Oleh kejadian tak terduga ini, ketiga Salamander dan Lyfa membeku untuk sesaat kemudian menatap si bayangan itu.

“Arg, Ouch. Mungkin ini yang mereka sebut dengan ‘pendaratan darurat’.”

Suara tanpa ketegangan ini datang dari pemain laki laki berkulit agak hitam yang tengah berdiri. Rambut hitamnya berdiri seperti landak, dan mata lebarnya memberi kesan berandalan. Di punggungnya membentang sayap biru keabu abuan yang menandai dia sebagai anggota ras Spriggan.

Apa yang seorang Spriggan dengan wilayah jauh di sebelah timur lakukan disini? Selagi memikirkan itu, Lyfa mulai mengecek perlengkapannya. Jaket dan celana panjang hitam sederhana tanpa armor, dan pedang lecek – dilihat dari manapun, dia hanya memakai peralatan dasar. Seorang pemula datang jauh jauh ke dalam zona netral ini, apa yang dia pikirkan?

Dilihat dari manapun juga, dia hanya pemain pemula. Lyfa tak ingin dia melihat adegan pertarungan kejam ini, tanpa berpikir dia memanggilnya.

“Apa yang kamu lakukan? Lekas kabur sana!”

Namun si pria hitam itu tak bergerak. Apa dia tak tahu kalau pemain dari ras berbeda itu diperbolehkan, dan bahkan dianjurkan, untuk saling membunuh? Setelah meletakkan sesuatu di saku dadanya dengan tangan kanannya, dia melihat Lyfa dan kemudian pada para Salamander yang melayang layang lalu berkata.

“Tiga tentara mengeroyok seorang gadis, bukankah itu sudah kelewatan?”

“Bicara apa kau?”

Pidatonya membuat marah dua Salamander di belakangnya. Mereka bergerak untuk mengepung si pria ini dari depan dan belakang, mengelilinginya selagi masih di udara. Mereka menurunkan tombak mereka dan bersiap siap menyerbu.

“Sial.”

Lyfa ingin maju dan menolongnya, namun dia tak bisa bergerak sembarangan karena pemimpin mereka masih berada di langit di depannya.

“Idiot, berani betul kau datang kemari sesantai itu!? Oke, sesuai kemauanmu, kami akan bersenang senang menghabisimu!”

Pria itu berdiri di depan para Salamander yang armornya sudah agak rusak sambil menurunkan visor mereka. Seiring kedua Salamander itu menurunkan tombak mereka untuk menyerbu, sayap mereka menciptakan cahaya ruby brilian. Salamander di depan memulai serangannya dimana yang lain tengah menunggu beberapa detik lebih lama, berniat mengambil kesempatan dari perbedaan waktu untuk membunuh pria itu saat dia mengelak dari serangan pertama.

Itu bukan sesuatu yang bisa diladeni seorang pemula. Aku tak ingin melihat momen saat tubuhnya ditembus tombak, pikir Lyfa. Dia menggigit bibirnya dan hendak membuang wajahnya, namun sebelum itu.

Aku masih tak bisa percaya apa yang terjadi.

Dengan tangan kanannya masih menutupi saku, dia dengan santai mengeluarkan tangan kirinya dan menangkap pucuk tombak yang mengincar nyawanya. Cahaya dan suara berdentum sepanjang udara yang menandai aktivasi skill: «Guard». Lyfa tak bisa mempercayai penglihatannya, rasa kaget memaksa matanya terbuka lebar dan rahangnya jatuh. Pria itu menggunakan momentum Salamander untuk melemparnya ke arah rekannya yang mendekat dari belakang.

“Woo ah ah ah ah ah ah ah.”

Teriakan lepas dari kedua Salamander saat kedua bertubrukan dan jatuh ke tanah dalam suara gemerincing logam.

Pria itu berputar sedikit, dan sambil memegang gagang pedangnya melempar tatapan bingung pada Lyfa.

“Orang orang ini, apa tak masalah kalau aku mencincang mereka?”

“Tentu saja tidak, itulah yang hendak mereka rencanakan padamu beberapa saat yang lalu.”

Lyfa menjawab dengan nada kekaguman.

“Begitu, oke, aku permisi sejenak.”

Pria itu mencabut pedang leceknya dengan tangan kanannya, dan membiarkannya menggantung sangat dekat ke tanah. Setelah mengatakan hal yang cukup nekat, Lyfa menduga dia akan segera menyerang, namun dia tak bergerak. Kemudian, dia memajukan kaki kirinya ke depan, membenahi pusat gravitasinya, dan mendadak......

Boom! Pria itu lenyap di saat yang sama dengan dentuman suara keras. Sonic boom!? Lyfa sudah bertarung dengan banyak musuh, namun dia belum pernah melihat serangan semacam itu. Matanya bahkan tak bisa mengikuti pergerakan si pria. Saat ia buru buru menolehkan kepalanya ke kanan, pria itu berhenti bergerak dengan tubuh mendekati tanah di tempat yang jauh dari dia mulai menyerang. Ia menyelesaikan tekniknya dengan mengayunkan pedangnya ke arah sarung pedangnya.

Diantara kedua Salamander, salah satu dari mereka terselimuti oleh End Frame saat dia mencoba berdiri. Tubuhnya dengan cepat berubah menjadi abu dan lenyap ke arah empat mata angin, hanya menyisakan Remain Light.

Terlalu cepat!

Lyfa merinding. Tindakan dan serangan itu jauh melebihi apapun yang dia pernah lihat, pada dimensi yang sama sekali berbeda. Tubuhnya bergetar oleh ketakutan oleh apa yang baru saja terjadi.

Di dunia ini, hanya satu hal yang mengendalikan seberapa cepat kau bergerak: kecepatan yang sinyal otakmu terima dari sistem «Full Dive» dan bereaksi pada mereka. Amushpere mengirim sinyal ke pusat gerakan di otak, kemudian otak memproses sinyal sinyal ini dan menghasilkan sinyal yang mengendalikan fungsi motorik tubuh. Sinyal sinyal ini kemudian ditangkap oleh sistem Amusphere. Semakin cepat si otak pemain dalam melakukan itu, makin cepatlah pemain itu dapat bergerak dalam Game. Refleks bawaan adalah salah satu hal yang menentukan seberapa cepat itu bisa terjadi namun kecepatan juga meningkat dengan pengalaman, jadi semakin lama pemain itu bermain maka semakin cepatlah dia bisa bergerak.

Ini bukan menyombong, namun kecepatan Lyfa adalah peringkat lima besar dari semua Sylph. Kecepatannya telah ditempa dengan melatih refleksnya selama bertahun tahun dan terasah dengan setahun bermain ALO. Dia sangat percaya diri kalau siapapun yang jadi lawannya, dari segi kecepatan dia takkan kalah oleh siapapun juga.

Lyfa dan si pemimpin Salamander hanya bisa terbengong bengong saat pria itu berdiri dan menoleh pada mereka, sekali lagi dengan anggun menyarungkan pedangnya ke posisi semula.

Salamander lain, yang serangannya dielakkan, nampaknya masih tak paham apa yang baru terjadi. Dia masih bergerak ke arah berlawanan sambil mencoba mencari pria itu yang telah lenyap di hadapannya.

Pria itu sekali lagi menyerang tanpa ampun, menyerbu ke arah Salamander yang masih kebingungan. Aku pasti takkan melewatkannya lagi kali ini, pikir Lyfa sambil berkonsentrasi pada pergerakan pria itu dengan mata terbuka lebar lebar.

Gerakan dasarnya tidak terlalu cepat, namun ia seperti melenggok. Namun, itu hanya sampai saat dia mengambil langkah pertama serangannya dan........

Atmosfir menjadi berkabut dan nampaknya bergoncang dengan bising. Aku sepertinya bisa melihatnya kali ini. Seperti menonton film yang dipercepat, mata Lyfa berhasil menangkap sebagian besar namun tidak semua gerakannya. Pedang pria itu melompat dari posisinya yang lebih rendah dan memotong si Salamander menjadi dua. Bahkan kilatan yang tercipta oleh gerakannya sama sekali tak bisa menyusulnya. Pria itu bergerak beberapa meter kedepan, dan berhenti dengan pedang diangkat tinggi tinggi. Sekali lagi percikan api berkobar, menandakan kematian Salamander kedua.

Sword Art Online Vol 03 - 115.jpg

Lyfa begitu terpukau oleh kecepatan itu sampai dia menyadari betapa besar daya rusak yang ditimbulkan oleh serangan pria itu. Bar HP kedua Salamander, yang sebelumnya hampir penuh, saat ini lenyap sama sekali. Singkatnya, serangan pria itu sama mengerikan dengan kecepatannya.

Rumus serangan ALO tidaklah rumit. Hal itu bergantung pada empat hal: kekuatan senjata itu sendiri, dimana bagian tubuh lawan yang terkena, kecepatan serangan, dan armor yang dikenakan oleh lawan. Pada kondisi ini, kekuatan senjata pria itu rendah, dimana armor yang dikenakan oleh Salamander memiliki level cukup tinggi. Kekuatan serangannya datang dari akurasi dan kecepatan menakjubkan dari pria itu.

Pria itu kembali ke posisi santainya semula dan menengadah ke arah pemimpin Salamander yang masih melayang di udara. Dengan pedang bersandar di bahunya, pria itu membuka mulutnya dan berujar:

“Jadi, apa kamu mau bertarung juga?”

Kata kata pria itu sama sekali tak berisi ketegangan. Bahkan si Salamander harus tersenyum.

“Tidak, aku tak punya kesempatan menang, lupakan saja. Akan kuberikan itemku padamu kalau kau memintanya. Skill sihirku mendekati 900, dan «Death Penalty» akan membuat semua usaha kerasku terbuang sia sia.”

“Kau sungguh orang jujur.”

Pria itu tertawa dengan santai, dan mengalihkan tatapannya pada Lyfa.

“Kamu disana, nona muda, kamu mau apa? Kalau kamu mau melawannya, aku takkan mengganggumu.”

Seenaknya datang membuat kekacauan dan membuat begitu banyak kekisruhan, kemudian seenaknya mengatakan hal semacam itu, Lyfa sampai ingin tertawa. Dia adalah tipe yang bisa datang ke medan tempur dan mementahkan semangat bertarung semua orang.

“Aku ini hebat. Lain kali aku akan menang, Tuan Salamander.”

“Jujur saja, melawanmu satu lawan satu, kupikir aku takkan bisa menang.”

Setelah itu, si Salamander membentangkan sayapnya dan terbang pergi, menyisakan jejak cahaya merah. Kemudian, meninggalkan pepohonan yang berguncang sebagai jalurnya, ia lenyap sangat jauh ke langit gelap. Yang tersisa hanya Lyfa dan pria berpakaian hitam di tengah hutan dengan dua Remain Light. Tak lama kemudian, dua Remain Light itu juga lenyap.

Saat dia melihat si pria, Lyfa kembali tegang.

“Jadi, aku harus apa? Haruskah aku berterima kasih? Haruskah aku kabur? Atau haruskah kita bertarung?”

Dia mengayunkan pedangnya sekali dari kanan ke kiri dan meletakkannya kembali dengan suara pedang yang disarungkan.

“Ah, bagiku ini seperti Ksatria Keadilan yang menyelamatkan Sang Tuan Putri dari penjahat.”

Pria itu tertawa dengan seringai.

“Kemudian karena tersentuh, sang Tuan Putri yang menangis memberinya pelukan.”

“Apa kamu idiot?”

Lyfa tanpa sadar meneriakinya, dengan wajah tersipu.

“Aku lebih baik bertarung melawanmu.”

“Ha ha, bercanda bercanda.”

Sambil melihat si pria yang tertawa riang, Lyfa menggertakkan giginya dalam amarah. Dia tengah berpikir cara untuk membalasnya, saat tiba tiba sebuah suara datang entah dari mana.

“Itu benar, aku nggak bisa membiarkan itu.”

Itu adalah suara gadis muda. Melihat ke sekeliling dengan siaga, Lyfa tak melihat apa apa yang bergerak dalam bayangan. Pada poin ini, pria itu kelihatan gugup dan berkata:

“Ah, hei, aku sudah menyuruhmu supaya jangan keluar.”

Lyfa menoleh untuk melihat saku dada si pria karena sesuatu yang bersinar nampak melompat dari dalamnya. Itu adalah makhluk kecil, yang kemudian melayang di sekitar wajah si pria dan membuat suara berdengung kecil.

“Hanya mama dan aku yang boleh mendekati papa.”

“Pa, papa?”

Lyfa mendekat beberapa langkah, dan mendapati sebuah makhluk seukuran telapak tangan. Itu adalah pixie navigasi yang bisa dipanggil dari jendela bantuan. Namun, kalau memang begitu, pixie seharusnya hanya bisa menjawab pertanyaan dasar tentang Game.

Lyfa lupa untuk waspada pada pria itu, dan tatapannya terpaku pada si pixie mungil.....

“Oh, jangan jangan ini........”

Si pria dengan gugup melingkarkan tangannya di sekitar pixie dan merangkulnya erat erat, dengan senyum terpaksa muncul di wajahnya. Lyfa melihat pixie di tangan pria itu dan bertanya:

“Hei, bukankah itu «Private Pixie»?”

“Eh?”

“Itu adalah promosi spesial saat Game ini pertama diluncurkan, ada semacam lotere dan pemenangnya akan menerima Private Pixie. Ini pertamakali aku melihatnya.”

“Ah, aku woo goo!”

Pixie itu mulai mengatakan sesuatu, namun terinterupsi ketika si pria menempatkan jari di mulutnya.

“Ya, ya, kira kira begitu. Aku cukup beruntung dengan lotere.”

“Begitu, fuu......”

Lyfa menatap si pria Spriggan itu sekali lagi, dan menelitinya dari atas sampai bawah.

“A.....ada apa ya?”

“Kamu orang aneh. Kamu jelas jelas memulai Game saat pertamakali diluncurkan, namun kamu masih memakai perlengkapan dasar, tapi anehnya kamu sangat kuat.”

“Ah ini, sebenarnya, akun ini kubuat sejak dulu sekali, namun baru kumainkan akhir akhir ini. Selama itu aku memainkan VRMMO lain untuk waktu yang panjang.”

“Sungguh?”

Lyfa berpikir kalau itu sangat masuk akal. Kalau dia familiar dengan Amusphere karena dia telah memainkan Game lain, maka sangat masuk akal untuk bisa mencapai kecepatan segila itu.

“Selain itu, kamu jelas jelas adalah ras Spriggan, tapi kenapa kamu ada disini? Wilayah rasmu ada jauh di timur kan?”

“Aku......aku kesasar.”

“Kesasar?”

Oleh jawaban payahnya, Lyfa berteriak tanpa sadar.

“Bahkan orang yang tak punya indera jarak itu ada batasnya.......kamu terlalu aneh!”

Tawa meledak dari bagian bawah dadanya saat dia melihat ekspresi aneh pria itu. Setelah beberapa saat, Lyfa meletakkan pedang yang masih di tangannya kembali ke sarungnya dan berkata.

“Oke, yang jelas, aku harus berterima kasih padamu. Terima kasih sudah menolongku, aku Lyfa.”

“Aku Kirito. Dan anak ini adalah Yui.”

Saat pria itu membuka tangannya, pixie terbang keluar dengan pipi membulat dalam ekspresi cemberut. Dia membungkuk pada Lyfa kemudian terbang ke bahu Kirito dan duduk.

Lyfa sedikit kaget saat menyadari kalau dia ingin berbicara pada pria bernama Kirito ini. Tidak aneh baginya untuk mencari teman di dunia ini, karena dia tak pernah dengan sengaja menghindari para pemain lain. Ia tak kelihatan seperti orang jahat, pikir Lyfa, seraya berkata:

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?”

“Itu, aku nggak ada rencana apa apa.”

“Ini.....ah. Baiklah, aku akan mentraktirmu minum buat ucapan terima kasih, mau?”

Setelah mendengar ini, pria muda bernama Kirito tertawa dengan senyum di wajahnya. Lyfa menatap senyumnya dan menyadari kalau itu adalah senyuman tulus. Orang orang yang bisa tertawa dengan begitu terbuka dan menampakkan emosi semacam itu dalam dunia VR sangatlah jarang.

“Itu membuatku senang, aku sebenarnya sedang mencari seseorang yang bisa memberitahuku banyak hal.”

“Banyak hal?”

“Hal hal tentang dunia ini.......khususnya.....”

Dia menghentikan senyumnya dan tatapan matanya berpindah ke arah timur laut.

“Pohon yang disana.”

“World Tree? Tentu, biarpun aku kelihatan begini, aku sebenarnya pemain veteran. Begini, biarpun tempatnya agak jauh, ada desa netral di sebelah utara, mari terbang kesana.”

“Bukankah kota Sylvain itu lebih dekat?”

Lyfa sedikit kaget dan menatap wajah Kirito sebelum menjawab......

“Meskipun itu benar........apa kamu memang nggak tahu apa apa? Kota itu adalah wilayah Sylph.”

“Memangnya apa masalahnya?”

Mendengar Kirito mengatakan itu, Lyfa hampir kehabisan kata kata.

“.....Masalahnya.....dengarkan baik baik. Karena itu adalah wilayah Sylph, kamu takkan bisa menyerang di dalam kota, namun Sylph manapun akan bisa menyerangmu.”

“Ah, begitu. Namun orang orang takkan menyerangku kalau aku bersama Lyfa-san, kan? Aku benar benar ingin melihat negara para Sylph, kudengar tempat itu sangat indah.”

“Panggil saja aku Lyfa. Kamu memang orang aneh. Oke......aku nggak keberatan mencoba, tapi aku nggak bisa menjamin keselamatanmu.”

Lyfa mengguncang bahunya dan membalas. Tapi, mengunjungi ibukota Sylph tercintanya bukanlah hal buruk. Karena para Spriggan jarang terlihat disekitar sini, membawanya denganku mungkin akan memicu sedikit kisruh, pikir Lyfa dengan pikiran penuh ketidaknyamanan.

“Baiklah, kita akan terbang ke Sylvain. Soalnya kita tak punya banyak waktu.”

Ujar Lyfa sambil mengecek jendela untuk melihat waktu di dunia nyata. Saat ini jam empat sore. Dia tak bisa berada dalam “dunia” ini lebih lama lagi.

Lyfa, yang kemampuan terbangnya sudah selesai di-recharge, membentangkan sayapnya yang mulai bersinar dan bergetar dengan lembut. Kirito memiringkan kepalanya ke sisi, terlihat bingung, dan bertanya:

“Lyfa, mungkinkah kamu bisa terbang tanpa controller bantuan?”

“Ah, iya. Kamu?”

“Aku baru berlatih cara memakainya belum lama ini.”

Kirito, menggerakkan tangan kirinya untuk membuat posisi memegang sesuatu.

“Begitu, ada trik untuk «Voluntary Flight». Orang orang yang bisa melakukannya pasti akan segera mampu, mari kita coba. Jangan keluarkan controller kemudian kemudia berbaliklah, jadi punggungmu menghadap ke arahku.”

“Seperti ini?”

Kirito membalik tubuhnya dalam setengah lingkaran, punggungnya tak terlalu lebar, Lyfa mengulurkan jari telunjuknya untuk menyentuh sedikit bagian di atas bilah bahunya. Pixie di bahunya melihat dengan tertarik.

“Tempat yang kusentuh, ingatlah baik baik.”

“Oke.”

“Ini mungkin disebut Voluntary Flight, tapi itu bukan hanya terbang dengan imajinasi. Yang kamu harus lakukan adalah belajar menumbuhkan tulang dan otot virtual yang menjadi sayapmu, kemudian latihlah cara menggerakkannya.”

“Tulang......dan otot virtual.....”

Kirito mengulangi itu dalam suara ambigu. Sambil mengatakan itu, bilah bahunya mulai berkedut. Dari tempat yang Lyfa sentuh, sayap abu abu bergerak melalui bajunya. Awalnya mereka bergerak dengan kaku, namun kemudian menjadi lebih tersinkronisasi dan semua sayapnya mulai bergerak seirama.

“Oh, iya, seperti itu. Pertama gerakkan bahumu dan ototmu untuk memahami perasaan gerakan sayap.”

Usai Lyfa mengatakan itu, otot di punggung Kirito mulai berkontraksi dengan cepat. Dengan itu, sayapnya mulai bergetar dan Lyfa bisa mendengar suara dengungnya.

“Itu dia! Sekarang, lebih kuat lagi!”

“Um um um.”

Lyfa, merentangkan tangannya sepanjang mungkin dan meletakkan tangannya di punggung Kirito sampai sayapnya menghasilkan kepakan yang sesuai. Pada saat itu, Lyfa tiba tiba mendorong punggung Kirito sekuat tenaganya.

“Whoa!?”

Saat berada di udara, Spriggan itu meluncur kencang seperti roket.

“Oh.....Oh....Oh.....Wow!”

Tubuh Kirito menjadi makin kecil dan makin kecil, teriakannya dengan cepat menjadi terlalu jauh untuk didengar. Dengan suara gesekan daun daun, ia dengan cepat lenyap dibalik puncak pohon yang jauh.

“.........”

Lyfa bertukar tatap dengan si pixie yang telah jatuh dari bahu Kirito.

“Oh tidak.”

“Papa.....”

Mereka lepas landas di saat yang sama, dan buru buru mengejar Kirito. Setelah mereka meninggalkan lautan pepohonan, mereka dengan teliti mencarinya di langit malam, dan akhirnya menemukan ia tengah meluncur ke kanan dengan tak stabil sambil menciptakan bayangan di bulan emas.

“Ohohohohohoh.......wawawawawa.........siapa saja hentikan akuuuuuuu!”

Teriakan menyedihkan mematahkan kesunyian malam dan menggema sepanjang langit tanpa batas.

“.....Puu...”

Lyfa dan Yui saling menatap, dan mereka tak kuasa menahan tawa.

“Pfft....huh......hahahah...!”

“Maaf Papa, kamu lucu sekali~~~”

Sambil melayang berdampingan di udara, mereka tertawa sambil memegangi perut. Saat mereka hampir berhenti, mereka mendengar teriakan Kirito, dan tertawa semakin keras.

Lyfa tak bisa mengingat terakhir kali dia bisa tertawa sekeras itu. Ini pasti yang pertama kalinya sejak dia datang ke dunia ini.

Setelah tertawa cukup lama, Lyfa melesat dan menggenggam kerah baju Kirito supaya dia berhenti terbang dan selesai mengajarinya trik melakukan Voluntary Flight. Bagi pemula, Kirito adalah pembelajar yang cepat. Setelah pelajaran selama 10 menit atau entah berapa lama, Kirito akhirnya bisa terbang dengan bebas.

“Oh.......ini........hebat!”

Kirito berteriak selagi terbang berputar dan meluncur.

“Ya, itu benar!”

Lyfa menjawab dengan tersenyum.

“Bagaimana bilangnya ya, ini menyenangkan! Aku ingin terbang selamanya......”

“Itu benar!”

Lyfa juga senang, dia terbang dengan sayap bergetar di orbit yang sama dengan Kirito, dan terbang berdampingan.

“Nggak adil......aku juga!”

Yui mengejar dan mengambil posisi terbang diantara keduanya.

“Kamu harus berlatih meminimalkan pergerakan punggung bawah dan tulang belikatmu sebisa mungkin. Kamu takkan bisa mengayunkan pedangmu dengan baik dalam pertempuran udara kalau kamu membuat terlalu banyak gerakan tidak perlu. Baiklah, mari terbang ke Sylvain seperti ini. Ikut denganku.”

Lyfa melakukan belokan tajam untuk mencari arah penerbangan mereka yang benar, kemudia mulai melesat sepanjang hutan. Dia mulai merasa cemas kalau dia terlalu cepat bagi penerbang pemula Kirito, sehingga dia menurunkan kecepatannya hanya untuk mendapati kalau Kirito sudah menyusulnya. Ia menatap Kirito dan mendengarnya berkata:

“Kita bisa melaju lebih cepat kalau kamu mau.”

“Ho ho.”

Senyum Lyfa menjadi seperti predator saat dia melipat sayapnya dengan sudut tajam dan mulai mempercepat lajunya. Kirito mendengar suara yang dihasilkan oleh kekuatan sayapnya dan berakselerasi untuk bisa mengejarnya. Tekanan angin yang menghajar tubuhnya meningkat, dan kecepatan dari angin membuat pendengarannya agak kabur.

Yang mengejutkan, Lyfa sudah mencapai 70% kecepatan maksimumnya dan Kirito masih bisa menyusul di sisinya. Kebanyakan orang, saat mereka mencoba mencapai kecepatan top yang dipasang oleh sistem mendapati kecepatan mereka semakin menurun, mungkin karena semacam tekanan psikologikal. Kalau Kirito mampu melawan tekanan semacam ini pada penerbangan pertamanya......dia pasti memiliki kekuatan mental diluar kewajaran.

Lyfa menutup mulutnya, dan mulai berakselerasi pada kecepatan maksimum. Dia belum pernah terbang pada kecepatan seperti ini sebelumnya, lantaran semua rekan rekan timnya tak ada yang bisa menyaingi kecepatannya.

Saat ini pepohonan di bawahnya nampak bagai aliran arus deras dan dengan cepat lenyap dibelakang mereka. Getaran dari sayap Sylphnya, membuat suara yang mirip dengan suara bernada tinggi dari instrumen bersenar, bercampur dengan sayap Spriggan Kirito, yang terdengar seperti instrumen tiup, keduanya membentuk duet yang indah.

“Ah....terlalu.....cepat! Nggak bisa mengejar!”

Yui berteriak, kemudian menyerbu ke dalam saku baju Kirito. Kirito dan Lyfa saling bertukar tatap dan tertawa.

Saat ia menyadari, hutan telah berakhir di belakangnya, dan titik titik cahaya bermunculan. Cahaya tercerah datang dari menara pusat. Itu adalah simbol ibukota Sylph Sylvian, yakni “Tower of The Wind”. Kota semakin dekat, dan di jalanan utama, ada sejumlah besar pemain yang datang dan pergi.

“Oh, aku melihatnya!”

Kirito berbicara sambil melawan arus angin.

“Kita mendarat di basis menara di tengah, oh!”

Lyfa tiba tiba menyadari sesuatu dan senyum di wajahnya menjadi kecut.

“Kirito-kun, apa kamu tahu cara mendarat?”

“.........”

Kirito berkata dengan wajah meringis.

“Entahlah.”

“Aduh........”

Pada saat ini, separuh bidang pandang Lyfa sudah dikuasai oleh menara raksasa.

“Maaf, sudah terlambat, semoga berhasil!”

Dengan senyum meminta maaf, dia mulai memperlambat kecepatannya untuk mendarat. Lyfa membentangkan sayapnya untuk mengerem maksimal dan meletakkan kakinya di depannya dan memulai proses pendaratan.

“Sungguh bodoh.........”

Si Spriggan berteriak, dengan Lyfa hanya bisa menontonnya melesat ke arah dinding terluar menara. Lyfa berharap dengan tulus semoga Kirito selamat dalam pendaratannya.

Setelah beberapa detik, BANG!! Suara tabrakan memilukan mengguncang udara.


“Hum, Lyfa kejam sekali, kupikir aku baru mendapat trauma penerbangan.”

Di bagian bawah menara, Kirito tengah duduk di tengah tengah kebun bunga tempat dia menabrak.

“Mataku berputar putar........”

Si pixie yang duduk di bahunya tengah terhuyung huyung dengan pucat. Lyfa meletakkan tangannya di pinggangnya, menekan tawanya dan membalas,

“Kamu terlalu penuh antusias. Aku justru kaget kalau kamu masih hidup, kupikir kamu tadi pasti mati.”

“Ah, itu terlalu berlebihan.”

Kirito menabrak dinding menara sambil terbang secepat yang Game izinkan, dan hanya separuh bar HP-nya yang tersisa. Entah apakah itu karena dia memang memiliki badan yang kuat atau hanya karena beruntung, namun dia adalah perwujudan dari banyak misteri bagi seorang pemula.

“Oke oke, aku akan menyembuhkanmu.”

Lyfa melafalkan mantra penyembuh sambil mengulurkan tangannya. Cahaya biru laut menyebar dari telapak tangannya dan perlahan jatuh ke tubuh Kirito.

“Oh, hebat. Jadi ini sihir.”

Kirito dengan penasaran melihat lihat tubuhnya yang dijatuhi oleh cahaya kebiruan seperti salju.

“Hanya ras Undine yang bisa dengan mudah memakai sihir tipe-penyembuh. Namun itu mantra yang sangat penting jadi kamu harus mempelajarinya.”

“Jadi tiap tiap ras memiliki kekuatan dan kelemahan di bidang sihir? Lalu apa kekhususan dari ras Spriggan?”

“Ada dua: sihir yang memandu dalam menemukan harta karun dan sihir ilusi. Karena keduanya tak berguna dalam pertarungan, Spriggan menjadi ras yang paling tidak populer.”

“Ahhhh........seharusnya saat itu aku berpikir masak masak.”

Kirito mengangkat bahunya, berdiri, dan menoleh untuk melihat kota.

“Oh, ini kota Sylph. Tempat yang indah sekali.”

“Iya kan?”

Lyfa sekali lagi mengamati kota asal yang telah ia tinggali untuk begitu lama.

«Sylvain», juga dikenal sebagai «Ibukota Emerald», adalah kota yang sesuai dengan namanya. Puncak puncak menara dari beragam pepohonan hijau disertai koridor berangin yang menghubungkan jalanan. Memancar dari tiap tiap menara adalah cahaya hijau gelap brilian yang memberikan kota kesan kerajaan fantasy. Dibalik «Tower of Wind» terdapat «Lords Mansion», sebuah bangunan menakjubkan, yang Lyfa yakini paling superior dibandingkan seluruh bangunan dalam ALfheim.

Mereka dengan tenang melihat kota cahaya itu, mengawasi aliran orang orang yang datang dan pergi, dan tiba tiba suara sapaan datang dari arah kanan.

“Lyfa-chan, kamu selamat!”

Menoleh kesamping, aku melihat Sylph berambut kuning yang melambaikan tangannya dan berlari ke arah kami.

“Ah, Recon. Ya, entah bagaimana aku bisa selamat.”

Recon memandang Lyfa dengan mata berbinar binar.

“Memang, kamu sangat hebat, dikelilingi begitu banyak musuh namun masih bisa lolos dalam kondisi utuh......oh.....”

Recon akhirnya menyadari sosok berbaju hitam yang berdiri di samping Lyfa, dan membeku dengan mulut menggantung terbuka selama beberapa detik.

“Bukankah dia Spriggan? Kenapa dia ada disini?”

Ujar Recon sambil melompat ke belakang dengan panik, tangannya hendak memegang gagang pisau yang menggantung di pinggangnya hanya untuk dihentikan oleh Lyfa.

“Tenanglah Recon. Dia adalah alasan aku selamat.”

“Hah?”

Lyfa menunjuk Recon dan berkata pada Kirito:

“Ini Recon. Dia rekanku, namun dibunuh oleh para Salamander tepat sebelum aku menemuimu.”

“Aku prihatin mendengarnya. Senang bertemu denganmu, aku Kirito.”

“Oh......ah, senang bertemu denganmu.”

Recon menjabat tangan Kirito dan mengangguk.

“Sekarang bukan waktunya untuk ini!”

Recon melompat ke belakang.

“Apa dia orang baik Lyfa-chan? Mungkin dia mata mata?”

“Awalnya kupikir juga begitu, tapi dia terlalu kikuk untuk bisa menjadi mata mata.”

“Ah, itu kejam sekali.”

Lyfa dan Kirito tertawa, Recon menatapnya dengan curiga, dan akhirnya, menjernihkan tenggorokannya sebelum berkata:

“Lyfa-chan, Sigurd dan yang lain sedang menantimu di «Aula Narcissus», mereka siap mendistribusikan barang barang buruan kita.”

“Oh.....aku paham.....oke.....”

Saat kau dibunuh oleh musuh, 30% dari item non-equipment dalam kepemilikanmu akan “dicuri” oleh pemain musuh. Item apa yang diambil diputuskan secara acak. Namun, di dalam party terdapat sesuatu bernama Insurance Frame yang secara otomatis akan mentransfer item dari pemain yang terbunuh ke anggota party mereka.

Hari ini, karena Lyfa adalah anggota terakhir dari party mereka yang masih hidup, Insurance Frame mentransfer seluruh item mereka kepada kepemilikan Lyfa. Karena itu para Salamander begitu mati matian dalam mengejarnya. Jadi, karena Kirito-lah seluruh kerja keras mereka berhasil sampai di Sylvain.

Hal itu telah menjadi tradisi diantara Lyfa dan rekan rekannya untuk bertemu di toko familiar, Aula Narcissus, untuk mendistribusi ulang semua item yang mereka dapatkan selama berburu. Namun, Lyfa sedikit merasa tak enak dan berkata pada Recon:

“Aku nggak ikut serta hari ini. Toh nggak ada item yang cocok dengan skill-ku. Akan kuberikan padamu supaya dibagi bagi dengan keempat anggota party lainnya.”

“Eh? Lyfa-chan nggak datang?”

“Ah, aku sudah janji pada Kirito untuk mentraktirnya minum minum untuk balas budi menolongku.”

“....”

Saat Recon kembali menatap Kirito, ia kembali memasang wajah curiga – dengan bentuk yang sedikit berbeda.

“Hei, jangan mikir yang aneh aneh.”

Lyfa menendang Recon setelah mengatakan itu. Dia membuka jendela item trade-nya dan memindahkan semua buruan hari ini pada Recon.

“E-mail aku saat kamu siap untuk perburuan selanjutnya. Kalau aku bisa pergi. Yang pasti, good job.”

“Ah, Lyfa-chan........”

Entah kenapa merasa malu, Lyfa dengan paksa memutus percakapan, menggenggam lengan baju Kirito, dan berjalan menjauh.


“Laki laki yang tadi, apa dia kekasih Lyfa?”

“Atau dia pacarmu?”

“Phtttt?”

Yui yang memunculkan kepalanya dari saku Kirito, adalah seorang yang menaikkan suaranya dan bertanya tepat setelah Kirito. Kaki Lyfa nampak bengkok, dan sayapnya tiba tiba membentang yang membuatnya sedikit kehilangan keseimbangan.

“Nggak.......sama sekali nggak benar, kami hanya anggota party.”

“Tapi hubungan kalian kelihatan dekat sekali.”

“Aku mengenalnya di dunia nyata, dia adalah teman sekelasku di sekolah, nggak lebih dari itu.”

“Eh, itu pasti menyenangkan.......bermain VRMMO bersama teman sekelas.”

Mendengar Kirito mengatakan itu dengan nada iri, Lyfa memandangnya dengan sedikit mengernyit.

“Yah, ada beragam kejahatan juga........itu membuatmu teringat hal yang dinamakan pekerjaan rumah.”

“Ha ha ha, begitu.”

Mereka berjalan menuruni jalan selagi mengobrol seperti itu. Dari waktu ke waktu mereka menemui pemain Sylph lain, dan usai melihat rambut hitam Kirito mereka menampakkan ekspresi kaget, namun karena melihat Lyfa ada di sampingnya mereka memilih diam dan terus berjalan. Lyfa tak terlalu aktif, namun dia telah memenangkan turnamen pertarungan Sylvain beberapa kali, sehingga dia sangat terkenal dan populer.

Akhirnya, mereka sampai di penginapan kecil dan sederhana bernama «Lily of the Valley Pavillion». Ini adalah salah satu lokasi favorit Lyfa untuk makan karena mereka menjual hidangan yang lezat.

Saat Lyfa membuka pintu dan melihat kedalam, ia mendapati kalau toko cukup ramai oleh beberapa pemain. Karena saat ini sudah sore hari di dunia nyata, restoran akan menjadi sibuk karena para pemain akan memesan banyak minuman setelah mereka kembali dari berpetualang.

Mereka duduk berhadap hadapan di meja di dekat jendela.

“Karena aku yang mentraktirmu, pilih apa saja yang kamu mau.”

“Apa nggak apa apa?”

“Jangan makan terlalu banyak atau kamu akan menyesalinya saat sudah waktunya log out dan makan malam.”

Ujar Lyfa sambil melihat beberapa hidangan lezat yang terdaftar pada menu.

Fenomena ini sangat aneh. Entah kenapa kalau kau makan di ALO itu akan memproduksi kesan palsu berupa perut kenyang, dan perasaan ini tak segera menghilang bahkan ketika kembali ke dunia nyata. Bagi Lyfa, salah satu pesona VRMMO adalah dia bisa memuaskan selera makanan manisnya tanpa harus mencemaskan kalori. Dia harus berhati hati untuk tak makan terlalu banyak karena ibunya pasti akan marah kalau dia tak makan apa apa.

Menderita oleh kekurangan nutrisi atau memakai efek ini untuk diet sangatlah buruk. Bahkan sesekali terdapat berita, bahwa terdapat sejumlah pemain yang begitu kecanduan dengan Game sampai mereka lupa makan dan menderita kekurangan gizi sampai setengah mati.

Akhirnya, Lyfa menunjuk menu dan memesan tart buah bavarian. Kirito memesan sepotong pie buah dan sebotol wine berbumbu, dan yang mengejutkan, Yui memesan biskuit keju. Pelayan NPC segera membawakan pesanan kami ke meja dan mengaturnya di depan kami.

“Juga, sekali lagi, terima kasih karena sudah menolongku.”

Mendentingkan gelas wine hijau misterius dengan Kirito, Lyfa meminum segelas penuh cairan dingin dan itu terasa menyejukkan kerongkongan keringnya. Kirito juga meminum gelasnya dalam satu tegukan, tertawa dengan malu dan berkata:

“Oh iya, ada sesuatu yang mau kutanyakan........apa kita sedang dalam kondisi berperang? Apa tipe kelompok PK semacam itu umum?”

“Ah, sejak awal hubungan diantara Salamander dan Sylph sudah buruk. Wilayah kami saling diperebutkan dan kami biasanya berkompetisi untuk mencari sumber daya di wilayah netral yang sama. Maka dari itu, persaingan ketat ini semakin memburuk dan akhirnya kedua ras saat ini dalam kondisi berperang. Namun, PK terorganisir semacam itu hanya terjadi baru baru ini. Aku yakin kalau mereka akan menyerang World Tree dalam waktu dekat.”

“Oh iya, aku mau tanya padamu tentang World Tree.”

“Ah iya, kamu mengatakan hal itu sebelumnya. Tapi kenapa kamu begitu ingin tahu?”

“Aku ingin menuju puncak World Tree.”

Kaget, Lyfa memandang Kirito dan menatap lekat lekat wajahnya. Tatapan serius di matanya menandakan kalau ia tidak bercanda.

“Itu memang hal yang semua pemain inginkan, setidaknya itulah menurutku. Itu adalah quest utama dalam Game ALO.”

“Kenapa begitu?”

“Kamu tahu kalau ada batas waktu untuk kamu bisa terbang, kan? Tak peduli ras manapun itu, waktu penerbangan hanya sekitar 10 menit. Namun, ras pertama yang berhasil mencapai «City in the Air» di puncak World Tree akan mampu menemui Raja Peri «Oberon» dan akan terlahir kembali sebagai ras yang lebih tinggi, «ALF». Ras peri ini tak memiliki batas waktu penerbangan, dan akan bebas untuk terbang mengarungi langit, selamanya kalau mereka mau.”

“....begitu......”

Kirito menggigit pie buahnya dan mengangguk.

“Itu memang cerita yang mengesankan. Apa kamu tahu metode untuk bisa sampai ke puncak World Tree?”

“Didalam World Tree, akar akarnya membentuk kubah raksasa. Terdapat pintu masuk ke Kota Udara di puncaknya, namun untuk mencapai pintu masuk itu kamu harus melewati semua pasukan NPC penjaga. Sampai sekarang, banyak kelompok telah mencoba melewati kubah itu, namun mereka semua dengan cepat dikalahkan. Salamander saat ini adalah ras yang paling kuat, mereka juga memiliki banyak simpanan uang, dan mereka juga yang paling banyak memperdagangkan perlengkapan dan item. Kupikir mereka akan jadi ras pertama yang berhasil mencapai puncak World Tree.”

“Apa semua penjaga disana sangat kuat?”

“Amat sangat kuat. Pikirkan sekali lagi, ALO mulai mengudara sekitar setahun lalu. Jenis quest macam apa yang tak bisa kamu selesaikan dalam satu tahun?”

“Itu pasti.......”

“Faktanya, tak berapa lama sebelumnya, sebuah informasi ALO terkenal di web site meluncurkan sebuah petisi, yang meminta agar RECTO Progress menyetel ulang keseimbangan dalam Game.”

“Wow, dan lantas?”

“Tentu saja, mereka memberi jawaban biasa. ‘Game ini telah dioperasi dengan keseimbangan yang sesuai’ bla bla bla. Belakangan ini, bahkan ada opini kalau World Tree tak bisa ditaklukkan menggunakan metode saat ini.”

“Mungkin ada beberapa poin kunci dalam quest ini yang belum diketahui, atau tidak mungkinkah untuk menaklukkan World Tree hanya dengan satu ras?”

Tangan Lyfa, yang memasukkan tart ke mulutnya, mendadak berhenti, sambil menembakkan tatapan tajam pada Kirito.

“Oh, idemu bagus juga. Kalau kita melewatkan sebuah Quest, kita tinggal mencari poin kuncinya. Tapi pertanyaan keduamu itu mustahil.”

“Mustahil?”

“Ada sesuatu yang salah dengan opinimu. ‘Hanya ras pertama yang berhasil sampai’. Apa kamu pikir beberapa ras akan bekerja bersama untuk menaklukkan World Tree dengan poin seperti itu?”

“Berarti maksud kamu adalah.........mustahil untuk bisa mencapai puncak World Tree?”

“Kupikir begitu. Apalagi, masih ada banyak quest quest lain, seperti menguasai skill sampai meningkatkan produksi item, dan masih banyak yang lain. Tapi, aku takkan menyerah, atau kita tak akan pernah tahu kebahagiaan dari penerbangan sejati. Jadi, meski perlu bertahun tahun, aku pasti........”

“Tapi, itu terlalu lama.”

Kirito berujar dengan nada sunyi. Lyfa terkejut oleh keputusasaan dalam suara itu dan menatap Kirito. Ia mendapati alisnya kusut dan giginya bergeretak begitu keras sampai seluruh tubuhnya bergetar.

“Papa........”

Memegang biskuit keju di kedua tangan dan mengigit kecil kecil, si pixie berhenti makan dan meletakkan makanannya. Kemudian dia terbang untuk duduk di bahu Kirito, dan memegang lehernya untuk menghiburnya. Akhirnya, ketegangan sedikit surut dari tubuh Kirito.

“......Maaf sudah mengejutkanmu.”

Ujar Kirito dengan nada rendah.

“Tapi aku........aku benar benar harus mencapai puncak World Tree.”

Mata gelap yang bersinar dengan brilian seperti pedang yang dipoles itu menatap mata Lyfa, jantung Lyfa mulai berdegup kencang di dadanya. Lyfa meneguk winenya untuk sedikit menenangkan diri dan berkata:

“Kenapa kamu harus berbuat sejauh itu?”

“Aku sedang mencari seseorang.”

“Apa maksudmu?”

“Itu sesuatu yang tak bisa kujelaskan dengan sederhana.”

Kirito tersenyum pada Lyfa, namun matanya menampakkan keputusasaan mendalam. Dimana aku pernah melihat mata seperti itu sebelumnya?

“Lyfa......makasih, pelatihanmu sudah banyak menolongku. Terima kasih sudah mentraktirku. Aku senang kamu orang pertama yang kutemui disini.”

Lyfa tanpa sadar menggenggam pergelangan tangan Kirito saat dia berdiri.

“Hei, tunggu sebentar.......apa kamu memang berniat menuju ke World Tree?”

“Ya, ini sesuatu yang harus aku saksikan dengan mataku sendiri.”

“Itu gila, kalau kamu melakukan itu. Tempat itu sangat jauh. Juga ada banyak monster kuat dari sini hingga World Tree. Aku tahu kalau kamu kuat, tapi.......”

Oh, dia berpikir sejenak dan ucapan itu kemudian meluncur dari mulutnya.

“Kalau begitu, aku juga akan mengajakmu kesana.”

“Oh?”

Mata Kirito terbuka lebar lebar.

“Nggak, tapi, aku tak seharusnya merepotkan orang yang baru saja kutemui.......”

“Ya, aku sudah melewati gerbang keputusan!”

Lyfa memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan pipinya yang menjadi panas. Dalam ALO, karena terdapat sayap untuk terbang, jenis perpindahan seketika yang lain tidak ada. Sehingga, bepergian ke pusat dunia, World Tree, dan ibukota ALfheim, «Aarun» tak ubahnya bepergian di dunia nyata. Lebih jauh lagi, menawarkan bepergian dengan pria muda yang baru dia temui beberapa saat lalu, ini adalah sesuatu yang bahkan Lyfa anggap sangat luar biasa.

Tapi—kenapa.......aku hanya merasa tak bisa membiarkannya sendiri.

“Apa kamu akan ada disini besok?”

“Oh.....iya.”

“Kalau begitu jam 3 sore. Aku harus pergi sekarang. Kalau kamu mau log out, maka pakailah kamar di «Lily if the Valley Pavilion». Kalau begitu, sampai jumpa besok.”

Setelah itu, Lyfa membuka menu dengan mengibaskan tangan kanannya. Sebagai Sylph, dia bisa segera log out dari tempat manapun di dalam teritori ini, sehingga dia menekan tombol log out.

“Ah, tunggu!”

Kirito mengangkat kepalanya untuk menghadap Lyfa dan berkata dengan senyum:

“Terima kasih.”

Lyfa juga tersenyum dan mengangguk, kemudian dia menekan tombol OK. Dunia terselimuti oleh warna warna pelangi, kemudian menjadi gelap. Tubuh Lyfa perlahan pudar, hanya panas di wajahnya dan degup jantungnya yang sampai ke dunia nyata.


Ia perlahan membuka matanya.

Poster familiar yang melekat di langit langit kamarnya memasuki bidang pandangnya. Ini adalah screenshot diperbesar yang sudah ia cetak. Poster itu menampilkan langit tiada batas, burung yang terbang bebas, dan gambar tengah seorang gadis peri terbang dengan rambut panjang dikuncir kuda.

Kirigaya Suguha mengangkat tangannya ke kepalanya dan melepas helm Amusphere. Dengan hanya dua cincin keamanan di setiap sisinya mesin itu nampak lebih rapuh dibandingkan generasi pertamanya, Nerve Gear, nampaknya sangat mewah bagi banyak orang, namun juga memberi kesan lebih kecil sebagai mesin pengikat.

Biarpun dia sudah kembali ke dunia nyata dari dunia palsu, pipinya tak menunjukkan tanda mendingin. Suguha duduk di atas ranjang, tangannya mencubit pipinya, dan sebuah teriakan menggema di kedalaman hatinya.

......Wuwa!

Sudah terlambat sekarang, ia merasakan rasa malu yang teramat sangat oleh tindakannya, dan semakin menyadari betapa beraninya ia saat itu. Sebelum dia mulai bermain, teman sekelasnya, Nagata Shinichi a.k.a. Recon, memberitahunya kalau selama dia bertransformasi menjadi Lyfa, keberaniannya akan meningkat lima puluh persen. Dia tak pernah menduga kalau hal itu akan menuntun pada kebiasaan ekstrim yang ia tampilkan hari ini. Suguha merasa tersipu untuk sesaat, sambil menendang nendang dengan kedua kakinya.

Ia adalah pria muda misterius. Bukan, sebagai pemain tak mungkin mengetahui usianya, namun intuisi Suguha memberitahunya kalau usia mereka hanya sedikit berbeda. Namun pria itu secara mengejutkan memiliki pembawaan sangat tenang, dan tak ada kebiasaan jahat atau kata kata nakal, jadi dia semakin merasa tak yakin.

Bukan hanya karakternya sangat menawan, namun dia juga sangat kuat. Begitu kuatnya sampai kalau mereka bersilang pedang, dia pasti akan kalah telak. Dalam satu tahun masa bermainnya, ia adalah orang pertama yang Suguha temui yang bersikap seperti itu. Suguha melafalkan namanya:

“Kirito-kun, hmmm.”


Aku ingin melihatnya sendiri, dunia ilusi itu, pikir Suguha untuk yang pertama kalinya setahun setelah insiden SAO.

Sebelum itu, bagi Suguha, Game VRMMO ia anggap terkutuk, karena sudah merebut kakaknya, ia tak memiliki kata kata yang bisa mengungkapkan kemarahannya. Namun saat memegang tangan Kazuto di bangsal rumah sakit dan mencoba mengingat ucapan dan memori tentang dia, rasa penasaran muncul tentang hal macam apa yang membuat Kazuto begitu tertarik sampai berakhir dalam kondisi seperti ini. Dia ingin tahu lebih banyak tentang Kazuto—karena pemikiran itu ia memutuskan untuk melihatnya sendiri, karena dia menganggap kalau itulah satu satunya cara untuk mempersempit celah antara dia dan kakaknya.

‘Aku ingin Amusphere’. Pinta Suguha pada Ibunya. Midori menatap Suguha dan mengangguk perlahan ‘Tapi hati hatilah memakainya dan jangan memakainya terlalu berlebihan dan perhatikanlah kesehatan tubuhmu’ Ujar Ibunya, sambil tertawa.

Esok harinya, sepanjang istirahat siang, ia mendapati dirinya berdiri di depan Nagata Shinichi. Ia adalah seseorang yang dikenal sebagai maniac dan merupakan Gamer terbaik di kelasnya. Suguha mendatangi mejanya dan memintanya datang ke atap sekolah. Pada saat itu seluruh kelas dicekam kebisuan, hanya untuk pecah oleh suara suara keras.

Di atas atap, Suguha menatap Nagata Shinichi yang matanya bersinar dalam harapan sambil membeku berkata ‘Aku ingin kamu mengajariku cara bermain VRMMO’. Nagata mendengar ini dan membuat semua macam wajah komikal selama beberapa detik, kemudian bertanya apa yang Suguha ingin tahu.

Suguha tak bisa mengorbankan terlalu banyak waktu belajar dan latihan kendonya. Usai mendengar ini, Nagata berkata ‘Jadi, sesuatu yang nggak terlalu menyita waktu dan bergantung pada skill pemain kan?’ dan sejumlah pertanyaan lain. Yang ia rekomendasikan adalah ALfheim Online.

Dia tak mengetahui Nagata akan mulai bermain ALO dengannya. Namun, karena semua pelajaran melelahkan darinya, Suguha berhasil beradaptasi dalam Game dengan kecepatan menakjubkan, dan dia mendapati kalau dia sangat handal dalam bermain Game. Ada dua alasan untuk ini:

Alasan pertama adalah bahwa Suguha terus berlatih kendo selama bertahun tahun dan skill yang ia pelajari darinya sangat efektif dalam pertempuran di SAO.

Secara umum, pertarungan diantara pemain tak ikut menghitung hindaran. Umumnya, pemain hanya menyerang musuh dan menyerangnya secara bergiliran, dan ini akan terus berlanjut sampai salah satu pemain tak bisa bertarung lagi atau mati. Namun Suguha, karena latihan panjangnya, bisa dengan mudah menghindari atau menangkis serangan yang diarahkan padanya. Tentu saja, serangan kuatnya juga dihitung.

Untuk tambahan, ALO bukan Game berbasis level. Sehingga meski ia logging lebih sedikit dari kebanyakan pemain berpengalaman, ia mampu menandingi sejumlah petarung terbaik dalam ALO. Faktanya, parameter numerik Lyfa hanya rata rata dan lebih rendah dari kebanyakan pemain lama, namun karena ALO adalah sistem yang berbasis skill, ia dianggap sebagai salah satu pemain Sylph terkuat.

Alasan kedua Suguha memainkan ALO adalah kemampuan untuk terbang yang sangat unik pada Game ini.

Suguha masih mengingat saat pertamakalinya ia berhasil menguasai Voluntary Flight, sensasi itu sangat sulit dilupakan.

Suguha sering terdorong dengan batasan fisik dalam pertandingan kendo, ingin bergerak lebih cepat, menyerang lebih kuat, dan melaju lebih jauh. Karena itu saat dia berhasil menguasai Voluntary Flight, dan mampu terbang dan memakai kedua tangannya untuk memegang pedang, saat ia mampu menampilkan jurus tikaman jarak ultra-panjang, ia merasakan kenikmatan yang tak terjelaskan. Disamping ini, melakukan melakukan selaman curam atau terbang dengan kawanan burung juga sangat menarik baginya.

Bagi Recon yang memiliki masalah penerbangan, ia menyebut Suguha “Penggila Kecepatan” dan nama nama lain. Itu mungkin karena Suguha sangat menikmati penerbangan di ALO.

Setelah satu tahun, Suguha sudah dianggap sebagai pemain VRMMO yang matang. Biarpun Suguha awalnya bermain ALO agar bisa lebih dekat dengan kakaknya, namun ia akhirnya telah jatuh cinta pada dunia virtual itu.

Dan saat Kazuto kembali, Suguha ingin berbicara padanya tentang ALO dan semacamnya, namun saat ia melihat bayangan melintasi mata Kazuto, ia tak bisa melakukan hal itu.

Insiden SAO, Suguha menganggap pengalama tragis ini mempengaruhi kecintaan Kazuto pada dunia virtual. Ia memang masih memiliki Nerve Gearnya, namun benda itu hanya tergeletak di kamarnya dengan SAO rom seperti barang hiasan.

Bagi Kazuto, insiden SAO mungkin masih belum berakhir. «Orang itu» masih belum bangun, dan dia terus tertidur.

Pemikiran itu membuat hati Suguha kacau bukan main. Seperti kemarin, dia tak ingin melihat Kazuto dalam keputusasaan tanpa akhir seperti itu, Kazuto bahkan sering menangis. Suguha ingin melihatnya tertawa lagi, untuk alasan itu, dia ingin orang itu bangun sesegera mungkin.

Pada poin ini, Kazuto sudah mencapai poin dimana tangan Suguha tak lagi bisa mencapai hatinya.

Sekarang, mereka lebih seperti adik dan kakak kandung. Kalau memang begitu, Suguha berharap agar tak pernah menyadari perasaan sejatinya. Perasaannya untuk memiliki Kazuto bagi dirinya sendiri takkan pernah terwujud.

Berbaring di ranjang, mengamati poster ALfheim, Suguha bertanya tanya kenapa manusia tak memiliki sayap di dunia nyata. Kenyataannya, kalau kita bisa terbang bebas di langit, mungkin akan ada cara meluruskan benang kusut yang mengikat hatinya.


* * *


Kirito duduk di kursinya sambil menatap ke arah gadis Sylph, Lyfa, yang duduk beberapa menit yang lalu dengan ekspresi sedikit bingung.

“Apa yang terjadi padanya?”

Setelah mendengar ini, Yui, yang masih duduk di bahunya, memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung dan berkata:

“Mana tahu, aku yang sekarang nggak punya kemampuan memonitor mental.”

“Hmm. Tapi aku menghargai tawarannya untuk menjadi pemandu.”

“Aku tahu petanya. Memang benar kalau potensial bertarung kita akan meningkat dengan lebih banyak orang, namun......”

Yui berdiri, meletakkan wajahnya di telingaku, dan berkata.

“Papa, kamu tidak boleh selingkuh.”

“Nggak akan, nggak akan.”

Melihatku menggeleng kepalaku oleh peringatan itu, Yui terbang dan mendarat di meja sambil tertawa, dan mengambil biskuit yang sudah setengah dimakan dengan kedua tangannya.

“Huh, sebenarnya kamu hanya menggodaku kan?”

Kirito mengambil wine rempahnya dan meminumnya dari botol.

Namun, aku harus waspada. Aku bukannya selingkuh, dia—Lyfa hanyalah karakter dalam Game, dia mungkin punya kepribadian berbeda di dunia nyata.

Untuk waktu yang lama, dunia virtual menjadi dunia nyataku. Namun, ide tentang pembagian karakter itu sama sekali tiada berarti, kejahatan dan kebaikan itu nyata. Aku takkan bisa bertahan hidup kalau tak memikirkan tentang hal itu.

Namun masalahnya berbeda disini. Para pemain itu, dalam satu hal, agak berbeda. Mereka datang kemari dan memainkan peran berbeda beda dengan nilai berbeda beda. Para pencuri menyerang, merampok, dan membunuh namun kebalikannya, mereka tidak dihukum, namun justru dihormati.

“Susah juga, VRMMO itu.”

Kirito tanpa sadar mendesah oleh kata kata yang ia ucapkan dengan senyum pahit. Setelah meletakkan botol kosong, ia mengambil Yui yang sedang makan biskuit yang seukuran dengannya, dan meletakkannya di bahunya. Ia meninggalkan meja dan memutuskan untuk kembali ke dunia nyata.

Dalam MMORPG, terdapat konflik antara ‘kemudahan’ dan ‘keadilan’ mengenai Log Out.

Dengan kata lain, harus dirancang agar orang orang yang memiliki urusan darurat seperti janji atau harus mengurus tubuh fisiknya di dunia nyata bisa dengan cepat meninggalkan Game. Namun, di sisi lain, hal itu harus di-set up agar tak bisa digunakan untuk kabur dari situasi pertarungan atau mencegah pencurian. Untuk alasan ini, kebanyakan MMO memasang pembatasan dan syarat tertentu untuk log out. ALO bukan perkecualian, para pemain bisa Log Out dari mana saja hanya di wilayah ras mereka. Diluar itu, karakter mereka akan tetap dalam kondisi ‘tak bernyawa’ selama beberapa menit dan akan rentan oleh serangan dan pencurian.

Diluar wilayah rasmu, kalau kau menginginkan log out instan, kau harus memakai item seperti perangkat kemah atau menyewa kamar. Aku memutuskan mengikuti saran Lyfa untuk memakai lantai kedua dari “Lily of the Valley Pavillion” untuk log out.

Setelah mengecek di counter, aku memanjat anak tangga ke lantai kedua. Aku membuka pintu ruang tertentu, dan menampakkan ruangan sederhana dengan hanya satu ranjang dan sebuah meja. Itu adalah pemandangan yang memberiku rasa deja vu kuat. Sebelum aku membeli rumah di Aincrad, aku sering memakai kamar semacam ini.

Aku membuka jendela untuk merasakan udara segar. Pada poin ini aku akan mampu log out tanpa khawatir, namun pada akhirnya memilih memakai metode ‘sleep off’ untuk keluar. Jadi aku melepas senjataku dan berbaring di ranjang.

Masalah kecil terjadi saat memainkan VR Game memakai FullDive. Saat kau bermain Game FullDive, inderamu dibawa ke dunia virtual, sehingga saat kau log out inderamu dikembalikan ke tubuh aslimu. Jadi, kalau kau tiba tiba mengubah dari berdiri ke berbaring, maka akan terjadi rasa vertigo yang kuat. Pernah terjadi sebelum aku bermain SAO saat aku memakai simulator penerbangan dengan FullDive, aku berputar dengan cepat dalam nose dive, dan saat aku menekan tombol log out dan kembali ke dunia nyata, aku diserang oleh rasa vertigo yang sangat kuat dan mataku berputar dengan kencang.

Untuk mencegah gejala semacam itu lebih baik sign out dengan cara ‘sleep off’, dengan kata lain, tertidur lelap. Saat kau tertidur lelap di dunia virtual kau akan secara otomatis ter-log out dan dikirim kembali ke dunia nyata.

Aku berbaring di ranjang saat Yui selesai memakan biskuitnya dan mendarat di lantai dengan suara kepakan lembut. Usai mendarat, Yui kembali ke wujud aslinya dengan rambut hitam panjang, gaun putih salju, dan aroma menawan yang beterbangan di udara.

Yui, dengan kedua tangan disembunyikan dibalik punggungnya, menoleh padaku dan berkata.

“....Aku takkan melihatmu sampai besok kan? Papa.”

“....Maaf....padahal kita akhirnya bertemu lagi. Aku akan segera kembali....kembali menemui Yui.”

“Itu.....”

Yui berkedip kedip, dengan wajah memerah.

“Papa, sampai kamu log out bisakah kita tidur bersama?”

“Eh.”

Aku memasang senyum sadar-diri di wajahku. Aku adalah Papa bagi Yui. Sebagai AI, dia akan terus mengembangkan pengalamannya dengan terekspos pada data data baru. Jadi permintaan semacam itu tak membuatku marah, namun, sikap dan kata katanya sudah cukup untuk membuatku gugup. Tapi tetap saja, kupikir dia adalah gadis yang cantik.

“Aku paham, kamu boleh melakukannya.”

Aku mengesampingkan rasa maluku dan bergerak ke dinding untuk memberi tempat berbaring baginya. Yui, yang memasang senyum bahagia, melompat ke ranjang.

Dengan wajahnya merapat ke dadaku, aku perlahan membelai lembut rambutnya dan berbisik:

“Aku akan secepatnya menolong Asuna dan setelah itu mari membeli rumah di dunia ini juga. Apa ada rumah bagi pemain di dunia ini?”

Yui menolehkan kepalanya ke sisi dan mulai mengangguk perlahan dan berkata:

“Harganya cukup mahal, tapi memang tersedia. Serasa bagai mimpi, bagi kita bertiga, aku dan papa dan mama akan bisa tinggal bersama lagi.”

Mengingat hari hari itu, hatiku terasa seperti dijungkir balik lagi dan lagi. Jelas jelas beberapa bulan yang lalu kami masih bersama, namun sekarang aku tak punya cara apa apa untuk berkomunikasi dengannya. Seperti ini saja, memori yang jauh itu perlahan semakin bergerak menjauh—

Aku memeluk Yui erat erat, mataku perlahan menutup, dan berbisik:

“Itu bukan hanya mimpi, aku akan segera menjadikannya kenyataan.”

Karena aku terus memainkan Game begitu lama, biarpun itu hanya pengalaman virtual, otakku merasa lelah dan kelelahan menyerangku seperti martil.

“Selamat malam, Papa.”

Seiring kesadaranku perlahan memudar kedalam kegelapan hangat, suara manis Yui di sisiku terus membuatku nyaman.


Bab 3[edit]

Seekor burung tengah menyanyikan lagu yang mengisi pagi hari sambil hinggap di meja putih.

Tangan kanannya dengan perlahan menjulur, dan jemarinya yang merentang dengan lembut menyentuh bulu seperti berlian dari burung itu, dengan sekejap membuat si burung terbang tanpa suara. Burung itu terbang membentuk busur, dan mengepak jauh ke arah cahaya matahari bersinar.

Bangkit dari kursinya, ia mengambil beberapa langkah maju seolah ingin mengikuti si burung. Namun dalam sekejap, jeruji emas yang berkilau memblokir jalannya. Burung itu terus terbang menembus celah dan akhirnya bebas. Makin tinggi dan makin tinggi, lebih jauh dan lebih jauh, ia akan pergi jauh entah kemana.

Asuna hanya berdiri terpaku dan menyaksikan si burung semakin kecil dan makin kecil sampai akhirnya bersatu dengan warna langit, dan ia perlahan kembali ke kursinya dan duduk.


Meja dan kursi, dibangun di atas marmer putih bersih, terasa dingin dan keras. Disamping kursi dan meja terdapat ranjang mewah dengan warna putih yang sama. Furnitur itu adalah satu satunya benda di “kamar” ini, kalau kau bisa menyebutnya seperti itu......

Lantai tertutupi oleh keramik yang juga bersinar putih. Berjalan dari satu sisi ke sisi lain hanya perlu dua puluh langkah, namun ruangan bundar ini juga dikelilingi oleh dinding yang terbentuk oleh jeruji emas berkilau. Tiang tiang di dalam sangkarnya dibuat terpisah cukup lebar sehingga Asuna bisa masuk ke dalamnya, namun sistem membuat kabur menjadi mustahil.

Tiang tiang emas yang saling bersilangan memanjang ke atas, dan melengkung membentuk kubah. Cincin besar memanjang dari bagian atas kubah, dan cabang pohon yang gemuk menembus diantaranya untuk mendukung seluruh struktur. Cabang itu memanjang ke angkasa dan merupakan bagian sebuah pohon raksasa.

Dengan kata lain, ruangan aneh ini sebenarnya adalah sangkar. Itu adalah sangkar burung dengan skala tak terbayangkan, namun tempat dimana bahkan burung bisa bebas masuk dan keluar. Satu satunya orang yang menghadapi kesulitan seorang tahanan adalah Asuna. Sehingga, tempat ini bisa disebut penjara.

Ruangan itu nampak mewah, elegan, dan indah, namun merupakan penjara pohon yang sangat dingin.


Sekitar enam puluh hari telah berlalu sejak Asuna terbangun di tempat ini. Tapi, entah angka itu benar atau tidak. Tak ada yang bisa dipakai untuk menulis di tempat ini. Hari hari itu juga sepertinya lebih singkat dari dua puluh empat jam. Meskipun demikian, jam internalnya membuatnya terbangun tak peduli siang atau malam.

Setelah bangun, dia akan menanyai dirinya berapa hari telah berlalu, namun belakangan, dia bahkan tak bisa meyakini jumlahnya. Sejauh yang dia tahu, dia mungkin sudah mengulangi hari yang sama beberapa kali, atau beberapa tahun telah berlalu. Makin lama dia terjebak disini, makin banyak memori yang ia luangkan dengan «dia» yang memudar.

Waktu itu.........

Ketika Aincrad runtuh, dunia terselimuti dalam ledakan cahaya. Sebelum lenyap, Asuna dan Kirito saling berpegangan bersama dan menunggu sampai momen mereka kehilangan kesadaran.

Ia tak merasakan takut. Ada keyakinan kalau dia sudah melakukan apa yang harus dia lakukan dan menjalani hidup tanpa apapun untuk disesalkan. Lenyap bersama dengan «dia» adalah akhir yang ia syukuri, Pikir Asuna saat itu.

Terselimuti dalam cahaya jiwa mereka yang saling bertautan, tak masalah meski tubuh mereka lenyap.

Saat kehangatannya lenyap, Asuna dalam sekejap dikelilingi oleh kegelapan. Ia mengulurkan tangannya, berusaha keras meneriakkan namanya. Namun ia menjadi terjebak dalam arus tanpa akhir yang semakin menyeretnya ke dalam kegelapan. Kemudian terdapat kilatan cahaya bertubi tubi. Tanpa memahami kemana dia dipindahkan, Asuna berteriak keras keras. Akhirnya, cahaya berwarna pelangi muncul di hadapannya. Cahaya warna warni membentang di hadapannya, dan ia jatuh ke tempat ini.


Menggantung di dinding dan menyokong ranjang bergaya Gothic adalah cermin raksasa. Tercermin disana adalah bentuk yang sedikit berbeda dari yang ia kenal. Wajahnya, dan rambut kastanyenya, sama seperti sebelumnya. Namun dia mengenakan gaun putih sepotong yang tipis yang ia anggap sangat rapuh. Didekorasi di atas gaunnya, tepat di atas dadanya adalah pita berwarna merah darah. Rasa dingin yang menusuk kaki telanjangnya memberitahunya kalau lantai terbuat dari pualam. Ia tak memiliki senjata apapun di punggungnya, namun substansi transparan misterius membentang dari punggungnya dalam bentuk sayap. Mereka lebih mirip sayap serangga ketimbang burung.

Awalnya, dia berpikir kalau dia telah mendatangi kehidupan setelah mati. Tapi sekarang, dia paham kalau itu salah besar. Meski dia telah mencoba melambaikan tangannya, dia tak mampu membuka jendela menu. Ini bukan Aincrad namun dunia ilusi yang baru, penjara virtual buatan komputer. Asuna telah terpenjara di tempat ini karena kejahatan seseorang.

Karena ini masalahnya, ia tak bisa membiarkan dirinya dikalahkan. Pikirannya menolak untuk kalah oleh kejahatan orang itu. Dengan mengingat ini, Asuna menahan semua rasa kesepian dan kecemasan setiap berlalunya hari. Namun sekarang, keyakinannya mulai runtuh. Keputusasaan perlahan menyerbu ke dalam hatinya.

Asuna duduk di atas kursi dingin dengan tangan dilipat di atas meja, dan ia merasakan kegelisahan di hatinya seiring ia terus memikirkan «dia».

‘Cepat.....cepatlah datang dan selamatkan aku, Kirito-kun......’


“Itu ekspresi yang sangat indah, Titania.”

Tiba tiba sebuah suara terdengar dari dalam sangkar burung.

“Itu wajah seseorang yang hampir menangis. Aku ingin membekukan ekspresi itu, dan membuat dekorasi darinya.”

“Kalau begitu lakukanlah.”

Ujar Asuna, menolehkan kepalanya ke arah datangnya suara.

Dari sudut sangkar emas dan ke arah pohon raksasa yang dikenal dengan «World Tree» terdapat pintu. Pintu itu terbuka dan menampakkan anak tangga yang diukir dari cabang pohon lain yang menjembatani jarak diantara sangkarnya dan batang pohon.

Pintu terbuka dan menampakkan seorang lelaki jangkung.

Rambut emas bergelombangnya tergerai dari bawah mahkota perak bundar di atas kepalanya. Ia berdandan dalam mantel sutra hijau nan mewah yang didekorasi dengan sulaman perak. Seperti Asuna, dia juga memiliki sayap. Namun sayapnya tidak transparan; lebih seperti kupu kupu raksasa. Keempat bagian sayapnya beralih dari warna beludru hitam dan hijau emerald.

Wajahnya memiliki keindahan yang kemungkinan buatan. Dengan dahi lembut, hidung langsing panjang, dan mata dengan iris berwarna sama dengan pola sayapnya, ia sangat tampan. Namun, bibir tipisnya, berkerut dalam ekspresi penuh penghinaan dan terdistorsi oleh senyum yang membenci segalanya, benar benar menghancurkan keindahan wajahnya.

Saat Asuna melihat lelaki ini, dia memalingkan wajahnya seolah dia baru melihat hal menjijikkan. Ia berujar dengan nada datar:

“....Kau bisa melakukan apapun sesukamu sebagai administrator sistem. Lakukan sesukamu.”

“Mengatakan hal kejam seperti itu lagi. Sejauh ini, pernahkah aku memaksakan diriku padamu, Titania?”

“Kau masih bisa mengatakan itu setelah mengunciku di dalam sini? Hentikan nama aneh itu; aku adalah Asuna, Oberon, bukan Sugou-san.”

Asuna menatap perwujudan Sugou Nobuyuki saat ini, yakni «Raja Peri Oberon». Namun kali ini, dia tak memalingkan wajahnya dan mengembalikan pandangannya dengan tatapan kuat.

Menyudutkan bibirnya dengan ekspresi jijik, Oberon tanpa peduli berkata.

“Cepat bangun. Di dunia ini, aku adalah Oberon sang Raja Peri, dan kau sang Ratu Titania. Kita adalah kecemburuan para pemain, master dari ALfheim, dan kau suatu saat pasti membuka hatimu padaku......sebagai pasanganku.”

“Tak peduli berapapun lamanya kau menanti, sia sia saja. Satu satunya hal yang akan kuberikan padamu adalah kebencian dan penghinaan.”

Sword Art Online Vol 03 - 159.jpg

“Aduh aduh, keras kepala sekali.”

Oberon perlahan mengulurkan tangan kanannya ke sisi wajah Asuna, sambil tertawa.

“Ini.....aku merasa kalau hari hari ini......”

Dia mencoba membuat Asuna menghadapnya, namun Asuna membuang wajahnya.

“Kalau begitu, mungkin bagus untuk membuatmu patuh dengan paksa. Seperti itu pasti akan lebih menyenangkan.”

Wajah Asuna tercekat oleh cengkeramannya, dan jemari di tangan kirinya mendekat dengan perlahan, menyentuh pipinya sambil perlahan menggerakkan jarinya ke bibirnya. Punggung Asuna terasa bergidik oleh perasaan menjijikkan ini.

Mata Asuna terisi oleh rasa jijik, dan ia menggertakkan giginya dan mengencangkan bibirnya membentuk garis tipis. Jemari Oberon terus menerus meluncur sepanjang bibirnya sebelum perlahan turun ke lehernya. Saat akhirnya mencapai dadanya, jarinya mencengkeram pita merah. Sambil menikmati rasa takut dan malu Asuna, tangannya menarik bagian ujung pita, dan perlahan, perlahan menarik......

“Hentikan!”

Tak mampu menahan sentuhannya lebih banyak lagi, suara Asuna akhirnya meluncur dari bibirnya.

Mendengar suaranya, Oberon masih mencoba merayunya, namun dia akhirnya melepas jarinya dari pita. Ia mengayun ayunkan jarinya sebelum dia berbicara dengan tertawa:

“Cuma bercanda. Bukankah sudah kusebutkan? Aku takkan memaksamu. Pokoknya, kalau waktunya telah tiba, kau pasti akan memohon padaku. Itu hanya persoalan waktu.”

“Sungguh bodoh! Apa kau pikir itu akan benar benar terjadi!?”

“Apa kau yakin kalau aku ini bodoh? Tak lama lagi kau akan menerima perasaanku, Titania.”

Oberon menempatkan kedua tangannya di meja dan bersandar ke belakang dengan santai. Menampakkan seringai berbayang bayang, ia menatap ke arah luar sangkar burung.

“Kau melihat belasan dari ribuan orang dive in kemari dan menikmati permainan di dunia yang luas ini. Tapi sayang, mereka tak sadar apa apa. Sistem «FULLDIVE» tak dikembangkan hanya untuk industri hiburan.”

Oleh ucapan tak terduga ini, Asuna menjadi terdiam. Oberon membuka tangannya lebar lebar dalam gaya teatrikal.

“Aku tak bercanda! Game ini hanyalah produk murahan. Antar muka mesin FullDive, dengan kata lain Nerve Gear dan Amusphere, memiliki cakupan terbatas, sehingga sinyal elektronik memfokuskan peran di lapisan sensori otak untuk memberi ilusi dari sinyal lingkungan. Tapi apa yang terjadi ketika “pembatas” itu dicabut?”

Mata hijau Oberon penuh oleh kejahatan dan ambisi tersembunyi. Asuna secara insting bergidik dalam ketakutan.

“.....Itu adalah, fungsi otak diluar proses sensori termasuk pikiran, emosi, dan memori. Tanpa pembatas, itu semua bisa dikendalikan!”

Kegilaan semacam itu dari Oberon membuat Asuna membisu. Setelah bernafas beberapa kali, ia akhirnya berhasil menekan suaranya keluar.

“Hal, hal semacam itu seharusnya tak diizinkan......”

“Siapa yang ‘takkan mengizinkannya’? Tipe penelitian semacam ini sudah diselenggarakan di banyak negara. Namun, studi semacam itu memerlukan subjek manusia untuk melakukan eksperimen. Juga, yang seorang pikirkan hanya bisa dideskripsikan dengan kata kata.”

Oberon mengeluarkan tawa gila dan melompat dari meja, dan setelah memperbaiki posisinya, berjalan ke arah Asuna.

“Ada banyak proses individual dalam fungsi otak yang lebih tinggi, jadi sangat diperlukan subjek manusia dalam jumlah besar. Namun, karena ini adalah rekaman kebiasaan otak, hal itu memerlukan tes berulang ulang, dan eksperimen manusia itu dilarang. Karena itu studi ini berkembang sangat lamban. Namun pada suatu hari, saat aku menonton berita, aku menemukan cara untuk mendapatkan subjek yang kuperlukan, yakni sepuluh ribu orang!”

Rambut di leher Asuna berdiri sampai batasnya. Oberon tak harus mengatakannya; Asuna sudah bisa membayangkan apa yang dia akan ucapkan.

“Kayaba-senpai......dia memang jenius, tapi dia juga tolol. Dia jelas jelas punya kemampuan, tapi dia hanya fokus membuat dunia Game. Bahkan, server SAO buatannya sama sekali tak bisa disentuh. Namun momen ketika para pemain dibebaskan, aku mampu mengambil alih dunia menjadi milikku dengan meng-hack kedalamnya melalui router; itu sangat gampang.”

Membuat gerakan seolah ia tengah memegang obor, sang Raja Peri mengacungkan tangannya dan memutarnya, seolah dia hendak meminum wine tak kasat mata.

“Tapi, menunggu Game selesai itu memang lama. Tapi meskipun aku tak bisa mendapatkan semua orang, aku berhasil mendapat 300 subjek tes. Kenyataannya, tak ada fasilitas yang bisa menyimpan orang orang sebanyak itu, namun dunia virtual memiliki ruang yang lebih dari cukup!”

Oberon terus berkoar koar tentang ilusinya. Sejak awal, Asuna sudah membencinya karena karakternya ini.

“Berkat 300 pemain dari server SAO, penelitian kami mencapai perkembangan pesat dalam hanya dua bulan! Menyusupkan objek baru kedalam memori, teknik untuk menginduksi memori......teknologi ini telah mulai menampakkan hasil. Manipulasi jiwa – benar benar menakjubkan!”

“Studi semacam ini......apa kau pikir ayahku akan mengizinkannya?”

“Tua bangka itu tak tahu apa apa, tentu saja. Ini studi yang dilakukan tim sangat kecil dan memiliki rahasia absolut. Jika tidak akan menjadi komoditas yang hebat.”

“Komoditas.....?”

“Sebuah perusahaan Amerika saat ini sedang meneteskan air liur sambil menunggu studi ini selesai. Aku berniat menjual teknologi ini dengan harga mahal. Pokoknya, itu semua akan dimiliki oleh RECTO, dan RECTO suatu saat akan menjadi milikku.”

“...”

“Aku akan segera menjadi bagian keluarga Yuuki. Pertama, sebagai putra adopsi, aku akan layak menjadi penerus RECTO. Soal menikahimu, itu hanya sandiwara. Kupikir bukan ide yang buruk kalau kita mengadakan upacara pernikahan disini juga.”

Rasa jijik membuat rasa dingin mengalir di tengkuk Asuna, dan ia dengan perlahan namun pasti menggeleng kepalanya.

“Itu satu hal yang sama sekali takkan kubiarkan. Suatu hari aku akan kembali ke dunia nyata, dan akan kuhancurkan semua kelicikanmu.”

“Ya ampun, kau masih belum paham juga. Aku terus berbicara dengan bebas hanya karena kau akan segera melupakan itu semua! Yang tersisa adalah......”

Oberon mendadak berhenti; ia memiringkan kepalanya dan terdiam. Kemudian, mengguncang tangan kirinya untuk membuka jendela menu, ia menoleh ke arahnya dan memberi instruksi.

“Aku datang sekarang; tunggu instruksiku.”

Jendela menu menghilang, dan dia menoleh balik pada Asuna dengan seringai.

“Waspadalah. Karena hari kau jatuh cinta padaku sudah semakin mendekat. Entah kau menyerah sekarang, atau aku mengubah otakmu menjadi panggung salah satu eksperimenku. Jadi lain kali kau menemuiku, tolong lebih patuhlah, Titania.”

Setelah membelai rambut Asuna seolah dia adalah kucing, Oberon berbalik.

Dengan kepala menunduk, Asuna tak melihat kepergian Oberon. Pikirannya terus mengulangi kata kata terakhir Oberon dan horor yang ditimbulkannya.

‘Klik!’ menggema sepanjang ruangan saat pintu itu mengunci dirinya sendiri, sekali lagi hanya menyisakan kesunyian.


* * *


Setelah berganti kembali ke seragamnya, Suguha meninggalkan ruang klub kendo. Hembusan angin menyegarkan membelai pipinya saat dia berjalan diantara bangunan sekolah dengan pedang bambunya dipegang dengan longgar di tangannya.

Saat ini jam setengah satu, tapi karena kelas jam kelima sudah dimulai, sekolah menjadi sangat sunyi. Pada saat ini, siswa kelas satu dan dua berada di ruang kelas, namun siswa kelas tiga bisa dengan bebas memilih kapan untuk mengikuti kelas sampai mereka mulai berfokus pada latihan ujian untuk ujian masuk SMA. Hanya orang orang seperti Suguha, yang sudah memiliki rekomendasi, bisa berjalan kemana mana.

Ia memiliki banyak waktu santai, namun para siswa yang seangkatan dengannya sering mengatakan ucapan sindiran saat mereka bertemu. Suguha sebenarnya tak datang ke sekolah tanpa alasan. Guru kendonya adalah instruktur yang ketat namun berhati lembut. Ia sangat mempedulikan murid murid tercintanya, yang telah mendapat rekomendasi ke beberapa sekolah top. Tetap saja, Suguha terus datang ke sekolah setiap hari demi mengikuti pelatihan ketatnya.

Menurut dia, Suguha belakangan memiliki kebiasaan halus. Setelah mendengar ini, Suguha berpikir apa yang mungkin menyebabkannya. Itu mungkin karena dia memasuki dunia ALfheim dan berlatih dalam pertempuran udara setiap hari, meski hanya untuk waktu singkat.

Namun, Guru itu tak pernah berkata kalau itu membuat Suguha memburuk atau memberinya lebih banyak kesulitan. Dan hari ini, dia bahkan mampu mendapat dua poin dari pembimbing laki laki 30 tahun itu, yang merupakan salah satu praktisi kendo peringkat tertinggi di negeri ini.

Dia tak tahu kenapa, tapi belakangan ini dia sepertinya bisa membaca serangan lawannya dengan lebih mudah. Kapanpun dia menghadapi musuh kuat, sarafnya akan menegang, dan aliran waktu sepertinya melambat dan membuat segalanya menjadi lebih menegangkan.

Dia mengingat insiden beberapa hari yang lalu saat dia latih tanding dengan Kazuto. Pada saat itu, dia berhasil mengelak dari salah satu serangan terbaiknya, yang mana sulit dihindari oleh orang kebanyakan. Respon secepat itu seolah olah dia mengalami pengalaman dengan tingkat yang sama sekali berbeda dari Suguha. Mungkin, Suguha tiba tiba berpikir, kalau pengalaman FullDive bisa mempengaruhi tubuh fisik.

Ia menjadi pusing sendiri sambil berjalan ke arah rak sepeda sampai seseorang tiba tiba memanggilnya dari bayangan.

“Lyfa-chan.”

“Appa....!”

Suguha melompat selangkah ke depan karena kaget. Lelaki yang agak kurus dan mengenakan kacamata telah muncul di depannya. Dia dan Recon memiliki karakteristik sama yakni menurunkan alis saat sedang kacau, tapi saat ini, sudut alisnya bahkan menjadi lebih miring.

Suguha meletakkan tangan kanannya di pinggangnya dan berbicara dengan sedikit desahan.

“Jangan panggil aku saat berada di sekolah!”

“M....maaf, Suguha-chan.”

“Itu......”

Suguha memakai satu tangan untuk melepas penutup bungkus pedang bambunya sebelum melangkah ke depan. Si anak laki laki itu hanya menunjukkan senyum tak berdaya dan dengan cepat menggeleng kepalanya.

“Oke, maafkan aku, Kirigaya-san.”

“Ada apa, Nagata-san?”

“Aku perlu berbicara denganmu; adakah tempat dimana kita bisa berbicara dengan santai?”

“Disini juga bagus.”

Shinichi Nagata membuat wajah menyedihkan dan menjatuhkan bahunya.

“Juga, kamu kan sudah mendapat rekomendasi, kenapa kamu masih datang ke sekolah?”

“Ah, Sugu – Kirigaya-san, aku mau bicara denganmu. Aku sudah menunggu disini sejak pagi.”

“Gah! Kamu punya banyak waktu rupanya.”

Suguha mengambil satu langkah mundur dan berlutut di kebun bunga yang agak tinggi.

“Apa yang kamu ingin bicarakan?”

Nagata Shinichi duduk dan, mempertahankan jarak tertentu dari Suguha, berkata:

“Sigurd dan yang lain ingin berburu besok siang. Ada beberapa gua bawah air, jadi para Salamander jarang datang kesana.”

“Kan sudah kubilang, aku lebih suka bicara soal berburu lewat e-mail. Yang jelas, maaf, tapi aku nggak bisa ikut serta untuk sementara waktu.”

“Eh....eh!? Kenapa!?”

“Aku akan pergi ke Aarun.”

Menjulang di tengah ALfheim adalah World Tree, dan di dekat dasarnya terdapat kota netral yang besar, Aarun. Sylvian jaraknya cukup jauh dari Aarun. Itu adalah perjalanan yang akan memerlukan waktu beberapa hari. Khususnya karena ada area dimana penerbangan tidak dimungkinkan.

Nagata Shinichi menjadi kaku untuk beberapa saat namun kemudian mendekati Suguha dan bertanya:

“Apa kamu akan ikut dengan Spriggan tempo hari itu?”

“Ah, iya. Aku sudah janji untuk mengantarnya.”

“Kamu.....kamu bercanda kan!? Aku tak paham kenapa kamu mau meluangkan malam harimu dengan orang aneh itu!”

“Kenapa wajahmu memerah? Jangan membayangkan hal hal aneh!”

Ia melepas shinainya dan menekannya ke arah dada Nagata. Alis Nagata jatuh ke batasnya oleh rasa sakit, dan dia menatap Suguha dengan kekecewaan.

“Aku sudah menanyakanmu sebelumnya kalau kamu mau pergi ke Aarun bersamaku, tapi kamu menolak mentah mentah.”

“Itu karena kita akan dihabisi, tak peduli berapa kalipun aku mengikutimu. Pokoknya, itulah alasanku, jadi beritahu Sigurd tentang hal itu.”

Suguha berdiri dan mengucap “sampai nanti” dan berjalan lurus ke rak sepeda. Ekspresi kasihan Nagata, seperti anjing yang dipukul setelah dimarahi, yang membuatnya terluka. Meskipun begitu, rumor sudah menyebar sepanjang sekolah. Suguha tak ingin nampak terlalu dekat dengannya.

‘Aku hanya memberitahu jalan untuknya, itu saja’

Ia mengatakan ini pada dirinya untuk menenangkan degup jantungnya. Namun saat dia memikirkan remaja bernama Kirito, mata hitam misteriusnya membuat mustahil baginya untuk tenang.

Dengan cepat melepas gembok sepedanya, yang diparkir di sudut parkiran yang luas, ia mulai mengayuh. Udara dingin musim dingin meniup pipinya, namun Suguha mengabaikan itu. meninggalkan gerbang belakang sekolah, ia mengendara menaiki tanjakan tanpa khawatir untuk menggunakan rem.

‘Terbang cepat’, itulah yang Suguha pikirkan. Terbang bersama Kirito dengan kecepatan top......ia menjadi kegirangan hanya dengan memikirkannya.


Suguha sampai di rumah tepat sebelum jam dua pagi.

Sepeda Kazuto tak ada di halaman, berarti mungkin dia belum kembali dari gym.

Akhir akhir ini, Kazuto sepertinya telah memulihkan kemampuan fisik yang ia miliki sebelum insiden SAO. Namun Kazuto tidak puas, merasakan perbedaan kemampuan fisik yang jauh diantara tubuhnya di dunia nyata dan di dunia virtual.

Ini memang bisa dipahami, mempertimbangkan kalau mustahil untuk mereplikasi kemampuan karakter virtual dengan tubuh hidup. Bahkan Suguha memahami itu, karena dia pernah nyaris jatuh sekali atau dua kali saat dia berharap untuk menangkap dirinya dengan kemampuan «Terbang».

Melangkah ke dalam rumah dari beranda, Suguha masuk ke ruangan cuci, menaruh pakaiannya ke dalam mesin cuci, dan menekan tombol ON. Dia kemudian memasuki kamarnya, dimana dia melepas baju dan rok sekolah abu abunya dan menggantungnya di gantungan dinding.

Sword Art Online Vol 03 - 171.jpg

Suguha meletakkan tangannya ke dadanya sambil berdiri dengan hanya berpakaian dalam. Meski dia telah pulang ke rumah dengan menaiki sepeda dalam kecepatan penuh, degup jantungnya seharusnya sudah agak mereda. Namun saat ini masih sekitar sembilan puluh detak per menit.

Itu bukan diakibatkan oleh olahraga, namun dia ingin mengkonfirmasinya sendiri. Suguha mencoba mengambil nafas dalam demi menenangkan dirinya, namun pikirannya terus melaju kencang. ‘Apa yang aku pikirkan, ah, bukannya aku tak mau membawanya ke Aarun, tapi aku sudah punya kakakku.......astaga, aku tak tahu kenapa aku memikirkan ini......aku sungguh bodohbodohbodoh!’

Sampai pada kesimpulan kalau pemikirannya itu sangat bodoh, ia mengenakan kaos besar dan celana pendek kemudian berbaring di atas ranjang.

Ia mengambil helm Amusphere dari rak, menyalakannya, meletakkannya di kepalanya, dan menutup matanya. Kemudian, setelah mengambil nafas panjang, ia melafalkan kata sihir:

“LINK START!”

Setelah melalui semua proses koneksi dan memindahkan kesadarannya ke tubuh Pendekar Peri Lyfa, ia membuka matanya di Lily of the Valley Pavillion.

Tak seorangpun duduk di sisi lain meja itu, tentu saja. Waktu pertemuan masih beberapa saat lagi. ada cukup banyak waktu untuk membuat persiapan bepergian.

Meninggalkan toko, kota Sylvain terselimuti oleh cahaya matahari yang indah.

Untuk mempertimbangkan mereka yang hanya bisa log in pada waktu tertentu tiap hari, sehari dalam ALfheim hanya berlangsung selama enam belas jam. Sehingga, waktu disini sering tak konsisten dengan dunia nyata. Jendela menu memiliki tampilan waktu dunia nyata di sebelah waktu ALfheim, jadi orang orang tetap bisa memantau waktu; awalnya itu sangat membingungkan, namun Lyfa sudah cukup terbiasa.

Ia berjalan sepanjang beberapa toko, membeli banyak hal, dan kembali dengan sedikit waktu luang. Kembali ke penginapan, ia mendorong pintu terbuka dan menyadari sosok hitam yang sudah mulai termaterialisasi di meja.

Kirito sudah selesai melakukan log in dan berkedip beberapa kali sebelum tersenyum oleh kehadiran Lyfa.

“Hei, kamu cepat juga.”

“Ya, aku datang beberapa saat lalu. Aku berbelanja sedikit.”

“Ah, begitukah........sepertinya aku harus membuat persiapan juga.”

“Aku membeli beberapa item dasar, jadi kamu nggak perlu mengkhawatirkan itu, tapi.......”

Lyfa melirik armor dan pedang Kirito yang masih jelek.

“Kamu memerlukan perlengkapan yang lebih bagus untuk dirimu.”

“Kupikir juga begitu. Aku memang menganggap pedang ini tak bisa diandalkan.”

“Soal uang.......apa kamu punya? Kalau tidak, biar aku pinjamkan.”

“Yaa......”

Kirito memanggil jendela menunya dengan mengibaskan tangan kirinya, namun, dalam sekali tatap, wajahnya menjadi kaku.

“Apa ini yang disebut «Yurudo»?”

“Ya. Apa kamu nggak punya uang?”

“Nggak, aku punya......meski hanya sedikit.”

“Kalau begitu mari pergi ke toko perlengkapan.”

“Oke.”

Pada saat itu, Kirito berdiri dengan panik, meneliti seluruh tubuhnya sampai ia akhirnya menatap saku dadanya.

“Hei, Yui, kita akan berangkat.”

Sambil ia memanjat keluar dari saku, wajah pixie berambut hitam muncul, terlihat sedikit mengantuk dan menggeliat sambil menguap lebar.

Lyfa membawa Kirito ke toko perlengkapan, namun, ketika mereka selesai berbelanja, jalanan mulai terselimuti oleh cahaya mentari pagi.

Armor Kirito sangat mudah dicari, hanya sepasang celana, baju dengan atribut pertahanan yang ditingkatkan, dan jubah hitam yang menutupinya. Namun, Kirito telah meluangkan banyak waktu untuk memilih pedang, sepertinya tak puas tak peduli pedang apapun yang dia teliti.

Penjaga toko menyerahkan pedang padanya, dan Kirito akan memainkannya sebelum mengembalikannya dan berkata “Harus yang lebih berat”, dan hal itu terjadi berulang ulang. Kirito akhirnya mendapati pedang yang sesuai dengan seleranya, pedang besar yang sama tinggi dengan tubuhnya, dan membelinya. Itu adalah pedang runcing dengan bilah hitam berkilau yang memiliki bobot tak biasa. Ini mungkin adalah perlengkapan yang dibuat untuk Imp atau Gnome, ras bertubuh tinggi yang memakai pedang semacam ini.

Dalam ALO, jumlah luka yang diterima ditentukan oleh «Kekuatan Serangan Senjata» dan «Kecepatan Ayunan Pedang». Bagi pemain, Sylph dan Cait Sith lebih unggul dalam kecepatan, dan mengganti pertahanan yang lemah dengan kecepatan superior mereka. Namun pemain tipe-kekuatan bisa dengan mudah memakai senjata yang berukuran dan berbobot besar. Pertukaran kekuatan dan kecepatan menciptakan keseimbangan dari ras ras berbeda dalam Game.

Sylph dengan skill yang lebih tinggi bisa memakai martil atau kapak, namun parameter kekuatan permanen dan tersembunyi Sylph tak membuat mereka bisa memakai senjata itu secara efektif. Spriggan adalah ras multi-senjata, namun bagi Kirito, tak peduli bagaimanapun orang lain melihatnya, memiliki tubuh tipe-kecepatan.

“Pedang seperti itu, apa kamu bisa menggunakannya dengan baik?”

Mendengar pernyataan takjub Lyfa, Kirito hanya mengangguk dengan ekspresi cool.

“Nggak masalah.”

Karena dia sudah berkata tak apa apa, Lyfa harus menerimanya. Setelah membayar pedang, ia menggantungnya ke sarung pedang di punggungnya, namun karena panjangnya, ujung pedang hampir menyentuh tanah.

Kirito sekarang nampak seperti anak kecil yang meniru pendekar pedang, dan memikirkan ini, Lyfa menahan senyumnya sambil berkata:

“Untuk sekarang persiapan kita sudah komplit! Kalau begitu, mohon kerjasamanya!”

Lyfa mengulurkan tangannya pada Kirito, dan sambil tersenyum dengan malu, Kirito juga mengulurkan tangannya; keduanya berjabat tangan.

“Aku juga. Mohon dukung aku juga.”

Terbang keluar dari saku, Yui menepuk tangan mereka yang berjabatan dan berkata:

“Mari berjuang! Target kita adalah World Tree!”


Terbebani oleh pedang raksasa yang menggantung di punggungnya dan Yui yang duduk di bahunya, Kirito mengikuti Lyfa sampai mereka tiba di menara hijau emerald yang indah dan berkilau.

Ini adalah simbol dari Sylph, «Tower of Wind». Tak peduli berapa kalipun kau melihatnya, keindahan menara itu sangat mempesona. Sambil memikirkan ini, Lyfa menoleh ke samping untuk melihat Spriggan berpakaian hitam yang memelototi menara dengan rasa jijik. Lyfa menekan senyumnya dan berkata padanya.

“Sebelum kita pergi, apa kamu mau berlatih mengerem?”

“.....Tak apa apa; mulai dari sekarang, aku memutuskan untuk terbang dengan aman.”

Kirito menjawab dengan ekspresi tak berdaya.

“Juga, kenapa kamu datang ke menara? Apa kamu ada keperluan disini?”

“Aku nggak ada keperluan lain, tapi sebelum memulai penerbangan jarak jauh, lebih baik memulai dari posisi yang lebih tinggi. Kamu bisa memakai ketinggian untuk menguntungkanmu.”

“Ah, begitu.”

Ia mendorong Kirito yang mengangguk dari belakang dan mulai berjalan maju.

“Ayo pergi! Aku ingin sampai ke hutan sebelum malam tiba!”

“Aku tak terlalu familiar dengan medan. Apa kamu bisa tunjukkan jalannya?”

“Serahkan padaku!”

Lyfa menepuk dadanya dan menoleh untuk melihat ke arah menara.

Disana berdiri mansion Raja yang indah dalam cahaya mentari pagi. Raja Sylph Sakuya adalah pemain wanita yang ia kenal sejak beberapa waktu yang lalu. ‘Karena aku mau meninggalkan kota untuk sementara, aku ingin memberitahunya’. Pikir Lyfa tiba tiba. Namun tiang bendera yang naik dari tengah bangunan tak menampilkan bendera Sylph. Ini jarang, berarti Sakuya tidak ada di tempatnya hari ini.

“Apa ada yang salah?”

Kirito memiringkan kepalanya untuk bertanya, namun Lyfa menggeleng kepalanya, memutuskan kalau ia akan mengirim e-mail pada Sakuya nanti. Mereka melewati pintu depan dari Tower of Wind dan masuk ke dalam.

Lantai pertama memiliki lobi yang luas dan melingkar dengan semua macam toko di dinding terluarnya. Lobi itu memiliki elevator berenergi mana di bagian tengahnya yang, dari waktu ke waktu, memuat dan menurunkan pemain. Di ALfheim, subuh baru berlalu, dimana di dunia nyata, malam sudah mendekat. Ini artinya jumlah pemain akan segera meningkat dalam waktu singkat.

Ia memegang tangan Kirito dan menuju ke arah elevator kanan yang baru saja turun.

Tiba tiba, beberapa pemain muncul d depan mereka, memblokir jalan mereka. Lyfa hampir jatuh, namun sayapnya membentang dan menyeimbangkan tubuhnya.

“Hei, kalau jalan hati hati dong?”

Lyfa memprotes secara refleks, namun pria jangkung yang memblokir jalannya ternyata adalah wajah familiar.

Ia memiliki postur lebih tinggi dari Sylph kebanyakan dan memiliki wajah kasar namun tampan yang entah hasil keberuntungan atau pembayaran tambahan. Tubuhnya terbungkus armor keperakan, dan pedang lebar panjang menggantung di pinggangnya. Dahi lebarnya terpisah oleh gelang, dan rambut hijau gelap jatuh ke bahunya. Pria ini, yang bernama Sigurd, adalah pasukan depan dari party yang Lyfa bentuk selama beberapa minggu ini. Lyfa melihat para anggota party-nya tengah bersama Sigurd. Berpikir kalau Recon mungkin juga disini, Lyfa melihat lihat ke sekitarnya namun tak bisa menangkap rambut hijau kekuningan uniknya.

Lyfa dan Sigurd sering bertanding untuk merebut titel pendekar pedang terkuat Sylph. Sigurd juga politisi ulung, menjadi bagian dari birokrasi tertinggi yang sering dihindari oleh si pemalu Lyfa. Meski «Raja Sylph» saat ini, pemain yang dipilih dari pemilu sebulan sekali dan juga yang menentukan hal hal seperti cara memakai pajak yang terkumpul dari pemain, adalah Sakuya, Sigurd, popularitasnya sebanding dengan Sakuya, juga bagian dari kelompok pemain super aktif itu.

Waktu bermain Game-nya yang sangat banyak juga berarti perlengkapan langka dan kehandalan skill-nya jauh melebihi Lyfa. Dalam duel satu lawan satu, Lyfa memerlukan semua daya manuvernya untuk menang, dan meski begitu, masih sulit baginya untuk menembus pertahanan besar Sigurd. Namun sepanjang perburuan Sigurd, yang merupakan pasukan depan, adalah anggota yang bisa diandalkan. Namun, dia kelewat percaya diri dan sikapnya selalu tak menyenangkan pada Lyfa, yang tak suka pengekangan. Meski para anggota party saat ini sangat efektif dalam berburu, Lyfa mulai berpikir kalau waktunya sudah dekat untuk meninggalkan party ini.

Sambil berdiri di depan Lyfa, postur Sigurd menampakkan arogansinya sampai maksimum. Sepertinya masalah akan jadi merepotkan – memikirkan ini, Lyfa membuka mulutnya dan berkata:

“Selamat pagi, Sigurd.”

Meski Lyfa menyapanya dengan wajah tersenyum, Sigurd tidak dalam mood untuk menjawab. Justru, dia membalas dengan nada tertekan.

“Kau ingin meninggalkan party, Lyfa?”

Sigurd terlihat tengah dalam mood tidak baik; Lyfa bermaksud memberitahunya kalau ini hanya perjalanan ke dan dari Aarun, namun karena situasi jadi merepotkan seperti ini, Lyfa hanya bisa menganggukkan kepalanya dan berkata:

“Ya, anggap saja begitu. Aku sudah menyimpan banyak uang, jadi aku akan bersantai untuk sementara.”

“Egois sekali; bagaimana dengan anggota party yang lain?”

“Egois!?”

Itu mengingatkan sebuah memori dalam Lyfa. Setelah «Duel Event» baru baru ini dimana ia mengalahkan Sigurd dalam pertarungan sengit, Sigurd mengundangnya ke dalam party. Lyfa menerima tawaran itu dengan dua syarat; Ia hanya akan ikut serta saat dia bisa dan dia bisa keluar kalau dia mau. Khususnya, ia ingin Sigurd tahu kalau dia tak ingin terikat dengan tanggung jawab.

Sigurd mengangkat alisnya dan melanjutkan ucapannya:

“Kau adalah anggota terkenal dalam timku. Kalau kau tiba tiba pergi dan bergabung ke tim lain, seolah olah kau mengotori wajahmu dengan lumpur.”

“....”

Lyfa dibuat membisu oleh pidato suci ala Sigurd. ‘Jadi begitu rupanya’ pikirnya.

Lyfa tiba tiba mengingat nasehat Recon yang jarang namun serius setelah ia bergabung ke party Sigurd sebagai partner Lyfa.

Recon sudah memberitahunya agar tak terlibat terlalu dalam dengan orang ini. Alasannya, Sigurd tak menginginkan kekuatan Lyfa, namun meningkatkan popularitas party-nya. Yakni, Sigurd ingin bisa memerintah orang yang sudah mengalahkannya sehingga ia takkan kehilangan muka.

‘Kenapa bisa begitu’, saat itu Lyfa tertawa, namun Recon tetap serius. ‘ALO adalah game MMO yang sulit. Juga, pemain wanita sangat langka sampai para pemain punya kecenderungan mengidolakan mereka, biarpun mereka tak punya keahlian tempur. Khususnya kamu; karena Lyfa-chan adalah gadis manis, kamu lebih langka dari perlengkapan legendaris yang semua pemain inginkan. Kenyataannya, dia hanya ingin memakai eksistensimu untuk pamer dan meningkatkan statusnya.’

Recon mengatakan itu dengan nada membujuk, namun Lyfa hanya mengacuhkannya dengan tatapan tak peduli dan menyuruhnya dengan tenang sebelum ia mulai memikirkannya dengan serius. Namun menjadi idola bukan sesuatu yang ia pahami. Untuk sebuah MMORPG yang memiliki banyak hal untuk diingat, dia tak ingin menambah masalahnya, jadi dia berhenti memikirkan hal itu. sejauh ini, dia tetap sebagai anggota party tanpa masalah signifikan, sampai hari ini.....

Melihat pada Sigurd yang marah di depannya, Lyfa merasa seolah olah ada benang benang pengekang yang menjerat seluruh tubuhnya. Alasan utama dia bermain SAO adalah demi kabur dari semua kekangan di dunia nyata, untuk mengalami terbang tanpa halangan di angkasa.

Namun mungkin dia terlalu bodoh, terlalu naif. Biarpun semua orang di dunia virtual memiliki sayap, melupakan gravitasi hanyalah sebuah ilusi.

Lyfa/Suguha mengingat bagaimana, saat di sekolah dasar, seorang senior di klub kendo telah menindasnya. Meski senior itu telah menjadi juara sejak memasuki kendo, dia tak bisa mengalahkan Suguha yang lebih muda sepanjang pertandingan. Ia kemudian balas dendam, menyerang Suguha saat pulang ke rumah dengan bantuan beberapa temannya......tindakan memalukan. Apa yang senior itu lakukan sama dengan sikap Sigurd saat ini, penuh oleh kemarahan dan ketidaksukaan.

Hasilnya akan sama saja disini.......

Lyfa, tertekan oleh rasa keputusasaan, membungkukkan kepalanya. Pada saat ini, dari belakangnya yang seperti bayangan dan tak disadari sampai sekarang, Kirito berbicara:

“Rekan bukan barang yang bisa digunakan.”

“App...?”

Untuk sesaat, Lyfa tak memahami makna dari kalimat itu. kemudian, mata Lyfa terbuka lebar lebar dan menatap Kirito. Suara Sigurd mulai mengeras;

“Apa!?”

Kirito melangkah diantara Lyfa dan Sigurd, dan dia menatap tajam mata Sigurd, biarpun Sigurd jauh lebih tinggi darinya.

“Maksudku, kau tak boleh melihat pemain lain seperti pedang atau armor penting yang bisa dikunci ke dalam slot perlengkapan.”

“Apa......beraninya kau.....”

Oleh ucapan blak blakan Kirito, wajah Sigurd memerah panas, dan dia menggulung jubahnya saat dia menggerakkan tangannya untuk memegang gagang pedang.

“Kau sama sekali tak paham situasimu, Spriggan brengsek! Lyfa, apa kau akan bekerja dengan orang ini sekarang!? Dia mungkin adalah «Pelarian» yang datang kemari setelah diusir dari wilayahnya sendiri.”

Sigurd memasang postur untuk mencabut pedangnya. Usai dia mengucapkan kata kata itu, Lyfa akhirnya kehilangan kesabarannya dan berteriak balik:

“Jangan katakan hal sekasar itu pada Kirito-kun! Ia adalah partner baruku!”

“Apa......apa maksudmu?”

Dengan pembuluh darah mencuat di dahinya, Sigurd membalas dengan nada terkejut.

“Lyfa, apa kau bermaksud mengabaikan wilayah ini.....?”

Oleh kata kata ini, mata Lyfa terbuka lebar lebar.

Para pemain ALO pada dasarnya terbagi menjadi dua kategori gaya bertarung.

Yang pertama menggunakan wilayah mereka sebagai basis, berpartner dengan ras mereka sendiri, dan memberikan sebagian uang yang mereka dapat untuk semakin mengembangkan kekuatan ras mereka. Lyfa dan Sigurd adalah tipe pemain seperti ini. Tipe yang kedua meninggalkan wilayah mereka, memakai kota netral sebagai basis, dan membentuk party dengan ras berbeda. Yang pertama cenderung membenci yang kedua, karena yang kedua sering tak punya tujuan pasti, suka melakukan segala hal sesuka hati, atau dibuang dari wilayah ras mereka sebagai Pelarian.

Dalam kasus Lyfa, kesetiannya sebagai Sylph sangat lemah, begitupun kesetiaannya dalam komunitas ini. Alasan dia tetap berada di Sylvain setengahnya karena keindahannya dan setengahnya karena dia tak mau pergi jauh jauh. Tapi sekarang, berkat ucapan Sigurd, hasrat untuk menjadi bebas segera menguasai dirinya.

“Ya, benar. Aku berniat meninggalkan tempat ini.” Lyfa mengatakan itu tanpa berpikir.

Mulut Sigurd membengkok dalam kemarahan, giginya menggigit bibirnya. Ia tiba tiba mencabut pedang lebarnya, dan melotot tajam pada Kirito.

“Aku berniat membiarkanmu sendiri karena kau hanyalah cacing yang merangkak di depanku. Tapi karena kau adalah maling, kau lebih baik tak searogan itu. berjalan dengan santai di wilayah ras lain, aku bisa menghabisimu kapan saja aku mau tanpa protes darimu, bukan begitu?”

Disamping sikap dan ucapan dramatis Sigurd, Kirito hanya sedikit mengangkat bahunya.

Kirito sungguh orang bernyali, dan bahkan Lyfa kaget oleh fakta itu. Lyfa bersiap siap bertarung melawan Sigurd, menggerakkan tangannya ke pedang di pinggangnya. Udara disekitar mereka mendadak menjadi tegang.

Pada poin ini, partner Sigurd berjalan ke depan dan membisikkan sejumlah kata padanya;

“Jangan, Sigurd. Kalau kau membunuh lawan tanpa pertahanan seperti itu di depan banyak orang.....”

Entah kenapa, lingkaran para pejalan kaki tengah mengelilingi mereka, tertarik melihat kekisruhan itu. kalau ini adalah duel formal, atau kalau dia memang mata mata Spriggan, maka tak apa apa. Namun akan sangat tak terhormat kalau Sigurd menantang bertarung turis seperti Kirito, yang bahkan tak bisa melawan balik di area ini.

Sigurd meringis dengan frustasi dan memelototi Kirito sebelum menyarungkan pedangnya.

“Lebih baik kita segera kabur dan bersembunyi, Lyfa.”

Mengabaikan kata kata Kirito, perhatian Sigurd kembali tertuju pada Lyfa.

“Karena kau mengkhianatiku......cepat atau lambat kau akan menyesali ini.”

“Aku akan lebih menyesal kalau bersamamu lebih lama lagi.”

“Kalau kau berharap untuk kembali, maka kembalilah di atas lututmu.”

Selesai bicara, Sigurd berbalik dan berjalan ke arah pintu keluar menara. Kedua pemain yang menyertai Sigurd melihat ke arah Lyfa untuk sesaat seolah mereka ingin mengatakan sesuatu, namun mereka menyerah dan berbalik pergi.

Setelah mereka bertiga menghilang, Lyfa mengambil nafas panjang, menatap Kirito, dan berkata:

“Maaf sudah melibatkanmu dalam peristiwa aneh tadi.......”

“Tidak, tidak, sepertinya aku menjadi minyak yang menuangkan api di situasi tadi. Tapi apa kamu tak apa seperti ini? Menyerah pada wilayahmu?”

“Ah.”

Tak yakin harus bicara apa, Lyfa mendorong punggung Kirito dan berjalan ke arah elevator. Setelah berjalan menembus kerumunan, mereka mencapai elevator, dan dia menekan tombol menuju lantai teratas. Dari bagian bawah ruang kaca transparan, muncul batu berbentuk disc; cahaya hijau perlahan menyelimutinya, dan mereka mulai bergerak naik dengan cepat setelah berdiri di atasnya.

Saat elevator berhenti, dinding kaca terbuka tanpa suara, dan cahaya putih mentari pagi serta angin menyegarkan berhembus dalam ruangan.

Meninggalkan elevator, Lyfa berjalan ke arah permukaan observatorium dari bagian teratas menara dengan perlahan. Dia sudah sering datang kemari di masa lalu, namun panorama luas yang membentang ke segala arah masih membuat hatinya membubung dalam kebebasan.

Wilayah Sylph berada di bagian barat daya ALfheim. Ke arah barat terdapat pada rumput yang terbuka ke arah laut biru tanpa batas. Ke arah timur adalah hutan lebat yang dikelilingi gunung yang ditutupi lilac, dan di sisi terjauh pegunungan, menjulang tinggi ke langit dan menyatukan segalanya di bawah bayangannya adalah World Tree.

“Wow......pemandangan hebat......!”

Mengikuti Lyfa dari elevator, mata Kirito terbuka lebar sambil menonton pemandangan.

“Langit sepertinya sangat dekat sampai kamu hampir bisa mengulurkan tanganmu untuk meraihnya.”

Melihat matanya mencerminkan panorama, Lyfa menatap Kirito, mengangkat kepalanya, dan menengadah ke langit biru, lalu merentangkan tangan kanannya ke langit dan berkata:

“Benar sekali. Dibandingkan langit, segala hal lain terasa sangat kecil.”

“....”

Merasa terkejut oleh senyum tiba tiba yang Kirito berikan padanya, Lyfa kemudian menjawab senyumnya, dan melanjutkan;

“Ini kesempatan bagus. Aku selalu berharap bisa terbang dari sini suatu hari. Tapi, aku takut melakukannya sendiri, dan aku tak bisa mengumpulkan keberanian dengan mudah.”

“Begitukah? Tapi entah kenapa ini menjadi penerbangan selamat jalan.”

“Dalam kondisi itu, aku takkan mungkin bisa pergi dengan damai. Kenapa......”

Lyfa berujar, setengah pada dirinya.

“Kenapa aku masih terikat dan terkekang meski aku memiliki sayap.....”

Jawaban ucapan Lyfa datang bukan dari Kirito namun dari seorang yang duduk di bahunya, pixie bernama Yui, yang baru memanjat keluar dari bawah kerah jubahnya.

“Menjadi manusia sungguh rumit.”

Yui menjawab dengan nada seperti lonceng perak; kemudian dia terbang dan mendarat di sisi lain Kirito untuk duduk sebelum ia mendekati telinga Kirito dan berbisik.

“Kebiasaan kompleks manusia seperti ini, hasrat demi orang lain, aku tak bisa memahami psikologi dibaliknya.”

Untuk sesaat, Lyfa lupa kalau pixie itu hanyalah program, dan menatap lurus ke wajah Yui.

“Hasrat?”

“Aku paham kalau keinginan untuk mencari hati satu sama lain adalah prinsip kebiasaan dasar bagi manusia. Dan itu mempertimbangkan darimana aku berasal. Kalau itu adalah aku........”

Yui mendadak lengket ke wajah Kirito dengan kedua tangannya dan mengecupnya dengan lembut.

“Aku akan lakukan ini. Demonstrasi yang paling sederhana.”

Melihat apa yang Yui baru lakukan, mata Lyfa terbuka lebar; dengan senyum masam, Kirito menyentil dahi Yui dengan ujung jarinya.

“Tapi dunia manusia lebih kompleks dari itu. Kalau kamu melakukan itu secara langsung, itu akan dianggap pelecehan, dan kamu bisa dihukum.”

“Itu memerlukan gaya dan kehormatan, kan?”

“.....Kumohon padamu; jangan mengingat hal hal aneh seperti itu.”

Lyfa tercengang, dan dia terus memperhatikan Kirito dan Yui selagi mereka berbicara sampai dia akhirnya membuka mulutnya dan berkata;

“AI itu sungguh luar biasa. Apa semua «Private Pixie» seperti itu?”

“Yang ini memang agak aneh.”

Ujar Kirito sambil meraih kerah baju Yui dan menempatkannya kembali ke saku dadanya.

“Tapi tak apa apakah mengharapkan hati orang lain?”

Lyfa mengulang ucapan Yui sambil merentangkan tangannya.

Maka, bahkan perasaanku untuk terbang kemana saja yang kuinginkan di dunia ini, jauh di dalamnya, artinya kalau aku hanya ingin menemukan seseorang? Tanpa sadar, wajah Kazuto melintas dalam pikirannya, membuat jantungnya seketika berdegup kencang.

Mungkinkah ini penyebab aku ingin memakai sayap peri, sehingga aku bisa terbang menembus setiap rintangan di dunia nyata dan akhirnya menuju lengan Kazuto? Itukah yang benar benar kuinginkan........?

“Aku takkan pernah bisa.......”

Dia berpikir terlalu banyak, putusnya. ‘Saat ini, aku hanya ingin terbang, itu saja’

“Apa kamu mengatakan sesuatu.”

“Tidak, bukan apa apa. Mari kita lekas berangkat.”

Lyfa tersenyum pada Kirito, dan dia menengadah ke langit. Itu adalah pagi hari dari langit yang brilian, dan oleh sentuhan cahaya matahari, kabut perlahan lenyap, menyisakan garis langit biru tanpa akhir. Hari ini akan menjadi hari yang bagus.

Setelah memakai Locater Stone di pusat dataran observatorium untuk menetapkan poin kembali Kirito, Lyfa membentangkan sayapnya, dengan lembut menggetarkan keempat helainya.

“Siap?”

“Ya.”

Kirito, serta Yui di sakunya, mengangguk mengiyakan, dan Lyfa hampir lepas landas ketika....

“Lyfa-chan!”

Ia dipanggil untuk berhenti oleh seseorang yang baru menyerbu keluar dari elevator, dan Lyfa membiarkan kaki yang siap lepas landas kembali menjejak dataran.

“Oh, Recon.”

“Kejam sekali......kamu setidaknya harus memberitahuku sebelum kamu pergi.”

“Maaf, aku lupa.”

Bahu Recon jatuh, namun dia mengangkat wajahnya dengan ekspresi serius dan berkata;

“Lyfa-chan, apa benar kalau kamu meninggalkan tim?”

“Iya.....tapi setengah dari keputusan itu kubuat di saat saat terakhir. Bagaimana denganmu?”

“Sudah kuputuskan; aku ingin membaktikan pedangku pada Lyfa-chan.”

“Tidak, aku tak terlalu memerlukannya.”

Recon terkejut oleh ucapan Lyfa, sayapnya jatuh, namun dia tak menyerah hanya karena hal seperti itu.

“Sebenarnya, aku ingin mengatakan kalau kita harus pergi bersama, namun ada hal hal yang harus aku lakukan.”

“Apa.....?”

“Tak ada bukti positif, jadi aku ingin menginvestigasi lebih banyak. Aku akan tetap di party Sigurd untuk saat ini.......Kirito-san.”

Recon menoleh pada Kirito dengan ekspresi serius di wajahnya.

“Dia punya kebiasaan masuk ke dalam masalah, jadi mohon berhati hatilah.”

“Oh, begitu.”

Kirito sepertinya terkesan oleh ekspresi Recon, dan dia menganggukkan kepalanya.

“Juga, aku ingin memberitahumu kalau dia adalah –ack!”

Kata kata terakhir berasal dari teriakan oleh injakan Lyfa pada kaki Recon.

“Jangan katakan hal tak perlu! Kupikir aku akan tetap di zona netral untuk beberapa saat, tapi kalau ada sesuatu terjadi, kirimi aku e-mail.”

Lyfa mengatakan itu dengan cepat, sebelum dia membentangkan sayapnya dan berayun lembut di udara. Melihat ke arah wajah Recon yang penuh oleh penyesalan, Lyfa melambaikan tangan kanannya tanda perpisahan.

“.....Bahkan tanpa aku, latihlah Voluntary Flight sampai kamu bisa melakukannya dengan sempurna, dan jangan dekat dekat ke wilayah Salamander! Da da!”

“Hati hati Lyfa! Aku akan segera mengejarmu!”

Si avatar meneriakkan itu disamping fakta kalau orang di dalamnya akan menemui Lyfa kembali di sekolah; tetap saja, perasaan kuat dari perpisahan itu membuatnya emosional, dan Lyfa menjadi gugup dan tiba tiba mengubah arahnya. Ia menatap ke arah timur laut sebelum memasang sayapnya menjadi sudut lebar dan mulai meluncur.

Kirito segera mengejarnya, dan, dengan senyum di wajahnya, berkata:

“Apa dia temanmu dari dunia nyata?”

“Ya, begitulah.”

“Mmm.”

“....Ada apa?”

“Bukan apa apa; aku hanya menganggapnya bagus.”

Setelah apa yang Kirito ucapkan, pixie yang bersembunyi di sakunya juga berkata;

“Aku sangat sadar perasaan orang itu: dia menyukai Lyfa. Lyfa, bagaimana kamu melihatnya?”

“Entahlah!”

Lyfa berteriak keras keras, dan meningkatkan kecepatannya untuk menyembunyikan wajah tersipunya. Meski dia sudah terbiasa dengan ekspresi blak blakan dari Recon seperti itu, entah kenapa, saat di depan Kirito, ia menjadi sangat malu.

Setelah pulih ia mendapati kalau mereka sudah meninggalkan kota dan tengah terbang di atas hutan. Lyfa menoleh untuk melihat kota emerald menghilang seiring dia terbang menjauhinya.

Oleh pemikiran meninggalkan Sylvain setelah tinggal sekitar satu tahun di jalanannya, perasaan nostalgia memasuki hatinya dan rasa sakit menusuk dadanya, namun rasa penasaran untuk terbang ke dunia tak diketahui melegakan rasa sakit itu. Selamat tinggal, ujar Lyfa pada dirinya sebelum kembali mengarahkan wajahnya ke depan.

“.....Ayo! Aku ingin mencapai danau itu dalam satu penerbangan!”

Lyfa menunjuk danau yang berkilau dari kejauhan, dan mempercepat sayapnya.


* * *


Sentuhan dingin di jemarinya membuat tangannya merinding, namun Asuna menahannya.

Di tengah sangkar burung terdapat ranjang besar. Oberon berbaring di ranjang dengan toga longgar hijaunya, ia mengambil tangan kiri Asuna dan membelai kulitnya dengan Asuna duduk di sampingnya menghadap ke lain arah. Ia menikmati situasi dimana dia bisa menyerangnya kapanpun dia mau. Wajahnya yang tampan sempurna memiliki senyum palsu yang melekat padanya.

Beberapa saat yang lalu, Oberon memasuki sangkar dan berbaring di ranjang, dan memberitahu Asuna untuk datang ke sisinya. Asuna tak ingin apa apa dengan pria ini dan menolak, namun melihat tangannya memanipulasi sesuatu, Asuna merasakan bahaya mengarah padanya.

Ia masih mencoba melawan rasa jijiknya dan patuh; pria itu memiliki perubahan mood yang aneh, namun Asuna takut kalau kebebasannya akan semakin dirampas, namun, Oberon justru menantikan perlawanan Asuna. Dia ingin mencicipi penolakan Asuna padanya, sebelum memakai hak administrator untuk mengekang pergerakannya. Asuna setidaknya ingin mempertahankan kebebasannya di dalam sangkar. Sehingga untuk kabur dari sana adalah mustahil.

Namun ada batasnya. Kalau ia berani menyentuh tubuhnya, Asuna akan segera memukulkan tinju ke wajahnya. Namun Asuna tak bereaksi; tak peduli berapa kalipun Oberon membelainya, tubuhnya seperti batu. Melihat itu, Oberon kecewa karena tak bisa membuatnya marah, dan melepaskan tangannya.

“Oh oh, ternyata kau perempuan yang keras kepala.”

Oberon mengatakan itu dengan kecewa. Asuna merasa terpukul bahkan oleh suaranya, karena itu adalah replika sempurna dari Sugou, sehingga hal ini membuatnya semakin tidak suka.

“Yang jelas, tubuh ini palsu. Apapun yang kulakukan takkan menyisakan luka. Berada di tempat seperti ini sepanjang hari, tidakkah kau bosan? Hei, tidakkah kau ingin sedikit bersenang senang?”

“Kau sepertinya tak paham juga. tak masalah meski tubuh ini adalah daging dan darah, atau virtual; ini adalah kenyataan, setidaknya untukku.”

“Apa kau ingin berkata kalau pikiran akan menjadi kotor?”

Tawa Oberon yang seperti kakatua muncul dari tenggorokannya.

“Yang pasti, sampai aku mengamankan posisiku di RECTO, aku takkan membiarkanmu keluar. Jadi kupikir kau harus bijaksana untuk memahami maksudku. Sistem ini sebenarnya sangat kuat, apa kau paham?”

“Aku tak tertarik. Dan aku tak ingin disini selamanya......dia pasti akan datang menolongku.”

“Eh? Siapa? Dia? Pahlawan, Kirito?”

Mendengar namanya, tubuh Asuna sedikit bergetar. Oberon tertawa dan berdiri. Sepertinya dia berhasil menemukan tombol untuk menghancurkan hati Asuna.......dan dia mulai berkoar koar.

“Nama aslinya adalah Kirigaya Kazuto kan? Aku menemuinya, berhadap hadapan beberapa hari yang lalu.”

“!!”

Setelah mendengar itu, Asuna menatap Oberon.

“Oh, anak ingusan itu tak kusangka menjadi pahlawan SAO.......ah, jujur saja, aku tak bisa mempercayainya! Atau karena dia adalah orang semacam itu, yang disebut dengan Fanatik Game!?”

Oberon nampak kegirangan, dan duduk seraya melanjutkan;

“Aku menemuinya.....dan bisa kau tebak dimana? Dia berada di bangsalmu, dimana tubuh aslimu berada. Saat dia duduk di sebelahmu, aku memberitahunya kalau aku akan menikahimu minggu ini. Wajahnya saat aku mengatakan itu sangat menakjubkan! Seperti anjing tanpa tulang, ekspresi ketidakberdayaan yang sangat menyenangkan. Aku merasa ingin tertawa sekeras mungkin!”

Tubuh Oberon berguncang ketika suara tawanya menggetarkan udara.

“Jadi kau benar benar percaya orang itu akan datang dan menolongmu? Mari kita bertaruh, kupikir orang itu takkan lagi punya nyali untuk menyentuh Nerve Gear! Kesempatan dia untuk mengetahuimu berada dalam Game ini juga tipis! Oh iya, aku juga akan memberinya undangan pernikahan. Dia akan melihat bagaimana penampilanmu saat mengenakan gaun pengantin. Kupikir level konflik semacam ini akan membuatnya hancur, sang pahlawan itu!”

Asuna membungkukkan kepalanya sekali lagi, perlahan memalingkan punggungnya ke Oberon, dan melihat cermin besar di samping ranjang. Kemudian dia dengan sedih menjatuhkan bahunya, dengan tangan menggenggam erat kasur.

Melihat Asuna seperti ini, Oberon sangat puas. Asuna menatap cermin saat ia meninggalkan ranjang dan berdiri.

“Pada saat itu, kamera pengintaian sedang mati, jadi sayang sekali aku tak bisa mengambil foto ekspresinya. Aku akan membawanya kalau punya fotonya. Kalau ada kesempatan, akan kucoba lagi lain kali. Itu perpisahan yang diperlukan, Titania, dan meskipun sedikit kesepian, tahanlah sampai besok lusa.”

Setelah tawa terakhir, Oberon berbalik, dan dengan toga berayun, berjalan ke arah pintu.

Di cermin, Oberon perlahan pudar, namun Asuna menyeka air mata kebahagiaan dan mencoba menghibur dirinya.

Kirito-kun! Kirito-kun masih hidup dan baik baik saja!

Sejak terpenjara disini, itu adalah satu satunya kecemasan Asuna. Ketika dia ditransfer ke dunia ini, dia menyangka kalau Kirito telah lenyap dan kesadarannya telah hancur. Tak peduli seperti apapun dia menyangkalnya, pemikiran ini terus menerus meracuni ke dalam pikirannya.

Namun, sekarang, ucapan Oberon mementahkan semua pemikiran itu.

Bodoh, pria itu berpikir kalau dia pandai, namun faktaya, dia tolol. Sejak dulu sudah seperti itu. Ia tak pernah bisa berhenti mengecilkan orang lain dengan ucapannya. Meski dia sering bermain hipokrit di depan orang tua Asuna, di depan Asuna dan kakak laki lakinya, lidah beracun Sugou dalam melawan orang lain selalu digunakan.

Hal yang sama juga terjadi saat ini. Kalau dia memang ingin menghancurkan hati Asuna, dia tak seharusnya memberitahu tentang Kirito di dunia nyata. Dia seharusnya memberitahu kalau Kirito sudah mati.

Kirito masih hidup dan masih sehat di dunia nyata.

Asuna mengulangi satu kalimat itu dalam kepalanya. Tiap kali dia mengulangi itu, cahaya di dalam hatinya menjadi semakin kuat dan lebih stabil.

Kalau dia masih hidup, tak mungkin dia akan duduk diam saja. Dia akan menemukan dunia ini, dia pasti akan datang. Sehingga, Asuna tak mau terus menjadi tahanan. Dia harus mencari tahu apa yang bisa dia lakukan dan mengambil tindakan.

Asuna terus memasang wajah sedih. Melalui cermin, dia bisa melihat kalau Oberon telah mencapai pintu dan berbalik sejenak untuk meliriknya, untuk mengkonfirmasi situasi Asuna.

Pintu itu memiliki lempeng logam kecil dengan dua belas tombol diatur berdampingan. Pintu akan terbuka dengan memasukkan nomor dengan urutan yang tepat.

Itu membuat Asuna keheranan kenapa dia masih melakukan hal merepotkan semacam itu ketimbang memakai hak istimewanya sebagai administrator untuk membuka pintu secara langsung. Ternyata, Oberon memiliki rasa estetika sendiri, dia tak ingin membawa hal hal yang berkaitan dengan sistem kemari. Dia hanya ingin menjadi Raja Peri, dengan Ratu Peri terpenjara untuk dilecehkan.

Itu adalah pagelaran yang bodoh.

Oberon mengangkat tangannya, mengoperasikan di depan pelat logam. Dari tempatnya berdiri, Asuna tak bisa melihat rincian semua tindakannya karena efek jarak sistem, sehingga saat dia menekan tombol, Asuna tak bisa menebak nomor apa itu. Oberon pasti juga sudah memperhitungkan hal itu, bahwa sel dengan kunci semacam itu adalah aman.

Ini benar, bagi pandangan Oberon.

Oberon memakai Nerve Gear untuk tersambung ke dunia virtual, namun waktunya di dunia virtual terbatas. Sehingga, ada banyak hal yang dia tak pahami. Misalnya, di dunia virtual, cermin tak menuruti aturan optik.

Asuna berpura pura menangis, menekankan matanya ke cermin dari jarak dekat. Disana, terpantul dengan jelas, adalah Oberon, imej dengan kejelasan jauh terlalu tinggi. Di dunia nyata, tak peduli betapa dekatnya dirimu dengan cermin kau tak bisa melihat objek yang terlalu jauh. Disini cermin adalah layar resolusi ultra tinggi dan efek jarak tidak berlaku. Sehingga, bahkan aktivitas jemari Oberon bisa terlihat jelas.

Ini adalah ide yang Asuna pikirkan sejak dulu. Namun, saat Oberon meninggalkan penjara, ia tak memiliki kesempatan untuk mendekati cermin. Saat ini, Asuna mampu mengambil keuntungan dari kesempatan ini.

...8...11...3....2....9.....

Asuna melihat dengan seksama pada jari Oberon yang menekan kode, dan Asuna dengan cepat menyimpannya dalam hati. Pintu terbuka, Oberon keluar, dan pintu menutup kembali. Dengan sayap peri gioknya berguncang, dia berjalan sepanjang jalan di atas pohon, sampai akhirnya menghilang.

Asuna tetap berada di tempatnya, menatap pintu pemeriksa di sangkar.

Dia baru bisa mendapatkan informasi sejauh ini:

Ini berada di dalam tipe VRMMO, mirip dengan SAO, bernama «ALfheim Online» dan Game dioperasi secara resmi untuk menarik banyak pemain. Oberon/Sugou menggunakan server ALO untuk mengambil alih sejumlah pemain SAO, sekitar tiga ratus orang, disandera melalui «Pemenjaraan Otak» untuk dipakai sebagai subjek dalam eksperimen manusia. Itu saja.

Saat ditanya kenapa dia melakukan eksperimen berbahaya dan ilegal semacam itu di Game publik Sugou dengan santai berkata “Apa kau tahu berapa banyak uang untuk menjalankan sistem ini? Memerlukan sepuluh juta hanya untuk satu server ini! Dengan begini perusahaan akan tetap untung, dan eksperimenku tetap berjalan, dua burung dengan satu batu!”

Jadi itu semua soal uang, yang sangat bagus untuk Asuna. Kalau ia berada di lingkungan tertutup sempurna, maka tak ada yang dia bisa lakukan. Karena dunia ini memiliki hubungan dengan dunia nyata, maka masih ada harapan.

Sehari dalam Game berlalu lebih cepat dari di dunia nyata, seperti yang Asuna dengar dari Oberon. Perhitungan pastinya sulit, namun kata kata Oberon itu memberinya petunjuk.

Oberon sering berkunjung setiap hari. Saat bisnisnya selesai, dia akan memakai sistem terminal di dalam perusahaan untuk masuk kemari. Asuna tahu kalau dia punya kecenderungan tetap memakai siklus hidup yang ia anggap familiar, sehingga ia tak berpikir kalau jadwalnya pernah berubah. Sehingga, waktu terbaik untuk melakukan sesuatu adalah setelah dia pulang ke rumah untuk tidur.

Tentu saja, ada lebih banyak orang yang berkaitan dengan plot ini daripada dia saja. Namun, ini jelas jelas kriminal, sehingga sulit dibayangkan kalau seluruh perusahaan yang berkaitan dengan ALO juga ikut dilibatkan. Mereka mungkin hanya sejumlah kecil orang, dan semuanya dibawah perintah langsung Sugou. Meski begitu, takkan mungkin memonitor interior ALO sepanjang waktu karena tak seorangpun pegawai mau bekerja semalam suntuk.

Untuk lolos dari sangkar ini, akan sangat perlu untuk menyelinap dari pandangan mereka dan menemukan terminal yang terletak entah dimana dalam sistem. Sekali aku memiliki akses, aku pasti bisa log out, kalau tidak aku bisa mengirim pesan keluar. Asuna berbaring di ranjang, menempatkan wajahnya di bantal, dan menunggu waktu berlalu.


Bab 4[edit]

Menyaksikan Kirito bertarung, Lyfa dibuat setengah terpana dan setengah kagum.

Mereka berada di langit sepanjang wilayah Hutan kuno di wilayah timur laut Sylph; sedikit lebih jauh dan mereka akan melewati kawasan dataran tinggi. Sylvain sudah berada jauh di belakang mereka sehingga tak peduli sekuat apapun kalian membelalakkan matamu, menara giok itu takkan bisa terlihat.

Mereka tengah melaju ke bagian terdalam dari gua yang disebut zona netral, sehingga monster di area ini sangat kuat dan memiliki level cukup tinggi. Kirito saat ini tengah bertarung dengan tiga kadal bersayap bermata satu «Evil Glancer», secara sekaligus. Kekuatan mereka sebanding dengan monster boss dari dungeon level rendah di wilayah Sylph.

Disamping kekuatan dasar mereka, masalah sejatinya adalah mata besar dan ungu mereka bisa melepaskan serangan «Evil Eye» -- suatu tipe sihir kutukan yang dapat mengurangi kemampuan seorang pemain secara drastis untuk beberapa saat kalau sampai kena. Lyfa tengah mempertahankan jaraknya dan bertindak sebagai peran support. Kapanpun kutukan mengenai Kirito, Lyfa akan memberinya mantra pembalik, namun ia tak paham apa hal itu dibutuhkan atau tidak di atas udara.

Bagi Kirito yang memegang pedang yang sama panjang dengan tubuhnya, bertahan dan mengelak tidak ada dalam kamusnya; dan seolah untuk membuktikan gaya bertarung gila gilaannya, semua kadal berjatuhan satu demi satu. Kirito sama sekali tak peduli dengan yang namanya serangan jarak jauh dari kadal; karena dia mengayunkan pedang besarnya sambil terus maju, banyak kadal akan terkena oleh tebasan ganasnya, dan terpotong kecil kecil. Dengan kehendak kuat di setiap ayunannya, lima kadal pertama dihabisi dengan ganas. Kadal terakhir mencoba untuk kabur dengan sisa HP 20%. Ia melepaskan teriakan menyedihkan sambil mengungsi ke hutan, namun Lyfa mengangkat tangan kanannya, dan mengaktifkan sihir vakum tipe pengejar. Empat atau lima bilah seperti bumerang dengan cepat mengejar si kadal dan memotongnya kecil kecil. Tak lama kemudian, tubuh si reptil biru itu musnah menjadi poligon cahaya biru, menandakan akhir yang cepat dari pertarungan kelima hari ini.

Dengan suara metalik besar disertai suara sarungan pedang, Lyfa mengangkat tangannya saat ia melihat Kirito dengan ringan mendekatinya di udara.

“Kerja bagus—“

“Terima kasih untuk dukungannya—“

Mereka saling melambaikan tangan, dan keduanya bertukar senyum.

“Tapi bagaimana bilangnya ya........gaya bertarungmu itu terlalu nekat.”

Mendengar Lyfa mengatakan itu, Kirito menggaruk kepalanya.

“A-Apa iya?”

“Umumnya, akan lebih baik untuk memakai taktik serang dan lari untuk hindaran, tapi kamu hanya menyerang dan menyerang.”

“Tapi kita bisa selesai lebih cepat, bukan?”

“Itu mungkin bekerja dalam situasi dengan monster yang sama seperti hari ini, tapi tidak kalau kamu menemui kelompok monster dengan kombinasi tipe serangan jarak jauh dan jarak dekat. Kalau kita sampai menghadapi party pemain mereka pasti akan memakai sihir sehingga kamu harus hati hati.”

“Sihir—Tak bisakah aku tinggal menghindarinya?”

“Ada banyak tipe sihir jarak jauh;untuk sihir tipe-kekuatan yang bergerak lurus, kamu bisa membaca arahnya dan menghindarinya, tapi itu mustahil untuk sihir tipe pengejar dan tipe area. Seandainya ada Mage yang memakai tipe sihir semacam itu, kamu harus selalu mempertahankan kecepatan tinggi dan waktu pergerakanmu.”

“Hmmm.........sepertinya ada banyak hal untuk diingat.”

Kirito menggaruk kepalanya dengan wajah seperti anak anak yang melihat seperangkat masalah yang sulit dipecahkan.

“Tapi, kalau itu kamu maka kamu pasti bisa memahaminya dengan cepat.....menurutku. Kamu nampaknya memiliki intuisi bagus dan mata tajam. Apa kamu seorang atlet olahraga di dunia nyata?”

“Ng-Nggak, sama sekali tidak.”

“Hmmm.......baiklah, ayo kita terus bergerak.”

“Oke.”

Mereka mengangguk satu sama lain, kemudian mulai mengepakkan sayap mereka dan melanjutkan perjalanan. Di bawah matahari terbenam, padang rumput berwarna keemasan mulai muncul di balik hutan.


Tanpa menemui monster apapun setelah itu, keduanya akhirnya keluar dari Hutan kuno dan memasuki area pegunungan. Tepat saat mereka mencapai batas waktu penerbangan mereka, mereka turun ke sudut padang rumput di kaki gunung.

Saat sol sepatu mereka meluncur di rerumputan selagi mendarat, Lyfa mengangkat kedua tangannya dan meregangkan tubuhnya. Biarpun tubuh asli tak memiliki organ tubuh seperti itu, entah kenapa sayap bisa merasakan kelelahan setelah penerbangan jauh. Beberapa detik kemudian, Kirito juga mendarat dan sama sama meregangkan tubuhnya.

“Fufu, sudah capek?”

“Belum, masih belum.”

“Oke, mari terus berjuang......itulah yang ingin kukatakan, tapi kita harus menunda perjalanan udara untuk sementara.”

Kirito mengangkat alisnya oleh pernyataan Lyfa.

“Eh, kenapa?”

“Apa kamu melihat pegunungan?”

Lyfa menunjuk ke bagian paling ujung dari padang rumput, ke arah gunung yang menjulang dan diselimuti salju.

“Terbang dibatasi oleh ketinggian. Kita tak bisa terbang melebihi tinggi pegunungan, jadi kita harus lewat melalui lorong gua yang terletak di dalam pegunungan. Itu sepertinya adalah tempat paling berbahaya saat bepergian dari wilayah Sylph ke Aarun. Aku sendiri nggak yakin karena ini pertama kali aku disini.”

“Begitu.....lorong itu, apakah panjang?”

“Cukup panjang, tapi ada kota pertambangan netral di tengah tengahnya, dan kita pasti bisa beristirahat disana. Kirito-kun, sampai saat itu apa kamu masih tak apa apa?”

Kirito memanggil jendela menu dengan tangan kirinya, mengecek jam, dan mengangguk.

“Waktu di dunia nyata saat ini jam tujuh malam, aku tak apa apa untuk sekarang.”

“Begitu, maka mari kita coba sedikit lebih lama lagi. kita harus lakukan ‘Rotate Out’ sekali disini.”

“Ro-Rotate?”

“Ah, kita bergiliran untuk log out dan beristirahat. Karena ini adalah zona netral, kita tak bisa log out dalam sekejap. Sehingga, seorang akan log out dimana yang lain akan melindungi avatar saat ia jatuh dalam kondisi tak bernyawa.”

“Begitu, aku paham. Lyfa, tolong pergi lebih dulu.”

“Baiklah, aku menerima tawaran baikmu. Mohon bantuannya selama 20 menit!”

Selesai bicara, Lyfa mengeluarkan jendela menu dan menekan tombol Log Out. Saat dia menyentuh tombol pesan peringatan YES, daratan di sekelilingnya mengalir ke satu titik dan lenyap seketika.


Duduk bersila di atas ranjang setelah bangun, Suguha melepas Amusphere dan melompat dari ranjang. Dengan cepat berlari sepanjang tangga, Suguha mengkonfirmasi kalau lantai pertama kosong. Hari penyuntingan akhir majalah sudah semakin dekat jadi Midori belum pulang ke rumah, dan Kazuto mungkin berada di kamarnya, sehingga lantai pertama nampak sunyi.

Membuka lemari es, Suguha mengambil dua bagel, ham, krim keju, dan sayuran satu demi satu. dengan cepat mengiris roti menjadi dua, ia mengoleskan selapis tipis mustard, menambahkan ham, dan memasukkan sisanya, dan kemudian memindahkan sandwich bagel itu ke piring. Setelah ia menuangkan susu ke dalam panci susu kecil dan menumpangkannya di atas kompor, Suguha menaiki tangga, dan menghadap lantai kedua sambil berteriak:

“Onii-chan, apa kamu ingin makan sesuatu!?”

....Namun tak ada jawaban. Dia pasti tertidur, Lyfa mengangkat bahunya dan kembali ke dapur. Ia menuangkan susu yang sudah mendidih ke cangkir dan membawanya ke meja ruang tamu dengan piring. Setelah sekitar sembilan puluh menit, makan malamnya selesai. Menempatkan piring ke mesin cuci, dia berlari ke kamar mandi. Biarpun itu adalah dunia virtual, kalau kau melakukan pertarungan sengit, tubuh aslimu akan berkeringat karena ketegangannya. Setelah permainan panjang dia mulai merasa lengket kalau dia tak mencuci dan mengganti pakaian.

Sword Art Online Vol 03 - 207.jpg

Suguha melepas pakaiannya dan melompat ke shower dengan kecepatan supersonic, air hangat perlahan menetes melalui kepala shower.

Faktanya, kalau dia bermain VRMMO secara berlebihan sampai mengganggu makan atau mandi, atau kalau dia memesan makanan jadi, Ibunya akan memarahinya, jadi dia mencoba tak mengikuti party dalam jangka panjang. Namun, kali ini dia tak bisa melakukan itu. Dia mungkin akan bepergian dengan Kirito besok, atau besok lusa kalau situasi memburuk. Mungkin karena kepribadiannya, Suguha tak suka dengan party jangka panjang, saat hari berubah dia akan merasa tak nyaman, namun entah kenapa kali ini hal itu justru tidak terjadi. Dalam hal ini.......

.....Suguha justru merasa senang.

Pikir Suguha sambil menutup matanya dan merasakan sentuhan lembut air hangat di kulitnya.

Membuka matanya, pupil hitam gelapnya menatap balik dari cermin di hadapannya. Di dalamnya, terdapat campuran perasaan senang dan sedikit tak nyaman.

Fisik Suguha yang asli memang sangat besar untuk praktisi kendo, bahkan juga begitu saat dibandingkan dengan roh angin Sylph, Lyfa, dia jelas jelas bertulang besar. Bahu, perut, dan pahanya, kapanpun dia menggerakkan mereka, bentang ototnya sepertinya kelihatan jelas, selain itu dia juga merasa kalau dadanya sudah mulai tumbuh belakangan ini.

Tubuh ini merasakan semua itu, namun jauh di dalam hatiku tumbuh sebuah konflik. Suguha menutup matanya lagi.

.....Bukan berarti Suguha mulai menjadi menyukai dia. Itu juga bukan karena ingin mengajak seseorang berpetualang bersama........hanya saja, terbang di dunia baru sangatlah menyenangkan.

Hal itu digumamkan dalam hatinya, namun itu bukan demi membujuk dirinya sendiri, namun ada kebenaran di dalamnya.

Berpikir kembali, ia juga memiliki perasaan seperti itu setiap hari di masa lalu.

Seiring ia tumbuh makin kuat, sedikit demi sedikit bidang aktivitasnya melebar; hanya terbang di langit dunia yang tak diketahui akan membuat jantungnya berdegup senang. Namun, karena dia diangkat menjadi peran pemain senior utama di dalam wilayah Sylph, pengetahuan dan kewajibannya meningkat secara bersamaan juga. sebelum dia menyadarinya, dia terkubur oleh kebiasaan dari kehidupan sehari harinya. Tugas seperti bertarung demi seluruh ras telah mengekang sayapnya dengan rantai tak terlihat.

Para Pemain yang mengabaikan wilayah mereka dalam ALO disebut «Pembelot», makna Bahasa Inggrisnya yakni «Apostates». Yakni mereka yang membuang kewajiban mereka setelah mendapatkannya, mereka yang dibawah tekanan negara mereka sendiri, sampai sekarang memberi kesan kalau mereka adalah pengkhianat, mungkin memiliki semacam kehormatan di dalam hati mereka.

Dengan pikirannya masih memikirkan semua hal itu, dia dengan cepat membasuh rambut dan tubuhnya kemudian membilas busanya. Melepas handuk mandi dari kait di dinding, ia memakai panel kendali di sampingnya, dan hembusan udara hangat bertiup dari celah di langit langit. Saat rambutnya hampir kering, ia membalut tubuhnya dengan handuk dan menuju ke ruang tamu. Melihat jam, ada kurang dari tiga menit sebelum batas waktu yang disetujui.

Ia membungkus sandwich bagel yang tersisa di atas piring, mengambil secarik kertas dan menulis “Onii-chan, kalau kamu lapar tolong makanlah ini.”, dan meletakkannya di bawah piring.

Kembali ke lantai kedua, ia segera mengenakan piyama, berbaring ke ranjang, dan menaruh helm Amusphere di kepalanya.

Setelah menunggu sejumlah proses koneksi, melalui warna pelangi dari prosedur Log In, Suguha/Lyfa merasakan hembusan angin segar dan mencium aroma menyegarkan.


Dari posisi menunggunya, dan berlutut di atas satu lututnya, Lyfa berdiri dan bertanya.

“Maaf membuatmu menunggu, apa ada monster yang muncul?”

Kirito, yang berbaring di atas rumput dengan benda seperti jerami di mulutnya, melepasnya dan mengangguk.

“Selamat datang kembali. Disini sepi sekali.”

“Apa itu?”

“NPC dari toko grosir berkata kalau ini adalah produk khas di Sylvain.”

“Aku belum pernah dengar ada yang seperti itu.”

Kirito menyerahkan ‘sesuatu’ itu dan Lyfa menerimanya di tangannya. Dia nampak sedikit tegang dan menggigitnya. Dengan sekali nafas, aroma manis dan harum mint mulai muncul di mulutnya.

“Ini giliranku untuk Log Out. Tolong lindungi aku.”

“Ok, nikmati perjalananmu.”

Saat Kirito memanggil jendela menu dan menekan tombol Log Out, tubuhnya secara otomatis kembali ke posisi standby. Lyfa kemudian duduk di sampingnya dan mulai melihat dengan santai pada langit selagi mengisap jerami mint saat pixie dari saku dada Kirito terbang keluar dan mengejutkannya.

“Whoa! Kamu bisa bergerak meski majikanmu tidak dalam Game!?”

Yui memasang wajah ‘tentu saja’ dan meletakkan tangannya di pinggangnya seraya mengangguk.

“Tentu saja bisa. Aku adalah aku. Dan dia bukan ‘majikan’ku, dia adalah ‘Papa’ku.”

“Meskipun begitu, kenapa kamu memanggil Kirito Papamu? Apa mungkin dia memprogrammu seperti itu?”

“Papa menolongku, tapi dia juga berkata kalau aku anaknya. Jadi dia adalah Papaku.”

“Begitu....”

Sudah pasti, Lyfa tak paham sama sekali.

“Kamu mencintai Papamu?”

Lyfa bertanya dengan santai, dan Yui menatapnya dengan wajah serius.

“Lyfa, apa itu cinta?”

“A-Apa........”

Lyfa tak siap menghadapi pertanyaan tak terduga dan memikirkannya untuk beberapa saat sebelum menjawab dengan nada kering.

“......Itu perasaan ingin tetap bersama. Dan saat kalian bersama, jantungmu akan berdegup kencang, atau kira kira seperti itu.....”

Wajah tersenyum Kazuto mendadak muncul di pikirannya, namun kenapa wajah itu sama dengan wajah istirahat avatar di sampingnya? Lyfa tersedak. Tak yakin sejak kapan perasaannya pada Kirito mulai sama dengan perasaan tersembunyinya pada Kazuto. Lyfa menggeleng kepalanya tanpa berpikir. Yui melihat ia melakukan ini dan memiringkan kepalanya, sambil bertanya:

“Ada apa, Lyfa?”

“Bukan, bukan, bukan, itu bukan apa apa!”

Lyfa berteriak, dan pada saat itu—

“Apanya yang bukan apa apa?”

“Waaah!”

Kirito tiba tiba mengangkat kepalanya dan Lyfa melompat.

“Aku kembali. Apa yang terjadi?”

Kirito melihat wajah gugup Lyfa dan berdiri. Hinggap di bahunya, Yui berkata:

“Selamat datang kembali, Papa. Kami baru mengobrol tentang orang yang dia sukai dan—“

“Hei, itu nggak benar!”

Lyfa buru buru memotong ucapan Yui.

“Kamu cepat sekali kembali. Apa kamu makan sesuatu?”

Lyfa bertanya untuk menyembunyikan rasa malunya.

“Ah ya, keluargaku membuatkan sesuatu untukku.”

“Begitu, baiklah, kita harus lekas berangkat. Kalau kita nggak sampai di Kota pertambangan sebelum hari sudah larut, nanti akan jadi Log Out merepotkan. Ayo, segera terbang ke pintu masuk gua!”

Lyfa menyelesaikan ucapannya dengan cepat dan berdiri. Biarpun Yui dan Kirito tak cukup paham apa yang terjadi, Lyfa tak menunggu mereka untuk menyadari itu dan dengan lembut mengepakkan sayapnya.

“Ah, ya. Mari berangkat!”

Masih tak memahami alasan ekspresi Lyfa, Kirito juga membentangkan sayapnya. Namun tiba tiba, dia menoleh dan melihat ke arah hutan tempat mereka keluar.

“Ada apa?”

“Bukan apa apa.......”

Kirito membalas, meski ia masih menatap ke arah hutan.

“Rasanya ada seseorang yang mengawasi kita. Yui, bisa beritahu kami apa ada orang lain sepanjang area ini?”

“Tidak, tak ada siapapun di sekitar kita.”

Pixie itu menggeleng kepala kecilnya. Namun Kirito masih nampak ragu ragu.

“Perasaan seolah diawasi........apa ada semacam indera keenam dalam Game ini?”

Mendengar Lyfa menanyakan itu, Kirito menggosok dahinya dengan tangan kanannya dan berkata:

“Sulit untuk melakukan itu. kalau ada seseorang mengawasi kita, maka sistem akan memberi kita «Referensi», kamu mungkin hanya melihat aliran data yang tidak biasa kamu lihat, anggap saja begitu.”

“Apa iya?”

“Tapi Yui tak merasakan kehadiran siapa siapa jadi pasti tak ada siapapun.”

“Ah, bisa saja mereka menggunakan «Tracer»”

Lyfa berbisik pada Kirito, yang mengangkat alisnya.

“Apa itu?”

“Itu adalah sihir pelacakan. Biasanya dalam bentuk makhluk sihir kecil yang memberitahu pemain tentang posisi target.”

“Itu mantra yang bagus sekali. Bisakah kamu lepaskan mantra itu dari kita?”

“Kalau aku bisa melihat Tracer-nya maka aku bisa melepasnya, tapi kalau skill sihir si pemakai sihir itu tinggi, jarak yang bisa dia observasi meningkat, jadi menemukannya di daratan luas seperti ini sangat mustahil.”

“Begitu. Mungkin hanya imajinasiku, pokoknya ayo kita lekas berangkat.”

“OK.”

Setelah mengangguk, mereka terbang ke angkasa lagi. bukit putih dari sudut pegunungan tak terlalu jauh, dan di tengah tengah bukit terdapat gua hitam raksasa. Menuju ke lubang gua yang menghembuskan udara dingin sinis dari dalamnya, Lyfa mengepakkan sayapnya lebih cepat dan mempercepat lajunya.

Setelah beberapa menit terbang, keduanya memasuki pintu masuk gua.

Hampir tegak lurus pada batu batu besar, gua itu adalah bentuk persegi raksasa yang memotong wajah bukit. Tinggi dan lebarnya sekitar tiga atau empat kali melebihi Lyfa. Mereka tak tahu ada apa di dalam sana, namun diukir di sekitar pintu masuk gua adalah beberapa desain monster. Bagian teratas lubang terdapat kepala setan yang menjulang keluar, melihat dengan kebencian ke arah mata semua penyusup.

“Gua ini......apa memiliki nama?”

Oleh pertanyaan Kirito, Lyfa menganggukkan kepalanya dan membalas.

“Namanya adalah «Koridor Ruger». Ruger juga menjadi nama dari Kota Pertambangan itu.”

“Whoa, itu seperti cerita yang kutonton di film fantasy.”

Lyfa menatap Kirito dengan pandangan perifernya dan melihatnya tersenyum. Mungkin maksud Kirito adalah buku buku klasik, yang menjadi inspirasi produksi film. Dalam kamar Kazuto, terdapat kotak dengan buku edisi koleksi semacam itu, dan Lyfa sering meminjamnya untuk dibaca tanpa meminta ijin lebih dulu.

“Aku tahu apa yang kamu bicarakan. Untuk melintasi pegunungan, mereka melalui pertambangan bawah tanah, dan diserang oleh setan raksasa. Namun, sayangnya monster tipe-setan tak akan muncul disini.”

“Sayang sekali ya.”

“Ah, tapi gua ini dihuni banyak Orcs. Kalau kamu menganggapnya menarik, kamu bisa mengurus semua makhluk itu.”

Kemudian, keduanya mulai bergerak ke depan ke arah gua.

Terasa sejuk di dalam gua, cahaya dari luar juga sangat tipis, dan perlahan menyelimuti segalanya ke dalam kegelapan. Lebih baik memakai sihir tipe cahaya; pikir Lyfa dan menoleh pada Kirito yang berjalan di sampingnya.

“Oh iya, Kirito-kun, apa kamu melatih skill sihirmu?”

“Ah, hanya sihir dasar ras, tapi aku tak sering memakainya.”

“Menjelajahi gua adalah spesialisasi Spriggan dengan pemakaian cahaya, bahkan lebih efektif dari sihir Mage angin.”

“Hmm, Yui, apa kamu tahu?”

Kirito menggaruk kepalanya dan Yui keluar dari sakunya dan berkata dengan nada menguliahi;

“Papa, aku minta kamu sedikit membaca buku panduan manual. Memakai sihir cahaya itu....”

Yui perlahan melafalkan mantra, dan Kirito mengangkat tangan kanannya dan mengulangi ucapannya. Tangan kanannya memancarkan cahaya abu abu pucat, dan terus menyebar. Saat itu mengenai Lyfa, dia mampu melihat area yang luas disekitar mereka. Mantra itu nampaknya tak memancarkan cahaya; namun memberi penggunanya pandangan-malam.

“Wow, ini sangat praktis sekali. Menjadi Spriggan mungkin ada gunanya juga.”

“Ah, mendengar kamu mengatakan itu membuatku terluka.”

“Hahaha. Tapi serius, kamu setidaknya harus mengingat beberapa mantra sihir yang berguna. Kalau kamu bahkan nggak bisa memakai mantra spesialitas Spriggan dalam situasi hidup dan mati, itu akan memalukan.”

“Woo, ucapan itu bahkan lebih melukaiku.”

Sambil mengobrol dengan santai, mereka terus bergerak lebih jauh ke dalam banyak belokan dan kelokan di dalam gua. Tak lama kemudian, mereka tak bisa melihat cahaya putih dari pintu masuk lagi.


“Kupikir itu adalah ‘ARLU-DENA-RERE.....’”

Kirito menatap referensi manual ungu berkilauan dan mencoba membisikkan kalimat mantra yang tak familiar.

“Tidak, tidak, membacanya seperti itu tak akan mengaktifkan mantra. Mantra itu bukan hanya pelafalan mekanik, kamu harus memahami tiap tiap «Kekuatan kata» dan mengasosasikannya dengan efek sihir sembari mengingatnya.”

Mendengar pernyataan ini, si pendekar pedang hitam menghela nafas panjang dan menjatuhkan kepalanya.

“Aku tak menyangka akan mempelajari kata kata yang kelihatan seperti bahasa Inggris dalam Game.”

“Akan kuperingatkan kamu, mantra level tinggi setidaknya memiliki dua puluh kata.”

“Aw ayolah, aku lebih suka jadi petarung murni......”

“Sia sia saja menangis! Ayo cepat mulai dari awal lagi!”

Sekitar dua jam mereka berjalan setelah memasuki gua, mereka bertarung dengan orcs lebih dari sepuluh kali dan menang tanpa masalah. Berkat peta yang dibeli di Sylvain, mereka berjalan mengikuti jalan lurus dan bepergian dengan cepat. Menurut peta, seharusnya terdapat danau besar bawah tanah di depan sana, melintasi jembatan di atasnya akan menuntun ke arah kota tambang, Ruger.

Ruger tidak sebesar ibukota bawah tanah Gnome, namun ia memiliki fasilitas yang menghasilkan bijih berkualitas tinggi dan banyak pemain tipe pebisnis serta pandai besi tinggal disana. Mereka tak menemui pemain lain sepanjang jalan. Gua ini bukan tempat perburuan yang bagus. Gua ini cukup besar, namun seperti ketiadaan cahaya matahari atau cahaya bulan, sumber ketahanan penerbangan juga tak mencapai area ini, sehingga sayap mereka tak bisa digunakan.

Pemain Sylph yang ingin menuju ke Aarun untuk berdagang dan piknik biasanya mengambil rute yang lebih jauh dari bagian utara Sylvian, melintasi wilayah Cait Sith di dekat pegunungan. Hidup disana terdapat ras Cait Sith dengan telinga dan ekor kucing mereka. Mereka bisa memakai skill «Taming» dengan memberi makan monster atau binatang, dan selalu menyediakan hewan tunggangan yang sudah dijinakkan ke ibukota Sylph demi menjalin persahabatan, jadi kedua ras itu sudah lama sangat akur. Hubungan diantara Raja dari kedua ras juga sangat bagus, bahkan dikatakan kalau tak lama lagi mereka akan membentuk aliansi.

Karena Lyfa memiliki sejumlah teman Cait Sith, dia berniat untuk memilih rute melalui lintasan utara, namun melewati pegunungan karena Kirito kelihatan buru buru. Jujur saja, masuk ke bagian dalam tanah membuat Lyfa tak nyaman, namun dalam situasi saat ini bergerak sepanjang pegunungan sepertinya tak membawa masalah berarti.

Yang jelas, alasan kenapa Kirito begitu buru buru menuju ke Aarun, dan World Tree, masih misteri bagi Lyfa. Sikap Kirito membuat Lyfa bertanya tanya dengan ketidakpastian di hatinya, namun postur bertarungnya sepertinya sangat cemas.

Ia ingat Kirito menyebutkan kalau ia tengah mencari seseorang. Orang orang yang hilang kontak di dunia nyata dan datang mencari di Game tidaklah aneh. Di papan buletin di depan toko grosir, di sudut pertanyaan, kata ‘mencari seseorang’ tidak ada habisnya. Biasanya itu dilakukan demi balas dendam atau karena ketertarikan cinta, namun tak ada yang pas untuk Kirito. Dan, mencari di Aarun cukup bisa dipahami, tapi kenapa World Tree? Saat ini tempat itu seperti area tak terjamah, biarpun bisa mencapai bagian bawahnya, menuju ke puncak pohon itu nyaris mustahil.

Lyfa berjalan di samping Kirito yang terus berlatih keras dengan kalimat mantra, dan terus berpikir sendiri. Biasanya tak memperhatikan di zona netral sama halnya bunuh diri, namun dalam perjalanan ini karena indera menakutkan Yui, ia akan memperingatkan mereka adanya monster yang mendekat sehingga tak perlu khawatir akan ada serbuan.

Kemudian, setelah beberapa menit, mereka hampir mencapai danau bawah tanah saat Lyfa mendengar suara, itu bukan peringatan Yui, namun lebih seperti suara dering telepon.

Lyfa mengangkat tangannya, menoleh pada Kirito, dan berkata:

“Ah, aku mendapat pesan. Maaf, tolong tunggu sebentar.”

“Oke.”

Lyfa berhenti, di bagian depan tubuhnya di bawah dadanya, ia menekan icon yang ditampilkan. Sebuah jendela muncul dan menunjukkan Pesan Teman. Daftar Teman Lyfa hanya ada satu orang, Recon, ia sudah bisa menebak, jadi bahkan sebelum membaca dia sudah tahu siapa pengirimnya. Itu mungkin isi yang tidak perlu, pikir Lyfa sambil melirik pesan itu, namun—

‘Seperti yang kuduga! Hati hati, S’

Itulah satu satunya hal yang ditulis.

“Apa apaan ini?”

Ujarnya tanpa berpikir. Sama sekali tak masuk akal. Apa yang dia duga? Hati hati dengan apa? Dan apa maksud ‘S’ di bagian akhir? Kalau Recon mengiriminya pesan, bukankah harus dengan ‘R’, apa ada semacam makna tersembunyi dibaliknya?

“Esu...sa....shi....su......hmmm.”

“Ada apa?”

Lyfa menjelaskannya pada Kirito yang bingung. Kemudian, Yui memunculkan kepalanya dari dalam saku dan berkata:

“Papa, aku mendeteksi respon dari jarak dekat.”

“Monster?”

Tangan Kirito menyentuh gagang pedangnya, namun Yui menggeleng kepalanya.

“Bukan—ada pemain, jumlahnya dua belas.”

“Dua belas?”

Lyfa dibuat diam membisu. Bagi kelompok pemain yang membentuk party bertarung, itu terlalu banyak. Mungkin itu adalah kelompok Sylph yang bergerak dari Sylvian ke Ruger, atau bahkan ke Aarun sebagai karavan dagang.

Memang, sekali dalam sebulan biasanya ada party beranggotakan besar yang berkumpul di ibukota Sylph untuk bepergian dari dan ke area sentral. Biasanya beberapa hari sebelum hari keberangkatan mereka akan memberitahu semua pemain untuk merekrut peserta, namun di pagi ini saat dia melihat papan buletin tak ada apapun yang menulis tentang hal itu.

Berarti itu adalah kelompok tak dikenal, kalau mereka Sylph maka tak akan berbahaya, namun kesempatan kalau mereka adalah kelompok PK dari ras berbeda itu sulit untuk dibayangkan. Lyfa mendapat firasat buruk tentang hal itu, dan menoleh pada Kirito.

“Aku merasakan firasat buruk. Kita harus bersembunyi dan biarkan mereka lewat.”

“Tapi bersembunyi dimana?”

Kirito kebingungan dan melihat ke sekelilingnya. Mereka berada di tengah jalan lebar, tanpa cabang apapun untuk bersembunyi.

“Itu, serahkan padaku.”

Lyfa memegang pergelangan tangan Kirito dan bersembunyi di area berlubang terdekat. Menekan rasa malu oleh kontak fisik yang terlalu dekat, Lyfa mengangkat tangan kirinya untuk pelafalan mantra.

Kemudian cahaya hijau memancar dari kaki ke atas, menyelimuti kedua tubuh. Pandangan mereka sedikit berwarna hijau, namun dari luar mereka akan sama sekali tersembunyi. Lyfa menatap Kirito di sampingnya dan berbisik:

“Bicaralah dengan tenang, kalau kita terlalu berisik maka sihir ini takkan berfungsi.”

“Aku paham. Sihir ini benar benar berguna.”

Kirito mengawasi area mereka bersembunyi, dan terus menerus memindai area. Yui memunculkan kepalanya dan berujar dengan nada rendah:

“Dalam sekitar dua menit kalian akan bisa menemui mereka.”

Mereka berdua membuat diri mereka lebih kecil dan bergerak mendekat ke dinding gua. Setelah detik detik menegangkan, Lyfa mendengar suara langkah kaki mendekat. Bercampur dengan suara armor berat yang berdentingan, yang membuatnya penasaran dan melihat.

Kirito menjulurkan lehernya, menatap ke arah kelompok tak dikenal.

“Apa itu?”

“Apa? Aku tak melihat siapa siapa.”

“Aku tak melihat pemain, tapi mungkin monster? Ada Kelelawar merah kecil.”

“!?”

Lyfa menahan nafasnya sambil melihat ke depan. Di kegelapan di dalam gua, terdapat benda merah beterbangan ke arah mereka. Ini adalah—

“Sial!”

Lyfa tanpa sadar mengutuk keras keras, dan melompat dari tempat persembunyian ke tanah di tengah tengah jalan. Sihir Persembunyian terlepas di saat yang sama dan Kirito juga berdiri dengan kebingungan.

“Hei, hei, apa yang terjadi?”

“Itu sihir Pelacak Jejak Level tinggi! Kita harus menghancurkannya dengan cepat!”

Sambil berteriak keras, Lyfa merentangkan tangannya dan mulai merapal mantra. Setelah mantra yang cukup panjang, ujung jarinya melepaskan sejumlah jarum emerald berkilauan. Viii, bersuara di udara seiring jarum jarum itu menyerbu ke arah targetnya.

Kelelawar yang beterbangan di udara dengan perlahan mencoba menghindari serangan, namun karena ada begitu banyak jarum, ia tertusuk oleh banyak jarum. Ia jatuh ke tanah, terselimuti api merah, dan lenyap. Mengkonfirmasi serangannya, Lyfa menoleh ke arah Kirito dan berteriak:

“Lekas berlari ke arah kota, Kirito-kun!”

“Oh, tak lagi bersembunyi?”

“Musuh akan segera tahu kalau pelacak mereka dihancurkan. Mereka mungkin akan mengirim banyak pelacak, jadi hampir mustahil untuk bersembunyi. Pet sihir itu memiliki banyak properti. Ini artinya party yang mendekat adalah.......”

“Salamander!”

Kirito mengernyit setelah menunjukkan pengetahuannya. Sembari mereka berbicara, suara berderak derak bercampur langkah kaki semakin mendekat. Lyfa berbalik dan melihat cahaya merah dari kejauhan.

“Ayo pergi!”

Mengangguk, keduanya mulai berlari.

Sembari mengecek peta saat berlari, jalan lurus ini akan segera berakhir, dan di depan akan terdapat danau bawah tanah raksasa. Cara untuk melintasi danau adalah melalui jembatan, dan di seberang merupakan pintu masuk ke kota pertambangan, Ruger. Itu adalah kota netral sehingga serangan tak diperbolehkan di dalamnya, tak peduli berapa banyak orang yang mereka miliki, mereka takkan bisa melakukan apa apa.

Namun kenapa ada kelompok besar Salamander disini?

Lyfa menggigit bibirnya. Memakai Pelacak artinya sejak awal bermaksud memburu kita. Setelah meninggalkan Sylvian, karena kekuatan pencari dari Yui, seharusnya mereka tak mungkin punya kesempatan untuk memasang sihir itu. Satu satunya kemungkinan adalah mereka memakai sihir itu selagi kita berada di jalanan Sylvian.

Jumlah Sylph yang bisa menggunakan sihir api itu bukan nol. Tiap tiap ras memiliki bakat atribut sihir tersendiri, angin untuk Sylph, tanah untuk Gnome, dll. Dan atribut mantra yang lain bisa dipelajari melalui latihan keras dan peningkatan skill.

Namun, kelelawar merah yang mereka bunuh bisa mengikuti dan melacak target, dan mencari target yang bersembunyi, adalah sihir level sangat tinggi yang memerlukan skill sihir api yang hampir mustahil untuk diperoleh ras lain selain Salamander. Dengan kata lain—

‘Ada Salamander di Sylvain?’

Lyfa memikirkan itu selagi berlari. Kalau ini benar, tak mudah melakukannya. Meski Sylvian terbuka bagi pengembara dari ras lain, namun karena hubungan sengit dengan Salamander, bea masuk mereka sangat ketat dan dibatasi. Kalau Penjaga NPC yang kuat menemukan Salamander, mereka akan segera menyerang. Melewati semua itu tidaklah mudah.

“Oh, danau!”

Berlari ke kanan di depannya, suara Kirito menginterupsi pikiran Lyfa. Lyfa mengangkat kepalanya dan melihat jalan pegunungan berbatu berubah menjadi jalan batu yang rata di depan sana, ruang menjadi lebih terbuka, dan air hijau gelap danau bersinar dengan cahaya pucat.

Jembatan batu membentang di tengah tengah danau, di seberangnya terdapat gerbang besar yang mencapai atap. Itu adalah kota tambang, pintu Ruger. Sekali melewati pintu itu, kamilah yang menang dalam permainan petak umpet ini.

Ini memberi sedikit ketenangan pikiran bagi Lyfa dan ia melirik dari bahunya. Dari belakang cahaya merah masih ada sejumlah jarak. Karena sudah begini – keduanya berlari pada kecepatan tinggi menuju lintasan batu.

Saat mereka melalui jembatan, temperatur di sekitar mulai jatuh drastis. Mereka menembus udara beraroma air, dan mempercepat lari di atas jembatan.

“Sepertinya kita lolos.”

“Jangan cepat lengah. Ada monster raksasa di dalam air.”

Selagi berbicara dengan Kirito, mereka sampai di tengah jembatan yang merupakan area observasi bundar, dan pada saat itu.

Melewati kepala mereka dalam kegelapan, dari belakang muncul dua titik cahaya berkecepatan tinggi. Itu adalah efek cahaya dan suara yang menunjukkan kalau itu serangan sihir. Itu pasti dari Salamander yang mengejar mereka, namun akurasinya sangat buruk.

Karena itu akan mengenai di depan mereka, mereka hanya perlu melambat. Setelah melambat, cahaya mendarat sekitar sepuluh meter di depan.

Ia meledak seperti yang diduga, Lyfa mengangkat tangannya untuk menutup wajahnya, namun yang terjadi berikutnya sama sekali tak diduga. berguncang! Dinding batu besar naik dari jembatan dan memblokir seluruh jalan. Lyfa merengut oleh masalah tak terduga dan bersumpah;

“Ini gawat......”

“Apa?”

Mata Kirito melebar, namun terus berlari maju dan mencabut pedangnya untuk menebas dinding.

“Ah, Kirito-kun!”

‘Sia sia saja’ tak punya waktu untuk keluar dari mulutnya. Pedang Kirito mengenai dinding batu, GOUN! Suara keras datang dari serangan itu dan kekuatan pantulannya membuat Kirito jatuh terduduk di atas jembatan. Dinding batu cokelat itu tak menampakkan goresan sama sekali.

“.....Ternyata percuma.”

Lyfa terbang ke sisi Kirito dan berhenti, sambil mengatakan itu. si pemuda Spriggan berdiri dengan tatapan mencela.

“Seharusnya kamu katakan itu sejak tadi.”

“Kamu terlalu ceroboh. Ini perisai sihir tanah, serangan fisik takkan bisa merusaknya. Hanya sihir dalam jumlah besar yang bisa menghancurkannya........”

“Kita tak punya waktu untuk itu.......”

Mereka berbalik bersamaan, kelompok yang mengenakan armor, bersinar dengan warna darah, tengah mendekat di depan jembatan.

“Terbang mengitarinya......takkan mungkin. Bagaimana kalau menyelam ke dalam danau?”

Lyfa menggeleng kepalanya oleh saran Kirito.

“Tidak bisa. Sudah kukatakan tadi, sepertinya ada monster Naga air berlevel sangat tinggi tinggal di dalam danau. Tanpa bantuan Undine, bertarung di dalam air sama saja bunuh diri.”

“Jadi, tak ada pilihan selain bertarung kan?”

Menoleh pada Kirito yang memegang pedangnya dalam postur anggun, Lyfa menggigit bibirnya dan mengangguk.

“Kita tak punya pilihan.......tapi ini mungkin buruk......sampai Salamander memakai sihir elemen tanah sekuat itu, pasti ada Mage handal dalam kelompok itu.”

Jembatan itu tidak lebar, jadi kondisi terburuk mengalami pengepungan bisa dihindari. Bahkan dengan ini, dua belas lawan dua sama sekali tidak adil, dan penerbangan tidak dimungkinkan di dalam dungeon ini. Keahlian Lyfa dalam pertarungan udara tak bisa dipakai disini.

Itu semua bergantung pada keefektifan bertarung musuh.

.....Tapi kita tak boleh terlalu mengharapkan itu.

Menggumamkan itu dalam hatinya, Lyfa berdiri di samping Kirito dan mencabut katananya. Dengan suara logam berat, musuh yang mendekat mulai terlihat jelas. Di depan terdapat tiga Salamander besar, berdandan dalam armor yang lebih berat dari Salamander yang dia lawan kemarin, tangan kiri memegang tongkat besar atau senjata satu tangan lain, dan tangan kanan dilengkapi perisai logam yang besar.

Melihat ini, Lyfa untuk sesaat hampir kehabisan akal. Didalam ALO tangan yang dominan sama dengan di dunia nyata, jadi pemain bertangan kidal pasti sangat sedikit.

Sebelum Lyfa bisa menyuarakan keraguan itu, Kirito menatapnya dan berkata:

“Tolong jangan salah paham, tapi bisakah kamu menjadi supportku?”

“Eh?”

“Kuharap kamu bisa menyembuhkanku dari belakang. Maka aku bisa bertarung tanpa mempedulikan tubuhku.”

Lyfa menatap pedang bermata dua Kirito. Memang di jembatan sempit ini, tembakan teman akan dimungkinkan dan menghindarinya akan sulit. Menyembuhkan bukan keahliannya, namun Lyfa menganggukkan kepalanya dan mundur tepat di depan dinding batu. Tak ada waktu untuk berdebat.

Kirito membungkuk dan menarik pedangnya dari belakang. Ia mengirim gelombang tekanan ke arah tiga Salamander. Tubuh Kirito tidak besar, jadi dia nyaris tak membuat suara saat bergerak. Matanya bersinar oleh akumulasi energi. Jarak diantara kedua sisi semakin mengecil seiring Lyfa melihatnya—

“—Ha!”

Dalam satu tarikan nafas, kaki kiri Kirito melangkah ke depan, cahaya efek spesial biru muncul seiring ia mengayunkan pedangnya secara horizontal ke arah tentara besar merah. Dengan suara keras udara yang terpotong, jembatan berguncang; itu adalah ayunan pedang terkuat yang Lyfa pernah lihat, namun—

“Eh!?”

Mata Lyfa terbuka lebar karena terkejut. Ketiga Salamander menarik mundur senjata mereka, dan mengarahkan perisai mereka ke depan, menyembunyikan tubuh mereka dibalik dinding perisai.

GANG! Disertai suara keras, pedang Kirito menghantam dinding perisai dalam sekali ayunan dan menyisakan goresan horizontal. Udara berguncang dan gelombang besar menyebar sepanjang danau. Namun para petarung berat itu hanya terdorong mundur, sembari memblokir serangan Kirito.

Lyfa buru buru mengamati HP mereka. Mungkin lebih dari sepuluh persen berkurang, namun itu hanya untuk sesaat, karena tak lama kemudian lafal mantra terdengar dari belakang mereka, dan cahaya biru pucat menutupi ketiga penjaga depan. Itu adalah sihir pemulihan, karena HP mereka pulih dalam sekejap. Kemudian, dari belakang.....

Dari belakang dinding perisai baja yang kuat, banyak bola api merah jingga kemerahan ditembakkan, mengikuti jalur parabola sepanjang udara, dan meledak di posisi Kirito.

Ledakan itu cukup kuat hingga membuat permukaan danau memantulkan pria berbaju hitam yang terselimuti warna merah.

“Kirito-kun!”

Lyfa berteriak dengan keras, hampir dalam keputusasaan. Bar HP Kirito menurun drastis, dan mendekati area kuning peringatan. Tidak, dalam sistem ALO yang seluruhnya berbasis skill, HP meningkat sangat pelan, sehingga cukup ajaib kalau Kirito tak tewas dalam sekejap. Ini semua adalah rangkaian serangan sihir yang intensif. Lyfa segera menyadari hasrat membunuh dari musuh.

Kelompok musuh ini jelas memahami tentang Kirito dan kekuatan serangan fisiknya, jadi mereka memakai cara penanganan semacam ini.

Tiga pelindung dengan armor penuh akan memblokir serangan Kirito, memakai perisai berat untuk pertahanan. Tak peduli sekuat apapun serangan Kirito, kalau ia tak bisa mengenai tubuh mereka secara langsung, mereka takkan bisa dilukai. Sembilan orang yang lain mungkin adalah Mage. Beberapa akan menyembuhkan pelindung garis depan, dan yang lain memakai sihir api untuk menyerang. Ini adalah formasi yang dipakai untuk melawan monster boss dengan serangan fisik yang kuat.

Tapi kenapa ada begitu banyak orang digerakkan untuk menyerang Kirito dan Lyfa?

Meninggalkan keraguannya, Lyfa memulai pelafalan sihir penyembuhannya. Akhirnya api menipis, dan saat tubuh Kirito mulai terlihat, Lyfa memakai mantra penyembuhan level tinggi yang dia miliki. Kemudian bar HP Kirito mulai terisi, namun Lyfa tahu kalau itu takkan bertahan lama.

Kirito juga menyadari taktik musuh. Karena pertarungan jangka panjang itu tidak menguntungkan, ia mengangkat pedangnya dan menyerbu ke arah barisan prajurit berperisai.

“Woo oh!”

Pedang hitamnya membentur perisai, dan percikan cerah berkilapan.

Namun—disini pertarungan berubah menjadi permainan angka.

Serangan yang diberikan oleh Kirito akan disembuhkan oleh para Mage di belakang. Setelah itu, Mage yang lain akan melafalkan sihir serangan dan Kirito dihantam oleh ledakan lagi.

Tak ada ruang untuk skill individual; Lyfa paling membenci gaya bertarung semacam ini. Sekarang pertarungan ditentukan oleh MP Mage dan HP Kirito, yang mana yang habis lebih dulu. Namun hasilnya sudah sangat jelas.

Tak terhitung bola api mulai meluncur dan menghujani Kirito. Ledakan bertubi tubi menghantam Kirito dan tubuh babak belurnya terlempar dan menghajar tanah.

Karena ini adalah Game, tubuh dalam ALO takkan merasakan «sakit», namun menahan ledakan sihir secara langsung bisa memberi dampak buruk. Suara ledakan mengguncang otak, rasa panas membakar kulit, dan dampak itu akan merusak keseimbangan. Efek efek ini akan ditransfer ke realita pada daging si pemain, setelah Log Out semua efek ini masih akan tersisa selama beberapa jam dalam bentuk mual dan pusing.

“Uuu......oooh!”

Namun tak peduli berapa kalipun Kirito dihajar oleh api dia terus berdiri dan mengayunkan pedangnya. Sambil melafalkan mantra penyembuhan, Lyfa tak ingin terus melihatnya kesakitan. Ini adalah Game. Dalam situasi ini, hampir semua orang akan menyerah. Meski kegagalan sangat disesalkan, dibawah aturan yang ditetapkan Game, ini adalah perbedaan kekuatan bertarung yang tak bisa diganggu gugat. Meskipun begitu, mengapa—

Lyfa tak lagi tahan melihat Kirito terus seperti itu, sehingga dia berlari beberapa langkah di belakang Kirito dan berteriak:

“Cukup Kirito-kun! kita hanya perlu terbang beberapa jam dari Sylvain lagi! item yang tercuri dari kita bisa kita beli kembali, tolong menyerahlah!”

Namun Kirito menggeleng kepalanya dan berkata dalam nada tegas.

“Tidak!”

Matanya mencerminkan api merah brilian yang mengelilingi mereka.

“Selagi aku hidup, takkan kubiarkan anggota partyku mati. Aku pasti takkan membiarkan itu!”

Lyfa, kehabisan kata kata, hanya bisa berdiri membisu.

Pada waktu keputusasaan itu, pemain berbeda akan bereaksi dengan beragam cara. Ada orang orang yang akan mentertawakan «Momen ini», ada orang orang yang matanya akan terbuka lebar dan jatuh dalam ketakutan, dan ada juga orang orang yang terus melawan sampai akhir. Namun dalam kasus ini, mereka semua memakai simulasi «kematian». Pengalaman ini tak bisa dihindari dalam memainkan Game VRMMO, dan harus diterima. Kalau tidak takkan bisa «menikmati» permainan «Game» ini.

Namun cahaya di mata tajam Kirito adalah sesuatu yang Lyfa belum pernah lihat sebelumnya. Berusaha keras melawan situasi mustahil, mati matian mencoba mencari cara untuk bertahan hidup, Lyfa merasa terpana. Pada momen ini, Lyfa lupa kalau ini hanyalah Game, sebuah dunia ilusi.

“Woo-ah-ah-ah-ah-ah-ah-ah!!”

Kirito yang berdiri dan berteriak, mengguncang udara dengan suaranya. Saat tembakan api berhenti untuk sesaat, ia tiba tiba menyerbu ke depan, mengabaikan dinding perisai di depannya. Merendahkan pedangnya di tangan kanannya, tangan kiri kosongnya memegang sudut perisai dan mencoba mendorongnya terbuka. Tindakan tak terduga ini mengacaukan garis pertahanan Salamander. Saat dinding pertahanan mereka retak, Kirito memaksakan pedangnya masuk.

Untuk mematahkan dinding pertahanan dengan para Mage di belakangnya adalah sesuatu yang bahkan pemain veteran seperti Lyfa belum pernah lihat sebelumnya. Juga, tindakan itu bahkan bukan serangan, jadi takkan bisa melukai musuh. Namun, karena tindakan edan Kirito, pria yang memegang perisai berteriak dalam kebingungan;

“Sial, apa yang salah dengan orang ini!?”

Pada saat ini, suara kecil mencapai telinga Lyfa.

“Sekarang satu satunya kesempatan!”

Melihat sekelilingnya, entah sejak kapan, Yui menggantung di bahu kanannya.

“Kesempatan?”

“Satu satunya ketidakpastian adalah kondisi mental pemain. Gunakan semua MP-mu yang tersisa, tolong blokir serangan sihir berikutnya!”

“Ta...tapi, bahkan dengan melakukan itu.....”

Seperti menuangkan air di atas batu panas, Lyfa menahan apa yang hendak dia ucapkan. Ia melihat dengan serius pada AI yang seharusnya simpel, Yui, dan melihat keteguhan yang sebanding dengan Kirito.

Lyfa menganggukkan kepalanya, dan mengacungkan kedua tangannya ke depan. Mage kelompok musuh sudah melafalkan mantra bola api, namun demi mencocokkan waktu peluncuran, itu terjadi dalam kecepatan cukup lambat. Lyfa melafalkan kalimat mantranya dengan kecepatan tinggi seperti biasa. Kesalahan dalam pelafalan sama artinya kegagalan, ia melafalkan mantranya secepat mungkin, hanya malu pada garis bahaya.

Lyfa menyelesaikan mantranya sedikit lebih cepat dari mereka. Dari tangannya muncul tak terhitung kupu kupu kecil yang beterbangan, mengelilingi tubuh Kirito.

Setelah itu, musuh menyelesaikan mantra mereka juga. Dengan suara melengking, bola api para Mage tertembak ke langit. Api demi api menghantam Kirito, yang mencoba menembus dinding pertahanan.

“Ha!”

Tangan Lyfa yang merentang mengalami tekanan balik dari ledakan, dan ia menggertakkan giginya. Bidang sihir pertahanan di sekitar Kirito hancur oleh ledakan, dan MP-nya jatuh dengan efek suara buk-buk. Potion pemulih MP bahkan takkan bisa memulihkannya dengan cepat. Apa artinya bertahan dari serangan seperti itu, pikir Lyfa, kemudian.

Berdiri di bahu Lyfa, Yui berteriak dengan keras:

“Papa, lakukan sekarang!”

Kirito berkedip kedip dengan agak bingung. Dalam api merah seperti teratai, ia mengangkat pedangnya dan berdiri. Lyfa bisa mendengar suara mantra yang halus. Lyfa mencocokkan fragmen kata kata mantra itu dengan indeks dalam memorinya.

‘Mantra ini.......atribut ilusi!?’

Lyfa menahan nafasnya untuk sesaat – kemudian menggertakkan giginya. Mantra yang Kirito ucapkan adalah sihir ilusi yang membuat pemain nampak seperti monster. Namun sihir itu tak berguna dalam pertarungan sungguhan. Karena bentuknya bergantung pada skill bertarung pemain, biasanya hasilnya adalah monster lemah, tanpa perubahan kemampuan, karena kebanyakan orang menyadari ini hal itu takkan membuat mereka takut.

Lyfa mulai kehilangan MP dengan cepat, hingga hanya 10% tersisa. Ia memutuskan bertaruh pada ide Yui, namun nampaknya dadu telah mengkhianati mereka.

Namun, apa boleh buat. Mengetahui «Kekuatan» Game diperlukan untuk mendukung kekayaan pengetahuan. Bagi Kirito yang baru mulai bermain beberapa hari yang lalu, memaintanya memahami tiap tiap kalimat mantra itu terlalu kejam.

Selagi memikirkan ini, Lyfa memusatkan kekuatan terakhirnya untuk melindungi Kirito. Gelombang serangan akhir musuh akhirnya berhenti, tepat saat perisai pertahanan Lyfa menghilang. Pusaran api berputar, dan perlahan musnah—

“Eh!?”

Di dalam dinding api, bergerak sebuah bayangan. Untuk sesaat, Lyfa merasa kalau ia hanya salah lihat. Karena benda itu terlalu besar.

Berdiri di hadapan Salamander adalah raksasa dua kali ukuran mereka. Meragukan pandangannya, itu terlihat seperti raksasa yang membungkuk.

“Kirito-kun, apa itu kamu?”

Dia bertanya dengan tak percaya. Ia tak bisa memikirkan hal hal yang lain. Ini adalah perubahan bentuk Kirito memakai mantra ilusi, namun ukurannya kelewat besar.

Di depan mata Lyfa, bayangan itu melotot. Sosok itu tidak seperti raksasa. Kepalanya seperti kambing, dengan tanduk melengkung memanjang ke belakang kepalanya. Mata bundar bersinarnya berkilau, dan gigi diluar mulutnya menghembuskan api ke udara.

Sword Art Online Vol 03 - 239.jpg

Tubuh bagian atasnya sangat berotot dengan kulit berwarna gelap, lengan panjangnya hampir mencapai tanah. Punggungnya memiliki ekor seperti cambuk. Untuk mendekripsikan sosok tak dikenal itu dalam satu kata, hanya «Iblis» yang cocok.

Semua Salamander membeku di tempat. Melihat mereka seolah olah roh mereka dibawa pergi, si Iblis hitam mengangkat kepalanya tinggi tinggi.

“Roarrrrrrr-----------!!”

Raungan seperti halilintar menggema, dan mengguncang seluruh gua. Dari bagian terdalam tubuh, rasa takut muncul secara instingtif.

“Omong kosong! Itu hanya tipuan!”

Salamander di garis depan berteriak sambil mundur beberapa langkah. Dalam sekejap, si Iblis bergerak dengan kecepatan mengerikan. Cakar tangan kanannya merobek dinding perisai yang terbuka, dan jarinya mengoyak tubuh prajurit yang tertutup armor – momen selanjutnya, muncul End Frame, dan si Salamander lenyap.

“Woo ah ah ah!”

Melihat partnernya dibunuh dalam satu hantaman, dua pelindung yang tersisa berteriak bersamaan. Mereka menjatuhkan perisainya, tangan kiri mereka membuang senjata, dan mundur ketakutan.

Dari kelompok Mage, seseorang yang menjadi pemimpin mereka berteriak dalam kemarahan:

“Bodoh, jangan kacaukan formasi! Dia hanya bisa mencapai apa yang dia lihat, kalau kalian menjadi kura kura kalian takkan terluka!”

Namun kata kata itu tak mencapai telinga para prajurit. Si Iblis hitam mengaum dan melompat maju, ia membuka mulut besarnya dan menggigit kepala prajurit di sebelah kanan dan mencengkeram prajurit di sebelah kiri dengan cakar besinya. Ia dengan kejam mengguncang dan merobek robek avatar! Warna merah terus menerus terpercik, hampir sama dengan pertumpahan darah.

Tiga pelindung depan dihancurkan dalam sepuluh detik. Pemimpin mereka pulih dan memerintahkan kelompok Mage, dan mereka mulai merapal mantra. Namun tanpa armor dan hanya mengenakan jubah, kelompok Mage terlalu rapuh dibandingkan para penjaga depan. Dengan nafas memburu, si Iblis yang berdiri jauh lebih mengerikan dari efek sihir ilusi. Kecepatan pelafalan mantra mereka menjadi lebih lamban dari sebelumnya.

Sebelum pelafalan selesai, si Iblis mengangkat tangan kanannya ke arah para Mage dan mengayun secara horizontal. Dua Mage di depan terpukul dan terlempar jauh, mereka berubah menjadi api merah di udara, dan melebur kemudian lenyap. Teriakan dan suara kaca dipecahkan, efek suara bergeretak mengisi udara. Itu diakibatkan oleh lengan raksasa seperti batang pohon yang menghantam dua Salamander lain, yang kemudian lenyap.

Mage level tinggi yang mengenakan jubah armor kualitas tinggi menjadi kebingungan dan salah melafalkan mantranya. Mantra sihirnya menjadi senjata makan tuan dan membakar tangannya dan boom, ia lenyap dalam kabut gelap.

Kirito, dalam wujud Iblisnya, berjalan ke depan dan mengaum lagi. si pemimpin Salamander berteriak ‘Hiii!’ dan mengayunkan tangannya ke samping.

“Mundur! Segera mundur! Semuanya mundur.....”

Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya—

Si Iblis dalam sekejap berjongkok, kemudian melompat ke depan secara signifikan. Mendarat di tengah tengah musuh, mengirimkan gelombang kejut ke seluruh jembatan. Setelah apa yang terjadi, itu tak bisa disebut pertarungan lagi.

Seiring cakar si Iblis mengayun, beberapa End Frame tercipta. Beberapa yang berani mencoba untuk melawan balik dengan tongkat mereka, selagi mengayunkan senjata mereka, gigi si Iblis menggigit kepala mereka, dan mereka kehilangan nyawa dalam sekejap.

Kabur dari badai, si pemimpin mencapai sisi terjauh jembatan. Dengan suara percikan air dia melompat ke danau, dan berenang dengan kecepatan tinggi ke seberang.

Dalam ALO saat jatuh ke air, kalau bobot perlengkapan tak melebihi jumlah tertentu kau tidak akan tenggelam. Beruntungnya Mage memiliki perlengkapan yang sangat ringan, dan tak lama kemudian dia sudah jauh dari jembatan – saat tiba tiba, bayangan besar muncul dari bawahnya.

Tak lama kemudian, pemimpin itu diseret ke dalam air dengan suara percikan. Menyisakan gelembung gelembung kecil, dia tenggelam ke dalam danau, dan sebelum dia menghilang, sejumlah titik cahaya merah buram bisa terlihat.

Si Iblis yang merupakan Kirito sepertinya tak peduli pada kematian pemimpin musuh, ia mencengkeram Mage terakhir yang tak beruntung. Pada tubuh yang berteriak, ia memusatkan kekuatan di tangannya untuk meremas......

Kesadisan adegan ini membuat Lyfa berguncang, pada saat itu dia akhirnya kembali ke akal sehatnya dan berteriak:

“Ah, Kirito-kun! biarkan orang itu hidup!”

‘Itu sangat mengesankan’, selagi Yui mengatakan ucapan tak berdasar itu dari bahunya, Lyfa berjalan mendekat. Si Iblis berhenti dan menoleh, dan dengan suara tak senang melepaskan si Salamander ke udara.

Pria itu jatuh di atas tanah dengan suara berdebum, tubuhnya yang sudah lepas bernafas tersengal sengal. Lyfa datang di depannya, dan mengacungkan pedang panjang di tangan kanannya diantara kaki pria itu. dengan suara logam saat pucuk pedangnya mengenai jembatan, pria itu menggigil.

“Sekarang, beritahu kami siapa yang mengirim kalian!”

Lyfa mencoba menakutinya, namun itu membangkitkan si pria dari shocknya, dengan wajah pucat, dia menggeleng kepalanya.

“Kalau kau mau membunuhku, lakukan saja!”

“Kenapa kau......”

Pada saat itu, si Iblis memandang ke bawah dari atas, kabut hitam mengelilinginya, dan tubuh raksasanya mulai lenyap. Lyfa melihat ke atas, dari pusat kabut, sosok kecil melompat keluar dan mendarat di atas jembatan.

“Oh, amukan bagus.”

Kirito mengguncang kepalanya dan berujar dengan nada santai, sambil menaruh kembali pedang ke punggungnya. Dia berjalan ke arah si pria yang dengan membuka mulutnya dan berjongkok di sampingnya, sambil menepuk bahunya.

“Yo, pertarungan bagus.”

“Apa.....?”

Kirito menatap si pria yang masih tercengang, dan dengan nada cerah nan jelas melanjutkan:

“Itu taktik bertarung bagus. Kalau itu hanya aku, aku pasti sudah kalah dengan cepat!”

“Tu.....Tunggu, Kirito-kun......”

“Tak apa, santai saja.”

Oleh ucapan tak senang Lyfa, Kirito berbicara sambil berkedip.

“Baiklah, mari mengobrol tentang item denganmu.”

Kirito membuka jendela trade dan kemudian menunjukkan dan menunjukkan daftar itemnya pada pria itu.

“Ini semua item dan uang yang kudapat dari menghabisi kelompokmu. Aku hanya berpikir, kalau kau mau menjawab pertanyaan kami, mungkin semua ini akan kuberikan buatmu.....”

Mulut si pria itu terbuka lebar dan menutup beberapa kali, kemudian menatap Kirito dengan senyum licik. Dia melihat ke sekelilingnya, mungkin mengkonfirmasi kalau waktu telah habis bagi Salamander yang sudah mati, dan mereka sudah dipindah balik ke «Save Point», lalu dia kembali menatap Kirito.

“Sungguh?”

“Sungguh, sungguh.”

Melihat keduanya tersenyum, Lyfa menghela nafas panjang.

“Laki laki benar benar—“

“Ya, mereka sudah tak tertolong lagi—“

Yui yang duduk di bahunya melontarkan komentar. Kedua wanita itu melontarkan kalimat ketidakpuasan, dimana kedua laki laki saling mengangguk untuk menandai kesuksesan negosiasi.


Si Salamander, sekali mulai berbicara, mengujarkan banyak hal;

“Sore ini, Jitakusu-san, ah, dia adalah pemimpin dari kelompok Mage yang tadi, dia mengontakku dengan e-mail ponsel, aku lagi makan malam jadi aku ingin menolak tapi dia memaksaku berkumpul. Saat aku sampai disana ternyata ada sepuluh orang ingin memburu dua orang, kupikir mereka ingin menindas seseorang, tapi mereka bilang itu adalah orang yang Kagamune-san hadapi kemarin, jadi aku paham.....”

“Siapa itu Kagemune-san?”

“Dia adalah kapten kelompok tombak. Dia adalah pemburu Sylph terkenal, tapi kemarin dia mengalami kekalahan total yang langka dan mundur. Kalian yang menghabisinya kan!?”

Mendengar tentang perburuan Sylph membuat Lyfa merengut, dia dan Kirito saling bertukar tatap. Dia pasti pemimpin kelompok Salamander yang mereka tendang tadi malam.

“Jadi, kenapa Jitakusu-san itu ingin memburu kami?”

“Perintah sepertinya datang dari pemain berperingkat lebih tinggi dari Jitakusu-san. Katanya kalian sudah ikut campur dalam «Strategi» mereka atau apalah itu.”

“Strategi apa?”

“Para petinggi Salamander nampaknya merencanakan sesuatu. Mereka takkan memberitahu tentara junior sepertiku, tapi aku tahu kalau mereka mengejar hal besar. Hari ini, saat aku pertama Log In, aku melihat beberapa dari mereka terbang ke utara.”

“Utara.......”

Lyfa meletakkan jari di bibirnya, dan berpikir. Ibukota Salamander «Gadan» adalah bagian paling selatan dari Alfheim, kalau terbang lurus ke utara, mereka akan melalui jalur pegunungan yang saat ini tengah kita lintasi. Sedikit ke barat terdapat koridor Ruger, dan di sebelah timur di kaki pegunungan adalah «Lembah Naga». Jalur manapun yang mereka ambil, setelah itu adalah kota pusat Aarun, dan kemudian World Tree.

“Apa mereka ingin menyerbu World Tree?”

Mendengar pertanyaan Lyfa, si pria hanya menggeleng kepalanya.

“Tak mungkin. Kami masih memulihkan diri dari kekalahan total sebelumnya, paling banter kami hanya bisa melengkapi pasukan dengan peralatan berperingkat senjata kuno sehingga kami bisa menyimpan uang. Untuk alasan itu rutinitas normal kami sangat keras. Meskipun begitu kami hanya bisa memperoleh setengah dari jumlah uang yang ditargetkan.”

“Oh?”

“Yah, itu saja yang bisa kukatakan. Apa perjanjian kita tadi masih berlaku?”

Kemudian dia bertanya pada Kirito.

“Aku tak pernah bohong soal perjanjian.”

Si pemuda Spriggan mengoperasikan jendela pertukaran. Si Salamander melihat daftar item yang ditransfer padanya dan menjadi senang sambil menggerakkan jarinya kemana mana.

Lyfa menatap pria itu dengan ekspresi tak percaya dan bertanya;

“Hei kamu, ini semua barang barang kawan kawanmu kan? Apa kamu nggak merasa bersalah?”

Setelah mendengar ini, si pria mengangkat suaranya;

“Kau tak paham apa apa. Orang orang itu suka seenaknya memamerkan item langka mereka, yang membuatku ingin balas dendam pada mereka. Tentu saja aku merasa tak enak kalau merampas semua jatah mereka, mungkin akan kujual semua ini dan membeli rumah.”

‘Aku bisa bersantai selama beberapa hari sebelum kembali ke wilayah Salamander’. Dengan meninggalkan kata kata itu, si Salamander berjalan ke arah ia datang dan kemudian mulai menghilang dari pandangan.

Rasanya situasi hidup dan mati sepuluh menit yang lalu terasa seperti bohongan, Lyfa menatap wajah Kirito yang sudah kembali normal.

“Eh? Apa?”

“Ah, anu......Setan yang membabi buta tadi, itu Kirito-kun kan?”

Mendengar ini, Kirito menengadah sambil menggaruk pipinya.

“Ya, mungkin saja.”

“Mungkin saja? Bukankah itu taktik untuk mengelabui para Salamander dan mengacaukan mereka dengan monster?”

“Nggak, aku nggak berpikir sejauh itu.......kadang kadang itu terjadi padaku. Saat bertarung aku kehilangan kendali, dan tak ingat apa apa.......”

“Woo ah, seram.”

“Yah, tapi aku masih ingat pertarungan tadi. Aku memakai sihir yang Yui sarankan, dan menjadi raksasa. Karena pedangku menghilang, aku harus memakai tanganku.......”

“Juga dengan gigitan yo ~”

Di atas bahunya, Yui menambahkan dengan senang.

“Ah, bicara soal itu. pengalaman menjadi monster itu menyenangkan.”

Melihat Kirito tersenyum dan tertawa, Lyfa tiba tiba ingin mengetahui sesuatu, ia kemudian dengan mantap membuka mulutnya.

“Apa kamu.....mencicipinya? Salamander itu......”

“.....Rasanya seperti rasa BBQ gosong dan tekstur......”

“Waa, cukup, jangan diteruskan!”

Ia mengibaskan tangannya pada Kirito. Tiba tiba tangannya ditangkap.....

“Gaoou!”

Meneriakkan itu, Kirito membuka mulutnya dan menutupnya di jari Lyfa.

“Kyaaaaaa------------!”

Lyfa berteriak, setelah itu suara hantaman menggema hingga menggetarkan permukaan danau.


“Ouch, itu sakit.”

Sambil menyeka wajahnya yang baru ditampar oleh Lyfa, Kirito berjalan perlahan.

“Itu salah Papa!”

“Itu benar. Kamu benar benar nggak sopan.”

Mendengar Lyfa dan Yui di bahunya mengatakan itu, Kirito terlihat seperti anak rewel dan menimpali.

“Aku mencoba menurunkan ketegangan bertarung dan menambah energi, dengan sedikit gurauan.....”

“Lain kali kamu melakukan itu, aku akan mencincangmu.”

Lyfa menutup matanya dan membuang wajahnya, sambil mempercepat langkahnya.

Di depannya terdapat gerbang batu raksasa yang menjangkau langit langit. Ini adalah gerbang dari kota pertambangan Ruger.......

Untuk mensuplai ulang dan mengumpulkan informasi, lebih baik bermalam di kota. Pertarungan tak terduga telah banyak membuang waktu mereka, jadi di dunia nyata saat ini mungkin sudah larut malam.

Pada waktu ini Alfheim Online akan mulai sibuk, namun Lyfa masih seorang siswa, jadi dia tak boleh tidur lebih larut dari jam 1 pagi. Dia memberitahu Kirito tentang ini, Kirito mempertimbangkan sejenak kemudian mengangguk paham.

Melewati gerbang berdampingan, bukannya BGM, namun orkestra NPC yang memainkan drum dengan riang gembira menyapa kedatangan mereka berdua.

Skala jalanan disini tidak besar, namun di wilayah tengah, toko untuk senjata dan armor, semua macam material, wine, makanan, dan semua jenis toko yang lain, berdesakan bersama di tempat itu. jumlah pemain disini lebih banyak dari yang dibayangkan. Dibawah situasi normal akan jarang bisa menemui peri musik (Pucas), goblin blacksmith (Leprechaun), dan ras lain berkumpul disini, sambil bercakap cakap dengan akrab.

“Oh.....jadi ini Ruger.”

Lyfa baru pertama kali ini melihat kota bawah tanah yang begitu sibuk, dan hanya bisa melepaskan nada gembira. Dia menuju ke toko terdekat, dan mengecek tampilan pedang disana. Bahkan di toko sederhana seperti ini, membeli barang barang adalah hal yang menyenangkan baginya.

“Ngomong ngomong.......”

Selagi Lyfa mulai memainkan pedang perak panjang, Kirito di belakangnya dengan nada santai mengatakan itu.

“Apa?”

“Sebelum serangan Salamander, bukannya kamu mendapat pesan? Apa isi pesan itu?”

“...Ah.”

Lyfa membuka mulutnya lebar lebar, dan berbalik.

“Aku lupa.”

Ia buru buru membuka jendela, dan mengecek daftar pesan masuk. Membaca pesan Recon lagi, isinya masih tak bisa ia pahami. Mungkin pesannya terpotong karena masalah koneksi, namun sepertinya tak ada kelanjutan dari pesan itu.

Kalau memang begini, dia hanya perlu membalas pesannya, namun nama Recon di daftar temannya nampak abu abu. Itu berarti dia sedang offline.

“Apa? Apa dia sudah tidur?”

“Bagaimana kalau mengontaknya di sisi lain?”

Lyfa merenungkan saran dari Kirito.

Jujur saja, Lyfa tak suka membawa bawa event di dunia ALO ke dunia nyata. Dia tak pernah mengikuti situs komunitas ALO, dan jarang mengobrol dengan Recon – yakni, dengan Shinichi Nagata tentang hal hal yang berkaitan dengan Game di dunia nyata.

Namun isi pesan yang membingungkan itu membuatnya semakin penasaran.

“Kalau begitu, aku mau log off dan mengeceknya, Kirito-kun, tunggu aku. Tolong urus tubuhku......Yui-chan.”

Lyfa kemudian menatap Yui di bahunya dan menambahkan.

“Ya?”

“Kamu harus mengawasi Papamu. Jangan biarkan dia mengambil keuntungan dari tubuhku.”

“Paham!”

“Hei!”

Kirito menggeleng kepalanya dengan bergurau dan tersenyum, Lyfa duduk di bangku terdekat, dan melambaikan tangan kanannya.

Ia menekan tombol log out, dan membawa seluruh jiwanya ke dunia nyata. Dengan perasaan vertigo, inderanya kembali ke dunia nyata yang sangat jauh.


“Fuu....”

Dia belum pernah log in selama itu baru baru ini, sehingga hal itu membuatnya sedikit kelelahan. Ia mengambil nafas panjang.

Selagi mengenakan Amusphere, ia bergulung di ranjang dan melihat ke jam alarm. Tak lama lagi Midori akan pulang ke rumah. Setidaknya lebih baik menemuinya......

Sembari memikirkan itu, ia mengambil ponselnya di atas laci lemari. Panel EL di bagian luar ponsel menampilkan panggilan yang diterima selagi dia masih log in.

“Apa ini?”

Mata Suguha melebar. Dua belas missed call, dan semuanya dari Nagata Shinichi. Kalau anggota keluarga, polisi, rumah sakit, atau panggilan darurat memanggil, program koneksi di Amusphere akan log out secara otomatis, namun nomor Nagata tidak ada dalam daftar itu, jadi panggilannya diabaikan. Kenapa dia menelepon selarut ini?

Ia membuka ponselnya, bersiap membalas panggilan, namun panggilan masuk ke tiga belas menyala nyala di layar ponselnya dengan warna biru sapphire. Suguha menekan tombol penjawab, dan menaruh ponsel ke telinganya.

“Hello, Nagata-kun? Ada apa?”

“Ah! Akhirnya kamu membalas juga! Saat ini sudah terlambat, Suguha-chan!”

“Apa maksudmu sudah terlambat? Aku lagi sibuk di dalam sana!”

“Masalah besar! Sigurd si brengsek itu menjual kita semua. Bukan cuma kita, tapi Sang Raja, Sakuya, juga dijual. Dia menjual kita semua!”

“Menjual kita semua!? Apa maksudmu? Jelaskan dari awal.”

“Hmm, nggak ada waktu......begini, saat kita diserang di Hutan kuno kemarin oleh para Salamander, Suguha-chan tidakkah kamu merasa kalau ada yang mencurigakan?”

Nagata kembali ke kebiasaannya dalam memanggil Suguha. Saat berbicara secara langsung, kalau ia memanggilnya dengan nama terlalu familiar Suguha-chan, Suguha akan segera menghajarnya secara fisik, karena dia tak bisa melakukan itu melalui telepon, ia harus menerimanya dengan kesal.

Mengatakan itu, Suguha kaget kalau itu baru terjadi sehari sebelumnya. Rasanya sudah seperti dahulu sekali sejak dia menemui Kirito.

“Eh? Mencurigakan? Apa yang terjadi?”

Jujur saja, kesannya tentang Kirito adalah terlalu kuat, sampai dia tak bisa mengingat pertempuran udara sebelumnya.

“Sejak awal, saat kita diserang oleh delapan Salamander, Sigurd bermaksud menjadi umpan dan mengalihkan perhatian tiga dari mereka kan?”

“Ah, itu mengingatkanku. Tapi dia juga nggak berhasil lolos kan?”

“Itu benar. Tapi pikirlah baik baik sekarang, itu sama sekali bukan cara Sigurd. Kapanpun party harus berpencar, dia selalu berposisi sebagai pemimpin, dan membuat anggota yang lain sebagai umpan.”

“Ah. Itu memang benar.......”

Sigurd adalah pemimpin bertarung yang handal, namun dia kelewat percaya diri, dan takkan puas kecuali dia berada di posisi tertinggi. Memang, kalau dia menjadi umpan untuk membiarkan anggota yang lain kabur, gaya pengorbanan diri ini sama sekali bukan caranya.

“Tapi, sebentar sebentar, apa maksudnya itu?”

“Seperti yang kukatakan.”

Nagata berujar seolah baru menelan makanan tidak enak.

“Pria itu, berkomplot dengan para Salamander. Mungkin sejak dulu sekali.”

“Apa!?”

Hal ini membuatnya kaget setengah mati, dan dia meremas ponselnya sembari berteriak.

Dalam ALO, adu kekuasaan diantara ras berbeda adalah perkara umum, bahkan memakai segala macam cara sampai memata matai adalah hal yang diwajibkan. Suguha takut kalau kampung halamannya, Sylvian, banyak ras ras lain, khususnya Salamander terkamuflasi didalam kota sebagai Sylph.

Pada dasarnya, para pemain dengan skill rendah, kontribusi kecil, dan aktivitas sedikit difungsikan sebagai mata mata. Orang orang ini tak diizinkan mendekati departemen para pemain kuat. Lyfa bukan perkecualian, belum terlalu lama sejak dia diizinkan memasuki Mansion Raja dibalik Tower of Wind.

Namun Sigurd sudah aktif ikut serta dalam politik sejak permulaan ALO. Dalam pemilu baru baru ini untuk memilih Raja, dia dicalonkan sebagai kandidat, yang membuktikan permainan panjangnya. Meski popularitas tinggi dari Raja saat ini menjadikannya berposisi kedua, Sigurd nampaknya tak kesal dengan hal itu dan mau menjadi asisten. Jadi dia memiliki pengaruh besar dalam perpolitikan para Sylph.

Kalau dia sampai menjadi pemain mata mata, hal itu sangat sulit untuk dipercaya.

“Hei kamu, apa kamu punya bukti?”

Suguha bertanya dengan kaget.

“Kupikir ada sesuatu yang aneh, jadi sejak pagi ini aku memakai «Hollow» untuk menguntit Sigurd.”

“Kamu benar benar punya banyak waktu.”

«Hollow Body» adalah mantra penyamaran yang menjadi keahlian Recon. Hal itu memerlukan sihir penyembunyian dan tindakan penutupan agar bisa digunakan.

Recon memakai nama dari kalimat Inggris «Recon» yang mengacu pada tim penyusupan militer Amerika Serikat – pelafalan yang benar seharusnya adalah RIIKON. Karena perannya sebagai pelacak utama dalam berburu, ia adalah pemain terbaik dalam melacak. Dulu, Recon pernah memakai sihirnya untuk memasuki kamar tempat Lyfa beristirahat, ia mengklaim kalau ia hanya ingin menempatkan hadiah ulang tahun diam diam ke kamar Lyfa, namun pada akhirnya Lyfa membuatnya mengaku dan menghajarnya habis habisan sampai setengah mati.

Nagata mengabaikan kata kata keraguan Suguha dan melanjutkan.

“Setelah mendengar hal hal buruk yang dia katakan padamu di Tower of Wind, aku mengikutinya untuk mencari kesempatan membunuhnya dengan racun. Kemudian.......”

“Wow, sungguh orang berbahaya!”

“.....Di depan sekutu, dia memasang jubah tak terlihat dan menghilang. Jadi dia pasti merencanakan sesuatu sesuai dugaanku. Tapi, hanya memakai item takkan bisa menyembunyikannya dari mataku.”

“Cukup menyombongnya, lekas dan beritahu apa yang terjadi setelah itu!”

“Setelah masuk ke dalam saluran air, dan berjalan sekitar lima menit, ada dua orang sedang menunggunya. Mereka juga berdandan dalam jubah tak terlihat, dan saat mereka melepas jubah itu aku sangat kaget kalau mereka adalah Salamander.”

“Eh? Tapi bahkan memakai jubah itu takkan bisa menyembunyikan mereka dari penjaga. Mereka akan diserang saat memasuki jalan.......jangan jangan.....”

“Tepat sekali. Mereka mengenakan «Pass Medallion».”

Pass Medallion ditujukan bagi pedagang dan anggota ras lain yang datang ke wilayah kami, dan diberi item itu sebagai tanda masuk setelah ujian yang ketat. Hanya kementrian pemerintah yang bisa menerbitkan item itu, dan tak bisa dipindah tangankan ke orang lain. Tentu saja Sigurd memiliki hak untuk menerbitkannya.

“Kupikir itu berita besar jadi aku menguping mereka. Dia memberitahu para Salamander untuk memasang Pelacak padamu. Tapi bukan itu saja. Hari ini, Raja Sakuya dan Cait Sith akan membentuk perjanjian aliansi, jadi dia pergi dengan penuh kerahasiaan ke kota netral.”

“Ah aku paham, pantas saja nggak ada bendera yang berkibar di atas Mansion Raja.”

Teriakan keras Nagata menutupi gumaman Suguha.

“Si brengsek itu, Sigurd, dia menginginkan pasukan besar Salamander untuk menyerang upacara aliansi!”

“Apa......”

Untuk sekejap, nafas Suguha terhenti. Dia sudah memutuskan untuk tak kembali setelah dia pergi, namun wilayah Sylph tetap saja kampung halamannya dan Sakuya adalah Raja tercintanya. Pemikiran cemas yang membubung membuatnya berteriak di mikrofon telepon.

“Ini, hal yang baru saja kamu katakan! Itu masalah besar!”

“Karena itu sejak awal aku bilang ada masalah.....”

Merespon argumen sedih Nagata, Suguha segera menginterupsinya.

“Itu, apa Sakuya tahu? Apa masih ada waktu!?”

“Aku juga sudah mengacau, waktu aku meninggalkan saluran air, tanpa sengaja kakiku menendang batu.....”

“Dasar bego! Kenapa membuat kesalahan di saat itu!”

“.....Nampaknya, belakangan aku mulai menikmati kemarahan Suguha-chan.......”

“Dasar mesum! Jadi!? Apa kamu sudah mengontaknya!?”

“Sihir pencarian para Salamander melihat penyamaranku. Kupikir kalau mereka membunuhku aku akan dihidupkan lagi di menara, maka aku bisa pergi ke Mansion Raja. Namun mereka justru menyerangku dengan panah beracun, benar benar kejam.”

Memikirkan kembali pernyataannya yang sebelumnya, Suguha menekan kemarahannya.

“Jadi, apa yang terjadi pada Recon?”

“Para Salamander menangkapku saat aku sedang lumpuh......jadi aku tak punya pilihan selain log out, Suguha-chan tak juga menjawab teleponku, dan aku tak punya kontak lain di dunia nyata. Hmm, konferensi dengan Raja Cait Sith akan berlangsung jam satu. Oh tidak, hanya ada empat puluh menit tersisa! Kita harus apa, Suguha-chan!?”

Suguha menarik nafas panjang, dan bertanya dengan cepat.

“Apa kamu tahu dimana negosiasi itu akan berlangsung?”

“Aku tak tahu lokasi tepatnya.......namun ada di dalam perlintasan pegunungan, area «Lembah Kupu Kupu».”

“Aku paham.......aku akan segera pergi dan memperingatkan mereka. Tak boleh membuang waktu, aku pergi dulu!”

“Ah, Suguha-chan!”

Saat aku bermaksud menekan tombol penutup panggilan, suara kelu Nagata muncul.

“Ada apa!?”

“Ah, soal orang bernama Kirito itu, apa hubunganmu dengannya?”

‘Klik’.

Suguha segera mengakhiri panggilan, melempar ponselnya ke atas meja, kemudian berbaring di atas bantal dan menutup matanya. Ia menggumamkan kalimat sihir yang hanya bekerja di dunia nyata, kemudian kesadarannya perlahan berpindah ke dunia lain, dunia penuh konspirasi.


Lyfa membuka matanya dan berdiri.

“Woah, kamu membuatku kaget!”

Si pria Spriggan yang kaget hampir menjatuhkan makanan misterius yang baru dia beli – sesuatu di atas nampan yang mirip reptil kecil – namun dia berhasil menahannya agar tidak jatuh.

“Kamu kembali, Lyfa.”

“Selamat datang kembali........”

Menghadap Kirito dan Yui yang menyambutnya kembali, Lyfa tak punya waktu membalas “Aku kembali.”

“Kirito-kun......maaf.”

“Eh, eh, eh?”

“Aku sekarang harus pergi ke tempat tertentu. Aku tak punya waktu menjelaskan, tapi aku mungkin tak bisa kembali kemari lagi.”

“...”

Kirito menatap Lyfa untuk sesaat dan kemudian mengangguk.

“Begitukah? Baiklah, mari berbicara selagi kita bergerak.”

“Eh?”

“Tak masalah kemana kita pergi; kita harus memakai kaki kita untuk segera pergi kesana kan?”

“Begitu. Kalau begitu mari berlari dan berbicara.”

Keduanya mulai berlari ke arah gerbang yang menuju ke Aarun, melewati jalanan Ruger.

Mereka menerobos sepanjang kerumunan, melalui pintu batu, terdapat danau lain dengan jembatan melintasinya. Sembari berlari dengan kecepatan penuh, Lyfa menjelaskan semua situasi pada Kirito. Beruntungnya, tak peduli secepat apapun kau berlari di dunia ini, kau takkan kehabisan nafas untuk berbicara.

“—Aku paham.”

Setelah Lyfa menyelesaikan ceritanya, Kirito menoleh kembali ke depan sambil mempertimbangkan.

“Boleh aku mengajukan pertanyaan?”

“Silahkan.”

“Kenapa Salamander harus menyerang Sylph dan Cait Sith? Apa untungnya buat mereka?”

“Itu, pertama tama, hal itu bisa mencegah aliansi. Karena ada anggota Sylph yang membocorkan informasi pada Salamander, pihak Cait Sith tentu takkan tinggal diam kalau hal itu digunakan untuk melawan mereka. Dalam kasus terburuk, mungkin akan berdampak pada peperangan diantara ras Sylph dan Cait Sith. Salamander saat ini memiliki tentara terkuat, namun kalau kedua ras membentuk aliansi maka mereka bisa mengimbangi kekuatannya. Kupikir Salamander ingin mencegah hal itu apapun yang terjadi.”

Seiring mereka melintasi jembatan ke dalam gua, Lyfa mengeluarkan peta dan terus berlari sambil mengecek rute.

“Juga, kalau mereka berhasil membunuh Raja, mereka akan mendapat bonus tinggi. Mereka akan menerima 30% dana Kerajaan yang disimpan di Mansion, dan selama sepuluh hari, teritori dari Raja yang menguasai akan diambil alih, sehingga mereka bebas menentukan pajak dan mengambil uang itu. Itu jumlah uang yang tidak main main. Alasan kenapa Salamander menjadi ras terkuat dalam Game ini adalah karena di masa lalu, mereka memasang jebakan pada Raja Sylph dan membunuhnya. Normalnya Raja takkan memasuki zona netral. Dalam sejarah ALO, baru satu Raja yang pernah terbunuh.”

“Begitukah......”

“Karena itu.....Kirito-kun......”

Masih berlari Lyfa menatap wajah Kirito dan melanjutkan;

“Ini adalah masalah ras Sylph, jadi kamu tak punya alasan untuk melibatkan diri. Setelah keluar gua ini kamu tinggal berjalan lurus untuk mencapai kota Aarun. Kalau kamu pergi ke wilayah konferensi, akan sulit bagimu bertahan hidup. Kamu akan dibangkitkan kembali di wilayah Sylph dan semua usaha keras untuk mencapai tempat ini akan hilang percuma. Jadi, maka dari itu......”

Lyfa tak punya waktu memuji betapa kompleksnya pikirannya saat ini, dan sebelum dia bisa menghentikan dirinya, dia berkata:

“Kalau tujuanmu adalah mencapai puncak World Tree, lebih baik bekerjasama dengan para Salamander. Kalau strategi Salamander berhasil, maka mereka akan mendapat banyak uang. Sudah bisa dijamin kalau mereka akan memakai dana itu untuk menantang World Tree. Spriggan bisa disewa sebagai tentara bayaran.......aku takkan protes kalau kamu membunuhku disini.”

Kalau itu terjadi, aku takkan melawan, pikir Lyfa. Itu bukan sesuatu yang bisa dia pikirkan dengan serius, namun kali ini dia yakin kalau dia takkan punya peluang menang. Dia juga merasa kalau harus bertarung dengan lelaki yang sudah berkenalan dengannya beberapa hari ini akan tak menyenangkan.

Kalau itu memang terjadi, mungkin aku takkan memainkan ALO lagi. sembari semua itu meluncur dalam pikirannya, Lyfa menoleh wajah Kirito lagi, namun ekspresinya tidak berubah; justru, dia terus berlari ke depan dan berkata.

“Ini tetaplah sebuah Game, jadi apa saja bisa terjadi. Kalau kamu mau membunuh, maka kamu bisa membunuh; kalau ada sesuatu yang kamu mau, maka kamu bisa mencurinya.”

Kirito mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan.

“....Orang orang yang mengatakan itu, belum banyak yang sudah kutemui. Di satu sisi, itu benar, dan aku juga pernah berpikir seperti itu. tapi itu tidak benar. Khususnya di dunia virtual, ada hal hal yang harus kamu lindungi, tak peduli sebodoh apapun penampilanmu. Aku diajari hal itu oleh orang yang sangat penting bagiku.......”

Kemudian, suara Kirito menjadi sangat lembut, disertai perasaan hangat.

“VRMMO disebut Game, tapi ini adalah kontradiksi; membelah pemain dan perannya bukanlah ide yang bagus. Kalau kamu mengambil ciri di dunia ini, kepribadianmu di dunia nyata akan mencerminkan perubahan ini. Pemain dan karakter adalah satu. aku menyukai Lyfa, dan aku ingin menjadi temanmu. Tak peduli apapun alasannya, aku takkan membunuhmu demi kesenanganku sendiri, pokoknya tidak.”

“Kirito-kun......” Lyfa tiba tiba merasa tak mampu bernafas sehingga dia berhenti berlari. Menyadari ia berhenti, Kirito juga ikut berhenti.

Lyfa berhenti sejenak untuk berpikir, namun kata kata tak bisa mengungkapkan perasaan yang mengalir dalam hatinya; ia terus menatap lelaki gelap di hadapannya.

Begitu......jadi begitu rupanya........Lyfa bergumam di dalam hatinya. Itulah alasan kenapa Lyfa tak bisa menjadi dekat dengan siapapun di dunia ini. Ia tak merasa yakin kalau yang ia lihat adalah karakter sejati mereka, atau itu hanya kepribadian yang diasumsikan oleh avatar. Ia tak bisa mengetahui kalau apa yang mereka katakan adalah niat dan ide yang tulus. Ia tak tahu bagaimana harus mendekati mereka, dan untuk kabur dari bobot tawaran tangan mereka, ia ingin terbang menjauh.

Namun, dia tak perlu mencemaskan itu. ia hanya mengikuti apa yang dia rasakan, dan itu saja sudah cukup, karena itu adalah nyata baginya.

“.....Terima kasih!”

Lyfa mengujarkan kata kata yang mengalir lembut dari kedalaman hatinya, mengetahui kalau dia berbicara lebih banyak lagi dia akan mulai menangis.

Mendengarkan itu, Kirito tertawa dengan malu.

“Maaf, aku sedikit berlebihan. Itu kebiasaan burukku.”

“Tidak, itu membuatku senang – maka kita akan ucapkan perpisahan sekali kita keluar dari gua.”

Setelah mendengar itu, Kirito mengangkat alisnya dengan terkejut.

“Aku akan ikut denganmu.”

“Tunggu, apa!?”

“Oh tidak, kita sudah membuang banyak waktu. Yui, tolong navigasi selagi kami berlari.”

“Paham!”

Melihat Pixie yang duduk di bahunya mengangguk setuju, ia menoleh pada Lyfa.

“Pinjamkan aku tanganmu sebentar.”

“Oh, eh.......”

Kirito mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Lyfa. Situasi ini pernah terjadi sebelumnya, tapi ini pertamakalinya mereka benar benar bergandengan tangan; jantung Lyfa mendadak mulai berdegup kencang. Momen selanjutnya, Kirito melaju kedepan dengan kecepatan tinggi, dengan kencang menembus dinding udara dan menciptakan lorong angin. Barusan mereka sudah berlari dengan cukup cepat, namun sekarang mereka bahkan lebih cepat lagi. kecepatan luar biasa mereka membuat struktur batu nampak meleleh seiring mereka melintas. Dengan tangan kanan dipegang Kirito, tubuh Lyfa mengapung dibalik garis horizontal. Kirito memindai sekitarnya sambil membelok di sudut dan belokan gua. Tak ada sedikitpun romantisme di dalamnya.

“Waaah!?”

Lyfa berteriak dengan suara bernada tinggi ketika, melihat jauh ke depan, ia melihat kurson kuning yang berkedip kedip mendekat. Sekelompok orcs nampaknya sudah membuat sarang di dalam gua.

“Itu – para monster itu.”

Sebelum Lyfa menyelesaikan ucapannya, Kirito berlari ke arah kelompok orcs tanpa menunjukkan tanda tanda melambat.

“Waaaah!”

Teriakan Lyfa bercampur dengan raungan para monster. Namun satu demi satu, hujan senjata berat lolos. Kirito melihat celah diantara para monster dan terus menyerbu dengan laju gila gilaan. Para orcs menoleh, menyuarakan kemarahan mereka, dan mulai mengejar, namun Kirito sudah hampir sampai ke jalur selanjutnya. Setelah itu, mereka menemui para orcs dan monster lain beberapa kali, namun Kirito hanya menghindar dan menyerbu diantara mereka semua. Pada poin tertentu, gelombang besar monster mengikuti di belakang Lyfa dan Kirito, gerakan mereka menciptakan guncangan tanah, dan gempa seperti longsor. Di sisi lain, tindakan «Mengganggu» mereka bisa dianggap cara buruk, karena tak ada tim yang melaju ke arah kumpulan monster akan bisa lolos dari kelenyapan. Beruntungnya, titik cahaya muncul di depan tragedi tersebut terjadi.

“Oh, itu mungkin pintu keluar.”

Setelah mendengar Kirito mengatakan itu, pandangan Lyfa mendadak menjadi putih, dan dengan satu langkah, tanah menghilang.

“Hieeee!?”

Lyfa secara insting menutup matanya dan berteriak saat kakinya kehilangan pijakan, namun dia segera menyadari kalau suara auman disekitarnya telah menghilang.

Perlahan membuka matanya, Lyfa mendapati dirinya mengapung di langit luas dan tanpa batas. Nampaknya Kirito tak melambatkan lajunya sama sekali, justru bertolak dari celah gua yang mengarah ke bagian atas pegunungan. Melihat balik, ia melihat tebing abu abu curam yang sepertinya berlanjut tiada batas ke segala arah. Tak lama setelah keluar, gravitasi dengan cepat kembali, dan posisi jatuh mereka membentuk busur di langit.

Buru buru membentangkan sayapnya dan meluncur, Lyfa menghembuskan nafas.

“Fuu haa!”

Bernafas dengan keras, Lyfa melihat ke belakang mereka; agak jauh di pintu keluar gua, dan mengelilinginya adalah para monster yang tadi mengejar mereka. Ia menoleh pada Kirito.

“Kupikir nyawaku baru berkurang beberapa tahun!”

“Haha, yang penting bisa menghemat waktu.”

“....Untuk dungeon, seharusnya tidak......selagi mencari musuh, pastikan kamu tak mengumpulkan monster dalam jumlah besar......yang kamu lakukan sama sekali nggak masuk akal......”

Lyfa memprotes sambil mencoba menenangkan dirinya, dan dia mulai mengecek sekelilingnya. Warna polos yang luas membentang di bawah, warna biru air memercik disini dan disana, serta air terhubung ke sungai yang berliku, dan setelah itu—

“Ah....”

Lyfa tanpa sadar tersentak. Di posisi terjauh dari lautan awan mengapung sebuah bayangan besar. Batang raksasa nampak menembus bumi dan surga seperti pilar yang menyokong angkasa, dengan cabang dan dedaunan tumbuh sebesar makhluk dewata.

“Jadi, itu......World Tree.”

Disampingnya, Kirito berbisik dengan nada kagum. Bahkan dari posisi mereka, hanya beberapa jauh dari pintu keluar dari pegunungan, World Tree memiliki kehadiran yang mencengangkan meski jaraknya mungkin melebihi dua puluh kilometer jauhnya. Sulit membayangkan bagaimana rasanya berdiri di dasarnya. Mereka berdua tetap terdiam sembari mengamati World Tree, namun tak lama kemudian, Kirito pulih dan berkata:

“Ah, kenapa malah melamun. Lyfa, dimana tempat konferensi para Raja?”

“Ah, benar. World Tree terletak di pusat dunia, dalam mangkuk raksasa yang diciptakan oleh pegunungan di sekelilingnya. Ada tiga jalur yang menuju ke World Tree; dari wilayah Salamander adalah «Lembah Naga»; dari wilayah Undine adalah «Lembah Pelangi»; dan dari wilayah Cait Sith adalah «Lembah Kupu Kupu». Konferensi akan diselenggarakan di «Lembah Kupu Kupu», dan di dekat jalan keluar wilayah pedalaman.

Lyfa melihat ke sekelilingnya dan menunjuk ke arah barat laut.

“Kupikir kita harus terbang menuju ke arah itu.”

“Oke, berapa banyak waktu yang tersisa?”

“....Dua puluh menit.”

“Kalau mereka mau menyerbu konferensi, para Salamander akan datang dari arah itu.”

Jari Kirito berpindah dari tenggara ke barat daya.

“Kalau mereka datang lebih awal dari kita, kita akan kena masalah. Mari buru buru. Yui, lakukan pencarian, dan beritahu aku kalau ada sejumlah besar pemain yang mendekat.”

“Ya!”

Yui mengangguk, dan Lyfa dan Kirito mulai melaju kencang.


“Ngomong ngomong, apa ada monster di sekitar area ini?”

“Dataran tinggi Aarun adalah wilayah tanpa monster. Jadi konferensi umumnya diselenggarakan di tempat ini.”

“Dengan kata lain, kalau ada monster menyerang di tengah tengah diskusi, maka akan jadi masalah. Namun, dalam hal ini, mungkin akan sangat beruntung.”

“Apa maksudmu?”

Kirito hanya tertawa dengan senyum licik.

“Seperti yang terjadi tadi, aku berniat membawa sejumlah besar monster ke arah para pasukan Salamander.”

“.....Kamu punya waktu untuk memikirkan itu? kelompok Salamander pasti lebih besar dari para monster yang menyerang kita di gua, kalau kita bisa memperingatkan mereka tepat waktu, kita semua akan menuju ke wilayah Cait Sith; kalau kita mengumpulkan sejumlah besar monster, menurutmu siapa yang akan mati?”

“...”

Kirito menggosok dagunya dengan ekspresi berpikir di wajahnya. Pada saat itu........

“Ada, ada respon pemain!”

Yui mendadak berteriak.

“Kelompok di depan memiliki 68 pemain, ini semua mungkin pasukan tempur Salamander. Untuk tambahan, ada empat belas orang lagi yang bergerak di tanah, aku menduga kalau mereka adalah delegasi Sylph dan Cait Sith. Kedua pihak akan bertemu dalam lima puluh detik.”

Yui selesai berbicara tepat saat mereka menembus awan yang pekat. Lyfa melihat ke bawah ke arah dataran tinggi yang rata dan hijau dari jarak sangat tinggi di udara.

Di suatu tempat di ketinggian yang lebih rendah terdapat banyak bayangan menakutkan. Terbang dalam unit lima orang, mereka nampak seperti sekumpulan sosok sinis yang mengintai target mereka tanpa membuat suara.

Tatapannya kemudian tertuju pada tujuan mereka. Ia bisa melihat serambi bundar kecil. Disana terdapat meja putih panjang dengan tujuh kursi di setiap sisinya, itu adalah aula konferensi dadakan.

Orang orang yang duduk di kursi, masih tengah berdiskusi, tak sadar akan ancaman yang mendekat.

“....Kita terlambat.”

Ujar Lyfa dari samping Kirito.

Tak ada waktu untuk memperingatkan para Raja sebelum Salamander sampai – tak cukup waktu untuk kabur. Sehingga, yang lain harus bersiap siap menjadi tameng, bahkan meski mempertaruhkan nyawa mereka, setidaknya agar para Raja bisa kabur.

Lyfa mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Kirito.

“Terima kasih, Kirito-kun, karena membawaku kemari. Kamu segeralah ke World Tree, dan meski perjalanan kita bersama sangat singkat, aku merasa senang.”

Ujar Lyfa sambil tersenyum, namun saat dia melipat sayapnya untuk meluncur ke bawah, Kirito menangkap tangan kanannya. Lyfa menoleh ke arahnya, dan wajah Kirito menampakkan senyum tanpa takut.

“Mana bisa aku melarikan diri!”

Kirito melepaskan tangannya, memindahkan Yui di bahunya ke saku dadanya, dan dengan mengepakkan sayapnya keras keras, tiba tiba berakselerasi. BANG! Lyfa menutup matanya oleh kekuatan dari ledakan sonik, dan saat dia membuka matanya kembali, Kirito tengah meluncur ke arah serambi.

“Apa!? Apa yang kamu lakukan!?”

Momen perpisahan dan kata kata selamat tinggal menyedihkannya ternyata sia sia, Lyfa memprotes, namun Kirito sudah jauh meninggalkannya. Tercengang, dia buru buru mengejarnya.

Pada tujuan mereka, para Cait Sith dan Sylph akhirnya menyadari sekelompok besar. Satu demi satu, mereka melompat dari kursi mereka dan mencabut pedang berkilau mereka, namun, dibandingkan para Salamander dan persenjataan mereka, mereka nampak sangat rapuh.

Terbang ke arah dataran berumput, para pasukan depan Salamander memegang tombak mereka seperti burung pemangsa yang siap menyerbu kelinci tak berdaya. Para pasukan di belakang mereka menyebar ke kiri dan kanan, setengah mengepung area serambi. Momen sebelum pembantaian, dunia tercekam dalam kesunyian.

Satu Salamander mengangkat tangannya, dan saat ia hendak menjatuhkannya.......

Kabut debu raksasa mengepul dari pusat serambi diantara kedua kelompok. Kemudian tak lama kemudian KA-BOOM! Ledakan keras sepertinya membuat atmosfir menjadi berguncang keras, dan Kirito mendarat seperti meteor hitam tanpa melambat.

Semua pemain di tanah membeku di tempat mereka berdiri. Seiring kabut debu menipis, Kirito perlahan bangkit, dengan tatapan tak senang pada pasukan Salamander. Ia berdiri tegak, menarik nafas panjang, dan berteriak:


“Untuk kedua pihak! Letakkan senjata kalian!”


“Woo ah!”

Lyfa, masih meluncur, secara insting menjatuhkan kepalanya. Sungguh suara sangat keras, meski tidak sekeras ledakan yang tadi. itu bahkan menyebabkan Lyfa, yang masih sekitar sepuluh meter di udara, gemetaran. Sedangkan pada Salamander, entah karena tekanan fisik atau hanya kaget, mereka sedikit gemetar dan bergerak mundur sedikit demi sedikit.

Itu bukan suara yang mengagetkan semua orang; itu berisi keberanian tanpa takut di dalamnya. Apa yang sebenarnya orang ini lakukan? Tak seorangpun bisa menebaknya.

Lyfa menatap adegan dengan keringat dingin menetes di punggungnya. Di belakang Kirito, Lyfa mendarat di dekat kelompok berpakaian hijau yang merupakan Sylph. Melihat sekeliling, Lyfa akhirnya melihat sosok familiar.

“Sakuya!”

Mendengar seseorang memanggil namanya, Sylph itu melihat ke sekeliling dengan ekspresi bingung dan membuka matanya lebar lebar saat dia melihat Lyfa.

“Lyfa!? Kenapa kamu disini!? Bukan, apa yang terjadi disini......”

Lyfa membuka mulutnya sambil berpikir, ini pertama kali dia melihat Sakuya nampak begitu bingung, dan berkata:

“Susah dijelaskan, namun saat ini, takdir kita berada di tangan pria itu!”

“Apa yang terjadi!?”

Sang Raja Sylph melihat punggung kecil dari sosok yang berpakaian hitam. Meski bersimpati pada pikirannya, Lyfa memandang Raja Sylph saat ini, Sakuya.

Wanita itu memiliki postur langsing yang sangat cantik, dengan rambut hijau panjang sepinggang yang gelap sampai nyaris hitam. Ia memiliki kulit putih pucat, mata sedikit sipit, hidung mancung, dan bibir tipis. Kalau kalian mau mendeskripsikan kecantikannya, ia seperti kecantikan dari pedang yang diasah sempurna.

Mengenakan pakaian panjang bergaya Jepang yang membungkus tubuhnya, dari obi-nya menggantung katana yang hampir dua inci lebih panjang dari Lyfa. Kaki putih lembut dalam bakiak panjang nampak dari balik hem pakaiannya. Melihat sosok tak terlupakan itu, tak mengherankan kalau dia memenangkan pemilu untuk Raja dengan suara mengesankan 80%.

Tentu saja, suara tak datang hanya dari kecantikannya. Karena tekanan dari menjadi Raja, ia jarang berpartisipasi dalam perburuan, jadi stats numeriknya tak bisa disebut tinggi. Namun, skill pedangnya sangat tinggi hingga dia sering muncul di ronde terakhir sepanjang duel turnamen, dan kepribadian adilnya juga yang mempertahankan popularitas tingginya.

Menggerakkan matanya, tatapan Lyfa jatuh pada pemain bertubuh mungil di samping Sakuya.

Rambut pirang bergelombang yang mengelilingi telinga segitiga lebar di kedua sisi kepalanya menandakan kalau ia adalah Cait Sith. Ia mengenakan armor yang mirip dengan baju renang one-piece, dengan berani mengekspos banyak kulitnya. Dari kedua sisi pinggangnya menggantung senjata tipe cakar dengan tiga kuku besar yang menonjol. Setrip berwarna warni di dekat pahanya menampakkan ekornya, yang bergoyang dan bergetar karena ketegangan.

Melihat sosoknya, kalian bisa melihat bulu mata panjang yang menutupi mata besar dan hidung kecil sedikit bundar. Avatarnya dalam ALO nampak tak biasa, namun bisa dideskripsikan sebagai gadis kecil mempesona. Meski ini pertama kali Lyfa melihatnya, mungkin tak salah mengatakan kalau dia adalah Raja Cait Sith, Alicia Rue. Seperti Sakuya, dia mempertahankan posisinya sebagai Raja melalui popularitas luar biasanya.

Di belakang kedua Raja yang berdiri bersama, enam Cait Sith dan enam Sylph berdiri sepanjang meja putih panjang, semuanya menampakkan ekspresi tidak tenang. Dia tak tahu siapa saja diantara Cait Sith itu, namun semua Sylph adalah anggota kelompok dewan para pemain terkuat. Melihat lebih dekat pada kelompok orang orang ini, Lyfa mengkonfirmasi kalau Sigurd tidak hadir.

Saat Lyfa menoleh pada pasukan Salamander di bagian selatan dataran tinggi, Kirito berteriak sekali lagi:

“Ada sesuatu yang ingin kukatakan pada Komandan!”

Sikap tanpa takut ini sepertinya membuat kaget para tentara Salamander, hingga kelompok tombak mereka membukakan jalan. Dari jalur itu dari udara datang seorang tentara besar.

Rambut merah seperti api membara membingkai wajah yang mirip burung pemangsa berkulit gelap. Tubuh kuatnya ditutupi oleh Blood Armor ultra-langka, dan dia membawa pedang yang jauh lebih besar dari Kirito.

Melihat matanya berkilau kemerahan untuk sekejap, Lyfa merasakan keringat dingin menetes di punggungnya. Meski dia tak menghadapnya secara langsung, ini pertama kali Lyfa merasakan aura yang sangat mengintimidasi dari lawan.

Dengan suara ‘gasha’ dia mendarat di depan Kirito, tanpa ekspresi dia menatap Kirito dengan rasa jijik. Pada akhirnya, Salamander itu membuka mulutnya dan, dengan suara besar dan menusuk, bertanya:

“....Apa yang Spriggan lakukan di tempat seperti ini? Bukannya itu akan menghentikan kami dari membunuhmu, tapi aku akan dengarkan ceritamu untuk memastikan keberanian yang kau tunjukkan.”

Kirito, tanpa ragu ragu, berbicara dengan keras:

“Namaku adalah Kirito, dan aku adalah perwakilan dari aliansi Spriggan-Undine. Apa kalian paham kalau dengan menyerang tempat ini, kau berharap untuk memulai perang berskala besar dengan keempat ras kami?”

Uwaaa........

Lyfa dibuat membisu. Ide itu sama sekali tak masuk akal. Kali ini keringat dingin sudah membanjir di punggungnya oleh cerita menghebohkan yang Kirito ucapkan. Pada poin ini, Sakuya dan Alicia Rue menoleh pada Lyfa dengan kaget, hanya untuk melihat kedipan putus asanya.

Namun sang Komandan Salamander juga kelihatan sangat terkejut.

“Aliansi Spriggan-Undine....?”

Ekspresinya segera kembali menjadi normal.

“Kau bilang kau adalah perwakilan, lantas dimana pengawalmu?”

“Ah, ya. Aku datang kemari untuk mengadakan negosiasi dagang dengan Sylph dan Cait Sith. Namun, kalau kalian menyerang kami di konferensi ini, lain lagi ceritanya. Singkat kata itu sama saja memaksa keempat ras kami membentuk aliansi melawan Salamander.”

Tiba tiba, dunia sekali lagi jatuh dalam kesunyian, hanya untuk dipatahkan oleh balasan sang Komandan Salamander.

“Hmm, biarpun kau sudah memberitahu jati dirimu, bagaimana bisa aku mempercayai seseorang yang datang seorang diri dan membawa perlengkapan sejelek itu!?”

Si Salamander menaruh tangannya di punggungnya dan dengan keras mencabut pedang besar bermata dua. Ia memiliki kilauan merah-gelap dan dua Naga yang saling bertautan tercermin di permukaannya.

“Kalau kau bisa menahan seranganku selama tiga puluh detik, aku akan mempercayai kata katamu!”

“Kau sungguh baik hati, bukan begitu?”

Kirito mencabut pedang bermata duanya sambil mengatakan itu. Tak seperti si Salamander, pedangnya berwarna hitam kemerahan polos tanpa dekorasi apa apa.

Sayap Kirito mulai bergetar dan dia mengapung ke udara, melayang layang di ketinggian yang sama dengan si Salamander. Lyfa berpikir seolah olah ada semangat bertarung yang begitu menekan dari keduanya, dan itu akan segera meledak dalam percikan putih.

....Tiga puluh detik.....

Lyfa menelan ludahnya dengan suara keras.

Dengan kekuatan dan kecakapan Kirito, ini sudah sangat dermawan. Namun dari hasrat membunuh yang memancar dengan dahsyat dari sang Komandan Salamander, Lyfa berpikir kalau dia juga bukan orang biasa.

Sword Art Online Vol 03 - 275.jpg

Dalam suasana setegang itu, Sakuya, yang berdiri di samping Lyfa, berbisik:

“Ini gawat........”

“Apanya......?”

“Salamander itu, pedang bermata dua yang dia pegang, aku pernah melihatnya di website yang mengulas senjata legendaris. Itu adalah «Pedang Iblis Gram», yang berarti pria itu adalah «Jenderal Eugene». Apa kamu tahu itu?”

“....Hanya namanya.....”

Lyfa menahan nafasnya dan menganggukkan kepalanya, dan Sakuya melanjutkan.

“Ia adalah saudara laki laki dari Raja Salamander «Mortimer», mungkin juga di dunia nyata. Ia memiliki kekuatan murni yang menandingi kebijaksanaan saudara laki lakinya. Ia dikatakan sebagai prajurit terkuat Salamander.......itu artinya dia......”

“....Pemain terkuat!?”

“Itu benar.......kondisi nampaknya semakin buruk.”

“...Kirito-kun....”

Lyfa menekan tangannya dengan erat ke dadanya.

Kedua orang yang melayang di udara tengah saling berhadapan dengan menjaga jarak satu sama lain, sepertinya mengukur kekuatan lawan mereka. Awan berketinggian rendah menutupi matahari, dan pilar pilar cahaya bersinar sepanjang celahnya. Salah satu balok cahaya itu mencerminkan pedang Salamander yang brilian, dan, pada saat itu.

Eugene meluncurkan serangannya tanpa pergerakan yang bisa diprediksi.

Phew! Dengan melingkar, Eugene bergerak pada kecepatan super-tinggi, membuat udara berguncang. Pedangnya bergerak membentuk busur seiring ia mengayun ke arah Spriggan lawannya.

Kecepatan reaksi Kirito juga tak kalah cepatnya. Dia bertindak tanpa gerakan berlebihan, membentangkan sayapnya dan memblokir serangan langsung Eugene. Setelah memblokir serangan lawannya, Kirito akan segera menyerang balik – mudah untuk diprediksi, pikir Lyfa, namun.....

“--?”

Pada momen pedang hitam dan pedang merah tua saling bersilangan, pedang merah tua terlihat berubah menjadi uap. Ia menembus pedang Kirito, dan kembali menjadi normal.

Dagaaan! Dengan ledakan suara yang bisa mengguncang dunia, Kirito dihantam di dadanya oleh sebuah ledakan kekuatan yang luar biasa. Ia terlihat seperti daun hitam yang tertiup badai seiring ia terlempar ke tanah. Terjadi suara gemuruh besar, dan kabut debu mengepul saat dia menghantam bumi.

“Apa yang.......?”

Pertanyaan Lyfa yang tengah tercengang dijawab oleh Alicia Rue.

“«Pedang Iblis Gram» memiliki kemampuan spesial bernama «Ethereal Shift». Saat ia melakukan kontak dengan perisai pertahanan, pedang, atau objek lain, ia akan tembus. Dengan kata lain, ia memiliki efek ekstra ‘Menembus’.”

“Kenapa, kenapa bisa......”

Lyfa buru buru mengecek HP Kirito. Namun tiba tiba, sebuah bayangan melompat dari kabut debu, menyerbu lurus ke arah Eugene yang masih melayang di udara.

“Oh, dia masih hidup!”

Seolah tak ada apapun terjadi, Kirito berhenti dan bertanya.

“Serangan macam apa tadi itu!?”

Kirito bertanya sambil mengayunkan pedangnya.

KLANG KLANG! Suara logam berlanjut. Kirito sepertinya tetap tak mau menyerah meski memiliki senjata yang lebih inferior. Biarpun mata Lyfa tak bisa melihat serangan bertubi tubi Kirito, Eugene bisa menangkis semua serangannya dengan pedang dua tangannya.”

Untuk beberapa saat yang menegangkan, serangan Kirito berhenti sejenak, namun itu sudah cukup.

Gram sekali lagi mengeluarkan cahaya menyilaukan. Saat Kirito hendak memblokir serangan yang diarahkan ke sisinya, pedang itu melebur, hanya untuk muncul kembali diluar pertahanannya dan menghantam keras ke perutnya.

“Guhaaa!”

Kirito berteriak dengan terbatuk batuk di paru parunya, kali ini dia berputar putar di udara. Dengan sayap membentang lebar, ia berhasil berhenti dan mengembalikan posisinya.

“Itu memang efektif.....hei, bukannya tiga puluh detik sudah berlalu?”

Mendengar pernyataan Kirito, Eugene hanya tertawa dengan arogan.

“Maaf, sekarang aku hanya ingin mencincangmu. Aku ubah rencanaku, kali ini aku akan cabut kepalamu!”

“Orang ini.....akan kubuat kau menyesalinya!”

Kirito sekali lagi bersiap menyerang, meski sayangnya, sepertinya tak ada keraguan siapa yang akan muncul sebagai pemenangnya.

Untuk mencegah serangan spesial dari «Pedang Iblis Gram», Kirito hanya bisa bertahan. Padahal, dia ingin menghindari semua serangan. Namun itu nyaris mustahil dalam pertarungan jarak dekat berkecepatan tinggi ini.

Tiba pada kesimpulan yang sama, Sakuya berbisik:

“Situasi terlalu gawat. Meski kedua pemain itu bisa dikatakan seimbang, kemampuan senjata mereka terlalu jauh berbeda. Bagi satu dan satu satunya «Pedang Iblis Gram», hanya senjata legendaris, «Pedang Suci Excalibur» yang bisa menandinginya, namun tak ada yang tahu bagaimana cara mendapatkannya......”

“...”

Meskipun begitu, kalau itu adalah Kirito......meski dia kelihatan seperti pemula, ia telah menunjukkan kekuatan sangat besar......Spriggan ini memang petarung handal. Selagi memikirkan ini, Lyfa menekan tangannya ke dadanya seolah berdoa.

Sayap merah Eugene mengabur menjadi kumparan cahaya saat dia menikamkan pedangnya ke depan. Kirito menghindari serangannya dengan terbang acak yang berbahaya.

Selagi bertarung, mereka berdua terbang dalam pola yang kompleks, dari waktu dan ke waktu terdapat efek serangan terpercik sebelum mereka berpisah. HP Kirito sudah berkurang sampai setengah oleh serangan yang dia telah terima. Eugene juga bukan lawan normal, dengan mudah menembus pertahanan Kirito yang telah bertahan dari sejumlah serangan sihir sebelumnya.

Kirito tiba tiba berbalik dan mengulurkan tangan kanannya. Ia melafalkan kalimat mantra, dan debu hitam menyebar dari rentangan tangannya.......

Bang, bang, bang, bang! Aliran asap hitam mengepul disekitar kedua lawan. Sihir tipe jarak jauh itu dengan cepat menyebar dan menutupi seluruh wilayah udara.

Kegelapan mulai turun ke atas kepala Lyfa dan sekeliling menjadi sangat gelap. Pandangan Lyfa terhalang oleh kegelapan, dan dia berusaha keras mencari dimana Kirito.

“Lyfa, pinjam ini sebentar.”

“Eh!?”

Sebuah suara tiba tiba berbisik di telinganya, dan dia merasa kalau katananya dicabut dari sarung pedang di pinggangnya.

“Ki.....Kirito-kun!?”

Lyfa buru buru menoleh. Tak ada siapapun disana, namun sarung pedangnya ternyata sudah kosong.

“Apa kau mencoba mengulur waktu!?”

Eugene berteriak dari tengah asap tebal. Tak lama kemudian mulai terdengar sebuah pelafalan mantra.

WHACK! Sebuah ledakan merah besar menyebar ke sekelilingnya, dan membersihkan seluruh asap. Asap lenyap dengan cepat, sekali lagi memulihkan cahaya di dunia.

Lyfa buru buru melihat ke langit biru, disana.......

Tak ada tanda tanda Kirito.

Satu satunya yang melayang di udara adalah sang Jenderal Salamander. Si Spriggan kecil tak kelihatan dimana mana.

“Tak mungkin.....dia kabur....”

Di belakang, seorang Cait Sith berteriak dengan terkejut. Namun sebelum ia menyelesaikan ucapannya, Lyfa berteriak:

“Tentu saja tidak mungkin.”

Itu sama sekali tidak mungkin. Biarpun pemain lain akan segera kabur, dia tak akan melarikan diri.

Pria muda ini, Kirito, tak «bermain» VRMMO,; dia «hidup» di dalamnya. Ia percaya kalau dunia ini adalah realita yang lain, dan bahwa semua kepercayaan bersemi, semua ikatan terbentuk, dan semua cinta yang terbentuk disini adalah kebenaran.

Sehingga, hei.....aku bisa mendengarnya.....

Suara itu datang dari atas, suara terbang yang begitu kuat dan indah hingga menyerupai suara dari flute. Mendekat lebih dekat dan lebih dekat, makin keras dan makin keras.

“...!!”

Momen Lyfa akhirnya melihat sosoknya, ia nampak seperti pelangi oleh air mata yang muncul di mata Lyfa.

Dari tengah tengah matahari, objek yang menciptakan efek cahaya terkuat dalam Alfheim, jatuh dari langit melalui cahaya putih surga, sebuah bayangan kecil meluncur turun dengan cepat.

Eugene menyadari beberapa detik kemudian dan Lyfa menengadah. Mengernyit oleh efek sangat kuat itu, ia mengangkat tangan kirinya untuk melindungi matanya dari cahaya kuat matahari. Seorang pemain rata rata pasti akan bergerak secara horizontal untuk menghindari cahaya matahari dan untuk mengikuti ruang dimana bayangan itu tengah jatuh.

Namun, Jenderal Eugene, sesuai reputasinya, ia menutup mulutnya, kemudian membukanya lebar lebar.

“Waaaaaaaahhhhh!!”

Dengan teriakan yang sepertinya membuat bumi dan surga berguncang, ia menghadap ke arah matahari seperti Salamander sejati. Dengan garis cahaya merah, dia meluncur seperti roket.

Kirito datang dari atas dengan membawa pedang besarnya, yang normalnya dia gunakan dengan kedua tangannya, kali ini hanya di tangan kanannya. Tangan kirinya tersembunyi di balik punggungnya sehingga tak bisa terlihat.

Dalam cahaya kuat, benda yang ia pegang di tangan kirinya berkilau, dan diangkat tinggi tinggi.

Apa yang menyebabkan kilau keperakan itu? itu adalah katana yang Kirito baru ambil dari sarung pedang di pinggangnya, kalau Lyfa tidak salah. Sehingga, sekarang Kirito memegang pedang di tiap tiap tangannya.

Gaya dua pedang – konsep ini bukanlah hal baru. Meski ada banyak orang yang mencoba memakai teknik itu, Lyfa belum tahu ada yang berhasil melakukannya. Sangatlah sulit untuk memanipulasi pedang di kedua tangan dan membuat mereka bekerja dengan sinkron.

Sepanjang kompetisi kendo di dunia nyata, memang tak melanggar aturan untuk memakai dua pedang bambu, satu besar dan satu lebih kecil. Namun, hal itu dilarang di kompetisi tingkat SMP atau SMA, dan jumlah mahasiswa universitas yang bisa memakai dua pedang sangat sedikit. Selain itu, dia juga belum pernah memakai dua pedang, meski mungkin memiliki keuntungan, namun secara praktikal itu sangat sulit. Dikatakan kalau hal yang sama juga berlaku di dunia virtual.

Namun, Kirito dipersenjatai dengan dua pedang. Eugene mungkin berpikir kalau itu adalah tindakan keputus asaan dan memasang senyum mengasihani di wajahnya.

Lyfa membuka matanya yang basah oleh air mata dan percaya sepenuh hati pada Kirito.

Si Salamander mengangkat pedang iblisnya dan, dengan ayunan kuat, mengayunkannya pada Kirito. Pedang di tangan kiri si Spriggan mengayun dalam orbit sempit untuk menghadangnya.

Bang! Pedang merah gelap mulai bergetar. «Ethereal Shift» diaktifkan, menembus pertahanan Kirito dan terus melaju ke lehernya.

KLANG! Dengan suara logam yang keras, Gram ditangkis. Yang menghentikannya adalah tikaman di saat yang tepat memakai pedang besar di tangan kanannya. Seperti memasukkan benang ke dalam lubang jarum, waktu yang sempurna.

Kirito menghadap Eugene yang nampak tak percaya, dan mengaum dengan keras.

Sword Art Online Vol 03 - 285.jpg

“O.....Oaaaaaaaa!”

Dengan pedang di kedua tangannya, ia menyerang dengan kecepatan yang begitu luar biasa sampai pedangnya seolah berubah menjadi kabut.

Katana di tangan kirinya menebas maju, diikuti oleh tikaman dengan pedang besar dalam pergerakan yang terhubung sempurna. Saat pedang besar ditarik mundur, katana menebas sekali lagi, dari kiri bawah, dan setelah kembali ke jalur yang sama, pedang besar diayunkan dengan keras dari atas.

Perak dan hitam menyatu bersama seiring serbuan gencar serangan jatuh seperti meteor sepanjang langit malam. Berapa banyak latihan yang diperlukan untuk mencapai kecepatan sehebat itu dengan gaya dua pedang? Lyfa tak bisa membayangkan. Eugene mundur dan mencoba memakai Ethereal Shift untuk melawan balik, namun pedangnya tak bisa menembus dua kali, karena diblokir oleh perisai ganda Kirito.

“Nuoooh!”

Saat Jenderal Eugene dengan cepat ditekan ke arah tanah, ia berteriak dengan keras. Efek spesial dari armornya membentuk dinding api tipis seperti lapisan anti peluru, dan sedikit memukul mundur Kirito. Dalam momen itu, pedang Iblis kembali diayunkan—

KONG! Dengan suara keras, Eugene memasuki mode ofensif.

Kirito juga tak ragu ragu dalam melancarkan serangan, dan katana di tangan kirinya berkilau cerah saat ia diayunkan dengan kecepatan yang hanya bisa ditandingi oleh halilintar.

JANG! Suara berderik dari logam membahana. Percikan percikan api menyebar membentuk busur panjang sepanjang udara.

Sebelum Ethereal Shift bahkan bisa diaktifkan, pedang Kirito menghantam sisi Gram dan menangkisnya. Serangan Eugene diarahkan ke bahu kiri Kirito dan bergerak ke punggungnya. Tak lama kemudian......

“Ra....aaaaaaaa....!”

Dengan kelincahan menakjubkan, pedang di tangan kanan Kirito menikam lurus ke depan.

THUNK! Suara tusukan keras membahana, dan pedang hitam menembus tubuh si Salamander.

“Guahhhh!”

Kecepatan Kirito yang seperti dewa digabung dengan kecepatan tikaman berdampak pada luka yang tiada tanding. Bar HP Eugene jatuh ke zona kuning dalam sekejap.

Serangan Kirito tak berhenti disitu saja. Saat Eugene mencoba memulihkan diri, Kirito dengan cepat menarik mundur pedang besar, melanjutkan serangan bertubi tubinya dan memakai katana di tangan kirinya untuk memulai serangan combo yang mata Lyfa tak bisa ikuti. Dalam sekali nafas, empat tebasan pedangnya membentuk lintasan indah di udara, membentuk persegi yang menyelimuti tubuh besar si Salamander.

“....!!”

Jenderal Eugene menampakkan ekspresi tak percaya saat tubuh bagian atasnya, dari bahu kanan ke pinggang kiri, ditebas tanpa suara. Cahaya yang membentuk persegi terdispersi ke segala arah.

Tak lama kemudian, tubuh Jenderal Eugene mulai terbakar, dan dia jatuh menjadi End Frame besar.

Tak seorangpun bergerak.

Dari para Sylph dan para Cait Sith sampai kelima puluh tentara serbuan Salamander, semua orang hanya bisa membeku di tempatnya.

Itu adalah pertarungan dengan level sangat tinggi dimana tiada seorangpun yang pernah melihatnya.

Secara umum, pertarungan dalam ALO adalah pemakaian senjata jarak dekat tanpa keahlian, atau ketergantungan pada sihir bahkan tanpa tanda tanda skill dalam pertarungan jarak jauh. Pertahanan dan hindaran adalah teknik yang hanya bisa ditampilkan oleh pemain yang sudah lama berpengalaman, hal seperti skill pertarungan jarak dekat berkecepatan tinggi hanya bisa dilihat di turnamen pertandingan tahap final.

Namun kali ini, pertarungan diantara Kirito dan Eugene jauh melebihi semua itu.

Tarian pedang mengagumkan yang merobek udara, penerbangan berkecepatan tinggi, Eugene dan pedang penghancur buminya, dan gaya dua pedang berkecepatan supersonik Kirito yang mengalahkannya........

Sakuya adalah orang pertama yang mematahkan kesunyian.

“Menakjubkan! Menakjubkan!”

Ujarnya dalam suara kekaguman sambil menepuk nepukkan tangannya.

“Hebat! Nice Fight!”

Alicia Rue mengatakan itu dengan segera, diikuti oleh dua belas orang di belakangnya. Tepuk tangan meriah, bercampur dengan siulan dan ‘BRAVO’ keras menggema dari segala penjuru.

Lyfa mengamati para tentara Salamander dengan nafas tertahan. Tentu, kalau Komandan mereka sudah dikalahkan, mereka takkan tinggal diam—

Secara mengejutkan, gelombang tepuk tangan juga memancar dari para pasukan Salamander disana. Sorak sorai membahana, dan mereka mengangkat tombak mereka dan mengibas ngibaskannya seperti papan spanduk.

“Ooh....!”

Lyfa tanpa sadar tersenyum.

Sampai saat ini, dia terus menganggap Salamander sebagai musuh – sekelompok perampok tanpa aturan, namun mereka tetaplah pemain ALO sebelum semua itu. Duel mengagumkan diantara Eugene dan Kirito sudah cukup untuk mengguncang hati mereka.

Terjebak dalam sorak sorai riuh, Lyfa juga ikut bertepuk tangan dengan sepenuh hatinya.

Di tengah tengah badai tepuk tangan, wajah Kirito merekah oleh senyum, ia menyarungkan pedangnya kembali dan mengangkat tangan kanannya.

“Ah, terima kasih, terima kasih.”

Kirito membungkukkan kepalanya ke segala arah, menoleh ke arah Lyfa, dan berteriak:

“Apa ada yang bisa memakai Sihir Pembangkit?”

“Paham.”

Mengangguk, Sakuya melayang ke udara dan berhenti di samping Remain Light Eugene. Dengan hem kimono berayun, ia mulai melafalkan mantra untuk Sihir Pembangkit.

Cahaya biru memancar dari kedua tangan Sakuya dan menyelimuti api merah. Lingkaran sihir rumit mulai memadat dan api menyebar, pada akhirnya membentuk sosok manusia.

Kemudian dengan kilatan terakhir, lingkaran sihir menghilang. Kirito, Sakuya, dan Eugene yang sudah dibangkitkan mendarat dengan sunyi di atas sudut serambi. Kesunyian sekali lagi muncul dari mereka.

“....Itu skill yang mengesankan. Brengsek kau, kau adalah pemain terkuat yang pernah aku lihat.”

Ujar Eugene dengan nada tenang.

“Terima kasih.”

Adalah respon singkat Kirito.

“Sampai Spriggan sepertimu ada, dunia ini sungguh luas.”

“Ceritaku, apa kau mempercayainya sekarang?”

“...”

Eugene menyipitkan matanya, tiba tiba terdiam.

Pada saat ini, dari pasukan depan Salamander, seorang pemain berlari ke arah Eugene. Pemain dalam armor itu berdiri sejenak, kemudian memakai tangan kirinya untuk membuka visornya.

Ia memiliki wajah brangasan, Lyfa bisa tahu itu saat dia membungkuk pada Eugene sebelum berbicara.

“Gene-san, apa anda punya waktu?”

“Ah, Kagemune, ada apa?”

Dimana aku pernah dengar nama itu sebelumnya? – pikir Lyfa untuk sesaat, sebelum mengingat. Itu adalah nama Salamander yang masih bertahan hidup dari danau sebutkan. Kagemune adalah kapten dari pasukan Salamander yang sudah Kirito habisi di Hutan Kuno kemarin.

“Kupikir anda sudah tahu, tapi kemarin seluruh party-ku dimusnahkan.”

Mendengar dia membicarakan soal itu, Lyfa menelan ludahnya dan memasang telinga kuat kuat untuk mendengar.

“Ya.”

“Itu adalah Spriggan ini, aku yakin, tapi dia juga punya sekutu Undine.”

“....!?”

Terkejut, Lyfa melihat sosok Kagemune. Alis Kirito berkedut untuk beberapa saat sebelum wajah santainya kembali ke posisi semula. Kagemune melanjutkan:

“Untuk tambahan, menurut informasi dari ‘S’, sebuah tim dikirim untuk memburu pria ini, namun mereka semua dihabisi.”

‘S’ mungkin adalah kode untuk Spy (mata mata). Namun ‘S’ mungkin singkatan untuk Sigurd......

Eugene menatap wajah Kagemune sejenak. Hampir semua orang disekitar mereka mulai saling bisik bisik, dan telapak tangan Lyfa mulai berkeringat, menunggu respon pihak yang lain.

Akhirnya, Eugene mengangguk dan berkata:

“Begitukah?”

Ia tersenyum kecut.

“Kuanggap saja begitu.......”

Kemudian dia menoleh pada Kirito.

“Aku atau Raja sama sekali tak punya niat untuk memprovokasi Spriggan dan Undine dibawah kondisi saat ini. Kami akan angkat kaki dari tempat ini, tapi suatu hari, aku ingin bertarung denganmu sekali lagi.”

“Akan kutunggu hari itu.”

Kirito mengulurkan tinjunya ke hadapannya. Eugene memukulkan tinjunya ke tinju Kirito dan berbalik. Membentangkan sayapnya, dia menendang tanah dan terbang menjauh.

Ketika dia terbang, Kagemune menatap balik pada Lyfa, dan dengan tawa di matanya, dengan canggung mengedipkan mata kanannya. Sudah kubayar kembali utangku padamu – mungkin itulah maksudnya, pikir Lyfa dengan sedikit senyum di wajahnya.

Melihat kedua Salamander pergi menjauh, Lyfa melepaskan nafas yang sejak tadi dia tahan.

Dengan orang orang di tanah menyaksikan, para pasukan Salamander mulai berbaris dengan rapi dan dengan sedikit kebingungan. Saat hendak pergi, sayap mereka mengeluarkan getaran kecil dengan sayap Eugene memimpin. Kehadiran mereka segera pudar, dan saat mereka memasuki awan, mereka tertelan ke dalamnya dan menghilang.

Kesunyian berlangsung sekali lagi, kali ini dipecahkan oleh suara tawa Kirito.

“......Jadi ada Salamander yang paham bahasa manusia ya?”

Lyfa merasa bingung untuk sesaat, kemudian kata kata yang meluap luap di dalam perutnya sejak tadi akhirnya mengalir keluar.

“....Kamu, itu terlalu berlebihan.”

“Aku sudah sering dengar itu.”

“....Ha ha ha.”

Tawa mereka akhirnya dihentikan dengan suara terbatuk dari Sakuya, sebelum dia berkata:

“Maaf......tapi akan sangat membantu kalau kalian bisa menjelaskan situasinya.”


Saat ketenangan kembali pulih di serambi, Lyfa menceritakan semua yang terjadi, meski beberapa isinya terdengar spekulatif. Sakuya, Alicia Rue, dan para dewan serta kedua komunitas mendengarkan dengan tenang sampai Lyfa selesai, kemudian mereka semua menghela nafas dalam dalam.

“.....Jadi itu yang terjadi.”

Sakuya, dengan tangan dilipat di depan dada, dan alis panjang melengkung kebawah, menganggukkan kepalanya.

“Selama beberapa bulan ini, sikap Sigurd menjadi agak mencurigakan, aku merasa dia merencanakan sesuatu, tapi aku tak bisa mencabutnya dari dewan karena takut dianggap sebagai diktator.”

“Sakuya-chan, sepertinya popularitasmu meletakkanmu dalam posisi sulit.”

Alicia Rue, yang sudah berkuasa lebih lama dari Sakuya, juga ikut mengangguk.

“Mencurigakan......dari apa?”

Lyfa bertanya karena dia masih tak memahami jalan pikiran Sigurd, Sakuya menjawab:

“Mungkin karena hatinya tak bisa memaafkan situasi saat ini. Dia tak bisa mentoleransi menjadi tempat kedua pada para Salamander.”

“....”

“Sigurd adalah pria yang digerakkan oleh kekuatan, baik stats numeriknya dan dalam kekuasaan politiknya sebagai pemain.......sehingga pemikiran tentang Salamander menaklukkan World Tree dan menguasai langit Alfheim, gagasan tentang melihat mereka dari tanah......itu sesuatu yang tak bisa dia maafkan.”

“.....Tapi biarpun begitu, kenapa dia harus menjadi mata mata para Salamander?”

“Apa kamu dengar tentang «UPDATE 5.0», akan segera diluncurkan? Rumor mengatakan kalau di dalamnya juga termasuk «Rebirth System».”

“Ah......lalu........”

“Dia mungkin membuat kesepakatan dengan Mortimer karena selama Raja dari ras setuju, maka dia akan bisa menjadi Salamander. Namun Rebirth pasti memerlukan banyak sekali Yurudo. Aku ragu Mortimer yang berdarah dingin akan sudi untuk melakukan pertukaran semacam itu.”

“....”

Lyfa mendapat perasaan rumit, jadi dia mencoba mengosongkan pikirannya dengan menatap langit berwarna keemasan dan kabut yang jauh disana yang menyelimuti World Tree.

Reinkarnasi sebagai ALF dan terbebas dari batasan penerbangan.....ini sudah menjadi impian utama Lyfa semenjak ia pertama kali mengalami terbang. Itulah alasan ia bergabung dalam tim Sigurd, itulah kenapa dia sangat bersemangat dalam berburu, menyumbangkan hampir semua uangnya demi dewan Sylph.

Kalau aku tak menemui Kirito dan keluar dari tim, Sigurd mungkin akan mencoba membujukku kedalam rencana reinkarnasi Salamandernya. Kalau itu terjadi, lantas untuk apa semua usahaku selama ini?

“ALO benar benar Game sinis yang menguji hasrat para pemainnya.”

Ujar Kirito tiba tiba, suaranya bercampur dengan senyum masam.

“Pendesain Game ini pasti punya karakter buruk.”

“Fufu, mungkin benar.”

Sakuya merespon dengan senyum.

Lyfa memutuskan untuk sedikit mengikuti hatinya, ia telah memegang tangan kiri Kirito dengan tangan kanannya dan terus kepikiran dengan itu. bergerak mendekati Kirito, yang sepertinya tetap berwajah santai tak peduli situasinya, hati Lyfa perlahan mulai lebih tenang.

“Jadi......apa yang akan kamu lakukan, Sakuya?”

Usai mendengar ini, senyum cantiknya pudar dan berganti menjadi tatapan penuh perhitungan ala penguasa, dan matanya terpejam. Mereka segera membuka, kali ini mata hijau gelapnya memancar dengan cahaya yang sangat cerah.

“Rue, kamu terus melatih skill dark magic-mu, kan?”

Usai mendengar ucapan Sakuya, telinga Alicia bergerak maju dan mundur mengekspresikan pengertiannya.

“Kalau begitu, tolong gunakan «Moonlight Mirror» pada Sigurd.”

“Bisa saja sih, tapi sekarang belum malam hari, jadi takkan bertahan lama.”

“Tak masalah, karena itu akan segera berakhir.”

Menggerakkan telinganya lagi, Alicia Rue mengangkat tangannya, mengambil selangkah mundur, dan mulai merapal mantra.

Suara komat kamit Alicia meningkat dalam ritme pelafalan dark magic yang jarang terdengar. Sekeliling mendadak menjadi gelap, dan cahaya bulan mendadak muncul entah dari mana.

Cahaya bulan segera mulai mengumpul di depan Alicia, dan seperti cairan emas, ia membentuk cermin bundar. Semua orang menyaksikan dalam kesunyian, dan cermin itu memiliki permukaan sedikit bergelombang, mencerminkan pandangan agak kabur dari suatu tempat.

“Ah.....”

Lyfa melepaskan suara kecil. Terpantul pada cermin, adalah tempat yang sudah dia kunjungi entah berapa kali; ruang dewan dari mansion Raja.

Lyfa bisa melihat meja hijau emerald besar. Di balik meja, di atas kursi singgasana Raja, duduk seorang pria. Kedua kakinya disilangkan dan disandarkan di atas meja sembari bersandar ke belakang di kursinya. Matanya terpejam dan kepalanya tengah disangga oleh kedua tangannya; pria itu adalah Sigurd.

Sakuya melangkah ke depan cermin dan memanggil dengan suara seperti harpa yang disentak kuat kuat;

“Sigurd!”

Di cermin, Sigurd mendadak membuka matanya dan melompat seperti pancuran. Dia mungkin melihat keberadaan cermin, datang berhadap hadapan dengan Sakuya, mulutnya terbuka dan tubuhnya berguncang dengan hebat.

“Sa-Sakuya!?”

“Ya, sayangnya, aku masih hidup.”

Sakuya membalas dengan enteng.

“Kenapa......bukan.....konferensi.....?”

“Ternyata berjalan dengan sukses. Namun tanda tanda kesepakatan baru saja akan dimulai. Oh iya, kita mendapat tamu tak diduga.”

“T....tamu...?”

“Jenderal Eugene memberitahu kami untuk berkata halo padamu.”

“Apa!?”

Kali ini, Sigurd nampaknya tengah mengalami kekagetan luar biasa. Wajah tampannya menjadi pucat, dan matanya bergerak gerak dengan liar seolah mencoba mencari kata kata. Matanya terkunci pada Lyfa dan Kirito di belakang Sakuya.

“Ly....!?”

Tiba tiba, matanya terbuka lebar, dan dia akhirnya bisa memahami situasi. Sigurd menggertakkan giginya dalam senyum predator.

“....Para kadal pecundang itu. Jadi.....Sakuya, apa maumu? Mengembalikan uang? Atau mengusirku dari Kementrian kekuasaan? Tapi kalau kau kehilangan aku sebagai komandan pasukan, apa yang akan terjadi pada kekuasaan politikmu......”

“Tidak, kalau kau tak lagi ingin menjadi Sylph, akan kukabulkan permohonanmu.”

“Ap, apa.....?”

Sakuya dengan elegan mengibaskan lengan kirinya, dan menu besar yang eksklusif bagi Raja muncul. Sejumlah jendela tak terlihat berdesakan, namun membentuk kolom cahaya hexagonal. Sakuya menemukan satu jendela yang dicarinya dan menekannya dengan jarinya.

Dalam cermin, Sigurd menatap jendela pesan biru yang muncul di hadapannya. Melihat pesan itu, wajahnya segera menjadi gugup, dan dia berdiri.

“Kenapa, kau....! Apa kau gila? Kau.....padaku......kau akan membuangku!?”

“Ya, kau akan menjadi Pembelot dan berkeliaran di zona netral, kuharap kau bisa segera menemukan kesenangan baru dalam Game ini.”

“Kalau begitu......aku akan menentangmu! Aku akan lapor pada GM tentang pemakaian kekuasaan sewenang wenang ini!”

“Sesukamu saja......sampai jumpa, Sigurd!”

Sigurd mengangkat tinjunya dan mulai melanjutkan protesnya. Sakuya menyentuh tombol di menunya, dan Sigurd mulai menghilang dalam cermin. Karena dia sudah dibuang dari wilayah Sylph, dia akan dipindahkan secara acak ke kota netral selain Aarun.

Cermin emas saat ini memantulkan ruang dewan yang kosong, namun, tak lama kemudian, permukaan mulai terdistorsi. Dengan suara dentingan logam, ia terpecah pecah, dan bayangan yang menutupi matahari telah menghilang.

“.....Sakuya.....”

Kesunyian sekali lagi kembali, alis Sakuya mengernyit, dan Lyfa merasakan perasaannya memanggil dengan lembut.

Sang Raja cantik mengibaskan tangannya sekali lagi, menghilangkan jendela menu, dan menghela nafas sambil tersenyum.

“Entah keputusanku benar atau tidak akan diputuskan pada pemilu Raja selanjutnya. Yang jelas, terima kasih Lyfa. Aku senang kamu, yang selalu menolak untuk bergabung kedalam dewan para dewan, datang kesini untuk menolong. Alicia juga, maaf aku sudah membuatmu terlibat dalam kekacauan sipil Sylph dan membawamu dalam bahaya.”

“Kami masih selamat, jadi itu bukan masalah.”

Mengikuti balasan santai dari sang Raja Cait Sith, Lyfa menggeleng kepalanya.

“Aku tak melakukan apa apa. Kalau kalian ingin berterima kasih, kalian harus berterima kasih pada Kirito.”

“Ya, karena kamu menyebutkannya.....apa yang kamu......”

Berdiri berdampingan, Sakuya dan Alicia Rue menatap Kirito dengan pertanyaan tergambar di wajah mereka.

“Apa kamu benar benar perwakilan dari aliansi Spriggan-Undine?”

Karena penasaran, Alicia bertanya, dengan ekor berayun ayun. Dengan tangan di pinggangnya, Kirito menjawab penuh percaya diri;

“Itu semua tentu saja bohongan. Sekedar menggertak, tapi diperlukan untuk negosiasi.”

“Appa....!”

Mulut mereka terbuka lebar, dan sampai kehabisan kata kata.

“.....Sungguh pria tak masuk akal. Dan menyombong dalam situasi semacam itu......”

“Saat kalian mengurus orang menyusahkan, kalian harus berani menaikkan taruhan.”

Kirito mengatakan itu dengan nada tak peduli. Tiba tiba, Alicia tersenyum, dan dengan senyum licik seekor kucing, maju beberapa langkah mendekati Kirito, dan dia menatap wajahnya dari jarak dekat.

“Kamu pembohong besar, kamu sebenarnya sangat kuat, tahu! Apa kamu tahu? Eugene mungkin adalah pemain terkuat dalam ALO. Dan kamu berhasil mengalahkannya secara telak, jadi kamu adalah senjata rahasia Spriggan kan?”

“Mana mungkin begitu? Aku hanya prajurit biasa yang tak punya tujuan.”

“Pfft, yahahaha!”

Jawaban arogan ini membuat Alicia tertawa, dan dia mengambil lengan kanan Kirito dan memeluknya ke dadanya. Memiringkan kepalanya, ia memberi Kirito tatapan seksi.

“Kamu bebas untuk datang ke wilayah Cait Sith sebagai pasukan bayaran. Aku bisa menawarimu makan tiga kali sehari dan tidur siang.”

“Apa.......”

Sword Art Online Vol 03 - 301.jpg

Lyfa merasa bibirnya tercekat. Namun, sebelum dia mendapat kesempatan berbicara, suara lain seenaknya menginterupsi.

“Hei, Rue, jangan curang.”

Datanglah Sakuya, dengan suara lebih menggoda dari biasanya. Saat ini ia berdandan dalam pakaian tanpa lengan dan merebut lengan kiri Kirito.

“Dia sejak awal datang untuk menyelamatkan Sylph, itu artinya kami yang memiliki hak negosiasi. Kirito-kun, mari kita minum minum di Sylvian, sekedar untuk keramah tamahan, dan kita bisa mengurus hal hal pribadi setelah itu......”

Pili Pili. Wajah Lyfa mulai memerah karena amarah dan mulai berkedut tanpa kendali.

“Aah, jangan licik, Sakuya-chan. Aku menentang sikap godaanmu.”

“Kamu punya hak mengatakan itu? kamu terlalu dekat dengannya!”

Dua Raja yang sangat cantik tengah memeluk Kirito erat erat, dan wajah tak nyamannya berubah menjadi ekspresi merah karena rasa malu......

Selagi memikirkan itu, Lyfa menggenggam kerah baju Kirito dari belakang dan berteriak:

“Tidak! Kirito-kun adalah......”

Ketiganya menoleh untuk melihat Lyfa. Di saat yang sama, dia menyadari apa yang hendak dia katakan dan kembali pada realita.

“Itu, a...aku......”

Tak mampu mencari kata kata, Lyfa berada dalam kesunyian canggung, dan menyaksikan itu semua, Kirito tersenyum dan berkata:

“Kuhargai kebaikan hati kalian – maaf, aku berjanji untuk pergi dengannya ke wilayah pusat.”

“Oh.....ternyata begitu, sayang sekali ya.”

Sakuya yang biasanya tenang menyuarakan penyesalannya dengan jujur, dan mengalihkan tatapannya pada Lyfa.

“Kamu akan pergi ke Aarun, Lyfa? Apa itu piknik untuk hiburan, atau.....?”

“Aku sedang meninggalkan wilayah kita – menurutku begitu. Tapi, meski aku tak tahu kapan, aku pasti akan kembali ke Sylvain.”

“Begitu, maka syukurlah. Kamu harus kembali, tentu saja dengan dia.”

“Pastikan untuk mampir ke rumahku kalau sempat, dan aku akan bentangkan karpet merah.”

Kedua Raja meninggalkan Kirito, dan ekspresi mereka menjadi tenang. Sakuya meletakkan tangan kanannya di dadanya dan memiringkan tubuhnya dengan anggun, Alicia membungkukkan kepalanya dan telinganya jatuh sedikit, keduanya berterima kasih pada Kirito dan Lyfa. Sakuya mengangkat kepalanya dan berkata:

“Aku ingin berterima kasih, Lyfa dan Kirito. Kalau kami dikalahkan, perbedaan diantara kami dan Salamander akan menjadi lepas kendali. Aku ingin mengungkapkan terima kasihku.......”

“Tidak, hal seperti itu......”

Melihat Kirito menggaruk kepalanya dengan wajah tak nyaman, Lyfa tiba tiba memikirkan sesuatu. Ia melangkah ke depan dan berkata:

“Jadi, Sakuya, Alicia. Alasan untuk aliansi ini, apa untuk menyerang World Tree?”

“Tentu, pasti, karena itulah tujuan utama kita. Kita akan menantang World Tree bersama; kalau kedua ras terlahir kembali sebagai ALF maka akan sangat bagus, tapi kalau tidak, ras yang berhasil akan bertanggung jawab memandu ras yang lain sepanjang Grand Quest selanjutnya. Itulah kerangka dari aliansi.”

“Mohon izinkan kami ambil bagian dalam penyerangan juga, sesegera mungkin.”

Alicia Rue dan Sakuya saling bertukar tatap.

“Aku tak keberatan kalau kalian menyertai kami, lebih tepatnya aku ingin kalian bergabung dengan kami. Tapi kami belum tahu tentang waktunya, tapi kenapa?”

“...”

Lyfa melirik Kirito. Pria Spriggan penuh teka teki itu menurunkan pandangannya untuk sesaat dan berkata:

“Alasan aku datang ke dunia ini adalah untuk mencapai puncak World Tree. Ada orang tertentu yang harus aku temui, dan ada kemungkinan kalau orang itu mungkin ada disana......”

“Seseorang? Apa maksud kamu Raja Peri Oberon?”

“Bukan, kupikir itu seseorang yang berbeda. Itu adalah seseorang yang tak bisa kuhubungi di dunia nyata, seorang yang harus kutemui apapun yang terjadi.”

“Oh, di puncak World Tree maksudnya seseorang di pihak manajemen? Sungguh cerita yang misterius, bukan begitu?”

Topik itu nampaknya sudah membuat Alicia Rue tertarik, karena ia mengatakan itu dengan mata berbinar, namun telinga dan ekornya segera jatuh.

“Namun.....untuk persiapan dan melengkapi perlengkapan seluruh anggota party akan memerlukan waktu.......tak bisa dilakukan dalam satu atau dua hari........”

“Begitu, itu benar.......bukan, tujuanku adalah mencapai dasar pohon untuk saat ini.......setelah itu aku akan memikirkan sesuatu.”

Kirito tertawa kecil dan, ‘Oh iya’ seolah teringat akan sesuatu, Kirito mengibaskan tangan kirinya. Dia dengan cepat memanipulasi jendela menu, dan mewujudkan sekantong tas kulit besar.

“Ini mungkin bisa membantu pendanaan.”

Mengatakan itu, Kirito menyerahkan tas itu, menilai dari suaranya, sepertinya itu penuh berisi Yurudo. Alicia yang menerima tas sempat terhuyung sejenak sebelum buru buru memeluknya dengan kedua tangannya, ia melihat ke dalam tas dan matanya dalam sekejap terbelalak seolah tak percaya.

“Sa.....Sakuya-chan, ini.....”

“Hmm....?”

Sakuya membungkukkan kepalanya dengan tangannya memasuki tas. Dari dalam dia mengeluarkan sebuah koin besar dengan kemilau hijau putih.

“Waaahhh!”

Melihat ini, Lyfa juga berteriak dengan nada tak percaya. Kedua Raja terus menatap isi di dalam tas, sepertinya membeku di tempat mereka. Dua belas orang di belakang mereka mulai gaduh.

“......seratus ribu koin Yurudo Mithril......semua ini!?”

Bahkan bagi Sakuya, dia berbicara dengan nada kabur selagi menatap koin dengan keraguan. Masih tercengang dan menggeleng kepalanya, ia mengembalikan koin ke dalam tas.

“Uang sebanyak ini, hampir mustahil untuk mendapatkan semua ini tanpa melawan monster sekelas Dewa-Jahat di Jötunheimr.....Apa kamu yakin? Dengan uang sebanyak ini kamu bisa membangun istana di lokasi utama.”

“Aku tak keberatan. Itu sudah tak lagi penting untukku.”

Kirito sepertinya sama sekali tak peduli dengan uang itu dan mengangguk.

Sakuya dan Alicia sekali lagi menatap isi tas, melepaskan desahan, dan mengangkat kepala mereka.

“......Dengan sebanyak ini, kupikir kita sudah mendekati jumlah yang ditargetkan.”

“Kita akan segera siapkan perlengkapan dan akan menghubungimu saat kami sudah siap.”

“Akan kuserahkan padamu.”

Sakuya membuka jendela menu, dan Alicia menaruh tas di dalamnya.

“Hanya berpikir tentang berkeliaran di daratan ini dengan uang sebanyak ini membuatku bergidik.......mari kembali ke wilayah Cait Sith secepat mungkin sebelum para Salamander berubah pikiran.”

“Itu benar. Kita akan lanjutkan konferensi saat kita kembali.”

Kedua Raja mengangguk satu sama lain dan memberi tanda pada para pengikut mereka. Meja panjang dan sejumlah kursi dibersihkan dengan cepat.

“Kami berhutang banyak pada kalian. Kami berjanji akan berjuang yang terbaik untuk mewujudkan impian kalian, Kirito dan Lyfa.”

“Aku senang bisa ikut membantu.”

“Kami akan menunggu kontak dari kalian.”

Sakuya dan Alicia menjabat tangan mereka masing masing dengan Kirito dan Lyfa.

“Terima kasih! Kita akan bertemu lagi!”

Alicia sekali lagi menampakkan senyuman nakal, mengayunkan ekornya di dekat Kirito dan mengecup pipinya. Ia meninggalkan Kirito yang gugup dan berbalik ke arah Lyfa – Apa yang dia lakukan? – dan memberinya kedipan cepat. Ia kemudian membentangkan sayap kuning pucatnya lebar lebar.

Kedua Raja melambaikan tangan mereka dan terbang lurus ke atas, dengan garis cahaya mereka bergerak ke arah langit merah barat. Enam orang dari tiap tiap ras mulai berbaris dalam V yang indah, formasi seperti angsa liar, dan mengikuti.

Lyfa dan Kirito menyaksikan mereka sampai sosok mereka lenyap kedalam cahaya mentari senja.

Suara bisikan angin dan daun yang melambai lambai adalah pengingat bahwa pertarungan sengit telah terjadi di tempat itu. Pertarungan dengan mempertaruhkan takdir ketiga ras sepertinya tak lebih dari ilusi. Lyfa merasa agak dingin, dan bersandar pada Kirito.

“......semua orang sudah pergi sekarang.”

“Ya, akhirnya berakhir sudah.....”

Perpecahan dengan Sigurd dan serangkaian peristiwa yang mengikutinya, Lyfa merasa seolah waktu berjalan sangat lama. Bukan hanya tujuh atau delapan jam yang sudah berlalu.

“Entah kenapa.....”

Bersama dengan Kirito, ini adalah dunia nyata sejati, dia merasa kalau dirinya yang bersayap adalah dirinya sebenarnya – pikir Lyfa/Suguha, namun tak bisa mengungkapkannya dalam kata kata. Justru, ia menekan tubuhnya ke dada Kirito, dan mencoba merasakan detak jantungnya, kemudian.......

“Kenapa kamu, kubilang jangan selingkuh, Papa!”

“Waa.”

Yui melompat keluar dari saku dada Kirito dan berbicara dengan suara tak senang. Lyfa buru buru mengambil jarak diantara dia dan Kirito.

“Kenapa begitu tiba tiba......”

Yui beterbangan disekitar Kirito yang gugup beberapa kali setelah dia mengatakan itu, kemudian duduk di bahunya dan wajah imutnya cemberut.

“Kedua Raja yang lengket padamu tadi sepertinya membuat jantungmu berdegup kencang!”

“Aku-.....aku kan laki laki, jadi apa boleh buat!”

Lyfa merasa lega karena Yui tak membicarakan tentang dia, namun dia merasakan keraguan jadi dia bertanya pada Yui.

“Hei, Yui-chan, apa aku tak apa apa?”

“Lyfa-san sepertinya tak apa apa.”

“Ke, kenapa......”

“Soalnya, Lyfa sepertinya nggak memberikan perasaan seorang wanita....”

Tanggapan cuek ini, datang dari Kirito.

“Tung.....ap.....Apa maksudmu dengan itu!?”

Dia tak bisa mengabaikan kata kata itu, tangan Lyfa tanpa sadar berpindah ke gagang katananya.

“B...bukan, maksudku.....seperti lebih mudah didekati......itu arti yang bagus, ya.”

Senyuman merekah di wajah Kirito dengan sedikit tergelak.

“Daripada mencemaskan soal itu, lebih baik segera terbang ke Aarun! Matahari mau terbenam!”

“Ah, hei, tunggu!”

Lyfa membentangkan sayapnya dan menendang tanah.

Kirito berakselerasi menuju ke World Tree, dan Lyfa mengejarnya dengan mengepakkan sayapnya pada kekuatan penuh dan melirik sebentar ke belakang. Melewati pegunungan besar itu, adalah bentang luas hutan kuno dan wilayah Sylph yang familiar. Namun, dia tak bisa berlama lama karena bintang mulai bermunculan di langit senja biru tua.


* * *


Matahari yang sepertinya akan masih terus menggantung di puncak langit, perlahan mulai turun, mewarnai cakrawala menjadi merah cerah dari matahari terbenam.

Sekarang, karena terakhir kali Oberon mengunjungi Asuna, setidaknya sudah lima jam yang lalu, sehingga dia berdiri. Saat ini mungkin sudah tengah malam di dunia nyata. Dia berdoa memohon agar tidak dipantau dan berdiri di atas keramik.

Sepuluh langkah ke depan dan dia tiba di gerbang emas. Ia hanya bisa merasa terkejut karena dia sudah dikekang dalam tempat kecil ini selama lebih dari dua bulan.

‘Namun – itu semua berakhir hari ini’

Sembari memikirkan itu, Asuna merentangkan tangan kanannya ke papan input password disamping pintu. Lima jam lalu, dia telah menggunakan cermin untuk melihat urutan angka angka yang diperlukan untuk membuka pintu saat Oberon pergi, dan mengingatnya. Sekarang, satu demi satu dia mengucapkannya dan mengingat ulang urutannya. Kapanpun dia menekan satu tombol kecil, sentuhan itu menciptakan bunyi klik, dan gelombang kecemasan melewati tubuhnya yang terus menerus gemetar.

“....3...2...9...”

Dengan berdoa, ia memasukkan angka terakhir, dengan suara logam yang keras, pintu terbelah membuka. Asuna tanpa sadar membengkokkan lengan kanannya dan meremas tinjunya erat erat. Saat dia menyadari kalau dia memasang salah satu postur favorit Kirito, gelak tawa muncul dari mulutnya.

“Kirito-kun! Aku juga akan berjuang!”

Asuna membisikkan itu sambil mendorong pintu terbuka. Dibalik itu, cabang lain, yang lebih meliuk dari yang menyokong sangkar, membentuk jalan kecil yang terhubung ke batang pohon raksasa. Ia meninggalkan sangkar, satu langkah, dua langkah, pintu secara otomatis menutup di belakangnya, membuat suara klik tenang. Asuna menyibakkan rambutnya, mengangkat dadanya dengan kepastian, dan berjalan ke arah dunia berbeda yang ia yakini akan temukan di depan sana.

Beberapa menit kemudian, dia melirik balik untuk mendapati sangkar emas itu sudah tertutup oleh dedaunan hijau yang saling bertumpukan, dan tak lagi terlihat.

Asuna berhenti di tengah cabang pohon panjang dari World Tree, dan menghela nafas. Ia merasa sudah berjalan beberapa ratus meter. Pohon itu memang luar biasa besar.

Bagi Oberon yang tak sabaran, terminal sistem log out seharusnya tak terlalu jauh dari sangkar; namun sepertinya ia salah menduga. Kalau Oberon memakai jendela tipe SAO atau kendali aktivasi suara, maka akan cukup sulit untuk mengakses sistem.

Meskipun demikian, aku tak bisa kembali ke tempat itu. aku harus pergi sejauh yang kubisa.

Aku pasti akan bertahan hidup dan kembali ke dunia nyata. Untuk menemui dia sekali lagi.

Asuna mengukir harapan ini di hatinya dan terus melangkah maju.


Catatan Pengarang[edit]

Lama tak bertemu; atau mungkin akan lebih tepat untuk menyebut ini pertemuan pertama. Aku Kawahara. Terima kasih banyak untuk membaca <Sword Art Online 2: Aincrad>.

Setelah volume 1 terbit, aku menerima banyak nasihat mengenai "Bagaimana aku akan melanjutkan ini dari akhir seperti ini?" Tak peduli bagaimana kau melihatnya, gamenya sudah selesai, dan dunianya juga sudah runtuh. Bahkan ketika aku, sendiri, membacanya, aku merasa tidak mungkin ada unsur yang bisa di lanjutkan lebih jauh.

Lalu, ada sekuel yang membuat otakku sakit, yaitu, buku ini. Aku minta maaf, waktunya kembali ke masa lalu. Dan bahkan, itu merupakan kumpulan dari cerita pendek. Aku benar-benar minta maaf untuk itu.

Sebelumnya, aku juga memainkan beberapa online game. Tapi tak peduli di game apapun, aku tidak pernah menjadi bagian dalam grup terkemuka. Aku hanya iri kepada pemain yang selalu kuat dengan perlengkapan dan reputasi yang baik, mengalahkan monster dengan mudah, dan setelah itu merasa kalau mereka "Sangat ahli! Sangat kuat!" (haha)

Oleh karena itu, aku mau menulis tidak hanya tokoh utama volume satu, Kirito dan Asuna dan tipe <Game Clearer> mereka dari pemain top, tapi juga bahkan lebih mau menulis sesuatu tentang cerita dari pemain kelas menengah; dan empat cerita pendek dari volume dua, mempunyai isi seperti ini. Tanpa memperhatikan cerita yang mana, pada dasarnya itu semua tentang Kirito memulai debutnya dan menyebabkan sebuah kekacauan besar; dan merasa kalau dia "Sangat ahli! Sangat kuat!" seperti yang di rasakan Sillica dan Lizbeth, adalah persis dengan apa yang aku rasakan setiap tahun sejak menjadi pemain MMO. Benar, dan satu kali sudah cukup, aku benar-benar mau mengetahui bagaimana rasanya untuk memamerkan ke orang lain sebuah senjata yang hanya di miliki oleh tiga pemain di seluruh server.

Selain itu, ada 1 hal lagi yang aku harus minta maaf ke semua orang. Walaupun keempat karakter perempuan di buku ini semuanya adalah pemain yang berbeda, pasangan laki-laki mereka, seperti yang di diskusikan sebelumnya, selalu Kirito-san. Walaupun tidak mungkin untuk aku menjelaskan ini ke semua orang pada saat ini, aku dengan sedih pamit, dan menyuruh semua orang untuk menggunakan pola pikir "walaupun penjahatnya dan korbannya berubah setiap saat, detektifnya selalu orang yang sama" yang kau punya ketika membaca seri novel detektif... kau tidak bisa melakukannya kan? Maaf, maaf.

Akhirnya, untuk Abec-sensei yang menggambar semua pahlawan perempuan baru yang selalu muncul dengan kepribadian dan kecantikan, dan untuk Miki-san yang memberikanku banyak ide yang berkaitan dengan semua pengaturan sistem game yang aneh dan kompleks: kau lagi-lagi sudah mengurusku.

Dan kepada kau yang membaca buku ini hingga akhir, aku benar-benar berterima kasih.

26 Mei 2009 - Kawahara