Tate no Yuusha Indo:Jilid 4 LN

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi Novel[edit]

Prolog - Dalam Pelarian[edit]

"Astaga! Maniak harem itu betul-betul keras kepala!"


Itu sungguh menjengkelkan sampai-sampai aku mengeluarkan cemoohan secara gak sengaja.


Tapi itu wajar sih. Kami dituduh menculik dan mencuci otak Melty, dan kami dalam pelarian.


Kami pergi ke jalanan pegunungan yang terjal agar para prajurit yang mengejar kehilangan jejak.


Tapi mereka masih saja terus mengejar.


"Sialan! Nggak ada hal bagus yang terjadi sejak aku datang ke dunia ini!"


Keluhanku membuat segala sesuatu yang terjadi beberapa bulan terakhir teringat kembali dalam pikiranku.


Namaku Naofumi Iwatani.


Saat di dunia modern, kuakui aku seorang Otaku. Aku seorang mahasiswa universitas berusia 20 tahun.


Tapi itu sebelum segalanya berubah. Aku sedang mengisi waktu kosong di perpustakaan lokal lalu aku menemukan sebuah buku dia berjudul The Records of Four Holy Weapons. Aku membuka halamannya, lalu secara tiba-tiba, aku pingsan dan terbangun di sebuah dunia yang betul-betul baru.


Bukan cuma itu, aku dipanggil kesini sebagai salah satu dari empat pahlawan yang disebutkan dalam buku itu. Aku adalah Pahlawan Perisai—satu-satunya pahlawan yang gak bisa menyerang.


Pada awalnya aku gembira. Dunia ini kayak sebuah dunia mimpi—dan aku adalah seorang pahlawan! Aku sangat ingin keluar dan berpetualang. Tapi ada orang-orang licik dan pengecut menjebak aku dan memfitnah aku atas kejahatan yang gak ku perbuat. Reputasiku betul-betul hancur, dan aku dianiaya. Mereka menuduhku atas pemerkosaan dan mengucilkan aku sendirian, meskipun aku nggak bisa menyerang, dan aku nggak kenal siapapun. Aku harus mencari cara sendiri.


Akan tetapi, ada fenomena aneh bernama "Gelombang" yang mengancam akan menghancurkan dunia.


Saat gelombang itu terjadi, aku secara otomatis (dengan paksa) dipindahkan ke tkp. Aku harus melawan monster-monster untuk melindungi dunia yang telah memperlakukan aku secara buruk.


Yang lebih buruk lagi, Perisai Legendaris yang melekat pada lenganku gak bisa dilepaskan. Itu terasa seperti semacam kutukan.


Jadi bukan cuma aku mempertaruhkan nyawaku untuk menyelamatkan orang-orang yang melukai aku, tapi aku bahkan nggak bisa lari meski aku mau.


Karena perisai itu, aku gak bisa menggunakan senjata lain, dan meski aku memukul musuh dengan tinjuku, aku nggak bisa menghasilkan damage yang besar.


Disisi lain, perisai ini punya kemampuan untuk menyerap musuh yang telah dikalahkan dan material-material, dan dengan melakukan itu akan membuka kemampuan serta perisai baru. Perisai Legendaris bisa berubah bentuk menjadi perisai yang berbeda disertai atribut-atribut yang berbeda.


Di dunia baru ini, aku mendapati diriku bisa difungsikan seperti dalam video game. Ada suatu jenis sihir bernama "status magic", dan itu pada dasarnya membuatku naik level dengan mengalahkan musuh, saat aku naik level, aku jadi semakin kuat.


Konsep abstrak dari level mungkin agak nggak masuk akal, tapi pada dasarnya, semakin keras kau berusaha, semakin kuat jadinya—tipikal dalam proporsi pada tingkat kesulitan dari tugas yang kau selesaikan. Aku cukup terbiasa pada sistem kerja tersebut dari membaca manga, anime dan game, jadi aku bisa memahaminya cukup cepat.


Aku berlevel 39. Aku naik level sampai segitu setelah semua yang telah kulalui.


"Apa kita sudah mengecoh mereka?"


"Enggak, mereka masih mengejar."


"Sialan!"


Aku dikejar oleh seseorang bernama Motoyasu Kitamura. Dia berusia 21 tahun.


Seperti aku, dia juga dipanggil ke dunia ini dari dunia lain. Dia berasal dari Jepang versi modern juga, tapi berbeda dari Jepang tempat asalku. Dia adalah Pahlawan Tombak.


Diantara kami berempat, dialah yang paling tampan. Kami sama-sama laki-laki, tapi aku bisa mengakui itu.


Tapi dia adalah buaya darat. Yang ada di otaknya cuma tentang cewek.


Motoyasu dan dua pahlawan yang lain nampaknya mengetahui tentang dunia ini karena mereka telah memainkan game yang mirip dengan dunia ini sebelumnya. Mereka tau kemana harus pergi dan apa yang harus dilakukan untuk naik level secepat mungkin.


Meskipun mengetahui segala macam hal, Motoyasu menolak memberitahuku, dan dia memainkan peran besar dalam pemfitnahan terhadap aku.


Kalau dia punya banyak waktu luang untuk menggangguku, bukankah dia seharusnya bertarung untuk menyelamatkan dunia atau semacamnya?


Ada dua pahlawan lain. Pahlawan Pedang namanya Ren Amaki, dan Pahlawan Busur namanya Ituski Kawasumi. Mereka berdua juga dipanggil dari Jepang versi modern yang lain.


Ren berusia 16 tahun. Dia berambut hitam dan tekihat sangat "dingin". Dia adalah tipe pendekar pedang pendiam


Itsuki berusia 17 tahun, kurasa. sekilas dia terlihat pendiam dan membosankan, tapi dia nampaknya sangat terampil.


Sepertinya Ren atau Itsuki nggak mengejar aku. Mereka pasti sudah mulai merasa curiga tentang semua hal yang telah terjadi.


"Haruskah aku menyembunyikan kita dengan sihir?"


"Boleh."


Cewek yang menyarankan sihir itu bernama Raphtalia.


Dia punya telinga dan ekor tanuki karena dia adalah seorang cewek demi-human tipe rakun.


Dia kelihatan berusia sekitar 18 tahun. Sedikit lebih pendek dari aku, dia kelihatan riang, menarik, dan serius. Kau nggak perlu berteman dengan dia untuk menyadari seberapa menariknya dia.


Rambutbya panjang berwarna coklat, bergelombang dan berkilauan. Lengan dan kakinya ramping. Dia betul-betul terlihat seperti seorang model.


Setelah aku dipanggil ke dunia ini dan difitnah dan dikucilkan tanpa teman atau equipment ataupun uang, aku bertemu dengan Raphtalia. Sebenarnya sih, aku membeli dia sebagai seorang budak dengan simpanan uang yang bisa ku kumpulkan sendiri.


Dia berada dibawah kutukan budak yang mana memberiku kendali penuh atas dia, termasuk hidup dan matinya dia. Aku bisa menetapkan peraturan pada kutukan itu, dan akan membuat dia kesakitan kalau dia melanggar peraturan itu. Setelah aku dihianati dan difitnah, aku sepenuhnya kehilangan kemampuan untuk mempercayai orang, dan itu sebabnya aku membeli seorang budak, karena mereka mau tak mau harus melakukan apapun yang kukatakan. Dengan adanya kutukan budak pada dirinya, Raphtalia nggak akan bisa bohong.


Aku nggak bisa menimbulkan damage pada musuh, jadi dia menggunakan pedang dab bertarung menggantikan aku.


Saat aku membeli dia, dia adalah seorang gadis kecil—berusia sekitar 10 tahun.


Tapi para demi-human tumbuh secara berbeda dari manusia normal. Saat mereka muda, tubuh mereka menjadi seiring level mereka.


Dia naik level cukup cepat, dan itu sebabnya dia kelihatan lebih tua sekarang.


Proses pendewasaan itu mungkin penyebab para demi-human dan manusia diperlakukan sangat berbeda disini.


Sebelum gelombang pertama datang, Raphtalia dan aku bisa naik level dan mendapatkan equipment yang cukup bagus untuk bertahan hidup dalam bencana itu. Tapi kemudian Motoyasu mendengar bahwa aku menggunakan seorang budak, dan menantang aku duel—meskipun aku sama sekali nggak bisa menyerang.


Raja negeri ini yang memanggil kami, Melromarc, menyuruh duel itu dilakukan, dan dia bahkan tau kalau aku kalah karena campur tangan pengecut. Jadi Raphtalia dibebaskan dari kutukan budak itu, tapi dia memutuskan bahwa dia tetap ingin bersamaku. Dia tetap di sini di sampingku sebagai budakku.


Akan tetapi, dia nggak pernah melakukan sesuatu yang akan mengaktifkan kutukan budak tersebut, dan aku menghapus semua pengaturan budak yang bisa berdampak pada hubungan kami. Jadi dia betul-betul seorang budak cuma dalam nama saja.


Raphtalia ingin bertarung bersama seorang pahlawan untuk menyelamatkan dunia.... Dia ingin bertarung melawan gelombang.


Dimasa lalu, sebelum gelombang datang, Raphtalia tinggal di sebuah desa bersama keluarganya. Dia kehilangan segalanya saat gelombang datang, termasuk kedua orangtuanya dan desa itu sendiri.


Itu sebabnya dia ingin melakukan sesuatu tentang gelombang itu.


Para pahlawan bertugas melawan gelombang itu, dan dia kehilangan segalanya karena gelombang itu—tujuan kami sudah sangat jelas.


Awalnya aku menganggap Raphtalia sebagai seorang budak yang mudah digunakan, tapi sekarang dia adalah partnerku yang berharga, tangan kananku, dan aku punya perasaan orangtua terhadap dia. Aku betul-betul ingin melindungi dia, dan menjauhkan dia dari bahaya, tapi Raphtalia terseret ke dalam pertempuran, dan aku nggak bisa menghentikan dia.


Dia berlevel 40.


"Serahkan padaku."


"Makasih—maaf."


"Apa yang kamu bicarakan? Kita berada dipihak yang sama. Kamu nggak perlu merasa kayak gitu."


"Kamu benar. Hanya saja... orang itu keterlaluan keras kepalanya!"


"Aku tau."


Nah lagi-lagi aku begini, mengeluh tanpa berpikir.


"Apa yang harus aku dan Mel lakukan?" tanya Filo.


"Pertanyaan bagus. Filo, kau tetap dalam wujud manusia. Kalau ada masalah, berubah menjadi Filolial. Melty, kau tetap diam."


"Okeeeee!"


"Caramu mengatakannya, itu seperti kau menganggap aku cuma menghambat saja!"


"Ya ya ya.... Baiklah, Melty, kau terus awasi bagian belakang."


Dua orang yang berteriak padaku, keduanya adalah gadis muda.


Yang pertama Filo.


Dia adalah cewek berpenampilan usia 10 tahun yang punya sayap kecil, rambut pirang, dan mata biru.


Dia punya mata biru yang liar, pipi lembut, dan sikap naif.


Dia mengenakan gaun one-piece dengan pita besar didada. Itu adalah sebuah pakaian sederhana, tapi itu mengeluarkan faktor kemanisan dari wajah dan sayap kecilnya.


Tapi dia sebenarnya adalah Ratu dari para Filolial—monster burung yang besar penarik kereta.


Wujud sejatinya adalah burung hantu raksasa.... atau pinguin... burung yang lebih besar daripada seseorang. Dia bisa lari sangat cepat.


Bulunya kebanyakan berwarna putih, dengan bercak-bercak merah muda.


Dia sangat kekanak-kanakan dan polos. Dia makannya kayak babi, dan lebih gila di bandingkan dengan penampilan tenangnya.


Dia pelahap yang akan memakan segalanya. Bahkan dia pernah mencoba memakan daging busuk dari seekor naga yang mati.


Kami bertemu saat aku dan Raphtalia pergi untuk memasang kembali kutukan budak pada Raphtalia. Penjual budak itu memiliki sebuah bilik di tendanya dimana kau bisa memilih telur monster dari sebuah kotak telur besar. Aku mengambil sebutir telur, dan Filo menetas dari telur itu.


Dia lahir baru dua bulan kemarin.


Karena suatu alasan yang gak betul-betul aku pahami, dia mendapatkan kemampuan untuk berubah wujud menjadi seorang cewek manusia dengan sayap kecilnya di punggungnya. Sekarang dia menghabiskan sebagian besar waktunya dalam wujud manusia saat dia nggak menarik kereta.


Dia suka menarik kereta berat lebih dari apapun. Dia selalu melihatku saat dia melakukannya, seolah dia ingin aku memberi dia pujian.


Tapi dia baru-baru ini punya seorang teman dan memahami bahwa ada hal yang lebih penting dalam kehidupan selain makan, tidur dan bermain.


Tetap saja, karena Filo lah kami bisa bepergian sambil menjual barang, dan begitulah cara kami menghasilkan uang.


Filo menganggap aku sebagai pemiliknya, dan Raphtalia sebagai kakaknya. Sejujurnya, aku mulai menganggap Filo seperti seorang putri.


Dia berlevel 40—sama seperti Raphtalia.


"Tuan Naofumi. Ulurkan tanganmu...."


"Tentu."


Ekor Raphtalia mengembang saat dia bersiap menggunakan sihir.


Aku memegang tangannya erat-erat.


"Hei! Mbakyu sama Master bermesraan! Aku juga mau bermesraan!"


"Kami nggak bermesraan! Pikirkan tentang situasi kita saat ini."


"Tapi.... Tapi, Mbakyu! Kau selalu menguasai Master sendirian!"


"Gak apa-apa, tapi kalau kau nggak bisa diam, kita gak akan bisa kabur dari orang jahat itu. Melty — buat dia diam."


"Baiklah. Filo, kamu harus tenang dulu."


"Booo! Mbakyu! Kau tau kalau Master sangat menyukai aku!"


"Apa yang kau bicarakan?"


"Kalau kamu nggak segera diam, mereka akan menangkap kita!"


Itu adalah Melty.


Nama panjangnya Melty Melromarc.


Dia setinggi dan seumuran Filo, tapi rambutnya berwarna biru cerah—sangat mencolok.


Rambutnya dikuncir. Wajahnya selalu menampilkan penampilan maksud yang berat. Dia biasanya mengenakan gaun gotik berjumbai, tapi pada saat ini dia mengenakan pakaian petani yang murah dan compang-camping.


Dia sama menariknya seperti Filo atau Raphtalia. Kau bisa bilang kalau dia akan menjadi wanita yang sangat cantik saat dia tumbuh dewasa. Adapun untuk kepribadiannya, aku nggak betul-betul memahami dia. Dia berhati-hati dalam berbicara dan terkadang ujung-ujungnya terdengar sarkatis.


Beberapa saat yang lalu aku menyuruh semua orang untuk diam, dan dia mengatakan padaku untuk berbentuk membentak.


Saat pertama kali kami bertemu, dia berbicara sangat sopan dan memperhatikan bahasanya—tapi semakin banyak waktu yang kami habiskan bersama semakin gak sabaran dan semakin sederhana dia jadinya.


Itu wajar sih kalau kau memikirkannya.


Melty ini adalah putri kedua dari negeri yang saat ini mengejar-ngejar kami.


Hidupnya dalam bahaya, jadi dia gak punya pilihan lain selain kabur bersama kami.


Tapi dengan terus bersama kami, dia membuat kami berada dalam bahaya juga. Itu sebabnya kami dikejar-kejar.


Melromarc nggak menganggap baik pada Pahlawan Perisai. Saat aku mulai berkelana dan membantu orang-orang, masyarakat mulai mempertanyakan apakah aku betul-betul sejahat yang mereka katakan. Itu adalah keraguan-keraguan yang ingin ditekan oleh Raja. Untuk melakukannya, mereka menjebakku pada kejahatan lain, dan sekarang aku adalah seorang buronan.


Ceritanya seperti ini: Melty adalah sang putri kedua yang mana juga kebetulan merupakan pewaris tahta. Jadi dia adalah pewaris kerajaan, dan mereka menuduhku menculik dia.


Kau mungkin berpikir bahwa kami cuma perlu menyerahkan dia pada pihak berwenang, tapi sayangnya itu nggak sesederhana itu. Ada orang lain yang merupakan garis keturunan kerajaan selain Melty, dan ada alasan untuk berpikir bahwa orang itu yang merencanakan pembunuhan terhadap Melty. Jadi kalau kami menyerahkan sang putri pada seseorang seperti itu, mereka sudah pasti ajan membunuh dia.


Jadi pada akhirnya kami terpaksa harus saling bekerjasama.


Kalau kami ingin membuktikan ketidakbersalahan kami, kami harus membawa Melty pada ibunya, sang Ratu Melromarc. Yang memperburuk masalahnya, sang Ratu saat ini nggak ada di Melromarc, tapi sedang mengerjakan misi diplomasi di negeri lain. Kami nggak bisa begitu saja mendatangi dia.


Selain itu, Melty dan Filo telah menjadi sahabat.


Melty sangat terobsesi pada para Filolial, dan dia serta Filo jelas-jelas satu pikiran. Mereka sangat cepat berteman.


Ibunya, sang Ratu, sepertinya telah mengirim Melty kembali ke Melromarc untuk memperbaiki hubungan antara sang raja (ayahnya) dan aku.


Tapi banyak hal telah terjadi sejak saat itu, dan kami nggak berada dalam hubungan yang baik.


Aku memanggil dia "Putri" selama beberapa waktu, tapi kemudian dia berteriak padaku dan meminta aku memanggil dia dengan namanya. Jadi sekarang kami memanggil satu sama lain dengan nama depan.


Seperti Filo, Melty nampaknya menganggap Raphtalia sebagai tipe kakak yang bisa diandalkan.


Dia berlevel 19. Sejak dia mulai ikut bersama kami, dia naik level satu kali.


"Jadi, Nona Raphtalia, sihir apa yang kamu gunakan?"


Dia sangat sopan pada Raphtalia. Kenapa nggak bersikap sopan lagi padaku?


Aku sedang memikirkan hal itu saat Raphtalia selesai merapal mantranya.


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Sembunyikan kami! All First Hiding!"


Sebuah pohon muncul, terbentuk dari sihir, dan menggugurkan daunnya pada kami. Kami sepenuhnya tersembunyi dari pandangan.


Aku berjongkok didalam dedaunan itu dan menahan nafas.


Sesaat setelah itu Motoyasu dan rekan-rekannya sampai di tempat kami.


"Kemana perginya dia?"


Itu adalah Motoyasu, sang Pahlawan Tombak.


"Tuan Motoyasu, tidakkah kau pikir mereka telah pergi?"


Motoyasu punya tiga anggota party bersama dia. Mereka semua cewek.


Seseorang yang berlari mendekat dan berbicara pada dia adalah seseorang yang gak ku ketahui.


"Ayo bergerak."


"Tentu, tapi jangan lupa kalau Naofumi bersama dengan Raphtalia. Mereka bisa bersembunyi disuatu tempat disekitar sini."


Intuisi yang sungguh menjengkelkan, dia betul.


Tetap saja—kalau dia ingin menemukan kami, dia harus menggunakan sihir miliknya, atau setidaknya sebuah skill dari senjata legendaris miliknya.


Kalau dia melakukannya, kami mungkin akan ketahuan. Tapi tanpa menetapkan sasarannya, dia nggak akan bisa mengenai kami dengan sebuah sihir.


"Huh? Jejak kaki! Aku menemukan jejak kaki disebelah sini!"


Motoyasu berteriak pada ketiga cewek itu.


Jejak kaki yang dia temukan bukanlah jejak kaki kami, dan jejak kaki itu mengarahkan dia ke arah yang berlawanan dengan tempat persembunyian kami.


Kami menyuruh Filo berputar untuk membuat jejak palsu yang mengarah ke arah yang salah. Itu adalah rencana yang cukup bagus, dan kayaknya Motoyasu tertipu.


"Ayo kejar mereka. Ah... Melty ku tersayang. Aku nggak bisa percaya kau diculik dan dicuci otak oleh Iblis Perisai! Aku janji aku akan menyelamatkanmu!"


Orang yang baru saja bicara, yang menyebut nama Melty dan menyebut aku iblis, adalah orang yang sama yang memfitnah aku dan membuat aku ditendang dari kerajaan: si Lonte, putri kerajaan. Dia menggunakan "nama petualang" Myne Sufia, tapi nama aslinya adalah Malty S. Melromarc.


Dia adalah kakaknya Melty.


Dia adalah monster sejati—seorang lonte keparat yang pernah kutemui. Dia suka melihat orang lain menderita, disaat yang sama, dia menjalani kehidupan kemewahan.


Aku puhya banyak alasan yang jelas untuk mencurigai bahwa dia adalah dalang dibalik segala yang terjadi pada Melty dan kami—bahwa dia adalah otak dibalik semua kejadian ini.


Karena perilaku dan kepribadiannya yang buruk, orangtuanya memutuskan untuk membuat Melty penerus tahta, meskipun Lonte itu lebih tua.


Sebenarnya, terakhir kali kami melawan dia pada dasarnya membuat niatnya terlihat sangat jelas saat dia mulai mengarahkan serangan pada Melty.


Aku membenci dia, dan aku memanggil dia "Lonte".


Suatu hari aku akan memastikan bahwa dia akan menerima ganjaran yang setimpal.


"Kita harus bergegas, Tuan Motoyasu. Aku ingin menangkap mereka secepat mungkin."


Lonte itu menyuruh Motoyasu duluan, dan setelah Motoyasu pergi, dia mulai menyadap area sekitar.


"Kenapa juga musti repot-repot kayak gini? Kita cuma perlu membakar seluruh area ini."


Dia berkata begitu sambil mengeluarkan sebuah botol dari kantongnya. Dia membuka penutup botol itu dan mencipratkan isinya ke sekitar.


Aku punya perasaan buruk tentang botol itu.


Kalau aku keluar dari tempat persembunyian untuk menghentikan dia, maka Motoyasu pasti akan menangkap kami—jadi aku nggak punya pilihan selain duduk dan memperhatikan saja.


"Naofumi...."


"Shh!"


Melty menggoyang-goyang pundakku. Dia kelihatan kuatir. Aku bisa menebak apa yang mau dilakukan Lonte itu.


"First Fire."


Dia melambaikan tangannya, dan api keluar dari telapak tangannya lalu menyambar isi botol yang sudah ditumpahkan.


Area yang terkena isi botol itu terbakar.


Sudah kuduga. Dasar Lonte keparat! Dia akan membakar seluruh sisi pegunungan untuk mengasapi kami agar kami keluar? Apa baut di kepalanya ada yang lepas?


Apa kayak gitu seorang putri seharusnya bersikap? Segala sesuatu yang dia lakukan adalah kriminal.


Dia gak bermoral!


Dia mengabaikan api itu dan mengejar Motoyasu.


Api semakin menyebar, dan segera setelah api itu menyambar pepohonan. Kobaran api ada dimana-mana. Aku berbalik kearah yang dilewati Motoyasu, dan disana juga ada kepulan asap.


"Tuan Naofumi!"


"Melty, bisakah kau menggunakan sihir untuk memadamkan apinya?"


"Aku bisa memadamkan yang inu, tapi aku nggak bisa berbuat apa-apa terhadap api yang sudah dia nyalakan. Itu akan menyebar luas saat aku sampai cukup dekat."


Sialan... Lonte itu berada dibelakang Motoyasu dan menyebabkan kebakaran sepanjang yang dia lewati.


Seberapa banyak kemalangan yang mau dia sebabkan pada kami sampai dia puas?


Dia pasti akan menuduhkan kebakaran ini padaku setelah ini.


Apa yang harus kami lakukan? Apa kamu punya waktu yang cukup untuk kembali dan memainkan peran pemadam kebakaran?


"Master! Asapnya tebal sekali!"


"Aku tau. Filo, berubahlah ke wujud Filolial-mu. Kita harus keluar dari sini secepat mungkin."


"Oke!"


"Apa yang akan kau lakukan dengan kebakarannya?"


"Aku nggak tau apakah itu akan banyak membantu, tapi bisakah kau menggunakan sihirmu untuk menciptakan hujan?"


Melty handal dalam sihir air. Itu sebabnya aku ingin tau apakah dia bisa melakukan sesuatu untuk mencegah kerusakan yang lebih besar lagi.


"Aku akan mencobanya, tapi aku nggak bisa menjanjikan apapun."


Melty berkonsentrasi pada merapal mantra.


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Turunkan rahmat hujan! First Squall!"


Saat dia selesai merapal mantra, awan hujan menutupi langit, dan hujan lebat mulai turun.


Tapi hujan itu nggak melingkupi area yang sangat luas.


Kurasa itu lebih baik daripada nggak sama sekali.


"Seluruh tempat ini akan segera terbakar! Raphtalia, Melty, apa kalian punya ide selain lari?"


"Kakak gila! Apa yang ada diotaknya?"


"Dia akan mencoba memfitnah kita atas kebakaran ini!"


Area ini mulai dipenuhi asap. Kalau hujannya lebih lebat lagi....


Tate No Yuusha Vol 4 (4).jpg


Filo berubah ke wujud Filolialnya dengan kepulan asap, dan kami naik ke punggungnya. Aku menghentakkan tumitku, dan kami berlari kearah yang berlawanan dengan Motoyasu.


Dalam kekacauan kebakaran yang ganas, kami punya kesempatan untuk menjauh dari Motoyasu.


Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 1 - Kota Petualang Demi-Human[edit]

Kami menjauh dari Motoyasu dan lolos dari kebakaran itu, tapi kami nggak tau harus kemana dari sini.


"Aku tau dia bilang barat daya—tapi kemana tepatnya kita harus pergi?"


Untuk membersihkan nama kami, kami sedang dalam perjalanan untuk bertemu sang ratu yang berada di negeri di barat daya, tapi nggak ada yang memberitahu kami dimana sebenarnya sang ratu berada.


Itu nggak lebih dari sekedar asumsi, tapi aku berharap bahwa kalau kami pergi ke barat daya dan melintasi perbatasan, segalanya akan jelas.


Apa yang gak bisa kupahami adalah gimana bisa Motoyasu mampu mengetahui kemana kami pergi.


Tebakan terbaikku adalah bahwa dia bertanya tentang laporan saksi mata atau semacamnya.


Mungkinkah ada seorang bayangan di pihak musuh juga?


"Bayangan" adalah nama dari prajurit rahasia milik Ratu. Mereka pernah muncul beberapa kali untuk membantu kami.


Tapi dari apa yang kudengar, para bayangan bukanlah organisasi tunggal. Musuh mungkin telah mempekerjakan mereka juga.


Menurut bayangan itu, kelompok milik ratu (yang berusaha menyelamatkan kami) dan Church of the Three Heroea (yang menuduh aku menculik Melty padahal sebenarnya berusaha membunuh dia) tengah berada dalam perselisihan. Kalau Gereja handal dalam menyadap seperti yang kucurigai, mereka mungkin telah memberi informasi tentang keberadaan kami pada Motoyasu.


Para bayangan yang membantu kami berpakaian seperti ninja. Sepertinya kelompok itu dibagi menjadi mata-mata, dan prajurit, dan spesialisasi lain.


"Kita nggak boleh menurunkan kewaspadaan. Kalau kita nggak menunggu Motoyasu sampai jauh dari sini, maka kita harus terus berlari selama seharian."


Karena Motoyasu dan Lonte itu, jajanan Melromarc ke arah barat daya telah rusak parah.


Disaat kami punya kesempatan untuk berhenti dan berpikir, kami sudah jauh melenceng dari jalur yang ingin kami tempuh.


"Filo."


"Apaaaaa?"


"Bisakah kau mencari tau kemana perginya Shadow?"


"Umm... Aku bisa mencobanya, tapi Mbakyu Raphtalia lebih hebat dalam menemukan sesuatu yang tersembunyi!"


"Iya kah?"


"Apa itu benar, Nona Raphtalia?"


Melty ikut dalam percakapan.


"Tolong jangan menempatkan begitu banyak tekanan padaku. Terkadang aku merasa.... aku merasa seperti sesuatu yang aneh sedang terjadi... tapi aku nggak bisa menyebutkannya kecuali aku betul-betul dekat."


"Yah, betul juga. Terkadang aku merasa seperti kita diperhatikan dari jauh. Aku nggak tau gimana caranya kita bisa bersembunyi sepenuhnya."


Akan sangat sulit untuk sepenuhnya lolos dari pengawasan para bayangan. Tetap saja, ada seorang bayangan di pihak kami juga, dan fia menarik perhatian menjauh dari kami. Ada kemungkinan yang tinggi bahwa kami bisa menjauhkan Motoyasu.


Yang bahkan lebih baik lagi.... Motoyasu berhenti membuntuti kami setelah malam tiba. Lonte itu mungkin nggak suka bertarung dalam gelap. Dia si monster pembakar itu mungkin mengeluh bahwa tidur malam yang baik adalah dasar dari perawatan kulit yang tepat.


Terserahlah. Asalkan mereka nghak mengejar kami, aku gak peduli.


"Ah."


Melty terlihat seolah dia baru sadar. Dia menatap aku.


"Apa?"


"Aku kenal sebuah keluarga kaya di wilayah ini. Mereka mungkin mengijinkan kita bersembunyi sampai Motoyasu pergi. Lalu kita bisa kabur tanpa ketahuan."


"Kau mau pergi ke kota? Dan aku? Bahkan Filo sangat terkenal belakangan ini."


Wajahku sudah dikenal luas. Bola kristal yang mereka gunakan seperti sebuah foto 3-D yang ada di duniaku. Nggak satupun jiwa yang hidup di Melromarc yang gak tau wajahku.


Kalau seseorang melihat Filo, mereka akan melaporkan itu juga. Dia telah berubah menjadi Filolial yang terlihat seperti rata-rata Filolial belakangan ini, tapi dia tetap mencolok hanya dengan berwarna merah muda.


Kami mengawasi desa dari kejauhan, dan jelas-jelas ada sejumlah penjaga yang ditempatkan disana.


"Dan kau bilang mereka kaya?"


Aku punya alasan yang bagus untuk bertanya.


Keluarga-keluarga berkuasa di Melromarc cenderung betul-betul membenci Pahlawan Perisai. Menurut apa yang dikatakan Melty, dan ajaran dari Church of the Three Heroes, Pahlawan Perisai adalah musuh Melromarc. Nggak perduli seberapa banyak kepercayaan orang yang berhasil kudapatkan dalam perjalanan dagangku. Para bangsawan dan keluarga-keluarga berkuasa tetap membenciku.


"Kurasa nggak apa-apa."


"Kenapa?"


"Keluarga ini selalu bekerja bersama bunda. Kurasa mereka punya cara berpikir yang sama."


"Apa maksudmu?"


"Mereka terlibat erat dalam hubungan manusia dengan demi-human di Melromarc. Mereka berusaha untuk membantu semua orang agar akur."


"Lalu kenapa mereka nggak mengatakannya pada ayahmu, si Sampah, dan Gereja?"


Kalau mereka begitu aktif dan berinisiatif, kenapa semua orang masih nggak mempercayai aku? Kenapa mereka semua membenciku?


Kalau mereka betul-betul bekerja dengan ratu, maka mereka pastinya nggak mungkin nggak mengetahui tentang urusan internal Melromarc.


"Mereka adalah keluarga bangsawan yang bertugas dalam mengelola sebuah wilayah bernama Seyaette. Tapi mereka tewas karena gelombang."


"Oh...."


Kenapa orang baik harus meninggal begitu cepat?


"Mereka sedang berlibur di wilayah mereka saat gelombang terjadi. Mereka bertarung untuk melindungi orang-orang yang tinggal di sana... sampai akhir."


"Itu mengerikan..."


"Ya. Kami kehilangan mereka dalam gelombang pertama. Itu adalah pengorbanan yang besar."


Huh? Gelombang pertama?


Aku melihat kearah Raphtalia. Dia menemui nasib yang keras selama gelombang pertama juga.


Raphtalia mengangguk.


"Desaku berada dibawah perlindungan dari gubernur. Tapi gubernur itu meninggal, dan kami mencoba membangun ulang... desa itu..."


Jadi semua itu benar.


"Saat kami kehilangan keluarga itu, kami kehilangan suara terakhir yang berbicara untuk perlakukan setara atas para demi-human. Kekuatab yang tersisa yang memegang pandangan yang sama diberi penugasan kembali oleh ayah. Itu bukanlah yang terburuk. Aku mendengar bahwa warga Seyaette mengalami nasib yang sulit dalam penindasan yang berikutnya."


"Penindasan oleh para prajurit Raja."


Raphtalia gak mampu menyembunyikan amarahnya.


Melty mengangguk dalam diam. Dia sepertinya memahami apa yang telah terjadi.


"Aku yakin setelah bunda kembali, beliau akan menghukum mereka. Dia mengirim sebuah surat, tapi tampaknya diabaikan. Setelah semua ini berakhir, Raphtalia, tolong beritahu aku tentang para prajurit yang melakukan semua ini."


"Tentu."


"Ayahmu memang biadap."


"Ayah...."


Melty terlihat kecewa.


Dia pasti kecewa. Salah satu orangtuanya serta kakaknya mengincar nyawanya.


Melty bilang bahwa Sampah itu cuma dimanfaatkan, tapi mungkinkah Sampah itu betul-betul nggak bersalah?


Tetap saja, misteri yang sebenarnya adalah sang ratu dan keluarga bangsawan ini. Apa mereka betul-betul bekerja demi pembebasan demi-human? Disini di supremasi manusia, Melromarc? Aku nggak punya informasi yang cukup untuk menebak niat sejati mereka.


Tapi aku ngelantur. Kembali ke topik.


"Ok, dan kau bilang ada keluarga bangsawan di wilayah ini yang berhubungan dengan penguasa sebelumnya dari Seyaette?"


"Kurasa begitu. Mereka nggak dekat dengan ayahku, dan aku yakin mereka secara paksa dikeluarkan dari wilayah mereka."


"Itu adalah pertaruhan yang besar."


Kedengarannya seperti keluarga ini mengalami saat-saat yang sulit. Tapi bukannya aku nggak tau apa-apa tentang wilayah itu.


Kurasa itu terjadi secara perlahan selama beberapa minggu, tapi dengan Filo yang menarik kereta, aku bisa bepergian hampir ke seluruh penjuru negeri. Bahkan ada saat-saat ketika aku mengetahui orang-orang dan tempat-tempat yang Melty sebutkan.


Meskipun aku nggak bepergian sebagai Pahlawan Perisai sih. Aku berpura-pura menjadi seorang holt saint yang didampingi seekor dewa burung, dan aku berkelana menjual aksesoris murah dengan harga yang menguntungkan.


Aku teringat sebuah keluarga muda yang terlihat intelektual. Aku bertemu seorang pria muda yang tampak sangat baik. Julukan pribadi dariku untuk dia adalah "Nice Guy".


Aku secara diam-diam menertawai diriku sendiri, tapi mungkinkah dia membeli barangku—dan dia tau bahwa aku adalah Pahlawan Perisai?


Mungkin saja. Dia tampak ramah. Kalau dipikir-pikir lagi, aku ingat melihat beberapa petualang demi-human disekitar kita juga. Raphtalia mungkin saja bisa berjalan-jalan tanpa menimbulkan kecurigaan.


"Sangat beresiko untuk masuk ke kota, terutama bagi Melty dan Filo."


"Kenapa?"


Melty memiringkan kepalanya sambil bertanya. Filo juga melakukan hal yang sama—kuharap dia nggak meniru-niru Melty.


"Rambutmu yang berwarna biru sangat mencolok."


Rambut milik Melty sangat mudah dikenali. Warna biru gelap... hampir seperti warna laut.


Sangat jarang sekali bertemu dengan orang berambut biru gelap, jadi dia sangat mencolok meski dia menyamar.


Adapun untuk Filo: wujud Filolialnya, dan tentu wujud Filolial Queennya, menarik perhatian orang yang berpapasan. Apalagi wujud manusianya. Dia mustahil untuk bersembunyi. Kalau kami berjalan memakai jubah untuk menyembunyikan identitas kami, itu akan terlihat mencurigakan juga.


"Kau mencolok juga, lho."


"Kau benar."


"Hei, Master! Gimana kalau kita menunggu sampai malam. Lalu semuanya bisa duduk dipunggungku, dan aku akan melompati gerbang kota!"


"Itu bukan ide buruk, tapi kita akan tertangkap kalau ada penjag yang bertugas."


"Raphtalia bisa menggunakan sihir miliknya untuk membantu kita... tapi kurasa bahwa kalau kita menggunakan sihir tingkat atas, itu akan menarik perhatian juga...."


"Apa yang harus kita lakukan kalau begitu? Sepertinya kita bisa mengandalkan dukungan. Namun...."


Lari mungkin bukan ide buruk. Tapi terus-terusan lari dari Motoyasu membuatku lelah.


Tubuhku butuh istirahat. Motoyasu bukanlah satu-satunya musuh kami. Kami mungkin harus melawan para petualang, prajurit, dan pemburu hadiah. Kami harus beristirahat.


"Um...."


Raphtalia mengangkat tangannya.


"Ada apa?"


"Gimana kalau mereka sudah dengar beritanya, dan menduga kita akan datang kesana?"


Hm... Kemungkinan besar sih begitu.


Setelah semua yang terjadi, sepertinya negeri terbagi menjadi dua faksi mengenai bagaimana menangangi aku.


"Benar juga. Dan kau tau, Naofumi, seorang petualang demi-human mungkin lebih bersedia untuk mendengarkan kita."


"Kenapa kau berpikir begitu?"


"Apa kau lupa? Kalau Pahlawan Perisai adalah musuh Melromarc supremasi manusia, maka apa anggapan para demi-human terhadap Pahlawan Perisai?"


Dia ada benarnya. Diantara negeri yang memiliki hubungan buruk dengan Melromarc, salah satu dari mereka adalah negeri demi-human.


Nampaknya Church of the Three Heroes adalah kepercayaan nasional dari Melromarc—yang mana artinya bahwa negeri manapun yang bertentangan dengan Melromarc kemungkinan lebih bersedia untuk bekerjasama dengan kami.


Dan itu artinya bahwa para demi-human mungkin lebih cenderung mendengarkan kami.


Kalau dipikir-pikir lagi, aku teringat pelanggan pertamaku adalah para petualang demi-human. Itu mungkin layak dicoba.


"Baiklah. Saat kita sampai di kota, ayo kita coba berbicara dengan seorang petualang demi-human."


"Baik."


"Kuharap itu akan berjalan baik."


"Ayo pergi!"


Kami menuju ke desa terdekat, berhati-hati untuk tetap bersembunyi disepanjang perjalanan.


"M...Maaf!"


"Hei!"


Saat kami mendekat ke kota dimana kami berharap bertemu bangsawan itu, kami bertemu seorang petualang demi-human di jalan. Kami bersembunyi di balik bayang-bayang dan memanggil dia, tapi....


"Astaga... ini sudah yang kesembilan kalinya! Naofumi, apa yang kau lakukan?"


"Aku gak tau!"


Saat demi-human melihat wajahku, dia meminta maaf yang mendalam dan berlari menjauh.


Tapi kenapa? Apa reputasi burukku sudah menyebar pada mereka?


Segalanya nggak berjalan mulus seperti yang kuharapkan.


"Kayaknya dia nggak melaporkan kita."


"Kau benar. Dia lari, dan kemudian kita lari—tapi nggak ada prajurit yang muncul."


Aku kuatir kalau penjaga kota akan menemukan kami dan mengejar kami. Tapi sejauh ini nggak seorangpun yang muncul.


Sejujurnya, saat kami berjalan di jalanan, sepertinya bahkan para demi-human akan berlari ke jalan yang berbeda saat kami melihat mereka.


"Mungkinkah aku harus mendekati mereka?"


"Maukah kamu melakukannya untuk kami, Raphtalia?"


"Tentu."


"Kalau sesuatu terjadi, segera minta bantuan."


"Baik."


"Berjuanglah, Mbakyu!"


Jadi Raphtalia yang bergerak mendekati demi-human yang kami temui.


Itu membuatku agak kuatir. Para demi-human di Melromarc selalu tampak waspada—selalu siap untuk lari.


Itu pasti sangat nggak nyaman bagi mereka berada di Melromarc. Mereka selalu waspada tentang status mereka.


Aku penasaran apa yang mereka lakukan disini, tapi sejumlah orang nampaknya punya penjelasan yang cukup bagus.


Raphtalia kembali setelah berbicara dengan para petualang demi-human.


"Aku kembali."


"Apa yang terjadi?"


"Yah, aku mengetahui kenapa mereka nggak berbicara padamu. Sepertinya mereka sudah diperintahkan untuk nggak berbicara padamu secara langsung."


"Apa maksudnya?"


"Aku juga berpikir itu aneh, jadi aku menanyai mereka sealami mungkin. Mereka bilang bahwa Pahlawan Perisai menyuruh mereka agar nggak bicara denganmu."


Pahlawan Perisai yang sebelumnya telah menyuruh para demi-human agar nggak bicara denganku? Itu bisa jadi masalah besar.


Jadi alasan Raphtalia berbicara denganku adalah karena, awalnya, dia nggak tau kalau aku adalah Pahlawan Perisai? Dan karena dia dalam masalah? Sepertinya seluruh dunia ini memang dirancang untuk membuatku sengsara!


"Naofumi, apa kau pernah menyuruh para demi-human untuk menjauh darimu?"


"Aku nggak ingat pernah melakukannya."


"Itu aneh. Bunda pernah mengatakan bahwa Pahlawan Perisai telah memerintahkan semua orang menjauh dari dia. Para demi-human memuja Pahlawan Perisai, jadi mereka cuma mematuhi keinginan dia."


Apa?


"Maksudmu karena Master bilang untuk menjaga jarak?"


"Mungkinkah begitu?"


"Aku nggak ingat pernah bilang begitu. Apakah itu kelakuan Pahlawan Perisai yang sebelumnya?"


"Tidak. Jadi maksudmu itu nggak benar? Mungkinkah itu semua merupakan kesalahpahaman?"


Itu pasti kelakukan Church of the Three Heroes!


"Kudengar bahwa ini terjadi beberapa hari setelah kau dipanggil kesini, Naofumi."


Aku sangat kacau saat ini, dan aku nggak ingat banyak tentang minggu-minggu pertama.


Itu adalah saat aku baru difitnah dan ditahan. Aku nggak mempercayai siapapun, dan aku mengusir siapapun yang mencoba berbicara padaku.


Mungkinkah seseorang yang secara tulus ingin berkelompok denganku telah mendekati aku? Mungkinkah aku menyuruh mereka untuk menjauh dariku?


"Naofumi? Jangan-jangan...."


"Terserahlah, bisakah kita masuk ke kota?"


Aku mengubah topik. Aku nggak tahan menerima tatapan Melty padaku.


"Yah, mereka tampak bersahabat saat kami berbicara. Mereka tau seberapa bodohnya Melromarc. Mereka bilang Gereja itu gila."


"Apa mereka menyebutkan laporan tentang kita?"


"Mereka bilang bahwa seseorang telah diberitahu bahwa Pahlawan Perisai ada didekat sini. Tapi mereka juga bilang kalau semua demi-human setuju bahwa mereka nggak akan mengatakan apapun kalau mereka melihat Pahlawan Perisai."


"Huh... Yah, itu kedengaran beresiko, tapi haruskah kita mencobanya?"


Kalau situasinya jadi runyam, kami bisa kabur dengan menunggangi Filo. Kami bisa menutupi wajah kami dengan tudung....


"Halo?"


"Apa?"


Kami bersembunyi di semak-semak, tapi apa seseorang barusaja memanggil kami?


Aku melihat ke arah jalan, dan si Nice Guy ada disana. Dia memakai kacamata, dan duduk di sebuah kereta berkelas tinggi. Dia berhenti dan memanggil kami.


Ya, aku ingat. Nice Guy adalah bangsawan di kota ini.


"Mungkinkah Putri Melty dan Pahlawan Perisai ada disana?"


"Um... ya?"


"Ya."


"Berbahaya bicara di sini. Maukah kalian ikut saya kembali ke kediaman saya?"


Menilai dari arah dia datang, dia pasti datang kesini untuk menemui kami. Jadi dia memikirkan kami.


"Kalau kau coba-coba menyerahkan kami pada para pahlawan lain, kami akan menyebabkan keributan besar."


"Naofumi, kau jangan...."


"Dan dengan 'kami', maksudku adalah para bawahanku dan putri liar ini."


"Apa-apaan itu?"


Melty mengarahkan tatapan dingin padaku.


"Kaulah yang liar."


"Apa yang kau katakan? Aku adalah pahlawan yang paling berkelas."


"Anda pernah menjual sebuah item pada saya, yang mana saya sangat senang. Materialnya cukup sederhana, jadi anda bisa menjumpai item seperti itu dimanapun, tapi desain anda, Pahlawan, membuatnya jauh lebih berharga bagi saya. Harganya lima kali lipat dari item serupa, tapi saya masih merasa itu sepadan."


Melty betul-betul melotot padaku sekarang.


"Aku minta maaf."


Raphtalia menepuk jidatnya.


"Pokoknya, Naofumi, kita harus ikut bersama orang ini sekarang. Kita bisa mendengar semua kelakuanmu nanti."


"Kenapa aku harus membicarakan kelakuanku denganmu?"


"Karena isu-isu ini terus bermunculan. Mungkinkah itu adalah kesalahanmu hingga orang-orang menyebutmu Iblis Perisai?"


"Cerita apapun yang kau dengar adalah kisah-kisah dari tindakan gagah beraniku."


"Jangan bersikap seperti kau bangga akan kejahatanmu!"


Terserahlah. Aku bisa menipu musuhku sesukaku tanpa perlu merasa bersalah sedikitpun.


Itu semua tentang perspektif. Kerendahhatian bisa terlihat sikap pengecut bagi musuh.


"Sudah hentikan. Kalau kalian bikin keributan di sini, Pahlawan Tombak akan menemukan kita."


Hm... Raphtalia betul. Dalam diam kami naik ke kereta milik Nice Guy.


Aku melihat keluar dari jendela kereta untuk mengetahui suasana seperti apa diluar. Kami cuma lari selama beberapa hari, tapi aku mendapati diriku merasa nostalgia akan hiruk pikuk dan keramaian. Kota diluar kereta itu memilik suatu karakter sampingan.


Itu betul-betul terlihat seperti ada lebih banyak demi-human di kota ini: banyak petualang yang keluar masuk.


Nggak lama kami sampai di kediaman Nice Guy. Kami meninggalkan kereta dan menyelinap masuk.


"Maafkan kami."


Melty meminta maaf sebelum melangkah masuk.


Setiap kali dia harus bertindak sebagai putri resmi, dia menjadi sangat sopan. Dia berbicara seperti ketika berbicara pada para pahlawan lain juga.


Sebenarnya, kalau dipikir-pikir lagi, dia cuma kasar saat dia berbicara padaku.


Untungnya, aku nggak betul-betul bertindak berlebihan untuk mendapatkan rasa hormatnya—jadi kurasa aku nggak bisa menyalahkan dia.


"Kalian pasti lelah. Silahkan nikmati waktu ini untuk beristirahat."


Dia menuntun kami ke ruang makan dan melangkah keluar sebelum muncul kembali sambil membawa makanan untuk kami.


Filo nggak punya sikap sopan santun di meja, tapi si Nice Guy tersenyum dan terlihat senang secara tulus.


"Jadi kalian lari sepanjang waktu ini? Kalian berakhir sampai di wilayah saya dan memutuskan untuk mampir?"


"Itu benar. Kami sedang mencari cara untuk lepas dari Motoyasu... maksudku, Pahlawan Tombak. Kami pikir ini mungkin tempat yang bagus untuk bersembunyi."


"Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada anda. Saya dengar anda membakar pegunungan disekitar sini untuk menghapus jejak anda dan lari dari Pahlawan Tombak. Apa yang sebenarnya yang terjadi?"


Lonte itu. Dia sendiri yang melakukannya, tapi tentu saja dia menuduhkannya padaku.


"Kakak anda sama sekali tidak ragu-ragu, kan? Dia melakukan tepat seperti yang saya duga akan dia lakukan."


"Kakak.... Bagaimana kau...?"


"Jadi itu tidak benar? Saya rasa begitu!"


"Ya, itu bukan kelakuanku. Itu adalah kelakuan putri yang bersama Pahlawan Tombak. Kami tersembunyi dari mereka di semak-semak, dan aku melihat dengan mata kepalaku dia yang melakukan pembakaran."


Si Nice Guy mendesah dalam-dalam.


Seberapa buruk Lonte itu?


"Baiklah. saya harap saya bisa berguna untuk kalian... Apa kalian punya rencana lain?"


"Kami berusaha untuk bertemu dengan sang ratu, tapi kami gak tau harus kemana. Kami menghabiskan waktu kami untuk berusaha menghindari Motoyasu, karena itulah kami nggak dapat banyak kemajuan."


Bangsawan itu berdiri diam sambil berpikir sejenak sebelum mengangguk.


"Baiklah. saya rasa saya paham situasinya. Kami akan melakukan apapun yang kami bisa untuk membantu kalian. Akan tetapi, posisi saya tidaklah sepenuhnya aman, jadi saya tidak yakin seberapa banyak yang bisa saya lakukan."


"Aku nggak berharap banyak. Apapun yang bisa kau lakukan merupakan suatu bantuan."


Selain itu, aku nggak tau seberapa besar kami bisa mempercayai dia. Lagian aku nggak berencana tinggal lama-lama.


"Kami cuma ingin beristirahat sebentar. Oh, apa kau tau sesuatu tentang apa yang sedang dilakukan para pahlawan yang lain?"


Motoyasu bukanlah satu-satunya orang yang harus kami kuatirkan. Aku nggak tau apa yang dilakukan Ren ataupun Itsuki—karena mereka sepertinya nggak mengejar kami. Yang terbaik sekarang adalah mencoba mencari tau apa yang sedang mereka lakukan.


Aku sangat paham tentang kemungkinan bahwa Gereja mengawasi si Nice Guy, jadi setelah aku mendapatkan informasi yang kubutuhkan, aku berencana kabur secepat mungkin.


Kami juga harus melintasi perbatasan... aku ingin mengetahui jalur paling aman yang bisa kami tempuh.


"Baiklah. saya rasa saya bisa mencari tau apa yang sedang dilakukan para pahlawan lain. Mohon tunggu sebentar."


"Kami sudah membahayakanmu. Kami akan pergi besok pagi."


"Kita akan pergi secepat itu? Bukankah kita harus beristirahat sedikit lebih lama lagi?"


Melty harus memastikan kami semua mengetahui apa yang dia rasakan tentang itu.


"Ada kemungkinan yang tinggi mereka akan mencari kita kesini. Kalau kita berlama-lama, kita akan membahayakan orang-orang ini."


"Ya... Itu...."


"Baiklah, saya akan mencari tau apa yang sedang dilakukan para Pahlawan lain, jadi manfaatkan waktu ini untuk beristirahat."


"Terimakasih."


"Rasanya aku ingin beristirahat selama beberapa hari...."


"Nona Melty, anda nampaknya telah berubah selama perjalanan anda bersama Pahlawan Perisai."


"Apa maksudmu?"


"Sebelumnya, anda selalu mendahulukan tugas saat anda berbicara. Emosi sejati anda tidak pernah terlihat saat anda berbicara. Saya rasa orang-orang akan lebih suka dengan anda yang sekarang ini."


So Nice Guy tersenyum pada Melty. Dia terlihat betul-betul senang.


"Itu... Itu tidak benar..."


"Ada apa, Melty?"


"Jangan dengarkan mereka, Filo. Orang ini barusaja memutuskan untuk mengevaluasi aku."


"Oh...."


Si Nice Guy berpaling pada Raphtalia.


"Bagaimana sikap Melty biasanya?"


"Dia selalu berbicara sangat sopan, dan dia selalu memaksa dirinya sendiri untuk sepenuhnya tenang. Dia selalu bersikap seolah posisinya sebagai putri adalah yang utama didalam benaknya. Tetapi saat dia bepergian bersama kami, dan bersama Pahlawan Perisai, dia mulai dewasa kearah yang berbeda. Itu membuatku senang melihat itu terjadi."


"D...Diam!"


"Sangat sopan... Ya... memang begitulah dia. Saya penasaran apa yang membuat dia berubah."


"Apa menurutmu itu adalah kesalahanmu, Tuan Naofumi?"


"Kesalahanku? Kurasa bukan."


Itu bukanlah bepergian bersamaku yang mengubah dia. Itu cuma bahwa sifat sejatinya akhirnya keluar. Kulit luarnya sudah terkupas.


Tetap saja, bukan berarti dia begitu buruk. Di bandingkan dengan ayahnya, si Sampah, dan kakaknya si maniak api, dia dalam kategori yang betul-betul berbeda.


"Itu salahmu, Naofumi!"


"Oh, jangan seenaknya menyalahkan aku. Kaulah penjahat pembakar dalam keluarga. Ciri-ciri histeris itu diwariskan, kau tau?"


"Apa-apaan itu?! Apa kau betul-betul menyamakan aku dengan kakakku? Aku gak terima!"


Melty melotot padaku dengan mata berkobar-kobar.


Dia pasti sangat membenci kakaknya. Untungnya, dia mustahil mirip.


Melihat dari sudut pandang itu, Motoyasu sangatlah mengesankan, bukannya aku memuji dia atau semacamnya.


Tetap saja, Melty adalah saudarinya, jadi dia pasti memiliki beberapa kesamaan.


Kurasa itu berarti bahwa dia nggak pernah mengembangkan rasa atas kemalangan orang lain. Itulah yang kupikirkan, lagipula— tentu saja aku nggak akan mengatakan itu pada dia.


"Minta maaf sekarang."


"Oh baik. Baiklah! Melty, kau nggak kayak kakakmu si iblis api. Sudah kan, senang sekarang?"


"Kau nggak sungguh-sungguh minta maaf!"


"Kau benar."


"Apa?!"


Dia mulai membuatku jengkel.


"Sudah sudah... Jangan berteman berkelahi. Kau tau Tuan Naofumi nggak serius disaat-saat seperti ini."


Raphtalia bertindak seperti seorang malaikat penerang, berusaha untuk menenangkan Melty.


Filo mengangguk. Ada apa dengan mereka bertiga?


"Kalian selesai makan, jadi silahkan menuju ke kamar kalian dan beristirahat. Saya harus mendapatkan semua informasi yang perlu saya peroleh di pagi hari."


Dia memandu kami ke kamar kami, dan kami mulai bersantai.


Tapi semuanya berjalan begitu mulus hingga aku nggak bisa menghilangkan keraguanku yang masih tersisa. Aku melihat keluar jendela kearah kota.


Sepertinya nggak ada racun apapun dalam makanan kami, tapi aku nggak yakin sejauh mana kami bisa mempercayai orang ini.


"Naofumi. Kenapa kau nggak santai-santai sedikit?"


"Aku sudah membulatkan tekad untuk nggak menurunkan kewaspadaanku disaat-saat kayak gini. Itulah yang diajarkan dunia ini padaku."


"Tapi kalau kau nggak beristirahat, kau cuma akan semakin dan semakin lelah."


"Aku pernah mengalami segala yang kupunya dicuri saat aku tidur. Kalau kau nggak waspada, orang akan menghianatimu."


"Oh ayolah... kenapa sih, nggak bisakah kau mempercayai seseorang sekali saja?"


"Itu karena kakak dan ayahmu!"


"Aku mengerti itu! Aku cuma bilang kau bisa mencoba menaruh sedikit lebih banyak kepercayaan!


"Terserahlah. Aku akan beristirahat kalau aku ingin."


"Nggak cuma kau yang jengkel pada ayah dan kakak! Jadi tenanglah!"


"Siapa lagi?"


"Bunda. Sebelum kami berpisah, dia akan mengambil lukisan dan patung dari Ayah dan Kakak dan membakarnya setiap kali mereka bertindak seperti ini."


"Yah, kau menuai apa yang kau tanam. Kalau dia nggak tau gimana caranya memilih seorang pria, dia nggak akan tau caranya membesarkan seorang putri."


"Apa kau menjelek-jelekkan Bunda?!"


Seperti inilah sejak Melty mulai ikut bersama kami. Dia selalu panik terhadap sesuatu.


Dia bahkan bersikap seperti ini padahal sepenuhnya mengetahui bahwa orang-orang tengah mengincar nyawa kami. Kalau aku menurunkan kewaspadaanku, dia akan membuat kami semua terbunuh.


"Baiklah, Tuan Naofumi. Kami akan terus mengawasi saat kamu beristirahat."


"Huh? Oh.... baiklah kalo gitu."


"Kenapa kau mendengarkan apapun yang Raphtalia katakan?!"


"Karena aku mempercayai Raphtalia."


"Oh, dan kau nggak percaya padaku?!"


"Nggak sepenuhnya..."


Itu cuma bahwa kami berada dalam situasi dimana dia nggak bisa meninggalkan kami.


Orang-orang mengincar nyawa kami, dan dia membantu kami dalam pertempuran. Itu bukannya aku nggak mempercayai dia—bukan begitu.


Dia bersikap seperti dia yang seharusnya, sebagai putri kedua dan penerus utama kerajaan.


Jadi dalam hal itu, aku seharusnya bisa mempercayai dia.


Tapi bukan itu masalahnya.


Tentu, aku bersama Raphtalia jauh lebih lama, tapi meski mengesampingkan itu, Raphtalia jauh lebih berpengalaman daripada Melty.


Kepercayaan punya banyak hubungan dengan itu.


"Hei Mel! Aku ingin memeriksa rumah ini!"


Filo nyerobot masuk kedalam percakapan dengan sesuatu yang sepenuhnya nggak berkaitan.


"Ide bagus. Itu mungkin bagus untuk jalan-jalan untuk memperbaiki suasana hatiku. Baiklah kalo gitu, Raphtalia. Filo dan aku mau jalan-jalan di rumah ini."


"Sebuah petualangan!"


Filo ingin mengatakan "petualangan", tapi Melty cuma tersenyum, melambaikan tangan, dan meninggalkan ruangan.


Akhirnya—tenang juga.


Saat dia meninggalkan ruangan, aku menyadari seberapa lelahnya aku.


Aku berbaring di ranjang, mempercayakan Raphtalia untuk berjaga, dan terlelap.


* * * * *


Urm... Aku bisa merasakan seseorang mendekat. Seberapa lama aku tertidur?


Sejak Lonte itu menghianati aku, aku mulai terbangun dari tidur setiap kali aku merasa seseorang mendekat.


"Kalau kau mendekat lagi, Tuan Naofumi akan bangun."


"Tapi! Tapi! Aku mau tidur sama Master!"


Filo pasti telah kembali dari petualangannya mengelilingi rumah.


....Yang mana itu artinya Melty juga kembali.


Segalanya sungguh berisik belakangan ini... dan aku akhirnya bisa tidur.


"Gak boleh. Kita sudah membicarakan soal ini."


"Tapi! Mbakyu, kau bilang bahwa kau pernah tidur sama dia."


"Kau bisa mendekat saat dia masih bangun. Kau harus melakukannya sebelum dia tertidur."


"Baiklah, kalau begitu aku akan menanyai dia saat dia bangun!"


"....Kurasa dia nggak akan menyukainya."


Raphtalia betul-betul memahami aku.


Kalau seseorang mendekat saat aku tidur, aku nggak akan bisa beristirahat dengan tenang.


Sama seperti apa yang terjadi sekarang. Aku tidur, tapi aku bangun saat Filo mendekat.


".....Fuaaaaaaaaaa."


Raphtalia menguap. Dia pasti ngantuk juga.


"Nona Raphtalia, kamu harus tidur juga. Aku akan berjaga."


"Apa kau yakin?"


"Serahkan padaku."


"Baiklah kalau begitu. Met malem."


Raphtalia berbaring di ranjang sebelah, dan cuma butuh satu menit sampai dia tertidur pulas.


Segera setelahnya, aku mendengar Filo dan Melty berbisik-bisik.


Melty terus mencoba menenangkan Filo.


"Hei Filo."


"Apa?"


Sekarang Melty yang berbisik.


"Aku tau mereka barusaja membicarakannya, tapi itu benar. Aku dulu selalu sangat berhati-hati untuk berbicara dengan sopan."


Ya, Nice Guy telah menyebutkannya.


Memang, dia selalu menggunakan bahasa Formal sebelumnya... Apa dia mencoba untuk mengatakan bahwa dia yang sebenarnya adalah karakter yang sopan?


"Tapi sejak aku mulai berbicara dengan Naofumi, bahasaku jadi lebih kasar... lebih vulgar. Aku dulunya bisa berbicara pada dia dengan sopan, tapi sekarang aku cuma mengeluh saja..."


Itu terdengar seperti dia menangis.


Mungkinkah itu berat bagi dia?


"Sebelumnya, saat Naofumi mengatakan padaku apa yang harus dilakukan, aku bahkan mengejutkan diriku sendiri. Aku terdengar begitu histeris... Itu seperti aku bukan lagi diriku sendiri! Filo, apa... Apa aku akan gila?"


"Um....."


Untuk pertama kalinya, Filo sepertinya gak tau apa yang harus dikatakan.


Melty telah memilih orang yang salah untuk curhat. Nasehat macam apa yang dia pikirkan yang bisa Filo berikan? Raphtalia mungkin bisa membantu, tapi Filo? Aku bisa saja bangun dan berbicara pada dia, tapi dia nggak tau kalau aku sedang mendengarkan, dan dia mungkin vakan panik kalau aku bangun dari tempat tidur sekarang.


"Kau berpura-pura tidur dan menguping?!"


...Dia akan mengatakan sesuatu seperti itu. Itu cuma akan membuat dia semakin kuatir.


Aku nggak tau apa penyebabnya, tapi itu terdengar seperti, seolah menghabiskan waktu bersamaku, Melty telah tersandung pada semacam peralihan total, dan sekarang dia gak bisa menghentikan dirinya dari mengeluh sepanjang waktu. Lebih baik tetap pura-pura tidur. Itu bukanlah tugasku untuk memperbaikinya.


"Mel? Apa yang kau pikirkan tentang Master?"


"Huh? Apa maksudmu?"


"Yah, kau cuma bersikap kayak gitu pada dia, kan? Kau masih sopan pada orang lain."


"Mungkin...."


"Apa kau merasa seperti kau bisa mengatakan apapun pada dia?"


"Huh? M...Menurutmu?"


"Karena saat aku melihatmu berbicara dengan dia, itu seperti kau senang, seperti kau betul-betul masuk kedalam percakapan."


Yah, yah. Filo sudah tumbuh.


Apa itu artinya bahwa Melty, bahwa Melty yang sebenarnya, adalah seorang psiko histeris?


Posisinya dalam kebangsawanan telah memberi dia edukasi, sikap dan kebajikan—semua hal yang dia butuhkan untuk menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Tapi saat dia bersamaku, dia nggak bisa menyembunyikan sifat aslinya. Apa itu yang ingin dikatakan Filo?


"B..Bukan begitu! Filo, jangan mengatakan hal seperti itu!"


"Mel, aku nggak bermaksud mengatakan sesuatu yang aneh. Biarkan saja Master memanjakan kita!"


"Apa yang kau katakan? Itu bukan aku."


"Bukan?"


Itu terdengar seperti mereka akan masuk kedalam suatu argumen.


Ini... ini pasti mimpi. Melty nggak akan berbicara seperti itu. Dia gak akan terdengar begitu lemah....


Itulah yang kukatakan pada diriku sendiri.


Saat aku bangun, Raphtalia tidur di ranjang lain bersama Filo, dan Melty melihat keluar dari jendela. Ini sudah pagi-pagi buta.


Aku bangun dari ranjang, dan Melty melihat kearahku.


Dia terlihat tenang dan lembut. Aku bermimpi lagi.


"Kau bangun."


"Ya. Siap untuk berganti shift?"


"Aku nggak secapek itu, jadi aku baik-baik saja."


"Baiklah."


Tetap saja, aku nggak menggambarkan kami berdua melihat keluar jendela dalam hening. Ruangan ini sangat hening.


"Hei, Naofumi?"


"Apa?"


"Aku kepikiran tentang hal ini sejak kita sampai disini. Aku berpikir... mungkin aku harus meminta keluarga ini untuk mengantarkan aku pada ayahku."


"Benarkah?"


Memang benar kalau kami dikejar-kejar, tapi Melty sendiri nggak dituduh apapun. Raja masih menganggap semua ini sebagai penculikan.


Bahkan jika Sampah itu mengucilkan keluarga bangsawan ini... Kalau mereka mengantarkan Melty pada Sampah itu maka dia akan baik-baik saja.... mungkin?


Tentu saja, dia akan baik-baik saja kalau mereka bisa mengantarkan dia ke istana dan menyerahkan dia pada Sampah itu secara langsung.


Lagipula, itu akan lebih efektif daripada mempertemukan Sampah itu denganku.


"Mungkin... aku nggak mau menarik kalian.... Dan aku mau melakukan apa yang harus kulakukan."


Dia betul-betul berpikir—meskipun masih sangat muda. Dia harus membersihkan namanya, dan kalau dia ingin kembali ke Sampah itu maka dia bisa membuktikan ketidakbersalahanku juga.


"Kalau kita bisa memastikan itu aman, maka itu adalah ide yang bagus."


"Tentu saja, aku sudah tau kalau itu akan berbahaya. Tetap saja, itu lebih aman daripada ikut bersamamu, mempertimbangkan bagaimana kakak mengikutimu."


Bagi Melty, siapapun yang berhubungan dengan kakaknya merupakan sumber malapetaka. Jadi ikut bersama kami ausah dipastikan akan mengalami serangkaian pertempuran yang berbahaya.


Kalau itu benar, maka yang mungkin terbaik bagi dia untuk menyelinap kembali ke Sampah itu sambil kami menarik perhatian menjauh dari dia.


Itu nggak seperti kami butuh Melty bersama kami saat kami bertemu dengan ratu.


"Ingat. Itu cuma sekedar ide."


"Aku tau. Kau pasti memikirkan banyak hal."


"Apa kau memperlakukan aku seperti anak kecil?!"


"Bukan itu maksudku. Aku cuma baru menyadari seberapa banyak kau memikirkan hal itu."


"Tapi kau mengatakannya seperti...."


Dan lagi-lagi dia begini, memulai pertengkaran denganku. Saat ini, aku nggak tau bahwa kami harus menjalankan rencana dia secepatnya. Katalis sudah berjalan.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 2 - Bangsawan[edit]

Senja hari.


Aku melihat keluar dari jendela, dan aku melihat sebuah kereta yang bersiaga.


Melty dan Filo pergi menjelajahi kediaman ini—sepertinya mereka belum melihat semuanya sebelumnya.


Raphtalia sedang tidur. Aku membangunkan dia dan memberitau dia untuk bersiap bertarung.


Apa yang sedang terjadi?


Seorang pria pendek dan gemuk keluar dari kereta dan mengetuk pintu kediaman. Dia diikuti oleh sebuah kelompok besar prajurit.


Beberapa menit berlalu. Lalu datanglah ketukan pada pintu kamar kami. Itu adalah pembantu bangsawan itu.


"Ada apa?"


"Anda harus lari dari sini."


"Aku bisa paham alasannya. Kalau kau menyerahkan kami pada mereka, aku akan membunuhmu."


Aku nggak sepenuhnya memgabaikan keraguan bahwa si Nice Guy mengundang kamu kesini sebagai sebuah perangkap.


Bergantung pada jawaban pembantu itu, aku akan menerobos jendela dan lari.


"Sebuah keluarga bangsawan dari kota tetangga mulai mencurigai bahwa Pahlawan Perisai bersembunyi disini. Mereka datang untuk menyelidiki."


"Apa?"


Jadi pria gemuk itu adalah seorang bangsawan? Kayaknya dia nggak berbohong.


"Tuan Naofumi."


Raphtalia mencoba memberitahuku sesuatu. Aku melihat keluar jendela.


Pria gemuk itu mengikat si Nice Guy dengan tali dan memasukkan dia kedalam kereta.


Ya. Kurasa si Nice Guy nggak menipuku.


Dia betul-betul mencolok. Kayaknya dia telah diawasi, dan sekarang mereka menangkap dia.


Apa yang harus kami lakukan? Kalau aku menerobos jendela dan lari, itu cuma akan semakin membahayakan si Nice Guy.


"Saya mohon, pertimbangkan tuan saya. Apakah bisa anda kabur dari sini tanpa terdeteksi?"


Pembantu itu berdiri di pintu, memohon.


Dia benar. Agar si Nice Guy lolos, kami harus menyelinap keluar tanpa ketahuan.


"Jika anda tidak bergegas, para prajurit akan menemukan anda. Anda masih bisa keluar lewat pintu belakang. Saya mohon...."


"Dimana Filo dan Melty?"


"Mereka berdua bersiap untuk lari."


"Baik. Tapi kalau ada jebakan, akan kupastikan kau akan membayarnya."


Kami segera mengemas barang-barang kami, membuka pintu, dan berjalan menuju pintu belakang yang ditunjukkan pembantu itu.


Ada dapur diantara kami dan pintu itu.


"Bersembunyilah disini!"


Pembantu itu merasakan seseorang mendekat, dan dia memasukkan kami kedalam sebuah ruangan pelayan rahasia. Sesaat kemudian, kami bisa mendengar orang berbicara di sisi lain pintu.


"Ternyata kau di sini. Apa kau menyembunyikan sesuatu?"


Seorang pria berbicara, tapi aku nggak mengenali suaranya. Itu mungkin salah satu dari prajurit yang bekerja pada bangsawan kota sebelah.


"Aku punya perasaan bahwa Iblis Perisai ada didekat sini. Menyingkir!"


"Ahh!"


Pembantu itu berteriak.


"Tunggu sebentar! Dapur adalah..."


"Diam! Apa kau mau menghalangi tugas kami?!"


Pembantu itu menjerit, dan si prajurit tertawa. Itu memuakkan.


"Lagipula, kami punya alasan untuk percaya bahwa Iblis Perisai ada di kediaman ini. Minggilah dan biarkan kami menyelidiki."


Aku bisa mendengar langkah kaki mereka bergerak menjauh.


Kayaknya mereka kembali ke dapur... tapi tetap saja.


Akan buruk kalau mereka menemukan kami. Dimana Filo dan Melty? Meskipun kami menemukan mereka... Kami nggak bisa lari dan meninggalkan mereka di sini. Aku bersiap untuk kemungkinan terburuk dan berpaling pada Raphtalia. Dia menempatkan tangannya di gagang pedang yang ada di pinggangnya. Dia sudah siap.


Kalau ini adalah permainan jumlah, kami kalah. Tapi bukan berarti kami nggak bisa menang. Aku nggak mau melukai Nice Guy, tapi...


Pintu didepan kami berderit. Seseorang meraih gagang pintunya dan cahaya mulai muncul di bingkai pintunya.


"Putri kedua ada disini!"


Aku mendengar seseorang berteriak.


"Aku adalah Putri kedua dari Melromarc, Melty Melromarc! Apa yang kau lakukan bersama semua prajurit ini?!"


Itu adalah Melty. Dia berbicara dengan wewenang tinggi.


Itu bukanlah suara histeris yang dia gunakan saat dia berbicara padaku. Aku paham apa yang dia pikirkan.


Aku sama sekali nggak mendengar Filo, yang mana itu artinya mereka pasti berpencar.


Pintunya tertutup lagi.


Apa yang harus kami lakukan? Karena sudah menemukan Melty. Haruskah kami keluar dari ruangan dan menyelamatkan dia?


"Dimana Iblis Perisai?!"


Prajurit berteriak pada Melty.


"Diam! Kau pikir dengan siapa kau bicara?!"


"Saya berbicara dengan Putri Melty."


Aku mendengar dia meluruhkan posturnya.


"Ah..."


Raphtalia menutup mulutnya dengan tangannya agar tetap diam.


Apa yang terjadi? Wajah Raphtalia sangat pucat, dan keringat mengalir di wajahnya yang gemetaran.


"Apa kamu baik-baik saja?"


Aku berbisik pada dia, tapi dia cuma mengangguk. Dia tetap gemetaran.


Jelas-jelas dia nggak terlihat baik-baik saja.


"Apa anda bermain petak umpet disini? Bisakah anda memberitahu dimana Iblis Perisai berada?"


"Sayang sekali bahwa Pahlawan Perisai tidak ada disini."


"Apa maksud anda?"


"Aku memohon pada dia. 'Tolong, ku mohon,' ku bilang. 'Tinggalkan aku disini dan pergilah.' Aku mengatakan pada dia bahwa aku akan tetap di Melromarc dan membersihkan namanya."


Apa dia berusaha untuk melakukan apa yang dia katakan sebelumnya? Itu terlalu ceroboh!


"Baiklah, itu masuk akal. Jadi, Putri, anda di sini sendirian. Dan Iblis Perisai tidak ada disini?"


"Itu benar. Dan aku tidak tau kemana dia pergi."


"Apa kalian sudah mencari di seluruh kediaman ini?"


"Y..Ya! Kami tidak menemukan mereka!"


Pria yang berbicara dengan Melty, si bangsawan dari kota sebelah, mendesah frustasi.


"Kalau begitu saya rasa kami tidak punya pilihan lain. Putri Melty, harap ikut bersama kami."


"Baiklah."


Mereka terus berbicara, tapi mereka berjalan menjauh, dan aku gak lagi bisa mendengar mereka.


Apa mereka akan membawa Melty? Apa kamu harus meninggalkan dia?


"Tuan Naofumi."


"Ya."


Aku meraih pintu.


"Pahlawan Perisai tidak ada disini!"


Melty berseru keras.


Dia pasti berpikir bahwa kami bersembunyi didekat sini. Apa dia merasakan bahwa kami hendak keluar dari persembunyian?


Sialan... kalau kami keluar sekarang, apa itu artinya kami akan bertentangan dengan keinginan Melty?


"Aku sangat ingin berbicara pada ayahku untuk menjelaskan semua ini. Bawa aku ke istana secepatnya."


"Pertama-tama, saya ingin mendampingi anda ke kediaman saya. Kemudian kita akan memutuskan kelanjutannya. Segalanya sesuai dengan kehendak Dewa."


Melty terkesiap. Pria itu sudah cukup menjelaskan dirinya sendiri. Nggak ada lagi yang menahanku!


Aku membuka pintu, namun disana berdiri si pembantu memblokir jalan.


"Saya mohon, anda jangan mengabaikan keinginan putri. Jika tidak, tuan saya akan menerima hukuman yang terburuk."


"Tapi kami bisa membuktikan ketidakbersalahan kami—"


Si pembantu terus berbicara.


"Saya mohon, setidaknya, tunggu sampai putri menunjukkan bahwa tuan saya tidak ada hubungannya dengan Pahlawan Perisai."


Betul. Kalau mereka mengetahui bahwa si Nice Guy menampung kami, mereka akan langsung membunuh dia di tempat.


Kami adalah kelompok kecil, jadi kami masih punya fleksibilitas. Kalau kami melibatkan si Nice Guy dan aemua orang, maka itu akan semakin sulit untuk bertindak.


Jadi kalau kami ingin memberi si Nice Guy peluang selamat dari ini, kami harus bertindak nanti untuk menjemput Melty. Itu akan membuktikan kalau si Nice Guy nggak terlibat.


Aku benci menghianati seseorang sebanyak aku membenci dihianati.


Memang cukup mudah untuk mengatakannya, tapi aku berhutang budi pada Nice Guy. Aku gak mau dia menderita yang gak perlu demi aku.


"Tuan saya berhasil mendapatkan informasi untuk anda. Pahlawan Tombak saat ini sedang mencari Pahlawan Perisai jauh dari sini. Pahlawan Pedang dan Pahlawan Busur juga tidak ada didekat sini."


Motoyasu bukanlah satu-satunya musuh kami. Para bangsawan yang ada di seluruh negeri adalah masalah yang sebenarnya.


Si pembantu perlahan-lahan membuka pintu.


"Dimana Filo? Apa dia bersama Melty?"


"Gadis pirang yang bersama dengan putri? Dia tidak bersama putri saat beliau ditemukan."


Kami mengelilingi kediaman Nice Guy mencari Filo.


Aku bersumpah—kau akan menganggap itu cukup buruk bahwa Melty ditangkap. Tapi sekarang Filo juga menghilang.


Jadi dimana kami bisa menemukan dia? Dia bersembunyi di loteng.


Aku memanggil dia, tapi dia tetap sembunyi. Aku nggak punya pilihan lain, jadi aku mengaktifkan sihir pengendali monster dan membuat dia keluar.


Setidaknya dia nggak melarikan diri.


"Aduh! Master! Kau yang terburuk!"


"Tidak, kaulah yang terburuk. Kau harusnya datang saat aku panggil."


"Dia benar, Filo! Apa yang kau lakukan?!"


Raphtalia memarahi dia, tapi Filo menjawab sambil tersenyum.


"Huh? Dimana Mel?"


"Kau nggak tau?"


"Huh? Setelah semuanya jadi berisik dan gila, Mel bilang kami harus main petak umpet. Jadi aku sembunyi. Mel bilang kalau aku nggak boleh keluar meski ada yang memanggil."


Filo nggak mengerti apa yang terjadi...


Kalau kami meninggalkan Melty dan pergi ke perbatasan, kalau kami menemukan tempat aman di negeri lain, maka kami mungkin bisa menemukan cara untuk memperbaiki semua ini.


Melty pasti tau kalau dia akan terbunuh kalau Gereja bertindak terhadap dia.


Kalau dia mau selamat, Shadow harus turun tangan. Dari apa yang dikatakan si bangsawan, nampaknya masuk akal untuk mengasumsikan bahwa dia berhubungan dengan Gereja.


Entah dia akan membunuh Melty dengan tangannya sendiri, atau dia akan menyebabkan Melty pada Motoyasu dan Lonte itu, dan kemudian mereka yang akan membunuh Melty.


Orang itu bukanlah orang bodoh. Dia pasti telah menyadari bahwa Melty gak sepenuhnya jujur pada dia.


Dia mungkin ingin memancing kami keluar dari persembunyian. Dia mungkin akan menyiksa si Nice Guy.


Kalau kami meninggalkan Melty dan melarikan diri, kesempatan kami untuk bertemu dengan ratu nampaknya sangat tinggi.


Itulah yang dilakukan Melty. Dia memberi kami lebih banyak waktu untuk melarikan diri.


Sekarang aku harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan waktu tersebut.


Haruskah aku menyelamatkan dia? Haruskah aku memprioritaskan nyawa kami daripada nyawa dia?


Melty adalah adiknya si Lonte. Tetap saja, dia gak pernah menghianati kepercayaanku.


Dia sebenarnya menempatkan dirinya dalam bahaya untuk mengulur lebih banyak waktu untuk kami, untuk memberi kami peluang untuk bertahan hidup.


Cuma satu hal yang harus dilakukan.


Meskipun itu berbahaya, aku harus melakukan apa yang aku bisa untuk seseorang yang percaya padaku. Aku harus menyelamatkan dia.


"Filo, aku mau kau mendengarkan dengan cermat."


"Oke. Apa?"


"Melty ditangkap. Dia pergi bersama mereka untuk melindungi kita."


"Apa?!"


Filo segera memahami apa yang sedang terjadi, berubah ke wujud Filolial Queen-nya, dan bersiap untuk lari.


"Tunggu. Kau mau kemana?"


"Aku akan pergi menyelamatkan Mel!"


Aku berpaling pada pembantu Nice Guy.


"Aku cuma ingin tau. Kemana mereka membawa dia?"


"Kemungkinan ke kediaman di kota sebelah. Kota itu tidak terlalu jauh, tapi saya rasa mereka sudah sampai."


Aku familiar dengan area itu karena perjalanan perdaganganku. Dia benar. Kota itu sangat dekat. Semua orang disana tau Raphtalia, dan kami gak menjual apapun, jadi kami harus bergerak cepat.


Saat itu, kami diawasi banyak orang saat kami berjalan ke kota. Mereka sangat kuatir dengan kedatangan kami—tapi mereka membuatnya sangat mudah untuk pergi.


Aku gak betul-betul paham saat itu, tapi sekarang semuanya tampak cukup jelas.


Aku ingat bahwa, meskipun para demi-human diperlakukan sangat buruk di seluruh Melromarc, diskriminasi dikota itu jauh lebih buruk.


Aku nggak tau banyak tentang Melromarc, tapi nampaknya memang seperti itulah.


Penjelasan lain mungkin ada pada perbedaan kekuasaan antara bangsawan di kota itu dan bangsawan di kota ini.


Aku ingat kota sebelah jauh lebih besar.


Sejujurnya, kota tempat kami bersembunyi cuma sebuah desa kecil. Melihat kondisi rumah-rumahnya, aku mengangguk. Ya, tempat ini nggak punya wewenang yang sama seperti kota-kota lain.


Aku mendengar sesuatu tentang bangsawan di kota itu juga.... Ada semacam legenda yang berkaitan dengan tempat itu...


Apa itu? Itu ada hubungannya dengan seorang pahlawan sebelumnya mengalahkan seekor monster dan menyegelnya...


Aku ingat bahwa mereka membuat semacam atraksi dari tempat itu.


"Apa kau punya sketsa dari kediaman tempat mereka membawa Mel?"


"Kami kenal seseorang yang kesana tiga kali. Mungkin anda bisa mendengarkan deskripsi tentang tempat itu dari mereka dan membuat semacam sebuah peta?"


Itu ide bagus. Lebih baik mempercayai orang-orang yang pernah kesana.


Gak lama kemudian, aku punya sebuah peta sederhana.


Kediaman itu setinggi tiga lantai, dan dibangun di tengah taman. Mereka bilang bahwa Melty mungkin ditahan di sebuah ruangan dekat dengan bagian belakang lantai dua.


"Dimengerti. Aku minta maaf atas semua ini. Kami pergi sekarang. Filo, Raphtalia, ayo pergi."


"Oke!"


"Baik!"


Pemilik kediaman ini, si Nice Guy, telah ditangkap juga.


Aku nggak mau menempatkan dia dalam bahaya yang lebih besar daripada yang sudah dia alami. Apa yang bisa kulakukan?


Aku nggak bisa membiarkan mereka tau bahwa dia membantu kami.... aku harus mengatakan bahwa kami datang untuk mengambil Melty dari dia.


Aku harus membuat mereka berpikir bahwa Nice Guy telah merebut Melty dari kami.


Kalau aku nggak bisa meyakinkan mereka, mereka mungkin akan menyiksa Nice Guy sampai mati.


Kota ini memiliki reputasi di Melromarc dipenuhi dengan para demi-human. Aku harus melakukan apa yang aku bisa untuk melindunginya.


* * * * *


Beberapa saat kemudian, kami mengejar kereta yang membawa Melty.


"Sialan...."


Para demi-human di kota Nice Guy keluar ke jalanan dan dipenuhi kemarahan. Si Nice Guy pasti sangat berarti bagi mereka.


Kalau aku memberitahu mereka bahwa aku adalah Pahlawan Perisai, mereka mungkin akan membantu, tapi disaat yang bersamaan aku gak mau melibatkan lebih banyak orang lagi. Selain itu, kalau si Nice Guy menampung kami dketahui khalayak umum, dia akan mendapat masalah yang jauh lebih buruk daripada yang sudah dia alami.


Kalau aku pergi hanya bersama Raphtalia dan Filo, kelompok kecil kami akan memberi kami fleksibilitas dan kecepatan—keduanya diperlukan kalau kami ingin mendapatkan peluang untuk menyelamatkan Melty.


Lalu, aku naik ke punggung Filo dan kami melompati dinding dan menyelinap ke kota sebelah.


Beruntungnya, berkat sihir milik Raphtalia, kami bisa mempergelap kegelapan malam hari dan menyelinap masuk tanpa terdeteksi.


"Apa kediaman besar yang di sebelah sana itu?"


Ada sebuah bukit besar di tengah kota, dan sebuah kediaman berdiri di puncaknya. Itu terlihat wajar bahwa penguasa akan tinggal di sana.


"Ya... Pasti itu."


Raphtalia mengangguk dalam diam.


"Ada apa?"


"Nggak apa-apa."


Raphtalia jelas-jelas bersikap aneh.


"Sebelumnya aku nggak menyadarinya saat kita lewat sini terakhir kali. Tapi sekarang... sekarang aku yakin."


"Apa maksudmu, Mbakyu?"


Kami masih nangkring di tembok kota. Raphtalia menatap kediaman itu. Dia terlihat sangat kesal.


"Aku akan membuatnya lebih gelap. Lalu kita harus bergegas mendekat. Kalau kita nggak bergegas, siapa yang tau apa yang akan terjadi?"


Raphtalia mengeluarkan sihir untuk mempergelap sekeliling kami, dan kami bergerak ke arah kediaman itu dengan melompat dari atap ke atap. Aku nggak yakin nggak seorangpun melihat kami. Namun, siapa juga yang berjalan di kota di malam hari sambil melihat kearah atap?


"Kayaknya nggak ada penjaga kota yang sudah menyadari kita. Kupikir mereka akan memperketat penjagaan, mengingat situasi putri."


"Kurasa itu karena, pada malam hari, para bangsawan ini melakukan sesuatu yang gak bisa mereka katakan pada orang lain. Meskipun mereka mendengar bahwa kamu mendekat, aku ragu mereka bisa merespon dengan cepat."


"Apa yang kamu bicarakan? Apa yang kamu ketahui?"


"Ya... Kota ini berbeda dengan tempat-tempat lain. Bangsawan disini gak mau para penjaga terlalu dekat untuk melihat."


"Apa yang kamu bicarakan adalah tentang apa yang terjadi saat kamu seorang budak?"


"Ya."


Raphtalia mengangguk.


Bangsawan ini... Dia adalah salah satu yang telah menyiksa dia... salah satu yang akhirnya menghancurkan semangatnya.


Kalau orang seperti itu bertindak pada Melty.... siapa yang tau apa yang akan dia lakukan?


"Apa kau dengar itu, Filo? Kalau kita nggak bergegas, Melty akan berada dalam masalah besar."


"Ya! Ayo selamatkan dia!"


* * * * *


Menunggangi punggung Filo, kami melompati pagar kediaman itu.


"Woof! Woof!"


Monster yang dipelihara untuk berjaga telah menyadari aroma aneh yang terbawa angin. Pada dasarnya mereka adalah anjing penjaga yang besar.


Mereka disebut Guardia. Mereka adalah mahluk hitam bertaring seperti serigala.


Ada semacam perangkat pada punggung mereka yang mengeluhkan suara seperti sebuah peluit. Gonggongan dab siulan mereka sudah cukup untuk memberitahu para penjaga atas kedatangan kami.


"Diam!"


"Hawooooooooo!"


Seekor Guardia berlari kearah kami, tapi Filo menendang wajahnya. Guardia itu terlempar ke udara.


Filo mengalahkan monster itu lebih cepat daripada mereka bisa menggonggong. Itu agak menakutkan.


"Apa itu?"


Tertarik oleh suara itu, seorang penjaga datang.


"Apa-apaan—woi!"


"Maaf! Diamlah!"


Raphtalia segera memukulkan gagang pedangnya pada perut si penjaga, menjatuhkan dia.


Semuanya kelihatan sangat terbiasa dengan apa yang mereka lakukan. Kami seperti perampok.


"Master, kita harus bergegas."


"Kita punya sketsa tempat ini, tapi... Raphtalia? Apa kamu tau tempat ini?"


"Yang betul-betul aku ketahui cuma ruang bawah tanah."


"Apa menurutmu mereka mengurung Melty disana?"


Raphtalia cuma menggeleng tanpa mengatakan apapun.


Bangsawan ini adalah tipe orang yang bersenang-senang dengan menyiksa para demi-human.


Kalau dia menangkap putri kedua Melromarc, apa dia akan menyiksanya? Jawabannya sudah jelas: ya.


Kami harus mencari cara untuk masuk bangunan itu.


Aku berhenti berpijir. Tujuan kami adalah menyelamatkan Melty secepatnya.


Nggak ada pahlawan lain disekitar sini. Prajurit kerajaan yang kebetulan ada di wilayah ini cukup mudah untuk kami hadapi.


Atau begitulah yang kupikirkan saat gerbang kediaman terbuka. Sekelompok besar penjaga berlari keluar.


"Apa itu?"


"Filo, apa kau melihatnya?"


Sebagai tanggapan pada pertanyaan Raphtalia, Filo berdiri dan berbalik kearah kerumunan penjaga itu.


Di belakang kami, di dinding yang mengelilingi kota, aku bisa melihat cahaya dari obor, dan asap mengepul dari gerbang kota.


"Huh? Apakah mereka, um... bertarung?"


"Siapa? Siapa melawan siapa?"


"Um... Para demi-human dan para prajurit?"


Jadi para petualang demi-human begitu marah bahwa Nice Guy di tangkap sampai mereka bersatu dan datang mengejar dia. Para prajurit telah salah mengira bahwa aku yang memimpin mereka. Aku harus mencari cara untuk memanfaatkan situasi ini.


"Waktu yang pas. Semua prajurit telah keluar dan pergi bertempur di gerbang. Sebelum mereka kembali, kita akan menyerbu ke pintu depan dan menyelamatkan Melty!"


"Ya!"


"Huh? Tuan Naofumi, apa kamu yakin kita nggak perlu menyelinap masuk?"


"Kita bisa mengurus para prajurit ini. Mereka lemah. Kamu tau kalau kita bisa menghadapi mereka."


Raphtalia dan Filo berlevel 40, dan itu adalah level tertinggi yang bisa mereka dapatkan tanpa melalui upacara pergantian kelas. Tapi aku telah melihat para prajurit bertarung selama gelombang. Mereka jauh dari kata kuat untuk mengalahkan Raphtalia atau Filo.


Kalau mereka mengejar kami, kami akan mengalahkan mereka. Kalau mereja menyerang kediaman, kami akan menghabisi mereka.


"Kita harus bergerak cepat. Pikirkan tentang itu. Kita kabur dari Raja untuk menemui Ratu. Kalau nggak ada pahlawan di dekat sini, kita bisa kabur dengan menyebabkan sedikit keributan."


"Itu masuk akal."


"Oke! Ayo pergi!"


Boing!


Dengan sinyalku, Filo berlari maju, menendang jendela, dan melompat masuk kedalam rumah.


"Jangan menahan diri, Filo! Terus menyerbu! Kau boleh merobohkan dinding kalau memang perlu!"


Tetap saja, kami harus bergerak perlahan untuk memastikan kami menemukan ruangan dimana mereka menyekap Melty.


Sketsa itu nampaknya mengindikasikan bahwa dia berada di lantai dua—tapi bisa saja itu salah.


"Filo, kau terus saja hancurkan sesuatu! Raphtalia dan aku akan terus mencari Melty."


"Oke!"


Filo belok kiri dan menyerbu ke lorong. Aku berbalik ke taman, berlari melintasinya, dan menuju ke lantai dua.


Disaat melewati taman, aku melihat sebuah batu aneh.


Apa itu? Apa itu semacam batu nisan?


Siapa yang akan menaruh sebuah batu nisan di taman mereka? Orang ini kayaknya udah gak waras.


Dia menyiksa orang-orang di ruang bawah tanah miliknya demi kesenangan. Nggak ada gunanya mencoba memahami dia.


Aku bisa mendengar Filo menghancurkan apa yang ada didepannya di rumah itu.


Sekarang kami cuma perlu menunggu gimana bangsawan itu akan menanggapinya.


Kalau dia melihat kegaduhan ini, apa yang akan dia bayangkan penyebabnya? Tentu, dia mungkin menganggap bahwa Pahlawan Perisai lah yang datang mengejar dia untuk merebut Melty.
Kalau itulah yang dia pikirkan, dia mungkin akan menyandera Melty.


Kemungkinan lainnya dia mungkin berpikir bahwa para demi-human memberontak setelah dia menangkap Nice Guy.
Kalau itu yang dia pikirkan, dia mungkin akan menyandera Nice Guy.


Itu seperti kami berpartisipasi dalam pemberontakan para demi-human. Tentu saja, setelah dia melihat Filo, dia akan segera memahaminya.


"Tuan Naofumi! Sebelah sini!"


Raphtalia berjalan melewati taman dan menunjuk ke sebuah lorong. Ada sebuah pintu di ujung lorong itu.


"Pintu ini mengarah pada ruang bawah tanah."


"Apa menurutmu dia menyekap Melty disana?"


"Tidak. Tapi dia mungkin mengurung budak yang ditangkap disana."


"Apa menurutmu kita punya waktu untuk menyelamatkan mereka? Itu cuma akan menghasilkan lebih banyak masalah."


"Tapi tetap saja.... Aku...."


Kalau ada budak dibawah sana, mereka pasti demi-human.


Sebelum Raphtalia bertemu aku, dia mengalami teror yang mengerikan dibawah sana.


Aku mendengar tentang hal-hal mengerikan yang dilakukan bangsawan itu. Raphtalia pasti ingin menyelamatkan teman lamanya.


Kami gak punya banyak waktu. Tapi kalau kami bisa membebaskan mereka, kami mungkin bisa menyelamatkan sebuah nyawa.


Setidaknya itulah yang kurasa dipikirkan Raphtalia.


"Baiklah. Tapi kita harus menyelamatkan Melty terlebih dahulu. Musuh mungkin tau kalau kita ada disini."


"Baik!"


Ada suara keras, dan serangkaian ledakan bom.


Apa yang dilakukan Filo?


"Mellllll!"


Suara Filo menggema di seluruh kediaman. Ya, nggak seorangpun yang bisa menghambat Filo.


Mengingat para pahlawan yang lain gak ada di sekitar sini, aku bisa menganggap bahwa Filo bisa menanganinya sendirian.


"Tangkap para penyusup itu!"


Beberapa prajurit berlari kearah kami. Mereka terlihat siap untuk bertarung.


"I...Iblis Perisai! Beritahu gubernur!"


"Raphtalia!"


"Baik!"


Dia menghunus pedangnya dan berlari kearah para penjaga itu.


Aku mengikuti dia. Para penjaga bodoh itu menghunus pedang mereka dan menyerbu kearahku.


Saat ini aku menggunakan Chimera Viper Shield.


Sebagai Pahlawan Perisai, aku nggak punya kemampuan menyerang. Tapi aku bisa menggunakan serangan balik.


Chimera Viper Shield punya efek serangan balik bernama Snake Fang (medium).


Itu artinya setiap kali berhasil memblokir serangan musuh, ular yang ada di perisai akan bergerak dan menancapkan taringnya pada musuh. Itu juga meracuni mereka.


"Sialan! Perisai itu sangat keras... Apa itu... Apa itu bergerak?! Argh!"


Sama seperti yang baru saja kujelaskan, ular di perisaiku bergerak dan menggigit prajurit yang menyerangku.


Setelah teracuni oleh Snake Fang (medium), kau harus berhati-hati. Kalau tidak, racunnya akan membunuhmu.


"Lebih baik kau pergi dari sini dan cari penawar racun. Kalau tidak, racun itu akan membunuhmu.


Itulah akibat yang dia dapatkan karena menganggap aku gak bisa melukai dia.


"Ugh...."


"Iblis Perisai sialan!"


Para prajurit yang lain mengambil rekan mereka yang keracunan dan mundur.


Aku bisa saja mengejar dan mengalahkan mereka—tapi tujuan kami adalah menyelamatkan Melty, bukan membunuh para prajurit.


Nice Guy cuma melindungi Melty. Pahlawan Perisai nggak ada hubungannya dengan itu... tapi itu semakin sulit untuk dipercayai. Terutama sekarang para demi-human yang diperjuangkan oleh Nice Guy telah memberontak.


Tetap saja, aku harus melakukan apa yang bisa kulakukan.


Aku berbalik kearah para prajurit yang melarikan diri dan bergerak pada mereka seperti orang gila.


"Dimana Putri Melty?! Dan jangan coba-coba berbohong padaku! Aku nggak peduli apakah dia disini atau tidak, tapi camkan kata-kataku: kami akan mengambil dia kembali!"


Para prajurit setuju untuk membawa kami ke Melty. Saat kami sampai disana, Filo saling bertatapan dengan bangsawan itu.


Pria gemuk itu mengarahkan sebuah pisau pada leher Melty. Dia memegang Melty erat-erat agar Filo gak mendekat. Si Nice Guy terkapar di lantai diantara mereka.


Dia sepertinya telah disiksa. Melty terlihat seperti dia menangis.


Orang ini kejam.


"Gubernur!"


"Dasar bodoh! Siapa yang menyuruh kalian membawa Iblis Perisai kesini?! Kalian telah menghianati aku!"


"Angkuh sekali kau."


Filo sepertinya datang kesini dengan upayanya sendiri, jadi bangsawan itu nggak punya banyak penjaga.


"Mel!"


"Filo! Mundur! Aku sudah membulatkan tekad! Pria ini... dia akan membawaku menemui ayah."


"Apa kau pikir dia akan benar-benar membawamu kesana?"


"....."


Melty terdiam menanggapi pertanyaanku.


Kalau orang ini waras, dia mungkin dia akan menepati janjinya. Tapi gimana bisa aku melupakannya, saat dia menaikan Melty ke keretanya, dia mengatakan "Semuanya berjalan sesuai dengan rencana Dewa". Kemungkinan besar dia seorang fanatik.


Kepercayaan nasional di Melromarc adalah Church of the Three Heroes, dan mereka lah yang telah menjebakku.


Kalau aku mempertimbangkan pemikiran Melty dan berasumsi bahwa raja betul-betul gak tau apa yang terjadi, gimana tindakan dia saat dia mengetahuinya?


Dan pria ini adalah bagian dari gereja, maka sangat diragukan dia betul-betul akan membawa Melty langsung ke istana.


"Ha, ha, ha! Kalau kau berani mendekat selangkah saja, pisau ini akan menusuk leher putri!"


"Jadi nggak masalah kan asalkan kami nggak melangkah maju?"


"Apa?"


"Air Strike Shield!"


Aku menggunakan skill hingga sebuah perisai muncul diantara bangsawan itu dan Melty, membentuk dinding.


"Ap...?!"


"Sekarang!"


"Baik!"


Perisai itu secara paksa memisahkan Melty dari bangsawan itu. Menyadari adanya celah kecil, Filo segera menyerbu kearah dia dan mengarahkan tendangan kuat pada selangkangannya.


"Ugh!"


Pria gemuk itu terlempar ke belakang dan menghantam dinding.


"Raphtalia!"


"Baik!"


Dalam sekejap, Raphtalia berada di samping Melty. Dia memeriksa untuk memastikan Melty tak terluka.


"Selesaikan pekerjaan! Habisi dia!"


"Tuan Naofumi. Aku sepenuhnya paham perasaanmu, tapi aku percaya kita harus terlebih dulu memeriksa luka Melty dan pria satunya. Filo sudah melumpuhkan pria gemuk itu untuk saat ini."


"Benarkah?"


"Ya, aku agak menahan diri karena Mel begitu dekat. Tapi pria gemuk itu lumayan kuat."


Gimanapun juga dia adalah seorang bangsawan. Dia mungkin telah melewati upacara pergantian kelas.


Aku mendekati Nice Guy. Dia terluka. Aku segera merapal mantra penyembuh pada dia.


Lalu aku menarik dia, berbisik pada telinganya:
"Aku minta maaf. Kami sudah menyebabkan banyak masalah untukmu. Ingat, kau nggak ada hubungannya dengan kami. Kalau mereka tau kalau kau membantu kami, mereka mungkin akan menyiksamu lebih parah lagi."


"Aku... minta maaf atas semuanya. Jangan khawatir... Pria itu, dia... dia tidak punya niat membiarkan aku hidup. Aku senang bahwa para demi-human memiliki kesempatan untuk kebebasan ini."


"Oh..."


"Aku menegosiasikan apa yang aku bisa. Tolong... hentikan itu."


Bagus. Aku nggak berencana menangisi diriku sendiri lagian.


Tetap saja, setelah aku bertindak terhadap seorang bangsawan Melromarc... itu cuma akan menempatkan aku pasa situasi yang lebih buruk daripada yang sudah kualami.


Aku masih menaruh harapan bahwa Ren dan Itsuki pada akhirnya akan mengetahui kebenarannya. Sementara itu, aku betul-betul nggak senang difitnah lebih jauh lagi daripada yang sudah-sudah.


Para penjaga menatap pria gemuk itu dan menampilkan berbagai ekspresi terkejut.


Aku menyelesaikan pertolongan pertamaku pada Nice Guy dan membantu dia berdiri. Dia berpaling pada Melty dan tersenyum pada dia.


"Putri Melty dan Pahlawan Perisai telah memperlakukan aku begitu baik. Tentu saja dari semua rumor tentangmu tidak ada...."


"Kalau kau terus bersama kami, kau cuma akan terlibat lebih parah lagi daripada situasi-situasi buruk ini."


Aku nggak butuh anggota party lagi. Dia jelas-jelas nggak ahli dalam pertempuran—dan itu nggak kayak aku sangat kuat. Aku nggak bisa menjamin keamanan dia.


"Aku mengerti. Aku hanya akan mengandalkan koneksiku untuk bersembunyi dan mengamankan diri sampai semua ini berakhir."


"Ide bagus."


"Menakjubkan."


Itu melegakan mendengar dia bilang begitu. Aku kuatir kalau kami telah menghancurkan hidupnya.


Raphtalia memeriksa untuk memastikan bahwa Melty dan Nice Guy baik-baik saja, dan kemudian dia berpaling dan menatap si bangsawan yang terkapar. Ekornya berdiri tegak, dan itu terlihat jelas bagi Filo, Melty dan aku kalau dia marah.


"Kau... bisa-bisanya kau melakukan ini padaku? Siksaan bukanlah hukuman yang sesuai untuk kalian. Aku akan memastikan kalian membayarnya dengan nyawa kalian!"


"Semua demi-human yang telah tewas di tanganmu akan mengatakan hal yang sama persis."


Raphtalia mengatakannya dengan dingin. Dia menghunus pedang miliknya dari sarungnya.


"Memang bisa? Para mahluk menjijikkan, mereka bahkan bukan manusia! Mereka menyelinap ke kotaku... Itu seperti mereka memohon untuk dibunuh!"


"Ya. Memang seperti itulah dirimu."


"Huh? Apa kau... Apa kau tau aku? Benar juga! Aku ingat kau. Kau adalah budak yang kubuang."


"Ya. Kita menghabiskan banyak waktu bersama."


"Heh, heh... Dan lihat dirimu sekarang. Kau bersama Iblis Perisai. Aku masih bisa mengingat wajah menangismu, teriakan kesakitanmu. Itu semua memberiku begitu banyak kepuasan. Sekarang aku paham... Kau telah kembali padaku. Kau ingin merasakan keputusasaan lagi!"


"Tidak."


Raphtalia berbalik untuk menatapku. Lalu dia mengarahkan kembali tatapannya pada bangsawan itu. Pedangnya terlihat bersinar lembut.
Dia punya sebuah pedang ilusi. Dia bisa menyembunyikan dirinya sendiri, muncul dibelakang musuh untuk menyerang. Dia memiliki serangan semacam itu... tapi pedangnya nampak berdetak dengan kekuatan yang lain.


"Aku bukanlah orang yang cukup kuat untuk membantumu, Tuan Naofumi. Itu sebabnya aku...aku nggak pernah membuang keinginan untuk balas dendam ini."


Aku telah memperingatkan dia sebelumnya, tapi aku gak pernah menghentikan dia. Dia adalah cewek yang sangat baik, tapi aku tau kalau ada sesuatu yang salah.


Itu dia. Aku telah sepenuhnya lupa. Raphtalia ingin membalas dendam pada seseorang.
Kalau dia ingin balas dendam, aku ingin membantu dia.
Aku ingin membantu.
Meskipun itu salah, meskipun itu bukanlah hal etik untuk dilakukan, aku ingin berdiri di samping Raphtalia.


Hari itu—saat itu ketika Lonte, Motoyasu, dan si Sampah menentang aku, ketika semua orang menyalahkan dan membenciku, dia ada untukku. Dia melindungi aku. Dia menyelamatkan aku.


Dan sekarang pria yang melukai dia berada tepat dihadapanku. Aku gak bisa memaafkan pria itu.


"Aku...Aku nggak sepertimu, Tuan Naofumi, aku nggak bisa melindungi siapapun. Aku tau bahwa yang kulakukan nggak akan mengembalikan desaku. Tapi aku...."


Dia mengarahkan pedangnya pada pria gemuk itu.


"Kalau aku nggak menghentikanmu sekarang juga, maka apa yang terjadi padaku dan Rifana akan terjadi pada anak-anak lain. Aku gak bisa membiarkan itu terjadi!"


"Heh... Jadi demi-human ini mengarahkan taringnya padaku? Baik. Aku akan memastikan kau memahami kebodohanmu!"


Bangsawan ini mengambil sebuah cambuk dari seorang penjaga.


Jadi dia bertarung menggunakan sebuah cambuk?


Sesuatu tentang cambuk itu terasa buruk... terasa lain.


"Master! Aku nggak suka sama cambuk punya dia!"


Filo dan Melty berlari ke sampingku.


"Heh, heh... Cambuk ini sudah menyerap darah dari para demi-human selama bertahun-tahun. Bahkan Iblis Perisai pun kuragukan bisa bertahan terhadap cambuk ini."


Wow... jadi itu seperti sebuah benda terkutuk?


Itu seperti semacam senjata yang akan mengutukmu kalau terkena pukul.


"Rasakan ini!"


Bangsawan itu mengayunkan cambuk tersebut.
Raphtalia dan aku menunduk.


Ruangan ini terlalu sempit bagi Filo untuk bermanuver, jadi dia berubah ke wujud manusianya dan melindungi Melty.


Nice Guy juga menunduk menghindari ayunan cambuk itu juga.


Sialan. Ruangan ini cukup sempit hingga dia bisa menjangkau hampir semuamya dengan cambuk itu.


"Ugh!"


Cambuk itu secara tak sengaja mengenai salah satu penjaga.


Armornya penyok secara dramatis sebelum darah terciprat dan jatuh ke lantai. Itu cuma sebuah cambuk, tapi nampaknya memiliki kekuatan serangan yang besar. Lebih baik kami menghindarinya.


"G...Gubernur?"


"Apa yang kalian lakukan? Bunuh Iblis Perisai!"


"B...Baik tuan!"


Para penjaga berlari kearah kami.


Raphtalia mengayunkan pedangnya, dan mereka terjatuh.


"Kalian menghalangi jalan!"


Raphtalia berputar dan menghindari cambuk itu. Lalu seorang penjaga menikamkan pedangnya pada Raphtalia.
Bertahan dengan pedangnya, Raphtalia berbalik, berputar, dan kemudian mengayunkan pergelangan tangannya.


Pedang penjaga itu terlempar dan menancap di langit-langit.


"Ah..."


Disaat penjaga itu hendak menyerang dengan tangan kosong. Raphtalia melakukan tendangan memutar mengarah pada perutnya, dan dia terlempar kearah tuannya.


"Dasar sampah gak guna! Kalau ini adalah medan perang, kau sudah mati!"


Bangsawan itu jelas-jelas emosi sekarang. Dia terus mengayunkan cambuknya dan berusaha menyatabgo Raphtalia.


Tapi dia menghindarinya dan mengarahkan pedangnya pada bangsawan itu.


"Ugh!"


Dia menghindari cambuk itu, tapi cambuk tersebut terus-menerus diayunkan sebelum terlilit pada kaki meja. Meja itu terayun, berputar, dan terlempar kearah punggung Raphtalia.


Pria gemuk itu betul-betul tau cara menggunakan cambuk itu.


Bisa menggunakannya di ruang yang sempit seperti ini, dan kemudian menggunakan trik-trik seperti itu—dia jelas-jelas punya banyak pengalaman menggunakan cambuk.


"Percobaan bagus! Air Strike Shield!"


Aku membaca lintasan cambuk itu dan mengeluarkan Air Strike Shield untuk memblokirnya sebelum mengenai Raphtalia.


"Bergerak!"


Sialan... Cambuk itu melingkar pada perisai itu dan terus meluncur kearah Raphtalia.


Cambuk itu bergerak seperti seekor ular.


Cambuk itu melilit pada pedang Raphtalia, dan hampir melilit pergelangan tangannya.


Tapi dia menjatuhkan pedangnya sebelum cambuk itu melilit tangannya dan melompat ke belakang untuk menjaga jarak.


"Yah, kau punya tekad. Kuakui itu. Tapi apa kau pikir kau bisa melawanku dengan tangan kosong?"


Tangan kosong... Raphtalia sangat kuat. Tapi apa dia cukup kuat untuk mengalahkan bangswan ini tanpa senjata? Kurasa tidak. Aku jadi kuatir.


Pria gemuk itu mengayunkan cambuknya dan pedang milik Raphtalia terlempar ke tangannya. Dia mengarahkan pedang itu pada kami.


Raphtalia menghindari tusukannya dengan salto belakang yang lincah lalu mencabut gagang pedang di pinggangnya... Pedang sihir. Dia mengarahkan pedang itu pada si bangsawan, tapi nggak ada bilahnya, cuma pegangan saja.


Pedang sihir itu diberi oleh pak tua pemilik toko senjata—itu sihir murni yang membentuk sebuah pedang.


"Aku gak tangan kosong."


Bangsawan itu tertawa terbahak-bahak.


"Apa yang akan kau lakukan dengan sebuah pedang mainan?!"


Tapi dia lupa sesuatu yang penting. Aku nggak akan cuma duduk diam dan menonton mereka.


"Jangan harap itu akan berjalan semudah itu!"


Aku mengulurkan tangan dan memegang cambuknya.


Tanganku terasa aneh. Itu seperti cambuk itu membakarku. Rasa sakitnya berdenyut di tanganku.
Sudah kuduga kalau cambuk ini terkutuk.


"Kau pasti Pahlawan Perisai yang sangat bodoh sampai-sampai menangkap cambukku!"


"Menurutmu begitu? Ini gak terlalu buruk."


Cambuk itu membakarku, tapi aku bisa menahan rasa sakitnya.


"Dan karena kau fokus padaku...."


"Aku bisa menyerang!"


Pedang sihir milik Raphtalia tiba-tiba punya bilah, dan dia segera mengarahkan tebasan pada bangsawan itu.


"Whoops!"


Bangsawan itu melepaskan cambuknya dan melompat ke belakang untuk menghidari serangan Raphtalia.


"Kau cukup cepat. Tapi gak secepat aku sih!"


Dia pendek dan gemuk, tapi dia betul-betul sangat kuat.


Menilai dari gimana dia menjatuhkan penjaga itu dalam sekali serang, dia harusnya melawan gelombang itu sendiri.


Melty menatap Nice Guy.


"Pria itu... Dia berjuang bersama ayahku dulu dalam perang melawan para demi-human."


Aku mulai paham. Jadi dia dulunya adalah seorang militer. Itu akan menjelaskan kekuatan dan keteguhannya.


Dan kalau dia ikut dalam perang melawan para demi-human, dia mungkin lebih tau tentang pertempuran daripada kami—mengingat bahwa kami cuma bertarung melawan monster saja.


"Tapi jangan pikir bahwa menangkap cambukku artinya kau akan menang."


"Itu kata-kataku. Aku mungkin gak bisa menyerang, tapi Raphtalia lebih dari cukup kuat."


"Heh. Kalau kau menjadikan seekor demi-human partymu, maka kau jelas-jelas nggak menganggap ini serius."


"Raphtalia."


"Baik!"


Dia mengangguk lalu mengeratkan pegangannya pada pedangnya. Bilahnya mulai bersinar lebih terang.


"Filo!"


Raphtalia memanggil Filo.


"Apa?"


"Untuk mengalahkan orang ini, aku ingin kau dan Melty menggunakan sihir."


"Oke! Ayo, Mel!"


"Tapi... Oh, baiklah!"


Kebingungan tentang sesuatu, Melty menatap si bangsawan lalu kami. Lalu dia mengangguk, sepertinya telah membuat keputusan, dan mulai fokus pada sihirnya.


"Apaan ini? Iblis Perisai pasti benar-benar memiliki kekuatan pencuci otak. Tak disangka dia akan menggunakan sang putri sebagai pion!"


"Aku tidak dicuci otak. Aku percaya bahwa tindakanmu adalah kejahatan, jadi aku akan menghukummu sebagai putri."


"Dasar bodoh..."


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Tembak dia dengan bola air! Zweite Aqua Shoot!"


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Tebas dua dengan pedang angin! Zweite Wing Cutter!"


Melty dan Filo mengeluarkan sihir mereka hampir bersamaan.


Sebuah bola air dari tangan Melty, dan pedang angin dari tangan Filo. Keduanya terbang kearah si bangsawan.


"Ha!"


Si bangsawan menghidari sihir Filo, lalu mengluarkan cambuk lain entah darimana dan menepis bola air.


"Sekarang!"


Saat dia menghindari sihir itu, dia menunjukkan celah. Raphtalia berlari kearah dia.


"Kau pikir itu akan bekerja padaku?"


Dia mengayunkan cambuknya pada Raphtalia.


Tidak akan kubiarkan. Aku melangkah maju dan mengayunkan cambuk yang kurampas dari dia, menangkap ujung dari cambuk barunya.


"Apa?!"


"Hiyaaaaa!"


Menyelaraskan timingnya denganku, Raphtalia berteriak. Menggunakan kakinya, dia menghentak pedang yang dijatuhkan penjaga ke udara dan menangkapnya. Lalu dia menyiapkan pedang sihirnya seperti sebuah lembing dan melemparkannya ke arah si bangsawan. Pedang itu menancap dalam-dalam pada dadanya.


Pedang sihir itu bisa menetralkan sihir lawan. Dia menggunakannya untuk menjatuhkan si Lonte sebelumnya, jadi itu pasti memiliki suatu efek.


"Ugh... masih belum!"


"Tidak, sudah selesai! HIYAAAAAAA!"


Ada suara tumpul, dan tiba-tiba pedang milik Raphtalia tertancap sampai gagangnya pada bahu si bangsawan.


"Tidaaaaaaaaaak! Bangsat kau! Kau pikir tidak apa-apa seekor demi-human melukai aku?! Aku selamat dalam perang demi-human!"


"Kau melawan para demi-human dalam perang? Maka simpan saja keluhanmu atas perang itu. Kau gak berada dalam perang lagi."


"Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Aku akan membunuhmu!"


"Kau seorang pengecut! Kau cuma menyerang orang yang lebih lemah daripada dirimu sendiri! Demi-human seperti apa yang kau lawan? Yang aku tau cuma wanita dan anak-anak saja. Orang rendahan! Jangan bicara soal gimana kau melawan mereka!"


Masih jengkel, Raphtalia mendorong dia ke jendela, memecahkan jendela itu dan mendorong dia keluar. Saat dia jatuh, Raphtalia membiarkan pedang miliknya tetap menancap pada bangsawan itu, tapi terus memegang pedang sihirnya dan bilahnya tercabut dari tubuh si bangsawan yang jatuh.


"AAAAAHHHHHH!"


"TIDAAAAAAAAAAAAAAK!"


Tate No Yuusha Vol 4 (5).jpg


Aku segera menjatuhkan dua cambuk itu dan melihat si bangsawan terjatuh dari jendela.


Nyaris saja. Kalau aku terlambat, cambuk itu akan menarikku keluar jendela bersama dia.


"G...Gubernur kalah dari Iblis Perisai!"


Para penjaga yang tersisa segera melarikan diri.


"Aku akan mendapatkan bendera itu kembali.... bendera dari hari itu..."


Raphtalia berdiri di jendela, berbisik pada langit. Dia kemudian memulihkan dirinya sendiri dan berlari kearahku.


"Apa kamu baik-baik saja?"


"Huh? Ya. Nggak masalah."


Kami masih punya sedikit air suci yang tersisa dari penyembuhan kutukan Raphtalia.


Kutukan itu sendiri gak terlalu parah. Air suci akan cukup untuk menyembuhkannya.


Aku ke jendela dan melihat kebawah ke taman. Bangsawan itu terbaring disana, wajahnya menghadap ke langit.


Kurasa dia... mati?


Saat aku memikirkan tentang hal-hal yang Raphtalia katakan padaku... bagaimana dia menyiksa para demi-human, kayaknya sudah berakhir.


"Baiklah. Kalau kita di sini terus, kita akan terjebak dalam keributan. Lebih baik kita segera pergi."


"Tapi sebelum itu...."


"Ah... Betul."


Kami harus menyelamatkan para demi-human yang dia penjara terlebih dahulu.


Itulah yang Raphtalia inginkan, jadi aku juga menginginkannya.


Aku berbalik pada Nice Guy dan membuat sebuah permintaan.


"Pria ini membeli para budak demi-human dan memenjara mereka di ruang bawah tanah miliknya agar dia bisa menyiksa mereka."


"Sayang sekali itu bukanlah hal yang jarang di negeri ini. Begitulah...."


"Bahkan jika kami menyelamatkan mereka, kami saat ini dalam pelarian. Kurasa kami gak bisa memberikan hal-hal yang mereka butuhkan ketika kami lari dari Rajaml. Aku tau ini permintaan yang besar, tapi...."


Aku tau kalau aku sudah terlalu banyak meminta. Aku menempatkan dia dalam bahaya yang lebih besar. Tapi kalau aku ingin mengabulkan permintaan Raphtalia, gak ada pilihan lain.


"Aku mengerti situasimu. Aku akan melakukan apapun yang aku bisa untuk membantumu." Si Nice Guy tersenyum.


Dia gak pernah bohong pada kami, jadi aku bisa mempercayai dia.


"Tidak masalah. Aku punya banyak sekutu demi-human, dan aku tau kalau mereka akan membantuku."


"Senang mendengarnya."


Raphtalia memandu kami ke ruang bawah tanah.


Pintunya terkunci, tapi Filo menggunakan kakinya yang kuat untuk mendobrak pintunya.


Sesaat setelah kami berjalan masuk, kami mencium aroma yang kuat.


Itu adalah aroma yang sama yang datang dari tenda penjual budak. Itu adalah aroma kematian dan pembusukan yang menyuruhmu untuk menjaga jarak.


Ini... Ini buruk.


"Aku punya perasaan buruk tentang ini...."


Filo terlihat betul-betul kuatir.


Melty terguncang, jelas-jelas ketakutan. Lalu dia menenangkan dirinya sendiri dan tampak siap menerima apapun yang kami temukan.


"Ini agak jauh."


Kami menuruni tangga gelap dan sampai di ruang bawah tanah. Tempat itu dipenuhi dengan berbagai peralatan penyiksaan. Aku melihat kerangka di pojokan.


Berapa banyak orang yang menemui ajal mereka disini?


Aku berpaling dan melihat Raphtalia berdoa didepan kerangka kecil yang ada di pojokan itu.


"Gadis ini adalah... Dia adalah teman dari desaku. Namanya Rifana, dan...."


Raphtalia menatap kerangka itu. Dia terlihat hendak menangis, dan dia memalingkan wajahnya.
Mereka pasti sangat dekat.


"Rifana adalah seorang gadis yang ceria dan penuh semangat. Dia suka berbicara tentang legenda."


Mendengar Raphtalia, Melty terlihat mau menangis.


Dia adalah Putri dari negeri ini. Pasti sangat sulit untuk melihat kemalangan semacam ini terjadi dalam wilayahnya.


Begitu banyak tragedi bisa disalahkan pada gelombang, tapi yang ini berbeda.


Ini gak lebih dari seorang pria jahat yang memanfaatkan kekacauan disekitar dia. Beneran deh, semua orang disini betul-betul sudah busuk sampai hati mereka.


"Dia lebih feminim daripada aku... Dia begitu baik...."


"Maaf."


Gak disangka temannya Raphtalia telah menemui ajalnya... Itu membuatku sedih.


Kalau segalanya gak kayak gini, kami mungkin bisa bertemu dia dalam keadaan hidup. Kami mungkin bisa berteman.


"Dia selalu bilang kalau dia ingin menikahi seseorang seperti Pahlawan Perisai."


"....."


Tapi impiannya gak pernah terwujud. Dia meninggal di ruang bawah tanah yang dingin ini. Hanya memikirkannya saja membuatku dipenuhi dengan amarah.


Dia mungkin ingin hidup. Dia mungkin berharap bisa melarikan diri.


Bangsawan itu melakukan ini pada dia hanya karena dia adalah seorang demi-human.


Aku bahkan gak bisa membayangkan apa yang ada dikepalanya.


Aku gak tau orang macam apa aku ini kalau dibandingkan dengan anak-anak yang tewas di sini. Tapi aku bisa mengatakan satu hal: Kami membalaskan dendam mereka.


"Apa yang harus kita lakukan pada kerangka ini? Haruskah kita membawanya?"


Kami bisa membawa kerangka mereka dan memberikan pemakaman yang layak pada mereka di suatu tempat.


"Ya... Di sini sangat dingin dan menyedihkan."


"Kamu benar."


Dalam diam kami mengambil tulang-tulang itu dan memasukkannya ke dalam tas.


"Apa ada budak lain?"


"Ya."


Si Nice Guy menjawab dari bagian belakang ruangan.


Setelah kami mengumpulkan tulang-tulang itu, kami berjalan ke bagian belakang ruangan.


Budak itu dipenuhi memar dan luka. Sepertinya dia disiksa habis-habisan.


Matanya gak memancar kehidupan.


Dia terlihat berusia sekitar 10 tahun, dan dia punya telinga anjing.


Meskipun dia seorang anak laki-laki, dia terlihat manis. Apa kau tau anak laki-laki seperti perempuan saat mereka berusia 10 tahun?


"Siapa kau?"


"Suara itu..."


"Siapa itu?"


"Apa kamu kenal dia?"


"Ya. Keel, itu kau kan?"


"Siapa kau? Bagaimana kau tau namaku?"


"Apa kau lupa aku? Aku sudah tumbuh sedikit sejak terakhir kita ketemu. Ini aku, Raphtalia."


"Apa?!"


Keel mengangkat kepalanya terkejut.


"Gak mungkin. Raphtalia lebih pendek dariku. Dia bukanlah wanita cantik yang tinggi. Maksudku, dia memang manis sih...."


Keel bergumam sendiri.


"Kau berpura-pura menjadi seorang teman? Kenapa? Apa kau mencoba menipuku?!"


Matanya dipenuhi air mata. Dia dikuasai oleh keputusasaan. Dia sama seperti Raphtalia saat aku bertemu dia.


"Kalau begitu aku akan membuktikannya padamu. Dua bulan sebelum gelombang terjadi, kau pergi ke pantai untuk mencari cangkang kerang yang bagus. Kau ingin memberi kejutan untuk ayahmu saat ulang tahunnya. Tapi kau hampir tenggelam, dan Sadeena datang menyelamatkanmu..."


Dia terlihat tersenyum, seperti kenangan itu memberi dia kegembiraan.


Itu memang tampak seperti hal yang hanya diketahui oleh Raphtalia yang asli.


"Mungkinkah?! Raphtalia..."


Dia mengamati Raphtalia dengan sangat cermat.


"Ini aku... Apa kau ingat memakan jamur beracun di ladang? Kau jadi sakit dan bersembunyi agar gak ada orang yang tau! Aku menemukanmu hari itu, dan kau menyuruhku untuk merahasiakannya. Kau menggigil..."


"Ahhh! Ya! Aku percaya padamu! Itu kau! Raphtalia!"


Akhirnya, si budak, Keel, mengenali Raphtalia.


"Raphtalia... Kenapa kau begitu besar? Kenapa kau begitu cantik?"


Meskipun kau tau kalau para demi-human tumbuh saat mereka naik level, melihatnya dengan matamu sendiri adalah hal yang lain.


Saat aku bertemu Raphtalia, dia begitu kecil. Aku terkejut saat dia tumbuh didepan mataku sendiri.


Kalau aku tumbuh bersama dia, itu akan lebih mengejutkan.


"Sebenarnya aku sekarang ini adalah... budaknya Tuan Naofumi, sang Pahlawan Perisai."


"Apa?!"


Keel si demi-human budak menatapku.


Tapi dia begitu lemah hingga dia gak bisa memfokuskan pandangannya pada satu hal. Aku pasti tampak kabur bagi dia.


Aku mengambil salep dari sakuku dan mengobati lukanya.


"Jangan sentuh aku!"


"Gak apa-apa. Tenang saja. Ini adalah obat."


Selanjutnya dia membutuhkan obat nutrisi. Aku tau kalau aku gak betul-betul harus menggunakannya dalam situasi seperti ini, tapi aku gak bisa mengabaikan krisis didepan mataku. Aku harus menolong dia.


Bukan karena aku betul-betul orang suci yang memiliki hati yang lembut atau semacamnya, tapi ini adalah temannya Raphtalia.


"Ugh...."


Awalnya dia memberontak, tapi dia menyadari kalau aku nggak berusaha menyakiti dia, dan dia perlahan-lahan meminum obatnya. Perisaiku punya banyak kemampuan aneh. Salah satunya adalah meningkatkan kemanjuran obat. Disaat-saat seperti ini, aku senang atas seberapa bergunanya kemampuan itu.


Dia sudah terlihat sedikit lebih baik. Rona wajahnya telah kembali sedikit.


Aku nggak betul-betul ahli dalam sihir pemulihan. Aku bisa menyembuhkan luka-lukanya, tapi tenaganya gak pulih. Menyadari kalau dia aman, dia tiba-tiba jatuh kedepan, kelelahan, dan mulai mendengkur.


"Aku tak bisa percaya bahwa negeriku membiarkan hal seperti ini terjadi."


Melty bergumam sendiri.


"Aku ikut bunda bekerja di negeri lain, jadi kupikir aku memahami para demi-human dan manusia. Tapi ini.... Aku...Aku tak bisa memaafkan ini."


"Kau harus sedikit lebih histeris. Kenapa nggak berteriak, 'AKU NGGAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN INI!' Itu akan lebih seperti dirimu."


"Aku nggak begitu! Memangnya kau pikir aku ini orang macam apa?!"


Melty tiba-tiba menyadari apa yang dia lakukan dan menutup mulutnya dengan tangannya.


"Terkadang kau marah secara histeris, dan wajahmu merah. Itulah dirimu. Melty."


"Apa-apaan itu?"


"Baiklah. Kita tidak bisa lama-lama berada di sini. Ayo pergi."


Si Nice Guy mengangkat Keel dan memanggul dia dipundaknya. Kami berbalik dan meninggalkan ruang bawah tanah.


Kami berbicara saat menaiki tangga.


"Pertama-tama kita harus berfokus untuk keluar dari kota. Kita semua nggak bisa naik ke punggung Filo."


Kami bertiga saja sudah cukup susah, apalagi berlima.


"Kenapa kita nggak menyuruh Filo untuk membawa bangsawan, Keel, dan Melty keluar dari sini terlebih dulu?"


"Ide bagus."


Mereka bisa melompati dinding dan keluar dengan mudah.


Pintu masuk kota kayaknya masih diliputi kekacauan. Apa yang terjadi?


Aku sedang memikirkan hal itu lalu aku melihat darah mengalir pada tangga. Aku mengikutinya dan melihat bahwa itu berasal dari taman, darah itu terus keluar....


"Apa?!"


"Apa itu?"


Dalan diam aku menunjuk ke taman. Raphtalia mengerti dan mengangguk.


"Ah, ha, ha, ha! Sekarang akhirnya aku punya cara untuk membunuhmu!"


Bangsawan yang jatuh dari lantau dua, si bangsawan yang kami pikir sudah mati, berdiri disana, tertawa.


Sialan! sekarang apalagi?


Bahu bangsawan itu pendarahan parah. Dia menghadap batu yang sepeti nisan, merapal suatu mantra.


Ini buruk. Keel masih budak pria itu—yang mana artinya dia bida menggunakan segel budak untuk membunuh dia.


Apa yang harus kami lakukan? Kami baru saja berhasil menyelamatkan temannya Raphtalia. Kalau dia tewas sekarang, maka semuanya akan sia-sia.


Tapi kutukan budak gak butuh mantra untuk mengaktifkannya. Dia hanya perlu memerintahkan dia untuk mati, atau memilih melakukannya dari status magic miliknya.


Jadi apa dia.... melakukan sesuatu yang lain?


"Dia... Kita harus menghentikan dia!"


Nice Guy berbalik kearahku dan berteriak.


"Ada apa?"


"Pahlawan Perisai, apa kau tau legenda dari kota ini?"


"Kudengar mereka mengejar sesuatu dan kemudian menyegelnya. Itu masih ada disini."


Aku punya perasaan buruk tentang ini.


"Mungkinkah...."


"Itu benar. Batu penyegel dijaga oleh bangsawan kota ini dari generasi ke generasi. Dan sekarang...."


Aku paham kemana arah cerita itu. Pria gemuk itu berusaha melepas segelnya.


"Mundur."


"Baik."


Nice Guy membawa Keel dan lari sementara kami mendekati pria gemuk itu saat dia merapal pada batu penyegel.


"Akhinya kau datang juga, Iblis Perisai!"


Dia berteriak seperti orang gila sekarang.


"Aku gak tau apa yang tersegel dalam benda itu, tapi lebih kau menghentikannya sekarang juga."


Raphtalia dan Filo bersiap bertarung.


Sekarang kami berada di luar ruangan, akan lebih mudah untuk bertarung daripada didalam ruangan kecil.


"Kau terlambat. Kalau saja kau tidak muncul, kota ini akan tetap damai!"


"Damai, ha! Kalau saja kau gak menculik Melty dan membawa dia ke sini, semua ini gak akan terjadi!"


"Itu salahmu, Iblis Perisai!"


"Aku gak punya waktu untuk mendengarkan keluhan dari seorang pengecut yang menyiksa anak-anak."


Aku gak tau apa yang tersegel didalam sana, tapi aku harus mencari cara untuk menghentikan dia.


Semakin lama aku menunggu, hal yang lebih buruk akan terjadi....


Para pahlawan yang lain mungkin akan melihat sambil menikmati. Mereka akan mau melawan seekor monster untuk mendapatkan item langka dan exp-nya. Tapi aku lebih baik nggak membiarkan monster itu keluar.


"Aku bukan pengecut! Aku membersihkan dunia dari mahluk rendahan! Aku adalah pria penegak kebenaran!"


Sialan... Gak ada gunanya berunding dengan dia.


Aku tau bagaimana rasanya mendapatkan kegembiraan dari kemalangan orang yang kau benci, jadi kupikir mungkin kami bisa saling memahami. Tapi aku salah. Aku nggak pernah menginginkan kematian seseorang.


Bahkan jika itu tentang seseorang tertentu, mungkin itu bisa dipahami, tapi sampai membenci seluruh ras sangatlah gak masuk akal!


Lagipula, siapa yang tau apa yang dipikirkan orang itu?


Melihat batu penyegel itu membuatku sangat gugup. Kami harus menghentikan dia.


Aku melangkah maju dan mulai menyiapkan sebuah skill yang akan menahan bangsawan itu.


Tapi sebelum aku bisa menggunakannya, batu itu retak dan hancur berkeping-keping.


"Selesai. Jika aku bisa membunuh Iblis Perisai, tempatku di nirwana Dewa akan dipastikan! Ah, ha, ha!"


Bangsawan itu tertawa terbahak-bahak. Tanah mulai berguncang. Retakan muncul di tanah.


"Apa yang terjadi?"


"Ya! Hancurkan semuanya! Monster tersegel akan menghancurkan Iblis Perisai!"


Langit diatas kediaman diselimuti cahaya ungu.


Aku mendongak dan melihat retakan-retakan muncul di langit, seperti cangkang kura-kura. Saat itulah monster tersegel muncul.


"Master!"


Semua bulu Filo berdiri tegak. Dia menatap langit.


"Apa itu?!"


Kaki reptil besar dengan cakar yang tajam dan besar, perlahan-lahan melewati retakan itu. Kaki itu diikuti oleh tubuh besar berotot, lalu mata yang ganas, dan akhirnya rahang yang besar muncul, dipenuhi dengan gigi yang besar dan tajam yang bisa merobek logam. Aku tau monster apa itu.


Itu adalah seekor karnivora setinggi 20 meter.... dinosaurus.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 3 - Tyrant Dragon Rex[edit]

"Oh... Oh..."


Seekor dinosaurus besar muncul di langit. Aku nggak menyebutnya seekor naga secara sengaja karena monster itu tampak sama persis seperti seekor dinosaurus.


Lebih spesifiknya, itu tampak seperti seekor Tyrannosaurus Rex yang lebih besar, tapi lebih menakutkan dan mengerikan.


Itu nggak seperti seekor monster biasa yang ada di hutan. Itu adalah seekor dinosaurus. Retakan muncul di langit diatas kami, dan binatang buas besar itu turun menimpa kediaman.


"Ha, ha, ha! Puja Dewa!"


Kediaman itu runtuh karena bobot dinosaurus itu. Lalu, dengan kegilaan masih dimatanya, si bangsawan langsung terinjak oleh kaki binatang buas yang melangkah maju.


Dia betul-betul gila sampai akhir. Dan dia melakukan hal gila sampai akhir. Gimana caranya kami mengalahkan seekor monster sebesar itu?


"Kita akan kabur bersama! Filo, kau mengerti?!"


"Ya!"


Filo berlari ke pintu masuk taman, dan menjemput Nice Guy dan Keel sebelum melarikan diri.


Raphtalia, Melty, dan aku berlari secara serempak. Kami menuju ke pintu keluar.


Tate No Yuusha Vol 4 (6).jpg


"GYAOOOOOOOOO!"


Dinosaurus itu meraung dan mulai menghancurkan apa yang tersisa dari kediaman itu.


"Aku datang ke sebuah dunia baru dan harus menghadapi DINOSAURUS?!"


Kupikir nggak ada monster seperti itu disini.


Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ada naga disini. Jadi kurasa dinosaurus nggak akan aneh lagi.


Gimanapun juga, naga dan dinosaurus berada dalam kategori yang sangat mirip.


"Kenapa dia memanggil sesuatu seperti itu cuma untuk membunuh Naofumi?!"


"Si bodoh itu. Dia sama sekali nggak memikirkan semua ini."


Apa dia mau melihat seluruh kota miliknya dihancurkan cuma untuk membunuh satu orang saja?


Jadi dia lebih memilih melihat aku mati daripada menyelamatkan dirinya sendiri? Apa baut di otaknya udah copot? Seberapa besar dia membenciku?


"Cepat! Kalau kau nggak bergegas, dia akan menyusul kita!"


Raphtalia benar.


"Filo."


"Apa?"


"Bisakah kau membuat dirimu cukup besar agar kami semua bisa menunggangimu?"


"Naofumi! Jangan meminta hal yang mustahil!"


"Nggak juga. Kurasa Filo bisa melakukannya."


"Benarkah? Bisakah kamu melakukannya, Filo?"


"Ya... Filo mungkin bisa melakukannya."


Filo, dengan Nice Guy dan Keel di punggungnya, berlari kearah kami.


"Um... Aku gak bisa... Aku gak bisa lebih besar dari ini."


"Sialan!"


Kurasa aku sudah menduganya.


"Gimana kalau kau lebih besar?"


"Entahlah."


Bukankah Filo masih tumbuh?


"Lihat, itu nggak mustahil?"


"Apa menurutmu dia bisa?"


"GYAOOOOOOO!"


Melty berbalik untuk melihat monster itu lalu menatapku lagi. Dia mengangguk.


Kudengar bahwa para dinosaurus suka target yang bergerak... Kami lari, tapi itu cuma menarik perhatiannya. Sekarang dinosaurus itu mengejar kami.


Kami nggak punya waktu untuk duduk dan mengobrol. Kami hendak menjadi makanan dinosaurus.


Dengan monster sebesar itu mengejar kami, itu terasa seperti kami sedang dilanda gempa bumi. Tanahnya berguncang akibat langkah kaki dinosaurus itu.


Aku mulai paham kenapa orang-orang selalu jatuh dalam film saat adegan dikejar-kejar seperti ini.


Cukup sulit untuk berlari. Aku merasa seperti aku kehilangan pijakanku. Dan kalau kami jatuh, maka tamatlah sudah.


Puing-puing dari kediaman yang hancur berhamburan di jalan, yang mana memperlambat gerakan si dinosaurus. Tapi setelah kami melewati puing-puing itu. Filo satu-satunya yang punya kesempatan untuk mengalahkan kecepatan mahluk itu.


"Apa yang harus kita lakukan? Bertarung?"


"Disini? Ditengah kota? Pikirkan tentang kerusakan yang akan kita sebabkan!"


"Itu benar, tapi...."


Sangat diragukan kami bisa menang. Tapi aku juga tau kalau kami nggak punya peluang kabur.


"Baiklah kalau begitu, kita lari, dan pancing monster itu mengejar kita. Setelah kita sampai di suatu tempat dimana kita bisa bertarung tanpa membahayakan orang lain, kita akan bertarung."


Kami meninggalkan area kediaman dan sampai dijalanan yang dipenuhi dengan pejalan kaki yang panik.


Aku bisa membayangkan berita utama sekarang: "Iblis Perisai menghancurkan kota, menyebabkan kekacauan."


Sialan! Ini adalah bukti! Aku harus memastikan bahwa Ren dan Itsuki gak ada di sekitar sini.


Dinosaurus itu mengendus-endus untuk mencari dimana mangsanya menghilang. Ini terasa janggal. Disana, aku melihat tanda dari namanya: Tyrant Dragon Rex. Sesuatu di dada dinosaurus itu mulai bersinar. Disaat yang sama, perut Filo juga bersinar.


"Um... Filo?"


"Apa?"


"Dinosaurus itu menatap kita, dan kurasa itu ada hubungannya dengan perutku yang bersinar."


"Hmm... Yah, kau tau? Tokek besar itu ingin memakan aku!"


"Baiklah, Filo, kau larilah! Pancing monster itu keluar kota!"


"Apa? Naofumi? Apa kau akan meninggalkan Filo?"


"Tidak. Aku ingin dia memancing monster itu ke suatu tempat yang jauh dari warga lalu kembali!"


"Tapi monster itu mengejar Filo, jadi kurasa monster itu gak akan begitu saja melepaskan dia!"


"....Kau benar."


Kurasa Filo cukup cepat untuk melakukannya, tapi aku nggak boleh menggunakan dia sebagai umpan.


"Gak mau! Aku mau bersamamu, Master!"


"Tuan Naofumi, kamu gak boleh menyuruh dia kayak gitu."


"Aku tau, tapi..."


"Pasti sangat sulit menjadi Pahlawan Perisai."


Si Nice Guy bergumam seolah nggak ada apa-apa.


"Tetap saja, monster itu mengejar Filo. Kita harus memancing dia keluar kota, lalu melawan dan mengalahkannya."


Kalau kami bertarung di tengah kota, kerusakannya akan sangat besar.


Pintu keluar terdekat... sebenarnya nggak terlalu jauh. Dan Fiko bisa melompati dinding.


"Baiklah, jadi kami akan memancing monster itu keluar kota untuk mengamankan warga sipil. Apa yang akan kau lakukan? Kita mungkin harus berpencar."


Aku menanyai Nice Guy dan Melty.


Keel masih pinsan, jadi nggak perlu menanyai apa yang dia inginkan. Kurasa kami gak bisa membawa dia bersama kami juga.


"Aku akan lari bersama anak ini... tapi pertama-tama aku ingin membantu evakuasi kota."


"Bisakah kau melakukan itu?"


"Para demi-human dari kotaku ada disini, jadi kutasa kami bisa melakukannya bersama-sama."


Nice Guy turun dari Filo.


Aku merasa seperti kami meninggalkanmu disini. Kuharap kami nggak begitu."


"Tidak, tidak begitu. Semua ini terjadi karena aku melibatkanmu, Pahlawan Perisai. Jangan khawatir soal itu."


"Baiklah kalau begitu. Melty, apa yang akan kau lakukan?"


"Sudah jelas aku akan ikut bersamamu."


Saat di rumahnya Nice Guy, dia berpikir bahwa dia bisa kembali ke ayahnya dan meluruskan semuanya, tapi setelah nyawanya terancam bahaya oleh bangsawan gila itu, masuk akal bagi dia untuk tetap bersama kami. Mempercayakan dirinya sendiri pada seorang bangsawan yang gak punya wewenang hanya akan menempatkan dia dalam bahaya yang lebih besar daripada bersama kami. Jadi nggak ada yang berubah.


"Sepertinya sudah ditetapkan."


"Ugh..."


Keel mengerang, dan matanya terbuka. Mungkin dia masih belum sepenuhnya sadar. Matanya nampak sulit fokus.


Dia mengulurkan tangannya pada Raphtalia.


"Keel. Sesuatu yang sangat mengerikan sedang terjadi. Tapi kami akan mengurusnya—jadi kau harus tetap hidup."


"Raphtalia... Tidak... Jangan pergi..."


"Keel, semuanya akan baik-baik saja. Aku harus melakukan apa yang aku bisa. Aku akan mendapatkan kembali bendera kita, Keel. Tunggulah aku!"


Dia melepas gelang yang aku buat untuk dia dan memasangnya di tangan Keel.


"Ayo pergi, Tuan Naofumi. Kita harus menyelesaikan ini sebelum orang lain terluka."


"Ya... Tapi apa kamu yakin kamu mau memberikan gelang itu pada dia?"


"Seharusnya aku menanyaimu terlebih dulu. Aku minta maaf."


"Nggak perlu. Itu milikmu. Lakukan apapun yang kamu mau."


Raphtalia pasti bermaksud menandakan bahwa dia membuat janji pada Keel. Jika begitu, aku nggak akan ikut campur dan merusaknya.


"Keel! Selamat tinggal!"


"Tapi... tapi, Raphtalia!"


"GYAOOOOOOOOOOO!"


Raungan Tyrant Dragon Rex begitu kuat hingga membuat kepalaku berdengung.


"Ayo pergi!"


"Oke!"


"Roger!"


Kami segera mengerjakan tugas kami.


Seolah untuk memecah keheningan, dinosaurus itu berlari kearah kami.


Aku nggak bisa melihat kemana perginya si Nice Guy.


Kami naik ke punggung Filo dan mulai berlari. Kami meluncur dikota dan melompati dinding untuk melarikan diri.


"GYAOOOOO!"


Si Tyrant Dragon Rex tepat dibelakang kami. Dia mengejar sambil menjebol dinding kota.


Kami lari melintasi padang rumput yang bermandikan sinar rembulan. Kota di belakang kami mengepulkan asap.


Ini bukanlah salahku. Aku nggak mau disalahkan atas ini.


"Hal bagusnya adalah dia terus mengejar Filo."


"Ya."


"Naofumi! Kalau kita nggak bergegas, dia akan menyusul kita!"


"Aku tau! Filo, nggak bisakah kau lebih cepat lagi!"


Kami harus menjauh sejauh mungkin dari kota.


Bahkan jika kami bertarung untuk mengalahkan dia, kalau dia lari ke kota lain maka korbannya akan semakin buruk.


Jadi kami lari, dinosaurus itu mengikuti kami.


"Apa kita sudah cukup jauh?"


Kotanya terlihat jauh sekarang. Apa jarak segini sudah cukup?


"Lebih baik kita segera mulai bertarung. Apa kalian sudah siap?"


"Ya. Aku siap."


"Kalau aku terus bersama kalian rasanya hidupku nggak akan lama!"


"Filo, apa kau siap?"


"Ya! Aku akan berjuang!"


"Sekarang."


Saat aku berteriak, Filo berhenti berlari dan berputar untuk menghadap monster itu.


Tyrant Dragon Rex terus mengejar kami, mengguncang tanah dengan masing-masing langkahnya.


Uap nafas berwarna putih mengepul dari mulutnya, dan giginya meneteskan air liur.


Kalau dia menggigitku, mustahil aku bisa selamat.


...Bukannya aku akan membiarkan hal itu terjadi sih. Kami turun dari punggung Filo dan bersiap bertarung.


"GYAOOOOOOOO!"


Monster itu nggak melambat sama sekali. Dia terus berlari kearah kami sambil merendahkan kepalanya untuk menyerang.


"Jangan harap aku akan diam saja! Air Strike Shield!"


Tyrant Dragon Rex berlari kearahku lalu perisai terwujud di depannya.


Sesuatu tentang ini mengingatkan aku pada cara kami melawan Dragon Zombie. Kami melakukannya sendir saat itu—jadi harusnya kali ini akan baik-baik saja juga... kan?


Dengan bunyi retakan yang menggema, monster itu menggigit Air Strike Shield milikku. Perisai itu hancur dan jatuh.... Tapi dengan melakukan itu, monster itu membuka celah bagi kami untuk menyerang.


"Hiya!"


Filo menyerbu.


Dia melakukan tendangan yang kuat pada rahang dinosaurus itu.


Tapi dia memakai cakar besi sekarang, jadi serangannya lebih kuat daripada saat kami melawan Dragon Zombie.


Tetap saja, tendangan itu kelihatan gak berpengaruh pada dinosaurus itu gak seperti saat melawan Dragon Zombie. Dinosaurus itu nggak kelihatan ragu-ragu.


"Ugh! Keras banget!"


"Jangan lengah!"


Saat Filo melawan Dragon Zombie, dia lengah sesaat, dan naga itu menelan dia. Beruntungnya naga itu gak punya gigi, dan organnya sudah membusuk. Kalau itu terulang lagi, apa yang akan terjadi kali ini?


"Ya!"


Setelah menendang rahang monster itu, dia segera melompat mundur, menjaga jarak sebelum menyerbu ke depan dalam sekejap dan menendang perut monster itu.


Dia bertindak seperti seorang petarung handal sekarang.


"Zweite Aqua Slash!"


Melty menembakkan sihir pada Tyrant Dragon Rex.


Itu adalah pedang air yang tajam.


"Rasakan ini!"


Raphtalia ikut serta, dan dia menusukkan pedang sihirnya pada monster itu.


Semua serangan mereka menghasilkan suara yang bertautan yang memuaskan, tapi monster itu sangat besar.... Nggak satupun dari mereka yang bisa menjatuhkan monster itu.


"Master! Pijakan!"


"Dimengerti! Air Strike Shield! Second Shield!"


Dia perisai sihir yang berbeda muncul di depan si dinosaurus.


Air Strike Shield milikky akan bertahan selama 15 detik. Sejujurnya itu tidaklah lama. Tapi Filo sangat cepat...


"Hiya! Hoo! Hop!"


Dia melompat dari perisai ke perisai, menghantamkan tendangan kuat disetiap lompatan.


"GYAOOOOOOOOOO!"


Akhirnya goyah, Tyrant Dragon Rex mengeluarkan lolongan marah dan mulai memukul-mukulkan kepala dan ekornya dengan ganas. Filo melompat menjauh sebelum serangan monster itu berhasil mengenai dia.


Raphtalia yang berada dalam bahaya.


Aku berlari ke depan dan memblokir ekor yang diayunkan sebelum menghantam Raphtalia.


"Ugh...."


"Tuan Naofumi!"


Berat sekali. Aku busa menahannya sekarang, tapi kalau ekornya saja sekuat ini, maka aku gak mungkin selamat kalau sampai tergigit rahangnya.


Ini buruk.


Monster itu sangat besar tapi cukup lambat hingga kami bisa bertahan. Tetap saja, nggak satupun serangan kami yang cukup kuat untuk menjatuhkan dinosaurus itu.


Filo mendaratkan tendangan telak, tapi kalau dia nggak cukup kuat untuk menjatuhkan dinosaurus itu, maka Raphtalia juga nggak akan bisa melakukannya.


Sihir Melty juga nggak betul-betul kuat. Dia mengeluarkan sihir untuk membantu Filo, tapi sihirnya nggak cukup kuat untuk menghasilkan banyak damage.


Kalau ini adalah sebuah game, ini akan jadi semacam pertarungan dimana kau hanya perlu bertahan sampai waktu yang ditentukan habis... sayangnya ini bukanlah sebuah game.


Kalau kami mengetahui kelemahannya, dinosaurus itu akan lari. Tentu, itu akan bagus untuk kami, namun kami harus mengkhawatirkan kemana dia lari. Gak diragukan lagi dia pasti lari ke sebuah kota yang penuh dengan orang.


Selain itu—aku menyadari ini saat aku memblokir kibasan ekornya—monster itu memiliki kekuatan serangan yang sangat besar. Aku mungkin satu-satunya orang yang memiliki tingkat pertahanan yang cukup tinggi untuk selamat dari serangannya.


Aku mungkin harus mengandalkan Shield of Rage. Perisai itu cukup kuat untuk memblokir serangan monster itu, ditambah punya serangan balik.


Shield of Rage adalah perisai terkuat yang kumiliki, tapi itu sangat berbahaya.


Perisai itu terbentuk dari kebencian yang kumiliki terhadap dunia ini. Pertama kali aku menggunakannya adalah dalam pertempuran melawan Dragon Zombie setelah naga itu memakan Filo.


Saat aku menggunakannya, amarah menguasai tubuhku, dan aku menjadi ganas. Karena itulah, aku secara gak sengaja mengutuk Raphtalia yang berusaha menolongku.


Itu adalah perisai yang memberiku banyak kekuatan namun meminta sesuatu sebagai bayaran. Itu bukanlah sesuatu yang bisa kugunakan seenaknya.


Tapi memang betul juga bahwa ada saat-saat dimana kalau aku nggak menggunakannya, kami bisa saja mati.


"Nggak apa-apa."


"Kalau begitu aku maju."


"Hati-hati!"


"Baik!"


Raphtalia mengacungkan pedangnya dan berlari kearah Tyrant Dragon Rex.


Tapi serangannya nggak kelihatan sangat efektif.


Filo bertarung dengan baik, tapi dia nggak bisa terus seperti itu untuk waktu yang lama. Gimanapun juga staminanya ada batasnya.


Aku gak tau berapa banyak stamina yang dimiliki Tyrant Dragon Rex, tapi sudah pasti bisa diasumsikan staminanya lebih banyak daripada stamina kami.


Kalau kami terus bertarung seperti ini, ini gak akan berakhir mulus.


Tapi apa kami punya pilihan lain?


Setelah aku mendapatkan Dragon Zombie Core, Shield of Rage semakin kuat. Karena itulah dan karena Filo juga memakan Dragon Zombie Core, setiap kali aku menggunakan Shield of Rage, Filo jadi liar.


Apa resiko ini sepadan?


"Naofumi!"


"Apa?"


Melty berteriak padaku dari barisan belakang.


Apa dia bisa melihat sesuatu dari titik pandangnya di belakang?


"Sesuatu yang aneh sedang terjadi!"


"Huh?"


Aku melihat sekeliling untuk mencari apa yang dia bicarakan.


Dari kejauhan aku mendengar semacam teriakan binatang.


Apa itu?


Area itu mulai dipenuhi dengan cahaya-cahaya kecil yang melayang, seperti kunang-kunang.


"Huh?"


Filo menggunakan sayapnya untuk memegang kepalanya, seperti dia sedang berkonsentrasi.


"Apa itu?"


"Aku bisa mendengar seseorang berbicara. Mereka bilang kalau mereka akan segera tiba disini, jadi kita harus menunggu."


"Siapa yang bilang begitu?"


"Aku gak tau!"


Apa yang terjadi? Kami sedang ditengah-tengah pertarungan disini!


Tyrant Dragon Rex tampak juga merasakan bahwa sesuatu sedang terjadi. Dinosaurus itu mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling.


"Naofumi."


"Apa?"


"Ada semacam medan kekuatan."


"Medan kekuatan?"


"Ya. Apa kau nggak bisa melihatnya? Itu seperti kabut di atas kita."


Aku mencoba melihat ke kejauhan, tapi awannya tebal, dan aku nggak bisa melihat sangat jauh.


"Sepertinya itu sebuah medan kekuatan yang sangat kuat."


"Apa itu?"


"Aku pernah mendengar tentang sebuah hutan misterius. Ada legenda tentang itu. Aku mendengar bahwa senjata-senjata tua dari para Pahlawan jaman dahulu tertidur disana, dan itu dilindungi oleh suatu medan kekuatan untuk menjuahkan orang-orang."


"Kedengarannya seperti kau tau semua tentang itu."


"Bunda menyukai legenda, dan beliau mengajakku untuk melihat hutan misterius itu. Medan kekuatan tampak sama persis dengan ini."


Apa maksudnya itu? Apa itu artinya bahwa kami nggak akan bisa kabur meskipun kami mencobanya?


"Saat kau mencoba melewatinya, medan kekuatan itu membawamu kembali dimana kau memulai. Kurasa seseorang telah memberi suatu medan kekuatan pada kita."


Seseorang menjebak kami? Itu sama sekali gak kedengaran bagus.


Aku membayangkan bahwa Lonte atau Sampah telah menyewa seorang pembunuh untuk melakukan ini pada kami. Aku membayangkan mereka bersantai-santai dan memperhatikan kami untuk memastikan kami tewas di tangan Tyrant Dragon Rex.


Yang mana itu artinya: gak ada jalan keluar.


Aku melihat sekeliling. Rerumputan dan pepohonan dipenuhi dengan cahaya-cahaya aneh.


Apa-apaan yang sedang terjadi?


Tiba-tiba kawanan Filolial dalam jumlah yang banyak muncul dan berlari kearah kami.


Seluruh bidang pandang dipenuhi para Filolial. Ini berubah menjadi pengalaman yang membawa trauma.


"Wow... para Filolial!"


Mata Melty berkilauan. Dia kelihatan sangat gembira.


Kenapa dia sampe segitunya menyukai para Filolial?! Terserahlah—ini bukan saatnya untuk menyenangkan hobinya.


"GYAOOOOOOOOO!"


Dinosaurus itu meraung marah pada perkembangan bayi ini. Lalu dia merendahkan kepalanya untuk menyerang.


Sialan... Kamu gak punya pilihan.


Aku bersiap mengganti perisaiku menjadi Shield of Rage.


"Jangan."


Tanganku yang ada perisainya tersentak ke belakang, menerima rasa sakit yang tajam.


Aku menunduk dan melihat bahwa perisai itu bersinar.


Aku masih bisa mengubah perisai kalau aku mau.


Aku mencobanya lagi, untuk beralih ke Shield of Rage.


Tapi....


—Karena adanya gangguan, kau tidak bisa mengganti senjata


Sebuah ikon muncul di bidang pandangku, dan aku nggak lagi bisa mengubah perisai.


Juga ada sebuah jam kecil menampilkan sisa waktu sebelum aku bisa melakukan pergantian. Aku mungkin bisa mengubah perisai lagi saat perhitungan waktunya habis.


"Siapa itu?!"


Sebuah suara yang gak pernah kudengar sebelumnya telah menyela dan mencegahku mengubah perisai.


Kenapa juga mereka menghentikan aku? Apa yang mereka mau?


"Kau akan baik-baik saja. Tunggu saja. Kau tidak perlu menggunakan kekuatan itu."


"Sialan...."


"Hiya!"


Filo meluncur dan mendaratkan tendangan kuat pada rahang dinosaurus sebelum mendatar dengan cekatan di rumput dan meluncur lagi, mengambil aku dan Raphtalia, dan membawa kami kembali ke tempat Melty.


"Apa yang terjadi?"


"Mereka bilang suruh mundur."


Aku gak mendengar itu. Atau apa yang dia maksudkan adalah suara aneh itu?


Kami sepenuhnya dikepung oleh para Filolial. Jumlahnya terlalu banyak untuk di hitung.


Mata mereka menyala dalam kegelapan. Jumlah mereka nggak bisa dipercaya.


Apa yang terjadi?


Satu-satunya pemikiranku adalah bahwa mereka sepertinya mencoba menjebak monster itu. Mungkinkah mereka membentuk kawanan besar untuk memburu monster raksasa?


Atau mungkin mereka mencoba mengajak Filo bergabung pada kelompok mereka?


Kawanan Filolial itu berpencar mengepung dinosaurus itu m itu seperti Laut Merah yang terbelah.


"Gah!"


Salah satu Filolial keluar dari kelompok itu dan mulai berjalan kearah kami.


Filolial itu tampak mirip Filo saat dia dalam wujud Filolial "normal", tapi yang ini berwarna biru terang.


Tingginya sekitar 2 meter, dan tampak sangat mirip dengan seekor burung unta besar.


Tapi Filolial itu tampak... lebih lembut daripada para Filolial lain. Seolah bulu-bulunya lebih halus. Filolial itu juga memiliki sehelai bulu yang berdiri secara vertikal dari ujung kepalanya.


Kebanyakan Filolial berwarna merah muda, tapi yang ini berwarna biru terang. Memang masih ada bagian yang berwarna putih, tapi kebanyakan berwarna biru.


Filolial itu menarik sebuah kereta yang megah, dan sebuah batu permata ada di bagian tengahnya. Permata itu mengingatkan aku pada permata yang pernah kulihat sebelumnya.... tapi aku nggak bisa mengingat dimana aku melihatnya.


Aku menatap perisaiku. Lalu aku sadar... Bentuknya sama persis dengan permata yang ada di tengah perisaiku.


"Hei! Itu adalah Filolial yang sebelumnya!"


"Kau tau Filolial itu?"


"Ya. Aku bertemu dia sebelum aku bertemu kalian."


"Benarkah?"


Dia memiliki perasaan wewenang tentang dia. Dia jelas-jelas merupakan pemimpin dari kawanan itu.


Dan dia nggak kelihatan memiliki kecerdasan yang rendah seperti seekor Filolial pada umumnya.


Si Tyrant Dragon Rex nampaknya menyadari hal ini juga. Monster itu nampak waspada.


Dinosaurus itu nampak siap menyerang kapan saja, tapi menahan diri untuk melihat apa yang akan dilakukan Filolial biru itu.


"Wow! Kereta yang keren banget! Aku iri...."


Mata Filo berkilauan saat dia menatap kereta itu.


Aku gak suka itu. Hal terakhir yang kuinginkan adalah untuk parade keliling seperti uang baru. Selain itu, aku bisa membayangkan apa yang akan dikatakan masyarakat kalau mereka melihatku di kereta macam itu.


"Gah!"


Filolial biru itu melempaskan tali kekangnya sendiri dan melangkah maju. Filolial lain mengikuti di belakang dia dan memindahkan keretanya.


"Apa yang terjadi?"


"Gweeeeeeeeeeeh!"


Filolial biru itu mengeluarkan teriakan panjang. Semua daun di pepohonan dan rerumputan mulai bersinar hijau terang, dan angin kencang berhembus.


Apa yang terjadi?


Filolial biru itu mulai bersinar. Dia membesar menjadi siluet hitam besar.


Dia besar...


Siluet itu besar dan menggembung. Dia berubah wujud, tapi dia bisa tumbuh jauh lebih besar daripada yang Filo bisa.


Saat dia pertama kali mendekati kami, tingginya sekitar 2 meter, tapi sekarang dia tumbuh setidaknya 6 meter.


Dia terus tumbuh sampai berukuran sama besar dengan Tyrant Dragon Rex. Lalu berhenti tumbuh.


"Wow! Dia besar sekali!"


Melty gak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Dia bergumam sendiri seperti anak kecil yang terkagum.


Dibandingkan dengan para Filolial merah muda dan putih dibawahnya, Filolial Queen ini berwarna biru terang.


Perbedaan besarnya adalah bulu vertikal yang berdiri di kepalanya.


"Maaf sudah membuatmu menunggu, Pahlawan Perisai. Dan kau juga, gadis kecil yang menyukai para Filolial."


Filolial Queen itu menyapa kami lalu mengarahkan tatapan pada Tyrant Dragon Rex. Suaranya terdengar sangat mirip dengan suara Filo tapi agak dalam.


"Dia bicara!"


"Filo juga bicara."


"Aku tau itu!"


"Woooooow! Dia begitu besar!"


"Uh.... Uh....."


Aku berdiri diam tenganga, saat Filolial Queen raksasa itu melangkah kearah Tyrant Dragon Rex.


Tate No Yuusha Vol 4 (7).jpg


"Sepertinya Dragon King Fragment telah membuatmu sedikit menggembung. Kurasa Dragon King Fragment tidak cocok denganmu. Itu sebabnya kau begitu besar. Kau mungkin besar, tapi kau gak jauh beda dengan monster pada umumnya."


Filolial Queen raksasa itu berbicara pada si dinosaurus.


"Kalau kau berikan pecahan itu padaku sekarang, aku akan membiarkanmu hidup. Serahkan dan pergilah."


Si Tyrant Dragon Rex merendahkan kepalanya dan meraung sebagai balasannya.


Berupaya untuk menyerang si Filolial Queen menggunakan rahangnya, dia berlari ke depan.


"Apa boleh buat kalau begitu...."


Filolial Queen raksasa itu mengangkat kakinya dan menendang si dinosaurus.


Tapi dia tampaknya menahan diri, karena dia nggak mengerahkan banyak kekuatan pada tendangan itu.


Meski demikian, saat tendangan itu kena, si Tyrant Dragon Rex terlempar seperti bola.


Si Tyrant Dragon Rex menghantam tanah dan kemudian berdiri sambil gemetaran.


Lalu si dinosaurus segera berbalik dan berupaya mengayunkan ekornya yang kuat pada si Filolial.


"Lemah."


Filolial itu mengangkat satu sayapnya untuk menangkis ekor itu dengan mudag. Si Tyrant Dragon Rex meraung marah, menunjukkan giginya dan menyerbu kearah Filolial Queen.


"Hiya!"


Si Filolial Queen mundur dan menendang rahang dinosaurus itu kuat-kuat.


Terlempar sambil berputar kebelakang seperti boneka yang rusak, si dinosaurus menghantam tanah.


Dalam sekejap, Filolial itu berada disampingnya, menendang badannya. Si dinosaurus terlempar ke udara.


Dinosaurus itu masih di udara!


"Hiya! Hiya! Hiya!"


Tanpa menyentuh tanah, Filolial itu melakukan serangkaian tendangan yang membuat mereka tetap berada di udara. Dia sangat cepat.


Apa-apaan itu?! Aku menganggap diriku sendiri sebagai seorang gamer berpengalaman, tapi aku nggak pernah melihat kombo yang seperti itu.


Itu seperti sebuah game fighting. Itu seperti sebuah kombo udara. Sebuah perhitungan yang mengindikasikan jumlah serangan yang berhasil muncul didepan mataku. Diakhir serangan terbaca 35 HIT!


Perbedaan kekuatannya sangat jelas—luar biasa.


Dengan serangan terakhir, dinosaurus itu terlempar ke bawah. Kombonya selesai. Dinosaurus itu berdiri dengan kaki gemetaran.


Segera setelahnya, sebuah segel magis muncul di udara.


"Apa dia akan mengeluarkan sihir?"


Si Filolial Queen bersiap.


Lalu dinosaurus itu membungkuk ke depan. Kupikir dia akan mengeluarkan sebuah sihir, tapi malah membuka mulutnya—dan kobaran api besar keluar dari mulutnya.


Whoa. Aku bisa merasakan panas di kulitku.


Kalau aku kena serangan semacam itu, kurasa bahkan Shield of Rage nggak akan bisa menahannya.


Tyrant Dragon Rex berlari kearah si Filolial dan menyemburkan api. Nggak peduli seberapa besarnya dia, kalau api itu mengenai dia, dia akan terpanggang hidup-hidup.


"Cuma segitu?"


Filolial itu mengangkat sayapnya, atau kupikir dia melakukannya, dan menghentikan api itu tanpa berkedip.


Apa-apaan ini? Apa ini semacam pertarungan monster? Kami berdiri di medan pertarungan dan menonton, namun nggak berkontribusi apapun.


"Kita akhiri saja ini."


Si Filolial mengangkat kedua sayapnya dan menyilangkannya didepannya.


Aku pernah melihat sesuatu seperti itu sebelumnya.


Saat aku memikirkan hal itu, Filolial Queen raksasa itu terlihat buram sebelum muncul dibelakang si dinosaurus.


Yup, itu adalah kartu as Filo, sebuah sihir serangan bernama Haikuikku.


"GYAAAAAAAAAAAAAAAA!"


Cakarnya merobek si dinosaurus lagi dan lagi sampai akhirnya si dinosaurus jatuh berkeping-keping dan tewas.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 4 - Dewa Burung Legendaris[edit]

Si Tyrant Dragon Rex terbaring terpotong-potong bersimpuh darah, dan ada sesuatu yang bersinar diantara potongan-potongan itu. Itu seperti semacam ore yang berkilauan. Filolial Queen itu mengambilnya dan berbalik kearah kami.


"Maaf aku membuat kalian menunggu."


"......"


Kami semua terdiam gak bisa berkata apa-apa.


Bahkan Filo gak bisa menimbulkan damage pada monster besar itu, tapi Filolial Queen raksasa ini mengalahkannya dengan sangat mudah!


"Kau besar sekali...."


Mata Melty berkilauan saat dia menatap burung raksasa itu. Dia memang gampang sekali berganti suasana hati.


Setiap kali dia berbicara padaku dia hampir selalu histerik, tapi dia dia sopan saat berbicara pada orang lain, dan selalu memuji saat dia berbicara pada Filo atau Filolial lain.


"Kau pasti sang Pahlawan Perisai."


"Oh.... Ya."


Saat sesuatu seukuran bangunan berbicara padamu, kau akan menjawab sebaik mungkin.


Kalau kami adalah musuh, yah, aku yakin aku gak akan bisa mengalahkan dia dalam pertarungan... Aku nggak melihat adanya kemungkinan aku mengalahkannya.


Dan kalau Melty benar—kalau kami benar-benar dilingkupi sebuah medan kekuatan—maka kami nggak akan bisa kabur juga.


Aku bahkan berpikir mencoba kabur dengan menunggangi Filo, tapi kalau ini adalah seekor Filolial Queen, dia pastinya setidaknya secepat Filo. Mustahil untuk kabur.


"Apa kau perlu sesuatu dariku?"


"Aku punya banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu. Tapi rasanya tidak sopan berbicara padamu seperti ini. Mohon tunggu sebentar."


Filolial Queen raksasa itu memejamkan matanya dan tampak berkonsentrasi. Saat dia melakukannya, dia mulai menyusut. Dan akhirnya sayap besarnya menutupi tubuhnya seluruhnya.


Saat dia membuka sayapnya lagi, ada seorang cewek muda berdiri disana, tingginya hampir sama dengan Filo, dengan sayap di punggungnya.


Rambutnya perak dengan garis-garis biru terang, dan dipotong dengan gaya bob[1].


Ada tiga rambut yang berdiri di kepalanya, seperti jambul.


Matanya merah, dan tatapannya mengandung suasana otoritas.


Wajahnya kecil dan tenang. Cukup cantik, sungguh.


Dia mengenakan gaun berwarna merah dan putih bergaya gothic.


"Ijinkan aku memperkenalkan diri. Aku Fitoria, ratu dari para Filolial."


Dia sedikit memiringkan kepala dan tersenyum, sebuah gerakan yang agak kekanak-kanakan berlawanan dengan suasana dari kekuasaan dan otoritas yang menyelimuti dia.


Sulit untuk mendeskripsikannya, tapi karena dia dalam wujud manusia, aku kayak mendapat kesan bahwa dia adalah seorang anak kecil yang berusaha bersikap seperti orang dewasa.


"Fitoria?! Tapi nama itu adalah nama dari Filolial dalam legenda!"


Melty terkejut.


"Benarkah?"


"Ya. Ada sebuah legenda yang mengatakan bahwa Fitoria dibesarkan oleh empat Pahlawan Legendaris dimasa lalu... saat mereka dipanggil selama gelombang kehancuran."


"Masa lalu... Yah, aku tidak tau berapa lama yang kau maksudkan, tapi dia mungkin nenek moyang?"


Kurasa aku ingat bahww, saat Motoyasu dan aku dipanggil, mereka mengatakan sesuatu tentang gelombang di jaman dahulu.


Kalau kami berbicara tentang sesuatu yang selama itu, maka dia nggak mungkin Filolial dari legenda itu, kan?


Itu pasti sebuah nama yang diwarisi oleh pemimpin Filolial saat ini.


Kalau tidak... seberapa tuanya gadis ini?


"Sejak awal namaku Fitoria, dan selalu Fitoria."


Fitoria memiringkan kepalanya kebingungan saat dia berbicara.


Dia sangat serius dan kuat, tapi terkadang dia menunjukkan gerakan-gerakan bego dari Filolial.


"Apa kau bilang bahwa kau telah hidup sejak jaman kuno?"


"Yup."


Dia mengatakannya dengan sangat meyakinkan. Aku menatap Filo, lalu kembali menatap Fitoria. Kurasa aku bisa mempercayainya.


Pikirkan saja seberapa cepatnya Filo tumbuh.


Kalau Filo jadi sebesar itu, kurasa kami nggak akan bisa memberi dia makan.


Sekarang saja kami sudah cukup kerepotan memberi dia makan. Aku gak mau dia lebih besar lagi. Kalau dia terlalu besar untuk diberi makan, maka kami mungkin harus berpisah.


Tapi kemudian aku teringat berapa banyak uang yang sudah aku investasikan pada Filo. Aku nggak bisa membiarkan uang itu sia-sia.


"Master, kau memikirkan hal aneh."


"Kau benar. Wajah yang dia tampilkan—itu artinya dia memikirkan sesuatu yang gak penting."


"Kau bisa membaca dia begitu baik. Aku gak tau."


"Kau akan mengetahuinya."


Bocah menjengkelkan. Aku berharap mereka berhenti mencoba mencari tau apa yang kupikirkan.


"Kau sedang berpikir bahwa kalau Filo jadi sebesar itu, kau akan meninggalkan dia."


"Boo!"


"Meninggalkan dia? Gimana bisa kau memikirkan hal seperti itu?! Padahal baru-beberapa menit yang lalu kau meminta dia untuk menjadi lebih besar!"


"Tenanglah. Gimana caranya kita memberi makan sesuatu yang sebesar itu?!"


"Tuan Naofumi.... Kurasa dia nggak akan jadi begitu besar dalam waktu semalam...."


"Memang, tapi coba pikirkan seberapa cepatnya dia tumbuh sampai ukuran sekarang. Kalau dia berkembang lagi, dia akan berakhir seperti itu!"


"....."


"Nona Raphtalia! Kenapa kamu tidak mengatakan apa-apa?"


Melty meraih tangan Raphtalia dan berteriak. Bagian menakutkannya adalah bahwa itu bisa betul-betul terjadi. Mungkin.


"Butuh waktu lama untuk tumbuh sampai ukuran itu, jadi jangan kuatir soal itu."


Fitoria tampak ragu-ragu untuk menyela, tapi dia mengangkat tangannya dan menjawab kekhawatiranku.


"Para Filolial normal punya rentang usia yang tetap beberapa dekade."


Yah, itu melegakan. Aku gak mau dia tumbuh secara tiba-tiba dan berubah menjadi sebesar gunung atau semacamnya.


Tapi kemudian aku menyadari bahwa perkataan Fitoria menyiratkan bahwa dia telah hidup jauh lebih lama.


"Nah sekarang, Pahlawan Perisai dan teman-temannya, bolehkah aku meminta kalian untuk memperkenalkan dir kalian?"


Yah... dia benar. Kalau dia sudah memberitahu namanya, maka sekarang adalah giliran kami.


"Aku Naofumi Iwatani. Iwatani adalah nama belakangku, dan Naofumi adalah nama depanku. Sepertinya kau sudah tau kalau aku Pahlawan Perisai."


"Yup."


Lalu Fitoria menatap Raphtalia.


"Namaku Raphtalia. Salam kenal."


"Salam kenal."


"Aku Filo!"


Filo nggak menunggu disuruh dan langsung memperkenalkan diri.


Fitoria menatap Filo sebentar lalu mengarahkan tatapannya pada Melty.


"Kita sudah bertemu sebelumnya, kan? Kau menyukai para Filolial. Kau melindungi aku saat itu. Terimakasih."


"Ya. Namaku Melty Melromarc."


"Baiklah. Aku akan memanggilmu Mel-tan."


Mel-tan? Dia gak punya selera yang bagus dalam memberi nama pendek.


Saat di duniaku sendiri, aku punya seorang teman yang biasa menambahkan "tan" pada semuanya. Itu membuatku teringat hal itu.


Sebagai seorang Otaku, aku mungkin berada dalam kategori sebagai orang yang melakukan itu....


"Meltan.... Senang bertemu denganmu."


Lihat tuh... Bahkan Melty menampilkan wajah aneh saat dia mendengarnya.


"Boo."


Filo melangkah maju. Itu hampir tampak seperti dia berusaha melindungi Melty dari Fitoria.


Apa dia cemburu? Dia seperti seorang teman pencemburu yang marah bahwa teman mereka berbicara pada orang lain.


Aku membayangkan Fitoria mengatakan sesuatu seperti, " Filo, perilaku seperti itu tidak akan mendapatkan simpati dari teman."


Apa aku terlalu memikirkannya? Itu mengingatkan aku pada adegan yang membawa perasaan trauma dari sebuah game yang pernah kumainkan.


Kalau kami semua terdiam, percakapannya akan mengarah ke arah yang aneh. Aku memutuskan untuk segera melanjutkan topik.


"Jadi? Tentu saja aku sangat berterimakasih padaku karena mengalahkan monster besar, Tyrant Dragon Rex, untuk kami.... tapi... apa yang bisa kami lakukan untukmu sekarang?"


"Aku akan menjelaskan semua rinciannya, tapi ini bukanlah tempat yang bagus untuk berbicara. Aku akan menunjukkan tempat yang bagus untuk berbicara, jadi ikutilah aku."


Fitoria menunjuk pada keretanya. Apa dia mau kami menaikinya seraya dia membawa kami ke suatu tempat?"


"Pertama-tama, kita harus...."


"Harus apa?"


Fitoria memiringkan kepalanya lagi.


Aku menatap mayat Tyrant Dragon Rex.


Sebagai tanggapan, Fitoria mengerutkan alisnya.


"Aku lebih senang para Pahlawan tidak menggunakan hal-hal dari para naga untuk meningkatkan senjata mereka."


Oh betul juga, para Filolial dan naga gak pernah akur. Sepertinya Ratu dari para Filolial ini memiliki cara pikir yang sama tentang mereka.


Tapi itu gak ada hubungannya denganku. Aku harus melakukan apapun yang aku bisa untuk menjadi lebih kuat.


Terutama mempertimbangkan seberapa kuatnya Tyrant Dragon Rex itu... Aku gak bisa mengabaikan meterial-material semacam itu.


"Bodo amat."


"Baiklah kalau begitu. Aku akan menyuruh anak buahku membawanya. Silahkan naik ke kereta."


"Apa kau akan membawa organ-organnya juga? Para Filolial terkadang gak bisa mengendalikan nafsu makan mereka, dan aku butuh lebih banyak organ daripada tulang."


"Seperti yang kau inginkan."


"Makasih."


"Naofumi, kau serakah amat."


"Bodo amat."


Aku berjalan ke Tyant Dragon Rex yang sudah tercincang dan membiarkan perisaiku menyerap berbagai bagian dari tubuhnya.


Aku membiarkan perisaiku menyerap daging, tulang, sisik, tanduk, taring dan organnya. Itu membuka perisai baru.


....atau begitulah yang kukira. Sepertinya aku gak bisa sepenuhnya membuka perisai itu tanpa mencapai level yang lebih tinggi.


Dibandingkan dengan kekuatan kami, Tyrant Dragon Rex memiliki kekuatan yang jauh lebih besar, jadi kurasa itu wajar saja. Lagian, levelku masih belum cukup tinggi untuk membuka perisai yang kudapatkan setelah mengalahkan Zombie Dragon.


"Apa kalian sudah siap?"


Fitoria bertanya dengan tenang.


"Tentu...."


"Baiklah. Dan namamu Filo, kan? Bisakah kau berubah menjadi manusia dan naik bersama mereka?"


"Bisa... tapi aku lebih suka menarik kereta."


"Ini keretaku, jadi kau tidak boleh menariknya."


Aku gak tau apakah dia betul-betul gak mengijinkan orang lain menariknya, atau apakah dia secara kekanak-kanakan melarang Filo.


Mungkin dia betul-betul sama seperti Filo, tapi berpura-pura betul-betul penting.


"Um...."


"Filo... jangan egois. Hormati apa yang dikatakan Fitoria."


"Baik!"


Filo menjadi tenang dan berubah ke wujud manusianya.


Ada apa dengan mereka? Terserahlah. Kami semua naik ke kereta yang sangat megah milik Fitoria.


Bagian dalamnya lebih luas daripada yang kuduga. Tapi... kurasa kami akan memulai perjalanan dengan kereta.


Kami dikelilingi oleh kawanan besar Filolial. Kalau kami gak berhati-hati, kami akan segera ditemukan.


Kurasa Fitoria sudah memasang medan kekuatan pada kami, jadi itu akan menjauhkan orang. Kalau Motoyasu menyadari bahwa aku berada dalam kereta, dia akan mengejar kami—itu sudah gak diragukan lagi.


"Portal...."


Fitoria berjalan ke depan kereta dan mengambil tali kendalinya sebelum meneriakan sesuatu.


Saat dia berteriak, pemandangan disekitar kami langsung berubah.


"Apa?"


"Huh?!"


"Ap...Apa yang terjadi?!"


"W...Wow...."


Apa-apaan itu? Cewek ini betul-betul memiliki kekuatan yang mengesankan.


"Apa kita bergerak?"


Game-game sering menyediakan sebuah bentuk transportasi magis pada playernya yang akan mengijinkan mereka untuk teleport ke tempat-tempat yang sudah pernah dikunjungi.


Kebanyakan game-game terkenal punya fitur itu... Kurasa fitur itu merupakan bagian dari dunia ini juga.


Namun... Kalau aku belum pernah mendengarnya, maka itu pasti cukup langka.


Filolial Legendaris... Ya, mungkin dia punya alasan untuk mengklaim gelar itu.


"Kami harusnya bisa berbicara dengan aman disini."


Kami turun dari kereta dan melihat sekeliling. Sekeliling gelap, yang mana susah untuk melihat, tapi tampaknya kami berada dihutan.


Apa itu semacam desa didalam hutan? Tidak.... Reruntuhan?


Sepertinya itu adalah sebuah istana yang hancur.


Ada bebatuan berserakan dan terkubur tanah, disana sini bebatuan dari rumah-rumah terlihat dari suasana yang remang-remang. Tanaman telah tumbuh lebih tinggi dari segalanya, dan ukuran serta jangkauan akarnya mengisyaratkan bahwa tanaman ini sudah tumbuh disini cukup lama.


Lebih jauh lagi, tempat ini sudah jadi hutan.


Ada kabut putih yang tebal menyelimuti semuanya, yang mana membatasi seberapa jauh kami bisa melihat. Tanaman merambat dan semak-semak menutupi semuanya, sejauh yang bisa kulihat. Aku gak bisa memahaminya.


"Dimana kita?"


"Ini adalah negeri yang para Pahlawan pendahulu lindungi, atau reruntuhannya lebih tepatnya. Itulah yang mereka katakan."


"Itu sebuah jawaban yang samar."


"Yah, tempat ini memang seperti ini sejak sebelum aku lahir. Aku berusaha untuk melindunginya."


"Apa kau tinggal disini, Fitoria?"


Mata Melty berkilauan lagi.


"Hampir benar. Rumah asliku... yah... aku tidak membawa orang kesana."


"Huh...."


"Mungkin di hutan."


"Yup."


"Ini tua sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiii!"


"Kau betul-betul bisa merasakan sejarahnya."


"Katakan padaku apa yang sebenarnya kau rasakan."


Mengatakan ini tua, atau aku bisa merasakan sejarah di sini... Filo dan Raphtalia sepertinya betul-betul berbagi pengalaman. Adapun untukku, kabutnya begitu tebal hingga aku gak betul-betul tau.


Gimanapun juga dia gak betul-betul "memandu" kami kesini. Dia cuma mentransport kami. Enak sekali. Gimana caranya kami kembali?


"Hei, karena kau mentransport kami kesini, aku bertanya-tanya apakah kau bisa menteleport kami ke suatu tempat yang spesifik saat tiba waktunya untuk pergi."


Kalau beruntung kami bisa lepas dari kejaran Motoyasu. Atau bahkan lebih baik lagi, kami bisa menemukan tempat yang aman di kerajaan demi-human tanpa perlu mengandalkan ibunya Melty.


"Kau baru saja sampai disini, dan kau bertanya tentang bagaimana caranya pergi?"


"Ini gak kelihatan seperti semacam tempat yang harus kami datangi."


"Apa?!"


Melty berteriak kecewa.


Apaan itu? Apa dia segitunya ingin bersama para Filolial?


"Untuk saat ini, beristirahatlah dulu."


Fitoria mengangkat tangannya, dan seekor Filolial muncul dari kabur menarik sebuah kereta yang berisikan kayu bakar. Dia melemparnya ke api, membuat api unggun yang besar.


Itu ide bagus, dan kami mungkin nggak perlu kuatir tentang menarik perhatian musuh.


Hutan ini nggak tampak dihuni oleh apapun yang lebih ganas dari seekor Filolial.


Karena para Filolial telah mengundang kami kesini dan meminta kami untuk beristirahat, kayaknya gak ada yang perlu dikuatirkan.


Sekarang juga sudah malam. Kami mungkin harus berbicara sambil beristirahat.


"Baiklah. Sudah pasti lebih baik beristirahat disini daripada ditempat kami berada sebelumnya. Semuanya mari istirahat."


"Okeeeeeee!"


"Ini adalah hari yang sulit dan panjang."


"Ya, memang... Kuharap Keel dan yang lainnya baik-baik saja."


"Mengkhawatirkan hal itu gak akan membantu mereka. Kalau kita mencoba kembali ke kota itu, mereka pasti akan menangkap kita."


"Ya....."


Kami duduk didepan api unggun dan bersantai.


Kami punya banyak daging Tyrant Dragon Rex, dan aku mulai memasaknya untuk makan malam. Beruntungnya, sumurnya masih penuh dengan air. Aku memeriksanya untuk memastikan air itu aman lalu memutuskan untuk membuat semur daging.


"Kita makan dulu untuk mengisi perut."


Aku berkata pada Raphtalia dan yang lainnya saat aku memasak.


"......"


Filo ngemut jari dan menatap rakus pada panci yang mendidih. Memang jumlah mereka sudah lebih sedikit karena teleportasi, tapi para Filolial di sekeliling juga kelihatan kelaparan.


Sialan. Susah sekali makan saat semua orang menatapmu.


"Um... Naofumi?"


"Tuan Naofumi. Susah sekali makan saat semuanya menatap kita."


"Ya, aku juga."


"Huh? Kalian berpikir begitu juga?"


Raphtalia dan Melty merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan. Mereka memegang mangkok mereka dan melihat sekeliling dengan gugup.


Cuma Filo yang melahap makanannya dengan rakus tanpa memikirkan apa-apa.


"Kau mau makan juga?"


"Bolehkah?"


"Yah, kami gak punya makanan yang cukup untuk diberikan padamu dengan ukuranmu yang sebelumnya."


"Tidak apa-apa."


Yang bisa kulakukan cuma menawarkan Fitoria makanan, tapi para Filolial di sekeliling mulai berisik sebagai tanggapannya.


"Diam."


Mereka semua terdiam karena teguran Fitoria tapi mereka terus menatap dengan tekad yang menekan.


"Ini lezat!"


"Memang."


Ugh. Sekarang Filo menatap aku dengan penampilan minta lagi dimatanya. Dia dan Fitoria seperti dua orang kembar. Meski mereka berbeda warna, jadi kurasa itu membuktikan mereka gak berhubungan darah.


Dengan Melty di samping mereka, mereka bisa jadi saudari. Mereka cukup manis. Aku harus melukis mereka.


"Sangat lezat."


Raphtalia memiliki tata krama yang lebih baik dari mereka. Dia lebih bermartabat.


Melty bermartabat juga, tapi dia memiliki sesuatu yang sama dengan para Filolial yang rakus, yang mana membuatku ingin menyamakan mereka semua.


"Apa?"


Melty melotot padaku.


"Nggak ada."


"Apa kau memikirkannya hal-hal kasar lagi?"


"No comment."


"Itu artinya iya, kan?"


"Aku berpikir bahwa mereka berdua membuatmu kelihatan sedikit kasar. Kau harus memilih temanmu lebih baik lagi."


"Apaan itu?"


Mulai lagi dah. Dia bisa sangat berisik.


"Sudah, sudah... Aku...."


Raphtalia berhenti di pertengahan kalimatnya untuk melihat sekeliling pada para Filolial. Mereka menatap balik.


Aku gak bisa mengabaikan mereka juga. Aku merasa seperti makanan akan nyangkut di tenggorokanku. Aku mulai merasa jengkel.


"Ini semakin menjengkelkan! Nggak bisakah kita membuat porsi yang sangat besar? Aku akan membuatkan apapun yang mereka mau, bawakan saja beberapa peralatan padaku!"


Pada akhirnya, aku gak bisa menahan tatapan mereka yang terus-menerus, jadi aku membuat sup besar dan membiarkan mereka memakannya.


Semua itu membutuhkan waktu beberapa jam.


Sebelum mereka selesai makan, Raphtalia, Filo, dan Melty sudah ketiduran. Aku kecapekan karena masak.


"Whew....."


Aku sedang membersihkan peralatan dan mengeluh pada diriku sendiri tentang kenapa aku harus membuang waktuku untuk memberi makan sekelompok burung saat Fitoria datang padaku.


"Apa maumu? Sudah gak ada sisa."


"Aku tau itu."


"Oh. Baikkah kalau begitu. Apa maumu? Gak bisakah tunggu bedil pagi saja?"


Aku ingin istirahat.


Huh? Melty dan Filo bersandar pada beberapa Filolial dan tidur nyenyak.


Enak sekali. Pasti sangat enak tidur seraya orang lain mengerjakan semua pekerjaan. Dia betul-betul terbiasa dengan kehidupan kerajaan.


"Aku juga berpikir begitu. Tapi waktunya tepat, jadi aku ingin berbicara sebentar."


"Apa itu?"


"Aku ingin tau bagaimana monster tersegel itu bisa dilepaskan."


"Huh? Kau datang tanpa mengetahui itu?"


"Tidak... Aku datang karena aku diberi laporan bahwa seorang kandidat ratu yang baru telah muncul."


"Seorang kandidat ratu? Maksudmu Filo?"


Fitoria mengangguk.


"Boleh aku tanya satu hal?"


"Apa?"


Itu adalah sebuah rasa ingin tau yang ada padaku sejak Filo menetas.


"Kenapa Filo tumbuh begitu berbeda daripada para Filolial lain?"


Fitoria bilang bahwa dia adalah seorang kandidat ratu.


Itu sebabnya kupikir dia mungkin mengetahui jawabannya.


"Karena dia dibesarkan oleh seorang Pahlawan."


Seperti yang kucurigai. Filo jelas-jelas berpenampilan berbeda dari para Filolial lain, dan dia bahkan bisa berubah wujud menjadi seorang manusia. Apa itu karena aku yang membesarkan dia?


"Aku sudah menjawab pertanyaanmu. Sekarang jawab pertanyaanku"


"Aku gak tau seberapa banyak aku bisa menjawabmu. Berapa banyak yang kau ketahui tentang aku?"


"Aku tau bahwa kau adalah seorang Pahlawan yang dipanggil kesini karena adanya gelombang. Aku tau bahwa kau dianggap musuh agama dari Melromarc, negeri supremasi manusia."


"Oh....."


Apa dia mengetahui semua itu melalui kabar dari para Filolial lain?


Aku gak tau seberapa baik para Filolial bisa berkomunikasi dengan satu sama lain, tapi aku nggak menduga bahwa mereka begitu handal dalam mengumpulkan dan menyampaikan informasi.


"Aku tidaklah kuat. Aku melupakan banyak hal."


"Kau sendiri yang mengatakannya, bukan aku. Jadi...."


Aku menjelaskan segala sesuatu tentang bagaimana Tyrant Dragon Rex terbebas dari batu penyegel.


Lalu aku mulai menceritakan pada dia tentang diriku sendiri. Aku memberitahu dia bagaimana aku dipanggil, lalu dijebak dan didiskriminasi. Aku menceritakan semua kejadian besar yang terjadi sampai sekarang.


"....whew."


Fitoria mendesah dalam-dalam.


"Apa?"


"Aku cuma capek saat aku mendengar hal-hal bodoh yang dilakukan para Pahlawan, mengingat bahwa gelombang kehancuran adalah hal yang harus difokuskan oleh mereka."


"Itu bukan aku. Itu mereka."


"Aku tidak peduli tentang itu. Aku hanya harus menjalankan tugas yang telah dipercayakan padaku oleh tuan lamaku... sang Pahlawan."


"Huh...."


"Dari sudut pandangku, pertikaian-pertikaian kecil antara manusia dan demi-human tidaklah penting. Dunia ini ada bukan hanya untuk manusia. Meski demikian, aku tidak tahan melihat para Pahlawan bertikai. Saat para Pahlawan bertarung, aku tidak bisa mencapai apa yang telah dipercayakan tuanku padaku."


"Dan apa itu?"


Kurasa yang dia maksudkan bahwa seorang pahlawan dari masa lalu telah meminta dia untuk melakukan sesuatu.


Berdasarkan pada apa yang baru saja dia katakan, kurasa aku nggak bisa mengharapkan Fitoria untuk ikut campur dalam pertarungan antara manusia dan demi-human dalam waktu dekat.


"Itu terdengar seperti kau mengatakan kau nggak berencana untuk ikut kelompok, tapi kau merasa seperti kau harus membantuku karena aku seorang pahlawan."


"Itu benar. Para manusia dan aku berada dalam konflik yang sangat panjang. Dahulu kala aku memutuskan untuk tidak ikut serta. Aku memutuskan bahwa aku hanya akan berhubungan dengan rasku, para Filolial."


Seperti apa yang dipikirkan oleh seekor monster berumur panjang seperti Filolial ini tentang manusia? Bagaimana caranya dia menggunakan mereka?


Untuk kenyamanan? Tidak—kalau ada kekuatan yang lebih kuat, suatu kekuatan yang gak bisa mereka pahami, mereka akan berusaha menyingkirkannya.


Awalnya mereka mungkin mencoba memujanya atau semacamnya.


Mungkinkah dia sudah lelah dengan otoritas dan meninggalkan dunia agar dia bisa hidup bersama para Filolial di hutan? Dia mungkin berpura-pura menjadi seekor Filolial normal dan berkeliling.


Sebelum Melty tidur, dia terus berbicara tentang bagaimana dia bertemu dengan Fitoria sebelumnya. Dia jelas-jelas sangat senang.


Itu terdengar seperti Fitoria diam saja untuk memperhatikan cara para Filolial normal berinteraksi dengan manusia—sesuatu semacam itulah.


"Apa keempat Pahlawan Suci tau? Tentang jam pasir naga? Aku telah melindungi area yang dipercayakan padaku, tapi keempat Pahlawan tidak mengerjakan bagian mereka dimanapun."


"Jam pasir naga? Aku tau itu."


"Lalu kenapa kau tidak ikut serta dalam gelombang?


Apa yang terjadi? Aku punya firasat buruk. Buruk sekali.


Aku tau kalau ada jam pasir naga ada di negeri-negeri lain juga.


Mungkinkah... Apa yang dikatakan bahwa gelombang di negeri lain muncul di waktu yang berbeda?


"Apa maksudmu?"


Yang kutau adalah bahwa gelombang muncul sebulan sekali.


Kalau itu terjadi diseluruh dunia, kurasa aku nggak akan bisa berbuat banyak tentang itu.


Menurutmu bahwa negeri-negeri lain akan mencoba membangun pertahanan mereka, sehingga mereka nggak perlu bergantung pada para pahlawan untuk perlindungan.


Aku asumsikan bahwa salah satu dari para pahlawan dimasa lalu pasti telah meminta Fitoria untuk mengawasi hal itu.


Tapi sekarang dia jengkel bahwa para pahlawan yang dipanggil gak sepenuhnya mencurahkan tenaga mereka untuk melawan gelombang?


"Aku gak kayak para pahlawan yang lain. Aku mungkin memang dipanggil kesini, tapi aku gak tau apa-apa. Nggak seorangpun yang menjelaskan sesuatu padaku. Aku cuma tau kalau ada jam pasir di tempat-tempat lain belum lama ini."


"Baiklah. Aku mengerti. Aku punya pertanyaan lain."


"Apa?"


"Aku merasakan suatu kekuatan yang tidak menyenangkan dari Perisai itu. Apa kau pernah menggunakan Rangkaian Kutukan?"


"Kau betul-betul tau semuanya."


Dia betul-betul berasal dari legenda. Dia bahkan tau tentang Rangkaian Kutukan. Dia tau tentang Shield of Rage.


"Aku mengerti bahwa Rangkaian Kutukan tersebut sangat kuat, tapi itu meminta banyak sebagai gantinya. Pada akhinya itu akan melahapmu. Kau jangan menggunakannya."


"Tapi ada pertempuran-pertempuran yang gak bisa kumenangkan tanpa menggunakannya. Aku bisa mengendalikannya sampai sejauh ini, jadi kurasa aku baik-baik saja."


Itu benar. Ada sejumlah pertempuran yang gak akan bisa kumenangkan kalau aku nggak menggunakan Shield of Rage. Rja benar bahwa perisai itu meminta banyak sebagai gantinya, tapi aku mendapati aku akan baik-baik saja kalau aku bisa mengendalikannya.


Selama Raphtalia bersamaku, aku harusnya bisa melawan amarahku.


"Apa kau yakin?"


"Ya."


Fitoria mengulurkan tangan dan menyentuh perisaiku. Dia memejamkan matanya.


"Suatu hari, Perisai terkutuk itu akan menguasai menyatakan Pahlawan Perisai. Kesadaran naga masuk kedalam Perisai saat intinya diserap. Perisai itu jangan digunakan didekat orang yang membunuh seekor naga—jika tidak amarahnya akan menjadi terlalu kuat untuk dikendalikan."


Shield of Rage telah menjadi lebih kuat setelah menyerap inti naga. Apa itu artinya bahwa perisai itu juga menyerap kemarahan si naga?


Kalau itulah sebab yang membuat perisai itu menjadi begitu kuat, maka siapa yang dibenci naga itu? Siapa yang telah membunuh naga itu?


Mungkinkah Ren lah orangnya? Pahlawan Pedang yang telah membunuh naga itu.


Jadi apa yang Fitoria katakan adalah bahwa aku nggak boleh menggunakan Shield of Rage ketika ada Ren didekatku? Kalau aku melakukannya, maka kekuatannya akan lepas kendali?


Aku sudah bertarung melawan Ren baru-baru ini, tapi aku mempertahankan jarak yang cukup jauh. Dan Ren sendiri juga nggak betul-betul berusaha melawanku.


Apa itu sebabnya nggak ada yang terjadi? Atau mungkinkah perisainya telah mencoba mengambil alih, tapi itu nggak cukup kuat untuk mengendalikan aku?


"Tapi kalau aku ingin bertahan dama pertempuran, aku mungkin harus menggunakannya."


Aku paham kalau itu berbahaya. Tapi kalau aku nggak bisa melindungi orang-orang tanpa menggunakannya, lalu apa aku punya pilihan?


Setelah gelombang berakhir dan dunia kembali damai, aku berencana kembali ke duniaku sendiri.


Memang mudah untuk mengatakan bahwa perisai itu berbahaya dan aku gak boleh menggunakannya—tapi ada saat-saat dimana aku gak punya pilihan.


"Baiklah kalau begitu. Ijinkan aku mengganti topik."


"Itu gak kelihatan seperti kau setuju denganku."


Dia mengangguk. Kurasa dia gak setuju, tapi sudah siap untuk melanjutkan pembicaraan dengan topik berikutnya.


"Dunia sedang mengalami kekacauan besar karena gelombang. Kenapa para Pahlawan saling bertarung satu sama lain?"


"Itu bukan salahku. Itu salah mereka—dan negeri itu. Mereka memfitnah aku dan mendiskriminasi aku."


"Aku sudah mendengar dasarnya. Itu tidak penting. Para Pahlawan tidak punya waktu untuk di sia-siakan pada masalah sepele semacam itu."


"Gampang sekali kalo ngomong."


"Aku ditugaskan untuk melindungi dunia. Tapi aku tidak bisa melakukannya sendiri. Aku tidak bisa melakukannya tanpa para Pahlawan."


Setelah semua kekuatan yang baru saja dia tunjukkan? Apa dia yakin dia gak bisa menyelamatkan dunia dari gelombang?


Dari apa yang kulihat, dia sudah jauh lebih kuat daripada Itsuki, Ren, atau Motoyasu.


Dia masih belum cukup kuat untuk menyelamatkan dunia.


Atau mungkin maksud dia adalah bahwa dia gak akan bisa melakukannya selamanya.


Apa itu artinya bahwa para pahlawan masih bisa menjadi jauh lebih kuat? Lebih kuat daripada dia saat ini?


Kurasa mereka tetaplah para pahlawan, meskipun hati mereka busuk. Kalau para pahlawan nggak berguna, kurasa dunia ini nggak akan mau repot-repot memanggil mereka dari dunia lain.


"Sejujurnya, masalah dari para manusia bukanlah urusanku. Bagaimana mereka berkelahi... apa yang mereka perebutkan.... Tapi para Pahlawan berbeda."


"Kenapa?"


Fitoria menggeleng dalam diam.


"Itu terjadi.... sudah sangat lama sekali, begitu lama hingga aku tidak bisa mengingatnya dengan baik. Yang kuingat adalah bahwa aku tidak bisa membiarkan para Pahlawan bertarung diantara mereka sendiri."


Dia lupa pada hal yang membuat dia begitu marah?


Yah, gimanapun juga dia adalah seekor Filolial. Aku gak bisa mengharapkan dia semacam orang jenius yang memiliki ingatan sempurna. Lihat saja Filo.


Tapi dia masih mengingatnya. Aku nggak bisa ikut campur, tapi sesuatu terasa sangat salah.


Aku punya perasaan tekanan yang aneh berasal dari Fitoria beberapa saat yang lalu. Sesuatu yang kuat, sesuatu yang.... agresif. Itu membuatku merinding.


"Aku ingat. Aku diberitahu... Kalau para Pahlawan mulai bertarung diantara mereka sendiri... maka, demi kebaikan dunia, aku harus membuang mereka agar para Pahlawan baru bisa dipanggil."


Itu dia. Itulah apa yang ingin dia katakan padaku.


Dia mengatakan bahwa kalau aku nggak bisa akur dengan para pahlawan lain, dia akan membunuh kami. Itulah satu-satunya cara untuk mengalahkan gelombang.


Itulah yang ingin dikatakan Filolial Legendaris ini. Pasti ada alasannya.


Itu pasti merupakan sebuah perintah dari salah satu pahlawan dari masa lalu.


Tapi—


"Itu bukan salahku. Mereka menolak mendengarkan alasannya. Mereka menolak untuk berteman. Aku sudah gak bisa berbuat apa-apa lagi tentang itu."


Ya, Lonte itu memfitnah aku. Sampah itu menangkap dan mendiskriminasi aku, dan para pahlawan lain menentangku bahkan tanpa mempertimbangkan cerita dariku. Aku sudah gak bisa berbuat apa-apa lagi.


Dan sekarang.... setelah aku bersusah payah mendapatkan uang serta memperoleh begitu banyak kepercayaan orang-orang... Sekarang mereka memfitnah aku atas penculikan Putri Melty dan mengirim pembunuh untuk membunuh kami.


Dan Fitoria ingin kami berteman baik? Yang bisa kulakukan adalah mengantar Melty pada ibunya. Itu akan memberikan pukulan berat pada Church of the Three Heroes, dan kemudian aku akan mendapatkan tempat aman di negara lain daat semua itu terjadi.


Berteman dengan para pahlawan lain? Mustahil.


"....Yah."


Fitoria mendesah, seolah dia menyerah. Lalu api muncul di matanya.


"Maka kurasa itu tidak bisa dihindari lagi."


Dia melangkah mundur kemudian berjalan ke kegelapan. Itu adalah cara yang aneh untuk mengakhiri percakapan.


Aku gak suka kemana ini mengarah. Aku ragu dia akan pergi dan meninggalkan kami begitu saja.


Tapi aku... Nggak mungkin aku bisa bergantung pada para pahlawan lain. Itu mustahil.


Catatan Penerjemah[edit]

  1. malas jelasin, cari aja di google


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 5 - Filo vs Fitoria[edit]

Panas sekali.


"Gahhhh!"


Aku bisa mendengar sekelompok Filolial berteriak serempak, dan tubuhku terasa panas dan gak bisa bergerak.


Saat aku membuka mataku, aku menyadari aku sepenuhnya dikelilingi oleh para Filolial yang bersaing untuk mendekati aku.


"Ap...Apa yang terjadi?!"


"Hei! Master itu punyaku!"


Filo dengan serakah mendorong para Filolial lain menjauh dalam upaya untuk menguasai aku sendiri.


"Oh, ayolah..."


Saat aku akhirnya sepenuhnya sadar, aku menyadari sekarang sudah siang.


Kalau aku mulai masak dan bersantai, akankah hari ini akan berakhir sama seperti tadi malam?


"Hei, apa benar kau bertarung melawan Griffin King legendaris?"


"Yup. Memang. Lebih tepatnya, itu sebenarnya adalah seekor monster yang seorang manusia buat dengan mengubah para griffin biasa. Dia membuat begitu banyak Griffin King hingga semua Filolial terbang menghilang. Langit dipenuhi dengan kawanan griffin terbang."


"Oke, tapi apa kau mengalahkan Dragon King?"


"Iya. Aku merobek dia jadi kecil-kecil, tapi dia terus beregenerasi. Itu membuat pertarungan jadi sulit."


"Wow! Hei, apa benar Pedang Suci legendaris bersemayam di wilayah Filolial?"


"Ada sebuah pedang suci, tapi aku tidak tau tentang sebuah pedang legendaris. Kurasa tidak ada hal semacam itu. Meski beberapa senjata para Pahlawan lama masih disini."


Mata Melty berkilauan lagi, dan dia memgarahkan pertanyaan-pertanyaan seperti senapan mesin pada Fitoria.


Pada saat yang sama, Filo berdiri dibelakang dan melihat. Dia jelas-jelas cemburu.


Itu adalah sebuah adegan yang lucu. Kuharap hubungan mereka bisa bertahan.


Baiklah. Kami sudah selesai istirahat sekarang. Apa yang harus kami lakukan?


Aku memakan makanan ringan dan menoleh pada Fitoria. Kami betul-betul gak punya waktu untuk bersantai-santai.


Aku menyadari bahwa Fitoria mungkin cukup kuat untuk menteleport kami semua ke tempat sang ratu berada dimanapun itu. Aku harus menemukan cara untuk meyakinkan dia untuk membantu kami.


"Baiklah... Kalau begitu."


Fitoria berdiri dan mulai merapal sebuah mantra pada Melty. Angin berhembus dan membentuk semacam kerangkeng disekitar dia.


"Ap...Apa ini?!"


Melty meraih jerujinya dan mencoba kabur, tapi jeruji itu tajam dan melukai tangannya. Sedikit darah menetes pada jarinya.


"Apa yang kau lakukan?!"


Filo dipenuhi amarah menatap Fitoria.


"Mel-tan, kau akan menjadi sanderaku sekarang."


"Kenapa?"


"....."


Fitoria tidak menjawab dan hanya menatap kami. Udaranya dipenuhi dengan ketegangan.


Apa ini... Apa ini kelanjutan dari apa yang dia bicarakan tadi malam? Apa dia akan membunuh kami... dan kemudian pergi membunuh para pahlawan yang lain juga? Kami mungkin harus beranggapan begitu.


"Melty!"


Raphtalia berteriak memanggil Melty.


Sialan.... apa kami harus melawan Filolial raksasa itu disini?


Aku nggak bisa membayangkan suatu cara agar kami bisa menang.


Area ini penuhi suasana yang mencekam, tapi itu bukan berasal dariku. Apa aku punya pilihan lain selain menggunakan Shield of Rage?


"Kau tidak boleh menggunakan kekuatan terkutuk."


Cahaya muncul disekitar perisaiku.


—Karena adanya gangguan, perisai tidak bisa diganti.


...Muncul di bidang pandangku. Itu adalah hal yang sama yang terjadi kemarin.


"Tolong dengarkan aku."


"Kenapa juga aku harus mendengarkan seseorang yang berkelakuan sepertimu?"


"Kalau kau menolak mendengarkan, aku tidak punya pilihan selain membunuh para Pahlawan yang lain."


"Ap...."


Dia mungkin bisa melakukannya.


Dia sudah jelas jauh lebih kuat dibandingkan kami. Mengingat bahwa kami gak bisa memberi damage yang besar pada Tyrant Dragon Rex. Meski monster itu sangat kuat, Fitoria mengalahkannya bahkan tanpa meneteskan keringat.


Dan sekarang kami harus melawan dia?


Kami akan kalah.


"Nggak mungkin kami bisa akur."


"Apa yang kamu bicarakan?"


"Tadi malam cewek ini bilang bahwa dia akan membunuh kita semua kalau para Pahlawan gak mulai bekerjasama."


"Damai dengan para Pahlawan lain? Aku nggak yakin itu bisa dilakukan."


Raphtalia mengerutkan kening dan berpikir sejenak. Apa Fitoria paham apa yang kamu katakan? Bukankah itu akan lebih kasar kalau berbohong dan mengatakan bahwa kami akan berteman?


"Baiklah kalau begitu...."


Fitoria mengangkat jari telunjuknya dan mengarahkannya pada Filo.


"Kalau begitu aku meminta duel dengan Filolial yang kau besarkan. Kalau dia cukup kuat, maka aku akan melepaskan Melty, dan menawarkan penangguhan padamu."


"Apa maksudnya?"


"Kau akan mengetahuinya nanti."


Apa yang dia mau dariku?


"Aku akan bertarung dengan wujudku saat ini. Filo, aku minta kau juga melawanku dalam wujud ini."


Mereka harus bertarung dalam wujud manusia? Filo mungkin punya kesempatan...


Kalai mereka bertarung dalam wujud sejati mereka, Filo gak punya peluang. Tapi kalau mereka berdua bertarung dalam wujud manusia, mungkin Filo bisa menang. Untungnya lagi, kami punya senjata yang bisa Filo gunakan saat dia dalam wujud manusia.


"Oke!"


Filo mengulurkan tangannya ke sayap yang ada di punggungnya dan mengeluarkan sarung tangan.


Pak tua pemilik toko senjata sebenarnya membuat sarung tangan itu untuk aku agar aku bisa menarik kereta kalau memang perlu. Tapi sihir milik Filo telah mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih mirip cakar. Sarung tangan itu telah banyak membantu kami saat kami berhadapan dengan Motoyasu. Namun....


"Hei! Jangan seenaknya memulai sesukamu."


"Ya, Filo. Kau harus melakukan sesuai yang dikatakan Tuan Naofumi."


"Tapi Mel...!"


"Kalau kau tidak bertarung, maka semua orang akan mati. Kita betul-betul tidak punya pilihan."


"Sialan...."


Memang tampak seperti Fitoria berencana bertindak duluan.


Itu membuatku sangat cemas saat berpikir bahwa yang bisa kulakukan cuma berdiri di belakang dan menonton saja. Dia mungkin berencana mengalahkan Filo, lalu beralih pada kami dan membunuh kami. Aku merasa aku nggak akan bisa menghentikan dia.


Kami gak punya pilihan lain.


"...Baik."


"Kalau begitu mari kita mulai."


Fitoria mengangkat tangannya, dan suatu dinding terbentuk dari angin muncul diantara mereka dan kami. Memisahkan mereka sendiri, Fitoria dan Filo berdiri di semacam ring.


"Kau harus tetap dalam wujud manusiamu di dalam ring ini. Peraturannya tidak boleh dilanggar."


"Aku akan menyelamatkan Mel! Aku gak akan kalah dari Fitoria!"


Aku sangat cemas karena cuma bisa berdiri diam sambil menonton saja. Kalau terlihat Filo dalam masalah, aku akan melanggar peraturannya dan ikut campur.


"Aku datang!"


Filo mengangkat sarung tangannya dan memejamkan matanya untuk berkonsentrasi. Sarung tangan itu berubah menjadi cakar, dan mengacungkannya sebelum menyerbu kearah Fitoria.


"Hya!"


Filo yang pertama menyerang.


Dia melompat ke udara dan berputar untuk menendang Fitoria di bagian perut.


"Lambat."


Fitoria mengangkat tangannya dan dengan mudah menghentikan tendangan tersebut.


"Whoa!"


Filo berputar kembali karena serangan yang terblokir, tapi Fitoria yang berada di belakang dia mengarahkan pukulan demi pukulan.


Filo berhasil menahan serangan tersebut. Lalu tanah berguncang. Fitoria menghentakkan kakinya ke tanah dan membentuk sebuah retakan disekitar dia. Seberapa kuatnya cewek ini?


"Berjuanglah, Filo!"


Melty berteriak dari dalam kerangkeng.


"Aku nggak akan kalah!"


Filo berbalik pada Fitoria dan menyerang dia dengan cakarnya. Disaat yang sama, Filo tampak kabur.


"Lambat!"


"Clang!"


Terjadi suara dentuman yang menggetarkan, tapi Filo berhasil menghindari serangan tersebut dengan sebuah salto belakang yang lincah.


"A...Apa?!"


"Lambat."


"Ugh...."


Filo mengerang dengan suara yang jarang selalu dia gunakan.


"Dia begitu cepat. Tapi aku gak akan kalah."


Filo meluruskan posturnya dan menyilangkan tangannya sebelum menyerbu kedepan. Apa dia akan menggunakan serangan terbaiknya?


"Haikuikku!"


Tiba-tiba Filo terlihat kabur, dan udara dipenuhi dengan getaran dari serangan beruntun yang cepat.


"Sudah kubilang. Lambat."


Fitoria perlahan-lahan mengangkat dan menurunkan tangannya. Lalu dia memutarnya membentuk sebuah lingkaran.


Cuma itu yang dia lakukan, tapi....


"AHHHHHH!"


Filo terlempar ke belakang.


Filo berputar, dan sayap di punggungnya terbuka. Sayap itu mengumpulkan udara, dan dia mendarat dengan aman.


"Kau menangkis serangan terbaikku!"


"Mel adalah temanmu, kan? Kalau kau tidak mengerahkan segala kemampuanmu..."


Fitoria berdiri sambil berkacak pinggang, mengejek Filo. Dia tampak seperti dia kecewa terhadap kemampuan Filo.


Tiba-tiba kerangkeng Melty menyusut. Kerangkeng itu menekan dari segala sisi.


"Wa!"


Melty meringkuk agar jeruji itu nggak melukai dia. Filo menyaksikan sambil ketakutan, dan sesuatu tersentak.


"Mel! Uh...."


Sayap milik Filo terbuka, dan dia mengarahkan cakarnya pada Fitoria. Dia menyerang.


Fitoria gak bergerak. Dia gak menghindari serangan itu ataupun berupaya bertahan. Percikan api berhamburan saat serangan itu mengenai sasarannya, tapi dia tetap tak terluka.


Itu mengesankan. Apa dia segitu kuatnya sampai-sampai mengabaikan serangan Filo?


Aku bisa bilang apa? Sampai sejauh ini, Filo memiliki serangan terkuat dari semua orang di party kami. Kalau Fitoria cuma bermain-main dengan dia seperti ini.... Dia pasti memiliki pengalaman yang sangat banyak. Aku penasaran berapa levelnya dia.


"Kalau begitu, rasakan ini!"


Fitoria mengepalkan tangannya dan melakukan serangan balik pada Filo. Serangan itu nggak mengenai Filo ataupun menyerempet dia. Tapi pakaian Filo sepertinya robek karena serangan itu.


"Kurasa pakaian sihir seperti itu tidak bisa melindungimu."


Dia mengeluarkan pukulan bertubi-tubi, dan sekarang serangan-serangan itu nampaknya mengenai sasaran.


Sialan... Aku benci bahwa aku gak bisa ikut campur.


Apa yang dia maksudkan dengan pakaian sihir? Betul juga. Pakaian Filo dibuat di sebuah toko sihir. Mereka membentuk sihir milik Filo menjadi benang, dan kemudian mereka menggunakan material itu untuk membuat pakaiannya.


Pasti itulah yang dia maksudkan. Pakaian sihir adalah pakaian yang terbuat dari sihir.


Fitoria mengangkat tangannya, dan tiba-tiba di tangannya muncul cakar yang berkilauan. Dia mulai menyerang Filo dengan cakar itu.


Cakar itu meninggalkan jejak cahaya saat melintasi udara. Filo menunduk dibawah salah satu lintasan serangan itu. Cakar tersebut mengikis ujung kepalanya.


"Itu adalah serangan yang kau lakukan dalam wujud Filolial."


Fitoria menjelaskan dengan tenang.


Serangan itu sangat cepat hingga hampir mustahil menghindarinya. Dan itu merupakan sebuah serangan sihir.


"Aku gak akan kalah!"


Filo sekali lagi mulai menggerakkan tangannya naik turun.


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Buatlah sebuah tornado angin dan hempaskan dia! Zweite Tornado!"


Sebuah tornado ganas muncul dari tangan Filo dan terbang ke arah Fitoria. Tapi....


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Buat tornado miliknya tidak efektif! Anti-Zweite Tornado!"


Tate No Yuusha Vol 4 (8).jpg


Terdengar suara keras, dan sesuatu nampaknya menyelimuti Filo. Sihir tornado yang Filo keluarkan menghilang seolah nggak pernah ada.


"Sihir gangguan...."


Coba kuingat... Ya, kurasa di bagian awal buku sihir yang kumiliki telah menyebutkan sesuatu semacam itu.


Sihir gangguan. Ya, kurasa disebutkan bahwa itu bisa dilakukan dalam teori, tapi itu bergantung pada kemampuanmu untuk memahami sifat dari lawanmu, yang mana membutuhkan kekuatan yang besar.


Sepertinya itu bekerja dengan menganalisa dan memahami pola yang melekat pada sistem rangka sihir. Setelah polanya dipahami, kau harus mengeluarkan pola yang berlawanan dengan sangat cepat.


Mantra-mantra yang lebih tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk digunakan, dan oleh sebab itu lebih mudah untuk di blokir. Tapi menggunakan sihir gangguan pada sihir tingkat menengah seharusnya sangat susah.


"Aku nggak akan kalah!"


Penuh tekad, Filo berlari kearah Fitoria. Tapi bagaimana caranya dia bisa mengetahui serangan ini berbeda dengan upaya-upaya yang sebelumnya? Fitoria bilang bahwa pakaian Filo merupakan sihir.


Ini adalah tentang pertahanan. Pertahanan yang merupakan spesialisasiku.


Pakaian Filo awalnya terbuat dari sihir. Memfokuskan sihir bisa memulihkan pakaian itu.


Jika demikian, maka itu artinya....


"Tunggu, Filo!"


"Ada apa, Master? Aku sibuk sekarang ini!"


"Gunakan sihirmu untuk memperbaiki pakaianmu! Fokuskan sihirmu pada pakaianmu. Cuma itu satu-satunya cara!"


"Oke!"


Filo melompat mundur untuk menjaga jarak sebelum menangkat tangannya dan berfokus pada pakaiannya. Pakaian itu mulai memperbaiki diri.


Lalu pakaian itu mulai bersinar samar-samar.


Aku punya perasaan bahwa ini akan meningkatkan pertahanannya saat dia dalam wujud manusia.


Fitoria berlari kearah Filo dan mulai memukul dia.


"Ha!"


Pukulan Fitoria cukup kuat untuk mengguncang tanah, tapi Filo menangkisnya dengan tangannya.


"Ugh... kuat... banget... Tapi..."


Aku bertanya-tanya.... akankah Filo bisa bertahan dari serangan bertubi-tubi kalau dia nggak memfokuskan sihirnya pada pakaiannya?


Filo menerima serangan itu lalu menepis tangan Fitoria sebelum menyerbu ke depan.


Ada celah yang terbuka pada Fitoria. Filo mengayunkan cakarnya.


Udara seolah bergetar. Dia pasti telah meningkatkan kecepatannya.


"Hiya!"


Dia mengerahkan segalanya pada serangan tersebut, dan serangan itu berhasil kena.


Atau begitulah yang kusangka. Tapi.....


"Lemah."


Ada hujan percikan api, tapi, Fitoria tampak tak terpengaruh.


Sudah kuduga. Mustahil menembus pertahanannya.


Ini buruk. Gimana kalau Filo kalah? Apa yang harus kulakukan?


Filo terus melihat kearahku. Aku gak punya saran untuk dia lagi.


Itulah yang kupikirkan, namun dia sebenarnya melihat kearah Melty, lalu aku, lalu Melty lagi.


...Jadi begitu rencana miliknya...


Aku menyelinap ke kerangkeng Melty dan menyentuhnya.


Ada suara tebasan saat pedang-pedang angin berusaha menebasku—tapi defense'ku cukup tinggi untuk menahannya.


Filo pasti ingin aku menghancurkan kerangkeng ini dan mengakhiri pertarungan.


Dan dia benar. Kalau Fitoria jauh lebih kuat daripada Filo, maka gak ada peluang menang.


"Melty."


"N...Naofumi?"


"Jangan bergerak."


Aku memasukkan tanganku kedalam kerangkeng dan mencoba menghancurkannya. Akan tetapi....


Angin yang kuat berhembus dari bawahku, dan aku terlempar.


"Aku tidak suka pada orang yang berbuat curang."


Tiba-tiba sebuah tornado muncul menghantam tubuhku. Rasanya seperti aku dipukul di ulu hati, dan terlempar ke belakang.


"Ugh...."


Apa dia baru saja menembus pertahananku?


"Tuan Naofumi!"


"Ugh!"


Aku terkapar di tanah kesakitan, dan pandanganku kabur.


Sialan.... Aku menatap armorku yang penyok. Aku mengalami pendarahan. Kalau aku gak fokus dan menggunakan sihir pemulihan, aku akan dalam masalah besar. Armornya bisa memperbaiki sendiri... tapi aku... sialan...


"Master!"


"Tetap fokus."


"Muh...."


"Bisakah kau bertarung setelah kau menggunakan sihirmu?"


"Ya!"


"Dasar ceroboh. Waktunya mengakhiri pertarungan ini."


Sayap Fitoria terbuka dan mengarah ke langit.


"Suuuuuuiu...."


Dia berhenti sejenak dan menarik nafas. Sesuatu terbang disekitar kami. Sepertinya dia sedang mengumpulkan elemen magis pada dirinya sendiri.


Apa yang gak bisa dia lakukan?


Kuharap aku bisa melakukan hal sama.... tapi aku baru bisa menggunakan mantra sihir sederhana. Tetap saja, kurasa cara terbaik untuk meningkatkan adalah dengan meniru seseorang yang bisa melakukannya.


Itu merupakan sesuatu seperti mencuri isi otak seseorang. Bahkan jika kau betul-betul ingin melakukan sampai sejauh itu, apa gunanya belajar, kalau tidak secara terus-menerus meniru orang-orang di masa lalu?


Pada dasarnya semua pencapaianmu nggak lebih dari meniru keberhasilan orang lain.


Ya. Suatu hari aku akan jadi cukup kuat untuk meniru apa yang dilakukan Fitoria. Saat aku bisa melakukannya, aku akan membuat sebuah arahan untuk mempelajarinya.


"Aku juga bisa melakukannya!"


Filo menirukan Fitoria, dan dia mulai mengumpulkan sihir untuk dirinya sendiri.


".....Lambat."


Masalahnya adalah bahwa Fitoria sudah selesai mengumpulkan semua sihirnya.


Fitoria menyerbu Filo dan memukul dia bertubi-tubi dengan tinjunya.


"U.... Mu... Ku...."


Tapi lengan Filo disilangkan, dan Fitoria belum menembus pertahanan Filo.


Fitoria melompat mundur dan kemudian berputar di udara, melakukan sebuah tendangan.


"Bisakah kau menghentikan ini?"


"Mkyaaaaaaaa!"


Dia nggak bisa memblokir tendangan itu, dan dia terlempar berputar-putar di udara sebelum menghantam dinding angin.


"Aku... Aku gak akan kalah...."


Dia bangkit dengan kaki gemetaran, lalu sekali lagi mengumpulkan sihir.


"Mu...."


Dia nampaknya sudah memulihkan cukup banyak sihirnya. Dia melepas konsentrasinya dan melakukan serangan.


"Hiya!"


Filo menggerakkan sayapnya naik turun. Dia menunduk begitu rendah, merentangkan sayapnya, dan mengacungkan cakarnya kedepan.


Dia mulai meluncur ke depan, disertai hembusan angin yang kencang. Kelihatan jelas sekali bagi yang melihat bahwa sihir miliknya terkonsentrasi penuh.


Itu pasti serangan terkuat milik Filo.


Sangat banyak persiapan yang diperlukan. Kutasa dia nggak akan bisa menggunakannya dalam pertempuran.


"Kuikku!"


Filo terbang ke arah Fitoria seperti sebuah peluru.


Cakatnya diulurkan ke depan. Dia terbang serta berputar-putar sangat rendah hingga nyaris menyentuh tanah. Itu adalah gerakannya yang tercepat yang pernah kulihat.


Gimana mendeskripsikannya? Itu seperti serangan terakhir untuk sebuah robot terbang dalam sebuah game strategi.


"Heh...."


Mata Fitoria terbelalak karena terkejut.


Pakaian Fitoria sedikit terpotong, meski begitu sedikit. Potongannya sangat rapi.


Lalu cakar Filo mengenai wajah Fitoria. Aku gak bisa mempercayainya, tapi ada goresan pada pipi Fitoria.


Darah merembes keluar pada pipi Fitoria.


Fitoria menatap darah yang Filo hasilkan dari wajahnya. Dia menatap kearah darah itu menetes. Dia tersenyum.


Saat itulah aku menyadarinya. Aku menoleh pada Raphtalia, dan dia menggangguk.


Fitoria cuma bermain-main dengan kami. Dia ingin melihat gimana Filo bereaksi saat menghadapi lawan yang jauh lebih kuat daripada dirinya sendiri. Itu sebabnya dia tersenyum saat dia terkena serangan yang tak terduga semacam itu.


Filolial Legendaris.


Deskripsi itu nampaknya sangat sesuai. Filo tau mustahil untuk menang, tapi dia membantahnya.


Kami tau bahwa pertarungannya gak akan mudah, tapi kami bahkan belum memutuskan pemenangnya.


"Mu...."


Filo menggerutu. Pada awalnya aku berpikir dia nggak puas, tapi sekarang dia terlihat jengkel.


"Apa sekarang giliranku?"


Fitoria melangkah maju dan mengeluarkan serangkaian serangan terbang yang cepat pada Filo.


Dia begitu cepat! Dia sudah lebih cepat daripada Filo sampai poin ini, tapi sekarang dia bergerak jauh lebih cepat lagi.


Dia nggak bergerak begitu cepat hingga dia tak bisa lihat, seperti ketika menggunakan Haikuikku, tapi dia terlihat buram—kemanapun kau melihat dia.


"Uh.... Ahhhh!"


Filo gak bisa memblokir serangan-serangan itu, dan dia terlempar ke udara.


Tapi sebelum dia mendarat, Fitoria sudah ada disana. Dia mendongak ke arah Filo yang jatuh....


"Ha!"


Dan dia menendang Filo, menghempaskan Filo kembali ke tempat sebelum dia terlempar.


"Ugh....."


Lalu Fitoria berdiam diri. Dia menatap Filo, menunggu gerakan berikutnya.


Filo memegang bagian tubuhnya yang terluka, dan cahaya magis muncul. Dia pasti menggunakan sihir pemulihan, karena lukanya sembuh dengan cepat. Tapi dia sudah nggak sangat kuat lagi. Dia nggak akan bisa menyembuhkan dirinya sendiri ke keadaan normal, sampai dia nggak berasa dalam bahaya.


"Ugh..."


Filo sangat lemah. Dia sekali lagi mulai mengumpulkan sihir.


"Perhatikan aku sekarang."


Filo selesai menyembuhkan dirinya sendiri. Lalu dia menyerbu kearah Fitoria.


Mungkin bayanganku saja. Tidak, bukan bayanganku. Filo bergerak jauh lebih cepat daripada yang dia lakukan sampai sekarang.


Filo mengumpulkan kekuatan pada cakarnya lalu menirukan serangan yang barusaja digunakan Fitoria.


"Ha!"


Setelah tiga serangan, dinding angin yang Fitoria buat tampak melemah. Dinding itu bergetar.


"Cuma itu kemampuanmu?"


Aku menyadarinya beberapa saat yang lalu, tapi Filo nampaknya belajar dan menyalin semua serangan Fitoria. Tidak.... Fitoria sedang mengajari dia. Dia tidak menahan diri, jadi butuh beberapa saat untuk menyadarinya.


Ya... Ini semua adalah latihan. Rasanya seperti Fitoria ingin melatih Filo... Dia ingin melatih Filo habis-habisan hingga dia nggak peduli kalau Filo terbunuh saat pelatihan.


"Lebih baik bergegaslah. Mel-tan dalam bahaya."


Fitoria menunjuk ke arah Melty.


Kerangkengnya semakin kecil, dan jerujinya memotong ujung rambutnya.


"Kya!"


"Mel! Ugh!"


Filo membuka sayapnya dan menggunakan serangan peluru lagi. Dia terbang kearah Fitoria, tapi kali ini dia lebih cepat dari sebelumnya.


"HIYAAAAAAAAA!"


"Hm... Bagus, ini adalah akhir dari ujiannya. Terus pertahankan seperti itu."


Fitoria menggunakan tangannya untuk memblokir serangan Filo. Saat Filo berputar menjauh untuk memulihkan diri, Fitoria menendang dia dari samping.


"Ahhhh!"


Dia terlempar kearah kerangkeng angin itu, lalu menghantamnya dan terus terlempar.


Terguling-guling di tanah, dia akhirnya berhenti, seperti sebuah boneka rusak yang dihajar habis-habisan.


Aku berlari kearah dia.


Tapi Filo mengangkat tangannya untuk menghentikan aku, dan berdiri dengan kaki gemetaran.


"Aku... Aku gak akan kalah."


Dia nggak mau aku bantu, seolah menerima bantuan akan mendiskualifikasi dia dari duel. Dia gemetaran, tapi dia melangkah maju.


Dia tampak begitu lemah. Itu seperti dia akan jatuh kapan saja. Dia segitunya ingin menang hingga dia menolak menerima kekalahan.


"Filo! Kalau kau kalah maka kita gak bisa mendapatkan Mel kembali!"


"Filo...."


"Filo! Nggak apa-apa! Nggak apa-apa."


"Tidak... Aku... Aku akam melindungimu, Mel."


Filo berjalan terhuyung-huyung ke arah Fitoria. Sarung tangan kekuatan itu telah kehilangan cakarnya, tapi dia mengepalkannya membentuk tinju dan memukul kearah Fitoria.


"Yaaaaaah!"


Tapi serangan itu sangat lemah, namun kehendaknya kuat.


Pukulan Filo mengenai perut Fitoria.


"......."


Tapi itu nggak cukup untuk melukai dia.


"Ya. Tidak apa-apa. Itu cukup."


Filo tumbang, tapi Fitoria bergegas ke depan dan memeluk dia. Kerangkeng angin yang mengurung Melty lenyap.


"Filo!"


"Mel...."


"Dia tidak apa-apa. Dia akan baik-baik saja."


Fitoria mulai merapal mantra pada Filo.


Didepan mata kami, luka-luka Filo mulai sembuh, dan semua robekan pada pakaiannya menghilang.


"Huh?"


Filo segera menepis tangan Fitoria dan kembali memasang kuda-kuda bertarungnya.


"Sudah selesai."


"Belum selesai! Aku harus melindungi Mel!"


"Aku tau. Tapi Mel-tan baik-baik saja. Lihat."


Fitoria memberi isyarat agar Melty mendekat.


Melty menatap dengan sangat cermat pada Tutorial sebelum berdiri di samping Filo.


"Apa kau paham? Ujiannya sudah selesai."


"Ujian?"


"Cuma ujian kecil. Aku juga pernah mengalaminya."


"Oh ya?"


Filo gak segera mempercayai dia namun dia memalingkan mukanya ke samping saat dia mendengarkan Fitoria.


Mereka baru saja bertarung dengan sengit, tapi semua ketegangannya nampaknya telah lenyap.


"Filo, dia cuma mengujimu."


Aku dan Raphtalia berjalan mendekat dan berusaha menjelaskan.


"Ya... Itu adalah sebuah ujian. Tapi aku benar-benar akan melakukan seperti yang kukatakan jika dia gagal melewatinya."


Fitoria menjelaskan dengan sederhana.


Aku gak tau kenapa dia merasa seperti dia harus melakukan ini. Tapi, karena bertarung melawan Fitoria, Filo telah mempelajari skill-skill hebat untuk bertarung dalam wujud manusia.


"Filo, kau harus memikirkan lawanmu. Kalau kau bertarung melawan manusia saat kau dalam wujud Filolial, itu seperti bertarung dengan sebuah target besar di belakangmu."


"Benarkah?"


Memang benar bahwa Filo sangat besar dalam wujud Filolialnya. Meskipun dia bisa bergerak sangat cepat, itu memberi sebuah target besar saat menghadapi musuh yang kuat.


Dan juga, saat dia bertarung dalam wujud Filolialnya, pada dasarnya dia harus mengubah semua serangannya menjadi tendangan.


Bukannya dia nggak bisa menggunakan sihir atau serangan serbuan, tapi akan lebih baik untuk memikirkan lawan seperti apa yang dia hadapi. Fitoria mencoba membuat Filo menyadari bahwa ada cara lain untuk bertarung.


Itu akan berguna untuk mengubah taktik di pertengahan pertarungan. Itu bisa membingungkan musuh.


Jadi pada dasarnya, Fitoria memberitahu Filo bahwa dia harus tetap fleksibel dengan pilihannya—dan Fitoria mengajari Filo beberapa teknik baru.


"Ini adalah bukti bahwa kau telah melewati ujianku."


Kata Fitoria sambil mengeluarkan sebuah mahkota. Dia memberikannya pada Filo.


"Apa? Apa ini?"


"Ini adalah hadiahmu karena melewati ujianku. Sekarang tundukkan kepalamu."


"Filo, kau harus nurut."


Melty meraih lengan Filo dan membuat dia menunduk.


Apa kau lihat itu? Melty bertindak layaknya seorang putri.


"Begini?"


"Ya, seperti itu."


Filo menunduk didepan Fitoria, yang memasang mahkota itu di kepalanya.


"Filo, kau akan menjadi penerusku."


"Apa itu?"


"Itu artinya kau akan menjadi Ratu agung dari para Filolial yang berikutnya."


"Oh...."


"Filo! Aku turut senang!"


Melty begitu gembira. Dia melompat-lompay. Filo sendiri gak kelihatan gembira.


Tiba-tiba mahkota yang ada di kepala Filo bersinar.


Mahkota itu memancarkan cahaya ke segala arah, dan kemudian....


Ping! Sebuah jambul muncul di kepala Filo. Satu untai rambut berdiri.


"....."


Aku dan Raphtalia terdiam.


Apa itu semacam hadiah?


"Huh?"


"Filo! Kau manis sekali!"


Melty sangat gembira dan menari-nari di tempat... Tapi Filo gak kelihatan paham dengan apa yang terjadi.


Melty nggak sadar.


Tunggu sebentar. Aku memganggap diriku sendiri seorang Otaku. Apa itu artinya aku harus gembira karena jambul itu?


Enggak... Aku gak merasa begitu.


"Apa yang terjadi?"


"Yah...."


Tate No Yuusha Vol 4 (9).jpg


Aku menunjuk kearah kepala Filo, dan Filo mengikuti tatapanku. Dia melihatnya dan...


"Apa itu? Ada sesuatu yang aneh di kepalaku!"


Filo berteriak dan hampir melompat. Dia meraih untaian rambut itu dan....


Rip!


"Wh?!"


Dia mencabutnya.


Filo betul-betul sesuatu. Itu tampak asri itu pasti sangat sakit.


"Aduh!"


Itu pasti sakit, tapi Filo tampak bangga karena telah mencabutnya.


Boing!


Tapi setelah dia mencabutnya, untaian rambut lain muncul menggantikannya.


"Ada lagi?!"


"Apa?!"


Mata Filo berlinang air mata ketika lagi dan lagi dia mencabut jambul itu dari kepalanya. Jambul baru selalu muncul menggantikan yang dicabut, dan dia pada akhirnya menyerah dan menundukkan kepalanya dengan lesu.


Itu adalah sebuah jambul yang aneh.


"Itu hanya akan terus tumbuh lagi, jadi lebih baik kau menyerah saja. Semakin kau tumbuh, semakin banyak jambul yang akan kau miliki."


"Apa? Tapi aku nggak mau..."


Filo menatap jambul yang ada di kepala Fitoria.


Apa yang dipikirkan Filolial Legendaris itu dengan memberi sesuatu seperti itu pada Filo?


Aku memutuskan untuk melihat layar status Filo.


Statistik miliknya telah meningkat.


Sepertinya mahkota itu telah memberi beberapa kemampuan dan peningkatan statistik.


Mengingat bahwa, untuk saat ini, Filo telah memaksimalkan tingkat potensialnya, itu adalah sebuah hadiah yang bagus.


"Dan untuk Pahlawan Perisai..."


"Huh? Aku dapat sesuatu juga?"


Fitoria menunjuk ke arahku, lalu melengkungkan jarinya dan memberi isyarat agar aku mendekat.


Tunggu sebentar. Kalau aku mendekat, apa dia akan memberiku jambul juga?


"Aku nggak perlu gaya rambut baru."


"Gaya rambut?"


Aku nggak menjelaskannya lebih lanjut. Itu cuma akan menyebabkan keributan kalau aku menjelaskannya.


"Ini lebih baik daripada itu. Dan ini akan menyembuhkan lukamu."


"Yah, kalau begitu...."


Aku gak tau apa yang akan dia berikan padaku, tapi kuharap itu bukanlah sesuatu yang aneh.


Lagian aku mungkin nggak bisa menolaknya, jadi aku berjalan mendekati dia. Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh badanku, menyembuhkan lukaku. Aku nggak bisa sepenuhnya menyembuhkannya, jadi masih ada rasa sakit di beberapa tempat. Dia menghilangkan rasa sakit itu.


"Tunjukkan padaku Perisaimu."


Dia menunjuk pada perisaiku dan menyuruhku untuk mengangkatnya.


"Seperti ini?"


Aku mengangkat perisaiku. Fitoria mencabut jambulnya dan meletakkannya di tengah perisai.


Perisai itu segera bereaksi dan menyerap rambut itu.


Seri Filolial dibuka secara paksa!


"Terbuka secara paksa?"


Aku memeriksa pohon perisainya, dan ada sebuah "Filolial Shield" bersinar disana.


Perisai itu memiliki bonus equip yang banyak yang semuanya kelihatan berguna untuk para Filolial, seperti kekuatan dan penyesuaian pertumbuhan (besar, medium, kecil), penyesuaian pertumbuhan statistik (besar, medium, kecil), dan yang lainnya.


Kemampuan yang segera mengagetkan aku bernama Ability While Riding (besar, medium, kecil). Itu pasti berarti bahwa Filo akan bertarung lebih baik jika seseorang menunggangi dia.


Tetap saja, levelku nggak cukup tinggi untuk menggunakan sebagian besar dari kemampuan perisai itu. Untungnya perisai itu terbuka, jadi aku memenuhi persyaratan untuk menggunakan kekuatannya.


Sepertinya persyaratannya telah terpenuhi untuk membuka perisai apapun yang berkaitan dengan para Filolial.


"Makasih."


"Sama-sama. Akan tetapi aku masih punya sesuatu yang ingin kubahas denganmu."


"Apa itu?"


"Aku lebih suka membicarakannya secara pribadi."


Ini jadi sebuah hadiah yang agak aneh.


Hei—apa ini artinya semua kekuatan Filolial terkonsentrasi pada jambul-jambul itu?


Filo gak bisa naik level lagi, setidaknya untuk saat ini. Jadi kurasa itu adalah hal yang bagus.


"Um... Uh..."


Melty ragu-ragu, dan agak malu untuk berbicara pada Fitoria.


"Apa?"


"Itu hanya untuk menguji Filo, kan? Kau tidak... memanfaatkan aku?"


"Tentu saja tidak. Bukankah ada sesuatu yang kau inginkan, Mel-tan?"


"Um... Bisakah kau menjadi seekor Filolial yang sangat besar dan mengijinkan aku naik diatas kepalamu?"


Berbicara penuh gairah yang aneh, Melty mengatakan permintaannya.


"....Baiklah."


Fitoria tampak agak enggan, tapi saat dia menepuk kepala Melty, dia mulai membesar. Lalu dia tersenyum.


"Wow...."


Lalu, seperti yang dia janjikan, dia meletakkan Melty di kepalanya.


"Tinggi sekali!"


Melty betul-betul gembira.


"Pahlawan Perisai, mundurlah sedikit."


"Oke."


Aku melangkah mundur seperti yang dia minta.


Dan... Fitoria segera bertambah besat sekitar 18 meter tingginya. Sampai seberapa besar yang dia bisa? Dia separuh sebuah bangunan.


"Wow! Wow!"


Suara Melty terdengar jauh. Apa gak apa-apa membawa dia sampai setinggi itu?"


Tapi beneran deh, sampai seberapa besar Fitoria bisa tumbuh?


Atau mungkin itu adalah ukuran aslinya, dan dia nanya berubah wujud untuk menyesuaikan ukuran kami.


"Wow...."


Melty tampak sangat senang.


"Ini seperti sebuah mimpi..."


"Sayangnya ini bukan mimpi."


Filo sudah cukup kuat untuk mengalahkan seekor naga, dan cewek itu mempermainkan Filo seperti sebuah mainan.... itu bukanlah tanda yang bagus.


"Nah sekarang. Hari masih pagi. Aku ingin kalian semua beristirahat sedikit lagi."


"Tentu—kalau kau membawa kami ke tempat yang ingin kami datangi nanti."


"Kita akan membicarakannya nanti. Untuk saat ini bersantailah. Teman-temanku disini juga ingin menyapa."


"GAHH!"


"Apa? Perayaan kelahiran seorang ratu baru? Maksudmu aku?"


"Selamat Filo! Ah, ha, ha! Lihatlah seberapa bahagianya para Filolial!"


Para Filolial lain mengerumuni Filo dan mengangkat dia.


"A...Aku?"


Mereka juga mengangkat Raphtalia.


Apa yang terjadi? Kami tiba-tiba jadi sangat populer.


Kami menghabiskan hari ini dengan para Filolial. Itu merupakan suatu suasana yang seperti sebuah festival.


Jadi beginilah kami di pengasingan. Tapi setelah kami pergi, butuh berapa lama sampai seluruh dunia mempercayai kami juga?


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 6 - Kedamaian Dewa Burung[edit]

Satu hari terlewati seperti sebuah mimpi, dan nggak lama setelah itu, malam datang. Raphtalia, Filo dan Melty tidur di sebuah sarang besar yang dipersiapkan para Filolial untuk mereka.


Sama seperti malam kemarin, Fitoria tetap bangun untuk berbicara denganku empat mata.


"Apa yang mau dibicarakan?"


"Tentang apa yang kita bicarakan kemarin malam..."


"Sialan, kau sungguh keras kepala. Apa yang mustahil tetaplah mustahil."


Pagi tadi dia serius mencoba membunuh kami. Aku sadar bahwa berkat upaya Filo kami bisa selamat.


Tapi kenapa dia begitu kuat? Gimana caranya dia menjadi sekuat itu hingga bisa mempermainkan Filo seperti sebuah boneka? Dia cukup kuat untuk menghadapi keempat pahlawan sekaligus.


"Apa kau benar-benar... mencoba berteman dengan mereka? Apa kau mencobanya?"


Aku nggak segera menjawab. Kalau aku nggak memikirkan jawabanku, dia mungkin akan membunuhku.


Motoyasu sudah jelas memusuhiku. Aku nggak yakin apa yang dipikirkan Ren atau Itsuki.


Sejak kami kabur membawa Melty, kami belum bertemu lagi.


Gak mungkin aku tau dimana mereka berada, tapi aku ingat bahwa saat terakhir kali kami meninggalkan mereka, mereka tampaknya mulai curiga tentang apa yang dituduhkan padaku.


"Apa kau pernah mencoba membersihkan namamu?"


Dia menyadari bahwa aku nggak betul-betul melakukan sesuatu.


Terutama mengenai tuduhan pemerkosaan yang dibuat Lonte itu, aku lebih memprioritaskan kemarahanku karena aku betul-betul yakin nggak ada peluang seseorang akan mempercayai aku.


Aku memberitahu mereka bahwa aku difitnah, dan mereka gak mempercayai aku. Itu sebabnya aku nggak mempercayai mereka. Tapi kalau aku bisa menunjukkan bukti, akankah mereka mengubah pikiran mereka?


Kami nggak cukup dekat untuk duduk berbicara. Mereka tau segala sesuatu tentang dunia ini, dan mereka tau bahwa aku gak tau apa-apa—tapi mereka tetap membiarkan aku sendiri dan nggak berupaya untuk menolongku. Kenapa aku harus mendatangi mereka?


Yang mereka mau cuma bermain di dunia mereka dan bertindak kejam.


Mana bisa aku tau apa yang mereka pikirkan?


Aku memikirkannya sebelumnya. Aku mencoba membayangkan apa yang Ren pikirkan.


Dia tau bahwa semua orang panik karena aku dituduh memperkosa Lonte itu. Ren gak tau banyak soal si Lonte, tapi dia tau kalau Lonte itu cantik.


Siapa yang harus dia percayai? Pria yang dituduh atas kejahatan itu, atau wanita yang menyatakan sebagai korbannya?


Kalau aku jadi dia, dan aku nggak betul-betul tau apapun tentang masing-masing dari mereka, aku akan memihak wanita yang menyatakan sebagai korbannya.


Itu adalah hal yang serupa dengan yang kudengar saat di dunia asalku. Suatu ketika di kereta, seorang wanita memegang lengan seorang pria dan berteriak, "Pria ini menyentuhku!"


Meskipun pria itu nggak menyentuh si wanita, semua orang yang ada di kereta akan segera menatap dia dengan tatapan lain, curiga. Meski dia bisa membuktikan bahwa dia difitnah, posisi sosial pria itu akan selamanya rusak.


Apa yang Lonte itu lakukan padaku adalah hal yang serupa dengan itu.


"Haaaaa....."


Kemarahanku mulai mereda, meski cuma sedikit.


Sama seperti aku gak tau apa-apa tentang Ren atau Itsuki, mereka juga gak tau apa-apa tentang aku. Begitu pula dengan Motoyasu.


Yah, Motoyasu jelas-jelas cuma mikirin perempuan.


Aku merasa seperti aku menyadari sesuatu yang penting.


Kalau Ren dan yang lainnya memahami apa yang telah terjadi, maka itu mungkin layak untuk dicoba dan berbicara dengan mereka. Kalau kami bertemu lagi.


Yah, aku akan mencoba berbicara kalau aku ketemu mereka.


Kalau semuanya berjalan baik, kami mungkin bisa menghasilkan sedikit perubahan.


Tentu saja, perubahan akan mustahil sampai Lonte dan Sampah itu dihukum.


"Apa kau ingat pembicaraan kita yang sebelumnya? Kemana aku harus membawamu setelah kita meninggalkan tempat ini?"


"Ya."


"Aku berencana untuk mengantarmu ke suatu tempat yang tidak jauh dari para Pahlawan Suci."


"Kau ikut juga, kan?"


Kalau dia sekuat ini, dia mungkin bisa meluruskan kesalahpahaman.


Prioritas utamanya adalah bahwa para pahlawan harus bekerja sama. Mempertimbangkan itu, sepertinya itu adalah sebuah permintaan yang wajar.


"Aku gak akan mengganggu urusanmu lagi. Tunjukkan padaku kalau ada alasan buatku untuk peduli padamu."


"Egois sekali."


"Itulah masalahnya. Aku belum menemukan suatu alasan untuk menghargai para Pahlawan saat ini. Satu-satunya dari kalian yang sudah kutemui yang memiliki potensi adalah Filo. Buktikan kalau aku salah."


Dia jelas-jelas menganggap dirinya sendiri diatasku, tapi kalau dia berpikir bahwa dia melakukannya demi kebaikan dunia, maka dia mungkin betul-betul membunuh para pahlawan karena pertikaian mereka.


Aku nggak betul-betul bisa mengatakan dia salah.


Tapi aku masih punya perasaan bahwa dia mungkin akan menyelamatkan dunia dengan menghabisi orang-orang yang saling bertikai.


Sebenarnya mungkin aku— atau bukan aku, tapi kami... para pahlawan... mungkin kami salah tentang seberapa serius ancaman tersebut.


"Selain itu, aku punya banyak hal yang membuatku selalu sibuk."


"Misalnya?"


"Seperti menyelamatkan dunia dari gelombang. Gelombang gak cuma datang ke tempat-tempat dimana manusia tinggal."


"Apa ada jam pasir selain ditempat yang dihuni manusia?"


Fitoria mengangguk. Lebih baik aku nggak tau itu. Jadi bukan cuma peradaban manusia yang terancam?


"Aku bertugas di area-area itu. Aku akan senang kalau kau membantuku, tapi kau harus menjadi lebih kuat terlebih dulu."


Jadi maksud dia adalah bahwa dia rela repot-repot menemui kami dan menguji kami... ketika dia punya waktu.


Dia ingin mengetahui apakah kami cukup kuat untuk menghadapi apa yang akan datang. Kalau kami gak cukup kuat, dia akan membunuh kami.


"Jika kau bisa, cobalah berbicara dengan mereka. Dunia tak punya waktu untuk pertengkaran kecil dari para Pahlawan."


"Kau membuatnya terdengar seperti para pahlawan selalu bertengkar."


"Aku sudah melihatnya berkali-kali."


"Baik. Yang perlu kulakukan adalah memperbaiki hubungan, kan?"


"Ada lagi."


"Apa?"


"Meski satu dari para Pahlawan tidak ada saat gelombang datang, gelombangnya akan semakin kuat. Jika itu terjadi, maka para Pahlawan harus dibunuh agar Pahlawan baru bisa dipanggil. Itu dilakukan demi dunia."


Sialan.... Aku gak mau tau itu juga. Itu artinya bahwa bahayanya akan semakin buruk kalau ada salah satu pahlawan yang tewas.


Tapi kalau semua pahlawan terbunuh, maka para pahlawan baru bisa dipanggil. Apa-apaan itu.


Dia menyuruh kami untuk akur dan bekerja sama. Tapi kalau kami nggak melakukannya, dia akan membunuh kami.


Filolial Queen ini betul-betul tau caranya memberi perintah yang menjengkelkan.


Aku sedang berpikir secara mendalam selama beberapa saat, jadi Fitoria berdiri dan menoleh padaku.


"Aku tidak tau berapa banyak gelombang yang akan terjadi. Tapi akan ada waktu saatnya dimana semua kehidupan di dunia akan dipaksa untuk mengorbankan sesuatu yang besar."


"......"


"Pada saat itu para Pahlawan akan dipaksa mengambil keputusan. Aku akan menunggumu sampai saat itu."


"Keputusan?"


"Apakah kau akan bertarung demi dunia atau demi orang-orang. Jika kau tidak bisa akur dengan para Pahlawan yang lain dan mengabaikan tujuanmu, maka setidaknya bertahanlah hidup sampai saat itu. Jika kau memilih bertarung demi dunia, kau akan diharuskan membuat pengorbanan besar, tapi kau akan bisa memenuhi tujuanmu."


"Apa yang terjadi kalau aku memilih bertarung demi orang-orang?"


"Itu adalah sebuah jalur yang berat. Para Pahlawan di masa lalu menginginkan hal itu. Tetapi itu tak lagi bisa dilakukan. Itu adalah sebuah jalan dimana kau tidak bisa berjalan sendirian. Kau tak akan pernah berhasil."


"Hmmm.... Seberapa banyak yang kau ketahui? Katakan padaku segalanya."


"Aku sudah banyak yang lupa. Tapi aku ingat satu hal. Menyelamatkan dunia dan menyelamatkan umat manusia bukanlah hal yang sama."


Dunia dan penduduknya itu berbeda.


Dari cara dia mengatakannya, sudah jelas bahwa dia berada di pihak dunia. Dia nampaknya sangat acuh dengan apa yang terjadi dengan manusia. Maka apa maksudnya bertarung demi dunia? Aku tau yang dia maksudkan adalah melawan gelombang, tapi aku nggak bisa memahami sisanya.


Terlepas dari itu, ada saat ketika dia ingin bertemu kami lagi.


Itu mungkin setelah gelombang terakhir. Aku bertanya-tanya...apa yang harus kupilih?


Meskipun itu demi orang-orang, kalau aku bisa melakukan sesuatu untuk melindungi Raphtalia dan yang lainnya, aku mungkin akan memilih menolong orang.


"Jadi, tolong cobalah akur dengan para Pahlawan yang lain."


"Aku cuma bisa bilang aku akan mencobanya. Aku nggak tau bagaimana mereka akan bereaksi, tapi kau memberi kami hadiah-hadiah itu. Setidaknya aku akan berusaha."


Dia memberi Filo mahkota, dan memberiku sebuah perisai. Aku yang harus menurut.


"Kau melewati ujian. Aku punya harapan yang lebih besar padamu daripada para Pahlawan lain."


"Kenapa?"


"Pahlawan Perisai yang membesarkan Filolial Queen yang baru tidak mungkin orang yang jahat."


"Sayangnya aku orang yang buruk."


Aku mengatakannya tanpa berpikir.


Maksudku... Aku membeli seorang gadis kecil sebagai seorang budak dan memaksa dia bertarung demi aku.


Pastinya aku bukanlah orang yang baik.


"....."


Fitoria menatap langit dan menghela nafas dalam-dalam.


"Pikirkan apa yang kau mau untuk saat ini. Namun jangan lupa bahwa kita terhubung melalui Filo."


Kalau Filo gagal melewati ujiannya.... dia akan membunuhku.


Dia sangat mampu melakukannya. Terlebih lagi aku terluka.


"Baik."


"Pahlawan Perisai, kurasa kau memiliki kekuatan untuk memperbaiki hal dengan para Pahlawan lain. Dan sejujurnya... mereka hanya terlalu lemah. Dengan keadaan sekarang ini, aku tidak akan ikut campur. Kau harus mengurusnya sendiri."


"Apa itu begitu susahnya?"


"Memang. Dan kalau kau harus menggunakan Perisai itu..."


Fitoria mengulurkan tangannya ke arah armorku.


Aku tiba-tiba merasa lebih ringan.


Inti naga yang dimasukkan kedalam Barbarian Armor-ku sepertinya berubah. Sekarang itu tampak seperti sebuah simbol Taoist ying-yang.


Barbarian Armor +1 (Perlindungan Dewa Burung)

defense up
resistensi benturan (medium)
resistensi api (besar)
resistensi angin (besar)
resistensi bayangan (besar)
pemulihan HP (sangat kecil)
magic up (medium)
agility up (medium)
pembentukan pertahanan sihir
resistensi kontaminasi spiritual
pemulihan otomatis


"Apa ini?"


"Itu akan membantumu menahan Rangkaian Terkutuk. Tetap saja, itu tidak akan membuatmu sepenuhnya aman.... Jangan gunakan Perisai itu jika kau bisa menghindarinya."


"Akan kulakukan apa yang aku bisa, tapi kau nggak harus menahan nafasmu. Tentang ini ataupun tentang berdamai dengan para pahlawan lain."


"Tolong usahakan...."


Fitoria mengeluarkan senyum yang paling tulus yang pernah kulihat saat dia mendekat dan bersandar padaku.


"Kau berat. Menjauhlah."


Tapi Fitoria nggak menunjukkan tanda-tanda menjauh.


"......"


Dia terus bersandar padaku dalam diam.


Apa yang dia lakukan? Dia terlihat seperti anak kecil yang hendak menangis.


Kenapa? Itulah pikiran pertamaku. Kenapa? Apa yang dia mau?


Lalu aku terpikir alasan-alasan. Dia bilang bahwa seorang pahlawan lah yang membesarkan dia.
Dimana pahlawan itu sekarang? Entah dia telah kembali ke dunia asalnya, atau dia sudah lama tewas.


Apa dia menganggap aku seperti orang tua barunya sekarang? Apa dia melihat pahlawan lama-nya dalam diriku.


Gak ada yang bisa ku perbuat tentang itu.


Aku menempatkan tanganku pada kepalanya. Saat aku melakukannya, dia membenamkan kepalanya pada bahuku dan memelukku.


Sepertinya satu-satunya alasan dia harus terus bertahan adalah janji yang dia buat dengan sang pahlawan di masa lalu. Apa itu yang dia lakukan?


Dia berjanji untuk melindungi dunia. Berapa tahun lamanya dia melakukannya?


Kalau berpikir tentang beberapa lama dia berjuang demi dunia, aku merasa setidaknya yang bisa kulakukan adalah menerima permintaannya.


Di sepanjang hidupnya, berapa banyak orang yang dia temui dan bekerjasama dengan dia? Di dunia ini? Dia pasti sudah berkali-kali mengalami kekecewaan dan keputusasaan. Apa itu sebabnya dia nggak mempercayai siapapun selain para pahlawan?


Dia adalah seorang cewek yang agak kikuk. Dia sangat kuat, namun itu kemungkinan karena dia berusaha begitu keras.


Saat seorang gadis kecil memintamu melakukan sesuatu, sangat sulit untuk bilang tidak.


Aku akan melakukan apa yang aku bisa.


Pada akhirnya nafas Fitoria menjadi semakin dalam, dan aku menyadari dia sudah tertidur di bahuku. Dengkurannya terdengar persis seperti dengkuran Filo.


Suatu hari nanti, setelah aku pergi, akankah Filo bersandar pada bahu pahlawan lain dan tertidur? Saat aku berpikir tentang hal itu, kelopak mataku semakin berat, dan gak lama aku juga tertidur.


* * * * *


"Makasih banyak!"


Melty dan Filo melambaikan tangannya dengan riang.


Pagi menjelang, dan Fitoria mengatakan bahwa itu mungkin sudah saatnya kami melanjutkan perjalanan. Dia memberi isyarat pada kami agar naik ke kereta.


Setelah kami semua naik ke kereta, Fitoria menteleport kami kembali ke tempat dimana kami bertarung melawan Tyrant Dragon Rex, dan kami semua turun dari kereta. Apa para pahlawan lain ada didekat sini?


"Apa para pahlawan lain ada disuatu tempat dekat sini?"


"Aku merasakan adanya reaksi dari sekitar sini..."


Fitoria menatap kereta. Ini bukanlah tanda-tanda yang bagus.


Beberapa saat berlalu. Lalu Fitoria berubah ke wujud Filolial normalnya kemudian mengangkat sayapnya dan pergi.


"Itu adalah sebuah pengalaman yang menarik, kan, Tuan Naofumi?"


"Memang. Baiklah, Filo..."


"Uh huh?"


Oh, aku lupa menyebutkan bahwa Fitoria memberi Filo sebuah hadiah perpisahan.


Itu adalah sebuah kereta baru. Kereta itu terbuat dari kayu, meskipun kualitasnya tidaklah sangat bagus.


Segalanya menjadi betul-betul rumit. Kenapa dia memberi begitu banyak beban pada pundakku?


Filo Lebih suka kereta yang kubeli, tapi sudah gak ada pilihan lain selain terima apa adanya.


Filo berubah ke wujud Filolial Queen dan mulai menarik kereta.


"Ayo berangkat!"


"Oke!"


"Ya!"


"Kita bisa melakukannya, kan Filo?!"


Kami sudah jauh melenceng dari jalur, tapi kami sudah kembali ke jalan yang benar sekarang. Kami menuju ke perbatasan barat daya.


"Aku gak nyangka akan sampai sejauh ini..."


Kami sampai di perbatasan. Dari tempat kami berada, kami bisa melihat bangunan kecil yang seperti benteng dimana para penjaga mengawasi perbatasan sambil berpatroli di atapnya.


Nggak cukup banyak orang yang melintasi perbatasan, dan ada para penjaga yang memeriksa isi dari kereta-kereta.


"Sialan. Mereka terus mengawasi dengan ketat."


"Karena mereka mencari kita, kan? Setidaknya jumlah penjaganya lebih sedikit daripada yang ada di perbatasan timur laut."


"Memang benar...."


Motoyasu berdiri di dekat perlintasan perbatasan. Iblis maniak api juga ada bersama dia.


Aku berharap Motoyasu pergi ke tempat lain. Dia betul-betul gak pernah mau mendengarkan aku.


Atau begitulah yang kupikirkan, lalu kata-kata Fitoria terngiang kembali. Mungkinkah itu adalah asumsiku sendiri yang mencegah kami dari berdamai?


Terlepas dari itu, Lonte itu juga ada disana—dan gak mungkin dia akan mendengarkan aku.


Aku menaruh harapan kecil bahwa mereka mungkin akan mendengarkan Filo, Melty atau Raphtalia.


Kalau kami mencari perlintasan lain sekarang, itu akan membuat kami berkeliaran selama setidaknya beberapa hari. Dan selain itu, gunakan kami tepat berada didepan kami.


Masalah utamanya adalah Motoyasu. Kami lah yang palinh banyak bertikai sampai sejauh ini. Kalau dia nggak mendengarkan apa yang harus kami katakan, maka kami janua harus menerobos.


Betul—kami hanya perlu menerobos.


"Melty, tujuan kita ada disini. Kita harus menerobos, apapun yang terjadi. Meski begitu, aku akan mencoba berbicara pada Motoyasu."


Aku tau kalau Melty memiliki semacam sifat yang histerik, tapi itu penting untuk memastikan bahwa kami semua sepaham dan sepemikiran.


"Oke."


"Huh? Apa itu?"


"Apanya yang apa?"


"Kupikir kau akan bilang padaku untuk nggak melakukannya karena itu akan membuat kita terlihat jahat."


"......"


Dia berpaling dan menghela nafas karena frustasi.


"Kalau negeri ini berperilaku begitu gegagah, maka perlakukan kasar diperlukan."


Aku tau apa yang dia maksudkan. Dia berpikir tentang bangsawan yang sangat menginginkan kami mati sampai-sampai dia melepaskan segel dari seekor monster kuno. Dia membakar wilayahnya sendiri untuk menghabisi kami.


Melty penuh tekad. Itu bagus.


Memaksakan melintasi perbatasan mungkin akan menghasilkan kehancuran yang lebih sedikit daripada terus-terusan kabur.


"Baiklah. Ayo bergerak! Apa kalian siap?"


"Pasti."


"Yup!"


"Waktunya beraksi."


"Baiklah!"


Aku mengangkat tanganku, dan Filo mencondongkan badannya ke depan, berlari dengan kecepatan penuh sambil menarik kereta.


Kami berlari lurus kearah perlintasan perbatasan.


"Itu si Iblis Perisai!"


Sapaannya semacam itu...


Aku berencana untuk berkompromi dan mencoba membicarakan semuanya. Dan begini cara mereka menyapa?


Aku mempertimbangkan kembali pendekatanku setelah membicarakannya dengan Fitoria. Tapi apa aku salah?


"Berhenti!"


Sebelum perlintasannya, terdapat semacam tikar yang digelar. Tikar itu dipenuhi dengan paku-paku yang berdiri. Kereta kami gak akan bisa melewatinya.


Tapi Filo gak menunjukkan tanda-tanda melambat.


"Mereka datang!"


Motoyasu mengacungkan tombaknya ke arah kami.


Dia adalah pecinta wanita. Dia nggak akan menyerang Filo menggunakan tombaknya... kan?


Tombak miliknya mulai bersinar.


"Myne!"


"Oke!"


Lonte itu mulai merapal sebuah mantra.


"Zweite Fire!"


"Air Strike Javelin! Dan...."


Saat Myne selesai merapal mantranya, Motoyasu mengangkat tombaknya yang bersinar dan melemparkannya kearah kami.


"Skill Kombo, Air Strike Fire Lance!"


Sebuah tombak yang terbuat dari api terbang ke arah kami.


Sial!


Aku segera melompat ke punggung Filo dan milai menhekuaykan skill milikku sendiri.


"Air Strike Shield! Second Shield!"


Dia Air Strike Shield muncul di udara dan menghentikan tombak api milik Motoyasu.


Tapi perisai-perisai itu gak mampu sepenuhnya menghentikannya. Tombak itu memantul dan terus terbang ke arah kereta. Filo melompat menjauh dari kereta untuk menghindarinya. Aku berbalik dan melihat Raphtalia dan Melty berpegangan tangan dan melompat dari kereta tepat waktu.


Apa Motoyasu mengeluarkan skill-skill pada kami tanpa ragu-ragu sekarang?


Selain itu, apaan itu? Sihir dan skill bisa digabungkan menjadi skill kombo?


Kurasa begitu. Itu seperti pedang sihir.


Apa dia menahan diri sepanjang waktu ini? Apa itu sebabnya mereka gak menggunakannya sampai sekarang?


"Apa yang lu lakuin?!"


Aku berencana mencoba berbicara dengan dia sebelum kami kabur, tapi dia cuma berlari dan mulai menyerang kami.


"Myne!"


"Aku tau!"


Putri Lonte itu menatap para prajurit.


Saat dia melakukannya, sebuah sangkar sihir terbuat dari energi mulai berderak dan berdesir, muncul disekitar kami.


"Apa?!"


"Apa.... Apa ini?!"


"Apa yang terjadi?"


Sangkar itu sangat besar, panjangnya sekitar 40 meter. Sangkar itu tampak terbuat dari listrik.


Apa itu.... sihir? Ataukah itu terbuat dari sesuatu yang lain?


"Akhirnya kami bisa nemuin elu, Naofumi. Kali ini lu gak akan bisa lolos."


"Motoyasu....."


Dia menatap kami, terlihat sangat songong.


Apa maksudnya itu? Sikap masa bodo-nya yang biasanya sudah hilang.


"Naofumi, ini adalah perangkat sihir bernana Lightning Cage."


Melty menatap sangkar itu dan menjelaskan fungsinya.


"Itu adalah sebuah perangkap yang dipasang di area tertentu. Itu dirancang untuk menjebak para wizard dan para pengguna sihir."


"Untuk para wizard? Apa gunanya?"


"Itu dimaksudkan untuk mengurung targetnya didalam."


Sekarang itu masuk akal. Mereka sudah melihat kami melarikan diri menggunakan kecepatan Filo sebelumnya, jadi mereka ingin bertarung di area yang sepenuhnya tertutup.


"Aku bisa menghancurkannya, tapi itu butuh waktu."


"Gimana cara normal untuk keluar dari kurungan ini?"


"Kau membutuhkan kunci dari orang yang memasangnya."


Aku turun dari punggung Filo dan menatap Motoyasu.


"Apa kamu akan bertarung?"


"Yah aku ingin membiarkan sesuatu terlebih dahulu. Tapi kayaknya pertarungan sudah gak bisa dihindari lagi."


Raphtalia menghunus pedangnya.


"Raphtalia, kamu fokus saja pada pertahanan. Menjauhlah kalau kamu bisa."


"Tapi aku...."


"Aku ikut bertarung?"


"Ya. Kalau memang sudah gak bisa dihindari."


Motoyasu lemah terhadap cewek-cewek cantik. Dia akan menyerang tanpa ragu-ragu, tapi aku akan mengasumsikan bahwa dia berpikir kami menghindarinya.


"Melty, bisakah kau fokus pada menghancurkan kurungannya?"


"Aku akan mencobanya.... tapi aku nggak bisa janji."


"Baiklah kalau begitu—Raphtalia, kamu fokus melindungi Melty saat dia mencoba menghancurkan kurungannya."


"Baik!"


Setelah aku selesai menetapkan peran mereka masing-masing, aku berjalan kearah Motoyasu.


"Motoyasu, dengerin gue."


Itu mungkin karena percakapanku dengan Fitoria, tapi aku mulai mencurigai bahwa Motoyasu sudah ditipu oleh Lonte itu.


Kalau nggak begitu, maka dia nggak akan repot-repot mencoba menyelamatkan Raphtalia dariku.


Dia mungkin agak lola, tapi untuk saat ini aku akan menganggap bahwa dia nggak betul-betul berniat untuk menjebakku.


"Lu pikir lu bisa mencuci otak gue pake Perisai Pencuci Otak punya lu?!"


Astaga... Dia sudah berhasil diyakinkan kalau Perisai Pencuci Otak memang betul-betul ada.


Sejujurnya, itu adalah kekurangan dia bahwa dia gampang sekali dicuci otak.


Tapi dia adalah Pahlawan Tombak. Kalau aku bisa mempercayai apa yang kubaca dalam The Record of Four Holy Warriors, maka Pahlawan Tombak seharusnya memiliki hati yang loyal.


Loyalitas dalam hal ini jelas-jelas berarti bahwa dia nggak akan meragukan orang-orang yang dia anggap temannya.


Dan putri Lonte serta raja Sampah itu ada dibelakang dia. Kalau dia mempercayai orang-orang yang dia sebut teman tanpa keraguan, maka dia cuma orang idiot.


"Tuan Motoyasu! Kita harus bergegas menyelamatkan Melty dan korban pencucian otak lainnya dari Iblis Perisai!"


Lonte itu selalu saja menyiramkan bensin ke api. Seberapa busuknya wanita ini?


"Gue gak bakal nahan diri lagi."


"....Gue juga."


Setelah aku dipanggil kesini, aku harus menahan kebodohan Motoyasu di hari kedua, lalu di hari pertama bulan kedua.


Pemikiran akhir dari semua itu nampaknya cukup masuk akal.


Sialan! Begini lagi, jatuh ke pola yang sama lagi. Kenapa aku gak belajar?!


"Dengerin gue. Apa para pahlawan punya waktu buat bertikai diantara mereka sendiri? Dimana Ren dan Itsuki? Kalo lu gak mikirin alasan yang bagus karena lu mengerahkan semua waktu lu buat ngejar gue, maka elu bertindak kek orang bego!"


Kalau dia sudah diyakinkan kalau aku ini jahat, maka aku akan mengalihkan pembicaraan pada Ren dan Itsuki—karena mereka gak mengejar aku.


Kalau kami membicarakannya baik-baik, mungkin Motoyasu akan mulai mencurigai yang sebenarnya.


"Meskipun mereka mati, gue gak akan mempercayai apapun yang lu katakan!"


"Huh?"


Mati? Apa yang dia bicarakan?


Ren dan Itsuki? Kami? Siapa? Apa?


"Woi Motoyasu. Apa yang lu bicarain? Siapa yang mati?"


"Begitulah cara lu menipu Ren dan Itsuki juga! Begitulah cara lu membunuh mereka!"


"Apa? Apa yang lu katakan? Jelasin!"


"Lu coba nipu gue! Jangan harap gue dengerin elu! Gue tau semuanya! Setelah monster itu dilepaskan dari sebuah kota dimana lu berada, lu menyelinap ke belakang Ren sama Itsuki terus membunuh mereka!"


Apaan yang terjadi di Melromarc saat kami bersama Fitoria?


Satu-satunya pemikiran yang bisa kupikirkan adalah bahwa Ren dan Itsuki pergi melihat segel yang dibuka. Mereka begitu dekat dengan kebenarannya sehingga seseorang membunuh mereka.


Aku gak tau apakah itu si Sampah atau Gereja, tapi seseorang mencoba memfitnahkan semuanya padaku, dan mereka mengatakan hal itu pada Motoyasu!


"Lu salah! Pikirin lagi! Gue gak punya alasan buat bunuh Ren ataupun Itsuki!"


"Diem. Gue gak percaya sama lu. Gue udah muak nahan diri! Meskipun seorang cewek harus menjadi Perisai yang baru, gue musti mengotori tangan gue buat membalas dendam Ren sama Itsuki!"


Percuma saja. Motoyasu sudah percaya dengan teguh kalau aku sudah membunuh para pahlawan yang lain.


Sialan. Seseorang telah membebankan itu padaku.


Fitoria, aku minta maaf. Para pahlawan sepertinya sama sekali gak peduli tentang menyelamatkan dunia.


Dari semua pahlawan yang diperlukan untuk menghadapi krisis yang menimpa dunia.... entah gimana... cuma dua saja yang tersisa.


Dan melihat sikap Motoyasu, dia gak akan puas sampai aku mati juga.


Tapi aku gak boleh mati disini.


Aku mengganti perisaiku menjadi Chimera Viper Shield dan menghadap Motoyasu.


Motoyasu memiliki si Lonte dan dua cewek dalam partynya. Ada para prajurit yang keluar dari perlintasan perbatasan. Kerangkeng itu membuat mereka gak bisa ikut campur secara langsung—tapi itu juga mencegah kami melarikan diri.


Adapun di pihakku, Filo dan aku berdiri di barisan depan. Melty berada di belakang berusaha menghancurkan kerangkengnya sedangkan Raphtalia melindungi dia.


"Semuanya, ayo balas dendam!"


"Motoyasu, lu gila. Sudah waktunya lu menyadarinya."


Baik. Semuanya sudah berbeda sekarang.


Melty gak bisa bertarung, tapi aku masih punya Filo dan Raphtalia.


Kalau aku betul-betul menggunakan perisaiku, kami gak akan kalah.


Akhirnya, kami akan menyelesaikan seluruh masalah ini.


“AAAAHHHHHHHH!”


Kami berlari masuk kedalam pertempuran demi masa depan.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 7 - Pertempuran Perisai dan Tombak[edit]

"Filo, kau hadapi Motoyasu, dan..."


Saat pertempuran dimulai, aku memberi Filo perintah.


Motoyasu bilang dia gak akan menahan diri—meski melawan wanita. Matanya dipenuhi kebencian. Dia menyiapkan tombaknya.


"Aku, putri selanjutnya, adalah sumber dari segala kekuatan. Biarkan seluruh alam semesta mendengar kata-kataku dan patuhilah. Hujankan api pada musuh! Zweite Fire Squall!"


Saat perapalan sombong Lonte itu selesai, hujan api sihir berasal dari langit muncul.


"Naofumi! Filo!"


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan! Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Hentikan hujan yang menghujani mereka! Anti-Zweite Fire Squall!"


Melty menghentikan upaya menghancurkan Lightning Cage agar dia bisa merapal mantra gangguan pada hujan api itu.


Tapi dia gak bisa sepenuhnya menetralisir efek mantra milik Lonte itu, dan api terus menghujani kami.


Seluruh area terbakar. Itu tampak seperti lautan api. Beruntungnya, cuma sebatas di barisan depan saja yang terkena efeknya, jadi cuma aku dan Filo saja yang kena.


"Itu benar. Aku gak akan membiarkanmu menendang Tuan Motoyasu kali ini."


Lonte itu berlari menyerang kami sekarang, merapal mantra tanpa ragu-ragu.


Tapi Melty juga handal dalam sihir.


Tetap saja, level Lonte itu lebih tinggi.


"Filo! Apa kau baik-baik saja?!"


"Ya! Aku gak apa-apa!"


Filo gak menerima damage yang signifikan dari api itu.


Adapun untukku... Sebelumnya aku baik-baik saja saat para wizard kerajaan memutuskan untuk menyerangku dengan api. Jadi kali ini juga gak masalah buatku.


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Berikan hujan berkah! Zweite Squall!"


Melty memanggil hujan lebat untuk melindungi dirinya dan Raphtalia.


"Ha! Tuan Motoyasu, kau cuma perlu fokus pada Iblis Perisai itu! Aku akan mengurus burung ini dengan sihirku!"


Si Lonte dan para cewek lain di party Motoyasu mulai merapal mantra.


"Aku maju duluan!"


Filo masa bodo dengan perapalan itu. Dia menyerbu kearah Motoyasu.


"Tunggu, Filo!"


Dia gak boleh lari sembarangan kayak gitu—kami gak tau apa yang menunggu kami!


"Wing Tackle!"


Sebuah bola angin besar muncul dan terbang ke arah Filo yang masih berlari kearah Motoyasu.


"Hoh!"


Dengan sebuah kepulan asap, Filo berubah wujud menjadi manusia sambil berlari. Dalam sekejap dia memakai sarung tangan dan berlari untuk mencakar Motoyasu.


"Ugh...."


Motoyasu memutar tombaknya vertikal dan memblokir serangan Filo.


Sekarang aku paham. Fitoria mengajari Filo bagaimana bertarung dalam wujud manusia, dan Fiko menggunakan itu untuk menghindari serangan!


"Rasakan iniiiiiiiiiiiiiii!"


Cakar Filo menebas Motoyasu dengan cepat. Itu seperti cakar-cakaran. Agility Filo yang tinggi membuat serangannya begitu cepat hingga sulit ikuti. Memang dia sudah sangat cepat, tapi trik yang diajarkan Fitoria pada dia telah menunjukkan efek yang jelas. Dia lebih kuat.


"Maaf, Filo!"


Motoyasu menyiapkan tombaknya dan mengeluarkan sebuah skill pada Filo.


"Shooting Star Spear!"


Aku gak akan membiarkan dia melukai Filo semudah itu! Aku melompat ke tengah diantara dia dan Filo dan memblokir serangan itu dengan perisaiku.


Tombak milik Motoyasu mulai bersinar terang, dan membentuk sebuah tombak cahaya. Dia melemparkannya pada kami.


Tombak energi itu terpecah dan meluncur dari atas.


"Ugh?!"


Aku menggunakan bagian terkeras dari perisaiku untuk memblokir serangan itu.


Dampak dari serangan itu sangat kuat. Aku merasakannya melalui perisaiku.


Tulang-tulangku berderak. Aku seperti bisa mendengarnya. Apa dia menggunakan serangan terkuatnya? Apa yang dia mau?


Yah, kalau ini adalah pertarungan yang sebenarnya, kurasa nggak ada alasan bagi dia untuk menahan diri.


"Lu suka itu? Gue masih punya lagi! Chaos Spear! Rising Dragon Spear!"


Motoyasu mengeluarkan skill secara terus-menerus. Chimera Viper Shield punyaku bahkan gak punya kesempatan untuk melakukan serangan balik Snake Fang-nya.


Sialan! Dia begitu percaya diri! Level miliknya pasti sangat tinggi.


"Myne! Semuanya!"


"Aku tau! Zweite Fire!"


"Zweite Air Shot!"


"Api dan angin—dan gabungan skill punyaku. Skill kombo! Air Strike Burst Flare Lance!"


"Ugh!"


Setiap tempat di tubuhku yang gak ditutupi perisaiku kesakitan.


Aku bahkan gak mau berpikir tentang apa yang akan terjadi kalau Barbarian Armor punyaku gak memiliki resistensi api dan angin. Apa aku selamat karena perlindungan Fitoria?


Aku gak mau melihatnya ataupun menerimanya... tapi aku gak bisa mengabaikan darah yang merembes melalui celah armorku.


Aku butuh sihir pemulihan... Tapi Motoyasu gak akan memberiku waktu untuk menggunakannya.


"Shield Prison!"


Sebuah kurungan perisai muncul disekitar Motoyasu.


"Windmill!"


Motoyasu memutar tombaknya dengan sangat cepat. Perisai-perisai yang membentuk kurungan semuanya terlempar.


Sialan... Kekuatan serangannya jelas-jelas sudah melampaui kemampuanku untuk bertahan dari serangannya.


Waktu cool down untuk skill-skill miliknya sudah habis, dan dia mulai mengeluarkan skill-skill satu persatu pada kami lagi.


Mustahil memenangkan pertarungan ini kalau kami cuma bertahan saja sepanjang waktu.


"Master!"


Filo menyilangkan tangannya dan berlari kearah Motoyasu.


"Jangan mengganggu!"


Motoyasu memutar tombaknya dan menyerang Filo menggunakan gagangnya.


Tapi sebelum serangannya kena, aku berhasil merapal mantra.


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Lindungi dia! First Guard!"


Terdengar suara dentuman, dan tampaknya sihir yang ku keluarkan tepat waktu. Gagang tombak Motoyasu terpantul dari Filo sebelum bisa mengenai Filo.


Beruntungnya kami mengetahuinya dalam pertarungan melawan Fitoria bahwa pakaian manusia milik Filo memiliki tingkat pertahanan yang tinggi.


Dikombinasikan dengan mantra pertahananku, defense milik Filo menjadi sangat tinggi.


"Sialan!"


"Aku gak akan kalah!"


Dalam keadaan yang sangat waspada, Filo mengayunkan cakarnya pada Motoyasu disaat dia tengah memperbaiki posturnya.


"Sial! Aku gak akan membiarkan kau menyentuhku!"


Motoyasu menghindari serangan Filo. Dia bergerak untuk menyerang balik, tapi Filo sudah melompat mundur dan merapal sebuah mantra.


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Serang dia dengan tornado ganas! Zweite Tornado!"


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan—biarkan seluruh alam semesta mendengar kata-kataku dan patuhilah! Hilangkan tornado itu!"

"Kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Hilangkan tornado itu!"

"Anti-Zweite Tornado!"


Karena sihir gangguan dari mereka bertiga, tornado milik Filo menjadi tak lebih dari angin sepoi-sepoi.


Filo mulai berkonsentrasi lebih keras lagi. Aku memegang lengan Motoyasu agar dia gak bisa bergerak.


"Lepasin gue!"


"Jangan harap! Filo!"


"Baik! Haikuikku!"


Filo menjadi kabur, bergerak dengan sangat cepat. Dia tiba-tiba berada di belakang Motoyasu. Aku masih memegang dia.


"Ugh..."


Terdengar suara cabikan, dan cakar Filo mencabik-cabik dia lagi dan lagi.


"Jangan harap itu udah cukup buat ngalahin gue!"


Motoyasu membebaskan diri dari peganganku dan memutar tombaknya, menyiapkannya. Dia menusuk lurus kearah mataku.


Dia cepat. Aku memiringkan kepalaku tepat sebelum ujung tombak itu mengenaiku.


"Ha!"


"Wahhh!"


Seorang prajurit terjebak di dalam kurungan bersama kami, dan Raphtalia mengalahkan dia.


Para prajurit mencoba menyerang setiap kali mereka menganggap bahwa Melty dan Raphtalia telah menurunkan kewaspadaan mereka. Mereka selalu salah. Mereka berdua tidaklah sebodoh itu. Mereka berdua sudag pasti bisa melindungi diri mereka sendiri... Tapi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya?


Apa yang harus kami lakukan? Kalau kami bisa mengalahkan Motoyasu, kami akan punya peluang untuk melarikan diri. Tentu saja kami masih harus menghadapi Lonte dan yang lainnya.


Semuanya tampak buruk. Ini hanya masalah mana yang akan habis duluan, pertahananku atau sihir milik Lonte itu.


"Huh?!"


Lonte dan teman-temannya meminum air sihir untuk mengisi sihir mereka yang telah berkurang.


Ini buruk. Apa itu artinya aku harus bertahan sampai mereka kehabisan ramuan sihir?!


"Hebat juga lu, Naofumi. Apa gini cara lu membunuh Ren sama Itsuki?!"


"Udah gue bilang gue gak ngelakuin itu! Dengerin gue!"


Motoyasu menggunakan skill-skill begitu cepat hingga dia terengah-engah. Tetap saja, aku mulai menerima banyak damage!


Aku merasakan darah yang keluar dari tubuhku.


"Selain itu, gue nggak jadi kuat karena alasan alasan-alasan yang lu pikirin. Gue ngalamin saat-saat yang susah! Gue gak kayak elu, tuan 'gue tau segala sesuatu tentang dunia'. Gue gak coba untuk jadi badass!"


Sejak aku dipanggil ke dunia ini, aku menghabiskan begitu banyak waktu untuk mencoba begitu banyak hal yang berbeda, melawan begitu banyak monster yang berbeda.


Aku terang-terangan kalau mengenai metode yang mungkin membuatku lebih kuat. Aku berusaha membuka perisai dan kemampuan sebanyak mungkin. Tapi... tapi pada akhirnya... Apa pengguna perisai betul-betul gak punya peluang?


"Bodoh!"


"Apa?"


Motoyasu mengalihkan perhatiannya. Lonte itu meneriakkan nama Motoyasu. Aku mengikuti tatapannya dan melihat apa yang dia tatap.


Pedang sihir menembus bahu salah satu anggota partynya.


Woi—itu akan membuatnya lebih sulit bagi mereka untuk menahan bombardir sihir.


Raphtalia juga memperhatikan. Menyadari bahwa kami berada dalam masalah, dia meninggalkan posisinya dibelakang dan datang untuk membantu kami.


Adapun untuk Melty... dia masih berusaha menghancurkan Lightning Cage. Setiap kali seorang perajurit mendekat, dia menggunakan sebuah mantra untuk menghempaskan prajurit itu.


Tapi masih saja ada prajurit yang berusaha mendekat.


"Putri! Awas!"


"Mel!"


"Ugh!"


Melihat bahwa Melty hampir dikepung, Filo segera berubah ke wujud Filolial Queen-nya dan bergegas membantu. Dia melemparkan para prajurit seolah mereka adalah mainan. Dia gak menggunakan Haikuikku, tapi gerakan dia tetap sangat cepat. Itu berkat pertarungan melawan Fitoria.


"Tuan Naofumi! Berhentilah memperhatikan Filo—kamu membuat dirimu sangat rentan terhadap serangan!"


"Sial!"


Lonte itu sangat marah karena dia kehilangan seorang anggota party. Dia menghunus pedangnya dan mengayunkannya pada Raphtalia.


"Kita sudah pernah bersilangan pedang sebelumnya. Kau gak bisa mengalahkan aku!"


Hantaman pedang mereka sangat keras dan tajam. Tapi Raphtalia menepis semua serangan Lonte itu.


Ya—itu bagus. Aku hanya berharap bahwa Melty bisa menemukan cara untuk menghancurkan kurungan ini.


"Myne! Sial!"


Motoyasu berputar untuk berlari kearah Lonte, tapi aku menghentikan dia.


"Motoyasu, dengerin gue. Segala yang terjadi adalah karena konspirasi yang dibuat oleh Lonte, si putri, dan Church of Three Heroes. Kami gak membunuh Ren atau Itsuki!"


"Gue gak percaya sama elu! Minggir!"


Aku mencobanya lagi dan lagi, untuk meyakinkan dia. Tapi Motoyasu gak mau dengar. Ini bukanlah loyalitas. Ini adalah kepercayaan buta! Dia terlalu keras kepala untuk mendengarkan.


Apa yang harus kami lakukan? Aku gak bisa menyerang, dan kalau Filo mulai menyerang, maka gak akan ada yang melindungi Melty. Sudah pasti, dia akan datang kalau aku memanggil dia...


"Tuan Naofumi!"


Raphtalia memanggil aku. Ekornya mengembang. Dia punya sesuatu yang betul-betul ingin dia sampaikan padaku.


Itu dia—Motoyasu barusan sudah menunjukan caranya padaku.


Motoyasu memperhatikan Myne. Aku melewati dia dan menyelaraskan nafasku dengan nafas Raphtalia.


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Sembunyikan kami! First Hiding!"


Aku berkonsentrasi dan berfokus pada Raphtalia, dan saat dia merapal mantranya, sebuah nama skill baru muncul di bidang pandangku.


Jadi begitu cara kerjanya...


"Hiding Shield! Change Shield!"


"Apa yang kau lakukan pada Myne? Paralyze Spear!"


Motoyasu mengeluarkan sebuah skill pada Raphtalia. Tapi...


"Apa?!"


Sebuah perisai muncul didepan Raphtalia. Ya, itu adalah skill kombo kami.


Hiding Shield. Itu adalah sebuah skill yang menghasilkan sebuah perisai sihir tak terlihat. Aku menggunakan Change Shield untuk mengubahnya menjadi sebuah perisai yang memiliki efek serangan balik.


Aku memutuskan untuk menggunakan Soul Eater Shield yang memiliki efek serangan balik memakan jiwa.


"Ugh!"


Soul Eater Shield menggigit Motoyasu, berubah menjadi sebuah bola sihir dan terbang kearahku.


"Itu mencuri SPku!"


Aku memang menginginkan efek itu. Efek pemakan jiwa mencuri SP miliknya.


Aku gak tau berapa banyak SP yang dimiliki Motoyasu, tapi ini seharusnya bisa membuatnya sedikit lebih mudah buat kami.


"Jangan remehkan Tuan Naofumi."


Kata Raphtalia sebelum menghilang menggunakan Hide Mirage dan bergerak menjauh tanpa terlihat.


"Dimana dia?!"


"Tuan Motoyasu! Serahkan dia padaku!"


Lonte itu berusaha membatalkan sihir Raphtalia, tapi Raphtalia sudah jauh.


"Jangan harap semudah itu!"


Motoyasu merendahkan tombaknya dan menyerbu kearahku layaknya seekor babi hutan.


"Rasakan ini!"


Motoyasu melihat bahwa aku lega karena Raphtalia lolos. Dia mengeluarkan sebuah skill kearahku. Dari cara dia bergerak, aku mengasumsikan itu adalah Shooting Star Spear.


Armor baruku yang telah ditingkatkan membuat pandanganku lebih baik... tapi bisakah aku melakukannya? Aku mengulurkan tangan... dan memegang gagang dari tombak yang bersinar itu.


"Idiot! Apa lu barusan memegang Shooting Star Spear punya gue?!"


"Elu yang idiot, pake skill yang sama lagi dan lagi! Gue bisa baca setiap gerakan lu, bego!"


Efek serangan balik Chimera Viper Shield, Snake Bite (medium), diaktifkan dan menggigit Motoyasu.


"Ugh... Tubuh gue..."


Akhirnya, dia keracunan.


Motoyasu melakukan gerakan yang rumit dan entah gimana menghasilkan penawar racun dari tombaknya.


Gimana caranya dia melakukannya?


"Gak akan gue biarin!"


"Ha! Coba aja hentikan gue!"


Aku mendekat pada dia dan mencoba merebut obat itu, tapi aku terlambat. Dia sudah meminumnya saat aku mencoba mencari tau darimana obat itu berasal.


"Heh... Jangan harap racun itu bisa jadi masalah besar buat gue."


Baiklah, tapi gimana caranya aku mendapatkan penawar racun dari tombak itu? Aku sama sekali gak paham.


"Racun gak mempan? Apa itu yang lu katakan? Sayang sekali gue harus bilang kalo gue udah melihatnya berhasil berkali-kali."


Filo menyerang begitu cepat hingga Motoyasu kesulitan menjawab.


"Serius nih, tenanglah dan dengerin gue! Kami gak ngelakuin apa-apa sama Ren dan Itsuki! Harus berapa kali gue bilang sama elu kalau itu semua adalah konspirasi—dan wanita yang ada dibelakang elu adalah dalangnya!"


"Kenapa juga gue harus dengerin elu? Gue percaya pada temen-temen gue!"


Teman? Kurasa yang dia maksudkan adalah "wanita".


Meski begitu—aku berusaha. Bisa dikatakan aku memang menepati janjiku pada Fitoria.


Dan aku gak mencoba menggunakan Shield of Rage.


"Baiklah, yah, gue berusaha sabar sama elu. Gue mencoba membicarakannya. Gue gak mau ngelakuin ini."


Aku mengangkat perisaiku. Kalau aku gak mencoba melakukan sesuatu, situasinya akan semakin memburuk.


Kalau Melty gak bisa menghancurkan kurungan itu, maka pasukan pendukung akan terus bermunculan sampai mereka mengepung kami. Kalau kami nggak kabur sebelum itu terjadi, itu sama artinya dengan akhir dari kami.


"Jangan lupa Filo!"


Memanggil Raphtalia untuk meminta dukungan dia.


"Menilai dari gimana kau menyerang, kau pasti sadar."


"Ugh...."


"Melty."


"Apa?"


"Apa kau paham?"


"....Ya."


Aku cuma punya satu ide.


Aku akan menggunakan sihir milik Raphtalia untuk membuat sebuah perisai tak terlihat, dan aku akan memasangnya dimana Motoyasu bergerak. Perisai itu harus punya efek serangan balik, dan Filo serta Melty akan menggabungkan sihir mereka untuk melukai dia.


Kalau kami terus menggunakan sihir, mereka akan mengganggu dan menghentikannya. Tapi akankah mereka bisa menghentikan ini?


"Teman-teman lu pengguna sihir api dan angin. Gue yakin elu menyadari kalo gak satupun sihir itu yang efektif terhadap gue, kan?"


Aku gak yakin apakah yang perlu disyukuri, tapi kayaknya perlindungan Fitoria memberi kami kesempatan melawan Motoyasu.


"Dan tentunya elu menyadari kalo gue masih punya kartu as yang belum gue pake?"


Motoyasu sudah melihat Shield of Rage sebelumnya.


Dia mengalami kesulitan melawannya—dan dia tau aku belum menggunakan perisai itu.


Jadi apa yang akan terjadi kalau aku menggunakan Shield of Rage sekarang?


Yah, Filo akan menggila... tapi itu bukanlah masalah besar.


"Masih belom!"


Motoyasu dengan cepat mengacungkan tombaknya padaku.


"Air Strike Javelin!"


Tombak itu meluncur kearahku.


"Ya, benar!"


Aku menangkapnya. Ada dentuman logam saat tombak itu menyentuh jari-jariku, dan aku merasakan sedikit rasa sakit.


Aku memegang tombak itu, tapi saat aku merenggangkan peganganku, tombak itu terbang kembali ke tangan Motoyasu.


"Mel."


"Baik. Filo, selaraskan dengan aku!"


"Oke!"


Melty menyelaraskan nafas mereka dan mulai merapal sebuah mantra.


"Kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kata kami dan patuhilah...."


"Combo Magic?!"


Lonte dan teman-temannya pucat.


Apa itu? Tunggu... aku membaca tentang itu di buku sihir. Beberapa sihir yang sangat kuat membutuhkan kerja sama dari wizard atau witch lain.


Kombo sihir adalah salah satu dari tipe-tipe itu.


Setidaknya itu membutuhkan dia yang, tapi mereka bisa menggabungkan kekuatan mereka untuk membuat mantra-mantra yang lebih rumit.


Tingkatan diatas kombo sihir disebut sihir upacara. Sepertinya itu adalah sebuah sihir berskala sangat besar yang digunakan dalam perang. Itu sangat kuat... atau begitulah yang kudengar.


"Hancurkan mereka dengan sebuah badai yang ganas! Typhoon!"


Melty dan Filo menggerakkan tangan mereka bersama-sama, dan sebuah tornado kecil muncul dari titik pertemuan tangan mereka. Tornado itu memang kecil, tapi tampak sangat kuat, dan dipenuhi hujan dan es. Tornado itu meluncur kearah Motoyasu dan partynya.


Mereka nggak akan bisa menghentikannya. Mereka harus menahannya.


"Sial! Aku akan melindungi kalian!"


Motoyasu bergegas berdiri didepan anggota partynya. Dia memegang tombaknya secara horisontal dan menerima tornado itu secara langsung.


"Arghhhhhhh!"


Dia nggak bisa menahan kekuatannya, dan dia terlempar berputar-putar ke udara.


Tapi kemudian tornado itu menghilang. Mungkin sihir milik Filo dan Melty gak cukup kuat untuk membuatnya bertahan lama.


Motoyasu jatuh dengan keras, tapi kemudian dia kembali berdiri.


"G..Gue gak boleh kalah. Gak boleh kalah dari elu... Kalo gue kalah, maka Putri Melty, Raphtalia... Filo... mereka semua akan jadi milik elu."


Berpikir dia betul-betul mempercayai keadilannya, bertarung sampai seperti ini, membuatku merasa seperti dia memiliki suatu kualitas yang mungkin betul-betul terpuji.


Tapi, woi.... gimana bisa aku yang jadi orang jahatnya?


Motoyasu tidaklah segitu bodohnya sampai menganggap aku adalah bos level menengah dalam game kecil miliknya, kan?


Itu membuatku jengkel kalau berpikir tentang itu. Dia pikir dia itu siapa?


"Gue akan menyelamatkan mereka. Demi Ren dan Itsuki!"


"Dasar maniak perempuan.... Sungguh menyedihkan melihat lu kayak gini."


Kenapa dia gak mau mempercayai aku? Bukankah itu merupakan penjelasan yang lebih mudah daripada semua pencucian otak ini?


Kalau saja dia mendedikasikan tekad yang teguh itu pada sesuatu yang lebih penting..... Sayang sekali.


"Ugh...."


Kami gak bisa melakukan serangan akhir. Teman-temannya berdiri menghadang.


Tapi karena dia bertarung sampai segitunya dan gak menyerah meski dia sudah diambang tumbang... kurasa dia betul-betul merupakan seorang pahlawan dalam hal itu.


Tapi dia gak boleh cuma mempercayai dirinya sendiri secara buta dan terus bersikeras pada keadilan versi pribadinya sendiri.


"Menyerahlah. Lu gak bisa ngalahin kami. Yang kami mau cuman lu dengerin gue."


Kami ada di persimpangan jalan. Aku harus menemukan cara untuk membuat dia mau mendengar, atau ini adalah akhir dari semuanya.


....Kecuali kami bisa kabur.


"Melty, aku menghargai bantuanmu dalam pertarungan. Tapi kembalilah fokus dalam menghancurkan kurungan itu."


"Aku sudah melakukannya dari tadi!"


"Tuan Motoyasu! Kalau kita tidak mengalahkan Iblis Perisai sekarang, dia akan kabur! Kita harus mengalahkan mereka sekarang, atau kita tidak akan mendapatkan kesempatan lain untuk menyelamatkan Melty!"


"Aku tau itu!"


Kurasa Motoyasu dan anggota partynya gak tau kalau semua adalah sebuah konspirasi. Mereka betul-betul ingin membunuh Melty.


Itu menyedihkan. Musuh yang sebenarnya berdiri tepat disamping dia, dan dia gak tau itu.


Tapi Lonte itu gak kenal kata nyerah.


Aku menoleh pada Raphtalia dan dia mengangguk.


Aku ingin dia menggunakan Hide Mirage untuk menghilang dan membungkam Lonte itu.


Dia masih punya pedang sihir. Kalau dia bisa menggunakannya untuk menjatuhkan Lonte itu, kami mungkin masih punya kesempatan untuk melarikan diri.


Tapi aku gak bisa berpura-pura bahwa aku puas dengan itu. Sebagian dari diriku menginginkan dia mati.


Tetap saja, kalau aku ingin membersihkan namaku, aku gak boleh membunuh orang.


Kalau aku ingin mengurus Lonte itu, aku harus memastikan bahwa Sampah itu sudah ditangani terlebih dahulu.


Kalau aku gak melakukannya, aku gak lebih baik dari Sampah itu.


Tapi kalau aku ingin menyingkirkan seseorang yang menghalangi aku—aku harus mengorbankan mereka.


Apa itu benar? Tidak! Aku harus membuktikan ketidakbersalahanku!


"Aku belum kalah... Belum!"


Aku gak bisa menyebutnya kalau itu semacam kamikaze, tapi Motoyasu berlari kearahku sambil mengacungkan tombaknya.


"Filo!"


"Oke!"


Serangan berikutnya akan mengakhiri semuanya... Atau begitulah yang kukira. Sebelum mereka bisa saling menyerang, seluruh area dipenuhi dengan suara aneh.


Aku melihat sekeliling dan mendapati semua prajurit yang berdiri disekitar telah menghilang. Sesuatu sedang terjadi, tapi apa?


Aku mendengar tepukan berirama.... seperti seseorang sedang... bertepuk tangan?


"Ah... Seperti yang kuharapkan dari sang Tombak. Kau telah menunjukkan tekad yang menakjubkan. Terimakasih atas upayamu."


Seluruh area dipenuhi dengan hawa kehadiran yang begitu kuat yang mana rasanya hampir mencekik... Tapi apa itu?


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 8 - Penghakiman[edit]

Sayap Filo berdiri tegak. Dia dengan cepat kembali ke wujud Filolial Queennya dan berlari kembali ke arah Melty dan menaruh dia di punggungnya. Raphtalia hampir tiarap di tanah, tapi Filo mengangkat dia.


"Apa?!"


"Mel!"


"Ap...Apa yang terjadi, Filo?!"


"AHHHHHHHH!"


"Aku... Aku ini putri. Aku gak peduli niatmu melakukannya. Kau gak boleh seenaknya mengangkatku dan...."


Dia pasti menggunakan Haikuikku, karena dia terlihat buram. Dia berlari melewati Motoyasu dan Lonte, menendang mereka ke kanan dan kiri saat dia berlari kearahku.


Huh? Siapa yang menyangka Motoyasu akan semudah itu dikalahkan?


Lalu aku menyadari bahwa aku sulit bernafas.


Selain itu, kayaknya entah itu Motoyasu ataupun Lonte gak menerima damage.


"Hei, Filo... Ugh!"


Tiba-tiba Filo, dan semua orang, kawan maupun lawan, tergeletak semua.


"Master! Bersiaplah untuk bertahan! Bergantilah menggunakan Perisai hitam itu! Jika tidak, kita gak akan selamat!"


"A...Apa yang kau bicarakan?"


"Lakukan saja! Pasang banyak Perisai di udara diatas kami."


"Ugh... Baik!"


Terbujuk oleh kepanikan Filo, aku mengubah perisaiku menjadi Shield of Rage. Aku menggunakan Shield Prison dan melanjutkannya dengan Air Strike Shield dan Second Shield.


Disaat yang hampir bersamaan ketika Shield Prison muncul, sebuah pilar cahaya besar muncul di langit dan mengarah langsung pada kami.


"Ugh...."


Aku terguncang hebat oleh guncangannya.


Pilar cahaya itu menembus Second Shield dan Air Strike Shield, tapi Shield Prison nampaknya mampu bertahan.


Tate No Yuusha Vol 4 (10).jpg


"Filo! Apa kau baik-baik saja?"


"Ya! Kurasa aku baik-baik saja!"


Bulu yang berdiri di kepalanya menyala. Apa bulu itu menyelamatkan dia?


Biasanya Filo menjadi gak waras setiap kali aku menggunakan Shield of Rage karena dia telah memakan inti naga yang telah menyebabkan perisai itu menjadi lebih kuat. Akan tetapi kali ini, dia tampak bisa mengendalikannya.


Sepertinya aku harus berterimakasih pada Fitoria atas banyak hal.


Dia betul-betul tau apa yang dia bicarakan, dan dia pastinya cukup kuat untuk memerintah para pahlawan untuk bekerjasama.


Ada suara retak yang keras, dan aku mengangkat perisaiku keatas untuk melindungi semua orang dari apa yang akan datang berikutnya.


Shield Prison hancur, dan cahaya mengarah pada kami. Aku bisa melihat cahaya di sekitar tepi perisaiku, jadi cahaya itu sepertinya mencakup area yang sangat luas.


Filo merentangkan sayapnya untuk menutupi orang-orang yang terkapar disekitar kami.


"Uuuuuuuuuuugggghhhhhhh!"


Aku merasa kekuatanku terkikis oleh cahaya itu. Aku merasa seperti kekuatanku dikuras.


"Sedikit lagi...! Selesai!"


Cahaya itu lenyap secepat saat muncul. Aku terus mempertahankan perisaiku dalam posisi siap.


Filo juga berdiri dan melipat sayapnya, membuka perlindungannya dari semua orang yang ada di bawah sayapnya.


Seluruh area disekitar kami hitam... hangus terbakar.


Benteng yang awalnya dibangun untuk mempertahankan perbatasan telah hancur menjadi tumpukan puing-puing, dan kami berdiri ditengah sebuah cekungan. Itu tampak seperti sebuah asteroid telah menghantam kami. Ada beberapa prajurit yang berdiri disekitar. Mereka menatap kami dan tersenyum.


Apa Motoyasu dan Lonte berusaha mengakhiri pertarungan dengan sihir kuat semacam itu? Apa yang terjadi?


"Mungkinkah...?"


"Iblis Perisai tetap tenang setelah dihantam dennan sihir upacara tertinggi, penghakiman'Judgement'. Sungguh mengesankan."


Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat high priest yang sama yang kami temui di gereja kastil kota Melromarc. Dia tersenyum. Kerumunan besar pengikut berdiri dibelakang dia. Ada para knight diantara mereka.


"Kau....!"


Si high priest menatap kami semua. Dia menatap Motoyasu.


Apa ini pasukan bantuannya? Tidak... Serangan itu jelas-jelas menyertakan Motoyasu dalam targetnya. Tapi kalau itu bukan pasukan bantuan, maka....


Kami selamat dari serangan itu pasti karena Shield of Rage. Tapi hei, Filo... Kenapa kau musti repot-repot menyelamatkan Motoyasu dan Lonte? Kita sudah hampir bebas dari mereka. Harusnya biarkan saja mereka merasakan penderitaan yang sebenarnya sekali-kali.


Para Pahlawan yang lainnya sepertinya sudah mati. Jadi kenapa aku harus peduli kalau kami kehilangan satu pahlawan lagi? Lagian dia juga gak mau mendengarkan alasannya.


Filo seharusnya cuma melindungi Raphtalia dan Melty saja.


Terserahlah. Kesampingkan itu untuk sekarang ini, apa maunya high priest itu?


"Apa yang kau pikirkan? Bisa-bisanya kau menggunakan sebuah serangan yang mungkin akan membunuh Pahlawan Tombak dan sang putri?"


"Pahlawan Tombak... apa itu?"


Orang-orang ini harusnya memuja Pedang, Busur, dan Tombak. Aku gak menyangka dia bertindak sampai segitunya yang mana sampai menempatkan salah satu dari mereka dalam bahaya. Tapi dia cuma tersenyum pada kami.


Apa yang terjadi? Aku mulai merasakan firasat buruk tentang itu. Dia tampak seperti dia akan tersenyum seperti itu setelah serangannya menghasilkan tumpukan mayat. Itu seperti senyum setengah-setengah. Itu mengandung rahasia. Aku gak tau apa itu, mungkin rona wajah di pipinya. Pokoknya, ada sesuatu yang salah.


Itu membuatku berpikir. Apa yang terjadi pada Ren dan Itsuki? Seseorang membunuh mereka.


Motoyasu jelas-jelas menganggap aku yang melakukannya, tapi aku gak melakukannya. Itu artinya penjahat yang sebenarnya masih ada diluar sana.


Kayaknya masuk akal untuk mengasumsikan bahwa orang ini adalah dalang di balik semuanya.


"Yang menjadi panutan kami adalah para Pahlawan yang menyelamatkan dunia dari kehancuran, dari gelombang. Para Pahlawan yang membuat dunia dalam masalah bukanlah Pahlawan yang sebenarnya. Mereka adalah aib bagi kepercayaan kami."


Si high priest berbicara dengan santai, seolah itu hanyalah sebuah percakapan normal.


"Apa-apaan itu?!"


Motoyasu sangat terkejut. Dia melotot pada si high priest.


"Demi keadilan orang-orang, suatu penyesuaian harus dilakukan sesuai dengan kekuasaan kerajaan. Putri yang kau lihat disini sudah mati—dibunuh oleh Iblis Perisai. Jangan sia-siakan waktumu mengkhawatirkan mayat."


"Gimana bisa....? Terserahlah."


Raphtalia mulai menyuarakan penentangannya, namun menyerah.


Terakhir kali kami bertemu high priest, dia tampak pencinta damai dan adil. Itu pasti merupakan kesalahpahaman yang ku buat.


"Seseorang harusnya bersyukur atas kebaikan dan kekuatan dari air suci yang diterima, namun Iblis Perisai terus berperilaku agresif. Aku datang sebagai perwakilan Dewa untuk memurnikan dia."


Logika miliknya adalah sesuatu yang agung. Itu terdengar seperti dia memberi kami air suci itu dengan harga yang sesuai karena dia gak menganggap kami sebagai sebuah ancaman. Tapi sekarang berbeda, dia akan membunuh kami. Jadi kurasa dia nggak betul-betul paham gambaran besarnya pada saat itu.


Atau bisa juga dia terus merendahkan kepalanya untuk menghindari kecurigaan.


"Yang benar saja! Aku sang putri disini! Aku tidak dibunuh oleh si Perisai!"


"Sebenarnya, Putri Malty, semua ini sudah ditentukan. Jangan khawatir. Kami sudah membuat persiapan untuk penerusmu. Negeri ini akan berada di tangan yang aman. Segalanya terjadi sesuai dengan kehendak Dewa."


Lonte... Dia akan melakukan apapun, apapun untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Sekarang si high priest menjelaskan konspirasi tersebut pada semua orang, Lonte itu gak diperlukan untuk masuk dalam percakapan. Wajahnya semakin lama semakin pucat.


"Kau... bohong, kan?"


"Ahahahahaha! Tidak. Kalau dunia ingin selamat, harus membersihkan orang-orang vulgar sepertimu."


"Diam! Maksudmu kau menipu kami?!"


Motoyasu merengek. Wajahnya berlinang air mata, dia mengarahkan tombaknya pada high priest.


"Kami bertarung untuk menyelamatkan Putri Melty... untuk menyelamatkan negeri ini! Apa itu adalah sebuah kebohongan?!"


"Tidak juga. Semua ini demi kebaikan negeri, demi kebaikan dunia. Iblis Perisai telah menculik dan membawa orang-orang, dan ketiga pahlawan lain bertindak dengan suatu cara yang menyebabkan orang-orang meragukan kebenaran dari ajaran kami. Ini adalah pertarungan untuk memberantas kelaliman-kelaliman ini. Kerajaan harus diamankan."


"Dasar tukang fitnah...."


Aku berbicara pelan, tapi si high priest dengar. Wajahnya berkedut dan dia berbicara dengan jengkel.


"Ya.... Para Pahlawan Palsu menyebabkan masalah-masalah di seluruh negeri yang mana menyebabkan orang-orang mempertanyakan keyakinan mereka. Pahlawan Pedang palsu menyebabkan penyakit ganas dan menyebar. Itu membawa kekacauan pada ekosistem. Pahlawan Tombak palsu melepaskan seekor monster kuat yang tersegel, dan Pahlawan Busur palsu menyembunyikan kekuatannya, membuat para pengikutku menderita dan kebingunan."


Akulah yang menyelesaikan semua masalah itu.


Aku gak yakin apa yang dilakukan Itsuki, tapi penguasa daerah yang dia gulingkan karena pajak yang tinggi pasti sangat kaya. Mungkin dia mendonasikan uang itu pada kegiatan amal?


Dan selain itu, bangsawan gila yang melepas monster tersegel itu merupakan seorang pengikut fanatik gereja.


"Terlebih lagi, Pahlawan Pedang dan Busur palsu telah melakukan penyelidikan yang tidak diperlukan dalam masalah-masalah ini. Mereka harus ditangani, jadi kami melakukannya."


Si high priest terus berbicara seolah semua ini merupakan hal yang paling jelas di dunia ini.


"Apa?!"


Woi, Motoyasu—apa yang membuatmu begitu terkejut? Kalau saja kau mau mendengarkan...


"Kami memanggil si Pedang dan Busur, dan mereka datang ke tempat pertemuan yang ditentukan, disanalah mereka dimusnahkan dengan akhir yang sama yang baru saja kau saksikan, 'Judgement'. Ini juga sesuai dengan kehendak Dewa."


Ren dan Itsuki... Seperti yang kuduga. Mereka gak mengejar aku karena mereka merasa seluruh situasi ini mencurigakan. Mereka melakukan penyelidikan sendiri.


Itsuki... Yah, dia percaya pada Ren dan mendengarkan apa yang dikatakan Ren.


Gimana bisa mereka melakukan hal semacam itu? Kalau Itsuki mengetahui semua ini, rasa keadilan miliknya akan membuat dia menghentikan semua ini.


Tapi mereka menyerang dia, dan membunuh dia tanpa peringatan.


"Kau membunuh mereka? Mereka bertarung demi dunia ini!"


Motoyasu begitu marah. Dia berteriak.


Yang benar saja. Itu gak seperti mereka adalah teman dekat atau semacamnya. Maaf saja Ren dan Itsuki, tapi aku nggak betul-betul merasa sesuatu yang emosional pada berita kematian mereka.


Sejujurnya, aku ingat apa yang dikatakan Fitoria, tentang bagaimana gelombang akan semakin buruk kalau ada pahlawan yang mati....


"Harap jangan menganggapnya begitu. Aku lebih senang kau mengatakan bahwa kami memurnikan dunia dari para iblis yang berusaha memanfaatkan kami."


"Kau....."


"Adapun untuk raja dan ratu, kami akan mengatakan pada mereka bahwa negeri ini hampir jatuh ke tangan para Pahlawan palsu. Kami bisa menyelamatkan dunia dari mereka, tapi dalam prosesnya, para putri...."


Ha! Siapa juga yang akan percaya itu? Atau.... mungkin Sampah itu akan menerimanya tanpa berpikir dua kali—dia akan membebankan masalah-masalah dia padaku.


Sebenarnya, di dunia asalku, mungkin ada banyak orang yang kuat yang tampak menyedihkan setelah kebenarannya terkuak—orang-orang yang dieksekusi karena melakukan perencanaan licik untuk menyulut perang.


Kurasa aku gak tau kebenaranya juga, tapi setidaknya aku tau satu hal. Mereka akan mengeksekusi kami atas dasar teori-teori egois mereka sendiri.


"Naofumi. Anggap saja gencatan senjata. Gue butuh bantuan lu."


Motoyasu berpaling dan menatapku.


"Enak sekali lu. Jangan harap gue bakal ngebiarin lu lupa gimana lu memperlakukan gue sampai lima menit lalu. Bahkan apa lu paham kenapa lu mengabaikan gue saat gue minta elu buat dengerin gue? Berapa kali gue minta sama elu?"


Aku gak akan membiarkan dia semudah itu. Aku minta dia untuk mendengarkan aku, dan dia menjawab dengan serangan. Aku gak bisa membiarkan itu begitu saja.


Selain itu, si bodoh itu betul-betul percaya tentang Perisai Pencuci Otak gak jelas itu.


"Tolonglah! Gue... Gue harus memberi mereka pemakaman! Gue gak bisa maafin ini!"


"Memang. Gue yakin elu bisa ngalahin tuh orang sendirian."


Aku gak akan membiarkan dia begitu saja. Apa dia mengerti seberapa sengsaranya aku karena dia selama ini?


"Lu gak mau bantu? Apa lu gak ngerasa apa-apa buat Ren dan Itsuki?"


"Gue ngerasain banyak hal. Gue berencana mengakhiri ini dengan pertumpahan darah. Tapi Motoyasu, gue gak ngerasa gue punya tanggung jawab buat bantu elu."


Kurungannya sudah hancur. Kalau kami naik ke punggung Filo, kami mungkin bisa kabur.


Aku gak berencana bertikai dengan dia terus, tapi aku mau dia tau gimana yang kurasakan.


"Ngomong-ngomong...."


Aku mengangkat jari telunjukku dan menunjuk Motoyasu. Lalu aku mengarahkan jariku ke tanah dan tersenyum.


"Lakukan sesuatu untuk gue dan matilah. Yang ada di otak lu cuma selangkangan doang."


"Bangsat!"


Motoyasu berdiri terhuyung. Dia mengepalkan tangan dan mengayunkan tinjunya padaku.


"Lu yakin mau mukul gue?"


Aku memakai Shield of Rage. Itu artinya kalau dia memukulku, kutukan pembakar akan aktif—dan itu mungkin akan membunuh dia.


"Sial..."


Tetap saja, kutukan itu akan menyerang Raphtalia, Filo dan Melty—jadi aku harus mengendalikannya.


"Perkelahian apa yang kalian berdua lakukan! Seperti yang kuduga dari Pahlawan Tombak palsu dan Iblis Perisai."


"Diam lu!"


"Ya, tutup mulut lu! Lagian gue gak butuh elu. Gue akan bunuh tuh orang sendiri!"


"Ahaha! Kau pikir kau bisa mengalahkan aku? Songong sekali."


Si high priest tertawa dan memanggil para bawahannya untuk membawakan sebuah senjata.


Apa itu? Itu kelihatan seperti sebuah pedang besar....


Pedang itu bersinar perak dan memiliki desain yang rumit. Sejujurnya, itu sangat keren. Pada bagian tengahnya terdapat permata berbentuk kotak yang mana memberiku firasat buruk. Itu seperti semacam senjata yang mulai muncul di pertengahan dari sebuah game.... seperti Sword of God?


"Ap...Apa itu....?"


Lonte dan Melty langsung pucat.


"Naofumi! Hati-hati! Itu adalah...."


"Aku akan memulai dengan Iblis Perisai. Terimalah penghakiman Dewa."


Si high priest mengangkat pedang itu. Meski dia cukup jauh dari kami, dia mengayunkan pedang itu.


Dan sebuah gelombang kejut yang kuat terbang kearahku. Aku segera mengangkat perisaiku dan menangkis serangan itu.


"Ugh!"


Serangan itu begitu kuat hingga aku hampir terlempar. Itu jauh jauh lebih kuat daripada Shooting Star Spear milik Motoyasu, dan aku hampir kehilangan kesadaran.


Tanah di depanku terbelah, dan retakannya semakin lebar.


Tunggu sebentar. Aku sekarang ini menggunakan Shield of Rage!


Aku menggunakan perisai itu untuk memblokir skill-skill yang paling kuat yang bisa dilakukan Motoyasu dan yang lainnya, dan itu nggak masalah. Kalau dia bisa melukai aku semudah itu.... senjata apaan itu?


"Naofumi.... Itu adalah sebuah relik dari jaman kuno! Itu adalah sebuah replika dari senjata yang digunakan seorang Pahlawan Legendaris...."


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 9 - Replika[edit]

"Itu sebuah replika?"


Itu terlihat lebih kuat daripada aslinya.


Atau harus kukatakan aku membandingkannya dengan senjata milik Ren karena itu adalah sebuah pedang. Sudah pasti itu lebih kuat daripada tombak milik Motoyasu. Mungkin setidaknya limabelas kali lebih kuat, maka aku harus bisa menggunakan Shield of Rage untuk bertahan dari pedang itu.


Tapi menilai dari kekuatan serangan yang tadi, pedang itu sudah pasti jauh lebih kuat lagi.


"Tapi gimana bisa... Itu seharusnya sudah hancur ratusan tahun yang lalu."


"Bukan hancur... tapi dicuri. Dan organisasi di balik pencurian itu pasti Church of the Three Heroes."


Itu seperti semacam teori konspirasi tentang pengeboman di dunia asalku. Mereka pasti telah memproduksinya dalam jumlah banyak, tapi beberapa diantaranya menghilang. Jadi kemana hilangnya itu?


Tapi yang lebih penting lagi, kalau itu adalah sebuah replika dari senjata legendaris, maka itu artinya pedang milik Ren akan menjadi seperti itu?


Aku punya banyak alasan untuk curiga daripada yang terlihat, tapi apa betul-betul gak apa-apa mempercayakan kekuatan sebesar itu pada satu orang saja? Kalau itu cuma sebuah replika, maka siapa yang tau apa yang mampu dilakukan oleh yang aslinya? Kalau mereka memiliki senjata itu, apa mereka betul-betul perlu repot-repot memanggil para pahlawan baru?


Tapi kenapa juga harus memikirkan hal semacam itu? Aku tinggal menanyai high priest secara langsung.


"Kalau kau punya sesuatu seperti itu, kenapa repot-repot memanggil kami semua? Kalau kau membuat senjata itu lebih banyak, kau bisa menangani gelombang sendiri."


Melty menggeleng.


"Jika sesederhana itu menyalin Senjata-Senjata Legendaris, maka kami pasti sudah melakukannya... Untuk membuat sesuatu seperti itu dibutuhkan sumber daya yang sangat banyak yang mana kami gak memilikinya."


"Benarkah?"


"Ya. Untuk mengayunkannya meski cuma sekali, membutuhkan akumulasi sihir ratusan orang selama sebulan. Apalagi produksi masal, itu sudah gak perlu dipertanyakan lagi. Replika itu sudah ada sejak jaman kuno. Itu merupakan legenda dalam arti tertentu."


"Wow."


Aku pernah melihat sesuatu seperti itu di sebuah anime. Itu adalah sebuah cerita tentang sebuah robot besar yang membutuhan seluruh listrik di Jepang untuk melakukan satu tembakan. Mungkinkah pedang ini seperti itu? Kalau itu bisa melakukan hal semacam itu, maka itu merupakan teror yang mengerikan.


"Ya, para penganut kami telah mempertaruhkan nyawa mereka, siang dan malam, untuk memberi pedang ini sihir mereja. Aku harus menggunakannya demi pertempuran suci kami. Pertempuran suci yang kami hadapi saat ini juga!"


Pertempuran suci, huh? Yah setidaknya dia sudah bersiap.


Pahlawan Legendaris.... Jadi ini adalah salinan dari pedang miliknya atau semacamnya? Mereka bilang itu dicuri ratusan tahun yang lalu, dan mereka menghabiskan waktu yang lama untuk mengisinya dengan sihir. Dan dia menggunakannya sekarang?


Sialan! Benda itu merupakan masalah yang serius.


Bukan, itu membuktikan bahwa dia berada dalam situasi yang sangat sulit. Kalau kami bisa melewati ini, akan ada peluang untuk melakukan serangan balik. Kami hanya perlu mencari peluang itu.


"Sekarang aku telah menggunakannya sekali untuk merasakannya, haruskah kita melanjutkan pertempurannya?"


Si high priest mengacungkan pedang itu. Saat dia melakukannya, pedang itu tiba-tiba berubah bentuk menjadi menyerupai sebuah tombak. Bentuknya berubah, tapi kualitasnya tidak. Kalau mereka mengatakan itu merupakan sebuah senjata yang digunakan oleh orang yang sama, aku akan mempercayainya.


"Senjata itu berubah bentuk?"


"Ya, karena itu adalah sebuah Senjata Legendaris. Pedang, Tombak, Busur... Kami harus memurnikan semuanya."


Kabur tampak seperti pilihan yang bagus, tapi akankah kami bisa kabur dari seseorang yang menggunakan sebuah senjata seperti itu?


Saat dia mengeluarkan gelombang kejut tadi, serangan itu bergerak dengan sangat cepat hingga menghindarinya akan sangat sulit.


Sepertinya dia juga menahan diri. Tapi kalau dia menggunakan sebuah skill tembakan menggunakan senjata itu, kurasa Filo nggak akan bisa menghindari serangan itu.


"Ada batas pada apa yang bisa dilakukan para penganutku, jadi aku ingin mengakhiri ini secepat mungkin."


Si high priest memikul harapan dari para penganutnya dan para knight saat dia mengacungkan senjata itu pada kami.


Replika senjata berbentuk tombak itu mulai bersinar lalu terbagi menjadi tiga tombak cahaya.


"High-Skill, Brionac?!"


Motoyasu, si Pahlawan Tombak, berteriak. Itu pasti sebuah skill yang dia ketahui dari game yang dia mainkan.


Kalau dia sampai berteriak, maka itu pasti sebuah skill yang kuat.


Sebuah ayunan biasa dari pedang itu saja sudah cukup merusak. Apa yang mampu dilakukan oleh skill pedang itu?


Kami gak bisa kabur, tapi bisakah kami bertahan? Menurut Motoyasu dan para pahlawan lain, perisai nggak punya kesempatan.


Nggak ada jalan keluar... apa begitu maksudnya? Aku belum menyerah.


"Filo!"


"Oke!"


Filo segera mengetahui apa yang aku inginkan. Dia mengangkatku dan melemparku ke arah high priest.


Saat high priest berada dalam jangkauan skillku, aku berteriak.


"Shield Prison!"


Sebuah kurungan dari perisai muncul dan mengurung high priest.


Kalau aku bisa menggunakan Change Shield (serangan) dan kemudian Iron Maiden....


"Kau mau apa?"


Dia bahkan gak melakukan apa-apa. Energi yang ada pada skill miliknya saja sudah cukup untuk menghancurkan Shield Prison.


Apa?! Tidak, tunggu... Aku harus tetap tenang.


Aku gak akan bisa menggunakan Iron Maiden. Itu artinya aku cuma punya satu pilihan serangan lain.


Aku harus mengenai dia dengan Self Curse Burning.


Tapi untuk melakukan itu, aku harus berada dalam jangkauan serangannya dan menangkis serangan tombaknya untuk... Tidak—bukan begitu. Aku masih bisa mengambil inisiatif.


"Filo! Lemparkan Motoyasu ke sini!"


"Apa?!"


"Oke!"


Seperti yang ku minta, Filo melompat Motoyasu ke arahku sebelum aku menyentuh tanah.


"Ahhhhhhhhh!"


Aku bisa mendengar teriakan Motoyasu semakin keras saat dia terlempar mendekat padaku.


"Motoyasu, serang aku!"


"Apa?! Ah, oke!"


Motoyasu memang idiot, tapi setidaknya dia mengetahui apa yang kumaksudkan.


Aku berbalik menghadap dia, dan Motoyasu menusukkan tombaknya padaku. Terjadi dentuman nyaring saat ujung tombak itu mengenai perisaiku.


Bagus—itu sempurna.


"Shooting Star Spear!"


Segera setelah mengenai aku, Motoyasu berputar dan mengeluarkan sebuah skill kearah high priest.


"Bodoh."


Skill milik Motoyasu hancur di tengah udara. Skill itu gagal menembus medan kekuatan misterius yang dimiliki high priest di sekitar dirinya.


"Apa?!"


"Giliranku!"


Self Curse Burning aktif, dan sebuah pusaran besar muncul berpusat pada diriku sendiri. Kobaran api terkutuk menyebar menyelimuti high priest.


Medan kekuatan yang ada di sekitar dia lenyap, dan api itu...


"Itu tidak akan berhasil!"


Para penganut high priest semuanya merapal...


"Dewa kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kebenarannya dan pahamilah. Secara ajaib murnikan kutukan itu! Sihir seremonial tingkat tinggi, Sanctuary!"


Area itu tiba-tiba dipenuhi cahaya putih, dan Self Curse Burning lenyap.


Apa aku bodoh? Tentu saja, aku harusnya tau kalau kekuatan "suci" akan memurnikan efek pada kekuatan "kutukan" punyaku.


Mungkinkah air suci yang kubeli untuk menyembuhkan kutukan pada Raphtalia cuma sekedar trik saja? Mungkin.


Tapi untuk menyembuhkan dia, aku memerlukan air suci terbaik yang ada. Kupikir kutukan itu sangat kuat, dan ternyata high priest itu menghancurkannya dalam sekejap....


"Air Strike Shield! Second Shield!"


Sebelum Motoyasu dan aku menghantam high priest, aku mengeluarkan perisai yang bisa kami gunakan untuk bergerak kebelakang.


"Woi, teman-temannya Motoyasu! Gak bisakah kami mendapatkan sihir pemulihan?! Kalau kalian memperlakukan kami seperti musuh, kita gak akan bisa selamat dari ini!"


"Oh! Um... Zweite Heal!"


Lukaku dan Motoyasu disembuhkan. Itu bagus dan sangat diperlukan.


Ugh... Aku harus bertarung bersama Motoyasu. Aku gak bisa memikirkan situasi yang lebih buruk lagi. Tapi kalau kami gak melakukan musuh yang ada di depan kami, kami gak akan bisa selamat.


"Master! Aku akan ikut menyerang!"


"Hati-hati!"


"Oke!"


Filo berubah ke wujud manusianya dan berlari kearah high priest. Begitu pula dengan aku, Raphtalia dan Motoyasu juga.


Gak ada alasan untuk diam saja dan membiarkan high priest itu mempermainkan kami.


Cuma karena Self Curse Burning gak mempan bukan berarti kami harus diam saja tanpa melakukan apa-apa.


Cukup beruntung, dan mungkin karena skill kuat itu membutuhkan beberapa saat untuk menggubakannya, si high priest tetap mengacungkan tombaknya pada kami. Dia gak bergerak.


"Hai...kuikku!"


Filo berteriak saat dia berlari, dan dia menjadi buram. Lalu dia berada di belakang high priest.


Tapi semuanya berhenti sesaat. Filo menghantamkan tinjunya.


"Ugh... Keras sekali!"


Medan kekuatan macam apa yang dihasilkan senjata replika itu yang menghentikan pukulannya.


"Shooting Star Spear!"


Seribu cahaya terbang kearah high priest, tapi semuanya gak ada yang bisa mencapai dia.


"Gunakan Fire Lance atau apalah itu!"


"Hei, ya! Myne!"


"Aku akan menghukummu karena memerintah ratu masa depan!"


Lonte itu marah saat dia merapal mantra. Teman-temannya juga merapal mantra.


"Tuan Motoyasu. Terima sihir pendukung ini! Zweite Power!"


Woi, bisakah mereka menggunakan sihir semacam itu pada Filo juga? Bisakah mereka mencoba sedikit lebih membantu?


"Makasih! Ayo maju!"


Motoyasu tersenyum pada partynya dan kemudian mengedipkan matanya. Lalu dia menggunakan sebuah skill, tapi itu lebih lambat daripada yang sebelumnya.


"Fire-Storm Shooting Star Spear!"


Pada dasarnya itu adalah Shooting Star Spear yang diimbuhi dengan sihir angin dan api. Itu butuh sedikit lebih lama untuk mengaktifkan daripada skill dasar miliknya.


Kobaran api menyala dalam deru angin. Bilah menyala seperti bintang jatuh. Angin menderu, dan api menyala besar saat tombak itu meluncur.


Gak ada sentakan, gak ada kilatan. Motoyasu mengarahkan tombak itu pada high priest.


Kalau itu aku, aku bahkan gak mencoba memblokirnya. Cukup mudah untuk menghindarinya.


Serangan itu gak akan berhasil selain pada musuh yang sepenuhnya gak bisa bergerak. Kecuali, serangan itu memiliki semacam efek yang gak ku ketahui.


Selain itu, mereka cuma memberi sihir pendukung pada Motoyasu. Mungkinkah itu ada hubungannya?


Namun... dengan dentuman memgecewakan, tombak itu menghantam penghalang defensif milik high priest, gak bisa berbuat apa-apa.


"Ugh...."


Motoyasu bergerak menjauh dari high priest untuk menjaga jarak. Lalu dia memegang kepalanya seolah dia pusing mendadak.


"Tuan Motoyasu, apa kau baik-baik saja?!"


"Ya, tapi... aku butuh SP. Dan waktu cool downnya..."


Sepertinya ada harga yang harus dia bayar untuk menggunakan skill tingkat tinggi.


Butuh beberapa saat untuk mengeluarkan skill itu, dan skillnya terlalu lambat untuk mengenai sasarannya. Kalau itu butuh waktu yang lama, kau akan berpikir itu merupakan skill yang kuat, tapi itu gak cukup kuat untuk menembus penghalang itu. Seberapa keras penghalang itu?


Penghalang itu membuat kutukanku gak berguna, dan serangan Filo maupun Motoyasu gak ada yang berhasil menembusnya.


"Yang Mulia!"


"Kami akan menggunakan sihir defensif!"


"Dewa kami adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kebenarannya dan pahamilah. Lindungi orang suci! Sihir seremonial tingkat tinggi, Castle Wall!"


Tiga penganut yang berdiri di belakang high priest mengeluarkan sihir pendukung pada dia, tapi nggak mungkin kami bisa mengganggu sebelum sihir itu dipasang.


Apa-apaan dinding kastil itu? Sebuah dinding cahaya muncul disekitar high priest, dan itu tampak seperti sebuah benteng.


"Hiyaaaaaaa!"


Raphtalia dan Filo menyerang dinding itu, tapi dinding itu memantulkan mereka.


"Filo! Raphtalia! Aku juga akan membantu!"


Melty menggunakan sihir kesukaan dia, Aqua Shot, tapi sihir itu gak efektif seperti yang sudah kuduga. Gak ada yang bisa menembus penghalang itu.


Aku mulai berpikir bahwa mungkin lebih baik fokus menyerang para penganut yang ada di belakang. Tapi sebelum aku bisa menyuarakan pikiranku....


"Yah, kupikir sudah cukup main-mainnya. Aku sudah siap mengakhiri pertempuran ini."


Tombak ditangan high priest mulai menyala, mungkin mengindikasikan bahwa tombak itu siap untuk menggunakan sebuah skill.


"Baikkah, kita sudah mencapai akhirnya. Selamat tinggal, Iblis dan Pahlawan palsu."


Tombak itu memancarkan cahaya, dan si high priest tersenyum pada kami. Dia seperti seorang eksorsis yang merasa puas.


"Mel!"


Dengan cepat, Filo melindungi Melty. Raphtalia memegang tanganku.


"Apakah ini...?"


Motoyasu bergumam. Itu terdengar seperti sebuah pengakuan kekalahan.


"A...Aku akan menjadi ratu! Kalau kau memperlakukan aku seperti ini maka aku—"


Lonte itu meneriakkan apapun yang ada dikepalanya.


Para cewek lain di party Motoyasu telah sepenuhnya kehilangan ketenangan mereka dan menangis histeris.


Satu-satunya diantara kami yang mungkin bisa selamat dari serangan itu adalah aku...


Yang mana itu artinya yang bisa kulakukan adalah berlari kedepan dan menyiapkan perisaiku.


Sudah jelas, aku nggak melakukan itu untuk melindungi orang-orang bangsat ini.


Tapi aku melakukannya untuk melindungi Raphtalia. Untuk melindungi Melty—dan Filo. Aku melakukannya untuk melindungi orang-orang yang percaya padaku.


Aku menyiapkan perisaiku dan melangkah maju.


"Aku ikut bersamamu."


Raphtalia melangkah maju bersamaan dengan aku. Dia memegang tanganku.


Dia terus bersamaku sepanjang waktu ini.


Meskipun dia nggak menyadarinya, dia dibeli sebagai seorang budak oleh Iblis Perisai dan dipaksa masuk kedalam dunia pertempuran dan kekerasan.


"Aku minta maaf. Aku minta maaf aku sudah membuatmu terlibat dalam semua ini."


"Jangan minta maaf, Tuan Naofumi. Aku percaya kamu masih bisa melindungi kami."


"Kamu benar. Aku nggak tau seperti apa Pahlawan Tombak masa lalu, tapi ini adalah sebuah skill dari Pahlawan Tombak."


Masih ada banyak hal untuk dilakukan. Ini gak mungkin akhirnya.


Akhirnya semua konspirasi, dan kesempatanku untuk meluruskannya, berada tepat di depanku.


Brionac... Itu adalah nama sebuah tombak dari mitologi Celtic. Dan aku akan memblokirnya.


High priest mengangkat tombaknya ke langit...


"Hand Red Sword!"


"Shooting Star Bow!"


Hujaman pedang muncul tepat di atas high priest, dan sebuah anak panah besar. Semua itu meluncur kebawah dari langit.


"Apa ini?!"


Si high priest segera menghentikan penggunaan skill itu dan menggunakan skill lain, yang mana kurasa disebut Windmill Spear, untuk memblokir hujaman senjata-senjata yang tiba-tiba itu.


Aku berbalik untuk menghadap sumber suara itu, dan aku melihat....


"Apa ini? Kupikir kalian berdua telah dimurnikan oleh hukuman Dewa. Apa yang kalian lakukan disini?"


Ren, Itsuki serta para anggota party mereka berdiri disana. Kupikir mereka sudah mati! Tapi ternyata mereka masih hidup.


"Jangan seenaknya mengganggap kami mati! Apa kau memeriksa mayat kami?"


"Tepat di ujung krisis, senang sekali rasanya bahwa kami berhasil."


Ren dan Itsuki berdiri sambil memasang kuda-kuda mereka dan berteriak pada kami.


"Aku yakin bahwa kau bahkan nggak memeriksa mayatnya setelah menggunakan sihir pada skala itu, tapi inilah konsekuensi dari sikap sombongmu."


Aku menatap kawah yang dihasilkan serangan pertama high priest.


Memang sih... Kalau serangannya cukup kuat hingga menghasilkan kawah seukuran ini, kau nggak akan berharap ada sisa dari korbannya. Tetap saja—kami semua selamat dari serangan itu.


Aku menatap Ren, lalu aku tiba-tiba menyadari betapa beratnya tubuhku.


Shield of Rage menjerit didalam kepalaku seolah perisai itu akhirnya menemukan musuh yang menyebabkan semua kebenciannya.


Sama seperti yang dikatakan Fitoria. Perisai itu telah menemukan orang yang dibencinya. Ren membuat perisai itu dipenuhi dengan kemarahan.


Aku harus menahannya... Ini bukan saatnya untuk kehilangan kendali.


"Bagaimana kalian..."


Motoyasu berbicara pada mereka seolah dia melihat hantu.


Aku gak punya prasangka yang sama, tapi itu memang agak aneh bahwa semua pahlawan tiba-tiba bisa berkumpul di satu tempat.


"Para Shadow... atau sesuatu seperti itu, datang entah darimana dan menyelamatkan kami."


"Ya, itu nyaris sekali."


"Huh? para Shadow lah yang memberitahu kami dimana kami bisa menemukan Naofumi. Kupikir mereka ada dipihak Gereja?"


Aku bertanya-tanya apakah Motoyasu mengetahui kemana kami pergi. Setelah dia menghilang, aku bertanya-tanya apakah dia cuma "lenyap" untuk menjauh dari kami. Sepertinya aku benar.


Apa maksudnya itu? Itu artinya bahwa para Shadow yang bekerja untuk Gereja telah memalsukan informasi tentang keberadaan kami pada Motoyasu.


Yang mana itu mengingatkan aku....


"Kau bilang bahwa para Shadow bukanlah sebuah organisasi monolitik, kan?"


"Itu benar. Shadow yang membantu kita bilang bahwa mereka berada dibawah perintah ratu."


Baiklah kalau begitu. Jadi kurasa itu artinya bahwa masih ada Shadow yang mengawasi kami.


Itu artinya bahwa mungkin gak masalah mengasumsikan bahwa ratu dan Gereja adalah musuh. Setidaknya, sekarang keempat Pahlawan merupakan musuh Gereja, peluangnya sangat kecil ratu bekerja sama dengan Gereja.


Tetap saja... Kenapa mereka cuma muncul seperti itu? Itu terlalu dramatis. Itu mengingatkan aku tentang manga serial mingguan atau semacamnya.


Itu membuatku bertanya-tanya apakah mereka menahan diri dan menunggu waktu yang tepat untuk muncul.


Kalau ini adalah sebuah manga, kurasa itu akan membuat Motoyasu protagonisnya, dan aku jadi... apa? Semacam mini boss? Yang benar saja.


Yah, aku akan jadi semacam karakter yang disalahpahami secara keterlaluan, namun sebenarnya seorang pria berhati baik. Maksudku kalau semua ini adalah sebuah manga.


Bukannya bermaksud mengecewakan, tapi aku gak bisa membayangkan aku dan Motoyasu berpelukan dalam perdamaian yang emosional.


"Bala bantuan dalam perjalanan kesini untuk membantu kami menangkapmu, High Priest! Menyerahlah!"


Ren berkata penuh wibawa. Tapi high priest tampak gak terlalu peduli.


"Berapapun banyaknya pasukan yang datang tidaklah penting. Kemenangan adalah milikku. Fakta sederhana itu tidak akan berubah. Semua upaya kalian tak berarti apa-apa!"


High priest kembali melakukan pemanggilan skill.


"Menurutmu begitu?"


"Ya."


Kedua pahlawan dan party mereka membangun formasi dan mulai mengeluarkan skill-skill pada high priest.


"Shooting Star Sword!"


"Shooting Star Bow!"


Cahaya terbang dari pedang milik Ren, anak panah petir dari busur Itsuki. Semuanya terbang kearah high priest.


Serangan-serangan itu menghantam medan kekuatan replika senjata itu. High priest cuma tersenyum.


Ren dan Itsuki gak menyerah. Mereka terus mengeluarkan sihir dan skill.


Tapi medan kekuatan disekitar high priest meluas, dan gak satupun dari serangan mereka yang berhasil menembusnya.


"Aku sudah menduga upaya-upaya mengecewakan semacam itu dari para Pahlawan palsu."


"Ap...?"


"Keras sekali. Aku gak menyangka dia punya medan kekuatan semacam itu!"


"Kupikir kau akan mengalahkan dia! Kau gak bisa?! Kenapa kau repot-repot datang kesini kalau begitu?!"


Apa mereka cuma ingin menunjukkan kedatangan yang heboh?


"Kalian datang tanpa rencana?"


"Nggak bisakah kau sedikit lebih sopan?"


Senjata Ren dan Itsuki memancarkan cahaya. Tapi itu butuh waktu untuk mengaktifkan skill mereka.


"Thunder Sword!"


"Thunder Shoot!"


Dengan suara keras, medan kekuatan milik high priest hancur.


"Kami cuma mengulur waktu untuk mengaktifkan skill-skill ini."


Whoa. Mereka menembus medan yang mana kutukan milikku gak bisa apa-apa. Mereka mungkin kurang ajar, tapi mereka betul-betul para pahlawan. Gak kayak Motoyasu. Apa kami punya kesempatan?


"Aku bisa melakukannya kalau saja aku punya SP...."


"Oh, songong sekali!"


Hei—kalau dia punya skill sekuat itu, kenapa dia gak menggunakannya padaku?


Kurasa skill-skill itu butuh beberapa saat untuk diaktifkan, dan aku gak memberi dia kesempatan. Meskipun Shooting Star Spear miliknya sedikit menjengkelkan....


Terserahlah. Kalau kami mau menyerang, sekaranglah saatnya!


"Ayo semuanya. Serang!"


Ren berteriak, dan kami semua mulai menyerang.


"Aku duluan!"


Filo berlari ke barisan depan. Menilai dari kecepatan saja, dia adalah yang tercepat diantara kami.


"Hiya!"


Motoyasu berlari kearah high priest dan menusukkan tombaknya pada dia.


"Rasakan ini!"


Ren mengikuti dia, pedangnya menebas kanan dan kiri.


"Semuanya, aku berada di belakang kalian!"


Itsuki menarik tali busurnya dan menembakkan sebuah anak panah.


"Tuan Naofumi. Aku akan maju juga."


"Aku juga!"


Raphtalia dan Melty berlari untuk menyerang.


High priest mengacungkan pedangnya dan menerima serangan semua orang. Mereka semua gak kelihatan bisa menggoyahkan dia.


Bombardir serangan dari para pahlawan sama sekali gak membuat dia terganggu?


"Bodoh. Kalian pikir kalian bisa mengalahkan aku saat aku memiliki Senjata Legendaris seperti ini? Ha!"


Para penganut high priest segera mengeluarkan sihir pemulihan pada dia, dan luka-luka kecil yang dia terima lenyap.


Situasinya gak kelihatan bagus. Kalau kami berhasil mendaratkan serangan, para penganut segera menyembuhkannya.


"Nah sekarang... Mari kita lakukan Judgment."


Para penganut mengangguk, dan sesaat setelahnya mereka semua mulai merapal secara serempak.


"Semua yang berpura-pura menjadi Pahlawan adalah kejahatan."


Orang ini jelas-jelas seorang fanatik. Tidakkah dia menyadari itu?


"Ini akan menghabisi kalian semua."


High priest betul-betul berencana membunuh semua orang.


Dia sedang melakukan pengisian untuk sesuatu, mungkin untuk serangan Brionac...


"Naofumi."


"Apa?"


Ren berbicara padaku.


"Kerjasama dengan gue. Kita kalahin dia."


"Lu adalah orang terakhir yang ingin gue ajak kerja sama. Tapi. Oh yah...."


Kami gak akan bisa lolos dari serangan high priest. Dan sepertinya dia berencana menggunakan sihir Judgment dan serangannya disaat yang bersamaan. Bahkan aku gak akan bisa selamat dari keduanya.


"Pertama-tama kita urus orang-orang yang ada dibelakang. Sebelum mereka dikalahkan, kita gak punya peluang menang."


"Ya."


Ren dan partynya berlari kearah kelompok penganut.


Sayangnya para penganut itu bukan sekedar bawahan saja. Mereka sebenarnya sangat kuat.


Gak seperti saat-saat yang lain, semua pahlawan, Raphtalia, Filo—kami semua bertarung bersama.


Dan high priest tengah mempersiapkan sebuah serangan kuat. Dan para penganut sedang bersiap untuk menggunakan Judgment.


"Rekan-rekan, ini adalah perang suci! Bertarung demi keadilan! Kematian kalian tidak akan dilupakan dan akan terus dikenang."


"Ya, Yang Mulia!"


Para fanatik dibelakang dia menanggapi secara serempak.


Si high priest menerima serangan dari pedang, tombak, busur serta semua anggota party mereka. Dia mengalami pendarahan, tapi dia tampak mengabaikannya tanpa peduli sedikitpun.


Dia akan bergerak sampai dia kehilangan kakinya. Lalu dia akan menggunakan tangannya. Lalu saat dia kehilangan keduanya, dia akan menggunakan sihir.


Para penganut fanatiknya juga tampak siap bertarung sampai mati.


Mereka betul-betul sudah gak waras!


"Sial... Aku gak bisa menyerang dia."


Jumlah mereka sangat banyak. Itu seperti sebuah adegan dari Battle of Three Kingdoms, atau dari Dynasty Warriors.


Tentu saja musuh utamanya adalah high priest, tapi dia dikelilingi begitu banyak orang hingga sulit untuk melakukan serangan pada dia.


Cukup mudah untuk menghadapi satu atau dua dari mereka, tapi setelah serangan kedua berhasil kena, orang lain yang ada disana mengeluarkan sihir pemulihan pada mereka.


Kalau ini adalah sebuah game, sudah cukup cuma dengan mengalahkan mereka. Tapi ini bukanlah game.


Tentu saja aku gak punya alasan moral untuk menghindari membunuh mereka. Aku ingin membunuh mereka, tapi butuh waktu untuk melakukannya.


"Aku akan berlari kedalam kerumunan itu. Lalu salah satu dari kalian harus menyerang aku. Pikirkan sebesar mungkin kalau kau membenciku. Lalu seranglah aku. Serangan balikku akan aktif dan menyerang semua orang, jadi pastikan kalian berada diluar jangkauan. Jaga jarak kalian."


Kutukan pembakar diri adalah satu-satunya kesempatanku untuk menyerang. Aku harus berlari kedalam kerumunan dan mencoba mengganggu parapalan Jusgment mereka.


Kalau aku berada di area yang bagus saat itu terjadi, aku bisa mengalahkan banyak orang dengan kutukan pembakar diri.


"Oke."


"Oke, gue ikut!"


Aku memberitahu semua orang yang bisa menggunakan sihir untuk fokus pada support. Yang lainnya dan yang bukan petarung jarak dekat yang handal harus tetap di belakang dan menggunakan sihir untuk melindungi para support.


Para Pahlawan merupakan para penyerang, support adalah para pengguna sihir, dan yang lainnya fokus pada pertahanan. Ya.... Aku gak punya banyak keyakinan dalam rencana itu.


"Serang!"


Aku berada didepan dan berlari menuju kerumunan penganut.


Aku gak bisa menyerang, jadi kalau aku ingin memberi damage, aku cuma punya satu pilihan.


"Naofumi!"


Motoyasu mengayunkan tombaknya pada perisaiku, dan kutukan pembakar diri aktif.


"AAAAAARRRHHHHH!"


Para penganut yang gak melakukan perapalan sihir Judgment menggunakan sihir suci untuk melawan kutukan milikku. Tapi mereka gak bisa sepenuhnya menetralkannya, dan api hitam melahap mereka dalam jumlah cukup banyak.


"AAAAARRRRRRHHHHHHHH!"


Api terkutuk itu juga akan memperlambat sihir pemulihan yang mereka gunakan. Kalau kami bisa menyerang sebelum mereka pulih, maka kami mungkin punya kesempatan.


Aku menggunakan Air Strike Shield dan kemudian Change Shield untuk mengeluarkan Rope Shield. Lalu aku menggunakan pengait untuk kembali ke tempat dimana para pahlawan yang lain berada.


Pengait tersebut memiliki sebuah efek khusus yang menghasilkan tali yang bisa aku manipulasi. Aku melilitkan talinya pada tanganku dan menggunakannya untuk menarikku kembali ke tempat sekutuku berada—dan itu berkerja dengan baik.


"Thunder Sword!"


"Thunder Shoot!"


Disaat yang bersamaan, para pahlawan lain menggunakan skill terkuat mereka pada kerumunan penganut.


Semua skill itu terlihat seperti terbentuk dari petir.


Petir ditembakkan melewati high priest sebelum meledak di tengah kerumunan penganut yang berkumpul di belakang dia.


"AAAAAAAARRRRRHHHHHHH!"


Para penganut terhempas layaknya dedaunan yang gugur dari pohon, tapi high priest sendiri gak kelihatan mengalami damage yang parah.


Seberapa tangguhnya sih orang ini? Seberapa kuatnya senjata miliknya?


"Cukup sudah main-mainnya."


Senyum penuh kemenangan muncul di wajahnya, dan high priest mengarahkan tombaknya pada kami.


"Semuanya berkumpul! Tunggu! Semuanya gunakan Naofumi sebagai perisai!"


Dalam sekejap semua orang berkumpul di belakangku. Apa mereka sudah mendiskusikan semua ini sebelumnya?


"Skill yang akan dia gunakan mencakup area yang sangat luas. Skill itu akan mengeluarkan ribuan tombak dan menembus kerumunan musuh. Kalau kau mau bertahan dari serangan itu, lebih baik berkumpul di satu tempat."


"Uh huh..."


"Yah, kalau sudah betul-betul menguasai penggunaannya, kau bisa menentukan jumlah targetnya..."


Itu kedengaran seperti semacam skill yang bisa mengunci musuhnya. Itu sangat menjengkelkan.


"Brionac!"


Skill milik high priest diaktifkan dan meluncur kearah kami.


Cahaya putih menyilaukan memenuhi area dan mendekat.


"Kita bisa menahannya!"


"Ya!"


"Semuanya, bantu aku!"


"Shooting Star Sword!"


"Shooting Star Bow!"


"Shooting Star Spear!"


Ren, Itsuki, dan Motoyasu mengeluarkan skill.


Ketiga skill mereka menyatu dan bergabung menjadi sebuah tembakan cahaya yang besar.


Semua anggota party mereka juga menggunakan serangan sihir mereka untuk meningkatkan kekuatan serangan itu.


"Filo! Melty! Kalian berdua bantu juga!"


"Oke!"


"Naofumi! Kau harus bantu juga!"


"Yang bisa kulakukan adalah bertahan! Apa yang kau mau dari aku?! Gimana dengan Raphtalia?!"


"Aku, um... aku masih belum bisa menggunakan serangan sihir!"


Raphtalia mengangguk penuh penyesalan.


Itulah masalah yang dimiliki sebuah skill yang diluar kebiasaan. Yang bisa kulakukan cuma bertahan. Sihir Raphtalia cuma handal dalam memanipulasi cahaya dan bayangan. Wajah Melty berkedut jengkel, tapi dia menambahkan kekuatan serangannya pada serangan para pahlawan.


"Bersiaplah!"


Terdengar suara dentuman keras saat energi-energi itu saling berhantaman.


"Kita mulaiiiiiiiiii!"


"ARRRRRhhhhhh!"


"Hiyaaaaaaaaa!"


Tembakan cahaya besar yang terbentuk dari skill para pahlawan menghantam serangan high priest. Sihir pendukung mulai mengalir masuk juga, dan pelahan-lahan tembakan cahaya itu mulai mengungguli skill high priest.


"Heh.... Apa hanya segitu saja kemampuan kalian?"


Si high priest masih tersenyum.


Apa dia menahan diri?


"Dasar geblek! Kami belum selesai!"


"Ya! Kami masih bisa lebih kuat!"


"Ya, semuanya—tambah kekuatan lebih besar lagi!"


Ketiga pahlawan berfokus dan mengerahkan seluruh kekuatan mereka pada serangan itu.


Bisa ku bilang tembakan cahaya itu menjadi sedikit lebih kuat. Apa serangan itu mendorong mundur serangan high priest?


Namun... Perasaan apa yang kurasakan ini? Aku merasakan sesuatu... yang gak menyenangkan.


"Baiklah. Rasakan ini."


Si high priest berkata dengan tenang lalu mulai fokus.


Saat dia memejamkan matanya, senjatanya berubah menjadi hitam, lalu putih, lalu perlahan-lahan mulai berkedip-kedip.


Itu seperti dia sudah siap menggunakan sebuah serangan yang kuat.


"Hati-hati!"


Sial! Kalau mereka semua tewas, aku akan dalam masalah besar!


Bisakah kami bekerja sama lain kali? Apa kami harus mencoba inu sekarang?


Aku membuat para pahlawan lain tiarap, membatalkan skill mereka, dan aku berlari ke depan.


Sebuah tembakan cahaya mengenai tubuhku. Disertai dengan rasa sakit yang teramat sangat dan suara keras. Kupikir aku akan kehilangan kewarasan.


Tembakan cahaya itu gak berhasil melewati aku. Aku berhasil melindungi semua orang.


"Huff.... huff..."


"Tuan Naofumi!"


"Naofumi...."


Ren menatapku, gak bisa berkata apa-apa. Para pahlawan lain dan anggota party mereka juga terdiam.


"Ha... Aku gak pernah menyangka kau bisa selamat dari serangan itu. Kau benar-benar Iblis Perisai."


Si high priest dengan lincah memutar tombaknya saat dia berbicara.


"Apa kalian... baik-baik saja?"


Mataku buram, tapi aku berbalik. Aku melihat bekas serangan berbentuk "V" besar di tanah disekitarku. Kalau aku gak memblokir serangan itu, mereka pasti mati. Beruntungnya mereka semua bisa sampai dibelakangku tepat waktu.


"Zweite Heal!"


Mereka menggunakan sihir pemulihan yang kuat padaku, dan luka-lukaku sembuh dengan sangat cepat.


Dia bisa menggunakan sebuah skill sekuat itu sambil menerima serangan dari para pahlawan secara langsung.... Seberapa kuatnya dia?


"Ugh... SP ku..."


"Aku juga."


"Sama."


Mereka bertiga telah menggunakan semua SP mereka dan mengambil botol Soul Healing Water untuk mengisi kembali SP mereka.


Butuh beberapa saat untuk memulihkan SP yang cukup untuk menggunakan serangan lain.


Aku mendengar teriakan. Sama seperti yang bilang, pasukan bantuan muncul dibelakang kami. Kerumanan besar muncul. Kalau beruntung, mereka akan mengurus para penganut high priest.


"Kurasa aku harus menangani mereka juga."


"Mundur!"


Ren berteriak, tapi sudah terlambat. High priest mengubah tombaknya menjadi pesang dan menancapkannya di tanah.


Sebuah gempa bumi yang kuat terjadi, dan tanahnya terbelah disana-sini. Dibelakang kami, dimana pasukan bala bantuan berada, tanah terbelah dan magma menyembur keluar.


"AAAAAAAAHHHHHHHHH!!"


Hampir semua pasukan bantuan terbakar, terlempar ke udara.


Sebagian besar pasukan terkena serangan itu. Si high priest terlalu kuat.


"Ahahahaha! Yah, itu sederhana. Selama aku punya senjata ini, aku seperti Dewa. Jika aku Dewa, siapa yang butuh para Pahlawan?! Aku adalah Dewa! Semuanya! Mari kita hakimi orang-orang yang menentang aku!"


"BAIK!"


Dan kupikir situasi kami sudah lebih baik. Dengan dikalahkannya pasukan bantuan, itu seperti gak ada perubahan sama sekali.


Bilah pedang milik high priest mulai berubah dan dan melengkung sebelum membuat bentuk seekor phoenix.


Aku yakin dia akan menggunakan sebuah skill yang bahkan lebih kuat daripada Brionac.


Ini buruk. Pasukan bantuan yang selamat mungkin gak tau kalau high priest sangat kuat.


Kalau kami gak berhati-hati, dia akan membunuh mereka semua dalam satu serangan.


"Apa kita sudah siap menggunakan Judgment? Ayo lakukan bersama."


Si high priest mengindikasikan bahwa dia ingin menggunakan skill miliknya disaat yang bersamaan dengan sihir Judgment.


Sepertinya kami bisa mendapatkan sedikit waktu untuk mempersiapkan diri, tapi siapa yang tau serangan macam apa yang dia persiapkan?


"Apa ini akhirnya?"


Para pahlawan lain terlihat pucat. Kurasa kami punya kesempatan menang, tapi sudah terlambat... Kami terlalu gegabah.... Atau harus kukatakan bahwa kalau Ren dan Itsuki gak muncul, aku dan Motoyasu pasti sudah mati. Dari sudut pandang itu, masuk akal untuk mengatakan bahwa kami sudah berusaha dengan baik.


Tapi apa aku sudah melakukan semaksimal mungkin? Bukankah ada sesuatu yang masih bisa kulakukan?


Kalau aku menggunakan Shield of Rage... Bukankah masih ada cara untuk keluar dari situasi ini?


Fitoria telah berulang kali memperingatkan aku.... tapi apa aku punya pilihan lain? Kalau kami gak bisa selamat dari pertempuran ini, gak ada lagi yang tersisa dari kami. Kami semua akan mati. Jika itu benar, lalu kenapa harus menahan diri?


"Ren, mendekatlah."


"Apa? Lu punya rencana?"


Aku meminta dia untuk mendekat, dan dia mendekat—tapi dia dipenuhi pertanyaan.


Aku merasa perisaiku berdenyut. Perisaiku bergetar.


Aku secara senjata menyegelnya, tapi didalam Shield of Rage terdapat inti naga yang dibunuh oleh Ren.


Pandanganku dipenuhi dengan ingatan naga itu, dipenuhi keinginannya... Inti naga itu telah menemukan musuhnya, dan meminta pembantaian.


Itu dia... Lagi. Meledaklah dengan amarah!


Aku menahan kekuatan perisai itu demi Raphtalia. Sekarang aku berusaha menarik keluar semua kekuatannya.


"Raphtalia... Tanganmu...."


"Baik."


Aku menggenggam tangan Raphtalia, dan kemudian mengarahkan tanganku yang memegang perisai pada Ren.


Lalu aku menatap Lonte dan Motoyasu, dan mengeluarkan seluruh amarah dalam diriku yang selama berbulan-bulan ini aku habiskan untuk mengendalikannya.


Aku membenci segalanya, aku lupa segalanya. Pandanganku menjadi gelap. Aku dipenuhi dengan emosi hitam.


Emosi yang dilepaskan telah memicu kekuatannya!

Curse Series, Shield of Rage meningkat! Berubah menjadi perisai kemurkaanWrath Shield!

Wrath Shield III

Kemampuan belum terbuka

Bonus Equip:
Skill "Change Shield (serangan)", "Iron Maiden", "Blood Sacrifice"

Efek Penggunaan:
Dark Curse Burning, power up, dragon rage, roar, kdrtfamililal violence, jubah amarah pembagi sihirmagic sharing rage robe (medium)


Seketika, aku dipenuhi dengan kegelapan.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 10 - perisai kemurkaanShield of Wrath[edit]

"!!!"


Aku menengadah ke langit dan berteriak, tapi gak ada suara yang muncul dari tenggorokanku.


Aku membencinya! Apa yang aku benci? Seluruh dunia! Segalanya!


Aku sangat membenci segalanya sampai kupikir aku akan kehilangan akal sehatku.


Segalanya berwarna merah dan hitam, dan segala yang kulihat menyebabkan lebih banyak kebencian mendidih didalam diriku.


"!"


Aku mendengar seseorang berbicara padaku. Sesaat, itu terasa seperti aku disiram air. Tapi itu sia-sia saja.


"!"


Segala sesuatu yang kusentuh sangat menjengkelkan. Aku ingin membakar semuanya!


"Master, apa kau betul-betul membenci segalanya?"


"Segalanya mencoba untuk menjebakku, untuk melukaiku, untuk membunuhku! Aku benci segalanya!"


"Sungguh? Benarkah? Apa kau betul-betul menganggap seperti itu?"


Ya.... terus kenapa?!


"Apa kau membenci waktu yang kau habiskan bersama aku dan Mbakyu?"


Aku.... ingat suara itu.


Aku ingat seorang cewek muda yang selalu ada disampingku melalui segalanya. Dia sangat setia. Dia melindungi aku meski dia terluka. Hal itu memenuhi pikiranku.


Ada seseorang yang menetas dari sebuah telur, tumbuh, dan mengatakan bahwa dia mencintai aku.


"Itu...."


"Aku tau kau gak membencinya. Aku tau kau gak membencinya karena, Master, kau selalu berusaha melakukan sesuatu demi kami!"


Warna hitam dan merah itu memudar. Segalanya menjadi jelas.


Itu seperti mereka menyiramkan air pada api. Aku merasa air itu meresap kedalam hatiku.


"Jadi, Master, aku akan memakan kemarahanmu! Aku akan memakan kebencianmu!"


Tiba-tiba segalanya menjadi jelas. Aku melihat sekeliling.


"Tuan Naofumi!"


"Apa kamu baik-baik saja?!"


Sepertinya sudah beberapa saat berlalu sejak aku berteriak kearah langit.


Raphtalia berbicara padaku. Dia kuatir. Ren menepukkan tanganya pada pundakku.


"Master, apa kau baik-baik saja?"


"Kau... Kau memelukku?"


"Ya. Pasti sangat berat untukmu, kan?"


Filo dalam wujud Filolial Queen'nya. Dia memelukku dari belakang. Sayap dan kakinya terbakar, gosong. Dia pasti gak bisa menahan kekuatan dari perisai itu setelah perisainya menjadi lebih kuat. Itu pasti sangat menyakitkan. Namun... Namun dia kuatir padaku.


"Aku... Mbakyu... dan Mel, serta semua orang! Kami semua percaya padamu. Kami percaya padamu, jadi... berjuanglah!"


"...Ya. Kau benar... Kau benar."


Aku gak boleh tertelan oleh kebencian.


Yang harus kulakukan adalah menghancurkan sumber rasa sakitku. Kalau aku bisa membunuh dia, apa yang terjadi nanti bukanlah masalah.


Aku... demi Melty, demi para pahlawan.... Aku akan membunuh dia!


"....Aku maju."


"Apa yang akan lu lakuin?"


"Gue akan menggunakan skill terkuat dari perisai terkuat punya gue."


"Ada apa dengan perisai itu? Sebelumnya itu terlihat gak menyenangkan, tapi sekarang terlihat lebih buruk lagi."


Shield of Rage II memiliki bentuk seekor naga marah pada perisainya, tapi saat perisai itu menjadi Shield of Wrath, itu terlihat lebih menakutkan lagi. Wajah naga berubah menjadi wajah iblis, dan sudutnya bengkok dan melengkung.


"Itu adalah sebuah skill yang mungkin akan gue gunain pada elu suatu hari nanti. Serang dia dan beri gue kesempatan untuk menggunakannya."


"Lu... Oh yah. Gue rasa kita gak punya pilihan lain selain ngandalin elu."


"Itu benar. Elu adalah orang yang paling susah buat dipercaya, tapi itu adalah satu-satunya peluang kita."


"Serah lu dah."


"Kami akan gunain sihir kami buat dukung elu."


Para pahlawan mengangguk dan berpaling pada high priest.


"Yah, yah.... Sungguh perlawanan yang sia-sia. Mari kita akhiri ini. Persiapan kami sudah selesai. Riwayatmu akan tamat sekarang."


Udaranya seperti dipenuhi dengan sihir. Langit dipenuhi cahaya, semakin padat, siap menghantam kami kapan saja.


"Ayo maju!"


Saat aku berteriak, semua pahlawan berlari kearah high priest.


"Filo, naikkan aku ke punggungmu dan terbang!"


"Oo~ke!"


Filo menaikkan aku ke punggungnya dan melompat tinggi ke udara.


"Sihir seremonial tingkat tinggi, Judgment!"


Cahaya penghakiman dari langit ditembakkan ke bawah!


"Majuuuuuuuuuuuu!"


Aku mengangkat perisaiku.


Suara yang seperti kaca pecah memenuhi telingaku, dan cahaya itu mengarah padaku.


Tapi cahaya itu gak cukup kuat untuk menebus Shield of Wrath III. Gak sedikitpun cahaya yang melewati aku.


"Dia tidak terluka oleh Judgment?! Bagaimana bisa?!"


Si high priest terkejut. Setengah dari senyumnya memudar.


Aku membayar harga yang berat untuk menggunakan perisai itu. Kuharap perisai ini sekuat yang terasa.


"Dasar bodoh! Kau tidak akan selamat dari ini!"


High priest mengangkat pedangnya dan mengarahkannya padaku.


"Phoenix Blade!"


Burung yang terbuat dari api keluar dari perang itu dan terbang kearahku.


"Jangan harap!"


Aku menyiapkan perisaiku. Filo merapal mantra, membentuk semacam koneksi denganku. Aku tiba-tiba tau apa yang harus dilakukan.


Serangkaian kata-kata muncul didalam kepalaku. Syarat aktivasi Rage Robe (medium)?


"Pahlawan Perisai dan rekannya adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Ubahlah api ini menjadi kekuatan! Wrath Fire!"


Amarahku akan menjadi kekuatanku.


Burung itu terbang kearahku. Api menyebar berusaha membakarku, tapi semua api itu berubah menjadi kekuatan untukku.


"Apa?! Dia memakan skillku?!"


Serangan dari para pahlawan dan tendangan Filo yang kuat meretakkan dan kemudian menghancurkan medan kekuatan milik high priest.


"Rasakan ini!"


Filo menggunakan serangan terbaiknya!


Dia dalam wujud Filolial Queen, tapi dia menggerakkan sayapnya dengan cara yang sama saat dia menyerang Fitoria.


Dia memiliki kekuatan yang cukup untuk menggunakannya sekarang, di pertarungan yang sebenarnya. Dia bergerak ke arah high priest dengan sangat cepat.


High priest mengubah senjatanya menjadi tombak dan menyiapkannya untuk memblokir Filo. Dia mulai memutar tombaknya didepannya. Aku punya firasat buruk.


"State of Selflessness!?"


Motoyasu berteriak terkejut. Itu pasti sebuah skill tombak yang kuat.


"Kau tidak bisa membantah kehendak Dewa! Aku adalah Dewa!"


Selain serangan Filo, semuanya terhempas. Tombak itu memancarkan cahaya.


"Ugh!"


"Ouch!"


Cahaya dari tombak itu mencapai aku. Rasanya seperti cahaya itu mencoba untuk merobekku dari dalam. Itu sangat menyakitkan.


Sebuah skill serangan balik?! Seberapa menjengkelkan dia?!


"Tapi kau gak bisa menghentikan kami!"


"Benarkah?"


Lalu senjatanya berubah menjadi busur dan dia melompat mundur.


"Jangan biarkan dia lolos! Filo!"


"Oke! Haikuikku!"


Filo tepat berada didepan dia dalam sekejap dan menendang.


Tapi si high priest lenyap tepat saat tendangan Filo hampir kena.


Dia gak boleh lolos. Dia harus mati.


Kemana... Dimana dia? Saat aku mulai bertanya-tanya, high priest dalam jumlah yang banyak tiba-tiba muncul!


Apa lagi sekarang? Semua pengikut tiba-tiba berubah wujud. Mereka tampak sama persis seperti high priest!


"Mirage Arrow?!"


Itsuki berteriak.


"Skill itu membentuk ilusi dan membingungkan musuh! Hati-hati!"


Sial.... gimana caranya kami menemukan high priest yang asli?


Seluruh tempat dipenuhi dengan para high priest, dan sepertinya semakin lama semakin banyak.


"Heh, heh, heh... Itu menarik, tapi sudah saatnya kita mengakhiri ini."


Semua high priest itu mengangkat busur mereka dan menarik talinya. Dia siap untuk menggunakan sebuah skill.


"Ini adalah skill yang paling kuat. Iblis Perisai, kuharap kau menikmatinya."


Busur itu bersinar. Sial! Aku mungkin bisa selamat, tapi gimana caranya kami melakukan serangan balik?


"Aku adalah sang ratu dan sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Tahan mereka dalam kurungan es! All Drifa Icicle Prison!"


Semua high priest tiba-tiba menyadari bahwa kaki mereka terjebak dalam es.


Lalu, satu per satu, para high priest palsu kembali ke wujud asli mereka.


"Sekarang."


Siapa itu? Tidak, aku gak punya waktu untuk mengkhawatirkan itu sekarang. Aku harus fokus mengalahkan high priest. Aku harus menghabisi satu-satunya musuh sejati itu.


Blood Sacrifice!


Saat aku memikirkannya, kata-kata yang diperlukan muncul dalam pandanganku. Aku mengucapkannya.


"Biarkan penjahat bodoh ini dihukum sebagaimana kurasa setimpal. Teriakan pengorbanan pada langit! Biarkan jeritan si bodoh ini menembus langit! Biarkan rahang naga yang terlahir dari dagingku menghapus dia dari dunia ini! Blood Sacrifice..... Ugh!"


Ap....Apa?!


Saat aku menyelesaikan pemanggilan skill, darah keluar dari mulutku dan pori-poriku, dagingku robek, dan tulang-tulangku menjerit kesakitan.


Apa ini adalah sebuah skill bunuh diri?!


High priest melihat aku berteriak kesakitan dan tersenyum.


Tapi sesaat setelahnya... serangkaian rahang yang mirip jebakan beruang yang besar muncul tepat di bawah kaki high priest. Tidak.... Aku bisa menyebutnya rahang naga yang terbuat dari logam.


Gak seperti perangkap beruang normal, yang ini punya beberapa barisan gigi logam... Itu benar-benar tampak seperti seekor naga membuka mulutnya dari bawah tanah, dan seperti seekor hiu, itu memiliki banyak lapisan barisan gigi.[1]


"Apa...."


Sebuah sentakan logam yang keras menggema di area, dan rahang itu menutup si high priest.


"UGAHHHHHHH!"


Tate No Yuusha Vol 4 (11).jpg


Jeritannya menggema di udara.


Ada sebuah kilatan, cipratan darah, dan sebuah bayangan hitam.


"Apa ini?!"


Rahang itu menutup, tapi yang bisa dilakukan rahang itu adalah memberi damage besar pada high priest yang dengan cepat mengeluarkan skill untuk menghancurkan rahang itu. Akan tetapi, serangannya gak efektif.


Rahang itu menutup dua kali, tiga kali, dan replika senjata legendaris itu dipenuhi retakan. Rahang itu menutup lagi, dan dengan itu terdengar suara logam yang pecah dan berhamburan. Lagi dan lagi, seolah tersenyum, rahang itu menutup lagi.


Itu... sangat kejam.


"Ugh... Aku... Dewa..."
(TL note: jujur saja aku bingung nerjemahin yang ini, Inggrisnya "Ugh... I... bl... God...", jadi aku terjemahin sekenanya aja)


Akhirnya, si high priest tewas. Rahang itu menutup untuk terakhir kalinya dan tenggelam kedalam tanah—lenyap.


"......."


Kami semua memperhatikan dalam keheningan.


Semua skill yang berasal dari Curse Series adalah hal-hal yang berbau gore. Gimanapun juga, itu adalah Soul-Eating Shield.


Setelah melihat itu, aku setuju dengan peringatan Fitoria.


Aku menyadari, dan setuju, bahwa itu bukanlah sesuatu yang harus digunakan sembarangan. Para penganut yang tersisa saling berbisik dalam keputusasaan.


"...Dan ini adalah akhir dari kalian semua."


Pasukan bantuan menyerbu kerumunan penganut dan mulai menangkap dan mengikat mereka.


Jadi kurasa kami menang.


Aku memperhatikan para pasukan bantuan, namun kemudian aku terhuyung kedepan dan jatuh dari Filo.


Shield of Wrath telah membuka sebuah skill baru, Blood Sacrifice.


Itu sangatlah kuat, tapi bayarannya sangat besar....


"Master?!"


Filo berlumuran darahku. Dia memelukku, dan dia tampak sangat kuatir.


Perisaiku kembali ke Chimera Viper Shield.


"Kau terluka parah! Seseorang! Seseorang tolong!"


Seorang perwira wanita berlari mendekat saat Filo berteriak.


"Bunda?!"


Melty berteriak saat dia melihat wanita itu.


Itu benar... Perwira yang memimpin pasukan bantuan.... Dia tampak sama persis dengan doppelgänger ratu.


Mulutnya disembunyikan dengan sebuah kipas yang terlipat, tapi aku sangat yakin.


"Kinerjamu sangat mengesankan, Pahlawan Perisai."


Dia pasti merupakan orang yang berteriak dan menghentikan high priest.


"Semuanya! Menyembuhkan luka Pahlawan Perisai adalah prioritas tertinggi kita! Ini adalah perintah kerajaan. Apapun yang terjadi, Pahlawan Perisai harus selamat!"


"Baik!"


Tim medis dari pasukan bantuan berlari ke tempat aku berbaring dan mulai menggunakan mantra padaku.


"Drifa Heal."


Aku diselimuti oleh cahaya, tapi rasa sakitku gak menghilang.


"Ini.... Ini adalah sebuah kutukan. Tapi aku tidak pernah melihat kutukan yang sekuat ini."


Tim medis saling bertukar tatapan terkejut. Mereka mulai menggunakan sihir anti kutukan. Mereka memberiku air suci. Tapi gak ada yang berhasil.


"Kita harus menyelidiki ini lebih lanjut! Semuanya cepatlah! Ya, kau juga!"


Sang ratu memberi perintah pada Filo dan tim medis, dan mereka semua berlari.


"Uh...."


Seluruh tubuhku menjerit kesakitan. Tapi aku gak boleh kehilangan kesadaran.... tidak disini.


Karena aku masih gak tau apakah ratu itu kawan atau lawan.


"K...Kau sang ratu?"


"Ya, aku Ratu Melromarc, Mirellia Q. Melromarc. Aku minta maaf bahwa butuh waktu lama bagi kami untuk sampai disini."


"Ya... itu betul-betul... lambat."


Lambat, lambat untuk melakukan sesuatu dan segalanya. Apa dia punya kekuasaan, atau tidak? Apa dia memerintah negeri, atau tidak?


Apa dia memahami segala sesuatu yang telah terjadi?


Aku punya banyak hal yang ingin kukatakan pada dia.


Aku ingin memberitahu dia seberapa mengerikan putri dan suaminya... Aku punya banyak sekali kebencian.


"Itu benar... Semua ini adalah kesalahanku."


"Bunda...."


"Mama, kenapa kau meminta maaf pada orang seperti dia?!"


Si Lonte menunjuk padaku dan berteriak histeris. Pembuluh darah mencuat di keningnya.


"Malty... Ada banyak hal yang harus kita bicarakan saat kita sampai di istana. Kusarankan kau mempersiapkan diri."


Seluruh area nampak bergemuruh dan bergetar. Gak seorangpun marah padaku, tapi aku masih merasakan syaraf-syarafku menegang dan merinding.


Sang ratu menjentikkan jarinya, dan dua Shadow muncul dibelakang Lonte. Mereka mengikat dia.


"Tapi, Mama!"


"Bungkam si bodoh itu."


"Ha!"


Mereka membungkam mulutnya dan membawa dia pergi.


"Apa yang kau lakukan pada Myne?!"


Motoyasu berdiri disana, tak mampu mempercayai matanya sendiri.


"Aku adalah ibunya Malty. Aku hanya menggunakan wewenangku untuk membawa dia kembali ke istana. Nah sekarang, para Pahlawan, pertempuran sudah berakhir. Mari kita kembali ke istana dengan tenang."


Sang ratu memiliki aura kuat yang segera membungkam Motoyasu dan yang lainnya. Adapun untukku, aku gak punya tenaga yang tersisa untuk mengeluh. Tadi itu adalah pertempuran yang sangat sulit.


"Adapun untukmu, Pahlawan Perisai, atau harus kupanggil Tuan Naofumi Iwatani? Penyembuhan luka-lukamu adalah prioritas tertinggiku, jadi beristirahatlah. Aku akan membuat semua persiapan yang diperlukan."


Tim medis datang sambil membawa berbagai obat, peralatan, dan air suci.


Itu tampak sangat mirip dengan ambulan di dunia asalku.


"Tapi... Tapi aku..."


Apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau seharusnya berada di negeri di barat daya? Aku punya banyak sekali pertanyaan.


"Aku paham. Kenapa sepanjang waktu ini tidak ada? Kenapa aku tidak membantumu? Jika aku seharusnya berada di negeri lain, kenapa aku ada disini, memimpin sebuah pasukan? Ada banyak sekali yang harus kita bicarakan, tapi untuk saat ini, fokus saja pada penyembuhan."


"Tuan Naofumi!"


Raphtalia tampak sangat kuatir. Dia menangis saat dia berjalan ke sampingku.


"Kupikir jantungku berhenti berdetak! Tolong katakan padaku kalau kami baik-baik saja!"


"Yah... Aku...."


Aku betul-betul merasa aku terluka parah. Semuanya terasa sakit, dan aku kelelahan.


Filo nampaknya paham kalau semuanya akan baik-baik saja. Dia berubah ke wujud manusia, dan dia serta Melty mendekat ke kereta yang mereka gunakan untuk mengangkut aku.


"Luka-lukamu sangat serius. Cepat ke sini."


Filo juga terluka. Tubuhnya terbakar api terkutuk. Tim medis memanggil dia.


"Gak mau! Aku mau bersama Master!"


Mungkin dia sangat kuatir pada luka-lukaku? Aku cuma bisa menebak saja, tapi dia menolak ikut bersama mereka.


"Filo, gak apa-apa. Orang-orang ini ada disini untuk menyembuhkan Naofumi."


Melty sangat kuatir. Dia memeluk Filo dan membelai rambutnya.


"Tapi Master...."


"Kau tau bahwa Naofumi ingin kau menyembuhkan luka-lukamu. Dia gak mau melihatmu kayak gini, kan?"


Mungkin dia bertanya-tanya apakah itu benar atau enggak, Filo memiringkan kepalanya dan menatap aku.


Beneran deh. Dia selalu egois, tapi sekarang dia kuatir?


"Gak apa-apa. Sembuhkan dirimu sana."


Kata-kataku keluar hampir seperti bisikan, lalu Filo mengangguk, dan dia pergi untuk menerima perawatan dari tim medis. Mereka mulai merapal mantra-mantra yang mereka anggap efektif terhadap kutukan.


"Kutukan ini sangat kuat...."


Tim medis saling berbisik. Kurasa itu betul-betul sebuah kutukan yang sangat kuat.


Curse Series ternyata memang sesuai dengan namanya.


Perisai itu sangat kuat, jadi aku harus berhati-hati untuk menggunakan hanya kalau aku membutuhkannya saja. Tetap saja, Blood Sacrifice ini merupakan hal yang lain lagi. Skill itu meminta sangat banyak dariku, sama seperti yang dikatakan Fitoria. Itu mengundang kehancuran diriku sendiri.


"Cepat lakukan persiapan 'Sanctuary'!"


Apa itu sihir yang mementahkan Self Curse Burning punyaku?


Orang-orang yang berkumpul bukan cuma dari Church of the Three Heroes... tapi mereka nampaknya bagian dari religi lain... tapi apa? Mungkinkah itu Church of the Shield? Itu nampak seperti sesuatu yang bisa kuabaikan....


Aku memikirkan semua itu, lalu mataku mulai terasa sangat berat.


"Tuan Naofumi!"


"Naofumi!"


Raphtalia dan Melty menggoyang-goyang aku agar bangun.


"Huh? Apa?"


"Kamu harus tetap bangun."


"Apa yang kamu bicarakan? Kamu bertindak seolah aku sedang sekarat. Tapi aku gak sekarat. Aku baik-baik saja."


Meski aku gak bisa menyalahkan mereka berpikir begitu. Aku betul-betul bisa tewas.


Sudah pasti gak boleh mati ditempat seperti ini.... tapi aku sangat lelah.


Aku ingin tidur... meski cuma sebentar.


Tapi gak boleh. Aku masih belum aman. Kami belum berada di tempat yang aman, tapi aku bahkan gak bisa bergerak.


Dan juga....


"Raphtalia, kalau sesuatu tampak aneh, bawalah Melty, naiklah ke Filo, dan larilah!"


"Baik. Tapi kalau betulan seperti itu, aku akan membawamu bersama kami."


"Maaf. Kurasa aku gak bisa membuatkan sarapan untukmu besok. Aku butuh... istirahat."


Saat aku berbicara, aku merasa pandanganku memudar. Sesaat setelahnya aku tertidur lelap.


"Tuan Naofumi! Kamu gak boleh tidur. Gak boleh! Tuan Naofumi—"


Catatan Penerjemah[edit]

  1. kalau belum tau, hiu punya barisan gigi berjumlah banyak. Barisan pertama sejajar dengan mulutnya, barisan kedua tepat berada di belakang barisan pertama. Barisan kedua dan seterusnya bertindak sebagai gigi cadangan yang akan bergeser maju jika gigi di lapisan pertama lepas/patah. Inilah alasan kenapa hiu tidak bisa ompong.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 11 - Sang Ratu[edit]

Dua hari berlalu.


"Ugh... Aku capek sekali."


"Zzzzzz... Zzzzzzz....."


"Munya... Master!"


"Aku... bis... Fi....lo?"


Saat aku akhirnya bangun, aku menyadari bahwa aku berada di sebuah ranjang besar bersama Raphtalia, Filo dan Melty.


"Apa-apaan ini?! Menjauh dariku!"


Aku menjatuhkan mereka dari ranjang dan memaki mereka. Mereka bertiga berdiri diam dan tersenyum aneh.


Aku dibawa menggunakan kereta medis dan dirawat di kota dekat istana.


Kutukan Blood Sacrifice sangatlah kuat, dan mereka membawaku ke fasilitas pengobatan khusus—namun mereka bahkan gak bisa sepenuhnya menyingkirkan kutukan itu.


Aku bertanya apa yang bisa kulakukan untuk menyembuhkannya, tapi sepertinya itu adalah sejenis kutukan yang gak bisa dihilangkan dengan obat atau sihir. Aku harus menyembuhkannya seperti sebuah luka, dan kutukan itu perlahan akan sembuh seiring waktu... atau begitulah yang mereka katakan.


Luka bakar dan luka biasa sudah sembuh. Sebagian besar kekuatanku sudah kembali, tapi mereka bilang bahwa aku mungkin akan terus merasa loyo selama beberapa saat.


Aku memeriksa status magic ku, dan semua statistikku selain defense telah menurun sekitar 30%.


Sepertinya kutukan Blood Sacrifice akan menurunkan statistikku sampai sepenuhnya kutukan itu hilang.


Penggunaannya memang cukup efektif, tapi aku harus mengakui bahwa itu disertai dengan harga yang mahal.


"Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sembuh?"


"Tebakan terbaik kami adalah butuh waktu sekitar sebulan."


Sebulan... Itu cukup lama. Yang mana artinya aku bisa beraksi lagi tepat sebelum gelombang berikutnya.


"Dan bagaimana perasaanmu?"


Seluruh dunia berada di tengah krisis yang besar, tapi ratu datang untuk berbicara padaku sebelum pengobatanku.


Dia tampaknya mengkhawatirkan kesehatanku.


"......"


Aku masih gak tau apakah aku bisa mempercayai dia. Selain itu, dia memberi perintah pada tim medis sepanjang waktu aku gak sadarkan diri.


Ratu berpaling pada seorang dokter, dan mereka membicarakan kondisiku.


"Benarkah? Maka dia bisa mendampingi kami?"


"Kemana anda akan pergi?"


"Tentu saja kembali ke istana."


Dia menutupi mulutnya dengan kipas, tapi pembuluh darah mencuat di keningnya. Dia memiliki suasana penuh otoritas yang aneh dan menekan disekitar dia.


"Bunda sangat marah...."


Melty gemetaran dan bersembunyi dibelakangku.


Dia tampak berada diambang batasnya, tapi kurasa memang seperti itulah kemarahannya.


"Kuharap anda tidak berencana mengeksekusi aku atau sesuatu seperti itu."


"Aku tidak akan melakukan sesuatu sebodoh itu. Tapi aku sangat ingin kamu ada disana saat... rencanaku diterapkan, Tuan Iwatani."


"Apa yang anda bicarakan?"


"Nantikan saja sampai kita tiba di istana. Dan aku punya begitu banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu. Kita akan punya kesempatan untuk berbicara sebentar lagi."


Ratu sialan ini membuatnya mustahil bagiku untuk menolak. Apakah dia akan mengatakan apapun untuk membawaku ke istana?


Tentu, kurasa aku bisa menolak—tapi itu gak akan membantuku. Prioritas utamaku adalah untuk membuktikan ketidakbersalahanku, dan aku butuh dia untuk membuat itu terjadi.


Melty telah bilang begitu sebelumnya.


Sang ratu sepertinya marah pada Sampah dan Lonte. Dia bilang bahwa ratu telah merobek lukisan mereka, membakarnya.


Itu membuatku bertanya-tanya apa yang dia pikirkan... Mungkinkah? Terlepas dari itu, aku gak punya alasan yang bagus untuk menolak dia.


Meski, terkadang, aku bisa membayangkan fakta bahwa dia adalah istrinya Sampah dan ibunya Lonte, mungkin bertindak sebagai semacam ganjalan diantara kami.


"Hm....."


Melty masih berdiri di belakangku.


"Oh ayolah... Kurasa aku harus membawamu bersama kami?"


"Tuan Naofumi?"


Raphtalia terdengar sangat kuatir.


"Kurasa aku gak bisa menolak, jadi apa pilihan yang kupunya selain ikut? Mereka sudah mengurusku sepanjang waktu ini, jadi aku ragu kita punya sesuatu yang harus dikuatirkan."


"Ya memang, aku ingin kau ikut juga."


Aku bisa paham apa yang dia inginkan. Dia menunggu untuk melihat seberapa dekatnya hubungan kami.


Aku gak tau apa rencana miliknya, tapi apapun itu—kalau dia akan menyerahkan aku pada musuh, maka aku akan menggunakan Shield of Wrath lagi.


"Kami sudah mengurus kereta dewa burung juga. Ayo kembalikan kereta itu beserta barang-barang bawaannya."


"Sungguh?"


Filo melompat kedepan saat sang ratu menyebutkan kereta.


"Ya. Kereta itu diparkir di depan rumah sakit. Kau bisa melihatnya sendiri."


"Oke! Yay! Mel, ayo pergi!"


"Baik!"


Filo dan Melty berlari keluar ruangan.


Cewek itu betul-betul menyukai kereta. Setelah mereka pergi, aku berpaling kembali pada ratu.


"Ada sesuatu yang mengganjal."


Aku gak tau apa yang dia inginkan, tapi aku menndapatkan kesan bahwa ada sesuatu yang lain yang gak dia katakan padaku, sesuatu dibalik niat baiknya.


Kalau ada alasan bagus bagi dia selain menentang Gereja tapi memperlakukan iblis perisai dengan baik, maka aku tau apa itu.


Dan aku gak akan menerima penjelasan megah seperti, "demi kebaikan dunia". Dalam upaya untuk mengetahui niat sejatinya, aku mulai menatap wajahnya dengan cermat. Saat aku melakukannya, tanganya mulai gemetar. Kipasnya bergoyang-goyang ditangannya. Apa yang terjadi?


"Aultcray... Malty... Ini bukanlah akhirnya...."


Gak diragukan lagi... Dia marah besar.


Tiba-tiba, seorang Shadow muncul. Dia memegang lukisan bergambar si Sampah dan Lonte, dan dia segera mengarahkannya pada dinding.


Dalam sekejap, sang ratu mengeluarkan es sihir. Dia menembakkannya pada lukisan itu menempelkannya ke dinding sebelum memanggil api untuk membakarnya menjadi abu.


"Ini tidak cukup... tidak cukup. Aku ingin melihat wajah mereka dipenuhi rasa takut."


Kuharap dia mencari tempat lain untuk melampiaskan amarah pribadinya. Dia terlihat agak tak stabil. Dia pasti betul-betul murka pada mereka—suami dan putrinya sendiri.


Aku tau gimana yang dia rasakan. Yup, aku akan mempercayai dia—untuk sekarang ini.


"Aku akan melakukan apa yang anda katakan."


"Terimakasih, Tuan Iwatani."


Sang ratu tersenyum. Saat sudut bibirnya naik, aku bisa merasakan kehendaknya.


* * * * *


"Yah, yah! Bukankah itu Malty dan Melty! Aku senang sekali kalian bisa mengalahkan si Persiai dan kembali padaku dengan selamat. Tapi kenapa Malty diikat? Dan apa itu penyumpal dimulutnya?"


Dalam perjalan ke istana, sang ratu memerintahkan Lonte dan Melty yang duluan, dan kami akan mengikuti dibelakang.


Para Pahlawan lain bersama kami di belakang. Aku gak suka bahwa aku diperintahkan berada di depan para pahlawan. Tapi ratu bersikeras, mengatakan bahwa aku telah mengerjakan semua pekerjaan dan yang paling menderita. Jadi aku menyerah.


Ngomong-ngomong, setelah semua ini berakhir, para penganut dari gereja yang lainnya berbondong-bondong mendatangi aku menanyai apa yang terjadi.


Kabar kematian high priest belum sampai ke masyarakat, sehingga Gereja masih bertindak seolah gak ada yang terjadi. Atau setidaknya seperti itulah kelihatannya. Kebenarannya adalah bahwa para anggota Gereja yang ikut serta dalam konspirasi telah ditangkap.


"Karena dia gak bisa diam, itu sebabnya dia diikat dan dibungkam."


Langkah kaki sang ratu menggema di dinding batu saat dia berjalan ke depan dan mendekati singgasana. Sampah itu melihat aku mengikuti sang ratu, dan wajahnya dipenuhi amarah.


"Apa yang dia lakukan disini? Tangkap dia! Dia harus dihukum mati!"


"Aku tidak akan mengijinkannya!"


Para knight mengabaikan perintah raja—mungkin karena sang ratu secara teknis memiliki kekuasaan yang lebih daripada Sampah itu. Meski mereka masih tampak sedikit bingung. Para knight di sekitar ratu menatapku.


"Dia... Itu bukan ratu yang sebenarnya! Tangkap dia!"


"Kau... kau tidak mengenali AKU? Aku tidak bisa mentolerir perilaku ini lebih lama lagi! Aku adalah sang ratu dan sumber dari segala kekuatan....."


"Mantra itu... Mungkinkah?!"


"Dengarkan kebenarannya dan pahamilah. Tahan dia dengan kurungan es! Drifa Icicle Prison!"


Sebuah kerangkeng es muncul di sekitar Sampah.


Nampaknya Sampah berteriak dari dalam, tapi suaranya gak terdengar dari luar kerangkeng.


"Aku tidak bisa mempercayai seberapa rendahnya kau telah tenggelam."


Sang ratu melipat kipasnya, dan kerangkeng itu lenyap disaat yang bersamaan.


"Kekuatan sihir itu! Memang, kau benar-benar istriku! Apa yang terjadi padamu?!"


Si Sampah menatap dia naik turun seolah dia gak bisa mempercayai matanya sendiri.


"...Dan bersama si Perisai!"


Beneran deh, setiap kali sesuatu terjadi dan dia gak menyukainya, dia menyalahkannya padaku.


Dia harus tenang. Dia membuatnya sangat jelas kenapa aku gak pernah ingin mengunjungi istana lagi.


"Kau salah. Sumpah. Apa kau benar-benar percaya bahwa Pahlawan Perisai memiliki kekuatan yang kau tuduhkan pada dia?"


Sang ratu berjalan ke singgasana dan menampar dia keras-keras di wajahnya.


Sampah itu terdiam gak bisa berkata apa-apa. Dia gemetaran saat dia menatap aku.


"Tidak satupun dari semua ini merupakan kesalahan Tuan Iwatani! Apa kau dengar aku?!"


"Ugh!"


Dia menamparnya lagi.


Sampah itu membuka mulutnya untuk berbicara, tapi sebelum dia bisa mengucapkan sepatah kata, sang ratu menampar dia lagi.


"Sudah kubilang padamu bahwa kau punya wewenang atas Melromarc saat aku berada di negeri lain. Aku bilang padamu, lagi dan lagi, untuk tidak memperlakukan para Pahlawan dengan buruk. Tapi kau mengabaikan aku! Apa kau mau memulai perang?"


"Tapi aku..."


"Aku tidak mau mendengar alasanmu! Seluruh dunia terancam oleh gelombang. Dan sekarang... disaat kita semua harus bekerja sama.... kau.... kau!"


Sang ratu terus memaki si Sampah, dan dia gak bisa membalas.


Melihat pemandangan yang terjadi ini, aku gak bisa mengabaikan perasaan tersendiri yang kudapatkan bahwa ratu melakukan semua ini agar para pahlawan lain paham bahwa ratu lah yang bertanggung jawab.


"Nah sekarang, abaikan ini dulu, ijinkan aku memperkenalkan diriku lagi. Aku adalah ratu penguasa negeri ini, Mirellia Q. Melromarc. Aultcray mungkin terlihat berkuasa, tapi dia tidak—tidak lagi. Jangan percayai apa yang dia katakan."


"Um... Uh..."


"Senang... bertemu anda."


"Whoa...."


Para pahlawan lain mengungkapkan emosi mereka. Mereka semua kebingunan mencari kata-kata yang tepat.


"Para Pahlawan, aku ingin meminta sedikit waktu kalian hari ini."


"Apa yang terjadi?"


"Mari kita membicarakannya saat perjamuan."


"Um... Myne?"


Motoyasu tampak agak kuatir pada Lonte, karena dia masih dibungkam dan gak bisa bicara.


"Dia tidak punya hak untuk bicara, jadi aku membungkam dia untuk saat ini. Paham?"


"Ya, tetapi... Bukankah ini sedikit berlebihan?"


"Tidak. Tapi jika kau ingin mendengarkan keluhan-keluhan dia, maka kurasa aku tidak punya pilihan...."


Sang ratu menjentikkan jarinya dan tali yang mengikat Lonte itu menjadi longgar. Lonte itu segera melepas pembungkam mulutnya.


Fiuh…”


Dia pasti malu terlihat begitu tak berdaya. Sampah tampak bersimpati. Dia menatap dengan mata sedih.


"Apa maksudnya 'fiuh' itu? Kita belum selesai bicara!"


"Itu bukan salahku! Semua ini salahnya si Perisai!"


"Ya! Dia benar!"


Lonte itu menimpali.


"Mama! Iblis licik ini mencoba untuk memperkosa aku!"


"Lalu...?"


"Apa maksudmu? Mama... Aku tidak pernah... Apa yang kau katakan?!"


"Kau sudah tidak perawan kan? Apa kau pikir aku tidak tau? Aku tau..."


"Apa?!"


Motoyasu berteriak seolah dia gak bisa mempercayai telinganya sendiri.


"Tidak... Mama... Tuan Motoyasu adalah yang pertama buatku!"


"Lancang sekali kau. Kau benar-benar berpikir aku tidak tau? Sekarang, kalau kau memang benar-benar memiliki hubungan dengan Pahlawan Perisai, maka mungkin ada cara untuk menyelamatkanmu..."


Sang ratu menatapku.


Aku? Dengan Lonte?


"Tidak mungkin!"


"Yah, itu adalah akhir bagimu. Kurasa aku harus menaruh harapan pada Melty. Itu akan sulit, tetapi aku yakin ada banyak alasan pada harapan yang tersisa."


Sang ratu sekarang menyatakan pernyataan penting seolah itu bukanlah apa-apa.


"Apa yang kau katakan? Melty hanya seorang gadis kecil!"


"Diam!"


Aku tentunya gak pernah berpikir bahwa aku akan berada di pihak yang sama dengan Sampah dalam sebuah argumen, tapi kenapa aku harus berhubungan dengan Melty?


Huh? Apa itu? Ren dan Itsuki menatap aku dengan ekspresi aneh di wajah mereka.


Aku gak butuh ini. Aku bukan Lolicon. Aku gak segitu bejatnya sampai-sampai melakukan yang aneh-aneh pada seorang gadis kecil!


"Ya! Apa yang kau katakan?!"


"Apa yang kau bicarakan?"


"Filo, gak ada yang perlu di dikuatirkan!"


Aku harus melewatkan yang satu ini.


"Aku minta maaf! Tetapi wajar jika Melty harus menikahi Tuan Iwatani."


"Apa?!"


"Bukankah kau paham? Tidak ada cara yang lebih baik untuk mengalahkan musuh lama kita."


"Apa maksudnya itu?"


"Apa yang anda maksudkan?"


"Ya... Kami juga ingin tau."


Sampah itu jelas-jelas marah, dan Ren serta Itsuki melanjutkan pertanyaannya dengan pertanyaan mereka sendiri.


"Yah...."


Aku paham. Ratu mulai menjelaskan, dan mengkonfirmasi kecurigaanku.


Siltvelt memuja Pahlawan Perisai. Dan Siltvelt juga merupakan musuh Melromarc. Kalau keluarga kerajaan Melromarc memgadopsi aku kedalam garis keturunan mereka, itu akan membuat Melromarc menjadi sebuah negeri suci dari sudut pandang Siltvelt. Aku gak bisa membaca lebih banyak rencana ratu, tapi setidaknya warga Siltvelt akan berpikir lebih positif tentang Melromarc. Itu adalah sebuah rencana yang akan menjunjung Pahlawan Perisai, dan jika mereka bisa menghasilkan keturunan, itu akan melunakkan segalanya.


Maka mereka cuma perlu mempertahankan hubungan persahabatan. Kalau mereka bisa melakukannya, mereka akan menjadi sekutu selamanya.


"Apa anda tidak punya malu? Anda akan menggunakan putri anda sendiri dengan cara itu?"


Itsuki melangkah maju dan berteriak marah.


"Menggunakan dia? Baiklah... Apa kau bilang bahwa di dunia asalmu tidak ada pernikahan politik yang diatur?"


"Aku mendengar bahwa itu biasanya terjadi, tapi bukan berarti bahwa itu tidak disertai masalah."


"Tidak masalah. Kulihat Melty dan Tuan Iwatani sudah dalam hubungan yang bagus. Melty, lakukan apa yang kau bisa untuk bisa akur dengan Tuan Iwatani."


"T...Tidak mau!"


Wajah Melty memerah padam. Dia tampak betul-betul membenci ide itu.


Itu wajar sih. Siapa juga yang mau dimanfaatkan untuk tujuan politik, terutama di usia itu?


Dan, tentu saja, aku gak merasa ingin melakukan sesuatu yang akan menguntungkan Melromarc.


"Begitukah? Para Shadow meyakinkan aku bahwa masih ada harapan untukmu."


"Bocah kurang ajar."


"Apaan itu? Apa kau bilang kalau aku gak menarik?! Wa....."


"Apa ada masalah? Apa kau mau bilang aku gak boleh menganggapmu sebagai seorang anak kecil?!"


Dia diusia yang memberontak.


"Baiklah. Jika sudah seperti itu, maka kurasa aku gak bisa menganggu."


Karena suatu alasan, Itsuki puas dan melangkah mundur kembali ke barisan.


"Pahlawan Busur! Kenapa kau menyerah?!"


"Aku melihat ratu ada benarnya, dan ada harapan untukmu. Apa yang harus kau lakukan? Kau akan menjadi ratu."


"Aku gak berencana mati di dunia yang busuk ini."


"Itu tidak diperlukan. Asalkan Melty mengandung anakmu."


Aku gak suka kemana arahnya ini.


Pada dasarnya, yang dia maksudkan adalah kalau aku menikahi keluarga kerajaan Melromarc dan memberi Melty anak, maka aku akan bebas untuk kembali ke dunia asalku.


Kurasa itu memang sedikit masuk akal. Kudengar ratu adalah seorang diplomat berpengalaman—dan dia memang blak-blakan.


Darimana ide-ide ini berasal? Apa dia terlalu banyak membaca manga?


"Semua ini karena suami dan putriku yang tolol telah menghancurkan peluang kita. Segalanya baik-baik saja saat kau berada di partynya Iwatani. Kau harusnya membawa lebih banyak orang kedalam party dan menjinakkan dia—menyimpan dia untuk dirimu sendiri. Kalau kau melakukannya, singgasana bisa dipastikan akan menjadi milikmu."


"Siapa yang mau melakukan itu dengan seseorang sejelek dia? Dia mencoba memperkosa aku!"


Ugh... Lonte itu mulai lagi.


Aku gak bisa membiarkan itu... Aku harus membantu dia memahami posisinya...


" " "Dia nggak jelek!" " "


Raphtalia, Filo, dan karena suatu alasan, Melty juga ikutan berteriak secara serempak.


Apa-apaan itu? Terutama Melty.


"Apa masalahnya? Aku hanya mengatakan kebenarannya. Jika kalian marah karenanya, itu membuktikan bahwa kalian setuju!"


"Itu memang membuktikan sesuatu. Itu membuktikan bahwa kau tak lagi memiliki kesucian meski hanya setitik dalam dirimu."


"Bukti apa yang Mama bicarakan? Tanya saja Tuan Motoyasu. Aku ini perawan!"


"Malty, kalau kau ingin berbohong, lebih baik kau bersiap berbohong sampai akhir. Kau mungkin bisa membodohi Pahlawan Tombak, tapi kau tidak bisa membodohi aku. Aku sudah kenal kau sejak kecil, dan kau selalu punya kebiasaan menjijikkan bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Selain itu...."


Sang ratu berteriak keras-keras pada Lonte sekarang. Meski sudah jelas bagi siapapun bahwa Lonte gak mendengarkan lagi. Dia berpaling dan cuma menunggu ceramah ibunya selesai.


Aku bertanya-tanya berapa kali dia diomeli oleh ibunya sampai sekarang.


"Kau mendengar bahwa adikmu terlibat dalam konspirasi, tapi bukannya mencoba melindungi dia, kau malah mengambil keuntungan dari situasi tersebut, bahkan melakukan sampai sejauh menyerahkan dia pada Gereja!"


Huh? Jadi Lonte itu cuma memanfaatkan situasi yang menimpa Gereja? Kupikir dia bekerja sama dengan mereka.


Mungkinkah mereka berdua memang betul-betul dungu?


"Kau mungkin berpikir bahwa kau akan menjadi orang selanjutnya yang duduk di singgasana."


"T...Tidak!"


Aku mempertimbangkan lagi semua yang telah kami lalui. Berapa kali dia menganggap dirinya sendiri sebagai "ratu masa depan?" Kami semua mendengarnya dari bibirnya sendiri, lagi dan lagi. Kalau dia gak betul-betul berpikir dia akan menjadi ratu dimasa mendatang, dia gak akan mengatakan hal semacam itu kan? Selain itu, dia tergagap saat sang ratu mengatakannya.


"Ya! Myne tidaklah seperti itu!"


Motoyasu berteriak mendukung dia, tapi ratu mengabaikannya.


"Kau bohong!"


"Tidak, itu benar!"


"Jika memang benar, maka kau harus menunjukkan bukti pada kami."


Sang ratu menjentikkan jarinya, dan para knight memegang bahu Lonte. Beberapa wizard muncul, membawa sebuah item yang gak asing buatku. Itu adalah wadah tinta yang digunakan dalam sihir pendaftaran budak.


"Apa yang kalian lakukan?!"


Motoyasu menyadari bahwa sesuatu sedang terjadi, dan dia mulai berteriak.


Para prajurit datang untuk menahan Motoyasu dan Lonte. Para wizard menghadap Lonte dan memulai upacara.


Sang ratu mengeluarkan sebuah jarum, menusuk jarinya sendiri, dan meneteskan sedikit darahnya pada wadah tinta itu.


A...Aku tau apa yang sedang dia lakukan.


"T...Tidak! Lepaskan aku!"


"Aku akan melepaskanmu setelah aku memastikan ketidakbersalahanmu. Kuharap para Pahlawan mengerti."


Tidak, mereka gak akan mengerti. Atau begitulah yang kupikirkan. Itsuki dan Ren menonton dengan tenang.


Bahkan Lonte yang dungu itu mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia meronta untuk membebaskan diri dari para prajurit, tapi mereka gak membiarkan dia lepas. Aku lebih kuatir pada gimana Motoyasu akan bereaksi. Mungkin menyadari bahwa gak ada jalan keluar, dia menyiapkan tombaknya.


"Hentikan itu!"


Gak akan kubiarkan dia mengganggu.


"Shield Prison!"


Aku mengubah perisaiku menjadi Shield of Wrath dan menekan amarahku—atau harus kukatakan aku mengendalikannya, aku mengurung dia didalam Shield Prison.


Ren dan Itsuki hampir bertindak untuk menghentikan aku, tapi menyadari kerumunan prajurit didalam ruangan, mereka menahan diri.


"T...Tidak! Menjauh! Kalian pikir siapa aku?!"


"Putri tertua. Itupun jika kau bisa membuktikan ketidakbersalahanmu."


Sang ratu menurunkan tanganya dan memberi sebuah perintah.


Mereka menuangkan tinta dari wadahnya pada dada Lonte. Segel budak muncul, membakar dia.


"TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAK!"


Lonte berteriak seperti itu selama satu menit lebih, tapi setelah dia tenang, segel itu menghilang seolah gak ada yang terjadi.


Itu berbeda dengan apa yang dilalui Raphtalia. Segel milik Raphtalia tetap ada seperti sebuah tato, tapi segel milik Lonte menghilang sepenuhnya.


"Ini adalah sebuah segel budak yang kuat. Normalnya tidak akan terlihat, tapi saat kondisi tertentu dipenuhi, segel itu akan muncul kembali, menghukum yang bersangkutan."


Kalau begitu, itu lebih seperti sihir pengendali milik Filo.


"Kondisinya adalah kau tidak boleh menyerang Tuan Iwatani. Jangan membahayakan dia!"


Lonte menatap sang ratu. Ada air mata di matanya.


"Nah sekarang, Malty. Waktunya pertanyaan: apa kau diperkosa oleh Tuan Iwatani?"


Itu adalah rencana yang bagus untuk menarik pengakuan dari dia. Aku pernah melakukan hal yang sama pada Raphtalia.


Karena dia gak bisa berbohong kalau ada segel budak pada dirinya.


Kalau dia mencoba berbohong, segel itu akan aktif dan menghukum dia.


Tentu saja itu cuma akan bekerja jika sang ratu dan segel itu memang asli.


"Ya!"


Lonte itu mengernyitkan alisnya dan mengangguk.


Di saat yang hampir bersamaan, segel budak itu kembali terlihat dan mengeluarkan tekanan yang kuat pada dadanya.


"OUCH! Sakit sekali!"


Lonte itu gak bisa menahan rasa sakitnya, dan dia jatuh ke lantai.


"M...Myne!"


Motoyasu berlari pada dia dan membantu dia duduk, tapi efek segel budak itu gak menghilang.


"Efeknya tidak akan menghilang sampai kau mengatakan kebenarannya."


"Baik... Baik! Pahlawan Perisai tidak memperkosa aku. Itu semua bohong!"


Saat Lonte itu mengakui kebohongannya, segelnya menghilang.


"Lihat? Semuanya lihatlah. Itu adalah sebuah kebohongan."


"Bagaimana bisa anda mengatakan itu saat anda memaksa dia untuk mengatakannya!?"


Motoyasu sangat marah pada ratu. Aku bisa paham yang ada diotaknya. Dari sudut pandangnya, ratu sudah pasti merupakan musuh.


"Aku tidak tau sihir macam apa itu, tapi anda memaksa dia untuk berbohong!"


"Jika kau berpikir demikian, Pahlawan Perisai, maka kenapa kau tidak mendaftarkan Malty sebagai budakmu secara sementara? Jika kau melakukannya, maka kau akan segera paham bagaimana segel budak itu bekerja."


"Ya! Baik! Aku akan membuktikan ketidakbersalahannya!"


Sama seperti yang ratu lakukan, Motoyasu meneteskan darahnya pada wadah tinta itu. Mereka menuangkan tinta itu pada Lonte lagi, dan dia telah didaftarkan sebagai budak Motoyasu.


"Sekarang kau bisa melihat sendiri bagaimana sihir budak itu bekerja. Lihatlah pada layar status milikmu."


Mata Motoyasu bergerak-gerak seolah dia sedang membaca sesuatu. Lalu dia mengangguk dan menghadap Lonte.


"Myne... Kau hampir diperkosa oleh Naofumi, kan?"


"Iy.... Ouch! OW!"


Dia mau bohong lagi lalu segel budak aktif. Dia jatuh ke lantai lagi.


"T....Tapi....."


Wajah Motoyasu jadi pucat pasi.


"Masih ada lagi, kan? Kau mencuri semua barang milik Tuan Iwatani, kan?"


"Aku tidak mencurinya! OW! OWWWWWWWWWWWW!"


Wanita itu betul-betul gak bisa berbohong....


Gak bisa berkata apa-apa. Aku berdiri diam dan menyaksikan Lonte itu berguling-guling di lantai karena kesakitan.


"Dan kau adalah yang membakar hutan saat kau mengejar Tuan Iwatani, kan?"


Dia tau. Tentu saja dia tau. Kalau dia tau seperti apa Lonte itu orangnya, itu adalah asumsi yang mudah untuk dibuat.


"Tidak, aku.... AAAAAHHHHHHHHH!"


Jaritannya semakin menjadi-jadi. Kalau dia gak mulai mengatakan kebenarannya, dia akan mati.


Dia pasti tau itu, namun dia terus berbohong.... Sungguh wanita yang menyedihkan.


"Kau yang melakukan pembakaran itu?!"


Motoyasu gemetaran.


"Itu gak mungkin benar! Myne gak akan pernah melakukan sesuatu seperti itu!"


"Tuan Kitamura, kau harus mengerti ini. Gadis kni selalu berbohong. Dia selalu bersembunyi di dalam bayangan dan berusaha untuk membuat orang lain dalam masalah. Dia memang seperti ini sejak kecil."


"Tidak, Myne tidak seperti itu! Dialah. Itu adalah kesalahan dia."


Motoyasu mengarahkan jarinya padaku.


Dia gak paham perbedaan antara kepercayaan dan keyakinan buta. Pada akhirnya itu akan membuat dia jatuh.


"Semua ini karena putriku Malty. Dia adalah dalangnya dan menipu suamiku, Aultcray, untuk menuduh Tuan Iwatani."


Motoyasu masih mengarahkan jarinya padaku dipenuhi kemarahan, tapi Ren dan Itsuki mengangguk. Tampaknya mereka mengerti.


"Kau tau..."


"Apa tidak ada bukti lain?"


"Ada sangat banyak bukti. Jika kau ingin mengetahui sesuatu, silahkan tanya."


"Anda sungguh percaya diri? Memang benar bahwa beberapa perilaku Myne selama insiden belakangan membuatku bertanya-tanya. Kamu sehatusnya melindungi Melty, tapi Myne menyerang dia. Apa yang jadi niatnya?"


"Melty adalah pewaris utama singgasana Melromarc. Oleh karena itu, jika Melty tidak ada, Malty akan menjadi pewaris utama."


"Sekarang aku paham."


Ren juga mengangguk. Dia hanya memperhatikan saja sampai saat ini.


Bahkan Itsuki, yang suka berpura-pura dia adalah ksatria keadilan, juga mengangguk.


"Haruskah kita mendukung Naofumi?"


"Ya. Bahkan ketika Motoyasu duel dengan dia, Naofumi diserang dari belakang menggunakan sihir. Apa itu? Itu sangat aneh kalau dipikir-pikir lagi."


"Ya, dan di lain hari ketika kita seharusnya menerima dana untuk bulan berikutnya, dia membuat dana Naofumi di ambil. Sangat sulit untuk nggak menaruh keraguan dalam situasi seperti itu."


Butuh waktu lama sekali, tapi sifat sejatinya Lonte akhirnya terkuak pada semua orang.


Itu terasa seperti hembusan nasib akhirnya berhembus kearahku. Aku bisa mengasumsikan bahwa aku akan membuktikan ketidakbersalahanku sekarang.


"Berikutnya, Aultcray."


Sang ratu mengarahkan tatapannya pada Sampah, dan dia tampak tersentak di singgasana.


"Apa yang kau lakukan? Kau sama sekali tidak berusaha mencari kebenarannya. Kita seharusnya memberi perhatian khusus pada Pahlawan Perisai, tapi kau malah melempar dia ke dunia tanpa ada bekal. Aku bahkan tidak tau apa yang harus kukatakan. Dimasa lalu, tidak peduli perasaan pribadi apa yang ku miliki padamu hinhha dan aku bisa membuatmu tetap patuh, tapi....."


"Ini semua kesalahan si Perisai!"


"Malty tidak diperkosa. Kebohongan dia sudah terbongkar. Apa yang akan kau katakan tentang itu?"


"Ugh... Perisailah! Dia yang harus disalahkan!"


Apa cuma itu yang bisa dia katakan? Dia pikir berapa banyak yang bisa dia bebankan padaku?! Sampah.....


Dia cuma menyiramkan bakan bakar pada api pada poin ini.


"Sumpah... Kau lebih cerdas tentang ini. Dulu kau tidak sebodoh ini!"


Ratu menepukkan telapak tangannya pada keningnya—jelas-jelas dia gak bisa menahannya lagi.


"Sepertinya kau tidak akan bisa membela dirimu sendiri."


Seperti angin telah berhembus, Lonte dan Sampah cuma bisa menatap lantai.


Tetap saja, aku gak merasa mereka akan meminta maaf padaku. Nampaknya itu gak mungkin.


Mereka begitu menjengkelkan. Kenapa ratu memaksaku untuk berdiri didepan mereka? Secara teori, aku ingin menghabiskan sesedikit mungkin waktuku bersama mereka.


Itu gak seperti aku bisa mengharapkan mereka untuk memperbaiki kelakukan mereka dengan cara yang berguna.


Aku bertanya-tanya kenapa ratu gak membuat Sampah itu menjadi budak. Apa ada suatu alasan di baliknya?


Yah... Kurasa Sampah gak berbohong seperti Lonte itu.


"Untuk waktu yang lama, aku memikirkan apa yang harus kukatakan—tapi sekarang aku percaya kalau sudah tidak ada cara lain."


Sang ratu sambil melamun membuka dan menutup kipasnya seraya dia berbicara, tapi sekarang dia penuh dengan wibawa menutup kipasnya dan mengarahkannya pada mereka.


"Aku secara resmi menyangkal kalian berdua. Mulai dari sekarang sampai selamanya, kalian berdua tidak dianggap bagian dari keluarga kerajaan."


"Apa?!"


"Mama?!"


Lonte dan Sampah sama-sama berteriak terkejut dan memprotes. Mereka gak bisa menerima konsekuensi dari kesalahan mereka.


Itu gak buruk juga. Aku mulai menikmatinya! Kuharap ratu akan menunjukkan lebih banyak hal menarik padaku.


"Tuan Naofumi, kenapa kamu tersenyum?"


"Ayolah... Kamu juga tau."


"Aku tau apa yang kamu rasakan, tapi...."


"Bunda... Beliau serius."


"Huh?"


Filo memiringkan kepalanya. Dia sepertinya gak mengerti apa yang sedang terjadi.


Dia memang sangat bodoh. Yang dia tau cuma makanan, kereta, dan Melty.


Tunggu. Kenapa aku memikirkan Filo? Ada banyak sekali hal lain yang menyenangkan yang sedang terjadi!


"Kenapa?!"


"Kalian berdua telah bertindak dengan cara yang tak bisa dimaafkan. Jika kalian benar-benar menyesali perbuatan kalian, aku bisa mencari cara untuk mengajukan permohonan maaf pada Tuan Iwatani. Namun...."


"Kau pikir aku akan memaafkan mereka?"


"Aku memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan kepercayaanmu setelah dua orang ini mengakui kejahatan mereka dan meminta maaf..."


Kepercayaan.... maaf, ha! Aku lebih senang hanya menonton gimana semua ini berlangsung.


"Apa yang terjadi pada Melromarc jika Mama mencoret aku dari keluarga kerajaan?!"


"Tidak ada. Sejujurnya, kau itu sampah—sampah negeri ini."


"Wah...."


"Bagaimana bisa anda mengatakan hal seperti itu pada anak anda sendiri?!" Motoyasu berteriak marah.


"Apa kau tidak mengerti? Kau menuai apa yang kau tanam. Dan sekarang sangat jelas bahwa Melty adalah satu-satunya yang mampu memimpin negeri ini. Malty, riwayatmu sudah tamat."


Dia benar—negeri ini akan jauh lebih baik di tangan Melty.


Dia memang agak histeris, tapi dia sudah melalui banyak hal.


Selain itu, dia cuma bicara kasar padaku saja.


"Jika kau membuangku dari singgasana, akan ada banyak orang dan organisasi yang akan marah."


"Aku sudah membungkam mereka. Apa menurutmu aku hanya duduk dan menonton sambil diam saja selama tiga bulan terakhir ini? Jika demikian, kau salah besar."


"Tap....."


Sampah itu begitu terkejut sampai dia gak bisa berbicara. Dia terus komat-kamit tanpa mengatakan apa-apa.


"Selain itu, kenapa kau memanggil para Pahlawan seenakmu sendiri! Kita harus membicarakan ini."


"Apa maksudmu?"


"Para Pahlawan pasti merasa aneh bahwa mereka di panggil ke dunia ini tanpa persetujuannya atau sambutan pemegang wewenang tertinggi negeri ini?"


"Memang benar."


Seperti yang dia bilang, dia betul-betul gak tampak seperti seseorang yang akan menyerahkan masalah sepenting itu pada para bawahannya.


Selain itu, jika mereka memanggil kami dan sedikit lebih diplomatis, jika mereka betul-betul ingin membuat kami berada di pihak mereka, maka mereka pastinya telah menempatkan kami pada situasi yang lebih baik.


Aku gak mau mengakuinya, tapi itu juga berlaku untuk diriku sendiri—mengingat seberapa sedikit yang ku ketahui tentang dunia ini saat mereka memanggilku.


Mereka pastinya bisa membuatku jatuh cinta dan menyusun pernikahan politik yang nyaman.


"Sebelum kita melanjutkannya lebih jauh lagi, kita harus memperjelas satu hal. Negeri kami seharusnya merupakan negeri urutan keempat untuk memanggil para Pahlawan. Ini sudah ditentukan dalam pertemuan diplomatik internasional."


"Tunggu sebentar!"


Sekarang dia mengatakan hal yang sangat serius. Negeri-negeri lain bisa memanggil para pahlawan? Ada suatu urutan yang di sepakati?


Apa yang diinginkan Melromarc?


"Jelaskan."


"Baik."


Ratu mulai menjelaskan semuanya.


Gelombang datang, dan banyak negeri menderita kehancuran yang besar. Untuk membicarakan pilihan mereka, para raja dan ratu dari berbagai negeri semunya setuju untuk melakukan pertemuan.


Tentunya, ada banyak niat yang berbeda-beda, dan beberapa negeri merupakan musuh alami (seperti Melromarc dan Siltvelt), tapi gak seorangpun bisa menghindari kebenaran: dunia sedang mendekati kehancuran total. Jika ada negeri-negeri berseteru, mereka setuju untuk mengesampingkan hal itu sampai keamanan dunia bisa dipastikan.


Pada pertemuan itu, telah disetujui bahwa Melromarc akan menjadi negeri keempat untuk memanggil para pahlawan.


Itu juga terdengar seperti prosedur tipikal untuk mengambil satu pahlawan dalam sekali waktu. Seringkali saat mereka berupaya memanggil para pahlawan, gak seorangpun yang muncul.


Dan juga, ini seharusnya gak perlu dikatakan lagi, para pahlawan diharapkan bepergian mengunjungi semua negeri.


"Jadi kenapa negeri ini memanggil mereka?"


"Para Pahlawan biasanya dipanggil menggunakan kepingan relik suci kuno. Upacaranya cuma bisa di lakukan pada waktu tertentu, tapi...."


Itu artinya mereka memanggil semua pahlawan dikala sang ratu sedang keluar.


"The Church of the Three Heroes telah ada sejak lama, dan akarnya sudah mengakar dalam-dalam di negeri ini. Sejauh yang aku tau, mereka merupakan sebuah organisasi yang sangat konservatif. Tetap saja, sepertinya mereka memiliki rencana-rencana penuh ambisi yang tak terduga."


"Itu kedengaran seperti masalah besar bagiku."


Para pahlawan seharusnya menyelamatkan seluruh dunia, namun kami malah dipanggil di tempat yang sama.


"Ya, itu sebabnya kami menerima kritikan yang sangat pedas."


"Kenapa anda menyerahkan negeri ke tangan maniak perang seperti ini?"


Itu adalah suatu masalah yang besar. Ratu memberi Sampah itu terlalu banyak wewenang.


Ren dan Itsuki tampak setuju. Mereka mengangguk. Para anggota party mereka tampak seperti mereka memiliki sesuatu yang ingin dikatakan juga.


Aku mendengarnya sedikit dari Melty. Dia pernah bilang bahwa para anggota bangsawan yang betul-betul baik, orang-orang yang bertanggung jawab atas desanya Raphtalia, telah terbunuh dalam gelombang.


"Apa yang kau katakan?!"


"Diam!"


Ratu berteriak untuk membungkam dia.


"Ayahnya Myne tidak seburuk itu!"


Sepertinya Motoyasu masih memiliki kebijakan untuk angkat bicara.


"Motoyasu, lu ngerasa kek gitu karena perlakukan khusus yang lu terima. Semia ini masuk akal bagi kami."


"Ya. Gw ngerasa seperti selama ini semuanya gak ada yang adil."


"Itulah tepatnya masalahnya. Gelombang pertama datang saat aku masih dalam kegiatan diplomasi di negeri lain. Aku menunjuk seseorang yang kupercayai, tangan kananku, untuk mengurus kerajaan saat aku keluar.... tapi..."


"....tapi?"


"Mereka tewas dalam gelombang... Dan mereka telah mencurahkan begitu banyak waktu untuk memperoleh kepercayaan dari para demi-human..."


"Boleh saya bertanya?"


"Apa itu, Tuan Amaki?"


"Kenapa negeri supremasi manusia ini menugaskan bangsawan yang ingin bekerja bersama para demi-human?"


Ratu membuka kipas miliknya dan menyembunyikan mulutnya saat dia menjawab pertanyaan Ren.


"Kami ingin menghindari perang dengan Siltvelt, dan juga itu merupakan bagian dari strategi kami untuk memperbaiki hubungan kami dengan para demi-human. Siltvelt sadar akan hal ini, dan mereka melakukan hal yang sama pada para manusia di negeri mereka."


Aku mulai paham. Bangsawan itu bersikap baik pada para demi-human sebagai sebuah tanda dari keyakinan yang bagus untuk menghindari perang dengan Siltvelt.


"Itu aneh mengenai seberapa terbukanya anda tentang hal ini."


Itsuki mengatakan ini pada ratu, menunjukkan kecurigaannya.


"Setelah kami secara paksa memanggil kalian kesini, anggap saja itu sebagai sebuah tanda dari ketulusanku bahwa aku, wewenang tertinggi di negeri ini, akan berbicara secara terbuka pada kalian seperti ini. Jika aku tidak berupaya mendapatkan kepercayaan kalian, bagaimana bisa aku meminta kerjasama kalian?"


Ren dan Itsuki saling melihat lalu mengangguk.


"Akan tetapi.... Aultcray telah menunjukan perlakuan pengistimewaan yang sangat jelas terhadap Pahlawan Tombak. Pahlawan Busur dan Pedang juga memperlihatkan kesetiaan mereka. tetapi, mulai dari sini, jika terlihat seperti aku menunjukan perlakukan pengistimewaan terhadap Pahlawan Perisai, harap pahami bahwa aku hanya berusaha menyeimbangkan dan memperbaiki kemalangan dimasa lalu disini."


"Baik."


"Anda benar. Jika Naofumi benar-benar tak bersalah dalam segalanya, maka semuanya akan seimbang. Saya paham."


"Kembali ke topik... Sepertinya kebodohan Aultcray telah menyebabkan kehancuran dari distrik perlindungan demi-human kami."


Sang ratu bergerak mundur dan menginjak kaki Sampah itu dengan segala kekuatannya.


"Owwwwwwww."


"Dan aku menemukan bahwa ini terjadi diwaktu yang sama persis saat aku menemukan upacara pemanggilan rahasiamu!"


Sang ratu menampar Sampah itu lagi dan lagi.


"Ugh....."


"Inilah yang kudapatkan karena membiarkan orang sebodoh ini memerintah menggantikan aku! Serangkaian kejadian tidak masuk akal yang tiada hentinya disaat aku tidak ada! Meskipun musuh yang sebenarnya adalah Gereja...."


"Ugh!"


"Dan keesokan harinya setelah para Pahlawan memulai misi mereka, kau memanggil Pahlawan Perisai dan mengganggap dia sebagai seorang kriminal!"


"UGH!"


"Lalu kau terus mendeskriminasi dia! Apa kau tau seberapa dekat kau membawa kami pada perang?!"


"UGH!"


"Dan kemudian, segera setelah gelombang kedua, kau mencoba mencuri budaknya dari dia? Apa yang ada didalam kepalamu?!"


Ratu benar-benar bekerja keras....


"Karena perilaku bodohmu, Siltvelt dan Shieldfreeden sangat murka. Mereka bisa menyerang kapan saja!"


Aku mulai bersimpati pada posisi ratu.


Semua orang yang bisa dia percayakan kerajaan ini telah tewas atau menghilang, dan dia harus menjaga sinis dari perang seorang diri.


Aku terkesan. Dia pasti merupakan seorang diplomat sangat terampil.


Meski dia terlihat seperti seorang wanita berusia 20'an yang marah-marah pada suaminya secara histeris.


Dan dia adalah ibunya Melty dan Lonte? Sudah pasti dia tampak muda mengingat usia aslinya.


"Lalu, diatas semuanya, kau mengatakan bahwa kau ingin berjumpa dengan Melty? Seberapa egoisnya kau ini?!"


"Ugh!"


"Dan orang-orang yang akan menggunakan kau demi mencapai tujuan mereka sendiri... Mereka berada tepat didepanmu, dan kau tidak menyadarinya? Semua ini adalah salahmu!"


Dia sangat marah, marah besar. Dia melanjutkan.


"Dengan ini aku menyatakan Church of the Three Heroes adalah aliran sesat! Melromarc akan mengikuti Church of the Four Holy Warriors mulai dari sekarang!"


"A...Apa?! Kau akan meninggalkan tradisi yang membangun kerajaan kita?!"


"Tidak ada gunanya mempertahankan tradisi yang hanya menyebabkan masalah saja!"


Church of the Four Holy Warriors?


"Apa itu?"


"Sebuah kepercayaan yang memuja keempat Pahlawan Suci secara setara."


Melty menjelaskan.


Kurasa itu wajar sih. Kalau ada empat orang yang menyelamatkan dunia, cepat atau lambat akan ada kepercayaan yang memuja mereka.


"Church of the Three Heroes awalnya merupakan percabangan dari Church of the Four Holy Warriors. Tetapi untuk menjelaskan alasannya, kita harus kembali pada pendirian Melromarc."


"Huh...."


Jika Siltvelt memuja Pahlawan Perisai, maka logis saja untuk mengasumsikan bahwa negeri-negeri lain memuja para pahlawan dengan cara yang berbeda. Cukup mudah untuk membayangkan alasannya. Kalau Melromarc dan Siltvelt memiliki hubungan yang buruk, dan Siltvelt memuja Pahlawan Perisai....


Sangat wajar kalau mereka akan mengatakan bahwa kepercayaan negeri lain itu palsu, bahwa dewa mereka adalah iblis, dan sebagainya. Itu akan menjelaskan awal mula Church of the Three Heroes.


"Haaaah...."


Ratu selesai memaki Sampah itu. Merasa segar setelah menampar dia berulang-ulang kali, dia membuka kipas miliknya, menyembunyikan bibirnya, dan menoleh ke arahku. Sayang sekali aku gak punya kesempatan untuk menampar Sampah itu.


"Masih banyak lagi yang harus dibicarakan, Tuan Iwatani. Tapi itu nanti saja."


"Aku lebih senang gak mendengarkannya."


"Myne dan raja bukanlah orang yang jahat! Semua ini adalah sebuah kesalahpahaman!"


Motoyasu berdiri diam saja sejak tadi, tapi dia akhirnya melangkah maju dan berteriak lagi.


Apa yang dia mau?


"Tapi segalanya masuk akal, kan? Kami hampir terbunuh, dan fakta dibalik semua kejadian ini telah terungkap dan terbukti."


"Ya. Kami menyelidiki segala macam hal. Aku curiga. Itu memang benar-benar Naofumi telah di diskriminasi. Sebenarnya itu sangat mengesankan bahwa dia bisa mendapatkan kepercayaan orang lain. Itu bukan karena sesuatu seperti Perisai Pencuci Otak. Itu semua karena Naofumi dan teman-temannya. Mereka memperoleh kepercayaan orang."


Itsuki dan Ren berbicara membelaku.


"Saat aku secara tak sengaja menyebabkan wabah penyakit di desa pegunungan itu, Naofumi lah yang menyelesaikannya. Itu adalah alasan yang kuat untuk mempercayai dia."


"Ya, dan jika kau melihat senjata yang digunakan high priest pada kita, itu sudah cukup jelas siapa yang ada dibalik semua ini."


"Ugh...."


Tangan Motoyasu mengepal gemetaran. Dia tetap melotot padaku.


"Tuan Kitamura, jika kau ingin memprotes lebih jauh lagi, kau harus melakukannya setelah kau bisa menyediakan bukti atas bantahanmu."


"Baik. Aku akan kembali sambil membawa bukti. Myne! Ayo pergi."


"Sayang sekali, aku belum selesai bicara dengan Malty. Kau harus menunggu sampai kami selesai."


Saat sang ratu selesai berbicara, sejumlah besar knight istana muncul dari belakang singgasana dan mulai berjalan ke arah Motoyasu.


"Ta...Tapi! Tapi Myne!"


"Pahlawan Tombak, silahkan keluar."


Mereka sangat sopan saat mereka meminta dia untuk meninggalkan ruang singgasana.


Kuharap dia gak segitu bodohnya hingga menyebabkan kekacauan di ruang singgasana.


"Berhentilah mengalihkan topik."


"Aku minta maaf."


"Itu betul-betul kesalahan Motoyasu, jadi aku gak peduli tentang itu."


Itsuki tampaknya memiliki beberapa kecurigaan bahwa Motoyasu menerima perlakuan khusus. Aku gak melihat adanya alasan untuk memperbaiki dia.


"Ngomong-ngomong... Masih ada banyak hukuman yang harus kuberikan pada suami dan putriku."


Lonte dan Sampah itu menjadi pucat. Waktunya penjatuhan hukuman.


"Apa kau kecewa?"


"Tentu saja!"


"Ya! Mama! Aku tidak jahat!"


"Aku yakin aku sudah mencoretmu, jadi berhentilah memanggilku ibu. Adapun apa yang harus dilakukan padamu... Ah, ya, mungkin aku akan menyuruhmu membayat beberapa hutang negara. Ini dia."


Sang ratu berhenti sesaat.


Dia menyerahkan selembar kertas dengan barisan angka tertulis diatasnya pada Lonte. Wajah Lonte itu semakin pucat.


Lonte itu kembali ke sifat asalnya. Sepertinya dia telah kehilangan pundi-pundi benang negeri juga. Aku gak bisa mengatakan bahwa aku terkejut.


"Bagaimana caranya aku membayar ini?!"


"Itu adalah jumlah uang yang kau minta pada guild. Kau tidak bisa seenaknya mengambil apa yang kau mau dari ruang harta dan tidak mau mengembalikannya. Aku juga memberi kebebasan menambahkan dana yang diperlukan untuk perbaikan hutan yang kau bakar. Sama seperti yang tertulis pada kertas itu, mulai sekarang kau akan bekerja seperti seorang budak untuk membayar hutangmu pada Kerajaan."


"Tapi itu mustahil!"


"Jika kau tidak menyukainya, maka bekerjalah dengan para Pahlawan untuk menyelamatkan dunia. Jika kau benar-benar berkontribusi, maka aku akan mempertimbangkannya."


Lonte itu akhirnya diam, lalu ratu berpaling pada Sampah.


"Lihat dirimu, merasa aman bahwa hanya putrimu saja yang dalam masalah! Semua ini berlaku untuk kalian berdua, Aultcray."


Si Sampah begitu terkejut dia tertunduk. Si tolol itu bahkan gak bisa mengangkat kepalanya pada ratu.


Gak bisakah dia bersikap lebih bermartabat?


"Entah kau akan bertarung di barisan depan melawan gelombang demi masa depan negeri kita, atau membuang tanggung jawabmu dan menjadi seorang petualang biasa. Pilihlah."


"Ugh... Istriku... RATUKU. Aku tertipu. Ampunilah aku."


Dan siapa yang menipu dia? Gereja? Atau aku? Apa dia akan mengorbankan Lonte itu?


"Ya, Mama, ampuni aku...."


"Maaf dan kesabaranku sudah habis... Ah, aku punya ide."


Ratu memberi isyarat padaku. Aku segera melangkah maju.


"Tuan Iwatani. Harus bagaimana kita menghukum mereka berdua? Aku memberimu hak untuk memutuskan."


"Mati! Hukum mati mereka!"


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 12 - Ganjaran[edit]

Aku mengatakannya bahkan tanpa berhenti untuk memikirkannya. Hatiku pasti sangat membenci mereka—hingga yang kulakukan tampak cukup alami.


Sejujurnya, memang gak ada pilihan lain selain kematian. Apa lagi yang bisa menyingkirkan kebencianku pada mereka?


"Mati, hmm? Yah, mengingat semua masalah yang mereka sebabkan, itu memang sangat tepat."


"Ya, dan mereka benar-benar merusak Melromarc dalam pandangan internasional."


Ren dan Itsuki memperhitungkan dengan dingin.


Sangat mudah untuk memperhitungkan masalah orang lain. Selama mereka gak harus bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan, mereka bisa mengatakan apapun yang mereka inginkan.


"Tapi kau! Kau...."


"Kau pasti bercanda!"


Ratu mengangkat tangannya, dan mereka diam.


"Jika kita mengeksekusi mereka, akankah kau benar-benar puas?"


Aku merasakan perasaan yang aneh bahwa sihir milik ratu mengalir padaku.


Inilah yang orang-orang maksudkan saat mereka bilang merinding. "Gak mengenakkan..." itulah kata yang bisa mendeskripsikan perasaan itu secara sempurna.


"Tentu saja mereka mungkin akan mati. Akan tetapi, ada pilihan lain juga. Kita bisa menyiksa mereka, membiarkan mereka berpikir mereka akan bebas, dan setelah kebebasan mereka tampak sudah bisa dipastikan, dan senyum melintas di wajah mereka, LALU kita akan membunuh mereka."


"Anda... benar-benar—silahkan."


"Aku mengatakan bahwa mengeksekusi mereka begitu saja akan membosankan. Kita juga bisa memberi mereka pekerjaan-pekerjaan sederhana, dan saat mereka belajar untuk membuat diri mereka berguna, kita bisa menyuruh-nyuruh mereka seperti binatang peliharaan... mempermainkan mereka sampai mati. Aku akan sangat menikmati itu."


Gak disangka dia akan membuang anggota keluarganya sendiri tanpa emosi... Ratu mungkin merupakan orang paling gelap di seluruh kerajaan.


"Apa menurut lu bahwa dia benar-benar yang ada dibelakang semua ini? Dia tampak sanggup melakukannya."


"Lu betul. Itu teramat sangat dingin."


Para pahlawan geblek itu terus mengalihkan topik!


"Lagipula, ini hanya sekedar saran saja. Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi tentang masalah. Ini adalah emosi akhirku."


"Oh, kurasa aku akan mengikuti anda."


Dia mengatakan bahwa aku bisa melakukan apapun yang ku mau, tapi dia gak mau mereka mati. Dia akan menghukum mereka dengan cara lain.


"Setelah semua tindakan jahat dari gereja, itu akan menyebabkan cukup kegemparan jika ratu menggunakan wewenangnya untuk membunuh anggota keluarga kerajaannya sendiri. Aku yakin itu akan menyebabkan suatu efek pada posisi kita dalam komunitas internasional."


"Disisi lain, setelah semua masalah yang disebabkan oleh dua orang dungu yang tidak berguna ini, mungkin dengan menyiksa mereka akan memberi pesan pada komunitas bahwa kita serius."


"Perisai... Bangsat kau!"


Sampah itu berteriak, tapi ratu mengabaikan dia dan berbicara.


"Normalnya aku akan setuju denganmu. Tapi kurasa hal itu tidak berlaku untuk Aultcray."


"Kenapa tidak?"


"Si dungu ini dulunya cukup mengesankan. Di masa lalu perbuatan-perbuatannya dipuji-puji di seluruh dunia. Dulu dia dihormati oleh orang lain, bisa jadi masih dihormati sampai saat ini. Jika kita membunuh dia...."


Aku gak tau apa yang telah dilakukan Sampah itu untuk membuat dirinya terkenal—tapi terserahlah. Aku paham apa yang ratu katakan.


Sampah itu sangat terkenal.


Selain itu, dia memegang wewenang kerajaan sepanjang waktu ini. Dia sangat dikenal luas.


Sepertinya dia adalah seorang prajurit terhormat dimasa lalu dan telah membuktikan dirinya sendiri dalam banyak pertempuran. Orang-orang yang bekerja bersama dia dan bertarung bersama dia gak akan tinggal diam kalau mereka mengetahui bahwa dia akan dieksekusi.


Itu mungkin menarik untuk melihat bagaimana kelanjutannya. Kalau Sampah itu dulunya seorang pahlawan, lalu dia mengotori tangannya dan masih terus menjalani kehidupan tanpa rasa hormat yang biasa dia terima, itu mungkin menarik untuk menyaksikan semua itu terjadi.


"Aku mengerti. Kami akan ikut dengan ide anda."


"Terimakasih."


"—Dengan satu syarat. Mereka boleh hidup, tapi mereka harus menderita."


"Tentunya... Nah sekarang, apa yang jadi hukuman mereka yang pertama?"


Ya... Aku bisa melakukan apapun selain membunuh mereka...


"Kita bisa memulai dengan memotong tangan dan kaki mereka..."


"Tuan Naofumi...."


Raphtalia menatapku seolah dia ingin mengatakan sesuatu.


Dia mungkin berpikir bahwa, ketika aku memiliki wewenang untuk memerintahkan hal semacam itu, dan meski mereka layak menerimanya, aku mungkin harus sedikit menahan diri.


Mau gimana lagi...


Selain itu, kalau aku membiarkan mereka lolos sekarang, aku gak yakin aku akan mendapatkan kesempatan lain.


"....Tuan NaoFUMI."


Lonte mengusap air matanya dan memohon padaku. Cara dia mengucapkan namaku berbeda dengan intonasi Raphtalia atau Melty. Apa yang coba dia katakan?


Matanya berlinang air mata. Matanya berkilauan. Pipinya merona merah. Itu betul-betul tampak seperti dosa-dosanya mulai meresap.


Dia adalah seorang aktris sejati kapanpun dia mau. Kalau aku belum tau siapa dia, aku pasti telah terbodohi.


Dia mungkin selalu seperti ini pada Motoyasu.


Aku tiba-tiba menyadari bahwa ini adalah pertama kalinya dia memanggil aku dengan namaku.


"Harap jangan melakukan sesuatu yang sebodoh melakukan balas dendam. Balas dendam hanya akan menghasilkan balas dendam lagi. Jika kau, Tuan NaoFUMI, bisa menunjukkan belas kasihan, maka aku yakin ratu akan sangat senang...."


"Whoa....."


Ren menatap Lonte seolah dia gak bisa mempercayai telinganya. Itsuki juga terkejut. Dia menggaruk kepalanya kebingungan. Melty memegang kepalanya dan menatap lantai. Raphtalia membelalakkan matanya tak percaya. Filo... Gilor memiringkan kepalanya kebingungan.


Adapun untuk diriku sendiri....


...hm.


"Yah...."


Nanti, para prajurit akan menunggangi kuda, Filolial, dan naga mereka. Mereka menunggangi apapun yang mereka miliki dan pergi ke seluruh desa dan kota untuk menyampaikan pesan.


"Untuk bertanggung jawab atas semua hal mengerikan yang telah terjadi di Melromarc, mulai dari sekarang sampai selamanya, Raja Aultcray dan Putri Malty akan dikenal dengan nama 'Sampah' dan 'Lonte'. Siapaiint yang memanggil mereka dengan nama mereka yang sebelumnya, apapun alasannya, akan langsung dijatuhi hukuman!"


Mereka menulisnya pada selebaran dan papan pengumuman dan menyebarkannya serta memasangnya di semua kota dan desa di Melromarc.


Semua penduduk, terlepas dari posisi mereka dalam masyarakat, semua berdiri didepan pengumuman itu dan mengatakan hal yang sama:


"Apa?"


"Hal bodoh apa yang akan menyertai hal semacam itu? Dasar idiot!"


"Apa yang kau lakukan? Dasar iblis!"


Wajah Lonte dipenuhi dengan kemarahan.


Mulai dari sekarang, saat orang-orang membicarakan mereka berdua, mereka akan berkata seperti, "Jadi Lonte itu..." atau "Gimana dengan Sampah....?"


Itu terasa sangat bagus sekali. Aku gak pernah menyangka aku akan mendapatkan kesempatan ini.


"Mengerikan...."


"Aku juga berpikir begitu. Memang benar bahwa hukuman itu mengerikan, tapi itu juga sepadan."


Ren dan Itsuki gak bisa menahan diri untuk gak berkomentar.


"Bangsat kau!"


Wajah Sampah itu menjadi semakin merah, dan dia berteriak marah.


Tate No Yuusha Vol 4 (12).jpg


"Ahahaha! Wajah itulah yang selalu ingin kulihat selama ini!"


Akhirnya, seluruh dunia akan memanggil dia dengan sentuhan pribadiku untuk dia: Sampah.


"Balas dendam hanya akan menghasilkan balas dendam lagi... redamlah? Sungguh kata-kata yang indah—kusarankan kau untuk menerima saranmu sendiri, Putri Ma... maksudku, Lonte."


"Diam! Aku tidak akan pernah memaafkanmu!"


Dia tampak seperti dia siap mengayunkan pukulan padaku, tapi para penjaga ratu gak akan membiarkan itu terjadi.


"Jangan lupa bahwa Lonte juga menggunakan nama palsu untuk berpetualang. Apa yang harus kita lakukan mengenai nama itu?"


"Pelacur."


"Pelacur...?"


Ren dan Itsuki gak mengatakan apa-apa. Mereka tampak agak tersinggung. Kurasa aku gak bisa menyalahkan mereka.


"Baiklah, aku akan mendaftarkan nama barunya sebagai gelar petualang miliknya. Jadi dia tidak akan lagi bisa menggunakan nama 'Myne' untuk mendaftar pengambilan quest atau menginap di penginapan."


"Aku akan membunuhmu! Jika kau berbalik, aku akan membunuhmu!"


Dia sangat marah—murka. Tapi aku merasa sangat lega. Ledakan kemarahannya gak bisa menggangguku.


"Silahkan saja kalau mau mencoba. Kalau kau menyerangku, kematian menantimu."


"Ya, dia telah kehilangan semua hak-haknya. Jika dia melakukan tindakan pelanggaran, segel budak akan membunuh dia."


Aku paham apa yang dia katakan. Itu akan menyebabkan masalah jika sang ratu mengeksekusi seorang anggota keluarga kerajaan. Itu sebabnya ratu mencoret Lonte dari KK dan mengubah namanya. Lalu ratu akan bebas membunuh dia tanpa perlu mengkhawatirkan akibat yang menyertainya. Itu adalah cara yang cerdas dan efesien. Aku menyukainya.


Bukan cuma itu saja, namun hal itu disertai dengan sebuah peraturan bahwa Lonte gak diperbolehkan menyerangku. Ratu pasti ingin Lonte tau gimana rasanya menjadi diriku—yang gak bisa menyerang.


"...Tidakkah lu pikir lu udah keterlaluan?"


Itsuki angkat bicara. Aku gak peduli.


"Enggak! Rasanya sangat menyenangkan!"


"Nah sekarang, untuk membayar kerjasama tuan Iwatani, kami harus memenuhi permintaan lamanya, kan?"


"Apa maksud anda?"


"Sebelum semua ini terjadi, kamu meminta Sampah untuk bersujud didepanmu, kan?"


Sang ratu menepukkan tangannya, dan para shadow serta para knight muncul di belakang Sampah. Mereka memegang pundaknya dan memaksa dia serta Lonte untuk bersujud.


"Hei, tunggu sebentar! Kalian pikir siapa aku?!"


"Ya, aku adalah ra...."


"Seorang petualang dan seorang prajurit, kan?"


Sang ratu menyuruh mereka berlutut di lantai. Dia membuat mereka memahami posisi baru mereka.


"Sekarang sujud pada kami. Tentu saja kau juga, Lonte. Jika kau tidak patuh, segel budak akan menyiksamu."


"Tapi... Ratuku! Aku... Tidak... Aku tidak akan bersujud! Aku tidak mau!"


"Kau pasti bercanda. Kenapa aku harus bersujud pada dia? Aku....AAHHHHHHHHHH OUCH!"


Para knight memegang bagian belakang kepala mereka dan memaksa mereka tunduk sampai kening mereka menyentuh lantai.


Lonte sangat marah. Meskipun segel budak menyiksa dia, dia masih melawan.


Mereka berlutut sambil kepala mereka menyentuh lantai, dikelilingi bilah para shadow, dan terus berteriak.


"Kumohon..."


“AAARRRRHRHHH!”


“AAAAAHHHHH!”


Sampah dan Lonte berteriak gak membiarkan orang lain berbicara.


"Diam!"


Sang ratu menjentikkan jarinya, dan Sampah serta Lonte segera dibungkam.


“MMMMGHHMMMM!”


“MMMMUUUUUHHHH!”


Mereka menggunakan segala kekuatan mereka yang tersisa untuk melawan, tapi mereka gak bisa berbuat banyak.


"‘Kumohon! Pahlawan Perisai! Bantu kami!’ begitu saja."

"Pahlawan Perisai! Ku mohon bertarunglah demi negeri kami!"


Ada suatu kesan yang luar biasa dari keduanya.


"Bagaimana?"


"Apa maksud anda adalah....?"


Rasanya menyenangkan sekali melihat mereka berdua dipaksa sujud didepanku. Rasanya amat sangat menyenangkan sekali, tapi... maksudku rasanya memang betul-betul menyenangkan, tapi bukan itu tepatnya yang kuinginkan.


"Mereka gak tampak menyesalinya, kan? Kurasa wajar sih..."


"Apa lu yakin ini gak keterlaluan?"


Ren dan Itsuki saling berbisik.


Aku gak punya alasan untuk menghentikannya. Semua orang hatus tau siapa penjahat yang sebenarnya disini. Mereka harus mengerti.


Lonte dan Sampah menjerit dan memprotes keras. Itu nyaris tampak seperti mereka akan mengalami serangan jantung dan tewas disini.


Pada akhirnya mereka tenang dan diam. Pembungkam mereka dilepas.


Lonte tampak seperti.... dia tampak seperti dia habis diperkosa. Matanya hanya menatap kosong, dan air mata mengalir di pipinya.


Apa dia segitunya membenciku? Apa dia segitu bencinya berlutut?


Ren berjalan mendekati Sampah dan melambaikan tangannya didepan wajahnya. Sampah gak beraksi karena dia gak bisa melihatnya. Setelah memastikan ini, Ren kembali ke tempatnya. Lonte terus meratap.


"Mungkin ini sudah cukup untuk menyiksa mereka berdua."


Ratu mengangkat tangannya dan mengeluarkan perintah.


"Bawa mereka keluar dari ruang singgasana!"


"Baik!"


Mereka berdua dibawa keluar dari ruangan.


Setelah mereka sudah gak ada, aku menoleh dan melihat Raphtalia menatap kecewa padaku. Melty juga tampak marah. Filo tersenyum dan bersenang-senang. Tapi tampaknya mereka telah merubah pendapat mereka tentang aku.


Mereka nggak mengatakan apa-apa, tapi mereka terlihat seperti mereka berpikir bahwa aku sudah keterlaluan.


"Dan itu akan jadi akhir dari hukuman mereka untuk saat ini. Tuan Amaki, tuan Kawasumi, dan anggota party mereka silahkan menuju kamar yang sudah dipersiapkan di istana dan beristirahatlah. Aku masih punya beberapa urusan yang ingin aku bicarakan dengan tuan Iwatani, Jadi aku minta tuan Iwatani tetap berada di sini."


"Ah.... Ah."


"Aku lebih senang tidak menaruh kepercayaanku pada orang yang bersikap seperti itu, tapi...."


"Tunggu. Dibandingkan dengan situasi yang mereka sebabkan pada negeri ini, hukuman ini sangatlah lembut. Itu mungkin terlihat keterlaluan, tapi itu hanya karena kau berada disini untuk menyaksikannya."


"Itu mungkin benar."


Ren dan Itsuki membicarakan kejadian hari ini saat mereka meninggalkan ruangan bersama party mereka.


"Sekarang kita telah menghukum mereka dengan cara ini, aku ingin meminta kerjasamamu, tuan Iwatani."


"Yah...."


Aku gak bisa mencari alasan yang bagus untuk menolak dia.


Tetap saja, apa itu bijaksana untuk mempercayai seseorang yang memperlakukan keluarganya sendiri seperti ini? Yah mereka memang layak menerimanya sih. Itu semua kesalahan mereka. Kau menuai apa yang kau tanam.


"Apa yang harus kita bicarakan terlebih dahulu? Aku punya ide. Mari kita bicara tentang para Pahlawan dalam legenda."


Sang ratu mulai berbicara.


"Sebenarnya aku cukup suka tentang legenda dari empat Pahlawan Suci. Meski itu sedikit berbeda dari legenda di negeriku sendiri...."


"Kok bisa?"


"Tuan Iwatani, aku yakin kamu sudah membicarakan ini dengan Melty. Boleh aku mengasumsikan kamu sudah memiliki pemahaman dasarnya?"


Aku mengangguk.


"Baiklah kalau begitu, seperti yang sudah kamu ketahui, Pahlawan Perisai tidak ada didalam legenda negeri ini. Dia secara permanen dihapus dari kisahnya, dan orang-orang membicarakan dia seolah dia adalah seorang iblis."


"...uh huh."


Buku yang kubaca sebelum aku dipanggil ke dunia ini, The Records of the Four Holy Weapons, nggak memiliki informasi tentang Pahlawan Perisai. Bagian itu sepenuhnya kosong.


Aku menyadari bahwa halaman-halamam itu kosong karena aku dipanggil untuk mengisi halaman itu... tapi mungkinkah buku itu merupakan sebuah catatan legenda versi Melromarc?


Ada sesuatu yang salah. Aku gak berpikir kalau tebakanku akurat, tapi kurasa aku cuma perlu mengikutinya untuk saat ini.


"Pahlawan Perisai bekerja bersama manusia dan demi-human. Karena itulah, sering kali para Pahlawan lain menganggap dia sebagai musuh. Akan tetapi pada akhirnya mereka bisa berdamai."


Sekarang semuanya masuk akal. Kalau itu adalah bagian dari legenda, maka itu akan menjelaskan kenapa para demi-human bersedia mempercayai aku.


"Seperti yang kamu tau, Melromarc adalah sebuah negara supremasi manusia. Kami memang mempersiapkan sebuah distrik khusus dimana para demi-human bisa hidup damai, tapi mereka mengalami kehidupan yang sangat sulit."


"Uh huh..."


Aku berada di dunia ini selama lebih dari tiga bulan sekarang. Aku tau bahwa para demi-human pada dasarnya merupakan para budak di Melromarc.


"Karena semua inilah, hubungan kami dengan Siltvelt sangat buruk. Kami berperang selama bertahun-tahun."


Situasinya berkebalikan dengan Siltvelt, dimana para manusia dianggap kelas budak. Melromarc dan Siltvelt layaknya air dan minyak.


Sangat masuk akal bagi mereka untuk saling bermusuhan.


"Sekarang, karena kamu mungkin sudah tau, kepercayaan Siltvelt juga merupakan cabang dari Church of the Four Heroes, tapi bukannya memuja tiga Pahlawan, mereka memuja Pahlawan Perisai secara eksklusif."


"Aku sudah menebak sampai sejauh itu, dan nampaknya aku benar."


"Ya.... Dan sekarang adapun seperti apa itu Church of the Three Heroes... Kurasa kamu sudah mengetahuinya kan, tuan Iwatani?"


Church of the Four Heroes yang original telah terbagi menjadi dua arah yang berbeda pada Melromarc dan Siltvelt. Di Melromarc menjadi Church of the Three Heroes, sedangkan di Siltvelt menjadi Church of the Shield.


Ratu mengatakan bahwa negeri-negeri berperang dalam waktu yang lama, yang mana itu artinya....


"Aku di panggil tepat ke tengah negeri musuh?"


Aku adalah jujungan dari musuh mereka. Siapa yang mengharapkan memperlakukan junjungan musuh mereka dengan hormat? Manusia gak sepolos itu.


Gak diragukan lagi bahwa buku-buku tua dari Church of the Three Heroes dipenuhi dengan daftar-daftar tindakan jahat yang dilakukan oleh Pahlawan Perisai. Hal yang serupa terjadi di dunia asalku. Dewa dari agama musuh dipandang sebagai iblis.


Semua itu sesuai.


Mungkinkah Sampah berprasangka buruk terhadapku karena perang-perang yang dia alami melawan Siltvelt?


"Penyelidikan-penyelidikan telah menyimpulkan bahwa semua masalah ini merupakan hasil dari tindakan-tindakan yang diambil oleh Gereja, tetapi tindakan-tindakan itu juga banyak yang sudah kubatalkan."


"Aku bersimpati padamu."


"Terimakasih."


"Ya... Melty, kamu paham semua ini, kan?"


"Y...Ya!"


"Masalah besarnya masih ada. Saat keempat Pahlawan dipanggil, ada suatu upacara penting yang dilakukan yang mana setara dengan memperburuk situasinya."


"Tapi keempat pahlawan telah terpanggil."


"Ya... itu sebabnya masalahnya begitu gawat."


"Jika itu merupakan sebuah masalah yang sebesar itu, kenapa negeri-negeri lain tidak menyerang Melromarc?"


"Berkat negosiasiku... meskipun aku tidak bisa mengambil semua kreditnya. Sebagian besar karena tindakanmu, dan berkat para Pahlawan lain."


"Bunda bekerja begitu keras. Beliau sampai demam. Sekeras itulah beliau bekerja!"


"Melty."


"A...Apa?"


"Jangan terlalu kaku. Santailah sedikit. Kau membuatku kaget."


"Apaan itu?!"


"Ah... Sepertinya Melty akhinya mulai bersikap sesuai dengan usianya. Sebagai ibunya, aku sangat senang. Aku sudah pasti tidak akan membandingkan dia dengan kakaknya, tapi Melty peduli terdapat mata publik sejak dia masih kecil. Hal itu membuatnya sulit untuk menjadi dirinya sendiri."


"Bunda, bukan begitu!"


"Sampai kau tumbuh dan menjadi dirimu sendiri, mungkin kamu harus terus bersama tuan Iwatani."


"Bunda!"


Melty sangat marah. Dia betul-betul menghentikan alur pembicaraannya.


"Kenapa Gereja tidak membunuhku lebih awal?"


"Aku yakin mereka ingin ketiga Pahlawan lain yang melakukannya untuk mereka."


"Jadi mereka menunggu ketiga Pahlawan lain sampai cukup kuat?"


"Aku tau bisa memikirkan cara yang lebih baik untuk mengatakannya, tapi... para Pahlawan lain terkadang tidak terlihat memikirkan masa depan. Gereja tak diragukan lagi berpikir bahwa mereka akan mudah untuk dikendalikan."


"Ah... ya. Aku bisa memahami itu."


Mereka masih belum bisa sepenuhnya keluar dari pola pikir bermain game. Itu sangat jelas bahwa mereka terpedaya, tapi mereka gak memahami situasinya. Mereka gak pernah meragukan apa yang ada tepat didepan mata mereka.


"Tentu saja, ada banyak yang harus kita lakukan, terutama mengenai kamu, tuan Iwatani. Sangat banyak orang dari komunitas internasional yang ingin bertemu denganmu."


"Itu....."


Aku ingat bahwa Melty pernah mengatakan sesuatu seperti itu. Saat aku sedang apes, dihajar dan sendirian, orang-orang mendekati aku, dan aku menyuruh mereka untuk menjauh. Ratu menyadari bahwa aku tau apa yang beliau maksudkan dan mengangguk.


"Karena itulah, aku bisa melihat cukup banyak penipuan."


"Apa maksud anda?"


"Aku mengatakan pada dewan bahwa para Pahlawan sedang sibuk menghilangkan wabah di negeri kami."


Untuk menjaga dunia dari perang disaat-saat seperti ini... beliau pasti bekerja sangat keras.


Di dunia asalku, saat aku mengelola sebuah guild di game online yang kumainkan, ada saat-saat ketika para anggota guild lain akan mencari masalah.


Butuh banyak upaya yang harus kukerahkan untuk memadamkan api yang mereka sulut. Biasanya aku hanya perlu mengeluarkan mereka, tapi aku gak bisa melakukannya menurut peraturan. Ratu pasti merasakan hal yang sama.


"Saat tuan Iwatani berkeliling negeri membersihkan kekacauan yang ditinggalkan oleh para Pahlawan lain, itulah pukulan terakhirnya[1]"


"Para pahlawan lain tidak tau kenapa hanya aku yang didiskriminasi?"


"Kitamura bekerja bersama Lonte, dan tuan Amaki serta tuan Kawasumi menerima semua informasi dari guild. Orang-orang cenderung percaya pada wewenang dari orang di sekitar mereka. Mereka menerima apa yang dikatakan oleh mereka."


Jadi mereka cuma mempercayai apa yang dikatakan tokoh-tokoh berwewenang... Kurasa jika kau gak punya akses pada informasi lain, maka itu adalah hal yang wajar untuk dilakukan.


Kalau mereka tau bahwa mereka dibohongi, mereka pasti akan mendukung aku.


Mereka cuma gak tau. Itu sebabnya mereka tampak gak punya otak. Ya, pada akhirnya Ren dan Itsuki sepertinya mengetahuinya.


"Saat aku akhirnya bisa menenangkan semua orang dan siap kembali ke Melromarc, semua ini terjadi. Aku tidak pernah menyangka bahwa Gereja memiliki sebuah replika dari empat Senjata Suci."


Bagaimana bisa beliau tau? Siapa yang menyangka Gereja memiliki sesuatu seperti itu?


"High priest adalah seorang pria yang bodoh... Saat kamu menyerang, dia harusnya mengubah senjatanya menjadi Perisai dan selamat..."


"Jadi benda itu bisa berubah menjadi sebuah perisai juga?"


"Itu benar, meskipun kamu tak bisa mengharapkan lebih dari seperempat dari kekuatan senjata aslinya."


"Jadi itu hanya seperempat dari kekuatan aslinya?"


Kalau kami naik level, kami akan empat kali lebih kuat daripada high priest? Sangat sulit untuk mempercayainya.


Gimanapun juga itu hanyalah sebuah legenda. Aku yakin bahwa seiring berjalannya waktu, sedikit pelebih-lebihan telah dilakukan... Tunggu, kalau memperhitungkan kekuatan yang dimiliki Fitoria, tampaknya itu memang memungkinkan.


Sejujurnya—kami semua mungkin memang agak terlalu lemah.


Kalai kami gak menemukan cara untuk naik level secepatnya, kami gak akan bisa selamat dari gelombang yang akan datang.


"Tindakan Sampah telah mengancam berakhirnya perdamaian jangka panjang. Dia adalah pria yang terampil, tapi yang dia tau hanyalah bagaimana caranya menyulut konflik."


Sampah pasti betul-betul ingin menjauhkan aku dari Siltvelt. Itu sebabnya dia telah meningkatkan keamanan perbatasan sampai setinggi itu.


"Akhirnya... Ya, aku ingin melakukan apapun yang aku bisa untuk mendukungmu kedepannya. Mengetahui itu, akankah kamu masih ingin pergi ke Siltvelt, memberitahu mereka kebenarannya, dan memulai perang?"


"Hmmm...."


Itu artinya, kalau beliau mau menghindari perang, ratu akan melakukan apapun yang beliau bisa untuk melindungi aku.


Tapi sejujurnya, aku betul-betul ingin mengucap "selamat tinggal" dan pergi. Tapi aku sudah berjanji pada Fitoria....


Dan Curse Series sangatlah kuat hingga aku gak bisa mengabaikan apa yang dikatakan Fitoria.


"Dan juga, entah itu Siltvelt atau Shieldfreeden, haruskah aku memberitahumu apa yang akan terjadi jika kamu pergi kesana?"


"Hm?"


"Yang pertama, sang Putri dan para putri bangsawan akan meminta bertemu denganmu. Para wanita demi-human akan membentuk harem di sekitarmu."


"Ew!"


Mereka akan mendatangi aku, menginginkan memiliki anak Pahlawan Perisai? Setelah apa yang dilakukan Lonte, pemikiran tentang wanita membuatku jijik.


Hal terakhir yang kubutuhkan dalam hidupku bukanlah wanita yang menjijikkan.


"Tentunya, mereka akan memberimu apapun yang kamu inginkan. Jika kami menyuruh mereka untuk menyerang Melromarc, mereka akan mengikutimu dan siap mempertaruhkan nyawa mereka."


Itu gak kedengaran begitu buruk, tapi masalah harem ini....


Haruskah aku melanjutkannya? Tapi... kalau aku ingin selamat sampai akhir, aku harus bekerjasama dengan para pahlawan lain. Haruskah aku meminta mereka ikut bersamaku? Apa mereka mau?


"Secara teori, semua itu tidak masalah. Tapi ingatlah bahwa tak peduli negeri mana yang kamu datangi, orang-orang yang berkuasa dan orang-orang yang memanipulasi kepercayaan orang memiliki hati yang hitam."


"Apa?"


"Tuan Iwatani yang malang, secara tiba-tiba tertimpa penyakit yang sekuat itu...."


"Aku paham maksud anda."


"Hal itu terjadi pada salah satu Pahlawan Perisai dimasa lalu."


Aku gak mau tau tentang itu.


Beliau mengatakan bahwa orang-orang mungkin memang memuja Pahlawan Perisai, tapi orang-orang yang berkuasa—orang-orang dengan sesuatu yang akan hilang—gak akan senang jika aku begitu saja mendapatkan apapun yang kuinginkan.


Kurasa itu juga masuk akal. Siapa yang mau seseorang gak jelas dari dunia lain muncul di wilayah mereka dan mulai mengubah semuanya?


Aku paham itu, tapi aku juga gak mau mati. Pilihan apa yang kupunya?


"Ngomong-ngomong, sepertinya kamu didekati oleh beberapa petualang dengan permintaan-permintaan palsu..."


"Ya."

Itu terjadi beberapa hari setelah aku dipanggil. Orang-orang bilang mereka akan bergabung dengan partyku, tapi aku harus membayar mereka. Aku membuat para Balloon menyelesaikan masalah itu.


"Bebarapa hari setelah pertemuan kalian, mayat mereka ditemukan—dipenuhi luka yang mengerikan."


"Apa?!"


Semakin banyak hal yang lebih suka gak kudengar....


"Selain itu, dalam beberapa hari, knight penjaga diserang oleh sejumlah orang dan terbunuh. Kami tidak menemukan siapa yang bertanggung jawab. Itu mungkin....."


Siltvelt adalah sebuah negeri yang ekstrim.


Itu kedengaran seperti baik surga maupun neraka tengah menantiku kalau aku pergi kesana.


Tentu saja itu cuma berlaku kalau apa yang dikatakan rayu memang benar.


"Oleh karena itu, aku percaya bahwa lebih aman bagimu untuk tetap disini, karena akhirnya kamu telah mendapatkan kepercayaan dari orang-orang."


"........"


Aku nggak betul-betul ingin bekerjasama.


Semua penderitaan dan rasa sakit yang telah kulalui gak akan menghilang begitu saja hanya karena ratu yang memerintahkannya.


Bahkan jika ratu secara langsung terlibat dalam penghukuman Sampah dan Lonte, dia hanya melakukan apa yang sewajarnya dan sesuai dengan posisinya sebagai pemimpin negeri.


Sekarang beliau bertindak seperti membantuku dan meminta kerjasamaku? Segalanya begitu mudah bagi beliau.


Selain itu, aku menghormati kemampuannya—tapi bukan berarti aku mempercayai beliau.


Sangat mudah untuk mengatakan apa yang beliau mau.


Kenyataannya adalah bahwa beliau gak mau aku mengunjungi negeri lain.


Tetap saja, kalau apa yang ratu katakan memang benar, maka aku bisa mengharapkan sambutan yang hangat dari negeri lain, bukan cuma Siltvelt atau Shieldfreeden.


Gak ada sesuatu yang istimewa pada Melromarc.


"......"


Aku sedang memikirkan semua yang beliau katakan, lalu sang ratu berlutut didepanku.


"Segala yang terjadi padamu sampai sekarang merupakan kesalahanku—tanggung jawabku. Aku mengerti bahwa itu terdengar aku meminta terlalu banyak padamu."


Beliau menundukkan kepalanya dalam-dalam padaku.


Melty sepenuhnya nggak bisa berkata apa-apa. Raphtalia melihat dengan mata terbelalak kaget. Bahkan Filo tampaknya mengerti kalau sesuatu yang penting sedang terjadi.


"Tapi mohon mengertilah. Aku tidak... bukan, negeri ini tidak punya pilihan lain selain bergantung padamu. Jika memenggal kepalaku akan meredakan amarahmu, maka lakukanlah. Jika mengubah namaku akan meredakan amarahmu, maka lakukanlah."


"Bunda...."


"Jadi kumohon, berbelaskasihanlah. Mulai dari sekarang aku akan mencegahmu diperlakukan secara tidak adil. Aku bersumpah atas namaku: Mirellia Q. Melromarc. Aku akan menandatangi sebuah kontrak sihir."


Wanita ini.....


Dia menggunakan wewenangnya untuk mencegah Sampah dan Lonte terbunuh, lalu berbalik dan menawarkan nyawanya sendiri?


Kalau dia menawarkan kepala Lonte atau Sampah padaku, aku mungkin gak akan pikir panjang—tapi aku betul-betul gak mau melihat ratu mati.


Melromarc pasti berada dalam situasi yang betul-betul buruk.


Dia mengatakan bahwa masa depan negeri bergantung... padaku?


Kalau aku mau, aku bisa menggunakan dunia untuk melawan mereka dan membakar negeri ini sampai rata dengan tanah.


Tapi...


"Sekali saja."


"Apa maksudmu?"


"Salah satu shadow milik anda datang menyelamatkan kami. Dan karena anda membantu kami mengalahkan high priest."


"Itu artinya...."


"Aku akan mempercayai anda—tapi sekali saja. Namun apapun yang terjadi, aku tidak akan mempercayai anda setelah itu."


"Terimakasih."


Dia membungkuk dalam-dalam padaku sekali lagi, dan menyatakan rasa terimakasihnya.


Apa aku jadi lemah?


Tapi kalau aku terus meragukan segalanya, aku gak akan pernah bisa melangkah maju.


Aku ingat apa yang dikatakan Fitoria.


Nggak ada waktu buat para pahlawan untuk saling bertengkar sendiri. Si Filolial Legendaris yang besar itu bakal datang membunuh kami kalau kami terus bertikai.


Musuh para pahlawan bukanlah sebuah negeri, tapi gelombang.


Jika negara-negara berperang, lalu dimusnahkan oleh gelombang, maka gak ada artinya sama sekali.


Dan aku tentunya gak bisa melupakan bahwa, demi semua niat dan tujuan, para pahlawan telah kalah dalam pertempuran saat gelombang terakhir.


Nggak ada gunanya menghasilkan lebih banyak musuh.


Aku selalu dikelilingi musuh sepanjang waktu ini, tapi sekarang hal itu akan berubah.


Aku gak peduli tentang apa yang terjadi pada dunia ini, tapi satu-satunya cara aku bisa kembali ke dunia asalku adalah jika aku bisa mengalahkan gelombang.


Aku harus berfokus pada gelombang... Pada Glass.


Cuma menyadari hal itu saja merupakan langkah maju yang besar.


Ratu kembali berdiri dan menutupi bibirnya dengan kipas yang terlipat.


"Bisakah kamu merahasiakan pembicaraan kita dari para Pahlawan lain? Seorang Pahlawan juga merupakan anak seseorang. Jika mereka mendengar bahwa salah satu dari mereka menerima perlakukan khusus...."


Beliau benar. Ada banyak poin dalam pembicaraan ini yang lebih baik para pahlawan lain gak tau.


Aku gak tau tentang Ren atau Motoyasu, tapi nampaknya Itsuki mungkin akan ngambek kalau sampai dengar.


Selain itu, mencegah perkembangan yang dramatis lebih lanjut lagi, itu tampak seperti aku telah meningkat pesat.


"Baik. Aku tidak akan mengatakannya...."


"Ya. Terimakasih. Aku akan menerima tanggungjawab atas pengelolaan masalah ini kedepannya."


"Begitukah? Kalau begitu aku akhirnya bisa mencoret satu musuh dari daftarku..."


"Aku sungguh minta maaf. Kamu di panggil ke sini padahal sama sekali tidak ada hubungannya dengan konflik-konflik kamu... Lalu kamu dipaksa untuk bertarung. Kuharap aku bisa berbuat lebih banyak untukmu, tapi saat ini tanganku masih terikat. Aku minta maaf."


"Tidak usah pikirkan itu. Mari kita fokus pada langkah selanjutnya. Anda bilang kita harus membicarakan sesuatu dengan tiga pahlawan yang lain."


"Ya, tapi aku ingin kamu menjadi bagian dari pembicaraan itu. Jadi mari kita bicarakan saat makan malam."


"Baik."


Catatan Penerjemah[edit]

  1. sebenarnya di versi Inggrisnya memakai phrase the final straw yang mana definisinya adalah "kejadian terakhir dari serangkaian kejadian yang gak menyenangkan dan gak diinginkan yang mana sudah tak bisa dimaklumi lagi situasinya." Karena aku bingung gimana meringkasnya, jadi aku sederhanakan saja jadi "pukulan terakhir".


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Epilog - Teman Selamanya[edit]

Sang Ratu memberi perintah pada para bawahannya sebelum berjalan ke tangga di belakang singgasana.


"Melty... Aku pergi."


"Oh, um... Baik."


Melty menatapku sebelum menjawab.


"Terimakasih sudah melindungiku...."


Dia melanjutkan, tapi dia berkata sangat pelan hingga hampir seperti bisikan. Mungkinkah dia mengatakan, "Maaf karena gak jadi diriku sendiri"?


Aku nggak tuli... tapi dia harus lebih keras. Jadi aku menyuruh dia mengatakannya lagi.


"Huh? Apa itu?"


"Haaaah. Kalau aku terus bersamamu, aku gak akan pernah aman—jadi ini melegakan."


"Apaan itu?"


Dia pikir dia itu siapa? Oh ya... seorang Putri.


Melty berpaling pada Raphtalia.


"Woi, jangan abaikan aku!"


"Nona Raphtalia. Terimakasih sudah melindungi aku. Aku akan berkerja bersama bunda untuk melakukan apapun yang kami bisa untuk membangun kembali desamu. Harap nantikan itu."


"Ya. Terimakasih."


"Sepanjang waktu aku bepergian bersamamu, aku sangat memikirkan bahwa aku ingin negeri ini menjadi tempat yang aman untuk ditinggali manusia dan demi-human. Aku akan merubahnya. Aku janji."


"Woi, aku belum selesai bicara! Melty!"


"Naofumi—bisa diam tidak, kau berisik sekali."


Apa-apaan itu? Sebelum aku bisa balas teriak, dia sudah menghadap Filo. Aku tetap diam.


....Karena Melty yang berkehendak kuat sudah meneteskan air mata.


"Ada ap, Mel?! Apa kamu sakit?"


"Tidak sungguh... Tidak, aku baik-baik saja—jadi jangan kuatir padaku, Filo. Hei, Filo. Aku gak bisa... Aku gak bisa bersamamu lagi."


"Apa kamu mau pergi ke suatu tempat, Mel?"


Filo tau ada sesuatu yang salah. Dia memasang wajah sedih.


"Melty tinggal di dunia yang berbeda dari kita. Dia gak bisa terus ikut kita seperti sebelumnya."


Kami gak bisa mengajak ratu masa depan untuk berpetualang bersama kami.


"Apa itu benar?"


Filo tampak seperti dia mau menangis juga.


"...Ya."


"Kita gak bisa berjumpa lagi?"


"Tidak, kita akan berjumpa lagi kapanpun. Tapi aku gak bisa ikut bersamamu lagi."


Melty berbalik untuk menatap ratu.


Sang ratu mengangguk dalam diam.


"Jadi... kita berpisah?"


"Ya. Tapi, Filo, aku bisa bertemu kamu kapanpun kamu datang ke istana."


Suara Melty bergetar saat dia berbicara.


Melty betul-betul terpengaruh oleh perjalanan kami. Segalanya berubah setelah kami bertemu.


"Tidak! Aku... Aku mau bersama Mel! Master!"


"Kau mendapatkan apa yang awalnya kau inginkan. Melty aman. Kau gak boleh meminta lebih dari itu."


"Tapi...!"


"Filo, kami gak boleh egois."


"U....."


Filo menggosokkan tangannya, sangat marah. Melty memegang tangannya.


"Aku tau memang tidak lama... tapi aku gak tau. Aku merasa seperti aku sudah lama mengenalmu."


"Mel...."


"Aku sangat sedih meninggalkanmu, Filo. Tapi ada sangat banyak hal yang menunggumu yang hanya kamu yang bisa melakukannya. Dan begitu juga aku, ada hal-hal yang menungguku disini, hal yang cuma aku yang bisa melakukannya."


"Tapi... tapi aku ingin bersamamu, Mel! Huwa....."


"Filo."


Filo mulai menangis, dan Melty mengulurkan tangan untuk menyentuh wajahnya.


"Tidak apa-apa. Kalau kamu ingin bertemu aku, aku ada disini. Aku akan menunggumu, Filo, karena kamu adalah temanku. Sahabatku!"


"Meski kita tidak bersama, kamu akan selalu jadi temanku, kan?"


"Tentu saja! Tak peduli kemana kita pergi, aku akan selalu jadi temanmu."


"Janji?"


"Janji."


Kami bepergian bersama untuk waktu yang lama, tapi Filo dan Melty telah betul-betul dekat. Pada awalnya, Filo itu egois dan rakus. Tapi Melty telah mengajari dia apa itu persahabatan—ada untuk orang lain.


Filo telah mendapatkan seorang teman baik—inilah persahabatan.


Aku memutuskan bahwa, saat gelombang telah usai dan menghilangkan. Aku akan memberikan Filo pada Melty.


Melty akan memperlakukan dia dengan baik, dan aku tau bahwa Filo akan baik untuk Melty juga.


Mereka berdua adalah teman baik.


Kami melihat mereka berdua mengucap perpisahan, lalu Raphtalia meraih tanganku dan menggenggamnya.


Tate No Yuusha Vol 4 (13).jpg


Aku gak mengatakan apa-apa, tapi aku menggenggam balik tangannya. Segalanya berjalan dengan baik.


Aku merasa seperti aku akhirnya sampai di titik permulaan.


Kalau dipikir lagi, setelah aku difitnah, dikucilkan, dan didiskriminasi... gak ada yang berjalan baik padaku.


Tapi semuanya telah berubah.


Aku akan sama seperti para pahlawan lain... atau malah lebih baik.


Dan musuhku yang perlu dikuatirkan sudah berkurang satu. Tapi musuh utamanya tetaplah gelombang, dan itu sama sekali gak berubah.


Tetap saja, aku harus percaya bahwa segalanya telah lebih baik daripada yang sebelumnya. Aku ingin mempercayai bahwa itu lebih baik.


"Yah....."


—Aku mempercayainya.


Menatap teman-temanku, aku mempercayainya.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter Bonus Ekstra - Filolial Yang Menakutkan[edit]

"Whoa... Monster itu kuat!"


"...."


Fitoria melawan para monster saat mereka bermunculan dari gelombang.


"Haruskah kita mundur?"


"Apa menurutmu kita bisa mundur?"


Fitoria melangkah mundur dan menendang seekor monster saat monster itu muncul dari gelombang.


"Guuuuah!"


Dia menendangnya dengan kuat. Tapi monster itu betul-betul keras. Monster itu tidak benar-benar tumbang, namun kembali menghilang kedalam gelombang.


Kalau itu adalah monster normal, maka akan tewas ditempat. Tapi nampaknya monster itu selamat.... kurasa.


Sepertinya monster itu terbentuk dari energi murni. Fitoria berpikir tentang menggunakan senjata miliknya, namun monster itu nggak cukup kuat untuk menahan serangannya.


Gelombangnya semakin mereda, dan retakannya mulai tertutup.


Ini adalah salah satu gelombang dari jam pasir naga yang dikelola oleh Fitoria.


Itulah tugas Fitoria, untuk menghadapi gelombang yang terjadi di area-area yang tak bisa dimasuki oleh manusia.


Itulah yang diminta para pahlawan masa lalu pada dia.


"Fiuh...."


"Fitoria! Kami telah berhasil menekan mundur para monster!"


Salah satu Filolial bawahannya berlari mendekat dan memberi hormat sebelum menyatakan bahwa semua monster telah di kalahkan.


"Bagus."


Fitoria menatap tempat dimana gelombang itu terjadi.


Kenapa keempat Pahlawan Suci tidak datang melawan gelombang?


Fitoria betul-betul harus mencari tau tentang itu... Jika tidak, bagaimana bisa dia melindungi dunia?


Dia mendengar dari bawahannya bahwa para Pahlawan telah di panggil. Tapi tidak tampak mereka melakukan sesuatu.


Untuk saat ini, Fitoria cuma bisa berfokus melawan monster yang ada di wilayahnya, tapi jika para Pahlawan tidak menghentikan gelombang yang terjadi di wilayah-wilayah yang dihuni manusia, maka dia tidak akan bisa melakukan segalanya sendirian.


Kalau mereka sudah dipanggil, apa yang mereka lakukan?


Siapa yang tau?


"Ini buruk!"


"Hm?"


Saat Fitoria mengelilingi dunia secara sembunyi-sembunyi, dia bertemu seorang gadis muda yang aneh. Para nawahan yang dia percayakan untuk mengantar gadis itu baru saja kembali.


"Apa kalian mengantarkan dia dengan selamat?"


Itu adalah seorang gadis muda yang sangat ingin berteman dengan Fitoria hingga dia pergi menuju sebuah sarang naga. Fitoria harus bertarung untuk melindungi dia.


Itu adalah hal yang sangat langka jaman sekarang. Biasanya para manusia hanya ingin mengendalikan semua mahluk hidup yang ada disekitar mereka.


Mereka menggunakan para Filolial seolah mereka adalah alat, dan menolak mengakui bahwa ada kekuatan diluar sana yang jauh lebih kuat daripada mereka sendiri.


Fitoria telah melalui saat-saat di masa lalu ketika dia harus berurusan dengan mereka. Itu sangat merepotkan.


Sang Pahlawan mengatakan, seraya dalam keadaan sakratul maut, bahwa mereka semua harus bekerja sama untuk melindungi dunia. Tapi manusia telah melipaknanyau, dan mereka mencoba menjauh dari Fitoria dan yang lainnya....


Kalau tidak ada para Pahlawan, maka gak ada gunanya melindungi manusia.


"Ah, aku... aku lupa!"


Haaaah... kenapa teman-temannya Fitoria gak ada yang punya ingatan yang baik?


Fitoria menepuk keningnya.


"Apa yang kalian lupakan?"


"Kami... kami..."


"Kami... apa? Apa? Kalau kalian gak bisa mengerjakan tugas kalian, aku akan menyingkirkan kalian."


Dibuang dari clan Fitoria layaknya kalimat kematian bagi seekor Filolial. Fitoria bertanggung jawab atas semua Filolial liar.


Jika kau ditendang dari klan Fitoria, kau bukan lagi seekor Filolial.


Yang menanti mereka adalah kematian yang mengenaskan. Sekuat itulah perlindungan Fitoria.


"Ja...Jangan! Apapun tidak apa-apa asal jangan itu! Ku mohon ampuni kami!"


"...Dan? Apa yang kalian lupakan?"


"Ah iya... Kami melihat seseorang diluar sana yang sepertimu!"


Fitoria merasa bulu di kepalanya bergerak.


Jika seekor Filolial tumbuh menjadi bentuk Filolial Queen, seperti Fitoria, itu artinya seorang Pahlawan membesarkan dia.


Itu artinya bahwa ada bukti kalau penerus Fitoria telah lahir.


Dan itu artinya para Pahlawan betul-betul telah kembali.


"Seperti apa penampilannya? Apa warnanya?"


Hal pertama yang harus Fitoria cari tau adalah seperti apa Filolial itu.


"Um.... dia berwarna putih! Dan ada air yang keluar dari mulutnya."


"Bukan begitu! Dia merah! Dan dia punya banyak tangan!"


"Dia merah muda! Dan dia punya banyak kepala!"


"Apa kalian yakin dia adalah seekor Filolial?"


Fitoria mencoba membayangkan Filolial Queen yang selanjutnya itu. Dia berwarna merah, putih, dan pink, dan punya kepala serta tangan yang banyak.


Akan menakutkan kalau diserang mahluk semacam itu.


"Uh...."


Fitorie memegang kepalanya dan perlahan-lahan duduk.


Mahluk yang mereka gambarkan tidak terdengar seperti seekor Filolial!


Tapi mungkin hal semacam itu bisa terjadi kalau seorang Pahlawan membesarkan dia. Seorang Pahlawan telah membesarkan Fitoria, dan dia terlihat berbeda dari para Filolial normal lainnya.


Apa itu maksudnya bahwa itu adalah yang diinginkan sang Pahlawan? Atau mungkin dia adalah sejenis persilangan.


Fitoria gak mau menemui seekor Filolial Queen yang punya tangan dan kepala yang berjumlah banyak.


Dia gak mau sesuatu seperti itu menjadi ratu juga. Dia gak mau makhluk seperti itu mengambil alih tugasnya.


Dan selain itu, Fitoria tidaklah menakutkan sepeti itu.


Kalau dia seperti Fitoria, dia mungkin akan mirip dengan Fitoria. Itu akan aneh kalau dia adalah sejenis mahluk lain.


"Apa yang harus kita lakukan, Ratuuuuuuu?"


Seekor bawahan bertanya.


Lebih baik dipastikan dulu.


"Hmm....."


Fitoria cuma mulai bertanya-tanya apa yang para Pahlawan lakukan, jadi ini mungkin waktu yang tepat untuk berkunjung.


"Aku akan pergi menemui kandidat Filolial Queen ini. Ayo bersiap!"


"Roger!"


Dan dengan begitu Fitoria berubah ke wujud seekor Filolial normal, dan pergi menuju Melromarc, tempat dimana para bawahannya mengatakan bahwa mereka melihat Filolial Queen baru itu.


"Apa yang harus kita lakukan?"


"Manusia akan curiga kalau mereka melihat kita bersama-sama seperti ini. Ayo berpencar dan mencari Pahlawan itu."


"BAIIIIIIIIIIKKKK!"


Setelah memberi perintah pada para bawahannya, Fitoria memulai penyelidikan.


Ide terbaik yang dia miliki adalah bertanya pada Filolial yang sudah dijinakkan.


Para Filolial yang sudah dijinakkan menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama para manusia, jadi mereka seharusnya tau kegiatan para manusia.


Mereka berbeda dari para Filolial liar.


Jadi Fitoria pergi ke peternakan Filolial, memasukkan kepalanya di pagar, dan menanyai Filolial terdekat.


Filolial itu sangat hitam, dan memiliki penampilan jahat di matanya.


Apa itu sebuah papan nama yang ada di lehernya? Dalam bahasa manusia, itu tertulis: BLACK THUNDER.


"Hei."


"Huh? Apa-apaan itu? Kau pikir kau bisa begitu saja berbicara pada Black Thunder?"


Filolial hitam itu menggerutu saat dia memperhatikan Fitoria naik turun.


"Kau cantik juga. Kau bilang apa? Kalau kau mau bersamaku, aku bisa meminta masterku untuk menjadikanmu selirku."


Sepertinya si Filolial hitam itu gak betul-betul memahami hubungan Filolial.


Dari dalam kandang itu, Filolial lain yang lebih tua buru-buru berlari mendekat.


Fitoria harus menunjukkan posisi mereka.


Dia mengangkat satu kalinya dan mengubah bentuk kalinya, sehingga kakinya menjadi sangat besar dengan cepat, menamparkannya pada Filolial itu.


"Waduh...."


"Kau gak boleh berbicara pada nona cantik seperti itu. Ingat itu baik-baik, dan itu akan menjadi akhir darimu."


Whooops. Pukulan itu menghasilkan suara yang cukup bagus. Lebih baik dia menggunakan sihir pemulihan.


"Ahhhhhhhhhhhhhhhhh!"


Black Thunder lari sambil melipat ekornya diantara kakinya.


"Kau adalah sang Ratu! Harap redakan amarahmu...."


Filolial yang lebih tua itu menundukkan kepalanya.


"Baiklah. Lagipula aku nggak marah. Tapi aku harus menunjukkan bahwa Filolial itu butuh didikan."


"Aku yakin dia sudah dapat pelajaran."


"Bagus...."


Fitoria menerima beberapa makanan dari Filolial tua itu. Makanan itu nggak betul-betul enak.


Tapi itu adalah makanan yang sudah lama sekali tidak dia rasakan, dan itu membuat dia merasa nostalgia.


Selama bertahun-tahun dia lupa bahwa manusia tau bagaimana caranya membuat makanan yang lezat.


Sang Pahlawan masternya Fitoria biasa membuatkan makanan untuk dia sepanjang waktu. Rasanya sangat enak.


"Aku mendengar bahwa seorang Pahlawan datang kesini bersama seekor kandidat ratu. Apa kau pernah mendengar tentang mereka atau melihat mereka?"


"Tentang itu...."


Filolial tua itu menjelaskan pada Fitoria semua yang dia dengar tentang para Pahlawan sejak mereka dipanggil.


Pahlawan Perisai melakukan tindakan kejahatan dan dalam pelarian? Dia bersama seorang gadis berambut biru?


Tapi semua itu adalah suatu konspirasi?


Hmm....


"Dan apa itu ada hubungannya dengan kandidat ratu?"


"Saat ini, satu-satunya Pahlawan yang memelihara seekor Filolial adalah Pahlawan Perisai. Aku sudah menjumpainya sendiri. Dia tampak seperti orang yang baik."


"Benarkah?"


"Filolial itu berwarna pink?"


"Apa dia punya banyak kepala dan tangan?"


"Tidak, jumlahnya normal."


Ampun deh, para bawahan geblek itu sudah salah!


"Apa kau tau kemana perginya mereka?"


"Tidak."


"Baiklah. Yah, terimakasih."


"Lain kali mampir lagi!"


Dia meninggalkan Filolial tua itu dan berkumpul lagi dengan para bawahannya.


Mereka juga telah mengumpulkan informasi. Kedengarannya seperti sesuatu yang aneh terjadi di barat daya.


Jadi Fitoria memutuskan untuk pergi ke barat daya.


Dimana itu barat daya?


Dia sedang memikirkan hal itu, lalu....


"GYAOOOOOOOOOOO!"


Bulu-bulunya berdiri tegak. Nalurinya memberitahu dia bahwa itu adalah raungan seekor naga.


Dia berbalik dan melihat seekor monster ganas yang memiliki Dragon King's Fragment menabrak dinding kota manusia.


Didepan monster itu adalah... seekor Filolial Queen berwarna pink. Dan seorang pria membawa sebuah perisai menunggangi dia.


Dia menemukan mereka. Tanpa berhenti berpikir, Fitoria berlari di belakang mereka.


Berlari mengikuti mereka, dia merasa sangat nostalgia.


Ya, itu adalah hari saat dia lahir. Sang Pahlawan menatap dia dan tersenyum.


Dia merasa bahwa itu hangat, kehangatan yang mencakup segalanya.


Gak diragukan lagi. Pria yang memegang Perisai itu adalah seorang Pahlawan.


Tapi Fitoria bisa merasakan sesuatu yang lain. Pria itu memiliki kesedihan dan kemarahan yang mendalam dalam dirinya. Dia pasti telah menggunakan Curse Series.


Kutukan dari senjata seorang Pahlawan sangatlah kuat. Fitoria sudah melihatnya berkali-kali.


Tapi mereka harus melakukan banyak pengorbanan untuk menggunakannya. Mereka berakhir melukai diri mereka sendiri.


Tak ada keraguan dalam benaknya. Kesedihan dan penderitaan yang mendalam yang dia pendam telah membuka Curse Series.


Dia ingin menyembuhkan penderitaan pahlawan itu. Fitoria ingin membantu dia.


Sesaat, dia menjadi sentimental. Dia segera berkedip dan menghilangkan perasaan itu. Dia sedingin es.


Dunia ini gak punya waktu untuk sentimen.


Dia memperhatikan dari kejauhan saat sang Pahlawan Perisai, partynya, dan Filolial pink miliknya menghadapi monster naga itu.


Gadis pink itu pasti si kandidat ratu.


Tentu saja, dia cuma punya satu kepala. Mereka berbeda ukuran dan warna, tapi kandidat itu betul-betul mirip Fitoria.


Tapi, melihat pertarungannya, Fitoria berpikir bahwa dia tidak tampak sangat kuat.


Itu membuat Fitoria gugup.


"Sanctuary."


Dia mengeluarkan sebuah sihir yang akan mencegah siapapun pergi dari medan pertempuran.


Dia memiliki begitu banyak pertanyaan.


Kenapa Pahlawan itu tidak membantu melawan gelombang yang terjadi diseluruh dunia? Apa yang dilakukan para Pahlawan yang lain?


Dunia membutuhan para Pahlawan. Gak ada waktu bagi mereka untuk mengelilingi satu negeri saja.


Dalam skenario terburuk... Tidak, dia gak mau melakukannya—tapi dia bisa. Dia bisa mengotori tangannya demi dunia.


Karena Fitoria telah berjanji... dahulu sekali, Fitoria berjanji pada Pahlawan-nya....


Tate No Yuusha Vol 4 (14).jpg


Tate No Yuusha Vol 4 (15).jpg


Tate No Yuusha Vol 4 (16).jpg


Tate No Yuusha Vol 4 (17).jpg


Tate No Yuusha Vol 4 (18).jpg


The Rising of the Shield Hero Vol. 4

© Aneko Yusagi 2013

Pertama dipublikasikan oleh KADOKAWA tahun 2013 di Jepang.

Hak penerjemahan bahasa Inggris disusun oleh One Peace Books dibawah lisensi dari KADOKAWA CORPORATION, Jepang.


Tidak boleh di produksi ulang atau ditransmisikan dalam bentuk apapun atau dengan cara apapun, eletronik atau mekanis, termasuk fotocopy, pencatatan, atau dengan sistem penyimpanan dan pengambilan tanpa ijin tertulis dari penerbit. Untuk kontak informasi One Peace Books. Setiap upaya telah dibuat untuk secara akurat menyajikan karya ini. Penerbit dan penulis menyesalkan atas ketidak-akuratan atau kelalaian yang tidak disengaja, dan jangan membebankan tanggung jawab atas akurasi dari penerjemahan buku ini. Baik itu penerbit maupun seniman dan penulis dari informasi yang disajikan disini harus bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan komersial lainnya, termasuk tidak terbatas pada kerusakan khusus, secara tidak sengaja, konsekuensial atau kerusakan yang lainnya. Perbaikan pada buku ini harus diteruskan kepada penerbit untuk pertimbangan percetakan selanjutnya.


Ditulis oleh Aneko Yusagi

Desain Karakter oleh Seira Minami

Desain Sampul oleh Yusuke Koyama

Publikasi Edisi Bahasa Inggris oleh One Peace Books 2016

Publikasi Edisi Bahasa Indonesia oleh Baka-Tsuki 2018


One Peace Books

43-32 22nd Street STE 204 Long Island City New York 11101

www.onepeacebooks.com


Sebelumnya Halaman Utama