Tate no Yuusha Jilid 1 LN Bab 18 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 18 - Armor Barbarian[edit]

"Yah, bukankah ini sang Pahlawan Perisai kita. Sudah seminggu nggak ketemu."


Setiap kali kami kembali ke Kastil Kota, kami cuma mengunjungi area pertokoan di kota.


Pemilik toko senjata karena suatu alasan menatap Raphtalia dengan terkejut.


"Baru beberapa saat, atau mungkin ingatanku yang menipuku... Tapi kau tentunya sudah tumbuh menjadi seorang wanita muda yang cantik."


"Huh?"


Aku nggak tau apa yang dia katakan. Pak tua itu mengatakan omong kosong.


"Ya, dan kau sudah cukup berisi juga. Kau sangat kurus kayak tulang berbalut kulit saat terakhir aku melihatmu."
(TL note: sebenarnya bahasa yang dipakai disini agak vulgar, jadi aku mengubahnya sedikit biar agak halus, tapi nggak keluar konteks kok)


"Hei lihatlah gimana caramu mengatakan itu!"


Raphtalia mengusah kedua tangannya sendiri dan tertawa saat dia menjawab.


Tate no Yuusha Volume 1 Image 7.jpg


Ugh, sikap itu akan membuatku gila. Itu mengingatkan aku pada cewek sialan itu....


"Gahahaha! Kau betul-betul telah merawatnya jadi secantik itu."


"Merawat dia? Dia cuma naik level."


Seminggu yang lalu, dia masih berlevel 10, tapi sekarang dia berlevel 25. Kurasa level memberi dampak pada penampilannya.


"Huh... Kau jadi nggak begitu ramah lagi, bocah?"


"Aku nggak tau apa yang kau bicarakan?"


Siapapun akan melihat Raphtalia dan melihat seorang gadis manis berusia sekitar 10 tahun. Aku memberi dia makan secara rutin belakangan ini, jadi kurasa dia sudah agak gemuk daripada yang sebelumnya.


Dia selalu mengeluh lapar, jadi setiap kali kami membunuh seekor monster, aku akan memasak sedikit dagingnya untuk dia. Aku bahkan kuatir tentang keseimbangan nutrisinya, jadi aku berusaha menggunakan herbal dan sayuran sebanyak yang aku bisa saat aku memasakkan daging untuk dia


Dia sudah nggak batuk lagi. Obat yang kuberikan pada dia pasti berpengaruh.


"Apa yang kau lakukan selama seminggu ini? Cuma bertarung?"


"Salah satu penginapan mengajari aku tentang sopan santun dimeja makan karena aku ingin makan dengan sopan seperti Tuan Naofumi."


"Kurasa semuanya berjalan dengan baik kalau begitu."


Pak tua ini kayaknya sedang gembira. Mungkin aku bisa menggunakan itu untuk mendapatkan diskon untuk equipment kami. Terus goda dia, Raphtalia.


"Jadi, apa yang bisa kubantu hari ini?"


"Kami butuh beberapa equipment." Kataku, menunjuk pada Raphtalia. Dia tiba-tiba memegang pundakku dan memarahiku.


"Oh? Kupikir kita kesini untuk membeli equipment untuk KAMU?"


"Aku tau, aku tau. Santai saja. Kenapa kamu panik?"


"Kurasa kamu sudah tau kenapa."


"Aku cuma berusaha bersiap untuk menghadapi gelombang itu, tapi terserahlah."


"Huh! Yah aku mengerti seberapa baiknya kau ini, DAN sama seperti yang dikatakan cewek ini."


Aku nggak paham apa yang dikatakan orang-orang aneh ini. Kami memutuskan untuk membeli equipment untukku.


"Oke! Jadi kau mencari equipment pertahanan kan? Gimana dengan anggaranmu?"


"Mentok 180 silver." Kata Raphtalia, berbicara sebelum aku sempat ngomong.


Duh, mereka betul-betul membuatku jengkel. Kalau dia menghabiskan semua uangku, kami nggak akan bisa membeli senjata yang bagus untuk dia!


"Hmmm, yah... Dengan anggaran segitu, kau bisa mendapatkan chainmail."


"Chainmail?! Ha!"


Sebelum aku menyadarinya, lubang kebencian dan kemarahan mulai bergemuruh didalam diriku. Aku tiba-tiba sedih, seperti aku telah membeli ulang equipment yang sudah kumiliki.


"Yah kalau Bocah Perisai ini segitu membencinya...


Dia menggaruk hidungnya, langsung mengerti kenapa aku begitu marah. Dia mulai mencari-cari sesuatu yang lain.


"Ini agak sulit mempertimbangkan anggaranmu, tapi mungkin bisa dapat armor besi."


Dia menunjuk pada sesuatu di dinding yang agak jauh.


Ada sebuah armor besi full plat. Itu tampak kayak armor yang bisa kau lihat dipajang di istana.


Aku sudah tau apa yang akan dia katakan: armor itu berat, kau nggak bisa bergerak dengan leluasa, kalau kau jatuh, kau nggak bisa bangun, kalau kau jatuh ke kolam, kau akan mati saat berusaha keluar. Mereka juga mengatakan semua itu diduniaku.


"Kalau kau cukup kuat, kau akan baik-baik saja, tapi masalah sebenarnya adalah bahwa itu bukanlah tipe Air Wake."


"Air Wake?"


"Ya, itu adalah tipe proses produksi yang memungkinkan armornya menyerap kekuatan sihir pemakainya untuk membuat armor tersebut lebih ringan daripada bobot aslinya. Sungguh sangat mengesankan."


"Aku mengerti."


Kurasa itu artinya bahwa di dunia ini, armor yang nggak dibuat dengan Air Wake kemungkinan besar mustahil untuk bergerak saat memakainya.


Tapi... dia bilang kalau aku cukup kuat, maka akan baik-baik saja.


Masalahnya aku nggak terlalu kuat.


"Kayaknya kalau kau melepas bagian-bagian yang berat, kau bisa membuatnya lebih ringan, dan lebih murah...."


"Sudah ku duga kau akan bilang begitu."


"Kau betul-betul memahamiku."


"Kau bisa membeli pelindung dadanya saja, itu akan cukup murah, tapi itu nggak akan melindungimu dengan baik."


"Betul. Aku memang untuk pertahanan, tapi kalau aku nggak bisa bergerak, maka nggak akan ada gunanya."


Aku bisa sekuat tembok, tapi kalau aku nggak bisa bergerak, gimana caranya aku melindungi Raphtalia?


Aku memutuskan untuk mengabaikan armor yang akan mengorbankan pergerakanku.


Gimana dengan proses Air Wake? Aku penasaran berapa biaya untuk mengerjakannya.


"Atau... kalau kau membeli beberapa material, aku bisa membuat sesuatu sesuai selera."


"Bagus. Aku suka yang kayak gitu."


"Kayaknya cocok denganmu... Kurasa."


Si pemilik toko membuka selembar perkamen yang bergambar diagram dan tertulis daftar material.


"Aku nggak bisa membacanya."


Aku nggak bisa membaca apapun didunia ini. Perisaiku yang menerjemahkan semuanya untukku, jadi aku nggak betul-betul harus memikirkan tentang itu.


Si pemilik toko terlihat kuatir saat dia menjelaskan prosesnya.


"Dsini kau harus membeli beberapa perunggu dan besi murah. Lalu memasukkan beberapa kulit Usapil dan Porcupine (landak), dan juga beberapa bulu PikyuPikyu."


"Aku sudah punya kulit dan bulunya."


Raphtalia kelihatan sangat senang, mengacak-acaj tas kami dan mengeluarkan kulit serta bulu tersebut. Kami menggunakan itu untuk membuat kasur kami lebih hangat di malam hari...


"Kelihatan agak kacau, tapi nggak ada yang nggak bisa aku gunakan."


"Terus apa yang bisa kau buat dengan barang-barang ini?"


"Barbarian Armor. Defensenya tinggi, mirip dengan Chainmail, tapi lebih hangat, dan melindungi area yang lebih luas."


"Hmmm...."


Barbarian Armor... Agak menjijikkan.


"Dan juga, kalau kau membawa beberapa tulang, kita bisa menambahkan beberapa efek magis pada armornya. Tapi itu bisa dilakukan belakangan, jadi bawa saja barang-barang itu saat kau mendapatkannya."


"Makasih. Itu sangat membantu. Baiklah, kami akan pergi membeli perunggu dan besi."


"Ya! Ayo pergi sekarang!"


Raphtalia sangat gembira. Dia meraih tanganku dan menarikku.


"Kenapa kamu begitu bersemangat?"


"Karena sekarang kamu akan terlihat seperti seorang pahlawan sungguhan. Kita harus bergegas!"


"Um... Yah, oke."


Kurasa seperti yang dia katakan, aku betul-betul terlihat seperti seorang warga biasa. Bukan Barbarian Armor akan membuatku terlihat berkelas—tapi itu lebih baik daripada nggak sama sekali. Kami mengunjungi pandai besi dan membeli perunggu dan besi.


Kurasa toko senjata memiliki suatu perjanjian dengan pandai besi, karena aku mendapatkan materialnya dengan harga yang lebih murah daripada dugaanku.


Dan pria itu juga, terus mengatakan bagaimana dia menurunkan harganya untukku karena Raphtalia begitu cantik, dan begitu mempesona, dan sebagainya. Si pandai besi menatap Raphtalia dan tersenyum, dan kemudian dia tersenyum balik dan melambaikan tangannya pada si pandai besi.


Itu membuatku ingin memulai ceramah menhebai Lolita Complex, dan seberapa seringnya hal itu muncul di dunia ini.
(TL note: kayaknya aku nggak lagi perlu njelasin apaan itu Lolita Complex. Aku sangat yakin kalau udah pada paham.)


"Yah, itu mudah. Kita mendapatkan materialnya."


"Kau memang pekerja keras, Bocah Perisai."


"Tentu, tapi kupikir teman-temanmu Lolicon. Setidaknya ada dua atau tiga orang."


"Lolicon? Apa yang kau bicarakan?"


"Kau gak tau? Kupikir perisaiku akan menerjemahkannya untukku."


"Nah, aku ngerti. Aku cuma nggak nyangka aku kalau aku kenal seseorang yang suka gadis kecil."


"Semua orang terus mengatakan mereka akan menurunkan harganya karena seberapa manisnya Raphtalia."


"Hei... Maksudmu, kau betul-betul nggak tau?"


"Tau apa?"


"Yah.... Nggak perlu membahas itu." Raphtalia menggelengkan kepalanya.


Pak tua itu mendesah berat, seolah dia nggak bisa mempercayai apa yang dia dengar, lalu menyipitkan matanya kearahku.


"Armormu akan selesai besok. Apa kau bersedia menunggunya."


"Itu cepat. Kupikir akan butuh beberapa hari."


"Kalau orang yang gak kukenal aku ngerjainnya nyantai. Tapi kau adalah sang Pahlawan Perisai kesukaanku."


"Kurasa aku harus berterimakasih."


"Ahaha, aku jadi malu."


Sekarang aku ngerasa kayak orang bego karena menyatakan terimakasihku.


"Baiklah, dan berapa biaya untuk armor pesanan itu?"


"Termasuk harga logamnya... Aku kupatok harga 130 silver. Aku menggratiskan biaya modifikasinya."


"Maksudmu tulang-tulangnya? Dan aku cuma perlu membawanya?"


"Betul. Modifikasinya akan aku gratiskan, tapi aku sudah nggak bisa menurunkan biayanya lagi."


"Itu adil. Nggak masalah buatku."


Aku mengambil 130 silver dari kantongku dan menyerahkan pada dia.


"Makasih."


"Ngomong-ngomong, apa ada senjata yang seharga 90 silver?"


"Maksudmu buat cewek ini?"


"Ya."


Pedang yang dia gunakan sudah sepenuhnya diasah. Dan kami masih punya pedang tua yang berkarat. Aku mengeluarkannya.


"Raphtalia."


"Baik."


Dia menghunus pedang yang ada dipinggangnya, dan meletakkannya di meja.


Kamu mau menjaul ini juga, kalau bisa."


"Yah, yah, kayaknya kau merawatnya dengan baik."


"Perisaiku yang melakukannya."


Aku mengembangkan kebiasaan memasukan pedang kedalam Sharpening Shield saat kami tidur, jadi pedangnya selalu dalam kondisi bagus saat pagi. Pedangnya terjaga ketajamannya.


"Kau punya perisai yang sangat bagus. Aku pengen punta juga."


"Ya, tapi aku nggak bisa menggunakan senjata apapun."


Kekuatan seranganku sangat rendah hingga pada dasarnya aku cuma sebuah dinding pertahanan.


Kalau pak tua menganggapnya keren, maka aku akan memberikan perisai itu pada dia. Tapi sayangnya nggak bisa.


"Itu membuat semuanya jadi susah."


Dia mengeluarkan tawa keras yang vulgar yang membuatku jengkel. Aku mengubah topiknya.


"Pedang tua karatan itu tampak jauh lebih baik sekarang. Perisai ini punya kemampuan yang menakjubkan."


Dia terlihat terkesan, dan membolak-balik bilahnya di tangannya, memeriksanya.


"Betul.... Hmm... Kurasa mungkin bisa tukar tambah dengan magic iron sword."


Aku ingat pernah mendengarnya. Itu lebih baik daripada pedang yang dimiliki Raphtalia sekarang.


"Aku yakin itu sudah dilapisi Blood Clean, kan?"


"Ah, tentu. Yah anggap saja itu bonus. Selain itu, aku bisa paham seberapa keras kau bekerja."


Dia adalah seorang pria yang baik. Kalau dipikir-pikir lagi, dia terus-menerus membantu sejak awal.


"Makasih."


Aku mengucap terimakasih setulus hati pada dia.


"Nggak masalah nak. Matamu tampak sama persis dengan ketika pertama kita bertemu. Itu bagus. Kau telah menunjukkan sesuatu yang bagus padaku."


Dia kelihatan senang, dan dia memberikan magic iron sword pada Raphtalia.


"Siapapun bisa menjadi lebih kuat kalau mereka memiliki senjata yang lebih kuat. Tapi kalau kemampuanmu nggak mumpuni, kau pasti merasa bersalah terhadap senjatanya. Aku tau bahwa kalian berdua nggak akan menyia-nyiakan senjata ini. Semoga beruntung, dan terus berjuang, nona."


"Terimakasih!"


Mata Raphtalia berkilauan saat dia menyarungkan pedang itu pada sarung yang ada dipinggangnya.


"Baiklah kalau begitu, kembalilah besok dijam yang sama."


"Oke."


"Makasih banyak!"


"Pergi sana."


Jadi kami meninggalkan toko senjata itu.


Saat diluar, kami melihat seberapa tinggi matahari dilangit dan menyadari bahwa sekarang adalah waktunya makan siang.


Apapun yang kumakan selalu nggak ada rasanya, tapi aku tetap merasa lapar.


Setelah belanja tadi, uang kami tersisa 10 silver. Hasil kerja selama seminggu penuh lenyap begitu saja!


Oh yah, kalau senjata baru jauh lebih baik, maka aku bisa menganggapnya sebagai investasi. Dan ada banyak cara untuk mendapatkan uang.


"Mau ke restoran yang kita kunjungi sebelumnya?"


"Bolehkah?"


"Tentu, dan kamu boleh makan apapun yang kamu mau."


"Oh berhentilah begitu! Aku bukan anak kecil lagi."


Sepanjang hari ini dia gembira, tapi suasana hatinya terhadapku berubah seketika. Kenapa anak kecil selalu bertindak seperti mereka sudah dewasa?


Kurasa dia sedang memasuki tahap memberontak.


"Baik, baik, aku ngerti. Tapi kamu mau makan kan. Kalau gitu ayo pergi."


"Tuan Naofumi, kamu nggak dengar, kan?"


"Terserahlah, kamu nggak perlu bertindak seperti orang dewasa. Ayolah.... Maksudku, kamu mau makan, kan?"


"Terus kenapa? Kamu pikir kamu kuat, dan kamu bertindak baik padaku dan semuanya akan baik-baik saja? Aku nggak butuh kebaikanmu."


Astaga... bocah ini ngambek.


Kami masuk kedalam restoran yang menyediakan menu anak-anak.


"Selamat datang!"


Pekerjanya jadi lebih ramah. Mereka menuntun kami ke meja.


Aku penasaran apakah itu karena potongan rambut yang kuberikan pada Raphtalia. Sikap mereka sangat buruk saat terakhir kali kami datang kesini.


"Aku pesan makanan yang paling murah. Dia mau makanan anak-anak yang ada benderanya."


"Tuan Naofumi!"


Pelayan itu melihat buku menunya, terus bolak-balik menatapku dan Raphtalia. Dia terlihat seperti berada dalam posisi canggung.


"Sebenarnya, aku pesan hidangan yang paling murah juga."


"Oh, baik. Mohon tunggu sebentar."


"Kamu kenapa? Kamu nggak menyukainya?"


"Sudah kubilang, aku baik-baik saja."


"Hmmmm....."


Oh yah, aku biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau.


Itu adalah tanggungjawabku. Dan aku bilang padanya bahwa dia boleh meminta apapun yang dia mau.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya