Tate no Yuusha Jilid 3 LN Bab 19 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 19 - Alat[edit]

Lonte itu terhuyung, dan Raphtalia mendekat dari belakang dia.


Saat aku mengalihkan perhatian mereka, Raphtalia sepertinya menggunakan sihir.


Timingnya sempurna. Kami berada dalam krisis. Apa ini bisa memperbaikinya?


"K...Kau! Apa kau tau siapa yang barusaja kau tikam?"


Lonte itu murka. Seperti iblis, dia berteriak pada Raphtalia.


"Nona Myne! Apa kau baik-baik saja?!"


"Tunggu. Ren! Ugh!"


Ren berlari ke arah Lonte itu dan bersilang pedang dengan Raphtalia.


Aku juha mencoba mendekat, tapi hujan anak panah dan sihir menahanku.


Pedang itu masih menancap pada Lonte itu. Pasti ada yang salah karena Raphtalia nggak bisa mencabutnya. Setelah dia menyadari kalau pedangnya nggak bisa tercabut, Raphtalia segera menggunakan pedang cadangan miliknya.


"Apa yang kau lakukan?!"


"Kalian semua berkelompok untuk menyerang Tuan Naofumi! Aku harus menghentikan kalian!"


"Bukan itu masalahnya!"


Dentangan pedang yang saling bertabrakan memenuhi area. Ren lebih berpengalaman dengan pedang. Dia menangkis dan menekan mundur Raphtalia.


Ini buruk. Pada dasarnya Raphtalia nggak memakai armor.


Filo masih melawan Motoyasu, dan sang putri sedang sibuk membantu Filo.


Sedikit demi sedikit, para anggota party Ren dan Itsuki menyelinap mendekati sang putri.


Ini buruk sekali. Mati-matian, Raphtalia meraih pedang sihir yang diberikan oleh pemilik toko senjata pada dia. Dia mencabutnya dari sarungnya dan mengeluarkan suara "pop".


Gagangnya kosong—nggak ada bilah.


"Ahaha! Apa-apaan itu? Lucu sekali!"


Lonte itu disembuhkan oleh sihir. Dia mengarahkan jarinya pada Raphtalia dan tertawa. Tapi Ren dan Itsuki memiliki reaksi yang sangat berbeda.


"Pedang itu nggak punya bilah? Semuanya, hati-hati!"


"Baik!"


"A...Apa yang terjadi?!"


Para anggota party Ren kebingungan.


"Itu mungkin sebuah pedang sihir. Itu bisa membentuk bilah dari kekuatan sihir penggunanya. Itu mungkin sangat berbahaya."


"Dia benar. Aku nggak tau dimana dia bisa mendapatkannya..."


Kalau dipikir-pikir lagi, pak tua pemilik toko senjata memberi kami sebuah catatan yang mengatakan sesuatu yang serupa.


"Setelah kami membaca catatan dari dia, aku nggak bisa mengabaikan apa yang dia katakan. Pasti ada maksudnya. Jadi aku melakukan sedikit uji coba."


Raphtalia berbisik, dan dia memegang gagangnya erat-erat.


Saat dia menghentakkan gagangnya, sebuah cahaya menyilaukan keluar darinya.


Lonte itu kelihatan jengkel.


"Rasakan ini!"


Raphtalia mengacungkan pedangnya kedepan, lalu berlari ke arah Ren dan Lonte.


"Sialan! Shooting Star Sword!"


Ren menggunakan skill miliknya.


Shooting Star Sword adalah sebuah skill yang menembakkan bintang-bintang dari ayunan pedang miliknya. Aku membayangkan bahwa jika serangan itu mengenai targetnya secara langsung, itu sangatlah kuat. Meski begitu, Ren nggak bertarung dengan segenap kekuatannya. Dia bertarung untuk menghentikan kami. Dia mungkin akan menahan diri.


Meskipun dia menahan diri, kalau dia menyerang Raphtalia dengan skill itu, mungkin akan menimbulkan damage yang fatal.


Apa yang bisa kulakukan?!


Kalau aku mendekat untuk membantu, aku akan menarik serangan para prajurit ke arah Raphtalia.


Tapi Raphtalia menghindari tembakan bintang-bintang itu dan bergerak mendekat.


"Kau nggak punya keyakinan!"


"Ugh...."


Ren gak yakin dia berada di pihak mana, dan itu mempengaruhi strategi serangannya. Raphtalia menghindari pedang milik Ren dan mengayunkan pedang miliknya sendiri.


Ren tiba-tiba terlihat pusing. Dia memegang kepalanya dan terhuyung-huyung kearah Raphtalia. Lalu dia jatuh berlutut.


"Sekarang aku mengerti. Dia memberiku pedang ini untuk memotong sesuatu yang gak bersifat fisik. Jadi saat kau menebas seseorang dengan pedang ini, inilah yang terjadi."


Raphtalia sepertinya memahami sesuatu. Dia berpaling dari Ren yang telah tumbang dan berlari kearah Lonte.


"Kau pikir seorang kriminal sepertimu bisa menentang seseorang seperti aku?!"


Lonte itu menghunus pedangnya dan mengayunkannya pada Raphtalia.


"Diamlah!"


Bilang pedang milik Raphtalia menghilang disaat yang tepat untuk menghindari benturan dengan pedang milik si Lonte. Itu bukanlah sebuah duel. Raphtalia berputar dan menghindari pedang Lonte itu dengan jarak yang tipis.


Bilah pedang sihir itu muncul lagi, dan meluncur maju dengan mudah, menikam dada Lonte itu.


Tate no Yuusha Volume 3 Image 14.jpg


"AHHHHHHHHHHHH!"


Lonte itu menjerit.


Lalu, seolah dia pingsan, dia menjatuhkan pedangnya dan roboh kedepan kearah Raphtalia.


Raphtalia menggunakan kakinya untuk melemparkan pedangnya ke tangannya. Lalu menggunakan Lonte itu sebagai perisai, dia berpaling ke arah Ren.


"Myne!"


"Myne!"


Ren dan Itsuki, lalu Motoyasu, semuanya berteriak.


"Pahlawan Pedang? Aku yakin kau sudah menyadarinya, dia belum mati. Aku cuma membuat dia tertidur selama beberapa saat."


Raphtalia mengarahkan pedangnya pada Lonte itu sebagai sebuah ancaman.


"Apa kau bersedia mendengarkan semua yang harus dikatakan Tuan Naofumi?"


"T....Tapi...."


"Lepaskan tawananmu! Kalau tidak, kau akan berada dalam bahaya. Lebih baik kau menjauh dari Naofumi!"


Itsuki berteriak, tapi Raphtalia membantah dia dengan dingin.


"Kau berkata begitu setelah menyandera Filo? Dia juga menyandera Melty. Dan kau percaya semua itu berdasarkan pada cerita karangan belaka tentang Perisai Pencuci Otak?"


"Um...."


"Selain itu, apa matamu buta? Tuan Naofumi saat ini nggak bisa bergerak."


Dengan pingsannya Lonte itu, sepertinya situasinya telah berbalik. Aku masih belum berani mendekat ke Raphtalia sih.


Alasannya adalah hujan anak panah dan sihir yang terus berjatuhan disekitarku.


"Hentikan sekarang juga!"


Ren berteriak pada para prajurit, tapi sepertinya mereka nggak menggubrisnya.


"Mohon hentikan! Komandan, kumohon!"


"Tidak! Kau menyebut dirimu sendiri prajurit Melromarc?! Oh hei! Kau adalah orang yang bertarung bersama Iblis Perisai!"


Prajurit yang meminta si komandan untuk berhenti adalah salah satu prajurit yang membantuku saat gelombang yang sebelumnya.


"Terima hukumanmu sekarang!"


Segalanya terjadi dalam gerakan lambat.


Pelan tapi pasti, sebilah pedang diayunkan ke arah prajurit yang berbicara membelaku.


Sama seperti kejadian dengan sang putri kedua.


Aku cukup beruntung bisa menyelamatkan sang putri, tapi kali ini aku terlalu jauh. Aku nggak bisa menjangkaunya tepat waktu.


"Hentikan!"


Komandan itu mengayunkan pedangnya pada seorang bawahannya yang membelaku. Aku nggak bisa mengendalikan emosiku lagi. Aku merasa seperti aku akan meledak.


Lalu. Alat kecil yang diberikan pemilik toko senjata padaku, penutup untuk permata persiaiku, retak dan jatuh.


"Whoa!"


Aku nggak tau apa yang terjadi, tapi aku menyadari terdapat cahaya dalam jumlah yang besar disekitarku.


Apa itu? Itu adalah sebuah lingkaran cahaya yang berpusat pada diriku sendiri, jangkauannya tiga meter. Itu sangat besar.


Apa.....


Serangan-serangan yang dikeluarkan oleh para prajurit tak mampu menembus cahaya itu. Anak panah itu patah dan berjatuhan, terpantul.


"Whoa!"


Percikan api dan serangan-serangan yang terpantul menghujani Ren dan para pahlawan yang lain—termasuk party mereka. Beruntungnya, pantulan serangan-serangan itu menghindari siapapun yang berhubungan dengan partyku. Raphtalia, Filo, sang putri, dan para prajurit itu nggak menerima serangan.


Pecahan dan serpihan bongkahan berwarna hitam berjatuhan menghujani musuh. Lalu terbakar. Jumlahnya sangat banyak dan berhamburan sembarangan, jadi nggak seorangpun bisa lolos dari serpihan itu.


Alat yang diberikan pak tua padaku pasti telah bereaksi pada perisaiku. Api hitam telah menunjukkan itu telah tertanam pada perisaiku dengan serangan balik berdasarkan pada Shield of Rage. Cuma itu penjelasan yang bisa ku pikirkan.


"Ap..."


"U....."


Ren dan Itsuki menderita karena api itu. Satu-satunya yang masih bisa bertarung adalah Motoyasu, dan dia sedang sibuk bertarung melawan Filo.


"Hiya!"


"Semuanya!"


"Sialan! Naofumi! Jangan kabur!"


Motoyasu mengerti bahwa situasinya telah berbalik menjadi tak menguntungkan bagi dia. Dia menjauh dari Filo.


"Semuanya kembali berkumpul!"


"Oke! Ayo, Mel!"


"Baik!"


Nasib baik yang tak terduga. Ini adalah peluang kami untuk kabur.


Tapi Motoyasu masih berdiri. Gimana caranya kami bisa lolos dari dia?


Filo masih terjebak dalam wujud manusia karena ring itu. Kami nggak bisa kabur dengan menunggangi dia. Dan juga, itu nggak seperti Ren dan Itsuki sudah nggak mampu bertarung lagi. Api hitam telah membakar mereka, tapi itu cuma luka luar saja.


"Lepaskan Myne!"


Motoyasu melemparkan tombak pada Raphtalia yang masih menggunakan Myne sebagai perisai.


"Nggak semudah itu."


"Tuan Naofumi."


Dalam sekejap mata, aku berada didepan Motoyasu, tapi tepat sebelum Raphtalia bisa mengayunkan pedang dan bermanuver dibelakangku, dia kehilangan pegangannya pada Lonte itu.


Tatapan Motoyasu segera mengarah pada Lonte itu.


Dia adalah kartu as kami, dan sekarang kami telah kehilangan dia. Aku mencoba mengulurkan tangan untuk melihat apakah aku bisa mendapatkan dia lagi....


"Myne!"


Tapi Motoyasu sudah mendapatkan dia dan memeluknya.


Sialan. Dia lepas dari genggaman kami.


Situasi kami semakin memburuk karena kami harus menghadapi semuanya. Kami nggak bisa bertarung lebih lama lagi.


Sejujurnya, kalau kami mencobanya maka kami akan kalah.


Aku sedang memikirkannya ketika sesuatu menggelinding ke kakiku.


Sebuah bom? Aku segera mengangkat perisaiku untuk memblokir ledakannya, tapi bom itu cuma mengeluarkan asap diiringi suara mendesis pelan.


"Uh...."


"Ap....."


Seluruh area dipenuhi dengan asap, dan kami nggak bisa melihat apa-apa. Aku melangkah, dan nggak yakin bisa membedakan semua orang.


Dengan jarak yang sedekat ini, gimana caranya kami bisa tau mana kawan dan lawan?


"Sebelah sini, Tuan."


"Suara itu! Pahlawan Perisai, ikuti suara itu."


Mel berteriak padaku.


"Apa nggak apa-apa?"


"Kurasa gak apa-apa. Untuk berjaga-jaga, suruh Raphtalia menggunakan sihir ilusi miliknya!"


"Baik!"


Mel memimpin, aku berlari di belakang dia.


"Tunggu! Kemana mereka pergi?!"


Sebelum kami kabur, aku berteriak pada Ren.


"Ren, gue yakin lu memahami semua ini. Setelah menggunakan semua kekuatan ini, bisakah lu betul-betul mengatakan kalo gue lah penjahatnya disini?"


"......"


"Aku akan menggunakan sihir angin! Siapapun yang bisa menggunakannya—bantu aku!"


"Tunggu, Itsuki."


"Ada apa?"


"Sekarang kita harus..."


Itsuki hendak menggunakan sihir angin untuk menghilangkan asap tersebut. Kedengarannya seperti Ren berusaha menghentikan dia.


Akan kami berhasil? Aku nggak tau, tapi kami berlari mengikuti suara itu.


Saat asapnya menghilang, kami sudah cukup jauh dari Ren.


Dan untuk berjaga-jaga, Raphtalia telah mengeluarkan sihir saat didalam asap tadi. Mereka masih mencari kami.


Itu artinya...


"Tuan, lebih baik pakai jubah ini juga."


Suara misterius itu berbicara dan melemparkan kain padaku.


"Apakah kita berhasil?"


"Jangan berisik... Ayo bergerak—diam-diam."


Mel memegang tangan Filo dan berlari dalam diam. Kami mengikuti mereka. Dan kami berhasil lolos dari para pahlawan. Nggak lama setelahnya, bidang kekuatan disekitarku menghilang. Pada akhirnya sangat jelas kalau kami bisa kabur berkat hadiah yang diberikan pak tua itu pada kami.


Ini bukanlah yang terakhir. Gimana caranya kami kabur lain kali? Para pahlawan tidaklah dungu. Mereka akan belajar dari hal ini dan membuat rencana baru.


Namun, sepertinya Ren mulai mencurigai segalanya nggak seperti yang terlihat. Aku menaruh harapan pada hal itu.


Pokoknya, sekarang bukan saatnya memikirkan hal itu. Kami harus fokus kabur.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya