To Aru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume7 Prolog

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Prolog: Mulai beraksi -- The_Page_is_Opened[edit]

Katedral St. George.

Meskipun disebut katedral, tetapi gereja ini hanya salah satu dari sejumlah gereja ditengah Kota London. Meskipun tidak dapat dibilang kecil, terdapat perbedaan yang sangat besar jika dibandingkan dengan Westminster Abbey dan Katedral St. Paulus. Tentu saja tdak bisa dibandingkan dengan Katedral Canterbury, gereja asal mula Puritanisme di Inggris.

Bahkan faktanya di London, jumlah bangunan yang bernama 'St. George' sangat banyak. Selain gereja, ada departement store, restoran, toko-toko pakaian, dan sekolah-sekolah. Bisa ada banyak bangunan bernama itu di dalam kota. Tidak hanya itu, paling tidak ada lebih dari sepuluh gereja dengan nama 'Katedral St. George'. Hubungan antara 'St George' dan para orang Inggris bahkan dapat dilihat dari Union Jack.

Katedral St. George ini sebelumnya adalah markas dari ‘Necessarius’.

Tetapi mereka tidak memiliki pekerjaan yang glamor (TN: better translation expected) Tugas dari ‘Necessarius’ adalah mengeliminasi berbagai asosiasi sihir di Ingris dan penyihir-penyihir yang terlibat di dalamnya. Untuk mencapai tujuan ini, ‘Necessarius’ juga menggunakan sihir, yang dianggap kotor oleh anggota gereja Puritan lainnya. Karena hal inilah, mereka dipandang rendah oleh para Puritan, dan bahkan diusir keluar dari Canterbury, markas utama bagi para Puritan, ke katedral St. George ini.

Tetapi setelah itu, ada banyak perubahan yang tidak terduga.

Meskipun sebelumnya dianggap sebagai organisasi sampingan, ‘Necessarius’ telah melakukan banyak kontribusi dari belakang layar.

Hal ini memungkinkan ‘Necessarius’ untuk membangun profil dan kekuatan di dalam Gereja Puritan Inggris. Saat ini, meskipun nampaknya gereja Puritan dijalankan oleh Katedral Canterbury, tetapi faktanya, kekuasaan pengambil keputusan sekarang telah berpindah ke katedral St. George.

Maka, katedral ini, yang terletak agak jauh dari pusat Kota London, saat ini adalah inti dari Gereja Puritan Inggris yang besar.

Stiyl Magnus si pendeta dengan rambut merah sedang berjalan di jalanan Kota London pagi itu, dengan penuh pertanyaan.

Tidak ada yang aneh dengan jalanan itu sendiri. Terdapat apartemen-apartemen dari dinding batu yang telah berumur 300 tahun lebih, yang berjajar di kedua sisi jalan. Ada banyak pekerja kantoran dengan handphone di tangan mereka dan berjalan dengan cepat di jalanan tua itu. Bus bertingkat dua (double decker) berjalan maju secara perlahan dan para pekerja di jalanan yang sedang membongkar telepon umum tua yang tampak umum. Sebuah integrasi antara sejarah baru dan lama, tidak ada yang tidak biasa terjadi.

Juga tidak ada yang salah dengan cuaca saat itu. Meskipun tidak ada awan di langit pagi ini, tapi cuaca berganti tiap kira-kira empat jam, maka tampak banyak orang yang membawa payung kemana-mana. Hari ini hari yang terasa panas, dan karena London juga dikenal dengan cuacanya yang berkabut, maka cuaca yang selalu berubah-ubah ini, adalah hal yang tidak dapat diremehkan. Karena meningkatnya kelembaban yang disebabkan hujan yang terus menerus , bersamaan dengan gelombang udara musim panas, menyebabkan temperatur yang tinggi. Sehingga, objek wisata yang tampaknya menarik ini tetap saja ada yang kekurangannya. Tetapi bagi orang seperti Stiyl, saat dia pertama kali memutuskan untuk tinggal di kota ini, dia telah mempertimbangkan kekurangan ini, maka ia sudah menerimanya.

Yang membuatnya merasa resah adalah gadis di sampingnya.

"Uskup agung..."

"Hmm? Aku sengaja memakai baju yang sederhana hari ini, tolong jangan memanggil saya dengan gelar seperti itu"

Dengan pakaian dengan jubah berwarna beige (coklat muda), sang gadis, yang terlihat berumur 18 tahun, berbicara dengan tenang dalam bahasa Jepang. Seharusnya, sesuai dengan aturan, pakaian seorang biarawan hanya boleh berwarna putih, merah, hitam, hijau atau ungu, dengan garis-garis emas untuk dekorasi, jadi gadis ini secara diam-diam telah melanggar aturan.

Celakanya, hanya dia yang merasa selama ia memakai pakaian ini, ia tidak akan menarik perhatian. Karena dengan kulitnya yang putih bagai kristal, matanya yang biru cemerlang dan rambutnya yang berkilau keemasan--yang bahkan orang tidak akan terkejut jika dijual di toko perhiasan, apapun keadaannya, dia tetap tampak menonjol diantara kerumunan orang.

Rambutnya terurai sangat panjang. Rambut lurusnya tergerai hingga lutut, terlipat ke atas, ada di belakang kepalanya, dengan ikat rambut perak besar yang menahannya, dan juga di dekat pinggangnya. Dengan kata lain, panjang rambutnya hampir 2,5 kali tinggi badannya.

Pada pagi hari di Lambeth, London, suasana berisik dan hiruk-pikuk yang terkenal biasa terjadi, namun di sekeliling dia, suara-suara tersebut seperti hampir tak ada, mereka bagaikan dalam suasana hening gereja yang tidak mengijinkan suara bising.

Index v07 013.jpg

Sang uskup agung dari sektor nol Gereja Puritan, ‘Necessarius’.

Laura Stuart.

Raja adalah peringkat tertinggi dalam hirarki Gereja Puritan. Uskup Agung Laura adalah sang pembawa pesan sang raja, dan tanggung jawabnya adalah... 'Menggantikan sang raja yang sedang sibuk dan mengontrol Geraja Puritanisme Inggris.'

Gereja Puritan itu bagai alat musik ber-senar berusia tua.

Selain sang 'pemilik', juga ada sang 'pengurus'. Ambil contoh sebuah biola. Sebagus apapun sebuah biola, jika tidak pernah digunakan dalam jangka waktu yang lama, senarnya akan kendur, dan kualitas suara yang dihasilkannya akan menurun, yang menyebabkan suaranya tidak indah lagi. Tugas Laura adalah untuk tampil bermain menggantikan pemiliknya, sehingga biola tersebut dapat terpelihara dalam keadaan sempurna.

Tetapi, seperti situasi dalam Katedral Canterbury dan Katedral St. George, nama dan kekuasaan secara de facto telah dibalik. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan Laura.

Sang Uskup besar, yang memiliki kekuasaan besar tersebut, sekarang dengan santai berjalan di jalanan pagi-pagi sekali, tanpa satu pun pengawal di dekatnya.

Stiyl dan Laura sekarang berjalan menuju Katedral St. George. Awalnya Laura yang mengusulkan pada Stiyl untuk bertemu di katedral pada waktu seperti ini. Dia seharusnya menunggu di katedral, dan Stiyl seharusnya datang menemuinya disana.

"Saya memiliki rumah sendiri. Dan tidak selalu terperangkap dalam gereja tua itu sepanjang tahun." Sambil melanjutkan langkahnya, yang tanpa bersuara. "Bukankah lebih menyenangkan untuk berjalan-jalan sambil berbicara?"

Di sekeliling mereka, para pekerja kerah putih berlalu lalang dengan cepat. Karena tempat ini dekat dengan Stasiun Waterloo, yang merupakan stasiun terbesar di London, bahwa ada satu dua pendeta atau suster bearada disini, merupakan hal yang biasa. Jumlah gereja di London hampir sebanyak jumlah taman umum, meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Roma.

"Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi bukankan kamu memanggilku ke katedral untuk membicarakan sesuatu yang tidak boleh didengar orang luar?"

"Jangan berpikiran sempit, mengapa harus kuatir dengan hal-hal kecil? Tidak dapatkah kamu menikmati saat ini saja? Meskipun seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan seorang wanita memberikan rasa 'lega', mengapa ia tidak bisa membuka hatinya?"

"......" Stiyl tertegun, dan bertanya, "Bolehkah saya bertanya sesuatu?"

"Mengapa kamu sangat was-was? Silahkan saja."

"Mengapa bahasa Jepang Anda terdengar bodoh?"

"....?" (lol Note:Di teks aslinya pengerang sengaja menggunakan gaya bahasa seperti jepang klasik untuk dialog Laura)

Muka Sang Uskup Besar Gereja Puritan tampak seperti orang yang sadar bahwa ia salah memasang kancing bajunya. Awalnya dia terhenyak, lalu badannnya terhenti. Lalu dengan muka agak merah merona berkata:

"Ah...eh...? Apa...apakah memang janggal? Bukankah 'Bahasa Jepang' seharusnya terdengar seperti ini?"

"Maafkan saya, tetapi saya tidak dapat menangkap apa yang Anda berusaha katakan. Anda berusaha bicara dengan gaya bahasa klasik, tetapi terasa ganjil."

Orang-orang di sekitar mereka, yang terbungkus pakaian barat, kemungkinan besar tidak mengerti bahasa jepang, tetapi Laura merasa hiruk-pikuk di sekitarnya seperti menertawakannya.

"Ah... ehm... Saya mempelajari bahasa jepang dari berbagai sumber, seperti literatur dan program TV. Saya bahkan meminta bantuan pada orang Jepang asli sebelumnya..."

"Eh, bolehkah saya bertanya pada siapa 'Orang Jepang asli' itu?"

"Uh... orang itu Tsuchimikado Motoharu..."

"Tolong jangan menggunakan pria hidung belang yang membiarkan adik perempuannya mengenakan seragam maid sebagai orang Jepang ideal. Asia tidak semenarik itu, tahu?

"Ba... bahwa hal itu mungkin... Saya harus segera memperabaiki bahasa jepang saya... oh tidak!"

"Ada apa?"

"Su... sulit untuk mengubah sesuatu yang saya sudah terbiasa"

"...Jangan bilang bahwa kau menggunakan bahasa yang terdengar aneh ini untuk bernegosiasi dengan perwakilan dari Academy City"

Laura terhenyak, dan berkata "Ja... Jangan kuatir, jangan kuatir... tak apa-apa, tak apa-apa..."

Tetapi suaranya terdengar terguncang, keringat muncul di wajahnya, dan matanya memandang kemana-mana.

Stiyl menghela nafas, hembusan nafasnya dipenuhi dengan asap rokok.

"Baiklah, mari kita bicara saat kita sampai di katedral"

Keduanya berbelok di ujung jalan. Kanzaki Kaori diam-diam sering mengunjungi restoran jepang yang terdapat di sini.

"Apa... apakah kita harus membicarakan hal ini!? Saya tidak mungkin berkomunikasi dengan Bahasa Jepang ini!"

"Cukup, mari bicara mengenai 'bisnis resmi' dan bukan hal tak penting seperti ini. Jika Anda tidak yakin dengan bahasa jepang Anda, kita tetap bisa berbicara dengan Bahasa Inggris."

"Ja-jangan konyol! Siapa bilang Saya tidak percaya diri! Ha... hanya saja... badan saya hari ini tidak terasa enak!"

Kata Laura, yang merasa kebingungan.

"Dan mengenai bisnis resmi itu... sebelum kita mulai..."

Dari balik jubah di dadanya, Laura mengeluarkan sesuatu, yang terlihat seperti dua lembar kertas memo, dan juga spidol berwarna hitam. Sebagai spesialis dalam bidang runes/relic, Stiyl langsung paham apa yang akan ia lakukan.

“Chiu chiu chiu~”

Laura mencoba meniru suara janggal seperti saat spidol digoreskan di kertas. Pada beberapa upacara penting, saat sang Uskup Besar Laura berdiri di hadapan orang banyak, dia tampak sangat agung tidak seperti manusia biasa. Tetapi sekarang, sang uskup besar tamapk seperti seorang gadis yang asal mencorat-coret buku catatannya di tengah jam pelajaran.

(Kalau bisa, Saya berharap dia dapat mempertahankan personanya yang agung)

Pikir Stiyl, sambil memegang rokok dan tertegun. Dia sangat terganggu dengan suara tersebut.

“Chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu~”

"... maafkan saya, tapi boleh saya bertanya apa yang Anda lakukan?"

Stiyl bertanya, sambil mengertakkan gigi dan dengan badan agak bergetar.

Meskipun dahinya menjadi pucat, Stiyl memutuskan untuk bersabar.

"Hanya untuk berjaga-jaga. Ini."

Laura menggambar hal yang sama di kedua lembar kertas tersebut, dan memberikan salah satunya pada Stiyl.

"Ah-ah-ah apakah kamu dapat mendengar saya?"

Stiyl merasakan suaranya berasal dari dalam pikirannya. Dia memandang Laura, yang bibir mungilnya tidak bergerak sedikitpun.

"...Apakah ini talisman untuk berkomunikasi?"

"Pikiran kita dapat dihantarkan secara langsung tanpa perlu berbicara."

"Hm."

Stiyl mengamati lembaran tersebut. Tampaknya Laura menciptakan sepasang talisman ini karena sarannya agar orang di sekelilingnya tidak dapat menguping.

"Mengapa suara dari hatimu juga terdengar konyol!?"

"Eh? Tu... tunggu sebentar, Stiyl! Sekarang saya bicara dengan Bahasa Inggris!"

Meskipun dia tidak mengeluarkan suara sedikitpun, Laura tampak panik, hingga mengejutkan kucing-kucing yang berbaring di depan restoran yang belum dibuka. Stiyl menghela nafas. Segala otoritas dan keagungan yang dimiliki seorang Uskup Besar runtuh sudah.

"Jadi mungkin ada yang salah saat pesan ini dikirim. Meskipun terdengar janggal, tapi tidak mempengaruhi pembicaraan kita. Mari kita bicara langsung ke bisnis yang seharusnya"

"Ah...Uu... ehem ehem, baiklah, mari."

Tampaknya Laura hendak mengatakan sesuatu, tetapi dia menelannya kembali, dan kembali ke permasalahan utama.

"Stiyl, apakah pernah mendengar tentang 'Kitab Hukum'?"

"Itu adalah kitab sihir. Jika tidak salah, pengarangnya adalah Edward Alexander " Edward Alexander. Juga dikenal sebagai Crowley.

Beberapa orang berkata bahwa dia adalah penyihir paling dipuja pada abad ke 20, dan ada yang berkata dia adalah penyihir terburuk pada abad ke 20. Sesuai dengan kelakuan dan perangainya yang melampaui imajinasi dan pemikiran umum, dia pernah diusir dari berbagai negara. Dia berhasil memancing kreativitas para artisan, tetapi juga memacing kemarahan para penyihir. Seorang legenda. Menurut sejarah, dia wafat pada 1 Desember 1947. Beberapa orang bahkan merasa dunia menjadi lebih damai pada saat dia mati. Hal ini menunjukkan banyaknya kontroversi dan masalah yang ia timbulkan.

Waktu sang penyhir besar itu wafat, secara lumrah, akan ada orang-orang yang mengaku sebagai pengikut atau pewaris dirinya. Sampai sekarang sistem magis yang mereka buat terus membuat pusing organisasi-organisasi yang khususnya masih mengincar Crowley.

"Tetapi, kalau tak salah, bukankah buku asli 'Kitab Hukum' masih disimpan didalam perpustakaan gereja Vatikan di Roma?"

Agar gadis kecil yang bernama Index itu dapat merekam dalam ingatannya 103,000 teks sihir, Stiyl harus menemaninya keliling dunia sebagai penjaganya. Meskipun dia tidak melihat isinya, Stiyl masih ingat dimana lokasi 100 teks yang paling ternama.

"Kamu benar. Dari 1920 hingga 1932, Crowley beraksi di pulau Sicilia di Itali. Menurut cerita 'Kitab Hukum' pertama kali terdengar saat itu." Kata Laura dengan nada seperti membaca bacaan buku pelajaran sejarah. "Stiyl, kamu tahu kenapa kitab ini begitu berharga?"

"...."

Karakteristik dari Kitab tersebut

"Terlepas dari benar atau salah, mengenai karyanya, ada beberapa legenda yang terkait dengannya. Beberapa percaya bahwa Crowley memanggil (summon) Aiwass sang malaikat penjaga, mempelajari 'Teknik malaikat' yang tak seorangpun manusia bisa menggunakannya, dan dicatat kedalam 'Kitab Hukum'. Ada yang percaya bahwa saat 'Kitab hukum' dibuka, era ke-kristen-an akan berakhir, dan manusia akan masuk ke era baru... Untuk alasan yang pertama, seorang malaikat yang tidak bisa berpikir tidak bisa mengajarkan manusia, tapi kami lebih khawatir dengan alasan yang kedua. Tetapi... "

Menurut Gereja Puritan Inggris, mereka berasumsi bahwa itu adalah buku sihir berisi banyak mantra dashyat.

Tetapi, kalau mendengar hal itu, seseorang akan bertanya-tanya. Kenapa cuma disebut 'Asumsi'?

Index seharusnya sudah tahu isi 'Kitab Hukum'. Alasannya adalah...

"Saya yakin kamu tahu bahwa belum ada orang yang paham kitab ini? Tetapi kitab ini, meskipun semua kitab sihir ditulis dengan kode, adalah suatu pengecualian. Bahkan Index sudah menyerah membacanya, dan Sherry Cromwell, yang merupakan spesialis dalam menterjemahkan kode, juga gagal melakukannya."

Benar, tidak ada yang bisa menerjemahkan 'Kitab Hukum'. Menurut apa yang Index katakan, berdasarkan pengetahuan kita yang terbatas, tidak ada yang mampu menerjemahkannya. Jadi, dia hanya mampu menghafal semua kode tersebut mentah-mentah dari 'Kitab Hukum' dikepalanya.

Saat ini, laura tersenyum lebar, lalu berkata, "Kemudian, jika seseorang yang dapat memecahkan kode 'Kitab Hukum' muncul, apa yang kamu pikir konsekuensinya?"

"Apa yang kamu coba katakan...!?"

Terperanjat, Stiyl menatap Laura. Tapi dia tidak terlihat seperti bercanda.

"Ada seorang suster Katolik Roma bernama Ursula Aquinas. Tetapi, dia hanya tahu cara menerjemahkannya, dan belum pernah membaca isinya."

"Bagaimana itu bisa terjadi?"

"Ursula kelihatannya berhasil menemukan cara memecahkannya dengan membaca sebagian dari salinan naskahnya. Saat ini dia hanya memiliki bagian daftar isi, kata pengantar, dan hanya beberapa halaman lainnya."

Naskah asli dari 'Kitab Hukum' saat ini dijaga dengan keamanan ketat, maka orang biasa seharusnya tidak bisa mendapatkannya dengan mudah. Kecuali untuk mereka seperti Index, sangat berbahaya bila orang lain bisa membaca naskah yang asli.

"Saat ini... Gereja Katolik Roma kekurangan sumber daya manusia karena perhelatan kekuasaan. Mereka mungkin mencoba menggunakan 'Kitab Hukum' untuk mendapatkan pegangan. Orang-orang itu mungkin memandangnya sebagai cetak biru senjata model baru..."

Menurut laporan, meskipun Gereja Katolik Roma masih sekte kristen yang terbesar di dunia, tiga ribu orang yang membentuk 'Gregorian Chant' (Trans note: Chant = nyanyian seperti mantra) telah dikalahkan sang alkemis, karena itu kekuasaan mereka melemah. Agar menjaga posisi mereka di puncak sekte kristen, adalah mungkin mereka akan menggunakan pengetahuan dalm 'Kitab Hukum' untuk merancang sesuatu yang dapat menggantikan 'Gregorian Chant' untuk mengisi kekurangan dalam pertahanan mereka. Hal ini tidak mengejutkan.

"Tidak, mereka tidak akan menggunakan "Kitab Hukum' untuk membangun kekuatan tempur. Paling tidak dalam jangka pendek, Gereja Katolik tidak akan menyerang seseorang demi 'Kitab Hukum. Kamu tidak perlu kuatir."

"Kenapa?"

"Hoho, Itu rahasia! Dan saya tidak akan membocorkannya."

Melihat Laura bicara dengan penuh percaya diri, Stiyl hanya bisa tertegun dan memikirkan apa yang mungkin telah terjadi. Apakah Gereja Puritan Inggris telah menandatangani perjanjian dengan Gereja Katolik Roma, melarang penggunaan 'Kitab Hukum'?

(... Jika benar begitu, mengapa Gereja Katolik Roma menggunakan Ursula untuk memecahkan isi 'Kitab Hukum'?)


"Melihat ekspresi mukamu, kelihatannya kamu masih belum percaya. Benar-benar, bukankah saya sudah berkata jangan kuatir?

"Tetapi kalau..."

"Baiklah, berhenti menggangguku. Meskipun Gereja Katolik Roma ingin menggunakan 'Kitab Hukum' untuk tujuan apapun, mereka tidak dapat melakukannya sekarang."

Sebelum Stiyl sempat bertanya kenapa, Laura sudah melanjutkan:

"Karena 'Kitab Hukum' sudah dicuri oleh Ursula Aquinas."

"Apa.... Oleh Siapa!?"

Stiyl kaget hingga mengeluarkan suara lantang. Para pekerja kantoran di sekitar mereka yang sedang berjalan menuju stasiun, begitu mendengar teriakannya, menoleh kepadanya.

"Pekerjaan yang akan saya serahkan kepadamu berikutnya adalah misi berikutnya. Organisasi, yang melakukan tindak kriminal ini, adalah Gereja Katolik Amakusa di Jepang."

"Amakusa...." Adalah sekte kristen di jepang.

Kolega Stiyl, Kanzaki Kaori, adalah mantan pemimpin sekte ini. Tetapi Stiyl sendiri tidak menganggapnya sebagai sekte kristen. Gereja katolik Amakusa tercampur dengan banyak aspek agama Shinto dan Buddha, basis dari iman kristen sudah lama hilang.

"Katolik Amakusa sangat kecil dibandingkan agama lain di Roma, Inggris, Russia dan negara lainnya. Sekarang, setelah Kanzaki tidak ada, sebagai pilar utama mereka, mudah terbayangkan jika mereka berusaha mencuri 'Kitab Hukum' agar mendapat kekuatan baru. Apalagi 'Kitab Hukum' mampu menghancurkan keseimbangan diantara gereja-gereja."

Jika Ursula Aquinas dan 'Kitab Hukum' jatuh ke tangan Katolik Amakusa, mereka bisa menggunakannya kapan saja. Bahkan, ganjil bila mereka tidak menggunakannya.

"Tapi!" Stiyl menyanggah dengan kasar, "Bukankah 'Kitab Hukum' tersembunyi di dalam perpustakaan Vatikan? Untuk organisasi kecil seperti Katolik Amakusa, yang menginginkan kekuasaan lebih, mereka tidak mungkin bisa masuk! Saya mengawal Index saat memasuki perpustakaan Vatikan, jadi saya yakin bahwa tidak ada sudut mati disana! Satu hal yang bisa menggambarkan tempat itu adalah benteng besi!"

"Sebenarnya, 'Kitab Hukum' tidak ada di dalam perpustakaan Vatikan."

"APA?" Ekspresi muka Stiyl menjadi kaku.

Sebuah kereta kuda yang digunakan untuk wisata melewati Stiyl saat kudanya meringkik, plat nomor yang tergantung dibelakang kereta bergoyang.

"Untuk penyelenggaraan ajang pameran internasional, Gereja Katolik Roma mengirim 'Kitab Hukum' ke museum di Jepang. Seperti Gereja Laterano di Roma, mereka percaya bahwa 'Putra Allah' berdarah saat melalui 'Jalan Salib'. Kamu harusnya tahu kenapa hal-hal ini dipamerkan ke khalayak umum, benar?"

Setiap beberapa tahun, Gereja akan memamerkan barang bersejarah atau alkitabiah kepada publik.

Alasannya sederhana. Hal-hal ini adalah 'alat' untuk menarik sumbangan dan pengikut. Setelah kehilangan sumber daya tempur terbesar mereka, tiga ribu penengadah 'Gregorian Chant', Gereja Katolik Roma pasti berusaha menggalang kekuatan melalui berbagai cara, termasuk pengembangan mantra dan pelatihan anggotanya.

Hal yang paling efektif adalah merekrut para 'pengikut baru' di tempat-tempat dimana orang kristen sedikit. karena hal itulah, Jepang adalah sasaran yang tepat. Tetapi karena pengikutnya hanya sedikit, dukungan yang dapat Gereja berikan tidak banyak saat ini. Kelihatannya Katolik Amakusa telah mempertimbangkan waktunya dengan baik.

"Sungguh konyol... membawa benda yang berbahaya dan menunjukkannya pada dunia, dan bahkan sampai kehilangan hal tersebut selama berjalan. Gereja Katolik Roma telah mempermalukan kekristenan kita."

"Ho-ho, aku percaya Katolik Roma punya pemahaman yang lebih dalam dari kita. Meskipun secara geografis lebih unggul, tetapi untuk sebuah benda milik Gereja Katolik Roma dicuri oleh sebuah sekte kecil di timur jauh, jadi saya rasa merekalah yang dipermalukan"

"Jadi, apakah ini berarti mereka minta tolong kepada kita?"

"Tidak, mereka mau membereskan ini dengan cara mereka sendiri. Aku sudah berusaha keras untuk mendapatkan informasi ini. Bagi mereka, ini mungkin hanya untuk menyelamatkan muka, tetapi Aku sungguh ingin menegur mereka, dan mengatakan 'Jangan bermimpi tentang hal itu lagi'."

"Hm? Apa ini artinya kita tidak mencari 'Kitab Hukum' dan Ursula untuk kepentingan Katolik Roma?"

"Mereka tidak mau membocorkan hal itu, tapi jika Ursula Aquinas benar-benar bisa menerjemahkan 'Kitab Hukum' maka kita secara langsung maupun tidak."

"... Kamu berusaha membantu mereka? Apakah kamu pikir para 'Biarawan Tinggi' itu akan mau membalas niat baik kita?"

Stiyl berbicara dengan nada jijik.

Dalam impresi Stiyl, mungkin karena mereka pernah mengendalikan seluruh Eropa, Katolik Roma tentu saja, disamping mereka yang tidak mengenal sihir, adalah orang-orang yang tinggi hati. Khususnya para biarawan dan uskup dari garis keras yang juga keras kepala. Jangankan melawan mereka, jika seseorang berusaha membantu mereka, mereka dengan sombong akan berkata, "Kita tidak sebegitu rendahnya hingga perlu menerima bantuan."

"Aku tidak punya niat untuk membantu orang-orang yang mengorupsi Gereja dan menyebabkan perpecahan. Tetapi, kita memiliki masalah yang lebih besar."

"Apa itu?"

"Kanzaki Kaori menghilang."

Setelah Laura mengatakannya dengan begitu jelas, Stiyl langsung berpaling kepadanya.

Kanzaki adalah pemimpin sekte Amakusa sebelumnya. Sekarang, meskipun dia telah meninggalkan Amakusa, dia masih peduli pada mereka. Saat mengetahui bahwa mereka telah membuat masalah, dan sekarang berhadapan dengan Gereja katolik Roma, sekte kekristenan terbesar di dunia dengan 2 milyar pengikut, bagaimana dia akan berreaksi?

Kanzaki adalah seorang Saint, satu dari kurang dari dua puluh orang di dunia yang memiliki 'Stigma'. Kekuatan yang ia miliki hampir sama dengan kekuatan bom nuklir. Kalau ia meninggalkan Gereja Puritan Inggris, dan secara terang-terangan menyerang Gereja Katolik Roma, apa konsekuensi dari tindakan tersebut...? (TNote: Gw sengaja ga pake kata Santa/Santo biar tidak rancu dengan arti sebenarnya dan biar terdengar lebih keren :P )

"Sejauh yang kukenal, dia akan melakukan apapun. Kalau dia orang biasa hal ini tidak akan bermasalah, tetapi dengan kekuatan yang ia miliki..."

Laura menghela nafas dalam-dalam

"Aku hanya berharap kamu bisa memberesakan masalah ini sebelum Kanzaki melakukan sesuatu yang sangat buruk. Ini adalah prioritas utamamu. Aku tidak peduli apa yang akan kamu lakukan, apakah itu menyelamatkan 'Kitab Hukum' atau Ursula, memerintahkan Amakusa untuk menyerah, atau memaksa Amakusa atau Kanzaki untuk menyerah."

"Kamu menginginkanku menjatuhkan Kanzaki?"

"Jika memang terpaksa."

Laura secara jelas dan tegas berkata, "Begitu para anggota kita beres dengan misi mereka, aku akan mengirim mereka ke Roma dan Jepang. Tetapi, aku berharap kamu bisa membereskan ini sendiri. Pergilah ke Academy City dahulu."

Bagaikan ingin membuang keraguannya sendiri, Stiyl menghembuskan asap putih rokoknya. Dia tidak kuatir kalau harus bekerja sendirian, tetapi Stiyl sang penyihir tidak cocok bekerja dengan kelompok. Selain cacat pada karakternya, sihir api yang dia gunakan juga menjadi masalah besar. Jika ia tidak berhati-hati dan menggunakan kekuatan penuh, rekan-rekannya bisa berakhir ikut tertelan api dan asap.

'Innocentius' miliknya akan semakin tangguh semakin banyak runes yang dipasang. Meskipun tidak bisa diandalkan, tetapi kekuatannya tidak dapat diremehkan. Kobaran api bersuhu 3000 derajat celcius yang dapat bergerak bebas. Untuk mengejar musuhnya, ia bahkan dapat melelehkan besi dengan mudah. Bagi musuh-musuhnya, ia bagaikan dewa kematian. Dan selain tangan kanan anak itu, hampir tidak ada cara lain untuk menghentikan 'Innocentius'. Dengan sihir mengerikan ini, Stiyl telah menghancurkan beberapa asosiasi sihir hanya sendirian beberapa kali.

Jadi, bekerja sendiri bukanlah masalah baginya.

"Bukankah ini masalah di sisi gereja? mengapa harus melibatkan sisi ilmuwan"

"Index."

Laura menyebutkan nama seseorang... tidak, nama sebuah alat.

"Karena hal ini berkaitan dengan kitab sihir... khususnya naskah asli 'Kitab Hukum', kita membutuhkan semua pengetahuan teknis yang ada. Saya telah berbicara dengan Academy City, dan kamu bisa membawa 'itu'. Dengan satu syarat, yaitu membawa juga pengawalnya."

"..."

"Apalagi? Kamu jarang bisa bekerja dengan 'itu', kenapa kamu tampak muram?"

"Tidak apa-apa."

Stiyl tampak menahan berbagai perasaan yang bergejolak didalam dirinya, ekspresi di wajahnya tiba-tiba memudar.

"...pengawalnya, apakah si Imagine Breaker?"

"Benar. Kamu seharusnya bisa menggunakannya. Oh, coba jangan dibunuh, karena dia barang pinjaman."

"Membawa orang dari Academy City ke dalam pertarungan antar penyihir, bukankah hal ini akan menimbulkan masalah?"

"Mengenai hal itu, kita bisa menyelesaikannya dengan beberapa trik sederhana. Tentu saja, kondisi yang diberikan pihak mereka tidak bisa dihindari, dan aku tidak punya waktu untuk bernegosisasi dengan mereka."

"Oh... begitu"

Stiyl tidak mengerti bagaimana pimpinan dari Academy City berpikir, maupun apa yang Laura, yang berdiri tepat di sampingnya, sedang berpikir apa. Mungkin mereka melakukan beberapa perjanjian di bawah tangan. Apapun itu, hal-hal ini diluar campur tangan para bawahan seperti Stiyl.

"Oh, Stiyl, bawa ini juga."

Laura mengeluarkan sebuah kalung dengan salib kecil dari lengan jubahnya yang sederhana, dan melemparkannya pada Stiyl. Stiyl menangkap simbol dari kepercayaan mereka ini, dan bertanya;

"Sebuah perangkat? Meskipun tidak terlihat di lengkapi dengan sihir apapun."

"Hanya hadiah kecil bagi Ursula Aquinas. Jika kamu bertemu dengannya, segera cari kesempatan untuk memberikan itu kepadanya."

Stiyl tidak mengerti apa maksudnya, dan Laura tidak berniat menjelaskan. Ini adalah skenario "Jangan tanya, lakukan saja."

Saat ini keduanya berhenti melangkah.

Setelah berjalan sepuluh menit dari stasiun kereta London yang luar biasa besar, tampak sebuah gereja yang tampak tidak pantas disebut 'katedral' di hadapan mereka.

Katedral St. George. Kota suci kegelapan yang berisi sejarah mengerikan perburuan penyihir, pengadilan agama dan bahkan bagi wanita perancis yang terkenal itu Joan of Arc.

Berjalan mendahului Stiyl, Laura memegang pegangan sang pintu raksasa.

"Baiklah."

Laura mendorong kedua daun pintu yang tampak berat itu dan mengundang sang pendeta untuk masuk.

Dia tidak lagi menggunakan kartu runes, dan membuka mulutnya yang mungil, yang bagaikan buah persik, dan berbicara dengan suara jernih.

"Mengenai detilnya, akan kita bicarakan di dalam."


Back to Illustrations Return to Main Page Forward to Bab 1: Pemuja Ilmu Pengetahuan