Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi[edit]


Pendahuluan: Kisah Si Anak Laki-Laki Pembunuh Ilusi. 'The_Imagine-Breaker.'[edit]

"Eh?! Sialan! Sialan! Arghhh, sungguh sial!!!"

Walaupun dia tahu kalau teriakan paniknya membuatnya kedengaran seperti maniak, Kamijou Touma tidak mempunyai keinginan untuk menghentikan pelarian jauhnya. Sambil melarikan diri ke gang di malam yang sudah larut ini, dia melirik ke belakang punggungnya.

Delapan orang.

Walaupun dia sudah berlari hampir dua kilometer, masih saja ada delapan orang yang mengejarnya. Tentu saja, untuk Kamijou Touma, yang bukan koki untuk mantan tentara asing[1] atau ninja 'cyber' yang masih tersisa di zaman modern, kemungkinan untuk menang dari musuh sebanyak itu adalah kecil. Lebih jelasnya, perkelahian melawan lebih dari 3 orang dengan anak SMA lain akan terlalu berat untuknya. Dengan jumlah sekian, lupakan untuk membandingkan kemampuan atau semacamnya, perkelahian sudah jelas hal yang sia-sia.

Kamijou terus berlari dan menendang ember polietilen yang sedikit kotor, membuat seekor kucing hitam kabur.

19 Juli.

Ya, 19 Juli adalah hari yang buruk.

Begitu senangnya dia karena esok harinya menandakan dimulainya liburan musim panas, dia pergi ke toko buku dan membeli sebuah manga yang dilihat dari sampulnya aja udah kelihatan jelek. Dilanjutkan ke sebuah restoran keluarga untuk sekali-kali makan makanan yang enak. Masih dalam suasana hati yang gembira, ketika ia melihat seorang gadis SMP dikelilingi oleh beberapa berandalan mabuk, sehingga dia punya ide gila ini di kepalanya bahwa 'Hei, mungkin saya harus membantu'.

Dia tidak mengira semua teman-teman mereka akan mulai bermunculan keluar dari kamar mandi bersama-sama. Dia selalu berpikir jika hanya wanita yang diperbolehkan untuk pergi ke kamar mandi bersama-sama.

"... Aku buru-buru keluar dari sana sebelum aku mendapatkan melon dan escargot lasagna yang akhirnya kupesan, sekarang aku malah diperlakukan seperti "orang yang sehabis makan kemudian kabur" bahkan sebelum sempat memakan apa pun! Arghhh, ada apa dengan kesialan ini!?"

"Gyuh!", Kamijou berteriak, sambil memegangi kepalanya kepalanya ketika dia keluar dari gang ke jalan utama.

Bulan memancarkan cahayanya di Academy City, yang ukurannya kira-kira sepertiga dari Tokyo dan dipenuhi oleh pasangan.

Ini semua karena tanggal 19 Juli. Kamijou, yang tak punya pacar, berteriak dari dalam hatinya.

Di sana-sini, berdiri baling-baling raksasa yang merupakan bagian generator bertenaga angin, bercahaya seperti air mata bersinar di bawah sinar bulan dan lampu kota.

Kamijou berlari melewati beberapa pasangan supaya bisa berlari lebih cepat. Dia menatap tangan kanannya sambil berlari. Di dalamnya tersembunyi sebuah kekuatan yang tidak berguna dalam keadaan seperti ini. Tidak akan membantu dia mengalahkan bahkan seorang berandalan pun, tidak meningkatkan nilai tes, dan tidak membuatnya populer di antara para gadis juga.

"Uwaaa! Sungguh sangat sial!"

Jika Kamijou berhasil lolos dari kelompok pengejar, mereka masih dapat menggunakan handphone untuk memanggil bala bantuan yang akan datang dengan mengendarai motor-motornya. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah membuat mereka lelah dengan bertindak sebagai umpan, memancing para pengejar mengikutinya untuk menghabiskan stamina mereka. Mirip seperti olahraga tinju, membiarkan lawan memukulmu sembarangan untuk menghabiskan kekuatan fisiknya.

Motif Kamijou pada akhirnya adalah "jalan terbaik".

Berkelahi tidaklah berguna, dan dia akan menganggap "kemenangan" dicapai jika pengejarnya menyerah. Setidaknya, Kamijou sangat percaya diri dalam lari jarak jauh. Lagi pula, para pengejar berada dalam kondisi kesehatan yang buruk yang diakibatkan konsumsi rokok dan alkohol dalam jangka waktu lama. Mereka juga memakai sepatu boot, sepatu dengan fungsionalitas nol. Bahkan tanpa memperhitungkan kecepatan dan sprint yang dibutuhkan untuk menyusul, lari jarak jauh standar saja, pasti tidak mungkin bagi mereka.

Sambil berlari dari satu gang ke gang lain, dia melihat satu per satu pengejarnya mulai menyerah. Mereka membungkuk ke depan dengan tangan memegang lututnya masing-masing. Saat itu dia merasa taktik ini memang cara terbaik untuk mengakhiri hal ini tanpa ada seorang pun yang terluka.

"Si-sialan... Kenapa masa mudaku harus dipertaruhkan untuk hal ini!?"

Hal yang menyedihkan. Ke mana pun ia melihat, hanya ada pasangan muda yang penuh kebahagiaan dan mimpi; Tidak tahan hal tersebut, dalam hati dia merasa kalo dia telah sampai pada akhir hidupnya yang pendek. Bahkan jika tanggalnya berbeda, ketika liburan musim panas sudah dimulai, dia tetap tanpa cinta dan komedi. Pikiran ini membuatnya merasa lebih parah dari pecundang.

Dari belakang, terdengar hinaan salah seorang berandalan.

"Orr!! Sialan, kau anak bangsat; berhenti, kau raja kabur!"

Dengan hinaan seperti itu, bahkan Kamijou marah.

"Diam! Kau tidak K.O kan? Berterimakasihlah karena aku tak mengabaikan kalian tadi, dasar orang ber-IQ monyet(IQ 80)!"

Kamijou meneriakkan balasan, sadar bahwa ia menghabiskan staminanya karena hal itu.

"...Tanpa terluka sedikit pun, kalian semua harusnya berterima kasih padaku."

Sekitar 2 kilometer kemudian, berkeringat dan bercucuran air mata, ia akhirnya keluar dari daerah perkotaan dan sampai ke pinggir sebuah sungai besar. Sebuah jembatan besi dibangun di atas sungai, panjanganya sekitar 150 meter. Tidak ada mobil di sekeliling. Di depan Kamijou adalah jembatan besi yang diselimuti kegelapan malam

Ketika menyebrangi jembatan tersebut, Kamijou menoleh ke belakang- dan berhenti.

Para pengejarnya sudah menghilang

"Huff... Mereka akhirnya menyerah."

Kamijou menahan keinginannya untuk segera duduk di sana, menarik napas panjang sembari memandang ke atas melihat langit malam. Setelah menyelesaikan masalah tanpa ada yang terluka, ia hanya ingin sedikit waktu untuk memuji diri sendiri atas keberhasilannya menyelesaikan masalah tanpa adanya seorang pun yang terluka.

"Haiss. Kamu pikir kamu siapa? Berpura-pura menjadi orang baik, melindungi para berandalan... Apa kamu seorang guru sekolah antusias [2]?"

Badan Kamijou membeku karena kaget.

Karena tidak ada satu pun lampu di jembatan besi, Kamijou tidak menyadari kehadiran orang itu. Kira-kira 5 meter di depan, dari arah datangnya Kamijou, seorang gadis muda berdiri sendirian- seorang anak SMP biasa yang memakai rok abu-abu, blus lengan pendek, dan sweater musim panas.

Melihat ke langit malam, Kamijou, secara serius mempertimbangkan untuk segera berbaring. Anak perempuan yang digoda di restoran keluarga tadi adalah anak perempuan yang berdiri di hadapannya sekarang.

"...Jadi, karena itulah mereka berhenti mengejarku?"

"Yeah, mereka menjengkelkan, jadi kupanggang saja mereka."


*Bachin*, suara kilatan putih-biru menggema.

Bukan karena anak perempuan itu memegang stun gun. Setiap kali rambutnya yang sebahu dan berwarna coklat muda berayun, kilatan memancar seperti percikan dari elektroda. Ketika sebuah plastik supermarket yang diterbangkan angin mendekati wajahnya, kilatan putih-biru menembaknya seperti sistem pertahanan otomatis.


"Whoa!". Kamijou berseru, dan satu kata itu membuatnya capek.

19 Juli. Begitulah, dia pergi ke toko buku dan membeli sebuah manga yang dilihat dari sampulnya aja udah kelihatan jelek, berlanjut pergi ke sebuah restoran keluarga untuk sekali-kali makan makanan yang enak, dan sialnya melihat seorang gadis SMP dikelilingi oleh beberapa berandalan mabuk, sehingga dia berusaha menolong mereka. Ya, mereka. Bukan si gadislah yang ingin ditolong oleh Kamijou, melainkan para berandalan yang ceroboh karena menggoda si gadis.

Kamijou menghela napas. Gadis itu selalu seperti ini.

Mereka tidak ingat nama satu sama lain, walaupun telah bertemu selama hampir satu bulan. Dengan kata lain, mereka bukan teman.

Hari ini, ia akan dihantam dengan sangat parah sampai babak belur. Dalam pikiran angkuh sang gadis, itulah cara yang cocok dalam menghadapi Kamijou. Tetapi semua pertarungan mereka sampai saat ini berakhir dengan kemenangan total Kamijou.

'Jika aku kalah telak sekali, perasaannya akan lega,' pikir Kamijou. Namun, keahlian bersandiwaranya sangat jelek, dahulu ketika dia "pingsan" sambil memasang muka seperti setan, gadis itu mengejarnya sepanjang malam.

"... Hei, apa sih yang pernah kulakukan padamu?"

"Aku tidak bisa membiarkan fakta bahwa ada seseorang lebih kuat daripada diriku. Itu alasan yang cukup bagiku."

Begitulah dia. Bahkan Kamijou merasa karakter dalam permainan street fighting mempunyai tujuan yang lebih jelas daripada tujuan si gadis ini.


"Tapi kau mengolok-olokku, ya, 'kan. Aku ini Level 5, kau tau? Apakah kau pikir aku akan mengaluarkan semua kemampuanku saat melawan level 0? Aku tahu bagaimana mengurus orang-orang lemah."

Di kota ini, anggapan "preman jalanan = yang paling kuat" tidaklah berlaku. Sebagai dropout dari kurikulum perkembangan ESP, mereka hanyalah Level 0 tanpa kemampuan apa pun.

Yang terkuat di kota ini adalah orang-orang seperti gadis ini, para esper.

"Umm, bolehkah aku mengatakan sesuatu? Aku tahu betul bahwa kamu memiliki level bakat 1 di antara 328.571 orang, tapi jika kamu ingin hidup panjang, kupikir akan lebih baik jika kau berhenti bicara begitu merendahkan kepada orang lain."

"Diam! Menyuntikkan obat langsung ke pembuluh darah, menusuk otak langsung lewat belakang telinga, sudah melakukan semua hal aneh seperti itu tetapi tetap saja tidak bisa membengkokkan sebuah sendok... Dengan cara apalagi orang tidak berguna seperti itu bisa digolongkan?"

"......."


Tentu saja, Academy City adalah tempat seperti itu. Dengan memakai istilah Menghapal dan Mengulang, sekolah - sekolah memasukkan "pengembangan otak" ke dalam kurikulum secara diam-diam - Hanya sebuah sisi lain dari Academy City.

Tetapi, tidak semua dari 2,3 juta "siswa" yang tinggal di Academy City mampu mendapatkan kemampuan seperti yang ada di komik. Sekitar 60% dari para siswa, setelah berusaha dengan keras sampai hampir memecahkan pembuluh darah di otak, tidak bisa sedikit pun membengkokkan sendok; Mereka ini digolongkan tidak berguna (level 0).

"Jika ingin membengkokkan sendok, bisa menggunakan tang; jika ingin membuat api, bisa membeli pemantik rokok murah. Jika membutuhkan sesuatu seperti telepati, sudah ada ponsel bukan? Bukankah kekuatan ESP tak ada gunanya?"

Itulah kata-kata Kamijou, seorang yang digolongkan tidak berguna oleh lembaga pusat pengujian Academy City.

"Intinya, kalian semua aneh, kenapa mengejar produk sampingan ESP sebegitu niatnya? Bukankah tujuan asli kita lebih besar dari itu?

Mendengar hal ini, gadis yang merupakan satu dari 7 orang Level 5 di seluruh Academy City, menaikkan sudut bibirnya dan tertawa: "Huh? Tujuan yang itu. Bagaimana bunyinya? Oh ya, 'Umat manusia tidak dapat melakukan perhitungan Tuhan, maka mereka harus pertama-tama melampaui batas-batas umat manusia sebelum dapat memahami jawaban Tuhan?'


Dia tertawa mengejek.

"---Ha, Kau membuatku tertawa. Sebenarnya apa itu pikiran Tuhan? Hei, kau tahu, tentang kabar burung bahwa peta DNA-ku dianalisis untuk membuat klon manusia untuk tujuan militer. Sepertinya ada tujuan lebih besar daripada tujuan utama, ya, 'kan?

Berkata seperti itu, ia tiba-tiba berhenti dan sepertinya udara di sekitarnya berubah.

"... Tapi, itu kata-kata seorang yang kuat, benar, 'kan?"


"Hah?”

"Seorang yang kuat, seorang yang kuat, seorang yang kuat! Mempunyai bakat dari lahir, mendapatkan kekuatan, dan sama sekali tidak mengerti kesulitan dan usaha... kata-katamu seperti tokoh utama dari komik: keras dan benar sendiri!"

Zazezezazezaza. Suara ombak mulai datang dari bawah jembatan besi.

Hanya ada tujuh orang Level 5 di Academy City; dalam perjuangan mereka mencapai puncak, berapa banyak "kemanusiaan" mereka yang dibuang? Api hitam yang memberi petunjuk akan hal itu menyala dari kata-kata tersebut.

Kamijou menolaknya.

Karena apa yang telah ia ucapkan. Karena ia percaya hal seperti itu tidak bernilai.

Juga karena, ia belum pernah kalah terhadap gadis itu sebelumnya

"Hei, hei! Kamu sudah melihat hasil pemeriksaan fisik tahunan, kan? Aku hanya Level 0, sedangkan kamu Level 5! Tanyakan pada orang yang lagi lewat, "Siapa yang lebih hebat?" dan mereka semua akan menjawab dengan pasti!"

Pengembangan kemampuan yang dilakukan di Academy City sangat berpedoman pada ilmu farmasi, ilmu kedokteran otak, dan ilmu fisiologi. Semuanya berdasarkan hal yang ilmiah. Jika mengikuti kurikulum, orang tanpa kekuatan dapat mencapai tingkat di mana mereka setidaknya bisa membengkokkan sendok.

Tetapi Kamijou Touma bahkan tidak bisa melakukannya.

Mesin pengukur Academy City menggolongkannya sebagai orang dengan kemampuan benar-benar "nol".

“Nol, ya?”

Si gadis mengulang hanya kata itu.

Tangannya masuk ke saku bajunya dan mengambil sebuah koin - sebuah koin untuk game arcade.

"Hei, kau pernah mendengar istilah 'Railgun'?"

"Hah?"

"Secara teori, menembakkan peluru besi melalui elektromagnet ultra-kuat, seperti mesin kereta linear - tetapi ini untuk senjata kapal perang"

Ping! Gadis itu menjentikkan koin ke udara dengan ibu jari.

Hyun, hyun. Koin yang berputar jatuh kembali ke atas ibu jarinya.

"Seperti ini?"

Segera setelah ia berkata, tanpa suara, sebuah garis cahaya berwarna oranye melintas di area dekat kepala Kamijou. Melihat bekas cahaya dari garis itu berasal dari ibu jari si gadis, Ia menyimpulkan bahwa dari situlah asal dari sinar itu.

Seperti kilatan petir, suara guntur menggema satu momen setelahnya. Gelombang shock yang merobek atmosfer terjadi di dekat telinganya dan membuat dia kehilangan keseimbangan. Dengan terhuyung-huyung Kamijou menoleh ke belakangnya.

Pada titik di mana sinar oranye menghantam permukaan jembatan besi, bekasnya mirip seperti jika sebuah pesawat melakukan pendaratan darurat dan mengikis aspal. Jejak sinar oranye, yang panjangnya tiga puluh meter lurus ke sisi seberang dan meninggalkan jejak kerusakan, masih bertahan bahkan lama setelahnya.

"Bahkan koin seperti ini bisa terbang dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara kalau energi yang cukup diberikan, ya tidak? Walaupun koin tersebut akan meleleh setelah mencapai 50 meter karena gesekan udara.

Jembatan besi dan beton bergoyang seperti jembatan gantung yang rapuh. Gagi, Bishi. Suara baut logam lepas dan terpental menggema lagi.

"............."

Kamijou merasakan tubuhnya menggigil, seperti ketika es kering dialirkan ke seluruh pembuluh darah di tubuhnya.

Zogun! Cairan tubuhnya keluar menjadi keringat dan menguap, dan rasanya aneh.

"Oi, oi! Jangan bilang bahwa itu digunakan untuk mengusir para pengejar tadi? "

"Kau idiot. Aku memilih lawan yang yang tepat untuk menggunakannya. Aku tidak ingin dengan ceroboh menjadi seorang pembunuh."

Sambil berbicara begitu, kilat terbang dari rambut coklat gadis itu seperti percikan elektroda.

"'Ini' sudah cukup untuk mengusir para Level 0 itu."

Pada saat itu, percikan putih-biru melesat dari rambut depannya, dan seperti tombak, petir itu menyerang Kamijou.

Hal seperti "menghindar" adalah tidak mungkin; lawannya adalah kilatan putih-biru yang ditembakkan dari rambut ahoge si Level 5. Ini sama seperti melihat petir datang dengan kecepatan cahaya dan mencoba untuk menghindarinya.

Duaar! Sebuah ledakan terjadi satu momen setelahnya.

Untuk melindungi wajahnya, ia dengan refleks mengangkat tangan kanannya, yang menabrak tombak petir dan mengaduk-aduk isi perutnya. Serangan itu tercerai-berai ke berbagai arah seperti percikan, dan menghantam kerangka besi jembatan.


...Atau sepertinya begitu.

"Jadi, mengapa kau tidak terluka sama sekali?"

Kata-katanya santai, tetapi gadis tersebut melotot ke arah Kamijou sembari menunjukkan gigi taringnya.

Arus listrik bertegangan tinggi yang tercerai-berai ke sekeliling mempunyai energi yang dapat melelehkan kerangka besi jembatan; walaupun begitu, tangan kanan Kamijou, yang menerima serangan langsung, tidak apa-apa. Bahkan tidak ada satu pun bekas terbakar.

Tangan kanan Kamijou dengan sempurna menangkis tembakan petir yang berkekuatan ratusan juta volts.

"Sebenarnya, apa sih ini? Kemampuan seperti ini bahkan tidak tercatat di bank data Academy City. Jika aku adalah jenius 1 di antara 328.571, lalu bukankah kamu, satu-satunya di Academy City, bencana 1 di antara 2.300.000 ?"

Sang gadis bergumam getir. Kamijou tidak menjawabnya.

"Jika aku bertarung dengan mempertimbangkan hal itu, mungkin saja aku bisa meningkatkan levelku. Kamu juga berpikir begitu, 'kan?"

"...Meskipun begitu, kau tetap saja selalu kalah."

Respon langsung yang berasal dari kening gadis itu berupa "serangan tombak petir", datang menyerang dengan kecepatan sedikit melebihi kecepatan suara.

Namun, itu pun juga pecah, tersebar ke berbagai arah seketika itu menghantam tangan kanan Kamijou. Seperti menepis balon air ke samping.

Imagine Breaker.

Kekuatan psikis ini, mulai dari yang sering menjadi bahan tertawaan program televisi publik sampai dengan yang dibuat dengan berbagai berbagai rumus oleh Academy City. Segala sesuatu yang menggunakan kekuatan supernatural semacam itu, bahkan keajaiban Tuhan sekalipun, maka Imagine Breaker dapat meniadakannya tanpa masalah.

Tidak terkecuali kekuatan supernatural si gadis, Railgun.

Tetapi, Imagine Breaker Kamijou hanya berlaku pada kekuatan supernatural seperti itu. Secara sederhana, kemampuannya tersebut dapat melindunginya dari bola api seorang esper, tapi bukan pecahan beton yang diakibatkan oleh hantaman bola api pada beton-beton di sekitarnya, Keefektifan-nya pun terbatas dari "pergelangan tangan kanan dan seterusnya"; jika tempat lain yang terkena, dia akan tetap terbakar.

Akan mati! Sungguh akan mati! Benar benar akan mati! Kyaaaa!! Demikian pikirnya.

Kamijou Touma mulai menjadi kaku, namun berhasil untuk mempertahankan wajah yang tenang. Meskipun dia berhasil mengangkat tangan kanannya dan berhasil meniadakan kecepatan suara "serangan tombak petir", itu hanya kebetulan di mana serangannya bertabrakan dengan tangan kanannya.

Jantungnya berdebar, Kamijou mati-matian meluruskan segalanya dengan senyum dewasa.

"Apa yang harus kukatakan... Kemalangan, eh?"

Dan begitulah bagaimana Kamijou menutup hari tersebut, satu hari itu, 19 July.

Dengan satu kalimat, dia benar benar terlihat seperti sedang berduka untuk dunia ini.

"Untukmu, itu hampir benar, bukan?"


Chapter 1 : Penyihir Mendarat di Kota. FAIR,_Occasionally_GIRL.[edit]

Part 1[edit]

Lahir di antara 20 Januari dan 18 Februari, kamu tidak bisa dihentikan, tidak peduli dalam cinta, bisnis, ataupun keberuntungan! Tidak peduli apa pun yang kamu lakukan, pasti hasilnya baik, jadi belilah tiket lotre! Tapi, hanya karena kamu populer, jangan berpacaran dengan tiga atau empat gadis sekaligus…

“Ok, ok … aku sudah tahu hasilnya akan seperti ini, aku tahu.”

20 Juli, hari pertama liburan musim panas.

Dalam suatu ruangan asrama di “Kota Akademi” yang AC-nya rusak, udara panas mengalir masuk memenuhi tempat tertutup itu, menyebabkan Kamijou Touma tidak bisa melakukan apa-apa. Sepertinya alasannya adalah ada sambaran petir yang menghancurkan lebih dari 80% perangkat listrik kota, termasuk kulkasnya sehingga makanan di dalamnya membusuk. Dia ingin makan mi instan, tapi malah jatuh ke baskom. Baik, dia harus keluar dan makan. Tapi, ketika sedang mencari dompetnya, dia menginjak kartu ATM-nya, merusaknya. Dia bermaksud untuk melanjutkan tidur, tapi menerima panggilan kasih sayang dari wali kelasnya, dan mendengar, “Kamijou-chan yang bodoh, waktunya pelajaran tambahan♥ “.

Dia tahu bahwa horoskop yang berkelip di ujung laporan cuaca di layar TV tidak akan akurat. Tapi tak seorang pun bisa tertawa atas perbedaan yang sangat jauh itu.

“Aku tahu, aku tahu hasilnya akan seperti ini … Tapi apa aku tidak bisa mengeluh sedikit saja?”

Horoskop untuknya tidak pernah akurat. Dia tidak pernah merasakan jimat keberuntungan bekerja; inilah kehidupan sehari–hari Kamijou Touma. Awalnya, dia berpikir bahwa kesialannya juga berlangsung dalam keluarganya, tapi ternyata ayahnya memenangkan tempat keempat pada hadiah lotre sebelumnya (sekitar 100.000 yen). Ibunya pernah memenangkan mesin penjual otomatis secara terus–menerus, dan akhirnya memainkannya tanpa henti. Dia lalu mulai curiga apakah dia benar–benar anak mereka, tapi setelah berpikir lebih jauh, dia ingat dia tidak punya adik, dan tidak ada yang meneruskan “garis keturunan” mereka. Bagaimana bisa mereka menghadapinya?

Bagaimanapun, Kamijou Touma itu selalu sial.

Begitu sialnya sampai hidupnya bagai lelucon.

Tetapi, Kamijou Touma tidak akan pesimis selamanya.

Kamijou tidak pernah sekali pun mengandalkan “keberuntungan”, yang membuatnya sangat mudah menyesuaikan diri.

“Baik. Sekarang, aku harus mengurus kartu ATM dan kulkas.”

Kamijou menggaruk kepalanya sambil melihat–lihat kamarnya. Dia bisa mengganti kartu ATM selama dia punya rekening, tapi yang bermasalah adalah kulkasnya. Bukan, masalah yang paling mendesak adalah sarapannya. Di samping itu, pelajaran tambahan pada dasarnya hanya program pengembangan kekuatan, jadi dia akan dipaksa minum tablet atau semacamnya; Meminumnya di saat perut kosong tentu bukanlah ide yang bagus.

Aku mungkin akan ke toko serba ada dan beli sesuatu, pikir Kamijou sambil melepas kaos yang telah dipakainya sebagai piyama, dan berganti ke seragam musim panasnya. Seperti semua anak tanpa otak lainnya, Kamijou menghabiskan semalaman penuh untuk berpesta merayakan hari pertama liburannya seperti orang sedang mabuk, dan sekarang, kepalanya sakit karena kurang tidur.

“Membolos pelajaran selama 4 bulan dalam satu semester, dan hanya perlu ikut kelas tambahan selama seminggu? Ini pertukaran yang bagus.” Kamijou mencoba untuk berpikir positif.

“Cuacanya bagus, sebaiknya kujemur futonku...” Kamijou berbicara sendiri sambil mengumpulkan suasana hati positif, dan membuka pintu geser ke balkon. Jika dia membiarkan futonnya disinari matahari sekarang, futonnya akan kering dan lembut saat dia kembali dari pelajaran tambahan.

Setelah dilihat baik – baik, tembok blok tetangga jaraknya hanya sekitar 2 meter dari balkon pada lantai 7 ini.

“Kenapa langit begitu biru~? Kenapa masa depan begitu gelap~?” Kamijou menyanyi untuk dirinya sendiri.

Sangat menyedihkan. Awalnya dia bermaksud untuk menghibur dirinya sendiri. Tapi, ternyata memaksakan dirinya untuk menyanyikan lagu tersebut dengan riang gembira hanya membuatnya makin sedih.

Di samping itu, dia hanya membuat lelucon sendirian; tidak ada orang yang membetulkannya. Kesepian ini betul–betul bisa dipahami. Meskipun begitu, Kamijou masih tetap melipat futonnya, dan membawanya keluar. Jika dia bahkan tidak bisa membawa futon, dia betul–betul menyedihkan.

Pada saat itu, Kamijou tiba–tiba menginjak sesuatu yang lembut dan berair. Melihatnya dekat–dekat, dia sadar bahwa itu adalah roti yakisoba yang dibungkus plastik. Karena sudah dikeluarkan dari kulkas, seharusnya roti itu sudah busuk sekarang.

“Semoga tidak akan hujan tiba – tiba... “

Ini adalah firasat buruk yang datang dari hatinya, tapi Kamijou tetap membawa futonnya ke balkon.

Pada saat itu, Kamijou melihat bahwa sudah ada futon di balkon.

“?”

Meskipun tempat ini adalah asrama murid, struktur bangunannya mirip dengan apartemen bertingkat tinggi biasa. Kamijou tinggal di satu ruangan, yang berarti tidak seharusnya ada orang lain yang akan menjemur futon di sini.

Dilihat baik–baik, dia sadar bahwa benda yang dijemur itu bukan futon.

Benda itu adalah seorang gadis berpakaian putih.

“Ah?!”

Futon jatuh dari tangannya, dan mendarat di tanah. Ini aneh, betul – betul bodoh. Gadis ini sepertinya dalam keadaan koma karena pinggangnya terbaring di balkon, tubuhnya membengkok setengah, dan bagian tubuhnya tergantung ke bawah.

Dia berumur... mungkin 14 atau 15? Selain itu, dia sepertinya berumur lebih muda dari Kamijou kira–kira 1 atau 2 tahun. Dia pasti orang asing karena tidak hanya kulitnya sangat putih tapi rambutnya juga... tidak, warnanya perak. Rambutnya sangat panjang, dan karena tubuhnya membengkok ke bawah, wajahnya tertutup, jadi dia tidak bisa melihat wajahnya. Jika gadis itu berdiri, rambutnya mungkin mencapai pinggang, 'kan?


“Wa, ini pertama kalinya aku bertemu Suster[3]… tidak, yang kumaksud bukan adik perempuan.”

Baju itu apa namanya? Jubah suster? Di samping itu, baju itu seharusnya hanya dipakai suster gereja. Baju itu terlihat seperti gaun panjang dari Barat dan panjangnya bisa mencapai pergelangan kaki. Dia juga memakai kerudung yang menutupi kepalanya. Jubah suster biasanya berwarna hitam, tapi jubah gadis ini putih bersih. Bahan untuk membuatnya seharusnya sutra, tapi jubah itu rasanya sangat berbeda dari yang lain. Ada sulaman warna emas dijahit pada setiap tepinya. Kamijou tak bisa memercayai seberapa berbedanya kesan yang diberikan hanya karena perbedaan warna pada pakaian yang desainnya sama persis.

Jari indah gadis itu tiba–tiba bergerak.

Kepalanya pelan–pelan naik. Rambutnya yang seperti sutra bergerak ke samping secara alami, dan seperti tirai yang ditarik ke atas, wajah gadis itu terlihat di depan Kamijou.

Uuu... WAAHH!!!

Gadis ini terlihat manis juga. Mata hijaunya cocok dengan kulit putihnya, yang membuat Kamijou merasa seperti itu adalah karena ini adalah hal baru. Gadis itu terlihat seperti boneka.

Tapi, yang membuat Kamijou panik bukan kemanisannya.

Alasannya adalah karena dia 'orang asing'. Kemampuan berbahasa Inggris Kamijou itu sesuai dengan kritik yang dikatakan oleh guru Bahasa Inggrisnya, “Jangan pernah sekali pun berbicara dengan orang asing!!” Jika gadis ini yang berasal dari luar negeri adalah seorang penjual bulu atau alat kontrasepsi lain, sepertinya tanpa sadar Kamijou akan menghabiskan sedikit uangnya.

“Aku...”

Bibir gadis yang manis dan entah kenapa kering itu perlahan mengucapkan beberapa kata.

Kamijou mengambil langkah mundur. Nyek! Suara itu muncul ketika dia sekali lagi menginjak roti yakisobanya.

“Aku lapar.”

“...”

Sekejap, Kamijou berpikir bahwa dia benar–benar bodoh untuk mendengar bahasa asing gadis itu seperti bahasa Jepang. Seperti murid bodoh yang menyanyi secara acak meski tidak tahu liriknya.

“Aku lapar.”

“...”

“Aku lapar.”

“...”

“Aku bilang... aku lapar...”

Melihat ini Kamijou mempertahankan keadaan bekunya, gadis berambut perak itu seperti mengungkapkan ketidakpuasannya.

Ini suram, betul – betul suram. Kenapa dia merasa bahwa gadis itu berbicara bahasa Jepang?

“Ah... Mmm...” Kamijou menatap gadis di atas pagar balkon dan berkata, “Apa sekarang? Apakah kamu ingin mengatakan kalau kamu roboh karena kecapekan?”

“Mungkin lebih tepat dikatakan kalo aku sudah roboh dan hampir mati ”

“...” Gadis ini benar–benar lancar berbahasa Jepang.

“Hei, aku akan sangat berterima kasih jika kamu mau mengisi perutku.”

Kamijou melihat roti yakisoba yang sudah busuk dan diinjaknya.

Dia memutuskan bahwa tak peduli dari mana gadis ini berasal, dia tidak akan mau terlibat dengannya. Kamijou berpikir liar, 'Kenapa aku tidak membantunya mencapai kebahagiaan di tempat yang sangat, sangat jauh?' Dia membawa roti yakisoba yang berair itu, lengkap dengan bungkus plastiknya, ke dekat mulut gadis itu. Kamijou berpikir, 'Setelah mencium ini, bahkan seorang gila pun akan lari jauh, jauh sekali, 'kan?' Seperti di Kyoto, jika pemilik rumah menuang teh di atas nasi, itu artinya dia bermaksud untuk “ mengusir pengunjungnya” —

“Terima kasih, aku makan.”

DIa melahap roti, pembungkus plastik, dan tangan Kamijou.

Hanya seperti itu, dengan tangisan kesialan, Kamijou memulai hari baru dalam hidupnya.

Part 2[edit]

“Pertama–tama, biarkan aku memperkenalkan diri.”

“…Kenapa tidak menjelaskan alasanmu menggantung di balkonku—?”

“Namaku Index.”

“Seperti orang bakal percaya saja jika itu adalah nama asli! Apa itu ‘Index’? Memangnya kau daftar isi?”

“Seperti yang kaulihat, aku berasal dari gereja. Ah, ini adalah hal penting: Aku bukan bagian dari Vatikan, tapi dari Anglikan.”

“Aku tidak peduli apa yang kaukatakan. Dan juga, jangan hindari pertanyaanku!”

“Memangnya tidak cukup jika kubilang Index? Ah, nama sihirku adalah Dedicatus545.”

“Oi? Halo, halo? Boleh aku tahu dari planet mana aku mendapat saluran ini?”

Melihat Kamijou memasukkan jarinya ke telinganya sendiri dengan santai, Index menggigit kuku ibu jarinya. Sepertinya menggigit jarinya sendiri adalah kebiasaannya.

Kenapa aku harus duduk dengan sopan dan berhadap-hadapan dengannya di depan meja kaca ini? Seperti orang mau dijodohkan saja, pikir Kamijou.

Sekarang ini, Kamijou seharusnya siap–siap ke sekolah untuk mengikuti kelas tambahan musim panasnya, tapi dia tidak ingin meninggalkan gadis misterius ini di kamarnya.

Dan hal terburuk adalah gadis berambut perak yang menyebut dirinya Index ini sepertinya menyukai kamarnya, terlihat dari gelagatnya yang ingin bermalas-malasan di lantai kamar ini.

Mungkin ini salah satu 'kesialan' yang ditarik Kamijou? Jika iya, ini buruk.

Index v01 031.jpg

“Jadi, jika kamu bisa mengisi perutku, aku akan sangat beterima kasih.”

“Kenapa aku harus melakukan itu? Apa gunanya meningkatkan cara pandangmu terhadapku? Jika aku akan memulai kejadian aneh dan sampai ke ‘rute Index’, lebih baik aku mati saja!!”

"Emm… apa itu bahasa gaul? Maaf, aku tidak mengerti yang kaukatakan.”

Sudah dapat diduga bahwa orang asing tidak mengerti budaya otaku Jepang.[4]

“Tapi jika kamu mau mengusirku, aku mungkin akan pingsan setelah berjalan 3 langkah, 'kan?” tanya gadis itu.

“Kamu akan pingsan…? Itu bukan urusanku.”

“Jika itu terjadi, aku akan menggunakan sisa-sisa tenagaku untuk menulis pesan kematian. Ya, itu adalah fotomu.”

“Apa…?”

“Jika aku diselamatkan seseorang, aku akan berbohong kalu aku dikunci di kamar ini, disiksa habis – habisan… dan bahkan aku bisa berkata kau memaksaku memakai pakaian ini.”

“Kau berani mengancamku!? Kamu ternyata juga cukup tahu, 'kan!!?”

“?”

Index memiringkan kepalanya, memperlihatkan wajah bingung. Dia seperti anak kucing yang baru saja melihat cermin untuk pertama kalinya.

Gadis itu sukses membuat Kamijou jengkel. Kamijou merasa hanya dirinya saja yang kebagian tidak enaknya.

Tunggu saja! Kau ingin makan, 'kan!? Kamijou berlari ke dapur dengan marah. Makanan dalam kulkas sudah busuk, jadi dia mungkin akan memenuhi mulut gadis itu dengan makanan itu. Kamijou tidak akan merasa rugi. Maka, Kamijou menuangkan makanan sisa itu ke dalam panci, dan menggorengnya seperti sayuran. Jika dia memanaskannya, tidak seorang pun akan mati, 'kan?

Coba pikir, dari mana gadis ini datang?

Meskipun ada orang asing di Academy City, gadis ini tidak mempunyai “aura” yang dimiliki penduduk sini. Tapi, jika dia datang dari luar, itu juga aneh.

Academy City adalah kota yang terdiri dari ratusan sekolah. Tapi sebenarnya lebih tepat dikatakan sekolah asrama yang sebesar kota. Academy City menempati sepertiga tanah Tokyo dan dikelilingi tembok seperti Tembok Raksasa Cina. Meskipun tidak seketat penjara, tidak mudah untuk masuk ke dalam.

...Atau begitulah yang kelihatannya. Sebenarnya suatu universitas teknik telah meluncurkan 3 satelit untuk memonitor Academy City sepanjang waktu dalam samaran sebuah eksperimen. Setiap orang yang keluar-masuk kota akan dilacak dan diselidiki. Jika satelit itu menemukan seseorang mencurigakan yang tidak cocok dengan data di gerbang kota, Anti-Skill dan anggota Judgement dari setiap sekolah akan dikerahkan…

Mungkin ini gara–gara gadis listrik yang mengeluarkan badai petir sehingga gadis aneh ini tidak ditemukan? pikir Kamijou.

“Oh, ya, kenapa kamu bergantungan di pagar balkonku?”

Kamijou bertanya pada gadis itu sambil menuangkan kecap ke dalam wajan makanan jahat itu.

“Aku tidak bergantungan di sana.”

“Lalu apa? Jangan katakan kamu dibawa angin dan mendarat di sini?”

“…Boleh dibilang begitu.”

Kamijou, yang hanya bercanda, dengan tajam membelokkan kepalanya untuk menatap gadis itu.

“Aku ingin loncat dari atap gedung itu ke atap gedung ini, tapi aku jatuh.”

Atap? Kamijou melihat langit – langit.

Daerah ini adalah tempat dibangunnya asrama murah bagi siswa. Gedung setinggi delapan tingkat diatur berderet-deret. Hanya dari melihat balkon saja, seseorang akan tahu jarak antaratap hanya sekitar dua meter. Bukannya tidak mungkin untuk meloncat dari atap ke atap, tapi…

“Apa kau serius? Tinggi atapnya delapan tingkat! Kamu akan mati jika tidak hati–hati!”

“Yeah, orang yang mati karena bunuh diri juga tidak akan diberi kuburan.”

Index memberi jawaban yang membingungkan, dan melanjutkan,

“Tapi tidak ada pilihan lain; Aku harus melakukannya supaya bisa kabur.”

“Ka...bur?”

Mendengar kata yang memiliki arti berbahaya itu, Kamijou secara tidak sengaja mengerutkan dahinya. Tapi Index memberi jawaban “Nn” seperti anak kecil, dan melanjutkan,

“Aku sedang dikejar-kejar.”

“...“

Tangan yang menggerakkan wajan berhenti dengan sendirinya.

“Sebetulnya, aku bisa saja loncat, tapi seseorang menyerangku dari belakang ketika sedang meloncat.”

Gadis yang menyebut dirinya Index terlihat tersenyum.

“Karena itulah, aku jatuh dan mendarat di pagar balkonmu. Maaf.”

Meskipun dia tidak mengejek dirinya sendiri atau membuatnya terdengar ironis, dia hanya memberi Kamijou Touma sebuah senyuman yang murni tanpa rasa bersalah.

“’Diserang’...?”

“Hm? Ah... Jangan khawatir dengan lukaku. Pakaian ini juga berfungsi sebagai barrier pertahanan.”

“Apa itu barrier pertahanan? Apakah itu pakaian anti peluru?”

Gadis itu berputar seperti sedang memamerkan baju yang baru dibelinya. Dia tidak terlihat terluka. Tapi, apa benar dia ‘diserang’? Jika semua ini hanyalah imajinasinya, mungkin lebih bisa dipercaya.

Namun demikian...

Faktanya adalah dia benar-benar menggantung di pagar balkon lantai tujuh Kamijou.

Jika begitu, apakah cerita gadis itu benar?

‘Siapa’ yang menyerangnya?

Kamijou mulai merenung.

Seberapa banyak keberanian yang dibutuhkan orang untuk meloncat dari gedung bertingkat delapan ke gedung lain? Seberapa beruntungnyakah dia bergantung di pagar balkon pada lantai tujuh? Apa maksudnya dia masih tanpa luka?

Seseorang sedang mengejarku, kata gadis itu tadi.

Index mengatakan ini sambil tersenyum. Seberapa rumitkah cerita di balik senyumnya?

Kamijou betul–betul tidak tahu apa yang dialami Index, jadi dia tidak mengerti kata–katanya sama sekali. Bahkan jika Index menjelaskan semuanya dari awal, paling baik dia hanya bisa mengerti setengahnya. Sisa setengahnya tidak akan dia mengerti sekeras apa pun dia mencoba.

Tapi Kamijou mengerti sesuatu.

Itu adalah dia sudah bergantungan di pagar balkon di lantai tujuh. Jika dia tidak hati–hati, dia bisa saja mendarat di jalanan aspal. Ini membuat Kamijou khawatir.

“Makan.”

Wajah Index muncul dari belakang Kamijou. Dia menggenggam sumpit dengan tangannya. Sepertinya dia tidak tahu bagaimana cara memakai sumpit meskipun dia bisa berbicara bahasa Jepang dengan lancarnya.

Dia menatap wajan dengan semangat. Ekspresi wajahnya seperti kucing yang baru saja diambil dari kardus pada hari hujan.

“...Ah... “

Di wajan, makanannya tidak berbeda dari sampah, ‘sayuran goreng’(dengan racun di dalamnya).

Melihat gadis lapar ini, Kamijou merasa nurani malaikat yang ada pada dirinya (yang muncul bersamaan dengan iblis yang seperti dirinya) bergulat kesakitan.

“Ah... eh ... aku ... aku... . Karena kamu sangat lapar, tolong jangan makan makanan sisa yang menjijikkan ini. Kenapa kita tidak ke restoran keluarga? Atau mungkin kita bisa pesan antar?”

“Aku tidak bisa menunggu.”

“Ah... mm... “

“Kelihatannya juga tidak buruk. Ini adalah sesuatu yang kamu buat tanpa meminta imbalan, jadi seharusnya rasanya enak.”

Pada waktu itu, Index benar–benar seperti seorang suster, memberikan senyum yang berseri–seri.

Tanpa mempedulikan Kamijou, yang perutnya bergejolak, Index mengepalkan tangannya, dan menyendok makanan dari wajan dengan sumpitnya.

Kunyah.

“Lihat, rasanya tidak terlalu buruk.”

“Be... benarkah?”

Kunyah.

“Kamu sepertinya penuh perhatian ya, membuat makanan asam untuk melegakan kelelahanku, kan?”

“Eh? Eh... a... asam?”

Kunyah.

“Jangan khawatir, aku berani makan makanan asam. Terima kasih; kau seperti seorang kakak laki–laki.”

Dengan senyum yang berseri–seri, Index tetap melanjutkan makan, ada tauge di wajahnya.

“...Wo.. UUU... WOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!!”

Kamijou dengan cepat mengangkat wajan dengan kecepatan supersonik. Dia melihat Index, yang sangat kurang puas, sambil berpikir bahwa dia akan ke neraka sendiri.

“Kamu juga lapar?”

“... Ah?”

“Kalau tidak, bisakah kamu memberiku sayuran itu? Aku tidak bisa menunggu... “

Index melihat Kamijou, mulutnya menggigit ujung sumpitnya. Melihat Index seperti ini, Kamijou bertekad.

Ini kemauan Tuhan. Tuhan menyuruhnya menyelesaikan apa yang dia mulai.

Kali ini, ini bukan kesialannya; ini kesalahannya sendiri.

Part 3[edit]

Kamijou Touma menuangkan ‘sampah’ panas ke dalam mulutnya, menunjukkan sebuah senyuman.

Namun, gadis yang menyebut dirinya Index menunjukkan wajah tidak senangnya sambil mengerikiti biskuit. Cara dia memegang kedua biskuit dengan kedua tangannya sambil mengerikitinya membuat dia terlihat seperti tupai.

“... Oh, ya, katamu ada seseorang yang mengeja-ngejarmu. Siapa dia?”

Kamijou, yang akhirnya kembali dari neraka, tiba–tiba menanyakan pertanyaan paling penting.

Tentu saja, Kamijou tidak akan begitu pedulinya pada gadis yang baru dia kenal selama tiga puluh menit, tapi sudah terlambat baginya untuk tidak ikut terlibat dalam masalah gadis tersebut.

Aku akan berpura-pura ramah, pikir Kamijou. Meskipun dia tidak bisa membantunya memecahkan masalah, paling tidak dia bisa berkata bahwa dia sudah mencoba.

“Mm... “

Gadis itu berkata dengan suara yang haus,

“Aku tidak tahu—mungkin Rosicrucians atau S∴M∴ aka Stella Matutina. Kupikir grup semacam itulah, sayangnya aku belum tahu nama mereka... dan nama tidak ada artinya bagi mereka.”

“’Mereka’?”

Kamijou mengulanginya dengan sikap bingung. Musuhnya adalah organisasi? Suatu kelompok?

Tapi Index, yang sedang dikejar, terlihat tenang. Setelah memberikan “Mn” untuk menegaskannya, dia berkata,

“Mereka adalah asosiasi sihir.”

...

“Eh? Sihir... ? Emm... apa itu tipuan? Apa aku salah dengar?”

“Ah... eh... ? Emm... apa bahasa Jepangku aneh? Maksudku magic(=sihir). Sebuah asosiasi sihir.

“...”

Sekarang karena dia menjelaskan dalam bahasa Inggris, Kamijou semakin bingung.

“Apa itu? Apa kau membicarakan suatu organisasi baru yang menggunakan ajaran agama misterius baru untuk berkhotbah di depan umum, mengatakan, ‘Kalian yang tidak percaya akan menderita karena kemarahan Tuhan.’ Dan memaksa mereka untuk makan suatu obat aneh sebelum mencuci otak mereka? Kedengarannya berbahaya.”

“... Sepertinya, aku merasa kau mempermainkanku.”

“Uh...”

“... Kau mempermainkanku, kan?”

“... Maaf, ini tidak mungkin. Aku betul–betul tidak bisa percaya keberadaan sihir. Aku akrab dengan kekuatan supernatural seperti menyalakan api atau melihat tembus pandang, tapi sihir... Aku betul–betul tidak bisa percaya.”

“...?”

Index memiringkan kepalanya dan merenung.

Jika ada orang biasa yang dengan tegas percaya bahwa llmu pengetahuan bisa memecahkan segalanya, dia akan berteriak, “Di dunia ini tidak ada hal yang tidak bisa dibuktikan ilmu pengetahuan!!”

Namun demikian, tangan kanan Kamijou betul-betul mempunyai suatu kekuatan spesial.

Selama dia punya kekuatan spesial aneh yang disebut Imagine Breaker, bahkan keajaiban yang hanya muncul di mitos akan terhapus selama itu hanyalah kekuatan supernatural.

"Kekuatan supernatural adalah hal biasa di Academy City. Dengan menyuntikkan obat ke dalam pembuluh darah, membiarkan listrik merambat ke leher, dan memperdengarkan suatu ritme khusus dari headset, semua otak bisa “berkembang”. Semua bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan, jadi siapa yang bisa menolak keberadaannya?

“Aku tidak mengerti apa yang kaukatakan.”

“Kau tidak harus mengerti! Semua tahu, tidak diragukan lagi bahwa kekuatan super itu nyata!”

“Lalu kenapa sihir tidak... ? Tidak diragukan juga bahwa sihir itu nyata!”

Index terlihat sangat tidak senang. Pandangannya seperti orang yang hewan peliharaannya dikritik orang lain sebagai kucing kampungan.

“Eh... biar kukatakan ini. Kamu tahu janken?[5] Eh, tunggu, itu budaya global, 'kan?”

“... Sepertinya suatu bentuk budaya Jepang, tapi aku tahu itu.”

“Jika aku kalah sepuluh kali dari sepuluh kali janken, apa kaupikir ada alasan?”

“... Wu...”

Tidak ada alasan, 'kan? Tapi manusia akan percaya bahwa ada sesuatu yang bekerja!

Kamijou berkata dalam nada tidak tertarik,

“Kebanyakan orang biasa akan berpikir, 'Kenapa aku begitu sial?' dan bertanya–tanya apakah ada kekuatan yang tidak terlihat di sekitarnya. Ketika seseorang berpikir seperti itu dan menghubungkannya dengan astrologi, apa yang akan terjadi?”

“... Seperti, 'Zodiakmu Cancer, dan kamu sangat sial sekarang, lebih baik jangan berjudi', atau hal–hal lain macam itu, 'kan?”

“Segala macam 'sihir, kekuatan misterius' yang terjadi di sekitar kita berkembang seperti itu. Manusia membayangkan bahwa ada suatu kekuatan tidak terlihat yang menentukan keberuntungan mereka, dan akan percaya kalau hal–hal sepele semuanya adalah hasil kerja takdir; inilah sihir.”

Index mengerutkan bibirnya seperti kucing yang tidak senang. Setelah sementara waktu, dia berkata,

“... Sepertinya kau tidak punya alasan untuk percaya pada sihir.”

“Yap. Tapi karena aku serius memikirkannya, aku tidak bisa percaya kata–kata bodoh itu. Siapa yang percaya keberadaan penyihir yang hanya ada di dongeng? Jika kamu bisa menghabiskan MP-mu untuk membangkitkan orang mati, siapa yang mau mengembangkan kekuatan spesial? Bagaimana mungkin aku percaya 'sihir' yang tidak punya bukti alamiah di belakangnya?”

Mereka yang menganggap kemampuan paranormal sebagai sesuatu yang ganjil dan misterius hanyalah orang bodoh.

Di Academy City, kemampuan paranormal termasuk pengetahuan umum dan bisa dijelaskan oleh Ilmu Pengetahuan.

“... Tapi sihir benar–benar ada!”

Index mengerutkan bibirnya. Mungkin sihir itu seperti pilar rohani baginya, seperti Imagine Breaker untuk Kamijou.

“Baiklah, terserah yang kaukatakan. Lalu kenapa mereka mengejarmu?”

“Sihir betul–betul ada!”

“...”

“Sihir betul–betul ada!”

Sepertinya dia ingin Kamijou untuk mengakuinya tidak peduli seperti apa pun caranya.

“Baik, beri tahu aku, apa itu sihir? Bisakah kamu menembak bola api dari tanganmu? Bahkan tanpa melewati pelajaran kekuatan super, bisakah kamu menembak bola api? Coba lakukan di depanku dan aku mungkin akan percaya.

“Aku tidak punya mana, jadi aku tidak bisa pakai sihir.”

“...”

Apa bedanya dengan seorang pengguna kekuatan gadungan mengatakan, “Kamera akan menggangguku, jadi aku tidak bisa membengkokkan sendok”?

Di samping itu, pikiran Kamijou juga agak bingung.

Meski dia berkata bahwa tidak ada hal seperti sihir, Kamijou tidak sepenuhnya mengerti kemampuan tangan kanannya, Imagine Breaker. Bagaimana bisa? Kekuatan apa yang tidak terlihat dalam ruang itu? Bahkan di Academy City, yang merupakan pihak paling berwenang dalam mengembangkan kemampuan esper, tidak dapat menjelaskan kemampuan Kamijou hanya melalui pemeriksaan tubuh, yang menyebabkan dia dicap sebagai esper “Level 0”.

Selain itu, dia tidak mendapat kekuatannya dari program pengembangan ilmu pengetahuan; tapi, itu adalah kekuatan yang melekat pada tangan kanannya sejak dia lahir.

Meski dia selalu berkata bahwa tidak mungkin ada sihir di dunia ini, dia sendiri punya kekuatan aneh yang membantah semua logika.

... Tapi dia tidak bisa hanya membuat kesimpulan tanpa dasar 'karena kekuatan yang tidak dapat dijelaskan di dunia, maka sihir benar-benar ada' seperti itu saja.

“... Sihir itu ada!”

Kamijou mengeluh.

“Baik, aku akan menganggap sihir itu ada.”

“Menganggap?”

“Ya, kita anggap saja sihir itu ada.”

Kamijou mengabaikan gangguan Index dan melanjutkan,

“Lalu kenapa kamu dikejar orang–orang itu? Apakah ada hubungannya dengan pakaianmu?”

Kamijou merujuk pada jubah suster dari sutra yang bersulamkan emas dan berwarna putih bersih. Dengan kata lain, dia bertanya, “Apa ini melibatkan gereja?”

“... Karena aku adalah sebuah indeks.”[6]

“Apa?”

“Aku rasa mereka mengejar 103.000 grimoir yang kumiliki.”

...

“... Kenapa aku tambah bingung sekarang?”

“Kenapa kamu seperti tidak ingin peduli ketika aku belum menjelaskannya? Kamu agak tidak sabaran, ya?”

“Baik, akan kusimpulkan. Aku tidak tahu apa itu grimoir, tapi mereka hanya buku, kan? Seperti kamus?”

“Mm. Buku Eibon, Lemegeton, Buku Tanpa Nama, Buku Ritual Kanibal, Buku Orang Mati... ini contohnya. Necronomicon terlalu terkenal sehingga masih banyak imitasi lain di luar sana, jadi kurang bisa dijadikan pegangan.”

“Um... Aku tidak begitu peduli isi bukunya...”

Kamijou ingin mengatakan, “ini semua, 'kan, cuma omong kosong”, tapi menekan dirinya sendiri untuk menelan kata – kata ini.

“Katamu kau memiliki seratus ribu buku; di mana mereka?”

Setidaknya, dia ingin memperjelas hal itu. Seratus ribu buku bisa memenuhi satu perpustakaan penuh.

“Apa maksudmu kau punya kunci ke suatu gudang besar?”

“Tidak.”

Index menggelengkan kepalanya, dan berkata,

“Aku membawa semua 103.000 buku.”

...Apa? Kamijou mengerut.

“... Kau tidak mencoba bilang bahwa orang bodoh tidak bisa lihat, 'kan?”

“Jika tidak bodoh pun tetap tidak akan bisa melihatnya! Akan sia–sia jika orang dapat melihatnya.”

Setiap kata yang Index katakan sepertinya terlalu jauh; rasanya seperti dia sedang dipermainkan. Kamijou melihat ke kiri dan kanan, mencari buku tua yang terlihat seperti grimoir. Dia hanya bisa melihat majalah game, manga yang tersebar di lantai dan PR musim panas yang telah disingkirkan ke pojok ruangannya.

“... Huuhh...”

Kamijou, yang sudah dihibur fantasi Index, akhirnya tidak tahan lagi.

Mungkinkah skenario 'seseorang mengejarku' ini hanya imajinasi liar gadis itu? Jika iya, dan dia betul–betul lompat dari gedung bertingkat delapan, gagal, dan mendarat di pagar balkon... Baik, sebaiknya tidak terlibat dengannya.

“... Bukankah bertentangan kalau kamu percaya kekuatan supranatural tapi sihir tidak?” Index mengerutkan bibirnya dan mengatakan dengan tidak senang, “Apa hebatnya kemampuan supernatural, coba? Kau seharusnya tidak merendahkan yang lain hanya karena kau punya suatu kemampuan khusus.”

Kamijou dengan lembut mengeluh,

“Benar, kamu benar. Hanya dengan sedikit tipuan dan kita dikelompokkan menurut sistem level. Pemikiran seperti itu mengerikan!”

Kamijou merendahkan kepalanya, melihat tangan kanannya.

Tangan kanannya tidak bisa menembakkan api atau listrik, tidak bisa melepaskan cahaya, dan tidak bisa mengeluarkan suara. Dan tentu saja, tidak akan ada garis–garis aneh muncul di pergelangan tangannya. Tapi tangan kanan Kamijou bisa menghilangkan segala kekuatan supernatural. Tidak peduli sifat bawaannya atau tujuannya, bahkan keajaiban yang muncul di mitos akan dihancurkan.

“Untuk orang di kota ini, namun, kekuatan super sudah seperti dorongan dari pilar rohani. Jangan mencari–cari terlalu banyak kesalahan. Dan di samping itu, aku juga salah satu dari mereka.”

“Baguslah kalau kamu mengerti, idiot! Huh, kenapa kamu mengacaukan isi otakmu? Kamu bisa membengkokkan sendok dengan tanganmu.”

“...”

“Huh, apa yang bisa dipamerkan dari orang yang menyerahkan karakter alamiahnya untuk sesuatu yang jauh di dalam kulit?”

“...Bisakah aku menjejali mulut cerewetmu?”

“Ke- kekerasan tidak bisa menakutiku!” Index terlihat seperti kucing yang tidak senang, dan berkata, “Kamu bicara banyak tentang kekuatan super, tapi kamu tidak terlihat punya kekuatan itu sendiri!”

“... Eh, tentang itu... bagaimana aku mengatakannya?”

Kamijou merasa kesulitan.

Dia jarang punya kesempatan untuk menjelaskan Imagine Breaker ke orang lain. Bahkan jika pernah, karena kemampuannya hanya bereaksi pada kekuatan supernatural, jika orang lain tidak dapat menerima kenyataan bahwa kekuatan super ada, penjelasannya akan sia – sia saja.

“Unn, tangan kananku... ah, biar aku jelaskan. Ini alami; tidak ada pewarna buatan!”

“Oh.”

“Jika tangan kananku bersentuhan dengan...kekuatan khusus apa pun, baik bola api berkekuatan nuklir ataupun railgun, bahkan keajaiban dari Tuhan akan dihapus tanpa jejak.”

“...eh...”

“... Ekspresi apa itu? Kau seperti baru saja melihat katalog belanja untuk membeli kristal keberuntungan yang cantik!”

“Aduh... kamu, seorang ateis yang tidak pernah mengenal nama Tuhan, berkata bahwa keajaiban dari Tuhan akan terhapus.”

Untuk bepikir bahwa Index akan menggunakan jari kecilnya untuk menggali telinganya sambil tertawa sinis.

“...Ugh, ini membuatku kesal! Aku tidak suka dibodohi oleh gadis sihir palsu yang mengatakan bahwa sihir benar–benar ada, hanya saja tidak bisa membuktikannya membuatku panas...”

Mendengar Kamijou menggumam seperti itu, Index sepertinya juga marah.

“A-Aku bukan gadis sihir palsu! Sihir benar–benar ada!”

“Lalu buktikan padaku, kau pemakai kostum Haloween! Aku akan menggunakan Imagine Breaker-ku untuk mengancurkan sihirmu dan kita lihat siapa yang benar! Dasar anak imajinatif!”

“Baik, akan kutunjukkan!”

Index dengan marah mengangkat tangannya, “Ini! Pakaian ini! Pakaian ini adalah pelindung pertahanan paling mutakhir yang disebut Gereja Berjalan!”

Index mengangkat kedua tangannya, mebuat Kamijou melihat jubah suster yang membuatnya memikirkan cangkir teh kelas atas.

“Apa itu Gereja Berjalan?! Aku tidak mengerti sedikit pun dari hal yang kaukatakan! Semua yang kaukatakan adalah istilah–istilah aneh seperti indeks dan pelindung pertahanan! Bisakah kau menjelaskan dengan cara yang bisa kumengerti? Terlalu membingungkan! Tidak pernahkah kamu menjelaskan sesuatu yang mendalam dengan cara yang mudah dimengerti?”

“Kau... kau tidak pernah mencoba untuk mengerti, dan sekarang kau mengeluh padaku?”

Index mengayunkan tangannya dengan marah, “Sekarang, akan kubuktikan daripada hanya berbicara saja! Kamu bisa menggunakan pisau dapur untuk menusukku!”

“Baik! Akan kulakukan... tunggu... apa yang kaupikirkan?! Tentu saja aku akan menusukmu! Apa kau mencoba menjebakku?!”

“Ah! Kau tidak percaya padaku, 'kan?”

Index dengan semangat menggerakkan bahunya ke atas dan bawah, “Pakaian ini memasukkan semua unsur penting dari sebuah gereja, jadi bisa dibilang 'Gereja dalam bentuk pakaian'! Tenunan kainnya, jahitan garisnya, bahkan sulamannya juga. Semuanya direncanakan dengan hati–hati! Sebuah pisau dapur semata tidak akan menyakitiku sama sekali!”

“Aku pikir kamu hanya menggertak... jika aku benar-benar menusukmu, aku akan jadi berandalan remaja paling bodoh!”

“Kau tidak memercayaiku! Pakaian ini bisa menduplikat sama persis efeknya dengan Kain Kafan Suci dari Turin, pakaian yang dipakai seorang Santo ketika ditusuk oleh Tombak Longinus. Maka, kemapuan pertahanannya adalah kelas Paus. Dalam istilahmu, kekuatannya setingkat dengan perlindungan bom nuklir, 'kan? Tidak peduli apakah serangan fisik ataupun sihir, pakaian ini akan menerima, dan menyerapnya... Bukankah aku berkata aku mendarat di balkonmu karena aku diserang dari belakang? Jika aku tidak punya Gereja Berjalan ini, tubuhku pasti sudah berlubang! Apa kau mengerti?”

Gadis ini benar–benar cerewet.

Melihat pakaiannya dari sisi gelapnya, pendapat Kamijou tentang Index telah turun drastis ke yang terburuk.

“Benar, betul–betul mengesankan... tapi jika itu adalah kekuatan supernatural dan tangan kananku memegangnya, pakaianmu akan hilang, kan?”

“Itu jika kekuatanmu benar–benar nyata~ Hoho— “ Index tersenyum menghina.

Kamijou berpikir, aku ambil taruhannya! Dan memegang pundak Index dengan tangan kanannya.

Eh...?

Dia merasakan perasaan yang betul–betul aneh... seperti dia sedang mencoba untuk menangkap awan. Seperti semua benturan yang diserap spons lembut.

“...Tunggu sebentar...”

Kamijou, yang sudah tenang, mulai berpikir sesuatu.

Jika apa yang dikatakan Index, walau kedengarannya bodoh, itu benar dan pakaian yang disebut Gereja Berjalan ini betul–betul ditenun bersamaan dengan kekuatan supernatural, apa yang akan terjadi?

Jika kekuatan supernatural itu hancur, bukankah pakaian itu akan berantakan?

“TIDAKKKKK MUNGKINNNNNNNNN?!” Perasaan menginjak kedewasaan yang tiba–tiba membuat Kamijou bereaksi dengan teriakan.

...

...

...?

“— AAAAAHHHHHHHHHH... eh?”

Tidak ada yang terjadi.

Kamijou berpikir, sial, tadi itu membuatku khawatir saja. Meskipun dia juga merasa kasihan pada gadis itu.

“Lihat! 'Kan?! Imagine Breaker apaan? Tidak ada yang terjadi!” Index meletakkan tangannya di pinggangnya, mengangkat dada kecilnya, dan tersenyum.

Sekejap kemudian pakaian Index terurai seperti pita hadiah, menyebar di lantai.

Index v01 051.jpg

Benang yang menjaga jubah suster itu tetap utuh mengendur, dan jubah itu menjadi potongan-potongan kain. Hanya penutup kepalanya yang masih utuh, tapi mungkin itu karena penutup kepalanya tidak tersambung dengan pakaian yang dia sentuh. Sepenuhnya, membuat hal ini lebih menghina.

Index hanya berdiri di sana, tangannya di pinggang, dada kecilnya terangkat, dan tersenyum.

Tidak ada yang menutupi tubuhnya.

Part 4[edit]

Rupanya gadis bernama Index ini mempunyai kebiasaan menggigit orang jika marah.

“AW! AW! AW! Berhenti menggigitku! Apa kau pikir kau itu nyamuk dari perkemahan musim panas?!”

“...”

Dia tidak menjawab.

Index, yang hanya mengenakan selimut yang menutupinya, duduk tegak lurus di lantai, menggunakan setumpuk besar peniti dalam usaha yang telaten (dan sia–sia) untuk memperbaiki pakaian susternya kembali.

Suasana tidak menyenangkan dan mengerikan mendominasi ruangan.

Tentu saja, tidak seperti pembunuh berantai yang akan berjalan ke ruangan itu.

“ ... Emm, permisi, Tuan Putri? Maaf mengganggu, tapi ada kaos kecil dan celana pendek di sini... ”

“...”

Suster itu menatap kembali padanya, melotot seperti ular.

“... emm... Tuan Putri?”

Kamijou Touma merasa bahwa gadis di depannya memiliki banyak ekspresi wajah sambil mencoba untuk melanjutkan percakapan dengannya.

“... Apa?”

“Barusan itu salahku, ok?”

Kamijou mendapat balasan gadis itu dalam bentuk jam alarm terbang yang dilempar ke wajahnya. Ketika Kamijou berteriak kaget, sebuah bantal besar juga terbang. Setelah bantal, sebuah konsol game dan sebuah tape rekorder mini juga terbang dengan mengerikan.

“Bagaimana bisa kamu dengan santainya mengatakan hal seperti itu setelah hal memalukan ini?!”

“Emm... ini... itu... sebetulnya, pelayanmu lebih dari sedikit gugup sekarang ini. Bagaimana aku mengatakannya... 'Inilah masa muda!'?”

“Kau masih bercanda... uuuuuuuuuuuuu!”

“Ya! Ya! Aku minta maaf! Aku minta maaf! Aku minta maaf! … itu adalah kaset video yang kusewa, bukan saputangan! TOLONG JANGAN MENGGIGITNYA!”

Kamijou Touma bersujud di lantai dalam sikap yang berlebihan sambil meminta maaf pada gadis itu.

Sejujurnya, Kamijou, yang baru pertama kali dalam hidupnya melihat dengan mata kepalanya sendiri gadis yang telanjang bulat dalam kemuliaan, sangat gugup sampai rasanya hatinya sedang diremas.

Baguslah dia tidak bisa melihatnya dari mukaku, pikirnya. Tapi pikirannya, sialnya, hanya pikiran belaka. Jika dia melihat cermin, dia akan tahu kalau semuanya terbaca di wajahnya.

“Sudah jadi...”

Dengan suara isak dan pilek, Index menyelesaikan kerajinan pekerjaan rumah tangga yang kejam untuk mengembalikan pakaian suster itu ke bentuk semula. Setelah memutarnya untuk melihatnya...

… Hah. Pakaian suster dengan peniti yang berkelap–kelip dengan jumlah tak terhitung.

“... (Tetesan keringat)”

“Erm, apa kamu betul–betul akan memakai itu?”

“...”

“Apa kau betul–betul akan memakai tipuan yang seperti iron maiden ini?”

“... (Air mata).”

“Dalam bahasa Jepang disebut 'kasur jarum'.”

“... uu... uuuuuuuu!”

“Aku salah! Aku minta maaf!”

Kamijou tiba–tiba berlutut di lantai, memukulkan kepalanya ke lantai seperti bawang putih yang dihancurkan. Kontrasnya, Index seperti anak kecil yang diganggu sambil menggigit keras kabel TV. Jika dia meneruskannya, kabel itu akan putus di tengah–tengahnya. Sungguh kucing yang kasar.

“Aku harus memakainya! Aku, 'kan, masih seorang suster!”

Index membuat geraman aneh sambil memakai gaunnya di bawah selimut, meniru gerakan ulat. Bagian yang tidak tertutupi selimut hanyalah kepalanya, yang terlihat semerah bom.

“… Ah, caramu mengganti pakaian mengingatkanku akan pelajaran renang di sekolah-“

“Kenapa kamu masih melihat? Kamu seharusnya membalikkan kepalamu, 'kan?”

“Kamu tidak akan mati hanya karena aku melihatmu telanjang. Lagi pula, setalah terlihat tanpa busana, ganti baju saja bukan apa–apa.”

“…”

Index berhenti sebentar, tapi melihat Kamijou yang mungkin belum sadar atau belum percaya bahwa dia mengatakan sesuatu yang salah lagi, jadi dia melanjutkan memakai pakaiannya. Kerudungnya jatuh ke lantai, tapi sepertinya dia lebih fokus memakai bajunya dalam selimut jadi dia belum menyadarinya.

Kamijou tidak tahu apa yang akan dikatakannya, tapi dia tahu situasinya akan bertambah canggung jika tak seorang pun bicara. Seperti dalam elevator bersama orang asing.

Ketika Kamijou terus berharap dia bisa kabur dari kenyataan, sesuatu memotong garis paling depan pikirannya: pelajaran tambahan musim panas!

“Wah, sial! Aku ada pelajaran tambahan!”

Kamijou melihat jam tangannya, “ Ah… emm… aku harus ke sekolah sekarang. Apa yang akan kaulakukan? Jika mau tinggal di sini, aku akan memberimu kunci.”

Ide “mengusir gadis itu” sudah sepenuhnya hilang dari pikiran Kamijou.

Karena pakaian suster Index, Gereja Berjalan, bereaksi terhadap Imagine Breaker, Kamijou punya bukti bahwa pakaian Index betul–betul memiliki kekuatan supernatural. Kata–katanya tadi sudah tidak terdengar seperti fantasi lagi.

Dia berkata dia dikejar penyihir dan jatuh dari atap ke pagar balkon Kamijou.

Dia berkata dia harus terus berlari supaya nyawanya selamat.

Benarkah ada sekelompok penyihir yang datang dari dongeng dan mengacau di kota sains yang bahkan mengubah kekuatan supernatural menjadi kenyataan?

… Bahkan jika dia itu tidak benar, Kamijou ingin Index tinggal di sini dan menenangkan diri setelah melihatnya begitu kesulitan.

“… Tidak perlu. Aku akan pergi.”

Walaupun dia bicara seperti itu, Index memperlihatkan wajah kesulitan sambil pelan–pelan bangun dari lantai. Dia berjalan melewati Kamijou seperti hantu dan sepertinya dia lupa memakai kerudungnya yang jatuh ke lantai ketika dia memakai pakaian susternya. Kamijou ingin mengambil dan mengembalikan padanya, tapi takut kalau kekuatan tangan kanannya akan menghancurkan kerudung itu juga.

“Ah… emm… anu…”

“Hm? Jangan terlalu banyak berpikir!” Index menolehkan kepalanya, dan berkata, “aku tidak pergi karena aku marah; Aku pergi karena jika aku terlalu lama tinggal di sini, orang–orang itu mungkin kembali ke sini. Kamu tidak ingin kamarmu dihancurkan, 'kan?”

Mendengar Index mengatakan kata–kata mengerikan dengan mudahnya, Kamijou tidak tahu bagaimana untuk membalasnya.

Index pelan–pelan berjalan ke pintu masuk dan keluar. Kamijou mengejarnya dengan panik, berpikir bahwa dia seharusnya membantunya, jadi dia mengecek isi dompetnya. Tapi ternyata isinya cuma 320 yen. Meskipun begitu, Kamijou ingin menjaga Index di sini, di mana dia aman,jadi dia cepat–cepat berlari menuju pintu, tapi kakinya menyandung bingkai pintu.

“AH… AWWWWWWW! OOOOOOOOO!”

Index berbalik ke arah teriakan, dan melihat Kamijou memegang kakinya dan berteriak kesakitan. Sakit di kakinya membuatnya meloncat–loncat, menyebabkan telepon genggamnya jatuh ke lantai. Ketika Kamijou sadar semua sudah terlambat, dan sebuah retakan bisa didengar dari layar kaca HP-nya.

“Uuuuu… uuuuuuuuuuuuuuuuuuu… Aku benar-benar sial…”

“Mungkin bukan sial, melainkan kikuk?” Index tersenyum, “tapi karena Imagine Breaker-mu nyata, mungkin memang sudah seharusnya begitu, 'kan?”

“… Apa maksudmu?”

“Hm, ini adalah isu dari pihak Sihir, jadi mungkin kamu tidak akan percaya kalau aku mengatakannya,” Index tertawa sambil mengatakan, “jika perlindungan Tuhan dan benang merah takdir benar-benar ada, mereka akan dihancurkan oleh tangan kananmu juga.”

Index mengguncangkan pakaian susternya yang dipasangi peniti, berkata, “Seperti Gereja Berjalan yang aslinya memiliki kekuatan Tuhan. Pakaian ini merupakan perlindungan dari Tuhan.”

“Heh… apanya yang ‘beruntung’ atau ‘sial’? Bukankah itu hanya kemungkinan dan statistik? Bagaimana mungkin itu benar-“

Sebelum dia sempat menyelesaikan pernyataannya Kamijou merasakan listrik statis ketika dia menyetuh gagang pintu, mengagetkan Kamijou dan menyebabkan seluruh tubuhnya berguncang secara refleks. Ototnya gemetar dengan cara yang belum terbiasa, dan betis kanannya kram.

“—Uuuuuuu… “

Kamijou mengerang selama kira–kira enam detik.

“… erm … Suster-san…”

“Ya?”

“… Tolong jelaskan…”

“Logikanya sebutulnya cukup sederhana,” kata Index seolah-olah hal ini sudah jelas. “Jika kekuatan tangan kananmu itu nyata, berarti adanya kekuatan itu di tangan kananmu akan terus menghapus keberuntunganmu secara terus menerus”

“.. Jadi maksudmu…”

“Selama tangan kananmu menyentuh udara, kamu akan terus–terusan sial.”

“AAAAAAHHHHHHHHH! Aku betul-betul sial!!!”

Meskipun Kamijou tidak percaya hal ghaib, tapi dia sangat peka dengan kejadian yang disebut kemalangan. Dalam kehidupan sehari–hari Kamijou, dia sering kali begitu sialnya sampai dia mersa seluruh jagad raya memusuhinya.

Dan yang berdiri di depan Kamijou Touma yang malang adalah seorang suster berpakaian putih bersih dan bersinar dengan senyuman seperti dewi.

Semua orang yang melihatnya akan memberitahumu bahwa itu ekspresi untuk membuatmu percaya.

“Kesialan yang sesungguhanya adalah mempunyai kekuatan itu sejak lahir.”

Melihat suster yang tersenyum di depannya, Kamijou tidak bisa menahan air matanya… hei… tunggu dulu, itu bukan maksud yang ingin dia sampaikan…

“Tidak, aku tidak bicara tentang itu! Kamu… apa kamu punya tempat tinggal lain setelah pergi dari sini? Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi penyihir–penyihir itu mungkin masih berkeliaran dekat sini, 'kan? Rumahku lebih aman. Apa kamu ingin tinggal di sini?

“Aku akan memancing ‘musuh’ jika aku tetap di sini.”

“Bagaimana bisa kamu begitu yakin? Selama kamu tidak menarik perhatian dan tinggal di dalam ruangan ini, kamu tidak akan ketahuan, 'kan?”

“Tidak semudah itu.”

Index menggenggam kerah pakaiannya dan berkata, “Pakaian ini disebut Gereja Berjalan. Pakaian ini dijaga oleh sihir. Meski Gereja memanggilnya kekuatan Tuhan, sebetulnya itu mirip dengan sihir. Dengan kata lain, ‘musuh’ bisa menggunakan ciri khusus sihir dari Gereja Berjalan dan menemukanku.”

“Lalu kenapa kamu memakai apa yang pada dasarnya tidak lebih dari penarik musuh?”

“Karena tingkat pertahanannya adalah kelas Paus… sebelum dihancurkan oleh tangan kananmu.”

“…”

“Kalau saja tidak dihancurkan tangan kananmu…”

“Aku minta maaf… tolong jangan menatapku dengan mata penuh air mata itu… tunggu. Dipikir–pikir, karena Gereja Berjalan-mu dihancurkan oleh tangan kananku, mereka seharusnya tidak bisa melacaknya lagi, 'kan?”

“Mereka masih akan tahu kalau Gereja Berjalan-ku hancur. Seperti kataku: Kemampuan pertahanan Gereja Berjalan adalah kelas Paus. Dengan kata lain, seperti sebuah benteng... jika aku adalah ‘musuh’, bahkan jika aku tidak tahu kenapa Benteng Berjalan hancur, aku pasti tidak akan membiarkan kesempatan seperti itu lepas. 'Kan?”

“Tunggu! Bukannya itu adalah alasan yang membuatmu lebih tidak bisa pergi sendirian! Meskipun aku masih tidak percaya apa yang kamu sebut ‘sihir’, tapi jika ‘musuh’ benar–benar mengejarmu, bagaimana bisa aku membiarkanmu membahayakan nyawamu di luar sana?”

Index tertegun.

Melihat ekspresinya, dia betul–betul terlihat seperti gadis biasa.

“… Maksudmu jika aku akan turun ke neraka, kamu akan menemaniku?”

Index tersenyum.

Dia memberikan senyuman yang memilukan hati yang membuat Kamijou terdiam.

Di belakang kata–kata halus itu ada permohonan tersembunyi; tolong jangan terlibat dengan hal ini.

“Jangan khawatir, aku bukannya tidak punya teman. Selama aku bisa lari ke gereja, orang–orang di sana akan melindungiku.”

“… oh? Lalu… Di mana gereja itu?”

“London.”

“Bukannya itu terlalu jauh? Berapa lama kamu akan lari?”

“Hm? Ah, jangan khawatir! Seharusnya ada beberapa cabang kecil di Jepang.”

Pakaian suster yang penuh peniti itu bergoyang ke sana–sini.

Gadis kecil yang terlihat seperti ibu rumah tangga yang sering diganggu berkata, “Gereja… ya, sepertinya ada satu di kota ini.”

Orang biasa yang mendengar kata “gereja” akan segera berpikir tentang bangunan besar tempat pernikahan diadakan. Di Jepang, gereja–gereja itu sangat kecil. Meski berada di Jepang, budaya Kristen belum mengakar di sana, dan dengan seringnya gempa bumi yang dialami Jepang, sulit untuk memepertahankan “bangunan dengan nilai bersejarah”.

Gereja yang Kamijou lihat dari ujung matanya ketika naik kereta hanyalah kompleks apartemen dengan salib yang didirikan di atap. Awalnya dia malah mengira itu adalah gereja milik para konglomerat baru.

“Hm… tapi tidak semua gereja bisa… aku termasuk sekte British...”

“?”

“Erm,… dalam arti luas, Agama Kristen sebetulnya dibagi menjadi banyak sekte,” Index menjelaskan dengan canggung, “agama Kristen secara umum dibagi menjadi Katolik dan Protestan. Aku termasuk sisi Katolik, yang dibagi lagi menjadi Gereja Katolik Roma, yang berpusat di Kota Vatikan; Gereja Ortodoks Rusia, yang berpusat di Rusia; dan Gereja Anglikan, yang berpusat di Katedral St. George.”

“… Jadi apa yang akan terjadi jika kamu salah masuk?”

“Aku akan diusir,” Kata index dengan dengan senyuman pahit. “Ortodoks Rusia dan Anglikan sebagian besar berpusat di negaranya sendiri, jadi keduanya tidak mempunyai banyak cabang di Jepang.”

“…”

Semakin Kamijou mendengar, semakin dia merasa ada sesuatu yang salah.

Mungkin sebelum Index menyerah karena lapar, dia sudah sudah mengunjungi beberapa gereja dan diusir beberapa kali, memaksanya untuk berlari demi nyawanya? Itu bukan pikiran yang melegakan.

“Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja asalkan bisa mencapai gereja milik Anglikan.”

“…”

Tiba–tiba, Kamijou memikirkan kekuatan tangan kanannya.

“Oi! Jika kamu ada masalah, carilah aku.”

Pada akhirnya, hanya itu yang bisa dia lakukan.

Meskipun dia punya kekuatan untuk membunuh Tuhan itu sendiri.

“Mn, aku akan kembali jika lapar.”

Index memberikan sebuah senyuman yang seperti bunga morning glory. Senyum sempurna itu membuat Kamijou tidak bisa berkata–kata.

Sebuah robot pembersih mendekat, bergerak mengitari sosok Index, dan melanjutkan perjalanannya ke depan.

“YAAAH!”

Senyum sempurna hilang dalam sekejap ketika Index jatuh ke belakang. Cara dia bergetar, seperti kakinya terkena kram. *DONG*! Kepala belakangnya menghantam tembok.

“—! Benda aneh baru saja keluar begitu saja…?!”

Mata Index terisi dengan air mata sambil menjerit, bahkan lupa untuk mengelus kepala belakangnya.

“Kau berlebihan! Itu hanya robot pembersih!”

Kamijou mengeluh.

Sebuah robot pembersih yang terlihat seperti silinder logam besar dengan roda di bawahnya, menggunakan pel berbentuk lingkaran untuk membersihkan lantai. Sebuah kamera yang dipasang dekat ujung atasnya membuatnya bisa menghindari penghalang. Semua gadis yang memakai rok mini membencinya.

“… Begitu. Jepang bukan hanya negara teknologi, melainkan juga negara di mana bahkan Agathion dimekanisasi.”

“Oi!”

Melihat Index yang terlihat kagum oleh Jepang karena alasan aneh membuat rambut Kamijou berdiri sampai ujungnya.

“Ini Academy City! Kamu bisa melihat benda seperti itu di mana–mana!”

“Academy City?”

“Benar. Bagian barat Tokyo relatif lambat dalam perkembangan, jadi bagian itu dibeli untuk mendirikan kota ini. ‘Kota sekolah’ yang di dalamnya terdapat puluhan universitas dan ratusan SD, SMP, dan SMA.”

Kamijou mengeluh sambil melanjutkan, “Delapan puluh persen dari orang yang tinggal di sini adalah siswa, dan semua apartemen yang terlihat seperti kondominium (kompleks apartemen yang sangat besar) sebetulnya adalah asrama siswa.”

Academy City tidak hanya mendidik siswa dalam bidang akademik, tapi juga menanam kekuatan super dan pengembangan tubuh secara rahasia.

“…Jadi layar di jalanan mungkin agak berbeda dari yang biasa. Mesin penjual makanan otomatis, kincir angin praktis untuk menghasilkan listrik, dan robot pembersih barusan… Ada banyak benda seperti itu yang dikembangkan oleh universitas di sini. Tingkat teknologi di sini kasarnya dua puluh tahun lebih maju dari dunia luar.”

“Hm… “ Index menatap robot pembersih itu, dan berkata, “Jadi semua bangunan di daerah ini milik Academy City?|

“Yap… jika kamu mencari Gereja Inggris di sini, nasihatku adalah coba cari di luar kota ini. Gereja di sini sebagian besar mungkin mengajarkan teologi atau psikologis-Jungian.”

Index memberikan “Mn” sambil menganggukkan kepalanya. Pada waktu itulah Index baru menggunakan tangannya untuk memegang kepala belakangnya.

“… eg? Ah… eh? Ke… kerudungku hilang!”

“Kamu baru sadar? Kerudungmu jatuh tadi!”

“Eh?”

Maksud Kamijou adalah “kamu menjatuhkannya saat ganti baju di bawah selimut”, tapi sepertinya Index mendengarnya sebagai “kamu menjatuhkannya saat kamu ditakuti robot pembersih dan jatuh”. Index mencari di sekitar koridor. Gagal menemukannya, beberapa tanda tanya muncul di atas kepalanya.

“A-HA! Benar! Pasti Agathion mekanis itu!”

Index sepertinya telah sepenuhnya salah paham sambil berlari mengejar robot pembersih yang berbelok di ujung.

“… Emm… situasi apa–apaan ini?”

Kamijou melihat kembali kamarnya, pada kerudung Index, dan melihat kembali ke koridor; Index sudah menghilang. Sungguh cara yang tidak berperasaan untuk pergi.

Itu membuatnya memikirkan sesuatu tanpa dasar: Bahkan jika dunia ini hancur, gadis itu masih akan terus bertahan hidup.

Begitulah pikirannya.

Part 5[edit]

“Hai~ Sensei telah membuat beberapa bahan pelajaran, jadi aku akan memberikannya~. Ini akan jadi isi pelajaran hari ini~”

Sudah satu semester dia berada di kelas ini, tapi bahkan sekarang, Kamijou masih tidak memercayainya.

Wali kelas 1-7, Tsukuyomi Komoe berdiri di depan meja. Para murid hanya bisa melihat kepala guru ini jika dia berdiri di belakang mejanya. Tingginya 135 cm, dan katanya dia ingin naik roller coaster, tapi ditolak karena kaitannya dengan keselamatan. Tidak masalah siapa yang melihatnya, semua orang akan merasa bahwa dia adalah seorang anak berumur dua belas tahun yang seharusnya memakai helm keamanan kuning dan membawa tas punggung merah dan sebuah suling soprano. Karena itulah guru yang seperti anak–anak ini termasuk salah satu dari tujuh misteri di sekolah.

“Meski aku tidak melarang kalian untuk mengobrol, kalian harus mendengarkan apa yang Sensei katakan, ok~? Sensei sudah bekerja keras untuk menyiapkan semua pertanyaan untuk tes ini. Jika gagal, kamu akan dihukum dengan pelajaran Penglihatan Tembus Pandang.”

“Sensei, apa kau membicarakan tentang bermain poker dengan penutup mata? Itu, 'kan, bagian dai Kurikulum Penglihatan Tembus Pandang! Kudengar kami tidak boleh pulang kecuali bisa menang sepuluh kali berturut–turut meskipun kami tidak bisa melihat kartunya. Kalo begitu kami semua tidak akan bisa pulang sampai besok pagi!”, protes Kamijou.

“Ya~ tapi Kamijou, nilaimu untuk pengembangan kekuatan tidak cukup. Jadi kamu tetap harus mengikuti pelajaran Penglihatan Tembus Pandang, 'kan?”

Kamijou merasa bahwa dia tidak bisa menangani senyum ala salesman dari gurunya ini.

“Oo, sepertinya Komoe betul–betul suka padamu Kami-yan...!”

Duduk di sebelah Kamijou adalah ketua kelas (laki-laki) dengan rambut biru dan tindikan di telinganya, yang mengatakan sesuatu yang bodoh pada Kamijou.

“Tidakkah kau merasa guru yang dengan senangnya berjinjit dan berbuat iseng di depan papan tulis sedang bersikap memusuhiku....?”

“Apa...? Guru manis itu? Apakah ada masalah kalau kamu gagal dalam beberapa mata pelajarannya? Kamu pasti akan mendapat banyak pengalaman jika dimarahi anak kecil seperti itu!”

“Ternyata sebutan pedofil tidak cukup untukmu, dasar masochist!”

“AHA— ! Menjadi seorang pedofil hanya satu dari kesenanganku. Aku tidak hanya suka gadis kecil, tahu~!”

Ketika Kamijou hampir merespon dengan ucapan “Dasar kau omnivora pemakan sampah”,

“Kalian berdua di sana! Kalian akan bermain Telur Columbus jika terus berbicara!”

Telur Columbus ini membutuhkan seseorang untuk menyeimbangkan sebuah telur mentah untuk berdiri di meja tanpa bantuan apa pun. Bahkan murid yang belajar Psikokinesis harus bekerja keras sampai pembuluh darah di otaknya hampir pecah untuk menahan telurnya supaya tidak jatuh; ini karena jika tekanannya terlalu besar, telur itu akan pecah. Dan juga, mereka yang gagal akan harus tinggal sampai keesokan paginya.

Kamijou dan Aogami Pierce hanya bisa menatap Tsukuyomi Komoe yang berdiri di panggung, bahkan hampir lupa untuk bernapas.

“Apa kalian mengerti~?”

Sungguh senyum yang mengerikan.

Komoe-sensei sangat membenci orang–orang yang menyebut kata “kecil”, tapi menyukai orang yang memanggilnya “imut”.

Namun, Komoe-sensei tidak keberatan jika murid–muridnya tidak melihatnya sebagai guru. Tentu saja karena di sini adalah Academy City. Delapan puluh persen dari populasi di sini adalah siswa, jadi kota ini bisa disebut Neverland [7]. Maka, kritik pada guru–guru di sini lebih keras dari sekolah–sekolah lain di luar. Di samping itu, kemampuan siswa di sini diukur dengan kemampuan akademis dan juga kekuatan supernaturalnya.

Di sini, peran para guru adalah untuk mengembangkan kekuatan para siswanya meskipun mereka sendiri sebetulnya tidak memiliki kekuatan apa pun. Para guru olahraga dan staf pengajar yang seperti instruktur semuanya seperti berasal dari unit militer negara lain karena mereka bisa menghadapi para siswa Level 3 yang laksana monster dengan menggunakan kekuatan mereka sendiri. Tentu saja, Komoe-sensei, yang mengajar kimia, tidak seperti.

“Aku bilang, Kami-yan…”

“Apa?”

“Dimarahi Komoe-sensei, tidakkah membuatmu senang?”

“Hanya kau yang merasa senang, idiot! Cukup, diam! Musim panas kita akan hancur jika kita dipaksa main dengan telur mentah ketika kita tidak punya kekuatan Psikokinesis! Berhenti memberiku masalah dengan logat Kansai palsu itu!”

“L-logat Kansai palsu? Kenapa aku harus memalsukan logat Kansai? Aku orang asli dari Osaka~!”

“Diam! Kau lahir di desa penuh ladang padi! Aku sudah jengkel; berhenti buat aku berpikir untuk berdebat denganmu!”

“A... A-a-aku tidak lahir di desa ladang padi! Ah... ah... takoyakinya betul – betul enak~”

“Berhenti mencoba jadi orang Kansai. Apa kamu juga akan membawa takoyaki hanya supaya lebih terlihat seperti Orang Kansai asli?”

“Apa yang kaubicarakan? Orang asli Kansai sekalipun tidak hanya makan takoyaki saja, 'kan?

“...”

“Benar, 'kan? Eh, tunggu ... tapi... eh... benar nggak, ya?”

“Kau menunjukkan jati dirimu, dasar orang Kansai palsu!”

Kamijou mengeluh, dan melihat ke luar jendela.

Jika dia tahu pelajaran tambahan akan begini membosankan, dia pasti sudah menemani Index.

Meski Gereja Berjalan yang dipakai Index bereaksi terhadap tangan kanan Kamijou —baik, penggunaan kata “bereaksi” mungkin agak meremehkan- bukan berarti Kamijou percaya keberadaan sihir. Mungkin 80-90% dari apa yang dikatakan Index dibuat–buat, mungkin dia hanya salah paham setelah melihat fenomena alami sebagai sihir.

Tapi...

Ikan yang lepas selalu terlihat sangat besar...

Kamijou mengeluh lagi. Dibandingkan dengan terperangkap dalam kelas tanpa AC ini, dia seharusnya mengikuti Index ke dunia fantasi sihir dan pedang pasti lebih menarik. Dan jika dia ambil bagian dalam kegiatannya, mungkin akan ada -agak dipaksakan menyebutnya cantik- pasangan wanita manis untuknya.

“...”

Kamijou ingat kerudung suster yang ditinggalkan Index di kamarnya.

Pada akhirnya, dia tidak mengembalikannya. Jika dia ingin mengembalikannya, dia masih punya kesempatan. Bahkan jika Index hilang, asalkan dia mencarinya dengan serius, pasti akan ketemu. Bahkan jika dia tidak bisa menemukannya, logis untuk Kamijou mengayun–ayunkan kerudungnyanya sambil berlari di jalanan.

Sekarang Kamijou berpikir, sebetulnya Kamijou ingin meninggalkan sesuatu sebagai pengikat mereka berdua. Kamijou diam–diam berharap bahwa suatu hari dia akan kembali untuk mengambil benda yang dilupakannya.

Ini karena senyum gadis itu begitu sempurna.

Jika dia tidak meninggalkan sesuatu sebagai pengekang mereka berdua, rasanya dia akan menghilang di antara jarinya seperti hantu.

Kamijou hanya takut pada hal ini.

...Apa yang terjadi?

Kamijou, yang sedang romantis, tiba–tiba sadar akan sesuatu.

Kamijou agaknya kejam pada gadis yang bergantungan di pagar balkonnya, tapi dia tidak begitu membenci gadis itu. Dia pastinya merasa sedikit menyesal karena mungkin dia tidak akan bertemu dia lagi di lain waktu.

“...Ah... sial!”

Kamijou mengatakan “Cheh” dalam mulutnya. Jika tahu akan menyesal sekarang, dia seharusnya memaksanya tinggal sejak dari awal.

Coba pikir, “103.000 grimoir” apa yang tadi dia bicarakan?

Asosiasi sihir itu mengejar Index (Asosiasi? Apa mereka perusahaan swasta?), dia dengar mereka mengejarnya karena “103.000 grimoir” itu- paling tidak, itulah yang dia katakan. Sedangkan bagi Index, dia lari karena nyawanya terancam sambil membawa “103.000 grimoir” itu.

Yang dibawa Index bukanlah sebuah kunci atau peta tempat semua grimoir itu disimpan.

Ketika Kamijou bertanya di mana buku–buku itu, Index menjawab, “Semuanya di sini”.

“... Apa maksudnya?”

Kamijou hanya memiringkan kepalanya. Gereja Berjalan yang dipakai Index bereaksi terhadap Imagine Breaker Kamijou, itu berarti bahwa apa yang dikatakannya tidak sepenuhnya salah.

“Sensei, Kamijou sedang menatap rok gadis–gadis dari klub tenis!”

Mendengar Aogami Pierce memalsukan gaya bicara Kansai yang sulit itu, Kamijou melepaskan “Ah” ketika kesadarannya ditarik kembali ke ruang kelas.

“...”

Komoe-sensei terdiam.

Sepertinya Komoe-sensei betul–betul syok dan sedih karena murid yang bernama Kamijou Touma tidak memerhatikan pelajaran. Ekspresi wajahnya seperti anak kecil berumur dua belas tahun yang baru sadar pada hari musim dingin bahwa Sinterklas itu tidak nyata.

Saat Kamijou memikirkan tentang ini, seluruh isi kelas menatapnya. Sepertinya mereka adalah anggota Asosiasi Pelindung Hak Asasi Anak.

Seharusnya ini pelajaran tambahan musim panas, tapi Kamijou tertahan sampa waktu pembubaran normal.

“... Sungguh sial.”, gumam Kamijou sembari memandang kincir angin dengan tiga baling-baling yang berkerlip terkena sinar matahari senja. Karena sekolah melarang muridnya untuk keluar malam, bus dan kereta terakhir di Academy City adalah saat jam sekolah berakhir.

Kamijou, yang tidak berhasil mengejar bus terakhir, hanya bisa menyusuri jalan di kawasan perbelanjaan yang panas dengan lesu. Robot keamanan lewat di depan Kamijou, dan robot itu juga didesain sehingga terlihat seperti tong metal dengan roda di bawahnya. Fungsinya seperti alat pengawas tindak kriminal. Awalnya robot itu didesain seperti robot anak anjing, tapi robot anak anjing terlalu menarik perhatian anak kecil, membuat mereka sulit bergerak. Maka, mereka semua diubah menjadi seperti tong metal. Hm, alasan ini agak lucu.

“AH! Akhirnya ketemu, kamu! Oi... tunggu! Berhenti! Aku memanggilmu! Cepat berhenti!”

Kamijou tidak tahan terhadap panas di musim panas ketika dia melihat robot keamanan bergerak pelan–pelan di sampingnya, berpikir.

“Ke mana Index pergi setelah mengejar robot itu?”

Dia tidak sadar kalau teriakan dari belakang itu ditujukan padanya.

Dia hanya merasa sangat berisik di belakangnya, jadi dia menoleh.

Index v01 071.jpg

Suara tersebut keluar dari mulut seorang siswi SMP. Dia mengenakan blus berlengan pendek, sweater musim panas, dan rok lipat. Rambutnya sebahu dan agak bersinar kemerahan karena pantulan sinar matahari senja. Akan tetapi, terlihatnya wajahnya masih lebih merah lagi. Pada saat itu, Kamijou sadar siapa gadis itu.

“...Ah... kamu lagi, Biri-Biri Si Murid SMP.”

“Berhenti memanggilku Biri-Biri! Namaku Misaka Mikoto! Kenapa kau masih tidak ingat? Aku juga ingat kau memanggilku Biri-Biri saat pertama kali kita bertemu!”

“Pertama kali aku bertemu denganmu...?”

Kamijou mulai mengingat–ingat.

Hm, benar. Pertama kali bertemu dia, dia sedang dipermalukan oleh beberapa berandalan. Ingin menunjukkan semangat Urashima Tarou dengan menasihati mereka supaya tidak mencuri dompet gadis lemah, dia hanya dihadiahi gadis itu dengan reaksi kasar, “Kau terlalu berisik, berhenti menggangguku!” dan menyerangnya dengan ledakan petir. Tentu saja, Kamijou menetralisasinya dengan tangan kanannya, tapi gadis itu kaget... “Eh? Apa yang terjadi? Kenapa tidak kena? Bagaimana kalau ini... eh? Tidak kena juga...”Kejadian demi kejadian terjadi, hingga akhirnya seperti sekarang ini.

“... Eh? Kenapa? Aku tidak begitu sedih, tapi kenapa aku begitu sedih, Ibu?”

“Kenapa kau menatap jauh...?”

Kamijou agak lelah, karena baru saja menyelesaikan pelajaran tambahannya, jadi dia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan cara dia berurusan dengan Biri-Biri di depannya.

“Seorang gadis menatap Kamijou. Gadis ini adalah gadis Railgun dari kemarin. Dia betul–betul tidak senang kalau kalah dari orang lain, jadi dia datang ke Kamijou untuk balas dendam, tapi pada akhirnya selalu frustrasi.”

“Kau sedang bicara dengan siapa barusan...?”

“Gadis ini memiliki sifat keras yang tidak mengakui kekalahannya, tapi dia sebetulnya takut sendirian dan sekarang bertugas mengurus hewan peliharaan di kelasnya.”

“Berhenti mengarang-arang cerita!!”

Misaka Mikoto benar–benar frustrasi sampai–sampai dia mengayun-ayunkan tangannya, sehingga menarik perhatian para pejalan kaki di sekitarnya. Sudah bisa ditebak, karena seragam musim panas yang dia kenakan dengan desain yang sebenarnya biasa-biasa saja adalah seragam SMP Tokiwadai, salah satu dari lima sekolah paling bergengsi dan elit di Academy City. Siswi-siswi dari SMP Tokiwadai berkepribadian halus dan sopan. Tapi entah kenapa, mereka sering terlihat sendirian bahkan di stasiun pada jam sibuk. Jadi, akan sangat mengejutkan jika seseorang melihat siswi Tokiwadai duduk di lantai kereta dan bermain dengan telepon genggam mereka seperti penumpang lainnya.

“Eh? Oh, ya, ada apa, Biri-Biri? Bukankah ini tanggal 20 Juli? Kenapa masih pakai seragam sekolahmu? Apa kamu juga ikut pelajaran tambahan?”

“Ugh… kau…, diam!”

“Aku mengerti, kamu tidak merasa bahwa kelinci di kelasmu cukup aman, 'kan?”

“Berhenti memasukkan hewan di kepribadianku, dasar berandalan! Akan kubuat kau membayar! Kakimu akan gemetar seperti katak tersetrum listrik! Cepat persiapkan permintaan terakhirmu sekarang."

“Tidak.”

“Kenapa?”

“Karena aku bukan pengurus binatang peliharaan di kelas.”

“Kau... masih mempermainkanku?!?!?!”

*Thomp!* Si gadis SMP menginjak keras ubin di jalur untuk pejalan kaki.

Dalam sekejap, telepon genggam orang–orang yang lewat mengeluarkan suara rusak, kabel televisi di jalan perbelanjaan tiba–tiba terpotong, dan bahkan robot keamanan mengeluarkan suara berisik yang aneh.

Rambut dari si siswi SMP mengeluarkan suara yang seperti listrik statis.

Pemakai kekuatan Level 5 yang bisa menembakkan Railgun dari tubuhnya ini memberikan senyum menakutkan seperti hewan buas yang memamerkan taringnya.

“Hmph! Bagaimana? Apa ini memperjelas pikiranmu- Mmmph… !”

Kamijou dengan panik menggunakan tangannya untuk menutupi mulut Misaka Mikoto sepenuhnya.

Di… diam! Tolong jangan katakan apa pun! Tidakkah kamu lihat orang yang telepon genggamnya rusak terlihat tidak senang!? Jika mereka tahu kamu yang melakukannya, kamu harus membayar mereka, apalagi untuk TV kabelnya -siapa tahu berapa yang harus kita bayar!!

Karena pertemuannya dengan si gadis berambut perak belum lama ini, Kamijou yang biasanya hanya berdoa saat Natal, mulai berdoa kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh.

Mungkin doanya berhasil, karena tak seorang pun mendekati Kamijou dan Mikoto.

Saat Kamijou mengeluarkan nafas kelegaannya (Ketika Mikoto mulai sesak karena tangannya),

“Bahaya! Bahaya! Kesalahan Nomor 100231-YF. Ditemukan serangan gelombang elekromagnetik yang melanggar hukum keelektromagnetisan. Keabnormalan sistem terdeteksi. Bisa jadi serangan teroris pengguna elektrik; tolong jangan gunakan peralatan elektronik apa pun.”

Imagine Breaker dan Railgun gemetar saat mereka menoleh.

Tong metal besar di sisi jalan mengeluarkan asap sambil mengeluarkan peringatan yang tidak bisa dimengerti.

Sesaat kemudian, robot keamanan mengeluarkan suara sirene yang keras dan melengking.

Tentu, mereka harus lari.

Lari melewati lorong, menendang ember air plastik, menakuti kucing hitam, melanjutkan untuk lari ke depan. Tunggu sebentar, aku tidak melakukan hal yang salah, kenapa aku juga lari? Kamijou berpikir saat berlari.

Walau dia berpikir seperti itu, dia tetap berlari Dia ingat ada program televisi yang memberi tahu kalau harga satu robot keamanan adalah 1,2 juta yen.

“Uuu… sialnya! Semua karena aku terlibat dengan orang seperti ini!!”

“Apa maksudmu orang seperti ini? Namaku Misaka Mikoto!”

Setelah lari ke suatu tempat yang dalam di bagian terdalam dari lorong, keduanya akhirnya berhenti.

Area kosong berbentuk persegi panjang ini sepertinya dibentuk saat salah satu gedung disingkirkan. Tempat ini sangat cocok untuk bermain basket three-on-three.

‘Kamu terlalu berisik Biri-Biri! Kaulah orang yang merusak semua alat elektronik di rumahku. Sekarang apa lagi yang kauinginkan!?

“Siapa suruh jadi orang menjengkelkan?!”

“Apa salahku!? Pernahkah aku berbuat kasar padamu!?”

Kemarin, Kamijou menggunakan tangan kanannya untuk membendung semua serangan Mikoto, termasuk Railgun, pasir besi yang dikendalikan sehingga mirip pedang cambuk besi, gelombang elektromagnetik kuat yang menarget organ dalam, dan serangan terakhirnya berupa petir yang benar-benar turun dari langit.

Tapi semua itu tidak bisa menyakiti Kamijou.

Selama itu kekuatan supernatural, Kamijou Touma bisa meniadakan semuanya.

“Kau lelah karena kau terus menyerangku. 'kan? Staminamu tidak cukup, berhenti menyalahkanku!”

“… Ugh…!”

Mikoto mengertakkan giginya dengan marah, dan berkata,

“I-itu tidak dihitung sebagai kekalahanku! Aku bahkan tidak diserang sekali pun! Seharusnya ini imbang!”

“Huuh, tidak butuh. Kamu menang. Meski aku memukulmu karena frustasi, AC rusakku tetap tidak bisa diperbaiki.”

“Ugh…! Tunggu sebentar! Cepat bertarung serius denganku!!”

Melihat Mikoto melambaikan tangannya dengan liar sambil meraung, Kamijou mengeluh.

“Kamu yakin aku boleh serius?”

Mikoto tidak bisa mengatakan apa pun.

Kamijou dengan lembut mengepalkan tinjunya, dan membukanya lagi. Gerakan sederhana ini cukup untuk membuat Misaka Mikoto mengeluarkan keringat dingin. Dia bahkan tidak bisa mundur selangkah pun; dia hanya bisa tetap mengakar di tempat itu.

Kamijou bisa menghalangi semua serangan Mikoto begitu saja, tapi Mikoto tidak mengetahui apa kekuatan Kamijou sebenarnya. Baginya Kamijou benar-benar lawan yang megerikan.

Bisa diduga kalau Mikoto akan takut karena Kamijou Touma adalah orang yang bisa menghalangi semua serangan Mikoto selama lebih dari dua jam dan tetap tidak terluka sedikit pun. Sudah tentu dia akan bertanya-tanya apa yang terjadi bila Kamijou serius.

Kamijou mengeluh, lalu mengalihkan pandangannya.

Mikoto sepertinya bisa lepas dari benagg tak terlihat yang seolah-olah mengikatnya saat dia akhirnya mengambil beberapa langkah mundur, satu per satu.

“… Kenapa aku… begitu sial…?”

Melihat Mikoto begitu takut, Kamijou, terlihat agak sedih, dan melanjutkan,

“Alat listrik di kamarku rusak, bertemu penyihir palsu pagi ini, dan aku bertemu Biri-Biri sore ini…”

“Pe… penyihir…? Apa itu…?


“…”

Kamijou termenung sesaat, dan berkata,

“Hm, aku pun juga ingin tahu…"

Biasanya, Mikoto akan berteriak, “Dasar berandalan, apa kau sedang mempermainkanku!? Atau kekuatan anehmu membakar otakmu?” dan mengeluarkan sejumlah serangan gelombang elektromagnetik. Tapi saat ini, dia hanya bisa mengintip wajah Kamijou dengan takut-takut.

Tentu saja, Kamijou hanya menakutinya, tapi melihat dia jadi begitu takut, dia merasa sedikit iba.

…Penyihir…

Kamijou tiba – tiba mengingatnya. Ketika bicara dengan suster putih itu, kata itu keluar secara alami, tapi sekarang saat dia tidak di sini, Kamijou menyadari betapa jauh kata itu dari kehidupannya saat ini.

Kenapa dia bisa mengatakan kata seperti itu begitu mudahnya ketika dia bersama Index?

Apakah ada atmosfer misterius yang membuat Kamijou percaya padanya secara tidak sadar?

“… Apa yang aku pikirkan?”

Kamijou sepenuhnya mengabaikan Misaka Mikoto si Biri-Biri yang gemetar seperti anak anjing yang menggerutu sendiri.

Takdirnya dengan Index terpotong hanya seperti ini. Dunia ini begitu luas, dan tidak mungkin untuk mengharapkan sebuah pertemuan kebetulan. Tidak ada artinya memikirkan apa arti kata penyihir.

Meski begitu, Kamijou tidak bisa lupa.

Dia ingat kerudung putih yang dijatuhkan Index di kamarnya.

Hal terakhir yang dia tinggalkan, pengikat di antara keduanya, terus mengikat hati Kamijou, membuatnya gelisah.

Bahkan Kamijou tidak tahu kenapa dia begitu memikirkannya.

Dia seharusnya adalah orang yang bahkan bisa membunuh Tuhan.

Part 6[edit]

320 yen… Kelihatannya dia tidak bisa mendapatkan semangkok besar gyuudon.

“… Ukuran sedang, huh…?”

Bagi para gadis yang terbiasa makan dengan porsi sebesar light novel mungkin tidak akan mengerti bahwa bagi anak laki–laki yang sedang dalam masa pubertas, gyuudon berukuran sedang hanya bisa disebut kudapan.

Setelah menyia–nyiakan waktu dengan si gadis Biri-Biri, Kamijou memasuki restoran gyuudon untuk menyelesaikan 'kudapan'-nya, Dengan kembalian yang hanya sebesar 30 yen (termasuk pajak), dia kembali ke depan asramanya di bawah matahari tenggelam.

Tidak ada seorang pun di sekitarnya.

Mungkin semuanya sedang bermain–main dengan gila karena saat ini adalah awal liburan musim panas.

Penampilan luar asrama itu terlihat khas seperti apartemen dengan satu ruangan. Dalam gedung persegi panjang ini, ada barisan pintu di dinding di sepanjang koridor. Tidak adanya penutup plastik di pagarnya menunjukkan bahwa gedung ini adalah asrama laki–laki.

Pintu depan dan balkon yang berada di sisi seberang kamar dibangun di samping kanan dan kiri gedung jika dilihat dari jalan. Dengan kata lain, mereka terletak di sela-sela antara gedung satu dan yang lainnya.

Meski ada sistem kunci otomatis di pintu masuk utama, asrama tetangga jaraknya hanya terpisah dua meter. Menyerang tempat ini mudah. Seperti apa yang dilakukan Index pagi tadi, hanya perlu melompat saja.

Setelah memasuki pintu masuk utama, Kamijou melewati sebuah gudang yang digunakan oleh manajer asrama tersebut sebagai ruangannya, sebelum akhirnya sampai di elevator. Elevator di sini lebih sempit dan lebih kotor dari yang digunakan untuk mengangkat barang–barang di tempat pembangunan. Huruf “R” yang menyimbolkan atap disegel dengan papan logam, untuk mencegah para Romeo dan Juliet naik ke atap di malam hari.

Seperti oven microwave, elevator mengeluarkan suara “ding” ketika berhenti di lantai tujuh.

Pintu elevatornya mengeluarkan suara berderak, dan pelan–pelan terbelah dua. Mulai tidak sabar, Kamijou mendorong pintu elevator ke samping. Meskipun ini lantai ketujuh, tidak ada hembusan angin sama sekali. Ditambah lagi, jarak antargedung yang sangat dekat membuat hawa di sana makin panas.

“Hm?”

Kamijou akhirnya menyadari sesuatu. Di ujung koridor, di depan pintu kamarnya, ada tiga robot pembersih yang berkumpul di sana. Jarang sekali tiga robot berkumpul pada satu tempat yang sama. Apalagi hanya ada lima robot pembersih di asrama ini. Tiga robot ini bergerak mundur dan maju dalam frekuensi yang tetap, dan sepertinya ada yang kotor di bawah sana.

… Entah kenapa, Kamijou mendapat firasat buruk.

Robot pembersih besar ini bahkan bisa menyingkirkan permen karet yang tertempel di lantai. Kotoran macam apa yang membuat bahkan tiga mesin itu sulit menyingkirkannya? Apa tetangga samping kamarnya, Tsuchimikado Motoharu demi menyerahkan keperjakaannya, mencoba mabuk untuk bertindak seperti berandalan, dan muntah di depan pintunya layaknya di tiang telepon? Setelah memikirkan ini, Kamijou merasa menggigil.

“Apa–apaan yang…?”

Manusia mempunyai kecenderungan untuk tertarik pada sesuatu yang mengerikan.

Tanpa sadar Kamijou maju beberapa langkah, hingga akhirnya dia melihat hal itu.

Sang gadis sihir Index telah pingsan di sana karena lapar.

“…Umm…”

Meski sebagian ditutupi oleh robot, semua orang bisa tahu kalau suster putih dengan peniti bersinar di seluruh pakaiannya itu sudah pingsan lagi di lantai.

Ketiga robot tersebut terus memukulkan tubuhnya terhadap Index, tapi dia tidak bergerak sama sekali. Ini semua membuatnya terlihat makin menyedihkan, seperti sedang dipatuk oleh para gagak. Sebetulnya, robot pembersih seharusnya bisa menghindari pejalan kaki dan penghalang, dengan kata lain robot itu tidak memperlakukan Index sebagai manusia. Sungguh kasihan.

“…Kurasa, ini juga termasuk kesialan…”

Meski dia mengatakan ini, jika ada cermin di depannya, Kamijou Touma akan syok karena ekspresinya sendiri. Semua orang akan bilang dia sedang tersenyum.

Di samping itu, Kamijou masih merasa gelisah. Meski jika hal tentang penyihir ini tidak nyata, ada kemungkinan gadis ini dikejar–kejar oleh anggota kelompok pemujaan misterius baru.

Melihat dia begitu saja muncul di depannya dengan cara yang paling alami (khas Index) seperti ini, Kamijou merasa senang. Dan bahkan jika dia mengabaikan kekhawatirannya, hanya melihatnya lagi adalah sesuatu yang patut dijadikan alasan untuk membuatnya senang.

Kamijou tiba-tiba ingat satu benda yang ditinggalkannya secara tidak sengaja. Kerudung putih itu. Saat ini, bagi Kamijou, kerudung tersebut bagaikan jimat yang berhasil bekerja.

“Oi! Apa yang kamu lakukan di sini lagi?”

Dia berteriak sambil mulai berlari ke depan. Hanya pemandangan ini saja membuat Kamijou terlihat seperti anak SD yang tidak bisa tidur di malam sebelum bertamasya pada esoknya. Dia mendekatinya selangkah demi selangkah, dan perasaan ini seperti berlari dengan senang untuk membeli RPG pada saat hari rilisnya. Bahkan Kamijou sendiri tidak tahu kenapa dia begitu gembira.

Index masih belum sadar kalau Kamijou sudah di sini.

Saat melihat Index seperti ini, Kamijou Touma berpikir bahwa pose itu benar-benar cocok dengannya, dan merasa hal itu sangatlah lucu.

Namun, Kamijou akhirnya menyadari bahwa Index sedang terbaring dalam kolam darah.

“…Ah…?”

Dalam sekejap, bukan kaget yang dia rasakan, melainkan kebingungan.

Sebelumnya, pandangannya dihalangi oleh para robot pembersih, jadi dia tidak melihatnya. Index, yang sedang terbaring di lantai, memiliki luka berbentuk garis horizontal di dekat pinggangnya. Meskipun jelas bahwa luka itu diakibatkan oleh tebasan pedang, naman lukanya sangat lurus seolah-olah pelakunya menggunakan penggaris dan cutter untuk melukainya. Juga, ujung rambut peraknya juga terpotong rapi. Bahkan rambut peraknya berubah merah karena terlumur darah yang mengalir keluar dari lukanya.

Saat ini, Kamijou bahkan tidak berpikir bahwa itu adalah darah manusia.

Semenit lalu, dan semenit kemudian-perbedaan besar pada kenyataan membuat Kamijou bingung. Cairan merah ini… apa ini saus tomat? Apa Index begitu laparnya sampai dia menggunakan tenaga terakhirnya untuk memeras saus tomat? Gambaran ini sungguh lucu, dan Kamijou sangat ingin tertawa.

Tapi dia tidak bisa.

Bagaimana bisa dia tertawa?

Ketiga robot mengeluarkan bunyi berdering, bergerak mundur dan maju. Mereka masih membersihkan noda di lantai, cairan merah yang masih mengalir keluar dari tubuh Index dan menyebar di lantai. Seperti mereka menggunakan kain kotor di atas lukanya, mencoba menghisap bagian dalam Index keluar.

“Berhenti… berhenti! Sial!”

Kamijou akhirnya menyadari kenyataan saat dia dengan panik mencoba untuk mengangkat satu robot pembersih yang berkumpul di sekitar Index yang terluka parah. Tapi, robot pembersih dibuat berat untuk mencegah mereka dicuri. Ditambah dengan kekuatan yang mereka miliki, sulit untuk menarik mereka.

Tentu saja, robot pembersih itu hanya membersihkan noda yang menyebar di lantai, dan tidak betul–betul menyentuh luka Index. Tapi di mata Kamijou, robot pembersih ini tidak jauh berbeda dari lalat yang berkumpul di sekitar luka yang membusuk.

Meski Kamijou mencoba sepenuhnya, sulit untuk menarik satu saja robot pembersih, apalagi tiga. Dan ketika dia mencoba menyingkirkan salah satunya, yang dua masih tetap membersihkan noda merah tersebut.

Dia adalah anak laki–laki yang bisa membunuh Tuhan.

Namun, dia malah tidak bisa menangani mainan – mainan ini.

Tapi Index tidak mengejeknya.

Bibir yang sudah mengungu tidak bergerak sedikit pun. Dan mungkin saja dia sudah tidak bernafas.

“Sial! Sial!”

Pikiran Kamijou kacau dan dia heran,

“Apa yang terjadi? Apa kau bercanda?! Siapa orang berengsek yang melakukan ini kepadamu!?”

“Oh? Kami penyihir yang melakukan ini."

Suara yang datang dari belakang sudah jelas tidak datang dari mulut Index.

Kamijou membalikkan badannya dengan keras, dalam sikap tubuh yang siap bergerak maju. Elevator… tidak ada. Tapi ada seorang pria berdiri dekat tangga darurat. Sepertinya dia naik lewat tangga.

Orang pucat yang tingginya sekitar dua meter. Dia terlihat lebih muda dari Kamijou.

Dia terlihat seumuran dengan Index, sekitar empat belas, lima belas tahun. Melihat tingginya, dia sepertinya orang asing. Mengenai pakaiannya… dia terlihat seperti pendeta dari gereja, dia memakai jubah pendeta hitam. Tapi meskipun dicari di seluruh dunia, sepertinya tidak akan ada seorang pun yang percaya bahwa orang ini adalah seorang pendeta.

Mungkin dia berdiri melawan angin, karena meski jaraknya paling tidak lima belas meter dari Kamijou, Kamijou sudah bisa mencium bau cologne manis. Rambut pirang sebahunya berwarna merah seperti matahari tenggelam, dan ada cincin–cincin perak di ke-20 jarinya. Dia memakai banyak anting, dan ada aksesoris telepon genggam terlihat bergelantungan di sakunya. Rokoknya yang menyala terlihat bergerak di tepi mulutnya, dan hal yang paling berlebihan adalah dia memiliki tato barcode di bawah mata kanannya.

Rasanya tidak benar untuk memanggilnya pendeta, ataupun memanggilnya berandalan.

Pria itu berdiri di koridor. Atmosfer yang mengelilinginya jelas terlihat abnormal.

Index v01 085.jpg

Di sana, sepertinya semua logika yang Kamijou tahu tidak lagi cocok, seperti mengikuti aturan yang berbeda. Atmosfer aneh ini terus menyebar seperti sedang dipegang oleh tentakel yang licin dan dingin.

Perasaan yang dirasakan Kamijou saat ini bukan rasa takut atau kemarahan melainkan perasaan bingung dan gelisah.

Seperti perasaan saat dompet dicuri ketika berada di luar negeri, penuh keputusasaan dan kesepian.

Perasaan seperti terdapat tentakel yang licin dan dingin pelan–pelan menyebar ke seluruh tubuhnya… Jantungnya mulai membeku. Saat ini, Kamijou sadar.

Orang ini adalah penyihir.

Tempat ini telah menjadi dunia lain di mana penyihir benar-benar ada dan nyata.

Kamijou bisa menyadarinya hanya dengan sekali lihat.

Meskipun dia masih tidak percaya akan keberadaan penyihir.

Hanya saja, Kamijou yakin bahwa orang yang berdiri di hadapannya bukanlah penghuni dari dunia yang biasa dia tinggali.

“Uu? Mmmm… sepertinya serangan gadis itu betul-betul berat.”

Penyihir itu menggigit rokoknya sambil melihat sekitar, dan berkata,

“Kudengar Kanzaki yang menebasnya, tapi ini… tadinya aku lega ketika tidak melihat jejak darah.”

Penyihir itu melihat robot pembersih di belakang Kamijou Touma.

Index sepertinya ditebas di tempat lain dan berjuang untuk kabur hingga akhirnya bisa sampai ke sini sebelum pingsan. Seharusnya ada jejak darah di mana–mana, tapi sepertinya sudah dibersihkan oleh robot pembersih.

“Tapi… kenapa…?

Kamijou secara tidak sengaja bergumam sendiri.

“Hm? Kamu tanya kenapa dia kembali ke sini? Siapa tahu, mungkin dia lupa sesuatu. Oh, ya, ketika dia kuserang kemarin, kulihat dia masih memakai kerudung. Mungkinkah dia menghilangkannya di suatu tempat?”

Penyihir di depannya betul–betul menggunakan kata–kata “kembali ke sini”.

Dengan kata lain, ketika Index berputar–putar selama seharian, dia sedang diawasi oleh mereka. Mereka bahkan tahu kalau kerudungnya jatuh.

Index mengatakan tadi kalau para penyihir bisa merasakan kekuatan sihir dari Gereja Berjalan.

Dia juga berkata tadi kalau para penyihir ini mengikutinya lewat kekuatan supernatural dari Gereja Berjalan. Jadi, mereka juga seharusnya tahu bahwa Gereja Berjalan hancur saat "sinyal"-nya terputus.

Tapi Index pun seharusnya juga tahu.

Dia sudah tahu, tapi tampaknya dia masih mengandalkan kekuatan pertahanan yang dimiliki oleh Gereja Berjalan.

Tapi… kenapa dia di sini lagi? Mengapa dia masih perlu mengambil kembali kerudungnya dari Gereja Berjalan yang tak lagi berguna itu? Tangan kanan Kamijou sudah menghancurkannya, jadi tidak ada gunanya dia mengambil kerudung itu kembali.

“… Maksudmu jika aku akan turun ke neraka, kamu akan menemaniku?”

Dalam sekejap, semua semuanya menjadi jelas.

Kamijou akhirnya ingat. Kerudung dari Gereja Berjalan yang ditinggalkan dalam kamar Kamijou belum disentuh tangan kanan Kamijou.

Dengan kata lain, topi itu masih memancarkan energi sihir. Dia pasti khawatir kalau para penyihir akan mengikuti jejak energi sihir itu dan sampai di kamar Kamijou.

Maka, dia membuat resiko yang besar untuk “kembali ke sini”.

“… Dasar bodoh.”

Tidak ada gunanya mengambil risiko ini. Gereja Berjalan tersebut hancur adalah kesalahan Kamijou. Kamijou sudah tahu kalau kerudung suster itu tertinggal di kamarnya; hanya saja dia tetap meninggalkannya di sana. Dan yang lebih penting… Index tidak punya kewajiban, tugas, ataupun hak untuk melindungi nyawa Kamijou.

Meski begitu, dia tetap kembali.

Untuk orang asing, orang bernama Kamijou Touma yang baru dia temui selama tiga puluh menit.

Dia mengambil risiko dengan taruhan nyawanya untuk mencegah Kamijou Touma terlibat dalam pertarungannya melawan para penyihir.

“… Dasar bodoh…!”

Index yang berbaring diam tak bergerak tambah membuat Kamijou geram.

Sebelumnya, Index memberi tahu Kamijou bahwa kesialan Kamijou disebabkan oleh tangan kanannya.

Tangan kanan Kamijou akan secara tidak sadar menghapus semua kekuatan supernatural seperti berkah Tuhan dan benang merah pengikat takdir.

Jika Kamijou tidak secara asal menggunakan tangan kanannya untuk menyentuhnya, Gereja Berjalan dari jubah suster itu tidak akan hancur, dan dia tidak perlu membahayakan nyawanya seperti ini untuk kembali ke sini.

Tidak, ini bukan masalah utamanya.

Bukan karena kemampuan yang dimiliki tangan kanan Kamijou, tidak peduli apa Gereja Berjalan hancur atau tidak, ini bukan alasan yang tepat untuk kembali.

Ini semua karena Kamijou menginginkan suatu ikatan.

Andai saja dia mengembalikan kerudung suster itu, semuanya tidak akan jadi seperti ini.

“Hm? Oi oi? Jangan melihatku seperti itu!”

Rokok di mulut penyihir itu bergerak-gerak ketika dia berkata,

“Bukan aku yang menebasnya; yang melakukannya Kanzaki. Dan aku yakin Kanzaki tidak bermaksud untuk melukai dia. Gereja Berjalan yang dikenakannya mempunyai pertahanan mutlak, dan tingkat serangan seperti itu seharusnya tidak meninggalkan bekas padanya… Aku heran bagaimana bisa Gereja Berjalan hancur? Kalau naga St. George belum turun, pelindung setingkat Paus tidak bisa dihancurkan…”

Setelah bergumam sendiri pada akhirnya, senyum penyihir itu menghilang.

Tetapi, itu hanya untuk sekejap. Saat berikutnya, rokoknya kembali bergerak ke atas karena dia mulai tersenyum di mulutnya lagi.

“Kenapa…?”

Kamijou secara tidak sadar menanyakan pertanyaan yang bahkan dia tidak ingin dijawab oleh orang lain.

“Kenapa…? Aku tidak percaya sihir seperti yang ada di dongeng-dongeng, dan aku tidak terlalu mengerti tentang penyihir atau siapapun kau. Tapi tidak adakah tipe yang baik dan yang jahat? Tidak adakah penyhir yang bertugas melindungi?"

Kamijou tahu dengan sangat jelas bahwa, sebagai orang munafik, dia tidak punya hak untuk menanyakan ini.

Di samping itu, dia sudah meninggalkan Index dan kembali ke kehidupan normalnya.

Meski begitu, Kamijou harus bertanya.

“Kalian main keroyok hanya demi mengejar gadis kecil ini, mengejarnya ke mana pun dia pergi, dan bahkan melukainya separah ini… Bagaimana bisa kau berdiri di atas keadilanmu setelah melakukan hal seperti itu?”

“Sudah kubilang, yang menebasnya bukan aku, melainkan Kanzaki.”

Penyihir itu betul-betul menggunakan kata-kata sederhana tanpa perasaan menyesal.

“Tapi, walaupun ada luka ataupun tidak, kami masih harus membawa dia kembali.”

“Membawa… kembali…?”

Kamijou tidak mengerti arti kata–kata ini.

“Hm? Ah… Aku mengerti. Aku baru saja mendengar kau mengatakan penyihir, jadi aku anggap kau tahu semuanya! Kurasa dia sebenarnya juga takut melibatkanmu dalam hal ini.”

Penyihir itu menghembuskan asap, dan melanjutkan,

“Benar, kami perlu membawanya kembali. Yah, bukan gadis itu sih yang ingin kami bawa kembali, melainkan 103.000 grimoir yang dibawanya.”

… ‘103.000 grimoir’ itu lagi.

“Oh, ya, pandangan agama di negara ini sedikit lemah, jadi mungkin kau tidak mengerti.”

Penyihir itu tersenyum sambil menjelaskan dengan nada bosan.

“Index Librorum Prohibitorum adalah katalog dari semua buku sihir jahat yang dirasa oleh Gereja akan mengotori jiwa orang hanya dengan membacanya. Jika gereja mengumumkan bahwa ada banyak buku sihir jahat di dunia, orang masih bisa secara tidak sengaja mendapatkannya jika mereka tidak tahu judulnya, 'kan? Maka, gereja dengan sengaja menjadikan gadis itu sebagai tempat untuk membawa 103.000 buku berbahaya itu. Ah, ya, aku menasihatimu supaya berhati–hati. Untuk negara dengan pandangan yang lemah terhadap agama, buku sihir yang dibawa dia bisa melumpuhkan siapapun.”

Tapi Index jelas tidak membawa buku sihir sama sekali. Dia jelas–jelas hanya mengenakan jubah suster, dan jika dia menyembunyikan buku sihir di dalamnya, orang pasti bisa melihatnya. Di samping itu, bagaimana bisa satu orang membawa 100.000 buku sihir ke mana–mana? 100.000 buku sihir bisa memenuhi satu perpustakaan penuh.

“JANGAN BERCANDA?! DI MANA BUKU SIHIR ITU!?”

“Ada dalam memorinya.”

Penyihir itu bicara begitu saja,

“Pernahkah kau dengar ingatan sempurna? Katanya itu adalah kemampuan untuk bisa mengingat segala sesuatu yang telah dilihat meskipun hanya dalam sekejap dan tak akan pernah bisa dilupakan meskipun hanya satu kalimat, bahkan satu huruf pun. Dasarnya, scanner berwujud manusia.”

Penyihir itu tertawa, dan bicara dalam nada yang tidak tertarik,

“Ini bukan sihir kami, ataupun kekuatan yang kalian miliki itu; ini hanya kemampuan khususnya. Dalam otaknya terdapat buku sihir dari seluruh dunia: Museum Inggris, Museum Louvre, Museum Vatikan, runtuhan Pataliputra, kota kuno Compiegne, Mont-Saint-Michel Abbey… Buku–buku sihir ini aslinya disegel dan tidak bisa dicuri, tapi dia bisa menggunakan mata itu untuk mencuri buku–buku sihir itu dan menyimpannya dalam otaknya, seperti perpustakaan sihir.”

Bagaimana mungkin hal seperti ini ada?

Grimoir apa? Ingatan Sempurna apa? Ini semua konyol.

Namun, masalahnya bukanlah apakah semua ini nyata, melainkan ada gadis yang ditebas oleh orang–orang yang percaya pada hal ini.

“Namun, dia sendiri tidak memiliki kekuatan sihir, jadi dia tak berbahaya. .”

Penyihir itu dengan senang menggetarkan rokok di mulutnya sambil berkata,

“Hanya saja, karena penyetop telah dipersiapkan, berarti gereja pasti memiliki suatu alasan. Tapi, hal seperti ini tidak ada hubungannya dengan penyhir sepertiku. Yang ingin kutekankan hanyalah bahwa 103.000 grimoir itu berbahaya. Pasti akan ada banyak masalah jika dia jatuh ke tangan orang jahat yang ingin menggunakan grimoir-grimoir itu, jadi kami melindunginya.”

“Melin…dungi…?”

Kamijou tertegun. Saat ini, Index sedang terbaring dalam kolam darah, tapi bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu.

“Ya, melindungi. Tak masalah seberapa baik dan bijaksananya dia, gadis itu tetap tidak akan tahan terhadap interogasi dan siksaan dengan obat. Hanya memikirkan kalo dia sampai jatuh ke tangan orang-orang seperti mereka saja sudah membuat hatiku sakit, lho!”

“…”

Bagian tubuh Kamijou mulai gemetar.

Ini bukan hanya kemarahan biasa, rasa merinding mulai muncul di lengan Kamijou. Pria di hadapannya percaya bahwa dia benar. Dia hidup tanpa pernah melihat kesalahannya sendiri. Melihat orang seperti ini, Kamijou merasa dia seperti dilempar ke dalam kolam penuh ribuan siput; rasa mual menyebar di seluruh tubuhnya.

Sebuah kalimat muncul di pikiran Kamijou: Sebuah kelompok agama fanatik.

Orang – orang ini menyakiti orang lain karena khayalan tanpa dasar mereka, membuatnya sangat marah, sudah mencapai batas.

“Kau bajingan…!”

Seperti merespon terhadap kemarahannya, Kamijou merasa tangan kanannya juga bertambah panas.

Kakinya yang sebelumnya seperti tertanam di lantai kini mulai bergerak tanpa sadar. Kamijou menerjang ke arah si penyhir dengan tubuhnya, bagaikan peluru meriam. Tangan kanannya terkepal keras, sampai dia merasa hampir menghancurkan jarinya.

Tangan kanan Kamijou tidak berguna; tangannya tidak mampu mengalahkan berandalan, tidak bisa meningkatkan nilai tesnya, dan juga tidak bisa membantunya menggoda cewek.

Tapi paling tidak tangannya bisa digunakan untuk meninju bajingan yang ada di depannya.

“Namaku Stiyl Magnus- tapi saat ini sebaiknya kusebut namaku Fortis931…”

Penyihir itu terlihat tidak bergerak sambil tersenyum ringan, menggetarkan rokoknya.

Setelah itu, penyihir itu mulai menggumamkan suatu kata–kata dengan lembut, dan dengan ekspresi wajah seperti sedang mengenalkan kucing tersayangnya yang baru saja lahir pada seseorang, dia mulai menjelaskan pada Kamijou,

“Itu nama sihirku. Kurasa kau tidak familier dengan nama sihir, 'kan? Untuk suatu alasan, ketika kami para penyihir menggunakan sihir, kami dilarang untuk menyebutkan nama asli kami. Ini adalah tradisi kuno yang diturunkan turun temurun, jadi aku tidak tahu alasan pastinya…”

Keduanya berjarak sekitar lima belas meter.

Kamijou Touma menghapus setengah jaraknya hanya dengan tiga langkah.

“’Fortis’… dalam Bahasa Jepang, atinya ‘kuat’; namun demikian, asal katanya tidak penting. Yang penting bagi para penyihir, meneriakkan nama sihirnya tidak hanya berarti kami akan menggunakan sihir; tapi juga mewakili—“

Kamijou maju dua langkah.

Tapi senyum penyihir itu tidak menghilang. Mungkin untuknya, Kamijou tidak cukup hebat untuk membuatnya berhenti tersenyum.

“—nama membunuh.”

Sang penyihir Stiyl Magnus mengeluarkan roko dari mulutnya, dan menjentikkannya ke samping.

Dengan abu dan nyala api, rokok itu terbang lurus melewati pagar besi, dan menyentuh tembok gedung tetangga.

Sebuah garis oranye mengikuti jejak asapnya, mengenai tembok, dan mengeluarkan percikan.

“Kenaz (Wahai api) —“

Setelah Stiyl membisikkan ini, garis oranye ini tiba – tiba meledak.

Pedang api muncul dalam wujud garis lurus seolah-olah seseorang menyemprotkan selang kebakaran yang berisi bensin.

Cat di tembok perlahan menghitam, seperti ada pemantik yang digunakan untuk membakarnya.

Hanya dengan melihatnya, mata Kamijou seperti sedang dibakar. Secara reflek dia berhenti berlari lalu menutupi wajahnya dengan tangannya.

Dia berhenti begitu mendadak, seolah-olah kakinya telah dipaku di lantai.

Keraguan muncul dalam benaknya.

Imagine Breaker dikatakan bisa menghilangkan kekuatan supernatural apa pun. Bahkan Railgun sang esper Level 5, Biri-Biri, yang bisa menghancurkan tempat perlindungan antinuklir, mampu ditiadakan dengan tangan kanannya.

Namun, hanya ada satu masalah.

Kamijou belum pernah melihat kekuatan supernatural selain kekuatan psikis.

Dengan kata lain, dia belum pernah mencoba ini sebelumnya.

Mencobanya pada sihir.

Benarkah tangan kanannya ampuh dalam menghadapi kekuatan aneh seperti sihir?

“—Purisaz Naupiz Gebo (Berikan berkah dari penderitaan sang raksasa)!”

Kamijou melihat senyum si penyihir dari celah jari-jarinya.

Stiyl Magnus tersenyum sambil mengayunkan pedang apinya ke Kamijou Touma.

Saat pedang api itu menyentuh Kamijou, pedang api itu kehilangan bentuknya, dan meledak di semua arah seperti letusan gunung api.

Panas, kilatan cahaya, ledakan, dan asap muncul di sekitarnya.

“Apa aku sedikit kelewatan?”

Penyihir itu bergumam sendiri.

Pemandangan di depannya terlihat seperti baru saja dibom. Stiyl menggaruk kepalanya. Dia menoleh ke sana kemari untuk memastikan tidak ada orang yang datang ke tempat itu. Hari ini adalah hari pertama liburan musim panas, jadi hampir semua orang yang tinggal di sini sedang tidak ada di tempat. Tapi jika ada hikikomori [8] pasti akan timbul banyak masalah.

Pandangan di depannya dikaburkan oleh asap hitam dan api.

Namun, dia merasa tidak perlu memeriksa kondisi si bocah. Tubuh manusia akan langsung meleleh sebelum sempat terbakar jika berada pada temperatur di atas 2000 derajat Celsius. Tetapi serangan yang bagaikan api neraka tadi bahkan memiliki suhu sebesar 3000 derajat Celsius. Takdir anak ini sudah pasti seperti pagar besi yang sudah meleleh seperti permen. Tubuhnya pasti sudah tersebar ke segala arah bagaikan permen karet yang menempel di sana-sini.

Stiyl mengeluh, berpikir,

“Untungnya aku sengaja membuatnya marah dan menyingkirkannya dari Index. Jika dia menggunakan Index untuk melindungi dirinya, ini akan jadi lebih rumit.”

Setelah dipikir-pikir, dia tidak bisa membawa kembali Index sekarang.

Stiyl mengeluh lagi. Tembok api di depannya menghalanginya langkahnya untuk sampai ke tempat Index berada. Jika ada tangga darurat di sisi lainnya, dia bisa saja memutar dan menggunakannya, tapi bisa saja Index akan menemui ajalnya jika dia tertangkap dalam api ketika dia sedang memutar.

Stiyl menggelengkan kepalanya dengan enggan. Setelah itu, dia mencoba melihat lewat asap tebal itu dan berkata,

“Maaf mengganggumu, tapi kau telah gagal. Melihat standarmu, sepertinya kau tidak akan bisa mengalahkanku walau kita bertarung 1000 kali.”

“Siapa katamu… yang tidak tidak bisa mengalahkanmu?”

Suara yang keluar dari api neraka menyebabkan sang penyihir membeku.

*BOOM!* Diawali dengan suara seperti raungan, dinding api dan asap mulai berputar-putar, hingga akhirnya lenyap.

Seperti tornado yang tiba–tiba muncul di tengah–tengah api dan asap.

Kamijou Touma berdiri di situ.

Pagar besi meleleh seperti permen, cat di lantai dan tembok menjadi terkelupas, dan cahaya yang meleleh di bawah panas yang luar biasa terus menitik ke bawah, tapi dalam neraka yang berapi–api ini, anak laki–laki itu masih berdiri di sana tanpa terluka sedikit pun.

“Benar, apa yang aku takutkan…?”

Kamijou dengan kesal memelintir bibirnya sambil bergumam pada dirinya sendiri.

“Bukankah tangan kanan ini yang menghancurkan Gereja Berjalan milik Index… ?”

Sejujurnya, Kamijou tidak mengerti apa itu sihir.

Dia tidak mengerti bagaimana sihir bekerja, dan tidak mengerti konveksi macam apa yang bekerja di udara yang tak terlihat. Bahkan jika ada seseorang yang menjelaskan padanya, dia hanya akan tahu sekitar setengahnya saja.

Namun, Kamijou si idiot ini tahu satu hal:

Pada akhirnya, sihir tetaplah kekuatan supernatural.

Api merah terang yang tertiup pergi belum sepenuhnya padam.

Api yang tersisa mengelilingi Kamijou seperti lingkaran sempurna, terus membakar. Tapi…

“Menyingkirlah!”

Kamijou mengatakan ini sambil menyentuh api itu dengan tangan kanannya, dan dalam sekejap, api sihir yang panasnya melebihi 3000 derajat Celcius itu menghilang.

Seperti meniup semua lilin yang ada di kue ulang tahun.

Kamijou Touma melihat penyihir yang ada di depannya.

Penyihir di depannya mulai terlihat kebingungan seperti manusia normal jika melihat peristiwa tak teduga seperti ini.

Benar, para penyihir itu juga manusia biasa.

Mereka akan merasa sakit jika dipukul, mereka akan berdarah jika dilukai dengan pisau murah sekalipun.

Mereka hanyalah manusia biasa.

Kaki Kamijou tak lagi dipenuhi rasa ketakutan dan tubuhnya tak lagi dibekukan oleh kengeriannya.

Tangan dan kaki Kamijou mulai bergerak.

BERGERAK!

“…Ugh…”

Di lain pihak, Stiyl merasa takut melihat fenomena yang tidak bisa dijelaskan ini, dan mengambil satu langkah mundur.

Melihat sekelilingnya, serangan itu sepertinya tidak memiliki celah. Jika begitu, apa anak laki–laki ini sekuat itu hingga bisa menahan suhu 3000 derajat Celsius? Tidak, manusia tidak bisa bertahan terhadap api itu.

Kamijou Touma tidak peduli apa yang Stiyl pikirkan.

Dengan tangan kanan yang dikepalkan sekeras batu, Kamijou pelan–pelan bergerak ke arah Stiyl, mengambil selangkah maju.

“Cheh!’”

Stiyl mengayunkan tangan kanannya secara horizontal, dan membuat pedang api baru, menerbangkannya ke arah Kamijou.

Pedang itu meledak lagi. Api dan asap bertebaran.

Tapi setelah api dan asap menyebar, Kamijou Touma masih berdiri di situ.

…Jangan–jangan… dia bisa menggunakan sihir?

Stiyl bergumam sendiri. Tapi, dia cepat–cepat menyangkal asumsi itu. Tak mungkin ada penyihir di negara ini yang tahu lebih banyak tentang Natal daripada sihir, padahal Natal yang mereka ketahui hanya sebatas hari untuk berkencan.

Dan… dan di samping itu… jika Index, yang tidak memiliki kekuatan sihir, bersekutu dengan penyihir lain, dia tidak perlu kabur.

Semengerikan itulah memori yang dimiliki Index.

103.000 grimoir yang dibawanya bahkan lebih berbahaya dari senjata nuklir.

Semua nyawa akan mati, apel akan selalu jatuh, 1 ditambah 1 akan selalu sama dengan 2. Dengan grimoir-grimoir itu, kau bisa mengubah hukum yang seharusnya alami dan tak mungkin bisa diubah tersebut. Hukum tersebut bisa dihancurkan lalu ditulis ulang kembali untuk menciptakan suatu hukum baru. Kau bisa membuat 1 ditambah 1 menjadi 3, apel–apel akan jatuh ke atas, dan nyawa yang sudah mati dapat dihidupkan kembali.

Seorang penyihir yang bisa melakukan ini disebut Majin.

Hal ini tidak merujuk pada dewa dunia iblis[9], tapi pada penyihir yang telah benar-benar menguasai sihir hingga sampai pada taraf telah memasuki wilayah Tuhan.

Seorang Dewa Sihir.

Walau begitu, dia tidak bisa merasakan kekuatan sihir apa pun dari anak ini.

Dia seharusnya bisa mengatahui jika anak ini adalah seorang penyhir hanya dengan sekali lihat, tapi anak di depannya itu tidak memiliki bau milik dunia yang sama dengannya.

Jadi, bagaimana dia melakukannya?

“!!”

Untuk menyembunyikan gemetarannya, Stiyl mengayunkan pedang apinya pada Kamijou.

Kali ini, pedangnya tidak meledak.

Kamijou menggunakan tangna kanannya untuk memukul pedang api itu seperti sedang mengusir lalat, dan pada waktu itu, pedang api itu hancur berantakan seperti kaca pecah, dan lenyap dari udara.

Pedang api bersuhu 3000 derajat Celsius telah dihancurkan oleh tangan kanan yang tidak ditingkatkan kekuatannya oleh sihir.

“...Ah...”

Tiba–tiba, betul–betul tiba–tiba, Stiyl Magnus memikirkan sesuatu.

Gereja Berjalan di pakaian suster Index mempunyai barrier kelas Paus, dan kekuatannya bisa menandingi Katedral London. Barrier ini dikatakan tidak bisa dirusak kalau naga St. George belum turun.

Namun, Gereja Berjalan Index telah sepenuhnya hancur. Terbukti dari Kanzaki yang mampu menebasnya.

Siapa yang melakukannya? Dan Bagaimana?

“...”

Kamijou sudah berada tepat di depan Stiyl.

Satu langkah lagi, dan dia akan ada dalam jangkauan tinjunya.

“...MTWOFFTO (Satu dari lima elemen yang membentuk dunia), IIGOIIF (oh pencipta api agung)...”

Stiyl mulai mengeluarkan keringat dingin. Untuknya, organisme yang memakai seragam musim panas dan memiliki bentuk manusia ini mungkin bukan manusia di balik kulitnya, tapi suatu material misterius dan tebal. Memikirkan tentang ini, dia merasa dingin mengalir di tulang belakangnya.

“IIBOL (Cahaya penyelamatan yang melahirkan kehidupan),AIIAOE (Cahaya penghukum yang menghukum para penjahat)… IIMH (Dengan membawa kedamaian dan keseimbangan pada waktu yang sama),AIIBOD (juga menghancurkan kemalangan gelap dan dingin)… IINF (Api adalah namanya),IIMS (pedang adalah gelarnya)! ICR (Terbentuklah),MMBOP (Jadilah kekuatan yang memakan tubuhku ) —!”

Bagian dada dari jubah pendeta Stiyl mulai robek, dan suatu kekuatan dari dalam menyebabkan kancing bajunya lepas.

*BOOM!* Sebuah ledakan besar bisa didengar- hasil dari api menyerap oksigen. Sebuah gumpalan api raksasa keluar dari dalam mantelnya. Itu bukan sekadar gumpalan api biasa.

Di pusat api merah terang terdapat suatu inti yang setebal dan sehitam-pekat minyak yang terus menitik. Inti itu terlihat seperti manusia, dan inti yang terus terbakar ini membuat orang berpikir tentang burung di laut yang dinodai oleh minyak setelah ada kecelakaan kapal tanker di laut.

Namanya adalah Innocentius, artinya adalah ”Kau pasti kubunuh."

Sang dewa api raksasa dengan niat membunuh itu merentangkan kedua tangannya, menerjang Kamijou Touma seperti sebuah meriam—

“JANGAN MENGHALANGIKU!”

*THOMP!*

Kamijou dengan kesal mengayunkan punggung tangannya, seperti mendorong jaring laba–laba ke samping.

Kamijou dengan mudahnya menghancurkan kartu truf terakhir Stiyl Magnus. Sang manusia minyak yang seperti dewa api raksasa ini meledak lalu tersebar di lantai, seperti bola air yang ditusuk jarum.

“…?”

Tapi, Kamijou Touma tidak mengambil langkah ke depan. Tentu saja, tidak ada suatu alasan jelas.

Kamijou hanya melihat Stiyl terus tertawa terkekeh–kekeh bahkan setelah kartu andalannya sudah ditangani. Ekspresi ini membuat Kamijou takut untuk mengambil langkah terakhir dengan mudahnya.

Suara cairan kental bergelembung bisa didengar di seluruh tempat itu.

“Apa… ?”

Kamijou panik sambil mundur selangkah. Pada saat itu, buih hitam berkumpul dari seluruh tempat, dan kembali membentuk sebuah bentuk manusia. Jika dia sudah mengambil langkah maju, dia pasti sudah diserang dari semua arah oleh api.

Kamijou bingung dengan apa yang terjadi di handapannya. Jika pernyataannya tentang efek Imagine Breaker dari tangan kanannya itu benar, maka bahkan keajaiban yang digambarkan di legenda pun bisa dihancurkan. Selama sihir juga disebut kekuatan supernatural, seharusnya kekuatan itu menghilang sepenuhnya setelah tersentuh sekali, tapi…

Minyak dalam api itu bergerak, berubah bentuk, dan akhirnya membentuk sebuah raksasa yang membawa pedang 2 tangan,

Tidak, itu bukan pedang, melainkan salib raksasa yang panjangnya lebih dari 2 meter dan biasa digunakan untuk menyalib seseorang.

Raksasa itu mengangkat salib itu dengan kedua tangannya, dan menghantamkannya kepada Kamijou seperti kapak.

“…!”

Kamijou dengan cepat menggunakan tangan kanannya untuk menepisnya. Di samping kemampuan tangan kanannya, Kamijou hanya seorang murid SMA biasa. Melihat serangan yang datang seperti ini, dia tidak bisa melihat dengan jelas dan menghindarinya.

*CLANG!* Salib dan tangan kanan bertabrakan.

Kali ini, salib itu tidak menghilang. Kamijou merasa tangan kanannya seperti memegang lapisan karet. Akan tetapi, dia merasa tangan kanannya tidak akan bertahan lama. Di samping itu, musuhnya menggunakan dua tangan, dan Kamijou hanya bisa menggunakan satu. Salib api itu mulai mendekati Kamijou dari atas.

Kamijou, yang tidak tahu apa yang terjadi, menyadari sesuatu. Benda bertubuh api yang disebut Innocentius ini bereaksi terhadap tangan kanan Kamijou, tapi dia bisa langsung hidup kembali setelah dihancurkan. Waktu di antara penghancuran dan kebangkitannya bahkan sepertinya tidak sampai sepersepuluh detik.

Kemampuan tangan kanannya telah tersegel.

Sekali dia melepaskan tangan kanannya, Kamijou akan dibakar menjadi debu oleh Innocentius.

Rune."

Kamijou sepertinya mendengar sesuatu.

Situasi tegang ini membuatnya tidak bisa menoleh ke belakang. Namun, Kamijou bisa mendengar suara orang yang bicara itu.

“… Ke-24 huruf yang melambangkan misteri dan rahasia telah digunakan sebagai bahasa sihir oleh orang–orang Jerman sejab abad ke-2, dan dikatakan bahwa bahasa itu adalah asal-muasal bahasa Inggris Kuno.”

Meski Kamijou bisa mendengar suara Index, dia masih tidak bisa percaya.

“Apa…?”

Dengan keadaan tubuhnya yang seperti itu, kenapa dia bisa bicara dengan begitu tenang?

“… Menyerang Innocentius secara langsung tidak efektif. Sebelum ukiran rune di lantai, atap, dan dinding dihapus, dia akan terus hidup kembali.

Kamijou menggunakan tangan kirinya untuk memegang lengan kanannya, nyaris tidak bisa menahan salib itu.

Dengan takut-takut, dia menatap ke belakang.

Gadis itu masih berbaring di sana. Tapi, Kamijou tidak bisa memanggil-“nya” Index karena mata gadis itu tampak seperti robot tanpa emosi.

Dengan setiap kata yang dikatakan gadis itu, lukanya terus mengeluarkan darah.

Namun, gadis itu tidak peduli pada luka di punggungnya; dia seperti sebuah mesin yang dirancang untuk menjelaskan sihir.

“Kau… k- kau Index, 'kan?”

“Ya. Aku adalah perpustakaan sihir yang tergabung dengan Sektor 0 dari Anglikan Inggris, ‘Necessarius’. Nama diriku adalah Index Librorum Prohibitorum, tapi dapat disingkat Index.”

Melihat bagaimana perpustakaan sihir bernama bertindak seperti ini, Kamijou merasa seluruh tubuhnya dingin, bahkan lupa kalau dia hampir dihancurkan oleh dewa api raksasa.

“Aku sudah mengakhiri pengenalan diri, jadi aku akan kembali pada penjelasan tentang rune. Sederhananya, mereka seperti pantulan bulan di danau; walaupun seseorang menggunakan pedang untuk menebasnya, itu tidak ada artinya. Jika seseorang ingin memotong bulan di air, mereka harus menghancurkan bulan yang asli di langit.”

Setelah Index mengatakan ini, Kamijou ingat pada musuh di depannya.

Apa maksudnya bahwa ini bukan tubuh utama dari kekuatan supernatural ini? Seperti hubungan antara film dan foto, akankah sang dewa api raksasa terus hidup kembali jika kekuatan supernatural lain yang membuatnya hidup kembali dihancurkan?

Walaupun begitu, Kamijou tetap belum percaya sepenuhnya pada perkataan Index.

Kamijou tetap mengganggap sihir itu tidak nyata meskipun telah mengalami semua kejadian ini.

Mengingat tangan kanannya telah disegel oleh Innocentius, Kamijou terjebak dan tidak bisa bergerak sedikit pun. Namu dia bisa tetap mencoba menguji perkataan Index. Dalam keadaan Index yang seperti ini, tidak mungkin Kamijou meminta bantuan darinya.

“Abu menjadi abu… “

Kamijou terbelalak. Dari balik dewa api raksasa, Stiyl membuat pedang api dengan tangan kanannya.

“Debu menjadi debu… “

Sebuah pedang api berwarna biru keputihan muncul di tangan kirinya; tidak ada suara yang dibuatnya.

“… Squeamish Bloody Rood!”

Dengan teriakan yang penuh semangat, dua pedang api diayunkan secara horizontal ke arah sang dewa api raksasa dari kanan dan kiri seperti sebuah gunting. Kamijou, yang tangan kanannya disegel oleh Innocentius, tidak bisa menahannya.

Sial… sial… Harus kabur dulu—!

Kamijou Touma bahkan tidak diberi kesempatan untuk berteriak.

Dua pedang api mengenai dewa api raksasa, dan, seperti bom raksasa yang sudah disulut, sebuah ledakan besar terjadi.

Part 7[edit]

Ketika api dan asap lenyap, keadaan sekeliling terlihat seperti neraka.

Pagar besi melumer layaknya permen, bahkan ubin di lantainya telah meleleh menjadi sesuatu seperti lem. Cat pada dinding terkelupas hingga semennya terlihat.

Si bocah tak terlihat di mana pun.

Biar begitu, Stiyl mendengar langkah kaki seseorang yang berlari sepanjang tangga turun koridor.

"...Innocentius," bisiknya dan api yang menjalar di sekitar kembali ke bentuk manusia, pergi menuju tangga, dan mengikuti langkah kaki.

Stiyl terlihat takjub. Tak ada yang sehebat itu bisa terjadi. Sesaat sebelum ledakan, ketika Stiyl mengayunkan dua pedang apinya hingga menembus dewa api raksasa, Kamijou telah kabur dengan tangan kanannya dan melompati tangga.

Saat dia jatuh, ia menggenggam tangga satu lantai di bawahnya dan menarik dirinya sendiri ke koridor. Dia menariknya dengan keberanian murni, ya .. itu terbilang nekat

"Tapi..."

Stiyl tersenyum lembut. Kamijou kini tahu kelemahan rune berkat pengetahuan dari 103,000 grimoir milik Index. Seperti yang dia bilang, sihir rune yang Stiyl gunakan telah diaktifkan oleh ukiran itu. Bisa juga diartikan bahwa dengan menghapus ukiran itu akan meniadakan bahkan sihir yang terhebat sekalipun.

"Jadi apa?" Ekspresi Stiyl nampak tidak cemas. "Kau tak akan bisa melakukannya. Mustahil bagimu untuk menghapus seluruh rune yang diukir di gedung ini."

"A..Aku kira, aku benar-benar akan mati tadi!!"

Setelah melompat ke pagar lantai 7 dengan nekat, jantung Kamijou masih berdebar dalam dadanya.

Saat ia berlari menyusuri koridor, dia melihat sekitar. Dia belum benar-benar percaya pada apa yang Index katakan. Dia hanya mencoba untuk menjauh dari Innocentius agar dia bisa mendapat beberapa waktu untuk mempersiapkan dirinya.

"Sialan! Apa apaan ini!?"

Sulit bagi Kamijou untuk tidak berteriak ketika dia melihat apa yang ada di hadapannya.

Dia tidak perlu bertanya-tanya di mana rune itu terukir pada gedung asrama. Faktanya, dia telah menemukan mereka. Mereka ada di lantai, di pintu, dan di tabung pemadam api. Secarik kertas sekitar ukuran kartu telepon tersangkut di seluruh gedung seperti Hoichi si Tanpa Telinga.

Berdasarkan saran Index (dia sebenarnya tidak suka harus mengingat wajah Index yang mirip boneka saat memberinya saran), dia menduga bahwa sihir itu seperti sinyal pemblokir yang kemudian disebut sebagai barrier dan rune seperti antena yang mengirimkan sinyal. Tapi bisakah dia menyobek satu per satu dari puluhan ribu "antena"?.

Dengan deruan oksigen yang terhisap, sebuah api berbentuk manusia jatuh ke sisi berlawanan dari pagar besi.

"Sial!!"

Jika dia tertangkap lagi, dia tidak akan bisa menyobek kertas-kertas itu. Kamijou cepat-cepat melesat ke tangga darurat di sisinya. Saat melompat lebih jauh ke bawah, dia bisa melihat carikan kertas ditempel di pojokan tangga dan atap dengan simbol aneh tertulis di sana. Simbol itu pasti adalah rune.

Mereka jelas-jelas telah diproduksi masal dengan mesin fotokopi.

Kamijou hampir meneriakkan "Bagaimana sebuah salinan sampah seperti itu bisa berkerja!?" tapi ia ingat bahwa lampiran di manga shoujo bisa digunakan untuk ramalan tarot dan bahkan kitab diproduksi masal di toko percetakan.

(Tau kan... hal gaib itu gak wajar)

Dia merasa ingin menangis. Puluhan ribu "ukiran rune" itu agaknya tertempel di seluruh gedung. Bisakah dia menemukannya satu per satu? Saat ini pun, Stiyl masih terus menempelkan kertas kopian di gedung.

Seakan-akan ingin memutuskan rangkaian pikirannya, Innocentius melompat dari tangga di atas.

"Sial!"

Kamijou menyerah untuk melanjutkan menuruni anak tangga dan berlari menuju koridor di samping. Ketika dewa api raksasa mendarat di lantai, api menyebar di sekitar dan mengisi koridor bahkan saat api itu memantul karena menghantam lantai.

Koridor itu lurus, dan Kamijou tak mungkin lolos dari Innocentius jika hanya mengandalkan kecepatan.

"...!"

Kamijou melihat jalan masuk menuju tangga darurat. Berdasarkan papan penunjuk, dia berada di lantai kedua.

Dengan auman, Innocentius menerjang maju untuk menangkap tangan kanan Kamijou.

"Uu-uwah!!"

Bukannya menggunakan tangan kanannya atau berlari spanjang koridor, Kamijou malah memilih melompati tangga lantai kedua.

Setelah Kamijou melompat, dia baru sadar bahwa di bawah adalah aspal dan ada beberapa sepeda yang berhenti di sana.

"Waaaaaaaahhhhhhhhh!!!"

Dia berhasil mendarat di antara dua sepada, tapi tetap saja dia masih mendarat di aspal yang keras. Dia mencoba untuk menekuk lututnya untuk meredam jatuhnya, tapi dia mendengar suara yang tak enak dari pergelangan kakinya. Dia hanya melompat dari lantai dua, sehingga kakainya tidak ada yang patah. Namun, tampaknya dia melukai kedua pergelangan kakinya.

Dia mendengar deruan api yang menghisap oksigen datang dari atas.

"!?"

Kamijou bergegas berdiri, sambil menendangi sepeda, namun pengejarnya tidak juga turun.

"?"

Kamijou melihat ke atas dengan muka heran.

Masih membuat suara raungan, Innocentius bergelantungan di tangga lantai kedua dan memerhatikan Kamijou yang ada di bawah. Seperti ada tembok tak terlihat yang menahannya untuk mengikuti Kamijou.

Rupanya, rune itu hanya diletakan di gedung asrama. Kamijou berhasil untuk kabur dari api Stiyl dengan meninggalkan gedung.

Melihat hal tersebut, sepertinya dia kini tahu sedikit tentang sistem tak terlihat dari sihir. Dia tidak sedang melawan musuh tak masuk akal seperti penyihir di RPG yang bisa melakukan apa pun dengan merapalkan mantra. Malah, lawannya bertindak berdasarkan peraturan yang sama dengan PSY yang Kamijou tahu.

Dia menghela napas.

Setelah nyawanya terbebas dari segala ancaman, Kamijou merasa lemas. Dia duduk di tanah tanpa pikir panjang. Dia sama sekali tidak takut. Malahan, dia diserang oleh perasaan lain yang lebih seperti kelelahan. Dia mulai berpikiran jika dia bisa kabur dari bahaya hanya dengan melarikan diri saja.

"Aku tahu, polisi" oceh Kamijou.

Mengapa ia tidak memikirkan itu sebelumnya? Polisi Academy City bisa dibilang unit spesial anti-esper. Kamijou bisa saja melaporkannya kepada mereka daripada harus membahayakan hidupnya sndiri.

Kamijou mengecek saku celananya, tapi telepon genggamnya telah diremukkan oleh kakinya sendiri pagi itu.

Kamijou memerhatikan jalan. Dia mencari telepon umum.

Dia tidak melakukan itu untuk melarikan diri.

"...Maksudmu jika aku akan turun ke neraka, kamu akan menemaniku?"

Dan kata itu masih menancap di dadanya.

Dia sama sekali tidak melakukan sesuatu yang salah. Dia sama sekali tidak melakukan sesuatu yang salah. Tapi...

Dalam situasi yang sama, Index kembali untuk Kamijou Touma. Kamijou hanya tak bisa memercayai dia telah mengalami kejadian berbahaya bersama orang asing yang baru dia kenal tak lebih dari setengah jam itu.

"Sialan. Itu benar. Jika aku tidak ingin mengikutimu ke dasar neraka," Kamijou tersenyum, "aku hanya perlu membawa mu keluar dari sana."

Dia merasa sudah saatnya dia mengerti.

Dia tidak tahu bagaimana sihir bekerja, tapi dia tidak perlu tahu apa yang terjadi di tempat yang tidak bisa dia lihat. Dia bisa mengirim email tanpa perlu diagram sirkuit pada HPnya.

"...Haaah. Setelah mengerti hal itu, ternyata sihir cuma biasa-biasa saja."

Dia tahu harus berbuat apa, jadi sekarang dia hanya cukup mencobanya.

Bahkan bila dia gagal, itu masih lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.

Sebuah pagar besi membengkok lalu patah. Patahan yang berkilau jingga itu jatuh ke bawah. Kamijou dengan segera berguling menjauh.

Dia mungkin sudah sadar, tapi dia masih harus melakukan sesuatu pada Innocentius itu sebelum bisa menyelamatkan Index. Masalah sebenarnya terletak pada puluhan ribu rune itu. Bisakah dia menyobek semua kertas yang tertempel di gedung?

"Kau tahu, aku kaget alarm kebakaran tidak berbunyi setelah semua apa yang terjadi."

Dia mengatakan itu tanpa pikir panjang, tapi Kamijou Touma membatu saat dia mengucapkannya.

Alarm kebakaran?


Alarm kebakaran yang terpasang di sekeliling gedung tiba-tiba berbunyi pada saat yang bersamaan.

"!?"

Di tengah-tengah deruan suara bagaikan badai yang terdengar sekeras serangan bom, Stiyl melihat langit-langit.

Tiba-tiba, sprinkler yang terpasang di langit-langit menyemprotkan air laksana badai hujan buatan. Karena merasa pemadam kebakaran akan terlalu merepotkan jika sampai datang, Stiyl telah menuliskan perintahnya kepada Innocentius agar ia tidak menyentuh sensor keamanan. Itu berarti Kamijou Touma-lah yang menekan tombol alarm kebakaran.

Apakah dia pikir dengan begitu dia dapat mematikan api Innocentius?

Pemikiran seperti itu sangat konyol, tapi si penyihir yang basah kuyup hanya karena alasan tak masuk akal seperti merasa sangat marah dan jengkel hingga rasanya pembuluh darah di dalam kepalanya akan pecah.

Stiyl memerhatikan alarm kebakaran merah pada dinding dengan jengkel.

Sebenarnya mudah untuk mematikan alarmnya, tapi dia tidak bisa menghentikannya sendiri. Karena sekarang sedang liburan musim panas, sebagian besar penghuni asrama tidak ada di tempat, tapi akan sangat merepotkan bila pemadam kebakaran sampai datang.

"...Hm."

Stiyl memeriksa sekitar dan lalu dengan cepat membawa Index dan pergi. Tujuannya adalah membawa kembali Index, jadi tak ada alasan dia sampai harus terlihat sebagai pembunuh Kamijou. Dengan waktu yang tersisa sebelum pemadam kebakaran datang, dia bisa meninggalkan Innocentius dalam mode pengejaran otomatis dan bocah itu akan mendapatkan pelukan api nyaman yang akan membuatnya menjadi arang atau abu.

(Ini tidak berarti elevator terhenti, 'kan?)

Dia mendengar bahwa elevator dibuat berhenti bila dalam keadaan darurat. Jika benar, itu akan membuat Stiyl frustasi. Dia sekarang berada di lantai 7. Walaupun Index adalah seorang gadis, menggendong orang pingsan turun lewat tangga akan sanggat melelahkan.

Itulah kenapa dia lega saat mendengar bunyi ding seperti microwave yang datang dari belakang.

Lalu dia menyadarinya.

Siapa itu? Siapa yang berada dalam elevator?

Ini adalah malam libur musim panas dan dia sudah mengecek untuk meyakinkan bahwa semua siswa telah meninggalkan asrama, sehingga gedung telah sepi. Lalu siapa itu dan mengapa mereka memerlukan elevator?

Pintu elevator berdering saat terbuka. Sebuah langkah kaki di lantai yang basah karena siraman air dari sprinkler bergema di sepanjang lorong.

Stiyl memutar tubuhnya perlahan.

Dia sama tidak tahu kenapa badannya gemetaran.

Kamijou Touma berdiri di sana.

(Apa? Apa yang terjadi pada Innocentius?)

Pikirannya berputar-putar dengan kacau di kepala Stiyl. Innocentius bisa diibaratkan rudal pengejar pada pesawat tempur. Setelah sasarannya terkunci, takkan ada yang bisa menghindarinya. Tak peduli kau lari atau sembunyi, ia akan menggunakan api 3000 derajat celsius-nya untuk melelehkan semua dinding maupun rintangan, wala penghalangnya terbuat dari baja sekalipun, dan akan terus mengejarmu. Seharusnya takkan bisa lolos hanya dengan sekadar berlari di sekitar gedung.

Tapi ternyata Kamijou Touma berdiri di sana.

Dia berdiri di sana tak terpengaruh, tak terhentikan, tak terbantahkan, dan yang paling penting, seorang musuh alami yang tanpa keraguan.

"Jika dipikir, rune seharusnya terukir di dinding atau di lantai, 'kan?" kata Kamijou saat hujan buatan yang dingin menghujaninya. "Sungguh, kau itu benar-benar hebat. Sejujurnya, aku tak akan menang jika kau mengukirnya dengan sebuah pisau. Silakan menyombongkan diri kalau mau."

Saatnya dia berbicara, Kamijou Touma mengangkat tangan kanannya dan menunjuk ke atas kepalanya.

Dia menunjuk ke langit-langit. Ke sprinkler.

"....Tidak Mungkin! Api bersuhu 3000 derajat tak akan bisa dipadamkan dengan itu!"

"Jangan bodoh. Bukan apinya. Bagaimana kau menempelkan benda itu segala tempat di gedung ini?"

Stiyl lalu mengingat kembali puluhan ribu kertas rune yang ia pasang di asrama.

Kertas lemah pada air. Bahkan anak TK pun tahu itu.

Dengan menyemprotkan air ke seluruh gedung dengan sprinkler, tidak masalah jika ada puluhan ribu rune di sana. Dia tidak perlu berlari mengelilingi gedung. Bahkan, dia bisa menekan satu tombol dan menghancurkan semua carikan kertas.

Otot muka si penyihir pun kejang.

"Innocentius!"

Sekejap setalah dia meneriakkan itu, pintu elevator di belakang Kamijou meleleh seperti permen dan si dewa api raksasa merayap sepanjang koridor.

Tiap kali tetesan air jatuh ke badan apinya, tetesan-tetesan itu menguap dengan suara dengusan buas.

"Ha Ha Ha. Ah ha ha ha ha ha! Hebat! Kau punya indra bertarung seorang genius! Tapi kau kurang pengalaman. Kertas kopian tidak sama dengan kertas toilet. Hanya karena sedikit basah, kertas-kertas itu tidak akan benar-benar terlarut!" Si penyihir melebarkan tangannya ketika tawa meledak dari mulutnya lalu dia berteriak, "Bunuh dia!"

Innocentius mengayunkan tangannya seperti sebuah palu.

"Menyingkirlah."

Kamijou Touma membuat satu pernyataan. Dia bahkan tidak memutar badannya.

Tangan kanan Kamijou menyentuh si dewa api raksasa dengan punggung tangannya dan dewa api itu akhirnya meledak ke seluruh penjuru dengan suara yang menyedihkan.

"Apa!?"

Jantung Stiyl Magnus berhenti sekejap saking terkejutnya.

Setelah meledak, Innocentius tidak hidup kembali. Potongan daging seperti oli bekas terpercik ke seluruh tempat dan yang bisa mereka lakukan hanya sedikit menggeliat.

"Ti...dak....mungkin...bagaimana....bisa! Rune-ku belum hancur!"

"Bagaimana dengan tintanya?" Kelihatannya perlu 5 tahun untuk suara Kamijou Touma sampai ke telinga Stiyl. "Bahkan bila kertas kopian belum hancur, air akan membuat tinta luntur," kata Kamijou, "walaupun tampaknya belum semuanya luntur."

Bagian yang menggeliat dari Innocentius hilang menjadi udara seiring dengan guyuran hujan buatan dari sprinkler. Seolah-olah tinta pada kertas kopian yang ditempel di gedung satu per satu luntur karena siraman air, mengakibatkan Innocentius kehilangan kekuatan sedikit demi sedikit.

Potongan daging menghilang satu per satu hingga akhirnya yang terakhir lebur dan menghilang.

"Innocentius...Innocentius!"

Kata-kata si penyihir itu seperti orang yang meneriaki gagang telepon setelah teleponnya diputus.

"Lalu sekarang."

Kamijou Touma menggambil langkah maju menuju Stiyl Magnus.

"Inno...centius...," kata si penyihir... namun tak ada yang menjawab.

Kamijou Touma menggambil langkah maju lagi menuju Stiyl Magnus.

"Innocentius...Innocentius, Innocentius!" teriak si penyihir.... namun tetap saja tidak ada yang muncul.

Kamijou Touma akhirnya mulai menerjang maju menuju Stiyl Magnus seperti peluru.

"A-abu untuk abu, debu untuk debu, Squeamish Bloody Rood" Si penyihir akhirnya berteriak, tapi bahkan tidak ada pedang api muncul, apalagi dari dewa api raksasa.

Kamijou Touma mulai mendekati Stiyl Magnus dan semakin mendekat.

Dia mengepalkan tinjunya.

Dia mengepalkan tangan kanannya yang benar-benar normal. Dia mengepalkan tangan kanannya yang tak akan berguna kecuali dia gunakan itu pada suatu macam kekuatan supernatural. Dia mengepalkan tangan kanannya yang tidak mampu mengalahkan bahkan seorang berandalan, tidak bisa meningkatkan nilai tesnya, dan juga tidak bisa membantunya menggoda cewek.

Tapi tangan kanannya bisa juga berguna.

Lagi pula, dia bisa menggunakannya untuk memukul bajingan yang berdiri di hadapannya.

Tinju Kamijou Touma mendarat di muka si penyihir.

Badan si penyihir berputar seperti baling-baling bambu dan belakang kepalanya membentur pagar besi.


Chapter 2: Si Ilusionis Memberikan Kematian. The_7th-Egde.[edit]

Part 1[edit]

Saat itu malam. Sirene beberapa truk pemadam kebakaran dan sebuah ambulan meraung dari jalan utama dan melewatinya.

Asrama itu kelihatannya hampir seluruhnya sudah kosong, tapi alarm kebakaran yang berbunyi dan sprinkler yang terus menyirami gedung menandakan telah terjadi suatu peristiwa di sana. Dalam waktu singkat, asrama yang kosong itu sudah diisi dengan truk pemadam kebakaran dan orang-orang yang menonton.

Kamijou telah menggunakan tangan kanannya untuk menghancurkan fungsi pelacak pada kerudung milik Index di kamarnya sebelum membawanya. Kalau dia membiarkannya tetap aktif dan asal membuangnya, dia mungkin bisa mengelabui para pengejar, tapi gadis itu dengan keras kepala memaksa kalau dia ingin membawa kerudungnya tersebut.

Kamijou Touma mendecakkan lidahnya di sebuah gang. Dia menggendong tubuh berdarah Index di tangannya karena dia tidak bisa membiarkan lukanya menyentuh tanah yang kotor.

Dia tidak bisa menyerahkan Index ke ambulans.

Academy City pada dasarnya tidak menyukai kehadiran orang luar. Itulah kenapa kota ini membangun dinding yang mengelilingi kota dan meluncurkan tiga satelit yang secara nonstop memonitor semuanya. Bahkan para pengemudi truk yang menyuplai toko serba ada memerlukan kartu ID eksklusif untuk masuk.

Karena itu, informasi tentang orang luar tanpa ID seperti Index akan tersebar kalau dia dirawat di rumah sakit.

Dan musuhnya adalah bagian dari sebuah organisasi.

Kalau dia diserang di sana, orang-orang di sekitarnya bisa ikut terlibat. Apalagi jika diserang saat sedang memulihkan diri atau sedang dioperasi, dia pasti semakin tidak berdaya.

“Tapi aku tidak bisa hanya meninggalkannya seperti ini.”

“Aku...akan baik-baik saja. Kalau kau...bisa menghentikan pendarahannya...”

Suara Index terdengar lemah dan tidak menunjukkan tanda-tanda dari suara mekanis yang dia gunakan ketika menjelaskan tentang rune.

Dan itulah kenapa Kamijou segera tahu kalau apa yang dikatakannya itu salah. Lukanya tak bisa ditangani oleh seorang amatir dengan membalut perban di sekelilingnya. Kamijou terbiasa berkelahi, jadi dia memberi pertolongan pertama pada dirinya sendiri untuk kebanyakan luka yang menurutnya lebih baik dirahasiakan. Tapi luka di punggungnya cukup parah sampai-sampai membuat Kamijou kehilangan ketenangannya.

Tinggal satu hal tersisa yang bisa mereka andalkan.

Dia masih tidak memercayainya, tapi dia tidak punya apa-apa yang lain untuk dipercayai.

“Hei, hei! Kau bisa mendengarku?” Kamijou menampar pipi Index pelan. “Apakah ada sesuatu yang bisa menyembuhkan luka dalam 103.000 grimoir milikmu itu?”

Sihir dalam benak Kamijou tidak lebih dari sihir serangan dan sihir pemulihan dari RPG.

Memang benar Index telah mengatakan kalau dia secara alami tidak bisa menangani kekuatan sihir dan karenanya tidak bisa menggunakan sihir, tapi Kamijou bisa menangani kekuatan supernatural, jadi cukup jika Index memberitahunya apa yang perlu dia lakukan...

Pernapasan Index tipis, tapi lebih karena kehilangan darah dibanding rasa sakit. Bibir pucatnya bergetar.

“Ada...tapi...”

Wajah Kamijou menjadi cerah sejenak sampai kata “tapi” mencapai pikirannya dengan terlambat.

“Kau...tidak bisa melakukannya...” Index mengeluarkan napas kecil. “Bahkan kalau aku...mengajarkanmu mantranya...kekuatanmu pasti... akan menghalangi ...aduh...bahkan kalau kau...menirunya dengan sempurna.”

Kamijou melihat ke arah tangan kanannya dengan syok.

Imagine Breaker. Kekuatan yang bersemayam di sana memang telah meniadakan api milik Stiyl secara utuh. Jadi ada kemungkinan kalau itu akan meniadakan sihir pemulihan Index dengan cara yang sama.

“Sial! Lagi-lagi... Kenapa tangan kanan ini selalu saja mengganggu!?”

Tapi itu cuma berarti dia perlu memanggil seseorang. Seperti Aogami Pierce atau si gadis Biri-Biri Misaka Mikoto. Wajah beberapa orang tangguh yang tidak perlu dia khawatirkan kalau terlibat masalah seperti ini mengambang di pikirannya.

“...?” Index terdiam sejenak. “Bukan... Bukan itu yang aku maksud.”

“?”

“Bukan tangan kananmu... Masalahnya adalah... kau itu seorang esper.” Di malam yang panas itu, dia menggigil seperti berada di atas gunung bersalju di tengah musim dingin. “Sihir itu bukan...sesuatu yang bisa digunakan oleh ‘orang-orang berbakat’ seperti kalian, para esper. ‘Orang-orang tak berbakat’ ingin melakukan...apa yang ‘orang-orang berbakat’ bisa lakukan...jadi mereka menciptakan mantra dan ritual tertentu...yang dikenal sebagai sihir.”

Kamijou sudah akan berteriak, “Ini bukan waktunya untuk penjelasan!”

“Kau tidak mengerti...? Penyirkuitannya berbeda antara ‘orang-orang berbakat’ dan ‘orang-orang tak berbakat’... ‘Orang-orang berbakat’ tidak bisa menggunakan sistem yang diciptakan...untuk ‘orang-orang tak berbakat’...

“Ap-...?”

Kamijou diam seribu bahasa. Memang benar kalau obat-obatan dan elektroda-elektroda digunakan pada esper-esper seperti Kamijou untuk dengan paksa mengembangkan penyirkuitan otak mereka dengan cara yang berbeda dengan manusia biasa. Memang benar kalau tubuh mereka berbeda dengan yang lainnya.

Tapi dia tidak bisa memercayainya. Tidak, dia tidak mau memercayainya.

2.3 juta pelajar tinggal di Academy City. Tiap-tiap dari mereka telah melalui Kurikulum pengembangan kekuatan. Bahkan walaupun kau tidak bisa tahu dengan melihat mereka, bahkan kalau mereka tidak bisa membengkokkan sendok meskipun telah berusaha begitu keras hingga pembuluh darah di otak mereka pecah, dan bahkan kalau mereka adalah yang terlemah dari para esper, mereka memang terbuat berbeda dari orang biasa.

Dengan kata lain, orang-orang yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir, hal satu-satunya yang bisa menyelamatkan gadis itu.

Ada satu cara untuk menyelamatkan orang yang berbaring di depannya, tapi tidak ada yang bisa menyelamatkannya.

“Sial...” Kamijou menampakkan gigi taringnya seperti hewan buas. “Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa ini bisa terjadi!? Apa-apaan ini!? Bagaimana mungkin ini adil!?”

Tubuh Index semakin gemetaran.

Beban yang menurut Kamijou paling sulit dipikul adalah bahwa gadis itu dihukum karena ketidakmampuan dirinya sendiri.

“ ‘Berbakat’ pantatmu,” umpatnya. “Aku bahkan tidak bisa menyelamatkan gadis yang menderita di depan mataku.”

Tapi dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk menyelesaikan situasi itu. Fakta bahwa 2.3 juta pelajar yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir adalah peraturan yang perlu dia pecahkan lebih dulu.

“...?”

Kamijou tiba-tiba menyadari sesuatu yang aneh tentang apa yang telah dia pikirkan.

Pelajar?

“Hei, orang biasa ‘tak berbakat’ mana pun bisa menggunakan sihir, 'kan?”

“...Eh? Iya.”

“Dan tak akan berakhir sia-sia karena orang itu tidak punya bakat dalam sihir, 'kan?”

“Kau tidak...perlu khawatir tentang itu... Selama mereka mempersiapkannya dan melakukannya dengan benar...bahkan murid SMP pun seharusnya bisa melakukannya.” Index berpikir sejenak. “Tapi kalau mereka salah urutannya, jalur-jalur di otak mereka dan penyirkuitan syarafnya bisa hangus... Tapi dengan pengetahuan dari 103.000 grimoir milikku, tidak akan ada masalah. Jangan khawatir.”

Kamijou tersenyum.

Tanpa berpikir, dia melihat ke atas seakan ingin melolong ke bulan di langit malam.

Memang benar terdapat 2.3 juta pelajar tinggal di Academy City dan bahwa mereka semua telah dikembangkan supaya memiliki semacam kekuatan psikis.

Tapi, para guru yang mengembangkan mereka adalah manusia normal.

“Kuharap dia belum tidur.”

Wajah seorang guru muncul dalam pikiran Kamijou Touma.

Wajah Tsukuyomi Komoe, guru wali kelasnya dengan tinggi 135 cm, yang masih cocok memakai sebuah randoseru merah[10] walaupun dia adalah seorang guru.


Kamijou menelepon Aogami Pierce dari sebuah telepon umum untuk menanyakan alamat Komoe-sensei. (Kamijou telah menjatuhkan dan merusakkan telepon genggamnya pagi itu. Alasan Aogami Pierce tahu alamat rumah Komoe adalah sebuah misteri. Kamijou curiga kalau dia adalah seorang stalker.) Kamijou lalu mulai berjalan sambil menggendong Index yang terlihat begitu lemas di punggungnya.

“Ini dia tempatnya...”

Dia tiba setelah berjalan 15 menit dari lorong belakang itu.

Sangat tidak cocok dengan penampilannya yang mirip anak umur umur 12 tahun, tempat tinggalnya berada di gedung apartemen kayu dua tingkat yang kelihatan sangat tua dan bobrok hingga Kamijou merasa kalau apartemen itu pasti telah bertahan dari serangan bom di Tokyo. Karena mesin cucinya ada di lorong luar, gedung itu pasti tidak punya kamar mandi.

Biasanya, Kamijou akan membuat lelucon tentang itu selama sepuluh menit ke depan, tapi saat itu dia bahkan tidak tersenyum sama sekali.

Setelah memeriksa papan nama di pintu-pintu di lantai satu, dia menaiki tangga metal yang bobrok dan berkarat dan mengecek pintu-pintu di atas sana. Ketika dia sampai ke pintu paling jauh ke belakang di lantai 2, dia akhirnya menemukan nama “Tsukuyomi Komoe” yang tertulis dalam huruf hiragana.

Kamijou membunyikan belnya dua kali, kemudian menendang pintu itu dengan seluruh kekuatannya.

Kakinya yang menghantam pintu mengeluarkan suara keras.

Tapi pintu itu bergeming. Seperti biasa, Kamijou Touma merasa sial karena dia mendengar suara retak dari jempol besarnya.

“~ ~ ~!!”

“Iya, iya, iyaaa! Pintu anti-salesman koran itu adalah satu-satunya yang kokoh di sini. Aku akan membukanya, oke?”

(Kenapa tidak kutunggu saja tadi?)

Ketika Kamijou memikirkan itu dengan mata berkaca-kaca, pintunya terbuka, dan kepala Komoe-sensei yang memakai piyama menyembul melalui celahnya. Ekspresi rileksnya jelas menunjukkan kalau dia tidak bisa melihat luka di punggung Index dari posisinya.

“Wa, Kamijou-chan. Apa kau mulai kerja sambilan sebagai salesman koran?”

“Koran mana yang pekerjanya meminta orang lain dengan seorang biarawati di punggungnya?” kata Kamijou dengan tidak senang. “Aku ada sedikit masalah, jadi aku akan masuk. Permisi.”

“T-tunggu, tunggu, tunggu!” Komoe-sensei dengan panik mencoba menghalangi jalan Kamijou ketika Kamijou mendorongnya ke samping. “A-aku tidak bisa membiarkanmu tiba-tiba masuk ke kamarku. Dan itu bukan hanya karena kamarku seperti kapal pecah dengan kaleng bir kosong mengotori lantai dan puntung rokok yang menumpuk di asbak!”

Index v01 127.jpg

“Sensei.”

“Ya?”

“...Aku ingin tahu kalau kau bisa membuat lelucon yang sama setelah melihat apa yang kubawa di punggungku.”

“A-aku tidak bercanda! ...Gyahhh!?”

“Jadi sekarang kau menyadarinya!”

“Aku tadi tidak melihat kalau kau terluka begitu parah di punggungmu, Kamijou-chan!”

Komoe-sensei mulai panik karena tiba-tiba melihat darah dan Kamijou akhirnya berhasil mendorongnya ke samping dan memasuki kamar itu.

Kamar itu terlihat seperti kamar milik seorang lelaki paruh baya yang suka bertaruh di pacuan kuda. Di atas lantai tatami yang sudah usang, kaleng bir kosong yang tak terhitung jumlahnya berserakan, dan di asbak perak itu terdapat gunungan puntung rokok. Seperti sebuah lelucon, bahkan ada meja teh dengan tipe yang seorang bapak keras kepala akan balikkan di tengah ruangan.

“...Aku mengerti. Jadi kau tidak bercanda.”

“Kurasa ini bukan waktu yang tepat, tapi apa kau punya masalah dengan gadis yang merokok?”

Kamijou merasa itu bukan itu masalahnya ketika dia melihat wali kelasnya yang kelihatan berumur 12 tahun menendang beberapa kaleng bir yang menghalangi untuk membuka tempat kosong. Dia tidak ingin duduk di lantai tatami yang usang, tapi ini bukan waktunya untuk memikirkan harus mempersiapkan sebuah futon terlebih dahulu.

Dia membaringkan Index telungkup di lantai untuk memastikan lukanya tidak menyentuh lantai.

Bentuk robekan bajunya menyembunyikan luka sebenarnya dari penglihatan, tapi cairan merah pekat mengalir keluar seperti minyak.

“B-bukankah seharusnya kau memanggil ambulans? T-teleponnya ada di sana.”

Komoe-sensei menunjuk ke arah salah satu sudut ruangan dengan tangan gemetar. Entah kenapa, teleponnya adalah telepon hitam dengan putaran dial.

Mana di dalam darah sedang mengalir keluar bersama darah.”

Kamijou dan Komoe-sensei dengan refleks berbalik ke arah Index.

Index masih terbaring lemas di lantai, tapi matanya diam-diam terbuka bahkan dengan kepala menghadap ke samping seperti sebuah boneka rusak.

Matanya lebih dingin dari cahaya bulan yang pucat dan lebih tepat dari gerigi sebuah jam.

Matanya benar-benar tenteram sempurna hingga terlihat seperti bukan mata manusia.

“Peringatan: Bab 2, Ayat 6. Hilangnya daya kehidupan yang dikenal sebagai mana karena kehilangan darah telah melebihi batas tertentu, jadi Pena John[11] sedang dibangunkan dengan paksa. ...Jika situasi ini terus berlanjut, tubuhku akan kehilangan daya kehidupan minimum yang diperlukan dan akan meninggal dunia dalam waktu sekitar 15 menit sesuai dengan standar menit internasional yang didefinisikan oleh menara jam di London. Sebaiknya kau mengikuti instruksi yang akan kuberikan untuk melakukan perawatan yang paling efisien.”

Komoe-sensei memandang Index dengan syok.

Kamijou tidak bisa menyalahkannya. Bahkan walaupun dia telah mendengar suara itu sekali sebelumnya, dia sama sekali tidak bisa terbiasa dengannya.

“Sekarang...”

Kamijou melirik ke Komoe-sensei dan berpikir.

Kalau dia memintanya melakukan sihir secara terang-terangan, dia pasti akan berkata kalau itu bukan waktunya untuk berpura-pura menjadi gadis penyihir dan dia terlalu tua untuk hal-hal seperti itu.

Jadi bagaimana dia harus meyakinkannya?

“Hmm. Sensei, Sensei. Karena ini keadaan darurat, aku akan menjelaskannya dengan singkat. Aku perlu memberi tahu sebuah rahasia, jadi ke sinilah.”

"Apa?"

Kamijou melambaikan tangannya seperti sedang memanggil seekor anjing kecil dan Komoe-sensei mendekatinya tanpa berhati-hati sedikit pun.

“Maaf,” pinta maaf Kamijou pada Index di antara napasnya.

Dia mengangkat bajunya yang terkoyak untuk memperlihatkan luka parah yang tersembunyi di bawahnya.

“Ee!?”

Dia tidak bisa menyalahkan Komoe-sensei yang melompat terkejut.

Lukanya sangat parah hingga mampu mengejutkan Kamijou. Lukanya berbentuk garis lurus horizontal sepanjang punggungnya seakan-akan punggungnya adalah kotak karton yang dipotong seseorang dengan menggunakan penggaris dan cutter. Darah merah, otot warna pink, lemak warna kuning, dan bahkan sesuatu yang keras dan putih yang sepertinya adalah tulang belakangnya bisa terlihat.

Jika luka itu diibaratkan sebagai mulut warna merah, bibir di sekitarnya telah menjadi sangat pucat seperti seseorang yang baru saja berada di dalam kolam renang.

“Gh...” Kamijou berusaha menahan rasa pusingnya dan dengan hati-hati menurunkan pakaian yang basah oleh darah.

Bahkan ketika pakaian itu menyentuh lukanya, mata sedingin es Index tidak bergerak sedikit pun.

“Sensei.”

“Eh? Iya!?”

“Aku akan memanggil ambulans. Selama itu, kau dengarkan apa yang gadis ini katakan dan lakukan apa pun yang dia katakan... Cukup pastikan dia tidak kehilangan kesadaran. Seperti yang bisa kaulihat dari pakaiannya, dia orang yang religius. Terima kasih.”

Kalau dia menganggapnya tidak lebih dari sekadar untuk menghibur gadis itu, dia akan tetap memandang sihir sebagai sesuatu yang mustahil. Karena itu, Kamijou telah mengubah fokus pikiran Komoe-sensei dari merawat luka menjadi melanjutkan percakapan dengan gadis itu dengan cara apa pun.

Komoe-sensei mengangguk dengan ekspresi yang sangat serius dan wajah yang pucat.

Kalau sebuah ambulans tiba sebelum sihir itu selesai, “penghiburan” itu akan berakhir. Itu berarti dia sebenarnya tidak bisa memanggil ambulans.

Tapi tidak berarti Kamijou harus pergi. Bagaimanapun juga, dia cukup memanggil 117 dengan telepon hitam kamar itu dan berpura-pura sedang memanggil ambulans padahal sebenarnya berbicara dengan rekaman.

Masalah sebenarnya ada di tempat lain.

“Hei, Index,” kata Kamijou pelan pada Index yang tetap berbaring lemah di lantai. “Adakah yang bisa kulakukan?”

“Tidak ada. Pilihan terbaik adalah perginya kau.”

Pemilihan kata yang terlalu jelas dan terus terang membuat Kamijou mengepalkan tinju tangannya begitu kuatnya hingga terasa sakit.

Tidak ada yang bisa Kamijou lakukan.

Dan semua itu karena tangan kanannya akan meniadakan sihir pemulihan hanya dengan berada di ruangan itu.

“...Kalau begitu, Sensei. Aku akan pergi mencari telepon umum.”

“Tunggu...eh? Kamijou-chan, aku punya telepon di si—...”

Kamijou mengacuhkan perkataan Komoe-sensei, membuka pintu, dan meninggalkan kamar itu.

Dia menggertakkan giginya karena fakta bahwa dia tidak bisa melakukan apa pun selain meninggalkan tempat itu.

Kamijou berlari melintasi kota di malam hari.

Ketika berlari, dia mengepalkan tangan kanannya yang bisa meniadakan bahkan sistem milik Tuhan tapi tidak bisa melindungi satu orang.


Setelah Kamijou Touma meninggalkan kamar itu, Index menggerakkan bibir pucatnya.

“Jam berapa sekarang dalam Waktu Standar Jepang? Dan juga, tanggal berapa ini?”

“Sekarang jam 8.30 malam tanggal 20 Juli...”

“Kau sepertinya tidak melihat jam. Apakah waktu itu akurat?”

“Aku tidak punya jam di kamarku, tapi jam internalku akurat sampai ke detik-detiknya, jadi jangan khawatir.”

“...”

“Kau tidak perlu meragukan aku seperti itu. Aku pernah dengar kalau beberapa joki punya jam internal yang akurat hingga ke sepersepuluh detik dan kau bisa mengaturnya dengan kebiasaan makan dan ritme aktivitas tertentu,” balas Komoe-sensei bingung.

Dia mungkin bukan seorang esper, tapi dia memang seorang warga Academy City. Pandangan tentang tingkat pengetahuan mana yang normal dalam bidang medis dan ilmiah berbeda di antara orang-orang yang ada di dalam kota dan orang-orang di luar kota.

Masih berbaring telungkup di lantai, Index melirik ke luar jendela hanya dengan matanya.

“Dari lokasi bintang dan sudut bulan...yang sesuai dengan arah Sirius dengan galat sebesar 0.038. Untuk memastikannya sekali lagi, waktu sekarang dalam Waktu Standar Jepang adalah 8.30 PM tanggal 20 Juli, apakah itu benar?”

“Iya. Yah, secara teknis sekarang sudah lewat 53 detik, tapi... Ah, jangan!! Jangan bangkit!!”

Komoe-sensei dengan panik mencoba mendorong Index berbaring ketika dia mencoba untuk duduk yang dapat melukai tubuhnya yang sudah terluka lebih jauh, tapi pandangan Index tidak goyah sedikit pun.

Pandangannya tidak menakutkan ataupun menusuk.

Semua emosi hilang dari matanya seperti sebuah saklar telah dimatikan.

Tidak ada tanda keberadaan nyata di matanya.

Seolah-olah jiwanya telah hilang.

“Tidak ada masalah. Bisa diregenerasi,” kata Index sambil menuju meja teh di tengah ruangan. “Saat ini sedang di dekat ujung Cancer. Waktunya antara jam 8 dan 12 tengah malam. Arahnya adalah Barat. Di bawah perlindungan Undine, peran malaikatnya adalah sebagai kerubin...”

Suara Komoe-sensei yang menelan ludah bisa terdengar ke seluruh ruangan.

Tanpa terduga, Index mulai menggambar suatu bentuk di atas meja teh kecil itu dengan jarinya yang berdarah. Bahkan orang-orang yang tidak tahu tentang lingkaran sihir akan mengenali kalau itu adalah sesuatu yang religius. Komoe-sensei sudah dilanda rasa takut, tapi sekarang rasanya begitu berat hingga dia tidak bisa bicara.

Setelah menggambar lingkaran darah yang memenuhi meja teh, Index menggambar simbol berbentuk bintang yang dikenal sebagai pentagram.

Tulisan dalam bahasa aneh tertulis di sekelilingnya. Kata-kata itu sepertinya adalah hal yang sama dengan yang Index gumamkan. Dia telah bertanya tentang rasi bintang dan waktu karena kata-kata yang ditulis berbeda berdasarkan waktu dan musim.

Ketika Index mempersiapkan sihirnya, dia tidak terlihat seperti seseorang yang terluka.

Fokusnya yang ekstrim membuat rasa sakitnya seperti telah diputuskan untuk sementara.

Rasa ngeri diam-diam turun di punggung Komoe-sensei ketka dia mendengar tetesan darah yang keluar dari punggung gadis itu.

“A-a-a-apa ini?”

“Sihir.” Index berhenti setelah satu kata itu. “Aku sekarang membutuhkan tubuhmu dan bantuanmu. Kalau kau melakukan seperti yang kukataan, tidak ada yang akan menemui kesialan dan kau tidak akan menjadi sasaran dendam seseorang.”

“B-bagaimana bisa kau mengatakan itu dengan tenang!? Cukup berbaring dan tunggu ambulans! Umm...perban, perban. Dengan luka separah ini, aku perlu membalut daerah sekitar arteri untuk menghentikan aliran darah...”

“Perawatan setingkat itu tidak bisa menutup lukaku dengan sempurna. Aku tidak familier dengan istilah ambulans, tapi apakah itu bisa menutup luka ini dengan sempurna dalam waktu 15 menit berikutnya dan menyuplaiku dengan tingkat mana yang dibutuhkan?”

“...”

Memang benar sebuah ambulans akan memakan waktu 10 menit untuk tiba bahkan kalau mereka memanggilnya tepat saat itu juga. Akan memakan waktu yang sama untuk membawanya ke rumah sakit dan perawatannya tidak akan dimulai tepat saat dia tiba di rumah sakit. Komoe-sensei tidak terlalu mengerti apa arti istilah occult seperti mana, tapi memang benar kalau hanya menutup luka saja tidak akan mengembalikan staminanya.

Bahkan kalau luka itu ditutup tepat saat itu dengan jarum dan benang, akankah gadis pucat itu jadi terlalu lemah untuk hidup cukup lama sampai bisa memulihkan semua staminanya yang hilang?

“Tolong,” kata Index tanpa mengubah ekspresinya sedikit pun.

Campuran darah segar dan air liur menetes dari sudut mulutnya.

Tidak ada intensitas di dirinya. Tidak ada pula yang menakutkan dalam dirinya. Tapi ketenangan dan kesabarannya lebih menakutkan dari keduanya. Bagaimanapun, yang dia lakukan hanya akan melebarkan lukanya. Dia terlihat seperti sebuah mesin rusak yang terus bekerja tanpa menyadari kalau ada yang salah.

(Jika aku melakukan sesuatu yang membuatnya melawanku, situasinya bisa menjadi lebih buruk.)

Komoe-sensei menghela napas. Dia tentu saja tidak percaya sihir. Walaupun begitu, Kamijou telah memintanya untuk tetap melanjutkan percakapan agar memastikan gadis itu tidak kehilangan kesadarannya.

Yang bisa dia lakukan hanya mencoba agar tidak memprovokasi gadis yang duduk di depannya dan menaruh harapannya pada Kamijou agar memanggil ambulans secepat mungkin —atau lebih cepat lagi— dan pada pertolongan pertama yang hebat dari EMT di dalam ambulans.

“Jadi apa yang harus kulakukan? Aku bukan seorang gadis penyihir.”

“Aku berterima kasih atas kerja samamu. Pertama...ambil itu...itu...apa nama benda hitam itu?”

“? Oh, itu adalah memory card video game.”

“??? ...Yah, baiklah. Bagaimanapun juga, ambil benda hitam itu dan tempatkan di tengah meja.”

“Secara teknis, itu adalah meja teh...”

Komoe-sensei melakukan seperti yang diperintahkan dan meletakkan memory card di tengah meja teh. Dia kemudian mengambil sebuah kotak pensil mekanik, sebuah kotak coklat kosong, dan dua buku sampul tipis dan meletakkannya di atas meja juga. Dia juga mengambil dua figurin kecil yang didapatnya dari makanannya, dan menjejerkannya bersebelahan.

Komoe-sensei bertanya-tanya apa maksudnya, tapi Index masih benar-benar serius walaupun kelihatan seperti akan pingsan.

Semua keluhan Komoe-sensei menghilang di depan pandangan setajam pedang Jepang yang datang dari wajah pucat itu.

“Apa ini? Kau menyebutnya sihir, tapi bukankah ini cuma bermain boneka?”

Memang, semuanya terlihat sebagai versi miniatur dari kamar itu. Memory card adalah meja teh, dua buku yang berdiri adalah lemari buku dan lemari baju, dan dua figurin itu berada di tempat yang sama persis dengan kedua orang di dalam kamar itu. Ketika manik-manik kaca disebarkan ke atas meja teh, manik-manik itu seperti berhenti di tempat-tempat yang benar-benar mereplikasi kaleng bir yang berserakan di lantai.

“Bahannya tidak menjadi masalah. Sama seperti bagaimana sebuah kaca pembesar tetap membesarkan tanpa peduli kalau lensanya terbuat dari kaca atau plastik. Selama bentuk dan perannya sama, ritual ini mungkin dilakukan,” gumam Index dibanjiri keringat. “Aku memerlukanmu untuk menjalankan instruksiku secara akurat. Kalau kau salah dalam urutannya, jalur-jalur di otakmu dan penyirkuitan syarafmu bisa terbakar.”

“???”

“Aku mengatakan kalau kegagalan akan mengubah tubuhmu menjadi daging cincang dan membunuhmu. Tolong hati-hati.”

“Bh!?” Komoe-sensei hampir muntah, tapi Index melanjutkan tanpa memedulikannya sedikit pun.

“Kita sekarang akan membuat kuil bagi malaikat untuk turun ke dalamnya. Ikuti aku dan rapalkanlah.”

Apa yang Index katakan setelah itu tak lagi bisa disebut kata-kata, hanya sebuah suara.

Tanpa memikirkan artinya, Komoe-sensei mencoba meniru nadanya dalam sesuatu seperti senandung atau nyanyian.

Dan...

“Kyahh!?”

Tiba-tiba, figurin di atas meja teh mulai “bernyanyi” bersama. “Kyahh!?” teriak salah satunya dengan waktu yang persis sama. Figurin itu bergetar. Sama seperti getaran yang dipancarkan sepanjang tali pada telepon tali dan keluar sebagai suara dari gelas kertas di ujung lain, figurin itu bergetar dan mereproduksi suara Komoe-sensei.

Alasan Komoe-sensei tidak panik dan lari keluar dari kamar itu tepat saat itu juga kemungkinan karena dia tinggal di sebuah kota dengan 2.3 juta esper di dalamnya. Manusia biasa akan berpikir kalau mereka sudah menjadi gila.

“Sambungan selesai.” Suara Index dan suara dari meja teh membuatnya terdengar ganda. “Kuil yang dibuat di atas meja telah tersambung dengan kamar ini. Secara sederhana, semua yang terjadi di ruangan ini akan terjadi di meja dan semua yang terjadi di meja akan terjadi di ruangan ini.”

Index mendorong pelan meja teh itu dengan kakinya.

Tepat saat itu, seluruh apartemen bergoyang di bawah kaki Komoe-sensei seakan terkena guncangan hebat.

Dia bisa merasakan udara pengap kamar itu menjadi sebersih udara di hutan di pagi hari.

Tapi tidak ada sesuatu seperti malaikat. Yang ada di sana hanyalah apa yang hanya bisa dideskripsikan sebagai keberadaan yang tak terlihat. Perasaan aneh menyerbu seluruh tubuh Komoe-sensei seakan dia sedang diawasi oleh ribuan bola mata dari segala arah.

Dan kemudian Index tiba-tiba berteriak.

“Bayangkan! Bayangkan seorang malaikat emas dengan tubuh anak-anak! Bayangkan seorang malaikat cantik dengan dua sayap!”

Ketika melaksanakan sihir, menentukan medan itu penting.

Sebagai contoh, sebuah kerikil yang dilempar ke laut tidak menimbulkan riak yang besar. Tapi sebuah kerikil yang dijatuhkan ke dalam ember akan menimbulkan riak yang cukup besar. Sama dengan itu. Untuk mengubah dunia dengan sihir, medan tempat pengubahan akan terjadi perlu dibatasi.

Seorang pelindung adalah dewa sementara dalam sebuah dunia yang dibatasi.

Kalau seseorang mengimajinasikan seorang pelindung dengan benar, menentukan bentuknya, dan mengontrolnya dengan bebas secara benar, orang itu bisa dengan mudah menyebabkan hal-hal misterius terjadi dalam medan terbatas.

Komoe-sensei tidak mengerti penjelasan seperti itu dan dia kesulitan membayangkan seorang malaikat. Istilah “malaikat emas” hanya membuatnya memikirkan benda itu, yang satu berwarna emas atau lima berwarna perak.[12]

Ketika bayangan dalam pikiran Komoe-sensei kehilangan koherensi, keberadaan di sekitarnya juga ikut dan kehilangan bentuknya. Perasaan tidak nyaman menuruni punggung Komoe-sensei seakan dia dibalut dalam lumpur busuk dari bawah rawa-rawa.

“Cukup bayangkan saja! Ritual ini tidak akan benar-benar memanggil seorang malaikat. Itu hanyalah kumpulan mana yang tak terlihat. Bentuknya akan sesuai dengan keinginanmu sebagai pengguna sihir!”

Dia pasti telah benar-benar putus asa bahkan suara dingin mekanis Index menjadi setajam titisan es.

Mata Komoe-sensei melebar karena perubahan tiba-tiba itu dan dengan segera mulai bergumam.

(...Malaikat lucu, malaikat lucu, malaikat lucu.)

Dengan buram, dia dengan panik mengingat sebuah gambar seorang gadis malaikat yang telah dia lihat dalam sebuah manga shoujo jauh sebelumnya.

Apa pun itu, yang terasa seperti lumpur tak terlihat yang berada di udara ruangan itu, mengambil bentuk seolah-olah telah dipaksa masuk ke dalam balon berbentuk manusia...atau setidaknya kelihatan seperti itu bagi Komoe-sensei.

Dia dengan takut-takut membuka matanya untuk memeriksa.

(...Hah? Ini sebenarnya tidak memanggil seorang malaikat?)

Tepat ketika keraguan itu memasuki pikirannya, balon air berbentuk manusia itu meledak dan lumpur tak terlihat itu terserak ke seluruh ruangan.

“Kyahh!!”

“...Pembentukan bentuknya telah gagal.” Index melihat ke sekeliling dengan pandangan tajamnya. “Jika kuil ini paling tidak dilindungi oleh seorang Undine warna biru, itu cukup. ...Lanjutkan.”

Kata-katanya cukup positif, tapi mata Index seperti tidak tersenyum sedikit pun.

Komoe-sensei tersentak seperti seorang anak yang orang tuanya baru saja melihat hasil tes gagal yang dia coba sembunyikan.

“Rapalkan. Ritual ini akan selesai sebentar lagi.”

Perinyah tajam itu tidak membiarkan Komoe-sensei kehilangan ketenangannya walaupun kebingungannya meningkat dan pikirannya mengendur.

Index, Komoe-sensei, dan kedua figurin di atas meja bernyanyi.

Punggung figurin Index di atas meja mulai meleleh.

Seperti karet yang didekatkan pada macis. Meleleh, permukaannya kehilangan ketidakberaturannya, menjadi mulus, mendingin, dan mengeras sekali lagi, dan bentuknya kembali lagi.

Komoe-sensei merasa seperti hatinya sedang membeku.

Saat itu, Index sedang duduk di seberang meja teh darinya.

Dia tidak punya keberanian untuk mengitarinya dan melihat apa yang terjadi pada punggung Index.

Wajah pucat Index ditutupi keringat berminyak.

Mata seperti kacanya masih tidak menunjukkan tanda kesakitan atau penderitaan.

“Pengembalian mana dan penstabilan kondisi telah dikonfirmasi. Mengembalikan Pena John ke mode tidur.”

Seperti sebuah saklar telah ditekan, cahaya lembut kembali ke mata Index.

Seperti api yang dinyalakan di perapian yang dingin, kehangatan mengisi atmosfer kamar itu.

Pandangan di mata Index sangat baik dan hangat sehingga Komoe-sensei mau tidak mau merasakan kehangatan itu. Itu adalah pandangan seorang gadis biasa.

“Sekarang kalau pelindung yang turun sudah kembali dan kuil ini dihancurkan, semuanya akan berakhir.” Index tersenyum susah payah. “Inilah yang disebut sihir. Sama seperti apel dan ringo[13] berarti hal yang sama. Kau tidak memerlukan tongkat kaca ketika payung plastik itu sama jernihnya. Sama seperti kartu tarot. Selama desain dan nomornya cocok, kau bisa melakukan ramalan dengan potongan dari belakang manga shoujo.”

Keringat Index tidak berhenti.

Komoe-sensei menjadi semakin takut. Dia mulai berpikir kalau apa yang telah dia lakukan hanya membuat kondisi Index lebih buruk.

“Jangan khawatir.” Saat itu Index kelihatan siap untuk pingsan. “Sama seperti demam. Kau membutuhkan kekuatanmu sendiri untuk sembuh. Lukanya sendiri sudah tertutup, jadi aku akan baik-baik saja.”

Segera setelah dia mengatakan itu, Index tumbang ke samping. Figurinnya juga jatuh. Meja teh itu bergoyang sedikit dan kamar yang terhubung dengannya terguncang hebat.

Komoe-sensei baru saja akan berlari mengelilingi meja teh menuju Index, tapi Index mulai bernyanyi.

Ketika Komoe-sensei mengikutinya dan menyanyikan satu lagu terakhir, suasana aneh itu kembali menjadi suasana pengap seperti biasa dari apartemen itu. Komoe-sensei dengan hati-hati menggoyangkan meja tehnya, tapi tidak ada yang terjadi.

(Syukurlah.)

Ketika Komoe-sensei menutup matanya lega, Index berbicara.

Komoe-sensei berpikir kalau siapa pun akan lega kalau luka mematikan mereka sembuh, tapi biarawati itu mengatakan sesuatu yang lain.

Aku senang aku tidak membebani siapa pun dengan apa pun.”

Komoe-sensei memandang Index terkejut.

“...Kalau aku mati di sini, dia mungkin harus menanggung beban.”

Index menutup matanya seperti sedang bermimpi dan tidak mengatakan hal lain. Ketika gadis itu ditebas di punggungnya dan pingsan dan ketika dia melakukan ritual aneh itu, dia tidak pernah satu kali pun memikirkan dirinya sendiri. Dia memikirkan orang yang telah membawanya ke sana.

Komoe-sensei tidak bisa berpikir seperti itu. Dia tidak punya seseorang untuk dipikirkan seperti itu.

Itulah kenapa dia menanyakan satu hal.

Dia yakin Index sudah tertidur dan tidak akan mendengarnya, tapi karena itulah dia menanyakannya.

Dan walaupun begitu, gadis itu menjawab dengan dengan matanya masih tertutup.

“Aku tidak tahu.”

Dia tidak pernah merasa seperti itu pada orang lain sebelumnya dan dia tidak tahu perasaan apa itu. Tapi ketika Kamijou marah demi dirinya saat menghadapi penyihir itu, dia ingin orang itu lari bahkan kalau dia harus merangkak padanya dan memaksanya. Dan ketika dia telah lari dari Innocentius, dia berpikir kalau dia akan menangis ketika orang itu kembali.

Dia tidak benar-benar mengerti, tapi ketika dia bersamanya, tidak ada hal yang berjalan seperti dia inginkan dan dia merasa seperti didorong-dorong.

Walaupun begitu hal-hal yang tidak diperkirakan itu begitu menyenangkan dan membuatnya bahagia.

Dia sendiri tidak tahu perasaan apa itu.

Kali ini, Index tertidur lelap dengan senyuman di wajahnya seperti sedang bermimpi indah.

Part 2[edit]

Setelah fajar tiba, gejala yang terlihat pada Index sangat mirip dengan gejala demam.

Index hanya bisa terbaring di tempat tidur karena panas tinggi dan sakit kepala. Hidungnya tidak ingusan dan suaranya tidak serak karena itu bukan terjadi karena virus. Hanya masalah mengembalikan staminanya yang hilang, jadi seberapa banyak pun obat pilek penguat imun yang dia minum tidak akan menyelesaikan apa pun.

“...Jadi kenapa kau cuma memakai celana dalam di bawah sana?”

Ketika Index berbaring dengan handuk lembab di dahinya, dia pasti tidak tahan dengan kelembaban panas di dalam futon, jadi satu kakinya dia keluarkan ke arah Kamijou. Dia sedang memakai atasan piyama hijau pucat tetapi pahanya yang berwarna kulit cerah keluar sampai pangkalnya. Karena demamnya, warna kulitnya jadi sedikit pink.

Handuknya telah menjadi hangat, jadi Komoe-sensei mencelupkannya ke dalam baskom berisi air dan mengeringkannya sambil memelototi Kamijou.

“...Kamijou-chan. Kurasa pakaian itu terlalu berlebihan.”

“Pakaian itu” kemungkinan besar merujuk pada pakaian biarawati warna putih yang diselimuti peniti.

Kamijou setuju 100% tentang itu, tapi Index kelihatan seperti kucing yang tidak senang karena pakaian biasanya direbut darinya.

“Pertanyaan sebenarnya adalah kenapa piyama milik seorang wanita dewasa perokok-berat-pencinta-bir sepertimu bisa pas dengan Index. Memangnya berapa perbedaan umur kalian?”

“Ap—?”

Komoe-sensei (umur tidak diketahui) tidak bisa berkata-kata, tapi Index ikut menendangnya ketika dia sudah jatuh.

“Tolong jangan remehkan aku seperti itu. Piyama ini sebenarnya sedikit sempit di bagian dada.”

“Apa...tidak mungkin! Tidak mungkin benar. Sekarang kalian cuma mengolok-olokku!” protes Komoe-sensei.

“Memangnya, apa kau bahkan punya sesuatu di bagian dada yang bisa membuatnya terasa sempit?” tanya Kamijou.

“...”

“...”

Ketika kedua perempuan itu memelototinya, jiwa Kamijou secara refleks memasuki mode bersujud.

“Betul, betul. Ngomong-ngomong, Kamijou-chan, siapa sebenarnya gadis ini?”

“Adikku.”

“Bohong sekali. Dengan rambut perak dan mata biru seperti itu, dia jelas-jelas seorang warga asing!”

“Adik tiriku.”

“...Kau orang mesum?”

“Aku cuma bercanda! Aku cukup mengetahui kalau adik tiri itu tata krama yang buruk tapi adik kandung itu melanggar peraturan![14]

“Kamijou-chan,” katanya, tiba-tiba berganti ke suara gurunya.

Kamijou terdiam. Tidak mengejutkan kalau Komoe-sensei ingin tahu apa yang sedang terjadi. Kamijou tidak hanya telah membawa orang asing yang aneh padanya, tapi gadis itu juga mempunyai luka tebasan di punggungnya yang jelas-jelas berbau berita buruk dan Komoe-sensei bahkan dibuat ikut dalam ritual sihir yang aneh.

Akan sangat sulit untuk memintanya menutup mata pada semua ini.

“Sensei, boleh aku bertanya satu hal?”

“Apa?”

“Apakah kau menanyakan ini agar kau bisa memberi tahu polisi atau dewan pengurus Academy City?”

“Iya,” kata Komoe-sensei segera sambil mengangguk. Tanpa keraguan sedikit pun, dia telah mengatakan pada muridnya kalau dia akan mengadukan mereka. “Aku tidak tahu ada di situasi seperti apa kalian berdua berada.” Komoe-sensei tersenyum. “Tapi kalau itu terjadi di Academy City ini, adalah tugas kami sebagai guru untuk menyelesaikannya. Bertanggung jawab terhadap anak-anak adalah tugas orang dewasa. Sekarang ketika aku tahu kalau kau berada dalam masalah, aku tidak bisa duduk diam begitu saja.”

Itulah yang Tsukuyomi Komoe katakan.

Dan walau begitu dia tidak punya kemampuan, kekuatan, dan kewajiban untuk melakukan itu.

Dia hanya mengatakannya dengan keterusterangan setajam katana terkenal yang memotong di tempat dan waktu yang tepat.

“Aku cuma...” kata Kamijou sebelum berhenti. (...tidak boleh melawannya.)

Kamijou telah hidup selama sekitar 15 tahun yang panjang dan dia tidak pernah melihat orang lain seperti guru itu yang tipenya biasa hanya telihat di drama dan bahkan tidak ada lagi di film-film.

Maka...

“Kalau kau adalah orang yang benar-benar asing, aku tidak akan ragu-ragu melibatkanmu, tapi aku berutang padamu untuk sihir itu, jadi aku tidak bisa membiarkanmu terlibat.”

Respon Kamijou sama terus terangnya.

Dia telah cukup melihat orang-orang yang mau melindungi orang lain tanpa imbalan terluka di depan matanya.

Komoe-sensei terdiam sejenak.

“Mhh. Aku tidak akan membiarkanmu lepas hanya dengan mencoba mengelabuiku dengan perkataan keren seperti itu.”

“...? Sensei, kenapa kau berdiri dan menuju pintu?”

“Aku memberi penundaan penghakiman. Aku harus pergi ke supermarket untuk belanja. Kamijou-chan, pikirkan baik-baik apa yang perlu kaukatakan padaku selama itu. Dan...”

“Dan?”

“Mungkin aku bisa terlarut dalam belanja hingga aku lupa. Jangan curang ketika aku kembali. Pastikan kau memberitahuku, oke?”

Kamijou pikir Komoe-sensei tersenyum ketika mengatakan itu.

Dengan suara pintu apartemen membuka dan kemudian menutup, Kamijou dan Index tinggal berdua di ruangan itu.

(Dia mencoba berbaik hati.)

Dengan senyuman seorang anak yang merencanakan sesuatu di wajahnya ketika mengatakan itu, Kamijou punya firasat kalau Komoe-sensei akan “lupa tentang semuanya” ketika dia kembali dari supermarket.

Kalau dia kemudian memutuskan untuk berkonsultasi dengannya tentang ini, dia akan berpura-pura marah dan berkata “Kenapa kau tidak memberitahuku lebih cepat!? Aku benar-benar lupa!” sambil dengan senang hati setuju membantu.

Dengan menghela napas, Kamijou berbalik ke arah Index yang berbaring di dalam futon.

“...Maaf. Aku tahu ini bukan waktunya untuk khawatir tentang penampilan.”

“Jangan khawatir. Ini jalan terbaik.” Index menggeleng. “Tidak baik melibatkannya lebih jauh lagi ...Dan dia tidak boleh menggunakan sihir lagi.”

“?”

Kamijou mengerutkan alisnya.

“Grimoir itu berbahaya. Yang tertulis di dalamnya adalah pengetahuan menyimpang dan tidak umum dan juga hukum-hukum gila yang menghancurkan hukum biasa dari dunia ini. Entah digunakan untuk kebaikan atau kejahatan, benda-benda itu tetap adalah racun di dunia ini. Sekadar mempelajari pengetahuan ‘dunia yang berbeda’ akan menghancurkan otak orang yang mempelajarinya,” jelas Index.

Kamijou mencoba menerjemahkannya dalam cara yang dia mengerti.

(Jadi seperti memaksa menjalankan sebuah program yang tidak cocok dengan OS komputer itu?)

“Otak dan rohku dilindungi oleh barrier religius, dan para penyihir yang mencoba untuk melampaui manusia harus melewati batas-batas pengetahuan umum mereka agar sampai ke keadaan pikiran yang diinginkan yang hampir bisa disamakan sebagai satu jenis kegilaan. Tapi, untuk orang biasa dari negara yang tidak terlalu religius seperti Jepang, semuanya bisa berakhir hanya dengan menggunakan satu mantra lagi.”

“A-aku mengerti...” Kamijou entah bagaimana berhasil membuat syok yang dia terima tidak kelihatan. “Yah, sayang sekali. Padahal aku berharap dia bisa melakukan alkimia untukku. Kau tahu alkimia, kan? Yang bisa mengubah timbal menjadi emas.”

Dia tentu saja menutupi fakta kalau dia mengetahui ini dari sebuah RPG penyatuan benda dengan seorang ahli alkimia wanita muda sebagai protagonisnya.

“Yah, ada sebuah teknik untuk itu yang disebut Ars Magna, tapi mempersiapkan peralatannya dengan bahan-bahan modern akan mempunyai biaya sebesar...um...7 triliun yen dalam mata uang negara ini.”

“...................................Yah, sama saja bohong,” gumam Kamijou tanpa nyawa.

Index tersenyum lemah dan berkata, “...Yeah. Mengubah timbal menjadi emas tidak menghasilkan apa pun selain membuat para bangsawan senang.”

“Tapi...tunggu. Sekarang setelah kupikir-pikir, bagaimana melakukannya? Bagaimana cara kerjanya? Kalau kau mengubah timbal menjadi emas, apakah kau menyusun atom-atom Pb menjadi Au?”

“Aku tidak begitu tahu, tapi itu cuma teknik abad ke-14.”

“Tunggu, apa maksudmu sama dengan yang kupikirkan? Kalau itu mungkin benar-benar mengubah susunan atom!? Maksudmu, kau bisa menyebabkan peluruhan proton tanpa sebuah akselerator partikel dan fusi nuklir tanpa sebuah reaktor nuklir? Tunggu sebentar. Bahkan aku tidak yakin ketujuh Level 5 dari Academy City bisa melakukan itu!”

“???”

“Tunggu, jangan kelihatan bingung seperti itu! Um...um...Ah. Kalau kau penasaran seberapa mengagumkannya itu, hal-hal seperti itu membuat kami bisa menciptakan robot atomik atau mobile suit dengan mudah!”

“Benda apa itu?”

Hanya dengan tiga kata, dia mampu membuang semua mimpi para lelaki.

Kepala Kamijou tertunduk lemas, Index sepertinya merasa kalau dia telah melakukan sesuatu yang salah.

“B-bagaimanapun juga, pedang suci dan tongkat sihir yang digunakan dalam ritual bisa dibuat dengan bahan modern sebagai penggantinya, tapi ada batasnya. ...Ini khususnya berlaku untuk benda suci yang terkait dengan Tuhan seperti Tombak Longinus, Cawan Suci Joseph, atau The_ROOD. Bahkan setelah seribu tahun, sepertinya tidak ada pengganti yang bisa dibuat...aduh...”

Ketika dia berbicara terus-terusan dengan semangat, dia mulai memegang pelipisnya seperti habis mabuk.

Kamijou Touma melihat wajah Index yang berbaring di futon.

Dia punya 103.000 grimoir dalam kepalanya. Hanya membaca salah satunya bisa membuatmu gila dan walau begitu dia telah memasukkan setiap huruf dari semua buku itu ke dalam kepalanya. Seberapa banyak rasa sakit yang proses itu sebabkan?

Walaupun begitu Index tidak pernah sekali pun mengeluh tentang rasa sakitnya.

“Apa kau ingin tahu?” tanyanya seakan meminta maaf pada Kamijou dan mengabaikan rasa sakitnya sendiri.

Nada bicara Index yang biasanya riang telah menghasilkan konteks yang membuat suara tenang itu mencolok dan seperti membawa determinasi yang lebih.

(Dasar Sensei bodoh.)

Situasi Index tidak begitu masalah bagi Kamijou. Bagaimanapun situasi dia berada, tidak mungkin Kamijou bisa meninggalkannya. Selama Kamijou bisa mengalahkan musuhnya dan menjaganya agar tetap aman, dia rasa tidak ada alasan untuk menggali luka lama Index.

“Apa kau ingin tahu bagaimana keadaanku?” ulang gadis yang menyebut dirinya Index.

Kamijou menetapkan pikirannya dan menjawab, “Itu membuatku merasa seperti seorang pendeta, kau tahu?”

Di satu sisi, memang benar. Dia merasa seperti seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan seorang pendosa.

“Apa kau tahu kenapa?” tanya Index. “Gereja Kristen awalnya adalah satu organisasi, tapi sekarang ada Katolik, Protestan, Katolik Roma, Ortodoks Rusia, Anglikan, Nestorian, Athanasian, Gnostik, dan banyak lagi. Apa kau tahu kenapa perpecahan ini terjadi?”

“Yahh...”

Kamijou paling tidak telah membaca sepintas buku teks sejarahnya, jadi dia sedikit tahu jawabannya. Tapi dia ragu untuk menyebutkannya di depan Index yang “sebenarnya”.

“Cukup bagus.” Index tersenyum. “Karena politik dicampur dalam gereja. Sekte-sekte berpisah, bertentangan satu sama lain, dan bertarung. Pada akhirnya, bahkan orang-orang yang memercayai Tuhan yang sama menjadi musuh bagi satu sama lain. Bahkan ketika kami percaya pada Tuhan yang sama, kami masing-masing menjalani jalan yang berbeda dari berbagai jalan yang tersebar.”

Tentu saja, pikiran orang-orang tentang hal tertentu secara alami berbeda-beda. Beberapa ingin menghasilkan uang dengan perkataan Tuhan dan yang lainnya menolak untuk membiarkan itu. Beberapa merasa lebih dicintai Tuhan lebih dari orang lain di dunia dan yang lainnya tidak menerima itu.

“Setelah sekte-sekte itu berhenti berhubungan satu sama lain, masing-masing dari kami menjalani perkembangan yang terisolasi yang memberikan kami karakteristik masing-masing. Kami berubah sesuai situasi atau kebudayaan negara kami.” Index mengeluarkan napas singkat. “Gereja Katolik Roma mengelola dan mengontrol dunia, Gereja Ortodoks Rusia mencari dan memusnahkan occult, dan Gereja Anglikan tempatku berada...”

Kata-kata Index terhenti di tenggorokannya sejenak.

“Inggris adalah negara sihir,” katanya seakan itu adalah kenangan pahit. “Jadi Gereja Anglikan sangat unggul dalam kebudayaan anti-penyihir dan teknik-teknik seperti pemburuan witch[15] dan Inkuisisi.”

Di London saja terdapat sejumlah perusahaan umum yang menyebut diri sendiri sebagai asosiasi sihir dan jumlah perusahaan kosong yang hanya terdapat di atas kertas ada sepuluh kali lipatnya. Metode coba-dan-galat mereka yang dimulai sebagai cara untuk melindungi warga dari “penyihir jahat yang bersembuyi di kota” telah berkembang pada satu arah terlalu jauh dan pada titik tertentu menjadi budaya pembantaian dan eksekusi.

“Gereja Anglikan memiliki divisi khusus,” kata Index seperti mengakui dosanya sendiri. “Divisi itu menginvestigasi sihir dan mengembangkan tindakan balasan yang digunakan untuk mengalahkan penyihir. Dikenal sebagai Necessarius.” Dia benar-benar terdengar seperti biarawati. “Kalau kau tidak mengetahui musuhmu, kau tidak bisa bertahan dari serangan mereka. Tapi, mengerti seorang musuh yang tidak murni akan membuat hatimu sendiri tidak murni dan menyentuh seorang musuh yang tidak murni akan membuat tubuhmu sendiri tidak murni. Itulah kenapa Necessarius, gereja dari kejahatan yang dibutuhkan, diciptakan untuk menarik semua ketidakmurnian itu ke satu tempat. Dan kasus paling ekstrimnya adalah...”

“103.000 grimoir.”

“Benar.” Index mengangguk kecil. “Sihir adalah sesuatu yang mirip seperti sebuah persamaan matematis. Kalau kau dengan ahli membalikkan perhitungannya, kau bisa menetralkan serangan lawanmu. Itulah kenapa 103.000 grimoir ini dimasukkan ke dalamku. ...Kalau kau mengetahui sihir dari seluruh dunia, kau bisa menetralkan sihir dari seluruh dunia.”

Kamijou melihat ke arah tangan kanannya.

Dia telah berpikir kalau tangan kanannya tidak ada gunanya. Kekuatan tangan kanannya bahkan tidak mampu mengalahkan seorang berandalan, tidak bisa meningkatkan nilai tesnya, dan juga tidak bisa membantunya menggoda cewek.

Tapi gadis ini telah melewati neraka untuk memperoleh hal yang sama.

“Tapi kalau grimoir ini sebegitu berbahayanya dan kalian tahu di mana tempatnya, kenapa kalian tidak membakarnya tanpa membacanya? Selama ada orang yang membaca dan belajar dari grimoir ini, penyihir akan terus-terusan muncul tanpa ada akhirnya, 'kan?”

“Bukunya sendiri tidak lebih penting daripada isinya. Bahkan kalau kau menyingkirkan sebuah buku Asli, penyihir yang mengetahui isinya akan mewariskannya pada pengikutnya, jadi melakukan itu tidak ada artinya. Walau seseorang yang melakukan itu disebut sebagai sorcerer dan bukan penyihir,” jelas Index.

(Seperti data yang diposkan di Internet? Bahkan kalau kau menghapus data aslinya, kopian-kopian data itu akan terus ada.)

“Dan juga, sebuah grimoir itu tidak lebih dari sebuah buku teks.” Index terdengar seperti merasa sakit. “Hanya membacanya saja tidak membuatmu jadi seorang penyihir. Para penyihir mengubahnya agar cocok dengan diri mereka masing-masing dan membuat sihir jenis baru.”

Tidak seperti data dan lebih seperti virus komputer yang berubah terus-terusan.

Untuk benar-benar menghilangkan virus itu, kau harus menganalisis virus itu dan membuat perangkat lunak antivirus yang baru.

“Seperti yang sudah kukatakan, grimoir itu berbahaya.” Index memicingkan matanya. “Ketika menghancurkan sebuah kopian saja, seorang Inkuisitor ahli harus menjahit tertutup matanya untuk mencegah polusi pada otaknya, dan bahkan setelah itu diperlukan lima tahun pembatisan untuk menghilangkan sepenuhnya polusi itu darinya. Pikiran manusia tidak mampu menangani sebuah buku Asli. Satu-satunya pilihan yang tersisa untuk 103.000 buku Asli yang tersebar di seluruh dunia adalah dengan menyegelnya.”

Seakan-akan dia sedang berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan dengan koleksi yang sangat besar dari sisa senjata nuklir.

Bahkan sebenarnya, kurang lebih memang begitu. Kemungkinan besar, orang yang menulis grimoir itu sendiri tidak menyangka ini terjadi.

“Tch. Tapi bukankah sihir bisa digunakan orang normal mana pun selain kami, para esper? Kalau begitu bukankah grimoir ini akan menyebar ke seluruh dunia dalam waktu singkat?”

Kamijou mengingat kembali api milik Stiyl. Bagaimana kalau semua orang di dunia bisa menggunakan kekuatan seperti itu? Pengetahuan umum di dunia yang fondasinya terbangun dari sains akan runtuh.

“Kau...tidak perlu khawatir tentang itu. Asosiasi-asosiasi sihir tidak akan gegabah membiarkan grimoir keluar ke masyarakat umum.”

“? Kenapa tidak? Bukankah akan lebih baik bagi mereka kalau memiliki lebih banyak rekan yang bertarung untuk mereka?”

Tepat karena itulah. Kalau setiap orang yang mempunyai senjata adalah teman, tidak akan ada peperangan.”

“...”

Hanya karena dua orang mengetahui sihir tidak berarti mereka berada di pihak yang sama.

Karena mereka tahu kekuatan kartu truf merekalah maka mereka tidak mau dengan gegabah menambah musuh penyihir.

Grimoir-grimoir itu diperlakukan seperti rancangan senjata baru.

“Hmm. Kurasa aku mengerti.” Kamijou terlihat hanyut berpikir. “Jadi intinya, mereka ingin mendapatkan bom yang ada di dalam kepalamu.”

Dia adalah sebuah perpustakaan dengan kopian sempurna dari 103.000 grimoir Asli di dunia dalam kepalanya. Mendapatkannya berarti mendapatkan seluruh sihir di dunia.

“...Benar.” Suaranya terdengar seperti dia akan segera tewas. “Dengan 103.000 grimoir, kau bisa membengkokkan apa pun di dunia sesuai kehendakmu tanpa terkecuali. Itulah yang kami sebut sebagai Dewa Sihir.”

Bukan dewa dunia iblis[16], tapi seseorang yang telah menguasai sihir seutuhnya sampai pada titik memasuki wilayah dewa.

Seorang Dewa Sihir.

(...Berengsek.)

Tanpa menyadarinya, Kamijou mulai menggertakkan gigi gerahamnya. Kamijou bisa tahu dari sikap Index kalau 103.000 grimoir dimasukkan ke kepalanya bukan karena keinginannya. Kamijou mengingat kembali api milik Stiyl. Dia hidup seperti itu tanpa alasan lain selain untuk mencegah sebanyak mungkin korban sebisanya.

Kamijou tidak tahan dengan bagaimana para penyihir itu menggunakan perasaan itu demi keuntungan mereka dan dia tidak tahan bagaimana gereja menyebut Index sebagai “tidak murni”. Mereka semua memperlakukan seorang manusia sebagai sebuah benda dan Index pasti tidak melihat apa pun selain orang-orang yang melakukan itu. Fakta bahwa dia masih memikirkan semua orang selain dirinya walaupun telah mendapatkan perlakuan sedemikian rupa adalah hal yang membuat Kamijou paling tidak tahan.

“...Maaf.”

Kamijou tidak tahu apa yang menyebabkan dia begitu marah.

Tapi satu kata itu benar-benar membuatnya sadar.

Dia menjentik dahi Index pelan.

“...Oh, ayolah. Kenapa kau tidak memberitahuku hal sepenting itu?”

Index membeku ketika Kamijou memandang gadis yang terbaring itu dengan memamerkan gigi taringnya. Matanya terbuka lebar seakan-akan dia telah melakukan sesuatu yang sangat salah dan bibirnya bergerak cepat seperti ingin mengatakan sesuatu.

“Tapi aku tidak berpikir kau akan memercayaiku dan aku tidak ingin menakutimu. Dan...um...”

Index kelihatan akan menangis dan suaranya semakin kecil ketika berbicara. Kamijou hampir tidak mendengarnya di ujung kalimatnya.

Walau begitu, Kamijou mendengarnya mengatakan “aku tidak mau kau membenciku”.

“Tidak, peduli setan!!” Dia benar-benar mendengar suara sesuatu yang patah. “Jangan remehkan orang dan memperkirakan seperti apa mereka dengan pikiranmu sendiri! Rahasia gereja? 103.000 grimoir? Yeah, itu semua hebat dan mengagumkan. Dan ya, semuanya kelihatan sangat absurd sampai aku masih belum benar-benar memercayainya. Tapi...” Kamijou berhenti sejenak. “Cuma begitu saja?”

Mata Index terbuka lebar.

Bibir kecilnya bergerak cepat seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

“Jangan remehkan aku seperti itu. Apa kau benar-benar berpikir kalau aku akan memanggilmu menyeramkan atau menjijikkan atau apalah hanya karena kau menghapal 103.000 grimoir!? Apa kaupikir aku akan meninggalkanmu dan lari ketika para penyihir itu muncul? Persetan. Kalau cuma itu saja yang aku bisa, dari awal aku tidak akan membiarkanmu masuk ke kamar asramaku!”

Ketika Kamijou berbicara, dia akhirnya menyadari apa yang menyebabkan dia begitu marah.

Kamijou hanya ingin membantu Index. Dia tidak ingin melihat Index tersakiti lagi. Itu saja. Dan walau begitu dia tidak membiarkan Kamijou melindunginya sementara dia mati-matian melindungi Kamijou. Kamijou hanya ingin mendengar dia meminta tolong sekali saja.

Hal itu sangat membuatnya frustasi.

Sangat, sangat frustasi.

“...Percayalah padaku sedikit. Jangan memperkirakan nilai orang-orang seenakmu saja.”

Hanya itu. Bahkan kalau dia tidak punya kekuatan di tangan kanan dan hanyalah seorang manusia biasa, tetap bukan alasan bagi Kamijou untuk mundur.

Index v01 157.jpg

Tidak ada alasan seperti itu.

Index hanya memandang wajah Kamijou dengan kagum untuk beberapa saat.

Tapi kemudian air mata mulai menggenangi matanya.

Seolah-olah matanya terbuat dari es dan mulai mencair.

Index merapatkan bibirnya agar tidak sesenggukan, tapi bibirnya bergetar seakan dia tidak dapat menahannya lebih lama lagi. Dia menarik futon sampai ke mulutnya dan menggigitnya. Tetes air mata di matanya menjadi begitu besar hingga kelihatannya dia akan menangis seperti anak TK kalau bukan karena selimut itu.

Kemungkinan besar, air mata itu bukan hanya sekedar respon dari kata-kata yang Kamijou baru saja katakan.

Kamijou tidak cukup sombong sampai berpikir begitu. Dia ragu kata-katanya memberi pengaruh sebesar itu padanya. Kemungkinan besar, sesuatu yang telah menumpuk di dalam dirinya mengalir keluar dengan kata-kata darinya sebagai pemicunya.

Saat dia merasa hatinya retak karena pemikiran kalau tidak ada yang pernah mengatakan kata-kata seperti itu padanya sebelumnya, Kamijou juga merasa kalau dia akhirnya telah melihat “kelemahan” Index yang membuatnya sedikit senang.

Tapi Kamijou bukan orang mesum yang senang melihat gadis menangis.

Sebenarnya, suasana itu sangat canggung.

Kalau Komoe-sensei masuk tanpa mengetahui situasinya, Kamijou yakin kalau dia akan tanpa ragu menyuruhnya untuk mati.

“U-um... Kau tahu. Aku punya tangan kananku, jadi tidak ada penyihir yang bisa mengimbangiku!”

“...Tapi...hik...kau bilang kau punya pelajaran tambahan selama liburan musim panas.”

“...Apa aku pernah mengatakan itu?”

“Aku yakin kau pernah.”

Sepertinya, gadis yang telah menghapal dengan sempurna 103.000 buku itu mempunyai ingatan yang sempurna.

“Jangan merasa tidak enak karena mengacaukan kehidupan sehari-hari seseorang untuk sesuatu seperti ini. Pelajaran tambahanku tidak sepenting itu. Sekolahku tidak ingin membuatku tinggal kelas kalau mereka bisa mencegahnya, jadi jika aku bolos dari pelajaran tambahan, aku bisa pergi ke pelajaran tambahan dari pelajaran tambahan itu. Aku bisa menundanya selama yang kuperlu.”

Kalau Komoe-sensei mendengar itu, kamar itu pasti telah berubah menjadi medan perang, tapi dia tidak peduli.

“...”

Dengan air mata masih di matanya, Index melihat ke Kamijou.

“...Jadi kenapa kau begitu terburu-buru untuk pergi ke pelajaran tambahanmu?”

“...........................Oh.”

Kamijou berpikir ke belakang. Memang benar, setelah dia menelanjangi Index dengan menghancurkan Gereja Berjalan-nya dengan Imagine Breaker, sehingga suasana waktu itu hening seperti dalam elevator yang tertutup, dia memang terburu-buru...

“Karena kau punya rencana dan karena kau punya kehidupan normal, aku merasa salah kalau mengganggu semua itu...”

“O-oh. Yeah...”

“Aku menyusahkanmu.”

“...”

“Aku menyusahkanmu...”

Ketika dia mengulangi itu dengan air mata di matanya, sudah tidak mungkin bagi Kamijou untuk mencoba menyangkalnya.

“Aku mwinta mwaaf!” Kamijou Touma meminta maaf sambil dengan cepat memasuki mode bersujud.

Index perlahan duduk seperti orang sakit di futon, memegang telinga Kamijou, dan menggigit bagian atas kepalanya seolah-olah kepalanya adalah onigiri raksasa.


Sekitar 600 meter dari sana, di atas bangunan dengan banyak penghuni, Stiyl melepaskan teropongnya dari matanya.

“Aku sudah mencari tahu siapa bocah yang bersama Index. ...Bagaimana keadaan Index”

Tanpa menoleh, Stiyl menjawab gadis yang berbicara padanya.

“Dia masih hidup. Tapi itu berarti mereka punya seorang pengguna sihir.”

Gadis itu tidak memberi respon, tapi sepertinya dia lebih merasa lega bahwa tidak ada yang mati dibandingkan khawatir akan seorang musuh baru.

Gadis itu berumur 18 tahun, tapi dia sekepala lebih pendek dari Stiyl yang hanya berumur 14.

Tapi memang, tinggi Stiyl melebihi 2 meter, jadi gadis itu masih terhitung tinggi jika dibandingkan dengan tinggi rata-rata orang Jepang.

Rambut hitam sepanjang pinggangnya diikat ekor kuda. Di pinggangnya terdapat sebuah pedang Jepang sepanjang lebih dari dua meter yang disarungkan. Tipe yang dikenal sebagai “pedang perintah” yang digunakan di ritual memanggil hujan dalam agama Shinto.

Tapi akan sedikit sulit untuk menyebutnya sebagai gadis cantik Jepang.

Dia memakai celana jins usang dan kaos putih. Entah kenapa, bagian kaki kiri dari jinsnya dipotong seluruhnya sampai pangkal pahanya, kain berlebih di bawah T-shirt-nya diikat jadi bagian perutnya dapat terlihat, dia memakai sepatu bot setinggi lutut, dan pedang Jepang-nya tergantung dalam sarung kulit seperti sebuah pistol.

Dia terlihat seperti seorang sheriff dari Barat yang telah menukar pistolnya dengan pedang Jepang.

Seperti Stiyl si pendeta berbau parfum, pakaiannya sangat tidak normal.

“Jadi siapa sebenarnya orang itu, Kanzaki?”

“Tentang itu...aku tidak bisa mendapatkan banyak informasi mengenai bocah itu. Setidaknya, sepertinya dia bukan seorang penyihir atau berkekuatan supernatural lain.”

“Apa, apa kau ingin mengatakan kalau dia cuma siswa SMA biasa?” Stiyl menyalakan rokok yang dia keluarkan hanya dengan memandang ujungnya. “Berhenti saja. Mungkin tidak kelihatan seperti itu, tapi aku adalah seorang penyihir yang telah sepenuhnya menganalisis 24 rune yang ada dan mengembangkan 6 rune baru yang kuat. Dunia ini tidak sebaik itu sampai membiarkan seorang amatir tanpa kekuatan mendorong balik api penghakiman milik Innocentius.”

Bahkan dengan bantuan dari Index, dia dengan seketika membuat rencana menggunakan bantuan. Ditambah lagi tangan kanannya yang aneh. Kalau dia adalah seorang manusia biasa di Jepang, maka Jepang benar-benar negara penuh misteri.

“Benar.” Kanzaki Kaori memicingkan matanya. “Masalah sebenarnya adalah seseorang dengan kemampuan tempur sebanyak itu dikategorikan sebagai tidak lebih dari seorang murid tidak punya harapan yang sering terlibat perkelahian.”

Academy City memiliki sisi tersembunyi bahwa kota itu adalah institusi yang memproduksi esper secara massal.

Bahkan kalau organisasi tempat Stiyl dan Kanzaki bekerja sedang menyembunyikan keberadaan Index, Stiyl dan Kanzaki telah menghubungi organisasi yang dikenal sebagai Institusi Lima Elemen lebih dulu untuk mendapatkan izin memasuki kota itu. Bahkan grup sihir yang dikenal sebagai yang terhebat di dunia tidak bisa tetap tersembunyi dalam wilayah musuh.

“Mungkin informasinya dengan sengaja ditutup-tutupi. Dan juga, luka Index disembuhkan dengan sihir. Kanzaki, apa ada organisasi sihir lain di Timur Jauh?”

Mereka telah memutuskan kalau bocah itu pasti memiliki organisasi lain selain Institusi Lima Elemen di sisinya.

Mereka salah mengira kalau organisasi lain ini sepenuhnya menghilangkan semua informasi tentang Kamijou.

“Kalau mereka melakukan sesuatu di kota ini, para informan dari Institusi Lima Elemen pasti telah mengetahuinya.” Kanzaki menutup matanya. “Kita punya musuh yang jumlahnya tidak diketahui, sementara kita sendiri tanpa bala bantuan. Ini perkembangan yang menyulitkan.”

Semuanya adalah kesalahpahaman. Imagine Breaker milik Kamijou Touma tidak punya efek apa pun kecuali digunakan pada kekuatan supernatural. Dengan kata lain, System Scan milik Academy City tidak bisa mengukur kekuatannya karena menggunakan mesin untuk mengukurnya. Ya, itu adalah salah satu kesialan Kamijou karena dia diperlakukan sebagai seorang Level 0 padahal mempunyai tangan kanan kelas tinggi.

“Dalam skenario terburuk, hal ini bisa berkembang menjadi pertarungan sihir melawan sebuah organisasi. Stiyl, kudengar rune-mu punya kelemahan fatal dalam hal ketahanan air.”

“Aku sudah mengompensasikan itu. Aku melaminating rune-nya. Trik yang sama tidak akan berlaku padaku lagi.” Seperti pesulap panggung, dia mengeluarkan rune yang sekarang kelihatan sangat mirip dengan kartu koleksi. “Kali ini, aku akan menempatkan barrier dengan radisu 2 kilometer di sekitar areanya dan bukan hanya pada bangunannya. Untuk itu, dibutuhkan 164.000 kartu dan persiapannya akan memakan waktu 60 jam untuk diselesaikan.”

Tidak seperti dalam video game, sihir yang sebenarnya memerlukan lebih dari hanya sekadar mengucapkan mantra.

Mungkin memang kelihatannya hanya itu saja yang diperlukan kalau dilihat sekilas, tapi ada sedikit persiapan yang diperlukan di balik layar. Api milik Stiyl adalah tipe yang membutuhkan instruksi kira-kira “Ambil sebuah taring serigala perak yang telah dimandikan sinar bulan selama 10 tahun dan...” Karena itu, kecepatan Stiyl sebenarnya adalah kecepatan seorang ahli.

Singkatnya, pertarungan sihir adalah masalah membaca apa yang akan datang. Ketika pertarungan dimulai, kau pada dasarnya sudah terjebak dalam perangkap berupa barrier milik musuh. Ketika bertahan, kau perlu memastikan apa mantra musuhmu, dan mencari cara untuk membalikkannya ke musuhmu. Ketika menyerang, kau harus memprediksi serangan balik seperti apa yang akan datang dan mengatur kembali mantramu sesuai apa yang terjadi. Tidak seperti bela diri sederhana, kau perlu memikirkan 100-200 langkah ke depan di tengah situasi yang terus berubah. Walaupun istilah kasar seperti “pertarungan” digunakan, sebenarnya itu lebih seperti adu intelek.

Karena itu, pasukan musuh yang tidak diketahui jumlahnya membuat seorang penyihir berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.

“...Dia kelihatan sangat senang,” kata penyihir rune tiba-tiba sembari memandang 600 meter ke depan tanpa menggunakan teropongnya. “Dia kelihatan sangat, sangat senang. Dia selalu hidup dalam kehidupan menyenangkan seperti itu.” Dia terdengar seperti sedang meludahkan semacam cairan kental. “Seberapa lama kita harus terus mengoyaknya hingga berkeping-keping?”

Kanzaki memandang 600 meter ke depan dari belakang Stiyl.

Bahkan tanpa menggunakan teropong atau sihir, dia bisa melihat jelas dengan pandangan 8.0-nya. Melalui jendela, dia bisa melihat gadis itu menggigiti kepala bocah itu dengan marah sedangkan bocah itu mengayun-ayunkan tangannya dan mencoba berontak.

“Pasti perasaan yang sangat pelik,” kata Kanzaki seperti sebuah mesin. “Bagi orang sepertimu yang pernah berada dalam posisi yang sama seperti itu.”

“...Aku sudah terbiasa,” jawab penyihir api itu.

Dia benar-benar telah mengalami perasaan seperti itu berkali-kali sebelumnya.

Part 3[edit]

“Waktunya mandi♪ Waktunya mandi♪” nyanyi Index sembari berjalan di samping Kamijou, memegang baskom mandi dengan kedua tangan.

Seakan-akan ingin menunjukkan kalau dia sudah tidak sakit lagi, dia mengganti pakaiannya dari piyama menjadi jubah biarawati yang penuh penitinya.

Kamijou tidak tahu trik sulap apa yang Index gunakan, tapi jubah yang berdarah-darah itu bersih sempurna. Dia punya firasat kalau jubah itu akan terkoyak-koyak jika Index memasukkannya secara utuh ke dalam mesin cuci, jadi dia penasaran apakah Index memisahkannya dan mencuci tiap-tiap bagiannya.

“Apa itu begitu mengganggumu? Sejujurnya, aku tidak peduli dengan baunya.”

“Apa kau tipe yang suka bau keringat?”

“Maksudku bukan begitu!!”

Setelah tiga hari, dia akhirnya cukup sehat untuk bisa keluar rumah dan mandi adalah permintaan pertamanya.

Apartemen Komoe-sensei tidak punya apa pun yang yang mirip dengan kamar mandi, jadi pilihan mereka hanya meminjam kamar mandi di kamar manajer atau pergi ke pemandian umum yang bobrok di dekat sana.

Karena alasan itulah, anak laki-laki dan gadis muda itu kini sedang berjalan di trotoar pada malam hari dengan baskom mandi di tangan.

“Memangnya era kebudayaan Jepang mana yang kita tinggali sekarang?” Komoe-sensei berkomentar dengan senyum ketika menjelaskan sistem pemandian umum. Dia membiarkan Kamijou dan Index tinggal di apartemennya tanpa menanyakan detail situasi mereka. Kamijou ikut menginap dengan Index karena dia tidak ingin kembali ke asramanya yang tidak diragukan lagi sedang diawasi oleh musuh.

“Touma, Touma,” kata Index dengan suara teredam karena dia sedang menggigit bagian lengan atas kaus Kamijou.

Karena kebiasaannya menggigit orang, kelakuannya itu tidak lebih dari gerakan yang mirip dengan memegang baju seseorang untuk menarik perhatiannya.

“...Apa?” jawab Kamijou jengkel.

Pagi itu, Index sadar kalau dia tidak mengetahui nama Kamijou, jadi Kamijou memperkenalkan dirinya kepadanya. Sejak saat itu, dia telah memanggil namanya sekitar 60.000 kali.

“Tidak ada apa-apa. Aku cuma suka memanggil namamu walaupun tidak ada alasannya.”

Ekspresi Index mirip dengan seorang anak yang pergi ke taman hiburan untuk pertama kalinya.

Index terlihat begitu lengket kepadanya.

Kemungkinan besar karena apa yang terjadi tiga hari sebelumnya, tapi Kamijou tidak lebih senang dibanding tidak yakin harus merasa bagaimana tentang fakta bahwa tidak ada yang pernah mengatakan sesuatu sedasar itu pada Index.

“Komoe bilang pemandian umum Jepang punya kopi susu. Apa itu kopi susu? Seperti cappuccino?

“Kau tidak akan menemukan yang seelegan itu di pemandian umum. Jangan berharap terlalu tinggi,” kata Kamijou. “Hmm, tapi bak mandi raksasa mungkin akan membuatmu terkejut. Di Inggris, yang paling umum adalah bak mandi yang sempit seperti yang ada di hotel, 'kan?

“Hm? ...Aku tidak begitu tahu.” Index memiringkan kepalanya ke samping seperti memang benar-benar tidak tahu. “Hal pertama yang kuingat dimulai di sini, di Jepang. Aku tidak begitu tahu bagaimana keadaan di Inggris sana.”

“...Hmm. Jadi itu kenapa kau bisa berbicara bahasa Jepang dengan lancar. Kalau kau di sini sejak kecil, berarti kau sendiri praktis adalah orang Jepang.”

Jawaban Index tadi membuat Kamijou berpikir bahwa keyakinan Index kalau dia akan aman jika kabur ke Gereja Anglikan sedikit kurang bisa diandalkan. Awalnya dia berpikir gadis itu akan pulang ke rumahnya, tapi dia sebenarnya malah akan pergi ke negara yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.

“Bukan, bukan. Maksudku bukan seperti itu.” Index menggelengkan kepalanya, mengayun-ayunkan rambut perak panjangnya. “Sepertinya, aku lahir dan dibesarkan di Katedral St. George di London. Sepertinya, aku baru datang ke sini sekitar satu tahun lalu.”

“Sepertinya?”

Kamijou mengerutkan dahinya karena kata yang tidak jelas itu.

“Yeah. Aku tidak punya ingatan dari sebelum sekitar satu tahun yang lalu ketika aku tiba di sini.”

Index tersenyum.

Persis seperti anak kecil yang menuju taman hiburan untuk pertama kali dalam hidupnya.

Kesempurnaan senyuman itulah yang menunjukkan kepada Kamijou rasa takut dan rasa sakit di baliknya.

“Ketika aku pertama kali bangun di sebuah gang, aku tidak tahu siapa diriku. Yang kutahu hanyalah bahwa aku harus kabur. Aku tidak ingat apa yang kumakan pada makan malam malam sebelumnya, tapi pengetahuan tentang hal-hal seperti sihir, Index Librorum Prohibitorum, dan Necessarius terus berputar dalam pikiranku. Hal itu begitu menakutkan...”

“Jadi kau bahkan tidak tahu kenapa kau kehilangan ingatanmu?”

“Itu benar,” jawabnya.

Kamijou tidak tahu sama sekali tentang psikologi, tapi dia tahu dari video game dan drama kalau ada dua penyebab utama amnesia: terkena benturan keras di kepala atau menyegel sebuah kenangan yang tidak bisa dipikul hatimu.

“Sialan...” gumam Kamijou sambil melihat ke langit malam.

Walaupun dia memang merasa marah pada para penyihir yang bisa melakukan hal seperti itu ke seorang gadis sepertinya, dia lebih merasa dikuasai oleh rasa ketidakberdayaan.

Dia sekarang tahu kenapa Index melindunginya dan menjadi sangat lengket padanya. Itu hanya karena Kamijou secara kebetulan adalah orang pertama yang dia kenal setelah menghabiskan satu tahun sendirian di dunia tanpa mengetahui apa pun.

Semua ini tidak menyenangkan Kamijou.

Dia tidak tahu kenapa, tapi entah kenapa jawaban itu benar-benar membuatnya jengkel.

“Mh? Touma, apa kau marah?”

“Tidak.”

Pertanyaan itu menangkap basah dia, tapi Kamijou berhasil berpura-pura tidak marah.

“Kalau aku membuatmu marah entah karena apa, aku minta maaf. Touma, apa yang membuatmu begitu marah? Pubertas?”

“Aku tidak ingin mendengarmu berbicara tentang pubertas dengan badanmu yang seperti anak kecil itu.”

“Mh. Apa maksudnya itu? Aku benar-benar berpikir kalau kau marah. Atau kau cuma berpura-pura marah untuk membuatku merasa susah? Aku tidak suka sisimu yang itu, Touma.”

“Hei, jangan mengatakan itu ketika kau tidak pernah benar-benar menyukaiku. Aku tidak mengharapkan kejadian indah mirip komedi romantis seperti itu denganmu.”

“...”

“Hah? ...Kenapa kau memelototiku seperti itu, Tuan Putri?”

“...”

Bahkan ketika dia mencoba mencairkan suasana dengan lelucon, Index tidak memberikan respon.

(Aneh. Ini aneh. Kenapa Index melipat tangannya, melihatku dengan air mata di matanya dan ekspresi terluka di wajahnya, dan menggigit bibir bawahnya?)

“Touma.”

“Ya?” Kamijou merespon, memutuskan kalau dia lebih baik merespon karena Index memanggil namanya.

Dia mendapat firasat kuat tentang kesialan yang akan datang.

“Aku benci kau.”

Tepat saat itu, Kamijou mendapatkan banyak experience point untuk pengalaman langka berupa seorang gadis yang menggigit seluruh bagian atas kepalanya.

Part 4[edit]

Index berjalan lebih dulu ke arah pemandian umum sendirian.

Sementara itu, Kamijou berjalan lesu ke arah pemandian umum. Awalnya dia telah mencoba berlari mengejar Index, tapi biarawati putih yang marah itu lari seperti kucing liar setiap kali melihatnya. Walau begitu, dia akan tetap melihat punggung Index setelah berjalan beberapa saat seperti sedang ditunggu Index. Setelah itu, siklus ini akan berulang. Index benar-benar seperti kucing yang plin-plan.

(Yah, kami sedang menuju tempat yang sama, jadi pada akhirnya kami pasti akan bertemu lagi.)

Dengan pikiran itu, Kamijou menyerah mengejarnya.

Ditambah lagi dia merasa kalau ada kemalangan yang pasti datang berupa penahanan oleh polisi kalau seseorang melihatnya (kelihatannya) mengejar seorang biarawati Inggris muda yang lemah dan tak berdaya di jalan yang gelap seperti seekor Namahage.[17]

“Biarawati dari Inggris, hm?” gumam Kamijou di sela napasnya sambil berjalan di jalan yang gelap sendirian.

Dia tahu kalau Index akan dibawa ke markas Gereja Anglikan di London kalau dia membawanya ke salah satu gereja mereka di Jepang. Tidak ada lagi yang tersisa untuk Kamijou lakukan. Semuanya pasti akan berakhir dengan ucapan seperti, “Mungkin waktunya singkat, tapi terima kasih. Aku tidak akan pernah melupakanmu karena aku punya ingatan sempurna”.

Kamijou merasa sesuatu yang tajam menusuk-nusuk dadanya, tapi dia tidak tahu apakah ada hal lain yang bisa dilakukannya. Kalau Index tidak berada di bawah perlindungan gereja, dia akan terus dikejar oleh para penyihir itu. Lagi pula, tidak realistis mencoba mengikuti Index ke Inggris.

Mereka hidup di dunia yang berbeda, mereka berdiri di tempat berbeda, dan mereka berada di dimensi yang berbeda.

Kamijou tinggal di dunia ESP ilmiah dan dia tinggal di dunia occult sihir.

Seperti daratan dan lautan, kedua dunia mereka tidak akan berlintas jalan.

Cuma begitu saja.

Cuma begitu saja, tapi hal itu masih membuatnya jengkel seperti ada tulang ikan yang tersangkut di tenggorokannya.

“Hah?”

Tiba-tiba pemikirannya yang berputar sia-sia terhenti.

Ada sesuatu yang salah. Kamijou memeriksa waktu yang terpampang di papan iklan elektronik milik sebuah department store. Tepat jam 8 malam. Masih ada banyak waktu sebelum waktunya orang-orang tidur, tapi keheningan mencekam menyelimuti area itu seperti berada di hutan pada malam hari. Perasaan aneh yang tidak pada tempatnya menyelimuti area itu.

(Kalau dipikir-pikir, aku belum melihat seorang pun sejak berjalan dengan Index...)

Dengan ekspresi bingung, Kamijou berjalan lebih jauh.

Dan ketika dia tiba di jalan besar dengan 3 lajur di setiap arah, perasaan tidak pada tempatnya itu berganti menjadi perasaan kalau segala sesuatunya benar-benar salah.

Tidak ada orang di sana.

Tidak ada seorang pun yang masuk atau keluar dari mal yang berbaris di sisi jalan seperti minuman di rak toko serba ada. Trotoar yang biasanya terasa terlalu sempit sekarang terasa terlalu luas dan tidak ada satu mobil pun yang berjalan di jalan yang mirip landasan pacu itu. Semua mobil yang diparkir di sisi jalan kosong seakan sudah dibuang pemiliknya.

Seperti melihat jalan di ladang nun jauh di pedesaan sana.

“Ini karena Stiyl telah mengukir rune Opila untuk membuat sebuah medan pembersih manusia.”

Suara perempuan tiba-tiba memasuki kepalanya seakan-akan sebuah pedang Jepang menusuk tembus bagian tengah wajahnya.

Kamijou tidak menyadarinya sama sekali.

Gadis itu tidak bersembunyi di balik apa pun dan dia juga tidak menyelinap dari belakangnya. Dia berdiri di tengah jalan lebar seperti landasan pacu sekitar 10 meter di depannya, menghalangi jalannya.

Sudah jelas ini bukan lagi perkara tidak melihat atau menyadarinya karena kegelapan. Sesaat sebelumnya, memang benar-benar tidak ada seorang pun di sana. Tapi dalam satu kedipan mata, gadis itu muncul di sana.

“Semua orang di sekitar area ini telah dialihkan fokusnya jadi mereka tidak akan berpikir untuk mendekati area ini untuk tujuan tertentu. Kebanyakan orang sepertinya berada di dalam bangunan-bangunan, jadi jangan khawatir.”

Badannya bereaksi bereaksi lebih cepat dari pikurannya. Semua darah di tubuhnya seperti berkumpul di tangan kanannya. Dengan rasa sakit seperti ada seutas tali mengikat kencang pergelangan tangannya, insting Kamijou merasa bahwa gadis itu berbahaya.

Gadis itu memakai T-shirt dan jins yang satu bagian kakinya dipotong dengan berani, jadi pakaiannya tidak terlalu jauh berbeda dari apa yang disebut normal.

Akan tetapi, sebuah pedang Jepang yang panjangnya lebih dari dua meter yang bergantung di pinggangnya seperti pistol, mengeluarkan hawa membunuh yang membeku. Bilahnya tersembunyi dalam sarung pedangnya, tapi sarung hitam itu terlihat sama penuh sejarahnya dengan sebuah tiang dari bangunan Jepang tua, jadi terlihat jelas kalau pedang itu asli.

“Penghancur Iblis Penyuci Tuhan.[18] Nama sebenarnya yang sempurna.

Tapi gadis itu sendiri tidak menunjukkan tanda-tanda gugup sedikit pun. Cara bicaranya yang seperti sedang mengobrol santai membuatnya jauh lebih menakutkan.

“...Siapa kau?”

“Aku Kanzaki Kaori. ...Aku tidak ingin memberikan namaku yang lain kalau bisa.”

“Namamu yang lain?”

“Nama sihirku.”

Dia telah sedikit memperkirakan itu, tapi Kamijou tetap mundur selangkah.

Nama sihir. Itu adalah “nama membunuh” yang telah Stiyl berikan sebelum menyerang Kamijou dengan sihir.

“Jadi...apa? Apa kau juga dari asosiasi sihir atau apalah itu sama seperti Stiyl?

“...?” Untuk sesaat, Kanzaki mengernyit ragu. “Oh, apa kau mendengar itu dari Index?”

Kamijou tidak menjawab.

Sebuah asosiasi sihir. Organisasi yang mengejar Index untuk mendapatkan 103.000 grimoir-nya. Sebuah grup yang berjuang untuk menjadi Dewa Sihir, orang-orang yang telah menguasai sihir sepenuhnya hingga bisa membengkokkan apa pun di dunia sesuai kehendak mereka.

“Sejujurnya.” Kanzaki menutup satu matanya. “Aku ingin membawa dia ke dalam perlindungan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku.”

Kamijou menggigil.

Kamijou punya kartu truf berupa tangan kanannya, tapi tetap saja musuh yang berdiri di depannya membuat punggungnya menggigil.

“...Dan kalau aku menolak?” kata Kamijou. Dia tidak punya alasan untuk mundur walaupun merasa takut.

“Kalau begitu aku tidak punya pilihan lain.” Kanzaki menutup mata yang satunya lagi. “Aku akan memberikan namaku sampai dia kembali ke dalam perlindungan kami.”

Guncangan seperti gempa membuat tanah di bawah kaki Kamijou bergetar.

Seperti ada sebuah bom yang meledak. Langit malam di sudut penglihatannya yang harusnya ditutupi kegelapan biru pucat menjadi warna oranye terang seperti matahari tenggelam. Api raksasa menyebar beberapa ratus meter ke depan.

“Index...!!”

Musuhnya adalah sebuah organisasi dan Kamijou tahu nama seorang penyihir api.

Kamijou secara refleks melihat ke arah api yang meledak itu.

Dan di saat itu, tebasan Kanzaki Kaori tiba.

Ada jarak 10 meter antara Kamijou dan Kanzaki. Dan juga, katana milik Kanzaki panjangnya lebih dari dua meter, jadi sepertinya tidak mungkin bagi tangan langsing feminimnya untuk menariknya dari sarungnya, apalagi mengayunkannya.

...Tapi seperti itulah yang terlihat.

Saat berikutnya, angin di atas kepala Kamijou terpotong seakan gadis itu sedang menembakkan laser raksasa. Kamijou membeku karena syok dan baling-baling sebuah kincir angin pembangkit listrik di belakang kanannya terpotong diagonal seakan terbuat dari mentega.

“Tolong hentikan ini,” kata suara 10 meter di depannya. “Mengabaikan peringatanku hanya akan berujung pada kematian.”

Pedang sepanjang 2 meter milik Kanzaki sudah kembali ke sarungnya. Serangan itu sangat cepat hingga Kamijou bahkan tidak pernah melihat bilahnya menyentuh udara luar.

Kamijou tidak bisa bergerak.

Satu-satunya alasan dia masih berdiri di sana adalah karena Kanzaki dengan sengaja membuat serangannya meleset. Situasinya kelihatan sangat tidak nyata sampai dia hampir tidak menyadari fakta itu. Musuhnya terlalu kuat sampai pikirannya tidak bisa mengikuti.

Dengan suara benturan kuat, baling-baling kincir angin yang terpotong jatuh ke tanah di belakang Kamijou.

Bahkan walaupun puing-puing baling-baling itu jatuh begitu dekat, Kamijou masih tidak bisa bergerak.

“...!”

Kamijou menggertakkan giginya karena pedang itu pasti sangat tajam.

Kanzaki membuka salah satu matanya yang tertutup dan berkata, “Aku bertanya kepadamu sekali lagi.” Dia memicingkan matanya sedikit. “Aku ingin membawanya ke dalam perlindungan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku.”

Tidak ada keraguan dalam suara Kanzaki.

Suaranya begitu dingin hingga dia terlihat seperti mengatakan tingkat kehancuran seperti itu bukanlah sesuatu yang pantas untuk membuat orang terkejut.

“...A-apa-apaan yang kaukatakan?”

Seakan-akan kakinya tertempel ke tanah, dia tidak bisa maju ke depan atau melangkah mundur.

Kakinya bergetar seakan dia baru saja selesai berlari maraton dan dia bisa merasakan tenaganya meninggalkan kakinya.

“Aku tidak punya alasan untuk menyerah pada-...”

“Aku akan menanyakannya sebanyak apa pun yang diperlukan.”

Dalam sesaat – benar-benar sesaat – tangan kanan Kanzaki menjadi buram dan menghilang seperti bug dalam sebuah video game.

Dengan suara raungan, sesuatu terbang ke arah Kamijou dengan kecepatan menakutkan.

“!?”

Kamijou merasa seperti senjata laser raksasa sedang ditembakkan dari segala arah.

Seperti tornado raksasa yang terbuat dari pedang-pedang udara.

Kamijou Touma melihat topan itu memotong aspal, lampu jalan, dan pohon-pohon yang berbaris di jalan dalam interval tertentu hingga menjadi berkeping-keping seolah-olah dipotong dengan waterjet[19] industri. Bongkahan aspal berukuran kepalan tangan terbang dan menghantam bahu kanan Kamijou. Cukup untuk menerbangkan dan membuatnya hampir pingsan.

Sambil memegang bahu kanannya, Kamijou melihat sekelilingnya hanya dengan menggerakkan matanya.

Satu... dua... tiga, empat, lima, enam, tujuh. Total sebanyak tujuh tebasan lurus dari pedang berlanjut sampai lusinan meter di sepanjang tanah yang datar. Tebasan-tebasan itu datang dari sudut acak dan kelihatan seperti goresan kuku di pintu baja.

Dia mendengar suara katana gadis itu yang dimasukkan kembali ke sarungnya.

“Aku ingin membawa dia ke bawah perlindungan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku.”

Dengan tangan kanannya masih di gagang pedang, Kanzaki mengucapkan kata-kata itu tanpa kebencian atau kemarahan.

Tujuh serangan. Kamijou bahkan tidak bisa melihat satu serangan pun, tapi Kanzaki melakukan tujuh serangan iai[20] dalam sekejap. Bahkan kalau dia mau, satu atau seluruh tujuh serangan itu bisa menjadi serangan mematikan yang memotong Kamijou menjadi dua.

Bukan. Kamijou hanya sekali saja mendengar suara metalik dari pedang yang disarungkan.

Kemungkinan besar tadi adalah kekuatan supernatural yang dikenal sebagai sihir. Dia memakai sihir yang memanjangkan jarak satu serangan itu sebanyak lusinan meter dan memberikannya kemampuan berpedang untuk menyerang tujuh kali walaupun hanya dengan sekali menarik pedang.

“Kecepatan serangan Nanasen[21] yang Shichiten Shichitou[22]-ku lakukan itu cukup untuk membunuhmu tujuh kali dalam waktu yang dikenal sebagai sekejap. Orang-orang menyebutnya sebagai pembunuhan instan. Menyebutnya sebagai pembunuhan instan pasti rasanya tidak jauh dari kenyataannya.”

Dalam diam, Kamijou mengepalkan tinjunya dengan kekuatan yang cukup untuk menghancurkan tangan kanannya.

Kanzaki punya kecepatan, kekuatan, dan jarak yang mengerikan. Kemungkinan besar, serangan memotong itu berhubungan dengan kekuatan supernatural yang dikenal sebagai sihir. Kalau begitu, Kamijou hanya perlu menyentuh serangan aslinya saja.

“Teruslah bermimpi,” katanya, memotong pemikiran Kamijou. “Aku sudah dengar dari Stiyl kalau tangan kananmu bisa meniadakan sihir entah bagaimana caranya. Tapi apakah aku benar kalau berpikir bahwa kau tidak bisa melakukan itu kecuali kau menyentuhnya dengan tangan kananmu?”

Tepat sekali. Tangan kanan Kamijou tidak berguna kalau dia tidak bisa menyentuhnya.

Bukan masalah kecepatan. Tidak seperti Biri-Biri dari Misaka Mikoto[23] dan Railgun yang ditembakkan dalam garis lurus, dia tidak bisa memprediksi ke mana Nanasen milik Kanzaki Kaori akan datang karena perubahan konstannya. Kalau Kamijou mencoba menggunakan Imagine Breaker, tujuh tebasan itu kemungkinan akan memotong tangannya berkeping-keping hanya dalam satu kedipan mata.

“Aku akan terus menanyakannya sebanyak yang diperlukan.”

Tangan kanan Kanzaki menggenggam gagang Shichiten Shichitou di pinggangnya tanpa bersuara.

Kamijou merasakan keringat dingin di pipinya.

Kalau mood Kanzaki berubah dan serius ingin membunuh, Kamijou pasti akan terpotong-potong menjadi bagian-bagian kecil dalam sekejap. Mengingat dia telah memotong pohon-pohon yang berjejer di jalan berkeping-keping dari jarak lusinan meter, mencoba lari atau menggunakan sesuatu sebagai tameng adalah bunuh diri.

Kamijou menghitung jarak antara dirinya dan Kanzaki.

Sekitar 10 meter. Kalau dia berlari secepat yang tubuh fisiknya mampu, dia bisa menutup jarak itu dalam empat langkah.

(...Bergeraklah.)

Kamijou memberikan perintah dengan putus asa pada kakinya yang seperti ditempel ke tanah dengan lem instan.

“Akankah kau membiarkan kami membawanya ke dalam perlindungan kami sebelum aku memberikan nama sihirku?”

(...Bergeraklah!!)

Dia maju selangkah ke depan seakan mengoyakkan kakinya dari tanah. Satu alis Kanzaki naik ketika Kamijou bergerak maju dengan langkah eksplosif seperti sebuah peluru.

“Ohh... Ohhhhhhhhhhhh!!”

Dia maju selangkah lagi. Kalau dia tidak bisa kabur, tidak bisa menghindar ke kiri atau ke kanan, dan tidak bisa menggunakan apa pun sebagai tameng, maka satu-satunya pilihan yang tersisa adalah maju dan membuka jalan untuk dirinya sendiri.

“Aku tidak tahu apa yang mendorongmu sampai sejauh ini, tapi...”

Kanzaki menghela napas yang lebih dikarenakan oleh rasa kasihan dibandingkan keterkejutan. Kemudian...

Nanasen.

Potongan-potongan kecil dari aspal dan pohon yang hancur melayang di udara seperti debu.

Dengan angin yang meraung, awan debu itu terpotong kecil-kecil di depan mata Kamijou.

“Ah... Ohh!!”

Dia tahu dalam kepalanya bahwa dia bisa meniadakannya kalau dia menyentuhnya dengan tangan kanannya, tapi hatinya segera memilih untuk menghindar. Dia menunduk dengan begitu kuatnya hingga terlihat seperti dia sedang mengayunkan kepalanya ke bawah dan jantungnya membeku ketika tujuh serangan menebas itu lewat di atas kepalanya.

Dia tidak memperhitungkan itu dan dia tidak mungkin berhasil menghindar kalau dia memperhitungkannya. Dia berhasil menghindar karena murni keberuntungan.

Kemudian dia mengambil satu langkah kuat lagi, yang ketiga dari empat.

Tak peduli seberapa aneh serangan Nanasen itu, pada dasarnya serangan itu tetaplah masih sebuah serangan iai. Iai adalah teknik berpedang kuno yang mengeluarkan satu serangan mematikan yang dimulai dengan gerakan menarik pedang dari sarungnya. Artinya, pada saat pedangnya berada di luar sarungnya akan membuat penggunanya tak berdaya dan tidak bisa menggunakan serangan iai lainnya.

Kalau dia mengambil langkah terakhir itu untuk mencapai Kanzaki, dia akan menang.

Harapan terakhir yang pikiran itu berikan pecah berkeping-keping dengan suara “klik” kecil.

Itu adalah suara metalik kecil yang terlalu pendek dari sebuah katana yang dikembalikan ke dalam sarungnya.

Nanasen.

Raungan itu datang tepat dari depan Kamijou dalam jarak kosong.

Ketujuh serangan itu mengejarnya bahkan sebelum refleks tubuhnya bisa beraksi.

“Sialan...Ahhhhhhhhhh!!”

Kamijou mengulurkan tinju kanannya ke arah tebasan di depannya, tapi itu lebih mirip usaha defensif untuk menangkap bola yang dilemparkan ke wajahnya daripada sebuah serangan ofensif.

Selama itu adalah kekuatan supernatural, tangan kanan Kamijou bisa meniadakannya bahkan kalau itu adalah kekuatan Tuhan atau kekuatan vampir.

Karena berada dalam jarak sedekat itu, ketujuh serangan itu tiba sebagai satu seangan tanpa menyebar. Itu berarti dia bisa menghancurkan ketujuhnya dengan satu pukulan Imagine Breaker.

Saat serangan-serangan itu bersinar biru di bawah sinar bulan, kulit dari satu jari di tinju Kamijou menyentuhnya halus.

Dan ditelan.

“Ap...!?”

Tidak menghilang. Bahkan dengan Imagine Breaker, serangan absurd itu tidak menghilang.

Kamijou segera mencoba menyentakkan tangannya ke belakang, tapi dia tidak berhasil tepat pada waktunya. Bagaimanapun juga, dia telah menjulurkan tangannya sendiri ke serangan pedang Jepang yang akan datang.

Kanzaki memicingkan matanya sedikit ketika melihat Kamijou.

Saat berikutnya, suara basah dari daging yang dipotong memenuhi area itu.

Kamijou memegang tangan kanannya yang berdarah dengan tangan kirinya dan jatuh berlutut.

Sejujurnya, dia terkejut ketika melihat bahwa kelima jarinya masih utuh.

Ini tentu saja bukan karena jemari Kamijou itu kuat dan kemampuan Kanzaki itu rendah. Tubuh Kamijou tidak terpotong-potong karena fakta sederhana bahwa Kanzaki telah menahan diri, lebih menahan dirinya lagi, dan membiarkannya hidup.

Masih berlutut, Kamijou melihat ke atas.

Kanzaki berdiri dengan lingkaran sempurna bulan biru di belakangnya. Dia bisa melihat sesuatu seperti benang-benang merah di depannya.

Kelihatan seperti jaring laba-laba. Hanya ketika darah Kamijou menutupinya seperti embun malam di atas jaring laba-labalah dia bisa melihat tujuh kawat baja itu.

“Aku tidak percaya...” Kamijou menggertakkan giginya. “Apa kau bukan seorang penyihir?”

Katana yang besarnya menggelikan itu tidak lebih dari sebuah hiasan.

Tidak mengejutkan kalau Kamijou tidak bisa melihat saat dia menarik pedangnya. Kanzaki tidak pernah menarik pedangnya keluar. Dia hanya menggerakkan pedangnya sedikit di dalam sarungnya dan kemudian menggerakkannya ke tempat semula. Gerakan itu adalah untuk menyembunyikan tangan yang menggerakkan ketujuh kawat itu.

Tangan Kamijou relatif tidak terluka karena Kanzaki telah mengendurkan kawatnya tepat sebelum memutuskan jarinya.

“Seperti yang sudah kubilang, aku sudah dengar tentang kemampuanmu dari Stiyl.” Kanzaki kedengaran tidak tertarik. “Saat itulah aku menyadarinya. Kekuatanmu bukan dalam jumlah yang lebih besar, tapi adalah tipe yang berbeda. Sama seperti gunting-batu-kertas. Seberapa banyak pun kau menggunakan batu, kau tidak akan pernah mengalahkan kertasku.”

“...”

Kamijou mengepalkan tangannya yang berdarah.

“Kelihatannya kau salah tentang sesuatu.” Kelihatannya menyakitkan bagi Kanzaki untuk melihatnya. “Aku tidak menyembunyikan ketidakmampuan dengan sebuah trik murahan. Shichiten Shichitou bukan sekedar hiasan saja. Di balik Nanasen adalah Yuisen[24] yang sebenarnya.”

“...”

Dia mengepalkan tinju berdarahnya.

“Dan yang lebih penting, aku masih belum memberikan nama sihirku.”

“...”

Dia mengepalkannya.

“Tolong jangan buat aku memberikannya, bocah.” Kanzaki menggigit bibirnya. “Aku tidak mau memberikannya lagi.”

Tinju Kamijou yang terkepal gemetar. Kanzaki jelas berbeda dari Stiyl. Dia bukan kuda poni yang hanya tahu satu trik saja. Dari paling dasar dari semua dasar dan yang paling dasar dari semua fondasi, dia benar-benar terbuat berbeda dari Kamijou.

“...Seperti aku bisa menyerah saja.”

Walaupun begitu, Kamijou tidak melepas kepalan tangannya. Dia tetap menutup tangan kanannya walaupun tidak bisa merasakan apa pun di sana.

Index tidak menyerah dan tetap berusaha menghadap ke arah Kamijou ketika punggungnya ditebas oleh penyihir itu.

“Apa yang kaubilang? ...Aku tidak bisa mendengarmu.”

“Kubilang tutup mulutmu, dasar robot sialan!!”

Kamijou mengepalkan tinjunya yang berdarah dan mencoba mengayunkannya ke wajah gadis yang berdiri di depannya.

Tapi ujung sepatu bot Kanzaki menusuk ulu hatinya sebelum dia sempat melakukannya. Seluruh udara dalam paru-parunya keluar dari mulutnya dan sarung hitam Shichiten Shichitou menghantamnya wajahnya seperti sebuah tongkat baseball. Badannya berputar seperti tornado dan dia menghantam tanah dengan bahu lebih dulu.

Belum sempat berteriak kesakitan, Kamijou melihat bagian bawah sepatu bot itu turun untuk menghancurkan kepalanya.

Mencoba menghindar, dia segera berguling ke samping.

Dan...

“Nanasen.”

Ketika kata itu memasuki telinga Kamijou, tujuh tebasan memecahkan aspal di sekitarnya sampai berkeping-keping. Seluruh tubuh Kamijou dihujani oleh pecahan-pecahan kecil dari segala penjuru.

“Gh...Ah...!?”

Kamijou menggeliat kesakitan di tempatnya ketika diserang oleh rasa sakit yang intens, bagaikan dikeroyok dan dipukuli oleh lima-enam orang. Kanzaki mendekatinya dengan menyeret sepatu botnya.

(Aku harus bangkit...)

Tapi kakinya terlalu lelah untuk bergerak.

“Kurasa sudah cukup.” Suara kecilnya terdengar iba. “Tidak ada alasan bagimu untuk melakukan sejauh ini untuknya. Mampu bertahan 30 detik saja melawan satu dari sepuluh penyihir terhebat di London adalah prestasi luar biasa. Dia tidak akan menyalahkanmu yang telah berusaha sejauh ini.”

“...”

Pikiran Kamijou kabur, tapi dia berhasil mengingat sesuatu.

Dia mengingat kalau Index memang tidak akan menyalahkannya apa pun yang dia lakukan.

(Tapi...)

Tepat karena Index terus menahan semuanya tanpa menyalahkan orang lainlah yang membuat Kamijou tidak bisa menyerah.

Dia ingin menyelamatkan Index, gadis yang tetap tersenyum begitu sempurna setelah mengalami semua ini dan bukannya ekspresi yang mampu menyayat hati siapa pun yang melihatnya.

Dia memaksakan tangan kanannya yang hancur menjadi sebuah tinju seakan tangannya adalah seekor serangga yang sekarat.

Tubuhnya masih bisa bergerak.

Tubuhnya bergerak ketika dia memintanya.

“...Kenapa?” bisik Kamijou dari posisinya yang masih terbaring di tanah. “Tampaknya kau tidak menyukai ini. Kau tidak seperti orang bernama Stiyl itu. Kau ragu untuk membunuh musuhmu. Kau bisa dengan mudah membunuhku sejak awal kalau kau mau, tapi kau tidak melakukannya. ...Kau masih cukup punya jalan pikiran manusia normal yang ragu untuk hal-hal seperti itu, 'kan?”

Kanzaki telah menanyakannya lagi dan lagi.

Dia telah meminta agar semua diselesaikan sebelum dia harus memberikan nama sihirnya.

Penyihir rune yang menamakan dirinya Stiyl Magnus tidak menunjukkan keraguan sedikit pun dalam hal ini.

“...”

Kanzaki Kaori terdiam, tapi rasa sakit yang dideritanya membuat pikiran Kamijou terlalu kabur untuk menyadarinya.

“Kalau begitu kau pasti tahu, 'kan? Kau tahu bahwa mengejar-ngejar seorang gadis sampai dia pingsan karena lapar dan kemudian menebas punggungnya dengan pedang itu salah, 'kan?” Dia mengucapkannya seperti batuk darah, sementara Kanzaki hanya bisa lanjut mendengarkannya. “Apa kau tahu kalau dia tidak punya ingatan sebelum satu tahun yang lalu karena kalian? Apa-apaan yang kalian lakukan padanya sambil mengejarnya sampai menyebabkan hal seperti itu?”

Dia tidak mendapat respon.

Kamijou tidak bisa mengerti.

Dia mungkin bisa mengerti kalau penyihir ini mencoba mendapatkan 103.000 grimoir untuk menjadi seorang Dewa Sihir yang (katanya) bisa membengkokkan aturan-aturan dunia untuk mengabulkan permintaan seperti menyembuhkan seorang anak dengan penyakit yang tidak tersembuhkan atau melakukan sesuatu untuk seorang kekasih yang sudah mati.

Tapi bukan itu yang sedang dilakukannya.

Dia adalah bagian dari sebuah organisasi. Dia melakukan ini karena dia disuruh karena itu adalah tugasnya, dan itu adalah yang diperintahkan padanya. Hanya itu saja yang membuatnya sampai mengejar seorang gadis dan menebas punggungnya terbuka.

“Kenapa?” Kamijou mengulang, rahangnya dirapatkan. “Aku cuma pecundang yang tidak bisa menyelamatkan seorang gadis setelah mempertaruhkan nyawaku dengan sia-sia demi melawanmu. Aku cuma orang lemah yang tidak bisa melakukan apa pun selain terbaring di tanah dan melihatmu membawanya pergi.” Dia terdengar seperti akan menangis seperti seorang anak kecil pada saat itu juga. “Tapi kau itu berbeda, 'kan?” Dia sendiri tidak tahu apa yang sedang dia katakan. “Dengan kekuatanmu kau bisa melindungi siapa pun atau apa pun dan menyelamatkan apa pun atau siapa pun.” Dia tidak tahu dengan siapa dia sedang berbicara. “Jadi kenapa kau melakukan ini?”

Dia berkata.

Dan dia menyesal.

Dia menyesali bahwa dia telah berpikir kalau dia bisa melindungi semua yang dia inginkan dengan kekuatan kecil yang dia punya.

Dia menyesali bahwa seseorang dengan kekuatan sehebat itu hanya menggunakannya untuk memburu seorang gadis kecil.

Dia menyesali bahwa situasi ini seperti mengatakan kalau dia itu bahkan lebih hina dari orang seperti itu.

Dia menyesali itu semua dan dia pikir dia akan menangis.

“...”

Keheningan menumpuk di atas keheningan, suasana yang hening menjadi semakin hening.

Kalau pikiran Kamijou sedang jernih, dia pasti akan terkejut.

“...Aku...”

Yang tersudut adalah Kanzaki.

Dengan beberapa kata saja, dia telah menyudutkan satu dari sepuluh penyihir terhebat di London.

“Aku tidak benar-benar bermaksud untuk menebas punggungnya. Kupikir barrier dari jubah biarawati Gereja Berjalan-nya masih berfungsi... Aku hanya menebasnya karena aku benar-benar yakin serangan itu tidak akan melukainya... Tapi...”

Kamijou tidak mengerti apa yang Kanzaki katakan.

“Aku tidak melakukan ini karena aku mau,” kata Kanzaki. “Tapi dia tidak bisa hidup kalau aku tidak melakukan ini. ...Dia akan...mati.”

Kanzaki kedengaran seperti seorang anak yang akan menangis.

“Organisasi tempat aku berada sama dengannya. Aku berasal dari Necessarius milik Gereja Anglikan,” katanya seakan memuntahkan darah. “Dia adalah rekanku...dan temanku yang berharga.”


Chapter 3: Si Grimoir Tersenyum Damai. ”Forget_me_not.”[edit]

Part 1[edit]

Dia tidak mengerti. Dia tidak mengerti apa yang gadis itu katakan.

Ketika Kamijou sedang terbaring lemah dan berdarah-darah di jalan dan melihat ke arah Kanzaki, dia pikir dia sedang berhalusinasi saat mendengar apa yang Kanzaki katakan karena syok. Bagaimanapun juga, tidak masuk akal. Index sedang berusaha melarikan diri ke Gereja Anglikan karena dikejar penyihir. Bagaimana mungkin penyihir yang mengejarnya berasal dari Gereja Anglikan yang sama itu?

“Pernahkah kau mendengar tentang ingatan sempurna?” tanya Kanzaki Kaori. Suaranya sangat lemah dan dia kelihatan kesakitan. Saat itu, sulit dipercaya kalau dia adalah salah satu dari 10 penyihir terhebat di London. Dia hanya terlihat seperti seorang gadis yang kelelahan.

“Iya, itu adalah identitas sebenarnya dari 103.000 grimoir miliknya, 'kan?” Kamijou menggerakkan bibirnya yang pecah. “Semuanya ada di kepalanya. Tapi aku sulit memercayai kalau dia bisa mengingat tiap-tiap hal yang dilihatnya sekilas saja, sih. Maksudku, dia itu seorang idiot. Dia sama sekali tidak terlihat sejenius itu.”

“...Dia kelihatan seperti apa bagimu?”

“Hanya seorang gadis biasa.”

Kanzaki malah lebih terlihat lelah daripada terkejut, dan dia berkata, “Kaupikir dia bisa kabur dari kejaran kami selama setahun penuh kalau dia ‘hanya seorang gadis biasa’?”

“...”

“Stiyl punya apinya dan aku punya Nanasen dan Yuisen. Dia melawan penyihir yang menyebutkan nama sihir mereka, tapi dia tidak bisa mengandalkan kekuatan supernatural sepertimu atau sihir sepertiku. Dia hanya bisa berlari.” Kanzaki tersenyum menghina diri sendiri. “Dan Stiyl dan aku hanyalah dua orang lawan. Bahkan aku pun tidak bisa bertahan selama sebulan melawan seluruh anggota organisasi Necessarius.”

Itu benar.

Kamijou akhirnya mengetahui kebenaran mengenai Index. Dia tidak bisa kabur bahkan hanya empat hari saja meskipun memiliki Imagine Breaker yang bisa menghancurkan bahkan sistem-sistem buatan Tuhan dalam satu pukulan. Dan walau begitu, gadis itu...

“Dia itu, tidak diragukan lagi, seorang jenius,” Kanzaki menyatakan. “Saking jeniusnya hingga menggunakan kemampuannya di jalan yang salah bisa menyebabkan bencana.[25] Alasan kenapa para petinggi di gereja tidak memperlakukan dia seperti biasa itu jelas. Mereka takut padanya. Semua orang takut.”

“Mungkin begitu.” Kamijou menggigit bibirnya yang berdarah. “Tapi dia masih seorang manusia. Dia bukan sebuah alat. Aku tidak bisa...membiarkanmu memanggilnya begitu...!”

“Benar.” Kanzaki mengangguk. “Tapi spesifikasinya sekarang tidak jauh berbeda dengan orang biasa seperti kita.”

“...?”

“Lebih dari 85% dari otak Index terisi oleh 103.000 grimoir. Sisa 15%-nya hanya hampir tidak cukup baginya untuk berfungsi sama seperti kita.”

Itu memang mengagumkan, tapi ada sesuatu yang Kamijou ingin ketahui lebih dulu.

“...Memangnya kenapa? Apa yang kalian lakukan? Kalian adalah bagian dari gereja yang sama dengan Index, 'kan? Necessarius apalah itu. Kenapa kalian mengejar-ngejarnya? Kenapa Index bilang kalau kalian adalah penyihir jahat dari sebuah asosiasi sihir? Kamijou diam-diam merapatkan gerahamnya. “Atau kau sedang mencoba mengatakan kalau Index-lah yang menipuku?”

Dia tidak bisa memercayai itu. Kalau dia hanya mencoba untuk menggunakan Kamijou, dia tidak bisa melihat alasan kenapa dia mempertaruhkan nyawanya dan bahkan mendapatkan tebasan di punggungnya untuk menyelamatkan Kamijou.

Dan bahkan tanpa pemikiran logis seperti itu, Kamijou tetap tidak mau memercayainya.

“...Dia tidak berbohong,” balas Kanzaki setelah ragu sejenak.

Dia terdengar seperti sedang menahan napasnya dan hatinya sedang dihancurkan.

“Dia tidak ingat apa pun. Dia tidak ingat kalau kami juga dari Necessarius atau alasan kenapa dia dikejar-kejar. Karena dia tidak ingat, dia harus menggunakan pengetahuannya untuk mengisi celah-celah kosong di ingatannya. Tidak mengherankan jika dia mengasumsikan bahwa penyihir yang mengejar Index Librorum Prohibitorum itu berasal dari sebuah asosiasi sihir yang mengincar 103.000 grimoir miliknya.”

Kamijou teringat sesuatu.

Index telah kehilangan seluruh ingatan sebelum sekitar setahun yang lalu.

“Tapi tunggu. Tunggu dulu. Itu tidak masuk akal. Index punya ingatan sempurna, 'kan? Jadi kenapa dia lupa? Apa yang membuat dia kehilangan ingatannya?”

“Dia tidak kehilangan ingatannya.” Kanzaki bahkan sampai berhenti bernapas. “Secara teknis, aku yang menghapusnya.”

Kamijou bahkan tidak perlu bertanya bagaimana.

-Tolong jangan buat aku memberikannya, bocah.

-Aku tidak mau memberikannya lagi.

“...Kenapa?” tanyanya. “Kenapa!? Kupikir kau adalah rekan Index! Dan bukan cuma Index yang yang berpikir seperti itu. Aku bisa tahu dari wajahmu! Kau menganggap Index sebagai rekan yang berharga, 'kan!? Jadi kenapa!?”

Kamijou mengingat kembali senyuman yang telah Index berikan padanya.

Senyuman yang berada di balik kesendirian yang berujung pada jadinya dia sebagai satu-satunya orang yang Index kenal.

“...Kami harus melakukannya.”

“Kenapa!?” teriaknya seakan-akan sedang melolong pada bulan di atas kepalanya.

“Karena jika tidak, Index akan mati.”

Napasnya berhenti. Dengan alasan yang tidak bisa dijelaskan, panas dari malam musim panas yang dia rasakan di kulitnya menghilang. Kelima indranya menipis seolah-olah mencoba kabur dari kenyataan.

Seperti... Terasa seperti kalau dia telah menjadi mayat.

“Seperti yang kubilang, 85% dari otaknya diisi oleh hapalan 103.000 grimoir.” Pundak Kanzaki sedikit bergetar. “Dia hanya punya sisa 15% untuk digunakan seperti biasa. Kalau dia terus mengumpulkan ingatan seperti manusia biasa, otaknya akan cepat meledak.”

“Tidak mungkin...”

Penyangkalan. Bukannya menggunakan logika atau pemikiran, otak Kamijou hanya menyangkalnya begitu saja.

“Maksudku...maksudku...bagaimana bisa? Kaubilang dia sama seperti kita dengan sisa 15% itu...”

“Benar, tapi dia berbeda dengan kita dalam satu hal. Dia punya ingatan sempurna.” Semua emosi perlahan meninggalkan suara Kanzaki. “Pikirkan lagi apa ingatan sempurna itu.”

“...Kemampuan untuk tidak melupakan apa pun yang kaulihat bahkan hanya sekali, kan?”

“Dan apakah kemampuan untuk melupakan itu benar-benar hal yang buruk?”

“...”

“Kapasitas otak manusia itu secara mengejutkan cukup kecil. Satu-satunya alasan otak manusia bisa berfungsi selama 100 tahun adalah karena ingatan yang tidak diperlukan dibuang lewat proses melupakan. Contohnya, kau tidak ingat apa yang kau makan pada makan malam seminggu yang lalu, 'kan? Otak semua orang melalui proses ini tanpa mereka sadari. Kalau tidak, orang-orang tidak akan bisa hidup. Tapi,” Kanzaki berkata dengan suara sedingin es, “dia tidak bisa melakukan ini.”

“...”

“Dia tidak bisa melupakan apa pun, baik itu jumlah daun di pohon di sisi jalan, wajah tiap-tiap orang selama jam sibuk, atau bentuk tiap-tiap tetes hujan yang jatuh dari langit. Semua ingatan sampah yang tidak berguna itu mengisi kepalanya dalam waktu singkat.” Suara Kanzaki membeku. “Hanya memiliki 15% yang tersisa di otaknya adalah pukulan fatal untuknya. Karena dia tidak bisa melupakannya sendiri, satu-satunya cara dia untuk terus hidup adalah dengan adanya orang lain yang membuatnya lupa.”

Pikiran Kamijou pecah berkeping-keping.

(Apa...cerita macam apa ini? Kupikir ini adalah cerita tentang seorang laki-laki tidak menarik yang menyelamatkan seorang gadis malang yang sedang dikejar-kejar penyihir jahat, mengenal gadis itu lebih dekat, dan akhirnya merasakan sedikit sakit di dadanya ketika dia memandang gadis itu pergi di akhirnya.)

-Jadi aku datang untuk melindunginya sebelum siapa saja yang ingin menggunakan buku-buku itu datang untuk membawanya pergi.

-Aku ingin membawanya ke dalam perlindungan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku

“...Berapa lama?” tanya Kamijou.

Karena dia menanyakan pertanyaan itu dan tidak berlanjut menyangkalnya, dia pasti telah menerimanya di lubuk hatinya.

“Berapa lama lagi sampai otaknya meledak?”

“Ingatannya dihapus dalam interval tepat satu tahun.” Kanzaki kedengaran lelah. “Batasnya adalah tiga hari dari sekarang. Tidak bisa dilakukan terlalu cepat atau terlalu lambat. Kalau tidak dilakukan tepat saat itu, ingatannya tidak bisa dihapus. ...Kuharap dia belum merasakan sakit kepala parah yang mendahuluinya.”

Kamijou syok. Memang benar bahwa Index telah mengatakan kalau dia kehilangan ingatan tentang kejadian dari sebelum satu tahun lalu.

Dan sakit kepala. Kamijou mengasumsikan kalau Index pingsan karena sihir pemulihan itu. Bagaimanapun juga, Index-lah yang paling tahu tentang sihir di antara mereka dan dia telah mengatakan seperti itu.

Tapi bagaimana kalau Index salah?

Bagaimana kalau selama ini dia bergerak dalam keadaan di mana pikirannya bisa hancur kapan saja?

“Apa kau mengerti sekarang?” tanya Kanzaki Kaori. Tidak ada air mata seakan dia menolak membiarkan dirinya menunjukkan ekspresi murahan seperti itu. “Kami tidak ingin melukainya. Bahkan sebenarnya, tidak ada cara untuk menyelamatkannya tanpa kami. Jadi maukah kau menyerahkannya pada kami sebelum aku harus memberikan nama sihirku?”

“...”

Wajah Index muncul di mata pikiran Kamijou, jadi dia merapatkan giginya dan menutup erat matanya.

“Dan juga, kalau kami menghapus ingatannya dia tidak akan mengingatmu. Kaulihat bagaimana dia melihat kami, bukan? Tak peduli bagaimana perasaannya padamu sekarang, saat dia membuka matanya, dia hanya akan melihatmu sebagai seorang musuh alami yang menginginkan 103.000 grimoir miliknya.”

“...”

Saat itu, Kamijou merasa ada sesuatu yang salah.

“Menyelamatkannya tidak akan menghasilkan apa-apa untukmu.”

“...Apa maksudmu dengan itu?” Perasaan itu meledak seketika seperti minyak yang dituang ke api. “Persetan dengan itu! Apa urusannya dia ingat atau tidak!? Kelihatannya kau tidak mengerti, jadi aku akan memberitahumu. Aku adalah rekan Index. Aku memutuskan untuk tetap di sisinya apa pun yang terjadi! Bahkan walau tidak tertulis dalam Injil kalian yang berharga, itu tidak akan berubah!!”

“...”

“Kupikir ada yang aneh. Kalau dia cuma lupa, tidak bisakah kalian menghilangkan kesalahpahaman itu dengan menjelaskan semuanya padanya? Kenapa kalian tetap membiarkannya salah paham? Kenapa kalian mengejar-ngejarnya seperti musuhnya!? Kenapa kalian memutuskan untuk meninggalkannya!? Apa kau tahu bagaimana perasaann-..”

“Diam! Kau tidak tahu apa-apa!!”

Kemarahan Kamijou dihancurkan oleh teriakan Kanzaki yang menyerangnya dari atas. Bukan kata-kata yang dia ucapkan yang kelihatannya meremas hati Kamijou, tapi perasaan sebenarnya yang seperti ditelanjangi.

“Jangan sok mengerti!! Kaupikir, bagaimana perasaan kami yang menghapus ingatannya selama ini? Bagaimana mungkin kau bisa mengerti!? Bicaramu seolah-olah Stiyl adalah seorang pembunuh sadis, tapi apa kau tahu bagaimana perasaannya ketika melihatnya denganmu!? Apa kau tahu seberapa menderitanya dia!? Apa kau tahu seberapa sulit baginya untuk menyebut dirinya sendiri sebagai musuhnya!? Apa yang kau tahu tentang perasaan Stiyl ketika dia terus mengotori dirinya sendiri demi rekannya yang berharga!?”

“Ap-...?”

Sebelum Kamijou sempat mengeluarkan keterkejutannya pada perubahan sikapnya yang tiba-tiba itu, Kanzaki menendangnya di bagian sampingnya seperti sebuah bola. Serangan tanpa ditahan-tahan itu menerbangkan tubuh Kamijou ke udara. Setelah mendarat, dia berguling-guling sejauh dua atau tiga meter.

Dia merasakan darah mengalir dari perutnya sampai ke mulutnya.

Tapi Kanzaki melompat lurus ke atas sehingga bulan tepat di belakangnya sebelum Kamijou sempat menggeliat kesakitan.

Seperti sebuah lelucon, dia melompat 3 meter lurus ke atas hanya dengan kekuatan kakinya.

“...!?”

Dia mendengar suara benda tumpul.

Ujung datar dari sarung Shichiten Shichitou telah menghancurkan lengan kamijou seperti hak dari sepatu hak tinggi.

Tapi dia bahkan tidak bisa berteriak kesakitan.

Ekspresi di wajah Kanzaki kelihatan seperti dia akan menangis darah.

Kamijou takut.

Dia tidak takut pada Nanasen atau Yuisen atau kekuatan salah satu dari sepuluh penyihir terhebat di London.

Dia takut pada emosi mentah manusia yang menghujaninya.

“Kami juga sudah mencoba! Kami mencoba semua yang kami bisa! Kami menghabiskan musim semi untuk mencoba, kami menghabiskan musim panas untuk mencoba, kami menghabiskan musim gugur untuk mencoba, dan kami menghabiskan musim dingin untuk mencoba! Kami berjanji untuk membuat kenangan agar dia tidak akan lupa dan kami membuat jurnal dan album foto!”

Ujung sarung itu menghujaninya lagi dan lagi seperti mesin jahit.

Kakinya, tangannya, perutnya, dadanya, mukanya. Pukulan-pukulan tumpul itu menghancurkan tubuhnya lagi dan lagi.

“...Tapi tidak ada yang berhasil.”

Kamijou mendengar dia menggertakkan giginya.

Tangannya berhenti.

“Bahkan ketika kami menunjukkannya jurnal dan album foto itu, dia hanya minta maaf karena dia tidak ingat. Tak peduli apa yang kami lakukan dan sebanyak apa pun kami mencoba, bahkan kalau kami membuat ulang kenangan itu dari nol, tidak ada yang berhasil. Semuanya kembali ke nol bahkan kalau kau adalah keluarganya, temannya, atau kekasihnya.” Dia gemetar sampai terlihat seperti tidak bisa melangkah lagi. “Kami...tidak bisa menahannya lagi. Kami tidak tahan melihat senyumannya lebih lama lagi.”

Dengan kepribadian Index, harus mengucapkan selamat tinggal pasti sama sakitnya dengan kematian.

Harus mengalami itu berulang-ulang kali pasti terasa seperti hidup di neraka.

Segera setelah mengalami kemalangan berupa perpisahan, dia akan melupakan itu semua dan dengan tragis mulai berlari ke arah kemalangan sama yang sudah ditentukan sekali lagi.

Itulah kenapa Kanzaki dan Stiyl memilih untuk meringankan kemalangannya sebanyak mungkin dibanding memberinya keberuntungan yang kejam berupa mengenal mereka. Kalau Index tidak pernah punya kenangan berharga yang harus dia lupakan, maka pukulan dari kehilangan ingatannya akan melemah. Itulah kenapa mereka meninggalkan peran sebagai teman baiknya dan memainkan peran sebagai musuhnya.

Mereka akan menghapus kenangannya untuk membuat neraka terakhir itu semudah mungkin untuknya.

“...”

Entah bagaimana, Kamijou mengerti.

Mereka adalah penyihir ahli. Mereka bisa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Selama Index kehilangan ingatannya lagi dan lagi, mereka pasti telah mencari cara untuk membuatnya tidak harus kehilangan ingatannya.

Tapi mereka tidak pernah berhasil.

Dan Index pasti tidak menyalahkan Stiyl atau Kanzaki.

Dia pasti telah memberikan senyuman yang sama seperti yang selalu dilakukannya.

Dipaksa untuk menyambung ulang hubungan dengannya setiap kali telah membuat Kanzaki dan Stiyl menyalahkan diri mereka sendiri dan berpikir kalau menyerah adalah satu-satunya pilihan.

Tapi itu..

“Persetan dengan itu!” Kamijou merapatkan rahangnya. “Pemikiran seperti itu hanya memperhitungkan diri kalian sendiri. Kalian bahkan tidak memikirkan Index sedikit pun! Jangan menimpakan kesalahan dari kepengecutan kalian padanya!!”

Sepanjang tahun ini, Index telah terus kabur sendirian tanpa mengandalkan orang lain.

Kamijou tidak bisa menerima kalau penghapusan ingatan itu adalah pilihan terbaik. Dia tidak akan membolehkan dirinya menerima pilihan itu. Dia tidak mau menerimanya.

“Kalau begitu...apalagi yang harus kami lakukan!?”

Kanzaki menggenggam sarung Shichiten Shichitou dan mengayunkannya dengan penuh tenaga ke arah wajah Kamijou.

Kamijou menggerakkan tangan kanannya yang babak belur dan menggenggam sarungnya tepat sebelum menghantam wajahnya.

Dia tidak lagi merasa takut atau gugup pada penyihir itu.

Badannya bergerak.

Badannya bergerak!

“Kalau kau sedikit lebih kuat...” Kamijou menggertakkan giginya. “Kalau saja kaugunakan kata-kata rubah[26] yang cukup kuat hingga jadi kenyataan! Kalau dia takut kehilangan kenangan tahun itu, kalian hanya perlu memberikannya kenangan yang lebih indah selama tahun depannya! Kalau kebahagiaan yang cukup besar hingga bisa menghapus rasa takut akan kehilangan kenangannya menunggunya, dia tidak akan perlu terus berlari! Cukup begitu saja yang diperlukan!!”

Dia memaksa menggerakkan tangan kirinya yang pundaknya telah patah dan memegang sarung pedangnya dengan tangan kirinya juga. Dia memaksakan tubuhnya yang babak belur ke posisi berdiri. Darah mengucur dari berbagai bagian tubuhnya.

“Apa kau serius berpikir untuk bertarung dalam keadaan seperti itu?”

“...Di...am.”

“Apa yang akan kaudapatkan dengan bertarung?” Kanzaki kelihatan benar-benar bingung. “Bahkan kalau kau berhasil mengalahkanku, Necessarius masih menunggu di belakangku. Aku mungkin pernah bilang kalau aku adalah salah satu dari 10 penyihir terhebat di London, tapi ada orang-orang yang lebih kuat dariku. ...Dari pandangan gereja, aku ini tidak lebih dari seorang bawahan untuk dikirim ke negara pulau Timur Jauh ni.”

Sepertinya memang benar.

Kalau mereka benar-benar adalah rekan Index, mereka pasti telah melawan cara gereja yang memperlakukannya seperti sebuah alat. Bahwa mereka tidak melakukannya berarti ada selisih kekuatan yang cukup jauh untuk mencegahnya.

“Kubilang...diam!!”

Tapi itu tidak penting.

Dia memaksa tubuhnya bergerak walaupun tubuhnya gemetar seperti dia akan segera mati dan memelototi Kanzaki yang berdiri tepat di depannya.

Itu adalah pandangan biasa yang tidak memiliki kekuatan nyata, tapi cukup untuk membuat satu dari 10 penyihir terhebat di London mundur selangkah.

“Tidak masalah! Apa kau terpaksa melindungi orang-orang hanya karena kau punya kekuatan!?” Kamijou maju selangkah dengan kakinya yang babak belur. “Bukan, bukan karena itu, 'kan!? Jangan bohong! Kau berusaha memperoleh kekuatan karena ada sesuatu yang ingin kaulindungi!”

Dia menggenggam kerah Kanzaki dengan tangan kirinya yang babak belur.

“Kenapa kau memperoleh kekuatan?”

Dia mengepalkan tinju berdarah dengan tangan kanannya yang babak belur.

“Siapa yang ingin kaulindungi!?”

Dia menggunakan tinju lemah itu untuk memukul wajah Kanzaki. Tidak ada apa pun yang mirip dengan tenaga pada pukulan itu dan kepalan tangan yang Kamijou gunakan untuk memukul itu malah menyemburkan darah seperti tomat.

Walaupun begitu, Kanzaki mundur terhuyung seakan dia benar-benar telah dipukul dengan keras.

Dia melepaskan Shichiten Shichitou. Pedang itu berputar ketika jatuh ke tanah.

“Kalau begitu apa-apaan yang kaulakukan di sini!?” Dia melihat ke arah Kanzaki yang telah terduduk di tanah. “Kalau kau punya kekuatan sebanyak itu...kalau kau punya kekuatan seperkasa itu, jadi kenapa kau begitu tidak berdaya?”

Tanah bergetar.

Atau begitu yang dirasakan oleh Kamijou. Saat berikutnya dia tumbang ke tanah seakan listrik yang menggerakkan tubuhnya telah dimatikan.

(Bangun...lah... Serangan balik...akan datang...)

Penglihatannya diwarnai kegelapan.

Kamijou memaksa tubuhnya yang telah kehilangan terlalu banyak darah untuk melihat atau kembali bangkit. Dia bergerak untuk mencoba bertahan dari serangan balik Kanzaki. Dan yang terbaik yang bisa dia lakukan hanyalah menggerakkan satu ujung jarinya seperti ulat.

Tapi tidak ada serangan balik yang datang.

Tidak ada yang datang.

Part 2[edit]

Tenggorokan keringnya dan panas tingginya membangunkan Kamijou.

“Touma?”

Ketika dia sadar kalau dia sedang berada di apartemen Komoe-sensei, dia juga menyadari kalau Index memandanginya dan dia sedang berbaring di futon.

Secara mengejutkan, dia melihat sinar matahari yang terang masuk melalui jendela. Malam itu, Kamijou memang telah dikalahkan oleh Kanzaki dan kehilangan kesadaran di depan musuhnya. Dia tidak punya ingatan apa pun di antara itu dan terbangun di sini.

Sederhananya, dia terlalu tidak puas dengan apa yang terjadi untuk bahkan bernapas lega karena masih hidup.

Komoe-sensei tidak terlihat di sana. Dia pasti sedang keluar entah ke mana.

Satu-satunya tanda darinya adalah semangkuk bubur yang ada di atas meja teh di sebelah Index. Mungkin tidak adil bagi Index, tapi dia ragu kalau dia bisa memasaknya dengan bagaimana dia meminta makanan setelah tersangkut di balkonnya, jadi dia mengasumsikan kalau Komoe-sensei yang membuat bubur itu.

“Benar-benar... Kau memperlakukanku seperti aku sakit saja.” Kamijou mencoba bergerak. “Adu-duh. Apa-apaan ini? Karena matahari sudah naik, aku pasti pingsan sepanjang malam. Sekarang jam berapa?”

“Bukan sepanjang malam,” balas Index.

Kata-kata itu seperti tercekat di tenggorokannya.

“?”

Kamijou menaikkan satu alis matanya dan Index berkata, “Sudah tiga hari.”

“Tiga hari... Tunggu, apa!? Kenapa aku tertidur begitu lama!?”

“Aku tidak tahu!!” Index berteriak tiba-tiba.

Napas Kamijou tercekat di tenggorokannya karena teriakan yang kedengaran seperti luapan kemarahan.

“Tidak tahu, tidak tahu, tidak tahu! Aku benar-benar tidak tahu apa-apa! Aku terlalu fokus untuk mengelabui penyihir api yang ada di rumahmu sampai aku tidak berpikir sedikit pun tentang kemungkinan kalau kau harus menghadapi penyihir lain!”

Perkataan marahnya bukan ditujukan pada Kamijou.

Suaranya sedang mengoyak dirinya sendiri dan Kamijou sangat bingung sampai tidak bisa memotongnya.

“Touma, Komoe bilang kau pingsan di tengah jalan. Dialah yang membawamu kembali ke apartemen. Saat itu aku sangat senang. Aku tidak tahu kau sedang di ambang kematian sementara aku tidak melakukan apa pun selain merasa senang karena kita berhasil kabur dari penyihir bodoh itu!”

Kata-kata Index tiba-tiba terhenti.

Itu diikuti oleh sedikit kekosongan yang cukup untuknya menarik napas perlahan dan menyiapkan poin utama dari omelannya.

“...Aku tidak bisa menyelamatkanmu, Touma.”

Pundak kecil Index bergetar. Dia duduk tak bergerak sambil menggigit bibir bawahnya.

Dan walau begitu Index tidak mengeluarkan air mata untuk dirinya sendiri.

Hatinya tidak membolehkan bahkan sedikit pun sentimen atau simpati. Kamijou menyadari kalau dia tidak bisa memberi kata-kata hiburan untuk seseorang yang telah berjanji untuk tidak menunjukkan sedikit pun air mata bahkan untuk dirinya sendiri.

Jadi dia berpikir tentang hal lain.

Tiga hari.

Mereka bisa menyerang berapa kali pun kalau mereka mau. Bahkan tidak mengejutkan kalau mereka telah mengambil Index tiga hari yang lalu ketika Kamijou pingsan.

Jadi kenapa? Kamijou berekspresi bingung dalam hatinya. Dia tidak bisa mengetahui apa yang musuh mereka pikirkan.

Dia juga merasa kalau frasa “tiga hari” seperti punya arti yang lebih dalam. Dengan perasaan seperti banyak serangga merayap di punggungnya, Kamijou tiba-tiba mengingat sesuatu kembali.

Batas waktunya!

“? Touma, ada apa?”

Tapi Index hanya melihat Kamijou bingung. Kalau dia mengingatnya, berarti para penyihir itu pasti belum menghapus ingatannya. Dan dari bagaimana dia bersikap, gejalanya juga belum muncul.

Kamijou merasa lega, tapi dia juga ingin membunuh dirinya sendiri karena menyia-nyiakan tiga hari terakhir yang berharga itu. Tapi dia menyembunyikan itu semua dalam dadanya. Dia tidak ingin Index tahu.

“...Sialan. Aku tidak bisa bergerak. Apa-apaan ini? Kenapa aku dipenuhi perban?”

“Sakit?”

“Sakit? Kalau sakit, aku akan menggeliat kesakitan. Ada apa dengan perban di seluruh tubuhku ini? Apa kau tidak pikir kalau kau terlalu berlebihan?”

“...”

Index tidak mengatakan apa-apa.

Dan kemudian air mata menggenang di matanya seakan dia tidak bisa menahannya lebih lama lagi.

Itu menusuk hati Kamijou lebih dari apa pun yang mungkin dia teriakkan padanya. Dan kemudian dia menyadari kalau tidak merasakan sakit sedikit pun adalah hal yang buruk.

Komoe-sensei tidak bisa menggunakan sihir pemulihan lagi. Dia cukup yakin kalau Index telah mengatakan itu. Akan lebih cepat kalau dia bisa menyembuhkan lukanya dengan menggunakan sedikit MP seperti dalam RPG, tapi sepertinya dunia ini tidak sebaik itu.

Kamijou melihat tangan kanannya.

Tangan kanannya yang hancur dibalut oleh perban.

“Kalau dipikir-pikir, seorang esper yang sudah melalui Kurikulum tidak bisa menggunakan sihir, kan? Merepotkan saja.”

“...Benar. Jalurnya berbeda antara seorang manusia biasa dengan seorang esper,” kata gadis itu dengan nada tidak yakin. “memang kelihatannya perban itu akan menyembuhkan lukanya...tapi sains kalian benar-benar merepotkan. Sihir kami akan lebih cepat.”

“Mungkin begitu, tapi aku akan baik-baik saja tanpa menggunakan sesuatu yang seperti sihir.”

“...Apa maksudmu ‘sesuatu yang seperti’?” Index mencibir menggerutu pada komentar Kamijou. “Touma, apa kau masih tidak percaya sihir? Kau sama keras kepalanya dengan seseorang yang cintanya tak berbalas.”

“Maksudku bukan seperti itu.” Kamijou menggelengkan kepalanya yang masih menempel di atas bantal. “Kalau bisa, aku tidak ingin melihat wajahmu yang itu ketika kaubicara tentang sihir.”

Kamijou mengingat kembali ekspresi di wajahnya ketika dia memberikan penjelasan tentang sihir rune di lorong asramanya.

Matanya sedingin bulan purnama pucat dan setepat gerigi jam.

Kata-katanya lebih sopan dari pemandu tur bus dan meski begitu lebih tidak punya kemanusiaan dari ATM bank.

Itulah keberadaan yang dikenal sebagai Index Librorum Prohibitorum, perpustakaan grimoir.

Dia masih tidak bisa percaya kalau itu adalah orang yang sama dengan gadis yang duduk di depannya.

Atau lebih tepatnya, dia tidak mau memercayainya.

“? Toumai kau tidak suka penjelasan?”

“Hah...? Tunggu, kau tidak ingat? Kau berbicara tentang rune di depan Stiyl seperti semacam boneka. Sejujurnya, aku tidak suka itu.”

“...Um...Oh, aku mengerti. Aku...terbangun lagi.”

“Terbangun?”

Caranya mengatakan itu membuatnya kedengaran seperti wujud seperti-boneka itu adalah dirinya yang sebenarnya.

Seperti gadis baik hati yang ada di depannya adalah wujudnya yang salah.

“Iya, tapi tolong jangan katakan terlalu banyak tentang seperti apa aku ketika aku terbangun.”

Kamijou tidak bisa menanyakan kenapa.

Sebelum dia bisa mengatakan apa pun, Index berkata, “Berbicara ketika kau tidak sadar itu sesuatu seperti berbicara dalam tidur. Memalukan. Dan juga,” dia berkata. “Sepertinya aku menjadi lebih dan lebih mirip seperti mesin yang dingin dan itu membuatku takut.”

Index tersenyum.

Dia tersenyum seakan dia sebenarnya akan pingsan segera tapi tidak ingin membuat siapa pun khawatir.

Itu adalah ekspresi yang mesin mana pun tidak bisa buat.

Itu adalah senyuman yang hanya bisa dibuat manusia.

“...Maaf.”

Index v01 211.jpg

Kamijou hanya meminta maaf. Dia merasa tidak enak karena berpikir barang sedetik kalau dia adalah sesuatu selain manusia.

“Tidak apa-apa, dasar bodoh.” Komentar Index yang membuat tidak jelas apakah benar-benar tidak apa-apa atau tidak itu diiringi senyuman kecil. “Kau lapar? Kita punya bubur, buah, dan kudapan. Hidangan penuh dengan pokok-pokok untuk orang sakit.”

“Bagaimana aku bisa makan dengan tanganku ya-...”

Suaranya mengambang ketika dia menyadari kalau Index sedang memegang sumpit di dalam kepalan tangan kanannya.

“...Um, Index-san?”

“Hm? Sudah terlambat untuk mulai mengkhawatirkan ini sekarang. Kalau aku tidak menyuapimu seperti ini, kau pasti sudah kelaparan sampai mati selama tiga hari ini.”

“...Oke, baiklah. Beri aku waktu untuk berpikir, tuhan.”

“Kenapa? Kau tidak lapar?” Index meletakkan sumpitnya. “Apa kau ingin aku membasuh tubuhmu?”

“..............................................Um?”

Sebuah perasaan yang tidak dapat dijelaskan merayapi tubuh Kamijou.

(Huh? Apa perasaan buruk yang tidak bisa dibandingkan ini? Apakah ketidaknyamanan yang membuatku berpikir kalau melihat video tiga hari ini akan membuatku mati karena malu?)

“...Okay, aku ragu kalau kau bermaksud buruk, tapi duduk saja di sana, Index.”

“?” Index terdiam sebelum bertanya, “Tapi aku memang sedang duduk.”

Index pasti mempunyai niat baik sembari duduk di sana dengan memegang sebuah handuk, tapi Kamijou tidak bisa menempelkan kata “inosen” padanya.

“Ada apa?”

“Oh...” Kamijou tadi terdiam dan sekarang berusaha mengubah subyek pembicaraan. “Aku tadi berpikir tentang bagaimana kau terlihat dari sini di futon.”

“Apa aku kelihatan aneh? Aku seorang biarawati, jadi aku bisa merawat orang.”

Dia tidak berpikir kalau dia kelihatan aneh. Pakaian biarawati putih bersihnya dan sikap keibuannya membuatnya terlihat seperti seorang biarawati yang sebenarnya. (Walaupun ini sangat menghinanya, dia terkejut ketika melihat ini.)

Dan yang lebih penting...

Cara dia melihatnya dengan mata berkaca-kaca dan pipi merah mudanya karena menangis, dia terlihat sedikit...

Tapi entah kenapa, dia tidak bisa tahan kalau mengatakan itu keras-keras, jadi dia berkata, “Oh, bukan apa-apa. Aku sadar kalau bulu hidungmu juga berwarna perak, itu saja.”

“......................................................”

Senyuman Index mengering di tempatnya.

“Touma, Touma. Apa kautahu apa yang ada di tangan kananku?”

“Yah, bubur...Jangan, tunggu! Jangan serahkan itu pada gravitasi!”

Saat berikutnya, Kamijou Touma menemui kemalangan berupa diisinya penglihatannya dengan warna putih dari bubur dan mangkuknya.

Part 3[edit]

Kamijou dan Index mempelajari secara langsung kalau bubur itu sulit dibersihkan dari futon atau piyama. Index sedang bertarung melawan bulir-bulir nasi lembek dengan tanda-tanda air mata di matanya, tapi sebuah ketukan di pintu menarik perhatiannya.

“Apa itu Komoe?”

“...Apa kau tidak akan minta maaf?”

Dia tidak terbakar karena buburnya sudah mendingin ketika dilempar padanya, tapi Kamijou tetap pingsan ketika karbohidrat itu mengenainya karena dia mengira kalau panasnya membakar.

“Hah? Apa yang kalian lakukan di depan rumahku?” kata sebuah suara di sisi lain dari pintu itu.

Sepertinya Komoe-sensei telah melihat siapa pun itu yang mengetuk pintu ketika dia kembali entah dari mana dia pergi.

(Jadi siapa?)

Kamijou terlihat kebingungan.

“Kamijou-chan, aku tidak yakin apa yang sedang terjadi, tapi kelihatannya kita punya tamu.”

Pintunya terbuka dengan suara “klek”.

Bahu Kamijou melonjak terkejut.

Di belakang Komoe-sensei berdiri dua penyihir yang familiar.

Keduanya terlihat sedikit kega ketika melihat Index duduk seperti biasa.

Kamijou mengerutkan wajahnya curiga. Kalau dipikirkan biasa, mereka ada di sana untuk mengambil Index. Tapi mereka bisa melakukan itu tiga hari sebelumnya ketika Kamijou pingsan. Tidak ada alasan bagi mereka untuk membiarkannya tetap bebas sampai hari “perawatan”nya. Mereka bisa saja mengurungnya entah di mana sampai waktunya.

(...Jadi kenapa mereka menunggu sampai sekarang untuk datang?)

Otot Kamijou menegang ketika dia mengingat kembali kekuatan dari api dan pedang para penyihir itu.

Tapi Kamijou tidak lagi punya alasan untuk begitu saja melawan Stiyl dan Kanzaki. Mereka bukan “Pasukan A dari Asosiasi Sihir Jahat”; mereka berasal dari gereja Index untuk membawanya ke dalam rawatan mereka. Kamijou khawatir tentang Index. Pada akhirnya, dia tidak punya hal lain yang bisa dilakukannya selain bekerja sama dengan mereka dan memberikannya pada gereja.

Tapi itu hanya dari sudut pandang Kamijou.

Para penyihir itu tidak punya alasan unntuk bekerja sama dengan Kamijou. Sederhananya, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak memutuskan kepala Kamijou saat itu juga dan membawa Index pergi.

Stiyl kelihatan menikmati fakta bahwa Kamijou menegang ketika melihat mereka, dan berkata, “Heh. Kelihatannya kami tidak perlu khawatir kalau kau akan kabur dengan cedera seperti itu.”

Saat itu, Kamijou akhirnya menyadari apa yang “musuh”nya coba lakukan.

Kalau dia sendiri, Index bisa melarikan diri dari para penyihir. Bagaimanapun juga, dia telah mengelabui gereja selama hampir setahun sendirian. Bahkan kalau mereka menangkapnya dan menguncinya entah di mana, dia mungkin bisa dengan mudah kabur kalau dia sendirian.

Dengan hanya beberapa hari hingga batas waktunya, mereka mungkin tidak bisa menyusulnya lagi kalau dia benar-benar mulai melarikan diri lagi. Kalau mereka memenjarakannya entah di mana, dia mungkin kabur dan mungkin saja dia bisa kabur bahkan di tengah upacaranya.

Tapi, hal yang sama tidak bisa dikatakan kalau dia dibebani dengan seorang yang terluka seperti Kamijou.

Itulah kenapa para penyihir itu tidak membunuh Kamijou. Dan itulah kenapa mereka membiarkannya kembali pada Index. Mereka ingin Index menolak untuk menyerah menyelamatkannya sehingga dia berfungsi sebagai belenggu yang berguna.

Mereka membiarkannya hanya supaya mereka bisa dengan lebih aman dan lebih pasti membawa Index ke rawatan mereka.

“Pergi, penyihir.”

Dan sekarang Index berdiri di antara para penyihir dan Kamijou.

Dia berdiri dan merentangkan tangannya. Dia terlihat seperti sebuah salib penanggung dosa.

Semua berjalan seperti yang telah para penyihir itu rencanakan.

Index menyerah untuk kabur karena belenggu berupa Kamijou.

“...”

Stiyl dan Kanzaki berkenyut sedikit.

Seakan mereka tidak tahan melihatnya walaupun semua berjalan persis seperti yang mereka pikirkan.

Kamijou bertanya-tanya ekspresi seperti apa yang ada di wajah Index. Dia membelakanginya, jadi dia tidak bisa melihatnya.

Tapi para penyihir hebat itu membeku di tempat. Komoe-sensei bukan target langsung dari perasaannya, tapi dia juga mengalihkan pandangannya.

Kamijou bertanya-tanya apa yang sedang mereka rasakan.

Dia bertanya-tanya seperti apa rasanya dilihat seperti itu oleh seseorang yang kau bisa sampai membunuh orang lain demi dirinya.

“...Berhenti, Index. Mereka bukan musuh ki-...”

“Pergi!!”

Index tidak mendengarnya.

“Tolong... Aku akan pergi ke mana pun yang kalian mau dan aku akan lakukan apa pun yang kalian inginkan. Jadi tolong, aku mohon...” Sedikit tangisan perempuan tercampur dalam hati dari nada memusuhi yang dia usahakan. “Tolong jangan lukai Touma lagi.”

Seberapa besar itu memukul para penyihir yang pernah menjadi rekan terhebatnya?

Untuk sesaat – benar-benar sesaat – senyuman sakit seakan mereka telah menyerah melakukan sesuatu muncul di wajah kedua penyihir itu.

Tapi kemudian mata mereka membeku seperti sebuah saklar telah ditekan.

Bukan pandangan orang yang melihat rekannya; pandangan beku milik penyihir.

Pandangan itu memegang keyakinan mereka untuk meringankan kemalangan perpisahan sebanyak mungkin dan bukan memberikannya keberuntungan kejam berupa mengenal mereka.

Pandangan itu memegang perasaan mereka untuknya yang cukup kuat hingga mereka memilih untuk membuang persahabatan mereka dan menjadi musuhnya.

Hal-hal itu tidak akan hancur.

Karena mereka tidak berani untuk memberitahunya yang sebenarnya, mereka hanya bisa memperhatikan skenario terburuk yang terjadi.

Batas waktunya akan tiba dalam 12 jam 38 menit,” Stiyl mengumumkan dalam nada seorang penyihir.

Index pasti tidak tahu apa yang dia maksud dengan “batas waktu”.

“Kami hanya ingin melihat apakah belenggunya berfungsi atau tidak jadi kami tidak perlu khawatir kalau dia kabur ketika waktunya tiba. Lebih efektif dari yang kami kira. Kalaukau tidak ingin mainan itu diambil darimu, buang semua harapan untuk kabur. Mengerti?”

Itu pasti sebuah akting. Mereka ingin merayakan dengan air mata bahagia bahwa Index baik-baik saja. Mereka ingin mengelus kepalanya dan menyentuhkan dahi mereka dengan dahinya untuk memeriksa suhunya. Seperti itulah seberapa pentingnya dia bagi mereka.

Semua hal buruk yang Stiyl katakan tentang Index hanyalah untuk menyempurnakan akting itu. Dia sebenarnya ingin merentangkan tangannya sendiri dan bertindak sebagai tameng untuk Index. Kamijou tidak bisa membayangkan seberapa kuat kekuatan mental yang diperlukan untuk melakukan apa yang dilakukannya.

Index tidak memberi respon apa pun.

Keduanya tidak melakukan dan mengatakan apa pun lagi. Mereka hanya meninggalkan ruangan itu.

(Kenapa jadi begini...?)

Kamijou menggertakkan giginya.

“Kau tidak apa-apa?”

Akhirnya, Index menurunkan tangannya yang terangkat dan perlahan berbalik ke arah Kamijou.

Kamijou secara insting menutup matanya. Dia tidak tahan melihatnya.

Dia tidak tahan melihat wajah Index yang penuh air mata dan kelegaan.

“Kalau aku membuat kesepakatan dengan mereka...” Dia mendengar sebuah suara dalam kegelapan. “Aku bisa menjaga kehidupanmu agar tidak dihancurkan lagi, Touma. Aku tidak akan membiarkan mereka mengganggu hidupmu lagi, jadi jangan khawatir.”

“...”

Kamijou tidak bisa merespon. Dia hanya berpikir dalam kegelapan matanya yang tertutup.

(...Bisakah aku melepaskan kenangan ketika kami bersama?)

Part 4[edit]

Malam tiba.

Index sedang tertidur di samping futon. Karena mereka tertidur sejak sebelum matahari terbenam, lampu kamar itu tidak hidup.

Sepertinya Komoe-sensei telah pergi ke pemandian umum meninggalkan mereka hanya berdua di kamar.

Kamijou tidak sepenuhnya yakin itu yang terjadi karena Kamijou sendiri tertidur karena kondisinya yang buruk dan hari sudah malam ketika dia terbangun. Kamar Komoe-sensei tidak mempunyai jam, jadi dia tidak tahu pukul berapa saat itu. Udara terasa sangat dingin ketika frasa “batas waktu” merayap ke dalam pikirannya.

Index pasti sangat gugup selama tiga hari ke belakang karena dia tertidur setelah diserang kelelahan. Dia tertidur dengan mulut terbuka dan terlihat seperti seorang anak yang lelah setelah merawat ibunya yang sakit.

Sepertinya Index telah membuang tujuan awalnya yang hanya sekedar pergi ke sebuah gereja Anglikan. Kalau Kamijou memaksakan dirinya berdiri dalam kondisinya yang babak belur dan mencoba membawanya ke sebuah gereja, dia mungkin akan menentangnya.

Dia merasa sedikit malu karena gadis itu kadang menggumamkan namanya dalam tidurnya.

Wajah Index yang seperti anak kucing yang tak berdaya memberikan Kamijou perasaan yang kompleks.

Tidak masalah seberapa tinggi niat yang dia tunjukkan, semua pada akhirnya akan berjalan seperti yang gereja inginkan. Entah Index sampai dengan selamat ke sebuah gereja atau tertangkap oleh para penyihir di tengah jalan, dia akhirnya tetap akan diambil oleh Necessarius dan ingatannya dihapus.

Tiba-tiba telepon berdering.

Telepon di kamar Komoe-sensei adalah telepon dial putar warna hitam yang bisa disebut sebagai barang antik. Kamijou dengan perlahan menoleh ke arah telepon yang mengeluarkan suara dering zaman dulu yang kedengaran seperti jam alarm.

Dia merasa dia benar-benar harus menjawab teleponnya, tapi dia juga tidak tahu apakah menjawab telepon Komoe-sensei tanpa izinnya adalah benar. Bagaimanapun juga, dia menggenggam gagangnya. Dia tidak begitu peduli tentang menjawab teleponnya, tapi dia akan merasa tidak enak kalau suara deringan ribut itu membangunkan Index.

“Ini aku... Kau bisa tahu siapa aku, kan?”

Suara yang keluar dari gagang itu adalah suara perempuan yang sopan. Bahkan walau melalui telepon, dia bisa tahu kalau perempuan itu sedang mencoba untuk memelankan suaranya seperti membicarakan rahasia.

“Kanzaki...?”

“Jangan, akan lebih baik kalau kita tidak tahu nama satu sama lain. Apa dia...Apa Index di sana?”

“Dia sedang tidur, tapi... Tunggu, bagaimana kau bisa tahu nomor ini?”

“Kami tahu alamatnya, jadi tidak begitu susah untuk mencarinya.” Suara Kanzaki tidak tenang. “Kalau dia sedang tidur, ini sempurna. Dengarkan apa yang akan kukatakan.”

“?” Kamijou mengerutkan alisnya curiga.

“Seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya, batas waktunya adalah malam ini tepat tengah malam. Kami telah membuat jadwal untuk mengakhiri semuanya saat itu.”

Hati Kamijou membeku.

Dia tahu kalau tidak ada cara lain untuk menyelamatkan Index. Dia tahu itu, tapi ketika “akhir”nya disodorkan ke mukanya seperti itu, dia merasa tersudut.

“Tapi...” Napas Kamijou memendek. “Kenapa kau memberitahuku ini? Berhentilah. Kalau kau memberitahuku ini, aku akhirnya mungkin jadi ingin melawan kalian walau pun sampai terbunuh.”

“...”

Suara dari gagang itu terdiam.

Tapi itu bukan keheningan utuh. Dia bisa mendengar suara napas yang ditahan tercampur di dalamnya. Keheningan yang sangat manusiawi.

“... Kalau begitu, apa kau perlu waktu untuk perpisahanmu?”

“Ap-...?”

“Aku akan jujur padamu. Ketika kami pertama kali harus menghapus ingatannya, kami menghabiskan tiga hari sebelumnya hanya berfokus untuk membuat kenangan. Pada malam terakhir, kami tidak melakukan apa-apa selain menempel padanya sambil terisak. Aku percaya kau punya hak untuk kesempatan yang sama.”

“Jangan main-main denganku.” Kamijou pikir dia akan menghancurkan gagang di genggamannya. “Itu sama saja dengan menyerah! Kau cuma menyuruhku untuk membuang hak untuk berusaha!! Kau cuma menyuruhku untuk membuang hak untuk melawan ini!!”

“...”

“Kalau kau tidak mengerti, biar kukatakan satu hal: aku belum menyerah. Bahkan aku tidak akan bisa menyerah apa pun yang terjadi! Kalau aku gagal 100 kali, aku akan bangkit lagi 100 kali. Kalau aku gagal 1000 kali, aku akan merayap bangkit 1000 kali! Cuma begitu saja! Aku akan melakukan apa yang kalian tidak bisa lakukan!!”

“Ini bukan sebuah percakapan atau negosiasi. Ini hanyalah sebuah pesan dan sebuah perintah. Apa pun yang kau berniat lakukan, kami akan membawanya di waktu yang sudah ditentukan. Kalau kau mencoba menghentikan kami, kami akan menghancurkanmu.” Suara penyihir itu semulus suara resepsonis sebuah bank. “Kau mungkin berusaha untuk bernegosiasi denganku dengan berharap pada kebaikan manusia yang tersisa padaku, tapi persis karena itulah aku memberikanmu perintah ketat ini.” Suara Kanzaki sama dinginnya dengan pedang Jepang yang dikeluarkan di udara malam. “Kau akan mengatakan perpisahan padanya dan pergi sebelum kami tiba. Peranmu tidak lebih dari menjadi belenggu untuknya. Takdir dari rantai yang sudah kehilangan tuujuannya adalah dipotong.”

Perkataan penyihir itu bukan sekedar kata-kata permusuhan atau cemoohan.

Dia terdengar seperti sedang mencoba menghentikan seseorang yang terluka melawan agar dia tidak membuka lukanya lebih lebar lagi.

“P...persetan.” Nada suaranya anehnya membuat Kamijou jengkel dan dia membalasnya. “Semua orang menimpakan ketidakmampuan mereka padku. Kalian berdua adalah penyihir, kan? Kupikir penyihir membuat yang tak mungkin menjadi mungkin!? Tapi lihat dirimu! Apa kau benar-benar tidak bisa melakukan apa pun tentang ini dengan sihir!? Apa kau benar-benar bisa berdiri di depan Index dan dengan bangga memberitahunya kalau kalian sudah mencoba segala cara!?”

“... Tidak ada yang bisa dilakukan tentang ini dengan sihir. Aku tidak bangga tentang hal ini, tapi aku merasa tidak mungkin berbohong pada gadis itu,” kata Kanzaki sambil menggertakkan giginya. “Kalau kami bisa melakukan apa pun, kami akan melakukannya dari dulu. Tidak ada yang ingin menggunakan ultimatum kejam ini kalau tidak perlu.”

“...Apa?”

“Sepertinya kau bahkan tidak bisa menyerah kalau kau tidak mengerti situasinya. Aku tidak pikir ini adalah penggunaan yang bagus dari saat-saat terakhirmu dengannya, tapi aku akan memberikanmu sebuah tangan membantu yang penuh keputusasaan.” Penyihir itu dengan lancar berbicara seakan sedang membaca Injil. “Ingatan sempurnanya bukanlah suatu tipe kekuatan psikis dan bukanlah suatu tipe sihir. Itu adalah bagian alami darinya. Sama seperti penglihatan yang buruk atau alergi. Itu bukanlah suatu tipe kutukan yang bisa dihancurkan.”

“...”

“Kami adalah penyihir. Dengan keadaan apa pun yang diciptakan oleh sihir, ada bahaya kalau keadaan itu ditiadakan oleh sihir.”

“Kupikir itu adalah sistem pertahanan anti-occult yang diciptakan oleh spesialis sihir? Tidak bisakah kalian melakukan sesuatu dengan 103.000 grimoir milik Index!? Dia bilang mengendalikan buku-buku itu bisa memberikanmu kekuatan Tuhan, tapi kalau itu bahkan tidak bisa menyembuhkan kepala seorang gadis, itu tidak kedengaran terlalu hebat untukku.

“Oh, kau sedang mengacu pada Dewa Sihir. Gereja sangat takut akan pemberontakan Index. Itulah kenapa mereka memasang ‘kalung’[27] padanya supaya perawatan yang hanya gereja bisa lakukan harus dilaksanakan sekali dalam setahun dengan menghapus ingatannya. Apa kau benar-benar pikir mereka akan membiarkan sedikit pun kemungkinan untuknya melepaskan kalung itu sendirian?” Kanzaki berbicara pelan. “Mungkin ada bias dalam 103.000 grimoirnya. Contohnya, dia mungkin tidak diperbolehkan untuk menghapal grimoir yang berisi cara memanipulasi ingatan. Aku berani bertaruh kalau gereja sudah membuat semacam sistem keamanan seperti itu.”

“Sialan,” umpat Kamijou di sela napasnya. “ ...Kaubilang 80% dari otak Index itu ditempati oleh pengetahuan dari 103.000 grimoir, kan?”

“Iya. Sepertinya yang sebenarnya adalah 85%, tapi tidak mungkin bagi kami para penyihir untuk menghancurkan grimoir-grimoir ini. Bagaimanapun juga sebuah grimoir Asli bahkan tidak bisa dihancurkan oleh seorang inkuisitor. Ini berarti bahwa kami hanya bisa mengosongkan sisa 15%, ingatannya, untuk menambah ruang kosong dalam kepalanya.”

“...Kalau begitu bagaimana dengan kami dari sisi sains?”

“...”

Dia terdiam.

Kamijou bertanya-tanya apakah hal itu mungkin. Para penyihir ini mengenal bidang mereka, sihir, depan belakang, dan mereka tidak bisa melakukannya. Kalau mereka masih belum menyerah, sudah sepantasnya untuk bergerak ke bidang lain.

Contohnya, ada bidang sains.

Dan kalau mereka pergi ke sana, masuk akal untuk menyuruh seseorang bertindak sebagai perantara. Sama seperti meminta penduduk lokal membantumu ketika kau perlu berjalan melalui negara yang tidak familiar dan bernegosiasi dengan bermacam-macam orang.

“...Dulu aku pernah memikirkan hal yang sama.”

Kamijou tidak menyangka dia akan mengatakan itu.

“Sejujurnya, aku hanya tidak tahu apa yang harus kulakukan. Dunia sihir yang kupercayai sepenuhnya tidak bisa menyelamatkan satu orang gadis. Aku mengerti perasaan berusaha menggenggam jerami.”

“...”

Kamijou punya firasat tentang apa yang akan mengikuti.

“Rasanya tidak enak untuk menyerahkannya kepada sains.”

Dia telah memperkirakannya, tapi benar-benar mendengarnya masih terasa seperti ditusuk di otak.

“Aku tahu kalian tidak bisa melakukan apa yang kami tidak bisa. Metode kasar kalian berupa mengisi tubuhnya dengan entah obat-obatan apa dan memotong-motongnya dengan pisau bedah tidak akan melakukan apa pun kecuali memendekkan umurnya secara tidak perlu. Aku tidak mau melihatnya dipermainkan oleh mesin.”

“Oke, cukup. Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan itu ketika kau bahkan belum pernah mencobanya? Aku punya pertanyaan untukmu. Kau terus bicara tentang menghancurkan ingatan, tapi apa kau benar-benar tahu apakah kehilangan ingatan itu?”

Tidak ada jawaban.

(Dia pasti benar-benar tidak tahu banyak tentang sains.)

Kamijou menarik beberapa buku teks Kurikulum yang berada di lantai ke arahnya dengan kakinya. Itu adalah resep dari pengembangan kekuatan yang berisi campuran neurosains, psikologi langka, dan obat-obatan reaksioner.

“Bagaimana mungkin kau berbicara terus-terusan tentang ingatan sempurna dan kehilangan ingatan kalau kau bahkan tidak tahu apa itu? Ada banyak jenis berbeda dari hilang ingatan.” Dia mulai membolak-balik halaman buku itu. “Ada penuaan...kurasa seperti kepikunan. Dan katanya kau bisa kehilangan ingatanmu karena mabuk dengan alkohol. Ada penyakit otak yang disebut Alzheimer dan ada TIA di mana darah berhenti mengalir ke otakmu dan ingatanmu menghilang. Hilangnya ingatan juga adalah efek samping dari anestesi umum seperti halothane, isoflurane, dan fentanyl, atau turunan dari asam barbiturat, dan dari obat-obatan seperti benzodiazepine.”

“??? Benzo...apa?”

Suara Kanzaki terdengar lemah untuk dirinya, tapi Kamijou tidak punya kewajiban untuk menjelaskan semua itu padanya, jadi dia mengacuhkannya.

“Sederhananya, ada berjuta cara untuk menghilangkan ingatan seseorang secara medis. Artinya ada metode-metode yang kalian tidak dapat gunakan yang bisa menghilangkan 103.000 grimoirnya, dasar bodoh.”

Napas Kanzaki membeku.

Akan tetapi, metode-metode ini tidak membuang ingatan. Melainkan menghancurkan sel otak. Seorang tua yang pikun tidak bisa mengingat lebih banyak hanya karena dia kehilangan beberapa ingatan.

Tapi Kamijou tidak mengatakan bagian itu. Bahkan walau hanya sebuah gertakan, dia harus menghentikan para penyihir itu menghapus secara paksa ingatannya.

“Dan ini adalah Academy City. Ada banyak esper yang bisa memanipulasi pikiran manusia dengan kekuatan seperti Psikometri atau Marionette[28]. Belum lagi ada banyak fasilitas riset di mana-mana. Masih terlalu cepat untuk menyerah. Katanya, bahkan ada seorang Level 5 di Tokiwadai yang bisa menghilangkan ingatan orang lain hanya dengan menyentuhnya.”

Di sanalah sinar harapan terakhir berada.

Tidak ada suara dari gagang telepon itu.

Kamijou terus melanjutkan untuk benar-benar mengalahkan Kanzaki yang mulai menunjukkan tanda-tanda keraguan.

“Jadi? Apa yang akan kau lakukan, penyihir? Apa kau masih akan menghalangi jalanku? Apa kau akan menyerah untuk berusaha ketika nyawa seseorang menjadi taruhannya?”

“...Kata-kata itu terlalu murahan untuk meyakinkan seorang musuh,” kata Kanzaki dengan sedikit nada menghina diri sendiri. “Kami punya metode yang teruji ampuh untuk menyelamatkan nyawanya. Aku tidak bisa memercayai perjudianmu yang belum dites ini. Apa kau benar-benar berpikir kalau kau bisa mengubahnya dengan pernyataan nekat seperti itu?”

Kamijou tetap diam untuk sejenak.

Dia mencoba untuk memikirkan sebuah sanggahan, tapi dia tidak bisa memikirkan satu pun.

Dia tidak punya pilihan lain selain menerimanya.

“... Cukup benar. Pada akhirnya, kita memang tidak bisa mengerti satu sama lain.”

Dia tidak punya pilihan lain selain menerima kalau gadis itu adalah musuhnya walaupun ada kesempatan dia bisa mengerti karena dia pernah berada dalam situasi yang sama.

“Benar. Kalau semua orang yang menginginkan hal yang sama selalu menjadi teman, dunia ini akan sepenuhnya terisi kedamaian,” katanya.

Pegangan Kamijou pada gagang itu sedikit menguat.

Tangan kanannya yang babak belur itu adalah senjatanya satu-satunya dan itu bisa meniadakan bahkan sistem-sistem yang diciptakan Tuhan.

“...Kalau begitu kau adalah musuh bebuyutanku dan aku akan mengalahkanmu,” katanya.

“Dengan perbedaan spesifikasi kita, hasilnya akan sangat jelas. Kau masih berniat untuk memanggil kartu ini?[29]” “Sempurna. Aku naikkan.[29] Aku hanya perlu mengundangmu ke keadaan di mana aku pasti menang.”

Kamijou memamerkan taringnya ke arah gagang itu.

Stiyl pasti tidak lebih lemah dari Kamijou. Kamijou menang hanya karena Stiyl dikalahkan oleh sistem sprinkler. Singkatnya, perbedaan dalam kekuatan bisa ditambal dengan strategi.

“Agar kau tahu saja, ketika gadis itu pingsan setelah ini, kau harus memikirkannya sebagai tanda sudah terlambat.” Kata-kata Kanzaki setajam ujung pedang. “Kami akan berada di sana tengah malam. Kau tidak punya banyak waktu lagi, tapi buatlah usaha-usaha sia-sia terakhirmu itu usaha yang bagus.”

“Kau tidak akan melihatku menangis, penyihir. Aku akan menyelamatkannya dan mencuri semua adegan kalian.”

“Tetap di sana dan tunggu kami,” katanya dan memutuskan panggilannya.

Kamijou meletakkan gagangnya dalam diam dan melihat ke langit-langit seakan sedang memandang bulan di langit malam.

“Sialan!”

Dia mengayunkan tinju kanannya ke lantai tatami seperti sedang memukul lawan yang telah dia kunci. Tangan kanannya yang terluka tidak terasa sakit sedikit pun. Kepalanya begitu kacaunya hingga rasa sakitnya telah diterbangkan.

Dia berakting sedikit sombong di telepon, tapi dia bukan seorang dokter bedah otak atau seorang profesor neurosains. Mungkin ada yang bisa dilakukan secara ilmiah, tapi siswa SMA biasa itu tidak tahu persis apa itu.

Walaupun begitu, dia tidak bisa berhenti begitu saja.

Dia merasakan ketidaksabaran dan ketidaknyamanan yang intens seakan dia disuruh untuk kembali ke kota setelah ditinggalkan di tengah gurun pasir di mana tidak ada hal lain selain horizon yang terlihat di segala arah.

Saat batas waktu itu tiba, para penyihir itu akan tanpa ampun menghancurkan ingatan Index. Mereka mungkin sudah menunggu di dekat apartemen, berencana untuk menangkapnya kalau mereka mencoba kabur.

Dia melihat wajah Index yang sedang tidur meringkuk di atas lantai tatami.

Dia lalu berdiri tegak, penuh semangat.

Academy City punya lebih dari 1000 fasilitas riset besar dan kecil, tapi siswa SMA kelas 1 seperti Kamijou tidak punya koneksi dengan satu pun dari fasilitas itu. Dia akan harus menghubungi Komoe-sensei.

Apakah ada yang bisa dilakukan dalam waktu lebih sedikit dari satu hari adalah pertanyaan yang valid. Batas waktu Index semakin dekat, tapi Kamijou punya rencana rahasia untuk itu. Kalau otaknya akan meledak kalau dia terus menambah ingatan, bukankah dia bisa mengulur waktu dengan menidurkannya sehingga dia tidak mendapatkan ingatan tambahan?

Obat seperti di Romeo dan Juliet yang membuat seseorang dalam keadaan mati suri terdengar sangat tidak realistis, tapi dia tidak perlu melakukan sejauh itu. Pada dasarnya, dia hanya perlu menidurkannya dengan gas tertawa, satu anestesi umum yang digunakan untuk operasi.

Dia tidak perlu khawatir kalau dia bermimpi dalam tidurnya dan membuat ingatan baru dengan cara itu. Kamijou pernah belajar sedikit tentang sistem yang terjadi dalam tidur di pelajaran pengembangan kekuatan. Dia cukup yakin kalau manusia hanya bermimpi dalam keadaan tidur ringan. Setelah seseorang memasuki keadaan tidur pulas, otaknya beristirahat hingga bahkan melupakan kalau dia pernah bermimpi.

Karena itu, Kamijou butuh dua hal.

Yang pertama adalah menghubungi Komoe-sensei dan mencari bantuan dari fasilitas riset yang berhubungan dengan entah neurosains atau kekuatan esper yang berhubungan dengan pikiran.

Yang kedua adalah menyelinap melewati para penyihir itu dan membawa Index pergi atau membuat keadaan di mana dia bisa mengalahkan kedua penyihir itu.

Kamijou memutuskan untuk memulai dengan menelepon Komoe-sensei.

Tapi ketika dia pikir-pikir lagi, dia sebenarnya tidak tahu nomor ponselnya.

“Wow, aku ini seorang idiot...” katanya hampir ingin membunuh dirinya sendiri sambil melihat sekeliling ruangan.

Dia tidak melihat apa-apa yang tidak biasa, tapi kamar ukuran 4.5 tatami yang sumpek itu terlihat seperti semacam labirin. Tanpa lampu yang hidup, ruangan itu segelap lautan waktu malam dan buku-buku dan kaleng bir yang berjatuhan mengotori kantai kelihatan seperti bisa menyembunyikan sesuatu di baliknya. Ketika dia berpikir tentang semua laci di lemari pakaian dan lemari lain, dia merasa kesadarannya akan pergi.

Mencoba mencari nomor ponsel yang bahkan mungkin tidak ada di sana terdengar seperti tugas yang menggilakan. Itu terasa seperti dia harus mencari sebuah tempat pembuangan akhir raksasa untuk mencari sbuah baterai yang tidak sengaja dia buang pada hari sebelumnya.

Walaupun begitu, dia tidak bisa berhenti. Kamijou mulai membalikkan semua yang ada di daerah itu mencari sebuah memo atau sesuatu yang nomor teleponnya tertulis di atasnya. Setiap menit dan setiap detik berharga, jadi mencari sesuatu yang bahkan mungkin tidak ada di sana adalah suatu hal yang tidak waras untuk dilakukan. Setiap kali jantungnya berdetak, hal itu membuatnya marah dan setiap kali dia bernapas, ketidaksabaran semakin memanas dalam dirinya. Dilihat sekilas, mungkin terlihat kalau dia cuma sedang melemparkan semua yang ada di dekatnya karena marah.

Dia memeriksa dalam-dalam sebuah lemari dan dia mengeluarkan semua buku di lemari buku. Sementara Kamijou merusuhi tempat itu, Index terus tertidur meringkuk di lantai yang membuat seperti waktu telah berhenti untuknya.

Melihatnya dalam mode “kucing dalam kotatsu”, dia entah kenapa merasa ingin memukulnya, tapi di saat yang sama, sepotong kertas yang tersangkut di sebuah buku tulis yang kelihatannya digunakan untuk buku akun rumah tangga terbang ke lantai dekat kakinya.

Itu adalah tagihan rinci ponsel Komoe-sensei.

Kamijou segera mengambil potongan kertas itu dan menemukan sebuah nomor 11 digit tertulis di sana. Kelihatannya dia telah menghabiskan sebesar 142.500 Yen untuk tagihan ponsel bulam sebelumnya. Dia pasti terjebak dengan ponsel yang jelek. Biasanya dia akan tertawa berguling-gulinng selama 3 hari karena temuan itu, tapi itu bukan waktunya. Dia harus meneleponnya, jadi dia menuju telepon hitam itu.

Dia merasa sudah banyak waktu yang dihabiskan untuk mencari nomor telepon itu.

Dia tidak tahu apakah beberapa jam sudah lewat atau sebenarnya cuma beberapa menit. Hati Kamijou terasa begitu tersudutnya hingga sense waktunya meleset begitu jauh.

Dia memanggil nomor itu dan Komoe-sensei menjawabnya pada deringan ketiga seakan telah mengepaskan waktunya.

Dengan mulut yang hampir berbusa, Kamijou meneriakkan “penjelasan” yang sulit bahkan untuknya untuk dimengerti karena pikirannya tidak bisa menyusun apa yang ingin dia katakan.

“...Hm? Bidangku adalah Pyrokinesis, jadi aku tidak punya banyak koneksi dalam hal-hal yang berhubungan dengan Mind Hound. Kau mungkin bisa menggunakan Institusi Takizawa atau rumah sakit Universitas Todai, tapi peralatan mereka adalah kelas dua. Memanggil esper yang menguasai bidang itu adalah pilihan paling aman. Aku tahu Yotsuba-san dari Judgment adalah Telepath Level 5 dan dia kemungkinan besar mau membantu.”

Dia tidak memberikannya penjelasan yang begitu jelas, tapi Komoe-sensei tetap menjawab dengan cepat.

Kamijou benar-benar memutuskan kalau dia seharusnya berkonsultasi dengannya sejak awal.

“Tapi Kamijou-chan. Bahkan kalau para guru yang melakukan riset adalah orang-orang gila yang menukarbalikkan malam dengan siang mereka, mereka kemungkinan tidak suka kalau ditelepon oleh seorang murid pada jam segini. Bagaimana kalau kita persiapkan sebuah ranjang di satu fasilitas untuk sekarang?”

“Apa? ...Tidak, sensei. Maaf, tapi ini darurat. Tidak bisakah kita membangunkan mereka sekarang?”

“Tapi,” kata Komoe-sensei terdengar sedikit kesal, “ini sudah jam 12.”

Kamijou tiba-tiba membeku di tempatnya.

Kamar itu tidak mempunyai jam. Tapi bahkan kalau ada, Kamijou tidak akan punya keberanian untuk melihatnya.

Pandangannya berpusat ke Index.

Dia meringkuk pulas di atas lantai tatami, tapi lengan dan kakinya yang tergeletak tidak bergerak. Tidak bergerak sama sekali.

“...In...dex?” panggil Kamijou pelan.

Index tidak bergerak.

Persis seperti seseorang yang demam, dia tidur pulas dan tidak merespon.

Sebuah suara keluar dari gagang telepon.

Tapi Kamijou menjatuhkannya sebelum dia bisa mengetahui apa yang sedang dikatakan. Keringat mengucur dari telapak tangannya. Perasaan yang sangat buruk membebani perutnya sperti sebuah bola bowling telah dijatuhkan di sana.

Dia mendengar suara langkah kaki di lorong menuju apartemen itu.

-Kami akan berada di sana tengah malam. Kau tidak punya banyak waktu lagi, tapi buatlah usaha-usaha sia-sia terakhirmu itu usaha yang bagus.

Tepat saat Kamijou mengingat kembali kata-kata itu, pintu apartemen didobrak terbuka dari luar.

Sinar bulan yang pucat masuk ke kamar itu seperti sinar matahari yang bersinar melalui dedaunan ke sebuah daerah yang lebat dalam hutan.

Dengan lingkaran sempurna bulan di belakangnya, kedua penyihir itu berdiri di depan pintu.

Saat itı, semua jarum jam di seluruh Jepang menandakan kalau saat itu tepat tengah malam.

Itu berarti batas waktu seorang gadis tertentu sudah habis.

Itu artinya.


Chapter 4: Si Pengusir Setan Memilih Akhirnya. (N)Ever_Say_Good_bye[edit]

Dengan sinar bulan di punggung mereka, kedua penyihir itu melangkah melalui pintu masih memakai sepatu mereka.

Stiyl dan Kanzaki mungkin telah kembali, tapi Index tidak menghalangi mereka kali ini. Dia tidak berteriak menyuruh mereka pergi. Dia dipenuhi keringat seperti menderita karena demam dan napasnya begitu tipis hingga kedengaran seakan kau bisa menghembusnya padam seperti api pada lilin.

Sakit kepala.

Sakit kepala yang sangat hebat hingga seakan suara kecil dari salju yang menumpuk bisa membelah kepalanya.

“...”

Kamijou dan para penyihir itu tidak bertukar kata.

Masih memakai sepatunya, Stiyl mendorong Kamijou ke samping sementara anak laki-laki itu berdiri bengong di sana. Dorongan itu tidak terlalu bertenaga, tapi Kamijou tidak bisa menahan pijakannya. Dia terjatuh dengan bokongnya di atas lantai tatami seperti seluruh tenaga telah hilang dari tubuhnya.

Stiyl bahkan tidak melihat ke arah Kamijou.

Dia berlutut di samping Index yang kaki tangannya tergeletak lunglai. Penyihir itu kemudian menggumamkan sesuatu di sela napasnya.

Pundaknya gemetar.

Dia adalah representasi sempurna dari kemarahan manusia yang kaurasakan ketika seseorang yang berharga bagimu dilukai di depan matamu.

“Berdasarkan Moonchild karangan Crowley, kami akan menggunakan metode menangkap seorang malaikat untuk menciptakan rantai kejadian yang akan memanggil, menangkap, dan membuat seorang peri untuk bekerja demi kami.”

Dengan keyakinan yang sudah terkumpul, Stiyl berdiri.

Ekspresinya ketika dia berbalik tidak mempunyai sedikit pun tanda-tanda kemanusiaan.

Wajahnya adalah wajah seorang penyihir yang telah membuang kemanusiaannya untuk menyelamatkan seorang gadis.

“Kanzaki, berikan aku bantuanmu. Kita harus menghancurkan ingatannya.”

Kamijou merasa seperti kata-kata itu menusuk tepat di bagian paling rapuh di hatinya.

“Ah...”

Dia tahu kalau menghilangkan ingatan Index hanya bermaksud untuk menyelamatkannya.

Dan Kamijou pernah berkata pada Kanzaki kalau mereka tidak boleh ragu dalam menghancurkan ingatannya kalau mereka memang benar-benar melakukan itu demi Index. Tidak peduli berapa kali pun dia kehilangan ingatannya, mereka hanya perlu memberikan kenangan yang lebih indah setelahnya. Dengan cara itu dia bisa menantikan tahun yang akan datang walaupun dia harus kehilangan ingatannya.

Tapi...

Bukankah itu hanya kesepakatan yang akan dilakukan setelah tidak ada lagi pilihan lain?

“...”

Tanpa menyadarinya, Kamijou telah mulai mengepalkan tinjunya cukup kuat untuk meretakkan kukunya.

Bisakah dia melakukannya? Bisakah dia menyerah begitu saja? Fasilitas riset yang menangani ingatan dan pikiran manusia ada di Academy City jumlahnya tak terhitung. Apa dia bisa menyerah di sini ketika mungkin ada cara yang lebih membahagiakan untuk menyelamatkan Index dalam salah satu dari fasilitas itu? Apakah benar-benar tidak apa-apa terus mengandalkan metode paling mudah di dunia dan metode paling kejam di dunia?

Bukan, bukan itu masalahnya.

Semua pemikiran dan rasionalisasi yang membosankan itu tidak jadi masalah lagi.

Bisakah dia... Bisakah Kamijou Touma tahan kalau minggu yang dihabiskannya bersama Index dibalikkan kembali ke papan kosong seperti seseorang menghapus data simpanan pada video game?

“...Tunggu.”

Kamijou Touma mendongakkan kepalanya.

Dia mendongakkan kepalanya terus terang dengan niat melawan para penyihir yang bertindak untuk menyelamatkan Index.

“Tunggu, tolong tunggu! Sedikit lebih lama lagi! Sedikit saja! Ada 2.3 juta esper di Academy City dan ada lebih dari 1000 institusi riset yang menjalankan kota ini. Ada Psikometri, Marionette, Telekinesis, dan Materialisasi! Kami punya banyak esper yang bisa memanipulasi pikiran dan laboratorium yang mengembangkan pikiran! Kalau kita meminta bantuan mereka, kita mungkin tidak perlu bergantung pada metode kejam ini!”

“...”

Stiyl Magnus tidak mengatakan apa-apa.

Walau begitu, Kamijou terus berteriak ke penyihir api itu.

“Kau juga tidak mau menggunakan metode ini, ‘kan!? Di lubuk hatimu yang terdalam, kau berdoa supaya ada jalan lain, ‘kan!? Kalau begitu tunggulah sedikit lagi. Aku pasti akan menemukan akhir di mana semua orang tersenyum dan semuanya bahagia! Jadi...!!”

“...”

Stiyl Magnus tidak mengatakan apa-apa.

Kamijou tidak tahu kenapa dia melakukan sejauh itu. Dia bertemu Index hanya seminggu yang lalu. Dia telah hidup selama 16 tahun tanpa mengenalnya sebelum itu dan tidak ada alasan dia tidak bisa menjalani kehidupan normal tanpanya setelah ini.

Tidak ada alasannya, tapi dia tahu dia tidak bisa.

Dia tidak tahu kenapa. Dia bahkan tidak yakin apakah dia perlu suatu alasan.

Dia hanya tahu kalau hal ini menyakitkan.

Menyakitkan memikirkan kalau kata-kata gadis itu, senyumannya, dan sopan-santunnya tidak akan pernah diarahkan padanya lagi.

Menyakitkan memikirkan kalau ingatan tentang minggu itu bisa dengan mudah dihapus bersih oleh orang lain seperti menekan sebuah tombol reset.

Hanya memikirkan kemungkinan itu menyebabkan rasa sakit yang hebat di bagian paling berharga dan paling baik dalam hatinya.

“...”

Keheningan memenuhi kamar itu.

Seperti keheningan dalam sebuah elevator. Bukannya keheningan karena tidak ada yang bisa mengeluarkan suara, tapi keheningan aneh yang hanya diisi oleh suara halus pernapasan di mana orang-orang di tempat itu hanya diam saja.

Kamijou mendongakkan kepalanya.

Dengan sangat hati-hati, dia melihat ke arah penyihir itu.

“Cuma itu saja yang mau kaukatakan, dasar orang gagal yang merasa benar sendiri?”

Dan...

Hanya itu saja yang penyihir rune Stiyl Magnus katakan.

Bukannya dia tidak mendengarkan apa yang Kamijou katakan.

Telinganya mendengar setiap kata yang Kamijou ucapkan, dia memprosesnya, dan dia telah memahami artinya dan juga perasaan yang tersembunyi di balik permukaannya.

Walau begitu, Stiyl Magnus bahkan tidak menaikkan alis matanya.

Kata-kata Kamijou sama sekali tidak menyentuhnya.

“Minggir,” kata Stiyl.

Kamijou tidak tahu bagaimana otot wajahnya bergerak.

Tanpa bahkan menghela napas, Stiyl berkata pada Kamijou, “Lihat itu.”

Dia menunjuk.

Sebelum Kamijou bisa melihat ke arah yang Stiyl tunjuk, dia menjambak rambut Kamijou.

“Lihat itu!!”

“Ah...” Suara Kamijou membeku.

Di depan matanya, dia melihat Index yang terlihat seperti napasnya bisa berhenti kapan saja.

“Bisakah kau mengatakan hal yang sama di depannya?” Suara Stiyl bergetar. “Bisakah kau mengatakan hal yang sama ketika dia hanya beberapa detik jauhnya dari kematian!? Bisakah kau mengatakan hal yang sama ketika dia beitu kesakitan bahkan hanya untuk membuka matanya!? Bisakah kau menyuruhnya menunggu karena kau ingin mencoba beberapa hal!!?”

“...”

Jemari Index bergerak. Tidak jelas apakah dia sedikit sadar atau sedang bergerak tanpa sadar, tapi dia dengan susah payah menggerakkan tangannya yang kelihatan seberat timbal dan berusaha menyentuh wajah Kamijou.

Seakan-akan dia dengan putus asa berusaha melindungi Kamijou ketika penyihir itu menjambak rambutnya.

Seakan-akan dia tidak merasakan rasa sakitnya sendiri.

“Kalau kau bisa, maka kau bukan manusia! Siapa pun yang melihatnya seperti ini dan masih bisa menyuntiknya dengan obat yang belum dites, membiarkan dokter aneh bermain-main dengan tubuhnya, dan mengisi tubuhnya dengan obat-obatan tidak mungkin seorang manusia!” Teriakan Stiyl menembus gendang telinga Kamijou dan masuk ke otaknya. “Jawab aku, esper. Apakah kau masih seorang manusia atau seekor monster yang telah membuang kemanusiaannya!?”

“...”

Kamijou tidak bisa menjawab.

Stiyl memberi pukulan terakhir seperti menusukkan pedang ke jantung seseorang yang sudah mati.

Dia menarik sebuah kalung dengan salib kecil dari kantungnya.

“Alat ini dibutuhkan untuk menghancurkan ingatannya.” Stiyl menggoyang-goyangkan salib itu di depan wajah Kamijou. “Seperti yang kau tebak, ini adalah benda sihir. Kalau kau menyentuhnya dengan tangan kananmu, ini seharusnya akan kehilangan seluruh kekuatannya sama seperti Innocentius-ku.”

Salib itu berayun-ayun di depan Kamijou seperti sebuah koin 5 Yen yang digunakan untuk hipnotis murahan.

Tapi bisakah kau meniadakannya, esper?

Seakan membatu, Kamijou memandang ke atas ke arah Stiyl.

“Ketika gadis itu menderita di depan mata kepalamu sendiri, bisakah kau merebut ini darinya!? Kalau kau begitu percaya pada kekuatanmu sendiri, maka tiadakanlah, dasar mutan yang berpikir kalau dirinya pahlawan!”

Kamijou melihatnya.

Dia melihat ke arah salib yang berayun-ayun di depanmatanya. Dia melihat ke salib jelek yang bisa merampok ingatan seseorang.

Seperti yang telah dikatakan Stiyl, dia bisa menghentikan penghapusan ingatan Index kalau dia mengambilnya dari Stiyl.

Sama sekali tidak sulit. Dia hanya perlu mengulurkan tangannya dan menyentuhnya sedikit dengan ujung jarinya.

Itu saja. Harusnya sangat mudah.

Kamijou mengepalkan tangan kanannya yang gemetar hingga sampai sekeras batu.

Tapi dia tidak bisa melakukannya.

Untuk saat itu, sihir adalah satu-satunya cara yang aman dan pasti untuk menyelamatkan Index.

Bagaimana bisa dia merebut itu dari gadis yang menderita dan menahan semuanya itu?

Dia tidak bisa.

“Persiapan kami paling cepat akan selesai pada 00:15. Kami akan menghancurkan ingatannya menggunakan kekuatan Leo,” kata Stiyl pada Kamijou tanpa peduli.

00:15... Dia mungkin hanya memiliki waktu kurang dari 10 menit.

“...!!”

Dia ingin berteriak dan menyuruh mereka berhenti. Dia ingin berteriak dan menyuruh mereka agar menunggu. Tapi, bukan Kamijou yang akan menderita sebagai hasilnya. Harga yang harus ditanggung dari keegoisan Kamijou akan kembali pada Index.

(Terima sajalah.)

- Namaku Index.

(Ayo terima sajalah.)

-Jadi, jika kamu bisa mengisi perutku, aku akan sangat beterima kasih.

(Terima sajalah kalau kau, Kamijou Touma, tidak punya kekuatan atau hak untuk menyelamatkan Index!)

Kamijou tidak bisa berteriak.

Dia hanya bisa memandang langit-langit, menggertakkan gigi gerahamnya, dan membiarkan air mata yang tidak bisa dia tahan mengalir dari matanya.

“…Hei, penyihir,” gumam Kamijou kosong sambil terus memandang langit-langit dan bersandar ke lemari buku. “Menurutmu bagaimana sebaiknya aku mengucapkan perpisahan padanya di akhir semuanya?”

“Kami tidak punya waktu untuk omong kosong ini.”

“Begitu,” balas Kamijou kosong.

Kamijou tetap akan membatu di sana, tapi Stiyl tidak membiarkannya.

“Pergi dari tempat ini, monster.” Penyihir itu melihat ke arah Kamijou. “Tangan kananmu meniadakan apiku. Aku masih tidak mengerti cara kerjanya, tapi kami tidak bisa membiarkannya mengganggu mantra yang akan kami gunakan.”

“Begitu,” balas Kamijou kosong.

Kamijou tersenyum kecil seakan dia sudah menjadi mayat.

“Sama seperti luka di punggungnya. Kenapa tidak pernah ada yang bisa kulakukan?”

Mata Stiyl seperti berkata, “Mana kutahu?”

“Aku bisa menghancurkan bahkan sistem ciptaan Tuhan dengan tangan kanan ini.” Kamijou kelihatan mulai roboh. “Jadi kenapa aku tidak bisa menyelamatkan satu orang gadis yang menderita?”

Dia tersenyum.

Dia tidak mengutuk takdir dan tidak menyalahkan kemalangan. Dia hanya sekadar merenungkan ketidakmampuannya.

Kanzaki melihatnya dengan ekspresi terluka dan berkata, “Kita masih punya waktu 10 menit sampai kami melakukan ritualnya pada jam 00:15.”

Stiyl melihat ke arah Kanzaki seakan tidak percaya apa yang sedang dilihatnya.

Tapi Kanzaki hanya tersenyum ketika melihat Stiyl.

“Di malam kita pertama kali bersumpah untuk menghapus ingatannya, kita menghabiskan sepanjang malam menangis di sampingnya. Bukankah begitu, Stiyl?”

“…” Stiyl terdiam sejenak seakan napasnya tercekat di tenggorokannya. “T-tapi kita tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Bagaimana kalau dia mencoba bunuh diri bersamanya ketika kita tidak melihat?”

“Kalau dia mau melakukan itu, tidakkah kaupikir dia akan segera menyentuh salib itu? Kau menunjukkan salib yang asli dan bukan yang palsu karena kau sudah yakin kalau dia adalah manusia, ‘kan?”

“Tapi…”

“Apa pun yang kita lakukan, kita tidak bisa melaksanakan ritual ini sampai saat yang tepat. Dan kalau dia masih memiliki penyesalan, dia mungkin berusaha menghentikan kita di tengah-tengah ritual, Stiyl.”

Stiyl menggertakkan giginya.

Dia menahan dirinya seperti sudah akan melompat dan mengoyak tenggorokan Kamijou seperti hewan buas.

“Kau punya 10 menit. Mengerti!?”

Dia lalu berbalik dan meninggalkan apartemen itu.

Kanzaki mengikuti Stiyl keluar dari kamar itu tanpa suara, tapi senyuman yang menyayat hati bisa terlihat di matanya.

Pintu itu tertutup.

Hanya Kamijou dan Index yang tersisa di ruangan itu. Sepuluh menit tambahan itu didapatkan dengan resiko bukan nyawa Kamijou, tapi nyawa Index. Dan Kamijou masih tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

“Ah…Kh. Fh…”

Suara-suara aneh keluar dari bibir Index yang tergeletak lemah. Kamijou melonjak terkejut.

Index membuka matanya sedikit. Dia kelihatan bertanya-tanya kenapa dia ada di atas futon dan mengkhawatirkan di mana Kamijou padahal seharusnya dialah yang berada di atas futon.

Dia benar-benar melupakan dirinya sendiri.

“…”

Kamijou menggertakkan giginya. Dia lebih takut berdiri di depannya saat itu dibanding ketika dia bertarung melawan para penyihir itu.

Tapi dia juga tidak bisa lari.

“Touma?”

Kamijou mendekati futon dan Index menghela napas lega. Ekspresi di wajahnya yang penuh keringat adalah ekspresi kelegaan dari hati yang paling dalam.

“…Maaf,” kata Kamijou sambil menundukkan kepalanya agara bertemu dengan pandangan Index.

“…? Touma, ada semacam lingkaran sihir di kamar ini.”

Index tadi tidak sadarkan diri, jadi dia tidak tahu kalau itu digambar oleh kedua penyihir itu. Dia memiringkan kepalanya dalam gaya bingung seorang gadis ketika melihat simbol-simbol yang digambar di dinding dekat futon.

“…”

Untuk sesaat Kamijou menggertakkan gigi gerahamnya.

Hanya sesaat. Sebelum seorang pun bisa menyadarinya, ekspresinya telah kembali seperti biasa.

“…Ini untuk sihir pemulihan. Kita tidak bisa membiarkan sakit kepalamu separah ini, ‘kan?”

“? Sihir… Siapa yang merapalnya?”

Saat itu, sebuah kemungkinan memasuki pikiran Index.

“!?”

Index memaksa tubuhnya yang tidak bisa digerakkan untuk bergerak dan berusaha bangkit. Ketika wajahnya meringis kesakitan, Kamijou memegang pundaknya dan mendorongnya balik ke atas futon.

“Touma! Apakah penyihir itu datang lagi!? Touma, kau harus kabur dari sini!!”

Index melihat ke arah Kamijou dengan ekspresi tak percaya. Dia tahu seberapa berbahayanya penyihir itu, jadi dia mengkhawatirkan Kamijou dari lubuk hatinya yang paling dalam.

“…Tidak apa-apa, Index.”

“Touma!”

“Sudah berakhir. …Semua sudah berakhir.”

“Touma,” kata Index pelan, kemudian seluruh tenaga menghilang dari tubuhnya.

Kamijou tidak tahu ekspresi macam apa yang ada di wajahnya.

“…Maafkan aku,” kata Kamijou. “Aku akan jadi lebih kuat. Aku tak akan kalah lagi. Aku akan jadi cukup kuat untuk menghajar semua orang yang memerlakukanmu seperti ini…”

Menangis adalah tindakan pengecut.

Mengundang simpatinya itu tidak terpikirkan.

“…Tunggu saja. Setelah ini, aku pasti akan menyelamatkanmu.”

Bagaimana dia terlihat di mata Index?

Bagaimana dia terdengar di telinga Index?

“Aku mengerti. Aku akan menunggu.”

Karena dia tidak tahu situasinya, bagi Index sepertinya Kamijou telah dikalahkan oleh musuh dan menjual Index untuk keselamatannya sendiri.

Meskipun begitu dia tetap tersenyum.

Senyumannya hancur. Senyumannya sempurna. Senyumannya terlihat seperti akan roboh kapan saja. Dan meski begitu dia tetap tersenyum.

Kamijou tidak mengerti.

Dia tidak lagi mengerti bagaimana gadis itu bisa begitu memercayai orang lain.

Tapi saat itulah dia memutuskan.

“Setelah sakit kepalamu membaik, ayo kalahkan para penyihir ini dan menangkan kebebasanmu,” katanya.

“Aku ingin pergi ke pantai setelah itu, tapi kita harus menunggu sampai pelajaran tambahanku selesai,” katanya.

“Maukah kau pindah ke sekolahku ketika liburan musim panas berakhir?” tanyanya.

“Aku ingin membuat bermacam-macam kenangan,” kata Index.

“Kau akan melakukan itu,” Kamijou berjanji.

Dia meneruskan dengan kebohongan itu.

Tidak masalah apa yang benar dan apa yang salah. Dia tidak perlu lagi keadilan yang layak, dingin, kejam, yang tidak bisa menghibur bahkan satu orang gadis.

Anak laki-laki bernama Kamijou Touma tidak butuh keadilan atau kejahatan.

Kata-kata rubah[30] lebih dari cukup untuknya.

Dan itulah kenapa Kamijou Touma tidak meneteskan air mata.

Tidak satu tetes pun.

“…”

Dengan sedikit suara, seluruh tenaga meninggalkan tangan Index dan tangannya jatuh ke atas futon.

Pingsan sekali lagi, Index kelihatan seperti mayat.

“Tapi…” Kamijou menggigit pelan bibirnya ketika melihat wajah demam Index. “Akhir buruk macam apa ini?”

Dia merasakan darah dari tempat dia menggigit bibirnya.

Dia benci bahwa dia tahu apa yang terjadi itu salah tapi dia tidak mampu untuk menghentikannya. Ya. Kamijou tidak bisa melakukan apa-apa. Dia tidak bisa melakukan apa pun mengenai 103.000 grimoir yang menempati 85% otak Index atau melindungi ingatan yang mengisi 15% sisanya.

“…Hah?”

Ketika pikiran-pikiran tanpa harapan melintasi pikirannya, Kamijou tiba-tiba merasa ada yang aneh.

85%?

Kamijou melihat kembali ke wajah demam Index.

85%. Ya, itulah yang Kanzaki katakan. 85% dari otak Index terisi oleh 103.000 grimoir yang dia hapalkan. Tekanan yang dihasilkan pada otaknya itu berarti dia hanya bisa memasukkan ingatan selama satu tahun dalam 15% sisanya. Kalau dia menambah ingatan lebih dari itu, otaknya akan meledak.

(Tapi tunggu sebentar.)

Bagaimana mungkin 15% itu hanya bisa menampung ingatan selama setahun?

Kamijou tidak tahu seberapa langka ingatan sempurna itu. Tapi, dia cukup yakin kalau kondisi itu tidak terlalu langka hingga hanya Index-lah yang memiliki kondisi itu di dunia.

Dan orang lain dengan ingatan sempurna tidak menggunakan metode menggelikan seperti sihir untuk menghapus ingatan mereka.

Kalau memang benar 15% dari otak hanya bisa menampung ingatan selama satu tahun.

“…Artinya mereka akan mati ketika berumur sekitar 6 atau 7 tahun.

Kalau kondisi itu mirip dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dalam hal ini, bukankah seharusnya kondisi ini lebih dikenal?

Dan juga…

Dari mana Kanzaki mendapat angka-angka 85% dan 15% itu?

Siapa yang membertahunya?

Apa bahkan informasi tentang 85% isi otaknya itu akurat?

“…Mereka ditipu.”

Bagaimana kalau Kanzaki benar-benar tidak tahu apa-apa tentang neurosains? Bagaimana kalau dia hanya menerima begitu saja apa yang atasannya di gereja beri tahu?

Kamijou punya firasat buruk.

Dia bergegas menuju ke telepon hitam di sudut ruangan. Komoe-sensei sedang berada di luar entah di mana. Dia telah mencari-cari seluruh ruangan itu dan menemukan nomor ponselnya tidak lama sebelumnya, jadi itu bukanlah sebuah masalah.

Suara dering mekanis yang bisa sangat menjengkelkan orang berlanjut beberapa waktu.

Kamijou punya firasat kalau ada yang salah dalam deskripsi Kanzaki tentang ingatan sempurna. Bagaimana kalau kesalahan itu sengaja dimasukkan ke sana oleh gereja? Mereka mungkin menyembunyikan semacam rahasia di sana.

Dengan sedikit suara statik, panggilannya tersambung.

“Sensei!!” Kamijou berteriak secara refleks.

“Ohh, apa itu kau, Kamijou-chan~? Kau tidak boleh menggunakan teleponku~”

“…Kau kedengaran bahagia.”

“Iya~… Sekarang aku ada di pemandian umum~. Ada kopi susu di tanganku sambil mengetes kursi pijat yang baru~. Iya~.”

“…”

Kamijou pikir dia akan menghancurkan gagang di genggamannya, tapi situasi Index saat itu lebih penting.

“Sensei, tolong dengarkan dengan tenang apa yang akan kukatakan. Sebenarnya…”

Kamijou bertanya tentang ingatan sempurna.

Apa itu ingatan sempurna? Apa ingatan selama setahun benar-benar memakan 15% dari otak? Dengan kata lain, apakah itu merupakan sebuah kondisi yang menyebabkan jangka hidup seseorang menjadi hanya 6 atau 7 tahun?

“Tentu saja tidak~.” Komoe-sensei memotong semuanya dengan satu kalimat pendek. “Memang benar kalau ingatan sempurna membuatmu tidak bisa melupakan ingatan sampah seperti selebaran diskon tahun lalu di supermarket~. Tapi tidak seperti otak bisa meledak karena itu~. Mereka hanya sekadar membawa ingatan selama 100 tahun mereka ke kuburan mereka~. Bagamanapun juga, otak manusia bisa menampung ingatan selama 140 tahun~.”

Jantung Kamijou berhenti sejenak.

“T-tapi bagaimana kalau mereka mempelajari banyak hal dengan cepat? Seperti bagaimana kalau mereka menggunakan kemampuan mengingatnya untuk menghapalkan semua buku di perpustakaan? Apakah otak mereka akan meledak?”

“Hhh… Kamijou-chan, aku mengerti kenapa kau tidak lulus dalam semua pelajaran pengembanganmu~” kata Komoe-sensei dengan gembira. “Dengar, Kamijou~chan. Orang tidak punya cuma satu tipe ingatan. Hal-hal seperti bahasa dan pengetahuan itu termasuk memori semantik, hal-hal seperti menjadi terbiasa melakukan sesuatu itu termasuk memori prosedural, dan apa yang banyak dari kita pikirkan sebagai ingatan itu termasuk dalam memori episodik~. Ada bermacam-macam tipenya~. Macam-macam~.”

“Um, sensei… Aku tidak benar-benar mengerti apa maksudmu.”

“Intinya~.” Komoe-sensei suka menjelaskan, jadi dia merasa senang. “Setiap tipe ingatan masuk ke tempat penyimpanan yang berbeda~. Kau bisa memikirkannya seperti sampah terbakar dan sampah tak terbakar~. Coba bayangkan kalau kau terkena pukulan di kepala dan terkena amnesia, kau tidak berbicara seperti bayi dan merangkak-rangkak di lantai, ‘kan~?”

“Jadi…”

“Benar~. Tidak peduli seberapa banyak buku di perpustakaan yang orang itu hapal, itu hanya akan menambah jumlah memori semantik~. Menurut neurosains, hal itu mustahil untuk memenuhi memori episodik orang itu~.”

Kamijou merasa seperti terkena pukulan yang dibayangkan tadi ke kepalanya.

Gagang telepon itu lepas dari tangannya. Gagang yang terjatuh itu menghantam gantungan teleponnya, mengakhiri panggilan itu, tapi Kamijou tidak punya waktu untuk itu.

Gereja telah membohongi Kanzaki.

Ingatan sempurna Index tidak membahayakan nyawanya.

“Tapi…kenapa?” Kamijou bergumam terkejut.

Ya, kenapa? Kenapa gereja berbohong dan mengatakan kalau Index akan mati dalam setahun padahal hal itu tidak benar?

Dan penderitaan yang Index sedang alami di depan mata Kamijou pastinya tidak kelihatan seperti sebuah kebohongan. Kalau itu bukan disebabkan oleh ingatan sempurnyanya, jadi kenapa dia menderita?

“…Ha.”

Setelah memikirkan sejauh itu, Kamijou tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

Ya. Gereja telah memasangkan kalung pada Index.

Sebuah kalung yang membuatnya memerlukan perawatan dari gereja tiap tahun untuk terus hidup. Sebuah kalung yang memastikan kalau Index tidak akan menggunakan 103.000 grimoir yang dia punya untuk mengkhianati mereka.

Bagaimana kalau Index tidak memerlukan teknik dan mantra gereja untuk selamat?

Bagaimana kalau dia bisa terus hidup dengan baik sendirian tanpa bantuan dari gereja?

Kalau begitu, gereja tidak akan pernah bisa membiarkan Index begitu saja. Kalau dia bisa pergi dan menghilang dengan 103.000 grimoir, mereka akan merasa perlu memasang sebuah kalung padanya.

Sekali lagi, gereja telah memasangkan kalung pada Index.

Ini membuat semuanya sederhana.

Aslinya tidak ada yang salah dengan kepala Index, tapi gereja telah melakukan sesuatu pada otaknya.

“…Ha ha.”

Contohnya, bagaimana kalau mereka telah melakukan sesuatu yang mirip seperti mengisi bagian bawah dari ember berkapasitas 10 liter dengan semen sehingga hanya seliter air yang bisa muat?

Mereka telah melakukan sesuatu ke kepala Index sehingga otaknya akan meledak setelah hanya setahun ingatan mengisinya.

Dengan cara itu, Index harus mengandalkan teknik-teknik dan mantra-mantra dari gereja.

Dengan cara itu, rekan-rekan Index harus menelan air mata mereka dan melakukan apa yang gereja inginkan.

Mereka menciptakan program jahat yang bahkan memperhitungkan kebaikan dan simpati manusia ke dalamnya.

“…Tapi itu bukan masalah.”

Benar, itu benar-benar tidak masalah.

Yang penting dan harus dia pikirkan di sana hanyalah satu hal. Identitas dari pengamanan gereja yang membuat Index menderita. Academy City yang mengontrol esper seperti Kamijou adalah hal paling terdepan dari ilmu pengetahuan. Apakah hal yang sama-sama paling terdepan dari Necessarius yang mengontrol para penyihir itu?

Ya, kemampuan supernatural yang dikenal sebagai sihir.

Dan tangan kanan Kamijou Touma bisa meniadakan itu dengan satu sentuhan bahkan kalau itu adalah system buatan Tuhan.

Dalam ruangan tanpa jam itu, Kamijou bertanya-tanya jam berapa saat itu.

Dia mungkin tidak punya banyak waktu lagi sebelum ritualnya dimulai. Dia menoleh ke pintu apartemen. Kalau dia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada para penyihir di sisi lain pintu itu, akankah mereka memercayainya? Jawabannya adalah tidak. Kamijou hanyalah seorang siswa SMA. Dia tidak punya sertifikat medis dalam neurosains, dan hubungannya dengan para penyihir itu bisa disebut sebagai “musuh”. Dia meragukan kalau mereka akan memercayainya.

Kamijou menurunkan pandangannya.

Dia melihat Index yang tergeletak di futon. Dia dibanjiri oleh keringat yang tidak nyaman dan rambut peraknya terlihat seperti seember air telah disiramkan padanya. Wajahnya merah karena demam dan alis matanya kadang bergerak karena sakit.

-Ketika gadis itu menderita di depan mata kepalamu sendiri, bisakah kau merebut ini darinya!? Kalau kau begitu percaya pada kekuatanmu sendiri, maka tiadakanlah, dasar mutan yang berpikir kalau dirinya pahlawan!

Kamijou tersenyum kecil pada kata-kata yang Stiyl gunakan untuk menghajarnya sebelum itu.

Dunia sudah cukup berubah hingga dia bisa tersenyum padanya.

“Aku bukan cuma berpikir kalau aku ini seorang pahlawan.”

Masih tersenyum, dia melepaskan perban warna putih yang terbalut sepanjang tangan kanannya.

Seakan-akan sedang melepas segel dari tangannya.

“Aku akan menjadi pahlawannya.”

Dia berkata, dia tersenyum, dan dia menekan tangan kanannya yang babak belur ke atas dahi Index.

Walau dia mengatakan kalau itu bisa meniadakan bahkan sistem-sistem ciptaan Tuhan, dia juga telah berpikir itu adalah tangan kanan tak berguna yang tidak membuatnya mengalahkan seorang berandalan, tidak menaikkan nilainya dalam ulangan, dan tidak membuatnya populer dengan para gadis.

Tapi ada satu hal yang bisa dilakukan tangan itu.

Kalau itu bisa menyelamatkan gadis yang menderita tepat di depan matanya, maka itu memiliki kekuatan yang paling menakjubkan.

...

...

...?

“.............................Hah?”

Tidak ada yang terjadi. Tidak ada apa pun yang terjadi.

Tidak ada sinar atau suara yang keluar, tapi apakah sihir yang gereja pasang pada Index telah ditiadakan? Belum, Index masih meringis seperti kesakitan. Terlihat pasti tidak ada yang telah terjadi.

Kamijou terlihat kebingungan dan menyentuhnya di pipinya dan bagian belakang kepalanya, tapi tidak ada yang terjadi. Tidak ada yang berubah. Tidak ada yang berubah, tapi dia ingat sesuatu.

Kamijou telah menyentuh Index beberapa kali.

Contohnya, dia telah menyentuh seluruh tubuhnya ketika membawanya dari gedung asrama setelah memukul Stiyl. Ketika Index mengatakan siapa dirinya dari dalam futon, Kamijou telah menyentilnya di dahinya. Tapi tentu saja tidak ada yang terjadi saat itu.

Kamijou terlihat kebingungan. Dia pikir dia tidak salah. Dan juga, dia meragukan adanya kekuatan supernatural yang tangan kanannya tidak bisa tiadakan. Kalau begitu...

Kalau begitu, adakah bagian tubuh Index yang belum dia sentuh?

“...........................................................Ah.”

Pikirannya segera melompat ke tempat yang sangat tidak sopan, tapi dia memaksanya kembali ke jalurnya.

Tapi, dia tidak bisa memikirkan tempat lain selain itu. Kalau memang sihir yang memengaruhi Index dan tidak ada sihir yang tangan kanan Kamijou tidak bisa tiadakan, maka dia hanya bisa berpikir kalau tangan kanannya belum menyentuhnya.

Tapi di mana?

Kamijou melihat ke bawah ke wajah demam Index. Karena sihir itu punya kaitan dengan ingatan, apakah sihir itu terletak di kepalanya atau di dekat kepalanya? Kalau ada lingkaran sihir yang diukir ke bagian dalam tengkoraknya, bahkan seorang Kamijou harus menyerah. Kalau ada di dalam tubuhnya, dia tidak bisa menyentuhnya dengan jarinya yang penuh kuman, tapi...

“......Oh.”

Kamijou melihat wajah Index sekali lagi.

Alis matanya bergerak kesakitan, matanya tertutup rapat, dan hidungnya dipenuhi keringat seperti lumpur. Tidak memedulikan semua itu, Kamijou menurunkan pandangannya ke bibir manisnya yang mengambil napas pendek.

Kamijou menyelipkan jempol dan telunjuknya antara bibirnya dan membuka mulutnya.

Bagian belakang tenggorokannya.

Karena perlindungan tengkorak, tempat itu lebih dekat ke otaknya dibandingkan bagian belakang kepalanya. Dan juga, orang-orang hampir tidak akan pernah melihatnya dan tidak ada yang mungkin menyentuhnya. Di bagian belakang tenggorokan warna merah pekatnya terdapat sebuah tanda menyeramkan seperti dari ramalan bintang di TV. Tanda itu diukir dengan warna hitam pekat.

“...”

Kamijou memicingkan matanya sekali lagi, mengumpulkan tekadnya, dan memasukkan tangannya ke dalam mulut gadis itu.

Mulutnya menggeliat seperti sebuah makhluk lain ketika jari-jarinya masuk. Air liur yang anehnya hangat membalut jari-jarinya. Perasaan tidak nyaman karena lidahnya membuat Kamijou ragu sejenak, tapi dia lalu menekan masuk jarinya seluruhnya untuk menusuk bagian belakang tenggorokan Index.

Terlihat oleh Kamijou kalau Index bergetar hebat karena desakan untuk muntah.

Kamijou merasakan sedikit sengatan di jari telunjuk tangan kanannya seperti dari listrik statis.

Tepat di saat yang sama, tangan kanannya dihempaskan dengan penuh tenaga ke belakang

“Gah...!?”

Sejumlah besar tetesan darah menetes ke futon dan lantai tatami.

Itu terasa seperti pergelangan kanannya telah ditembak dengan sebuah shotgun, jadi Kamijou secara insting melihat ke bawah ke arah tangan kanannya. Luka yang disebabkan Kanzaki membuka kembali dan darah segar menetes ke atas lantai tatami.

Ketika dia mengangkat tangannya ke depan wajahnya, dia menyadari sesuatu di baliknya.

Index berbaring lemas di futon, matanya tanpa suara terbuka dan bersinar warna merah.

Itu bukanlah warna bola matanya.

Lingkaran sihir berwarna merah darah yang mengambang di dalam matanya bersinar.

(Ini buruk...!!)

Rasa ngeri secara insting menjalar di tulang belakang Kamijou. Dia bahkan tidak punya waktu untuk mengangkat tangan kanannya yang hancur.

Mata Index bersinar merah menakutkan dan sesuatu meledak.

Dengan benturan keras, tubuh Kamijou menghantam lemari buku itu. Papan kayu yang membentuk rak buku itu hancur dan semua buku di atasnya jatuh berserakan ke lantai. Rasa sakit yang intens menjalar ke seluruh tubuh Kamijou seakan-akan seluruh sendinya juga hancur berkeping-keping bersamaan dengan lemari buku itu.

Gemetaran, Kamijou sekadar berhasil berdiri kembali walaupun kakinya seikit lagi akan roboh di bawahnya. Rasa besi dari darah tercampur dengan air liur di mulutnya.

“Peringatan: Bab 3, Ayat 2. Seluruh barrier untuk kalung dari Index Librorum Prohibitorum dari yang pertama sampai yang ketiga telah ditembus. Memersiapkan untuk regenerasi...gagal. Kalungnya tidak bisa meregenerasi diri sendiri. Mengganti prioritas menjadi melenyapkan penyusup untuk melindungi 103.000 grimoir yang terarsip.”

Kamijou melihat apa yang terjadi di depannya.

Index perlahan berdiri dengan cara yang tidak mengenakkan yang membuatnya terlihat seperti tidak punya tulang ataupun sendi dan hanya sebuah karung yang terisi agar-agar. Lingkaran sihir warna merah pekat di matanya menusuk Kamijou.

Walaupun secara teknis itu memang adalah mata, Kamijou sulit menganggapnya sebagai mata.

Matanya tidak memiliki cahaya manusia dan kehangatan feminim.

Index v01 263.jpg

Kamijou pernah melihat mata itu sebelumnya. Ketika punggung gadis itu ditebas oleh Kanzaki dan pingsan di depan asrama siswa, dia berbicara tentang rune seperti mesin. Mata ini sama seperti mata yang dimilikinya waktu itu.

-Aku tidak punya kekuatan sihir, jadi aku tidak bisa menggunakannya

“...Setelah dipikir-pikir, ada satu hal yang lupa kutanyakan padamu,” gumam Kamijou di sela napasnya sambil mengepalkan tinju kanannya yang babak belur. “Kalau kau bukan seorang esper, kenapa kau tidak punya kekuatan sihir?

Jawaban dari pertanyaan itu kemungkinan besar adalah apa yang ada di depannya. Gereja telah mempersiapkan pengamanan berlapis-lapis. Kalau seseorang mengetahui rahasia dari ingatan sempurnanya dan mencoba melepaskan kalungnya, Index akan secara otomatis menggunakan 103.000 grimoir miliknya untuk menggunakan sihir kuat yang ada di dalamnya untuk menjaga orang yang mengetahuinya agar secara literal tidak mengatakan apa-apa lagi. Seluruh kekuatan sihir milik Index dipakai untuk menjalankan sistem pertahanan otomatis itu.

“Menggunakan 103.000 grimoir yang terarsip untuk memastikan mantra sihir yang digunakan untuk merusakkan barrier...gagal. Sihir yang dispesifikasikan tidak dapat ditentukan. Membuat senjata lokal anti-penyusup untuk mengekspos komposisi sihirnya.” Index memiringkan kepalanya seperti sebuah mayat yang dikontrol dengan benang. “Sihir yang diperkirakan paling efektif untuk penyusup spesifik ini telah dibuat. Melanjutkan pada mengaktifkan sihir khusus yang dikenal sebagai St. George’s Sanctuary untuk menghancurkan penyusup ini.”

Dengan suara menggelegar, dua lingkaran sihir di mata Index membesar seketika. Dua lingkaran sihir berdiameter lebih dari 2 meter sekarang terletak di depan wajah Index. Masing-masing terpasang tetap di tempatnya dengan pusatnya di atas tiap matanya, jadi kedua lingkaran sihir itu akan bergerak di udara ketika dia menggerakkan kepalanya sedikit.

“...”

Index menyanyikan sesuatu yang berada di luar pemahaman manusia.

Untuk sesaat, kedua lingkaran sihir yang berpusat di matanya bersinar sebelum meledak. Lebih spesifik lagi, sepertinya sebuah ledakan listrik tegangan tinggi terjadi di sebuah titik di antara mata Index, dan petir menyambar ke segala arah.

Tapi, bukannya listrik warna putih kebiruan, petir itu terlihat hitam pekat.

Ini adalah deskripsi yang sangat tidak ilmiah, tapi sepertinya ruang[31] sendiri telah retak terbuka. Berpusat di titik tempat kedua lingkaran sihir itu berpotongan, retakan warna hitam pekat di ruang itu sendiri menyebar ke segala penjuru dan ke tiap ujung ruangan.

Seperti sebuah jendela yang tertembak peluru. Hampir kelihatan seperti satu tipe barrier yang mencegah siapa pun mendekati Index.

Sesuatu yang kelihatan berdetak menggembung dari dalam retakan itu.

Bau seperti hewan buas mengalir dari bukaan kecil yang tercipta dari retakan hitam pekat itu.

“Ah.”

Kamijou mengetahuinya seketika.

Ini tidak didasarkan pada teori atau logika. Juga tidak didasarkan pada pemikiran atau perasaan. Sesutu seperti instingnya yang paling dasar meneriakkan itu padanya. Dia tidak tahu benda apa yang sebenarnya ada di dalam retakan itu. Tapi, dia tahu kalau melihatnya – melihatnya secara langsung – akan cukup untuk menghancurkan makhluk yang bernama Kamijou Touma.

“Ah.”

Kamijou gemetar.

Retakan itu terus menyebar dan menyebar dan menyebar dan menyebar. Walaupun dia tahu apa pun yang ada di dalamnya sedang mendekat, dia tidak bisa bergerak. Dia gemetar, lebih gemetar lagi, dan dia gemetar segemetar-gemetarnya. Bagaimanapun juga...

Dia hanya perlu mengalahkan apa pun benda itu.

Dia dan dia sendirilah yang memiliki tangan yang bisa menyelamatkan Index.

“Ah ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha!!”

Dan itulah kenapa dia gemetar bahagia.

Apakah dia takut? Tentu saja tidak. Dia telah menunggu saat ini sejak lama.

Walau dia mengatakan kalau itu bisa meniadakan bahkan sistem-sistem ciptaan Tuhan, tangan kanannya begitu tidak berguna, tidak membuatnya bisa mengalahkan seorang berandalan, tidak menaikkan nilainya dalam ulangan, dan tidak membuatnya populer dengan para gadis.

Ketika punggung seorang gadis ditebas karena dirinya, ketika dia terpaksa meninggalkan apartemen agar tidak menghalangi sihir pemulihan, dan ketika gadis samurai pemakai kawat telah menghajarnya sampai seinci dari kematian, dia telah mengutuk ketidakmampuannya sendiri sambil terus berharap kalau dia bisa menyelamatkan gadis itu!

Bukan karena dia ingin menjadi pahlawan di cerita ini.

Hanya karena dia memiliki kekuatan di tangan kanannya untuk meniadakan dan mengoyakkan cerita yang terlalu kejam ini berkeping-keping!

Dia hanya empat meter jauhnya.

Kalau dia menyentuh gadis itu sekali lagi saja, dia bisa mengakhiri semuanya!

Itulah kenapa Kamijou berlari ke arah retakan itu dan ke arah Index yang berdiri di baliknya.

Dia mengepalkan tinju kanannya.

Dia mengepalkannya agar dia bisa meniadakan akhir yang tanpa akhir dan sangat-sangat membosankan dari cerita kejam itu.

Di saat yang sama, retakan itu menyebar seketika dan “terbuka”.

Kelihatan sama sakitnya seperti selaput dara seorang perawan yang dikoyakkan dengan paksa. Retakan raksasa itu terbuka cukup lebar untuk mencapai ujung-ujung ruangan itu dan “benda” di dalamnya mengintip keluar.

Sebuah pilar cahaya ditembakkan keluar dari dalam retakan ,tu.

Itu terlihat seperti sinar laser selebar satu meter. Cahayanya begitu putih bersih seakan telah dilelehkan oleh matahari. Tepat saat ditembakkan ke arahnya, Kamijou menjulurkan tangan kanannya yang babak belur ke depan wajahnya.

Suara tabrakannya seperti sepotong daging yang ditekan ke atas lembaran metal panas.

Tapi, tidak ada rasa sakit. Dan tidak ada panas. Seakan-akan itu adalah sebuah pilar air yang keluar dari selang air yang ditolak oleh dinding transparan, pilar cahaya itu menyebar ke segala arah ketika mengenai tangan kanan Kamijou.

Walau begitu, pilar cahaya itu sendiri tidak sepenuhnya ditiadakan.

Sama seperti Innocentius milik Stiyl, sepertinya tidak ada akhirnya tidak peduli sebanyak apa pun dia meniadakannya. Kakinya yang tertanam di lantai tatami perlahan terdorong ke belakang dan tangan kanannya terasa seperti akan terhempas oleh tekanan hebat itu.

(Bukan...Itu tidak...sama dengan ini...!!)

Kamijou menggenggam pergelangan kanannya dengan tangan kirinya yang bebas. Dia merasakan sakit yang menusuk di telapak tangan kanannya. Sihirnya mulai memakannya. Tangan kanannya tidak bisa meniadakannya cukup cepat, jadi pilar cahaya itu mendekat milimeter demi milimeter.

(Ini bukan cuma kumpulan yang besar! Setiap bagian sinarnya itu berbeda!!)

Mungkin saja Index sedang menggunakan 103.000 grimoir-nya untuk menggunakan 103.000 tipe sihir yang berbeda di saat yang sama. Setiap grimoir memiliki cara untuk membunuh secara instan dan dia menggunakan seluruhnya sekaligus.

Tiba-tiba, Kamijou mendengar suara dari sisi lain apartemen.

(Apa mereka baru sekarang menyadari kalau ada sesuatu yang terjadi?)

Pintu itu mengayun terbuka dan kedua penyihir menerobos masuk.

“Sialan, apa yang sedang kau lakukan!? Kau masih berusaha un-...!?”

Stiyl mulai berteriak, tapi napasnya tercekat di tenggorokannya seperti punggungnya telah dipukul. Pemandangan berupa pilar cahaya dan Index yang telah menembakkannya membuatnya terlihat seperti jantungnya telah terhenti.

Kanzaki, yang kelihatan sangat kuat dan superior sebelumnya, terlihat sangat tercengang oleh pemandangan di depan matanya.

“D-Dragon Breath[32]? Tidak mungkin. Dan bagaimana dia bisa menggunakan sihir!?”

Kamijou tidak berbalik.

Walaupun memang benar kalau dia tidak berada dalam situasi di mana dia bisa berbalik, hal ini lebih karena dia tidak ingin melepaskan pandangannya dari Index.

“Hei, apa kalian tahu apa pilar cahaya ini!?” Dan begitulah teriaknya pada mereka tanpa berbalik. “Apa namanya? Apa ini!? Apa kelemahannya!? Apa yang harus kulakukan? Jelaskan tiap-tiap langkahnya dari awal sampai selesai!!”

“...Tapi...tapi...apa yang...?”

“Oh Tuhan, kalian membuatku jengkel! Sudah jelas, ‘kan!? Kalau Index menggunakan sihir, artinya gereja telah berbohong ketika mereka memberi tahu kalian kalau Index tidak bisa menggunakan sihir!” teriak Kamijou sambil menghancurkan pilar cahaya itu. “Oh, dan semuanya tentang Index harus dihapus ingatannya setiap tahun? Itu adalah kebohongan lain! Gerejalah yang membatasinya, jadi kalau aku meniadakan benda ini, kalian tidak akan perlu menghapus ingatannya lagi!!”

Kaki Kamijou perlahan tapi pasti terseret ke belakang.

Kekuatan di balik pilar cahaya itu mengganda seperti mimpi buruk seperti untuk mengoyakkan jari kakinya yang tertanam ke lantai tatami.

“Tenanglah! Tenanglah dan pikirkan ini dengan rasional! Apa kau benar-benar pikir orang-orang yang menciptakan sistem kejam tentang grimoir Index akan dengan baik hati memberi tahu bawahan mereka seluruh kebenaran tentang situasinya!? Lihat kenyataan di depan mata kalian! Tanya Index kalau kalian mau!!”

Kedua penyihir itu memandang kosong ke arah Index yang berdiri di balik retakan itu.

“St. George’s Sanctuary tidak menunjukkan adanya efek kepada penyusup. Mengganti ke mantra lain dan meneruskan penghancuran penyusup untuk melindungi kalung.”

Itu jelas bukan Index yang kedua penyihir itu kenal.

Itu jelas adalah seorang Index yang gereja tidak beri tahu pada mereka.

“...”

Untuk sesaat – benar-benar hanya sesaat – Stiyl menggertakkan giginya sekuatnya sampai giginya bisa patah.

“...Fortis931.”

Puluhan ribu kartu terbang dari dalam pakaian hitam pekatnya.

Kartu-kartu yang terukir dengan rune api bergerak spiral seperti angin topan dan dalam waktu singkat telah menutupi dinding, langit-langit, dan lantai tanpa celah. Sama seperti Hoichi si Tanpa Telinga.

Tapi, dia tidak melakukan itu untuk menyelamatkan Kamijou.

Demi menyelamatkan gadis bernama Index, Stiyl menekan tangannya ke punggung Kamijou.

“Aku tidak butuh kemungkinan yang tidak pasti. Selama aku bisa menghapus ingatannya, aku bisa menyelamatkannya untuk saat ini. Aku akan membunuh siapa pun untuk mencapai hal itu. Aku akan menghancurkan apa pun! Itulah yang kuputuskan sejak dulu.”

Kaki Kamijou yang terus tergeser ke belakang tiba-tiba terhenti.

Tenaga yang kuatnya tak bisa dipercaya menyebabkan lantai tatami yang dicengkeram jari-jarinya berderit keras.

Untuk saat ini?” Kamijou tidak berbalik. “Persetan dengan itu. Aku tidak peduli tentang itu! Aku tidak butuh alasan atau logika! Jawab satu pertanyaanku, penyihir!!”

Kamijou mengambil napas sebelum melanjutkan.

“Apa kalian mau menyelamatkan Index atau tidak?”

Para penyihir itu berhenti bernapas.

“Kalian sudah lama menunggu untuk saat ini, ‘kan? Kalian sudah menunggu sebuah solusi di mana Index tidak harus kehilangan ingatannya dan kalian tidak harus memusuhinya, ‘kan!? Ini adalah happy ending yang indah yang semua orang inginkan dan di mana semua orang bahagia!”

Suara tidak mengenakkan keluar dari pergelangan tangan kanannya ketika dia terus memaksakannya melawan pilar cahaya itu.

Walaupun begitu, Kamijou tidak menyerah.

“Kalian selalu merindukan kejadian seperti ini, ‘kan!? Kalian bukan sekadar mengisi sampai pahlawannya muncul! Kalian bukan sekedar mengulur waktu sampai karakter utama bisa muncul! Tidak ada orang lain! Tidak ada hal lain! Bukankah kalian sudah berjanji untuk menyelamatkan gadis itu dengan kedua tangan kalian sendiri!?”

Sebuah retak menjalar di kuku telunjuk kanannya dan darah merah mengalir.

Walaupun begitu, Kamijou tidak menyerah.

“Kalian selalu, selalu ingin menjadi pahlawan, ‘kan!? Kalian ingin menjadi penyihir baik yang bisa kautemukan di buku-buku bergambar dan film-film yang memertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan seorang gadis, ‘kan!? Kalau begitu ini sama sekali belum berakhir!! Ini bahkan belum dimulai!! Jangan putus asa hanya karena prolognya berjalan terlalu lama!!”

Para penyihir itu terdiam.

Kamijou tidak akan menyerah. Seperti apa dia terlihat di mata para penyihir itu?

Kalau kalian mengulurkan tangan kalian, kalian bisa meraihnya! Lakukan sajalah, penyihir!”

Suara retak aneh keluar dari kelingking kanan Kamijou.

Ketika dia sadar kalau jari itu bengkok – patah – dengan sudut tidak natural, pilar cahaya itu menyerang dengan tenaga yang amat besar dan akhirnya menghempaskan tangan kanan Kamijou.

Tangannya terdorong jauh ke belakang.

Wajah Kamijou sama sekali tidak punya pertahanan dan pilar cahaya itu meluncur ke arahnya dengan kecepatan menakutkan.

“...Salvare000!!”

Tepat sebelum pilar cahaya itu menghantam wajahnya, dia mendengar Kanzaki meneriakkan itu.

Bukan bahasa Jepang. Dia tidak pernah mendengar kata itu sebelumnya. Tapi, dia pernah mendengar kata yang mirip...bukan, nama yang mirip satu kali sebelumnya. Saat konfrontasinya dengan Stiyl di asrama. Dia telah mengatakan itu adalah nama yang harus dia berikan ketika menggunakan sihir. Nama sihirnya.

Pedang Jepang Kanzaki yang berukuran sekitar 2 meter memotong udara. Serangan Nanasen-nya yang menggunakan 7 kawat terbang ke arah Index dengan kecepatan yang terlihat seperti memotong suara.

Tapi dia tidak mengarahkannya pada Index.

Kawat itu mengoyak lantai tatami yang rapuh di kaki Index. Kehilangan pijakannya, Index terjatuh ke belakang. Lingkaran sihir yang terhubung ke matanya bergerak dan pilar cahaya yang harusnya terarah menuju Kamijou meleset dari targetnya cukup jauh.

Seakan-akan pilar itu adalah pedang raksasa yang diayunkan, pilar cahaya itu memotong dinding dan langit-langit apartemen itu. Pilar itu bahkan memotong awan hitam pekat yang mengambang di langit malam. Bahkan, mungkin saja pilar itu telah memotong sebuah satelit di luar atmosfer.

Tidak sebuah potongan kayu pun tersisa di tempat dinding dan langit-langit itu terpotong.

Sebagai gantinya, bagian yang telah hancur berubah menjadi bulu-bulu cahaya yang seputih bersih pilar cahaya itu. Bulu-bulu itu jatuh melayang-layang. Kamijou tidak tahu apa efek yang dimilikinya, tapi lusinan bulu-bulu cahaya itu jatuh melayang-layang seperti salju di musim dingin di malam musim panas itu.

“Bulu-bulu itu sama seperti Dragon Breath, serangan naga legendaris dari kisah St. George[33]! Entah kekuatan apa pun yang dimilikinya, aku sangat ragu tubuh manusia akan bereaksi bagus dengannya!”

Setelah mendengar peringatan Kanzaki dan dibebaskan dari ikatan oleh pilar cahaya, Kamijou berlari ke arah Index yang berbaring tumbang di lantai.

Tapi sebelum dia bisa melakukannya, Index menggerakkan kepalanya.

Seperti pedang raksasa yang diayunkan, pilar cahaya itu terayun kembali ke bawah, memotong langit malam.

Kamijou akan tertahan olehnya lagi!

“Innocentius!”

Ketika Kamijou memersiapkan dirinya, sebuah spiral api muncul di depannya.

Api raksasa itu mengambil bentuk seorang manusia, kemudian merentangkan tangannya untuk bertindak sebagai tameng melawan pilar cahaya itu.

Persis seperti salib yang melindungi manusia dari dosa.

“Pergilah, esper!” teriak Stiyl. “Batas waktunya sudah lewat! Kalau kau mau melakukannya, jangan buang waktumu sedetik pun!!”

Kamijou tidak merespon dengan kata-kata atau bahkan menoleh ke belakang.

Sebelum dia bisa melakukan itu, dia berlari mengelilingi api dan cahaya yang bertabrakan dan kemudian ke arah Index. Dia melakukannya karena Stiyl ingin dia melakukan itu. Dia melakukannya karena dia telah mendengar kata-kata Stiyl dan mengerti arti yang terkandung di dalamnya dan perasaan yang tersembunyi di baliknya.

Kamijou berlari.

Dia berlari!

“Peringatan: Bab 6, Ayat 13. Adanya musuh baru dikonfirmasikan. Mengubah pertimbangan pertarungan. Memulai pemindaian medan tempur...selesai. Memfokuskan pada penghancuran musuh yang paling sulit, Kamijou Touma.”

Index mengayunkan kepalanya, bersama pilar cahaya yang keluar darinya.

Tapi Innocentius bergerak untuk melindungi Kamijou di saat yang sama. Api dan cahaya terus memakan satu sama lain dalam konflik berkepanjangan dari kehancuran dan regenerasi.

Kamijou berlari lurus ke Index yang sekarang tanpa pertahanan.

Empat meter lagi.

Tiga meter lagi.

Dua meter lagi!

Satu meter lagi!!

“Awaaas!! Di atasmu!!” Kanzaki berteriak dengan suara yang sepertinya membelah semuanya.

Kamijou baru saja sampai ke titik di mana dia bisa meraih lingkaran sihir di depan wajah Index kalau dia mengulurkan tangannya. Tanpa menghentikan kakinya, dia melihat ke atas ke arah langit-langit.

Bulu-bulu cahaya.

Berlusin-lusin bulu bersinar yang tercipta ketika pilar cahaya dari Index menghancurkan dinding dan langit-langit dengan perlahan jatuh melayang-layang seperti bunga salju. Bulu-bulu itu melayang jatuh cukup jauh untuk sampai di sekitar kepala Kamijou.

Walau tidak tahu apa pun tentang sihir, Kamijou masih bisa mengetahui kalau bahkan satu dari bulu-bulu itu menyentuhnya, hal yang sangat buruk akan terjadi.

Dia juga tahu kalau dia bisa dengan mudah meniadakannya menggunakan tangan kanannyaç

Tapi...

“Peringatan: Bab 22, Ayat 1. Analisis dari mantra sihir api telah berhasil. Dikonfirmasi sebagai motif Kristen yang terubah yang dipasangkan dengan rune. Menambahkan mantra-mantra anti-Kristen...Mantra 1, Mantra 2, Mantra 3. Dua belas detik sebelum pengaktifan sempurna mantra bernama Eli Eli Lama Sabachthani.”

Warna pilar cahaya itu berubah dari putih bersih menjadi merah pekat.

Kecepatan regenerasi Innocentius dapat dilihat melambat dan pilar cahaya itu mendorong maju.

Menggunakan tangan kanannya untuk menghilangkan tiap-tiap dari lusinan bulu cahaya itu akan memakan banyak waktu. Masih ada bahaya kalau Index berhasil berdiri dan, yang paling penting, Innocentius jelas-jelas tidak bisa bertahan selama itu.

Lusinan bulu cahaya yang melayang di atas kepalanya atau seorang gadis di dekat kakinya yang sedang dikontrol dan yang seluruh perasaannya dipergunakan.

Sebuah pertanyaan sederhana tentang siapa yang akan diselamatkan dan siapa yang dibiarkan jatuh.

Jawabannya sudah jelas.

Index v01 277.jpg

Kamijou Touma mengayunkan tangan kanannya selama ini bukan demi dirinya sendiri.

Dia telah melawan para penyihir itu untuk menyelamatkan seorang gadis.

(Tuhan, kalau dunia ini, cerita ini, berjalan sesuai sistem yang Kau ciptakan...)

Kamijou membuka lima jari dari kepalan tangannya seperti akan mencuci telapaknya.

(...maka aku perlu menghancurkan ilusi itu lebih dulu!!)

Kamijou mengayunkan tangan kanannya ke bawah.

Dia mengayunkannya ke retakan warna hitam dan lingkaran sihir yang memproduksi retakan itu.

Tangan kanan Kamijou dengan mudah mengoyaknya.

Sangat mudah hingga membuatnya ingin menertawakan seberapa banyak penderitaan yang telah dihasilkannya.

Dia menembusnya semudah kertas sauk ikan mas koki[34] yang sudah basah.

“...Peringatan... Bab...Terakhir, Ayat Nol... Kalung sudah terkena kerusakan...fatal... Regenerasi...mustahil...hilang.”

Suara dari mulut Index berakhir seketika.

Pilar cahaya itu menghilang, lingkaran sihir itu menghilang, dan retak yang tadinya menjalar ke seluruh ruangan seakan telah dihapus dengan penghapus.

Saat itu, salah satu bulu cahaya jatuh ke atas kepala Kamijou Touma.

Dia pikir dia mendengar seseorang berteriak.

Dia tidak tahu apakah yang berteriak itu adalah Stiyl, Kanzaki, dirinya sendiri, atau bahkan Index yang mungkin telah bangun.

Seperti dipukul di kepalanya dengan sebuah martil, seluruh tenaga meninggalkan seluruh tubuhnya sampai ke ujung jari.

Kamijou jatuh menutupi Index yang masih terbaring di lantai.

Seakan-akan dia sedang melindungi tubuhnya dari bulu cahaya yang jatuh.

Lusinan bulu cahaya jatuh melayang-layang seperti bunga salju ke arah setiap bagian dari tubuh Kamijou.

Walaupun begitu, Kamijou Touma tetap tersenyum.

Dia tersenyum, dan tidak menggerakkan jemarinya lagi.

Malam itu, Kamijou Touma “mati”.


Epilog: Kesimpulan dari Gadis Indeks Buku Terlarang. Index-Librorum-Prohibitorum.[edit]

“Sepertinya tidak ada apa-apa,” kata dokter tambun di ruangan pemeriksaan sebuah rumah sakit universitas.

Dokter itu berputar di kursi berodanya. Dia pasti sadar kalau wajahnya mirip kodok karena ada stiker kodok pohon kecil di kartu ID di dadanya.

Index mungkin punya rasa cinta yang besar pada kemanusiaan, tapi ilmuwan adalah satu-satunya grup yang tidak dia pedulikan.

Walau penyihir memang adalah kumpulan orang aneh, dia merasa kalau ilmuwan bahkan lebih aneh lagi.

Dia bertanya-tanya kenapa dia hanya berdua bersamanya, tapi tanpa orang lain untuk menemaninya, dia tidak punya pilihan lain.

Ya, dia tidak punya siapa pun untuk menemaninya.

“Aku tidak suka berbicara begitu sopan dengan seseorang yang bukan pasienku, jadi aku akan berhenti. Ini adalah pertanyaan pertama dan terakhirku sebagai dokter: Kenapa kau datang ke sini, ke rumah sakitku?”

Bahkan Index sendiri tidak tahu jawaban dari pertanyaan itu.

Tidak seorang pun – benar-benar tidak ada seorang pun – telah memberitahunya yang sesungguhnya terjadi.

Dia tidak suka kalau penyihir yang dia pikir adalah musuhnya memberitahunya tentang penghapusan ingatan tahunan atau tentang bagaimana seorang anak laki-laki tertentu telah memertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkannya dari keadaan buruk itu.

“Tapi tiga orang tanpa ID berada di dalam Academy City itu cukup mengejutkan. Apa kau tahu kalau sebuah sinar aneh menembak jatuh salah satu dari satelit pengawas kami yang menyebabkan Judgment menjadi sedikit sibuk?”

(Itu sama sekali bukan pertanyaanmu yang pertama dan terakhir.)

Index adalah satu dari tiga orang tanpa ID itu. Dua yang lain kemungkinan besar adalah para penyihir itu. Walaupun telah mengejarnya ke sana-ke mari, mereka telah membawanya ke rumah sakit dan kemudian menghilang tanpa jejak.

“Ngomong-ngomong, surat yang kau pegang itu dari mereka, kan?”

Dokter wajah kodok sedang memerhatikan amplop di tangan Index yang kelihatannya mungkin bahkan bisa berisi sebuah surat cinta.

Dengan wajah marah, Index mengoyak amplop itu dan mengeluarkan suratnya.

“Oh? Kupikir itu ditujukan pada bocah itu, bukan padamu.”

“Tidak masalah,” jawab Index kesal.

Karena surat itu dikirimkan oleh “Stiyl Magnus” dan dimulai dengan “Kepada Kamijou Touma”, itu memang terlalu mencurigakan. Rasa dendam yang mematikan bisa dirasakan dari stiker berbentuk hati di amplopnya.

Bagaimanapun juga, surat itu berisi...

Semua salam standar akan membuang waktu saja, jadi aku melewatkannya.

Kau sudah melakukannya, dasar brengsek...dan aku ingin terus melanjutkan seperti itu, tapi kalau aku menuliskan semua perasaan pribadiku padamu di sini, aku akan berakhir menggunakan semua pohon di dunia dan masih belum cukup kertas untuk surat ini. Karena itu, akan kuakhiri di sini, brengsek.

Hal itu berlanjut seperti itu sepanjang 8 lembar kertas. Index dengan diam dan hati-hati membaca seluruhnya, meremas setiap lembar yang dia selesai baca dan melemparnya ke belakang. Wajah kodok dokter itu makin terlihat kesal dengan setiap bola kertas baru yang mengotori lantai tempat kerjanya, tapi dia tidak bisa mengatakan apa pun pada Index yang mengeluarkan rasa mengintimidasi aneh dari seorang anak yang diganggu sampai hampir menangis.

Dan di halaman ke-9 dan yang terakhir, yang berikut ini tertulis:

Kali ini, aku akan melakukan yang paling minimum dari yang etika tuntut padaku karna bantuanmu dan menjelaskan tentang gadis itu dan keadaannya. Aku tidak bisa membiarkan salah satu dari kita berhutang pada yang lain. Ketika berikutnya kita berjumpa, kita pasti adalah musuh.

Kami tidak percaya pada kalian, para ilmuwan, jadi kami memeriksanya dengan cara kami sebelum para dokter memeriksanya, dan dia kelihatan baik-baik saja. Para petinggi di Gereja Anglikan sepertinya ingin mengambilnya kembali secepat mungkin karena sekarang kalungnya sudah dilepas, tapi aku pikir pendekatan yang lebih bersifat tunggu-dan-lihat akan lebih baik. Walaupun aku pribadi tidak tahan melihatnya bersamamu bahkan sesaat lebih lama.

Tapi dia menggunakan sihir yang didasarkan pada 103.000 grimoir ketika berada dalam mode Pena John yang gereja persiapkan. Sekarang ketika Pena John sudah dihancurkan, ada kemungkinan dia bisa menggunakan sihir dengan keinginannya sendiri. Kalau hancurnya Pena John menyebabkan kekuatan sihirnya kembali, kami harus mengatur kembali kekuatan kami.

Walau begitu, aku tidak yakin bagaimana kekuatan sihirnya bisa benar-benar kembali. Hampir tidak ada gunanya memeringatkanmu ini, tapi seorang Dewa Sihir yang bisa menggunakan dengan bebas 103.000 grimoir itu sebegitu berbahayanya.

(Ngomong-ngomong, ini bukan berarti kami telah menyerah dan menyerahkannya padamu. Setelah kami mengumpulkan informasi dan peralatan yang diperlukan, kami berniat kembali untuk membawa gadis itu lagi. Aku tidak suka melawan orang yang lengah, jadi pastikan kau memersiapkan dirimu untuk kedatangan kami.)

NB: Surat ini dibuat untuk menghancurkan diri setelah dibaca. Bahkan kalau kau telah menyadari kebenarannya, kau perlu dihukum karena membuat taruhan itu tanpa berkonsultasi dengan kami. Kuharap ini meledakkan satu dua jari dari tangan kananmu yang berharga itu.

Setelah semua itu, satu dari rune Stiyl diukir di atas kertas.

Segera setelah Index dengan takut melemparkan surat itu, suratnya meledak menjadi potongan-potongan kecil dengan suara kertas terbakar.

“Kau sepertinya punya teman yang agak ekstrim. Apa mereka merendam surat itu dalam peledak cair?”

Fakta bahwa meledaknya surat itu tidak membuat dokter itu terkejut membuat Index berpikir setengah-serius kalau dokter itu sendiri juga sedikit gila.

Tapi perasaan Index sepertinya juga menumpul karena tidak ada pikiran lain yang memasuki kepalanya.

Karena itu, dia memutuskan untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya di rumah sakit ini sejak awal.

“Kalau kau ingin tahu tentang bocah itu, yang tercepat adalah menemuinya secara langsung... Atau begitulah yang ingin kukatakan.” Dokter wajah kodok itu benar-benar kelihatan menikmati. “Tidak sopan kalau kau terkena syok sebelum bocah itu sendiri, jadi bagaimana kalau kuberikan sebuah pelajaran singkat sebelumnya?”


Dia mengetuk pintu itu dua kali.

Hanya itu yang dia lakukan, tapi Index masih merasa seperti jantungnya akan meledak. Selagi menunggu jawaban, dia terus-terusan menghapus keringat dari telapak tangannya ke bagian rok dari jubahnya dan membuat Tanda Salib.

“Ya?” balas anak laki-laki itu.

Index mengulurkan tangannya ke pintu tapi kemudian ragu karena dia belum benar-benar menyuruhnya masuk dan gadis itu bertanya-tanya apakah dia harus bertanya sebelum masuk. Tapi dia takut kalau Kamijou mengatakan sesuatu seperti “Ya Tuhan, kau keras kepala sekali. Masuk sajalah.” Dia sangat, sangat takut.

Dia membuka pintunya dengan tersendat-sendat seolah-olah dia adalah sebuah robot. Bukannya kamar rumah sakit dengan 6 pasien di dalamnya, itu adalah sebuah kamar pribadi. Dinding, lantai, dan langit-langitnya berwarna putih bersih yang membuat sense jaraknya meleset, membuat kamar itu terlihat besar.

Anak laki-laki itu duduk di atas ranjang putih bersih.

Jendela di sebelah ranjang terbuka dan gorden putih bersih sedikit berkibar.

Dia hidup.

Kenyataan itu saja hampir membuat Index menangis. Dia tidak yakin apakah dia harus melompat ke pelukannya saat itu juga atau menggigit kepalanya lebih dulu karena telah bertindak sembrono.

“Um...” kata anak laki-laki itu dengan pandangan bertanya di wajahnya dan perban yang melilit kepalanya seperti sebuah ikat kepala.

Apa mungkin kau masuk ke kamar yang salah?

Kata-kata anak laki-laki itu adalah perkataan sopan dan ragu-ragu dari seseorang yang menggali informasi.

Suara seseorang yang baru saja menerima telepon dari orang yang benar-benar tak dikenal.

- Ini bukan amnesia dan lebih seperti sebuah kasus hancurnya ingatan seutuhnya.

Kata-kata yang dokter itu katakan pada Index di ruangan pemeriksaan pada musim panas yang membeku itu mengambang ke belakang pikirannya.

-Dia tidak hanya “melupakan” ingatannya. Sel-sel otaknya hancur secara fisik. Aku tidak yakin dia bisa mengingat hal itu lagi. Benar-benar, apa seseorang membuka tengkoraknya dan menempelkan stun gun ke dalamnya?

“...”

Napas Index terhenti. Dia hanya bisa menurunkan pandangannya.

Kerusakan serius telah terjadi pada otak anak laki-laki itu sebagai reaksi dari penggunaan berlebihan secara paksa dari kekuatan espernya dan dari kerusakan dari sinar yang Index sendiri tembakkan. (Atau begitulah yang dia dengar. Dia sendiri tidak mengingatnya.) Karena itu adalah kerusakan fisik – maksudnya, hanya sebuah luka – menyembuhkannya mungkin bisa dilakukan dengan sihir pemulihan seperti pada punggung Index yang tertebas. Tapi anak laki-laki transparan[35]itu punya tangan kanan yang disebut Imagine Breaker. Itu akan meniadakan semua sihir baik jahat maupun untuk kebaikan.

Dengan kata lain, bahkan kalau dia mencoba menyembuhkan anak laki-laki itu, sihir pemulihannya akan ditiadakan.

Semuanya menuju pada pikiran dan hati anak laki-laki itu yang mati dan bukannya tubuhnya.

“Umm?”

Suara anak laki-laki itu terdengar tidak yakin...bukan, khawatir.

Entah kenapa, Index tidak bisa membiarkan anak laki-laki transparan itu berbicara seperti itu.

Anak laki-laki itu telah dilukai demi dirinya. Tidak adil bagi anak laki-laki itu untuk kemudian khawatir tentangnya.

Index menahan entah apa pun yang sedang berkumpul di hatinya dan kemudian mengambil napas panjang.

Dia mencoba untuk tersenyum dan berpikir kalau dia mungkin telah berhasil.

Anak laki-laki itu benar-benar transparan seutuhnya, jadi jelas kalau dia tidak mengingat Index sama sekali.

“Um, kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat sedih.”

Anak laki-laki transparan itu menghancurkan senyuman sempurnanya berkeping-keping. Index mengingat kembali kalau anak laki-laki itu sepertinya selalu bisa melihat emosi sebenarnya yang tersembunyi di balik senyumannya.

“Aku benar-benar baik-baik saja.” Index berusaha menjaga pernapasannya agar tetap tenang. “Tentu saja aku baik-baik saja.”

Anak laki-laki transparan itu memerhatikan wajah Index sejenak.

“...Um. Apa mungkin kita saling mengenal?”

Pertanyaan itu adalah pertanyaan paling sulit untuk Index tanggung bebannya.

Itu membuktikan kalau anak laki-laki transparan itu tidak tahu apa-apa tentangnya.

Tidak ada. Benar-benar tidak sedikit pun.

“Iya...” jawab Index yang berdiri di tengah kamar rumah sakit itu. Bahasa tubuhnya mirip dengan siswa SD di manga yang dihukum berdiri di lorong karena melupakan PR-nya.

“Touma, kau tidak ingat? Kita bertemu di balkon asramamu.”

“...Aku tinggal di asrama?”

“...Touma, kau tidak ingat? Kau menghancurkan Gereja Berjalan-ku dengan tangan kananmu.”

“Apa itu Gereja Berjalan? ...Semacam agama jogging baru?”

“......Touma, kau tidak ingat? Kau melawan penyihir demi aku.”

“Apa Touma itu nama seseorang?”

Index merasa seperti dia tidak bisa meneruskan bicara lebih lama lagi.

“Touma, kau tidak ingat?”

Walau begitu, dia harus menanyakan satu hal terakhir.

“Temanmu, Index...mencintaimu.”

“Maaf,” kata anak laki-laki transparan itu. “Dan apa itu Index? Tidak kedengaran seperti nama orang. Apa aku punya kucing atau anjing?”

“Weh...”

Index merasakan desakan untuk menangis naik hingga dadanya.

Tapi dia menghancurkan desakan itu dan menahannya.

Dia menahannya dan tersenyum. Sama sekali bukan senyuman sempurna, tapi paling tidak dia berhasil memasang senyuman yang remuk.

“Cuma bercanda! Kau benar-benar tertipu! Ah ha ha ha!!”

“Hweh...?”

Index membeku di tempat.

Ekspresi tidak yakin meninggalkan wajah anak laki-laki transparan itu. Sepenuhnya diganti dengan senyuman bengis dan sangat jahat dengan taring yang dipamerkan.

“Kenapa kau jadi begitu emosional karena dipanggil sebagai kucing atau anjing, dasar maso? Apa, kau tertarik dengan ikat leher atau semacamnya? Ayolah, aku tidak berniat mengakhiri cerita ini dengan aku menyingkapkan ketertarikan rahasiaku pada penculikan dan pengurungan gadis-gadis kecil.”

Pada satu titik, warna telah mengisi anak laki-laki transparan itu.

Index tidak mengerti kenapa. Dia pikir dia cuma berkhayal, jadi dia menggosok-gosok matanya. Dia pikir dia salah mendengar, jadi dia membersihkan telinganya. Terasa seperti jubahnya yang ukurannya benar-benar pas entah bagaimana menjadi kebesaran sampai satu bagian pundaknya hampir merosot.

“Hah? Eh? Touma? Hah? Aku diberi tahu kalau sel otakmu sudah hancur hingga kau lupa semuanya...”

“...Ayolah. Jangan membuatnya kedengaran seperti lebih baik kalau aku lupa.” Kamijou menghela napas. “Kau ini benar-benar lamban. Memang benar kalau aku memilih untuk terkena bulu-bulu cahaya itu saat terakhir itu. Aku bukan penyihir, jadi aku tidak tahu efek apa yang bulu-bulu itu punya, tapi menurut dokter, sel otakku rusak. Karena itu, aku seharusnya terkena amnesia, ‘kan?”

“Kau seharusnya?

Yup. Pada akhirnya, kerusakan itu dihasilkan oleh kekuatan sihir, kan?”

“Ah,” kata Index menyadari sesuatu.

“Itu benar, itu dia, dan kau tepat. Apa tiga kali cukup? Kalau begitu semuanya sederhana. Aku cuma perlu menyentuh kepalaku sendiri dengan kananku dan menggunakan Imagine Breaker pada diriku sendiri.”

“Ahh...” Index terduduk lemah di lantai.

“Pada dasarnya, aku hanya perlu meniadakan kerusakan karena sihir sebelum mencapai otakku dan membuat kerusakan permanen di sana. Kalau itu lebih seperti fenomena fisik seperti api Stiyl, hal ini tidak akan bekerja, tapi bulu-bulu cahaya itu tidak lebih dari kekuatan supernatural aneh, jadi tidak ada masalah.”

Sama seperti bagaimana sebuah bom tidak akan meledak walaupun sumbunya sudah dinyalakan selama sumbu itu dipotong sebelum sampai ke bomnya.

Sebelum kerusakan yang menjalar di tubuh Kamijou mencapai otaknya, dia telah meniadakan kerusakan itu sendiri.

Kedengarannya menggelikan.

Kedengarannya sangat menggelikan, tapi Imagine Breaker milik anak laki-laki itu bisa meniadakan bahkan peraturan yang diciptakan Tuhan.

Masih terduduk di lantai dalam kebingungan dengan kedua kakinya tertekuk ke belakang di kedua sisinya, Index melihat ke atas ke wajah Kamijou. Sekarang dia yakin, bagian pundak dari jubah biarawatinya memang telah merosot. Ekspresinya kelihatan sama bodohnya.

“Ha ha ha. Kau seharusnya melihat wajahmu tadi. Dengan bagaimana kau selalu membuat orang lain melakukan sesuatu secara sukarela untukmu, kuharap insiden ini mengajarkanmu sesuatu.”

“...”

Index tidak dapat merespon.

“...Hah? ...Um.”

Kamijou menjadi sedikit tidak percaya diri dan nada suaranya jatuh.

Index perlahan menurunkan kepalanya dan poni panjang warna peraknya menutupi ekspresinya.

Dia duduk di lantai, bahunya sedikit bergetar. Sepertinya dia sedang menggertakkan giginya.

Dengan nada tidak nyaman, Kamijou kembali menggali informasi.

“Um, ada satu hal yang ingin kutanyakan. Bolehkah aku menanyakannya, tuan putri?”

“Apa?” balas Index.

“Um... Apa mungkin kau sedang marah?”


Suara alarm memanggil suster berdering.

Teriakan seorang anak laki-laki yang digigit bagian atas kepalanya bergema ke seluruh rumah sakit.


Kelihatan sangat pas untuk efek suara orang marah, Index meninggalkan kamar rumah sakit itu.

“Oh?” kata sebuah suara di dekat pintu. Si dokter wajah kodok masuk tepat ketika Index sedang keluar dan hampir bertabrakan dengannya. “Aku datang karena alarm suster berbunyi, tapi... Oh, ini buruk.”

Bagian atas tubuh anak laki-laki itu merosot dari ranjang dan dia menangis sambil memegang bagian atas kepalanya dengan kedua tangannya.

“Aku akan mati. Aku benar-benar akan mati,” gumamnya pada dirinya sendiri dengan realisme yang begitu tinggi hingga membuat takut.

Dokter itu melirik kembali ke arah pintu yang terbuka ke lorong sebelum berbalik ke arah Kamijou.

“Apa tidak apa-apa melakukan itu?”

“Melakukan apa?” balas anak laki-laki itu.

“Kau tidak ingat apa pun, ‘kan?”

Anak laki-laki transparan itu terdiam.

Realitas yang Tuhan telah ciptakan tidak sebaik dan sehangat apa yang dia beri tahu pada gadis itu.

Sebagai hasil dari sihir yang memengaruhi mereka, si anak laki-laki dan si gadis pingsan di apartemen dan kedua orang yang menyebut dirinya penyihir telah membawa mereka ke rumah sakit. Mereka yang katanya penyihir itu memberitahu dokter apa yang telah terjadi dan para dokter tentu saja tidak memercayai mereka. Para dokter memberitahukan semua itu pada si anak laki-laki hanya karena mereka merasa kalau dia punya hak untuk mengetahuinya.

Baginya, kejadian itu seperti membaca diari milik orang lain.

Tidak ada artinya baginya apa yang diari orang lain katakan tentang seorang gadis yang tidak bisa dia bayangkan di kepalanya atau mengenalnya kalau dia melihatnya.

Apa yang telah dia katakan pada gadis itu tidak lebih dari sesuatu yang dia buat-buat berdasarkan apa yang tertulis di diari orang lain itu.

Bahkan walau dikatakan kalau tangan kanan yang dibalut perban itu memiliki kekuatan yang bisa menghancurkan bahkan peraturan yang diciptakan Tuhan...

Dia tidak benar-benar memercayainya.

“Tapi apakah aku seharusnya melakukan itu?” kata anak laki-laki transparan itu.

Walaupun itu adalah diari milik orang lain, membacanya sangat menyenangkan...dan begitu menyayat hati.

Ingatannya yang hilang tidak akan kembali, tapi entah bagaimana dia bisa memikirkan itu sebagai hal yang sangat menyedihkan.

“Entah kenapa, aku tidak mau membuat gadis itu menangis. Seperti itulah perasaanku. Aku tidak tahu perasaan apa itu dan aku mungkin tak akan pernah mengingatnya, tapi begitulah yang kurasakan.” Si anak laki-laki transparan memasang senyuman yang benar-benar tanpa warna. “Dokter, kenapa kau percaya cerita itu? Maksudku, menjadi dokter itu adalah yang paling jauh dari hal-hal seperti penyihir dan sihir.”

“Tidak juga.” Ekspresi bangga muncul di wajah mirip kodok dokter itu. “Rumah sakit dan hal gaib punya hubungan yang secara mengejutkan sangat dekat. ...Dan aku tidak sedang berbicara tentang hantu yang bergentayangan di rumah sakit. Tergantung agamanya, beberapa orang menolak untuk menerima transfusi darah, menolak operasi, dan akan menuntutmu walaupun kau telah menyelamatkan nyawanya. Bagi seorang dokter, yang terbaik adalah cukup mendengarkan apa yang pasien katakan kalau menyangkut hal gaib.”

Dokter itu tersenyum.

Dia sendiri tidak tahu kenapa dia tersenyum. Ketika dia melihat anak laki-laki itu tersenyum, dia secara insting tersenyum balik seperti bayangan di cermin dari anak laki-laki itu.

Atau mungkin anak laki-laki itulah yang merupakan cerminan dari dokter itu.

Seperti itulah betapa kosongnya anak laki-laki itu. Seperti dia bahkan tidak bisa merasakan kesedihan.

Anak laki-laki itu benar-benar, amat sangat transparan.

“Aku mungkin masih ingat lebih banyak dari yang kaupikirkan.”

Dokter wajah kodok itu melihat ke anak laki-laki transparan itu dengan sedikit terkejut.

“Ingatanmu ‘terbunuh’, sampai sel-sel otaknya.”

(Benar-benar hal yang menggelikan untuk kukatakan,) pikir dokter itu.

Tapi dia melanjutkan.

“Kalau tubuh manusia diibaratkan dengan komputer, hard disk-mu benar-benar sudah hangus. Kalau tidak ada data yang tersisa di otakmu, jadi di mana ingatan itu terletak?”

Entah kenapa, dokter itu merasa kalau respon dari anak laki-laki itu akan menghancurkan logika menggelikan itu.

“Bukankah sudah jelas?” balas anak laki-laki transparan itu. “Di dalam hatiku.”


Kata Penutup[edit]

Salam kenal. Ini Kamachi Kazuma.

Sekarang ini, saya mulai merasa malu mengenai menyebut nama saya sendiri dengan nama pena. Untuk orang yang telah melakukan online: itu seperti menunjukkan namamu kepada dunia untuk pertama kali.

Kalau dipikir, buku ini akan segera online.


Penyihir dalam RPG dan sejenisnya yang bisa menciptakan bola api atau menghidupkan orang mati dengan biaya beberapa MP sangat praktis, karena kata "sihir" membuat mereka bisa melakukan segala macam. Tapi (hanya demi argumen) mari kita asumsikan sihir itu ada. Orang macam apa yang menggunakan sihir dalam sejarah? Aturan macam apa yang ada di balik kata "sihir"? Ini semua bermula ketika aku mengetik "penyihir" dan "sebenarnya ada" ke dalam search engine dalam usaha mencari jawaban atas pertanyaan tersebut.

Bermula dari hal seperti "bagaimana mengontrol kucing hitam dengan bubuk tanaman anggur perak" dan "dokter penyihir voodoo menggunakan racun fugu untuk menciptakan zombi yang memiliki keadaan hampir mati". Aku sangat tertarik ketika menyadari bahwa pekerjaan gaib sangat mirip dengan sains.


Novel ringannya Dengeki Bunko memperlakukan sihir seperti hal normal, jadi aku berpikir kalau novel yang lebih mendalami ide tentang sihir mungkin adalah ide baru.

...Sungguh, ini adalah karya yang lebih merupakan ketertarikan personalku daripada ide yang ditargetkan untuk dijual pada beberapa tipe pembaca tertentu (sebenarnya aku tidak mencoba memikirkan ide yang lebih mencolok). Kepalaku yang membungkuk tidak akan pernah naik ketika di depan editorku Miki-san dan ilustratorku Haimura Kiyotaka-san yang mana keduanya terjebak bersamaku dalam ini. Saya benar-benar bersyukur.


Dan kepada kalian pembaca yang telah membeli buku ini, saya sangat berterima kasih karena kalian begitu lama membaca tulisan saya yang panjang ini.


Saya harap Kamijou Touma dan Index akan hidup walau hanya sedikit lebih lama di hati kalian.

Dan aku berdoa agar kalian akan mendapatkan volume ke-2.

Untuk hari ini, kuturunkan penaku.

...Sebenarnya sekarang masih 26 Desember 2003.

-Kamachi Kazuma



Catatan[edit]

  1. Under Siege
  2. Teacher Onizuka
  3. Suster yang dimaksud adalah suster gereja dan dalam bahasa Inggris Suster=Sister= adik perempuan
  4. otaku adalah maniak anime/manga Jepang
  5. Suit Jepang, kertas-batu-gunting
  6. Indeks ini maksudnya adalah suatu indeks buku, bukan namanya sediri
  7. Neverland di sini mengacu pada pulau fiksi dalam cerita Peter Pan karya J. M. Barrie.
  8. Orang yang suka mengurung diri di kamarnya
  9. (魔神 Majin, lit. "Magic God") Kanji pertama bisa berarti sihir atau iblis
  10. Di Jepang, anak TK biasanya memakai ransel merah.
  11. TN: Sebenarnya lebih tepat kalau diterjemahkan sebagai Pena Yohanes, nama salah satu murid Jesus.
  12. Ini adalah referensi pada permen Jepang yang dikenal sebagai Chocoballs. Kalau kau beruntung, bungkusnya akan memiliki entah satu malaikat emas atau malaikat perak tercetak di atasnya. Satu malaikat emas atau lima malaikat perak bisa ditukarkan dengan sekaleng mainan.
  13. Ringo adalah bahasa Jepang untuk apel.
  14. Mengawini/mencintai.
  15. Salah satu jenis pengguna sihir dari Inggris
  16. (魔神 Majin, lit. "Magic God") Kanji pertama bisa berarti sihir atau iblis
  17. Semacam siluman dari Jepang. http://en.wikipedia.org/wiki/Namahage
  18. “God Purifying Demon Destroyer” (神浄の討魔) dibaca sebagai “Kamijou no Touma” tapi menggunakan kanji yang berbeda dengan nama Touma (上条当麻).
  19. Mesin yang bisa memotong dengan menembakkan jet air. http://en.wikipedia.org/wiki/Water_jet_cutter
  20. Tipe bela diri pedang yang serangannya berupa tebasan cepat dari dalam gagang dan langsung dimasukkan kembali ke gagang. http://en.wikipedia.org/wiki/Iai
  21. Nanasen berarti “Tujuh Kilatan”.
  22. Shichiten Shichitou berarti “Tujuh Pedang Tujuh Langit”.
  23. Serangan listrik. Dalam bahasa Jepang, suara listrik adalah “biri biri”.
  24. Yuisen berarti “Satu Kilatan”.
  25. Seperti dalam prolog, ini permainan kata: “jenius” dan “bencana” adalah homofon dalam bahasa Jepang
  26. Di Jepang, kitsune/rubah biasanya digambarkan sebagai mahluk yang punya kekuatan sihir. http://id.wikipedia.org/wiki/Kitsune
  27. TN: Kalung di sini sebenarnya lebih kepada kalung anjing untuk menahan gerakan, tapi saya merasa tidak enak kalu mengartikannya seperti itu.
  28. lit: boneka
  29. 29.0 29.1 TN: saya tahu ini istilah dalam judi, tapi saya ga yakin nerjemahinnya. Call this hand = mengambil keputusan ini. I raise = aku ikut/setuju.
  30. Di sini, lebih seperti membelokkan fakta dengan licik kalau dibanding dengan di bab 2
  31. Ruang seperti dalam teori ruang-waktu
  32. Napas Naga
  33. http://en.wikipedia.org/wiki/Saint_George_and_the_Dragon
  34. Permainan menangkap ikan mas koki dengan sauk dari kertas, biasanya di festival-festival.
  35. TN: Transparan di sini berarti jujur, mudah dilihat hatinya, “tembus pandang”. Karena sepanjang epilog banyak referensi warna, saya tidak mengubahnya.
Return to Main Page Forward to Volume 2