Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia: Railgun SS: Liberal Arts City Chapter4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 4[edit]


Pada malam kedua, Misaka Mikoto dan yang lainnya menunggu sampai absen yang dilakukan oleh para guru selesai. Sebelum akhirnya, pergi ke restoran yang berada sedikit jauh dari hotel tempat mereka menginap. Restoran-restoran di hotel pada umumnya berkelas tinggi. Namun, restoran yang mereka tuju mempunyai suasana sedikit kacau, dan ukurannya tidak besar, tapi Mikoto dan yang lainnya memilih tempat itu dengan alasan sederhana. Bufet kue* adalah medan perang untuk para gadis, dan siswi-siswi SMP itu adalah prajurit yang akan berperang hari ini. [Bufet adalah ruangan atau stan pada hotel, penginapan, motel, dll yang menjual makanan ringan atau snacks. Kamus Oxford.] “Mfgmgfmgt!! Aku akhirnya berhasil menguasai festival shortcake* sepenuhnya!! Oke! Saatnya menuju surga kue coklat!!” [Shortcake dalam bahasa Inggris British adalah sebutan untuk roti tawar, sedangkan dalam bahasa Inggris Amerika Utara adalah sebutan untuk hidangan penutup berupa kue tart atau pie yang diberi taburan krim dan buah. Kamus Oxford. Silahkan pilih makna yang mana, namun Ciu kira, yang kedua lebih tepat.] “Dahh! Uiharu-san, tenanglah. Dan mereka membawa shortcake yang baru ke sana.” “Mghh!?” Uiharu Kazari sedang menyerang semua kue dengan hiasan indah yang kelihatan mahal. Mikoto menelan semua hidangan penutup dengan buah, yang berukuran kecil-kecil. Adalah suatu rahasia bahwa kue manis dengan topping buah yang berukuran kecil itu sebenarnya berharga jauh lebih tinggi dibanding kue-kue berukuran besar. Ada satu orang di sana yang tidak bisa ikut berpartisipasi dalam pertempuran para gadis itu. Dia adalah Shirai Kuroko yang berambut kuncir dua, dan memakai baju renang seksi. “...Ghh...A-aku akan pergi ke sana, dan makan sandwich sehat atau semacamnya...” “Hm? Kuroko, apa kau masih khawatir tentang dietmu atau apalah itu?” “Masih? Apa maksudmu dengan ‘masih’, Onee-sama!? Kedengarannya kau seperti ingin berkata bahwa, tak peduli seberapa banyak usaha yang kulakukan, semua sudah terlambat!!” “Bukan, bukan begitu maksudku.” Mikoto menusukkan sendoknya ke agar-agar transparan dengan potongan dragon fruit yang diiris setipis kelopak bunga, di dalamnya. “Kita akan makan di luar sepanjang minggu. Kita sedang berada di Liberal Arts City. Makanan kita tidak diatur seperti di asrama, jadi seberapa banyak kau berusaha diet, akhirnya kau tetap saja akan makan banyak.” “Fgyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh!?” Shirai si baju renang seksi mengeluarkan suatu teriakan, dan seluruh pengunjung di area bufet menoleh ke arahnya. Sepertinya teriakan seorang gadis itu “dikenali” oleh orang di seluruh dunia. Tetapi Shirai tidak memedulikan pandangan orang-orang di sekitarnya, dan mulai menggumamkan sesuatu sambil memegang kepalanya. Pikirannya berputar-putar, dan dia sepertinya tidak punya cara untuk melarikan diri. Tapi, akhirnya dia mendongakkan kepalanya seakan-akan telah menyadari sesuatu. “B-benar! Jika aku olahraga seperti orang gila, aku bisa menghilangkan semua lemak yang aku dapatkan. Semuanya akan impas bahkan jika aku makan suatu potong kue!! Itu dia!!” Shirai Kuroko berteriak dengan gembira, dan dia berlari keluar area bufet. Uiharu berkata sambil melihat perginya punggung yang hampir seluruhnya “berwarna kulit” itu. “Ah... Sekali dia meninggalkan area bufet, dia harus bayar lagi untuk masuk.” “Dan jika dia berolahraga seperti orang gila, kemudian menahan diri untuk tidak makan kuenya, bukankah dia akan mencapai tujuan dietnya lebih cepat...?” gumam Mikoto jengkel. Tapi, tentu saja Shirai tidak mendengarnya karena dia sudah berlari secepat-cepatnya di sepanjang pantai pada malam hari. Uiharu menggunakan garpunya untuk memotong kue coklat yang kelihatan cukup cantik, tapi sebenarnya tidak terlalu mahal. Kemudian, dia memakan potongan kuenya. Lantas, dia pun akhirnya mulai bicara. “Aku penasaran apa yang terjadi dengan Saten-san...” “Kataanya dia sungguh capek karena terlalu banyak bermain hari ini. Kemudian, dia kembali begitu saja ke kamar hotelnya untuk tidur, kan?” “Yeah, tapi tidak biasanya gadis gembira itu menyerah dengan mudah...” Dia pasti khawatir tentang Saten karena ekspresi Uiharu sedikit memuram. Mikoto sedikit mengkhawatirkan Saten, karena ada kemungkinan bahwa para pegawai telah melakukan sesuatu terhadap Saten. Tapi untuk sementara, sepertinya para pegawai juga sedang menunggu dan memperhatikan situasi. Mungkin karena mereka memang tidak ada niatan untuk membunuh Mikoto atau Saten. Mereka telah mempunyai klaim tentang area yang terdapat beberapa ikan terbang hancur. Atau, mereka berasumsi bahwa rahasia itu tidak akan menyebabkan banyak keributan, karena area itu tidak dipergunakan sebagai bagian dari pertunjukan untuk menarik perhatian turis. “...Tapi, apakah yang aku lihat hari ini?” kata-kata itu menimbulkan banyak pertanyaan dan ketidakpuasan. “Jika pun mereka cuma mencoba untuk mengejutkan para pengunjung, pertunjukan itu agaknya terlalu tiba-tiba, dan terjadi di seluruh kota. Aku tahu bahwa atraksi macam itu tidak akan ‘seru’ jika diumumkan terlebih dahulu. Tapi sepertinya, mereka memasang peledak di dinding bangunan untuk pertunjukan itu. Aku rasa, mereka seharusnya lebih banyak lagi melakukan pengecekan untuk keamanan para pengunjung. Bagaimana jika ada seseorang yang terluka?” “...” Mikoto sedikit kebingungan untuk merespon pertanyaan Uiharu. Uiharu berbicara tentang ledakan-ledakan yang terjadi di seluruh Liberal Arts City pada hari ini. Satu grup kapal yang mirip ikan terbang datang, dan menembakkan lusinan misil ke bangunan-bangunan. Dia pikir, itu adalah salah satu bentuk atraksi di Liberal Arts City. Mikoto juga merasa jika ada ledakan-ledakan selain itu. Dari perkataan turis-turis lain, dia tahu bahwa atraksi-atraksi yang ada di kota diubah dan diganti secara berkala. Tapi “pertunjukan” ikan terbang itu terus muncul sekali setiap selang beberapa waktu. Orang-orang yang memiliki intuisi tajam mulai mendeteksi sesuatu yang berbahaya. Tapi ketika ada seseorang yang dengan serius berusaha untuk memperingatkan mereka akan adanya bahaya, 90% dari penduduk kota yang sudah terlalu terbiasa hidup dalam damai hanya akan menertawakannya, dan mengatakan pada mereka agar tidak mencampur-adukkan antara realita dan fiksi. Pada akhirnya, semua itu hanya dianggap sebagai suatu pertunjukan. Harusnya, kehancuran dalam skala sebesar itu tidak akan bisa disembunyikan. Tapi di kota film ini, skala besar itu lah yang menjadi alasan orang-orang pergi ke tempat ini. Jadi, orang-orang tidak melihatnya sebagai sesuatu yang janggal. Tentu saja, Misaka Mikoto telah menyadari apa yang sedang terjadi. Yang membuatnya bingung adalah, apakah dia harus mensetujui atau menyangkal hal yang telah Uiharu katakan. Liberal Arts City menyembunyikan sesuatu. Tempat ini bukan cuma taman hiburan biasa yang menarik pengunjung untuk mendapat keuntungan. Ada sesuatu pada kota ini yang bisa “mengundang” penyerang dari luar. Tapi Mikoto tidak bisa jujur. Jika dia mensetujui keragu-raguan Uiharu, itu hanya akan membawa temannya ke situasi yang bahkan jauh lebih berbahaya. Dari pembicaraan dengan si pegawai di hangar yang penuh dengan ikan terbang malam kemarin, dia bisa membayangkan seberapa besar resikonya. (Kalau begitu...bagaimana sebaiknya aku menanggapi pertanyaan Uiharu ini?) Ketika Mikoto mulai memikirkan pilihannya... “Onee-samaaan!!” kata Shirai Kuroko sambil membanting pintu, lantas masuk kembali ke area bufet. “Uuh!? T-tunggu sebentar! Kau tidak mungkin bisa menghilangkan lemak yang kau dapatkan dari sepotong kue dalam waktu sesingkat itu! Kau cuma menyera—!?” “Pelukan gratis!!” “Gwah!? Jangan tiba-tiba memelukku seperti itu, dasar idiot!! H-hah? Rasanya aneh... Seorang gadis dengan baju renang menempel padaku, tapi yang bisa kurasakan hanya ‘kulit’...” “Pelukan itu adalah cara gratis untuk menenangkan hati seseorang. Sekarang, Onee-sama, peluk aku!!” “Dasar idiot!! Pelukan gratis bukanlah hal yang harusnya dilakukan oleh sekumpulan nafsu sepertimu!!” Mikoto memegang bahu “berwarna kulit” dan pipi yang menyerangnya, lantas mendorongnya agar menjauh. Gangguan dari si idiot itu merusak segala sesuatu yang sedang dipikirkan oleh Mikoto. “Ha. Ah ha ha...” Uiharu Kazari diam-diam mundur dua langkah ke belakang dari dua orang itu, dan menjaga jaraknya agar tidak terlibat dalam percekcokan konyol itu. Dia pun meletakkan Mont Blanc raksasa di piringnya. Uiharu tiba-tiba berpikir, sembari dia menonton dua gadis esper SMP Tokiwadai itu saling “melempar” argumen. Ekspresinya memuram ketika dia berpikir. (Sebenarnya...aku benar-benar penasaran tentang apa yang terjadi pada Saten-san...)

Lampu berwarna oranye pucat di samping ranjangnya menyinari pipi Saten Ruiko. Dia berbaring di atas tempat tidurnya sambil masih memakai baju renang. Dia tidak sedang melakukan apa pun; dia hanya berbaring di sana sambil berpikir. Dia sedang berpikir tentang apa yang terjadi sebelumnya, di hari ini. Dia sedang berpikir tentang bangunan yang meledak dan kapal yang mirip ikan terbang yang muncul dari bawah tanah. Dia sedang berpikir tentang seorang gadis bernama Xochitl. (...) Saten berbalik, dan menggerakkan bokongnya yang tertutup kain ke sisinya. Rambut hitamnya memantulkan sinar yang pucat, dan rambutnya tersebar di atas ranjang seakan mengikuti gerakannya. Dia tidak berpikir apa yang dilihatnya hari itu adalah sejenis pertunjukan. Dia mungkin sedang berada di taman hiburan yang mempertunjukkan tontonan dalam skala besar, dan mereka mungkin juga mengadakan pertunjukan yang melibatkan pengunjung secara langsung. Tapi yang dia lihat sangatlah berbeda. Setelah melihat pertunjukan seperti itu dengan mata-kepalanya sendiri, dia cukup yakin bahwa setidaknya salah satu staf harusnya memberi ucapan terima kasih...dan yang lebih penting, Saten bisa mendeteksi suatu bahaya walaupun hatinya dipenuhi oleh kedamaian dan kenyamanan. Ada perasaan tidak nyaman di pelipisnya. Jantungnya terasa tertekan, seakan-akan ada seseorang yang sedang meremasnya. Itu bukanlah rasa bahaya yang bisa dinikmati, dan tidak ada “zona aman” seperti pada rumah hantu atau roller coaster. Ancaman kematian yang nyata telah mendekat di depan kedua matanya. Dan jika memang begitu keadaanya... (Ada apa dengan pertunjukan yang melibatkan skuadron Laveze dan ikan terbang yang kulihat kemarin bersama Uiharu serta teman-teman lainnya?) Dia tidak ingin memikirkannya, tapi dia curiga bahwa itu bukan merupakan pertunjukan yang terencana. Apakah itu sebenarnya merupakan suatu pertempuran asli? Dia ingin menertawainya karena itu adalah fakta yang terlalu gila. Tapi dia mempunyai firasat bahwa ikan terbang yang dia lihat kemarin dan hari ini adalah jenis yang sama. Saten memutar otaknya sedikit dan berusaha untuk mengerti. Ada ikan terbang yang datang ke Liberal Arts City, dan ada Skuadron Laveze yang bertempur untuk menghentikan mereka. Dan ada juga ledakan-ledakan pada beberapa bangunan di depan matanya. Jika hanya melihat itu, sepertinya ikan terbang adalah pion kejahatan. Sedangkan, pesawat tempur Skuadron Laveze adalah pahlawan pembela kebenaran yang melindungi semua orang dari genggaman orang jahat. Pihak ikan terbang itu jahat. Jika demikian, bagaimana dengan Xochitl yang naik ke dalam salah satu ikan terbang tersebut, lantas pergi?

RAILGUN SS1 04 009.jpg

“...” Saten menutup matanya seakan-akan memutuskan jalur pikirannya. Dia bertemu dengan gadis itu dengan cara yang sangat buruk, dan dia yakin bahwa gadis itu bahkan pernah mengancam untuk menghabisi nyawanya jika dia tidak melakukan seperti yang diperintahkan. Tapi entah kenapa, Saten tidak merasakan bahaya nyata di balik kata-kata itu. Ledakan-ledakan yang disebabkan oleh ikan terbang itu memang menakutkan, tapi perkataan Xochitl kedengaran seperti orang yang sedang panik. Saten pun merasa bahwa gadis berkulit coklat itu juga menjadi korban dalam serangkaian serangan siang tadi. Seakan-akan gadis berkulit coklat itu tidak mengutarakan maksud yang sebenarnya. Malahan, dia seakan sedang meminta tolong pada Saten, tetapi tidak melalui perkataan yang jelas. Saten benar-benar tidak bisa memikirkan bahwa gadis coklat itu adalah seorang penjahat. Saten Ruiko tidak punya kemampuan atau pengalaman dalam “mengintip” pikiran orang lain. Dia hanya tidak mau berpikir bahwa gadis bernama Xochitl itu adalah orang jahat. “Xochitl...” gumam Saten. Kemudian dia membuka matanya. Dia telah menyadari sesuatu. (...Hah? Bukankah Misaka-san bertarung untuk mengusir ikan terbang di “pertunjukan” kemarin?) Kemudian ada kejadian di malam sebelumnya. Mikoto berkeliling di Liberal Arts City, kemudian dia dan Saten memasuki area yang terisi penuh dengan ikan terbang yang sudah hancur. Saten tidak bertanya apa pun pada waktu itu. Tapi jika dipikir-pikir lagi, sepertinya Mikoto sedang mencari sesuatu. Tentu saja, orang luar seperti Mikoto bukan seorang bawahan dari Liberal Arts City. Dia tidak punya kewajiban untuk membantu mereka dalam pertunjukan biasa, dan mereka tidak akan memberinya kunci ke daerah yang terlarang untuk dimasuki. Yang berarti... (Misaka-san mengetahui sesuatu.) Ketika pemikiran itu muncul, Saten Ruiko bangkit dari tempat tidurnya. Saat itu sudah cukup larut, tapi dia tidak peduli. (Aku harus menanyakan Misaka-san tentang Liberal Arts City dan ikan terbang itu. Dan dia mungkin tahu sesuatu tentang Xochitl!!) Dia segera mengambil ponselnya, tapi sepertinya ponsel Mikoto dimatikan karena panggilannya tidak tersambung. Mungkin juga, Mikoto sedang mandi atau bahkan sudah tidur. Saten merasa sedikit canggung, tapi dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar Mikoto guna menemuinya secara langsung. Dia mengalungkan kartu IC yang berfungsi sebagai dompet di lehernya, dan membuka pintu yang menghubungkan kamarnya ke lorong. Punggung Saten Ruiko “ditelan” oleh malam di Liberal Arts City. Dia benar-benar telah lupa bahwa dia keluar dari kamarnya seperti malam sebelumnya, dan itu telah mengantarnya ke ambang kematian.

“Kita benar-benar sudah makan banyak,” kata Mikoto sambil menyeruput es teh dengan campuran sedikit susu. Ada beberapa kafe dan restoran di hotel tempat mereka menginap, dan Mikoto sedang berada pada suatu kafe kecil. Pintu masuknya sulit ditemukan pada salah satu ujung lantai tiga. Mungkin untuk menarik orang-orang yang “keluyuran” di malam hari, dan menampung mereka yang tidak menemukan tempat hiburan karena sudah banyak kafe tutup, tempat itu buka sampai jam 6 pagi. Biasanya, itu adalah jam kerja yang jarang diterapkan oleh kebanyakan kafe hotel. Mungkin karena lokasi atau waktunya, dan mungkin saja karena suasana di tempat itu, tidak terdapat banyak pengunjung di kafe tersebut. Tapi itu bukanlah hal yang buruk. Mikoto justru melihatnya sebagai nilai plus. Entah kenapa, Mikoto suka tempat-tempat dimana dia bisa menghabiskan waktu dengan begitu cepat jika tidak memperhatikan perputaran jarum jam. Uiharu melihat sekeliling sambil memegang cangkir berisi minuman coklat dingin. “Fweh... Misaka-san, Shirai-san, kalian baru pertama kali datang ke Liberal Arts City, kan? Bagaimana kalian bisa menemukan tempat seperti ini dengan cepat?” “Yah, ada beberapa ‘nilai umum’ pada kafe berguna seperti ini. Kau tidak perlu mencoba semua jenis makanan di seluruh dunia untuk mengetahui apakah kau menyukai suatu masakan tertentu, kan? Jika kau sudah cukup berpengalaman, kau bisa mendapatkan gambaran tentang peringkat suatu tempat, tanpa perlu melangkahkan kakimu ke dalamnya,” jelas Shirai. “Dan jika tempat itu tidak seperti perkiraanmu, kau mendapatkan lebih banyak pengalaman. Dan itu justru merupakan suatu kesan yang menyenangkan bagimu.” Shirai dan Mikoto memberikan penjelasan mereka seakan-akan hal itu harusnya diketahui oleh semua orang, tapi Uiharu hanya bisa mengeluarkan suara kagum yang terdengar bodoh. Dia melihat dengan pandangan kosong pada kepiawaian yang dimiliki oleh para gadis kelas tinggi itu. Kedua gadis Tokiwadai itu bahkan menyebut kafe ini sebagai “kafe berguna”, bukannya “kafe yang enak”. “Kita sudah menghabiskan kemarin dan hari ini dengan bermain di pantai, jadi bagaimana kalau besok kita pergi ke daerah ‘mekanis’ yang terdapat roller coaster di tengah pulau?” “Roller coaster-nya kelihatan menarik, tapi aku tidak suka antriannya. Jika seseorang menyuruhku menunggu dua jam di bawah terik matahari, kurasa aku tidak akan tahan.” “...Sebenarnya, Kuroko, bukankah baju renangmu akan diterbangkan angin jika kau naik roller coaster?” Mikoto membayangkan adegan mengerikan itu sambil gemetaran. Uiharu menghela napas. “Saten-san bilang bahwa dia ingin tidur lebih cepat karena terlalu capek, tapi biasanya dia selalu senang. Apa mungkin badannya tidak bisa mengikuti perbedaan waktu? Kuharap besok pagi dia kembali ceria seperti biasanya.” “Ah, kira-kira apakah dia sudah makan malam? Mungkin dia hanya memanggil room service untuk mengantarkan hidangan.” “Yah, aku tidak tahu apakah ada sesuatu yang terjadi, tapi selama dia tidak terluka atau sakit, apa kita harus begitu mengkhawatirkannya? Jika karena perbedaan waktu, maka dia hanya perlu cukup istirahat,” kata Shirai. “Hmm... Apa dia baik-baik saja...” kata Uiharu dengan ekspresi kebingungan. Gadis-gadis itu melanjutkan pembicaraan mereka sambil menikmati suasana kafe yang tersembunyi itu.

“Hah? Mungkin dia masih belum kembali... Misaka-san. Hey, Misaka-san!” Saten Ruiko mengetuk pintu suatu kamar hotel. Tidak seperti apartemen atau kamar asrama, tidak ada interkom. Suara ketukan pintu terus menerus mungkin tidak akan bisa terdengar oleh si penghuni kamar yang sedang mandi atau tidur. Di sisi lain, dia tidak bisa begitu saja meneriakkan nama Mikoto pada waktu selarut itu. Cahaya yang seragam menyinari lorong itu, dan kesunyian membuat tempat itu terkesan sedikit menyeramkan. (Apa yang harus kulakukan...?) Dia berpikir untuk kembali ke kamarnya, lantas menelepon kamar Mikoto dengan telepon di kamarnya sendiri. Tapi Saten punya firasat jika Mikoto sedang tidak ada di kamarnya. Kemudian... “Hm? Apa yang sedang kau lakukan di sini?” “!?” Saten terkejut karena seseorang berbicara padanya dari belakangnya. Ketika dia berbalik, dia melihat sutradara jenius berambut pirang berdada besar, Beverly Seethrough. Dia melihat Saten dengan ekspresi bingungç “Jangan bilang kalau kau...” “A-apa?” “Apa kau meninggalkan kuncimu di kamar dan tidak bisa masuk? Jika begitu, kau sebaiknya menyerah dan pergi ke meja depan.” “Aku tidak melakukan sesuatu yang memalukan seperti itu,” kata Saten dengan ekspresi sangat lelah. “Aku ke sini ingin mencari kenalanku, tapi dia sepertinya sedang tidur atau berada di luar.” “Mencari seseorang, hm?” Beverly melihat ponselnya untuk memeriksa jam. “...Apa kau terkena jetlag*? Kurasa itu sedikit mengecewakan.” [Baca NT Vol 8.] “Sebenarnya, apa yang sedang kau lakukan, Beverly-san?” “Hm? Kerjaanku untuk hari ini sudah selesai, jadi aku hendak menuju kasino untuk bersenang-senang, dan mungkin mendapatkan sedikit uang. Karena peraturan negara bagian, orang yang belum dewasa juga bisa bermain di kasino di sini.” “...Yeah, memangnya dimana kasinonya? Kemarin aku menemukan kasino yang hanya berisi sampah.” “?” Beverly melihat dalam pandangan bingung karena Saten berkata demikian padanya. “Yah, sebaiknya kau tidur lebih cepat supaya besok kau tidak mengalami hari yang buruk. Jetlag bisa sangat menyerangmu esok hari.” “Begitu ya,” respon Saten, lantas Beverly pun berjalan pergi. Jika Saten mengikutinya, dia bisa menemukan dimana kasino itu berada, tapi dia tidak melakukannya. Dia punya sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan. (Aku ingin mencari tahu tentang Xochitl secepatnya...) Saten menggigit kuku jempol karena kebiasaan buruknya, dan kakinya yang memakai sendal membuat suara langkah ketika dia berjalan. Dia berjalan bolak-balik di depan kamar Mikoto sebelum akhirnya berhenti. (Aku tidak tahu organisasi apa yang dia ikuti, atau dari mana dia datang.) Dengan kata lain, dia bahkan tidak tahu cara untuk mencari informasi tentang Xochitl secara langsung. (Tapi dia pasti terhubung dengan salah satu peristiwa yang terjadi di Liberal Arts City ini. Jika Skuadron Laveze dan ikan terbang itu saling berperang, pasti ada sesuatu yang mereka perebutkan. Artinya, aku mungkin bisa mengetahui kenapa para ikan terbang menyerang, dan apa yang Xochitl lakukan di sini. Itu semua bisa aku dapatkan jika aku mencari tahu tentang apa yang sedang terjadi pada kota ini.) Saten kemudian pergi dari kamar Mikoto. Dia akan menginvestigasi apa yang sedang terjadi di Liberal Arts City, dan dia punya tebakan bagus tentang tempat yang paling mencurigakan.

Tiga gadis itu ingin bersantai di kafe selama mungkin, tapi akan sangat sia-sia jika mereka menghabiskan hari berikutnya hanya dengan tidur di kamar, bukannya menikmati taman hiburan berisi roller coaster itu. Karena itu, Mikoto, Uiharu, dan Shirai memutuskan untuk mengakhiri malam ini. Untuk menuju ke ruangan elevator, mereka pergi dari kafe di lantai tiga menuju lobi atrium. “Taman hiburan ini benar-benar cantik, bersinar di malam hari seperti itu. Lihat, mereka menggunakan proyektor untuk memutar film langsung di atas permukaan laut. Di pamfletnya, tertulis tentang berenang dalam lautan cahaya yang indah, kan?” “Entahlah. Lautan gelap kelihatan menakutkan untukku.” “Sepertinya kau akan dipinjami suatu ‘gelang identitas’* jika kau ingin berenang di malam hari. Karena sulit untuk mengetahui jika ada orang yang tenggelam, gelang itu bisa memancarkan sinyal untuk menunjukkan lokasimu dengan suatu tombol. Dan juga, gelang itu memiliki kapsul oksigen yang tahan sekitar 5 menit.” [Ya, dia sedang membicarakan suatu gelang yang biasanya tertempel pada mayat tanpa identitas.] Mikoto merasa bahwa mereka cukup meminjamkanmu suatu baju pelampung. Tapi, dia pikir rompi kaku itu akan menyusahkan seseorang untuk bergerak. Modelnya pun tidak populer karena tidak fashionable. “Yah, mari kita tunggu suatu malam ketika mereka mengadakan parade, kemudian menyelinap kabur dari hotel. Tapi kita harus memastikan para guru pengawas tidak menemukan kita.” “...Kita pasti bakal diceramahi jika mereka menemukan kita di waktu selarut ini, walaupun kita masih berada di lingkungan hotel. ...Oh, Uiharu, ada apa?” “T-tidak ada apa-apa...” Uiharu sedang melihat bagian bawah atrium. Namun, pandangannya dengan cepat beralih kembali ke arah Shirai ketika dia berbicara padanya. Dia merasakan sedikit kebingungan di hatinya. (Hmm, apakah itu cuma imajinasiku...?) Di bagian bawah atrium, pada lobi lantai satu, dia merasa telah melihat Saten Ruiko yang sedang berjalan keluar.

Dia tentu saja hendak pergi menuju tempat itu. Saten Ruiko berjalan langsung ke sana. Dia sedang menuju “titik tengara” di tengah Liberal Arts City yang jauh dari hotel. Lokasi itu adalah satu set perlengkapan film raksasa yang digunakan sebaga tempat peluncuran roket dalam film Fiksi Ilmiah. Tempat syutingnya dilakukan di kota itu. Malam sebelumnya, dia telah salah berpikir bahwa itu adalah pintu masuk menuju suatu kasino. Saten pun masuk bersama Mikoto, tapi... “Hm? Hah? ...Pintunya tidak mau terbuka?” Saten memegang gagangnya, tapi gagang pintu itu hanya mengeluarkan suara “ceklek” tanpa sedikit pun bergeming. Ada alat seperti kalkulator di samping pintu itu, tapi dia rasa, sebelumnya pintu itu terbuka hanya dengan memutar gagangnya. (Ada apa ini...?) Orang biasa seperti Saten Ruiko tidak menyadari jika sebenarnya ada kunci yang ketat di pintu itu, namun Mikoto telah menggunakan kekuatannya untuk membukanya. Dan bahkan jika dia berhasil membuka pintunya, ada banyak sensor di baliknya yang dia sama sekali tidak tahu akan keberadaannya. Yang Saten tahu hanyalah jika pintu itu tidak mau terbuka. Yang berarti dia harus mencari jalan masuk lain. (Tapi, tidak mungkin ada cara yang gampang—Tunggu dulu.) Saten tidak yakin apa yang harus dia lakukan, tapi kemudian dia menyadari sesuatu. Ada jalan masuk yang lain. Dia tidak benar-benar tahu apakah itu terhubung dengan tempat yang sama, tapi dia tahu satu tempat lain yang menuju ke suatu area terlarang Liberal Arts City.

Maka, Saten datang ke tempat dimana Xochitl meninggalkannya kemarin. Suatu jalan berbatu dekat pusat perbelanjaan yang sedikit jauh dari pantai. Itu adalah tempat dimana kapal yang mirip ikan terbang muncul dari bawah pasir. Jika ikan terbang itu datang dari area terlarang, maka seharusnya ada lubang besar yang terbuka di sana. “Itu dia...” gumam Saten. Seperti pada adegan pembunuhan, daerah itu ditandai dengan pita yang bertuliskan “dilarang masuk” dalam bahasa Inggris. “Pintu masuk”nya ditutupi dengan lembarab plastik seperti lubang jebakan yang besar. “...” Saten melihat sekeliling, tapi dia tidak melihat seseorang yang mirip pegawai. Dia menunduk melewati pita “dilarang masuk” dan mengangkat satu sisi lembaran plastik itu. Di bawahnya ada sejumlah lembaran logam besar yang biasanya digunakan pada pembuatan jalan. Saten memegang salah satu ujungnya, tapi sepertinya dia tidak mampu mengangkatnya. Lembaran itu lebih besar dari tatami, jadi untuk mengangkatnya diperlukan alat konstruksi. (Hmm. Sekarang apa yang harus kulakukan...?) Saten menyerah untuk mencoba memindahkan lembaran logam itu, dan melihat sekeliling untuk mencari apakah ada sesuatu yang bisa dia gunakan. Tiba-tiba, sesuatu menyentuh punggungnya. Ketika dia berbalik, dia melihat lembaran logam cadangan menyender di dinding gedung. Lembaran itu kehilangan keseimbangan ketika dia menyentuhnya, jadi bagian bawah potongan logam yang berat itu terpeleset di atas pasir, menyebabkannya terjatuh. “Wa wa wa!?” Saten menghindar ke samping. Lembaran logam terpeleset itu mengenai salah satu lembaran lain yang menutupi lubang, dan menyebabkannya ikut tergeser. (Oh, ada celah...) Pergeseran lembaran logam itu telah membuka celah yang cukup untuk dilewati satu orang. Saten berbaring telungkup dan merayap masuk ke celah itu.

Misaka Mikoto kembali ke kamarnya. Dia selalu waspada sejak kemarin dan memperhatikan sekelilingnya dengan seksama sepanjang hari. Tapi, tidak ada tanda-tanda bahwa para pegawai mencoba untuk melakukan sesuatu. Sepertinya, kecil kemungkinannya jika mereka menyadap kamarnya. Kelihatannya, Liberal Arts City benar-benar tidak berniat menggunakan cara kasar selama Mikoto dan Saten tidak melakukan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. Semuanya tegantung pada tindakan mereka. Jika mereka berdua dianggap sebagai musuh oleh kota ini, mereka akan menyebabkan lebih banyak kerusakan. Kota ini akan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk melenyapkan mereka. Mungkin dalam bentuk serangan kejutan secara langsung. Mereka bisa mengirimkan antek-anteknya dengan berpura-pura menjadi penyerang di jalanan, atau mereka bisa menggunakan sarana laut, lantas mengumumkannya sebagai suatu kecelakaan. (Tapi...) Pertarungan antara pesawat tempur Skuadron Laveze dan ikan terbang misterius di hari itu, terjadi tepat di depan hidung pengunjung. Saat itu, para ikan terbang sepertinya sedikit unggul karena mereka berhasil menembakkan misil ke beberapa bangunan Liberal Ars City. Sepertinya, tidak ada orang yang terluka, tapi itu tidak menjamin tidak ada korban untuk serangan selanjutnya. Dia tidak bisa membiarkan itu berlanjut, tapi... (Bahkan jika aku memutuskan untuk menginvestigasi ini, bagaimana aku bisa mendekati rahasia kota ini? Aku tidak bisa mengakses informasi rahasia melalui jaringan, karena info rahasia tersebut tidak terhubung. Tapi, jika aku pergi ke suatu fasilitas secara langsung, aku mungkin berpapasan dengan seorang pegawai lagi.) Bahkan bagi Mikoto, memusuhi organisasi seukuran kota raksasa adalah sesuatu yang ingin dia hindari. Dan jika dia benar-benar menyusup ke area rahasia negara asing, dia harus mengalahkan semua pasukan resmi yang berusaha untuk menghentikannya. Dia akan diperlakukan sebagai teroris. Hanya karena ikan terbang menyerangnya dan para pegawai menyembunyikan sesuatu, tidak berarti Liberal Arts City ada di pihak yang salah. Bahkan, mungkin saja kota itu sedang melakukan sesuatu yang baik dan para ikan terbang itu datang untuk menghancurkannya. Pada situasi terburuk, melakukan sedikit tindakan kasar bisa saja dilakukan, tapi bahkan jika Liberal Arts City tidak melakukan kesalahan apapun. Mikoto tidak tahan dengan situasi ini. Jikapun dia ingin memakai tindakan fisik, pertama-tama dia perlu mengetahui pihak mana yang baik, dan pihak mana yang yang jahat. (Tentu saja, ada kemungkinan bahwa kedua belah pihak jahat.) Mungkin ada suatu batasan di mana Mikoto tidak bisa melaluinya sendirian. Dia berpikir tentang gadis-gadis yang datang bersamanya dari Jepang. (Ada Kuroko dengan kemampuan teleportasinya dan Uiharu-san dengan kemampuan “perang di dunia cyber”.) Jika dia mendapat bantuan dari Shirai yang bisa bergerak bebas mengacuhkan halangan tiga dimensi, dia bisa menyelinap ke dalam fasilitas itu tanpa memikirkan dinding, lantai, dan langit-langit. Dengan begitu, tidak akan ada kesulitan untuk menyelinap melalui “titik buta” dalam sistem keamanan yang dipasang berdasarkan asumsi bahwa manusia harus berjalan melalui koridor. Dan jika dia mendapatkan bantuan dari Uiharu yang juga bekerja di Judgment, efesiensi dalam mencari informasi melalui jaringan kota akan meningkat. Dia juga bisa menyerahkan semua data investigasi ke Uiharu agar dia bisa memfokuskan diri pada keadaan sekitarnya. Akan sangat menenangkan jika kedua orang itu ada di sisinya, tapi... (Tapi jika aku meminta itu pada mereka, aku akan melibatkan mereka...) Itulah poin utamanya. Mikoto ingin menghindarinya sebisa mungkin. (Jadi apa yang harus kulakukan?) Mikoto lanjut berpikir dan tidak mengambil tindakan. Dia telah mencoba metodenya, yaitu bertindak sendirian pada kemarin malam. Dan metodenya telah gagal. Ace SMP Tokiwadai tidak segegabah itu. Dia tidak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Itu adalah suatu daerah pembuangan. Koridor yang dilalui Saten kelihatan lebih mirip seperti koridor pesawat luar angkasa raksasa di film-film Fiksi Ilmiah, bukannya koridor suatu pabrik. Masih banyak pasir yang menempel padanya, tapi dia tidak peduli. Dia terlalu gugup untuk memedulikannya. Beberapa jalan lain terbentang pada area yang panjang dan lebar daerah itu, tapi pada suatu jalur, terdapat dinding dan lantai yang pesok-pesok dan tergores. Kemungkinan besar, ikan terbang itu memaksakan dirinya untuk melalui jalur tersebut. Saten mengikuti jalur itu. Dia sejujurnya tidak menyangka semua berjalan semulus itu. Dia telah berpikir untuk kembali agar tidak ketahuan jika dia melihat seorang pegawai atau penjaga, tapi setelah dia masuk ke dalam, sepertinya tidak ada seorang pun di sana. Sebelum dia sadar, dia telah berada cukup jauh dari tempat masuk. Di beberapa tempat, dia perlu menunduk di bawah pita “dilarang masuk” yang dipasang, atau mendorong kain hitam yang menutupi jalan, tapi dia terus berjalan. (Dimana aku...?) Awalnya dia berjalan di daerah bawah tanah, tapi dia telah menaiki dan menuruni beberapa set anak tangga berkali-kali. Dia pun sempat melewati saluran berbentuk lingkaran dengan radius lebih dari dua meter. Dia sudah tidak lagi bisa merasakan seberapa tinggi atau seberapa dalam tempatnya saat ini. (Bagian dalamnya kelihatan sedikit berbeda di sini. Apa saluran ini terhubung dengan bangunan yang berbeda?) Yang dia bisa ketahui hanyalah, sepertinya dia sedang berjalan pada suatu bangunan besar di atas permukaan tanah. Namun, dia memasuki bangunan tersebut melalui “jalur” bawah tanah, bukannya masuk melalui pintu depan. Saten terus berjalan. Dia berniat untuk menginvestigasi misteri Liberal Arts City, tapi dia tidak sanggup memikirkan sedikit pun tentang apa yang ingin dia cari. Investigasinya sangat beresiko karena dia tidak tahu apa tujuannya atau apa yang harus ditemukannya. Tiba-tiba, jalan di depannya “meruncing”. Sepertinya, dia telah sampai ke ujung keluar berbentuk segiempat dari terowongan itu. Saten berlari ke arah itu dan jangkauan penglihatannya terbuka lebar. “!!” Dia berada di suatu tempat, di mana dia pergi bersama Mikoto kemarin malam. Daerah yang mirip hangar besar dengan banyak ikan terbang rusak berjejer padanya. Dia tidak datang melalui pintu masuk yang sama seperti sebelumnya, tapi area itu berukuran dalam satuan kilometer. Akan sangat aneh jika hanya terdapat satu pintu masuk. Tapi, ada yang berbeda dengan malam sebelumnya. Hangar yang sebelumnya terkesan bersih, kini telah porak-poranda. Beberapa ledakan pasti telah terjadi di sana. Lingkaran hitam dengan radius 10 meter hangus di berbagai tempat. Bentuknya seperti bunga kering yang tercecer di lantai. Ikan terbang yang sebelumnya memang sudah rusak, kini berubah menjadi tumpukan debu dan potongan-potongan tak berguna. Seakan-akan ada sapu raksasa yang menyapu semua sampah itu. Di sana, tidak hanya ikan terbang yang dihancurkan. Bangunannya sendiri sudah berubah bentuk. Lantai logamnya telah tercabik-cabik seperti stoking yang koyak, dan sekitar setengah dari lampu bergantung di langit-langit telah pecah. Jalan-jalan terbuat dari baja yang ada di atas juga rusak karena ledakan, dan salah satunya menggantung di dekat tempat Saten berdiri. (Xochitl...) Saten tidak tahu apa alasan yang mereka punya, tapi Xochitl dan grupnya pasti adalah pihak yang melakukan hal ini. Para ikan terbang itu telah menghancurkan kota. Memikirkan hal itu, membuat dada Saten terasa sakit, tapi dia tidak bisa berhenti di sana. Dia mendekati ikan terbang hancur dengan hati-hati, karena dia takut jalan baja yang sudah rusak jatuh menimpanya. Itu adalah kapal-kapal yang digunakan Xochitl dan grupnya. Mikoto telah mencoba untuk menginvestigasinya sebelumnya. Kemungkinan besar, kapal-kapal yang berhasil ditembak jatuh oleh Skuadron Laveze dibawa ke hangar itu. Jika ikan terbang itu adalah musuh yang nyata bagi Liberal Academy City, maka tujuan mereka adalah sederhana. Mereka ingin mencari tahu tentang musuhnya. “...” Tapi yang ada di hadapan Saten benar-benar hanya tumpukan sampah. Kelihatannya, ikan terbang yang terbuat dari kayu, kain, dan obsidian itu sudah dicabik-cabik oleh gerigi raksasa dan sisanya ditumpukkan di sana. Apa yang ingin dilakukan Xochitl dan grupnya? Xochitl telah berbicara dengan rekannya di depan mata Saten pada hari itu, tapi itu tidak memberinya petunjuk sama sekali, karena Saten tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan. (Apa tujuan mereka adalah menghancurkan ikan terbang yang ada di sini...?) Saten berpikir sejenak, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya. Bukan itu. Ikan terbang itu adalah yang ditembak jatuh oleh Skuadron Laveze. Dengan kata lain, ikan-ikan terbang itu dicuri di tengah-tengah peperangan. Oleh karena itu, tidak mungkin mereka yang memulai peperangan. Ada alasan yang lebih besar. Tapi apakah dia bisa menemukan alasan yang lebih besar itu hanya dengan mencari-cari di sana? Dia mempunyai firasat jika ledakan yang dia lihat sebelumnya di hari itu, terjadi di seluruh kota. Hangar itu mungkin saja hanya merupakan tempat berhenti sementara, dan tujuan utama mereka ada di fasilitas yang berbeda. (Apa yang harus kulakukan...? Apakah aku mencari lebih jauh di sini, ataukah aku harus pergi ke tempat lain?) Tiba-tiba, Saten merasakan ada yang aneh. Sesuatu yang berhubungan dengan dinding. Ledakan-ledakan besar telah membuat dinding logam raksasa itu peot, seakan-akan hanya terbuat dari aluminum foil. Ada retak-retak tipis di berbagai tempat. Tapi, ada yang aneh padanya. Saten bergerak dari tumpukan sisa-sisa ikan terbang dan mendekati dinding tebal itu. Dia mendekatkan wajahnya dan melihat dengan seksama. Dia segera menyadari apa yang aneh. Dinding itu bukanlah suatu dinding. (Ini...adalah pintu...) Seperti dalam pabrik untuk memproduksi pesawat penumpang besar, salah satu dindingnya dibuat agar bisa menggeser terbuka dan tertutup*. Benda itu begitu besar, sampai-sampai, selama ini Saten salah mengira bahwa itu adalah pintu. Bahkan, jikapun bisa menggeser terbuka, mungkin masihlah tepat jika seseorang menyebutnya sebagai dinding. Bagaimana pun juga, tebalnya melebihi satu meter. [Ya, jika kalian pernah melihat hangar, atau tempat penyimpanan pesawat, dindingnya bisa tergeser. Karena struktur dinding pada suatu hangar hanyalah berfungsi sebagai “sekat”. Pada dsarnya, ruangan sebesar hangar tidak membutuhkan dinding.] Tentu saja, Saten tidak bisa menggerakkan pintu seukuran itu sendirian. Jika dia mencari-cari, mungkin dia bisa menemukan tombol untuk membuka dan menutupnya, tapi seseorang pasti akan tahu jika dia mengaktifkan alat sebesar itu. Tapi, ledakan di hangar itu sebegitu besar sehingga merubah bentuk pintu raksasa tersebut pada beberapa bagian. Saten berlari sepanjang pintu dan akhirnya menemukan titik tengah antara dua bagian “pintu” yang bergeser ke arah berlawanan. Seperti yang dia perkirakan, sedikit celah sudah terbuka antara dua bagian pintu yang sudah penyok tersebut. Celahnya hanya setinggi 1 m dan lebar 10 cm. Dia tidak bisa melewatinya. Saten mengintip melalui celah itu. Di sisi lain ada cahaya kemerahan. Seperti dugaannya, ada tempat yang bahkan lebih misterius di balik pintu itu. Tidak ada benda besar di sana. Setelah jarak sekitar 100 meter, terdapat dinding yang merupakan pintu geser raksasa lainnya. Kelihatannya, itu seperti jenis pintu ganda yang digunakan dalam proses sterilisasi. Tempat yang sesungguhnya pasti berada di balik dinding berikutnya. (Ayolah...Sedikit lagi dan aku bisa mengerti ini semua!!) Tanpa berpikir, dia memasukkan tangannya ke celah di pintu itu, tapi tentu saja hal itu tidak melebarkan celahnya. Lalu Saten Ruiko melihatnya. “......................................................................” Ada sesuatu pada daerah di balik celah yang terisi cahaya kemerahan. Susah dilihat karena lampu berwarna sama, tapi ada suatu label berwarna merah seukuran uang kertas. Dia melihat label di lantai dekat celah itu. Tapi ketika dia melihat sekeliling lagi, dia menyadari lusinan atau bahkan ratusan label seperti itu ditempel di atas lantai, dinding, dan mungkin langit-langit. Label-label berwarna merah itu terkesan abnormal, mengganggu, dan berlebihan. Di atasnya, tertempel peringatan pendek dalam bahasa Inggris. Bahkan Saten yang hanya memiliki level pengetahuan Bahasa Inggris setara buku diktat SMP, bisa tahu bahwa peringatan itu sangatlah “keras”. Dia tidak tahu persis semua kata yang digunakan, tapi yang dikatakannya kira-kira adalah: Peringatan Kontaminasi. Semua pekerja dilarang masuk. Napas Saten Ruiko terhenti. Dia menutup mulut menggunakan tangannya, dan mundur dengan langkah sempoyongan dari celah itu. Dia tiba-tiba mempunyai perasaan yang sangat buruk karena sampai sejauh ini, dia tidak berpapasan dengan satu orang pun pegawai atau penjaga. Dan kenapa pita-pita “dilarang masuk” dan kain-kain hitam itu dipasang di sana? (Apa...?) Saten merasa, dia telah melihat sekilas apa yang Xochitl dan orang-orang dalam ikan terbang itu ingin hancurkan. Dan juga, apa yang harusnya dilindungi oleh pintu tebal itu. (Apa-apaan ini...!?) Itu bukan lagi suatu masalah yang bisa Saten tangani sendirian. Bukan, itu bukanlah sesuatu yang harusnya dia lakukan sendirian sejak awal. Shirai Kuroko, seorang Level 4, dan Misaka Mikoto, seorang Level 5, sedang berada di hotel. Uiharu Kazari biasanya tidak terlalu bisa diandalkan, tapi dia masihlah seorang anggota Judgment, yaitu grup yang membantu menjaga kedamaian di Academy City, Jepang. Dia perlu membicarakan ini dengan mereka. Suasana mencekam ini jauh lebih mengerikan daripada ledakan-ledakan yang dia alami tadi siang. Rasa takut akan kematian “menikam” dada Saten. Tapi, badan Saten tidak bisa bergerak. Dia harus secepatnya pergi dari sana, tapi dia tidak bisa menggerakkan satu jari pun. Dia merasakan semacam tekanan di punggungnya. Sebenarnya, tidak ada yang menyentuhnya, dan tidak ada hembusan angin. Tapi, suatu eksistensi samar-samar atau firasat yang tidak terhubung dengan panca indra, akan membisikkan peringatan bahaya yang intens ke hati Saten Ruiko. “Seharusnya kau tidak melakukan hal itu,” kata seorang wanita dewasa dengan tenang. Kata-katanya se-sopan perkataan resepsionis di suatu perusahaan besar, dan Saten berpikir bahwa jantungnya akan berhenti ketika mendengarnya. Wanita itu melanjutkan berbicara dari belakangnya. “Aku rasa, aku telah memberitahumu kemarin di sini. Ini tidak akan berakhir dengan tenang...” Saten telah melihat sesuatu yang tidak dia lihat di malam sebelumnya. Saten Ruiko telah menemukan sesuatu yang tidak Misaka Mikoto temukan. Perkataan wanita itu hampir terdengar simpatik. Kurang-lebih, dia mengatakan bahwa Saten akan dieksekusi. “...” Saat itu, Saten Ruiko tidak tahu ekspresi seperti apa yang ada di wajahnya. Dia tidak bisa mengatur detak jantung ketika kepalanya dipegang oleh tangan takdir yang tak terlihat. Dengan perlahan, dengan perlahan... dia memutar kepalanya. Yang dia temukan di sana adalah...