Toradora! ~ Indonesian Version:Spin-Off 3 Toradora!-ish Sunday

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Hari Minggu ke-Toradora!-an

Toradora Spin-Off 3 067.jpg

Hari minggu pagi yang tenang dan santai. Jam 10 siang.

"Nasiii...!"

Itulah yang diteriakkan Takasu Ryuuji ke jendela selatan yang gelap. Gelapnya itu bukan salah cuaca, tapi karena bangunan apartemen kelas atas di dekat situ yang menjulang tinggi dan menghalangi sinar matahari. Beberapa waktu kemudian, terdengar suara langkah kaki yang kasar dan menggebu-gebu menaiki tangga besi di luar, tanpa membunyikan bel atau mengetuk...

"Berisik sekali sih pagi-pagi gini! Nggak perlu teriak gitu, aku ini nggak tuli, tau!"

Sebuah kekuatan yang memaksa membuat pintu-depan besi yang reyot terbuka. Saat suara gemerisik sepatu sedang yang dilepas terdengar dari pintu depan, sebuah mangkuk bundar dengan stiker harimau sudah terisi penuh nasi, dan sup miso dengan bayam dan tofu[1] goreng untuk pagi ini juga sudah siap. Pas saat dia sedang meletakkan sumpit pada tempatnya di tatakan,

"Namaku bukan 'Nasi'! Pasti seluruh tetangga mendengarmu! Huuh, nggak punya malu!"

Pluk! Dan Aisaka Taiga mendarat dengan penuh amarah di jok pribadinya. Seorang perempuan berbadan pendek, dia memiliki pesona anggun yang mengingatkan kita kepada sekuntum mawar yang sehat. Baju terusan katunnya sangat cocok untuknya, rambut coklat mudanya menjumbai melewati pinggangnya–sebuah penampilan yang sangat cantik, tapi...

"Ah, aku ngantuk lagi... Ayo beri aku teh!"

"..."

"...Apa? Kenapa mukamu begitu?"

"...Nggak, aku cuma berpikir apakah ada yang bisa dilakukan untuk perempuan-perempuan yang luar biasa angkuh..."

"Hah? Kau jadi kasar sepagi ini? Aku kasih tau ya, aku baru bangun. Sepuluh menit yang lalu aku masih di dunia mimpi. Lalu kau nggak bisa halus ke aku lagi! Aku aja belum sempat cuci muka!"

Perempuan ini, yang dengan angkuh mengucapkan hal tadi tanpa mencoba menyembunyikan suasana hatinya yang buruk tanpa alasan jelas, adalah contoh utama keangkuhan yang kasar dan brutal, dan karena itu, walaupun tubuhnya sangat kecil, orang-orang memanggilnya "Palmtop Tiger"–Harimau telapak tangan. Namun, dari segi penampilan, Ryuuji tak mau kalah darinya. Mata-mata segitiganya yang melihat balik Taiga mengernyit seperti pisau; tatapan ini, dari sudut pandang orang lain, bisa saja memiliki kekuatan untuk menembak seseorang dengan sekali lihat... Tapi ini itu hanyalah sebuah ciri turun-temurun yang ada di mukanya. Tidak lebih.

"Ayolah, kamu bisa bilang aku nggak lembut atau apalah, tapi kamu harusnya minimal bisa buat teh sendiri. Cuci muka sana."

Sambil mengeluh dengan sebal, dia tetap membuatkan teh untuk Taiga, yang sangat susah bangun. Dia telah pasrah dan memutuskan untuk melakukan hal seperti ini. Daripada terus bertengkar tanpa akhir, lebih baik menyerah saja dan menghemat waktu juga energi fisik maupun mental.

"Se... La... Mat... Pa... Giiiii..."

"Oh, pagi. Sebenarnya kalau mau kamu bisa terus tidur lho."

Saat ini, sedang membuka pintu geser, dengan nafas yang berbau alkohol, muncul Yasuko, ibunya. Untuk membesarkan anak laki-lakinya satu-satunya, dia selalu bekerja sampai larut malam, dan tidak pernah bisa pulang sebelum jam 3 pagi. Tapi, walaupun dia masih punya waktu untuk tidur...

"Hmm, aromanya enak sekali... Pagi, Taiga-chan."

Sambil menguap, dia mengucek matanya. Karena Yasuko adalah kepala rumah tangga itu, Taiga menjawab 'Selamat pagi' dengan patuhnya. Yasuko duduk di joknya.

"Ah, ada ikan horse-mackerel kering untuk makan pagi! Ya-chan suka sekali horse-mackarel."

Dengan matanya masih terkantuk-kantuk dan buah dadanya melambung-lambung, dia memiting muka imut-bayinya, yang mulai membentuk sebuah senyuman. Satu-satunya hal yang sesuai untuk umurnya adalah rambut bergelombangnya yang dicat dan kuku-kukunya yang panjang dan berwarna putih mutiara. Sedikit berantakan, rambut panjangnya itu menjuntai sampai ke buah dadanya. Secara keseluruhan, dia memancarkan kesan yang sangat feminin. Bersama anaknya yang sama sekali tidak mirip dengannya, dia dikenal lingkungan itu sebagai 'seorang lolita 30 tahun yang menakjubkan'.

Lantaran sekarang seluruh anggota keluarga telah hadir (walaupun satu diantara mereka berasal dari garis keturunan yang berbeda), Ryuuji juga duduk di joknya, dan, dengan membiarkan TV tetap menyala–bukan hal yang baik untuk dilakukan–mereka bertiga mengatakan 'selamat makan'. Dengan meja yang hanya diisi sup miso, ikan horse-mackerel kering dan kinpira[2] sisa kemarin, mereka dengan khidmat memulai makan pagi mereka yang sederhana tepat waktu.

Horse-mackerel pagi ini memang dari awal agak berlemak, dan setelah direndam di minyak goreng panas sekarang terasa penuh sari. Ryuuji, yang memiliki nafsu makan seorang anak SMA yang sehat, dan sudah mulai tergiur, mendekatkan sumpitnya ke ikan tersebut, tapi sepertinya waktunya salah. Suara ketukan yang menggebu-gebu terdengar dari pintu depan.

Tentu saja Taiga, sambil terus menyeruput misonya, mengabaikan ketukan teresebut, dan Yasuko langsung mulai memakan horse-mackerel. Karena tak ada pilihan lain, Ryuuji berbisik ke horse-mackerel-nya, yang sebentar lagi jadi dingin, "Tunggu aku, ya?...", dan pergi membuka pintu untuk tamu yang waktu datangnya kurang tepat.

"Ya, ya, siapa it-"

"Aku ada barang untuk mu, itu saja"

Menelan semua perkataanya, Ryuuji gemetar ketakutan. Tamu, yang dengan segera masuk, adalah, tak lain lagi, nenek-nenek 70 tahun yang merupakan tuan tanah mereka. Walaupun badannya bungkuk, dia masih memiliki daya tempur yang berlimpah; dia tinggal tepat di bawah kediaman keluarga Takasu; dan dia bersenjatakan sapu. Setiap kali mereka membuat kegaduhan, gagang sapu itu digunakan olehnya untuk memukul langit-langit; lalu, keesokan harinya, saat sedang menyapu trotoar dengan sapu itu, dia akan menceramahi Yasuko dengan suaranya yang melengking dan bernada tinggi.

"Pe-permisi, apakah ada yang Anda ingink-"

"Ini, ini baru dikirimkan dari kampung."

"Te-terima kasih... Maaf sudah merepotkan Anda."

Barang yang diberikannya adalah sebuah kantung plastik yang besar dan berat. Isinya adalah kentang dan lobak Jepang, dan juga banyak sayuran segar. Namun, sepertinya nenek-nenek itu tidak berniat untuk pergi setelah memberikan paket tersebut, tidak peduli itu waktu makan pagi atau bukan.

Apakah dia tidak pergi karena dia mau memeriksa lantai dua rumah miliknya? Nenek-nenek itu masuk lebih dalam ke apartemen 2DK[3] mereka yang sempit dan melihat Yasuko dan Taiga, yang sedang asyik-asyiknya dengan "festival horse-mackerel" mereka. Yasuko, yang, dengan ahli dan penuh dedikasi, sedang melepas tulang ikannya menggunakan sumpitnya, berhenti mendadak.

"Ah... N-nona tuan tanah."

"Wah, jarang sekali melihat anda bangun pada siang hari."

"Ahh, t-tapi saya selalu bangun tidur siang hari."

"Jam dua atau tiga sudah bukan siang lagi. Lebih bisa dibilang senja. Tapi, di luar itu, Anda sedang dalam masalah."

"Eeh... Bagaimanaaa?.."

"Uang sewa bulan lalu. Kau seharusnya membayarnya setiap hari Jumat akhir bulan. Tapi sekarang sudah lewat dari hari Sabtu."

"M-Maaaaf... Walaupun aku sudah ke bank, ternyata saldo tabunganku..."

"Aduh... Namamu juga terdaftar di kontraknya lho, jangan teledor seperti ini."

"Karena dia tinggal tepat di bawah kita, sebenarnya dia bisa menerima cek saja," pikir Ryuuji seperti biasa, tapi dia tahu itu tidak mungkin. Seperti yang selalu nenek-nenek tuan tanah itu selalu nyatakan, "Kalau sekarang aku mulai berhutang, hal itu tak akan berhenti. Hati perempuan tua ini tak bisa tentram; aku tak akan merasa tenang kecuali kalau aku punya uang tunai di tangan." Ya, perkataannya memang tak bisa dilawan.

Saat nenek-nenek itu duduk, seketika pandangannya tertuju ke ikan horse-mackerel kering.

"Aha, ikan horse-mackerel kering ini benar-benar terlihat lezat. Orang tua yang hidup sendiri hanya bisa memberi makan diri mereka sendiri sup cair tawar pagi-pagi jam 6..."

"...ka-kalau Anda mau..."

"Ah, apakah boleh? Saya jadi tidak enak."

Bahkan sebelum dia selesai berbicara, nenek-nenek itu sudah mengambil sumpit tamu yang ditawarkan Ryuuji, dan mulai memisahkan daging ikannya dari tulangnya. Mengisi penuh mulutnya dengan nasi, dia tidak membuang-buang waktu dan langsung mulai memakan kinpira. Lalu dia meneguk sup misonya. "Ahh, lezat," ucapnya dengan suara yang terdengar puas, sambil menghabiskan makan pagi Ryuuji dengan cepat. Lalu dia menengok ke Yasuko.

"Baiklah, kau punya waktu sampai hari Rabu. Tapi jangan harap kau bisa seperti ini setiap saat ya. Awas."

Sekarang giliran Taiga.

"Dan kau, lakukanlah apa yang kau mau sesukanya di sini... Tapi hal-hal 'aneh' hanya akan mendatangkan masalah. Kamu nggak melakukan hal-hal 'aneh' kan?"

"Apa maksudnya "hal-hal 'aneh'"? Taiga bergumam kecil, sambil dengan caria mengisi mulutnya dengan nasi.

Ryuuji, yang sedang berdiri di dapur karena kurangnya tempat, sambil berpikir, 'Bagaimanapun juga, itu kegiatan sehari-hari kita', hanya mengangkat bahunya. Hal-hal seperti itu sudah menjadi rutinitas mereka.

Setelah semua ini selesai, kalau mereka bisa membuat Yasuko berdiri, dia pikir, apakah mungkin mereka bertiga bisa pergi ke Sudoba dan setidaknya makan roti bakar dengan mentega? Bahkan hari Minggu biasanya tidak seburuk ini. Sekali lagi dia merasa kesal karena kehilangan ikan horse-mackerel keringnya.

"Hei, kamu, Ryuuji-kun."

Tiba-tiba serangan nenek-nenek tuan tanah mereka pindah ke arah Ryuuji.

"Ini tak bisa dibiarkan, tahu, tentang kau dan gadis ini menikah. Kamu tak mungkin tahu seberapa banyak masalah yang kamu harus hadapi."

Hampir pada saat yang bersamaan, Taiga dan Ryuuji berguman bersamaan, "Siapa yang akan melakukan hal seperti itu?". Tapi tentu saja kata-kata tersebut tidak terdengar oleh nenek-nenek tua tuan tanah mereka.

Catatan Kaki

  1. Tahu jepang
  2. Makanan yang dimasak dengan cara ditumis dan dididihkan
  3. Apartemen dengan 2 kamar tidur dan ruang makan yang digabung dengan dapur. 2 Bedroom + Dining room & Kitchen


Mundur ke "Tiger Tiger!" Kembali ke Halaman Utama Maju ke "Selamat Datang di Jamuan Makan Malam Naga"