Unlimited Fafnir (Indonesia):Jilid 1 Prolog

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Dihancurkan. Pemandangan yang biasa, kota tetangga di seberang sungai telah rata.

Langit terguncang. Tanah runtuh, menelan rumah-rumah, mobil-mobil dan pepohonan.

Getaran-getaran itu bahkan mencapai anak laki-laki yang berada di tempat pengamatan di bukit yang jauh, menyebar retakan sampai ke bawah kakinya.

"Pergilah... tolong pergilah"

Di samping anak laki-laki itu, seorang gadis menangis, terduduk di tanah, dia memohon sembari air mata mengalir di wajahnya.

Memohon kepada makhluk yang melintasi kota tetangga.

Tetapi tidak mungkin suara dari manusia kecil akan bisa mencapainya.

Kaki raksasa yang meratakan seluruh kota dengan mudahnya. Lengan panjang yang dengan ringannya menyapu pegunungan. Kepalanya tersembunyi di balik awan, tak terlihat.

Sangat besar, makhluk yang sangat besar.

Salah satu makhluk supranatural yang disebut dragon.[1]

Khususnya dragon biru—Hekatonkheir.

Meskipun namanya diambil dari raksasa legenda, mungkin kemiripannya dengan manusia hanyalah dia berjalan dengan dua kaki.

Seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik biru dan saat bergerak, sebagian dari sisiknya menyala, membentuk pola aneh. Ditambah lagi kepalanya yang sesekali mengintip dari celah awan tidak memiliki mata, hidung, ataupun mulut, sebaliknya yang ada hanyalah sebuah tonjolan mirip tanduk.

Mustahil menggolongkannya ke dalam kerangka klasifikasi biologi. Itulah mengapa dia disebut dragon.

Sang dragon biru yang mengembara di dunia sesukanya-raksasa tanpa kepala.

Kota tidak beruntung yang ada di jalannya tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu untuk dihancurkan. Orang-orang yang tinggal di sana hanya bisa lari sebelum mereka dihancurkan.

Akan tetapi, gadis itu adalah satu-satunya yang tidak lari dari raksasa itu. Dialah satu-satunya orang yang menuju tempat pengamatan untuk menghadapi sang raksasa.

Anak laki-laki itu datang untuk membawa si gadis kembali, tapi yang dia saksikan adalah pertempuran antara gadis itu dengan raksasa.

"Pergilaah menjauuuuuh——!!"

Gadis itu berteriak. Mengangkat kepalanya, menatap sang raksasa, dia mengeluarkan suaranya.

Saat dia melakukan itu, sebuah bola hitam muncul di hadapan matanya, dan ditembakkan ke arah raksasa.

Beberapa detik kemudian, cahaya terang memenuhi dunia dan udara bergetar. Ketika warna kembali ke sekitar, sebagian lengan dan bahu kiri raksasa itu telah menghilang bagaikan dicungkil.

Namun itu hanya bertahan sebentar.

Begitu gadis itu mengambil nafas, lengan dan bahu kiri telah kembali normal.

"...!"


Meski begitu, gadis itu terus menatap raksasa, menggertakkan giginya.

"Mitsuki-Kenapa kau tidak menyerah"

Anak laki-laki itu memanggilnya dengan suara tenang.

"Tidak mungkin aku menyerah"

Jawab gadis itu dengan parau.

"Tapi kenapa? Orang tua kita sudah mengungsi. Semua orang lain pun mungkin sudah melarikan diri juga. Tidak ada lagi yang perlu kau lindungi seperti-"

"Masih ada! Rumah kita masih di sana! Kota itu ada tempat keluarga kita berada!!"

Menutupi suara anak laki-laki, gadis itu berteriak.

Raksasa iut tampaknya bersiap untuk mengambil langkah lagi. Di depannya adalah kota di mana anak laki-laki dan perempuan itu tinggal selama tiga belas tahun.

Enam tahun sebagai tetangga dan tujuh tahun sebagai keluarga, keduanya telah tinggal bersama.

"...Aku mengerti."

Dengan desahan kecil, anak laki-laki itu mengelus kepala gadis.

Gadis itu menatap anak laki-laki dengan wajah bingung.

"Nii-san?"


"Serahkan sisanya padaku"


Bahkan sekarang, tiga tahun kemudian gadis itu tidak mengerti apa yang terjadi saat itu.

Tapi memang benar benar, anak laki-laki itu memenuhi janjinya.

Dia mengusir Hekatonkheir, menyelamatkan kota, dan menanggung akibatnya seorang diri.

Tidak sampai kemudian gadis itu menyadari hal apa yang paling ingin dia lindungi.

Tidak sampai dia kehilangan anak laki-laki itu-.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Untuk menjaga konsistensi dengan "D", dragon tidak diterjemahkan
Kembali ke Ilustrasi Halaman Utama Menuju ke Bab 1