Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume3 Bab2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Pagi hari setelah kembali dari Albion, sikap Louise mulai berubah. Simpelnya, dia mulai jadi lebih baik. Setelah bangun, Saito menyiapkan baskom air untuk Louise seperti biasanya. Dia akan menuangkan air ke dalam baskom, lalu mencuci wajah Louise. Hal itu merepotkan, tetapi jika Saito lupa menyiapkan baskom air, konsekuensi berat akan mengikuti.

Sekali, ketika Saito lupa untuk menyiapkan baskom air, ia tidak diperbolehkan untuk makan. Keesokan paginya, karena menjadi sangat marah, ia menangkap katak dari kolam di belakang Akademi Sihir dan meletakkannya di dalam baskom. Louise, yang membenci katak, menangis melihat amfibi yang berenang. Dia menangis ketika katak tersebut tiba-tiba muncul di depannya. Saito meminta maaf yang sebesar-besarnya, tetapi Louise tidak memaafkannya karena membuatnya menangis.

Waktu itu, tidak puas dengan hanya membuat Saito kelaparan, Louise mencoba cambuknya, mengakibatkan Saito melarikan diri dari kamar dan tidur di luar.

Mereka akan berkelahi seperti itu hanya karena baskom air, tapi setelah pergi ke Albion sesuatu berubah. Perasaan hangat terhadap Saito mulai tumbuh dalam Louise dan begitu juga sebaliknya. Namun, mereka tidak menyadari perasaan yang lain.

Di pagi hari, Saito menyiapkan baskom air merasa sedikit canggung. Louise duduk di tempat tidurnya dengan wajah mengantuk.

Dengan baskom diletakkan di lantai, Saito meraup air dengan kedua tangan tapi Louise tak bergerak. Rambut pirang kemerah-merahannya menjuntai di wajahnya. Terlihat lelah, dia mengusap matanya. Dengan ekspresi kosong, dia berkata, "Biarkan saja di sana, Aku akan melakukannya sendiri."

Saito terkejut. Dia tidak berpikir kata-kata "Aku akan melakukannya sendiri" bisa datang dari mulut Louise.

"Louise?"

Saito melambaikan tangan di depan wajahnya. Louise cemberut, memalingkan wajahnya. Dia tersipu-sipu. Seolah-olah ia sedang marah, Louise berkata, "Aku akan melakukannya sendiri. Tinggalkan aku sendirian. "

Louise mencelupkan tangannya ke dalam baskom, meraup air, menggelengkan kepala dan membasuh wajahnya. Air menyiprat ke mana-mana.

"Jadi, kau adalah tipe orang yang suka menggerakkan wajah ketika sedang menbasuhnya ya?"

Louise sedikit terkejut dengan komentar Saito. Wajahnya memerah dan ia menjadi marah. "A-Ada masalah dengan itu?"

"Tidak, sama sekali tidak ada..."

Saito kemudian mengambil pakaian Louise dari lemari dan meletakkannya tertelungkup di tempat tidurnya, sementara Louise memakai celana dalamnya. Saito, memegang seragam Louise, berbalik ketika dia pikir dia sudah selesai. Langkah berikutnya adalah untuk memakaikan pakaian Louise.

Ketika Saito berbalik, Louise, hanya mengenakan celana dalam, mulai panik dan cepat-cepat menutupi tubuhnya dengan seprai.

"Tinggalkan saja pakaiannya di sana," kata Louise, setengah wajahnya tertutup oleh seprai. Apa yang terjadi?Pikir Saito. Dia biasanya mengatakan sesuatu seperti 'Cepat pakaikan seragamku...' dengan wajah mengantuk. Terlebih lagi, ia bersembunyi di balik selimut. Biasanya, dia tidak akan peduli jika terlihat. Mengapa dia malu?

"Tinggalkan di sana? Um, kau yakin?"

Louise memunculkan kepalanya di atas seprai, "kubilang tinggalkan saja di situ kan!?"

Louise kemudian membenamkan setengah wajahnya ke dalam seprai lagi dan memelototi Saito.

Nah ini aneh, pikir Saito saat ia meletakkan pakaian di samping Louise seperti yang diperintahkan.

"Hadap ke sana."

"Eh?"

"Kubilang menghadap ke sana."

Seolah-olah dia adalah tipe orang yang tidak ingin terlihat saat berganti pakaian. Ini adalah reaksi yang sangat normal untuk gadis remaja, bagaimanapun Louise tidak seperti ini di masa lalu.

Saito membelakangi Louise dan berpikir, apa sih yang terjadi?

Yah, banyak hal yang terjadi di Albion. Tunangannya mengkhianati dirinya dan Henrietta, teman masa kecilnya, kehilangan kekasihnya. Itu pengalaman mengerikan untuk Louise. Mungkin peristiwa-peristiwa telah merubahnya.

Apakah Louise benar-benar berubah?

Dengan wajah tanpa ekspresi, Saito teringat rasa bibir Louise. Dia telah mencium Louise yang setengah tertidur dengan lembut di bibir ketika di naga. Mencium seseorang yang sedang tidur adalah tindakan pengecut dan sesuatu yang seharusnya tidak dia dilakukan, tetapi ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Dia sangat sayang padanya.

Mungkinkah..., Saito pikir. Louise tahu tentang ciuman itu? Dia tidak berubah karena dia merasa aku itu berbahaya dan berpikir aku akan melakukan sesuatu padanya, kan?

Saito menghentikan pikirannya sampai di situ dan menggelengkan kepalanya. Jika Louise sudah bangun pada waktu itu, ia tidak akan tetap diam. Bangun. Jadi marah. Menyiksa. Perasaan harmoni apapun akan meledak menjadi debu. Saat-saat seperti ketika aku merayap ke tempat tidurnya mengerikan bukan? Seekor anjing. Itulah aku, seekor anjing. Seekor anjing yang dirantai dan berkata 'guk'.

Ah. Aku mengerti sekarang. Saito akhirnya menyadari. Dia merasa gelisah karena aku merayap ke tempat tidurnya saat ia sedang tidur, dua malam sebelum kami berangkat ke Albion. Ini bukan tentang ciuman sama sekali. Ah, itu sebabnya dia tidak ingin aku membantunya berpakaian lagi.

Saito merasa agak sedih. Bahkan, ia sangat menyesal. Kalau saja dia tidak melakukan hal semacam itu. Dia tidak ingin aku melakukan sesuatu padanya. Yah itu sesuatu yang wajar, tetapi itu berarti dia tidak suka padaku. Itu juga wajar kurasa ...

Sesuatu yang wajar... namun menyedihkan.

Sebuah sinar harapan? Bukan. Tak satupun. Louise tidak menyukaiku. Aku hanya seorang familiar. Sudah begitu, aku hanya menjadi familiar yang berbahaya selama ini. Familiar buruk yang berubah menjadi serigala di malam hari. Sebuah dinding telah dibangun diantara kami.

Awan gelap mulai berkumpul. Harapan dalam hati Saito berbisik dengan putus asa, "Tetapi dalam perjalanan pulang di naga, ia meringkuk denganku kan? "keputusasaan dalam hati Saito menjawab dingin," Itu hanya imajinasiku. Dia melemparku ketika Kirche membicarakannya, bukan? "

... Ah, itu benar. tidak salah lagi. Louise tidak memikirkan apapun tentangku.

Menyadari perasaannya sendiri untuk Louise, Saito diliputi kesedihan. Saito memiliki kepribadian dimana ketika sedang gembira, ia akan terbawa perasaannya, tapi ketika tertekan, ia akan sangat depresi.

"Sedang berbisik-bisik apa kau?"

Saito tidak menyadari bahwa ia berbisik-bisik. Ketika ia berbalik, Louise, sudah selesai berganti pakaian, memandang ke wajahnya dengan ragu.

Setelah berpikir hanya dalam waktu dua puluh detik, ia telah mencapai kesimpulan. Merasa kecewa, Saito menjawab dengan suara yang terdengar seperti orang sakit, "Maaf. Aku tidak akan berbicara kepada diriku sendiri lagi. "

"Ya, itu agak memuakkan."

Louise, terlihat ragu pada Saito, berjalan keluar. "Ayo, kita pergi untuk sarapan."

"Ya," Saito mengikutinya, dengan perasaan tertekan.


Bahkan di Alviss Dining Hall, sesuatu yang mengherankan terjadi.

Saito duduk di lantai seperti biasa, tapi piring supnya tidak ada. Saito menjadi tidak sabar. Apakah saya melakukan sesuatu yang membuat Louise cukup marah sampai aku tidak diberi makan? Tidak, sepertinya tidak begitu.

Tadi malam, setelah lima dari mereka kembali ke akademi, mereka melapor kepada Osman. Osman, yang sudah mendengar dari Henrietta, mengucapkan terima kasih dan memuji mereka atas usaha mereka.

Kemudian mereka kembali ke kamar masing-masing ... dan tidur dengan cepat. Saito tidak melakukan sesuatu yang bisa membuat Louise marah. Dengan raut wajah yang merana, Saito menatap Louise, yang duduk di kursi.

Louise memerah dan sambil berpaling ia berkata, "Mulai sekarang, makan di meja."

"Eh?" Saito menatap kosong pada Louise. Itu sangat tidak terduga dari Louise.

"Ayo, duduk dengan cepat."

Ternganga, ia duduk di samping Louise. Malicorne, yang selalu duduk di sana dan sedang flu, protes, "Hei Louise, itu kursiku. Apa maksudmu dengan membiarkan familiarmu duduk disitu? "

Louise memelototi Malicorne. "Kalau kau tidak punya tempat duduk, pergi saja sana cari kursi."

"Jangan bermain-main denganku! Membiarkan familiar yang hanya rakyat biasa duduk sementara aku harus pergi mendapatkan kursi? Itu tidak benar! Hei familiar, pergi sana, itu kursiku. Ini adalah meja makan para bangsawan! "

Malicorne yang gemuk berusaha tampak menakutkan, tapi dia gemetar sedikit. Ini adalah familiar legendaris yang seharusnya mengalahkan Guiche dan menangkap fouquet. Apa lagi, sepertinya mereka telah mendapatkan beberapa prestasi yang luar biasa ketika mereka pergi dari akademi selama dua hari. Malicorne berlumuran keringat dingin ketika dia mengusir Saito.

Saito, merasa sangat ngedown karena dinding antara dia dan Louise semakin besar, bereaksi terhadap suara yang mengganggunya. Dia berdiri dan mencengkeram kerah Malicorne.

Dia tidak menggunakan banyak kekuatan, tetapi berbisik dengan suara mengancam, "Hei gendut, apa yang kau katakan?"

Ketakutan, Malicorne berhenti berpura-pura dan menggelengkan kepalanya berulang kali, "A-Ah, tidak apa-apa, aku tidak bersungguh-sungguh!"

"Aku tidak bermaksud seperti itu, Sir."

"Y-ya, aku tidak bersungguh-sungguh Sir!"

"Kalau begitu pergi sana cari kursi. Mari kita makan bersama dengan bahagia. "

Malicorne bergegas pergi untuk mendapatkan kursi. Dengan ekspresi terlihat tidak peduli, Louise menunggu waktu doa sebelum makan. Apa sebenarnya yang terjadi. Ada apa dengan perubahan hati ini? Mengapa ia menjadi begitu baik? Tentunya ada alasan. Tidak, pikirnya. Perjalanan ke Albion itu merubah Louise.

Itu pasti ... setelah melihat orang luka-luka dan tewas, perasaan hangat ini sudah mulai tumbuh dalam dirinya. Ini mengingatkan Saito akan cerita tentang Jenderal Tokugawa Tsunayoshi dari zaman Edo dan perintahnya untuk menyayangi hewan. Sang Shogun merasa kasihan terhadap seekor anjing liar, dan menghukum mereka yang menindas anjing tersebut.

Jadi pasti begitu.

Perintah untuk mengasihi hewan telah ditetapkan di Tristain.

Pemubuat Peraturan: Louise Françoise le Blanc de la Vallière.

Objek: familiar dan juga anjing, diriku dengan kata lain.

Saito menghentikan imajinasinya dan memandang Louise dengan hangat.

Kau sudah menjadi lebih baik kan Louise, lebih mirip seorang gadis. Kau mempesona seperti ini. Menjadi begitu baik kepada seseorang seperti aku ... Kau tumbuh dewasa seperti anak perempuan.

Aku akan menjagamu dengan hati-hati - Aku tidak akan pernah melakukan aneh padamu lagi. Sampai aku kembali ke bumi, aku akan melindungimu. Meskipun kau tidak suka padaku, aku merasa senang bahwa kau begitu baik padaku.

Sinar dari Louise bercampur dengan kesedihan dan putus asa, Saito tersenyum hangat. Louise menyadari Saito sedang mengamatinya dengan saksama dan sehingga Louise memerah, "Me-Mengapa kau menatapku seperti itu?"

Menyadari kalau dirinya melihat Louise dengan cara yang menjijikan, Saito mengalihkan mata dan mengepalkan tangannya di lututnya. Dengarkan dengan seksama, Saito. Bangsawan bukan untuk anjing seperti kamu. Dibandingkan dengan Louise, yang begitu indah dan murni, Tidak mungkin tikus tanah sepertimu bisa melihat anak perempuan semanis dia dengan layak.

Pikiran tersebut terus terulang di dalam benaknya. Dengan cepat Saito tenggelam dalam kesedihannya bagaikan rawa tanpa dasar. Dengan sopan Saito berbisik, "Maaf kalau menjijikkan."

Louise dengan cepat menoleh ke arah lain.

Ugh, dia pasti berpikir aku aneh. Tuannya berpikir kalau tikus tanah ini aneh.

Saito menatap makanan di piring dengan wajah kusam. Itu adalah makanan yang mewah, tapi warnanya tampak memudar di hadapan matanya.

Setelah berdoa seperti biasanya sarapan dimulai. Saito dengan tenang menyantap makanannya. Rasanya lezat, tapi dia begitu sedih hingga dia tidak bisa merasakannya.



Ketika Louise memasuki kelas, dia langsung dikelilingi oleh teman sekelasnya. Ada rumor bahwa dia telah melalui perjalanan berbahaya dan telah mendapatkan prestasi besar selama dia tidak ada.

Sebenarnya beberapa siswa sudah memperhatikan ketika pemimpin dari Pasukan Pertahanan Sihir telah pergi. Itu bukanlah kejadian yang biasa terjadi. Mereka semua ingin tahu apa yang terjadi. Mereka mungkin sudah bertanya pada saat sarapan kalau tidak ada guru.

Kirche dan Tabitha sudah duduk. Mereka juga dikelilingi oleh sekelompok siswa.

"Hei ketika kamu dan Louise tidak hadir di kelas, kamu pergi ke mana?" Tanya Montmorency, sambil mencengkeram lengannya.

Hanya melirik, Kirche kembali berdandan dan Tabitha dengan tenang membaca bukunya. Tabitha tidak berbicara banyak. Sedangkan untuk Kirche, kalau biasanya dalam suasana hati, ia tidak akan berkeliling memberitahu teman-teman sekelas tentang perjalanan rahasia mereka.

Tidak peduli berapa banyak teman sekelas mereka mendorong dan menarik, mereka tidak bisa mendapatkan apa-apa dari dua orang itu sehingga mereka mengubah target ke Guiche dan Louise yang baru saja muncul.

Guiche, yang suka dikelilingi dan ribut sendiri, bisa dihasut seperti yang diharapkan. "Kalian ingin bertanya padaku kan? Kalian ingin tahu rahasia yang aku tahu? Ahaha, kelinci kecil yang bermasalah! "

Louise menerobos kerumunan orang dan memukul kepala Guiche. "Apa yang kau pikir kau lakukan?! Kau bisa dibenci oleh Tuan Putri jika kau mengatakan sesuatu, Guiche. "

Dengan satu kata yang berhubungan dengan Henrietta, Guiche langsung terdiam. Teman-teman sekelas mereka menjadi lebih curiga melihat hal ini. Mereka mengepung Louise dan mulai mengganggu dirinya.

"Louise! Louise! Apa yang sebenarnya terjadi? "

"Tidak ada apa-apa. Osman hanya mengirimku ke istana untuk suatu keperluan, itu saja. Betulkan Guiche, Kirche, Tabitha? "

Kirche tersenyum misterius, sambil meniup kukunya yang sedang dipoles. Guiche mengangguk. Tabitha membaca buku. Karena tidak ada seorang pun bersedia untuk bicara, teman-teman sekelas kembali ke tempat duduk mereka. Seperti sekelompok pecundang yang menjengkelkan, mereka mulai berbicara tentang Louise dengan marah.

"Heh, mungkin itu bukan sesuatu yang penting."

"Ya, lagipula yang sedang kita bicarakan disini kan Louise si Zero. Aku tidak bisa membayangkan, prestasi apa yang bisa dia dapatkan. Padahal menggunakan sihir saja tidak bisa. "

"Penangkapan Fouquet pasti hanya suatu kebetulan saja. Familiarnya kebetulan saja bisa mengeluarkan kekuatan dari Staff of Destruction." Kata Montmorency yang jengkel, sambil melambaikan rambutnya yang keriting.

Louise menggigit bibirnya, mengenakan ekspresi kesal di wajahnya sambil tetap diam. Saito terkejut. Beraninya wanita berambut keriting ini menghina Louise-ku? Begini, bukan "Louise-ku" kurasa. Tikus tanah sepertiku tidak akan pernah bisa mendapatkan Louise. Ya walupun begitu, kalau ini tentang wanita, Saito akan melakukan apa yang harus dia lakukan.

Saat Montmorency pergi dan tampak puas, Saito dengan santai meletakkan kakinya keluar. Montmorency yang tidak memperhatikan tersandung kaki Saito.

"Aaah!"

Montmorency, dengan hidungnya yang merah karena jatuh dengan wajah duluan, berteriak dengan marah ke Saito, "Apa yang kamu lakukan? Aku seorang bangsawan, beraninya orang biasa seperti kamu menyandungku! "

Louise berbicara dari samping, "Itu kan kau saja yang tidak memperhatikan."

"Apa, jadi sekarang kau berpihak pada orang biasa, Louise si Zero?!"

"Saito mungkin hanya orang biasa, tapi dia adalah familiarku, Montmorency si Air Bah. Hina dia, itu berarti kau menghinaku, itu hal yang sama. Ada yang ingin kau katakan? "

Montmorency pergi, bergumam dengan marah pada dirinya sendiri. Bagi Saito, Louise, yang baru saja membelanya, terlihat menyilaukan di matanya dan dia mendapati dirinya menatap Louise dengan hangat. Louise merasakan tatapannya dan memalingkan wajahnya ke samping, tersipu-sipu, "A-Apa yang kamu lihat?"

Saito, lagi-lagi menyadari tatapannya menjijikkan, meminta maaf kepada Louise. Tikus tanah sederhana ini lagi-lagi telah melakukannya.

"M-Maaf."

Louise menyadari bahwa Saito bersikap aneh sejak tadi pagi. Dia lebih pendiam daripada biasanya. Apa lagi yang kau inginkan, aku sudah begitu baik kepadamu.

Louise hendak mengatakan sesuatu kepada Saito tentang itu, tapi Mr Colbert telah memasuki ruang kelas, jadi dia kembali duduk. Kelas dimulai.

"Baiklah, semuanya," Mr Colbert menepuk kepalanya yang agak botak. Sampai kemarin, takut tentang bagaimana Fouquet The Crumbling Dirt bisa kabur dari penjara, dia curiga ada seorang pengkhianat di dalam kastil. Dia juga berpikir bahwa itu adalah urusan serius untuk Tristain.

Namun pagi ini, Osman memanggilnya, mengatakan padanya bahwa hal itu "baik-baik saja" dan ia kembali tenang seperti biasa. Selain itu, hal-hal seperti politik tidak begitu menarik buatnya.

Apa yang dia minati adalah pengetahuan, sejarah dan penelitian. Itu sebabnya ia menyukai pelajaran. Dia bisa dengan bebas menyatakan hasil penelitiannya. Lalu, dengan senang hati, ia menunjukkan sesuatu yang aneh yang dia letakkan di meja ke kelas.

"Mr Colbert, apa itu? "Seorang murid bertanya.

Itu adalah benda yang terlihat aneh. Benda tersebut adalah sebuah tabung metal panjang dengan sebuah pipa metal memanjang keluar darinya. Pompa dihubungkan ke pipa dan sebuah engkol yang menempel pada kepala silinder. Engkol terhubung ke roda di sisi silinder. Akhirnya, roda-roda bergerigi menempel pada roda dan kotaknya.

Melihat peralatan-peralatan tersebut, para siswa itu semua bertanya-tanya pelajaran macam apa yang akan dibahas. Dengan berdehem, ia memulai pelajarannya, "Pertama, siapa yang bisa memberitahukanku karasteristik dari sihir api"

Seluruh kelas menoleh ke Kirche. Kalau kau membicarakan tentang sihir elemen api di Halkeginia, sudah pasti bangsawan German ahlinya. Di antara mereka, Zerbsts adalah keluarga yang terkenal. Dan juga, nama panggilannya, Ardent, menunjukkan, bahwa dia hebat dalam sihir api.

Walaupun kelas sudah dimulai, Kirche masih terus menggosok kukunya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari kikir kuku, ia menjawab dengan malas, "Gairah dan kehancuran."

"Itu benar!" Kata Mr Colbert, dia sendiri adalah seorang penyihir api Triangle yang dijuluki 'Flame Serpent'.

"Namun, selain gairah, hanya mampu menghancurkan agak sepi kurasa. Hal ini tergantung pada penggunaan, semua orang. Tergantung pada bagaimana Anda menggunakannya, sebenarnya Anda dapat melakukan hal-hal yang menyenangkan. Bukan hanya untuk menghancuran, Miss Zerbst. Pertempuran bukanlah satu-satunya waktu Anda bisa melihat api. "

"Tidak ada gunanya berusaha untuk menjelaskan tentang sihir api ke bangsawan Tristain" kata Kirche, penuh keyakinan. Mr Colbert tidak gelisah oleh ketidaksepakatan, tapi malah tersenyum.

"Tapi, benda aneh apa itu?" Kirche tanya dengan pandangan kosong, sambil menunjuk peralatan di atas meja.

"Hehe. Jadi, Anda akhirnya bertanya. Ini adalah sesuatu yang kutemukan. Kerjanya menggunakan minyak dan sihir api." Murid-murid ternganga, menatap mekanismenya dengan saksama. Mekanismenya tampak agak akrab bagi Saito, seolah-olah ia pernah melihatnya di suatu tempat sebelumnya. Menjadi salah satu orang yang penasaran, ia juga tetap diam dan mengawasi dengan penuh perhatian.

Mr Colbert melanjutkan, "Pertama-tama kita menguapkan minyak dengan pompa." Dia menginjak pompa tersebut berulang-ulang dengan kakinya. "Lalu , uap minyak akan masuk ke dalam tabung silinder ini. "

Dengan ekspresi wajah yang terlihat berhati-hati, Colbert memasukkan tonkatnya ke dalam lubang kecil yang dia buka. Dia membacakan sebuah mantra. Suara nyala api tiba-tiba terdengar, dan ketika api menyulut uap minyak, suaranya berubah menjadi ledakan.

"Lihat dengan seksama semuanya! Di dalam tabung metalik, kekuatan dari ledakan menyebabkan piston bergerak naik-turun! "

Engkol yang melekat pada bagian atas silinder mulai bergerak bersama dengan roda. Roda yang berputar membuka pintu di kotak. Gerigi mulai bergerak dan boneka ular keluar dari dalam.

"Kekuatannya ditransfer ke engkol yang memutar roda! Lihat! Ular kemudian keluar untuk menyambut kita! Benar-benar menarik! "

Para siswa melihatnya tanpa antusias. Satu-satunya yang tertarik tampaknya Saito.

"Lalu? Apa yang begitu istimewa tentang itu? "

Mr Colbert merasa sedih pada kenyataan bahwa penemuan yang sangat dia banggakan telah sama sekali diabaikan. Berdehem, dia mulai menjelaskan, "Dalam contoh ini hanya ular muncul, tetapi misalnya mekanisme ini ditempatkan pada sebuah kereta. Maka, kereta tersebut bisa bergerak bahkan tanpa kuda! Hal itu juga bisa digunakan di sisi kapal juga, dengan memutar roda air. Maka tidak akan dibutuhkan layar!"

"Anda bisa saja menggunakan sihir dalam kasus-kasus tersebut. Tidak perlu untuk menggunakan mekanisme yang aneh."Setelah satu siswa mengatakan itu, para siswa lain mulai mengangguk setuju.

"Semua orang, dengarkan baik-baik! Jika mekanisme ini diterapkan dan diteliti lebih lanjut, kasus-kasus tersebut bisa berjalan bahkan tanpa sihir! Saya menggunakan sihir api saya untuk menyalakannya, tetapi katakanlah geretan digunakan dan cara untuk menyalakannya mudah sekali ditemukan ... "Colbert jelas semakin bersemangat, berbicara terus dan terus, sementara para siswa bertanya-tanya apanya yang istimewa. Satu-satunya yang sepertinya memahami kehebatan penemuannya tampaknya hanya Saito.

"Mr Colbert, itu hebat! Itu mesin! "Saito mengatakannya sambil berdiri tiba-tiba. Seluruh kelas menoleh padanya.

"Mesin?" Mr Colbert memandang Saito dengan pandangan kosong.

"Ya, sebuah mesin. Ini digunakan di duniaku untuk melakukan hal-hal yang seperti anda katakan. "

"Aku tahu kau orang yang cerdas. Kau familiarnya Nona Vallière, kan? "

Fakta bahwa dia adalah familiar legendaris Gandálfr yang memiliki rune di punggung tangannya tiba-tiba teringat kembali oleh Mr Colbert. Ia sudah lupa sejak Osman mengatakan akan menyerahkan masalah itu kepadanya ... namun karena antusiasmenya ia mulai tertarik pada Saito.

"Kamu lahir dimana?" Ia bertanya penuh semangat

Louise menarik parka Saito sedikit dan memelototinya sedikit "Jangan mengatakan hal yang tidak perlu, kita akan terlihat mencurigakan."

Karena setuju, Saito kembali duduk.

"Hmm? Kamu lahir dimana? "Colbert mendekati Saito dengan ekspresi cerah. Louise menjawab untuknya.

"Mr Colbert, dia eh ... dari Rub 'Al Khalil di timur."

Mr Colbert tercengang. "Apa?! Melewati tanah menakutkan elf? Tunggu, dia kan disummon... jadi dia tidak harus melalui tanah-tanah tersebut ... jadi begitu. Saya dengar bahwa tanah yang dikuasai para elf di timur memiliki teknologi yang maju. Jadi kamu lahir di sana ... jadi begitu, "ia mengangguk dalam pemahaman.

Saito berpaling kepada Louise, "Apa?"

"Ikuti saja," kata Louise, menginjak kakinya.

"A, Ah ya. Aku dari um ... Rub '. "

Mr Colbert mengangguk lagi dan kembali ke mekanisme. Berdiri di podium sekali lagi ia memandang sekeliling kelas.

"Baiklah kalau begitu, siapa yang ingin mencoba mengoperasikan mekanismenya? Ini sangat sederhana! Buka saja lubang di silinder, letakkan tongkatnya dan ucapkan mantra pembakar berulang-ulang. Penempatan waktunya agak sedikit rumit tetapi sekali Anda terbiasa, maka akan mudah seperti ini, "Mr Colbert menginjak pompa dengan kakinya dan mengoperasikan mekanismenya sekali lagi. Suara ledakan menggema di seluruh kelas sementara engkol dan roda gigi bergerak, diikuti oleh ular yang menunjukkan wajahnya.

"Dan si ular gembira menyambut kita!"

Tidak seorang pun mengangkat tangan mereka. Mr Colbert mencoba membuat para siswa tertarik dengan mekanismenya, dengan mengatakan "ular gembira", tapi tidak efektif. Dengan kecewa, Colbert hanya bisa melemaskan bahunya.

Montmorency, tiba-tiba menunjuk Louise, "Louise, kamu coba!"

Wajah Mr Colbert berseri-seri, "Miss Vallière! Apa anda tertarik dengan mekanismenya?"

"Menangkap Fouquet The Crumbling Dirt dan menyembunyikan entah apa yang sudah kau lakukan, pasti kau tidak akan mengalami kesulitan dengan sesuatu seperti ini kan? "Louise menyadari Montmorency berusaha untuk mempermalukan dia dengan membuat dia gagal.

Montmorency tampaknya tidak suka Louise mendapatkan semua perhatian, seperti mendapat prestasi besar dan menjadi bintang di acara dansa. Rasa cemburunya dalam dan fakta bahwa dia adalah tukang pamer terungat kembali oleh Louise.

Montmorency terus memprovokasi Louise, "Hei, lakukan? Louise. Louise Zero."

Sesuatu dalam Louise retak. Dia hanya tidak bisa diam ketika Montmorency memanggilnya Zero. Louise diam-diam berdiri dan mendekati podium.

Melihat Louise dalam keadaan ini, Saito memelototi Montmorency, "Hei Monmon."

"Demi Tuhan namaku Montmorency!"

"Jangan memprovokasi Louise! Ini akan berakhir dalam ledakan! "Kata Saito, tanpa berpikir.

Louise mengalihkan matanya ke komentar Saito. Para siswa barisan depan bersembunyi di balik kursi mereka.

Mendengar komentar tersebut, Mr Colbert teringat akan kemampuan Louise dan asal-usul dari nama panggilannya. Dia mencoba mati-matian mengubah pikiran Louise, dengan kebingungan dia mulai membujuknya, "Ah, Miss Vallière. Eh, Anda dapat melakukannya lain kali, oke? "

"Saya telah dihina oleh Montmorency The Flood," kata Louise dengan suara dingin. Kelopak matanya yang berwarna cokelat kemerahan dipenuhi dengan kemarahan.

"Saya akan menghukum Miss Montmorency. Jadi, eh, bisa tolong simpan tongkat Anda? Saya tidak meragukan kemampuan Anda, tetapi sihir tidak selalu berhasil. Maksudku, 'naga dapat juga mati karena api', kan."

Louise memandang Colbert dengan tajam, "Tolong biarkan aku melakukannya. Saya tidak selalu gagal. Kadang-kadang, saya berhasil. "

"Ada saat-saat ketika aku, kadang-kadang, berhasil," kata Louise, seolah-olah kata-kata itu dimaksudkan untuk dirinya sendiri, dengan suara gemetar. Saito tahu bahwa tidak ada yang bisa menghentikan Louise sekarang. Ketika Louise sangat marah, suaranya akan mulai bergetar.

Mr Colbert menatap langit-langit dan mendesah.

Louise meniru gerakan Mr Colbert dan menginjak pompanya. Uap Minyak masuk ke dalam silinder. Dia menarik napas dan memasukkan tongkatnya ke dalam silinder.

"Miss Vallière, Uhh ..." bisik Mr Colbert seolah-olah ia sedang berdoa.

Dengan suara sejernih bell, ia mulai membaca mantra.

Seluruh kelas membeku.

Seperti yang diperkirakan, mekanismenya meledak. Louise dan Mr Colbert terlempar ke papan tulis sementara seluruh kelas menjerit. Ledakan menyebarkan minyak yang terbakar di seluruh ruangan. Para siswa berlarian dengan kacau, menghindari api.

Di antara kursi dan meja yang terbakar, Louise berdiri perlahan-lahan. Itu adalah pemandangan yang kejam. Pakaiannya hangus dan kulitnya yang putih tertutup jelaga. Sama sekali mengabaikan kekacauan di dalam kelas, ia menarik lengan Mr Colbert dan berbisik, "Mr Colbert. Mesinnya mudah rusak ya."

Mr Colbert tidak menjawab, merasa akan pingsan. Para siswa menjawab untuknya, "Kau yang merusaknya! Dasar Zero! Louise Zero! "

"Sudahlah, yang penting apinya! Seseorang padamkan apinya! "

Montmorency berdiri dan mengucapkan mantra. Itu adalah mantra air 'Water Shield'. Penghalang air memadamkan api dan para siswa bertepuk tangan untuk Montmorency. Montmorency, seakan-akan dia telah menang, berkata kepada Louise, "Kupikir itu adalah hal yang mudah karena kau kan penyihir yang hebat dan lagipula itu hanya api kecil."

Dengan marah, Louise menggigit bibirnya.


Malam itu ... Hari sudah malam pada saat kelas dibersihkan. Merapikan kursi-kursi dan meja dan menyeka lantai adalah tugas yang berat. Setelah kelelahan, Louise dan Saito kembali ke kamar mereka. Saito tidur di tumpukan jerami. Louise duduk di tempat tidurnya. Sudah hampir waktunya tidur. Karena kebiasaan, Saito berjalan ke lemari untuk mengambil pakaian Louise. Namun Louise, tiba-tiba berdiri.

"A-Apa yang kau lakukan?"

Louise memerah dan tidak menjawab. Tangannya memegang seprai dan menggantungnya di tiang-tiang ranjangnya. Sehingga seprai tersebut menjadi tirai dan menutup tempat tidurnya. Sambil melirik Saito, dia ke lemari, mengambil pakaiannya dan kembali ke tempat tidur. Saito bisa mendengar suara Louise yang sedang berganti pakaian di balik tirai. Karena depresi, Saito kembali ke tumpukan jeraminya.

Dia tidak ingin terlihat oleh orang sepertiku. Bahkan jika aku melihatmu, aku tidak akan melakukan sesuatu yang aneh. Aku bahkan tidak akan melihat lagi. Aku bukan serigala seperti yang kau pikir ... Aku seekor tikus tanah. Yah, kau dicium oleh tikus tanah, tapi itu ketika aku terbawa perasaan, aku telah membuat kesalahan. Aku tidak akan pernah melakukannya lagi Louise. Aku akan menjagamu dengan benar. Tikus tanah sederhana ini akan menjaga Anda di tumpukan jerami.

Saito tanpa henti menyiksa dirinya dengan pikiran-pikiran tersebut. Tirai diturunkan. Mengenakan daster, Louise bermandikan cahaya bulan, rambutnya mengalir lembut. Cahaya rembulan yang cemerlang menonjolkan keindahannya yang bagaikan seorang dewi. Setelah menyisir rambutnya dengan tangan ia berbaring dan mematikan lampu di meja samping tempat tidurnya dengan lambaian tongkat sihirnya. Itu adalah lampu ajaib yang akan mati oleh sinyal dari tuannya. Itu tidak benar-benar istimewa, tapi rasanya seperti sesuatu yang mahal. Dengan cahaya bulan memenuhi kamar, suasana terasa seperti mimpi.

Tepat pada saat Saito akan tertidur, Louise duduk tegak dan berseru, "Hei, Saito."

"Ya?"

"Selalu tidur di lantai sepertinya agak ekstrim ... Kau bisa, er, tidur di tempat tidur jika kau mau."

Spontan Saito menjadi kaku, "A-Apa?"

"Jangan salah paham! Aku akan memukulmu jika kau melakukan sesuatu yang aneh."

Saito kewalahan. Ah, Louise kau benar-benar sangat baik. Sepertinya kau telah berubah sepenuhnya. Pengalaman yang keras benar-benar mengubahmu ... Kau bahkan baik terhadap tikus tanah yang menjijikkan sepertiku.Dengan setiap langkah mendekati tempat tidur, detak nadinya seakan menjadi dua kali leih cepat. Louise menghadap jendela, terbungkus dalam selimut di tepi tempat tidur.

"Apakah ... tidak apa? Bahkan untukku? Seekor tikus tanah?"

"Ya, tidak apa, jangan membuatku mengatakan hal yang sama. Apa maksudmu dengan tikus tanah?"

Saito menyelinap ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut, "Maaf."

Dia harus minta maaf karena terbawa suasana dan menciumnya. Dia merasa dia harus. Saito berbisik, "Maaf ... untuk menciummu seperti itu. "

Louise tidak menjawab.

Saito mengira dia sedang tidur, tapi tidak terdengar seperti itu. Saito melanjutkan, "aku ... memutuskan sebelum itu bahwa aku akan melindungimu sebagaimana aku sudah berjanji pada Pangeran Wales. "

"Tidak hanya dari musuh, tapi juga dari keinginanku sendiri. Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku telah melakukan pekerjaan yang baik dalam melindungimu sejauh ini, jadi, maafkan aku. "kata Saito, mengatakan apa yang ada di pikirannya.

Louise menjawab dengan suara kecil, "Tidak apa-apa, kau tidak perlu khawatir."

Saito menggenggam selimut dan berbisik, "Aku tidak akan melakukannya lagi."

"Tentu saja," Louise mulai bicara, seolah-olah bertekad untuk memberitahu Saito sesuatu, "tapi, aku juga harus minta maaf. Maaf, karena telah mensummonmu. "

"Tidak apa. bukan sesuatu yang bagus si , tapi tidak apa-apa."

"Aku akan menemukan cara untukmu pulang. Aku tidak tahu bagaimana, tapi aku akan menemukannya. Aku tidak pernah mendengar dunia lain sebelumnya."

"Terima kasih," Saito merasa lega.

Menggeliat sedikit, Louise bertanya pada Saito, "Duniamu ... di sana tidak ada penyihir ya?"

"Tidak."

"Hanya ada satu bulan?"

"Hanya satu."

"Itu aneh."

"Tidak, tidak, dunia ini yang aneh, penyihir, dan semacamnya."

"Apa pekerjaanmu di dunia itu?"

"Aku adalah seorang siswa SMA."

"Siswa SMA?"

"Yah itu tidak jauh berbeda dari menjadi murid di sini kurasa. Belajar adalah kewajiban."

"Apa yang dilakukan orang bila mereka dewasa?"

Louise mulai memborbardir Saito dengan berbagai pertanyaan. Sementara bertanya-tanya mengapa, Saito menjawab, "Hmm, karyawan perusahaan mungkin, itu yang paling umum. "

"Apa itu karyawan perusahaan?"

Ia menjadi sedikit kesal, tapi menjawab, "Kau bekerja dan kau mendapatkan uang."

"Aku tidak benar-benar mengerti ... tapi apa kalau sudah sudah dewasa kau ingin menjadi karyawan perusahaan?"

Saito tetap diam. Dia tidak pernah berpikir tentang apa yang ingin ia lakukan di masa depan. Dia menghabiskan hari-harinya melakukan apa yang dia suka. Masa depannya tidaklah cerah ataupun suram. Memikirkan hal seperti ini tidak akan ada habisnya, dia hanya datang ke sekolah sebagai rutinitas. Saito agak bingong dalan menjawabnya, "Aku tidak tahu. Aku belum benar-benar berpikir tentang hal itu."

"Wardes bilang kau adalah seorang familiar legendaris. Huruf-huruf rune di punggung tanganmu adalah lambing Gandálfr rupanya."

"Aku tidak mengerti tetapi sepertinya Gandálfr dimaksudkan untuk menggunakan pedang Derflinger."

"Apa benar begitu..."

"Yah pasti begitu, aku tidak bisa menggunakan pedang seperti itu biasanya."

"Lalu, Kenapa aku tidak bisa menggunakan sihir? Kau seorang familiar legendaris, tapi aku Louise Zero. Ugh. "

"Aku tidak tahu."

Louise tetap diam untuk sementara waktu. Lalu dia berbicara dengan nada serius, "Kau tahu, aku ingin menjadi penyihir hebat. Maksudku bukan penyihir yang sangat kuat. Aku hanya ingin bisa mengeluarkan mantra dengan benar. Aku tidak ingin semua mantra yang kubaca gagal dan bahkan tidak tahu elemen sihir apa yang kukuasai. "

Saito ingat kelas mereka sebelumnya. Seperti biasa, Louise telah gagal.

"Sejak aku masih kecil, Aku diberitahu kalau aku tidak ada harapan. Ayah dan ibu tidak mengharapkan sesuatu dariku. Aku selalu diperlakukan seperti idiot, selalu disebut Zero ... aku benar-benar tidak punya keterampilan. Tidak ada elemen sihir yang kukuasai. Aku bahkan kikuk dalam membaca mantra. Aku mengerti hal itu. Guru-guruku, ibu dan saudara-saudaraku memberitahuku. Ketika kau membaca sebuah mantera dari elemen sihir yang kita kuasai, sesuatu di dalam tubuhmu merespon dan bersirkulasi di dalam tubuhmu. Ketika sirkulasi tersebut berada di klimaksnya, itu berarti bahwa mantra selesai. Aku belum pernah merasakan itu sebelumnya. "

Suara Louise menjadi lebih kecil, "Tapi, aku ingin setidaknya mampu melakukan hal-hal seperti orang lain. Kalau tidak, aku merasa aku tidak akan senang dengan diriku sendiri. "

Louise menjadi diam sekali lagi. Saito tidak tahu harus berkata apa untuk menghiburnya. Beberapa waktu berlalu sebelum Saito mulai berbicara.

"Bahkan jika kau tidak dapat menggunakan sihir ... Kau normal. Bukan hanya normal ... kau manis. Dan kau juga sangat baik akhir-akhir ini. Kau punya kelebihan sendiri. Bahkan jika kau tidak bisa menggunakan sihir, kau adalah orang yang hebat..."

Menyelesaikan jawabannya yang kacau, Saito menengok ke Louise. Dia sudah tertidur. Wajah polosnya membuatnya menarik nafas. Sepertinya dia tertidur ketika Saito memikirkan jawabannya. Warna pirang merah muda rambutnya bercampur dengan sinar rembulan, bersinar dengan terangnya. Nafas teratur terdengar dari bibir merah mudanya yang kecil.

Melihat bibirnya, membuatnya ingin sekali lagi menciumnya dan, tanpa dia sadari, dia sudah mendekatkan wajahnya. Tapi, dia berhenti. Hanya seorang pengecut yang berani mencium wanita yang bahkan bukan pasangannya ketika dia sedang tidur. Aku bukanlah pasanganmu... tapi aku akan melindungimu. Jadi kau tidak perlu khawatir Louise.

Sambil tersenyum dengan hangat ke Louise, Saito menutup matanya. Bersama dengan suara nafas Louise sebagai lagu tidurnya, Saito tertidur.

Louise membuka matanya ketika Saito sudah tertidur. Dia mengerutkan dahinya dan berbisik, "Aku bahkan sudah berpura-pura tidur". Louise memeluk bantalnya, dan menggigit bibirnya. Ini benar-benar berbeda pikirnya. Ketika dia melakukan sesuatu ke Louise, dia melakukannya dengan ceroboh seperti orang idiot akan tetapi ketika dia patuh, dia benar-benar patuh.

Aku tidak mengerti. Aku tidak mengerti sama sekali apa yang dia pikirkan. Louise meletakkan tangannya di dadanya. Ketika Saito berada di sebelahnya , dia merasakan dadanya berdetak dengan sangat kuat. Jadi perasaan ini memang benar?

Dia ingin membalas Saito, yang sangat baik dan telah banyak menyelamatkannya. Tetapi bukan hanya itu. Ini pertama kalinya dia memiliki perasaan seperti ini kepada lawan jenisnya dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia sampai tidak memperbolehkan Saito membantunya berganti baju karena hal ini. Ketika dia menyadari tentang perasaan ini, dia bahkan menjadi malu hanya karena dia berpikir bahwa Saito sedang melihatnya. Dia tidak ingin Saito melihat wajahnya ketika nanti dia baru bangun.

Kapan aku mulai ada perasaan seperti ini ke Saito? Mungkin sejak saat itu, pikir Louise. Ketika dia hampir dibunuh oleh golemnya Fouquet, dia dipeluk oleh Saito. Hatinya berdebar. Meskipun dia hampir mati, hatinya derdetak dengan kencang. Ada juga ketika Wardes hampir membunuhnya. Saito menyela dan menolongnya. Tapi saat ketika jantungnya berdetak paling cepat adalah ketika mereka menunggangi naga dan Saito menciumnya. Setelah kejadian itu dia tidak bisa melihat wajah Saito.

Apa kira-kira yang dipikirkan Saito tentang ku? Perempuan yang tidak menyenangkan? Seseorang yang egois dan tuan yang jahat? atau mungkin dia menyukai ku? Yah, dia menciumku, jadi dia pasti menyukaiku. Atau mungkinkah dia sama seperti Guiche yang menyukai wanita-wanita? Yang mana ya. Aku ingin tahu. Bagaimanapun juga, kenapa dia tidak melakukan apapun ketika aku tidur tepat di sampingnya, pikir Louise.

"Tentu saja, jika dia melakukan sesuatu sekarang aku akan menendangnya."

"Tapi... tapi..." Louise menepuk bantal Saito. Dia tidak terbangun. Louise melihat sekitar dengan gelisah. Selain bulan, tidak ada yang melihatnya. Dia bergerak mendekati wajah Saito. Detak jantungnya semakin cepat. Dia menempelkan bibirnya ke bibir Saito dengan lembut, hanya sekitar dua detik. Ini adalah jenis ciuman yang bahkan pelakunya tidak yakin apa dia sudah melakukannya.

Saito membalik badannya.

Louise menjadi sedikit panik dan menjauh dari wajahnya, masuk kedalam selimutnya dan memeluk bantalnya.

Apa yang kulakukan? Apalagi ke familiarku. Bodohnya aku.

Dia melihat wajah Saito. Dia terlihat keren juga: datang dari dunia lain, terkadang patuh tapi terkadang juga mudah terbawa perasaannya tanpa alasan yang jelas. Familiar legendaris... Apa aku benar-benar menyukainya? Apakah ini yang disebut dengan suka?

Sementara dia mengulang-ulang pemikirannya, dia menelusuri bibirnya dengan jarinya. Panasnya bagaikan setrika menempel di bibirnya. Bagaimana caranya aku menemukan jawaban untuk pertanyaan ini?

"Aku tidak ingin ditinggal tanpa mengetahui jawabannya..." bisik Louise sambil menutup matanya.