Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume4 Bab5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 5 - kekuatan Obat Cinta[edit]

Saat Saito bangun di pagi hari, Louise tengah tidur disebelahnya. Malam sebelumnya, saat Louise, yang matanya bengkak penuh air mata, kelelahan, dia membawanya ke kamar dan langsung terlelap. "Kuukuu," dengan wajah tanpa dosa, dia menghembuskan napas saat tidur. Apa yang membuatnya berubah jadi begini kemarin? Saat itu dia siap

membunuh, saat lainnya - dia tiba-tiba menangis " Mengapa kau tak memerhatikanku!" Apa? Apa? fikir Saito. 

Dia mulai bangun. Dengan tergesa-gesa, Louise bangkit, dan menyadari adanya Saito, menggigit bibir. Kemudian dengan suara tertahan, dia bergumam. "Selamat pagi."

"S-selamat pagi," Saito membalas salam.

Kemudian wajah Louise memerah dengan mata marah di wajahnya, tapi kini yang beda. Sambil menatap Saito, dia dengan lembut melengkungkan bibirnya dan berkata dengan malu-malu.

"A-apa?"

"Maafkan aku."

Louise membuka mulutnya dan berkata dengan nada sesal. "MaafkanakuMaafkanakuMaafkanaku. Maafkan aku?"

Louise ini aneh sekali. Dia menatap Saito dengan mata puppy yang terlantar, padahal dia tak pernah menatap S a i t o b e g i n i s e b e l u m n y a . L o u i s e s e l a l u m e r e n d a h k a n n y a a t a u b e r w a j a h m a s a m , d i a t a k b i a s a d i l i h a t d e n g a n c a r a l a i .

"Benar-benar deh, apa yang salah denganmu?"

Karena khawatir, dia mencengkram bahu Louise. Louise yang hanya bergaun malam membengkokkan kepalanya dan menyenderkan pipinya pada tangan Saito. Saito merasakan pang yang tak terduga. Terlebih lagi, pang pada sisi kirinya. Y a n g c e pat tentu saja. Sesaa t kemudian, dia terpengaruh sempurna oleh sebuah kekuatan mengerikan. Badannya gemetaran hebat dan detaknya e n g g a n b e r d e n y u t . A a h , m e l i h a t L o u i s e s e p e r t i i n i . . . D i a ta k j a t u h c i n t a p a d a k u k a n ? !

"Aku lihat."

"Eh?"

"...sebuah mimpi kemarin."

Mimpi?

"M-Mimpi apa?"

"Sebuah mimpi tentang Saito."

"M-Mimpi tentng apa/'

"Saito berlaku jahat dalam mimpi. Meski aku berbicara sangat keras, dia masih berbicara dengan gadis lainnya."

'Gab' Louise menggigit tangan Saito. Namun, itu tak sakit. Louise menggigit sangat lembut. Kemudian mentapa keatas pada wajah saito.

"Meski begitu, itu kemarin. Jangan membeli hadiah untuk gadis lainnya, jangan melirik gadis lainnya - kau punya tuanmu Louise -sama kan?"

Saito menelan ludah selama melihat Louise. Dia tak pernah menyadari Louise begitu mencintainya...Tapi apa yang membuat sikap Louise berubah drastis. Seakan dia orang yang sangat berbeda. Louise yang begitu merendahkanku hingga kini, tak bisa jadi manis hanya dengan begitu, Pertama-tama dia marah. dan kini di dengan lembut mengunyah telapaknya selama memarahinya. Dia takkan pernah menggigit seperti ini. Dia akan memukul. Louise takkan pernah menjual dirinya untuk seorang jalang...Meski pertama-tama Saito pikir Louise mungkin jatuh cinta, dia menyingkirkan cahaya harapan terakhir dari pikirannya.

"Dengarkan aku."

"Y-ya."

"Kayakan padaku sejujur-jujurnya. S-siapa yang paling kau cintai di dunia?"

Louise mengubur wajahnya di dada Saito dan berucap dengan nada memelas. Saito merasa pening kepala dan menjawab tak jelas. "T-tuan-sama. Ya."

"Bohong."

Itu bukan kebohongan. Saat dekat, hanya Louise yang bisa membuat dadanya berdetak begini. Namun, Louise yang sekrang...

"Benarkah?"

"Ya..."

Kemudian Louise bangkit, dan tototo. berlari ke sisi lain kasur. Setelah mengeluarkan sesuatu dari celah rahasia di dinding disamping kasur, dia berlari ke Saito dengannya.

"N. N, nh"

Kemudian dia menyodorkannya pada Sairo.

"apa...?"

'Ambillah."

Barang rumit yang disodorkan terbuat dari wol rajut. Dalam hal apapun juga, ia tampak tak bisa dipakai. Saito menerimanya dan membengkokkan kepalanyam mencoba mencari tahu gunanya. Apakah mungkin, iini sesuatu untuk "dipakai"? Tidak, takkan pernah. Dia tak punya bagian tubuh dimana ini bisa masuk. Louise dengan diam terus menonton Saito...Dengan mata yang tampak berkaca-kaca dari tangisan. Aah, tak bisa menolak saat melihat mata yang seperti itu. Mata itu merupakan mata penih harapan. Dan dia tak bisa menjawab harapan Louise karena dia tak tahu sama sekali ini untuk apa, namun, dia harus melakukan sesuatu!

Apa-apaan ini, pikir Saito, Berfikirlah! Yaaah, kalau dilihat-lihat, ini sepertinya mirip mainan Medusa. Ia juga bisa dilihat sebagai spesies fauna Burgess yang menguasai lautana di masa kuno. Meski ia tampak seperti hewan misterius. kareba Louise yang menyerahkannya padaku, ia pasti punya kegunaan. Ah! Pikirkan!

Saito kebingungan, perlahan kehilangan kendali. "Hebat! Ini? sesuatu yang luar biasa! Tampilan Medusa! Yang terbaiklah!"

Wajah Lousie jatuh. "Itu berbeda...bukan itu...Itu sweater."

Untuk kata alien Sweater. ia berbeda sama sekali dari apa yang diharapkan orang. Ia dengan mudahnya melewati bayangan Saito. Panik, Saito mencoba memakainya. Tapi bagaimana mengenakannya? Entah bagaimana, ia menemukan sebuah lubang dan mendorong kepalanya masuk. Tapi lengannya tak keluar dan setengah kepalanya tetap tersendat didalam. Tersendat dengan cara yang tak enak, Saito berdiri diam. Kemudian, Louise memeluk erat Saito dan mendorongnya jatuh ke kasur.

“L-Louise...”

karena lengannya tertahan oleh sweater, dia tak bisa bergerak.

"Tenanglah," mohon Louise pada Saito

Apa? Aku sudah diam. Tapi itu karena aku tak bisa mengeluarkan lenganku dari sweater.

"Tak bisa." katanya pelan, jujur.

Louise memegang Saito erat, bagai seorang gadis memeluk boneka hewan kesukaannya.

"Ugh, bukankah kau harus ke kelas?"

"Tak apa-apa, Aku bolos saja."

Muhaa! Semakin dia memikirkannya, semakin mencurigakanlah semuanya. Biasanya, Louise tak pernah bolos kelas dengan begitu ringannya.

"Untuk seharian ini. Karena, jika kau ditinggalkan, kau bermesraan dengan gadis lain. Aku benci itu."

Sepertinya dia ingin mengikat saito dengan ini. tapi, untuk seorang Louise yang harga dirinya begitu tinggi untuk mengatakan hal semacam itu...Bahkan jika dia merasa begini, dia takkan pernah mengucapkannya keras-keras.

"Katakanlah sesuatu." ucap Louise dengan manisnya.

Saito, ada apa dengan Louise? fikirnya, sambil mengkahwatirkannya, apa yang membuat Louise mulai berbicara begitu lembut dan halus.


Siangnya, Louise akhirnya terlelap. Gadis muda itu mengorok lemah dalam tidur nyenyaknya. Kemudian Lousie dengan sembunyi-sembunyi menyelinap keluar kamar dan menuju ruang makan. Dia juga hendak mengambil bagian Louise. Siesta, yang sudah menyiapkan makan siang di dapur, dengan manis tersenyjm saat dia selesai menjelaskan situasi yang dihadapinya.

"Kau terkenal."

"Tidak, ini beda. Lousie bukan dirinya. Dia berkelakuan lucu. Tak bisa diapa-apakan, dan kini aku harus dapt sebagian dari makanan ini..."

Saito mengataknnya dengan nada khawatir, sedangkan Siesta menginjak-injak kaki Saito tanpa menghentikannya senyumnya.

"Itu bagus."

“S-Siesta?"

Sepertinya dia benar-benar marah. Senyum dinginnya hanya menunjukkan kemarahan bekunya.

"Heeeh. Nona Vallière, ningrat yang harga dirinya tinggi itu tiba-tiba menjadi begitu manis pada saito. Apa yang membuatnya berubah pikiran tentang Saito-san? Aku khawatir."

Sambil tetap tersenyum, Siesta menguatkan injakannya pada kaki Saito. Saito berteriak.

"I-itu benar! Dia memang tiba-tiba mulai bertingkah aneh."

"benarkah?'

"Ya...seakan-akan dia berubah jadi orang lain."

Mendengar itu, Siesta mulai berpikit dengan wajah serius.

"Itu mengingatkanku, kudengar ada ramuan sihir yang dapat mengubah pikiran orang jadi begini..."

"Ramuan sihir?"

"Benar. namun karena aku bukan seorang penyihir, aku mungkin tak mengerti benar tentang itu...tapi Nona Vallière takkan meinum barang semacam itu..."

Saito teringat malam sebelumnya. Tingkah Louise berubah drastis setelah masuk kamar Montmorency...selama dia bersembunyi dibawah selimut kasur. Pada saat itu, kelakuan Louise tiba-tiba berubah...Apa louise melakukan sesuatu setelahnya?...Ah...Itu mengingatkanku, dia berkata "Fuah! Aku haus dari lari kesana-kemari!" dan dalam sekali teguk meminum anggur merah di meja!....itu? Apa itu ya...? Saito mulai merasa curiga pada anggur merah dalam kamar Montmorency.


Saito menunggu Montmorency keluar dari ruang makan dan mencengkram lengannya, Guiche, yang berjalan disebelah Montmorency, ngamuk. "hei! Apa yang kau lakukan pada Montmorencyku!"

Namun, wajah Montmorency tiba-tiba memucat, bukannya mengeluh. Apa?! Meski dia mencengkram lengan seorang ningrat seperti itu! Sepertinya Montmorency, yang bahkan lebih arogan dari Louise, tak ingin membuat keributan lebih lanjut. Dengan kata lain, dia merasa berutang pada Saito soal sesuatu dan ia pasti berhubungan dengan perubahan Louie yang tiba-tiba.

"Hei Monmon." Saito menatap Montmorency.

"A-Apa...?

Dia dengan aneh membuang muka. Dia tak marah dipanggil Monmon. Ini makin lama makin mencurigakan.

"Apa yang kau buat yang diminum Louise?"

"Eh?' Guiche membuat wajah curiga.

"Montmorency memberikan Louise sesuatu?"

"Hei Guiche. Kau melihat perubahan Louise kan? Suatu saat dia marah, setelahnya dia menempatkan telapaknya dengan lembut. Bahkan orang setolol kau harusnya jadi curiga."

Guiche berpikir sambil menyilangkan lengannya. Ini makan waktu, karena dia lamban sebagaimana biasa. Lalu Guiche, yangd engan usaha keras ingat kejadian malam sebelumnya, menganggul. "Ia sebagaimana katamu. Seharusnya tak mungkin bagi Louise untuk jadi lembut tiba-tiba kan?"

"Benar! Monmon! Louise jadi aneh setelah meminum anggur di kamarmu!"

"Itu anggur yang kubeli! Tiada yang mencurigakan soal itu!"

Setelah mengatakan itu, Guiche menyadari tingkah tak biasa Montmorency. Dia tengah menggigit bibirnya kuat-kuat dan tetes-tets kecil keringat dingin muncul di dahinya.

"Montmorency! Anggur itu, benarkah..."

"Anak itu meminumnya tanpa permisi!" teriak Montmorency, karena tak tahan.

"Bukan itu masalahnya! itu salahmu!" katanya sambil menunjuk Guiche, menepuk hidung Guiche dengan jarinya. Kini, dengan amrah yang berbalik, Guiche dan Saito mematung dan hanya menonton Montmorency.

"Karena kau selalu main kemana-mana!"

"Kau1 apa yang kau taruh di anggur itu?!"

Saito mengerti. Montmorency ingin Guiche meminum sesuatu yang ditaruh dalam anggur. Tapi malah Louise, yang menyerbu masuk, yang meminumnya. Untuk sesaat, keduanya, Guiche dan saito, berdiri dengan enggan dan malu, kemudian menyurut kebelakang. Kemudian Montmorency dengan nada pelan dan tertahan bilang. "...Ramuan cinta."

"Ramuan cinta!" teriak Guiche dan Saito.

Montmorency buru-buru menempatkan kedua tangannya pada mulut keduanya dalam panik. "Tolol! Jangan keras-keras!...ia dilarang."

Saito mencengkram lengan Montmorency, menyingkirkan tangannya dari mulut dan berteriak. "Ya jangan memulai semua ini dong! Tolonglah Louise, entah gimana!"


Montmorency, saito dan Guiche memeras otak dalam kamar Montmorency. Montmorency menjelaskan pada keduanya dengan arogan bahwa dia membuat sebuah ramuan cinta untuk mencegah Guiche berselingkuh. Dia menaruhnya dalam gelas Guiche agar dia meminumnya, Tapi kemudain Saito dan Louise menyerbu masuk kedalam kamar. Tak sulit bagi Saito untuk membayangkan apa yang terjadi setelah itu. Tak tahu apa-apa, Louise meminum semuanya. Saito berteriak, "Apa yang telah kau lakukan?!"

"...Tapi. kalau tidak, dia takkan jatuh cinta padaku kan?"

Guiche, yang hingga tadi diam, memegangi tangan Montmorency yang memerah. "Montmorency, kau begitu perhatian padaku..."

"Hah! Kau pikir aku melakukannya untukmu? Aku takkan menyia-nyiakan waktuku untuk itu. Hanya saja, adalah tak enak bagiku, bahwa kau berselingkuh di belakangku!"

Merah pada pipi Montmorency dengan cepat berganti wajah masam nan arogan. Sebagaimana bisa diduga, harga diri seorang wanita ningrat Tristain sangatlah tinggi. Sangat mementingkan diri sendiri dan arogan.

"Jangan khawatir soal aku yang berselingkuh! Aku pelayanmu, selamanya!"

Guiche mendekap Montmorency erat. Kemudian, dia memegang pipinya, mencoba menciumnya. Montmorency yang terpana menutup matanya.

"Hentikan."

Saito menarik dan memisahkan mereka.

"Apa yang kau lakukan, tolol?!"

"Tak penting itu! Tolong Louise dulu!"

"Dia bakal sembuh cepat ataupun lambat!"

"Kapankah 'cepat ataupun lambat' ini!"

Montmorency terlihat ragu-ragu. "Fisiologi tiap orang beda-beda, mungkin ia bakal makan sebulan atau mungkin setahun..."

"Kau berencana membiarkanku minum itu?'

Guiche memucat.

"Itu terlalu lama. Yang cepat! Bagaimanapun caranya! lakukan!"

Saito memanjangkan lehernya dan mendekatkan wajahnya pada Montmorency.

"Aku mengerti! Tapi butuh waktu untuk menyiapkan penawarnya!"

"Buruan dan lakukan itu! Sekarang! buat itu sekarang!"

"Tapi, untuk membuat penawar, ada obat tertentu nan mahal yang diperlukan, aku gunakan seluruh uangku untuk membuat ramuan cinta dan itu sangat mahal. Aku tak bisa melakuaknnya dalam waktu dekat."

"Ya, uang bakal susah didapatkan, jangan berlebihan."

"Tiada uang? Kalian adalah ningrat!"

saat Saito berteriak, Guiche dan Montmorency saling memandangi.

"Meski kami adalah ningrat, kami juga murid."

"Adalah anggota dewasa dari keluarga yang memiliki tanah dan uang."

"Ya minta ortu kalian untuk mengirimkan uang." kata Saito pada keduanya.

Disini, Guiche lalu mengangkat telunjuknya dan mulai berbicara. "Dengarkan, Di dunia ini ada dua jenis ningrat. Yang satu adalah ningrat yang tak punya keberuntungan yang bagus soal uang, yang satunya lagi - ningrat yang memiliki uang. Misalnya saja, de Montmorency. Keluarga Montmorency gagal dalam reklamasi tanah dan pengaturan tanahnya buruk.

Montmorency menyela masuk.

"Atau seperti Keluarga de Gramont, keluarga Guiche, yang demi kehormatan, terlibat dalam sebuah perang dan menghabiskan seluruh uang mereka..."

"Bagaimanapun juga, ada ningrat yang tak berpunya. Sebenarnya, aku tak berlebihan lho, setengah ningrat di dunia ini hanya punya cukup uang untuk menjaga kediaman dan tanah disekitarnya. Tapi, seorang jelata sepertimu tentu takkan mengerti kesulitan menjaga kehormatan dan harga diri kebangsawanan."

Orang-orang ini...Saito dengan enggan mulai merogoh-rogoh dalam kantong jin dan parkanya. Kemudian dia menarik keluar koin-koin emas yang diterimanya dari Henrietta sebelumnya. Setengahnya dia tinggalkan di kamar Louise dan setengahnya lagi dia bawa sendiri.

"Segini cukupkah?"

Dia menghamburkan mereka ke meja.

"Uwaa! mengapa kau punya begitu banyak uang? Kau!"

Melihat jumlah emas yang terhampar di meja, napas Montmorency hampir saja terhenti.

"Luar biasa, bahkan ada beberapa yang 500 ecu."

"jangan tanyakan darimana asalnya. Beli saja obat mahal itu dengannya di akhir besok."

Montmorency mengangguk dengan enggan. __________________________

Saat dia kembali ke kamar dengan kantong yang kosong, kamarnya terlihat aneh.

Entah bagaimana, seisi kamar dipenuhi asap seperti yang berasal dari rokok. tapi baunya harum. Louise tengah duduk di tengah ruangan dengan stik joss yang dibakar disekelilingnya.

"Hei, apaan ini? Ada apa dengan semua ini?"

Saat Saito berkata begitu. Louise, yang selama ini menunggunya, menjawab dengan nada terisak-isak. "Darimana saja engkau...?"

Saat itulah Saito baru menyadari betapa menggodanya penampilan Louise. Dia tak mengenakan roknya.

"Kau tinggalkan aku sendirian..." katanya dengan nada terisak-isak sambil menangadah menatap Saito dengan pundungnya.

Sepertinya, selama dia merasa kesepian, dia mulai membakar semua aroma ini.

"Ma-maaf..."

Mengapa dia tak memakai rok?! Dia mencoba memalingkan mukanya dari tubuh Louise saat dia menyadari fakta lain yang tak diduga. Yah...Lo-Louise, Louise Françoise, si nakal ini, rok bukanlah satu-satunya yang dia lewatkan...CDnya juga hilang. Garis perut bawahnya mengintip dari celah kemejanya. Tiada tanda-tanda pakaian dalam di dalam. Saito mulai gemetaran.

"K-kau, P-pakailah C-c-c-cdmu!"

Sambil gemetaran, dia berteriak sambil memalingkan muka.

"Takkan!"

"Mengapa tidak?!"

"Aku tak cukup seksi. Aku tahu ini karena malam demi malam, Saito tidur disisiku di kasur, tapi dia tak melakukan apapun padaku. Aku tak tahan lagi." kata Louise dengan nada terisak.

"I-itu, kau, aku, apa kau berkata kau ingin aku m-mendorongmu jatuh dan l-l-l-l-lakukan hal-hal itu padamu?"

""A-apa itu buruk...?"

"Iya."

"Tapi, aku akan mengejapkan mata dan selama sejam, aku akan berpura-pura tak tahu apa-apa.'

Tapi dengan mengatakan bahwa dia akan berpura-pura tak tahu...Louise membuat sebuah komitmen besar. Louise menarik ujung kemejanya kebawah untuk menutupi kemaluannya dan bangkit berdiri. Louise menggerakkan kakinya yang telanjang dan kurus. Hati Saito berdetak dalam dadanya, suaranya bagai deringan sebuah bel yang terus-menerus. Louise melompat ke dada Saito. Bau harum rambutnya bahkan lebih kuat dari aroma wewangian dalam ruangan. Dia tak pernah menggunkan parfum, ini bau alami tubuhnya.

Dengan wajahnya terkubur dalam parka Saito, Saito gemetaran dan bergerak-gerak. 'Aku kesepian...Bodoh..."

Kedua tangan Saito menempatkan diri mereka pada tubuh Louise. Mereka tampak memeluknya erat secara insting. Saito menggigit bibir. Dia agak menekankan gigitannya untuk mendapatkan kembali kesadarannya melalui nyeri.

Louise hari ini...bukanlah Louise yang kukenal. Adalah ramuan cinta yang membuat diriku kehilangan akal. Louiseku adalah yang kulindungi dan kusukai...Dengan alasan ini, aku tak bisa memeluknya dengan keadaannya sekarang. Apa yang terjadi jika remnya gagal? Dia pasti menelan Lousie bagaikan binatang buas. Karena cinta, ini tak bisa.

Saito, dengan tangan yang gemetaran, mencengkram bahu Louise. Kemudian dia menatap lurus pada mata Louise dan memeras keluar suara sehalus mungkin. "Louise..."

"Saito..."

"Y-yah...kau bertingkah aneh hari ini karena suatu obat."

"Obat...?"

Louise menengadah pada saito dengan mata yang berkaca-kaca.

"Itu benar. Kau kini bukanlah dirimu yang sebenarnya. tapi jangan khawatir. Aku akan menemukan penawarnya, bagaimanapun caranya. OK?"

"Ini bukan karena obat!"

Louise menatap lurus pada Saito. "Perasaan ini bukanlah karena obat. Karena setiap kali kumelihat Saito, jantungku mulai berdetak liar. Tak hanya itu...Aku tak bisa bernapas dan merasa tak tertolong. Aku tahu, perasaan ini adalah..."

"I-itu beda. Aku akan menerima bila itu adalah perasaanmu yangs ebenarnya, tapi ini bukan, ini beda. Ini karena obat. Penawarnya akan ada besok malam, jadi tunggu hingga saat itu. Yah, itu..dan, kini. pergi tidur yuk?"

Louise menggelengkan kepalanya."Aku tak paham. Itu tak ada kaitannya. bagaimanapun. kau harus memelukku erat atau aku tak tidur."

"Jika aku melakukannya, kau akan masuk kasur/'

Louise mengangguk. Saito membawanya ke kasur. Kemudian berbaring, bergeser ke sisinya. seperti biasa, Louise memeganginya dengan erat.

"jangan kemana-mana. Pandangilah aku, hanya aku, jangan yang lain. hanya aku." ulangnya, bagaikan itu semacam mantra.

Saito menganggul. "Aku takkan kemana-mana. Aku akan tetap disini untuk waktu yang lama."

"Benarkah?'

"aah. Ya. jadi tenang sajalah, ya?"

"un...Jika Saito berkata begitu, aku akan tidur. Karena aku tak ingin dia membenciku."

Namun, Louise tak pergi tidur, dan malah bergeser sedikit dan menempatkan wajahnya yang memerah ke punggung leher Saito. Sebelum Saito sempat memikirkan apa yang tengah dilakukannya, dia mulai mencium leher Saito. Ini bagai tusukan ribuan harum sepanjang tulang punggungnya.

“Haaaaaaaaaaah...”

Saito mulai gemetar ketakutan. Sementara itu, Louise mulai mengisap kuat-kuat kulit Saito.

"Louise! Louise!"

Jika kau tak hentikan ini, aku akan mati. Tapi Louise tak berhenti. Dengan pipi yang memerah, diamatinya tempat yang baru saja diciumnya. tempat itu memerah seakan digigit serangga. Menyadari ini, Louise melanjutkan dan terus meninggalkan tanda di kulit Saito dengan rasa ketertarikan nan tinggi.

"Louise, hentikan! Aku sudah! Aku! Aah!"

Fikirannya sudah tak tahan. Saat Louise menyingkirkan bibirnya, dia bergumam dengan nada pundung. "Tidak, aku takkan berhenti. Saito adalah milikku, hanya milikku. Karenanya, aku akan meninggalkan tanda untuk menunjukkan dia milikku dan menjaga agar gadis-gadis lain menjauh."

Setelah itu, siksaan Saito berlanjut untuk beberapa waktu. Louise mulai meninggalkan bekas ciuman tak hanay di punggung lehernya tapi bahkan juga di dadanya, Akhirnya ada 10-an. Konvulsi kuat Saito menjadi gemetaran ringan saat bibir Louise akhirnya meninggalkan dadanya. Kemudian Louise memutarkan kepalanya ke samping, menunjukkan lehernya sendiri pada Saito.

"Sekarang, kau tandai aku."

"T-tapi..."

Saito memandangi leher Louise yang kurus dan putih salju.

"Jika kau tak melakukan ini - aku takkan pergi tidur."

Tiada jalan lain. Saito mengejapkan matanya dan membawa bibirnya pada leher Louise. Dia menyentuhnya. Sebuah desahan dalam meluncur dari bibir Louise. Tak pernah mendengar desahan yang begitu manis darinya sebelumnya, Saito hampir tewas. Dengan ketegangan nan tinggi, dia mengisap kulit celadon Louise.

"Nh...!"

Louise pasti tegang juga, tuh dia mengerang sebagai bukti. Kelelahan dengan cepat menghampirinya dan Louise mulai bernapas sebagaimana seorang setengah tertidur setelah sesaat. Saito bernapas keras-keras, dia harus menahan diri berkali-kali, klo tidak, dia bakal menyerang Louise yang dengan damai terlelap disisinya. tenanglah! Louise bersikap begini hanya karena ramuan itu! Dia harus cepat-cepat mencari penawarnya, untuk mengembalikan Louise yang sepedas biasanya, bukan yang manis begini!

Saito lalu menyadari apa yang digenggam erat Louise dalam tidurnya. Itu kalung yang dibelikan Saito ketika ke kota. Dia menggenggamnya erat seakan itu semacam harta berharga. Melihat pemandangan nan manis ini hampir membuatnya kehilangan seluruh tenaganya. Ini kejam. Louise sangat jahat. Adalah sebuah kejahatam untuk terlihat begitu manis. Tanpa sadar, dia mengulurkan tangannya menjangkau Louise, hanya untuk menahannya dengan yang satunya lagi. Aku tak punya hak untuk mengambil kesempatan pada Louise dengan cara ini. Ini terjadi bukan karena aku. Ini karena ramuan. Tahanlah.

Jika saja aku tak pernah menginginkan Siesta mengenakan seragam pelaut itu, Louise takkan jadi begini...Karenanya ini salahku. Aku tak berguna, pikir Saito. Aku tak pernah menolak kesempatan untuk bermesraan dengan seorang gadis dan...

Siesta. Ya, Siesta....Aah, Siesta, cukup dengan kehadirannya, aku tenang. dia juga berparas bagus.,,,Tapi saat Louise didekatnya, hatinya berdegup....Aah, manakah yang lebih kucintai?

Kekhawatiran yang sangat mewah. Dia bahkan tak pernah membayangkan bakal mengkhawatirkan soal beginian saat masih di bumi. Melihat wajah Louise yang tertidur, dia mulai berfikir...Mengapa kembali ke dunia asalnya, jika kau bisa tinggal disini?...Saat Louise menjadi Wanita Senat Henrietta, semakin sulit untuk berkelana ke timur...Meski dia kecewa, di saat yang bersamaan, dia juga merasa senang. Karena dengan itu, dia bisa tinggal di sisi Louise.

Aah, Bumi, Siesta dan Louise. Ketiganya berputar-putar dalam kepala Saito, membuatnya frustasi...Pilihan mana yang kuambil? Dia bisa saja tak memilih sekarang, tapi suatu saat, dia harus....Mungkin, di masa depan yang dekat. ___________________

Di sore hari berikutnya, Saito tengah berada di kamar Montmorency. Dia bertengakr dengan Louise sebelum meninggalkannya dan datang kesini...

"Kau tak bisa membuat penawar?"

Dengan wajah terangkat, Saito menatap Montmorency. Disamping Monmon, Guiche duduk sambil memegangi dagu dan terdiam nanar. Montmorency dan Guiche telah pergi ke kota hari itu untuk bertemu para pedagang pasar gelap dengan harapan menemukan penawar, tapi...

"Ini tak bisa diapa-apakan! ia terjual habis!"

"Terus kapan kau bisa membelinya?!"

"Itu...sepertinya mereka tak punya apa yang diperlukan."

"Memangnya apa itu?"

"Obat khusus dari Danau Ragdorian, di perbatasan dengan Gallia, Ia terbuat dari air mata roh air...Namun sepertinya mereka tak bisa berhubungan dengan roh-roh air sekarang."

'Apaa?!"

'dengan kata lain, kita tak bisa mendapatkan obat khusus ini."

"Lalu bagaimana dnegan Louise?'

"Yah, maksudku, klo dipikir-pikir, apa sih jeleknya ini? Dia telah jatuh cinta padamu. Kau menyukai Louise, kan?"

Namun, Saito tak bisa setuju dengan apa yang dikatakan Guiche. "Aku tak bisa bahagia jika alasan dia menyukaiku adalah karena obat itu. Itu bukan perasaan Louise yang sebenarnya. Itulah mengapa aku ingin Louise kembali menjadi dirinya yang sebenarnya."

Tapi...Montmorency manyun dan Guiche menggelengkan kepalanya dengan enggan. Bahkan Saito pun berpikir dalam hening untuk sesaat, sebelum akhirnya dia mengepalakan tangannya, membulatkan tekad.

"Dimana roh air itu?"

Aku sudah bilang padamu, di danau Ragdorian."

"Jadi kau hanya perlu bertemu dengannya, kan?'

"Eeeeeh!? Kini, dengarkan! Roh air jarang sekali memunculkan wajahnya pada manusia! Dan jika dia muncul, dia sangat kuat! Jika dia dibuat marah, hasilnya bisa mengerikan!"

'Aku tak peduli, Ayo berangkat!"

"Tapi aku peduli! Aku sudah mutlak tak pergi1"

Saito menyilangkan lengan. "Baikalah kalau begitu, hanya ada satu hal yang bisa kulakukan. Aku harus bilang soal ini pada Baginda Yang Mulia Putri tentang ramuan cinta ini, atau Baginda Yang Mulia Ratu ya sekarang? Bagaimanapun, aku pasti harus meminta bantuan padanya soal ini. Klo dipikir-pikir, bukankah ramuan itu dilarang? Berarti seharusnya ia tak boleh dibuat, kan? Sekarang...apa ya yang bakal dilakukan Paduka bila mengetahui hal ini/'

Wajah Montmorency memucat dengan cepat.

"Bagaimana menurutmu, Monmon?"

"Ya sudahlah! Aku mengerti! Aku akan pergi, jika kau pergi!"

"Hmm, kita tak bisa biarkan Louise tinggal klo begini. Nanti malah ada yang menyadari tingkah anehnya dan curiga soal ramuan cinta."

Guiche menggelengkan kepalanya.

"Jangan takut cintaku. Aku akan selalu disisimu selama perjalanan ini." kata Guiche sambil bersender masuk dan mencoba dengan perlahan menempatkan tangannya pada bahu Montmorency, tapi Montmorency dengan cepat menghindarinya.

"Itu tak benar-benar menginspirasi. kau terlalu lemah."

Setelah itu, ketiganya membuat persiapan untuk perjalanan ini. Mereka akan pergi hari berikutnya, saat pagi buta. Karena mereka tak tahu bagaimana gerak-gerik Louise bila ditinggalkan sendiri, mereka memutuskan membawanya turut serta.

"haah, ini kali pertama ku nolos sekolah." desah Montmorency.

"Dan bagaimana denganku, karena aku tak ke sekolah selama setengah tahun sekarang? Setelah Saito datang, petualangan selalu ada tiap hati! Ahahaha!" Guiche meledak dalam tawa yang hangat.