Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume6 Bab4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 4 - Opsir Komandan Guiche dan Opsir Kadet Malicorne

Setiap murid yang bergabung ke dalam tentara kerajaan melalui perekruitan resmi, yang datang ke akademi sihir, mengikuti pelatihan sekitar dua bulan dan kemudian ditugaskan ke berbagai bagian.

Tentara Tristain dibagi menjadi tiga cabang.

Pertama, "tentara kerajaan" yang berada di bawah komando langsung sang raja. Jenderal-jenderal ningrat dan opsir-opsir yang tergabung ke dalam keluarga kerajaan memerintah dan membentuk sepasukan tentara bayaran melalui uang. Opsir pelajar seperti Guiche terutama ditugaskan ke dalam tentara kerajaan ini atau ke dalam bagian lain, sky navy.

Selanjutnya adalah "tentara nasional", dimana bangsawan-bangsawan yang lebih hebat di berbagai wilayah merekrut orang-orang di dalam wilayah mereka. Organisasi ini juga disebut sebagai "tentara marquis". Bangsawan-bangsawan yang menerima tanah dari raja akan menunaikan janji mereka dan membentuk sebuah pasukan. Inilah yang diminta Cardinal dari ayah Louise, Duke La Valliere, yaitu untuk membentuk sebuah pasukan.

Karena prajurit-prajurit yang tergabung dalam tentara nasional awalnya adalah petani, mereka dianggap lebih lemah dibandingkan tentara kerajaan yang terdiri dari tentara bayaran. Memang tidak sesuai untuk kampanye, tapi tentara kerajaan sendiri kekurangan orang, sehingga mereka (prajurit tentara nasional) akhirnya ikut terbawa. Banyak bangsawan, seperti ayah Louise, Duke La Vallierre, yang menentang perang dan menolak untuk menyumbangkan prajurit.

Juga karena perang ini adalah sebuah kampanye, setengah dari tentara nasional adalah gerobak......berarti mereka akan berakhir sebagai unit pemasok.

Yang terakhir adalah "sky navy".

Pasukan yang mengoperasikan kapal-kapal yang melayang di udara atau laut.

Dengan kapten yang berada di puncak, cabang tentara ini terlihat seperti miniatur dari sistem feodal. Dibawah sang kapten yang mempunyai kontrol penuh atas kapal perang tersebut, ada opsir ningrat yang mengarahkan para pelaut. Walaupun mereka disebut pelaut, sebenarnya mereka adalah semacam spesialis dalam mengoperasikan kapal itu. Tidak seperti tentara yang akan baik-baik saja asalkan mereka berkumpul dan bersatu, pelaut mengutamakan pengalaman dan latihan dibandingkan apapun.

Guiche, yang ditugaskan sebagai opsir cadangan dalam tentara kerajaan, tiba di fasilitas pelatihan, Shan de Mals, di ibu kota negara, Tristania, di hari setelah Louise dan yang lainnya tiba di rumah.

Resimen Rosha, Resimen Lashene, Resimen Navarre......... Warna-warna resimen yang biasanya bertebaran di taman gedung milik komandan resimen, hari ini, bertebaran di fasilitas pelatihan Shan de Mals.

Dengan sebuah surat pengantar yang ditulis oleh seorang opsir di salah satu tangannya, Guiche berjalan disekitar fasilitas pelatihan itu, dimana dua belas resimen tentara kerajaan dan dua puluh ribu prajurit berkumpul. Kelompok tempat dia bergabung adalah De Vinuiyu, batalion independen tentara kerajaan. Dia tidak pernah mendengar kelompok itu sebelumnya, tapi Guiche gembira mengenai perang pertamanya itu.

Baru saja dia bertemu ayahnya, Perwira tinggi tentara kerajaan.

Karena Perwira tinggi adalah pekerjaan untuk orang-orang yang berada di ujung hayat, ayahnya yang telah berhenti dari militer, akhirnya diangkat menjadi seorang Perwira tinggi. Ayahnya yang tua itu sangat frustasi karena tidak bisa mengikuti perang dan menyemangati Guiche.

"Jangan menghargai hidup, hargailah nama" kata ayahnya yang lahir alamiah sebagai prajurit dan menyuruh Guiche pergi. Ketiga abangnya telah pergi juga. Abang pertamanya bertanggung jawab atas tentara keluarga De Gramont. Abang keduanya adalah kapten dari pasukan udara. Abang ketiganya adalah opsir dari tentara kerajaan.

Dan dia sendiri........ ikut serta sebagai opsir batalion independen De Vinuiyu.

Bagaimanapun, dia tidak bisa menemukan batalion yang penting itu. Dia tidak bisa menemukan bendera batalion yang tergambar dalam surat undangan itu dimanapun.

Ogah-ogahan, dia bertanya kepada opsir brewokan yang bertampang seram.

"Um, dimana ya batalion independen De Vinuiyu?"

Opsir itu mulai berkhotbah kepada Guiche mengenai bagaimana dia tidak tahu jalan pulang.

Ketika Guiche berkata, "Ini adalah tanggung jawab saya dari hari ini", dia melihat Guiche dari kepala sampai ujung kaki, dan bertanya, "Opsir pelajar?"

"Y, ya! Benar!" Ketika dia memberi hormat dengan bahasa militer yang dia ingat, kepalanya langsung dipukul.

"Dengar, pelajar. Di medan perang, walaupun kau bilang kalau kau tidak tahu dimana batalionmu, tidak ada seorangpun yang akan memberitahumu."

Kemudian opsir itu berkata "Disana" dan menunjuk ke sebuah sudut fasilitas pelatihan itu.

Tepat di sebelah rumah pondokan, dengan sedikit cahaya matahari yang menerangi.

Prajurit-prajurit bersender di dinding rumah pondokan, menatap langit dengan pandangan kosong. Guiche kaget karena ada orang yang minum sake juga.

Menatap dengan hati-hati, dia menyadari bahwa kebanyakan orang disana adalah orang tua dan tidak bersemangat. Kelompok itu seperti sudah gagal saja.

"Ja, jangan bilang, ini....." Bingung, dia bertanya pada salah satu prajurit.

"He, hei, prajurit."

"Apa?"

Seorang prajurit bayaran tua yang membawa tombak berat pun berdiri.

"Apakah ini batalion independen De Vinuiyu?"

"Ya."

Guiche berdiri membatu, seperti habis dipukul oleh sesuatu di kepalanya.

Itu adalah kampanye agungnya yang pertama, tapi tempat dia ditugaskan malah berisi orang-orang tua atau prajurit badung yang jelas-jelas terlihat tak bersemangat. Dengan kata lain, hanyalah batalion sampah untuk memenuhi jumlah pasukan.

Batalion ini "independen" dan tidak terikat ke resimen manapun mungkin karena alasan tersebut. Dengan kata lain, tidak akan ada satu komandan resimen manapun yang mau bertanggung jawab atas mereka.

Ketika dia bertanya "Tapi, dimana komandan batalion ini?", tentara tua itu menunjuk ke salah satu sudut. Orang tua berambut putih yang tampak lemah berdiri disana, menyangga dirinya dengan sebuah tongkat. Di sampingnya berdiri seorang bangsawan muda dan gemuk yang memakai lencana staf opsir di lengannya. Sepertinya, itu adalah "markas besar"nya.

Dia adalah komandan batalion...... Dia terlihat seperti orang yang jantungnya akan berhenti dari mendengar suara saat penyerangan saja, tanpa harus ditembus oleh peluru terlebih dahulu. Aku benar-benar sial pikir Guiche dan menjadi depresi. Walaupun begitu, Guiche menghampiri mereka untuk menyampaikan salamnya.

"Opsir cadangan Guiche de Gramont, disini untuk mejalankan tugas!"

"Haa? Apaa?! Apa yang terjadii?!"

Komandan batalion De Vinuiyu balik bertanya sambil gemetaran. Sepertinya dia punya pendengaran yang buruk.

"Aku adalah Guiche de Gramont! Aku telah ditugaskan di batalion ini sebagai opsir cadangan. Aku ingin menerima persetujuan," Guiche berteriak di dekat telinganya.

"Oh, baiklah! Saatnya makan! Tidak bisa betempur dengan perut kosong! Kau makan makan dengan benar juga!"

Menyerah, Guichepun mengangguk. Kemudian, staf opsir batalion itu berbisik ke telinga sang kepala batalion.

"A, apa! Tugas! Seharusnya kau bilang begitu!"

Aku sudah bilang itu tadi pikir Guiche berkecil hati.

"Ba, ba, baris!"

Kepala batalion yang lemah meninggikan suaranya. Tanpa semangat, prajurit-prajurit itu bergerak lesu.

"Me, mengenalkan komandan kompi yang baru!"

Heh? Komandan kompi?

Sementara Guiche tegak tercengang, komandan batalion itu melanjutkan.

"Ditugaskan ke dalam batalion infanteri senapan independen yang agung De Vinuiyu....... Nama!"

"Saya Guiche de Gramont!"

"Aku menyerahkan kompi kedua kepada Grandel-kun ini! Dengan demikian, kompi kedua akan bernama 'Kompi Grandel'! Hormat kepada komandan kompi!"

Dengan lesu, prajurit-prajurit kompi itu memberi hormat. Hei, namanya salah. Lebih pentingnya lagi, komandan kompi? Mustahil!

"Tu, tunggu, kepala batalion! Saya opsir pelajar! Tiba-tiba menjadi komandan kompi...!"

Menjadi komandan kompi berarti dia harus memerintah lebih dari seratus prajurit. Tidak mungkin dia bisa melakukan itu.

Bagaimanapun, kepala batalion itu, dengan gemetar meletakkan tangannya di pundak Guiche.

"Komandan kompi menelantarkan pasukannya pagi ini. Kami mencari penggantinya."

Menelantarkan? Batalion macam apa ini?

"Masih ada opsir senior yang lain bukan?!"

"Ah, selain aku, staf opsir, dan komandan kompi yang lain, tidak ada bangsawan lain di batalion ini."

"Maka dari itu satu-satunya yang mungkin adalah kau. Selamat datang komandan kompi."

Dia pernah mendengar bahwa tentara kerajaan kekurangan opsir, tapi ini sudah terlalu parah. Wajah Guiche memucat.

Batalion infanteri senapan independen De Vinuiyu adalah pasukan senjata tembak yang dipenuhi sekitar tiga ratus lima puluh prajurit yang dibagi menjadi tiga kompi. Dua adalah kompi senjata tembak. Satunya lagi adalah kompi tombak pendek sebagai penjaga. Salah satu dari kompi senjata tembak menjadi tanggung jawab Guiche tidak lama lagi setelah Guiche mengambil alih pos barunya. Walaupun disebut sebagai pasukan senjata tembak, perlengkapannya hanyalah arquebus (senapan kopak) antik. Model yang lebih baru, musket (senapan lontak) tidak kelihatan dimanapun.

Lebih lagi, pasukan senjata tembak... Guiche memegang kepalanya. Dia tidak pernah belajar bagaimana cara menggunakan senapan di pelatihannya. Dia tidak benar-benar bisa mengeluh mengenai dua bulan pelatihan yang tiba-tiba......

Tapi, akan lebih baik jika mereka memberitahu cabang kelompok tempat dia ditugaskan terlebih dahulu.

Dia telah mendengar kelainan di dalam tentara kerajaan, yang mempekerjakan banyak tentara bayaran walaupun kekurangan opsir, telah parah...... tapi kalau separah ini.

Sementara Guiche sibuk khawatir, seorang laki-laki paruh baya yang terlihat pintar datang mendekatinya. Dengan membawa arquebus yang laras senapannya telah dipendekkan, juga pisau di pinggulnya. Memakai topi baja, jaket bulu tebal, juga pelindung dada besi.

"Salam, komandan kompi."

"K, kau juga. Kau adalah?"

"Nicola, sersan kompi ini. Aku berperan sebagai pembantu dan sebagainya."

"Peran" munkin hanyalah kerendahan hati. Ada luka di dahinya dan mukanya juga kecoklatan. Dia kelihatan seperti sersan yang telah melakukan tugas militer untuk waktu yang sangat lama. Tidak diragukan lagi, dia, seorang opsir non-komisi, adalah orang yang mengatur kompi itu.

"Yah, bencana."

Seorang sersan bayaran yang terlihat lebih tua dari ayah Guiche bergumam kepadanya.

"Dipaksa menjadi komandan kompi sesampainya kau disini. Dari rupamu, kelihatannya kau adalah pelajar."

"Y, ya."

Guiche mengangguk.

"Baiklah, aku dan rekan-rekanku akan mengawasi kompi. Komandan bisa tenang sedikit." Setelah diberitahu seperti itu oleh sang sersan, Guiche merasa sedikit lega.

Suara terompet terdengar dari jauh. Untuk mengatur prajurit, para komandan kompi mulai meninggikan suara mereka. Instruksi dari panglima pasukan ekspedisi Albion, Jenderal Olivier De Poitier akan segera dimulai. Setelah menerima laporan jenderal, prajurit-prajurit yang berkumpul di fasilitas pelatihan ini akan berangkat ke La Rochelle. Disana, mereka akan menaiki kapal dan menuju wilayah udara dari Albion.

Kemudian, pada saat bersamaan.

Di pelabuhan La Rochelle, dimana armada utama dari pasukan udara berada.

Di atas dek yang menggantung pada pelabuhan yang dibuat mengunakan pohon raksasa.... pada batang kering dari Yggdrasil yang kuno, para opsir-opsir dan pelaut-pelaut pun akan berangkat untuk menunaikan tugas.

Berdiri di atas akar Yggdrasil, Malicorne, yang dijadwalkan untuk menaiki kapal perang itu sebagai kadet militer, memandang dengan takjub.

Pemandangan kapal perang, armada udara utama dari kerajaan itu, menggantung di cabang pohon Yggdrasil yang raksasa dan menunggu untuk berangkat benar-benar pertunjukkan yang luar biasa.

"Uwaaa...." Dia berdiri dan mulutnya menganga. Sewaktu melihat ke langit, Malicorne pun terjatuh.

"A, apa!" Meneriakkan itu, seorang laki-laki berkulit kecoklatan menatapnya. Setelah diperiksa, ternyata laki-laki itu tidak mengenakan mantel dan hanya rakyat jelata. Menyadari bahwa dia dijatuhkan oleh rakyat jelata, Malicorne sangat marah.

"Ku, kurang ajar! Beraninya kau menjatuhkan seorang bangsawan!"

Setelah itu, pelaut itu menatap Malicorne. Menyadari bahwa Malicorne hanyalah kadet militer, laki-laki itu tersenyum lebar.

"Hei, bo-chan. Tempat ini berbeda dari dunia kotor itu. Aku akan mengajarimu aturan di pasukan udara, jadi buka telingamu lebar-lebar dan dengarkan."

"Eh? Eeeh?"

Kelihatannya, di pasukan udara, kau tidak bisa berjalan dengan angkuh hanya karena kau adalah seorang bangsawan. Dia tidak bisa membayangkan ada rakyat jelata yang lebih hebat daripada seorang bangsawan.

"Pertama adalah kapten! Dia yang terhebat di kapal! Kemudian opsir eksekutif! Opsir sebelumnya ditugaskan disini. Kepala pelayaran, kepala layar, kepala artileri, kepala dek, kepala dapur...... Di pasukan udara, bahkan rakyat jelata bisa menjadi opsir jika mereka benar-benar berusaha!'

Jadi begitu mata Malicorne terbeliak. Sebuah sistem militer yang memungkinkan rakyat jelata untuk bisa menjadi opsir superior..... Itulah pasukan udara.

"Dan kemudian adalah opsir non-komisi! Dan akhirnya dibawah mereka adalah kadet militer sepertimu! Di atas sebuah kapal kalian hanyalah cacing tak berguna! Ingat itu!"

Malicorne berdiri tegak dan hormat.

"Me, mengerti!"

"Aku akan memberimu semangat! Katupkan gigimu!"

Masih berdiri, Malicorne menerima tamparan di mukanya.

"Oke, pergi! Lari! Bodoh! Jika seorang kadet militer berjalan di atas kapal perang mereka akan menerima teriakan!"

Malicorne lari kebingungan.

Akhirnya dia menemukan kapal perang itu, Redoutable, sebuah kapal perang yang luar biasa dengan empat puluh delapan gerbang di pinggiran lambung perahu serta mempunyai panjang tujuh puluh mil. Kapal perang baru yang selesai satu bulan yang lalu.

Saat sedang memanjat lekukan dan mencoba untuk menaiki kapal perang yang tergantung di cabang itu, seorang opsir di pintu masuk menghentikannya.

"Hei! Kau! Mau kemana kau?!"

Panik, Malicorne hormat.

"Kadet militer, Malicorne de Drandple! Mulai bertugas hari ini!"

"Aku Letnan Moranju, yang bertanggung jawab atas pergantian giliran."

Dia adalah opsir ningrat yang mengenakan mantel. Dia memeriksa prajurit di pintu masuk kapal. Malicorne lega karena laki-laki itu adalah seorang bangsawan. Sudah kuduga, tak banyak opsir dari golongan rakyat jelata.

Setelah melihat tubuh Malicorne yang gembul dari atas sampai bawah, dia bertanya.

"Apakah hanya ini barang-barangmu?"

Malicorne mengangkat tas di tangannya.

Ketika Malicorne menjawab "Ya", letnan itu merengut. Setelah berpikir, Malicorne menyadari dia telah membuat kesalahan. Jawaban seperti "Ya" tidak ada di militer, terutama pasukan udara.

"Ya Pak, Letnan!" Dan dia hormat. Kemudian, Malicorne harus memperbaiki bahasa dan caranya memberi hormat.

"Tidak perlu terlalu kaku di pasukan udara. Nak!"

Seorang anak laki-laki mendekati mereka dan hormat.

"Dia yang akan mengurusimu. Jika ada yang kau tidak mengerti, tanya. Antar dia ke ruang opsir magang."

Bagian terakhir ditujukan kepada anak itu.

"Aku akan membawa tasmu kadet. Ah, namaku Julian."

Malicorne menyerahkan tasnya. Anak itu lebih muda darinya. Anak laki-laki berambut hitam yang berumur sekitar empat belas atau lima belas tahun.

"Kadet, darimana kau berasal?"

"Akademi sihir." Ketika dia menjawab itu, wajah anak laki-laki itu seperti bersinar.

"Ada apa?"

"Kakak perempuanku bekerja disana. Namanya Siesta.... Kau tahu dia?"

Malicorne menggelengkan kepalanya. Jumlah pelayan yang bekerja di akademi sangat banyak. Mungkin dia ingat wajh-wajahnya, namun dia tidak ingat semua nama.

"Sudah kuduga. Tidak mungkin seorang bangsawan bisa mengingat tiap nama pekrja."

Setelah mengantar Malicorne ke ruang opsir magang, Julian pergi sambil berlari. Sepertinya anak itu punya tugas setinggi gunung yang harus dikerjakan.

Di ruangan itu, ada tiga kadet militer lain seperti Malicorne. Lebih lagi, salah satu dari mereka adalah pelajar dari akademi sihir. Dia adalah kakak kelas, jadi Malicorne menundukkan kepalanya. Dia adalah leki-laki menarik dengan tampang liar. Alisnya tebal, dan tersenyum di wajah ramahnya.

"Aku Stix. Kau?"

"Malicorne." Setelah berkata begitu, dia ditanyai apakah dia berada di kelas yang sama dengan Kirche. Berpikir kembali pada anak laki-laki tadi, dia menggerutu bahwa banyak subjek lokal di kapal ini sambil mengangguk.

"Dulu, kau tahu, aku berhubungan baik dengannya." Stix berkata malu-malu. Dilihat lebih dekat, ada bekas terbakar di dahinya. Dalam bentuk apa mereka tahu satu sama lain? Dia berpikir, tapi Stix adalah kakak kelas, jadi dia tidak bisa bertanya. Jika itu adalah luka yang memalukan, dia akan marah.

Kemudian Stix duduk tegak di kursinya.

"Lalu, semuanya."

Ketika Malicorne masuk, rupanya ada pertemuan serius di dalam ruangan itu. Tiga orang lainnya membungkuk dan mendekatkan wajah mereka ke Stix. Sepertinya mereka sedang berbisik. Si pendatang baru Malicorne ditawari sebuah kursi dan duduk.

Stix menatap wajah Malicorne dengan serius.

"Kita harus menjelaskan semuanya ke pendatang baru. Sepertinya, Malicorne-kun, kapal ini membawa bom yang mengerikan."

"Bom?"

Malicorne menelan ludah dan menatap kadet senior itu.

"Benar."

"Apakah itu peledak jenis baru? Atau senjata baru?"

Dia bertanya sambil gemetaran. Peladak baru yang kuat? Atau mungkin senjata baru yang rumit? Yang manapun itu bukanlah hal yang bisa dibiarkan begitu saja.

"Bukan itu."

Stix berbisik.

"Lalu... apa?"

"Manusia."

"Manusia?"

Stix mengerutkan kening dan bergumam.

"Ya. Ada musuh yang menaiki kapal ini."

"Berarti ada pengkhianat disini?"

Malicorne menaikkan suaranya tanpa dia sadari.

"Sttt! Orang itu belum berkhianat......, tapi kemungkinannya tidak rendah. Itu yang aku pikirkan. Ada banyak opsir senior yang berpikir begini juga."

"Siapa orang itu?"

Stix mengangguk-angguk.

"Lalu, kita tunjukkan tikus kepada teman baru kita?"

"Setuju."

"Yeah."

Dan kemudian, Malicorne pergi menginspeksi "bom yang mengerikan" ini.

Menuju ke dek akhir, ada sang kapten. Dia sedang mendiskusikan sesuatu dengan seorang opsir ningrat yang tinggi. Melihat sang kapten, Malicorne menjadi gelisah. Berkumis, dia adalah laki-laki paruh baya dengan aura yang kuat. Menjadi kapten sebuah kapal perang, pastinya dia seorang elit. Seperti penampilan luarnya, dia juga cukup "jago" di dalam. Dan, "bom yang mengerikan" yang dibicarakan para kadet militer sepertinya berada disekitar kapten ini.

"Itu bisa membuat kapal tenggelam. Berlayar di awan adalah bertaruh dengan bahaya." Laki-laki yang terlihat tidak takut apapun itu, yang berada pada masa prima hidupnya, berkata dengan aksen Albion yang kental kepada kapten di sampingnya. Sang kapten menggantungkan kepalanya dengan malu.

Mendengar suara itu, Malicorne terlonjak seperti tang ditusukkan ke tulang belakangnya.

Aksen Albion? Bukankah itu musuh?!

Sembunyi-sembunyi, Stix berbisik ke telinga Malicorne.

"Lihat. Namanya Henry Bowood. Tanpa keraguan lagi, adalah orang Albion."

"Apa kau bilang? Kenapa orang dari negara musuh ada di kapal?"

"Biar aku beri tahu apa yang dia lakukan pada perang di Tarbes. Dia, kapal perang yang besar itu..... Kau tahu tentang itu? 'Lexington'?"

"Kapal perang raksasa yang ditenggelamkan oleh cahaya ajaib dari tentara kita, kan?"

Kandasnya kapal Albion terkenal dengan sebutan "cahaya ajaib". Tentu saja, tak banyak orang yang tahu identitas aslinya.

"Dia adalah kapten 'Lexington'."

"Apha!"

Malicorne hampir menggigit lidahnya.

"Tentara kita memperkerjakan beberapa opsir dari pasukan udara Albion, untuk membantu berlayar di sekitar wilayah udara Albion, yang ditangkap sebagai POW. Ada batasan untuk orang-orang yang tidak puas terhadap administrasi politik Albion sekarang, tapi...... bagaimana bisa mereka mempercayai orang-orang itu?"

"Tepat sekali. Bagaimana bisa mereka menaiki kapal dengan mantan musuh."

"Bagaimanapun, pasukan udara sudah memutuskan untuk menggunakan mereka. Denagn kata lain........ kita tidak bisa melakukan apapun."

Stix berkata marah. Mendengar itu, salah seorang kadet militer berkata "Sepertinya mereka berkata kita tak ada gunanya" mencela diri sendiri.

Saat itu, kapten itu melihat para kadet militer dan melambaikan tangannya agar mereka datang.

"Anak-anak, kemari dan sampaikan salammu. Ini adalah Tuan Bowood. Dia disini sebagai opsir instruktor. Tuan, ini adalah anak muda dari pasukanku."

Bowood tersenyum dan mengulurkan tangannya. Malicorne merasa kemarahan menggembung di dalam dirinya.

Dia adalah musuh.

Cukup memalukan untuk mencari bantuan dari musuh hanya karena kau tidak punya rasa kepercayaan terhadapan awakmu. Dan sekarang, kami, kadet militer, harus merendahkan tangan kepadanya?

Ekspresi sang kapten berubah.

"Anak-anak...... Tuan Bowood pernah bekerja untuk negara musuh, tapi sekarang dia bekerja di pasukan kita. Bukan hanya itu, dia juga adalah keturunan bangsawan. Aku tak akan membiarkan kalian pergi tanpa salam."

Diberitahu oleh kapten seperti itu, dengan ogah-ogahan para kadet militer memberi hormat.

Bowood mengembangkan tangannya dan menghilang ke de utama.

"Opsir instruktor!" Kapten tergesa untuk mengejarnya. Betapapun ahlinya dia, jika sang kapten bertingkah seperti itu, dia akan menjadi contoh yang buruk untuk para awak.

Stix berbisik kepada Malicorne dan yang lainnya dengan suara kecil.

"Aku punya rencana untuk membuat orang itu tak berdaya."

"Rencana apa?"

"Kapal perang ini akan berada dalam kekacauan saat perang."

"Mungkin." jawab Malicorne.

"Dan, tidak akan ada yang menduga peluru-peluru itu datangnya darimana."

Kelompok itu merasa tegang setelah mendengar kata-kata Stix. Dia seakan-akan berkata bahwa mereka akan menembak dan membunuh opsir itu dalam peperangan.