Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume8 Bab3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab Tiga: Peri Emas[edit]

Hal pertama yang terlintas di pikiran Saito setelah melihat gadis itu adalah….

Cahaya emas.

Dalam mimpi, dia telah melihat cahaya emas di saat akhir.

Cahaya itu menjadi kenyataan, membutakan mata Saito.

Dia cepat – cepat menyipitkan matanya. Saat ia terbiasa dengan itu, dia melihat kalau ia tak benar – benar bersinar. Akan tetapi kehadiran gadis itu begitu kuat terasa seperti sebuah cahaya khayal.

Gadis yang muncul cantik. TIdak, kata cantik terlalu biasa, dia memiliki muka yang sangat cantik bagai dewi. Ketika ia bergerak, orang – orang ingin berlutut dan memujanya.

“Hada, wada, howada.” Saito kesulitan memilih kata – kata untuk diucapkan.

“Ada yang salah?” Gadis itu jelas – jelas bingung sehingga bertanya.

“Tidak-itu-tak ada-ini..”

Gadis itu tampak ragu untuk sesaat. Kemudian, setelah memutuskan sesuatu, mengambil napas dalam - dalam dan menghampiri Saito. Dia mengenakan sebuah baju one-piece pendek yang kasar berwarna hijau, namun daripada menghancurkan kecantikannya itu justru sangat cocok dengannya. Kaki langsing permainya ditutupi sebuah rok pendek dengan sandal putih membingkai kaki indahnya.

Dandanan simplenya itu menonjolkan kecantikannya dan membentuk suasana bersahabat.

Sambil mendekat gadis itu membuat tawa yang dipaksakan. Dia jelas – jelas berjuang keras untuk membuatnya merasa nyaman. Dan senyuman yang menemaninya tak memancarkan kecantikan namun kebaikan.

“Syukurlah. Karena kau sudah tidur selama dua minggu…. Aku khawatir kamu takkan bangun – bangun lagi.”

“Apa aku tidur selama itu?” Meskipun dia kaget bahwa ia telah tidur selama dua minggu, kecantikan gadis itu justru lebih mengagetkan lagi. Seperti dia di tutupi dengan cahaya sebab rambut emas panjangnya di semua sisinya seperti laut yang melambai – lambai memantulkan sinar mentari yang muncul dari jendela, dan cahaya menari – nari di mukanya.

Itu seperti sebuah animasi computer yang menunjukkan mukanya dengan bentuk dan siluet yang sempurna. Cantik namun itu membuat kegugupan di saat yang sama. Orang yang begitu cantik tanpa kekurangan.

Dan telinga runcung timbul dari celah rambut emasnya.

Telinga seperti itu agak aneh, dia berpikir ketika mencoba bergerak, menimbulkan rasa sakit yang tajam tiada tara pada bagiannya. Sampai sekarang dia tak pernah merasakan sakit yang begitu sakit seperti ini. Namun rasa sakit ini membuatnya merasa “hidup”. Aku tak mati. Aku merasa hidup, piker Satiro saat menggerang kesakitan.

Bantuan mengisi Saito dengan cara yang sama layaknya bunga menyerap air. Dia selamat untuk sekarang dan dia digantikan dengan arus emosi. “Begitu…. Aku masih hidup…”

Perlahan – lahan ia mulai menitikkan air mata. Aku hidup.. Dengan pikiran semacam itu, bahkan luka – luka di badannya terasa dekat dan Saito yang berlinangan air mata bergumam. “Ah, jika ini sakit berarti aku hidup.” Melihatnya…. “Y-yaaa…. Apa ikatannya terlalu kencang?” Mengedipkan mata hijaunya yang bersih dan besar, gadis itu mendekati Saito.

Setelah memastikan bahwa ia baik – baik saja, kecantikan sang gadis terasa lebih nyata dan membuat hati Saito berdebar.

Aaaah, sentuhan dari orang secantik dia terasa seperti hasratnya memukulnya tepat di perut.

Saito segera sadar. Ia merasa seperti orang tolol.

Gadis itu membuka lebar matanya karena dia menyadari bahwa sebuah telinga muncul dari celah rambutnya dan langsung menutupi itu dengan kedua telinganya. Dalam sekejap pipinya berubah merah muda.

“M-maaf.”

“Eh?”

“Tapi jangan khawatir. Aku takkan melakukan kekerasan.”

Saito bengong menatapnya. Tampaknya sikap Saito disalah artikan disebabkan karena ketakutan. Sebuah kesalah pahaman yang tak terduga. Saito kehilangan pikirannya hanya karena kecantikannya, bukan karena takut.

“Tidak tidak! Itu, aku tidak takut. Namun karena k-k-kk…” “Kk?”

“Kecantikanmu, ya….”

Setelah mengatakannya muka Saito memerah. Dia tak biasa mengatakan “Kau cantik” pada seorang gadis.” Gadis itu memasang muka terkejut.

“Kecantikan?”

“Y-ya.”

“Kau berpikir begitu bahkan setelah kau melihat telingaku?” Dia melepaskan tangannya dari telinganya.

“Ya.”

“Curiga, Saito mengangguk. Sebenarnya telinga runcing memang tak normal. Namun, di Halkeginia dengan orc – orc-nya, naga, roh air, disana hidup banyak makhluk aneh. Di titik ini, telinga runcing tidak terlalu mengejutkannya. Ya, kurasa ada orang yang takkan berpikir demikian. “….benarkah, kau tak terkejut? Tak takut?” dia menatap Saito dengan muka yang penuh keraguan.

“Sungguh, aku tak terkejut ataupun takut. Mengapa aku harus takut? Mengapa kau perlu bertanya? Selain ini ada banyak hal yang lebih menakutkan. Seperti naga dan para troll.”

Gadis itu dilegakan. “Tak biasa untuk seorag manusia tidak takut pada seorang peri.”

“Peri?”

Saito telah mendengar nama itu. Dia menggali ke dasar ingatannya dan memanggilnya kembali. Ya, itu pernah disebutkan dalam beberapa percakapan. Ini adalah nama dari mereka yang tinggal di “timur”. Menurut rumor mereka galak, dan memiliki ikatan buruk dengan manusia di tanah suci.

Dia tak berpikir mereka menyeramkan, namun gadis di depannya sangat jauh dari kata “menyeramkan”.

“Ya, elf. Dan aku adalah “campuran” dari salah satunya.” Gadis itu berbisik dengan kesan menyalahkan diri sendiri. Sebuah bayangan menutupi fitur keramiknya dan kemurungan mengambil alih mukanya.

Bingung untuk sesaat…. Saito memiliki pikiran kedua.

Hey Saito, ini bukanlah untuk saat untuk menikmati gadis cantik ini.

Bukankah ada hal lain yang kau khawatirkan?

Bagaimana aku selamat?

Apa yang terjadi dengan perangnya?

Louise?

Siesta?

Semuanya?

Namun, ada sesuatu hal yang harus dilakukan sebelum itu. Dia akan bertanya nanti.

Saito berkata sambil menunjuk perban di sekitar tubuhnya. “Apakah kau menolongku?”

“Ya”. Gadis itu mengangguk.

“Begitu… Terima kasih. Sungguh, terima kasih.” Saito berterima kasih padanya berkali – kali. Namun itu tak cukup untuk menunjukkan rasa terima kasihnya.

Gadis itu tersenyum malu.

Bagaimanapun juga, dia tampak malu dan menghindari kata – kata Saito. Walaupun cantik, dia tampaknya mudah kehilangan ketenangannya.

Berpikir bahwa tingkah laku gadis ini secara alami imut, Saito tertegun. Sekarang bukanlah saatnya untuk mogok cinta. Ada banyak hal yang ingin ia dengarkan dulu.

Namun….. ada sesuatu yang salah.

Bukannya itu sedikit aneh?

Dia menolongku?

Hey hey, bukankah ia bertarung melawan 70.000 tentara?

Dari penampilannya, gadis itu mengenakan pakaian desa. Jadi bagaimana ia bisa menolongnya di tengah – tengah tentara besar itu ?

Perlahan – lahan, kecurigaan timbul di pikiran Saito.

Kecantikannya, dan suasana di sekitarnya…

Apakah mungkin bahwa gadis oeri ini adalah seorang musuh?

Dia mencoba membuatku merasa nyaman dan menarik beberapa informasi…

Ketika kau berpikir tentang itu, gadis cantik di depannya ini sangan mungkin merupakan sebuah jebakan musuh. Di film – film dan anime, mata – mata biasanya gadis – gadis cantik.

Apalagi, setelah datang ke dunia ini dan bertemu Lousie, Saito menyadari satu hal.

Apa yang terlihat manis bisa berbeda di dalamnya.

Hal seperti itu adalah kenyataan. Dan dari bukti – bukti yang tubuhnya dapatkan- itu adlah kenyataan tak terbantahkan.

Dengan kenyataan seperti itu, dia menjadi lebih was – was ke gadis itu.

“Fufufu…”

“Ada yang salah?”

Saito membersihkan tenggorokannya, dan bertanya dengan nada tenang.

“Aku benar – benar ingin menunjukkan rasa terima kasihku untuk menolongku, apalagi, ada satu hal yang aku ingin ketahui.”

“Silahkan.”

“Dimana kau menemukanku?”

“Kau terbaring di hutan jadi aku membawamu ke sini.”

Terbaring di hutan?

Apakah aku tumbang, dikepung dengan banyak tentara?

Hutan apa?

Saito menyipitkan matanya dan menatap gadis itu dengan curiga.

Karena hal ini, suasana mulai terasa canggung…

“Y-yaaa.. Aku akan membawakanmu makanan.”

Setelah mengatakan itu, gadis itu mencoba pergi. Saito menggemgam tangannya.

“Dimana kau letakkan pedangku?”

“Aah, pedang itu punyamu? Aku tak tahu tapi dia berisik. Kupikir akan lebih baik untuk tak membangunkanmu, jadi aku meletakkannya di ruangan lain…”

Saito menaikkan alisnya. Dia teringat kata – kata dari drama detektif jadul. Kecantikan dari mawar memiliki duri. Dan di akhir, sang wanita cantik adalah seorang penjahat. Sial, dan berkata nyaring.

“Pasti ada alasannya kenapa Derf menjadi sangat ribut.”

Bahkan jika kau berkata demikian, pasti ada alasannya…”

Dia berkata dalam suara malu. Lalu, melihat Saito memegang tangannya, gadis itu dengan malu – malu menggigit bibirnya.

“Eeh….tolong, itu, tangan…”

Gadis itu berjuang untuk melepaskan tangan Saito. Namun Saito tak membiarkannya pergi. Mengernyitkan dahinya dalam kesakitan, dia menarik tubuh ramping sang gadis ke dirinya. Merah di pipi gadis itu bertambah.

“Ummm…. Biarkan pergi….kumohon.”

“Beritahu aku kebenarannya.”

Namun Saito telah sepenuhnya merasuki peran detektif memburu seorang penjahat. Sebuah karakter yang sangat menjengkelkan. Bahkan perjumpaan dengan kematian takkan memperbaiki sifat buruk seperti itu.

“Kamu dari tentara Albion. Katakan, A-L-B-I-O-N.”

“Ti-tidak. Aku tak ada sangkut pautnya dengan Albion ataupun tentara.”

Dengan muka ketakutan, sang gadis menggelengkan kepalanya. Namun, indra detektif Saito telah sepenuhnya yakin bahwa dia adalah bagian dari tentara Alibion.

“Kalau begitu bagaimana bisa aku ‘terbaring di hutan’? Aku kehiangan kesadaran di tengah – tengah tentara musuh! Jadi disana!”

“A-aku tak tau kenapa…”

“Katakan itu!”

“Ah…”

Saito menarik gadis itu dan membuatnya kehilangan keseimbangan. Kemudian ia jatuh di paha Saito.

“Katakan itu! Lu-eh?”

Dalam sekejap, wajah Saito memucat.

Sesuatu yang besar dan lembut menyentuh pahanya.

Keraguan detektif mengenai sang gadis tertiup dari kepalanya dalam sekejap, dan sekarang keraguan lainnya timbul di pikirannya.

“Hey”, Saito bertanya.

Benda apa yang baru saja menyentuh taganya?

…Payudara?

Itu pasti payudara.

Namun…. Itu tak mungkin payudara. Pasti, tak mungkin ada ukuran payudara seperti itu. Jadi, bukan. Tapi seperti apa payudara yang normal? Saito membayangkan memasak. Besar, roti lembut, hewan padat. Dan ya- bantalan bulat.

Jadi, apa.

Namun, bahkan jika itu adalah payudara, pastinya ada hukum lahiriah bahwa payudara tak bisa diabaikan.

Dengan tak sengaja dia menangkap profilnya dengan matanya. Dia memerah. Dari tingkat malu dan tegangnya dia tampaknya tak bias berjalan lagi. Karena genggaman Saito di lengannya membuatnya tak bisa berdiri. Namun, dengan berani, gadis itu berjuang untuk berdiri.

Dengan tak sengaja dia menangkap profilnya dengan matanya. Dia memerah. Dari tingkat malu dan tegangnya dia tampaknya tak bisa berjalan lagi. Karena genggaman Saito di lengannya membuatnya tak bisa berdiri. Namun, dengan berani, gadis itu berjuang untuk berdiri.

Sesuatu yang keras menyangkut di tenggorokan Saito.

I-ini khususnya. Aku, aah, aku…

Ini lembut, benda berat di bekapannya berubah bentuk ketika bergerak.

Saito, dengan mulutnya menganga, menyaksikan gadis tersebut. Terasa seperti katup jantungnya pecah, hamper membuat darah muncrat dari hidungnya. Jantungnya berdetak seperti dram, dan antusiasme kehidupan kembali ke Saito.

Saat dia menyaksian telinga runcing yang muncul dari celah rambut emas tipisnya… dua pesan muncul di kepala Saito.

R.P.[1]

Atau dengan kata lain…..

Revolusi Payudara.

Pastinya… ini adalah revolusi ukuran payudara.

Ketika dibandingkan dengan garis tubuh, ukuran ini bahkan tampak lebih besar. Tubuh gadis peri ini langsing. Dia bias melihat itu ketika tubuh gadis itu jatuh. Pergelangan kaki dan lengannya kurus. Pinggang, leher – semuanya kurus….. hanya payudaranya yang berbeda. Payudaranya ini menyebabkan revolusi terhadap tubuh ini.

Jika ada sebuah hokum yang mempermasalahkan ukuran payudara, ini akan dijatuhi hukuman seumur hidup. Tidak, tapi hukuman mati. Setidaknya jika Louise menjadi hakum, ini pasti akan dikenai hukuman mati.

Aaah, karena gadis itu mengenakan pakaian tebal Saito belum menyadarinya. Aaah, karena tangan halusnya, pikiran Saito tanpa disadarinya berganti ke seluruh tubuhnya. Aah, aaah, untukku, ukuran sebesar ini adalah kejujuran.

“Ah, ya.. ha, n”

Gadis itu mengeluarkan suara ketika berjuang. Bajingan ini, walaupun seluruh tubuhnya langsing, kenapa payudaranya bias begitu aneh? Apa mungkin payudaranya itu mengumpulkan seluruh nutrisinya, ya? Aku pernah belajar IPA di kelas mengenai Hukum Mendel….keajaiban ini bias dijelaskan dengan hukum pewarisan Mendel[2]

Otak Saito mendidih, ketika berpikir.

“Kakak menceritakan yang sebenarnya!”

“Jangan apa – apakan Tiffa nee-chan!”

“Berhenti melakukan hal – hal aneh ke kakak!”

Beberapa orang anak tiba – tiba memasuki ruangan Saito. Tampaknya anak – anak itu menyaksikan mereka dari pintu yang terbuka.

“Jauhkan tanganmu dari Tiffania one-chan!”

Tiffania – tampaknya adalah nama dari gadis peri cantik ini. Anak – anak itu mulai memukuli Saito, yang menggenggam tangan Tiffania.

“Eh! Tidak! Ini! Beda! Anak – anak, ini berbeda!”

Walaupun Saito mencoba membuat alasan… kekuatan anak – anak itu hebat, walaupun beberapa waktu yang lalu anak – anak ini dibuat ketakutan oleh orang asing aneh itu.

Dengan potensi Payudara raksasa yang tak bias diekspresikan dengan satu frasa, gadis halus ini, tamaknya menjadi harta anak – anak. ‘kau tak mengerti! Payudara orang ini terlalu aneh. Larena itu aku terkejut! Ini beda! Aku hanya terkejut, karena itulah aku menyerangnya.”

“Tidak berbeda! Itu tampak aneh bagaimanapun juga!”

Itu sesuatu yang bisa dibenarkan…

“Bajingan! Pergi!”

“Tunggu! Aku bukan orang jahat! Itu! Gyaa”

“Makan ini!” gadis dengan rambut pirang pendek memukul kepalanya dengan penggorengan. Pikirkan lagi, aku dipukul dengan penggorengan di dalam mimpi juga, pemikiran sepele dating, sebelum Saito memulai perjalanan menuju ke dunia bawah sada lagi.



Ketika menggosok kepalanya yang nyeri, Saito tersadar kembali.

Tiffania membuka pintu dan masuk. Bahkan setelah dilihat lagi, dia tetap cantik. Warna dari rambutnya terang dan bersinar putih keemasan, Très bien banget, pikirnya.

Dia (Tiffania) tampak malu.

“Beberapa saat yang lalu, maaf mengenai anak – anak itu… karena mereka pikir… kamu mau berbuat yang aneh – aneh.” Tiffania membawa Derflinger yang berat di lengannya. Usho, yokkorasho[3] -terengah – engah, dia memasang ekspresi tegang yang tak cocok dengan mukanya dan menyandarkannya di kasur.

“Derf!”

“Yoo, partner… Kamu akhirnya sadar juga ya? Aku sangat senang, sangat senang.”

Derflinger menjelaskan apa yang terjadi setelah Saito pingsan.

Bagaimana dia roboh sebelum menyerang Genderal.

Dan bagaimana bagaiaman Derflinger menggunakan kemampuan “menyerap sejumlah kekuatan magis untuk memindahkan Gandálfr“ untuk kabur ke hutan.

“Tapi aku tersesat. Dan sedih karena kamu mati. Jantungmu juga berhenti berdetak. Aku muak mendapat teman dan kemudian kehilangan mereka, Derf yang melegenda macam apa aku ini.”

“Ya… Aku selamat.”

Saito, memandangi dirinya untuk beberapa saat sekali lagi.

"Partner.”

“Tunggu dulu! Kenapa kamu tak pernah bilang padaku kamu punya kemampuan semacam itu?”

“Aku lupa…. Aku agak pelupa. Tapi kematian partner membuatku sedih. Lagi pula partner adalah partner. Tidak, bukan legenda lagi, tapi partner adalah partnerku…”

Dia berbicara dengan cara yang tidak jelas, tapi Saito sudah tidak mendengarkan engekan Derflinger lagi.

Mengabaikan tubuhnya yang nyeri, dia membungkuk ke Tiffania.

“Aku benar – benar maaf! Aku… meskipun kamu menolongku, aku menuduhmu merupakan jebakan musuh…”

“Eh? Tak apa. Itu,umm, tak usah khawatir.”

Tiffania bergumam, menatapnya malu – malu.

“Tapi, menyembuhkan luka semacam itu…”

Sekali lagi, rasa penasaran yang merupakan bawaan lahir Saito muncul. Saito bertanya dengan khawatir.

“Jika kau berkenan, bisakah kau beritahu aku? Sihir apa yang kau gunakan untuk menyembuhkanku ketika aku sudah berada di keadaan nyaris mati?”

Tiffania, ragu – ragu untuk memberitahu atau tidak….. menunjukkan sebuah cincin.

Itu adalah sebuah cincin tua, hanya berupa cincin polos berwarna keperakan.

Di alas perak di cincin itu – pastinya pernah ada sesuatu di sana.

“Aku disembuhkan dengan cincin ini?”

Tiffania menggangguk dengan muka tegang.

“Cincin yang sangat hebat! Mampu menyembuhkan luka yang begitu parah! Jika kamu punya itu, orang – orang takkan mati karena luka ataupun penyakit!”

Tiffania menggelengkan kepalanya.

“Itu tak mungkin.”

“Apa?” Saito terkejut. Kemudian Derflinger mulai menjelaskan.

“Sihir kuno. Harta peri ya? Gadis ini setengah peri.”

Tiffania terkejut.

“Bagaimana aku bisa tahu? Bagaimanapun, aku sudah hidup sangat lama, walaupun ingatanku buruk.”

“Jadi…. Aku akan memberitahumu. Seperti yang dikatakan Pedang-san, ‘Sihir Kuno’ dengan kekuatan air diletakkan di cincin ini. Namun, aku tak tahu namanya… ini diberikan sebagai warisan dari ibuku yang sudah meninggal.”

“Ibumu seorang peri?”

Tiffania menggangguk.

“Ini agak rumit. Aku tak bisa member tahu kalian keterangan yang lengkap… namun, kekuatan sihir dari dudukannya sudah digunakan.”

“Benar. Karena batu sihir air diletakkan di sana, sihirnya diserap oleh dudukannya itu sendiri. Karenanya, hanya ada dudukannya saja sekarang. Namun, itu tak bisa menghidupkan yang sudah mati. Itu tak bisa menyembuhkan luka dari orang yang sudah mati.”

Saito tersentuh dari lubuk hatinya yang terdalam. Walaupun ia tak terlalu mengerti, entah bagaimana sebuah warisan berharga dari ibunya telah digunakan dan dia disembuhkan.

“Tiffania-san….kan?”

“Ya, Tiffania. Tapi, jika susah memanggilku dengan itu, sebut saja aku Tifa.”

Tiffania berkata, memberikan senyuman yang merupakan perwujudan dari kecantikan. Tentu saja sulit disebutkan.

“Jadi Tifa. Sungguh, itu….. Biarkan aku mengekspresikan rasa terimakasihku yang terdalam… Walaupun itu sebuah cincin yang begitu penting, untuk menyembuhkanku…..”

“Eh? Tak apa, tak apa kok! Lagi pula alat harus digunakan sebagaimana fungsinya!” Tiffania berkata sambil panik.

“Memang…”

Saito mendongak.

“Aku ingin berterima kasih, namun aku tak punya apapun untuk kuberikan selain ‘kekuatan’ kecil yang kupunya.”

“Partner.”

Dalam nada malu, Derflinger bergumam. Mengabaikannya Saito melanjutkan kata – katanya.

“Aku tak bisa memberikan detail-nya, tapi aku bisa menggunakan senjata apapun! Karena itu, mohon beritahu saya ketika kamu dalam masalah!

Misalnya kalau hewan atau monster ganas menyerang desa saat malam…”

Saito, di atas kasur, menggenggam tangan Tiffania.

“U-untuk sekarang…”

Tiffania bergumam, memberikan senyuman masam.

“Kamu akan melihatnya! Senjata! Kemudian kugenggam! Dan rune di tanganku akan mulai bersinar! Sini lihat!”

Saito mengambil Derflingger, yang disandarkan ke kasur dan menggenggamnya.

“Ah, partner…”

Untuk beberapa alasan suara Derflinger terdengar malu.

“Hey! Ketika aku menggenggam pedang seperti ini, rune di tangan kiriku akan… I-itu?”

Saito menatap kosong. Walaupun Derflinger digenggamnya, tak ada sinar. Biasanya rune di tangan kirinya akan bersinar dan tubuhnya terasa ringan, bagaikan sepasang sayap muncul….. namun, tubuhnya tidak berubah ringan.

“A-apa yang salah?”

Dalam kepanikan, Saito menatap tangan kirinya, dengan mulutnya ternganga lebar.

“Rurururu….”

“Benarkan, partner? Aku sudah bilang. Tidak legenda lagi, tapi partner adalah partner. Tapi kita masih seperti dulu kan? Teman, bukan? Karena itu tak usah khawatir. Karena aku tetap partnermu. Ja-…”

Kata – kata Derflinger terpotong.

“Apa yang terjadi dengan rune-nya!!?”

Saito berteriak.

Dan…

Tanda dari Gandálfr menghilang tanpa jejak.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. R.P.: Dalam terjemahan Inggris digunakan tiga huruf, yaitu ‘The Breast Revolution’, namun karena saya tak menemukan kata yang cocok untuk menggantikannya menggunakan tiga huruf, maka saya ganti menjadi dua huruf yaitu: R.P., yaitu Revolusi Payudara. Jika ada yang punya kata yang lebih bagus, silahkan diganti saja.
  2. Hukum Pewarisan Mendel: Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Lebih jelasnya lihat di: http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Pewarisan_Mendel
  3. Yokkorasho: Sebenarnya saya juga kurang yakin, tapi kemungkinan besar ini Cuma suara yang ditimbulkan Tiffania saat terengah – engah.