Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 2 Bab 4
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===4-11=== ''Fast forward'' ke besok pagi. Atau begitulah yang kutulis, tapi daripada tidur, aku malah duduk di McDonald pada jam 5 pagi, terantuk-antuk dan menyesap sajian kedua kopiku. Langitnya sudah diterangi dan burung pipit sudah sibuk mematuk-matuk tanah sebelum kembali terbang sekali lagi. Setelah insiden Hotel Royal Okura itu, masing-masing dari kami pergi ke jalan kami masing-masing. Setelah aku sampai ke rumah, aku memohon Komachi untuk melakukan sesuatu untukku dan aku pergi keluar untuk menghabiskan waktu. Aku mungkin lebih baik pergi tidur, tapi aku tidak yakin aku bisa terbangun jam 5 pagi. Itulah satu alasan mengapa aku terbangun dengan cara itu. “Jadi kamu datang…” Pintu otomatisnya berbunyi ketika terbuka, dan Kawasaki Saki muncul, menggesek kakinya dengan lesu. “Apa yang kamu mau?” tanyanya dengan lebih berang dari biasanya, mungkin karena dia tidak cukup tidur. Dia begitu berang sampai pemikiran bersujud di atas lantai di depannya sekilas melintasi pikiranku, tapi aku menghapus pemikiran itu dan bertingkah sesantai mungkin. “ah, tebanglah.” Aku salah mengucapkan kata-kataku dengan begitu cekatan. “Maksudku, tenanglah.” Oke, jadi upaya bertingkah santai itu gagal total. Tapi itu karena Kawasaki begitu menakutkanku. Hanya kesalahan kecil itu yang dibutuhkan untuk membuatku santai, dan mulai dari sana kata-kataku keluar dengan mulus. “Semua orang akan sampai sesaat lagi. Jadi tunggu sebentar lagi.” “Semua orang?” Saat Kawasaki yang bingung melihatku, pintu otomatisnya berbunyi saat terbuka sekali lagi, menandakan kedatangan Yukinoshita dan Yuigahama. Persis setelah aku berpisah dari mereka berdua, aku mengirimkan pesan singkat pada Yuigahama. Aku memberitahunya untuk tinggal satu malam di tempat Yukinoshita, memberitahu orangtuanya dan datang ke McDonalds dengan Yukinoshita jam lima pagi. Itu saja – Aku menuliskan tiga poin itu untuk menyampaikan sebuah pesan yang sederhana dan praktis. “Kalian lagi?” Kawasaki menghela dalam dengan jengkel. Tapi bukan hanya dia orang yang berang disini. Dengan tampang bersungut-sungut di wajahnya, Yuigahama menolak melihat ke arahku. “Kenapa, apa dia tidak cukup tidur?” Aku mencoba bertanya pada Yukinoshita, tapi dia juga mengangkat bahunya. “Siapa tahu? Aku rasa dia tidur lelap… itu mengingatkanku, setelah dia menerima pesan teksmu aku rasa suasana hatinya kentara sekali memburuk. Apa kamu menuliskan sesuatu yang mesum di dalamnya?” “Bisakah kamu, macam, berhenti memperlakukanku seperti seorang kriminal seks? Dan toh, aku tidak tahu bagaimana sebuah pesan teks dengan instruksi sederhana bisa membuatnya begitu berang.” Selagi Yukinoshita dan aku melihat satu sama lain, Komachi tiba-tiba memotong. “Yap, itulah onii-chanku! Dia sama sekali tidak ada rasa sensitif.” “Oi, Komachi. Bisakah kamu berhenti muncul entah dari mana hanya untuk mengolokku?” “Onii-chan, biasanya orang mengirimkan instruksi dalam pesan teks mereka kalau mereka itu rekan kerja. Ketika kamu hanya memasukkan instruksi dalam pesan teksmu, itu benar-benar membuat percakapannya tidak menyenangkan.” “Kamu juga dipanggil kemari, adik kecil-san?” tanya Yukinoshita, terlihat agak terkejut. “Yap, Aku ada tugas untuk dilakukan. Aku membawanya kemari, k'mu tahu?” kata Komachi, menunjuk pada Taishi. Dia bergugam pelan sebagai jawabannya. “Taishi… apa yang sedang kamu lakukan disini pada jam segini?” Kawasaki menatap pada Taishi dengan campuran keterkejutan dan kemarahan mewarnai wajahnya. Tapi Taishi tetap tidak gentar. “Aku yang seharusnya menanyakanmu itu, nee-chan. Apa yang sedang kamu lakukan sampai jam-jam subuh hari?” “Itu bukan urusanmu…” Kawasaki memutuskan percakapannya persis pada saat itu juga. Tapi sementara logikanya itu mungkin berhasil pada orang lain, itu tidak ada pengaruhnya pada Taishi, yang merupakan bagian dari keluarganya. Sampai sekarang ini, Kawasaki dan Taishi selalu berbicara empat mata, dan karena itulah Kawasaki selalu memiliki berbagai kesempatan untuk kabur. Dia selalu bisa sesuka hatinya memotong percakapannya dan pergi. Dia selalu bisa melakukan apa yang dia inginkan. Tapi sekarang, dia tidak bisa melakukan itu. Kami mengelilinginya, mencegahnya untuk melarikan diri – dan terlebih lagi, sekarang sudah pagi, jadi kami bisa menekannya di suatu tempat di luar tempat kerjanya. “Itu urusanku,” tegas Taishi. “Aku keluargamu…” “…Aku bilang kamu tidak perlu tahu,” jawab Kawasaki, suaranya melemah. Tapi meskipun begitu, tekadnya untuk tidak mengatakannya tetap ada. Aku duga, alasan mengapa dia memalingkan punggungnya adalah karena dia tidak merasa dia bisa menceritakannya pada Taishi mengenai hal itu. “Kawasaki, biarkan aku menebak mengapa kamu bekerja dan mengapa kamu perlu uang,” kataku, membuat Kawasaki menatapku. Yukinoshita dan Yuigahama berpaling padaku dengan ketertarikan yang kuat. Alasan mengapa Kawasaki mulai melakukan pekerjaan paruh waktu: jelas, hanya dia yang tahu. Tapi jika kamu memikirkannya, itu sendiri juga merupakan suatu petunjuk. Kawasaki Saki menjadi preman pada SMA tahun kedua, menurut Kawasaki Taishi. Jelas terlihat seperti itu dari sudut pandang Kawasaki Taishi. Tapi kamu tidak bisa mengatakan hal yang sama dari sudut pandang Kawasaki Saki. Dari sudut pandang Kawasaki Saki, dia memulai pekerjaan paruh waktunya ketika Kawasaki Taishi memasuki SMP tahun ketiganya. Dalam kasus itu, alasannya jatuh pada jangka waktu tersebut. “Taishi, apakah ada sesuatu yang berubah ketika kamu memasuki tahun ketigamu?” “Er, uh… bukankah itu sekitaran waktu aku mulai memasuki les?” Taishi memeras otakknya untuk mencari berbagai memori lain, tapi itu saja sudah cukup menyingkapnya. Seakan dia menyadari apa yang akan kukatakan selanjutnya, Kawasaki mengigit bibirnya karena frustasi. “Aku mengerti, itu untuk membayar biaya les adik kecilnya-” sela Yuigahama, tapi aku memotongnya. “Tidak. Biaya les itu sendiri sudah diselesaikan pada saat Taishi mulai memasuki les pada bulan April. Biaya pendaftaran dan buku pelajarannya sudah dibayarkan pada saat itu. Itu berarti keluarga Kawasaki sudah memasukkan biaya tersebut ke dalam pertimbangan mereka sebelumnya. Di sisi lain, kamu bisa mengatakan itu adalah situasi dimana hanya biaya les Taishi yang sudah dibayarkan.” “Aku mengerti apa yang kamu maksudkan.” Yukinoshita memalingkan pandangannya pada Kawasaki dengan pengertian penuh dan hanya sedikit simpati. “Memang, bukan hanya biaya les adik kecilnya yang perlu dipertimbangkan.” Benar, sekolah kami SMA Soubu didedikasikan untuk mempersiapkan murid-muridnya untuk universitas. Sebagian besar murid berharap untuk melanjut ke universitas dan banyak dari mereka yang benar-benar melanjut ke universitas. Sebagai hasilnya, cukup banyak orang yang terpaku pada ujian SBMPTN mereka pada sekitaran tahun kedua SMA mereka, dan juga ada orang yang serius berpikir untuk mengikuti les musim panas. Dan ketika kamu mencoba masuk ke dalam universitas, kamu perlu uang dalam setiap langkahmu menuju ke sana. “Itu seperti yang dikatakan Taishi. nee-channya masihlah kaku dan baik hati. Singkatnya, dia masih begitu,” ujarku sebagai kesimpulannya. Bahu Kawasaki merosot lesu. “Nee-chan… Aku akan pergi ke les, jadi…” “…itulah mengapa aku bilang kamu tidak perlu tahu.” Kawasaki mengetuk kepala adikknya untuk menenangkannya. Aww, ini terlihat seperti resolusi yang menghangatkan hati yang terjadi di drama-drama. Maksudku baguslah untuk mereka. Dan mereka semua hidup bahagia untuk selamanya. Atau begitulah yang kupikir, tapi kemudian Kawasaki menekan bibirnya dengan rapat. “Namun, aku tidak bisa menghentikan pekerjaanku karena semua ini. Aku berniat untuk memasuki universitas. Aku tidak mau membuat kamu ataupun orangtua kita bermasalah karena itu, Taishi.” Nada Kawasaki tajam. Dia jelas-jelas membuat keputusannya sendiri, dan tekad berlapis bajanya itu sekali lagi membuat Taishi terbungkam. “Um, bisakah aku mengatakan beberapa patah kata?” Sebuah suara riang memecahkan keheningannya. Itu Komachi. Kawasaki berpaling padanya dengan jengkel. “Apa?” tuntutnya dengan setengah ketus setengah tidak ramah. Tapi Komachi menepis kemarahannya dengan sebuah seringai. “’ke, jadi. Kedua orangtua kami bekerja sudah bertahun-tahun, dan jadi, macam, ketika aku masih kecil aku pulang ke rumah dan tidak ada orang di sana. Setiap kali aku menyapa aku sudah pulang tidak pernah ada orang yang pernah menyambutku.” “Um, jika ada orang yang menyambutmu ketika tidak ada orang di rumah itu akan menakutkan,” ucapku. “Ada apa dengan cerita tiba-tiba itu?” “Oh, benar. Onii-chan, tutup lubang mulutmu sebentar.” Dia sepenuhnya membungkamkanku. Mengangkat bahuku tanda mengerti, aku menahan lidahku dan memalingkan telingaku pada apa yang sedang dikatakan Komachi. “Jadi kemudian, aku menjadi begitu muak pulang ke rumah seperti itu sehingga aku melarikan diri dari rumah selama lima hari. Saat itu bukan orangtuaku yang menjemputku, melainkan onii-chanku. Jadi dari saat itu, abangku selalu pulang lebih awal dariku. Jadi aku berterima kasih pada abangku untuk hal itu.” Abang terbaik di dunia – yap, itulah aku oke. Cerita yang menghangatkan hati itu (yang tidak pernah kuketahui) sudah cukup untuk membuatku melinangkan air mataku meskipun aku tidak mau. Pada saat-saat itu, aku tidak ada sedikitpun niat untuk menjaga Komachi; aku hanya pulang ke rumah lebih awal karena aku tidak ada kawan bermain dan aku ingin menonton anime jam 6:00 di TV Tokyo. Kawasaki berpaling padaku dengan sesuatu seperti rasa hormat yang baru ditemukannya di matanya, sementara mata Yuigahama sedikit berlinang. Yukinoshita yang satu-satunya hanya memiringkan kepalanya sedikit.. “Aku yakin alasan mengapa Hikigaya-kun pulang lebih awal adalah karena dia tidak pernah ada teman pada saat itu, benar?” “Hei, kenapa kamu bisa tahu itu? Apa, apa kamu itu Yukipedia atu semacamnya?” “Yah, ya, aku cukup sadar akan itu,” Komachi mengaku dengan acuh tak acuh, “tapi kupikir mengatakannya seperti ini akan membuat poin Komachiku naik.” Itu membuat Yuigahama berbicara. “Kamu benar-benar adik Hikki,” katanya dengan lelah. “Hei, apa yang kamu siratkan…?” Apa dia sedang mengatakan aku juga imut? Kalau begitu aku setuju. “Jadi bahkan apa yang sedang kamu maksudkan?” tuntut Kawasaki dengan geram. Jujur saja, sekarang ini aku sendiri sudah hampir mau ngompol di celana, tapi Komachi menatap Kawasaki tepat di matanya dengan senyuman riang biasanya, sepenuhnya tidak terpengaruh. “Meskipun abangku itu begitu tidak ada harapan lagi, dia pasti tidak akan melakukan sesuatu yang mengkhawatirkanku – itu apa yang kumaksud. Bahkan pada hal-hal sepelepun dia membantuku dan itu membuatku merasa bahagia.” Dia menyeringai. “Oh, itu baru saja membuat poin Komachiku naik.” “Jangan memasukkan sesuatu yang tidak perlu di akhir.” “Tidak mungkin, itu jelas kamu hanya membantahku karena malu. Oh, itu juga baru saja membuat poin Komachiku naik.” “Sudah cukup.” Astaga, karena aku ada hubungan dengan seseorang yang mengatakan hal sebodoh dan sesembrono itu, tak heran aku tidak pernah bisa percaya kata-kata yang diutarakan makhluk yang dinamakan perempuan. Ketika aku memperlakukannya seperti seorang penganggu dirinya itu, Komachi merajuk dan mengerang mengeluh. Katika aku menolak mengalah padanya, dia menyerah dan melanjutkan percakapannya dengan Kawasaki. “Jadi singkatnya, sama seperti bagaimana kamu tidak mau menjadi beban dalam keluargamu, Saki-san, Taishi-kun juga tidak mau menjadi beban untukmu, k'mu tahu? Aku sebagai saudara yang lebih muda akan senang jika kamu bisa mengerti hal kecil itu.” Tidak ada jawaban. Kawasaki diliputi keheningan. Dan pada saat itu, aku juga diliputi keheningan. …sial, aku tidak tahu bagaimana menangani perasaan yang kudapat ini. Aku sulit sekali percaya Komachi berpikir seperti itu padaku. Aku tidak pernah menyadarinya karena dia tidak pernah menjadi seorang pembuat masalah selama ini. “…yah, kira-kira seperti itu kurasa,” tambah Taishi dengan lemah. Dia berpaling, wajahnya merah. Kawasaki berdiri dan membelai kepala Taishi dengan lembut. Daripada memasang ekspresi lesunya yang biasa, dia tersenyum dengan begitu lembutnya. Meski begitu, masalah masih belum diselesaikan. Satu-satunya hal yang terjadi adalah bahwa Kawasaki dan Taishi sudah mulai belajar untuk berkomunikasi lagi. Merasa puas secara emosionil tidak berarti semuanya sudah baik dan bagus. Itu tidak akan entah bagaimana menyelesaikan masalah yang mengikat ataupun membuat masalah-masalah itu tidak berarti lagi. Pada akhirnya, kepemilikan benda-benda dan uang itu sepenuhnya tidak bisa diabaikan. Uang merupakan suatu masalah yang cukup berat bagi seorang murid SMA. Uang yang kamu peroleh dalam pekerjaan paruh waktumu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ukuran di dunia nyata. Itu membuatmu depresi untuk menghitung jumlah jam kerja yang harus kamu jalani untuk mendapatkan jutaan yen yang diperlukan untuk menutupi biaya pendidikan sebuah universitas swasta. Menyerahkan satu atau dua juta yen akan membuat kami terlihat hebat dan semacamnya, tapi kami tidak mempunyai uang sebanyak itu dan bagaimanapun juga itu melawan prinsip paling dasar Klub Servis. Seperti yang pernah dikatakan Yukinoshita sekali. Berikan seseorang seekor ikan dan kamu akan menghidupinya selama sehari; ajari seseorang bagaimana memancing dan kamu akan menghidupinya untuk seumur hidupnya. Dengan pemikiran itu di otakku, aku menganugerahinya sebuah taktik dari rencana cepat-kayaku. “Kawasaki. Kamu tahu apa itu beasiswa?” <br /> <center>× × ×</center> <br />
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information