Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 4
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===4-1=== Setelah menghabiskan waktu di klub, aku berpindah haluan<!--shifted gears--> ke mode bekerja di pusat komunitas yang kutuju. Aku menunggu Isshiki untuk datang di pintu masuk sejenak, tapi dia tidak pernah muncul meskipun sudah waktu yang sama seperti biasa. Mungkin dia sudah masuk ke dalam terlebih dulu. Aku berhenti menunggu Isshiki dan memutuskan untuk masuk ke dalam menuju Ruang Seminar. Terasa lebih hening daripada biasanya di dalam pusat komunitas itu. Mereka tidak menggelar dansa biasa mereka atau aktivitas klub entah apa hari ini. Sekalipun begitu, ada suara percakapan yang merembes dari Ruang Seminar yang sedang kami pakai. Aku memasuki ruangan itu setelah membuka pintu geser itu dengan ribut dan sebagian besar suaranya terutama datang dari SMA Kaihin Sogo. Sebaliknya, pihak SMA Sobu agak membisu. “Apa kabar.” Aku memberi sapaanku dan setelah aku meletakkan tasku, aku tiba-tiba menyadarinya. Isshiki yang kupikir sudah masuk duluan tidak terlihat dimanapun. “Di mana Isshiki?” Setelah aku bertanya, si wakil ketua yang duduk di dekatku membuat wajah kebingungan dan berkata. “Dia masih belum di sini… Dia tidak bersamamu?” Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawabannya dan si wakil ketua menanyai anggota yang lain. “Apa ada orang yang mendengar sesuatu darinya?” “Aku mengirimkannya pesan hanya untuk berjaga-jaga, tapi…” Menilai dari bagaimana dia berbicara pada si wakil ketua, gais ini mungkin anak kelas sepuluh. Dia mungkin antara sekretaris atau bendahara. Dengan kacamata dan rambut kepang, dia mengenakan baju seragamnya seperti yang dinyatakan oleh peraturan sekolah dan sementara dia terlihat sepert tipe orang yang penurut, dia entah kenapa terlihat bimbang. Walaupun dia itu anak kelas sepuluh seperti Isshiki, kelihatannya dia tidak seramah seperti yang bisa kalian duga dengannya. Aku masih belum pernah melihatnya benar-benar berbicara dan bahkan baru saja tadi, dia memutuskan untuk menghubungi Isshiki dengan hanya suatu pesan teks. Entahkah itu dari pesan ataupun dari telepon, pasti ada suatu garis pembatas entah di mana, huh? Sungguh rumit… Selagi gadis itu berganti-gantian melihat ke arahku dan ke arah wakil ketua dengan segan, dia menghela selagi dia berkata. “Dia mungkin masih berada di klubnya.” Ketika dia mengatakan hal itu, aku menyadari kemungkinan itu. Sebelum Isshiki menjadi ketua OSIS, dia adalah manajer klub sepak bola. Itu masih belum berubah sampai sekarang. Jika Isshiki sedang melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan yaitu menampakkan diriku di klub, maka itu berarti dia mungkin masih belum dapat mengecek ponselnya. Kalau begitu, mungkin akan lebih cepat untuk pergi menjemputnya langsung. “Aku akan pergi menjemputnya.” “Ah, ya. Terima kasih.” Si wakil ketua itu melihatku pergi<!--saw me off--> selagi aku meninggalkan Ruang Seminar itu. Dari sana, aku melintasi rute yang kuambil tadi kembali ke arah jalan yang baru saja kulalui. Dengan sepedaku, paling cepat hanya butuh beberapa menit untuk sampai ke sekolah. Itu tidak begitu memakan waktu. Dengan sepedaku membuat suara melengking selagi aku mengayuhnya, aku buru-buru pergi ke sekolah. Di sekolah yang lumayan lebar itu terdapat klub baseball, klub sepak bola, klub rugbi, dan klub trek dan lapangan yang tercampur bersama nan sedang berlatih dengan rajin seperti yang selalu mereka lakukan. Walaupun matahari sedang terbenam, kelompok orang-orang yang kukenal itu cukup cerah. Aku memarkirkan sepedaku di dekat sekolah dan menuju kelompok pemain sepak bola yang sedang berkeliaran di sana.<!--hanging around--> Selagi aku mengamati mereka dari jauh, tim sepak bola itu dibagi menjadi dua tim dan kelihatannya sedang memainkan pertandingan mini. Isshiki tidak ada di sana, tapi seorang gadis manajer lain (imut) ada di sana dan di tangannya terdapat sebuah stopwatch dan sebuah peluit. Dia membunyikan peluit itu. Ketika dia melakukannya, pemain-pemainnya menjadi santai dan berjalan ke arah sini menuju samping bangunan sekolah. Kelihatannya, itu waktu istirahat mereka dan mereka sedang akan merehidrasi diri mereka dengan botol air mereka yang mereka tinggalkan di sana. Di dalam kelompok itu, aku menemukan Tobe. Juga menyadari keberadaanku, dia dengan pelan mengangkat tangannya dan berjalan ke arahku. Ada apa denganmu? Jika kamu melakukan sesuatu seperti itu, orang-orang akan berpikir kita itu teman. Hentikan itu. “Oooh, lihat siapa ini<!--what do ya know-->? Bukanka' itu Hikitani-kun? Ada apa?” Tobe berbicara padaku dengan tingkah yang benar-benar bersahabat. Aku tidak yakin apa dia itu tolol atau apa, tapi kenapa orang ini selalu bertingkah terlampau familier…? Itu tidak seperti dia orang yang jahat, jadi itu bukan suatu masalah yang begitu besar. Yah, pas sekali<!--good timing/waktu yang pas-->. Aku rasa aku akan menanyakan Tobe. “Apa Isshiki ada di sini?” “Irohasu? Irohasu di… huh? Tidak di sini, huh? Hayato-kuun, apa ente tahu di mana Irohasu?” Tobe melihat sekeliling mencari Isshiki, tapi menyadari bahwa dia tidak ada di sini, dia memanggil dengan suara keras pada Hayama yang ada di dekat sana. Hayama mengambil sebuah handuk dari si manajer (imut), memakainya untuk mengelap keringatnya, dan berjalan ke arah kami. Wow, gadis manajer benar-benar memberikanmu sebuah handuk. Jika itu terjadi padaku, aku hanya akan menjadi tidak perlunya berkeringat karena terlalu gugup. “Iroha bilang dia ada sesuatu yang perlu dilakukannya jadi dia pergi lebih awal.” Hayama menjawab Tobe dan Tobe melihat ke arahku. “Begitulah, Hikitani-kun.” “Oh, begitu. Maaf, terima kasih. Sampai jumpa.” Kelihatannya kami melewati satu sama lain entah di mana. Ini membuang-buang waktu saja. Aku mencengkram gagang sepedaku, siap untuk kembali dengan segera dan mengucapkan terima kasih pada mereka berdua. “Aah, tak usah kuatir men, tak usah kuatir.” Tobe dengan pelan melambai tangannya dan mengatakan itu dengan senyuman cemerlang. Tapi yang di sampingnya dengan ekspresi dingin adalah Hayama. “Tobe, mengenai pembagian tim untuk pertandingan mini selanjutnya, ambil alih itu untukku.” “Eh? Aah, aye, aye.” Tobe tiba-tiba diberi perintah dan dia berlari kecil ke lapangan. Entah kenapa, itu terlihat seperti dia sedang di usir dari sini. Itu tidak akan begitu bagus juga untuk tetap di sini terlalu lama. Aku mendorong sepedaku sehingga aku bisa kembali ke pusat komunitas itu secepat mungkin. Di sana, suatu suara memanggil ke arahku jauh dari belakangku. “…Apa kamu punya waktu sebentar?” Ketika aku berpaling ke belakang, ada seorang pria di sana. Hayama menarik lepas handuk yang terbalut di lehernya dan selagi dia dengan lembut melipatnya, dia berkata. “Terdengar sangat merepotkan<!--Sounds like a lot of trouble-->.” Aku tidak begitu yakin apa yang sedang dimaksudkannya. Aku memiringkan kepalaku, mempertanyakan apa yang dia maksudkan. Menilai dari bagaimana bentuk ekspresiku itu, Hayama membentuk suatu senyuman. “Kamu sedang melakukan banyak hal setelah dimintai bantuan oleh OSIS bukan? Jaga Iroha baik-baik.” “Apa, jadi kamu tahu?” Aku pikir sudah pasti Isshiki merahasiakan insiden kali ini dari Hayama. Hayama membuat senyuman getir. “Ya. Dia tidak memberitahu apapun yang spesifik mengenai apa yang sedang dia lakukan, tapi dia terlihat cukup sibuk.” Aku mengerti. Jadi ini adalah sirkuit gadis kompleks<ref> Saber Marionette J </ref> dimana dia ingin mencegah dirinya menganggu orang lain sementara memastikan apa yang mereka lakukan diketahui oleh orang lain. Aku benar-benar mengerti. Tidak, aku tidak mengerti. Apa yang tidak kumengerti adalah tingkah laku Hayama. “Ya? Jadi jika kamu mengetahuinya, maka kamu seharusnya membantu dia.” Dari awalpun, hubungan Hayama dengan Isshiki itu jauh lebih dalam daripada hubungan Isshiki denganku. Isshiki memang mengatakan alasan mengapa dia tidak meminta bantuan Hayama, tapi jika itu si Hayama yang kubayangkan, maka jika ia menyadari bahwa dia sedang sibuk, dia akan menyebutkan satu atau dua patah kata tentang memberikan bantuan. Tapi ketika Hayama menyipitkan matanya dan memasang suatu senyuman di wajahnya, dia mengatakan sesuatu yang mengejutkan. “Itu tidak seperti dia meminta bantuanku. Orang yang diminta bantuan olehnya itu kamu.” “Dia hanya menggunakanku sebanyak yang dia bisa.” “Jika kamu diminta bantuan, toh, kamu tidak benar-benar menolaknya.” Suatu suara yang bergema pelan seakan suara itu terdengar agak terkesan. Tapi walaupun itu mungkin terdengar mengenakkan di telingaku, itu juga dilumuri dengan sindiran bagiku. Karena itu, nada bicaraku menjadi tajam. “Seperti itulah klubnya. Tidak ada alasan khusus untuk menolak. Tidak sepertimu, toh, aku punya waktu senggang.” “Apa itu saja?” “…Apa yang sedang coba kamu katakan?” Pertanyaan yang menekannya membuatku jengkel. Walaupun aku mengembalikan pertanyaannya, Hayama tidak menjawab dengan senyuman getirnya masih menahan bentuknya. Untuk seberapa heningnya itu, aku sampai bisa mendengar suara keras dari klub-klub lain. Meskipun begitu, tempat Hayama dan aku sedang berdiri membuat itu terasa seperti keributan itu begitu jauh sekali. Keheningan itu menyengati telingaku jadi aku mencoba mengisinya dengan berbicara. “…Dari awalpun, kamu juga tidak bisa menolak. Itu tidak seperti hanya karena klub juga.” “Aku heran tentang itu…” Hayama memalingkan wajahnya dariku dan melihat ke arah barat langit tersebut. Awan-awan yang masih tertinggal itu mulai diwarnai dengan warna merah. Hayama terlihat seperti dia sedang memikirkan sesuatu selagi dia menutup mulutnya erat-erat dan mengembalikan pandangannya ke arahku. Walaupun matahari senja sudah mulai tercermin di wajahnya, misteriusnya tidak ada kehangatan di sana. “…Aku bukanlah orang sebaik yang kamu bayangkan<!--I’m not as nice of a guy as you make me out to be-->.” Dia kemudian mengatakan hal tersebut dengan nada menantang. Mata dingin menusuknya menatapiku di tempat dengan hening<!-- in place quietly-->. Suaraku hanya tidak mau keluar. Itu adalah suatu nada yang dilapisi dengan suatu keparahan<!--severity--> meskipun dia begitu kalem. Itu terasa seperti aku mendengar hal itu pada suatu waktu tertentu selama liburan musim panas. Dalam kegelapan malam tersebut, bukankah dia membuat ekspresi yang persis seperti ini waktu itu? Aku berdiri di sana tanpa menjawab dan begitu pula dengan Hayama yang tidak mengatakan apapun lebih jauh lagi. Satu-satunya hal yang saling kami tukarkan adalah tatapan kami, tanpa satu hal lainpun yang ditukarkan di antara kami. Waktu berhenti hanya seperti itu saja. Hanya suara tiada henti dari orang-orang dalam aktivitas klub mereka yang berlanjut yang juga berperan untuk menandakan perputaran waktunya. Di antara suara-suara itu ada suatu suara yang sangat keras yang bisa terdengar. “Hayato-kuuun, laaanjut!” “Aku akan segera ke sana.” Suara keras Tobe membuat Hayama sadar kembali<!--Tobe’s loud voice brought Hayama back to his senses--> dan dia menjawab pada Tobe yang berada di dalam lapangan. Dia kemudian dengan pelan mengangkat tangannya ke arahku dan mulai berjalan. “Sampai jumpa…” “…Ya, maaf menganggumu.” Tidak perduli untuk melihat Hayama pergi ke kejauhan, aku menaiki sepedaku. Tanpa kusadari, kaki yang mengayuh memiliki kekuatan yang besar di dalamnya. Perasaan memuakkan terhadap tingkah laku itu yang mencoba untuk menggali kebenarannya dan perasaan tidak nyaman yang mengikuti bahwa aku gagal menyadari<!--overlook--> sesuatu. Itu berdua tertanam di dasar perutku sampai ke titik itu membuatku merasa sakit. Aku merasakan perasaan tidak senang ini terhadap tingkah laku Hayama. Apa aku membuat suatu kesalahan mengenai bagaimana aku mengenali Hayama Hayato? Aku pikir dia adalah orang yang baik. Tapi aku juga menyadari bahwa dia bukanlah hanya orang biasa<!--not just anybody-->. Ekspresi tak berperasaan yang akan ditunjukkannya demi tujuan untuk membuat semua orang akur. Aku pikir itulah jenis orang Hayama Hayato itu. Namun, senyuman itu sedikit berbeda. Di satu sisi, itu adalah senyuman yang lembut dan baik hati, pokoknya sempurna. Tapi persis karena kesempurnaan tanpa cela inilah sehingga tidak ada batasan pada rasa dinginnya. Itu adalah sesuatu yang mirip dengan apa yang pernah kulihat sebelumnya. Saat aku mencari jawaban tersebut, selagi aku sedang mengayuh sepedaku, aku telah sampai ke pusat komunitas itu. Aku mengunci sepedaku dan baru saja aku akan menuju ke dalam, Isshiki baru keluar dari toko swalayan sedikit di seberang. Caranya berjalan dengan kepalanya tertunduk terlihat begitu lamban sekali. “Isshiki.” Ketika aku memanggilnya, Isshiki mendongakkan kepalanya. Menyadari keberadaanku, dia membagi kantong plastik toko swalayan itu ke dua tangan dan membuat helaan kecil. Dia kemudian menunjukkan suatu senyuman manis. “Ah, Maafkan aku. Apa aku membuatmu menunggu sedikit?” “Benar, sampai aku harus pergi mencarimu<!--If anything, I had to go look for you-->.” “Ini adalah saat dimana kamu seharusnya berkata ‘Aku tidak menunggu sama sekali karena aku juga baru sampai’, bukan…?” Isshiki berbicara dengan nada tidak senang selagi dia cemberut dan aku mengulurkan kedua tanganku tanpa berkata-kata. Melihat hal itu, Isshiki mendadak membuat suatu senyuman. Cara dia tersenyum terlihat seperti dia sedang membuat helaan kecil. “…Kantong hari ini tidak seberat itu jadi tidak masalah.” “Begitukah?” “Ya.” Isshiki menjawab dengan singkat. Benar, isi kantong-kantong plastik itu tidak terlihat banyak. Tapi tangan yang memegangi kantong plastik itu terlihat lebih berat dari biasanya. “Kita sudah cukup telat, jadi kita sebaiknya bergegas.” Setelah mengatakan hal itu, Isshiki memasuki pusat komunitasnya. Aku mengikuti di belakangnya. Bahu Isshiki dari belakang terlihat sedikit merosot dibanding biasanya dan punggungnya terbungkuk ke depan dengan lesu. Aah, motivasi orang tersebut sudah merosot, huh…? Senakal-nakalnya dia itu, dia mengejutkannya tidak begitu kuat hatinya. Itu wajar. Dia mungkin lelah dengan situasinya karena baik acaranya itu sendiri dan masalah internal OSISnya masih tidak begitu mapan. Bagi seorang gadis kelas sepuluh di SMA itu merupakan situasi yang cukup berat baginya. Tapi satu alasan yang berkontribusi pada lingkungan semacam itu adalah diriku. Tidak banyak hal yang bisa kulakukan, tapi meskipun begitu, aku akan melakukan apa yang bisa kulakukan untuk setidaknya memberikan dukungan. Walaupun untuk sekarang ini, satu-satunya hal yang benar-benar bisa kulakukan adalah memegangi kantong plastik toko swalayan itu. <br /> <center>× × ×</center> <br />
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information