Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 3 Bab 3
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===3-2=== Itu memakan waktu total lima belas menit penuh bagi busnya untuk sampai ke tempat acara Pameran Kucing dan Anjing Tokyo, aula Makuhari Expo. Meskipun namanya acara Pameran Kucing dan Anjing Tokyo, aku terkejut acara itu digelar di Chiba. Aku tidak memiliki cukup uang untuk pergi jika aku salah mengiranya sebagai ''Tokyo Big Sight'' atau semacamnya. Tempat itu wajar dipenuhi oleh sejumlah besar orang. Ada juga sejumlah orang yang membawa hewan peliharaan mereka ke dalam. Komachi dan aku dengan ragu-ragu berpegangan tangan karena itulah apa yang seharusnya kami lakukan. Itu tidak seperti kami sobat yang sedang berkencan atau apa, tapi kami sudah melakukan hal ini begitu sering ketika kami pergi keluar sewaktu kecil sampai itu sudah menjadi sebuah tindakan kebiasaan sekarang. Komachi menyiulkan sebuah lagu selagi dia mengayunkan tanganku maju mundur. Aku hampir mendapat dislokasi tulang karena itu. Aku bisa melihat bahwa Komachi menjadi lebih riang dan lebih ceria dari biasanya, mungkin karena apa yang sedang dia pakai: sepotong baju ''border tank top'' yang dipadu dengan sepotong ''cutsew'' merah jambu yang tipis bergaris leher lebar, diiringi oleh celana pendek yang memanjang sampai ke pahanya, agak mirip dengan rok ''low-rise''. Ditambah lagi, dia membuat seringaian jutaan dolar nan riang yang mengancam untuk membelah wajahnya menjadi dua. Setiap kali adik kecilku itu tersenyum seperti itu, dia terlihat begitu tidak tahu malunya bangga akan dirinya. Tidak seperti dia tersenyum seperti itu dimana-mana. Omong-omong, acara itu mungkin saja disebut Pameran Kucing dan Anjing Tokyo, tapi acara itu kurang lebih sebuah tempat penjualan hewan peliharaan dengan hewan-hewan dagangan dipajangkan di sana(e.g. kucing dan anjing). Di sisi lain, aku cukup terhibur untuk melihat bagaimana beberapa jenis hewan langka juga dipajang. Juga tidak ada biaya masuk atau apapun – itu adalah sebuah acara yang patut ditakuti. Chiba benar-benar yang terhebat. Segera setelah kami masuk ke dalam, Komachi mulai menunjuk-nunjuk pada hewan-hewan dengan begitu gembira. “Lihat, onii-chan! Penguin! Begitu banyak penguin sedang berjalan berkeliling! Sungguh menggemaskan!” “Oh, itu mengingatkanku. Aku dengar kata penguin diturunkan dari kata latin untuk ‘gemuk’. Ketika kamu memikirkannya, mereka terlihat seperti pekerja kantoran obesitas yang sedang berjalan tertatih-tatih di luar kantor.” “Oh, wow. Tiba-tiba, aku tidak bisa berpikir mereka itu imut lagi…” Komachi menurunkan lengannya, terlihat patah semangat. Dia berpaling padaku dan menatapku dengan penuh kekesalan. “Berkat trivia tak bergunamu itu, aku akan terpikir kata ‘gemuk’ setiap kali aku melihat seekor penguin, onii-chan…” gugamnya dengan keluh kesah, tidak seperti akan ada manfaatnya mengatakan itu padaku. Salahkan orang yang pertama menamainya penguin itu. “Kamu tahu, onii-chan, kamu tidak sepatutnya mengatakan hal semacam itu dalam suatu kencan, kamu tahu? Jika seorang gadis berkata, ‘Sungguh menggemaskan!’ kamu seharusnya berkata, ‘Ya, tapi kamu lebih menggemaskan lagi.’” “…Sungguh bodoh.” Bahkan penguin yang tinggal di Kutub Selatan akan mengidap flu jika mereka dihadapkan pada percakapan mengigilkan itu, menurutku. “Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Tidak seperti aku sedang memberitahumu untuk benar-benar mengatakan itu padaku, kamu tahu. Aku sudah tahu aku itu menggemaskan.” “Mengatakannya itu sendiri menghancurkan efeknya…” Sungguh sebuah percakapan yang berkilau selagi kucing dan anjing serta penguin sedang berkeliaran di belakang kami. “Terima kasih atas komentar tidak berarti itu! Omong-omong, lihat, lihat! Ayo kita lihat kesana sebentar,” kata Komachi selagi dia mulai berlari, sambil merenggut tanganku. “Oi, tunggu dulu, jangan buru-buru. Kamu akan menabrak sesuatu.” Entah bagaimana, kami berakhir pada apa yang terlihat seperti zona burung, dipenuhi oleh burung beo dengan segala bentuk dan ukuran. Sebuah dunia yang menyilaukannya kaya akan warna terbuka di depan mata kami. Kuning, merah, hijau… semua warna utama dijipratkan kesana-kemari dengan begitu cerahnya sampai itu menyakitkan mataku untuk melihatnya. Setiap kali burung-burung itu membentangkan sayap mereka dan melayang tinggi, cahaya bersinar pada bulu-bulu mereka, memamerkan kecemerlangannya. Tapi di antara banjiran warna-warna cemerlang tersebut, apa yang benar-benar menonjol adalah sebuah kepala berambut hitam yang berkilau. Setiap kali pemilik rambut hitam berkilau itu membenamkan hidungnya ke brosur Pameran Kucing dan Anjing Tokyo yang dipegangnya dengan satu tangan, rambut ''twintail''nya berdesir maju mundur. “Bukankah itu… Yukino-san?” Kelihatannya Komachi juga mengenalinya. Serius, tidak ada orang yang menonjol dengan begitu jelasnya seperti dia itu. Dia sedang menarik cukup banyak perhatian pada dirinya. Dibalut oleh sepotong ''cardigan'' berukuran seperempat dengan warna krim dan sepotong gaun ''one-piece'' yang rapi serta halus dengan sebuah pita terikat persis sedikit di bawah dadanya, dia menghasilkan kesan yang lebih lembut dari biasanya. Setiap kali dia berjalan, sandal tali yang dipakaikan pada kaki polosnya membuat suara yang ringan dan menenangkan. Tapi si gadis yang sedang dibicarakan itu sepertinya tidak memperdulikan tatapan-tatapan di sekelilingnya, melihat-lihat dengan berwajah-tak-berekspresi persis seperti yang dilakukannya di ruangan klub. Yukinoshita mengecek nomor aulanya dan melihat ke bawah pada brosurnya. Kemudian dia melihat ke sekeliling dirinya dan melihat ke bawah pada brosurnya sekali lagi. Dan kemudian dia membuat helaan menyerah. Ada apa dengannya? Apa dia ''tersesat''? [[Image:YahariLoveCom_v3-081.jpg|thumb|200px]] Yukinoshita menutup brosurnya dengan keras seakan dia sudah membulatkan tekadnya mengenai sesuatu dan segera berjalan dengan bergaya – tepat menuju dinding. “Oi, itu jalan buntu,” kataku padanya tanpa berpikir panjang, tidak sanggup menahan untuk berdiam diri menontonnya lebih lama lagi. Itu membuat sebuah tatapan yang terang-terangan tidak ramah dari arah Yukinoshita. ''Seram.'' Tapi segera setelah dia menyadari bahwa akulah orang yang berbicara padanya, sebuah tampang yang agak misterius muncul di wajahnya dan dia berjalan ke arah kami. “Apa ini? Seekor hewan yang tidak biasa, yah.” “Bisakah kamu ''tidak'' memanggilku seekor Homo sapiens sapiens begitu saja? Kamu sedang menolak perikemanusiaanku.” “Bukankah aku benar?” “Kamu benar, tapi kamu tidak memahami maksudku<!--missing the point-->…” Hal pertama yang dia lakukan ketika dia membuka mulutnya adalah memperlakukanku seperti seekor primata hominid. Sementara dia itu sepenuhnya benar dari sudut pandang biologis, kamu tidak bisa mendapat sapaan yang lebih parah lagi dari itu. “Jadi mengapa kamu sedang berjalan menuju tembok?” “…Aku tersesat,” kata Yukinoshita muram dengan sebuah ekspresi yang hanya bisa dikatakan sebagai… pasrah. Seperti dia sedang di ambang melakukan seppuku. Matanya meluap dengan rasa jengkel saat dia membuka brosurnya dan membacanya dengan teliti sekali lagi. “Uh, tempat ini tidak cukup besar untuk bisa tersesat, kamu tahu…” Jadi dia tidak punya intuisi arah<!--sense of direction-->, huh… yah, kurasa ada saat-saat dimana kamu menjadi tersesat meskipun ketika kamu memiliki sebuah peta. Peta tidak benar-benar berguna, terutama ketika kamu berada dalam sebuah bangunan dimana setiap blok terlihat sama seperti yang sebelumnya. Seperti Komiket atau lantai bawah tanah Stasiun Shinjuku. Stasiun Umeda begitu parahnya sampai kamu akan terjebak disana jika kamu tidak membawa kertas grafik dan memetakannya sendiri. “Selamat siang, Yukino-san!” “Ah, jadi kamu juga ikut datang, Komachi-san. Selamat siang.” “Namun, aku tidak menyangka bisa melihatmu di sini,” kataku. “Kamu datang untuk melihat sesuatu?” “…yah, beberapa hewan disini-sana, kurasa.” Kucing, singkatnya. Dia menggambarkan sebuah lingkaran merah besar di sekitaran tempat kucing… Telah menyadari tatapanku, Yukinoshita dengan kalem melipat brosurnya seakan tidak ada yang salah. “Hi-Hikya…” Dia mencoba untuk bertingkah kalem, tapi dia sepenuhnya tergagap saat berbicara<!--stumbled overr her word-->. “Ahem, apa yang sedang kamu lakukan di sini, Hikigaya-kun?” Kalau aku, aku juga bertingkah seakan aku tidak menyadari apapun, selagi sepanjang waktu berusaha keras menahan diri untuk tidak mengolok-oloknya. Toh, kalau aku mengatakan sesuatu dia mungkin akan membalasku lima kali lipat… “Aku datang kemari setiap tahun dengan adikku.” “Disini juga tempat dimana kami bertemu kucing kami!” sela Komachi. Seperti yang Komachi katakan, di sinilah tempat kami bertemu kucing kami Kamakura untuk yang pertama kalinya. Dia mungkin seekor kucing brandalan yang kurang ajar, tapi dia punya silsilah. Saat Komachi berkata dia menginginkannya sebagai seekor hewan peliharaan, itu sudah keputusan akhir<!--done deal-->. Aku merasa kasihan pada ayah kami, yang hanya dipanggil datang untuk membayar bonnya. Yukinoshita melihat ke arah Komachi dan aku, sebuah senyuman terlihat dengan jelas di wajahnya. Jangan itu lagi. Dia memasang tampang ini di wajahnya sebelumnya. “…kalian berdua begitu akur seperti biasa, yah.” “Tidak juga, itu seperti sebuah acara sepanjang tahun.” “Oke.” Ada hening sejenak. “Sampai jumpa, kalau begitu.” “Ya, sampai jumpa.” Kami berdua mengutarakan kata-kata perpisahan, mencegah ikatan<!--entanglement--> yang lebih jauh lagi. “Tunggu dulu sejenak, Yukino-san. Karena kamu datang jauh-jauh kemari, ayo kita jalan bersama!” Komachi menarik lengan baju Yukinoshita sebelum dia bisa pergi. “Abangku benar-benar menghancurkan suasana setiap kali dia membuka mulutnya. Aku akan merasa lebih senang bersama denganmu, Yukino-san.” “B-Begitukah?” tanya Yukinoshita sebagai balasannya, mengambil setengah langkah mundur dari Komachi, yang sedang menekannya tanpa henti. Komachi mengangguk dengan semangat sebagai balasannya. “Yap yap!” jawabnya. “Ayooooolah!” “Apa tidak akan menganggu? …Hikigaya-kun, maksudku.” Aku sedang disingkirkan seakan itu adalah hal yang paling wajar di dunia ini. “Tunggu dulu, apa omong kosong yang sedang kamu ucapkan ini? Aku menutup mulutku ketika ada orang di sekitar jadi aku sama sekali tidak pernah menganggu, kamu dengar?” “Dengan kata lain, kamu berbaur ke dalam sekelilingmu, begitu ya… dalam segi itu, kamu memiliki bakat yang menabjubkan…” Yukinoshita terlihat tidak terkejut maupun terkagum. Tapi yah, sebenarnya, jika kamu merupakan bagian dari suatu kelompok dan kamu menjadi diam, semua orang akan heboh mengkhawatirkanmu. “…baiklah, kita akan melihat-lihat bersama,” kata Yukinoshita. “Apa ada sesuatu yang ingin kalian lihat? K-kalau tidak ada yang khusus…” “Mari kupikir…” Komachi memukul tangannya seakan dia terpikir akan sebuah ide cemerlang. “Karena kita datang jauh-jauh kemari, ayo kita lihat hewan-hewan yang biasanya tidak bisa kamu lihat!” “…Aku benar-benar tidak tahu apa kamu bisa membaca suasananya atau tidak,” kataku. “Huh? Apa?” Komachi memiringkan kepalanya dengan bingung. “…Aku akan ikut dengan saranmu.” Yukinoshita menghela pasrah. Sulit untuk tahu apa yang mesti dikatakan. Aku meminta-maaf untuk adikku dalam hatiku. Ketika berbicara tentang sesuatu seperti hewan langka, tidak ada banyak tempat untuk tipe-tipe hewan yang lebih besar seperti yang bisa kamu duga. Melihat situasinya, zona burung memiliki rasio yang kurang lebih setara. Itu mungkin karena burung yang lebih langka tidak memakan banyak tempat. Setelah meninggalkan bilik yang menampilkan burung-burung menyolok dari negara-negara Selatan di belakang kami, kami pergi ke sebuah area dengan tampilan yang begitu menabjubkan. Area itu, yang dipalangi dengan pegangan tangan yang dibuat dari baja yang diperkuat, merupakan rumah bagi burung-burung agung berparuh tajam, dengan cakar yang diasah dan sayap yang kokoh. “L-Lihat itu, Komachi! Garuda! Elang! Rajawali! Oh men, aku harap kita punya salah satu burung ini.” Sungguh keren… Aku hampir berhenti berjalan dan melompati pegangannya tanpa berpikir. Jika ada satu gejala chuunibyou yang kuidap, itu adalah ketidakmampuanku untuk ''tidak'' tergerak oleh penampilan yang begitu mengesankan seperti ini. Itu mungkin bagaimana cara seorang tentara America atau seorang chuuni total akan melihatnya. Tapi Komachi, yang kelihatannya tidak mampu untuk memahami apa yang begitu menabjubkannya dari itu, mendengus padaku. “Eh? Itu tidak imut. Itu begitu berbau chuuni.” “Oi, apa omong kosong yang kamu ucapkan ini? Tidakkah itu imut caranya memutar kepalanya, lihat?” Aku berpaling, berniat untuk meyakinkannya, tapi Komachi sudah meninggalkanku. Sungguh kejam. “Tidak ada yang imut darinya.” Daripada adikku yang berhati-dingin, yang menjawabku adalah Yukinoshita. “Tapi aku memang merasa burung itu agung dan indah,” tambahnya, mengejutkannya. Tapi kelihatannya dia tidak sedang berbohong. Yukinoshita berdiri di sampingku, mencengkram pegangan bajanya, pandangannya terfokus hanya pada burung-burung pemangsa itu. “Whoa! Jadi kamu ''memang'' memahami kemantapannya<!--awesomeness-->! Kamu seorang chuuni dalam hatimu!” “…itu aku ''tak'' memahaminya.” Alas, nyonya ini memahaminya tidak bisa<!--this dame understand it not-->… Oh, sial. Teruskan itu lagi<!--Anymore than that--> dan aku akan mulai terdengar seperti Zaimokuza… <br />Chuunibyou <br />Tak terobati seumur hidup <br />Sebuah penyakit hati (terlalu banyak suku kata)<br /> Sebuah haiku, ditulis oleh Hachiman. Omong-omong, chuunibyou adalah kata yang menandakan mengenai musim apa puisi tersebut. Chuunibyou merupakan musim seminya masa muda. <br /> <center>× × ×</center> <br />
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information