Editing
Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume5 Bab3
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 2=== Saito tengah terbaring di lantai. Sedang menindih diatasnya Louise yang berdiri bernapas terengah-engah. Kita bewrada di dapur penginapan ‘Charming Fairies’. Penginapan baru saja dibuka, tapi didalam sudah ramai. Louise, dengan lengan tersilang, memandang ke bawah pada Saito. “Kakak, Ceritakan padaku.” Louise tetap memanggilnya kakak. Di sini, Saito berpura-pura menjadi kakak Louise. Tiada yang mempercayainya, toh semua orang di penginapan sudah tahu Louise seorang ningrat, namun Louise terus memanggilnya Kakak. Benar-benar kepala batu. “Apa, adikku?” tanya Saito dalam nada tertahan dan sesak karena hajaran keras Louise. “Apa yang kau lakukan sebelum ku memanggilny?” “Mencuci piring.” “Jangan berdusta. Kau melihat yang lain.” “Sedikit” “itu tidak sedikit namanya.” Louise menunjuk ke dalam penginapan “Kau memandangi paha gadis itu, dada gadis itu, dan pantat gadis itu...” Lalu, dengan marah, Louise menunjuk Jessica. “Kau tengah memandangi lembah dada Jessica juga.” “Sedikit.” “Kakak, Hei...” Louise menginjak wajah Saito dengan kakinya. “Ya?” “Bukankah akibatnya buruk bagimu bila kau tak memperhatikanku? Bukankah Tuanmu mengumpulkan info dari pemabuk-pemabuk? Jika tuanmu yang manis ini dalam keadaan bahaya, kau harus melindunginya, kan?” “Maafkan aku.” “Maaf saja tidak cukup, kau hanya memperhatikanku dua kali. Aku menghitungnya lho. Kau melihat gadis ini dan itu empat kali. Kau melihat belahan Jessica 12 kali. Kau membuang pandangan dari tuanmu, mengacuhkannya, Aku tak bisa menoleransinya!” “Hei, aku tak memandangi mereka!” Punten. Aku melihat Louise setiap hari. Wajah tidurnya pun aku tonton. Itu adalah cinta. Aah, tuan memang manis. Namun, aku ingin kau memperbolehkanku memandangi gadis lainnya. Ini sudah sifat lelaki. Kau tak bisa melawannya meski membuang pandangan. Tiada gunanya menjadi marah...Saito salah memahami amarah Louise. Tapi, dia takkan mengatakannya keras-keras. Kini, Saito sudah mempelajari cara menjinakkan Louise. “Bagaimana kalau saat kau melihat yang lain, aku diserang orang aneh? Apa kau paham? Apa kau begitu inginnya membahayakan aku?” “Tidak...Bukankah semuanya akan baik-baik saja? Ugh!” “Mengapa?” “Sebenarnya tuan tidak begitu menarik. Tubuh kecil, popularitasnya kecil juga.” kata Saito, mengeluarkana isi pikirannya. Louise mengembangkan tangannya, mendesahkan “Fuuh’, dan memulai pemanasan untuk olahraga fisik berikutnya. “Benarkah? Begitu ya? Anjing ini hanya bisa diajarkan secara fisik. Nnshotto.” Louise kembali memulai olahraga fisiknya. Selama Louise sedang pemanasan, Saito diam-diam menyelinap keluar pintu belakang. Dia sudah cukup dengan hukuman yang tadi. 10 menit. Dia perlu melarikan diri dan beristirahat. Saito mencengkram Derflinger yang terbungkus kain. Karena insiden-inseden sebelumnya, kini dia selalu membawa Derflinger. Dia memutuskan membawanya, meski enggan, karena agak menyusahkan dia. Begitu dia membuka pintu belakang dan melangkah ke jala, dia melihat seorang wanita berkerudung berlari dalam langkah kecil-kecil menuju arahnya. Don! Wanita ini bertabrakan dengan Saito, yang baru saja membuka pintu, dan jatuh ke tanah. Ini membuat Saito terkejut. “M-Maaf..Apa kau tak apa-apa?” Wanita ini menyembunyikan wajah dengan kerudungnya dan berkata dengan nada panik, “...itu, apakah penginapan “Charming Fairies” di sekitar sini?” ‘Eh? Itu disini...” Saat mengucapkan itu, saito menyadari suara wanita itu sepertinya ia kenal. Wanita itupun menyadari hal yang sama. Diam-diam, dia menyingkap ujung kerudungnya dan mencuri pandang pada wajah Saito. “Putri!” “Shh!” katanya, menutup mulut Saito. Henrietta yang terbungkus dalam kerudung abu-abbu, menyembunyikan dirinya di belakang Saito agar tak terlihat dari Jalan Utama. “Cari disana!” “Mungkin dia menuju Jalan Bourdonne!” Dari Jalan utama, terdengar suara-suara kasar para prajurit. Henrietta memasang kerudungnya lagi. “...Apakah ada tempat dimana ku bisa bersembunyi?” Henrietta tampak begitu kecil. “Disini ada loteng tempat kami tinggal...” “Mohon tunjukkan jalan ke sana.” “Saito diam-diam membawa Henrietta ke loteng. Henrietta duduk di kasur dan menghembuskan napas kuat-kuat. “...Aman untuk saat ini.” “Ini tak aman. Apa yang tadi itu?” “Aku baru saja menyelinap keluar selama semenit...dan kekacauan semacam itu terjadi.” “Huh? Bukankah anda diculik kemarin-kemarin? Pantas saja terjadi keributan!” Henrietta terdiam, “Putri, bukankah kau sekarang memimpin? Dan masih saja bertindak semau hati>” “Bukan begitu. Ini karena ada urusan penting...Dan kudengar dari lkaporan bahwa Louise ada disini...Aku sendang bisa bertemu langsung denganmu.” “OK, OK, kalau begitu akan kupanggil Louise.” Louise yang menyadari setelahnya bahwa Saito menghilang pasti akan meledak, tapi mungkin ini bisa melembutkannya. Sikap Louise mudah dikira-kira seperti biasa. “Jangan.” Henrietta menghentikan Saito. “M-mengapa?” “Aku tak ingin berbicara dengan Louise.” “Apa?” “Aku tak ingin mengecewakan anak itu.” saito lalu duduk di kursi dan menatap Henrietta. “Lalu, untuk apa lagi? Menyelinap keluar benteng tanpa izin bukanlah hal yang baik untuk dilakukan.” Lalu Saito sadar akan sesuatu. “Tapi, jika kau tak kesini untuk bertemu Louise, lalu untuk apa?” “Aku datang untuk meminjam kekuatanmu.” “S-Saya?” “Jika kau setuju, aku ingin kau menjagaku hingga esok.” “”M-mengapa saya? Bukankah anda Sang Ratu? Anda punya banyak tentara dan penyihir untuk menjaga anda...” “Untuk hari ini dan esok, aku ingin bercampur dengan rakyat jelata. Dan tentu saja aku tak ingin siapapun dari Istana tahu. jadi...” “Apa?” “Aku hanya mempercayaimu.” “Itu...tak punyakah anda orang lain?” “Ya. Aku tahu kau orang baik, dan aku sendiri, kesepian di Istana. Banyak yang tak menyukaiku sebagai seorang ratu muda...” Dan setelah keenganan sesaat, menambahkan, “...dan sebagai seorang pengkhianat.” Saito teringat Wardes . Meminta Louise, yang merupakan teman terbaiknya, untuk menempuh perjalanan incognito – mungkin ada sesuatu yang bahkan tak bisa dibicarakan dengan Louise. “Saya mengerti. Karena ini permintaan Putri, saya akan melakukannya, tapi...” Saito lalu menatap wajah Henrietta. “Ini berbahaya, kan?” Henrietta menundukkan pandangannya. “ya.” “Benarkah? Kalau begitu, Tuan putri jangan bilang tentang urusan menempuh bahaya inipada Louise. Berjanjilah pada Saya.” “Baiklah.” Henrietta mengangguk. “Ok, semua sudah jelas, tapi...” “Kalau begitu, ayo pergi. Kita tak bisa disini terus.” “Kemana?” “Kita takkan meninggalkan kota. Harap tenang. Kini, aku ingin ganti pakaian...” Henrietta memandangi pakaian di bawah jubahnya. Pakaian putih, bersih dan elehan yang tersembunyi dibalik jubah adalah terlalu mencolok. Bahkan seorang ningrat pun takkan mengeluh akan hal ini. “Ini adalah pakaian Louise tapi...Dia membelinya untuk membuatnya tampak seperti rakyat jelata.” “Mohon pinjamkan padaku.” Saito menarik kotak dibawah kasur dan mengeluarkan pakaian Louise. Henrietta lalu membalikkan badan, membelakangi Saito, tak khawatir Saito melihatnya! Saito mulai panik begitu dia menanggalkan pakaiannya. Secara tak sengaja, Saito menangkap sekilas dada Henrietta dari belakang. Meski tak sebesar Kirche, tetap saja ia lebih besar dari milik Siesta. Toh, dia seorang ratu, jadi dadanya pastilah yang pantas untuk seorang ratu. Tapi dia lalu sadar. Apa Henrietta bisa mengenakan kemeja Louise? Yang terjadi tepat seperti perkiraannya. “Kemejanya...rada-rada sesak.” Tak ‘rada-rada’ lagi. Kemeja itu dibeli untuk ukuran Louise, dan tak bisa memuat dada Henrietta. Semakin dia bergerak, semakin banyak kancing yang terlepas. “Mhm, Sangat...” kata Saito sambil memegangi hidungnya, “Mhh, bagus?” Bagus! Tiada lagi yang bisa diharapkan kita dari seorang ratu. Henrietta seharusnya tak khawatir soal itu. “Aku harap ini tak terlalu menonjol diantara orang-orang.” gumam Henrietta saat dia melepas 2 kancing teratas. Itu hanya semakin menonjolkan lembah dadanya – Seakan tiada kemeja sejak awal. Meski agak malu, berjalan disebelah lelaki adalah keuntungan. Ini juga membuat mereka tak menyadari ia seorang ratu dan membuatnya nampak lebih sebagai seorang wanita. “Ayo pergi.” ujar Henrietta pada saito. “Kita belum bisa pergi.” “Eh? benarkah/” “Setidaknya kau harus mengubah gaya rambutmu.” “Kalau begitu, ubahlah.” Toh, Henrietta memang mirip dengan Louise, ratu yang tak berpengalaman, pikir Saito sambil merapihkan rambut Henrietta. bahkan mengubah pakaian tak bisa menutupinya... Dia mengangkat rambut Henrietta membentuk poni, sebagaimana dia sesekali lakukan untuk Louise. Ini sangat mengubah suasana. Saito lalu mengenakan riasan ringan pada Henrietta dengan kosmetik Louise. Bukankah kita perlu riasan di penginapan? Karena Louise berkata begitu, saito membelinya...Tapi karena Louise tak pernah menggunakannya, sisanya sangat banyak. “Fufu, dengan begini, kau terlihat seperti wanita kota.” Dengan riasan ringan dan kemeja yang terbuka bagian depannya...Dia terlihat seperti seorang wanita kota yang ceria. Karena dia datang duluan ke loteng, sepertinya mereka takkan memberitahu apapun pada Louise. Saito merasa tak enak untuk sesaat. Dia rasa dia nanti harus berbicara dengan Louise. Ini diluar kuasanya, karena ini adalah keinginan Ratu. Saito dan Henrietta diam-diam menyelinap melalui pintu belakang ke gang. Keadaan waspada soal hilangnya Ratu sepertinya meningkat...Jalan keluar ke Chicton dijaga ketat lagi. “Mereka menempatkan sebuah cordon” Saito melaporkan keadaan yang tampak bagaikan drama polisi di dunianya. Entah bagaimana dia mengerti, Henrietta mengangguk. “bagaimana sekarang? Apakah tak apa-apa bila tak menyembunyikan wajahmu?” “Menyembunyikannya akan lebih mencurigakan. Letakkan tanganmu diatas bahuku.” Saito memegangi bahu Henrietta sebagaimana diperintahkan. mereka menghampiri tempat dimana penjaga-penjaga berdiri. Ketegangan meningkat dan denyut mereka semakin cepat. Henrietta berbisik dengan nada keras.” “Berpura-puralah bersender padaku. Seperti seorang pacar.” Eh? Tak memberinya waktu berpikir. Henrietta menggenggam tangan Saito yang tengah memegangi bahunya, dan membimbingnya ke celah kemejanya yang terbuka. Saito panik begitu merasakan bukit Henrietta yang halus dan lembut diantara jemarinya. “Jangan berontak.” Henriettamendekatkan mulutnya ke telinga saito dan bergumam pelan, dengan sebuah senyum palsu di bibir, Saito melewati penjaga sambil merasa tegang dua kali lipat. Meski sang penjaga tak sengaja melihat pasangan tersebut...dia hanya pernah melihat wajah Ratu dari kejauhan. Lagipula, bahkan dalam mimpi terliarnya sekalipun, dia tak bisa membayangkan sang Ratu berjalan bersama seorang jelata, menyilahkan tangannya untuk menyentuh kulitnya dengan cara yang sedemikian rupa. Dia langsung membuang pandangannya dan memanggil wanita lainnya untuk berhenti. Henrietta tertawa sambil berjalan keluar ke Jalan Utama, “Putri?” “Tidak...Aku minta maaf. Karena tadi itu saat yang menggelikan. Namun, menyenangkan juga.” “...Eh?” “Aku mengenakan pakaian kasar, mengubah gaya rambutku...hanya mengenakan riasan ringan dan tiada yang dapat mengenalku.” Itu pasti...Henrietta tampak menyatu dengan pemandangan malam ini. Saito merasa dia wanita yang berbeda. “namun, kita terlihat oleh seseorang yang sedikit mengenal wajahmu, Putri.” “Shh!” Eh? Eeeh?” “Jangan memanggilku putri di hadapan umum. Panggil aku ‘Ann; saja.” “Ann, begitulah.” “Ya.” Lalu, Henrietta memiringkan kepalanya dalam keraguan. “Ceritakan padaku namamu.” Merasa sedih Tak dikenal sang Putri, saito menjawab. “Saito.” “saito, nama yang aneh.” Pada saat itu, Henrietta bergumam sambil bersender pada saito layaknya seorang wanita kota. “Y-yeah, Ann. Memang aneh.” “Lebih keras.” “Dimengerti, Ann.” Henrietta melingkarkan lengannya pada saito sambil tersenyum. Karena malam datang perlahan, pasangan ini pergi ke sebuah hotel untuk sementara. Hotel tersebut rumah tinggal yang murah nan tawar. Mereka diantar ke kamar kumuh di lantai 2 yang membuat loteng di “Charming Fairies” terlihat bagaikan surga. Kasurnya lembab, tak jelas sudah berapa hari ia ditinggal untuk dikeringkan, dan sebuah jamur kecil tumbuh di sudut kamar. Lampu tetap hitam meski arangnya telah digosok. “yah, untuk uang yang segitu, kamarnya ternyata begini.” Tapi Henrietta yang duduk di kasur berkata. “Tidak, kamar ini luar biasa.” “Begitukah...” “Ya. disini, setidaknya kau tak harus khawatir...soal ular berbisa yang tidur di dadamu.” “Dan juga tiada kumbang aneh.” “Benar sekali.” Henrietta tersenyum. Saito duduk di kursi yang ada di kamar. Si Kursi seoleh protes, membuat suara derikan nan aneh. Karena sesuatu, dia ingin menjaga jarak antara dia dan rekan terhormatnya sejauh mungkin. Karena sulit untuk terus berbicara, Saito bertanya. “Apakah ini benar-benar kamar yang bagus?” “Ya. Ini menggairahkan. karena ada rasa biasa dan tak penting dari rakyat biasa...” Dia menunjukan itu dengan sikap nan manis. Sikap Henrietta seperti itu menciptakan sedikit perasaan “dekat”. Karena kamar gelap gulita, mereka memutuskan untuk menyalakan lampu berarang itu. dia tak dapat menemukan korek api sebatangpun, meski dia telah mencarinya kemana-mana. “Tiada korek disini..aku akan turun dan membawanya kesini.” Henrietta menggelengkan kepala dan mengeluarkan sebuah tongkat sihir kristal dari tasnya. Dia mengayunkannya dan ‘Posh!”, sumhbu lampu pun menyala. Henrietta duduk sambil menerawangi lampu dan meletakkan tangannya di dagu. Saito yang entah kenapa merasa terpesona membuang pandangannya. Melihat Henrietta yang tenang seperti itu...meski dia masih memiliki rasa dekat disekitarnya, dia tetaplah seorang Putri. Tidak, kini dia seorang Ratu...meski masih sangat muda. Kata Putri lebih pas baginya. Kelembutan dan ketegaran yang tak tertandingi. Meski rasanya mirip dengan Louise...tapi Louise dapat kekanak-kanakan ketika tak senang, sedangkan Henrietta tetap tenang dan teratur. Dia memiliki aura dewasa yang matang disekitarnya. Bahkan, hanya dari celah kemejanya saja orang sudah dapat mencium pesona kewanitaaannya. Pesona tak tergambarkan dari campuran harga diri ningrat dan bahaya. “Bagaimana sekarang?” Dia menanyai Saito dengan nada nan murni. Putri seperti ini memang sangat cantik, pikir Saito sambil menggumamkan sesuatu. “Apakah Louise bak-baik saja?” Tanya Henrietta pada Saito dari sisi lain lampu. Secara misterius, hadirnyaHenrietta membuat tempat kumuh ini bagaikan kamar tidur Istana Kerajaan, Henrietta memiliki kekuatan untuk mengubah suasana sekitar. Bahkan, waktu malam terasa bagaikan siang terang nan benderang. “Yeah. Toh, dia, itu, dia berkata dia akan menyelesaikan tugasnya demi Putri...” Sedangkan Louise, dia selalu menghardik Saito karena gagal mengumpulkan info. “Dia baik-baik saja dalam hal itu.” “Eh?” “Anak itu telah mengirimkanku laporan yang presisi melalui kurir burung hantu setiap hari.” “Begitukah?” Jika kau memikirkannya, dia mungkin menulisnya saat Saito tidur. Betapa seriusnya dia. “Ya...dia memberitahuku secara persis perihal setiap isu...Setiap isu. Tanpa keluhan sedikitpun. Dia bercampur dengan rakyat jelata secara meyakinkan, tak khawatir kapan ini akan berakhir. Karena anak itu ningrat...aku khawatir apa kesehatannya baik-baik saja.” “Dia baik-baik saja. Dia mengerjakan segalanya dengan bersemangat.” Saito mengangguk “Saya juga senang.” “Tapi, apakah informasi yang dikumpulkan Louise benar-benar berguna?” “Ya. ia berguna.” Henrietta tersenyum. “Akus endiri ingin mendengarkan keinginan rakyat yang sebenarnya, opini nyata tentang politik yang kulakukan. Jika mereka memberitahuku secara langsung, mereka mengubah beberapa hal. Mereka takkan nyaman memberitahuku...sebagaimana bila mereka dengan yang lain. Aku ingin tahu yang sebenarnya. Bahkan hal-hal yang tak kusuka. Sebuah senyum sedih muncul di wajah Henrietta. “Putri.” “Tidak...Hanya saja, aku terkadang sulit menerima kenyataan. Meski aku disebut sebagai “Wanita Suci”, ada banyak sebutan kasar yang kudengar. AKu dipandang sebelah mata sebagai anak bawang yang mencoba menyerang Albion, menyalahgunakan wewenangnya untuk membentuk tentara penyerbu, dan aku dicurigai sebagai boneka Germania...benar sekali, tak sperti ratu sama sekali...” “Benarkah?” “Bukankah duniamu juga sama?” “Eh?” Saito terpana. “Maafkan kelancanganku. Aku menanyai Osman sang Direktur Akademi Sihir. Aku terkejut saat mengetahui kau datang dari dunia yang berbeda. Aku sulit membayangkan bahwa dunia seperti itu ada. Jadi di duniamu, saat perang...apakah pemerintahan dikata-katai?” Saito ingat. Koran dibanjiriberita-berita tentang korupsi para politisi saat perang... “Tiada banyak perbedaan.” “Jadi disanapun sama saja.” gumam Henrietta, lega. “Perang..apa kalian mengalaminya?” “Negara kami tengah berada dalam salah satu.” “Tidak...maksudku, selain menyerbu benua yang melayang itu?” “Mengapa kau berkata begitu?” “baru saja tadi kau berkata soal tentara penyerbu. Apa penyerbuan yang mirip juga berlangsung disini?” “Begitulah. dalam kasus itu, perangnya tak berujung...Ada hal-hal yang tabu dibicarakan. Ini bukan hal yang dapat dibicarakan denganmu. Mohon lupakan.” Tetap saja,Henrietta yang menyadari Saito terdiam, menengadah. “Apa kau membenci perang?” “Sepertinya aku tak menyukainya.” “Tapi kau menyelamatkan kerajaan saat Perang Tarbes.” “Aku melakukannya untuk menjaga seseorang yang penting bagiku.” “Lalu, malam itu...” Henrietta membuang muka dan menggumamkannya dengan enggan. Lalu saito teringat malam jahanam itu. Malam dimana Wales yang dikira sudah mati, hidup kembali dan mencoba menculik Henrietta. Dia ingat saat dimana dia melihat mayatnya, tapi dia tak dapat mengingat semuanya. “Aku meminta maaf.” kata henrietta dnegan suara kecil. dan lalu... Hujan mulai turun. Sebuah pelangi kecil menyembul di jendela. Mereka dapat mendengar orang-orang di jalan berteriak “Yah! Hujan!”, “ Di siang bolong lagi!” Henrietta mulai gemetaran. “Putri?” Henrietta bergumam dalam suara rendah. Suara yang sepertinya menghilang. “...Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?” “A-apa?” “Pegang erat bahuku.” Tongkat sihir terlepas dari tangan Henrietta yang gemetara dan jatuh ke lanta, membuat suara kering. “Ada apa?” “Aku takut hujan.” Setelah mendengar kata-kata itu...Saito teringat bahwa hujan pun tutun pada malam itu. Henrietta dan Wales yang bangkit kembali menggunakan hujan itu untuk menciptakan...topan raksasa yang mencoba menelam Saito dkk. Saito diam-diam duduk dekat Henrietta dan memegangi bahunya. Henrietta tetap gemetaran. “Putri...” “karena aku...semuanya tewas...Aku membunuh mereka. Aku tak mengerti. Aku tak mengerti ini. Bisakah aku dimaafkan?” Saito berpikir sesaat lalu berkata, “Tiada yang bisa memaafkan itu. Itu sudah pasti...” “Ya, benar. Aku tak pantas dimaafkan atas apa yang kulakukan padamu atau yang lain...Saat kudengar rintik-rintik hujan, aku hanya bisa memikirkan hal-hal semacam ini.” Henrietta memejamkan mata dan mendekatkan pipinya pada dada Saito. Jemarinya menggenggam Saito erat-erat. Dengan dilatari suara rintik hujan, tubuhnya smakin bergemetaran. Dia bukan seorang ratu dan bukan pula seorang putri...Kini, dia hanyalah seorang gadis yang lemah dan kesepian. Seorang gadis yang jatuh cinta pada seorang pangeran dari negeri seberang. Mungkin orang ini lebih lemah dari siapapun. Dia tak bisa melakukan sesuatu tanpa seseorang di sisinya. Namun dia dipaksa mengenakan mahkota, dia dipaksa menggenggam tongkat komando yang memimpin perang. Pikiran-pikiran tak bahagia berseliweran di kepala Saito.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information