Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 2 Bab 4
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===4-3=== Setelah satu jam singkat diceramahi oleh Hiratsuka-sensei, aku mampir ke toko buku di pusat perbelanjaan Marinepia daripada langsung menuju ke rumah. Aku mengamati rak bukunya dan membeli sebuah buku. Pergilah uang kertas seribu-yenku, bersama dengan uang receh yang bergemerincing dalam dompetku. Setelah itu, aku pergi ke kafé, berpikir aku mungkin akan sekalian belajar. Tapi kelihatannya semua orang yang lain juga memikirkan hal yang sama, karena tempat itu dipadati oleh murid-murid dari segala tempat. Baru saja ketika aku sedang berpikir apakah aku sebaiknya pulang ke rumah saja, aku melihat beberapa wajah yang kukenali. Totsuka Saika yang berpakaian baju olahraga sedang menatap kue di pajangan kaca. (Pada sekolah kami, kamu bisa memakai seragam atau baju olahraga – tidak masalah yang mana dipakai.) Kesan dari suasana itu bahkan lebih manis dari krim segar, dan aku tertarik padanya seperti semut tertarik pada gula. Aku adalah salah satu jenis orang “itu harus ''benar-benar'' pas☆”. Hei, aku kurang lebih mirip Goldilocks. “Oke, sekarang giliranmu selanjutnya untuk menanyakan pertanyaan, Yukinon,” kata wajah familier nomor dua. Yuigahama dan Yukinoshita tidak membuang-buang waktu mereka selagi mereka menunggu giliran mereka untuk dilayani dan terserap ke dalam kegiatan belajar mereka. “Baik, kalau begitu sebuah pertanyaan bahasa Jepang,” ucap Yukinoshita. “Lengkapi ungkapan berikut ini: ‘Ketika perjalanan menjadi sulit-’” “…jalur Tokyo-Chiba ditutup?” Perbaikan: ternyata hanya Kuis Ultra Seputar Chiba <ref> Referensi pada acara game show ''Trans America Ultra Quiz'', yang menguji kontestan pengetahuan geografi mereka.</ref>. Dan jawaban Yuigahama juga salah. Jawaban yang benar adalah “Akhir-akhir ini, jadi lebih banyak kereta api yang melambat tapi tidak berhenti.” Mendengar kesalahan ini, wajah Yukinoshita juga menjadi muram, persis seperti yang bisa kamu duga darinya. “Tidak benar… kalau begitu, pertanyaan selanjutnya. Yang ini lebih mengenai geografi. Sebutkan dua makanan khas lokal Chiba.” Tik tok, tik tok. Jarum jam berdetak pergi. Yuigahama menelan ludah. “Kacang Miso… dan kacang rebus?” Dia memasang tampang begitu serius di wajahnya. “Hei. Kamu pikir semua yang kami lakukan hanya menanam kacang di Chiba?” tanyaku. “Whoa!” Yuigahama melompat. Kemudian dia berkata, “Oh, cuma Hikki. Selama sejenak, kupikir kamu itu seorang pria aneh yang mau merayuku…” Lontong. Aku bermaksud untuk datang nanti, tapi sekarang aku berdiri pada antrian yang tololnya panjang ini karena aku memperbaiki kesalahan Yuigahama. Sialan! Alangkah menderitanya diriku karena cintaku dengan Chiba! Mendengar reaksi berlebihan Yuigahama. Totsuka berpaling dan menghadapku. Kemudian sebuah senyuman cerah terpampang di wajahnya. “Hachiman! Jadi kamu juga diundang mengikuti kelompok belajar ini!” Totsuka berjalan dengan malu-malu ke arahku, sambil menyeringai. Tapi tentu saja tidak mungkin aku diundang, dan Yuigahama memasang tampang masam “Sungguh menjengkelkan. Orang ini bukan salah satu dari kami,” di wajahnya. Oi, hentikan itu, kamu sedang membangkitkan ingatanku tentang pesta ulang tahun teman sekelasku saat SD. Walaupun aku membawa sebuah hadiah dan segalanya, mereka semua mengabaikanku dan aku hampir mau menangis. “Hikigaya-kun tidak pernah diundang,” kata Yukinoshita. “Apa ada sesuatu yang kamu inginkan?” “Yukinoshita, berhenti menegaskan fakta-faktanya demi membuat seseorang merasa tidak enak.” Astaga, jika aku tidak memiliki tekad yang kuat, kamu akan mendapat apa yang pantas kau dapat, bajingan. Sebenarnya, aku mungkin sudah akan meneriakkan sesuatu yang tidak bisa dimengerti dan menghantamnya dengan sebuah kursi. Aku ingin dia meminta maaf pada ego yang luar biasa kerasku ini. “Aah, aku bermaksud mau memanggilmu, Hikki, tapi ada makanan dalam mulutku…” kata Yuigahama. “Nah, Aku benar-benar tidak tersinggung.” Aku sudah terbiasa dengan hal-hal semacam ini. “Apakah kamu juga datang kemari untuk belajar menghadapi ujian juga, Hikigaya-kun?” tanya Yukinoshita. “Uh, kurasa. Kalian juga?” “Tentu saja. Ujian hanya tinggal dua minggu lagi,” ujar Yuigahama. “Men, sebelum kamu belajar untuk ujianmu, kamu lebih baik melatih trivia Chibamu. Pertanyaan terakhir itu sudah semacam bonus.” “Aku tidak merasa itu semacam pertanyaan bonus… lebih condong pada pertanyaan geografi: ‘Sebuatkan dua makanan khas lokal Chiba.’” Yukinoshita mengutarakan pertanyaan yang sama seperti tadi dengan datar, seakan sedang mengujiku. “Jawaban yang benar adalah ‘Budaya terkenal Chiba: festival dan menari.’” “Aku bilang ‘makanan khas lokal’. Aku cukup yakin tidak ada orang yang tahu lirik lagu daerah Chiba.” Yukinoshita tercengang. Tidak, aku cukup yakin dia mengetahuinya. Dia hanya tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. (Omong-omong, lagu daerah Chiba dinyanyikan pada Bon-Odori<ref> Bon Festival adalah festival Jepang tahunan untuk menghormati sanak keluarga yang telah meninggal dunia, dan tarian tradisionil yang dilaksanakan sewaktu festivalnya dinamakan Bon-Odori.</ref>, dan sebagian besar lagunya ditampilkan dengan cara mirip latihan senam modern. Penduduk Chiba bisa menyanyi dan menari sampai kedua-duanya. Ya, kamu bisa entah bagaimana menyanyi mengiringi latihan senam meskipun tidak ada lirik yang bisa dinyanyikan.) Selagi semua ini sedang terjadi, orang di depan kita telah dilayani, dan sesaat kemudian sudah giliran kami. Pada saat itu, Yuigahama tiba-tiba menyeringai. “Hikki, Aku akan membayar punyamu,” kicaunya. “Huh? Aku bilang aku tidak tersinggung… apa kamu akan menyamar menjadi nenekku selanjutnya? Nenek, sungguh besar gigimu.” “Aku bukan si serigala besar jahat! Aku hanya berusaha bersikap baik meskipun aku tidak mau membayar punyamu!” Apa dia baru saja menggali kuburannya? Dari awal pun tidak ada alasan kenapa Yuigahama harus mentraktirku. Yukinoshita, yang sedang menonton perbincangan kami, membuat helaan jengkel. “Kamu sedang membuat malu dirimu, jadi hentikan itu. Aku tidak suka hal semacam itu. Aku membenci orang bermuka dua.” Untuk sekali ini, aku setuju dengan Yukinoshita. “Ya. Aku juga benci tipe orang seperti itu.” “Huh?! K-Kalau begitu aku tidak akan mengatakannya, jika begitu!” tegas Yuigahama. “Nah, tidak apa-apa kalau itu lelucon dengan orang-orang yang dekat denganmu,” kataku. “Aku sarankan kamu cukup mengatakannya dengan orang yang kamu sukai pada lingkaran dalam pertemananmu?” “Ya, memang,” kata Yukinoshita. “Kamu tidak termasuk dalam lingkaran dalam pertemananku, jadi aku tidak keberatan.” “Aku agak terkejut kamu tidak menganggapku bagian lingkaran dalam pertemananmu!” Yuigahama melihat pada Yukinoshita dengan mata berlinang. Pada saat yang sama, sudah giliranku dilayani. Ketika aku memesan kopi ''blend'', asisten toko yang bisa membuatnya segera mengocokkan kopinya. “Harganya 390 yen.” Itu terjadi ketika aku memasukkan tanganku ke dalam kantongku. Ingatanku tentang apa yang barusan terjadi muncul dalam benak pikiranku. Aku sudah membeli sebuah novel ringan di toko buku, dan lalu apa? Aku membayar 1000 yen, persis jumlah uang yang kumiliki, dan aku juga sudah memakai semua uang recehku… yang berarti aku tidak memiliki uang sekarang. Tapi kopinya sudah dibuat jadi sudah terlambat untuk menolaknya. Aku mulai berbisik dengan diam-diam pada dua gadis di belakangku. “Maaf. Aku tidak ada uang sekarang, teehee. Sori, tapi bisakah kalian membayarkannya untukku?” “…memuakkan.” Yukinoshita langsung mengecapku sebagai sampah. Yuigahama menghela, dengan tampang terkejut di wajahnya. “Huh, kurasa tidak ada yang bisa dilakukan.” …Y-Yuigahama-san! Kamu datang untukku, dewiku! Betapa aku memuja engkau! “Aku akan mengambil kopi itu, jadi bagaimana kalau kamu minum air saja, Hikki?” …setan ini. Apa dia Lilith atau semacamnya? “Hachiman, A-Aku akan membayarkannya untukmu! Jadi tak usah khawatir akannya, oke?” Totsuka tersenyum padaku dengan baik hati. Totsuka benar-benar seorang malaikat. Ketika aku baru saja mau memeluknya, suara dingin Yukinoshita datang sebagai penghalang di antara kami. “Itu tidak akan baik baginya jika kamu memanjakannya.” “Katakan itu setelah kamu melakukan sesuatu yang baik untukku sekali-sekali.” Totsuka akhirnya membayarkannya untukku, jadi aku mencari-cari tempat duduk selagi aku mengucapkan terima kasih padanya. Paling tidak itu yang bisa kulakukan selagi mereka bertiga menunggu pesanan mereka. Pada saat yang sama, satu kelompok berempat beranjak dari tempat duduk mereka, jadi aku menyelip ke dalam tempat mereka dengan segera. Aku meletakkan nampan di meja dan dengan buru-buru melemparkan tasku ke bawah. Karena terlalu bersemangat, tasku jatuh ke bawah tempat duduk dengan bantalan itu. Seorang gadis sekolah berparas-cantik yang duduk di tempat duduk sebelah mengambilkannya kepadaku. Aku membungkuk dengan sopan sebagai respon pada sikapnya yang tak mengeluh dan anggun. “Oh, itu onii-chan.” Si gadis berparas-cantik itu adalah adikku, Hikigaya Komachi. Berpakaian dalam seragam SMPnya, dia melambai padaku dengan senyuman ceria yang muncul di wajahnya. Itu memakan waktu yang lama untukku untuk merespon. “Apa yang sedang kamu lakukan disini?” tuntutku. “Lihat, aku hanya mendengarkan masalah Taishi-kun,” kata Komachi sambil memalingkan pandangannya kembali ke tempat duduk di depannya. Yang duduk disana adalah seorang anak laki-laki berseragam SMP. Dia segera menundukkan kepalanya dan membungkuk ke arahku. Aku tanpa sadar mengamatinya dengan waswas. Persisnya mengapa laki-laki ini bersama Komachi…? “Ini Kawasaki Taishi-kun. Aku memberitahumu tentangnya semalam, kamu tahu? Dia yang kakaknya menjadi preman.” Sekarang setelah dia mengatakannya, aku ada perasaan kami berbincang-bincang seputaran itu. Hampir seluruhnya masuk ke dalam satu telinga dan keluar dari telinga yang lain karena aku begitu bertekad menghapal tanggal sejarah saat itu. Apa itu lagi yang terjadi pada tahun 694…? “Jadi ya, dia barusan menanyakanku bagaimana dia bisa membuat kakaknya kembali seperti sebelumnya. Oh, iya. Kamu juga menanyakannya, onii-chan. Kamu bilang aku boleh memberitahumu jika aku ada masalah apapun.” Oh, Aku entah bagaimana mendapat perasaan aku mungkin menceplos tanpa berpikir dan menyatakan sesuatu seperti itu semalam. “Serahkan itu padaku dan katakan saja!” atau entah apa. Ya, aku mungkin berniat melakukan sesuatu seperti itu jika itu demi adikku, tapi kalau aku benar-benar jujur, aku tidak ada niat seperti itu kalau mengenai temannya, terlebih untuk seorang laki-laki… “Ya, aku mengerti. Tapi kamu tahu, aku rasa dia seharusnya membicarakannya lagi dengan keluarganya segera. Yap, malah, jangan buang-buang waktu lagi.” Aku pikir aku bisa menyelesaikannya dengan tipu daya jika aku menyambungkan beberapa kata yang terdengar-keren. Kemudian aku bisa menyingkirkan Komachi dan pulang ke rumah. Selagi pemikiran itu melintasi otakku, si Taichi itu mulai bergembar-gembor seakan aku itu senpainya atau semacamnya. “Kamu benar mengenai itu, tapi… akhir-akhir ini, nee-chan telat pulang ke rumah dan dia sama sekali tidak mendengarkan apa yang dibilang orangtua kami. Dia marah padaku dan berkata padaku itu bukan urusanku ketika aku mengatakan sesuatu padanya…” Taishi menundukkan kepalanya selagi dia berbicara. Kelihatannya dia sedang merenungkannya dengan cara khususnya sendiri. “…sekarang kamu satu-satunya yang bisa kuandalkan, onii-san.” “Kamu tidak berhak memanggilku onii-san!” “Kenapa kamu meneriakkan hal-hal seperti seorang ayah yang keras kepala?” ujar suatu suara dingin di belakangku. Aku berpaling untuk melihat Yukinoshita dan yang lain sudah mendekat. Menilai mereka sebagai kenalanku dari bagaimana mereka memakai seragam yang sama sepertiku, Komachi tidak buang-buang waktu dalam menampilkan senyuman lugas. “Hai semua! Aku Hikigaya Komachi. Terima kasih untuk berada disana untuk abangku,” Komachi menyapa mereka dengan senyum penuh arti. Salah satu kepribadian khususnya semenjak dia masih kecil adalah kemampuannya untuk bisa menyesuaikan diri kemanapun dia pergi, seringkali sampai ke tingkat yang mencengangkan. Sementara itu, Taishi-kun, pelanggan yang lain, lebih suka untuk tetap diam. Dia merendahkan kepalanya setengah dalam bungkukan yang patuh dan hanya memperkenalkan dirinya dengan menyebut namanya saja. “Kamu adik kecil Hachiman?” kata Totsuka dengan sopan. “Senang bertemu denganmu. Aku teman sekelasnya. Namaku Totsuka Saika.” “Oh, kamu begitu sopan, sungguh mempesona. Dan astaga, kamu sungguh imut. Benarkan, benarkan, onii-chan?” Aku menggerutu. “Dia laki-laki.” “Haha! Lelucon yang lucu! Hahaha, apa yang kamu katakan, abangku yang idiot?” “Er, um. Aku laki-laki…” kata Totsuka dengan malu-malu sambil memalingkan wajahnya, terlihat merona. …lontong sate! Apa orang ini benar-benar laki-laki? “Uh… benarkah?” tanya Komachi, menyenggolku dengan sikunya. “Maaf, aku tidak yakin untuk sesaat tadi, tapi dia mungkin seorang laki-laki. Walau dia itu imut.” “Y-ya…” Komachi menatap lurus ke wajah Totsuka, hanya setengah-yakin. Selagi dia bergugam hal-hal seperti, “Bulu matamu sungguh panjang. Kulitmu benar-benar cantik,” Totsuka sambil merona berpaling dari pandangannya, bertingkah gelisah dan tidak nyaman. Aku ingin menatap wujud manis Totsuka selamanya, tapi ketika dia membuat kontak mata denganku seakan sedang berkata, “Tolong akuuuuuu…” Aku memisahkan Komachi darinya. “Sudah cukup untuk sekarang. Omong-omong, ini Yuigahama dan itu Yukinoshita.” Komachi akhirnya melihat ke arah mereka berdua setelah pengenalan singkatku. Ketika mata mereka bertemu, Yuigahama tertawa dengan gugup. “S-Senang berjumpa denganmu,” dia memperkenalkan dirinya. “Aku Yuigahama Yui, teman sekelasnya Hikki.” “Oh, hai, senang berjumpa denga-” Komachi berhenti bergerak dan menatap lurus pada Yuigahama. “Huh…” Yuigahama menghindari matanya, selagi berkeringat deras. Apa, apa mereka itu si ular dengan di kodok? Tatapan mereka berlangsung selama tiga detik penuh sampai suatu suara mengusir kemandekkan itu. “…apa kalian sudah selesai?” Yukinoshita memotong dengan kalem, setelah menunggu dengan sabar selama beberapa saat. Itu menabjubkan bagaimana dengan hanya suaranya saja membuat Yuigahama dan Komachi diam dan memusatkan perhatian mereka padanya. Suaranya yang terang-terangan dingin begitu pelan dan lemah. Dan namun pesannya tersampaikan, keras dan jelas. Itu seperti mendengarkan suara salju segar sedang menimbun tanah. Jadi itu mungkin lebih akurat untuk mengatakan bahwa – mereka bukan terdiam – mereka terkagum-kagum dengannya. Komachi membuka matanya lebar-lebar dan duduk terpaku di tempat di depan Yukinoshita. Selagi dia melihat Yukinoshita, dia sedang terpesona untuk sesaat. “Senang berjumpa denganmu. Aku Yukinoshita Yukino. Hikigaya-kun itu… apa hubungan Hikigaya-kun denganku, ya…? Dia bukan teman sekelasku, dia juga bukan temanku… Aku benci untuk mengakuinya, tapi dia itu kenalanku, kurasa?” “Mengapa kamu mengatakannya dengan begitu tidak yakinnya dan mengapa kamu begitu malu untuk mengenalku?” “Kamu tahu, aku sedang berpikir apakah kenalan itu istilah yang tepat. Bagaimanapun juga satu-satunya hal yang kutahu tentangmu, Hikigaya-kun, hanyalah namamu. Atau mungkin akan lebih akurat untuk mengatakan aku tidak mau tahu lebih banyak tentangmu daripada itu. Dan namun aku masih memanggilmu sebagai kenalanku.” Sungguh kalimat yang kejam. Tapi ketika kamu memikirkannya, definisi dari kenalan itu juga samar. Aku bahkan tidak tahu apa itu teman, apalagi seorang kenalan. Apa itu benar-benar tak masalah untuk memanggil seorang yang baru kamu temui sekali sebagai seorang kenalan? Apa kamu masih akan memanggil mereka sebagai kenalanmu setelah berjumpa dengannya berulang kali? Apakah kamu masih bisa memanggil mereka sebagai kenalanmu tidak peduli berapa banyak informasi yang kamu ketahui tentang orang itu? Terserahlah. Memakai sebuah penamaan yang definisinya begitu buruk bukanlah sebuah ide yang bagus. Untuk sekarang, yang terbaik adalah untuk memprioritaskan fakta-fakta konkret. “Untuk sekarang sesuatu seperti ‘satu sekolah<ref> Ori sih 'fellow student' tapi aku rasa satu sekolah lebih cocok </ref>’ sudah cukup bagus.” “Memang… kalau begitu izinkan aku untuk meralat pernyataanku. Aku benci untuk mengakuinya, tapi aku Yukinoshita Yukino, satu sekolah dengannya.” “Kamu masih malu untuk mengenalku!” Yah, kamu tahu tidak? Aku juga sama malunya untuk mengenal dia! “Tapi tidak ada cara lain bagiku untuk menyampaikannya.” “Oh, um, tidak apa-apa. Aku rasa aku cukup mengerti hubungan macam apa antara kamu dengan abangku,” kata Komachi dengan baik hari pada Yukinoshita yang sedikit gelisah. Aku bersyukur adikku begitu cepat menangkap situasinya, tapi kasih sayang antar saudaranya sangat kurang, menurutku. “…permisi, tapi apa yang sebaiknya kulakukan?” Aku memalingkan kepalaku. “Huh? O-ohhh…” Taishi-kun sedang dalam kebuntuan, sebuah ekspresi risau terpampang di wajahnya. Disini dia sedang menuangkan isi hatinya kepadaku, tapi satu-satunya kenalannya adalah Komachi, yang membuat situasinya kacau dan sulit baginya. Tidak, jujur saja, posisinya sekarang itu seperti kenalan dari kenalannya, dan itu tidak seperti dia bisa mengikuti perputaran alur percakapan yang aneh ini. Tidak usah dibilang fakta bahwa dia sedang dikelilingi hanya oleh orang-orang yang lebih tua dari dirinya. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Sama sekali bukan soal menarik perhatian pada dirinya dengan berbicara tidak sopan dan tidak bijak, dia sedang dalam suatu posisi dimana orang akan menanyakannya apa masalahnya. “Mengapa begitu diam?” dan seterusnya. Jika aku berada dalam posisinya, aku mau mati. Pilihanmu satu-satunya adalah terus mengangguk sepanjang pembicaraan dan terkadang tertawa dan tersenyum dengan canggung. Menghadapi semua itu, fakta bahwa Taishi bertekad untuk mengutarakan isi pikirannya menunjukkan kemampuan komunikasi yang cukup mengagumkan. Aku rasa kamu bisa katakan dia adalah laki-laki dengan prospek yang bagus. (Walau, aku tidak akan pernah membiarkannya menjaga Komachi.) “Permisi, Aku Kawasaki Taishi. Nee-chan kelas sebelas di SMA Soubu… oh, dan namanya Kawasaki Saki. Nee-chan itu… bagaimana kalian mengatakannya…? Seorang preman? Dia menjadi busuk…?” Aku ada ingatan mendengar nama itu baru-baru ini. Selagi aku mengaduk susu dalam kopi ''blend''ku, sambil merenung, aku disergap oleh landaan memori. Konstras antara hitam dan putih membentuk sebuah gradasi yang menstimulasi pandanganku. …oh, benar! Si gadis ''black lace''! “Kamu maksud si Kawasaki Saki di kelas kami?” “Kawasaki Saki-san…” Yukinoshita mengutarakan nama itu dan memiringkan kepalanya sedikit, yang menunjukkan betapa sedikitnya yang dia ketahui tentang Kawasaki. Tapi Yuigahama, yang berada di kelas yang sama dengan Kawasaki, menepuk tangannya tanda dia kenal, seperti yang dapat diduga darinya. “Oooh. Kawasaki-san, benar? Dia itu tipenya agak menakutkan dan mirip preman.” “Kalian bukan teman?” tanyaku. “Kami ada berbincang, kurasa, tapi kami bukan benar-benar teman…” Yuigahama merespon dengan hati-hati. “Dan hei, itu bukan sesuatu yang seharusnya kamu tanyakan pada seorang gadis. Itu membuat kami dalam posisi sulit.” Bahkan di antara para gadis, ada yang namanya kelompok, geng, perhimpunan, serikat dan sebagainya. Yang penting, dari caranya berbicara, kelompok Yuigahama tidak terlihat memiliki hubungan yang cukup bagus dengan Kawasaki. “Tapi aku tidak pernah melihat Kawasaki-san bergaul dengan siapapun…” ujar Totsuka. “Aku merasa seperti dia selalu menatap kosong ke luar jendela.” “…oh, itu kurang lebih bagaimana dirinya.” Aku ingat bagaimana tingkah Kawasaki Saki di dalam kelas. Dia adalah seorang gadis penyendiri dengan mata abu yang hanya menatap awan yang bergerak. Dipikir-pikir lagi, dia tidak melihat pada apapun di dalam kelas melainkan pada sesuatu tempat yang gerakannya lebih cepat lagi di luar jarak pandangnya. “Jadi kira-kira kapan kakakmu menjadi preman?” tanya Yukinoshita tiba-tiba pada Taishi. Dia langsung bereaksi. “Y-ya kak!” Itu perlu diketahui bahwa dia gugup tidak hanya karena Yukinoshita itu menakutkan tapi juga karena seorang gadis cantik yang lebih tua sedang berbicara dengannya. Itu adalah reaksi yang benar untuk seorang anak laki-laki SMP. Jika aku masih murid SMP mungkin aku juga akan bertingkah seperti itu. Tapi ketika kamu menjadi murid SMA yang lemah lesu, kamu akan menyadari dia itu cuma menakutkan. “Er, uh… itu kira-kira sekitaran saat nee-chan memasuki SMA Soubu karena dia itu seorang murid yang super serius sewaktu SMP dulu. Dia itu relatif baik dulu dan sering membuat makan malam dan semacamnya. Dia tidak berubah banyak bahkan ketika dia duduk di bangku SMA satu… dia berubah hanya baru-baru ini.” “Jadi itu ketika dia memasuki kelas sebelas?” tanyaku, yang dijawab Taichi dengan tanda membenarkan. Setelah mendengar itu, Yukinoshita mulai merenungkannya. “Mengenai perubahannya ketika dia duduk di kelas sebelas, apakah ada yang terpikir?” “Ini cuma jawaban standar, tapi bukankah dia mengganti kelasnya? Itu setelah dia memasuki kelas F.” “Dengan kata lain, itu ketika dia menjadi teman sekelas Hikigaya-kun.” “Wah, wah, mengapa kamu mengatakannya seakan aku yang menyebabkannya?” potongku. “Apa aku ini, virus?” “Aku tidak ada mengatakan sesuatu semacam itu. Kamu terlalu merasa terpersekusi, Hikikuman.” “Tapi kamu yang mengatakannya sendiri. Kamu jelas-jelas mengatakan ‘kuman’.” “Lidahku hanya terselip.” Tidak, serius, hentikan itu. Ini membangkitkan memori traumatisku saat aku diperlakukan seakan aku memiliki kuman. Anak murid SD begitu kejam. Mereka semua akan mulai dengan, “Itu Hikikumaaaan!” “Kamu kena!” “Aku memakai perisai barusan!” hanya karena menyentuhku. “Perisai tidak berguna melawan Hikikuman!” kata mereka. Sebenarnya sekuat apa Hikikuman itu? Yuigahama melihat pada Taishi-kun. “Tapi k'mu tahu, ketika kamu bilang dia telat pulang ke rumah, sebenarnya jam berapa dia pulangnya? Aku pulang ke rumah cukup telat dan semacamnya juga. Itu tidak begitu aneh untuk seorang anak SMA, k'mu tahu?” “Oh, huh, tentang itu.” Taishi-kun berpaling, terlihat gugup. Aku mengerti bagaimana itu. Dia sedang malu-malu karena seorang gadis lebih tua yang begitu seksi sedang berbicara dengannya. Itu reaksi yang benar bagi seorang anak laki-laki SMP. Ketika kamu menjadi anak SMA yang lemah lesu, kamu akan menyadari bahwa kamu sebenarnya bisa mengatakan apapun yang kamu sukai pada seorang pelacur. “Tapi pulang ke rumah jam lima pagi dan semacamnya itu terlalu telat,” terusnya. “Itu sudah pagi…” Dan dia juga akan telat. Dia hanya mendapat waktu sekitar dua jam untuk tidur, jika dapat. “Dan orangtuamu tidak mengatakan apapun padanya ketika dia pulang pada jam se-segitu, menurut yang kudengar?” Totsuka bertanya pada Taishi dengan khawatir. “Tidak. Kedua orangtua kami bekerja, dan kami ada seorang adik laki-laki dan seorang adik perempuan, jadi mereka tidak bisa benar-benar memarahi nee-chan. Ditambah pula, dia begitu telat sampai-sampai mereka jarang melihatnya… yah, kurasa membesarkan begitu banyak anak berarti kamu mempunyai cukup banyak beban untuk dipikul,” jawab Taishi, dengan relatif tak terguncang. Hmph, seorang anak SMP sepertinya masih belum menyadari pesona Totsuka. Ketika kamu menjadi murid SMA yang lemah lesu, kamu pasti akan sadar bahwa Totsuka itu, sebenarnya, imut sekali. “Pada kesempatan jarang kami bertemu satu sama lain, kami akan akhirnya bertengkar, dan kapanpun aku mengatakan sesuatu, dia menjadi benar-benar keras kepala dan berkata ‘Tidak ada urusannya denganmu’…” bahu Taishi terkulai. Dia benar-benar merasa kacau. “Masalah keluarga, huh…” kata Yukinoshita. “Semua keluarga memilikinya.” Dia memasang tampang murung mendalam di wajahnya yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Dia terlihat persis seperti Taishi, yang datang kemari untuk memberitahu kami masalahnya. Yang kumaksud dengan itu adalah dia terlihat mau menangis. “Yukinoshita…” Tapi sesaat setelah aku memanggilnya, awan menutupi mataharinya dan seberkas bayangan menutupi wajahnya. Karena itu, aku tidak dapat membaca wajah Yukinoshita yang tertunduk. Tapi hanya dengan melihat bahu sayunya terkulai, memberitahuku dia membuat helaan singkat. “Kamu berkata sesuatu?” Yukinoshita menjawabku selagi dia mengangkat wajahnya. Ekspresinya tidak berbeda dari biasanya – dingin dan menghina. Awan hanya menutupi mataharinya selama sesaat. Aku tidak ada cara untuk mengetahui arti helaan yang dia buat selama sepersekian detik itu. Satu-satunya yang menyadari perbedaan dalam tingkah laku Yukinoshita adalah diriku. Taishi dan yang lain terus berbincang dengan normal. “Dan bukan itu saja… nee-chan mendapat semua panggilan teleponnya dari suatu tempat yang aneh.” Mendengar kata-kata Taishi, sebuah tanda tanya melayang di atas kepala Yuigahama. “Tempat aneh?” “Mmm. Dari ''Angel'' entah apa, mungkin dari semacam toko… si orang manajer itu berbicara padanya.” “Apa tentangnya yang begitu aneh?” tanya Totsuka. Taishi memukulkan tinjunya ke atas meja. “Maksudku coba pikir! ''Angel''?! Itu benar-benar mirip nama toko kotor!” “Huh, Aku sama sekali tidak mendapat kesan tersebut dari kata itu…” Yuigahama berkata dengan agak ragu-ragu, tapi aku benar-benar mendapat kesan tersebut. Lihat, maksudnya, sensasi gairah anak SMPku sedang bergetar. Coba bayangkan kata “''Angel''” ini terpampang di distrik lampu merah Tokyo. Megerti yang kumaksud? Faktor mesumnya baru saja naik lima puluh persen. Dan selagi kita membicarakannya, kata “Super” itu membuatnya terasa empat puluh persen lebih erotis. Tidak usah diragukan lagi, ini pastilah sebuah toko kotor. Bocah ini telah menyadari hal itu, seperti yang bisa kalian duga. “Hei, tenang dulu sejenak, Taishi,” kataku. “Aku mengerti semuanya.” Bahagia karena dimengerti, Taishi mengusap air mata penuh emosi dari ujung telinganya dan merangkul serta memelukku dengan penuh emosional. “O-onii-san!” “Hahaha, apa kamu baru saja memanggilku onii-san? Apa kamu ingin mati?” Selagi dua lelaki mengikat jiwa mereka bersama di bawah dewa yang bernama Ero, si gadis-gadis dengan tenang memutuskan rencana mereka untuk ke depannya. “Bagaimanapun, jika dia sedang bekerja di suatu tempat, maka kita perlu membuat suatu rencana khusus,” kata Yukinoshita. “Meskipun itu bukanlah suatu toko berbahaya seperti yang diyakini idiot ini, fakta bahwa dia bekerja sampai subuh itu bermasalah. Kita perlu menemukan kemana mereka pergi dan menghentikannya.” “Ya, tapi meskipun kita berhasil menghentikannya, dia mungkin akan mencari pekerjaan di tempat lain, k'mu tahu?” kata Yuigahama. Komachi mengangguk setuju. “Keluar dari penggorengan dan masuk ke dalam air<ref> Mirip sudah jatuh ketimpa tangga pula </ref>.” “…maksudmu masuk ke dalam api,” kata Yukinoshita. Oh, adik kecilku. Aku mohon, tolong, jangan buat malu nama Hikigaya. Lihat, kamu sedang membuat Yukinoshita merasa malu karena dirimu. “Dengan kata lain, satu-satunya pilihan kita adalah mengobati gejalanya sekaligus mencabut akar penyebabnya,” Yukinoshita menyimpulkannya pada kira-kira saat yang sama aku memisahkan Taishi dariku. “Hei, tunggu sebentar dulu. Apa kamu berencana membuat kami melakukan sesuatu?” “Tapi tentu saja. Kawasaki Taishi-kun adalah adiknya Kawasaki Saki-san, murid di sekolah kami. Tidak usah dikatakan bagaimana sebagian besar kekhawatiran Taishi itu mengenai dirinya. Aku yakin itu berada di dalam lingkup pekerjaan Klub Servis.” “Ya, tapi semua aktivitas klub ditangguhkan karena ujian semester…” “Onii-chan.” Seseorang menyodok punggungku tanpa henti. Ketika aku berpaling, Komachi sedang tersenyum lebar padaku. Itu adalah senyum Komachi setiap kali dia memintaku untuk melakukan sesuatu untuknya. Dulu sekali ketika Komachi ingin mendapatkan hadiah Natalku, dia juga memasang ekspresi ini di wajahnya. Mengapa Santa harus meminta kartu ''Love and Berry''ku <ref> Oshare Majo: Love and Berry mengacu pada kartu koleksi yang ditujukan untuk gadis kecil </ref>? Tidak mungkin aku bisa melawan Komachi, yang memegang kartu truf terkuat yang dinamakan simpati orangtua kami. Sial, dia tidak imut sama sekali… “Aku akan melakukannya…” kataku dengan enggan. Taishi membungkuk dengan antusias, seperti mesin dalam gigi tinggi. “Te-terima kasih!” teriaknya penuh sukacita. “Maaf telah mengangu kalian! Aku janji untuk berusaha yang terbaik!” <br /> <center>× × ×</center> <br />
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information