Editing
Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume5 Bab3
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 3=== Louise tengah menonton hujan yang jatuh sambil menggerutu. Kemana Saito pergi di tengah-tengah hujan begini? Louise baru saja sudah selesai pemanasan, tapi saat dia berbalik menghadap Familiarnya untuk sedikit “pengajaran”...Saito menghilang. Meski dia keluar masuk penginapan untuk mencarinya, dia tak ada dimana-mana. Awalnya dia pikir Saito kembali ke loteng dan bersembunyi disana, tapi ternyata disana kosong. Namun...Baju biasa miliknya yang dibeli untuk menyamar juga menghilang. Merasa tak enak, Louise meninggalkan loteng. Saat dia kembali ke penginapan, Scarron dan yang lainnya terlihat khawatir. “Ini tak bagus, hujan turun...Pelanggan akan berhenti datang karenanya.” “Tapi diluar cukup rusuh. Apa terjadi sesuatu?” Sebagaimana yang dikatakan, memang terdengar rintik hujan bercampur teriakan penjaga istana di luar sana. Louise membuka pintu dan melangkah keluar. Dia menghampiri seorang tentara berpedang dan memanggilnya. “Hei, ada apa ini?” Si prajurit memandang sekilas pada camisole Louise dan berkata dengan nada ketus. “ Eei! Tutup mulutmu! ini bukan urusan wanita Bar! Kembali saja ke asalmu!” “Tunggu.” Louise memanggil dan menghentikan dia, lalu mengeluarkan kertas izin Henrietta dari belahan dadanya. “Meski aku terlihat begini, aku adalah wanita anggota dewan Paduka.” sambil melotot, si prajurit melihat pada Louise, lalu pada Surat izinnya, kemudian kembali pada Louise, dan berdiri tegak. “M-maafkan kelancangan hamba!” “Ceritakan saja.” Lalu prajurit menjelaskan pada Lousie dengan nada kecil. “...Kami selesai memeriksa Champ de Mars, tapi ketika kami kembali ke istana kerajaan, Paduka telah menghilang.” “Apa ini kerjaan Reconquista lagi?” “Tujuan si penjahat tak diketahui, tapi dia sangat ahli...tiba-tiba sebuah kabut keluar dari kendaraannya...” “Apa kalian yang berjaga saat itu?” “Yang berjaga adalah Korps yang abru terbentuk.” “Oh, begitu. Terima kasih. Apa kau punya seekor kuda?” Si Prajurit menggelengkan kepala. “Tak berguna!” Louise mulai berlari menuju istana kerajaan sambil menerobos hujan. Pada saat seperti ini, kemana sih si Saito? Dia mendecakkan lidahnya karena marah. Benar-benar deh, tepat di saat kau paling membutuhkannya, dia tak ada disana! Agnes menarik kuda yang tadi dia naiki ke pemberhentian di depan sebuah Rumah yang besar. Itu adalah kediaman Richmon...disini, saat siang, dia berdiskusi dengan Henrietta. Ini adalah sudut dari kompleks perumahan dimana para bangsawan sering tinggal. Agnes memandangi Rumah besar dan luas bertingkat dua dan mengerutkan bibirnya. Dia tahu dengan sangat baik secara menyakitkan bahwa Richmon tinggal 20 tahun disini dan menggunakan segala cara yang mungkin untuk membangun mansion mewah ini. Dia mengetuk pagar, memberitahukan kehadirannya dengan keras. saat jendela pagar terbuka, seorang pesuruh menyembulkan kepalanya keluar. “siapa disana?” “Mohon katakan pada Richmon bahwa Agnes, Ksatria Paduka telah tiba.” “Pada Jam segini?” kata si pesuruh dengan nada curiga. Memang, kini tengah malam. “ada Pesan yang mendesak. Aku harus menyampaikannya dengan cara apapun.” Setelah Memasukkan kepalanya, si pesuruh menghilang ke dalam. Sesaat kemudian, dia kembali dan membuka gembok pagar. Agnes memberikan kudanya pada si pesuruh dan bergerak menuju Rumah. Sesaat kemudian, saat dia melewati ruang keluarga, akhirnya dia melihat Richmon yang memakai pakaian malamnya duduk dekat perapian. “Pesan mendesak, huh? Ini harus benar-benar mendesak karena telah membangunkanku begitu tiba-tiba.” gumam Richmon yang tak mencoba menyembunyikan kekesalannya pada Agnes. “Paduka telah menghilang.” Pikun! – alis mata Richmon terangkat. “Diculik?” “Sedang diselidiki?” Richmon tampak tak percaya. “Ini benar-benar kejadian besar. Tapi, apa ini sama dengan kasus penculikan yang kemarin? Apa Albion terlibat lagi?” “Sedang diselidiki.” “Itu bukan cara penjaga berbicara! Sedang diselidiki! Sedang diselidiki! tapi kau tak bisa lakukan apapun. Kau selalu membawa masalah pada akademi hukum. Unit apa yang sedang bertugas?” “Kami, para Ksatria.” Richmon menatap Agnes dengan wajah tak senang. “Ini hanya membuktikan ketidakmampuanmu sebagai unit yang baru dibentuk.” Ucap Richmon dengan nada penuh sarkasme. “Untuk membersihkan nama kami, kami tengah melakukan yang terbaik yang kami bisa pada penyelidikan.” “Itulah mengapa kukatakan bahwa pedang dan pistol hanya mainan anak-anak dibandingkan tongkat sihir! Satu unit jelata tak dapat menggantikan satu penyihir!” Agnes menonton Richmon dalam diam. “Izinkan penggunaan militer...Saya ingin mendapatkan izin untuk memblokir jalan-jalan dan pelabuhan.” Richmon menyabetkan canenya, dia mencengkram pena yang terbang ke arahnya, menulis sesuatu di perkamen dan menyerahkannya pada Agnes. “lakukan yang terbaik untuk menemukan Paduka. Jika kau tak mampu menemukannya, seluruh anggota unit Ksatria akan digantung di tribun perang. Fikirkan itu.” Agnes berbalik untuk pergi tapi berhenti di depan pintu. ‘Apa? Ada yang lain?” “Yang terhormat...” Dengan nada rendah, penuh amarah, dan tertahan, Agnes mulai menyemburkan kata-kata. “Apa?” “ Ini ada desas-desus soal kejadian dimana kau terlibat 20 tahun lalu.” Sambil Meniti benang ingatannya, Richmon mengejapkan matanya. 20 tahun lalu...sebuah pemberontakan yang mengguncang negara dan dia teringat akan pemadamannya. “Aah, jadi?” “Yang terhormat terlibat dalam ‘Pembantaian D'Angleterre’.” “Pembantaian? Jangan katakan itu dengan nama yang begitu nuruk. Bukankah para jelata di provinsi-provinsi yang jauh berencana menumbangkan negara? Itu merupakan tugas mulia pemadaman. Lagipula, sebagian besar hanyalah legenda.” Agnes pergi. Richmon menatap pintu yang tertutup selama beberapa saat....Bila ada kesempatan untuk diberikan pena dan perkamen lagi, dia mungkin merubah keputusannya, karena dia merasa ada kekuatan liar yang kini baru saja dilepas. Agnes, yang meninggalkan kediaman Richmon, mengambil kuda dari si pesuruh. Dia mengeluarkan sebuah jubah hitam dari kantong sadelnya dan mengenakannya merangkap garmen rantainya, dan memakai tudungnya diatas kepala. Dia lalu mengeluarkan dua pistol dan mengisi ulang mereka, sambil berhati-hati agar bubuk mesiu tak basah oleh hujan. Dia lalu memeriksa pemicu api, palu hentak dan menutup tong pelurunya. Ini adalah pistol jenis flint yang baru. Dia lalu menyarungkan pedangnya dan menghentakkankudanya, menandakan persiapan perangnya telah selesai. Tapi kemudian...seseorang berlari dari gerimis hujan. Gadis yang kelihatannya datang dari jalan Chicton ini, setelah menyadari Agnes yang menghentakkan kudanya, berlari menuju Ksatria wanita ini. Karena dia berlari menerobos hujan, sepertinya keadaannya mengkhawatirkan. Camisole putihnya kotor terkena lumpur dan dia bertelanjang kaki karena dia melepas sepatunya yang tak nyaman diapakai berlari. “Tunggu! Tunggu! Mohon berhenti!” Karena Penasaran, Agnes berbalik. “Pinjamkan kudamu! Cepatlah!” “Aku menolak.” Sambil berkata begitu, Agnes mencoba memutar kudanya menjauh tapi gadis itu menghalangi jalannya. “Minggirlah.” katanya tapi gadis itu tak mau mendengar. Dia mengeluarkan semacam perkamen dan menunjukkannya ke hadapan Agnes. “Aku adalah wanita Dewan Paduka! Aku punya kewenangan menggunakan kekuatan Polisi! Kudamu diambil atas nama Paduka! Turunlah darinya sekarang juga!” “Wanita Dewan Paduka?” Agnes tampak ragu-ragu. Gadis ini terlihats eperti wanita bar. Namun, meski dia kotor karena berlari dalam hujan, sisi ningratnya masih dapat dikenali. Agnes ragu untuk sesaat. Louise yang akhirnya habis kesabaran karena Agnes tak tutun dari kudanya mengeluarkan tongkat sihirnya. Dnegan meniru gerak Louise, Agnes pun mengeluarkan pistolnya seketika. Dua orang itu mengarahkan tongkat dan pistol mereka. Louise berkata dengan nada rendah yang bergetar. “...Meski aku masih belum terlalu biasa dengan sihirku. Namun, ini tetap lebih kuat. Menyerahlah.” Agnes menjawab dengan jari di palu perkusi pistol. “...dari jarak iji, sebuah pistol akan lebih akurat.” Keheningan mengambil alih. “Perkenalkan dirimu, jika kau puya tongkat, maka kau pasti seorang ningrat.” kata Agnes. “Wanita Dewan, langsung dibawah Paduka, de La Vallière.” La Vallière? Itu nama yang sangat ia kenal. Saat bercakap dengan Henrietta, dia mendengar nama itu berulang kali. “lau, kau...” Agnes menarik pistolnya. Gadis yang gemetaran dengan tongkat sihirnya yang siap...diisukan sebagai teman terbaik Paduka. Gadis dengan rambut pink yang tak diikat... “Kau mengenalku?” Louise, dengan sebuah ekspresi kosong di wajahnya, juga menurunkan tongkatnya. “Aku sering mendengarmu. Aku merasa terhot\rmat akhirnya bertemu denganmu. Kau bisa berbagi kuda denganku. Izinkanku menjelaskan keadaannya padamu. Jika kau tertembak, Pasti Paduka akan mendendam.” Agnes megulurkan tangannya pada Louise. Agnes dengan mudah menarik Louise dengan kekuatan yang sulit dibayangkan dimiliki oleh seorang wanita yang rapuh.” “Siapa kau?” Louise menghentakkan punggung Agnes. “Ksatria Paduka. Komandan Agnes.” Ini membuat Louise, yang telah mendengar soal “Ksatria” dari prajurit tadi, meledak, “Apaan yang kau kerjakan selama ini?! Apa kau tidur sambil melupaskan tugasmu?! Paduka diculik secara memalukan!” “Seperti yang kubilang, izinkanku menjelaskan situasinya, lagipula, Paduka aman.” “Apaa?!” Agnes menepuk kuda dan ia mulai berlari. diiringi derasnya hujan yang turun, keduanya menghilang dalam kegelapan malam. Di sebuah kasur rumah penginapan yang murah, Henrietta tengah duduk dengan mata terpejam dengan lengan Saito mengelilinginya, dia tengah bergemetaran. Saito tak dapat menemukan kata untuk dikeluarkan...sehingga dia hanya bisa duduk dan memegangi bahu Henrietta. Saat hujan akhirnya berubah jadi gerimis, Henrietta menjadi sedikit tenang dan memaksakan diri untuk tersenyum. “maafkan aku.” “Bukan...” “Aku membawamu ke tempat yang tak berguna ini, namun aku masih saja ditolong olehmu di akhir. “lagi?” “Memang begitu. Pada malam itu, a..aku tak dapat berfikir jernih, aku dimanipulasi dan berusaha pergi dengan Wales...kau menghentikanku...” “Ya.” “saat itu, kau berkata. ‘Jika kau pergi, aku akan menebasmu. Aku tak bisa mengizinkanmu berbohong pada dirimu sendiri, sekalipun kau sedang gila cinta’, katamu.” “A...aku berkata begitu...?” Saito menunduk karena malu. “Namun tetap saja diriku yang bodoh tak terbangun. Aku mencoba membunuhmu. Namun, kau menghentikan topan bodoh yang kulepaskan sendiri.” Henrietta memejamkan matanya. “Ngomong-ngomong, aku...merasa lega saat itu.” “Lega?” “Ya, benar. Meski aku menyadari bahwa ini bukan Wales yang kucinta. Kenyataannya berbeda. Aku...dalam lubuk hatku yang terdalam, menginginkan seseorang mengatakan itu dan menghentikan aku yang bodoh ini.” setelah mengambil napas yang, seakan menyakitkan, dalam, Henrietta melanjutkan bicaranya. dengan nada tertahan. “Karenanya,Familiar-san, kumohon padamu. Jika aku melakukan kebodohan lagi...Jika aku dirasuki lagi.. bisakah kau menghentikan ku dengan pedangmu? “mengapa?” “Pada saat itu, aku benar-benar sudah siap membunuh, tak dapat menahan diri lagi. Meski aku diminta Louise, anak yang lembut itu, aku tak bisa berhenti. Karenanya...” Saito berkata dengan nada terkaget-kaget. “Aku tak bisa melakukannya! Beneran deh...kau tak bisa lemah begitu. Engkau seorang ratu. Semua orang mematuhi titahmu. Jangan bicara seperti ini, Putri. Kau takkan hidup setelah ini jika kau tak berani. Apa semua itu kebohongan?” Henrietta menunduk. Lalu... duk, duk, duk! seseorang menggedor pintu. “Buka! Buka! Ini polisi kerajaan! kami tengah mencari pelarian yang bersembunyi dalam penginapan ini! Buka sekarang juga1” saito dan Henrietta saling memandang. “Sepertinya mereka tak mencariku.” “...Biarkan mereka pergi. Tetaplah diam.” Henrietta mengangguk setuju... Sementara itu, gagang pintu mulai berputar...namun...ia tak mungkin terbuka karena dikunci. Clank-clank! Gagang pintu bergetar keras. “Buka sekarang juga! Ini keadaan darurat! Atau aku akan merusaknya!” Bam! Suara pedang menghantam gagang pintu terdengar, menandakan usaha membukanya. “Ini tak bagus.” Henrietta, dengan wajah penuh keyakinan, membuka kancing kemejanya. “Putri?” Suara keheranannya dipotong oleh tertangkapnya bibirnya oleh bibir Henrietta. Ciuman itu tiba-tiba dan pekat. Sambil mengunci lengannya pada leher Saito, Henrietta mendorongnya ke kasur. Henrietta yang terlihat tak terganggu memejamkan matanya dan dengan desah yang dalam, dia mendorong lidahnya kedalam mulut Saito. Ini dapat mengambil kesadaran seseorang saking pekatnya ciuman itu. Bersamaan dengan dorongan Henrietta pada Saito ke kasur, si prajurit, yang mencoba merusak gagang kunci, menendang pintu yang lalu terbuka. Apa yang sepasang prajurit itu lihat...adalah seorang wanota muda yang berbaring diatas seorang lelaki, mencium bibirnya begitu pekat. Wanita itu tak memperhatikan para prajurit dan terus semakin meliar. Desah nafsu keluar dari celah bibir keduanya. Prajurit-prajurit menonton kejadian untuk sesaat...lalu saling bergumam diantara mereka. “...M-mereka tampaknya hanya berlindung dari hujan, dan sngata menikmatinya.” “Sial, ayo selesaikan ini, periksa yang lainnya.” Thud! Pintu ditutup dan mereka menghilang ke bawah tangga. Karena gagang pintu rusak, pintu kembali terbuka, sedikit berderik. Henrietta beroisah dari bibir saito...tapi, meski para prajurit sudah di luar hotel, dia terus memandangi Saito dengan mata berkaca-kaca. Saito benar-benar terheran dengan kelakuan Henrietta saat ini. Saat waktunya datang, dia dapat mengorbankan tubuhnya sendiri, seperti malam ini, hanya untuk menjaga rahasia. Dia benar-benar kuat. Dengan pipi yang memerah, Henrietta terus melihat Saito dalam diam. “...Putri.” Kata Henrietta dengan nada tertahan. “Aku sudah bilang padamu untuk memanggilku Ann.” “Tetapi...” Tanpa menunggunya menyelesaikannya. Henrietta menekan bibirnya pada Saito lagi. Kali ini, ciumannya lembut dan...emosional. Dalam terang lampu yang temaram...dia dapat melihat bahu putih Henrietta yang dia pegangi tadi. Melihat Saito yang sanagt keheranan, bibir Henrietta mulai mengelus sisi wajah saito. “Apa kau punya...pacar?” Dengan nada panas, Henrietta membisikkan itu ke telinganya. Dia merasa dirinya meleleh karena suara itu. lalu, wajah Louise menyembul dalam alam pikiran Saito. Louise bukanlah cintanya. tetapi... “Aku tak punya, namun...” Henrietta mulai memain-mainkan daun telinga Saito. “Maka, perlakukan aku sebagai cintamu.” “A-apa?!” “Tak apa-apa, hanya untuk malam ini. Aku tak memintamu untuk menjadi pacarku. Tapi, kumohon, peluk aku...dan ciumlah aku.” Saat itu – waktu terhenti – dan menit-menit pun berlalu. Uap mengisi kamar berkat hujan. Bau campuran futon dan badan berseliweran di udara. Saito memandangi mata Henrietta. bahkan dalam kamar kotor ini sekalipun.,,Wajah Henrietta yang cantik tetap memesona. Tidak, mungkin ia memesona karena kamar kotor ini. Dia hampir tak dapat tidak tertelan oleh pesona ini. Tapi...dia tak bisa lebih jauh lagi melangkah dari mencium Henrietta...Louise takkan pernah memaafkan Saito. Louise tak hanya takkan pernah memaafkannya, dia jga bakal sedih karena Louise begitu menghormati Henrietta. Dia tak dapat melakukan hal itu. Dia tak bisa berpura-pura menjadi pacar dan berciuman dengan orang semacam ini...Orang yang dipandang begitu tinggi oleh orang yang penting baginya. Henrietta hanya kesepian. Pasti ada cara lain untuk menenangkan dia. Karenanya, Saito dengan perlahan menepuk rambut coklat muda Henrietta. “Aku tak bisa menjadi seorang pangeran.” “Aku tidak meminta itu.” “Apa kau Ingat? Aku bukanlah dari dunia ini, aku dari dunia yang berbeda. Aku tak bisa...menggantikan seseorang.” Henrietta memejamkan mata dan mendekatkan pipinya ke dada Saito. Setelahnya...saat hawa panas alhirnya menghilang...Henrietta dengan malu-malu, bergumam. “...kau pasti berpkir aku seorang wanita yang tak tahu malu. Meski aku disebut seorang ratu...aku tetaplah wanita. Dan aku masih kehilangan kehangatan seseorang saat malam hari.” Untuk sesaat...Henrietta tak mengucapkan sepatah katapun dan hanya berbaring disana, menekan pipinya pada dada Saito. Di dalam rumah inap murah itu, mungkin yang termurah sekota, Wanita paling terhormat negeri ini gemetaran seperti seorang anak kecil dalam dekapannya. Saito tersenyum pahit dalam situasi yang entah kenapa bisa terbolak-balik ini. dan...merasa tak enak. “Putri.” “Apa?” “Mohon jelaskan pelan-pelan pada saya. Apa-apaan yang tengah kita lakukan disini? Rahasia...semuanya berusaha keras menemukanmu. Dan...kau begitu keras berusaha untuk bersembunyi. Ini bukan hanya salah-satu dari hal-hal yang main-main itu, kan?” “...Oh, baiklah. Rasanya aku perlu menceritakan keseluruhannya.” Suara Henrietta memancarkan ketegasannya kembali. “Ini adalah perburuan seekor rubah.” “Perburuan rubah?” “Ya, kau tahu hewan pinter itu, kan? Si Rubah, bahkan dengan anjing di belakangnya, bahkan dengan pemukul, tak mudah menangkap ekornya. Karenanya,..aku menyiapkan sebuah jebakan.” “Jebakan?” “Ya, dan aku umpannya. Datanglah besok...rubah itu akan meninggalkan lubang persembunyiannya.” Saito menatapnya. “Dan siapa rubah ini?” “Mata-mata Albion.” Agnes dan Louise tengah mengendaria kuda menuruni gang yang mengarah ke mansion Richmon. Meski hujan berangsur-angsur menjelma jadi gerimis, hawa dingin masih terasa. Agnes menyerahkan mantelnya pada Louise untuk dipakai. “A-Apa latar belakangnya?” “Perburuan Tikus.” “Perburuan Tikus?” “Yah, mereka tak hanya merusak lmbung kerajaan...mereka juga mencoba mengkhianati sang tuan di tengah-tengah perburuan.” Louise menatapnya, tak mengerti. “Jelaskan dalam rincian penuh.” “Tiada waktu untuk menjelaskan lebih lanjut, sekarang. Nha!Kita sampai.” Gerbang kediaman Richmon terbuka dan seorang pesuruh muda muncul di depan kuda Agnes. Ia seorang pemuda berumur 12-13 tahun dengan pipi nan merah. Dia terus-menerus memerhatikan sekeliling dengan obor di tangan, sebelum akhirnya mulai menjalankan kudanya. Si pesuruh mulai mempercepat diri sambil memegangi obor. Agnes tersenyum tipis dan mulai mengejar kuda tersebut, dengan dibimbing cahaya obor. “...Apa yang sedang terjadi?” “ Sekarang semuanya dimulai.” jawab Agnes, pendek. Di keheningan malam, si pesuruh terus berkuda dengan kecepatan penuh. Sepertinya dia disuruh sebelumnya untuk cepat-cepat oleh tuannya. Anak tersebut memerhatikan sekelilingnya sambil berusaha keras agar tak terjatuh dengan berpegangan pada punggung kuda. Agnes mengikuti sambil menjaga jarak. Kuda si pesuruh telah keluar dari daerah kompleks para petinggi dan berjenti di sebuah perkampungan yang mencurigakan. Di kegelapan malam ini, dapat terdengar suara dari kelompok pencari Ratu yang pesta minum-minum dan bersenang-senang. Merasa tak aman melewati Jalan Chicton, si kuda menghilang ke gang yang tersembunyi. Saat dia menghilang dari mulut gang, Agnes turun dari kuda dan melihat keadaan gang. Setelah meninggalkan kuda di kandang, Agnes menuju hotel setelah meyakinkan diri bahwa hotel inilah yang dimasuki si pesuruh. setelah melompat turun dari kuda, Louise bertanya sambil berlari setelahnya. “Apa, Apa yang sedang berlangsung?” Agnes tak lagi menjawab. Dia memasuki hotel dan memaksakan jalan melewati massa bar di depan dengan sikutnya hingga dia melihat si pesuruh naik ke lantai 2. Dia mengikutinya. Dari tangga yang dipakai, Agnes memastikan pintu mana yang dimasuki si pesuruh. Dua orang sedang menunggu pengunjung selama beberapa saat disana. Agnes berbisik pada Louise. “Lepaskan mantelmu. Mulailah bersender padaku sebagaimana seorang wanita bar.” Meski tak mengerti, Louise melakukan apa kata Agnes dan melepas mantelnya. Dia lalu berpura-pura jadi kopyor yang bermesraan dengan sang ksatria. Dia pernah melihat kejadian-kejadian ini selama kerja di bar dan mencetaknya dalam ingatan. “Bagus.” kata Agnes pada Louise tanpa memindahkan tatapannya dari lantai 2. Meski suaranya masih kewanita-wanitaan, dia meninggalkan kesan sebagai ksatria terhormat saat diam, mungkin karena rambut pendeknya. Pipi Louise mulai memerah tak terkendali. Si Pesuruh sudah melangkah keluar dari kamar. Lalu Agnes menarik Louise mendekat padanya. ah, dan mencuri sebuah ciuman. Meski Louise mencoba berontak karena marah, Agnes menekannya dengan tenaganya yang kuat, sehingga dia tak bisa bergerak... Si pesuruh menatap Louise dan Agnes yang berciuman untuk sesaat, lalu segera membuang pandangannya. seorang ksatria berciuma dengan seorang wanita bar, sebuah pemandangan yang biasa. Si pesuruh lalu keluar melalui gerbang keluar, menaiki kuda tepat seperti ketika dia datang dan menghilang ke kota di kegelapan malam. Agnes akhirnya membebaskan Louise. “A-apa yang kau lakukan?!” teriak Louise dengan pipi memerah. Jika yang melakukannya seorang lelaki, dia pasti sudah menghunus tongkatnya dan meledakkan tempat ini dari tadi. “Teang saja, aku tak punya hobi semacam itu. Ini tugas.” “Begitu pula aku!” lalu Louise teringat pada si pesuruh yang pergi. “Kau takkan menguntitnya?” “Tak apa-apa. Anak itu tak tahu apapun. Perannya hanya sebagai pembawa surat.” Agnes, berusaha agar langkahnya tak bersuara, diam-diam mendekati pintu kamar tamu yang tadi dimasuki pesuruh. Louise bertanya dengan berbisik. “...Kau bukan seorang penyihir, kan? kau tak bisa mendobrak pintu ini.” “ini masih bisa didobrak dengan tenaga otot.” “...Ini pasti terkunci . Tiada yang bisa kau lakukan. dengan segala kletak-kletok itu dia mungkin melarikan diri.” Louise menghunus tongkat yang terpasang di pahanya, menghirup napas dalam-dalam, dan menggumamkan mantra “Void” sambil mengarahkan tongkat ke pintu. ‘Ledakan’...pintunya meledak dan diterbangkan kedalam kamar, Tanpa menunggu lagi, Agnes menghunus pedang dan meloncat masuk. Ada Seorang pedagang disana, dia berdiri dekat kasur dengan wajah terkejut. Dia memegang sebuah tongkat di salah-sati tangannya. Dia seorang penyihir. Lelaki ini sepertinya seorang ahli sihir, karena dia langsung mengarahkan tongkatnya pada Agnes yang meloncat masuk, dan segera menggumamkan mantra. Segelembung massa udara menerbangkan Agnes menjauh. Saat dia mengucapkan mantra lain dan melemparkan Agnes ke dinding...Louise masuk. Ledakan Louise mengenainya. Ledakan kena langsung di depan, menyebabkan dia tersungkur di lantai sambil memegangi wajahnya. Agnes bangkit dan memukul tongkat sihir dari genggaman orang tersebut dengan pedangnya. Louise mengambil tongkat yang tergeletak di lantai. Agnes mengarahkan ujung pedangnya ke leher lelaki tersebut. Ia berumur pertengahan. Meski kelihatannya dia seorang pedagang, cahaya matanya berbeda. Kemungkinan dia seorang aristokrat. “Jangan bergerak!” Masih mengarahkan pedangnya, Agnes mengeluarkan boprgol dari pinggangnya dan memborgol pergelangan lelaki tersebut. Dia lalu menyumpal mulut lelaki tersebut dengan segulung sobekan kain. Apa yang terjadi malam-malam pada jams egini? – pengunjung hotel mulai berkerumun dan melihat kedalam kamar. “Jangan ribut! Ini hanya penahanan seorang pencuri licin!” Orang-orang hotel yang ketakutan menarik diri. Selembar surat yang diberikan si pesuruh pada lelaki itu pasti ada didalam, entah dimana, pikir Agnes. Dengan senyum di bibir, dia mengobrak-abrik lemari meja si lelaki. Dia menemukan banyak surat dan lembaran dan mulai membaca mereka dengan perlahan, satu persatu. “Siapa orang ini?” “Tikus Albion. Dia berpura-pura menjadi pedagang dan berkeliaran di Tristania, mengumpulkan info untuk Albion.” “Berarti, orang ini...adalah mata-mata musuh. Ini hebat bukan?! Kita berhasil menangkapnya!” “Ini belum selesai.” “mengapa?” “Tikus induknya masih ada.” Agnes lalu menemukan selembar kertas, yang dia tatap dalam hening. Isinya berupa sketsa kasar bangunan. Ada catatan di beberapa sudut. “jadi begitu toh...Kalian para terkutuk pasti berencana bertemu di teater, kan? Surat ini datang beberapa waktu lalu, isinya tentang bertemu di tempat yang sama, besok. Dari sketsa kasar ini, tempat ini pastilah sebuah teater, ya? Pasti itu.” Lelaki itu tak menjawab. Dia terdiam dan diam-diam membuang pandangan. “Jawablah...harga diri ningrat.” Dengan senyum dingin di bibir, Agnes memaku kaki lelaki tersebut ke lantai dengan pedangnya. Dengan sumpal di mulutnya, lelaki tersebut merintih kesakitan. Agnes mengeluarkan pistol dari ikat pinggangnya dan mengarahkannya ke wajah lelaki tersebut. “Aku akan menghitung sampai 2. Pilih. Harga diri atau nyawa.” Alis lelaki tersbut mulai berkeringat. Gachink...Suara terangkatnya palu perkusi oleh Agnes bergema dalam kamar.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information