Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 4
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===4-4=== Pada akhirnya, bahkan ketika waktunya sudah mendekati akhir, konferensinya tidak selesai dan kesimpulannya ditunda ke lain hari. Untuk sementara ini, hal terdekat dengan sebuah kesimpulan adalah bahwa kita sudah mengupas tuntas kemungkinan dari setiap pendapat dan dengan itu, kita akan mendiskusikannya lagi dan mengakhirinya untuk hari ini. Murid SD itu sudah pulang beberapa waktu yang lalu. Kami, yang tetap tinggal, mengatur persiapan untuk juga pulang dan pergi satu per satu. Aku berpisah dari Isshiki dan anggota OSIS lain dan ketika aku mengayuh sepedaku dari pusat komunitas, itu menghantamku. Aku lapar… Karena aku tidak bisa berpikiran jernih<!--out of it--> sepanjang waktu selama konferensi itu, aku berakhir lupa memakan makanan ringannya. Akan ada makan malam jika aku langsung pulang ke rumah, tapi aku tidak bisa menyingkirkan kelaparanku<!--my empty stomach--> dari otakku. Seharusnya tidak apa-apa untuk makan sedikit saja… Aku menghentikan sepedaku untuk sejenak dan mengirim pesan sesingkat seperti pesan telegram pada Komachi dengan pesan “tidak perlu makan hari ini”. Aku kemudian memasukkan lokasiku sekarang ini dan status perutku ke dalam pertimbangan dan memikirkan tentang apa makanan terbagus untuk dimakan. Mereka bilang bahwa lapar merupakan penyedap terhebat, tapi itu salah. Bagiku, penyedap terhebat adalah seseorang mentraktirku. Tapi, yah, karena aku sendirian, tidak mungkin ada orang yang akan mentraktirku. Aku juga harus mempertimbangkan kondisi dompetku juga. Jadi itu berarti… ramen, ya. Setelah aku memutuskannya, aku segera bergerak<!--got into motion-->. Selagi aku menyandungkan variasi tema lagu Nausicca, lanlan ♪lanlalalaramen ♪<ref> [https://www.youtube.com/watch?v=qx2b-nK_Q8o Video] </ref>, Aku dengan riang mengayuh sepedaku melintasi jalan. Aku menyebrangi jembatan penyebrangannya dan sampai ke depan Stasiun Inage. Jika aku pergi melewati bundaran di depan stasiun, distrik perbelajaan dimana terdapat sederetan toko makanan dan minuman, ''arcade'', tempat bowling dan karaoke akan muncul ke dalam pandangan. Jika aku berputar ke kiri pada lampu lalu lintas di depan dan pergi sedikit lebih jauh lagi, aku akan sampai pada tempat tujuanku. Aku menunggu lampu lalu lintasnya untuk berubah dari merah menjadi hijau. Dan di sana, aku menemukan seseorang yang tak kusangka. Di atas jersey SMA Sobunya terdapat sebuah jaket dan disekeliling lehernya terdapat syal yang lembut. Dia adalah Totsuka. Totsuka terlihat seperti dia juga menyadari keberadaanku. Selagi dia mengatur tas tenis di punggungnya yang terlihat agak berat, dia melambaikan tangannya ke arahku. Ketika lampu lalu lintas berganti, dia melihat ke arah kiri dan kanannya sebelum berlari ke mari. “Hachiman!” Yang keluar bersama dengan suara yang memanggil namaku adalah nafas putih Totsuka. Terkejut bisa kebetulan bertemu dengannya di tengah kota seperti ini, aku merespon dengan mengangkat tanganku dengan pelan. “Yo.” “Uh huh, yo!” Totsuka ikut mengangkat tangannya sedikit dengan senyuman malu-malu seakan sapaan kasar tadi itu memalukan. Aaah, aku merasa tersembuhkan… Itu tidak begitu sering aku mendapat kesempatan untuk bertemu Totsuka di luar sekolah. Dipikir lagi, aku dari awalpun tidak pernah keluar, jadi bagi kami untuk bertemu seperti ini membuatku sepenuhnya merasa bahwa ada mukzijat dan keajaiban. Yah, tidak ada yang namanya mukzijat dan keajaiban, begitulah dunia ini. Jadi, kenapa Totsuka di sini? “Apa yang sedang kamu lakukan di tempat seperti ini?” Ketika aku menanyakannya, Totsuka meremas tas tenisnya dan mengangkatnya untuk menunjukkannya. “Aku sedang kembali dari sekolahku.” Berbicara mengenai itu, tidak hanya Totsuka masuk dalam klub tenis, dia juga mendaftar di sekolah tenis. Dan jadi sekolah itu agak dekat dari sini, kurasa… Baiklah, mulai sekarang, ayo bertengger di sini pada jam-jam segini tanpa alasan. Tunggu, tapi jika kita berakhir sering bertemu, itu pastilah akan menjijikan jadi mari kita cukup melakukannya sekali seminggu. Selagi aku dengan sepenuh hati membuat jadwal mingguanku, Totsuka melihat ke arahku dengan heran, yang masih menaiki sepeda. “Kamu juga, Hachiman, ada apa? Rumahmu bukan ke arah sini, bukan?” “Aah, Aku hanya berpikir mau pergi memakan sesuatu.” “Oh begitu ya.” Ketika aku menjawab, Totsuka mengangguk percaya dan berhenti sejenak seakan untuk berpikir. Dia kemudian memiringkan kepalanya sedikit dan melihatku dengan mata menengadah dan malu-malu. “…Aku boleh ikut denganmu juga?” “Heh?” Tubuhku secara refleks mengeras mendengar kata-kata tak terduga itu. Aku berakhir membuat suara yang agak tolol. Selama jangka waktu tersebut, Totsuka sedang meremas syal di sekeliling kerahnya dan dengan risih menggoyangkan tubuhnya selagi dia menunggu jawabanku. “Ah, ya. Tentu saja.” Ketika aku mengatakan itu, Totsuka membuat sebuah helaan yang terlihat begitu mirip dengan suatu kelegaan. Dia kemudian membuat senyuman yang elastis dan lembut. “Yey. Jadi, mau makan apa, huh?” “Apapun tidak masalah bagiku.” Setelah mengatakan itu, aku menyadari bahwa jawaban ini<!--correspondence--> begitu buruk. “Apapun tidak masalah” itu tidak bagus ketika kamu sedang berurusan dengan para gadis. Omong-omong, aku dengar bahwa, jika para lelaki mengatakan sesuatu yang spesifik seperti “ramen” atau “udon”, mereka akan membuat tampang yang benar-benar jijik. Dengan kata lain, ketika para gadis menanyakanmu “kamu ingin makan apa?”, kamu harus menjawab dengan sesuatu yang mungkin ingin dimakan mereka. Ada apa dengan permainan mustahil ini? Apa para gadis itu suatu fasilitas pelatihan esper? Tapi Totsuka itu seorang laki-laki, jadi tidak masalah. Totsuka berkedip tanpa henti dan menanyakanku. “Hachiman, bukannya kamu sudah memutuskan apa yang mau kamu makan?” Kamu tahu, sebenarnya itu… dirimu! Aku hampir saja akan mengucapkan kalimat yang akan diucapkan sang Serigala dari cerita Si Gadis Berkerudung Merah, tapi tidak mungkin aku bisa melakukannya. Maksudku, bagaimanapun juga aku ini manusia…<ref> Kinnikuman – Kalimat yang diucapkan oleh Geronimo. </ref> “Sama sekali belum, aku cuma macam datang ke sini, itu saja. Itulah kenapa, apapun tidak masalah.” Aku sengaja mengatakannya dengan nada seorang pria sejati. Walaupun aku sedang dalam suasana ingin memakan ramen, alasannya itu karena proses eleminasi. Karena aku sering makan sendirian, aku tanpa sadar memilih tempat duduk di konter. Tidak ada masalah kalau tokonya tidak ramai tapi untuk mengambil satu meja ketika aku sendirian membuatku merasa bersalah. Lagipula, meskipun itu bukan ramen, untuk bisa makan bersama Totsuka akan membuat segalanya terasa enak. Aku tadi mengatakan bahwa ditraktir itu merupakan penyedap terhebat, tapi aku menarik itu kembali. Penyedap terbaik pastilah harus Totsuka. Jika Momoya <ref> [http://www.momoya.co.jp/ Momoya] </ref> mulai menjual memakai “ini Totsuka”, itu akan buruk. Itu bukan masalah tentang barang-barangnya terjual habis sebab itu akan menjadi suatu masalah dibeli oleh suatu perusahaan. Selagi kami berbicara tentang mau makan apa, Totsuka menepuk tangannya. “Ah. Kalau begitu bagaimana kalau yakiniku?” Hei, hei, mereka cenderung mengatakan sesuatu tentang seorang pria dan wanita memakan yakiniku bersama <ref> Itu adalah sebuah sindirian seksual dimana memakan daging itu memberikan kesan memiliki hasrat jasmaniah dalam budaya Jepang. Kalimat aslinya begini “Pria dan wanita yang memakan yakiniku bersama-sama itu sedang bercinta.” </ref>, tapi bagaimana bisa begitu kalau itu dua pria yang memakannya bersama…? Selagi aku memikirkan tentang itu, Totsuka terlihat seakan dia menyadari sesuatu<--came up with something--> dan mengerang selagi dia memiringkan kepalanya sambil memikirkannya. “Tapi yakiniku sedikit mahal, huh?” “Itu benar. Seperti yang mereka katakan, itu memakan dompetmu.” “Itulah Hachiman, huh…” Dia membuat sebuah tawa risau. Namun, yakiniku, huh… Kalau kamu ingin makan daging, maka seharusnya ada tempat lain… Selagi aku melihat ke sekeliling, cabang makanan cepat saji, ''First Kitchen'' terlihat ke dalam pandangan. Karena posisinya langsung dari stasiun yang terletak-stategis, itu adalah toko yang sering dikunjungi oleh murid-murid di area ini. Di luar toko itu terdapat suatu spanduk tergantung yang bertuliskan “yakiniku galbi gulung” di atasnya. “Kenapa tidak kita pergi ke sana?” Ketika aku menunjukkannya, Mata Totsuka berbinar-binar. “Ya, itu mungkin bagus!” Setelah mendapatkan persetujuan Totsuka, kami memasuki ''First Kitchen'' di dekat stasiun itu. Namun, ada apa dengan kependekan ''First Kitchen'' itu<ref> First Kitchen dilafalkan sebagai “fakkin” dalam bahasa Jepang. Kalian seharusnya sudah tahu. </ref>? Itu terasa agak menyinggung untuk beberapa alasan. Bagian dalam toko hangat yang tiba-tiba berubah dari tiupan angin dingin di luar itu begitu ramai. Kelihatannya orang-orang dari perjalanan pulang mereka dari les dan tempat kerja telah mampir ke mari. Ketika kami mengantri di depan kasir, Totsuka membuat helaan kecil. Pipinya agak sedikit merona. “Pemanas di dalam sini cukup kuat, huh?” Selagi dia mengatakan itu, Totsuka mengenggam syalnya. Pakaiannya bergemerisik selagi dia melepaskan syal itu dari sekeliling lehernya dan tengkuknya terlihat luar biasa memikat. Aku sendiri mulai merona setelah aku melihatnya sekilas. Sungguh aneh. Sungguh aneh sekali. Totsuka itu laki-laki. Alasan kenapa pipiku memerah sekarang itu karena pemanasnya atau kemungkinannya karena aku sedang mulai sakit. Tenang. Tenang dan baca sebuah haiku! Mungkinkah aku sakit, hm? Tidak mungkin aku sakit, benar! Benar sekali, yap (sakit). …Ini pastilah suatu penyakit. Dari awalpun untuk membaca suatu haiku saja sudah berarti aku telah sepenuhnya sakit. Selagi aku di dalam hati merasa panik selagi mengantri, akhirnya sudah sampai giliran kami. Menilai dari keramaiannya, itu akan lebih cepat untuk memesan pada saat bersamaan daripada satu per satu. Aku berdiri di samping Totsuka dan kami berdua melihat pada menunya. Ketika aku melakukannya, Totsuka menunjuk pada yakiniku galbi gulung itu. “Ah, Hachiman. Ayo kita pilih yang ini.” “Ya. Kalau begitu, kita mau pesan itu.” Setelah membayar tagihannya dan mendapatkan yakiniku galbi gulungnya, kami pergi ke lantai dua. Untungnya, masih ada meja yang kosong. Kami menghempaskan diri kami ke tempat duduknya dan segera mulai makan. Kami pertama mengigit komponen utamanya, yakiniku galbi gulung. Aku dengan segera meneriakkan “ini leeeeeeeeezaaaaaaaaaaaaaaaazaaaaaaaaaaaaaaaat!”<ref> [https://www.youtube.com/watch?v=-FKChBsYtJc Master Ajikko] </ref> saat cahaya menyala dari baik mata dan mulutku selagi aku menjelajahi ruang hampa udara di luar angkasa. Itu tidak seberlebih-lebihan itu, tapi mempertimbangkan dari apa yang direkomendasikan Totsuka, yah, rasanya enak biasa. Sementara rasanya enak biasa, aku tidak begitu yakin alasan kenapa Totsuka menyarankan ini. “…Namun, kenapa yakiniku?” Aku pergi makan dengan Totsuka beberapa kali sebelumnya, tapi aku ingat dia itu hanya makan sedikit. Juga, jika aku akan memilih, dia sudah pasti lebih terasa seperti seseorang yang lebih suka sayuran daripada daging… Ketika aku menanyakannya, Totsuka dengan malu-malu berbicara. “Aku pikir itu akan bagus untuk dimakan saat kamu lelah jadi…” Ha, begitu ya. Dia memang baru saja selesai melakukan sedikit olahraga, jadi dia mungkin sedikit lapar. Jadi itu sesuatu seperti asupan protein setelah berolahraga atau semacamnya. Mungkin. Atau begitulah yang sesuka hati kujelaskan pada diriku sendiri, tapi Totsuka menambahkan dengan suara kecil. “Itu karena kamu akhir-akhir ini agak terlihat seperti itu, Hachiman…” “Sungguh?” Aku sadar akan kelelahanku. Namun, itu lebih berkaitan dengan keadaan mentalku. Itulah kenapa aku memberitahunya dengan tampang seakan itu tidak ada apa-apa dan Totsuka dengan pelan menggelengkan kepalanya. Tangan yang memegang makanannya telah berhenti dan Totsuka dengan takut-takut melihat ke arah wajahku. “Apa sesuatu, terjadi?” Baik mata dan suara Totsuka itu baik hati. Itu hanya bahwa pandangan Totsuka terlihat lebih tulus dari dirinya yang biasa dan ketulusan itu menekanku. Sebelum menjawab. Aku menyesap teh oolongku. Jika aku tidak melakukan itu, aku merasa seperti suaraku yang keluar malah akan terasa kering. “…Tidak sungguh. Sama sekali tiiidak ada apa-apa.” Berkat menelan beragam hal, suaraku keluar dengan lebih halus dari yang kukira. Nadaku lebih terang dari biasanya dan itu kemungkinan aku telah mencampurkan suatu senyuman ke dalamnya yang dimaksudkan untuk mencegah Totsuka untuk tidak perlu khawatir lebih jauh lagi. Namun, ekspresi Totsuka terlihat sedikit kesepian sebagai respon senyumanku. “…Begitu ya. Aku rasa Hachiman benar-benar tidak akan mengatakan apa-apa, huh?” Aku tidak tahu bagaimana bentuk ekspresi Totsuka dengan wajah tertunduk murungnya dan bahu merosotnya. Tapi suara yang selanjutnya terdengar depresi. “Kalau itu Zaimokuza, Aku heran apa dia tahu mengenainya…?” “Tidak, orang itu tidak ada hubungannya dengan ini.” Ketika dia tiba-tiba mengangkat suatu nama yang tak ada hubungannya, aku agak sedikit terkejut. Tapi di dalam hati Totsuka, di sana kelihatannya ada suatu hubungan sebab dia menggelengkan kepalanya dan mendongakkan wajahnya. “Tapi kamu membicarakannya dengan Zaimokuza sebelumnya.” Ketika dia berkata “sebelumnya”, Aku akhirnya sadar apa yang sedang dia katakan. Selama pemilihan ketua OSIS itu, satu-satunya orang yang kuminta sarannya di luar keluargaku, Komachi, adalah Zaimokuza. Setelah itu, jumlah orang yang bekerja sama denganku meningkat karena pengaturan Komachi, tapi satu-satunya orang yang kucari sendiri untuk membicarakannya hanyalah Zaimokuza sendiri. Tapi itu tidak seperti aku ada maksud khusus untuk membuat sesuatu yang spesial. Itu hanya persoalan dapat bertemu dengan Zaimokuza terlebih dulu dan karena dia mudah untuk diajak berbincang, aku tidak perlu bimbang untuk mendapat kerja samanya. Itu kelihatannya Totsuka menganggapnya dengan cara yang berbeda.. “Aku hanya merasa itu agak enak. Aku hanya benar-benar cemburu kamu bisa berbicara padanya mengenai hal-hal semacam itu atau semacamnya…” Totsuka berbicara dengan canggung dan dengan pelan, kata demi kata. Caranya mengatakan itu terdengar seakan tindakan itu merupakan sesuatu yang patut dipuji. Tapi itu salah. Itu sudah pasti bukanlah sesuatu seindah yang dibayangkan oleh Totsuka. Aku merasa itu adalah tindakan yang terlampau munafik dan egois yang memperalat kebaikan orang lain hanya untuk memuaskan kepentinganku sendiri. Totsuka tidak tahu apa-apa mengenai itu. Itulah kenapa bahkan sekarang dia sedang memberikanku kata-kata menghangatkan ini. “Aku tidak merasa aku akan bisa berguna, tapi…” Aku dapat melihat Totsuka meremas kemeja jerseynya di bawah meja. Bahu tipisnya sedikit bergetar. Aku tidak ingin dia menguatirkannya lebih banyak dari yang diperlukannya. Aku kuatir tentang bagaimana aku sebaiknya memuluskan masalahnya dan selagi aku menggaruk kepalaku, aku berbicara dengan terbata-bata.<!--I spoke in clusters.--> “Bukan seperti itu. Sungguh, itu bukan masalah yang besar. Itu hanya sesuatu yang diminta Isshiki padaku, jadi aku hanya sedikit sibuk dengan itu… Sebagian besar itu karena akulah yang mendorong posisi ketuanya pada dia jadi, yah, jadi itu bagian darinya. Hanya itu saja” Aku mencoba untuk merangkumnya dengan kejujuran yang terang-terangan sementara tidak menyuarakan apa-apa selain itu. Berkat itu, aku tergagap-gagap pada sebagian besar kata-kataku. Tapi Totsuka mengangkat wajahnya seakan kata-kata itu benar-benar lebih baik diucapkan. Dan seakan untuk memastikan kebenarannya, dia melihat ke arahku dengan mata yang tulus. “Sungguh?” “Ya. Itulah kenapa kamu tidak perlu kuatir.” Jika aku menghabiskan sedikit lebih lama lagi untuk berpikir saja, aku mendapat perasaan aku akan menjawab sesuatu yang lain. Itulah kenapa aku menjawab dengan segera. “Begitu ya.” Dia membuat helaan lega dan Totsuka meraih kopinya. Bahkan setelah satu sesapan, tangannya tidak melepaskan cangkirnya. Dia mencengkram cangkir itu seakan sedang menghangatkan telapak tangannya dan bergugam. “Hachiman, ternyata kamu benar-benar keren.” “Ha?” Kekagetanku mungkin tercermin pada wajahku. Totsuka yang melihat pada wajahku tercengang. “A-Aku tidak memaksudkannya dengan cara yang aneh!” Totsuka melambaikan kedua tangannya dengan panik dan membantahnya. Wajahnya sepenuhnya merah dan selagi dia bermain-main dengan rambutnya, dia memulai dengan “um” sebelum berbicara. “Itu, itu agak sulit untuk dikatakan tapi… Bahkan ketika itu menyakitkan ataupun sulit, kamu tetap berusaha yang terbaik tanpa mengomplain. Aku hanya merasa, itu benar-benar, keren…” Ketika dia menjelaskan itu, aku menjadi tak perlunya sadar diri. Aku meletakkan daguku pada tanganku dan berpaling. Tanpa sengaja, nada bicaraku menjadi terdengar kasar. “…Bukan begitu, sungguh. Aku juga menyuarakan komplain dan kekesalanku.” “Ahaha, itu benar.” Totsuka tersenyum lega. Dengan senyuman baik hati itu, dia berbicara dengan suara kecil yang segan. “…Tapi, beritahu aku saja jika kamu dalam masalah, oke?” Dia menanyakannya untuk yang terakhir kali untuk jaga-jaga dan aku mengangguk tanpa berkata-kata. Itu persis karena betapa tulusnya dia menanyakan itu sehingga aku rasa aku sebaiknya jangan dengan mudahnya menuangkannya ke dalam kata-kata. Bagi Totsuka yang melihat kejujuran dan kerja sama itu sebagai sesuatu yang indah, maka lebih bagus begitu saja.<!--then that was even more so.--> Ketika aku setuju, Totsuka mengangguk balik. Setelah itu, suatu keheningan yang aneh lahir. Totsuka terlihat entah kenapa malu dan sedang tertunduk ke bawah. Aku bisa mengerti dari pengalaman bahwa suasananya sudah lebih santai ketimbang tadi dan aku dengan santai berkata. “Mau makan sesuatu yang manis?” “Ah, itu terdengar bagus. Seperti makanan pencuci mulut.” Totsuka segera mengangkat wajahnya dan menyetujuinya. “Oke, aku akan pergi membeli sesuatu. Tunggu sebentar.” Aku berdiri tanpa menunggu jawaban positif atau negatif dari Totsuka. Ketika aku berjalan ke bawah, kasirnya masih ramai seperti biasa. Kelihatannya akan memakan waktu agak lama sebelum sampai giliranku. Dengan keramaian lalu lalang orang yang masuk dan keluar, pemanas di dekat kasir lumayan kuat. Itu terasa seperti kepalaku menjadi pusing<!--hazy--> jadi aku memutuskan untuk pergi keluar untuk sejenak. Malam Desember itu dingin, tapi sensasi membekukan ini terasa enak pada wajah terbakarku. Karena aku keluar tanpa mantel dan syalku, angin kering itu merayap masuk dari tengkukku. Tubuhku segera mengerut.<!--shrink--> Selagi aku berdiri di sana sendirian bergemetaran di sudut jalan, satu orang yang lewat melemparkan pandangan aneh padaku. Yang lain tidak memperhatikan diriku. Pada saat itu, kata-kata yang diucapkan Totsuka tadi terlintas dalam pikiranku. “Keren”, huh… Itu bukan sesuatu seperti itu. Mungkin itu hanya diriku sedang bersikap keras kepala. Aku rasa itu mungkin sesuatu yang seserhana bahwa aku sedang mencoba untuk pamer. Aku hanya sedang bersikap keras kepala sehingga aku bisa mempertahankan apa yang sudah kuputuskan di dalam hatiku bagaimana aku benar-benar seharusnya terlihat. Bahkan sekarang juga, monster logika memuakkan ini, monster sadar-diri yang menantang ini sedang mengintai dari dalam diriku ini. Kalau aku harus menyadari keberadaan hal tersebut, maka aku mungkin akan bisa menerima kata-kata Totsuka dengan positif. Tapi wajah senyuman Yuigahama yang dipaksa-paksakan, ekspresi tertekan yang kadang-kadang akan ditunjukkan Isshiki, Tsurumi Rumi sedang sendirian, dan di atas itu semua, senyuman hening namun pasrah Yukinoshita itu membuatku bertanya sekali lagi. Apa itu benar-benar tepat? Aku membuat helaan kecil dan mendongak ke atas pada langit malam tak berbintang itu. Yang mengisi langit terlihat itu yang diterangi oleh pendaran kota adalah awan. <noinclude> {| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;" |- | '''Mundur ke''' [[Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 3|Bab 3]] | '''Kembali ke''' [[Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteru (Indonesia)|Halaman Utama]] | '''Lanjut ke''' [[Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 5|Bab 5]] |- |}
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information