Editing
Date A Live (Indonesia):Jilid 1 Bab 2
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 5=== Tibalah hari berikutnya. “Kemari.” “Eh?” Tiba-tiba. Tangan Shidou digenggam oleh Origami, dan ia bersuara penuh kebingungan. “Ah, tu-tunggu...” Kursinya terjatuh diiringi suara benturan, dan ia diseret keluar dari kelas oleh Origami. Di belakangnya, mulut Tonomachi ternganga lebar, dan entah mengapa sekelompok gadis sedang membuat keributan *kyaa, kyaa*. Sembari memikirkan rumor yang akan mulai menjalar ke sekitarnya, Shidou mengikuti Origami. Yah, setidaknya itu lebih baik ketimbang diperlakukan sebagai ''best couple'' bersama dengan Tonomachi, ia menghibur diri. 11 April, Selasa. Itu adalah keesokan hari sesudah Shidou menjalani pengalaman yang aneh dan tidak realistis. Pada akhirnya, setelah itu Shidou dipindahkan ke ruangan lain di mana ia diberikan penjelasan mendetil mengenai situasi tersebut yang berlangsung sampai malam oleh seorang lelaki yang tidak dikenalnya (sejujurnya, ia tidak sepenuhnya mengingat bagian-bagian akhirnya), dan setelah menandatangani berbagai formulir ia akhirnya diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Tanpa mandi ia melompat ke atas ranjangnya, dan sebelum ia menyadarinya, hari sudah pagi. Ia menyeret tubuhnya yang lesu ke sekolah, dan bertahan melewati pelajaran sambil menggosok-gosok mata mengantuknya, dan akhirnya pelajaran terakhir berakhir—itu yang sedang ia pikirkan pada saat insiden itu terjadi. Tanpa berkata-kata, Origami menaiki tangga sampai dia mencapai pintu menuju atap yang terkunci rapat, dan akhirnya melepaskan tangannya. Suara keramaian murid-murid yang meninggalkan sekolah terasa sangat jauh. Biarpun ada orang-orang kurang dari sepuluh meter jauhnya, tempat ini terasa seperti ruang yang sepi, terisolir. “Eh, uhmm...” Meskipun ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap Origami, entah kenapa, dibawa ke tempat seperti itu oleh seorang gadis, ia merasa canggung. Pandangan Shidou melayang kemana-mana. Namun, tanpa basa-basi, “Kemarin, kenapa kamu ada di tempat seperti itu?” Dia berbicara sambil melihat tepat ke mata Shidou. “Yah, kemarin kelihatannya adikku masih ada di jalanan setelah peringatannya berbunyi, jadi aku mencarinya...” “Begitu.—Kau bertemu dengannya?” Shidou menjawab, dan dengan ekspresinya yang tidak berubah, bahkan tanpa menunjukan kekagetan, Origami membalas. “—A-Ah... ya.” “Begitu. Syukurlah.” Setelah mengatakan ini, bibir Origami lanjut bergerak. “—Kemarin, kamu melihat saya.” “Ah, ya...” “Jangan beritahu siapa-siapa.” Saat Shidou baru saja ingin mengiyakan, Origami berkata dengan suara memerintahkan. Aku ingin tahu bagaimana dia akan bereaksi jika aku menjawab “Kalau kau tidak mau semua orang tahu sebaiknya kau turuti yang kukatakan, hehehe”, rasa penasaran berbahaya semacam itu terbaca di wajah Shidou. Tapi seperti yang diduga, Shidou tidak punya keberanian sebesar itu. Ia perlahan menundukkan kepala kedepan. “Tambahan, bukan hanya tentang saya—tapi semua yang kamu lihat dan dengar. Lebih baik kamu melupakan itu semua.” Dia pastinya... berbicara mengenai ''Spirit'' itu. “... maksudmu gadis itu? “...” Origami hanya memandang Shidou sambil terdiam. “H-Hey... Tobiichi, gadis itu—” Ia sudah mendengar tentang ''Spirit'' dari <Ratatoskr>, tapi Shidou tetap bertanya. Pada akhirnya, itu cuma dari sudut pandangan Kotori dan organisasinya. Jika dari orang-orang seperti Origami yang bersilang pedang dengannya, ia pikir bisa jadi mereka memiliki pola pikir yang berbeda. “Itu adalah ''Spirit''.” Origami memberikan jawaban pendek. “Itu sesuatu yang harus saya kalahkan.” “... s-''spirit'' itu, apa dia orang jahat...?” Shidou mencoba melemparkan pertanyaan ini. Saat ia melakukannya, hanya samar-samar, namun ia rasa ia melihat Origami menggigit bibirnya. <noinclude>[[Image:DAL_ID_v01_000d.jpg|thumb]]</noinclude> “—Orang-tua saya, lima tahun lalu, dibunuh oleh ''Spirit''.” “... ap—” Jawaban tak terduga itu menghalangi kata-kata Shidou. “Saya tidak mau lagi ada orang-orang seperti saya.” “... be, gitukah—” Shidou menaruh tangan di dada. Ia mencoba bagaimanapun caranya untuk menenangkan detak jantungnya yang berdebar sangat kencang. Akan tetapi, tiba-tiba gagasan yang mengkhawatirkan tiba-tiba muncul di pikirannya. Sambil menggaruk pipinya, ia menanyakan Origami, yang sampai sekarang masih menatap lurus padanya. “Kalau kupikir-pikir lagi, Tobiichi... mengenai ''Spirit'' itu, dan hal-hal semacam itu, tidak apa kalau kau berbicara tentangnya...? Yah, memang aku yang bertanya tentang hal-hal itu...” “...” Origami terdiam sejenak. “Tidak apa-apa.” “Be-begitu ya?” “Kalau kamu merahasiakannya.” “... dan kalau tidak?” “...” Lagi-lagi, sejenak dia berhenti berkata-kata “Akan bermasalah.” “Begitu... gawat juga. ...aku janji, aku tidak akan memberitahu siapa-siapa.” Dengan anggukan, Origami mengiyakan. Pada akhir perbincangan mereka, Origami memindahkan pandangannya dari Shidou, dan menuruni tangga. “... fuuu...” Setelah ia tidak dapat melihat punggung Origami lagi, Shidou bersandar pada dinding dan menghela nafas. Meskipun yang mereka lakukan cuma berbicara, ia merasakan kegelisahan yang sangat. “Orang-tuanya, dibunuh oleh ''Spirit''—ya.” <nowiki>*</nowiki>Dong*, ia membenturkan kepalanya di dinding, dan bergumam. Para ''Spirit'' disebut-sebut sebagai malapetaka yang akan menghancurkan dunia. Hal seperti itu—mungkin begitulah kenyataannya. “... mungkin aku memang naif ya...” Origami dan Kotori, meskipun arah mereka sangat berbeda, mereka bergerak dibawah kepercayaan mereka yang teguh. Namun bagaimana dengan Shidou? Kata-kata tajam yang ia katakan di depan Kotori kemarin, dapatkah ia mengatakan hal yang sama pada Origami? “...” <nowiki>*</nowiki>Haaa*, ia melepas nafas. Ia tidak berpikir kalau tindakannya salah, tapi ia memiliki perasaan yang berliku-liku. Lalu, baru saja Shidou ingin menuruni tangga. “Kyaaaaaaaaaaaaaaa—!!” Dari arah koridor, ia mendengar jeritan seorang siswi. “...!? A-Ada apa?” Dengan terburu-buru ia meloncati tangga dan menengok, ia melihat banyak murid telah berkumpul di koridor. Di tengah-tengahnya, ia melihat seorang wanita yang memakai jas putih pingsan di lantai. “Ap-Apa yang terjadi?” “Se-sepertinya dia guru baru, dan... tiba-tiba dia jatuh...!” Aku bertanya, dan seorang siswi di dekat segera menjawab. “Aku tidak mengerti, tapi sekarang ayo panggil perawat—” Saat Shidou mulai berbicara, wanita berjas putih yang pingsan itu memegang kakinya. “W-Waaaah!?” “......jangan khawatirkan saya. Saya hanya tersandung.” Seraya berbicara, wanita itu pelan-pelan mengangkat wajah yang tadinya menempel dengan lantai. “K-kau...!” Poni panjang dan lingkaran-lingkaran mata yang tebal. Dia sedang memakai kacamata, tapi tidak mungkin Shidou dapat melupakan keunikan wajah tersebut. “......hn? Ahh, kamu kan—” Wanita itu—Petugas Analisis <Fraxinus>, Murasame Reine, perlahan-lahan membangkitkan diri dari lantai. “Ap-apa yang sedang kau lakukan di tempat ini...?” “...... kamu tidak bisa menebak dengan melihat saja? Saya sudah menjadi guru. Lebih tepatnya saya akan mengajarkan Fisika, dan juga mengambil posisi asisten guru ''homeroom'' untuk kelas 2-4.” Sambil menunjukkan kartu nama yang tertera di dadanya, Reine menjawab. Tanpa sengaja, boneka beruang penuh goresan itu melongok dari kantung dada yang berada tepat di atasnya. “Tidak, tidak mungkin aku dapat menebak hal itu!” Ia menyahuti—pada saat itu Shidou sadar kalau, anehnya, pandangan di sekelilingnya telah tertuju ke arah mereka. “Ah... se-sepertinya orang ini baik-baik saja.” Ia mengulurkan tangannya dan membantu Reine berdiri. “......nn, maaf merepotkan.” “Tidak apa-apa. Ayo bicara sambil berjalan.” Sambil memperhatikan sekelilingnya, Shidou mengusulkan. Menyamai langkah Reine, mereka berjalan dengan susah payah. “Uhm—Petugas Analisis Reine?” “......nn, ahh, ‘Reine’ saja tidak apa.” “Huh?” “......saya juga akan memanggilmu dengan namamu. Orang bilang koordinasi dan kerja sama dibangun dari kepercayaan.” Reine mengangguk beberapa kali, dan memandang wajah Shidou. “Uhm, kamu... Shintarou, bukan?” “Terlalu jauh!” Tidak ada yang namanya rasa saling percaya di antara mereka. “......nah sekarang Shin, ini mungkin mendadak.” “Apa-apaan kau langsung meneruskan saja?! Atau lebih penting lagi kau bahkan memberiku nama panggilan yang aneh!” Sahutan itu meledak ke muka. Namun, Reine melanjutkan seakan-akan dia tidak mendengar kata-kata Shidou. “......persiapan untuk latihan pengembangan diri yang Kotori bicarakan kemarin sudah selesai. Saya tadi sedang mencari-cari kamu. Pas sekali, sekarang mari berangkat ke gudang lab Fisika.” Apapun yang Shidou katakan sekarang akan sia-sia saja, jadi ia menyerah untuk membalas, dan setelah mengeluh kuat, ia bertanya kembali. “Apa sebenarnya yang akan kulakukan pada latihan ini? Uhm... Reine-san.” “......hm. Saya dengar ini dari Kotori, Shin, sepertinya kamu tidak pernah berhubungan dengan gadis-gadis kan sebelumnya?” “......” —Adikku sayang, mengapa kau menyebarkan sejarah perjalanan kakakmu dengan perempuan (nol) ke orang lain? Urat nadi kemarahan muncul di wajah Shidou saat ia memberi anggukan ambigu. “......bukan berarti saya mencoba menyalahkanmu. Memang sangat baik untuk memiliki nilai moral yang kuat. ...Tapi, itu tidak akan membantu saat kamu mencoba menggoda seorang ''Spirit''.” “Ugh...” Sembari memberengut, ia mengerang. Mungkin itu ketika mereka berjalan lewat dekat ruangan staf, ketika “... ah?” Shidou melihat sesuatu yang aneh dan berhenti. “......ada apa?” “Tidak, itu...” Pada arah mana ia sedang melihat, guru ''homeroom'' Tama-chan sedang berjalan—mengikuti di belakangnya, bayangan mungil dengan rambut terbagi dua lalu berbalik badan. “Ah!” Sepertinya dia menyadari pandangan Shidou, lalu bayangan mungil itu—ekspresi Kotori tiba-tiba berseri-seri. “Oniii-chaaaaaaan!” Saat itu juga, seakan terhisap ke arahnya, Kotori mendaratkan serangan mendadak pada perut Shidou. “Hagaa...!” “Ahahaha, kamu bilang hagaa! Si Pak Mayor! Ahahahaha!”<ref>Yang dikatakan di sini mengacu pada [http://en.wikipedia.org/wiki/Mike_Haggar Mike Haggar], karakter fiktif dari serial game Final Fight.</ref> “Ko-Kotori...!? Kenapa kau ada di sekolah ini...” Shidou bertanya sambil mencoba melepaskan diri dari Kotori yang menempel pada perutnya, dan dari belakang Kotori, bu guru Tama-chan terburu-buru menghampiri. “Ah, Itsuka-kun. Adikmu datang, jadi kami baru saja mau menyiarkannya.” “A-ahh...” Kalau dilihat baik-baik, Kotori sedang memakai sandal untuk tamu, dan mengenakan kartu pengunjung di bagian dada seragam SMP-nya. Kelihatannya dia memasuki sekolah setelah melalui semua keperluan formalitas dengan benar. “Oh, sensei, terima kasih!” “Dengan senang hati.” Sensei membalas tersenyum pada Kotori yang sedang semangat melambaikan tangannya. “Aah, benar-benar imouto yang lucu.” “Haa... yeah.” Selagi setetes peluh mengaliri wajahnya dan dengan senyum pahit, Shidou memberikan balasan yang ambigu. Setelah tersenyum dan melambai “dadah” pada Kotori, sensei berjalan pergi menuju ruangan staf. “... jadi, Kotori.” “Nn, apaa?” Sembari melebarkan mata bundarnya, Kotori memiringkan kepala. Tingkah laku itu milik imouto-nya yang manis seperti yang Shidou kenal. “Kau... hal-hal malam tadi, <Ratatoskr>, atau ''Spirit''—” “Kita bicarakan mengenai itu nanti saja.” Nada bicaranya sama seperti biasanya, tapi untuk alasan tertentu terasa seperti adanya penekanan, maka Shidou terdiam. Lalu, dari belakang Shidou, suara pelan Reine berkumandang. “......kamu lebih cepat, Kotori.” “Mhm, karena aku meninggalkan <Fraxinus> di tengah perjalanan.” Padahal dia baru saja bilang untuk membicarakan itu nanti, dia alamiah mengucapkan nama pesawat itu. Merasa kalau ini sedikit tidak masuk akal, Shidou menaruh satu tangan di dahinya. Melihat hal tersebut dengan senyum riangnya, Kotori melangkah maju di koridor seakan memandu Shidou. “Ngomong-ngomong, hey, onii-chan. Ayo?” Sembari mengatakan ini, Kotori menarik tangannya. “Wh... Whoa, aku tahu, jadi pelan-pelan.” Hari ini adalah hari dimana ia sering sekali ditarik gadis-gadis. Selagi berpikir dengan santainya mengenai hal semacam itu, mereka sampai di tujuan. Gedung timur sekolah lantai empat, gudang laboratorium Fisika. “Ayo, masuk, masuk~♪” “Jangan mengucapkannya seperti ‘hai-ho’<ref>Kotori mengucapkan ‘hairo’(masuk) dengan sedikit pemanjangan, membuatnya terdengar seperti hai-ho, yang adalah cara bicara 7 kurcaci dalam cerita dongeng.</ref>!” Didorong Kotori, Shidou menggeser pintu terbuka. Seketika itu juga, ia mengernyit dan mengucek matanya. “...hey.” “......apa?” Reine merespon kata-kata Shidou sambil memiringkan kepala. “Apa-apaan ruangan ini?” Gudang laboratorium Fisika bukanlah tempat yang biasa dimasuki murid-murid, dan kenyataannya, Shidou tidak pernah tahu apa isinya. Meskipun begitu, ia jelas-jelas menyadari. —Kalau ini bukanlah gudang laboratorium Fisika. Bagaimanapun juga, penglihatan Shidou terisi dengan sejumlah komputer, layar, dan berbagai alat elektronik yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. “......semua itu peralatan ruangan ini?” “Kenapa kau menjawab dengan sebuah pertanyaan! Dan lagipula selain itu, bukannya ini gudang lab Fisika? Apa yang terjadi pada sensei yang bertanggung jawab untuk tempat ini!” Betul. Mulanya, ini seharusnya adalah tempat satu-satunya selain toilet dimana sang guru tua yang baik hati dan polos Chousoka Beshiyouichi (nama panggilan ‘batu kerikil<ref>Peralatan Doraemon berupa topi yang jika dipakai akan membuat siapapun tidak menyadari keberadaanmu di situ.</ref> sejak lahir’) dapat bersantai. Sekarang, sosok sang guru Chousoka Beshiyouichi tidak terlihat di manapun. “......ahh, dia. Hmm.” Reine menempatkan tangannya di dagu dan mengangguk kecil. “...” “...” “...” “...” Dengan demikian, beberapa detik telah berlalu. “......ah yah, berdiri disana tidak akan merubah apapun. Silahkan masuk.” “Apa setelah ‘hmm’ hah!?” Benar-benar kemampuan mengabaikan yang luar biasa. Kemampuan yang perlu dipelajari orang-orang Jepang masa kini. Reine memasuki ruangan terlebih dahulu, dan duduk di kursi yang ditempatkan di bagian terdalam ruangan. Selanjutnya, Kotori memasuki ruangan dari samping Shidou. Lalu, dengan tata cara yang seakan sudah terbiasa, dia melepas ikatan rambutnya dari pita-pita putih dan mengencangkannya kembali dengan pita-pita hitam yang diambilnya dari kantung. “—Fuuh.” Setelah dia melakukannya, kelihatannya aura Kotori tiba-tiba berubah. Dia lalu dengan lesu mengendurkan kerah seragamnya, dan tersungkur ke kursi dekat Reine dengan suara gedebuk keras. Dan kemudian, dari tas yang dibawanya, Kotori menarik keluar apa yang terlihat seperti ''binder'' kecil. Di dalamnya, berderet dengan indahnya sebagai satu set, berbagai macam tipe Chupa Chups. Benda itu adalah tempat permen yang sering dibicarakan orang. Kotori memilih satu, menaruhnya di mulut, dan memberikan tatapan yang seakan merendahkan Shidou, yang masih berdiri di pintu masuk ruangan. “Sampai kapan kau akan berdiri saja, Shidou? Apa kau mencoba menjadi orang-orangan sawah? Menyerahlah. Dengan wajahmu yang terlihat bodoh, aku tidak pikir kau akan bisa mengusir gagak-gagak. Ah, tapi karena wajahmu sangat menjijikan mungkin sebaliknya manusia tidak akan mendekatimu.” “...” Melihat adiknya yang telah berubah menjadi seorang permaisuri hanya dalam sekejap, Shidou menempatkan tangan pada dahinya. Mengganti pitanya mungkin telah mengalihkan pola pikirnya. Sama halnya dengan membalikkan pion-pion Reversi<ref>Nama asli dari permainan Othello.</ref>, kemiripan yang mengesankan dengan Jekyll & Hyde<ref>Jekyll adalah nama tokoh fiktif yang memiliki kepribadian ganda (Hyde).</ref>. “... Kotori, yang mana karaktermu yang sebenarnya...?” “Kau kasar sekali. Kau tidak akan populer dengan wanita kalau begitu terus. —Ahh, karena itu rupanya kau masih perjaka. Maaf karena aku mentah-mentah melontarkan hal yang sudah jelas itu.” “... hey.” “Menurut statistik, lebih dari setengah pria yang mencapai 22 tahun tanpa dapat mengencani seorang gadis berakhir sebagai perjaka seumur hidup.” “Itu berarti aku masih punya sisa lebih dari lima tahun! Jangan menyepelekan diriku di masa depan!” “Orang-orang yang cuma bisa bicara mengenai kemungkinan-kemungkinan atau waktu sisa yang mereka miliki, pada akhirnya yang mereka katakan cuma ‘Aku akan berusaha keras mulai besok’.” “Guh...” Sadar kalau ia tidak dapat menang dalam argumen, ia menggertakkan gigi dan menutup pintu. “......sekarang, ngomong-ngomong Shin, latihan akan segera dimulai. Silahkan duduk di sini.” Sambil mengatakan ini, Reine menunjuk sebuah kursi yang terletak di antara mereka berdua. “...oke.” Shidou sudah mengerti kalau semua keluhannya akan sia-sia saja, maka ia mengikuti arahan mereka dan duduk di bangku tersebut. “Sekarang, ayo segera kita mulai penyiks... *uhuk**uhuk*, ayo mulai latihannya.” “Kau baru saja bilang penyiksaan bukan.” “Itu imajinasimu saja. —Reine.” “......ahh.” Kotori berbicara, dan Reine menyetujui sambil menyilangkan kakinya. “......apapun tujuanmu, untuk ikut serta dalam rencana kami, kamu harus paling tidak memenuhi syarat tertentu.” “Apa itu?” “......singkatnya, kamu harus lebih terbiasa berurusan dengan wanita.” “Berurusan dengan wanita... ya?” “......ahh.” Reine mengangguk. Entah mengapa, kelihatannya dia hampir tertidur begitu saja. “......bukan hanya untuk mematahkan pertahanan si target saja, namun untuk merebut hati mereka, mengarahkan percakapan adalah hal yang esensial. Biarpun kami dapat memberikan arahan kemana harus pergi dan apa yang harus diucapkan... tapi kalau orangnya sendiri gugup maka tidak akan ada hasilnya.” “Percakapan dengan seorang gadis... tidak mungkin sesusah itu.” “Oh benarkah itu.” Kotori tiba-tiba menggenggam kepala Shidou, dan mendorongnya dengan paksa ke dada Reine. “......!?” “......nn?” Reine melepas suara aneh. Pipinya diserang dengan sensasi hangat dan lembut, dan mengikutinya adalah wewangian, yang seakan melebur isi otaknya, berputar-putar di hidungnya. Shidou segera mendorong tangan Kotori dan sambil tersentak mengangkat wajahnya. “...ap, ap-ap-ap-apa yang kau lakukan...!” “Hmm, tidak bisa ya.” Kotori dengan gaya meledek mengangkat bahu. “Kau mengerti sekarang kan? Kalau sesuatu seperti ini saja mengacaukan detak jantungmu tidak bagus kan.” “Tidak, jelas sekali contoh seperti ini aneh kan!? Namun Kotori tidak berniat untuk mendengarkannya, selagi dia menggelengkan kepala dalam kekecewaan. “Benar-benar, kau ini bocah perjaka yang menyedihkan ya. Ya ampun, apa aku baru saja berpikir kau ini sedikit manis?” “Be-berisik.” “......yah, tidak apa-apa kan? Justru karena itu juga kita datang ke sini.” Selagi mengatakan ini, Reine menyilangkan tangannya. Dadanya yang biasa saja sudah mencengangkan sekarang terlihat lebih mencolok lagi. Atau lebih tepatnya, mereka sedang ‘menunggangi’ tangannya. “...” Untuk beberapa alasan tertentu melihatnya membuat dirinya merasa malu, jadi tanpa sadar ia melirik ke mana-mana. —Latihan agar terbiasa dengan perempuan. Di kepala Shidou, kata-kata yang diucapkan Reine terlintas. Tambah lagi, kurang-lebih semua itu mengenai bagaimana menghindari rasa gugup dalam situasi erotis... atau semacam itu. Kotori dan Reine, apa yang sebenarnya mereka rencanakan untuk dilakukan Shidou di sini— “Telan ludahmu. Menjijikan tahu.” Sambil menaruh sikunya di meja, Kotori mengucapkan itu dengan mata setengah terbuka. “...! T-tidak bukan seperti itu Kotori! A-aku tidak...” “......uhm, kita akan segera mulai bukan?” Memotong pembicaraan di antara Kotori dan Shidou, Reine menaikkan kacamatanya. “Haa—, t-tunggu, aku belum mempersiapkan diri...” Dengan suaranya yang gemetar karena gugup, Shidou meluruskan punggungnya. Tanpa memedulikannya Reine bergumam “......nn”, dan seperti beberapa saat yang lalu tubuhnya mendekat ke Shidou. Dibandingkan dengan kejadian sebelumnya saat mereka berkontak tanpa pemberitahuan dahulu, jantungnya berdenyut jauh lebih cepat. —Ahh, apa? Apa yang akan dilakukannya...!? Dengan jantungnya berdenyut seperti ini ia bahkan tidak dapat bergerak. Sambil membuat ekspresi seperti karakter utama dalam ''shoujo manga''<ref>Manga untuk perempuan, serial cantik.</ref> tahun 80an, Shidou memejamkan matanya rapat-rapat. Namun, tidak peduli berapa lama ia menunggu, tidak terjadi apa-apa. Ia membuka mata dan melihat-lihat, ternyata Reine cuma menyalakan ''power'' monitor di meja. “Eh...?” Selagi Shidou melihat dengan tatapan kosong, huruf-huruf <Ratatoskr> yang didesain dengan lucu terlihat di layar. Selanjutnya, bersamaan dengan nada musik pop, gadis-gadis cantik dengan berbagai warna rambut bermunculan satu persatu, lalu menari-nari sebuah logo yang kelihatannya adalah judulnya, ''Koishite, My•Little•Shidou''<ref>Koishite, ''fall in love''</ref>. “I-ini kan...” “......yup. Inilah yang disebut dengan ''dating simulation game''.” “Ini [http://en.wikipedia.org/wiki/Galge galge]?!” Shidou menyahut hampir-hampir menjerit. “Ya ampun, apa yang kau bayangkan? Sepertinya cuma kemampuan berfantasimu yang kelas-satu, dasar menjijikan.” [[Image:DAL_v01_113.jpg|thumb]] “... ti, tidak, i-itu...” Sambil terbata-bata... entah bagaimana ia berhasil menenangkan detak jantungnya dengan berdeham. “A-aku cuma, ragu kalau yang seperti ini bisa dibilang latihan...” Dalam diam, Kotori memandanginya dengan mata yang seakan sedang melihat sesuatu yang jorok. Ia berharap setidaknya dia mengatakan sesuatu. Keheningan ini, keheningan ini sungguh menyakitkan. “......uhm, tolong jangan bilang begitu. Ini baru tahap pertama dari latihan. Tambah lagi, ini bukan barang yang dapat kamu cari di toko-toko, ini dibuat oleh seluruh anggota <Ratatoskr>. ''Game'' ini secara realistis membuat ulang situasi-situasi yang dapat terjadi di kehidupan nyata. Ini paling tidak dapat membuatmu siap. Ngomong-ngomong, ini untuk 15+.” “Ahh... jadi bukan 18+” Shidou mengucapkan itu tanpa maksud tertentu namun, Kotori memandanginya dengan tatapan yang menyimpan rasa kasihan. “Kau benar-benar rendahan.” Lalu, Reine menggaruk kepala. “......Shin, bukankah kamu masih 16 tahun? Kamu seharusnya tidak boleh bermain ''game'' 18+ kan?” “Bukannya ini sedikit berbeda dengan apa yang kau katakan beberapa saat lalu?!” Ia berteriak, tapi baik Kotori maupun Reine tidak terlihat akan menanggapinya. “......nn, kalau begitu ayo mulai.” “Oke oke... heh.” Meskipun merasa kalau ada yang tidak masuk akal, Shidou mengambil ''controller'' dengan tangannya seperti yang diperintahkan. Bermain galge di saat adikmu dan seorang guru menontoninya, hukuman macam apa ini, itu pikirnya. Membaca sepintas monolog sang ''protagonist'', alur ''game'' terus berjalan. Lalu, layar tiba-tiba menjadi gelap. <br><br> <b>”Pagi, onii-chan! Lagi-lagi hari yang cerah ya!”</b> <br><br> Bersamaan dengan kata-kata tersebut, CG<ref>Computer Graphics</ref> yang indah ditampilkan di layar. Gadis yang pendek, mungkin adik sang ''protagonist'', digambar dengan komposisi yang sedikit miring. Atau lebih tepatnya, dia sedang menginjak ''protagonist'' dalam tidurnya. Dengan celana dalamnya terlihat sepenuhnya. “Gak mungkiiiiiiiin!!” Selagi mencengkeram ''controller''nya, Shidou mengeraskan suaranya. “......ada apa Shin. Ada masalah?” “Bukannya kau bilang ini mensimulasikan situasi yang bisa terjadi di kehidupan nyata?!” “......itu benar, apa ada yang aneh?” “Aneh atau tidak, situasi kacau seperti ini tidak... mungkin...” Ia berhenti di tengah-tengah, dahi Shidou mulai berkeringat. Ia menyadarinya entah kenapa, pengalaman yang sangat serupa sepertinya baru terjadi kemarin pagi. “......ada apa?” “...lupakan, bukan apa-apa.” Ia merasa kalau ada yang benar-benar tidak beres, Shidou kembali melanjutkan ''game''. Setelah ia sedikit memajukan alur teks, beberapa kata-kata muncul di tengah layar. “Hmm...? Apa ini?” “Mm, itu adalah pilihan-pilihannya. Kau memilih tindakan ''protagonist'' selanjutnya lewat salah satu pilihan ini. Sesuai dengan apa yang kau lakukan ''affection point''-mu akan berubah jadi berhati-hatilah.” Seraya berkata, Kotori menunjuk bagian kanan bawah layar. Di sana, terdapat sebuah objek seperti meteran dengan ''cursor''-nya menunjuk ke posisi nol. “Hmm... Begitu ya. Jadi tidak apa-apa kalau aku cukup memilih salah satu kan?” Shidou mengalihkan mata dari meteran ''affection points'' ke pilihan-pilihan itu. <br><br> <b>①”Pagi, aku cinta kamu Ririko.” Dengan kasih sayang memeluk imouto.</b> <b>②”Aku sudah bangun. Atau lebih tepatnya kau sudah membangunkanku sepenuhnya.” Menyeret imouto ke tempat tidur.</b> <b>③”Kena kau, idiot!” Memegang kaki yang menginjakmu, dan mengunci pergelangan kakinya.</b> <br><br> “... Apa-apaan tiga pilihan ini! Bagian mana yang sesuai kenyataan! Aku tidak pernah melakukan yang manapun!” “Terserahmu lah, batas waktunya hampir habis.” “Huh...?!” Seperti yang Kotori bilang, angka yang ditampilkan di bawah pilihan-pilihan itu pelan-pelan mengecil. “... sepertinya aku harus melakukannya.” Shidou mengucapkannya setengah menggerutu, dan memilih yang paling normal dari pilihan-pilihan itu, ①. <br><br> <b>"Pagi, aku cinta kamu Ririko."</b> <b>Dengan penuh kasih sayang kupeluk imouto-ku, Ririko.</b> <b>Saat aku melakukannya, wajah Ririko langsung dipenuhi rasa jijik, dan dia mendorongku menjauh.</b> <b>”Eh... hey, apa yang, bisakah kamu berhenti melakukannya? Dasar menjijikkan.”</b> <br><br> Meteran ''Affection Point''-nya turun drastis ke minus lima puluh. “Harusnya ini mirip kenyataan kan!” Sambil membanting ''controller'' ke lututnya, Shidou berteriak. “Ahhhh, bodoh. Biarpun itu adikmu sendiri, jelas-jelas itu yang akan terjadi kalau kau tiba-tiba memeluknya. —Benar-benar deh, untung saja ini cuma ''game'', kalau ini terjadi di kehidupan nyata, pasti sudah ada lubang angin yang menawan di perut Shidou." “Lalu apa yang harus kulakukan!” Shidou menjerit atas perlakuan yang sangat tidak masuk akal ini, dan Kotori bertingkah seakan dia tidak mendengarnya. Sambil mengeluh, dia menyalakan LCD ''screen'' di depannya. “Ah...? Apa yang kau lakukan?” “Meskipun ini cuma latihan, perlu ada sedikit ketegangan.” Di layar, pemandangan yang ia ingat ditampilkan. Itu adalah pintu masuk menuju Raizen High School Di sana, dari pandangan kamera, berdiri seorang laki-laki setengah baya sedang memakai seragam SMA. “...kenapa orang itu?” “Dia anggota ''crew'' kami.” Sambil mengatakan ini, Kotori menarik sesuatu seperti ''mic'' entah dari mana dan berbicara ke arahnya. “—Ini aku. Shidou menggagalkan satu pilihan. Lakukan.” “Huh?” Lelaki di gambar itu menunduk hormat. “Ha...? Ap-apa?” Shidou mengernyitkan mata, dan lelaki di gambar itu menarik selembar kertas dari kantungnya. Ia lalu memampangkannya di depan kamera. Ketika ia melihatnya, Shidou merasa ''shock'' seakan jantungnya telah berhenti. “I-itu kan—” Melihat reaksinya, senyuman yang memperlihatkan kalau dia sangat menikmati ini muncul di wajah Kotori. “Betul. Itu adalah puisi oleh Shidou muda, karena dipengaruhi manga, ia menulis: ‘''Etude, persembahan untuk dunia yang rusak ini''’.” “Ke... ke-ke-ke-ke-ke-ke-ke-kenapa kau punya itu...?!” Tidak diragukan lagi, itu adalah puisi yang telah Shidou tulis di buku catatannya saat SMP. Namun sebelum masuk SMA, puisi itu jadi terasa memalukan baginya dan ia seharusnya sudah membuangnya. “Fufu, dulu kupikir itu akan berguna suatu hari nanti jadi aku memungutnya kembali.” “A, a-ap-apa yang kau rencanakan...!” Sambil tersenyum lebar, Kotori memerintahkan, “Lakukan.” “Siap.” Dengan jawaban pendek, sang lelaki dengan sopan memasukkan puisi tersebut ke dalam rak sepatu terdekat. Dengan begini, beberapa murid yang datang ke sekolah besok akan berakhir membaca puisi yang telah Shidou tulis dengan sepenuh jiwanya. “Ap... apa yang kau lakukan!” “Jangan banyak cingcong, kau ini memalukan. Kalau kau berbuat kekacauan ketika berhadapan dengan seorang ''Spirit'' maka itu tidak akan berakhir dengan hal semacam ini saja. Tidak perlu dipertanyakan mengenai Shidou sendiri, tapi ada kemungkinan juga kalau kami ikut terseret masuk ke dalam persoalan. —Maka dari itu, untuk memberimu ''sense'' ketegangan, aku memberikan ''penalty'' ini.” “Itu terlalu beraaaaat! Lagipula, kalau begini bukannya cuma aku yang dirugikan?!” Shidou berteriak, dan Reine memberinya anggukan, menempatkan tangannya di dagu. “......memang betul, apa yang Shin katakan ada benarnya.” “! Be-betul kan!” Mendengar bantuan yang tidak diduganya, wajah Shidou berseri. Namun, “......kalau begitu, ketika Shin salah membuat pilihan, kita juga harus menghadapi semacam ''penalty''.” Sambil mengatakan ini, perlahan-lahan dia mulai melepas jas putihnya. “Tung... apa yang kau lakukan?!” “......yah, bukankah kamu bilang tidak adil kalau kamu saja yang mendapat malu? Jadi ketika Shin membuat kesalahan dalam sebuah pilihan saya akan melepas satu stel pakaian seperti ini.” Dia berkata, dan tanpa kelihatan malu sedikitpun dia menyilangkan tangan. “Bukan itu yang kumaksuuuuud!” “Apalah katamu, lanjutkan ''game''-nya.” Kotori dengan tidak sabar menendang kursi. Dengan wajah hampir menangis, Shidou menyerah dan menghadap layar. Tapi, kalau pilihan-pilihan yang muncul nanti semuanya seperti ini, ia tidak punya keyakinan kalau ia dapat dengan aman menyelesaikannya. “... hey Kotori, untuk bahan pembelajaran, bisa aku coba semua pilihannya untuk kesempatan terakhir ini?” “Uwah, bertindak pengecut dan berpikir layaknya orang awam, benar-benar memalukan.” “Be-berisik, ini pertama kalinya aku memainkan yang semacam ini jadi beri aku keringanan!” “Yang benar saja, baiklah. Cuma satu kali ini saja. —Kalau begitu, ''save'' disini.” "O-Oke..." Setelah Shidou selesai ''save'', ia me-''reset game'' dan kembali ke pilihan pertama. “...” Dengan tampang cemberut ia melototi semua pilihannya... benar-benar kelihatannya tidak ada yang layak untuk dipilih. Tapi sepertinya ③ tidak terlihat dapat meningkatkan ''affection points''-nya. Dengan menyingkirkan pilihan itu, ia memilih ②. <br><br> <b>”Aku sudah bangun. Atau lebih tepatnya kau sudah membangunkanku sepenuhnya.”</b> <b>Bangun sambil terhuyung-huyung, aku menyeret Ririko ke dalam tempat tidur dan menarik selimut menutupinya.</b> <b>”Ah..., ap-apa yang kamu lakukan!”</b> <b>”Mau bagaimana lagi. Karena Ririko sendiri semuanya jadi seperti ini.”</b> <b>”!! Tidak, berhenti!! Tidaaaaak!”</b> <b>”Tidak apa tidak apa tidak apa.”</b> <br><br> Layar menjadi gelap. Perkembangan selanjutnya terjadi seketika. Sang imouto, ambruk dalam tangisan. Sang ''protagonist'', dipukuli ayahnya. Suara jernih borgol tangan. Sang ''protagonist'', tertawa sendirian di dalam ruangan gelap. Dengan CG tersebut sebagai latar belakangnya, musik yang sedih disertai ''credits'' mulai masuk. “Apa-apaan iniiii!” Tanpa bisa menahan diri, Shidou berteriak. “Kalau kau tiba-tiba melakukan hal semacam itu ya jelas-jelas saja kau akan berakhir menjadi peleceh seksual.” “Berarti ③ jawaban yang benar?!” Shidou me-''reset game'', dan untuk ketiga kalinya kembali ke pilihan pertama, dan kali ini memilih ③. <br><br> <b>”Kena kau idiot!”</b> <b>Kupelintir kaki adikku, mengunci pergelangan kakinya—atau lebih tepatnya, aku mencobanya.</b> <b>”Naif.”</b> <b>Dia memelintirkan tubuhnya, meloloskan diri dari peganganku, dan seperti itu, mengayunkan kakinya ke punggungku dan memegang kakiku dengan posisi ''[http://en.wikipedia.org/wiki/Sharpshooter_%28professional_wrestling%29 Sharpshooter]'' yang sempurna.</b> <b>”Ghufu...?!”</b> <br><br> Setelahnya, akibat cedera yang didapat pada saat itu, sang ''protagonist'' menderita kelumpuhan di bagian bawah tubuhnya dan terpaksa hidup terperangkap di atas kursi roda. —Dengan demikian, ''game'' berakhir. “Hey, pada akhirnya bukankah ① pilihan yang benar!? Dan biasanya imouto-mu tidak mungkin bisa melakukan gerakan seperti itu kan!” “Hmpf.” Segera setelah Shidou mengatakan ini, Kotori mencengkeram kerahnya dan menghempaskannya ke lantai, langsung menangkap kakinya dan melakukan ''Sharpshooter''. “Ghi...!?” “Hmph, ghi? Setidaknya teriaklah dan panggil ibumu.” Sambil berkata ini, dia melepaskan Shidou dan dengan terlihat segar meluruskan rambutnya. “H-hey kau, di mana kau mempelajari gerakan—” “Itu kecakapan seorang ''lady''.” Dengan tegas dia mengatakannya. Bayangan Shidou akan seorang ''lady'' tiba-tiba berubah menjadi bayangan seorang ''pro-wrestler'' yang menonjolkan otot-ototnya. “Ugh..., lalu bagaimana dengan ini, pada akhirnya apa pilihan yang benar?” “Ya ampun, kau bahkan menanyakan jawabannya pada si pembuat? Menyedihkan sekali.” Selagi berbicara, Kotori mengambil ''controller'' dari Shidou, me-''reset game'' dan melanjutkannya sampai pilihan pertama. Ia lalu lanjut terdiam menatap layar tanpa memilih apapun. “...? Apa yang kau lakukan? Kalau kau tidak cepat-cepat—” Sebelum Shidou selesai berbicara, angka yang ditampilkan di bawah pilihan menjadi nol. <br><br> <b>”Mmm... sepuluh menit lagi...”</b> <b>”Ayo! Cepat bangun!”</b> <br><br> Dengan begitu, percakapan yang sangat normal ditampilkan di layar. Meteran ''affection point'' tidak naik ataupun turun. “Ap...” “Tidakkah kau pikir ada yang salah kalau memilih dari pilihan-pilihan aneh seperti itu?” Sambil tertawa meledek, Kotori mengembalikan ''controller'' pada Shidou. “Aku akan membuat pengecualian khusus dan membiarkanmu melanjutkan dari ''route'' ini, jadi cepat lanjutkan. Oh, tambah lagi mulai dari pilihan selanjutnya akan ada ''penalty''.” “Guh..., grr...” Sementara ia merasakan emosi yang tidak dapat dipahaminya sendiri, Shidou menggenggam ''controller''. Ia melanjutkan ''game'', seorang guru perempuan dengan lingkar dada lebih dari 100cm kebanggaannya muncul di layar. Meskipun itu sudah tidak realistis, Shidou tidak mengacuhkannya dan melanjutkan. Lalu, <br><br> <b>”Kyaa!”</b> <br><br> Bersama dengan sebuah teriakan, sang bu guru tersandung entah oleh apa dan jatuh dengan posisi di mana wajah sang ''protagonist'' terdorong masuk ke dalam dadanya. Seperti yang diperkirakan, ''controller'' terlempar ke atas meja. “Tidak, mungkin! Hal semacam...” Ia mulai berbicara, tapi sekali lagi Shidou merasakan keringat dingin, dan dengan kesal memungut ''controller'' lagi. Ia merasa kalau kejadian semacam ini, meski situasinya berbeda, telah terjadi beberapa waktu yang lalu. “Ada yang salah, Shidou?” “... tidak ada.” Terdiam, ia lanjut bermain. Dengan demikian, sekali lagi sebuah pilihan muncul. <br><br> <b>①”Setelah kejadian seperti ini... sensei, saya mulai menyukaimu.” Dengan lembut memeluknya.</b> <b>②”I-ini dewa susuuu!” Menggenggam payudaranya.</b> <b>③”Kesempatan!” mengubah posisi melakukan ''[http://en.wikipedia.org/wiki/Armlock armbar]''.</b> <br><br> ... sekali lagi, di antara pilihan itu tidak ada yang terlihat masuk akal. “Jadi begini rupanya...!” Shidou erat-erat mengepalkan tinjunya. Ini pasti mengikuti pola yang sama dengan sebelumnya. Menunggu sampai hitungan di bawah pilihan-pilihan menjadi nol, seperti yang diduganya beberapa teks muncul di layar. <br><br> <b>”..., kyaaaah! Apa yang kau lakukan!? Mesum! Dasar mesum!”</b> <br><br> Sang bu guru menjerit, ''affection point''-nya berkurang 80 ''point''. “Apaan ini!” Shidou berteriak, dan Kotori hanya menggeleng menghina. “Kalau kau menikmati dadanya selama itu tanpa mencoba melarikan diri, respon seperti ini sepertinya sudah jelas.” “Lalu apa yang seharusnya kulakukan!?” “Apa kau tidak membaca teks sebelum pilihan itu? Dia adalah guru pembimbing Klub Judo, Goshogawara Chimatsuri. Kau harus menahan gerakannya, dan mengalihkan perhatiannya dari dadanya ke pergumulan itu.” “Bagaimana aku bisa tahu hal ituuuuu!” “—yah, kekalahan adalah kekalahan. Lakukan.” “Siap.” Lelaki di kamera sekali lagi mengambil sepotong kertas dari kantungnya, dan menunjukannya ke kamera. Itu adalah gambar kasar seorang karakter disertai ''setting''-nya yang mendetil. “I... Ini kan!” “Betul. Ini adalah naskah ''original character'' yang Shidou buat di masa lalu.” “Gyaaaaaaaaaaaaaah?!” Biarpun Shidou berteriak kencang, lelaki tersebut memasukkan kertas tersebut ke dalam rak sepatu yang dipilih secara acak. “Hentikan hentikan hentikaaaaaaan!” Shidou memegangi kepalanya dan menjerit, sementara Reine mulai bergerak-gerak dengan suara kosak-kasik. “..., Reine-san!” Ia sampai lupa. Dia sudah bilang kalau setiap kali Shidou mendapat ''penalty'', dia akan melepas satu stel pakaian lagi. Yah, karena Shidou adalah bocah SMA yang masih waras, tentu saja bohong kalau ia tidak akan senang... tapi, entah kenapa, ia sedikit merasa kerepotan. Untung saja, Reine masih memakai banyak setelan pakaian di tubuhnya. Apabila ia memastikan agar tidak salah memilih lagi maka— “... nn” Tepat ketika Shidou memikirkan ini, Reine perlahan-lahan memindahkan tangan ke balik punggungnya, melakukan sesuatu yang menyebabkan suara ‘klik’, lalu menggerakkan tangannya ke dalam bajunya dan menggersak-gersakkannya sedikit, lalu menarik bra-nya dari leher. “Kau mulai dari situ!?” Shidou menyahut, Reine menelengkan kepala ke samping. “......apa ada masalah?” “Tidak, tapi bukannya jelas-jelas urutannya terbalik?! Atau lebih tepatnya, kau tidak perlu melepas bajumu lagi!” “......hmm? Bukankah itu tidak adil? Saya masih bisa lanjut...” “Kau cuma mau melepasnya kan, benar kan!?” Shidou mengeraskan suara, dan sekali lagi dengan suara *gan* kursinya ditendang. “Aku tidak peduli mengenai itu tapi cepatlah. Lihat, karakter selanjutnya sudah muncul.” Seraya berkata, Kotori menunjuk layar. “Guh...” Tanpa pilihan lain, Shidou lanjut bermain. Kali ini, yang ditampilkan di layar adalah sebuah adegan dengan seorang gadis yang kelihatannya setahun-pelajaran dengan sang ''protagonist'', yang bertabrakan dengannya di sudut koridor, jatuh dengan indahnya sementara kaki-kakinya membentuk M dan celana dalamnya terlihat jelas. “—!” Setelah mencari-cari dalam ingatannya, Shidou mengepalkan tinjunya, dan berkata dengan suara kencang. “Tidak ada! Yang ini, yang ini pastinya tidak pernah terjadi!!” “......begitukah? Meskipun begitu saya pikir tanpa kita duga hal seperti ini dapat terjadi...” Itulah yang Reine katakan, tapi ia pastinya tidak pernah mengalami yang seperti ini sebelumnya. Shidou dengan yakin menggelengkan kepala. Tapi, lagi-lagi kursinya ditendang. “Ini bukanlah ''game'' di mana kau mencoba memilih apakah sebuah situasi itu realistis atau tidak. Lakukan dengan sebaiknya. Kalau kau membuat kesalahan di pilihan berikutnya.—lihat ini.” Selagi mengatakan ini, Kotori mengoperasikan komputer di depannya. “... ah?” Shidou mengernyitkan mata selagi sebuah animasi ditampilkan di layar. —Latar tersebut adalah kamar Shidou. Di sana, Shidou sedang berdiri setengah telanjang. “I... ni kan...” Wajah Shidou berubah pucat. Bagaimanapun juga, ini adalah— “''Secret Skill●Instant Lighting Blaaaaaaaaaast!''” Di tampilan itu, Shidou membuat pose dengan kedua tangannya menyatu di depan pinggang, dan dengan seluruh kekuatannya tiba-tiba mendorongnya ke depan. Kotori memasang wajah yang terlihat seakan dia tidak mungkin menikmati hal lain lebih dari yang sekarang ini. “Betul, ini, sebelumnya saat Shidou sedang menjaga rumah sendirian... *pu*, ketika dia sedang melatih serangan penghabisan ''original''-nya di kamar... *kuku*, video ini...” Tak bisa lagi menahan diri, Kotori berkata selagi tawanya tumpah. “TidaaaaaaaaaaaAAAaaaaaaaaaaaAaaaaAAaaaaaaak—!” Shidou melepaskan teriakannya yang paling menakjubkan pada hari ini. “Kotori! Jangan yang ini! Tolong, apapun selain yang ini!” “Fufu, sebaiknya kau pastikan agar membuat pilihan yang tepat lain kali. ...ahh, kalau kau menyerah di tengah-tengah, aku akan meng-''upload''-nya ke sebuah ''site'' video” “......” Dengan wajah yang terlihat ingin menangis, Shidou menggenggam ''controller'' sekali lagi. <noinclude>
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information