Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume6 Bab2: Difference between revisions
Created page with "Bab Dua: Cattleya Waktu dhuha, dua hari setelah meninggalkan akademi... Saito dkk telah mencapai daerah La Vallière. Namun, sewaktu mereka mencapai mansion La Vallière, malam..." |
No edit summary |
||
Line 42: | Line 42: | ||
Itu mengingatkan Saito. Akhir-akhir ini, dia duduk di sebelah Louise tanpa mengkhawatirkan itu. Namun, itu adalah hal aneh untuk dilakukan di dunia ini. Kalau dipikir-pikir. awalnya Louise menyuruh saito duduk di lantai. | Itu mengingatkan Saito. Akhir-akhir ini, dia duduk di sebelah Louise tanpa mengkhawatirkan itu. Namun, itu adalah hal aneh untuk dilakukan di dunia ini. Kalau dipikir-pikir. awalnya Louise menyuruh saito duduk di lantai. | ||
Louise membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi dipotong oleh tatapan dari Eléonore. Louise tak bisa apa-apa dan duduk di kursinya seperti ana gadis yang baik. Saito terbelabak-ini kali pertama dia melihat Louise dalam keadaan begini. Dia terlihat sangat patuhs ecara alami di hadapan kakak perempuannya. Dia pasti seorang kakak perempuan yang menakutkan sehingga membuat Louise tampak begitu lemah. | |||
“Oh, Louise sudah besar!” | |||
“Dia tumbuh menjadis emakin dan makin cantik!” | |||
Para penduduk tengah ngobrol di sekitar mereka. | |||
“Sepertinya Nona Eléonore telah ditunangkan, ya kan?” tukas seseorang. | |||
“SHHHH! Jangan berbicara soal itu!” sergah yang lain. | |||
Alis Eléonore mulai mengernyit dan wajahnya menghitam. Suasana penginapan langsung menegang. Disini, jelas sudah bahwa topik pertunangan Eléonore adalah sesuatu yang harus dihindari. | |||
Para jelata yang merasakan keinginan membunuh dari Eléonore tak berani berucap sepatah kata pun. Saito dan Siesta bertukar pandangan. Lalu Siesta dengan sunyi mendekati Saito lalu menggenggam tangannya. Dia ketakutan. | |||
Louise tak menyadari perubahan kakak perempuannya, dan berbicara. | |||
“Eléonore, Eléonore nee-sama...” | |||
“Apa...” | |||
“Selamat atas pertunanganmu!” | |||
Wajah tiap orang jelata terjatuh, dan sebuah desahan dalam dikeluarkan mereka. | |||
Sekali lagi, Louise telah salah membaca suasana dengan sempurna. Tiba-tiba, alis Eléonore naik bersamaan dengan dicubitnya pipi Louise olehnya. | |||
“Ini syyyyaaaakiiit!! Waaahhhhh! Nee-shammaaa!! Meeengapaaa?! Ini syyaakiit Ini syyaakiit Ini syyaakiit!!!” | |||
“kau tak tahu? Kau ngomong meski kau tahu seharusnya kau tidak!” | |||
“Aku tak au pa eng au icalakeng!!” | |||
“Pertunangannya dibatalkan!! B-A-T-A-L!” | |||
“M-mengapa?” | |||
“Siapa tahu> Mengapa kau tak tanya Earl Burgandi? Dia mengatakan soal mencapai batasnya...aku tak dapat mengerti mengapa.” | |||
saito bersimpati penuh terhadap Earl Burgandi ini. Ya. Dapat dimengerti bahwa siapapun yang mendengarkan Eléonore akan segera mencapa “batas” mereka. Eléonore lebih galak dan kasar dibanding Louise. Earl pasti berpikir dia tak punya stamina yang cukup. | |||
Pada akhirnya, karena kecewa dengan batalnya pernikahan, Eléonore lalu meledakkan seluruh amarahnya pada Louise... | |||
Dan dengan itu, ceramah dimulai. Dia menghardik Louise karena menerbangkan atap kendaraan,. Pipi Louise yang ditarik menjadi sangat merah dan bengkak. Secara alami, Saito merasa kasihan pada Louise. | |||
Namun, penghakiman tak berlangsung begitu lama, karena tiba-tiba pintu terbuka dan sealiran pink terbang masuk. | |||
Seorang gadis yang mengenakan baju elegan di sekitar pinggangnya yang kurus dan sebuah topi lebar dengan bulu diatasnya masuk. Dibawah topi adalah sebungkus rambut pink blonde nan halus – persis sama dengan Louise. | |||
Yang mengejutkan, sebentuk wajah manis menyembul dari bawah topi. | |||
Meski dari pandangan pertama sudah jelas dia lebih dewasa, dia terlihat sangat manis. Bentuk wajah cantik itu tak dapat diuraikan. Warna dan cara matanya berbinar pun sama denagn Louise. Menyadari Eléonore, gadis itu menatapnya dengan mata terbelabak. | |||
“Ah! Aku sangat senang bahwa aku menyadari kendaraan asing di luar dan datang kesini untuk menengok, Aku tak menyangka bakal bertemu denganmu! Eléonore nee-sama! Kau kembali?” | |||
“Cattle...ya...” tukas Eléonore | |||
Menyadari kehadiran tamu yang tiba-tiba, Louise menengadah. Melihat Louise, wajah Cattleya memancarkan kebahagiaan yang terpantul oleh wajah Louise juga. |
Revision as of 07:11, 17 January 2012
Bab Dua: Cattleya
Waktu dhuha, dua hari setelah meninggalkan akademi...
Saito dkk telah mencapai daerah La Vallière. Namun, sewaktu mereka mencapai mansion La Vallière, malam sudah larut. Mendengar kata “Malam sudah larut”...Saito menjadi pucat. Dia menyadari bahwa “daerah” ini tak lebih dari halaman. Namun, setelah setengah hari habis untuk perjalanan, dia tak bisa mengerti bagaimana sesuatu yang begitu besar adalah halaman sebuah kediaman.
Berdasarkan standar Jepang, daerah Louise dapat dibilang suatu kota berukurang menengah. Sebuah kota...sebelumnya, Saito tak pernah mendengar tentang seseorang yang bisa memiliki begitu banyak tanah sebelumnya. Para bangsawan tingkat atas ini begitu menyeramkan.
Status Louise sebagai ningrat benar-benar dipertunjukkan begitu mereka memasuki daerahnya.
Mereka memutuskan untuk beristirahat di sebangun penginapan...
Begitu kendaraan mereka berhenti, Siesta, yang tiba sedikit lebih awal, cepat-cepat keluar dari kendaraannya. Dia telah dilatih sebagai seorang pelayan, sehingga dia pergi untuk membuka pintu kendaraan bagi Louise.
“Uwaa, aku tak percaya Siesta baru saja melakukan itu...tanpa protes,” pikir Saito sambil berjalan menuju kendaraan Louise. Tapi sebelum dia bisa samapi disana, dia ditumbangkan oleh segerombolan penduduk desa yang berlarian dari penginapan.
Para penduduk melepas topi mereka di hadapan Louise, yang baru saja melangkah turun.
“Nona Eléonore! Nona Louise!” teriak mereka sambil membungkuk dalam-dalam.
Para penduduk mengira bahwa bahkan Saito, yang kini terbaring dalam lumpur, seorang ningrat. Mereka dengan cepat membantunya berdiri dan meminta maaf atas kelakuan tak pantas mereka.
- Tidak, aku bukan seorang ningrat...” Saito mencoba menjelaskan sembari tegang.
“Meski begitu, kau pasti pengiring Nona Eléonore atau Nona Louise. Dan kami tak bisa tak menghormati itu.”
kata para petani yang terlihat lugu sambilo mengangguk.
Mereka bahkan mengatakan hal-hal seperti “Bisakah aku membawakan pedangmu untukmu,” dan “Pasti merupakan perjalanan melelahkan untuk sampai kesini, kan?” sembari memperlakukan Saito dengan kebaikan yang paling dalam.
“kami akan beristirahat disini untuk sesaat. Tolong beritahukan keluarga mengenai kedatangan kami,” perintah Eléonore.
Seorang anak lelaki dengan sigap melompat ke atas kuda dan mengendarainya untuk melapor.
Mereka berjalan masuk penginapan. Begitu Eléonore dan Louise menghampiri meja. kursi-kursi langsung ditarik keluar untuk diduduki mereka. Keduanya merebah duduk seakan itu alami. Saito mencoba duduk di sebelah mereka, namun di dilemparkan tatapan menusuk oleh Eléonore.
“Saito-san! Saito-san!”
Saito berbalik saat mendengar panggilan Siesta.
“Jelata tak boleh duduk di meja yang sama dengan para ningrat.”
Itu mengingatkan Saito. Akhir-akhir ini, dia duduk di sebelah Louise tanpa mengkhawatirkan itu. Namun, itu adalah hal aneh untuk dilakukan di dunia ini. Kalau dipikir-pikir. awalnya Louise menyuruh saito duduk di lantai.
Louise membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi dipotong oleh tatapan dari Eléonore. Louise tak bisa apa-apa dan duduk di kursinya seperti ana gadis yang baik. Saito terbelabak-ini kali pertama dia melihat Louise dalam keadaan begini. Dia terlihat sangat patuhs ecara alami di hadapan kakak perempuannya. Dia pasti seorang kakak perempuan yang menakutkan sehingga membuat Louise tampak begitu lemah.
“Oh, Louise sudah besar!”
“Dia tumbuh menjadis emakin dan makin cantik!”
Para penduduk tengah ngobrol di sekitar mereka.
“Sepertinya Nona Eléonore telah ditunangkan, ya kan?” tukas seseorang.
“SHHHH! Jangan berbicara soal itu!” sergah yang lain.
Alis Eléonore mulai mengernyit dan wajahnya menghitam. Suasana penginapan langsung menegang. Disini, jelas sudah bahwa topik pertunangan Eléonore adalah sesuatu yang harus dihindari.
Para jelata yang merasakan keinginan membunuh dari Eléonore tak berani berucap sepatah kata pun. Saito dan Siesta bertukar pandangan. Lalu Siesta dengan sunyi mendekati Saito lalu menggenggam tangannya. Dia ketakutan.
Louise tak menyadari perubahan kakak perempuannya, dan berbicara.
“Eléonore, Eléonore nee-sama...”
“Apa...”
“Selamat atas pertunanganmu!”
Wajah tiap orang jelata terjatuh, dan sebuah desahan dalam dikeluarkan mereka.
Sekali lagi, Louise telah salah membaca suasana dengan sempurna. Tiba-tiba, alis Eléonore naik bersamaan dengan dicubitnya pipi Louise olehnya.
“Ini syyyyaaaakiiit!! Waaahhhhh! Nee-shammaaa!! Meeengapaaa?! Ini syyaakiit Ini syyaakiit Ini syyaakiit!!!”
“kau tak tahu? Kau ngomong meski kau tahu seharusnya kau tidak!”
“Aku tak au pa eng au icalakeng!!”
“Pertunangannya dibatalkan!! B-A-T-A-L!”
“M-mengapa?”
“Siapa tahu> Mengapa kau tak tanya Earl Burgandi? Dia mengatakan soal mencapai batasnya...aku tak dapat mengerti mengapa.”
saito bersimpati penuh terhadap Earl Burgandi ini. Ya. Dapat dimengerti bahwa siapapun yang mendengarkan Eléonore akan segera mencapa “batas” mereka. Eléonore lebih galak dan kasar dibanding Louise. Earl pasti berpikir dia tak punya stamina yang cukup.
Pada akhirnya, karena kecewa dengan batalnya pernikahan, Eléonore lalu meledakkan seluruh amarahnya pada Louise...
Dan dengan itu, ceramah dimulai. Dia menghardik Louise karena menerbangkan atap kendaraan,. Pipi Louise yang ditarik menjadi sangat merah dan bengkak. Secara alami, Saito merasa kasihan pada Louise.
Namun, penghakiman tak berlangsung begitu lama, karena tiba-tiba pintu terbuka dan sealiran pink terbang masuk.
Seorang gadis yang mengenakan baju elegan di sekitar pinggangnya yang kurus dan sebuah topi lebar dengan bulu diatasnya masuk. Dibawah topi adalah sebungkus rambut pink blonde nan halus – persis sama dengan Louise.
Yang mengejutkan, sebentuk wajah manis menyembul dari bawah topi.
Meski dari pandangan pertama sudah jelas dia lebih dewasa, dia terlihat sangat manis. Bentuk wajah cantik itu tak dapat diuraikan. Warna dan cara matanya berbinar pun sama denagn Louise. Menyadari Eléonore, gadis itu menatapnya dengan mata terbelabak.
“Ah! Aku sangat senang bahwa aku menyadari kendaraan asing di luar dan datang kesini untuk menengok, Aku tak menyangka bakal bertemu denganmu! Eléonore nee-sama! Kau kembali?”
“Cattle...ya...” tukas Eléonore
Menyadari kehadiran tamu yang tiba-tiba, Louise menengadah. Melihat Louise, wajah Cattleya memancarkan kebahagiaan yang terpantul oleh wajah Louise juga.