Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume1 Chapter2

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:27, 8 September 2012 by Undesco (talk | contribs) (Created page with "{{Incomplete|parts=1/4}} ==Chapter 2: Sang Ilusionis Memberi Warisan. The_7th-Egde.== ===Part 1=== Saat itu malam. Sirene beberapa truk pemadam kebakaran dan sebuah ambulan ...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Status: Incomplete

Chapter 2: Sang Ilusionis Memberi Warisan. The_7th-Egde.

Part 1

Saat itu malam. Sirene beberapa truk pemadam kebakaran dan sebuah ambulan meraung dari jalan utama dan melewatinya.

Asrama itu kelihatannya hampir seluruhnya sudah kosong, tapi membunyikan alarm kebakaran yang menghidupkan sprinkler telah mengubahnya. Dalam waktu singkat, asrama yang kosong itu sudah diisi dengan truk pemadam kebakaran dan orang-orang yang menonton.

Kamijou telah menggunakan tangan kanannya untuk menghancurkan fungsi pelacak pada penutup kepala di kamarnya sebelum membawanya. Kalau dia membiarkannya bekerja dan membuangnya di tempat acak, dia mungkin bisa mengelabui para pengejar, tapi gadis itu dengan keras kepala memaksa kalau dia mau membawanya dengannya.

Kamijou Touma mendecakkan lidahnya di sebuah gang. Dia menggendong tubuh berdarah Index di tangannya karena dia tidak bisa membiarkan lukanya menyentuh tanah yang kotor.

Dia tidak bisa memberikan Index ke ambulans

Academy City pada dasarnya tidak menyukai orang luar. Itulah kenapa dinding mengelilingi kota itu dan tiga satelit secara terus-menerus memonitor semuanya. Bahkan para pengemudi truk yang menyuplai toko serba ada memerlukan kartu ID eksklusif untuk masuk.

Karena itu, informasi tentang orang luar tanpa ID seperti Index akan tersebar kalau dia dirawat di rumah sakit.

Dan musuhnya adalah bagian dari sebuah organisasi.

Kalau dia diserang di sana, kerusakannya akan menyebar ke orang-orang di sekitarnya dan dia tidak akan punya pertahanan kalau dia diserang ketika sedang memulihkan diri atau sedang dioperasi.

“Tapi aku tidak bisa hanya meninggalkannya seperti ini.”

“Aku...akan baik-baik saja. Kalau kau...bisa menghentikan pendarahannya...”

Suara Index terdengar lemah dan tidak menunjukkan tanda-tanda dari suara mekanis yang dia gunakan ketika menjelaskan tentang rune.

Dan itulah kenapa Kamijou segera tahu kalau apa yang dikatakannya itu salah. Lukanya melebihi apa yang seorang amatir bisa tangani dengan membalut perban di sekelilingnya. Kamijou terbiasa dengan perkelahian, jadi dia memberi pertolongan pertama pada dirinya sendiri untuk kebanyakan luka yang lebih baik menjadi rahasia. Tapi luka di punggungnya cukup parah untuk bahkan membuat Kamijou kehilangan ketenangannya.

Ada satu hal yang tersisa yang bisa mereka andalkan.

Dia masih tidak memercayainya, tapi dia tidak punya apa-apa yang lain untuk dipercayai.

“Hei, hei! Kau bisa mendengarku?” Kamijou menampar pipi Index pelan. “Apakah ada sesuatu yang bisa menyembuhkan luka dalam 103.000 grimoir milikmu itu?”

Pikiran Kamijou tentang sihir tidak lebih dari sihir serangan dan sihir pemulihan dari RPG.

Memang benar kalau Index telah mengatakan kalau dia secara alami tidak bisa menangani kekuatan sihir dan karenanya tidak bisa menggunakan sihir, tapi Kamijou bisa menangani kekuatan supranatural, jadi cukup jika Index memberitahunya apa yang dia perlu lakukan...

Pernapasan Index tipis, tapi lebih karena kehilangan darah dibanding rasa sakit. Bibir pucatnya bergetar.

“Ada...tapi...”

Wajah Kamijou menjadi cerah sejenak sampai kata “tidak” mencapai pikirannya dengan terlambat.

“Kau...tidak bisa melakukannya...” Index mengeluarkan napas kecil. “Bahkan kalau aku...mengajarkanmu mantranya...kekuatanmu pasti... akan menghalangi ...aduh...bahkan kalau kau...menirunya dengan sempurna.”

Kamijou melihat ke tangan kanannya dengan syok.

Imagine Breaker. Kekuatan yang tinggal di sana memang telah meniadakan api milik Stiyl secara utuh. Jadi ada kemungkinan kalau itu akan meniadakan sihir pemulihan Index dengan cara yang sama.

“Sial! Tidak lagi... Kenapa selalu kesalahan tangan kanan ini!?”

Tapi itu cuma berti dia perlu memanggil seseorang. Seperti Aogami Pierce atau si gadis Biri Biri Misaka Mikoto. Wajah beberapa orang tangguh yang dia tidak perlu khawatirkan kalau terlibat masalah seperti ini mengambang di pikirannya.

“...?” Index terdiam sejenak. “Bukan... Bukan itu yang aku maksud.”

“?”

“Bukan tangan kananmu... Masalahnya adalah... kau itu seorang esper.” Di malam yang membakar itu, dia menggigil seperti berada di atas gunung bersalju di tengah musim dingin. “Sihir itu bukan...sesuatu yang bisa digunakan oleh ‘orang-orang berbakat’ seperti kalian, para esper. ‘Orang-orang tak berbakat’ ingin melakukan...apa yang ‘orang-orang berbakat’ bisa lakukan...jadi mereka menciptakan mantra dan ritual tertentu...yang dikenal sebagai sihir.”

Kamijou sudah akan berteriak, “Ini bukan waktunya untuk penjelasan!”

“Kau tidak mengerti...? Penyirkuitannya berbeda antara ‘orang-orang berbakat’ dan ‘orang-orang tak berbakat’... ‘Orang-orang berbakat’ tidak bisa menggunakan sistem yang diciptakan...untuk ‘orang-orang tak berbakat’...

“Ap-...?”

Kamijou terbungkam tanpa sepatah kata pun. Memang benar kalau obat-obatan dan elektroda-elektroda digunakan pada esper-esper seperti Kamijou untuk dengan paksa mengembangkan penyirkuitan otak mereka dalam cara yang berbeda dengan manusia biasa. Memang benar kalau tubuh mereka berbeda dengan yang lainnya.

Tapi dia tidak bisa memercayainya. Tidak, dia tidak mau memercayainya.

2.3 juta pelajar tinggal di Academy City. Dan tiap satu-satu dari mereka telah melalui Kurikulum pengembangan kekuatan. Bahkan walaupun kau tidak bisa tahu dengan melihat mereka, bahkan kalau mereka tidak bisa membengkokkan sendok ketika berusaha begitu keras hingga pembuluh darah di otak mereka pecah, dan bahkan kalau mereka adalah yang terlemah dari para esper, mereka memang terbuat berbeda dari orang biasa.

Dengan kata lain, orang-orang yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir, hal satu-satunya yang bisa menyelamatkan gadis itu.

Ada satu cara untuk menyelamatkan orang sebelumnya yang berbaring di depannya, tapi tidak ada yang bisa menyelamatkannya.

“Sial...” Kamijou menampakkan gigi taringnya seperti hewan buas. “Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa ini bisa terjadi!? Apa-apaan ini!? Bagaimana mungkin ini adil!?”

Gemetaran Index makin memburuk.

Apa yang Kamijou temukan paling sulit untuk ditanggung adalah bahwa gadis itu dihukum karena ketidakmampuan dirinya sendiri.

“ ‘Berbakat’ pantatmu,” umpatnya. “Aku bahkan tidak bisa menyelamatkan gadis yang menderita di depan mataku.”

Tapi dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk menyelesaikan situasi itu. Fakta bahwa 2.3 juta pelajar yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir adalah peraturan yang perlu dia pecahkan lebih dulu.

“...?”

Kamijou tiba-tiba menyadari sesuatu yang aneh tentang apa yang telah dia pikirkan.

Pelajar?

“Hei, orang biasa ‘tak berbakat’ mana pun bisa menggunakan sihir, kan?”

“...Eh? Iya.”

“Dan ini tidak akan berakhir jadi tidak berguna karena orang itu tidak punya bakat untuk sihir, kan?”

“Kau tidak...perlu khawatir tentang itu... Selama mereka mempersiapkannya dengan benar dan melaksanakannya dengan benar...bahkan murid SMP harusnya bisa melakukannya.” Index berpikir sejenak. “Tapi kalau mereka salah urutannya, jalur-jalur di otak mereka dan penyirkuitan syarafnya bisa hangus... Tapi dengan pengetahuan dari 103.000 grimoir milikku, tidak akan kenapa-kenapa. Jangan khawatir.”

Kamijou tersenyum.

Tanpa berpikir, dia melihat ke atas seakan untuk melolong ke bulan di langit malam.

Memang benar kalau 2.3 juta pelajar tinggal di Academy City dan bahwa mereka semua telah dikembangkan jadi mempunyai semacam kekuatan psikis.

Tapi para guru yang mengembangkan mereka adalah manusia normal.

“Kuharap dia belum tidur.”

Wajah seorang guru tertentu muncul dalam pikiran Kamijou Touma.

Wajah Tsukuyomi Komoe, guru wali kelasnya yang tingginya 135 cm, yang sebuah randoseru merah[1] akan cocok untuknya walaupun dia adalah seorang guru.


Kamijou menggunakan sebuah telepon umum untuk mendapatkan alamat Komoe-sensei dari Aogami Pierce. (Kamijou telah menjatuhkan dan merusakkan teleponnya pagi itu. Kenapa Aogami Pierce tahu alamat rumah Komoe adalah sebuah misteri. Kamijou curiga kalau dia adalah seorang stalker.) Kamijou lalu mulai berjalan dengan tubuh lemas Index di punggungnya.

“Ini tempatnya...”

Dia tiba setelah 15 menit berjalan dari lorong belakang itu.

Sangat tidak cocok dengan penampilan umur 12 tahunnya, rumahnya berada di gedung apartemen kayu dua tingkat yang kelihatan sangat tua dan bobrok hingga Kamijou merasa kalau itu pasti sudah bertahan dari pengeboman Tokyo. Karena mesin cucinya ada tepat di lorong luar, gedung itu pasti tidak punya kamar mandi.

Biasanya, Kamijou akan membuat lelucon tentang itu untuk sepuluh menit ke depan, tapi dia bahkan tidak tersenyum.

Setelah memeriksa papan nama di pintu-pintu di lantai satu, dia menaiki tangga metal yang bobrok dan berkarat dan mengecek pintu-pintu di atas sana. Ketika dia sampai ke pintu paling jauh ke belakang di lantai 2, dia akhirnya menemukan “Tsukuyomi Komoe” yang tertulis dalam hiragana.

Kamijou membunyikan belnya dua kali dan kemudian menendang pintu itu dengan seluruh kekuatannya.

Kakinya yang menghantam pintu mengeluarkan suara keras.

Tapi pintu itu tidak goyah sedikit pun. Seperti biasa, Kamijou Touma punya kesialan karena dia merasa mendengar suara retak dari jempol besarnya.

“~ ~ ~!!”

“Iya, iya, iyaaa! Pintu anti-salesman koran itu adalah satu-satunya yang kokoh di sini. Aku akan membukanya, oke?”

(Kenapa aku tidak tunggu saja?)

Ketika Kamijou memikirkan itu dengan mata berkaca-kaca, pintunya terbuka dan kepala Komoe-sensei yang memakai piyama menyembul melalui celahnya. Ekspresi rileksnya membuat jelas kalau dia tidak bisa melihat luka di punggung Index dari posisinya.

“Wa, Kamijou-chan. Apa kau mulai kerja sambilan sebagai salesman koran?”

“Koran mana yang pekerjanya meminta orang lain dengan seorang biarawati di punggungnya?” kata Kamijou dengan tidak senang. “Aku ada dalam sedikit masalah, jadi aku akan masuk. Permisi.”

“T-tunggu, tunggu, tunggu!” Komoe-sensei dengan panik mencoba menghalangi jalan Kamijou ketika dia mendorongnya ke samping. “A-aku tidak bisa membiarkanmu tiba-tiba masuk ke kamarku. Dan itu bukan hanya karena kamarku adalah sebuah kekacauan dengan kaleng bir kosong mengotori lantai dan ujung rokok yang menumpuk di asbak!”

“Sensei.”

“Ya?”

“...Coba lihat kalau kau bisa membuat lelucon yang sama setelah melihat apa yang kubawa di punggungku.”

“A-aku tidak bercanda! ...Gyahhh!?”

“Jadi sekarang kau menyadarinya!”

“Aku tadi tidak melihat kalau kau terluka begitu parah di punggungmu, Kamijou-chan!”

Komoe-sensei mulai panik karena tiba-tiba melihat darah dan Kamijou akhirnya berhasil mendorongnya ke samping dan memasuki kamar itu.

Kamar itu kelihatan seperti kamar milik seorang lelaki paruh baya yang suka bertaruh di balapan kuda. Lantai tatami yang sudah usang, kaleng bir kosong yang tak terhitung terlempar di atasnya, dan asbak perak itu, benar-benar ada gunung ujung rokok di dalamnya. Seperti sebuah lelucon, bahkan ada meja teh tipe yang seorang bapak keras kepala akan balikkan di tengah ruangan.

“...Aku mengerti. Jadi kau tidak bercanda.”

“Kurasa ini bukan waktu yang tepat, tapi apa kau punya masalah dengan gadis yang merokok?”

Kamijou merasa itu bukan masalah yang tepat ketika dia melihat wali kelasnya yang kelihatan berumur 12 tahun dan menendang beberapa kaleng bir yang menghalangi untuk membuka tempat kosong. Dia tidak ingin duduk di lantai tatami yang usang, tapi tidak ada waktu untuk khawatir tentang mempersiapkan sebuah futon.

Dia membaringkan Index telungkup di lantai untuk memastikan lukanya tidak menyentuh lantai.

Cara bajunya koyak menyembunyikan luka sebenarnya dari penglihatan, tapi cairan merah pekat mengalir keluar seperti minyak.

“B-bukankah seharusnya kau memanggil ambulans? T-teleponnya ada di sana.”

Komoe-sensei menunjuk ke arah satu sudut ruangan dengan tangan gemetar. Entah kenapa, teleponnya adalah telepon hitam dengan dial berputar.

Mana dalam darah sedang mengalir keluar bersama darah.”

Kamijou dan Komoe-sensi dengan refleks berbalik ke arah Index.

Index masih terbaring lemas di lantai, tapi matanya dengan hening terbuka bahkan ketika kepalanya terbaring di sisinya seperti sebuah boneka rusak.

Matanya lebih dingin dari cahaya bulan yang pucat dan lebih tepat dari gerigi sebuah jam.

Matanya benar-benar tenteram sempurna hingga membuatnya seperti bukan milik manusia.

“Peringatan: Bab 2, Ayat 6. Hilangnya daya kehidupan yang dikenal sebagai mana karena kehilangan darah telah melebihi jumlah tertentu, jadi Pena John sedang dibangunkan dengan paksa. ...Jika situasi ini terus berlanjut, tubuhku akan kehilangan daya kehidupan minimum yang diperlukan dan meninggal dunia dalam waktu sekitar 15 menit sesuai dengan standar menit internasional yang didefinisikan oleh menara jam di London. Akan sangat bagus jika kau mengikuti instruksi yang akan aku berikan untuk melakukan perawatan yang paling efisien.”

Komoe-sensei memandang Index dengan syok.

Kamijou tidak bisa menyalahkannya. Bahkan walaupun dia telah mendengar suara itu sekali sebelumnya, dia sama sekali tidak bisa terbiasa dengannya.

“Sekarang...”

Kamijou melirik ke Komoe-sensei dan berpikir.

Kalau dia memintanya melakukan sihir secara terang-terangan, dia pasti akan berkata kalau itu bukan waktunya untuk berpura-pura menjadi gadis penyihir dan dia terlalu tua untuk hal-hal seperti itu.

Jadi bagaimana dia harus meyakinkannya?

“Hmm. Sensei, Sensei. Karena ini keadaan darurat, aku akan menjelaskannya dengan singkat. Aku perlu memberitahukanmu sebuah rahasia, jadi ke sinilah.”

Kamijou melambaikan tangannya seperti sedang memanggil seekor anjing kecil dan Komoe-sensei mendekatinya tanpa berhati-hati sedikit pun.

“Maaf,” pinta maaf Kamijou pada Index di antara napasnya.

Dia mengangkat bajunya yang koyak untuk memperlihatkan luka parah yang tersembunyi di bawahnya.

“Ee!?”

Dia tidak bisa menyalahkan Komoe-sensei yang melompat terkejut.

Lukanya sangat parah hingga bahkan mengejutkan Kamijou. Lukanya berbentuk garis lurus horizontal sepanjang punggungnya seakan punggungnya adalah kotak karton yang seseorang telah potong menggunakan penggaris dan cutter. Di balik darah merah, otot warna pink, lemak warna kuning, dan bahkan sesuatu yang keras dan putih yang sepertinya adalah tulang belakangnya bisa terlihat.

Kalau luka itu dilihat sebagai mulut warna merah, bibir di sekitarnya telah menjadi sangat pucat seperti seseorang yang telah berada di dalam kolam.

“Gh...” Kamijou mendorong pergi rasa pusingnya dan dengan hati-hati menurunkan pakaian yang basah oleh darah.

Bahkan ketika pakaian itu menyentuh lukanya, mata sedingin es Index tidak bergerak sedikit pun.

“Sesei.”

“Eh? Iya!?”

“Aku akan memanggil ambulans. Selama itu, kau dengarkan apa yang gadis ini katakan dan lakukan apa pun yang dia katakan... Cukup pastikan dia tidak kehilangan kesadaran. Seperti yang bisa kau lihat dari pakaiannya, dia seorang yang religius. Terima kasih.”

Kalau dia memandangnya tidak lebih dari sekedar menghibur gadis itu, dia akan terus memandang sihir sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Karena itu, Kamijou telah mengubah fokus pikiran Komoe-sensei dari merawat lukanya menjadi melanjutkan percakapan itu dengan cara apa pun.

Komoe-sensei mengangguk dengan ekspresi yang sangat serius dan wajah yang pucat.

Kalau sebuah ambulans tiba sebelum sihir itu selesai, “penghiburan” itu akan berakhir. Itu berarti dia sebenarnya tidak bisa memanggil ambulans.

Tapi hanya itu saja tidak berarti Kamijou harus pergi. Bagaimanapun juga, dia cukup memanggil 117 dengan telepon hitam kamar itu dan berpura-pura sedang memanggil ambulans padahal sebenarnya berbicara dengan rekaman.

Masalah sebenarnya ada di tempat lain.

“Hei, Index,” kata Kamijou pelan pada Index yang tetap berbaring lemah di lantai. “Adakah yang bisa kulakukan?”

“Tidak ada. Pilihan terbaik adalah perginya kau.”

Pemilihan kata yang terlalu jelas dan langsung membuat Kamijou mengepalkan tinju tangannya begitu kerasnya hingga menyakitkan.

Tidak ada yang Kamijou bisa lakukan.

Dan semua itu karena tangan kanannya yang akan meniadakan sihir pemulihan hanya dengan berada di ruangan itu.

“...Kalau begitu, Sensei. Aku akan pergi mencari telepon umum.”

“Tunggu...eh? Kamijou-chan, aku punya telepon di si—...”

Kamijou mengacuhkan perkataan Komoe-sensei, membuka pintu, dan meninggalkan kamar itu.

Dia menggertakkan giginya karena fakta bahwa dia tidak bisa melakukan apa pun selain meninggalkan tempat itu.

Kamijou berlari melintasi kota di malam hari.

Ketika berlari, dia mengepalkan tangan kanannya yang bisa meniadakan bahkan sistem milik tuhan tapi tidak bisa melindungi satu orang.


Setelah Kamijou Touma meninggalkan kamar itu, Index menggerakkan bibir pucatnya.

“Jam berapa sekarang dalam Waktu Standar Jepang? Dan juga, tanggal berapa ini?”

“Sekarang jam 8.30 PM tanggal 20 Juli...”

“Kau sepertinya tidak melihat jam. Apakah waktu itu akurat?”

“Aku tidak punya jam di kamarku, tapi jam internalku itu akurat sampai detik-detiknya, jadi jangan khawatir.”

“...”

“Kau tidak perlu meragukan aku seperti itu. Aku pernah dengar kalau beberapa joki punya jam internal yang akurat hingga persepuluh detik dan kau bisa mengaturnya dengan kebiasaan makan tertentu dan ritme aktivitas tertentu,” balas Komoe-sensei bingung.

Dia mungkin bukan seorang esper, tapi dia memang seorang warga Academy City. Pemikiran tentang tingkat pengetahuan mana yang normal dalam bidang medis dan ilmiah berbeda di antara orang-orang yang ada di dalam kota dan orang-orang di luar.

Masih berbaring telungkup di lantai, Index melirik ke luar jendela hanya dengan matanya.

“Dari lokasi bintang dan sudut bulan...yang sesuai dengan arah Sirius dengan galat sebesar 0.038. Sekarang untuk memeriksa sekali lagi. Waktu sekarang dalam Waktu Standar Jepang adalah 8.30 PM tanggal 20 Juli, apakah itu benar?”

“Iya. Yah, secara teknis sekarang sudah 53 detik lewat, tapi... Ah, jangan!! Jangan bangkit!!”

Komoe-sensei dengan panik mencoba mendorong Index berbaring ketika dia mencoba untuk duduk yang akan melukai tubuhnya yang sudah terluka lebih jauh, tapi pandangan Index tidak goyah sedikit pun.

Pandangannya tidak menakutkan ataupun menusuk.

Semua emosi hilang dari matanya seperti sebuah steker telah dimatikan.

Tidak ada tanda keberadaan nyata di matanya.

Seakan-akan nyawanya telah hilang.

“Tidak ada masalah. Ini bisa ditumbuhkan kembali,” kata Index sambil menuju meja teh di tengah ruangan. “Saat ini sedang di dekat ujung Cancer. Waktunya antara jam 8 dan 12 tengah malam. Arahnya adalah Barat. Di bawah perlindungan Undine, peran malaikatnya adalah sebagai cherub...”

Suara Komoe-sensei yang menelan napas bisa terdengar ke seluruh ruangan.

Tidak terduga, Index mulai menggambar suatu bentuk di atas meja teh kecil itu dengan jarinya yang berdarah. Bahkan mereka yang tidak tahu sebuah lingkaran sihir itu apa akan menyadari kalau itu adalah sesuatu yang religius. Komoe-sensei sudah takut-takut, tapi sekarang sesuatu memberatinya hingga dia tidak bisa bicara.

Setelah menggambar lingkaran darah yang mengisi meja teh, Index menggambar simbol berbentuk bintang yang dikenal sebagai pentagram.

Tulisan dalam bahasa aneh tertulis di sekelilingnya. Kata-kata itu sepertinya adalah hal yang sama dengan yang Index gumamkan. Dia telah bertanya tentang rasi bintang dan waktu karena kata-kata yang ditulis berubah berdasarkan waktu dan musim.

Ketika Index mempersiapkan sihirnya, dia tidak menunjukkan kelemahan seseorang yang terluka.

Fokusnya yang ekstrim membuat seperti rasa sakitnya telah diputuskan untuk sementara.

Rasa dingin diam-diam turun di punggung Komoe-sensei ketka dia mendengar tetesan darah yang keluar dari punggung gadis itu.

“A-a-a-apa ini?”

“Sihir.” Index berhenti setelah satu kata itu. “Aku sekarang akan membutuhkan tubuhmu dan bantuanmu. Kalau kau melakukan seperti yang kukataan, tidak ada yang akan menemui kesialan dan kau tidak akan menjadi sasaran dari dendam seseorang.”

“B-bagaimana bisa kau mengatakan itu dengan tenang!? Cukup berbaring dan tunggu ambulans! Umm...perban, perban. Dengan luka separah ini, aku perlu mengikat daerah sekitar arteri untuk menghentikan aliran darah...”

“Perawatan setingkat itu tidak bisa menutup lukaku dengan sempurna. Aku tidak familiar dengan istilah ambulans, tapi apakah itu bisa menutup luka ini dengan sempurna dalam waktu 15 menit berikutnya dan menyuplaiku dengan tingkat mana yang dibutuhkan?”

“...”

Memang benar sebuah ambulans akan memakan waktu 10 menit untuk tiba bahkan kalau mereka memanggilnya tepat saat itu. Akan memakan waktu yang sama untuk membawanya ke rumah sakit dan perawatannya tidak akan dimulai tepat saat dia tiba di rumah sakit. Komoe-sensei tidak terlalu mengerti apa arti istilah occult seperti mana, tapi memang benar kalau hanya menutup luka tidak akan mengembalikan staminanya.

Bahkan kalau luka itu ditutup tepat saat itu dengan jarum dan benang, akankah gadis pucat itu jadi terlalu lemah untuk hidup cukup lama untuk memulihkan semua staminanya yang hilang?

“Tolong,” kata Index tanpa mengubah ekspresinya sedikit pun.

Campuran darah segar dan air liur menetes dari sudut mulutnya.

Tidak ada intensitas di dirinya. Tidak ada pula yang menakutkan dalam dirinya. Tapi ketenangan dan kesabarannya lebih menakutkan dari keduanya. Bagaimana apa pun yang dia lakukan seperti melebarkan lukanya membuatnya seperti sebuah mesin rusak yang terus bekerja tanpa menyadari kalau ada yang salah.

(Kalau aku melakukan sesuatu yang membuatnya melawanku, situasinya bisa menjadi lebih buruk.)

Komoe-sensei menghela napas. Dia tentu saja tidak percaya sihir. Walaupun begitu, Kamijou telah memintanya untuk tetap melanjutkan percakapan agar memastikan gadis itu tidak kehilangan kesadarannya.

Yang bisa dia lakukan hanya mencoba agar tidak memprovokasi gadis yang duduk di depannya dan menaruh harapannya pada Kamijou agar memanggil ambulans secepat mungkin —atau lebih cepat lagi— dan pada pertolongann pertama yang baik dari EMT di dalam ambulans.

“Jadi apa yang harus kulakukan? Aku bukan seorang gadis penyihir.”

“Aku berterima kasih atas kerjasamamu. Pertama...ambil itu...itu...apa nama benda hitam itu?”

“? Oh, itu adalah [ı]memory card video game.”

“??? ...Yah, baiklah. Bagaimanapun juga, ambil benda hitam itu dan tempatkan di tengah meja.”

“Secara teknis, itu adalah meja teh...”

Komoe-sensei melakukan seperti yang diperintahkan dan meletakkan memory card di tengah meja teh. Dia kemudian mengambil sebuah kotak ujung pensil mekanik, sebuah kotak coklat kosong, dan dua buku sampul tipis dan meletakkannya di atas meja juga. Dia juga mengambil dua figurin kecil yang didapatnya dari makanannya, dan menjejerkannya bersebelahan.

Komoe-sensei bertanya-tanya apa maksudnya, tapi Index masih benar-benar serius walaupun kelihatan seperti akan pingsan.

Semua keluhan Komoe-sensei menghilang di depan pandangan setajam pedang Jepang yang datang dari wajah pucat itu.

“Apa ini? Kau menyebutnya sihir, tapi bukankah ini cuma bermain boneka?”

Memang, semuanya terlihat sebagai versi miniatur dari kamar itu. Memory card adalah meja teh, dua buku yang berdiri adalah lemari buku dan lemari baju, dan dua figurin itu berada di tempat yang sama persis dengan kedua orang di dalam kamar itu. Ketika manik-manik kaca disebarkan ke atas meja teh, manik-manik itu seperti berhenti di tempat-tempat yang benar-benar meniru kaleng bir yang berserakan di lantai.

“Bahannya tidak menjadi masalah. Sama seperti bagaimana sebuah kaca pembesar tetap membesarkan tanpa peduli kalau lensanya terbuat dari kaca atau plastik. Selama bentuk dan perannya sama, upacara ini mungkin dilakukan,” gumam Index dibanjiri keringat. “Aku hanya perlu kau untuk secara akurat menjalankan instruksiku. Kalau kau salah dalam urutannya, jalur-jalur di otakmu dan penyirkuitan syarafmu bisa terbakar.”

“???”

“Aku mengatakan kalau kegagalan akan mengubah tubuhmu menjadi daging cincang dan membunuhmu. Tolong hati-hati.”

“Bh!?” Komoe-sensei hampir muntah, tapi Index melanjutkan tanpa memedulikannya sedikit pun.

“Kita sekarang akan membuat kuil bagi malaikat untuk turun ke dalamnya. Ikuti aku dan bernyanyilah.”

Apa yang Index katakan setelah itu bukan lagi kata-kata dan menjadi tidak lain tapi sebuah suara.

Tanpa memikirkan artinya, Komoe-sensei mencoba meniru nadanya dalam sesuatu seperti senandung atau nyanyian.

Dan...

“Kyahh!?”

Tiba-tiba, figurin di atas meja teh mulai “bernyanyi” bersama. “Kyahh!?” teriak salah satunya dengan waktu yang persis sama. Figurin itu bergetar. Sama seperti getaran yang dipancarkan sepanjang tali pada telepon tali dan keluar sebagai suara di gelas kertas di ujung lain, figurin itu bergetar dan mereproduksi suara Komoe-sensei.

Alasan Komoe-sensei tidak panik dan lari keluar dari kamar itu tepat saat itu juga kemungkinan karena dia tinggal di sebuah kota dengan 2.3 juta esper di dalamnya. Manusia biasa akan berpikir kalau mereka sudah menjadi gila.

“Sambungan selesai.” Suara Index dan suara dari meja teh membuatnya terdengar ganda. “Kuil yang dibuat di atas meja telah tersambung dengan kamar ini. Secara sederhana, semua yang terjadi di ruangan ini akan terjadi di meja dan semua yang terjadi di meja akan terjadi di ruangan ini.”

Index mendorong pelan meja teh itu dengan kakinya.

Tepat saat itu, seluruh apartemen bergoyang di bawah kaki Komoe-sensei seakan terkena guncangan hebat.

Dia bisa merasakan udara pengap kamar itu menjadi sebersih udara di hutan di pagi hari.

Tapi tidak ada sesuatu seperti malaikat. Yang ada di sana hanyalah apa yang hanya bisa dideskripsikan sebagai keberadaan yang tak terlihat. Perasaan aneh menyerbu seluruh tubuh Komoe-sensei seakan dia sedang diawasi oleh ribuan bola mata dari segala arah.

Dan kemudian Index tiba-tiba berteriak.

“Bayangkan! Bayangkan seorang malaikat emas dengan tubuh anak-anak! Bayangkan seorang malaikat cantik dengan dua sayap!”

Ketika melaksanakan sihir, menentukan medan itu penting.

Sebagai contoh, sebuah kerikil yang dilempar ke laut tidak menimbulkan riak yang besar. Tapi sebuah kerikil yang dijatuhkan ke dalam ember akan menimbulkan riak yang cukup besar. Sama dengan itu. Untuk mengubah dunia dengan sihir, medan tempat pengubahan akan terjadi perlu dibatasi.

Seorang pelindung adalah tuhan sementara dalam sebuah dunia yang dibatasi.

Kalau seseorang membayangkan seorang pelindung dengan benar, menyatakan bentuknya, dan mengontrolnya dengan bebas, orang itu bisa dengan mudah menyebabkan hal-hal misterius terjadi dalam medan terbatas.

Komoe-sensei tidak menerima penjelasan seperti itu dan dia kesulitan membayangkan seorang malaikat. Istilah “malaikat emas” hanya membuatnya memikirkan benda yang tentang satu yang emas atau lima yang perak.[2]

Ketika bayangan dalam pikiran Komoe-sensei kehilangan koherensi, keberadaan di sekitarnya juga ikut dan kehilangan bentuknya. Perasaan tidak menyenangkan menuruni punggung Komoe-sensei seakan dia dibalut dalam lumpur busuk dari bawah rawa-rawa.

“Cukup bayangkan saja! Ini tidak akan benar-benar memanggil seorang malaikat. Itu hanyalah kumpulan mana yang tak terlihat. Itu akan mengambil bentuk sesuai keinginanmu sebagai pengguna sihir!”

Dia pasti telah benar-benar putus asa bahkan suara dingin mekanis Index menjadi setajam titisan es.

Mata Komoe-sensei melebar karena perubahan tiba-tiba itu dan dengan segera mulai bergumam.

(...Malaikat lucu, malaikat lucu, malaikat lucu.)

Dengan buram, dia dengan panik mengingat sebuah gambar seorang gadis malaikat yang telah dia lihat dalam sebuah manga shoujo jauh sebelumnya.

Apa pun itu yang terasa seperti lumpur tak terlihat yang berada di udara ruangan itu mengambil bentuk seakan telah dipaksa masuk ke dalam balon berbentuk manusia...atau setidaknya kelihatan seperti itu bagi Komoe-sensei.

Dia dengan takut-takut membuka matanya untuk memeriksa.

(...Hah? Ini sebenarnya tidak memanggil seorang malaikat?)

Tepat ketika keraguan itu memasuki pikirannya, balon air berbentuk manusia itu meledak dan lumpur tak terlihat itu terserak ke seluruh ruangan.

“Kyahh!!”

“...Pembentukan bentuknya telah gagal.” Index melihat ke sekeliling dengan pandangan tajamnya. “Jika kuil ini paling tidak dilindungi oleh seorang Undine warna biru, itu cukup. ...Lanjutkan.”

Kata-katanya cukup positif, tapi mata Index seperti tidak tersenyum sedikit pun.

Komoe-sensei tersentak seperti seorang anak yang orang tuanya baru saja melihat hasil tes gagal yang dia coba sembunyikan.

“Bernyanyilah. Ini akan selesai hanya dengan sedikit lagi.”

Perinyah tajam itu tidak membiarkan Komoe-sensei kehilangan ketenangannya walaupun kebingungannya yang meningkat dan pikirannya yang mengendur.

Index, Komoe-sensei, dan kedua figurin di atas meja bernyanyi.

Punggung figurin Index di atas meja mulai meleleh.

Seperti karet yang didekatkan pada mancis. Meleleh, permukaannya kehilangan ketidakberaturannya, menjadi mulus, mendingin dan mengeras sekali lagi, dan bentuknya kembali lagi.

Komoe-sensei merasa seperti hatinya sedang membeku.

Saat itu, Index sedang duduk di seberang meja teh darinya.

Dia tidak punya keberanian untuk mengitarinya dan melihat apa yang terjadi pada punggung Index.

Wajah pucat Index ditutupi keringat berminyak.

Mata seperti kacanya masih tidak menunjukkan tanda kesakitan atau penderitaan.

“Pengembalian mana dan penstabilan kondisi telah dikonfirmasi. Mengembalikan Pena John ke mode tidur.”

Seperti sebuah tombol telah ditekan, cahaya lembut kembali ke mata Index.

Seperti api yang dinyalakan di perapian yang dingin, kehangatan mengisi atmosfer kamar itu.

Pandangan di mata Index sangat baik dan hangat hingga Komoe-sensei harus merasakan kehangatan itu. Itu adalah pandangan seorang gadis biasa.

“Sekarang kalau pelindung yang sudah turun kembali dan kuil ini dihancurkan, semuanya akan berakhir.” Index tersenyum susah payah. “Inilah sihir itu. Sama seperti apel dan ringo[3] berarti hal yang sama. Kau tidak memerlukan tongkat kaca ketika payung plastik itu sama jernihnya. Sama seperti kartu tarot. Selama desain dan nomornya cocok, kau bisa melakukan ramalan dengan potongan dari belakang manga shoujo.”

Keringat Index tidak berhenti.

Komoe-sensei menjadi bahkan lebih takut. Dia mulai berpikir kalau apa yang telah dia lakukan hanya membuat kondisi Index lebih buruk.

“Jangan khawatir.” Saat itu Index kelihatan siap untuk pingsan. “Sama seperti demam. Kau membutuhkan kekuatanmu sendiri untuk sembuh. Lukanya sendiri sudah tertutup, jadi aku akan baik-baik saka.”

Segera setelah dia mengatakan itu, Index tumbang ke samping. Figurinnya juga jatuh. Meja teh itu bergoyang sedikit dan kamar yang terhubung dengannya diserbu oleh guncangan hebat.

Komoe-sensei baru saja akan berlari mengelilingi meja teh menuju Index, tapi Index mulai bernyanyi.

Ketika Komoe-sensei mengikutinya dan menyanyikan satu lagu terakhir, suasana aneh itu kembali menjadi suasana pengap biasa dari apartemen itu. Komoe-sensei dengan hati-hati menggoyangkan meja tehnya, tapi tidak ada yang terjadi.

(Syukurlah.)

Ketika Komoe-sensei menutup matanya lega, Index berbicara.

Komoe-sensei berpikir kalau siapa pun akan lega kalau luka mematikan mereka sembuh, tapi biarawati itu mengatakan sesuatu yang lain.

Aku senang aku tidak membebani siapa pun dengan apa pun.”

Komoe-sensei memandang Index terkejut.

“...Kalau aku mati di sini, dia mungkin harus menanggung beban.”

Index menutup matanya seperti sedang bermimpi dan tidak mengatakan hal lain. Ketika gadis itu dipotong di punggungnya dan pingsan dan ketika dia melakukan ritual aneh itu, dia tidak pernah satu kali pun memikirkan dirinya sendiri. Dia memikirkan orang yang telah membawanya ke sana.

Komoe-sensei tidak bisa berpikir seperti itu. Dia tidak punya seseorang untuk dipikirkan seperti itu.

Itulah kenapa dia menanyakan satu hal.

Dia yakin Index sudah tertidur dan tidak akan mendengarnya, tapi karena itulah dia menanyakannya.

Dan walaupun begitu, gadis itu menjawab dengan dengan matanya masih tertutup.

“Aku tidak tahu.”

Dia tidak pernah merasa seperti itu pada orang lain sebelumnya dan dia tidak tahu perasaan apa itu. Tapi ketika dia menjadi marah untuknya ketika menghadapi penyihir itu, dia ingin orang itu lari bahkan kalau dia harus merangkak padanya dan memaksanya. Dan ketika dia telah lari dari Innocentius, dia berpikir kalau dia akan menangis ketika orang itu kembali.

Dia tidak benar-benar mengerti, tapi ketika dia bersamanya, tidak ada hal yang berjalan seperti dia inginkan dan dia merasa seperti didorong-dorong.

Dan walaupun, begitu hal-hal yang tidak bisa diperkirakan itu begitu menyenangkan dan membuatnya bahagia.

Dia tidak tahu perasaan apa itu, walau begitu.

Kali ini, Index tertidur lelap dengan senyuman di wajahnya seperti sedang bermimpi indah.

Part 2

Part 3

Part 4

Catatan

  1. Di Jepang, anak TK biasanya memakai ransel merah.
  2. Ini adalah referensi pada permen Jepang yang dikenal sebagai Chocoballs. Kalau kau beruntung, bungkusnya akan memiliki entah satu malaikat emas atau malaikat perak tercetak di atasnya. Satu malaikat emas atau lima malaikat perak bisa ditukarkan dengan sekaleng mainan.
  3. Ringo adalah bahasa Jepang untuk apel.


Previous Chapter 1 Return to Main Page Forward to Chapter 3