Tokyo Ravens (Indonesia):Volume 1 Chapter 4

From Baka-Tsuki
Revision as of 21:08, 12 December 2016 by I'm machine (talk | contribs) (Bagian 2)
Jump to navigation Jump to search

Bagian 2

Harutora berlari lurus di malam hari.

Hujan deras tidak juga berhenti, guntur mulai bergemuruh, kilat saling menyambar sepanjang malam.

Mangabaikan cuaca buruk, Harutora berlari sendirian di tempat konstruksi yang telah diubah menjadi medan perang sihir.

Dia berlari mengejat Suzuka.

Pada saat yang sama, ia berlari berusaha menghentikan Suzuka.

Pikirannya kosong, ia tidak bisa memikirkan apapun dan terus bergegas ke depan. Napasna tidak menentu, dan ia merasakan jantungnya robek, rasa sakit menjalar keseuruh tubuhnya.

Rasa sakitnya telah ditiadakan dengan jimat penyembuh untuk mengobati luka dan kelelahan, dan setiap kali efeknya habis, ia mengeluarkan yang baru dan tidak pernah berhenti berlari.

Dalam kegelapan, lampu jalan di setiap sisi bersinar redup. Dia hampir tidak bisa melihat langkah kakinya sendiri dalam hujan deras ini, dan hanya bisa melihat samar-samar jalan di depannnya. Dia sudah lupa berapa lama waktu berlalu, seberapa jauh ia berlari, ia hanya bisa mendengar suara guntur dan napasnya yang terengah-engah. Terus berlari dalam hujan, sepanjang malam dibawah kilatan petir, bergerak maju pada jalan yang tidak diketahui.

Tidak berhenti berlari.

Tangannya mencengkram jimat Hokuto yang ditinggalkannya setelah menghilang.

Dia berusaha untuk tidak memikirkan Hokuto saat ini, berusaha agar pikirannya tidak kehilangan konsentrasi.

Pikirannya tidak sengaja pudar bersama pernapasannya yang kacau. Saat ia tersandung, jatuh ke jalan, kenangan dalam dirinya meledak satu-persatu seperti longsoran salju, membuatnya teringat akan hari itu.

Penampilan Hokuto tidak pernah berubah sejak pertama kali mereka bertemu. Tubuhnya kurus, namun memiliki kekuatan yang luar biasa. Kakinya cepat, dan bahkan bisa menangkap Touji yang berlari sekuat tenaga. Dia tidak suka membicarakan tentang dirinya sendiri, tidak pernah menyebutkan keluarga ataupun teman-temannya.

Hanya sekarang, ketika ia terluka namun tidak ada setetes darah pun yang mengalir, ia bahkan memblokir kaki baja laba-laba sekaligus melemparkan sihir pada saat yang sama. Dia menghilang seperti asap ketika ia berbaring di pangkuan Harutora, mengatakan padanya agar ia lari. Dia tidak menjadi mayat, tetapi berubah menjadi jimat shikigami sebagai gantinya.

Berpikir bahwa hal seperti itu bisa terjadi.

"... Siaal!!"

Harutora kehabisan napas, berteriak 'bodoh' dalam hatinya.

"... Kenapa dia shikigami?"

Pemikiran bahwa Hokuto yang ini adalah palsu mulai muncul. Dan Hokuto yang sebenarnya mungkin berada ditempat lain. Tapi ia tidak bisa terus menipu dirinya seperti ini. "Aku telah berbohong padamu, aku minta maaf kerena selama ini aku menipumu." Hokuto telah mengatakan ini.

Mungkinkah semuanya palsu? Keberadaannya juga palsu? Dan kenangan bersamanya juga palsu?

Semua waktu yang telah ia lalui bersamanya, setiap kata-katanya, semuanya merupakan kebohongan -Mungkinkah ia telah ditipu?

Jika semuanya merupakan kebohongan.

Jika keberadaan Hokuto merupakan kebohongan dari awal. Jika memang ia tidak pernah ada ...

...'Harutora, aku mencintaimu.

Petir menyambar dan guntur bergemuruh.

Harutora ingin berteriak sekeras yang dia bisa, tapi napasnya saat ini telah habis, bahkan ia tidak bisa berteriak dalam hatinya. Ia hanya melangkah maju, berlari dalam keputus asaan, berpikir untuk berlari sampai ujung dunia.

Hujan. Malam. Petir. Guntur.

Pandangannya mulai kabur, kesadarannya memudar, ia bahkan tidak bisa merasakan gerakan kakinya sendiri. Seolah-olah tubuhnya sudah lama kehabisan energi dan hanya bergantung pada jiwanya untuk terus berjalan.

Hanya bergantung pada jiwanya.

Kilatan petir membelah langit, diikuti oleh gemuruh guntur, dan udara bergetar dengan intens.

Benar juga, kemana jiwa Hokuto pergi? Dia juga memiliki jiwa kan? Jika dia seperti itu - Jika shikigami memiliki jiwa, aku ingin bertemu dengannya sekali lagi bahkan jika dia palsu. Semuanya akan baik-baik saja jika aku melihatnya lagi. Jika jiwanya berkeliaran disuatu tempat sampai sekarang ...

Kemudian.

Harutora berhenti.

Dia tidak tahu berapa lama ia telah berjalan. Ketika ia menyadarinya, ia tidak lagi melihat lampu jalan yang bersinar redup. Hujan yang terus jatuh membasahi bumi, seolah-olah semua cahaya telah menghilang.

Di ujung kegelapan, dari sisi lain, sedikit kabur, titik cahaya dapat terlihat berpendar samar.

Seperti jiwa.

"....Hokuto?"

Tapi, itu bukan jiwa.

Itu adalah cahaya lentera. Harutora tahu bahwa ia telah mencapai tempat tujuannya.

Sebuah jalan kecil lurus, mengarah pada jalan menanjak untuk mengakses bukit di belakangnya. Ada tangga batu di sisi jalan, dan atap kayu kuno dipinggir tangga batu tersebut, dengan lentera tergantung di bawah atap menghasikan cahaya berkabut dalam hujan.

Guntur berkelebat, menerangi lentera di bawah atap itu.

Simbol keluarga, Pentagram dapat terlihat pada lentera itu.

Diikuti dengan kata 'Tsuchimikado'.

Harutora berdiri sejenak, menghirup napas melihat sumber cahaya. Kemudian ia berjalan lebih dekat seolah untuk mengusir kegelapan.

Dia berdiri disamping lentera, melihat tangga batu. Langkah nya yang terjal dalam kegelapan, menyatu dengan suasana pohon-pohon yang rapat di kedua sisi, memberikan kesan menakutkan. Dua titik cahaya berinar seperti fatamorgana dibagian atas lentera.

Harutora menaiki tangga batu.

Suara hujan mulai melemah, diikuti suara pohon dan rumput saling bergesekan sebagai gantinya.

Dia melangkah menaiki tangga batu satu demi satu, langkah demi langkah.

Jalanan yang gelap, hanya dengan mengandalkan cahaya dari kilatan petir.

Dia akhirnya mencapai puncak bukit.

Sebuah pintu dapat terlihat di ujung tangga batu. Dengan simbol pentagram mirip dengan lentera yang di bawah dikedua sisi pintu tersebut.

Dia perlahan membuka pintu.

Di sisi lain pintu adalah kediaman utama keluarga Tsuchimikado, yang seakan tersembunyi dalam kegelapan malam.

"...."

Dia sudah lama tidak berkunjung ke tempat ini. Tidak ada lampu listrik dapat terlihat, dan juga tidak tampak seorangpun dapat terihat. Tapi ada suatu perasaan kehadiran, seolah-olah rumah ini sendiri bernafas.

Apakah Natsume tiba di rumah dengan selamat? Harutora sedikit cemas.

"... Tutup pintu nya, aku diruangan Bellflower ..."

Untuk sesaat dirinya berpikir bahwa ia salah dengar. Tapi, ia tidak keliru. Seekor kupu-kupu terbang ke arahnya. Dengan suara murni menuntun Harutora memberikan suasana menyeramkan.

Kupu-kupu di hadapannya adalah shikigami dengan suara Natsume. Sepertinya, ia memang telah berada dirumah.

Harutora memegang erat-erat jimat Shikigami di tangannya, setelah itu mengikuti kupu-kupu itu.