Tate no Yuusha Jilid 2 Bab 25 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 50 : Sebelum Datangnya Badai

Bagian 1

“Nak, zirahmu masih belum selesai dibuat. Kalau kau kesini hanya untuk memakai dapurku, lebih baik kau urungkan saja niatmu itu.”

“Kenapa? Aku pikir Paman sudah membolehkanku memasak di dapur toko Paman.”

“Kalau kau mau memakai dapurku, sebagai gantinya, kau harus memberiku sesuatu.”


Setelah kami berpisah dari kelima prajurit muda tadi, kami pergi ke pasar untuk membeli banyak bahan makanan. Kemudian kami menerobos ke toko perlengkapan langganan kami, dan segera mulai memasak.

Bukankah masakan ini bisa dianggap bentuk ketulusan dan rasa terima kasihku, pada Paman yang telah memberi kami harga perlengkapan yang murah?


“Makanan! Makanan!”


Dan saat ini, Filo sedang memakan beberapa tusuk daging panggang yang selesai kubuat, sembari aku terus memasak makanan lainnya.


“Aroma-nya sangat sedap! Semua orang yang datang ke tokoku, langsung tergiur dengan aroma masakanmu. Saat kuamati setelah mereka membeli di tokoku, mereka semua pergi ke pasar untuk membeli makanan.”


Raphtalia membawakan beberapa makanan untuk Paman, yang sedang mengerjakan zirahku di meja kasirnya.


“Ditambah lagi, ada beberapa orang bodoh mencuri makanan yang nona ini bawakan untukku, bagaimana bisa kau membuat hidangan selezat ini! Bahkan sejak tadi sampai terjadi keributan di sekitar tokoku.”

“Tendang saja pencuri makanan itu.”

“Dan pencuri makanan itu mau berbaik hati, hingga sekalian membeli sebuah senjata dariku. Nak, keberadaanmu di sini membuat rekor penjualanku meroket!”

“Baguslah. Anggap saja itu ucapan terima kasihku pada Paman.”

“Baiklah... Tidak! Tempat ini bukan restoran, ini adalah toko senjata!”


Untuk sebuah toko senjata, banyak juga persediaan panci ditambah sebuah wajan besar yang dimiliki Paman pemilik toko. Dan berkat itu semua, aku bisa meminjam panci besar Paman untuk membuat ‘hidangan kari fenomenal’ di dunia ini.


“...”


Lewat jendela ventilasi dapur, seorang bibi dari rumah sebelah mengintip kami, bersama beberapa orang yang terlihat seperti petualang.

*Bukk*

Aku tutup jendela ventilasi itu dengan keras. Aroma masakannya terus menyebar ke ruangan depan toko senjata.


“Nak!”


Teriakan Paman pemilik toko terdengar olehku. Yang benar saja...

Tidak lama setelah kari-nya siap dihidangkan, kami pun diusir dari dapur Paman, dan itu sekaligus menghentikan sesi memasak kami untuk Filo. Filo terlihat tidak puas dan masih ingin makan lebih banyak. Kari-nya masih tersisa setengah dari panci besar itu.

Karena sisa masakan yang tertinggal di sana, setelahnya toko Paman dirumorkan menyimpan makanan yang sangat enak, tapi itu lain lagi ceritanya.


“Tuan, Filo masih ingin makan~”


Saat Filo menggembungkan pipinya karena masih belum puas makan, aku membelikannya beberapa tusuk makanan, sambil mengelilingi kota untuk mencari makanan yang murah.


“Hmm, apa lebih baik kita memasak di pinggir sungai saja?”

“Kita akan makan daging lagi?”

“Yah, apa kau bosan makan daging terus?”

“Filo tidak akan bosan makan apapun yang Tuan masak~”

“Iya iya.”


Kami pun kembali ke toko senjata Paman untuk meminjam lempengan besi, yang nantinya diangkut oleh Filo.



Yah, mungkin untuk kedepannya kami akan sering berpesta barbeque di pinggir sungai ini. Karena khawatir daging yang kami beli tidak cukup, Filo pergi ke hutan untuk memburu beberapa Usapiru.

Kami terus memasak dan memakan barbeque sampai Filo merasa kenyang, kemudian mulai membicarakan apa yang akan kami lakukan selanjutnya.


“Ini pertama kalinya kita memutuskan untuk bersantai.”

“Kalau dipikir-pikir, kau benar juga.”


Di saat kami memandangi langit yang biru, hari-hari kami yang biasanya dipenuhi dengan pertarungan, suasananya segera berubah menjadi tenteram. Pemandangannya bisa membuat siapapun melupakan gelombang bencana, yang akan datang beberapa hari lagi.

Tiba-tiba, Raphtalia memainkan bola yang pernah kubelikan untuknya.


“Bukannya bola itu... yang dulu pernah kubelikan untukmu?”


Raphtalia tersenyum saat aku menunjuk bolanya tersebut.


“Ternyata kau masih ingat.”


Aku pikir dia sudah menghilangkannya, ternyata dia masih menyimpan bola itu.


“Ini adalah hadiah pertama yang Tuan Naofumi berikan untukku.”

“Saat itu kau terlihat sangat menginginkannya, jadi aku beli saja bola itu.”

“Menurutku bukan itu alasan Tuan Naofumi yang sebenarnya.”


“Na~?”


Setelah menghabiskan barbeque yang tersisa, Filo menoleh ke arah kami.


“Kakak, kau sedang membicarakan apa?”

“Tentang pengalaman sebelum Filo lahir.”

“Hmm~”


Aku memandangi bola itu yang terus memantul kesana kemari.

Kelihatannya bola itu sudah usang, dan terlihat ada beberapa robekan pada bolanya. Mungkin Raphtalia selalu memainkannya tanpa sepengetahuanku.


“Apa kau mau kubelikan bola yang baru?”


Lagipula harga bola itu tidak mahal. Kalau bermain bola bisa membuat Raphtalia jadi lebih tenang, akan aku belikan lagi untuknya.


“Tidak usah. Karena bola ini sangat berharga bagiku.”

“Aku masih belum mengerti, tapi...”


Kalau menurutnya bola itu menyimpan banyak kenangan, aku takkan menanyainya lebih jauh.

Bagian 2

“Apa kau mau kita bermain bola sama-sama?”

“Eh!?”


Raphtalia memandangiku dengan terkejut.


“Kau ini kenapa?”

“Tidak... Aku pikir Tuan Naofumi tidak suka bermain bola.”

“Yah... Memang tidak mengherankan kalau ada orang yang menganggapku begitu. Tapi karena ini hari yang cerah, kita bisa bermain dan bersenang-senang.”


Bisakah kami berdua memainkannya seperti bola voli? Yah, kami masih bisa bermain lempar dan tangkap bola tanpa menjatuhkannya.

Saat bolanya dilempar padaku, aku angkat tanganku, dan melemparnya lagi pada Raphtalia.

Tidak disangka ini cukup sulit... Dan memang sejak dulu aku jarang bermain bola voli.


“Tuan dan Kakak Raphtalia sedang bermain bola! Filo juga ingin ikut main!”


Saat kami sedang saling melempar dan menangkap bola, burung yang sudah menghabiskan makanannya itu langsung mulai mengoceh.


“Kalau kau mau ikut main, jangan memukulnya bolanya keras-keras agar tidak rusak.”

“Baik~!”


“Hihihi...”


Raphtalia melempar bolanya dengan sangat senang. Meski tubuhnya seperti orang dewasa, tapi pemikirannya masih seperti seorang gadis kecil.


“Setelah gelombang nanti berakhir, aku pikir kita harus pergi ke negeri lain, agar kalian bisa meningkatkan class.”

“Baik. Kemana pun Tuan Naofumi pergi, aku akan selalu mengikutimu.”

“Filo juga~”


Bolanya terlempar ke arah Raphtalia, lalu Filo, dan terakhir ke arahku.


“Haah!”


Bolanya terlempar melewati Raphtalia, dan hampir terjatuh ke tanah.


“Ei!”

“Apa!”


Dengan lihai bolanya ditepis oleh ekor Raphtalia.


“Waa... Sekarang giliran Filo~”


Filo pun ikut memukul bola dengan punggung sayapnya.

Kalian ini... Harusnya kalian jangan memakai bagian badan yang tidak dimiliki manusia.


“Tuan Naofumi!”


Aku heran, kenapa cara bermain bolanya jadi aneh begini. Mau bagaimana lagi.


“Air Strike Shield!”


Bolanya langsung terpantul setelah mengenai perisai yang muncul di udara.


“Aah, kau curang!”

“Aku tidak curang!”


Yang benar saja... Semakin lama, kami jadi bermain seperti anak kecil saja.

Dan karena jeda waktu keterampilanku yang lama, akhirnya aku kalah. Setelah itu, kami bermain bola voli seperti biasanya.


“Sekarang, apa yang akan kita lakukan?”


Peningkatan class sangat Raphtalia butuhkan agar dia bisa jadi semakin kuat. Selain itu, saat Gelombang Bencana tiba, aku akan segera berpindah tempat ke area munculannya. Dan sebelum saat itu tiba, aku harus terus menaikkan level dan mencari uang di negeri lain.


“Karena kita masih punya waktu... Raphtalia, Filo, apa kalian ingin dibuatkan perhiasan?”

“Perhiasan?”

“Ah, aku bisa membuat beberapa perhiasan sederhana, dan aku ingin tahu, apa kalian berdua ingin kubuatkan perhiasan...”


Karena mereka sudah bekerja keras, belum lama ini sudah kuputuskan, kalau aku akan memberi hadiah pada Raphtalia dan Filo.


“Raphtalia, di umurmu sekarang, kau pasti ingin mengenakannya, ‘kan?”

“I-iya...”


“Filo juga mau!”


“Aku mengerti. Sekarang sebutkan saja, kalian ingin dibuatkan apa...”


Raphtalia kelihatannya masih kebingungan. Kenapa dia masih kelihatan ragu-ragu?


“Uhmm, Filo mau sebuah jepit rambut.”


Filo ingin dibuatkan jepit rambut, ya... mengejutkan juga, kupikir dia ingin meminta sebuah sadel atau tali kemudi.


“Jepit rambut? Kenapa?”

“Karena saat Filo berubah wujud, jepit rambutnya takkan menusuk ke kulit Filo.”


Kau masih mempermasalahkan itu? Yah, mungkin bagus juga kalau dia memakai perhiasan yang menempel di rambutnya. Aku pikir perhiasan itu akan cocok dengan penampilan Filo.


“Raphtalia, kau ingin dibuatkan apa?”

“Aku? Hmm...”


Raphtalia berpikir sejenak sebelum menjawabku.


“Aku ingin sebuah gelang, dan yang penting gelang itu bisa memberiku efek tertentu. Tidak ada gunanya kalau aku memakai perhiasan yang polos.”

“Hah?”

“Tuan Naofumi, kalau bisa, aku ingin sebuah item yang bisa meningkatkan kemampuanku.”


Aku masih bertanya-tanya. Sepertinya masih sulit bagiku untuk memahami sudut pandang Raphtalia.

Sebuah gelang yang memberikan efek tertentu... Aku pikir dia lebih menginginkan beberapa cincin, sepasang anting, atau sebuah kalung. Atau memang aku saja yang kurang peka?


“B-baiklah. Akan kubuatkan sesuai keinginan kalian.”

“Filo juga ya~”

“Iya iya.”


Kami pun terus bermain di padang rumput itu sampai malam hari tiba, lalu kami kembali ke penginapan, untuk bersiap sebelum Gelombang Bencana tiba.

Referensi :