To Aru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume7 Prolog

From Baka-Tsuki
Revision as of 02:29, 21 April 2010 by Gerrymon (talk | contribs) (Adding more trans~)
Jump to navigation Jump to search

Prolog: Mulai beraksi (Gerbang telah dibuka)

Katedral St. George.

Meskipun disebut katedral, tetapi gereja ini hanya salah satu dari sejumlah gereja ditengah Kota London. Meskipun tidak dapat dibilang kecil, terdapat perbedaan yang sangat besar jika dibandingkan dengan Westminster Abbey dan Katedral St. Paulus. Tentu saja tdak bisa dibandingkan dengan Katedral Canterbury, gereja asal mula Puritanisme di Inggris.

Bahkan faktanya di London, jumlah bangunan yang bernama 'St. George' sangat banyak. Selain gereja, ada departement store, restoran, toko-toko pakaian, dan sekolah-sekolah. Bisa ada banyak bangunan bernama itu di dalam kota. Tidak hanya itu, paling tidak ada lebih dari sepuluh gereja dengan nama 'Katedral St. George'. Hubungan antara 'St George' dan para orang Inggris bahkan dapat dilihat dari Union Jack.

Katedral St. George ini adalah markas dari ‘Necessarius’.

Tetapi mereka tidak memiliki pekerjaan yang glamor atau dipuja. (TN: better translation expected) Tugas dari ‘Necessarius’ adalah mengeliminasi berbagai asosiasi sihir di Ingris dan penyihir-penyihir yang terlibat di dalamnya. Untuk mencapai tujuan ini, ‘Necessarius’ juga menggunakan sihir, yang dianggap kotor oleh anggota (gereja) lainnya. Karena hal inilah, mereka dipandang rendah oleh para Puritan, dan bahkan diusir keluar dari Canterbury, markas utama bagi para Puritan, ke katedral St. George ini.

Tetapi setelah itu, ada banyak perubahan yang tidak mereka duga.

Meskipun sebelumnya dianggap sebagai organisasi sampingan, ‘Necessarius’ telah melakukan banyak kontribusi dari belakang layar.

Hal ini memungkinkan ‘Necessarius’ untuk membangun profil dan kekuatan di dalam Gereja Puritan Inggris. Saat ini, meskipun nampak bahwa gereja puritan dijalankan oleh Katedral Canterbury, tetapi faktanya, pemegang keputusan sekarang telah berpindah ke katedral St. George.

Maka, katedral ini, yang terletak agak jauh dari pusat Kota London, saat ini adalah inti dari Gereja Puritan Inggris yang besar.

Styl Magnus si pendeta dengan rambut merah sedang berjalan di jalanan Kota London pagi itu, dengan penuh pertanyaan. Tidak ada yang aneh dengan jalanan itu sendiri. Terdapat apartemen-apartemen dari dinding batu yang telah berumur 300 tahun lebih, yang berjajar di kedua sisi jalan. Ada banyak pekerja kantoran dengan handphone di tangan mereka dan berjalan dengan cepat di jalanan tua itu. Bus bertingkat dua (double decker) berjalan maju secara perlahan dan para pekerja di jalanan yang sedang membongkar telepon umum tua yang tampak umum. Sebuah integrasi antara sejarah baru dan lama, tidak ada yang tidak biasa terjadi.

Tidak ada yang salah dengan cuaca saat itu juga. Meskipun tidak ada awan di langit pagi ini, tapi cuaca berganti tiap kira-kira empat jam, maka tampak banyak orang yang membawa payung kemana-mana. Hari ini hari yang terasa panas, dan karena London juga dikenal dengan cuacanya yang berkabut, maka cuaca yang selalu berubah-ubah ini, adalah hal yang tidak dapat diremehkan. Karena meningkatnya kelembaban yang disebabkan hujan yang terus menerus , bersamaan dengan gelombang udara musim panas, menyebabkan temperatur yang tinggi. Jadi, pemandangan yang tampak menarik bagi para turis ini tetap saja tersa kurang. Tetapi bagi orang seperti Styl, saat dia pertama kali memutuskan untuk tinggal di kota ini, dia telah mempertimbangkan kekurangan ini, maka ia sudah menerima hal ini.

Apa atau siapa yang membuatnya merasa resah adalah gadis di sampingnya.

"Uskup besar..."

"Hmm? Saya sengaja memakai baju yang sederhana hari ini, tolong jangan memanggil saya dengan pangkat seperti itu"

Dengan pakaian dengan jubah berwarna beige (coklat muda), sang gadis, yang terlihat berumur 18 tahun, berbicara dengan tenang dalam bahasa Jepang. Seharusnya, sesuai dengan aturan, pakaian seorang biarawan hanya boleh berwarna putih, merah, hitam, hijau atau ungu, dengan garis-garis emas untuk dekorasi, jadi gadis ini secara diam-diam telah melanggar aturan.

Celakanya, hanya dia yang merasa selama ia memakai pakaian ini, ia tidak akan menarik perhatian. Karena dengan kulitnya yang putih bagai kristal, matanya yang biru cemerlang dan rambutnya yang berkilau keemasan--yang bahkan seseorang tidak akan terkejut jika dijual di toko perhiasan, apapun keadaannya, dia tetap tampak menonjol diantara kerumunan orang.

Rambutnya terurai sangat panjang. Rambut lurusnya tergerai hingga lutut, terlipat ke atas, ada di belakang kepalanya, dengan ikat rambut perak besar yang menahannya, dan juga di dekat pinggangnya. Dengan kata lain, panjang rambutnya hampir 2,5 kali tinggi badannya.

Pada pagi hari di Lambeth, London, suasana berisik dan hiruk-pikuk yang terkenal biasa terjadi, namun di sekeliling dia, suara-suara tersebut seperti hampir tak ada, mereka bagaikan dalam suasana hening gereja yang tidak mengijinkan suara bising.

Sang uskup besar dari sektor nol Gereja Puritan, ‘Necessarius’.

Laura Stuart.

Raja adalah ranking tertinggi dalam hirarki Gereja Puritan. Uskup Besar Laura adalah sang pembawa pesan sang raja, dan tanggung jawabnya adalah... 'Mengambil alih sang raja yang sedang sibuk dan mengontrol Para Puritisme Inggris.'

Gereja Puritan itu bagai perangkat musik ber-senar yang klasik.

Selain sang 'pemilik', juga ada sang 'pengurus'. Ambil contoh sebuah biola. Sebagus apapun sebuah biola, jika tidak pernah digunakan dalam jangka waktu yang lama, senarnya akan kendur, dan kualitas suara yang dihasilkannya akan menurun, yang menyebabkan suaranya tidak indah lagi. Tugas Laura adalah untuk tampil bermain menggantikan pemiliknya, sehingga biola tersebut dapat dipelihara dalam keadaan sempurna.

Tetapi, seperti situasi dalam Katedral Canterbury dan Katedral St. George, nama dan kekuasaan secara de facto telah dibalik. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan Laura.

Sang Uskup besar, yang memiliki kekuasaan besar tersebut, sekarang dengan santai berjalan di jalanan pada pagi hari, tanpa satu pun pengawal di dekatnya.

Styl dan Laura sekarang berjalan menuju Katedral St. George. Awalnya Laura yang mengusulkan pada Styl untuk bertemu di katedral pada waktu seperti ini. Dia seharusnya menunggu di katedral, dan Styl seharusnya datang menemuinya disana.

"Saya juga memiliki rumah sendiri. Dan tidak selalu terperangkap dalam gereja tua itu sepanjang tahun." Sambil melanjutkan langkahnya, yang tanpa bersuara. "Bukankah lebih menyenangkan untuk berjalan-jalan sambil berbicara?"

Di sekeliling mereka, para pekerja kerah putih berlalu lalang dengan cepat. Karena tempat ini dekat dengan Stasiun Waterloo, yang merupakan stasiun terbesar di London, bahwa ada satu dua pendeta atau suster disini, merupakan hal yang biasa. Jumlah gereja di London hampir sebanyak jumlah taman umum, meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Roma.

"Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi bukankan kamu memanggilku ke katedral untuk membicarakan sesuatu yang tidak boleh didengar orang luar?"

"Jangan berpikiran sempit, mengapa harus kuatir dengan hal-hal kecil? Tidak dapatkah kamu menikmati saat ini saja? Meskipun seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan seorang wanita memberikan rasa 'lega', mengapa ia tidak bisa membuka hatinya?"

"......" Styl tertegun, dan bertanya, "Bolehkah saya bertanya sesuatu?"

"Mengapa kamu sangat waspada? Silahkan saja."

"Mengapa bahasa jepang Anda terdengar bodoh?"

"....?" (lol Note:Di teks aslinya pengerang sengaja menggunakan gaya bahasa seperti jepang klasik untuk dialog Laura)

Muka Sang Uskup Besar Gereja Puritan tampak seperti orang yang sadar bahwa ia salah memasang kancing bajunya. Awalnya dia terhenyak, lalu badannnya terhenti. Lalu dengan muka agak merah merona berkata:

"Ah...eh...? Apa...apakah memang janggal? Bukankah 'bahasa jepang' seharusnya terdengar seperti ini?"

"Maafkan saya, tetapi saya tidak dapat menangkap apa yang Anda berusaha katakan. Anda berusaha bicara dengan bahasa klasik, tetapi tidak terasa benar."

Orang-orang di sekitar mereka, yang terbungkus pakaian barat, kemungkinan besar tidak mengerti bahasa jepang, tetapi Laura merasa hiruk-pikuk di sekitarnya seperti menertawakannya.

"Ah... ehm... Saya mempelajari bahasa jepang dari berbagai sumber, seperti literatur dan program TV. Saya bahkan meminta bantuan pada orang jepang asli sebelumnya..."

"Eh bolehkah saya bertanya pada siapa 'Orang Jepang asli' itu?"

"Uh... orang itu Tsucimikado Motoharu..."

"Tolong jangan menggunakan pria yang dengan nafsu dan membiarkan adik perempuannya mengenakan seragam maid sebagai orang Jepang ideal. Asia tidak semenarik itu, kau tahu?

"Ba... bahwa hal itu mungkin... Saya harus segera memperabaiki bahasa jepang saya... oh tidak!"

"Ada apa?"

"Su... sulit untuk mengubah sesuatu yang saya sudah terbiasa"

"...Jangan bilang bahwa kau menggunakan bahasa yang terdengar aneh ini untuk bernegosiasi dengan perwakilan dari Academy City"

Laura terhenyak, dan berkata "Ja... Jangan kuatir, jangan kuatir... tak apa-apa, tak apa-apa..."

Tetapi suaranya terdengar terguncang, keringat muncul di wajahnya, dan matanya memandang kemana-mana.

Styl menghela nafas, hembusan nafasnya dipenuhi dengan asap rokok.

"Baiklah, mari kita bicara saat kita sampai di katedral"

Keduanya berbelok di ujung jalan. Kanzaki Kaori diam-diam sering mengunjungi restoran jepang yang terdapat di sini.

"Apa... apakah kita harus membicarakan hal ini!? Saya tidak mungkin berkomunikasi dengan Bahasa Jepang ini!"

"Cukup, mari bicara mengenai 'bisnis resmi' dan bukan hal tak penting seperti ini. Jika Anda tidak yakin dengan bahasa jepang Anda, kita tetap bisa berbicara dengan Bahasa Inggris."

"Ja-jangan konyol! Siapa bilang Saya tidak percaya diri! Ha... hanya saja... badan saya hari ini tidak terasa enak!"

Kata Laura, yang merasa kalah.

"Dan mengenai bisnis resmi itu... sebelum kita mulai..."

Dari balik jubah di dadanya, Laura mengeluarkan sesuatu, yang terlihat seperti dua lembar kertas memo, dan juga spidol berwarna hitam. Sebagai spesialis dalam bidang runes/relic, Styl langsung paham apa yang akan ia lakukan.

“Chiu chiu chiu~”

Laura mencoba meniru suara janggal seperti saat spidol digoreskan di kertas. Pada beberapa upacara penting, saat sang Uskup Besar Laura berdiri di hadapan orang banyak, dia tampak sangat agung tidak seperti manusia biasa. Tetapi sekarang, sang uskup besar tamapk seperti seorang gadis yang asal mencorat-coret buku catatannya di tengah pelajaran.

(Kalau bisa, Saya berharap dia dapat mempertahankan personanya yang agung)

Pikir Styl, sambil memegang rokok dan tertegun. Dia sangat terganggu dengan suara tersebut.

“Chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu chiu~”

"... maafkan saya, tapi boleh saya bertanya apa yang Anda lakukan?"

Styl bertanya, sambil mengertakkan gigi dan dengan badan agak bergetar.

Meskipun dahinya menjadi pucat, Styl memutuskan untuk bersabar.

"Hanya untuk berjaga-jaga. Ini."

Laura menggambar hal yang sama di kedua lembar kertas tersebut, dan memberikan salah satunya pada Styl.

"Ah-ah-ah apakah kamu dapat mendengar saya?"

Styl merasakan suaranya berasal dari dalam pikirannya. Dia memandang Laura, yang bibir kecilnya tidak bergerak sedikitpun"

"...Apakah ini talisman untuk berkomunikasi?"

"Pikiran kita dapat dihantarkan secara langsung tanpa perlu berbicara."

"Hm."

Styl mengamati lembaran tersebut. Tampaknya Laura menciptakan sepasang talisman ini karena sarannya agar orang di sekelilingnya tidak dapat menguping.

"Mengapa suara dari hatimu juga terdengar konyol!?"

"Eh? Tu... tunggu sebentar, Styl! Sekarang saya bicara dengan Bahasa Inggris!"

Meskipun dia tidak mengeluarkan suara sedikitpun, Laura tampak panik, hingga mengejutkan kucing-kucing yang berbaring di depan restoran yang belum dibuka. Styl menghela nafas. Segala otoritas dan keagungan yang dimiliki seorang Uskup Besar runtuh sudah.

"Jadi mungkin ada yang salah saat pesan ini dikirim. Meskipun terdengar janggal, tapi tidak mempengaruhi pembicaraan kita. Mari kita bicara langsung ke bisnis yang seharusnya"

"Ah...Uu... ehem ehem, baiklah, mari."

Tampaknya Laura hendak mengatakan sesuatu, tetapi dia menelannya kembali, dan kembali ke permasalahan utama.

"Styl, apakah pernah mendengar tentang 'Kitab Hukum'?"

"Itu adalah kitab sihir. Jika tidak salah, pengarangnya adalah Edward Alexander " Edward Alexander. Juga dikenal sebagai Crowley.



Back to Illustrations Return to Main Page Forward to Bab 1: Pemuja Ilmu Pengetahuan