Oregairu (Indonesia):Jilid 7 Bab 7

From Baka-Tsuki
Revision as of 16:03, 1 October 2014 by Irant Silvstar (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search

Bab 7: Tidak terduganya, Miura Yumiko sedang mengawasi dengan sangat dekat

Itu adalah hari kedua dari karya wisatanya.

Hari ini adalah hari dimana orang-orang akan bergerak bersama dalam kelompok mereka masing-masing dan rencananya adalah untuk mengunjungi Uzumasa sampai ke area Rakusei[1].

Tujuan paling awal pada hari ini adalah Desa Film Uzumasa. Desa itu merupakan taman hiburan yang dibangun dengan mendetil dan sering dipakai sebagai lokasi pemfilman untuk sandiwara historis. Sebagai sebuah tujuan turis yang terkenal, tempat itu tidak hanya mereplikasi jalanan Yoshiwara dan Ikedaya, tempat itu juga membanggakan sejumlah besar atraksi yang menyenangkan, ditujukan pada turis seperti rumah hantu dan mansion ninja yang memperbolehkanmu merasakan sejarah secara langsung melalui cosplay.

Kita berpindah ke Uzumasa dari penginapannya lewat jalur bus kota.

Kartu bus sepanjang harinya merupakan sekutu yang hebat untuk semua murid dan turis yang berkunjung. Cukup dengan biaya lima ratus yen, kamu dapat menaiki bus kotanya sebanyak yang kamu inginkan. Itu benar-benar merupakan kartu bebas dari mimpimu. Terutama, karena jaringan busnya cukup luas, secara harfiah kamu dapat pergi ke hampir semua model atraksi turis di kota.

Namun, ada sebuah aspek buruk yang tak terpikir dari semua ini.

Dengan musim semi masih dalam puncaknya, bus-busnya sangatlah padat. Peluang orang memilih menaiki bus sekitar seratus lima puluh persen, bisa kubilang. Karena bus begitu ekonomis dan praktis, banyak turis akan memilih untuk menggunakannya. Hatiku sedang diambang kehancuran melihat kepadatan manusia saat jam pulang-pergi pekerja. Aku tidak akan bekerja. Tidak, aku tidak akan…

Jika aku harus berhadapan dengan perasaan mengerikan ini setiap kalinya, persetan sana kerja!

Di dalam kepadatan yang menggelikan ini, itu membuatku khawatir akan gadis lemah dan sayu serta Totsuka; semua pria yang tidak tahan akannya.

Tapi, karena tingkah menyesakkan Miura dan Kawasaki di pihak para gadis, daerah di sekeliling mereka berubah menjadi sebuah hot zone[2] yang pada akhirnya melindungi baik Ebina maupun Yuigahama. Ya, yah, mereka berdua memang menakutkan…

Kalau Totsuka, dia telah berpindah ke dalam tempat yang aman.

“Ha-Hachiman, apa kamu baik-baik saja? Sori?”

Dia membuat tampang menyesal saat dia berdiri di antara lenganku.

“Bukan masalah besar. Selain semua siku yang menyikutku dan semua orang yang menginjakku, itu bukanlah masalah besar.”

“Salahku! Hikitani, salahku! Tapi ente tahu, tidak banyak yang bisa kulakukan disini? Jaaaaauh terlampau padat disini, beneran.”

Terkutuk kamu, Tobe… Atau begitulah yang kupikir, tapi Tobe telah entah bagaimana berhasil mempertahankan postur berdirinya meski didorong daeri samping dan diinjak dari belakang. Jadi aku tidak bisa benar-benar marah pada pria itu karena hanya sikunya yang menyikutku.

“Jangan lupa kita akan turun di pemberhentian selanjutnya.”

Hayama meneriakannya. Dia itu agaknya pria yang cukup santai untuk mengkhawatirkan orang lain dalam kekacacauan ini.

Akhirnya, bus itu berhenti di depan Desa Film Uzumasa.

Kami dan murid berkunjung lain serta para turis menggeliat keluar dari busnya seakan sedang diludahkan keluar dari pintu masuknya.

Kami sudah hancur lebur bahkan sebelum kami berkesempatan untuk bersenang-senang di dalam desa film ini.

Dalam kondisi ini, aku akan menyambut untuk menyantap cepat cinnamon whirl di Komeda Coffee terdekat sambil beristirahat, tapi Tobe sudah menerjang maju ke depan untuk mempersiapkan beberapa tiket.

“Ini buatmu, Ebina.”

“Terima kasih banyak.”

Oh, begitu. Kamu berlari kesana untuk membeli tiketnya hanya agar kamu bisa menyodorkan tiket kepadanya. Saat aku berdiri disana melamun, Hayama dan yang lain juga membeli tiketnya.

“Oh, ini satu buat ente, Hikitani.”

“…Ya.”

Yah, pria ini kelihatannya super termotivasi, jadi aku sendiri juga akan mencoba sedikit lebih termotivasi.

Kami pergi maju dan memasuki desa filmnya. Pada saat kami melewati gerbang besarnya, Pretty Cure telah memasuki lapangan pandangku, tapi sedewasa diriku ini, aku cukup hanya dengan melihat sekeliling di dalam interior taman ini; aku akan mengecek Pretty Cure lain kali aku datang ke sini sendirian.

Di dalam berbagai area taman ini terdapat rekonstruksi ulang tatanan kota Edo.. Terkadang, kamu dapat melihat orang-orang, yang mungkin adalah anggota staf, berpakaian sebagai para samurai berlalu lalang.

Ada acara-acara seperti Jalan Courtesan[3] atau permainan pedang instruksional yang akan tiba-tiba mulai dan ditambah lagi, seekor dinosaurus yang tampak imut akan meloncat keluar dari sebuah kolam… Lebih banyak lagi kumpulan acara-acara bermunculan dan itu sebenarnya mulai sedikit menyenangkan.

Khususnya, kolam dimana dinosaurus imut itu muncul memberikan suatu perasaan bahwa sesuatu akan melompat keluar. Dan kemudian, tiba-tiba dinousaurus itu akan melompat keluar diiringi dengan sebuah ledakan asap yang akan membuatmu terus meminta maaf sambil berlutut. Asap itu kemudian akan turun perlahan memberikan pertunjukkan itu sebuah kesan surealisme[4] yang aneh.

Keheningan yang sudah diperkirakan menyelimuti kami ketika kami menonton dinosaurus imut itu menyelam kembali ke dalam kolam itu. Pertunjukkannya begitu surealis sampai bahkan tidak ada satupun yang mengangkat batang jarinya.

“…Mari kita pergi ke atraksi selanjutnya.”

“Y-Ya! Selanjutnya, selanjutnya!”

Saat Hayama menyarankan sambil tersenyum, Tobe yang terpatung dengan semangat bergerak maju.

“Kalau begitu bagaimana jika kita pergi ke sana?”

Apa yang sedang ditunjuk Yuigahama adalah rumah hantu yang bertema historis. Ternyata, tempat itu menarik minatnya dari awal.

Yah, itu standarnya. Aku rasa dia sedang memikirkan berbagai hal bagi Tobe dan Ebina. Sesuatu yang kira-kira semacam suspension bridge effect atau begitulah yang dikatakan orang.

Kita setidaknya bisa mengharapkan sesuatu dari rumah hantu itu tidak seperti dinosaurus imut itu.

Kamu sama sekali tidak boleh menganggap enteng rumah hantu. Itulah lihainya Toei. Tidak hanya set monsternya terlihat dikerjakan dengan teliti, karyawan Toei itu sendiri yang juga mengambil peran sebagai monsternya.

Seseorang pasti tidak akan menyukainya tapi tidak ada satu orang pun yang menentangnya jadi kita berakhir dengan berdiri di antriannya.

“Hayatooo, itu saaaaangat mengerikan!”

Miura memasang aura kegenitannya dan menempel pada Hayama. Tapi kamu tahu Miura, kamu cenderung terlihat lebih imut ketika kamu memberikan kesan seorang ibu yang sedang menjaga anak-anaknya. Aku sarankan kamu melihat kembali pada pesona dalam dirimu.

“Yaaa, Aku juga tidak terlalu cocok dengan hal-hal semacam ini.”

Hayama tertawa dengan malu-malu untuk menghindari topiknya. Melihatnya menunjukkan kelemahannya, ada sentakan ringan pada jantungku karena itu sangatlah langka.

Singkatnya, Itu akhirnya giliran kami. bagaimanapun juga delapan orang sekali masuk sangatlah berlebihan jadi kami memutuskan empat orang sekali masuk saja.

Setelah satu per satu kelompok Hayama menghilang ke dalam rumah hantu itu, sekarang giliran kelompokku untuk memasuki bangunannya.

Bagian pertama adalah perkenalannya. Kami ditunjukkan video yang memperingatkan kami untuk berhati-hati untuk tidak bertindak kasar seperti meninju atau menendang aktor-aktor yang memainkan peran monsternya. Itu sebenarnya hanya membuatnya terlihat lebih surealis…

Itu mirip sepeperti sebuah spoiler dalam satu sisi dan aku diberikan kesan bahwa tempat ini dibuat dengan penuh ketelitian, untuk saat ini…

Itulah pemikiran di pikiranku sampai sudah saatnya.

Ketika kami masuk selangkah ke dalam, sebuah suasana yang tidak familier memenuhi tempat itu.

Motifnya mungkin tidak diragukan lagi pada zaman Edo.

Kami hanya diberikan penerangan paling minimum di dalam tempat gelap gulita ini. Tapi, cahaya itu dengan hati-hati menuntun mata kami ke arah sebuah simbol yang terlihat ganjil. Dan sesaat setelah penglihatan kamu menjadi lebih terbatas, di sudut kegelapan yang tidak jelas tergeletak sebuah alat yang dimaksudkan untuk menakuti orang.

Aku menenagkan diri dan ketika aku meninjau situasinya, itu menakutkan. Hal menakutkan memang menakutkan.

Mantra Agama Buddha yang terus dirapalkan dan suara tidak senang di dalam kegelapan ini membuatku susdah untuk menentukan seberapa jauh di depan kelompok yang lain, yang kemungkinan besarnya adalah Hayama dan kawan-kawan, jangankan melihat mereka.

Dan untuk mengapa aku dapat menebak kelompok itu adalah Hayawa dan kawan-kawan adalah karena tingkah khas mereka.

“Oh sial, oh sial, oh sial, oh siaaaaaaaaaal!”

Tobe, yang merupakan tipe yang memahami situasi, sedang terserap ke dalam suasana rumah hantu itu dan karena dia begitu paniknya, dia tidak pernah meninggalkan sisi Hayama dari awal. Ketika Ebina melihatnya, dia tergelak dengan suara mengerikan.[5]

“Eek! Barusan saja, suara aneh…”

Yang berjalan di belakangku adalah Kawasaki yang menarik lengan bajuku karena dia sangat ketakutkan sekali. Um, kamu akan mengoyak bajuku ini, jadi bisakah kamu berhenti? Suara itu dari Ebina, jadi seharusnya itu tidak menak… Oke, itu menakutkan.

Ketika aku memandang-mandang barang-barang dalam rumah hantu itu, kelihatannya rumah itu didesain berdasarkan sebuah TKP pembunuhan di sebuah rumah pada zaman Edo.

Itu standar bagi sebuah rumah hantu, tapi desainnya sangat pas. Yuigahama, yang sedang berjalan di sampingku, berjalan dengan kaki terlengkung dan tangannya tergeletak di bahuku.

“A-Aku sepenuhnya tidak cocok dengan ini sama sekali…”

Setelah dia mengatakannya, dia melihat sekeliling dan terlihat tidak nyaman memikirkan sesuatu yang tiba-tiba muncul keluar.

“Hantu di rumah hantu tidak menakutkan sama sekali. Manusia yang menakutkan.”

“Dan itulah dia lagi dengan mulut pintarnya... Tapi kamu agak handal sekarang ini.”

Melewati teoriku itu, Yuigahama membuat tawa bodoh, tapi itu itu, kamu tahu, manusia memang yang menakutkan.

“…Jadi tepatnya, rumah hantu yang didesain untuk menakuti orang adalah yang paling menakutkan.”

“Oh astaga, dia tidak bagus! Tidak handal sama sekali!”

Tunggu dulu, aku sebenarnya juga sedang takut sekarang ini. Jika aku pergi ke dalam sini seorang diri, apa yang akan aku lakukan adalah melesat lurus melalui koridornya selagi berteriak “Heeeeeeeeeeeeeeeeei! Heeeeeei! Heeeeeeeeeeeeeeeeei!” dengan suara aneh hanya untuk mengusir ketakutan dalam diriku. Akhirnya, aku akan berakhir tidak mengetahui dimana pintu keluarnya.

Namun, pada saat ini, berkat yang lain begitu ributnya membuatku tidak begitu takut seperti yang seharusnya.

Mungkin itu sama juga bagi Totsuka karena dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Malah, dia terlihat seakan dia sedang bersenang-senang.

“Totsuka, kamu terlihat baik dan sempurna…”

“Yup, Aku benar-benar suka hal-hal semacam ini.”

Disana mungkin gelap, tapi kegelapan tidak dapat menghalangiku mengenali senyuman riang itu. Aku disana sejenak berpikir bahwa penerangan itu adalah sesuatu yang dapat melegakan dunia dari permasalahan energinya. Zaman sekarang perlu senyuman, bukan minyak!

YahariLoveCom v7-187.jpg

Setelah beberapa kemajuan dalam bergerak maju ke depan, seekor monster (dengan orang didalamnya) melompak keluar meneriakkan “blaaah.” Kawasaki seketika terkaku dan melesat seakan hidupnya sedang tergantung ke dalamnya tanpa sepatah katapun. Kebetulan, itu juga menakutkan Totsuka yang juga lari dengan panik.

Sekalem pun aku saat itu, aku sendiri juga agak panik.

Aku secara reflex berkerumun hanya untuk mengadakan kontak dengan Yuigahama yang berada pas di sampingku.

Apa yang sebenarnya terjadi adalah kepala kamu membentur satu sama lain dan suaranya mengema di sepanjang rumah itu.

“Ugh…”

“Aw…”

Kami berdua berjongkok dan mengusap area dimana kami membentur satu sama lain.

“M-Maaf…”

“Nah, salahku, aku agak terkejut tadi…”

Ketika aku meminta maaf dan berpaling pada Yuigahama, Yuigahama yang berlinang-linang menjulurkan tangannya. Dia menyentuh kepalaku seakan untuk memastika itu ada disana dan lalu memijitnya.

“Itu tidak sakit?”

“Uh, itu benar-benar menyakitkan…”

Dipikir lagi, ini benar-benar memalukan jadi tolong hentikan. Aku menggerakkan kepalaku dan berdiri jadi aku dapat terpisah dari tangannya. Yuigahama terus dalam posisi berjongkoknya.

“Omong-omong, kita harus bergegas. Kita akan ditinggal di belakang.”

Saat dia akan berdiri, aku menjulurkan tanganku. Kelihatannya jurus yang aku gunakan pada adik perempuanku Komachi sebelumnya teraktifasi secara otomatis.

“Huh?”

Yuigahama melotot pada tanganku dengan misterius. Tunggu, ini adalah sesuatu yang aku lakukan untuk adik kecilku. Setelah mempertimbangkannya kembali, aku mulai menggerakkan tanganku ke arah kantongku.

“Trims.”

Dia mencengkram tanganku. Yah, ini adalah apa yang kalian sebut kebaikan, juga dikenal dengan empati manusia. Sebuah tingkah pria sejati. Setidaknya, itu merupakan hal yang jelas perlu dilakukan sebagai seorang manusia. Sebagai seorang pria sejati tdak banyak yang bisa kulakukan.

Itulah mengapa aku tidak dapat menyingkirkan tangan Yuigahama.

“Oke, kalau begitu ayo pergi ke pintu keluarnya.”

Yuigahama tersenyum riang dan dengan pelan melepaskan tanganku. Aku tidak ada waktu untuk berpikir apakah itu memalukan saat Yuigahama menarikku ikut maju dengan bahuku.

“Buruan!”

Di dalam kegelapan dingin menusuk dalam rumah hantu penuh noda darah ini, kamu maju ke depan ketika tentara tanpa kepala dan tentara yang sudah tewas mengejar kami dari belakang.

“Itu kelihatannya pintu keluarnya.”

Cahaya meluap keluar dari pintu terakhir itu. Ketika kami melewatinya, tiupan angin menyegarkan melalui kami.

“Itu akhirnya selesai… itu agak menakutkan…”

Seakan semangatnya sudah terbakar habis, Yuigahama seketika terlihat lesu dan setelah menemukan sebuah bangku, dia dengan terhuyung-huyung bergerak ke arahnya. Di tempat tujuannya terdapat Hayama dan Totsuka yang sudah sampai ke tujuannya.

Aku mengikuti di belakang Yuigahama. Men, aku merasa super lelah. Itu benar-benar sulit harus berhadapan dengan jantung berdebar-debarku. Apakah ini apa yang mereka sebut detakan ireguler? Ayolah jantung.

Katika aku sampai ke bangkunya, aku menghela. Setelah aku rileks, Totsuka mendekatiku/

“Hachiman, itu benar-benar menyenangkan, huh?”

Totsuka yang sedang tersenyum itu mulai membuatku merasa pusing. Sekarang aku berhadapan dengan rasa pusing.

Senyuman itu terlalu imut sampai-sampai memiliki kemampuan menyembuhkan. Merasa gugup, itu terasa seakan banyak perasaanku sudah akan mencapai panggung baru sebagai sekelompok mega-bintang.

“Itu terasa seakan ketika kamu tumbang karena terlalu banyak bermain. Ayo pergi ke yang selanjutnya.”

Hayama melihat ke semuanya. Kelihatannya tidak ada yang keberatan. Miura, yang sedang duduk di bangku itu, berdiri dengan terjangan energi.

“Oke, Aku akan pergi memanggil Ebina, mmkei.”

Ketika dia mengatakannya, dia berjalan dengan cepat ke toko souvenirnya. Aku pikir semua orang ada disini, tapi kelihatannya Ebina dan Tobe tidak ada disini. Aku melihat ke arah toko itu dan disana terdapat Ebina yang emosinya meluap-luap akan barang-barang Shinsengumi[6] dan Tobe yang sedang mengatakan hal-hal seperti “oh sebuah pedang kayu, suuper mahal”.

U-Uh huh… apakah rumah hantu itu ada berhasil sedikitpun…?


× × ×


Tujuan kami yang selanjutnya adalah area Rakusei. Rencananya kami pergi ke sana menaiki bus dari Uzumasa.

Namun, Rakusei itu adalah rumah bagi baik Vihara Kinkakuji dan banyak lokasi tujuan turis populer yang lain. Lagipula kami sedang dalam pertengahan musim gugur, jadi bus-busnya kurang lebih penuh semua.

Terlebih lagi, ditambah dalam pertimbangan bahwa para turis sedang dalam perjalanan pulang mereka dari desa film itu dan kami tidak usah diragukan lagi akan menunggu sejenak. Setelah melihat begitu banyak bus lewat, aku sudah hampir muak berdiri disini dan menunggu sia-sia.

Aku adalah seorang pria yang membenci kereta api yang penuh sesak. Suatu ketika, aku harus bergegas menuju sebuah kampus kota dan ditengah jalan yang bertepatan dengan jam anak pergi ke sekolah, aku menyerah. Sejarah tidak mengikuti ujian tryout[7], itulah aku.

Itulah mengapa sekarang ini aku ingin menghindari menaiki bus kota dengan segala cara.

Selagi aku duduk disini bergugam “kyoro kyoro, kue, kue” dan memikirkan alternatif lain yang memungkinkan untuk menghindari situasi ini atau pintu entah dimana yang memungkinkan, aku melihat sekeliling dan apa yang muncul di pandanganku adalah tempat pemberhentian taxi.

Hmph.

Seaneh apapun itu, sekali orang sadar akan sebuah alternatif yang lebih nyaman, mereka akan dengan cepat memilih pilihan yang memanjakan diri tanpa setitikpun keraguan yang ada.

Aku menepuk bahu Yuigahama selagi dia berdiri di sampingku. Dia mungkin sudah letih terbukti dari reaksinya yang lesu. Hanya lehernya yang menghadapku.

“Ada apa?”

“Ayo kita naik taksi.”

Ketika aku memberitahunya, Yuigahama memberengut dan mengeluh.

“Taksi? Bukankah taksi mahal? Tidak bisa kalau mahal.”

Seakan bahwa itulah itu, dia kembali menunggu busnya.

Astaga, ada apa dengannya? Dia sedang bertingkah seperti seorang ibu rumah tangga… Dia juga seperti itu selama festival budaya di sekolah, tapi sepertinya hubungannya dengan uang terlihat agak ketat…

Tapi, sebagai seorang bapak rumah tangga, tidak mungkin aku bisa kalah disini.

Atau bagaimana tentang sedikit pesan ini: Aku tidak dapat mencacatkan kehormatanku seperti si alkemis recehan yang menarik uang receh dari udara kosong.[8]

“Tidak, dengar dulu. Di ibu kota taksi itu identik dengan mahal, tapi ternyata, di Kyoto, sebenarnya harganya cukup murah jika dibanding. Taksi kecil juga sering dinaiki. Malah, kita akan kehilangan uang jika kita tidak naik taksi. Jika kita patungan harganya, itu tidak akan mahal sama sekali.”

“Eeeeh…”

Hmm, reaksi ragu-ragu ini. Aku pikir aku akan menambah sedikit alasan logis dalam saranku ini, tapi kelihatannya perlu lebih dari ini untuk menggerakkan hati Yuigahama. Untuk itu, aku akan mengubah cara pendekatanku.

“Tunggu sejenak, tenang dulu. Ada kerugian buat kita jika membuang-buang waktu disini.”

“Seperti?”

Yuigahama merespon dengan cara yang terlihat seperti dia hanya bereaksi untuk menghabiskan waktu sambil menunggu. Sialan dia…

Pada titik ini, aku perlu menariknya ke dalam rencanaku dengan mengungkit ketertarikannya sebelum memulai apapun.

“Apakah kamu suka Disney Land?”

“Suka?”

Tidak seperti sebelumnya, kali ini dia memalingkan belahan atas tubuhnya bukan hanya lehernya seperti tadi untuk menghadapku. Aku tahu banyak hal tentang Chiba sama seperti orang-orang. Disney Land, tentu saja, termasuk ke dalamnya. Satu hal di dalam pengetahuan luasku tentang Chiba yang dapat cocok dengan ketertarikan Yuigahama pastilah hal-hal yang berhubungan dengan Disney Land. Itulah mengapa aku menyerang dengan topik ini.

“Tempat itu terkenal sebagai lokasi berpacaran, kamu tahu.”

“Uh huh, itu benar.”

Yuigahama mengangguk sambil bergugam setuju.

“Tapi sekarang, aku punya pengumuman menyedihkan yang mau kubilang.”

“Eh, apa?”

Dia memalingkan seluruh tubuhnya menghadapku seakan dia sedang terserap ke dalam topiknya. Setelah memastikan itu, aku melanjutkan pengumumannya.

“Pasangan yang pergi ke Disney Land untuk berpacaran putus.”

“Ah, Aku pernah mendengarnya sebelumnya. Kutukan atau hal semacam itu?”

“Memang. Tapi, yah, jika kamu memikirkannya, itu adalah hal yang wajar.”

Khususnya. tidak ada hal supranatural yang terlibat. Itu hanyalah sebuah masalah dalam psikologi manusia.

“Ketika antrian untuk sebuah atraksi terlalu panjang, kamu tidak dapat tidak mulai stres. Bahkan percakapan akan mulai habis. Setelah itu terjadi, kamu akan mulai jengkel dan keheningan akan terus berlanjut dan orang yang satu lagi akan mulai bosan. Itu singkatnya merupakan kebalikan dari suspension bridge effect.”

“Haa, Begitu ya, begitu ya~.”

Yuigahama mengangguk terus menerus dengan rasa kagum. Kelihatannya aku berhasil merubah pikirannya. Kalau begitu, dengan satu dorongan lagi kita akan mencapai kesepakatan.

“Bukankah situasi kita sekarang ini mirip dengan itu?”

“Kamu dan aku, huh? Aku tidak benar-benar merasa begitu.”

Yuigahama merespon dengan tampang bingung. Tidak, tidak, tunggu, itu agak sedikit menyusahkanku jika kamu tidak bereaksi seperti yang kuharapkan.

“Jelas bukan itulah… Aku sedang berbicara tentang Tobe dan Ebina disini.”

“Ah, b-benar…”

Yuigahama menundukkan kepalanya karena malu akan kesalahpahamannya.

“Lihatlah.”

I mengibaskan jariku dan menunjuk ke depan dimana mereka berdua berada.

Baik Tobe dan Ebina terlihat agak bosan. Ebina akan berbicara tentang hal-hal acak dengan Miura dan terkadang menekan-nekan handphone mereka. Tobe, di sisi lain, berada sedikit lebih jauh dari mereka dan sedang mengayunkan pedang kayunya. Tunggu, dia benar-benar membeli itu?

“Y-Ya…”

Itu bukanlah suasana yang akan pernah kamu katakan bagus dan setelah Yuigahama melihatnya, dia menyilangkan tangannya karena khawatir.

Yah, aku memutuskan untuk menambah hal lain lagi untuk jaga-jaga.

“Aku perlu menambahkan bahwa taksi merupakan ruangan yang tertutup. Intimasi mereka seharusnya akan meningkat.”

Jika itu Conan, seseorang mungkin akan mati.

Setelah aku mengatakannya, Yuigahama terkejut.

“O-Oh begitu... Aku akan mencoba menanyakan mereka.”

Yuigahama bergerak menuju grup di depan dan memanggil mereka dengan sebuah ayunan tangan.

“Apakah kalian mau tes naik taksi?”

Ketika dia memulainya, semua orang memiliki reaksi sangsi. Tidak banyak yang bisa kita lakukan tentang murid sekolah menengah atas menentang naik taksi. Itu kemungkinan besar hasil bahwa murid memiliki kesan taksi itu mahal yang tertanam dalam diri mereka dan juga karena, bagi para murid, taksi bukanlah alat transportasi khusus yang akan mereka pertimbangkan dari awal. Untuk sekarang, aku pikir aku juga akan mencoba memakai caraku untuk membujuk mereka. Bagaimanapun juga aku tidak mau menaiki bus yang penuh dengan orang.

“Jika kita naik taksi kecil, harganya tidak akan mahal jika biayanya dipatung empat orang.

“Oh, begitu.”

Hayama dengan keputusan cepatnya sungguh banyak membantu. Jika kamu mendapat persetujuan dari si pemimpin handal itu, hanya tinggal masalah waktu saja sebelum anak buahnya mengikuti setelahnya. Miura dan Tobe tidak ada komplain. Ebina juga mengangguk setuju dan pergi untuk menangkap Kawasaki. Totsuka terlihat setuju juga dan ikut pergi.

Kami meninggalkan antriannya dan pergi menuju pemberhentian taksi itu.

Karena kami ada delapan orang, itu normal untuk berpikir memisahkan kelompoknya menjadi kelompok berempat.

Selagi kami berjalan ke pemberhentian taksi itu, Hayama dan Miura memimpin barisannya diikuti oleh Kawasaki dan Totsuka. Aku akan bertindak sebagai sebuah dinding untuk memisahkan empat orang yang memimpin itu dari tiga yang tersisa di belakangku. Jadi ketika kami berbaris untuk memanggil taksinya, salah satu kelompok berempat itu akan terdiri dari aku, Yuigahama, Tobe dan Ebina. Pada poin ini, peran menjadi dinding itu penting. Tidak masalah, di pertandingan permainan bola, satu peran yang, tak usah ditanya lagi, akan akhirnya menemukan jalannya padaku adalah peran bertahan. Itu adalah standar yang perlu dipenuhi ketika bermain bertahan.

Hayama menuntun kelompok itu ke taksi itu.

“Oke, mari masuk kalau begitu.”

Si pemimpin Hayama mengusulkan selagi dia pergi duluan. Itu akan baik-baik saja sepanjang semuannya berjalan mengikuti alurnya.

“Aah. Oke, Yumiko.”

“Okeeeei.”

Pas setelah Hayama mengatakannya, Miura dengan cepat masuk ke dalam mobil. Hayama berdiri di depan pintunya dan memanggil orang berikutnya untuk memasuki mobilnya.

“Ayo masuk, Tobe.”

Sesaat setelah dia memanggil Tobe, dia bergegas maju sebagai responnya.

“Ah, rooooger. Ayolah Ebina, ayo masuk.”

“Oke, oke. Kami akan pergi duluan kalau begitu, Yui, Sakisaki.”

Tobe dan Ebina berjalan ke arah Hayama dan masuk ke dalam taksinya satu per satu. Ebina mengayunkan tangannya pada Yuigahama dan Kawasaki selagi dia memasukinya.

“Ah, ya, sampai jumpa lagi nanti.”

“Jangan panggil aku Sakisaki.”

Yuigahama merespon dengan ayunan tangannya sendiri sementara Sakisaki merona dengan tampang mengancam.

Dan terakhir, Hayama menuju ke tempat duduk di samping supir.

“…Oke, kami akan pergi duluan.”

Hayama berteriak tanpa memandang sedikitpun padaku. Aku yakin ada sesuatu yang bisa kukatakan sebagai balasannya, tapi aku diinterupsi dengan hantaman pintunya.

…Hmph, Aku mengertilah apa yang kau maksud.

Sekarang kalau begitu, karena aku ditinggal di belakang, aku perlu menggiring orang-orang ini ke dalam taksi.

“Jadi, dimana kita akan duduk?”

Totsuka bertanya, tapi susunan yang wajar mungkin mencakup aku duduk di depan.

“Baik, aku ambil di depan. Kalian bertiga di belakang.”

Pintunya terbuka secara otomatis dan pas saat aku melihat Yuigahama, Totsuka dan Kawasaki memasuki taksinya, aku membuka pintu ke tempat duduk di samping supirnya. Aku mengencangkan sabuk pengamannya sesaat setelah aku duduk.

“Tolong pergi ke Vihara Ninnaji.”

Aku memberikan perintah singkat dan si supir yang terlihat bersifat baik itu tersenyum dan mengulang tujuannya.

Mobilnya hidup dengan hening.

Selagi kami menunggu sinyalnya, si supir mulai berbincang-bincang.

“Apa kamu sedang dalam karya wisatamu?”

“Ya, itu benar.”

Aku sekilas melihat ke arah supir itu dan memberikan jawaban pendek. Aku tidak bermaksud untuk terlihat dingin, tapi aku hanya tidak terbiasa dengan percakapan dangkal ini.

“Dari mana kamu datang?”

“Dari arah Tokyo.”

Sebuah info menarik mengenai orang-orang dari Chiba. Ketika seorang rakyat Chiba pergi mengunjungi area pedalaman dan lalu ditanya dari mana dia datang, mereka akan berakhir menjawab “dari arah Tokyo.” Maksudku seperti, itu agak sulit untuk sampai ke orang lain hal tentang Chiba ketika kamu mencoba untuk menggambarkannya, kamu tahu… Itu singkatnya semacam; itu sama seperti ketika penduduk prefektur Kanagama berhantaman dengan orang-orang di Yokohama.

Dari situ, percakapan-percakapan tidak berguna berlanjut antara si supir denganku. Aku rasa taksi juga memiliki perangkap semacam ini…

Di sisi lain, tempat duduk belakang terbenam dalam percakapan yang berbau percakapan gadis-gadis yang berkumpul di ruangan tertutup.

“Betul. Dan macam, ketika kamu sedang akan benar-benar serius dalam perang bantal itu, Yumiko mulai menangis.”

“Kamu tidak perlu mengungkit itu…”

Kaca depan memantulkan Yuigahama yang sedang berbicara dengan senang dan Kawasaki yang sedang bersuasana hati buruk selagi mengganti-ganti silangan kakinya berulang-ulang. Omong-omong, Miura terlalu banyak menangis… Totsuka terkekeh dan mendorong percakapannya dengan hal-hal yang terjadi di ruang para lelaki.

“Oh, tapi perang bantal terlihat benar-benar menyenangkan. Kami bermain mahjong dan UNO di tempat kami. Ah, Hachiman juga kalah dan lupa tentang permainan pinaltinya.”

Susunan tempat duduk kami hanya dipisah sangat dekat tapi percakapannya terasa sangat jauh.

Kurasa mereka sedang sangat menikmati situasinya.

Soal aku, supirnya anehnya sedang pengertian dan menjaga percakapannya seminimum mungkin. Semua yang aku lakukan hanya melamun sambil memandang pemandangan kotanya.

Translation Notes

  1. Kyoto Barat
  2. Daerah karantina
  3. Pelacur Bangsawan
  4. KBBI menyatakan : "aliran dl seni sastra yg mementingkan aspek bawah sadar manusia dan nonrasional dl citraan (di atas atau di luar realitas atau kenyataan)"... Menurutku simpelnya itu berarti sesuatu yang tidak nyata terkesan seperti nyata.
  5. hihihihihihi? hehe
  6. Satuan kepolisian zaman Edo
  7. Ujian ujicoba sebelum UN biasa disebut tryout aja kan?
  8. Masih perlu kuresearch lagi kalimat ini