Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid16 Bab 6
Bab 6 - Raja Iblis Gadungan[edit]
Bagian 1[edit]
—Raja Iblis sudah ada disini.
Kamito segera memahami arti dibalik kata-kata Rubia.
"...Lalu apa-apaan itu?"
Melihat benda yang diletakkan dimeja oleh Siska—
Kamito menyipitkan matanya dan menanyai Rubia.
Sebuah jubah merah dengan warna darah disertai bagian bahi yang dihiasi duri-duri yang tak terhitung jumlahnya.
Armor hitam terukir dengan pola binatang iblis. Sebuah tongkat berbentuk seperti ulat yang saling melilit satu sama lain. Terakhir, ada topeng tengkorak yang menakutkan dengan lubang mata yang pas dengan kristal roh merah.
"Apa aku perlu menjelaskan?"
"...Ya, untuk berjaga-jaga—"
Menekan pelipis matanya, Kamito mengerang.
....Akan tetapi, dia sudah bisa menebak tentang apa ini tanpa perlu mendengar jawaban Rubia.
"Kazehaya Kamito, kau akan menjadi Raja Iblis."
"Aku menolak."
Kamito segera menjawab.
(...Sudah kuduga, bukankah ini tepat seperti yang aku prediksi?)
Akan tetapi, Rubia tetap tak terpengaruh dan melanjutkan.
"Apa yang membuatmu nggak senang? Apakah desain topengnya?"
"Bukan. Yah, itu juga masuk perhitungan... Tapi bukan itu masalahnya. Tunggu sebentar, jangan bilang kau membuat seluruh pakaian ini?"
"Semuanya. Dalam hal ini, bagian mana yang nggak kau senangi?"
"...Semuanya. Kenapa juga aku harus jadi Raja Iblis!?"
Kamito memprotes keras.
"Memang, Kamito-kun memang sudah jadi Raja Iblis Malam Hari."
"Benar, dengan ini..."
"Aku setuju."
"Hmm, Kamito memang sudah jadi seorang Raja Iblis, kan?"
Meskipun mendengar komentar-komentar ini dibelakang dia, Kamito memutuskan untuk mengabaikan mereka.
"Karena ini adalah metode yang paling efektif untuk menyatukan para pengungsi."
Rubia menyatakan dengan dingin.
"....!"
"Dianiaya oleh Sjora Kahn, dibuanh oleh kampung halaman mereka, para pengikut kultus Raja Iblis ini telah berkumpul di Demon's Fist ini. Cepat atau lambat, tak lama lagi, mereka akan bangkit melawan Sjora. Akan tetapi, kultus Raja Iblis bukanlah entitas monolitik. Menyatukan para pemberontak membutuhkan suatu simbol yang disetujui semua orang, yakni sang Raja Iblis—"
"....Tapi itu artinya menciptakan seorang Raja Iblis gadungan untuk menipu mereka, kan?"
Mengatakan itu, Kamito menatap tajam pada Rubia.
"Seperti Raja Iblis Solomon, kau memiliki kekuatan dari Elemental Lord Kegelapan didalam dirimu. Ini adalah kebenaran yang tak terbantahkan."
"Itu adalah kata-kata yang manis. Aku bukan Raja Iblis Solomon. Baiklah, anggap saja aku mengakui bahwa memang diperlukan untuk sebuah simbol untuk menyatukan para pemhunhduu, lalu kenapa nggak kau saja yang melakukannya? Seperti ketika kau berpura-pura menjadi Ren Ashbell di Blade Dance."
Kamito menanggapi sembari mengejek.
"Para pengikut ini tidak akan menerima Raja Iblis kecuali itu adalah kau, seorang elementalist pria."
"Yah—"
Saat Kamito mau mengeluarkan penolakan—
Dia tiba-tiba menyadari sesuatu dan menutup mulutnya.
Dia melihat getaran samar di mata Rubia yang menatap langsung pada dia.
"Kazehaya Kamito, apa kau melihat kerumunan orang dalam jumlah yang mencengangkan itu? Diasingkan oleh kampung halaman mereka, dianiaya, orang-orang ini—"
"Ya...."
"Orang-orang ini telah kehilangan segalanya. Bukan hanya tanah dan kekayaan, tetapi juga harapan untuk hidup. Sekarang ini, apa yang mereka butuhkan adalah seorang penyelamat."
"Aku paham dengan logika itu, tapi...."
"Aku nggak memintamu untuk memerintah orang-orang ini sebagai Raja Iblis. Yang diperlukan adalah untuk menyebarkan berita bay Raja Iblis telah dibangkitkan disini. Meskipun itu bohongan, selama ada secercah harapan, orang-orang akan bisa bertahan hidup—"
Pada saat ini, Kamito akhirnya mengetahui emosi yang ada didalam mata Rubia.
(...Aku mengerti sekarang. Jadi itulah yang dia rasakan secara sungguh-sungguh.)
Dari para pengungsi ini, dia melihat bayangan dari wilayah Elstein yang merupakan kampung halaman yang telah dihanguskan oleh bencana Elemental Lord Api. Saat itu, bahkan sebagai Ratu Api, dia gagal menyelamatkan orang dalam jumlah yang besar, yang mana dia merasa sangat bersalah bahkan sampai hari ini.
Kamito tetap diam, memikirkan tentang kerumunan orang itu.
Mereka sangat mempercayai apa yang dikatakan Rubia tentang kebangkitan Raja Iblis.
Itu bukan hanya karena mereka adalah para pengikut dari kultus Raja Iblis. Pada saat yang sama, mereka pasti telah merasakan emosi yang meluap-luap pada pidato yang disampaikan Rubia.
"..."
Mendesah dalam-dalam, Kamito—
"...Yang perlu aku lakukan adalah berpura-pura menjadi Raja Iblis didepan para pengungsi itu kan?"
Dia berbicara.
"Kamito!?"
Dia mendengar Claire berseru dibelakangnya.
"Memang, cuma itu."
Rubia menatap Kamito dan mengangguk.
"....Baiklah."
Dengan demikian, Kamito mengambil topeng Raja Iblis dan berkata:
"—Kali ini saja. Hanya sekali ini, aku akan menjadi Raja Iblis."
Bagian 2[edit]
—Begitulah jadinya.
Meskipun Kamito bersedia untuk memainkan peran Raja Iblis—
"Kamito-kun, berusahalah sebaik mungkin dalam memainkan peran Raja Iblis."
"Karena kau bertindak seperti Raja Iblis yang sebenarnya mulai dari sekarang dan seterusnya, tentunya itu akan baik-baik saja."
"Hmm, kupikir yang perlu kau lakukan adalah berperilaku seperti biasanya."
"Bertindak saja secara alami, Kamito."
".....Apa-apaan maksudnya itu?"
Membawa pakaian Raja Iblis ditangannya, Kamito menyimpitkan matanya dan membantah.
....Menatap topeng tengkorak yang menakutkan itu, pemikiran-pemikiran tentang penyesalan muncul dalam hatinya, meskipun sudah terlambat.
Pada Claire dan para cewek yang bertindak seolah mereka tak terlibat, Rubia berkata:
"Jangan mengambil kesimpulan bahwa ini nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku sudah mempersiapkan peran untuk kalian."
"...Huh?"
Claire dan para cewek langsung membeku, saling menatap satu sama lain.
"....K-Kami juga?"
"Memang. Kalian berempat akan memainkan peran selir Raja Iblis."
Mendengar kata-kata Rubia yang tiba-tiba—
" " " "Ehhhhhhhhhh!" " " "
Claire dan para cewek berteriak.
"Rubia-sama, a-apa maksudnya?"
"Menurut legenda, Raja Iblis Solomon dilayani oleh banyak selir. Tentunya, dengan adanya kalian berempat, kebangkitan Raja Iblis akan menjadi lebih meyakinkan."
Rubia menjawab pertanyaan Fianna tanpa mengubah ekspresinya.
...Memang, Kamito telah melihat sebuah buku sejarah di ruangan Rubia yang mana memcatat bagaimana Raja Iblis Solomon dilayani oleh banyak selir, bahkan termasuk ilustrasi dari segala macam pose yang tak bisa disebutkan.
Mungkin teringat pada buku yang dia lihat di kapal terbang, wajah Claire langsung menjadi merah.
"Tunggu, bukankah itu jelas-jelas nggak bisa diterima!?"
Kamito sangat keberatan. Para cewek bangsawan muda ini memiliki harga diri yang amat tinggi. Meskipun memainkan peran, meminta mereka bertindak sebagai selir Raja Iblis akan benar-benar tak bisa diterima—
"M-Mau gimana lagi..."
"Nggak ada jalan lain."
"Hmm, memang, selir Raja Iblis adalah peran yang diperlukan."
"Ya, keaslian sangatlah penting."
....Huh? Kenapa itu terasa seperti mereka sangat termotivasi...
Rubia mengangguk ringan dan berkata:
"Ada empat pakaian, sudah dipersiapkan dimasing-masing ruangan kalian. Pergi sana ganti pakian."
"W-Woy..."
Meskipun Kamito keberatan, Claire dan para cewek sepenuhnya nggak peduli.
Lalu, batuk ringan terdengar dari sudut ruangan.
Kamito menoleh, yang terlihat disana adalah mata berwarna biru es milik Velsaria menatap dingin pada Rubia.
"Ada apa, Velsaria Eva?"
Ya, Kamito punya harapan.
Mengingat kepribadian Velsaria yang lurus, tentunya dia akan keberatan.
Akan tetapi, apa yang dia katakan ternyata—
"Uh, apakah peranku nggak diperlukan....?"
Kata-kata yang tak terduga.
"Apa, Velsaria!?"
Kamito mau tak mau berteriak.
...Memang, apa yang dikatakan Rubua barusan adalah "kalian berempat."
Dengan kata lain, selir-selir Raja Iblis tidak termasuk Muir atau Velsaria.
Apa ada semacam pembatasan usia—
"Velsaria Eva, apa kau mau menjadi selir Raja Iblis juga?"
"...T-Tentu saja enggak!"
Mendengar pertanyaan Rubia, Velsaria menggeleng.
"A-Aku hanya mencari konfirmasi. Sebagai seorang ksatria dari keluarga Faglhrengart, gimana bisa aku terlibat dalam tindakan nggak tau malu seperti itu, meskipun hanya akting?"
"Uh, kakak, aku nggak setuju kalau ini dianggap nggak tau malu..."
Ellis memprotes dengan suara pelan.
"Velsaria, kau akan menjalani pemyesuaian dsrir Vivian Melosa di fasilitas milik Demon's Fist ini. Revenant tidak berperlengkapan memadai untuk penyesuaian total, tetapi karena tempat ini adalah sebuah fasilitas militer, wanita itu harusnya berhasil memnuat output Juggernaut."
"....B-Begitukah? Dimengerti."
Mengembalikan ekspresinya yang seperti es yang biasanya, Velsaria mengangguk.
...Kamito bertanya-tanya apakah hanya perasaannya saja bahwa ada kekecewaan samar yang dia dengar dari suara Velsaria.
Lalu Rubia berjalan mendekati Muir yang sedang tidur diatas meja.
"Muir Alenstarl—"
Rubia menarik kerah belakangnya.
"...Uwah? A-Apa?"
Tidur mendengkur, Muir tiba-tiba bangun dan melotot pada Rubia.
"Tunggu, apa yang kau lakukan?"
"Aku punya misi khusus untukmu dan Lily. Pergilah mengintai ibukota Theocracy, Zohar, dan cari tau keberadaan Saladia Kahn."
"Ehhhh, misi pengintaian lagi? Aku masih mau main dengan Onii-sama lagi..."
Mendengar itu, Muir cemberut tak senang.
"Menurutmu kenapa aku membawa kalian kembali dari Kerajaan Suci? Keberhasilan dari misi penyelamatan Saladia bergantung pada hasil kalian."
"...O-Owwwww, paham, paham. Berhenti membuat pelipisku lecet!"
Muir berteriak sembari berlinang air mata... Itu tampak cukup menyakitkan.
"Itulah gerakan pembunuh milik Nee-sama. Dia pernah menggunakannya padaku sekali saat aku masih kecil."
Duduk disebelah Kamito, Claire menjelaskan dengan suara pelan sembari keringat dingin mengucur di keningnya.
"Heh, jadi kau pernah bertengkar dengan kakakmu?"
"Ya, karena kakakku dengan penuh perhatian menanam pohon pir, tetapi secara nggak sengaja aku membakarnya menjadi arang."
"....Kalau begitu, yang salah memang kamu."
Dilepaskan oleh Rubia, Muir berjalan terhuyung-huyung ke Kamito dan berkata:
"Onii-sama, aku akan segera kembali. Ayo main ketika aku sudah kembali."
"Ya, hati-hati."
Kamito meletakkan tangannya di kepala Muir dan mengelus dia pelan-pelan.
"Huah, Onii-sama..."
Muir setengah menutup matanya dalam kenikmatan lalu berjalan keluar dari ruang pertemuan.
"Selanjutnya, Upacara Pembangkitan akan berlangsung malam ini. Pastikan kalian sudah siap sebelum waktunya tiba."
Pertemuan diakhiri dengan pernyataan serius dari Rubia.
Bagian 3[edit]
Setelah berpisah dengan Claire dan para cewek, Kamito dibawa ke ruang perwira militer yang terletak di satu lantai dibawah ruang pertemuan.
Meskipun itu adalah sebuah ruangan perwira, karena tidak digunakan dalam waktu yang begitu lama, ruangan itu menjadi lebih seperti gudang.
(...Ya ampun, apa aku harus berganti dengan pakaian ini?)
Mendesah, Kamito menggantung seragam Akademinya di lemari ruangan yang dipenuhi debu ini, berganti pakaian armor hitam legam yang terukir dengan binatang iblis.
Lalu dia memakai jubah merah darah dan sepatu dengan hiasan sampingnya berbentuk duri.
Akhirnya, dia menutupi wajahnya dengan topeng tengkorak yang menakutkan.
(Kusangka pandanganku akan terblokir, tapi daya pandangnya ternyata sangat bagus...)
Kristal roh berwarna merah telah dipasang pada mata tengkorak tersebut dan sepertinya diperkuat dengan sihir Penglihatan Malam yang mana membuat dia bisa melihat dengan jelas ditempat yang gelap. Selain itu, armor uanh dipakai dibawah jubah tersebut juga terasa lebih ringan daripada uanb diduga, sangat nyaman.
(....lalu, kurasa ini adalah "naskah" ku.)
Kamito melempar seikat kertas ke meja.
Naskah tersebut dipersiapkan oleh Rubia. Dia rupanya mengumpulkan kutipan-kutipan penting dari Raja Iblis Solomon, berdasarkan sumber sejarah dari bagian Raja Iblis.
(Aku merasa bahwa sumber-sumber sejarah itu kacau...)
Dengan penuh keraguan, Kamito membuka naskah tersebut.
"Uh, aku adakah Solomon sang Raja Iblis, bangkit setelah seribu tahun berlalu—"
Saat dia membaca kata-kata di halaman pertama, lalu...
Bagian mulut dari topeng tersebut mengeluarkan asap hitam.
"...A-Apa-apaan ini!?"
Dengan panik Kamito melepas topeng itu.
Topeng tengkorak itu menghantam lantai dan memantul, menyemburkan asap sambil berputar-putar.
".....Jadi topeng itu punya desain semacam ini."
Kamito bergumam jengkel. Lalu....
"Fufu, itu sangat cocok denganmu, Kamito... Fu, fufu, fufufu..."
"...!?"
Dia melihat kebelakang, yang ada disana adalah Restia yang telah kembali ke wujud manusia tanpa dia sadari, tertawa menggemaskan sambil berguling-guling di ranjang, sayapnya bergetar.
"....A-Ayolah... Aku berusaha mati-matian ini."
Ketika Kamito protes tidak senang...
"Fufu, maaf. Soalnya, penampilan itu aneh sekali—"
"....A-Apakah benar-benar aneh? Dari yang aku lihat di buku di ruangan Rubia, penampilan Raja Iblis memang seperti ini."
Meskipun ada perbedaan-perbedaan kecil, gambaran Raja Iblis pada dasarnya seperti ini.
"Memang, dia sering memakai jubah berwarna merah darah. Namun, dia nggak pernah memakai topeng semacam itu ataupun menyemburkan asap—"
Restia tertawa diatas ranjang.
(.....!?)
Lalu....
Kamito akhirnya menyadari sesuatu yang penting.
(....! Oh benar, Restia adalah roh milik Raja Iblis—)
Memang, Dulu Restia memegang gelar Demon King's Sword. Itu sebabnya orang-orang tua di Sekolah Instruksional memberi tugas pada dia untuk mendidik Kamito, sang penerus Raja Iblis.
—Kenapa aku gagal menyadarinya sampai sekarang?
Dibandingkan dengan memeriksa buku-buku sejarah, dia harus melakukan sesuatu terlebih dahulu.
Jelas-jelas, Restia memiliki lebih banyak informasi mengenai Raja Iblis—
Kamito menarik nafas dalam dan...
"Katakankahy, Restia—"
Dia memulai percakapan.
"Apa itu, Kamito?"
"Bisakah kamu memberitahuku tentang Raja Iblis Solomon?"
Mendengar itu, Restia duduk diranjang sambil memiringkan kepalanya.
"....Kenapa kamu ingin tau tentang dia?"
Matanya yang berwarna senja menatap lurus pada Kamito.
Kamito mau tak mau menghindari kontak mata.
"....Anu, hanya untuk referensi, karena aku akan memainkan peran Raja Iblis sebentar lagi—"
Jawabannya terdengar seperti sebuah alasan.
Ya, itu adalah sebuah alasan. Ketertarikannya pada Raja Iblis yang hidup seribu tahun yang lalu memang asli, tapi tidak terbatas pada hal itu saja. Sejujurnya, dia agak penasaran pada pria yang menggunakan Restia dimasa lalu seperti yang dia lakukan.
(...Sheeesh, ada apa dengan persaingan yang kekanak-kanakan ini?)
Kamito mengejek dirinya sendiri dalam benaknya.mungkin, kecemburuan secara tak sadar inilah yang mencegah dia dari memilih untuk menanyai Restia tentang Raja Iblis.
Kamito tidak tau kalau Restia membaca pikirannya, tetapi—
Dia terkikih dan....
"—Ya. Tentu saja aku tau beberapa rincian lebih banyak daripada buku-buku sejarah milik manusia, tetapi sebenarnya, aku nggak mengenal dia dengan sangat baik."
"...Huh?"
Mendengar jawaban yang tak terduga tersebut, mau tak mau Kamito bertanya:
"Tetapi bukankah orang-orang di Sekolah Instruksional menyebutmu Demon King's Sword—"
"Ya, aku memang digunakan oleh sang Raja Iblis. Akan tetapi, pria itu hanya sekedar menggunakan aku sebagai sebuah alat yang kuat bukannya roh terkontrak."
"....Bukan sebagai roh terkontrak?"
Kamito meragukan telinganya.
"Ya, itu benar—"
Restia mengangguk.
"Aku bukanlah roh terkontrak milik Raja Iblis. Bukan, dan bukan hanya aku saja. Legenda mengatakan 72 roh dibawah komandonya, tetapi dalam kenyataannya, dia tidak membuat kontak roh dengan mereka. Dka hanya menggunakan kekuatan Ren Ashdoll untuk mendominasi mereka, itu saja—"
"...Apakah itu yang terjadi?"
Sudah pasti ini adalah fakta yang tak terekam dalam buku sejarah.
Bisa dikatakan, itu mungkin serupa dengan Jio Inzagi yang menggunakan Bloodstone untuk mengendalikan para roh. Tentu saja, kasus Raja Iblis berada dalam skala yang benar-benar berbeda—
Tatapan Kamito tiba-tiba jatuh pada segel roh ditangan kirinya.
(....Aku mengerti. Restia tidak melakukan kontak roh, huh?)
Sembari merasa terkejut dengan apa yang Restia ungkapkan, anehnya Kamito juga merasa lega.
"Fufu, ada apa, Kamito?"
Restia terkikih dan mengintip untuk mengamati ekspresi Kamito.
"...Oh, enggak, uh—"
Kamito buru-buru menggeleng.
"Tapi Restia, bukankah kamu bertanggung jawab atas misi memandu kebangkitan Raja Iblis?"
Dia menanyakan pertanyaan yang muncul dalam benaknya.
Misi asli milik Restia Ashdoll sang roh kegelapan adalah untuk mendorong kebangkitan dari penjelmaan dalam wujud manusia dari kekuatan milik Ren Ashdoll, memandu dia untuk menjadi pembunuh untuk melenyapkan para Elemental Lord gila.
Jika Raja Iblis Solomon hanya menggunakan dia sebagai alat semaya, lalu bagaimana dengan misinya—?
"....Nggak ada yang bisa aku lakukan. Dia nggak menggubris kata-kataku."
Restia mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya.
"Dari ketika aku dibebaskan dari segel, dia hanya menggunakan aku sebagai sebuah senjata dan menolak interaksi apapun. Dia menggunakan kekuatanku sesuai dengan kehendaknya sendiri untuk melenyapkan roh dalam jumlah yang tak terhitung—"
"....Jika demikian, penaklukkan benua agresif pada benua yang dilakukan Raja Iblis Solomon bukan karena dia mengendalikan kehendak dari Ren Ashdoll."
"Gimanapun juga, tujuan Ren Ashdoll adalah untuk menghancurkan para Elemental Lord."
Berhenti sebentar, Restia melanjutkan.
"Memulai Perang Raja Iblis adalah idenya sendiri. Aku nggak yai pertimbangan macam apa yang ada didalam kepalanya hingga dia memulai perang itu. Raja Iblis nggak pernah menujukkan pemikiran dan perasaannya pada para roh. Kalaupun ada yang mengerti hati pria itu, kemungkinan besar adalah dia (perempuan)—"
Menerawang ke kejauhan, Restia berbisik.
"...Dia?"
"Satu-satunya roh yang dia percayai dan membuat kontrak dengan Raja Iblis Solomon."
"Memangnya ada roh yang seperti itu?"
"Ya. Akan tetapi, legenda mengatakan bahwa roh itu bersemayam bersama dengan Raja Iblis. Didalam Pyramid disuatu tempat di gurun—"
Dengan perasaan nostalgia dimatanya, Restia Bergumam.
Bagian 4[edit]
Di sebuah fasilitas militer bawah tanah, jauh dibawah Scorpia, sebuah tempat yang dikenal sebagai "wilayah tersegel"—
Sjora Kahn dan pengikut kepercayaannya, Valmira, telah menghabiskan beberapa hari disini.
Di dinding dari ruang segi empat ini adalah sebuah lingkaran sihir raksasa yang ditulis dengan bahasa Ancient High.
Seperti yang disiratkan nama "wilayah tersegel", ini adalah sebuah tempat terisolasi menggunakan pintu kokoh dan penghalang yang tak terhitung jumlahnya. Seekor mahluk berbahaya yang memerlukan tindakan ekstrim semacam itu saat ini disegel dibawahnya.
—Leviathan, sang roh kota.
Dalam kepatuhan terhadap perjanjian pada akhir Perang Ranbal, itu adalah salah satu dari tujuh roh militer kelas strategik yang disegel dan dihapuskan oleh banyak negara. Menurut catatan resmi, selama pertarungan pertama roh itu dikerahkan, roh ini telah menghancurkan sebuah kota secara menyeluruh di sebuah negara kecil hanya dalam waktu 17 jam.
Ruangan ini adalah perangkat sihir untuk mengendalikan Leviatan. Pada saat yang sama, ini adalah situs bersejarah dari Demon's Circuit, diciptakan oleh Raja Iblis seribu tahun yang lalu.
Mengenakan sebuah topeng pengikut Raja Iblis, princess maiden kepercayaan Sjora, Valmira, melaporkan:
"Persiapan untuk terhubung pada Leviathan sudah selesai. Operasinya nggak ada masalah."
Tetapi setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan.
"Apa itu?"
"Ada masalah kendali. Jika segelnya terangkat sebagaimana mestinya, kemungkinan besar Leviathan akan mengamuk."
"....Hmm, itulah yang jadi masalahnya sekarang."
Menopang dahinya, Sjora tampak merenung.
"Butuh berapa lama penyesuaiannya?"
"Perkiraan sekitar setengah bulan atau lebih—"
"Begitukah? Kalau gitu mau gimana lagi—"
Sjora mendesah kecewa, lalu....
"Kalau begitu, aktifkan dibawah kondisi tak sempurna."
"...!?"
Dihadapkan dengan pernyataan penguasanya yang acuh tak acuh namun menakutkan, Valmira tak bisa berkata apa-apa.
"M-Maafkan aku karena lancang, Nyonya Penguasa, tetapi misalkan Leviathan diaktifkan dalam kondisi saat ini, maka akan ada ribuan, tidak, puluhan ribu korban di kota Zohar, penduduk akan menjadi korban—"
Pengoperasian normal dari roh militer kelas strategik membutuhkan sebuah tim yang terdiri dari para elementalist terlatih untuk melakukan ritual berskala besar selama beberapa hari. Jika kendalinya hilang, roh militer akan mencuri kekuatan suci dari sekitarnya tanpa pandang bulu sebelum pada akhirnya menghancurkan dirinya sendiri.
Akan tetapi—
"—Lalu kenapa?"
Tersenyum, Sjora mencibir.
"...Sjora... -sama...?"
Seluruh tubuh Valmira gemetar.
Sebenarnya, puluhan princess maiden, yang sudah mengorbankan nyawa mereka, telah ditunjuk sebagai korban—
Akan tetapi, Sjora berencana untuk mengorbankan seluruh Zohar.
Ini bukanlah pola pikir orang normal. Jika sesuatu semacam itu dilakukan, Theocracy itu sendiri akan runtuh meskipun pasukan pemberontak yang berkumpul di Demon's Fist bisa dimusnahkan.
"....Aku mohon padamu... Harap pertimbangan ulang, Sjora-sama!"
Valmira, sang princess maiden yang melayani Sjora sejak anak-anak berlutut dilantai dan memohon.
Akan tetapi, Sjora Kahn tertawa mengejek.
"Entah itu orang-orang atau negara ini, nggak ada hubungannya dengan kami—"
"...!?"
Valmira mendongak dan mengernyit.
Suara yang berasal dari bibir Sjora terdengar seperti suara pria tua berjumlah banyak yang berbicara secara bersamaan. Sangat aneh.
"Sjora-sama, kau... Bukan, siapa kau sebenarnya—"
Valmira segera melompat kebelakang dan menghadapi penguasanya.
Nalurinya sebagai seorang princess maiden memberitahu dirinya.
Sjora Kahn telah dirasuki oleh sesuatu yang aneh—
Valmira segera membuat tanda tangan dan bersiap merapal sihir eksorsis.
Namun—
"Bodoh—"
"...Ah, guh...!"
Sjora Kahn menggambar sebuah lingkaran dengan jarinya—
Seketika, sebuah pola menyerupai seekor ular melingkar muncul di leher Valmira.
"...Hu, guh... Guh, o-ooh..."
Pola itu perlahan-lahan membesar, mencekik erat-erat leher Valmira yang ramping.
Mengerang kesakitan, dia meronta ganas—
Akhirnya, dia menghembuskan nafas terakhirnya secara tragis.
"—Kau adalah korban pertama. Merasa terhormatlah."
Sjora Kahn—atau lebih tepatnya, orang yang merasuki dia berbicara pelan. Meskipun baru saja membunuh pengikut yang mengikuti dia sejak anak-anak, dia menunjukkan senyum mengerikan di wajahnya.
—Lalu.
"Sungguh malang sekali. Kau sangat menyukai dia kan?"
Di ruangan ini, dimana seharusnya tak seorangpun selain Sjora Kahn dan mayat Valmira, suara menggemaskan dari seorang gadis tiba-tiba terdengar.
Metode apa yang digunakan memasuki "wilayah tersegel" ini?
Sjora melihat kebelakang untuk melihat ada seseorang yang berdiri disana tanpa disadari.
Pakaian putih polos, menyimbolkan aturan dan perintah. Rambut pirang berkilauan.
Maga kanan berwarna ungu nan indah. Mata kiri tertutup oleh penutup mata.
Dia tak lain tak bukan adalah Millennia Sanctus, seorang cardinal dari Kerajaan Suci.
"Kau betul-betul bisa muncul dimana saja—"
"Mamang, cahaya yang ada dimana-mana adalah atribut milikku."
Millennia Sanctus terkikih lalu menggunakan tangannya untuk membuat tanda pada Valmira yang telah mati, membuat tanda berdoa dari Kerajaan Suci untuk orang mati agar beristirahat dalam damai.
"Pembunuhan dari Raja Naga tampaknya gagal."
"Itu nggak ada pengaruhnya pada rencana tuanku. Disisi lain, kehilangan salah satu dari diriku adalah harga yang menyakitkan untuk dibayar—"
"Oh, rencana?"
Sjora Kahn berbisik, cukup tertarik.
"Bukan urusanmu, Sjora—bukan, haruskah aku memanggilmu Tuan Penguasa?"
"Yang manapun nggak masalah. Sebuah gelar semata nggak punya arti bagi kita disaat yang genting ini."
Mata penyihir itu menyala samar-samar.
Selama Blade Dance di Ragna Ys, apa yang telah merasuki Sjora Kahn adalah—
Suatu mahluk yang bisa digambarkan sebagai konglomerasi dendam dan obsesi atas generasi yang tak terputuskan dari para pemimpin kultus Raja Iblis sejak jaman dahulu. Menggunakan teknik ortodoks rahasia yang diturunkan pada kultus tersebut, mereka berulang kali mereinkarnasi diri mereka sendiri kedalam para princess maiden berdarah kerajaan, terlibat dalam persekongkolan rahasia dibawah bayangan sejarah.
Tujuan utama mereka adalah untuk memperoleh kekuatan Raja Iblis—
Seribu tahun yang lalu, mereka telah gagal. Akan tetapi, sekarang karena seseorang yang mewarisi kekuatan Raja Iblis telah muncul, para hantu ini sekarang gelisah untuk melahap kekuatan itu dan mengklaimnya sebagai milik mereka.
"Jadi, Nona Millennia, apa kau sudah mendapatkan peti magir yang terbaring terbengkalai didalam Pyramid itu?"
Dia berbicara dengan suara yang suram yang terdengar seperti banyak orang berbicara secara bersamaan.
"Lurie dalam proses pemulihan. namun, itu mustahil dalam waktu dekat ini."
Millennia menggelengkan kepalanya.
"Seperti yang diduga dari segel milik Sacred Maiden. Mendapatkan Demon Slayer di Akademi akan menghemat lebih banyak usaha—"
"Percepat pemulihan. Setelah peti mati tesebut didapatkan, tujuan kita sudah setengah tercapai."
"Ya, aku tau. Lakukan apapun yang kau bisa untuk menenggelamkan benua ini kedalam kekacauan."
"Nggak perlu mengingatkan aku kalau masalah itu."
Orang yang merasuki tubuh Sjora berbicara dengan penuh kebencian.
Tujuan dari Millennia Sanctus dan organisasi Des Esseintes yang ada dibelakang dia masih tidak diketahui.
Bantuannya pada Theocracy tidak tampak seperti dia sedang mencari keuntungan. Itu seolah menggunakan peluang ini untuk menciptakan kekacauan di benua ini merupakan tujuannya—
Akan tetapi, tujuan Kerajaan Suci sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka.
Selama ketertarikan mereka selaras, eksploitasi bisa dilakukan—
Sjora Kahn meneteskan tetesan darah pada lingkaran sihir yang tertulis dalam bahasa Ancient High.
"—Aku harap Leviathan ini akan membawa hasil yang kau inginkan."
Sebelumnya Bab 5 | Kembali Ke Halaman Utama | Selanjutnya Bab 7 |