Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 31
Chapter 31 - Makan Dua Kali Sehari Nggak Baik Buat Tubuh[edit]
Disaat dominasi Pasukan Pembebasan menguat dari hari ke hari, penyusunan ulang skala besar sedang terjadi di Ibukota Blanca.
Semua itu disebabkan oleh Barbora yang mengalami kekalahan di Pertempuran Bertusburg dan kehilangan Cannan.
Penugasan kembali personel dikritik karena membuat militer menjadi kacau, tetapi Farzam dengan tegas membungkam pihak oposisi.
Karena terbukti sulit untuk menenangkan Barbora yang menyerukan perlawanan penghabisan sampai titik darah penghabisan, Farzam memutuskan untuk membuang dia.
Borbon, yang telah melakukan "pertarungan bagus" pada pertempuran sebelumnya, dilantik sebagai komandan Pasukan I sebagai penerus Barbora.
Pria yang gak bisa membuat keputusan sendiri ini adalah boneka yang ideal. Dan juga, Octavio, yang berada di tengah persidangan atas kejahatan perang, dibebaskan dari kurungan rumah dan secara sembrono diangkat sebagai asistennya.
Dia diberitahu tentang niat Farzam dan sangat memahami tujuannya sendiri: perannya adalah untuk mengamati Borbon dan memastikan dia agar nggak melakukan serangan.
Para pembangkang seperti Barbora ditempatkan pada posisi yang gak memiliki kekuasaan, dan memperlemah militer berjalan mulus di tangan Farzam.
Permintaan mendesak untuk bala bantuan dari Cyrus dan Sayeh diabaikan, pertahanan Ibukota Kerajaan diperkuat, dan gak ada prajurit yang dikirim, dengan dalih reorganisasi.
Sekarang awal musim panas. Tepat setahun berlalu sejak Pasukan Pembebasan melakukan pemberontakan di Benteng Salvador.
Altura memulai langkah terakhir untuk membebaskan Ibukota Kerajaan: merebut Cyrus dan Sayeh.
Diener dan Fynn diberi 50.000 prajurit untuk merebut Benteng Cyrus, dan 70.000 prajurit dipimpin oleh Behrouz dimobilisasi untuk merebut Sayeh.
Pasukan Pembebasan menerobos jalan Canaan tanpa masalah, dan mereka bergerak maju sambil mengambil alih kota-kota sekitarnya.
Pasukan yang dikerahkan di kastil menyerah tanpa perlawanan, dan sebenarnya mereka bergabung dengan Pasukan Pembebasan. Seraya dihujani sorak-sorai dari rakyat, para perwira dan prajurit Pasukan Pembebasan membanjiri Wilayah Ibukota Kerajaan.
Tanpa adanya perlawanan, Pasukan Pembebasan berhasil mengepung sepenuhnya kedua benteng.
Permintaan menyerah sampai pada Jenderal Yalder yang mempertahankan Sayeh bersama 10.000 prajurit melalui surat yang diikat pada anak panah.
–"Aku menjamin nyawa dari pasukanmu jika kau menyerah. Segera buka gerbang dan buang senjata kalian."
Jengkel, Yalder menolaknya. Negosiasi penyerahan gagal bahkan sebelum dimulai.
Sejak hari itu, Pasukan Pembebasan berjumlah 70.000 memulai penyerangan.
Yalder menaiki benteng dan mengkomando dibarisan depan. Mempertahankan moral jauh lebih penting daripada apapun dalam pengepungan.
"Jangan biarkan menara mendekat! Tuang minyak pada orang-orang yang ada didekat gerbang dan tembak mereka dengan panah api!
"Siap-!"
"Sayeh adalah benteng kokoh! Tunjukkan pada mereka kalau kita nisa bertahan meskipun mereka mengirim 100.000 prajurit!"
Menara-menara pengepungan yang mendekat dihantam oleh proyektil dari ketapel yang dipasang pada dinding benteng dan hancur, dan orang-orang yang berusaha mendobrak gerbang menggunakan alat pendobrak disiram dengan minyak panas.
Di wilayah pegunungan Sayeh, ketapel milik Pasukan Pembebasan terhalang.
"Unit pemanah bidik–! Sasaran, alat pendobrak di gerbang utama! Tembak-!"
"Matilah-!"
Prajurit Pasukan Pembebasan yang membawa perisai bisa menahan serangan dari atas benteng, tapi mereka gak bisa menangani apinya.
Prajurit malang yang tertembak panah api menggeliat layaknya orang gila dan menjadi mayat di depan gerbang benteng.
Sidamo yang bertugas pada pertahanan bagian belakang bersiap menghadapi musuh. Tanah dibagian utara mereka gembur, dan itu adalah area yang paling cocok untuk digali dibawah tembok benteng.
Dia memperkirakan rute mereka sebelumnya dan membangun parit berisi air terlebih dahulu disana, siap untuk menghadang penggalian musuh. Saat musuh menggali, air akan mengalir pada mereka, dan para prajurit tenggelam didalam terowongan tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Musuh pasti akan melakukan serangan kejutan. Serangan dikonsentrasikan pada gerbang depan untuk menipu mata kita. Sasaran utama mereka adalah bagian belakang kita."
Sidamo sendiri juga ikut serta pekerjaan penggalian, membuat parit bersama para prajurit.
Parit buatan mereka akan membuahkan hasil tiga hari kemudian. Seperti yang diperkirakan Sidamo, Pasukan Pembebasan menggali terowongan, dan dia berhasil membuat mereka mengorbankan banyak pekerja mereka.
"Yo Sidamo. Pada tingkat ini, kalau bala bantuan dari Ibukota datang, kota akan berhasil mempertahankan Sayeh. Moral prajurit juga tinggi."
"Siap-, para prajurit melakukannya dengan baik. Untuk sekarang ini, pasukan penyerang gak bisa mendekat."
Seperti yang dikatakan Yalder, moral pasukan pertahanan Sayeh sangat tinggi. Sebelum mengurung diri di benteng, Yalder berkata hanya orang-orang yang punya tekad yang boleh tinggal. Para prajurit yang tersisa adalah para prajurit yang dikalahkan dari Pasukan III dan IV, serta orang-orang yang punya banyak kesempatan untuk pergi. Meski begitu, mereka memilih untuk bertarung sampai akhir bersama Yalder.
Sayeh adalah sebuah benteng yang dibangun dengan cermat untuk menampung 10.000 prajurit, dan disekitarnya merupakan wilayah pegunungan terjal. Ini adalah posisi yang sangat menguntungkan bagi pihak yang bertahan.
"Barbora mungkin akan segera selesai menyusun ulang Korps Pasukan. Saat mereka melancarkan serangan ini, mereka harus waspada terhadap serangan dari Ibukota. Lalu itu akan jadi giliran kita untuk menyerang."
Saat Barbora menunjuk Yalder sebagai komandan pertahanan, dia menyatakan, "Aku pasti akan kembali dan membawa bala bantuan."
Mereka berdua yang memiliki hubungan pahit ini membiarkan dendam masa lalu mereka berlalu layaknya air dibawah jembatan— mereka berjabat tangan erat dan bersumpah untuk bertemu lagi. Mereka bisa saling memahami, ironisnya, karena sekarang mereka berdua adalah jenderal yang mengalami kekalahan.
"Meski persediaan kita mungkin terbatas, kita punya persediaan yang cukup untuk bertahan sampai Pasukan I tiba."
Pasukan di Sayeh gak diberitahu kalau Barbora sudah diberhentikan.
Keyakinan mereka bahwa bala bantuan akan datang, gak akan pernah terjawab.
Kedua benteng itu hanya ada untuk mengulur waktu sampai Farzam bisa meyakinkan orang-orang yang berkuasa di Kerajaan. Gak masalah bagi dia meskipun mereka cuma bisa bertahan selama sebulan.
Mereka dikorbankan, tetapi mereka, yang berjuang dan mempertaruhkan nyawa mereka di ambang jurang, gak mengetahuinya.
“Haha, aku diberkati dengan tentara yang hebat di akhir perang. Suatu kehormatan bertarung bersama mereka."
“Komandan, akan ada lebih banyak pertempuran mulai dari sekarang. Tentara pemberontak gak sepenuhnya bersatu. Kalau kita bisa mengulur waktu disini, peluang pasti akan muncul dengan sendirinya."
“Umu. Mulai besok dan seterusnya, kita akan habis-habisan! Kolonel Schera mungkin sedang berjuang di Cyrus sekarang. Kita gak boleh kalah ha!"
Bahkan setelah dua minggu, Sayeh sama sekali gak menunjukkan tanda-tanda akan jatuh.
Komandan Pasukan Pembebasan Behrouz telah gagal dalam rencananya untuk membuat terowongan, dan menara pengepungannya juga mengalami kerusakan besar. Serangan di gerbang kastil juga gak menguntungkan, dan korban jiwa meningkat.
Behrouz adalah seorang jenderal yang ahli dalam perang lapangan, tapi dia kurang berpengalaman dalam pengepungan. Dia memiliki kepemimpinan yang kuat, tapi dia cuma bisa melakukan pengepungan berdasarkan buku: tutup paritnya, tembakkan panah dari semua sisi, dobrak gerbang atau hancurkan dengan dukungan ketapel, dan kalau struktur tanahnya memungkinkan untuk pembuatan terowongan, bangun terowongan di bawah tanah dan masuk kedalam benteng.
Apa yang harus dilakukan kalau gak ada yang berhasil? Jawabannya gak tertulis dalam buku militer.
Behrouz telah meluncurkan serangan sengit baik siang maupun malam, tapi itu semua menjadi bumerang, menciptakan segunung mayat. Perasaan lelah berperang menyebar ke seluruh prajurit, dan moral menurun.
"……Ini buruk. Yalder dan tentara Kerajaan cukup kompeten. Serangan kita dimentahkan dengan mengagumkan. Ketapel kita sedikit, dan menara pengepungan kita hancur, kita mungkin hanya bisa menerobos gerbang."
Para prajurit yang mencoba memasuki benteng secara paksa melalui tangga disiram dengan air mendidih atau minyak yang terbakar, dan mereka jatuh, sekarat.
Apakah gak apa-apa membiarkan ini berlanjut? Behrouz sedih.
"Komandan. Kau tak boleh gegabah. Aku paham antusiasmemu untuk segera menjatuhkan benteng itu demi rakyat, tetapi kerugian prajurit hanya akan meningkat kalau seperti ini. Menunggu dan memperhatikan juga penting."
Behrouz mengangguk pada ucapan Staf Perwira itu dan merenung. Dia terlalu terbiasa dengan kemenangan pertempuran, dan dia mulai melebih-lebihkan dirinya sendiri. Dia percaya bahwa Pasukan Kerajaan hanya berisikan prajuit yang lemah.
Para perwira dan prajurit lainnya pasti memiliki keyakinan yang sama, keyakinan tak berdasar bahwa musuh akan dengan mudah jatuh hanya dengan sedikit dorongan.
Bahwa mereka harus membebaskan Ibukota Kerajaan sesegera mungkin, gagasan ini telah menguasai dirinya.
“.......Sungguh tak seperti diriku yang biasanya. Apa yang sudah kupelajari setelah hidup sekian lama. Kepala Staf Perwira, terima kasih atas kritikmu. Kau benar bahwa menunggu untuk sementara adalah yang terbaik. Kita sudah mengatasi banyak kesulitan untuk datang ke sini, apa gunanya kalau gegabah sekarang? Kita akan menyiapkan ketapel dan menara pengepungan dalam jumlah banyak, dan hal baik akan menunggu kita jika kita menyerang dengan tenang.”
“Siap, itu benar sekali. Aku akan segera memulai pengaturan. Ini akan memakan waktu, tetapi kita pasti akan berhasil menundukkan benteng itu. Tak peduli seberapa tangguh Jenderal Yalder, prajuritnya tak akan bertambah. Mulai besok, mari kita kepung dan menahan mereka hanya dengan tembakan panah. Itu akan memaksa musuh kelelahan."
“Umu. Beri arahan. Terutama di saat-saat seperti ini, kita tak boleh terburu-buru.”
Itu adalah keputusan yang berani untuk menarik rencana serangan habis-habisan meskipun memiliki prajurit lebih dari tujuh kali jumlah musuh. Dia pasti akan dikritik karena ketidakmampuannya. Jenderal lain akan memutuskan untuk merebut benteng itu dengan paksa.
Dia bisa menerima kritik staf perwiranya dan memutuskan untuk mengubah rencana adalah salah satu kebajikan Behrouz.
—Pasukan Pembebasan yang bertugas merebut Sayeh berhenti bertempur dua minggu setelah pengepungan.
* * * *
Pasukan dikirim untuk mengepung Cyrus, Pasukan Pembebasan dikomando oleh Diener, belum menembakkan satupun anak panah selama dua minggu ini.
Pria ini cuma melakukan satu hal: mengepung Cyrus.
Bukan cuma pekerja, bahkan mata-mata juga termasuk didalamnya. Semua perwira dan prajurit dikerahkan untuk melakukan pengepungan ini. Pagar pancang dibuat, parit digali, dan pagar untuk bertahan terhadap kuda dibentangkan. Api unggun menerangi malam hari, menunjukkan pada musuh kalau gak ada celah untuk penyerbuan malam. Patroli dikirim untuk mengawasi keadaan benteng musuh.
Mereka meminta untuk penyerahan sekali sebelum penyerbuan, dan mereka gak berniat menerima penyerahan setelah itu. Alasannya adalah kalau mereka melakukannya, pengeluaran makanan mereka akan meningkat, karena mereka harus memenjarakan prajurit.
Rencana serangan Diener sangat sederhana. Kelaparan. Mereka membeli barang sebanyak yang mereka bisa dari wilayah disekitar Cyrus sebelumnya, dan setelah mengepung benteng, mereka hanya perlu berjaga terhadap musuh yang melarikan diri.
Menurut laporan dari mata-mata, Cyrus kekurangan persediaan. Benteng ini belum dipenuhi makanan. Berapa lama mereka bisa bertahan, itu bergantung pada komandan pertahanan.
"Tuan Diener, pengepungannya sempurna. Bahkan seekor tikus pun tak bisa keluar sekarang."
"Ahh, semuanya berjalan lancar. Sekarang kita hanya perlu menunggu berlalunya waktu."
"Untungnya Jenderal Larus adalah orang yang hati-hati. Waktu paling berbahaya terhadap serangan adalah saat kita merajut jaring kita."
Larus adalah orang yang bertempur dengan hati-hati dan tenang, tetapi pada saat yang sama itu adalah sebuah kecacatan.
Karena dia gak nyaman dengan kurangnya prajuritnya, dia melarang pertempuran apapun sampai bala bantuan dari Ibukota Kerajaan datang.
Selama waktu itu, Pasukan Pembebasan telah menyelesaikan pengepungan mereka. Seandainya itu Barbora yang berperang, dia gak akan membiarkan mereka begitu saja.
Itu bukan berarti bahwa melancarkan serangan itu benar, tetapi hasil akhirnya adalah benteng itu benar-benar diblokade.
“Pasukan Kerajaan berjumlah sekitar 7.000, terlalu sedikit untuk melancarkan serangan. Orang yang berhati-hati mungkin tidak akan pernah bertaruh seperti itu."
“Dan dengan ini, tampaknya Dewa Kematian juga mendekati ajalnya.”
"Memang. Aku akan membuatnya merasakan rasa lapar yang seperti neraka. Perkiraanku satu bulan. Aku akan senang melihat dia setelah itu heh."
Sudut bibir Diener terangkat, dan dia tersenyum. Dia sudah dengar Dewa Kematian itu memiliki nafsu makan yang besar. Sudah terlambat baginya untuk menggunakan keunggulannya. Pengepungan ini tak bisa ditembus.
Diener menggunakan rencana kelaparan dengan mempertimbangkan cewek itu. Dia pikir itu metode eksekusi yang tepat untuk Dewa Kematian.
“Apakah kau tidak akan menerima penyerahan?”
"Tentu saja tidak. Aku tak akan menyetujui penyerahan setelah semua yang kita lalui. Mereka akan kelaparan, mereka akan berduka, dan mereka akan menderita, lalu mereka akan mati, hati mereka akan penuh penyesalan. Aku memikirkan semua rekan kita yang telah dibunuh olehnya. Jangan menunjukkan belas kasihan kepada mereka yang keluar dari benteng, tak peduli siapa mereka. Tembak mereka sampai mati."
"D-Dimengerti."
Ucap Vander, merasa ngeri dalam hatinya. Wajah Diener menunjukkan sedikit kegilaan. Perang membuat manusia menjadi gila.
Baru sekarang Vander mengalaminya secara langsung.
* * * *
"Komandan. Mengenai jatah makanan, sesuai perintah, arahan untuk berhemat telah diberikan."
Seorang Staf Perwira datang melapor. Larus memerintahkan untuk mengurangi pengeluaran makanan, jatah sehari untuk dua hari, dan lebih jauh lagi, jumlah persediaan mereka sudah menurun pesat.
Dua minggu sudah berlalu sejak Benteng Cyrus dikepung, dan Jenderal Larus yang bertanggung jawab atas pertahanan memasang ekspresi gak sabaran.
Benteng ini dihuni 5.000 prajurit dari Pasukan I dan 2.000 Kavaleri Schera.
Benteng ini baru saja dibangun dan kokoh, tetapi penerimaan persediaan sangat terlambat. Persediaan gak dikirim setelah penyelesaian pembangunan karena mengirim persediaan ke tempat seperti ini akan mengalihkan mereka dari garis depan.
Tapi sekarang Canaan telah jatuh, itu menjadi bumerang.
Bukannya Larus nggak mempertimbangkan untuk menyerang. Dia ingin melakukannya dengan pemikiran melakukan itu untuk menghalangi manuver musuh.
Namun, kekuatan musuh adalah 50.000 tentara. Terlepas dari keunggulan Schera dalam pertempuran, dia nggak bisa menjamin kepulangannya dengan selamat. Jika seandainya "Dewa Kematian" Schera terbunuh, moralnya mungkin akan mencapai titik terendah.
Oleh karena itu Larus menahan diri dari melakukan serangan. Dia nggak menganggap kalau dia telah salah. Bahkan sekarang, dia percaya bahwa mengabdikan diri pada pertahanan adalah tindakan terbaik.
"Pasukan I mungkin sudah menyelesaikan penyusunan ulang mereka. Jenderal Barbora adalah pria bersumbu pendek. Dia mungkin sudah dalam perjalanan kesini."
"Ya, jika kita bisa bertahan sampai saat itu, akan memungkinkan untuk mengusir musuh. Para prajurit juga bilang kita akan selamat selama Kolonel Schera ada disini."
"Mhm. Tapi, tapi tetap ada kemungkinan musuh menyerang. Beritahu para prajurit supaya jangan sampai lengah."
"Dimengerti."
Larus menatap keluar kastil dari jendela lantai atas. Bendera Pasukan Pembebasan berkibar dimana-mana, seolah menekan Cyrus.
Schera dan kavalerinya gak melakukan apa-apa selain memperhatikan pengepungan ini.
Karena Larus memerintahkan mereka supaya nggak membuang-buang stamina mereka secara cuma-cuma, mereka cuma berjaga waspada saja.
Bagi Schera, ini sama sekali nggak penting, dan rutinitas kesehariannya adalah mengurus ladang.
Yang mengamati dia dengan takjub adalah seseorang yang menerobos secara paksa sebelum pengepungan, Kapten Darus Madros.
"Yo, Kolonel Schera. Apa cakar-cakar tanah ladang itu menyenangkan?"
"Ya. Ini sangat menyenangkan. Tanaman tumbuh sedikit demi sedikit. Aku nggak pernah bosan memperhatikannya."
Gumam Schera sambil mencabut gulma. Katarina yang menyiram.
"Kayaknya ini ubi Wealth. Seleramu buruk sekali. Ada yang bilang ubi itu gak menjijikkan dan gak bisa dimakan."
Darus berkata jijik. Dia gak bisa membayangkan dirinya secara sengaja memakan ubi asli Wealth yang dia benci. Dia pernah mencobanya, dan seperti yang dia duga, rasanya menjijikkan.
Orang-orang idiot dari Wealth pasti punya kepribadian yang kacau karena memakan barang menjijikkan ini, pikir Darus.
"Bukan. Tanaman ini tumbuh disini, jadi ini adalah ubi Cyrus. Betul juga, aku akan menamainya ubi Cyrus."
"Itu mah cuman penyamaran aja."
"Kapten, bukankah kau sedikit terlalu jahil sama Kolonel?"
Jengkel, Katarina mengerutkan alisnya dan menasehati Darus supaya lebih hormat. Pangkat adalah hal mutlak dalam militer. Meskipun dia adalah orang dari keluarga Madros misalnya, ketidakhormatannya gak bisa diabaikan.
"Sayangnya aku dilahirkan dengan mulut kotor. Selain itu, aku datang kesini untuk membantu biarpun gak diundang. Gak ada yang kutakuti."
"Aku penasaran apakah kau udah gak waras, datang kesini sendirian untuk menyerahkan nyawa."
Kata-kata yang diucapkan Schera tanpa niat buruk membuat dia gugup. Cewek ini yang kelihatan gak cerdas ini menganggap dia lebih bodoh.
“.....Sebut aja itu rasa tanggung jawab. Aku datang untuk membayar hutang dari Madros. Dan juga, belum tentu kita bakalan mati. Tentara dari Ibukota Kerajaan akan datang, dan kita akan hidup untuk bertarung di lain hari."
"......Mungkin."
Schera mengambil seekor serangga yang menempel pada batang tanaman dan membuangnya.
Kondisi Schera sudah membaik, tapi jatah makanannya dikurangi jadi dua kali sehari, dan porsinya juga berkurang. Cemilan yang dia simpan juga hampir habis. Permen milik Katarina juga tinggal sedikit.
Suasana hati Schera semakin suram, dan para kavaleri juga merasakan apa yang dia rasakan.
"Oh ya, hei Kolonel. Aku dengar ini dari kavaleri. Mereka bilang kalau sisa pakannya tinggal sedikit."
Ucap Darus seolah dia baru ingat, dan wajah Katarina menjadi kaku.
"Betul begitu, Katarina?"
"Y-Ya. Persediaan pakan kita sudah darurat."
"Bukannya rumput... tumbuh didalam benteng ini?"
"Cuma ada gulma sekarang." ucap Darus seraya dia menunjuk tanaman yang sangat jarang.
"Terus kita harus gimana."
Schera merenung. Memang ada rumput yang tumbuh, tapi gak cukup untuk memberi makan semua kuda. Keluar benteng juga dilarang.
".....Bisakah kau, menyerahkannya padaku? Aku bisa mengambil tindakan terbaik."
"Apa yang kau rencanakan?"
"Serahkan saja semuanya padaku."
Ucap Katarina samar-samar, nggak mundur. Lebih baik Schera nggak tau.
Darus menunduk.
"Aku paham. Kupercayakan semuanya padaku, Lettu. Tolong urus kuda-kudanya."
Schera tersenyum, dan menepukkan tangannya, menghilangkan tanah yang menempel.
"Siap, dimengerti."
Setelah yakin kalau Schera sudah kembali ke kantornya, Darus meminta maaf pada Katarina.
".....Maaf. kayaknya aku udah kebablasan ngomong."
"Gak apa-apa. Cepat atau lambat dia akan tau."
"Jadi, kau mau apa? Melepaskan mereka?"
"Mana mungkin aku menyerahkan kuda perang pada musuh. Lagian gak ada perlunya mengambil resiko membuka gerbang."
"Tapi gak ada pakan kan? Terus apa yang harus dilakukan?"
".......Mendingan kau gak usah tau."
"Woah itu......"
Katarina mengabaikan Darus, dan menuju ke pasukan kavaleri yang menunggu dengan waspada. Dia harus mendapatkan kerja sama mereka.
Apa yang harus dia lakukan itu sederhana. Mereka harus menyisihkan beberapa sampai mereka bisa bertahan selama dua minggu lagi dengan pakan yang mereka miliki.
Dua minggu telah berlalu sejak dimulainya pengepungan. Bala bantuan harus datang setengah bulan lagi, Katarina memperkirakan.
Pertama-tama mereka harus membunuh lima ratus kuda dari kuda perang yang jumlahnya kurang dari 2.000 yang mereka miliki. Kalau itu nggak cukup, jumlah mereka akan semakin menipis.
Daging yang dihasilkan akan digunakan untuk makanan. Itu memang kejam, tapi perlu. Ini adalah perang.
“……”
Katarina berdiri diam sejenak, dan menengadah menatap langit.
Dia adalah orang sesat yang memanipulasi mayat. Dia gak peduli kalau dia diejek setelah semua yang dia lakukan.
Tapi, satu-satunya hal yang nggak dia inginkan, adalah dibenci oleh Schera. Dia takut kehilangan kepercayaan Schera.
Anehnya, Schera sangat sayang pada kuda, itulah kenapa sangat menyakitkan buat dia untuk mengatakan rencana ini. Dia gak mau Schera tau.
Kavaleri merawat kuda mereka dengan sangat hati-hati, karena kuda merupakan rekannya sendiri. Katarina juga sayang dan memberi nama pada kuda miliknya.
Mereka akan mulai menyisihkan kuda-kuda yang sudah lemah. Mereka akan melakukannya berdasarkan keadaan fisik, dan kuda Katarina nggak akan dikecualikan.
Katarina melepas kacamatanya, menyeka area disekitar matanya sekali, lalu mulai berjalan lagi.
—Satu bulan berlalu sejak pengepungan dimulai. Bala bantuan masih belum juga datang.
Sebelumnya | Halaman Utama | Selanjutnya |