Editing
Zero no Tsukaima ~ Indonesian Version:Volume5 Bab1
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 1=== "Baiklah, besok adalah awal liburan musim panas." kata Louise, sambil menunduk memandangi familiarnya. "Memang Iya." Saito menempel pada tanah, mendongak pada tuannya. "Bagaimana kalau kita semingguan bersenang-senang?" Mereka ada di Plaza Austri. Seperti biasa, Saito tengah diinjak Louise, dan dia, sekali lagi harus menjelaskan alasan mengapa dia tengah diinjak oleh Louise. "Yah, Siesta bilang dia bakal berkelana ke desa Tarbes, Bukankah tak apa-apa jika aku singgah sebentar lalu kembali ke daerahmu? Terkadang tak buruk bila kau hanya dengan keluargamu tanpa siapa-siapa, kan?" Tapi, dari wajah Louise, sepertinya bujukan itu ditolak lagi. Gerbang depan yang dipenuhi murid-murid yang hendak pulang dapat terlihat dari plaza. Para murid, yang telah menunggu berhari-hari untuk pulang, akan naik kereta. Mereka akan pulang ke kota asal mereka, yang lalu disemangati orang tua mereka untuk kembali ke ibukota Tristania. Akademi Sihir Tristania akan masuk liburan musim panas nan panjang mulai besok, sekitar dua setengah bulan. "K-kau tahu, Nona Vallière. Kupikir Saito-san juga perlu istirahat." Kata seorang Siesta yang salah tingkah pada Louise yang tengah menyakiti Saito. Sebagai persiapan pulang, Siesta tak mengenakan seragam pelayannya yan biasa, tapi pakaian biasa, terdiri dari kaos hijau gelap dan rok coklat. Louise melemparkan tatapan padanya. Tapi...Ini bukan Siesta yang dulu. Dengan jiwa bersaing seorang gadis dalam cinta, dia balik menatap Louise. "Se-sebuah istirahat juga penting, kan? K-Kau selalu mempekerjakannya sesukamu..., itu buruk sekali." "Orang ini baik-baik saja. Itu karena dia familiarku." Siesta tampaknya mencium sesuatu dalam sikap itu. "Familiar ya? hmm, apa hanya itu alasannya...?" gumam Siesta. Matanya berseri-seri, bagaikan tengah menyiapkan perangkap untuk menangkap seekor kelinci. Gadis yang jatuh cinta sensitif pada lawan. "Wh? Apa artinya itu?" "T-tak ada?" gumam Siesta pura-pura tak tahu. "Katakan!" "Hanya saja akhir-akhir ini, caramu memandangi Saito sedikit mencurigakan. Itu yang kupikirkan." ucapSiesta, menyelesaikannya dengan melihat ke samping. Louise menatapnya dengan panas. Bahkan seorang pelayan mempermainkanku. Ini salah Saito. Meski dia seorang jelata, dia lakukan semua hal-hal aneh. Bahkan jelata-jelata di akademi mulai mejadi kepedean. Louise telah mendengar isu-isu semacam ini sebelumnya, tapi ini toh kenyatannya. Kuasa kerajaan. Kuasa bangsawan. Hmph, itu semua tiada artinya, yang penting kuasaku! Louise berguncang sambil berdebar-debar. Siesta, yang menyipitkan matanya karena cahaya matahri yang gahar mendesah "fuuh", memaparkan dadanya, dan mengusap keringatnya menggunakan saputangan. "Benar-benar deh...musim panas ini sangat panas." Bagaikan sebuah bunga yang mekar di alam liar, banyak rasa yang tertuang keluar darinya. Luar biasa saat dilepaskan, jurang dari kedua bukit terlukis kedalam matanya. Louise jadi "Ha-!" dan memandangi wajah Saito. Dari bawah kakinya, si familiar dengan sekuat tenaga mencoba melihat celah dari baju Siesta yang terbuka. Louise hampir saja meledak tapi dia menahannya. Memangnya aku bakal kalah! Ya benar, aku seorang ningrat. Jika aku diam saja, kebangsawanan akan tumpah dari celah bajuku. Louise menirunya, Dia bergumam : Fuuh, panas ya." dan mengendurkan kancing kemejanya, Lalu dia mengusap keringatnya dengan sebuah sapu tangan, Tapi...Yang ada disana bukanlah sebuah jurang, tapi tapi sebuah hamparan menyegarkan yang terbentang kemanapun. Saito tampaknya lebih memilih dataran dengan puncak dan lembah dan tak memindahkan pandangannya. Melihat hasil pertarungan, Siesta melepaskan sebuah tawa renyah, membuat Louise meledak. "A-Apa! Kau tertawa sekarang!" "Apa? Tak mungkin aku bakal tertawa. Tak mungkin, kan? Bagiku untuk memandangi seorang ningrat dan tertawa..." kata Siesta, menenangkan Louise dengan sebuah wajah yang berseri. Lalu duia membuang muka dan berucap. "...Dengan tubuh anak-anak begitu, seorang ningrat?...Heeh." "Kaha," tumpah dari mulut Louise sbagai hembusan, "Apa yang baru saja kau katakan?! Hei!" "..Siapa tahu,...tak ada. Bagaimanapun, ini panas. Panas, panas. Aah, panas ya?" Louise berguncang sekujur tubuhnya. Saito berbisik, "Hei, tuanku." "Apa?" "Apa tak apa-apa bagiku untuk pergi ke Tarbes?" "Kauha," Louise mendesah terpuruk, dan mulai menghantam Saito dengan sekuat tenaga, berfikir - Berapa kali seih kau akan bertanya? Siesta berkata, "Tenanglah! Nona Vallière! Mohon tenanglah!" dan mencengkram punggungnya. Saat kerusuhan yang biasa bakal dimulai...*flak**flak* begitu seekor burung hantu muncul. "Nn?" Si burung hantu berhenti di bahu Louise dan memukul kepala Louise dengan sayapnya. "Apa-apaan sih burung hantu ini?" Burung hantu itu menggigit sebuah surat. Louise mengambilnya. Mengenali cap yang ada padanya, Louise kembali berwajah serius. "Apa burung hantu ini?" Siesta memandanginya. Saat Louise jadi serius, Saito berkata, "Apa itu?" Memeriksa isinya, Louise memindai sepotong kertas tunggal itu, Lalu Louise berkata, "Pulang ke rumah dibatalkan." "Apa maksudmu dibatalkan? Siesta bahkan mengundangku...Aku benar-benar kecewa, tahu." kata Saito, melihat Louise kembali ke kamarnya dan memeriksa bawaannya yang telah dibungkusnya untuk kembali pulang. Louise menunjukkan surat yang baru saja dibawa si burung hantu pada Saito. "Tidak, aku ga bisa baca huruf sini." Louise duduk tegak di kasurnya dan mulai bicara. "Setelah perkara sebelumnya...kau tahu Putri-sama terpuruk, kan?" Saito mengangguk. Itu kejadian yang tragis. Cintanya yang telah tewas...dibangkitkan musuhnya dan mencoba menculiknya. Sudah pasti dia bakal terpuruk. "Aku bersedih untuknya...tapi sepertinya dia tak bisa terus tenggelam dalam palung kesedihan untuk selamanya." "Apa maksudmu?" Louise menjelaskan apa yang tertulis dalam surat itu. Albion menyerah untuk menyerbu secara layak hingga angkatan udara mereka terbangun kembali, jadi mereka mencoba bertempur dengan cara lain - Adalah apa yang diperkirakan kabinet, dengan Mazarin sebagai penariknya. Mereka tak bisa secara pengecut menyerang Tristain dari dalam dengan menyalakan pemberontakan dan kerusuhan yang merajalela. Karena Henrietta dan orang-orangnya takut akan konspirasi semacam ini, dia tengah menguatkan pemeliharaan ketertiban umum... "Tak apa-apa kan untuk menguatkan ketertiban umum, tapi apa yang ingin dia mau kau lakukan?" "Sebuah misi pengumpulan data melibatkan penyembunyiin diriku. Apa ada aksi tak patut tengah terjadi? Isu macam apa yang tengah disebarkan diantara jelata?" "Uwah, seorang mata-mata!" "Mata-mata?" "Di duniaku, pekerjaan mengumpulkan informasi semacam itu disebut begitu." "Huunn...apapunlah, pada dasarnya, ia memata-matai, kan..." Untuk beberapa alasan, Louise tampak tak puas. "Ada apa?" "Yaa...bukankah ini datar?" "Tidak, buaknkah info itu penting? Kakekku bilang Jepang dulu kalah perang gara-gara mereka terus mengabaikan info." "Apa?" "Bukan apa-apa. Ini tak terlalu penting..." Dalam surat Henrietta, ada petunjuk untuk berdiam di sebuah penginapan di Tristania, menyembunyikan identitas mereka dan mengerjakan sesuatu seperti menjual bunga, dan mengumpulkan segala jenis info yang dipertukarkan diantara jelata. Sebuah catatan untuk membayar kembali biaya untuk misi ini terlampir. "Oh, begitu." "Itulah mengapa aku menyusun kembali bawaanku. Aku tak bisa membawa begitu banyak pakaian." Louise menunjuk bawaannya yang telah meringan sekitar sekantong penuh. "Jadi aku harus bekerja meski kini liburan musim panas..." gumam Saito sedih. "Berhentilah mengeluh. Ayo, kita pergi sekarang!" Setelah ini semua kejadian. keduanya pergi menuju Tristania. Untuk menyembunyikan status sosial mereka. mereka tak bisa menggunakan kereta. Kuda-kuda di akademi adalah milik akademi, jadi mereka tak bisa menggunakannya. Pada akhirnya, mereka berjalan. Louise dan Saito berjalan di jalan dibawah matahari yang membara, menuju Tristania. Perlu dua hari untuk sampai. Melihat matahari dengan sikap mencela, Saito berbisik, "Sial...meski seharusnya aku di rumah Siesta meminum air dingin sekarang..." "Jangan mengeluh! Ayolah! Jalan!" teriak Louise, yang mendpaati familiarnya membawa seluruh bawaan, marah Setelah tiba di kota, keduanya pertama-tama mengunjungi kantor usrusan keuangan untuk menukarkan catatan dengan koin-koin emas. enam ratus dalam koin emas baru. empat ratus écus. Saito teringat uang dari Henrietta dalam kantong yang terikat pada ikat pinggangnya. Ada sisa 400 koin emas baru. Jadi sekitar 207 écus. Saito pertama-tama menemui seorang penjahit dan membelikan pakaian tawar untuk Louise. Louise tak menyukainya, tapi memakai mantel dengan sebuah pentagram bakal membuka jatidirinya sebagai seorang ningrat. Adalah mustahil bercampur dengan jelata dan mengumpulkan info. Tiada artinya berjalan kesini. Tapi Louise, yang dipaksa memakai pakaian tawar, tampak tak puas. "Ada apa?" "Ini tak cukup." "Apanya?" "Uang kita untuk misi ini. Dengan hanya 400 écus, kita bakal bangkrut setelah membeli seekor kuda." "Kita tak perlu kuda. Tertulis disana bagimu untuk menyembunyikan status sosialmu, kan? Dengan kata lain, kau seharusnya berlaku sebagai seorang jelata. Ayo jalan. Kau punya kaki." ""Aku akan bersikap sebagaimana seorang jelata, tapi aku tak bisa mendapatkan pelayanan memuaskan tanpa seekor kuda." "Seekor kuda murah tak apa, kan? Kompromilah disini." "Kuda-kuda jenis itu tak guna saat kita benar-benar membutuhkan mereka! Kita juga perlu pelana. Dan juga...kita takkan bisa tinggal di penginapan aneh. Dengan uang sejumlah ini, ia akan habis setelah tinggal selama hanya 2,5 bulan!" Penginapan macam apa yang bisa menghabiskan 600 koin emas? "Sebuah penginapan murah tak apa, kan?" "Tak mungkin! Aku tak bisa tidur baik dalam sebuah kamar murahan!" Tepat seperti apa yang diharapkan dari seorang putri ningrat. Meski dia punya sebuah misi untuk bercampur dengan jelata dan mengumpulkan info, dia berencana tinggal di penginapan kelas atas.Saito membayangkan, Apa yang tengah dia pikirkan? "Aku juga punya beberapa. Aku akan membagi beberapa denganmu." "...Itu tetap tak cukup. Layanan memakan uang." "Lalu apa yang harus kita lakukan?" "Bukankah ada caa untuk mendapatkan lebih banyak uang?" Dan seperti itu, selama berdiskusi soal mendapatkan lebih banyak uang dan menemukan sebuah tempat murah, mereka masuks ebuah bar dimana Saito menemukan tempat berjudi didirikan di sebuah sudut bar. Disana, lelaki mabuk dan wanita mencurigakan tengah mengambil chip-chip dan mendapati chip-chip mereka diambil. Tanpa mempedulilam Louise yang mengernyitkan alis matanya oada mereka, Saito memandangi perjudian itu. "Apa yang kau pandangi?" "Ya...Aku hanya berfikir soal mendapatkan uang dengn ini. Bagaimana?" "Bukankah itu berjudi? Yang kaya gitu!" "Sekarang, lihat aku. Aku sering melakukannya sebelumnya dalam permainan." Saito menukar 30 koin emas baru, 20 écus dengan chip-chip, lalu menuju meja dengan cakram berputar. Permukaan cakram itu dibagi jadi 37 bagian, tiap-tiapnya punya angka tersendiri dan berwarna merah atau hitam. ebuah bola besi berputar dalam cakram itu. Dan di dekat cakram itu, ada lelaki dan wanita dengan warna mati yang berganti menatapnya penuh harap. Itu sebuah rolet. Saito mengamati tempat tebakan. Pertama, aku uji keberuntunganku dulu. Meniru tebakan pemenang, Saito menempatkan sebuah chip seharga sekitar 10 écus pada merah. Bola memasuki sebuah kantung merah. "Lihat kan? Aku mendapatkannya! Aku luar biasa!" Saito entah kenapa pelit, jadi dia menempatkan secara hati-hati dan menghasilkan chip-chip seharga 30 écus. "Lihat kan? Uang yang kita punya untuk menyelesaikan misi meningkat! Yahm ini bedanya dengan seseorang yang hanya bisa mengeluh!" kata Saito sambil membusungkan dada. mata Louise berkilat. "Minta sebagian!" "Jangan. Mustahil bagimu." "Apa katamu? Jika familiarnya menang, maka tuannya bakal menang 10x lipat jka dia mencoba." Louise langsung menaruh apa yang Saito menangkan pada hitam. Tapi...dia meleset. Apa yang telah didapat Saito menguap dalam sesaat. "Apa yang kau lakukan?! Padahal aku akhirnya bisa dapat!" "Di-diam." "Yah...Meski kau selalu bersikap bangga, kau tak bisa menghasilkan uang dengan baik. Belajarlah dari Siesta sedikit. Belajarlah memasak sesuatu. Lalu pergi bekerja sebagai koki di restoran manapun. Itulah kerja." Sesuatu terpicu dalam diri Louise pada kalimat "Belajarlah dari Siesta". "L-l-lihat saja aku. Siapa sih yang bakal kalah?" "Louise?" Saito gemetar mengamatinya. _____________________________________ 30 menit kemudian,.. Louise tengah menjatuhkan bahunya dan memandang benci pada papan. Chip-chip yang dia taruh sesaat sebelumnya menghilang dalam sunyi ke tangan bandar. Bahu gadis blonde cantik jatuh selama beberapa saat, tapi lalu mengagkat kepalanya dengan bangga, dia mencoba menaruh semua chipnya pada satu titik. Saito, yang selama ini mengamati dari belakangnya, mencengkram bahu Louise. "Louise..." "Apa?" sahut Louise dengan nada kesal yang jelas. Saito dengan datar berkata. "Ayo sudahi saja." "Aku akan menang nanti. Aku pasti menang." "Pikirkan, berapa kali kau mengatakan itu?!" Jeritan Saito bergaung, Para tamu yang tengah menaruh chip berbalik dan tersenyum pahit. Ini adegan yang terjadi setiap hari. "Kau bahkan belum menang sekalipun." Saito mengacungkan jarinya di depan hidung Louise. Ini pertama kalinya Saito melihat seseorang yang begitu buruk dalam dalam berjudi. Louise sudah kehilangan 400 écus...kebanyakan uang yang diperlukan untuk misi. Jika mereka menukar chip-chip Louise yang tersisa menjadi uang, mereka takkan dapat lebih dari 30 écus. Jika mereka kehilangan ini, mereka akan bangkrut. "Tak apa-apa. Berikutnya, Aku akan mengeluarkan metode pasti menang." "Ceritakan padaku soal itu." "Hingga kini, aku bertaruh pada merah atau hitam, kan?" "Ya. Untuk meleset 15x bertaruh pada merah atau hitam...Kau lebih baik mati." "Di-diam. Dengarkan? Jika begitu, jika aku menang, aku hanya dapat 2 kalinya, tapi..." "Tapi apa?" Saito berguncang. Louise berbicara seakan dirasuki sesuatu. "Jika aku menang dengan angka, aku akan dapat 35xnya taruhanku. Aku bisa mendapatkan lagi apa yang kita kehilangan dan lebih lagi. Aku seharusnya melakukan ini sejak tadi!" "Itu metode pasti menangmu?" Louise mengangguk jelas sekali. Saito dengan diam mencengkram lengan Louise dan menariknya. "Apa yang kau lakukan?" "Peluang kau menang 1 berbanding 37!" "Terus kenapa?! Aku sudah kalah 15x. Tak peduli apa yang kau pikirkan soal itu, aku akan menang nanti. Akan aneh jika aku tidak. Jika aku akan menang, Aku juga mengejar kemenangan besar!" Mata coklat kemerahan Louise berkerlip-kerlip. Ini mengaingatkannya pada mata pamannya yang gagal di saham dan melarikan diri malam-malam. Dia punya mata seperti itu saat terakhir kali Saito melihatnya. Di hari itu, saham yang kata dia bakal naik tinggi malah turun drastis. "Tenanglah. Ayo tukar chipmu dengan uang dan gunakan itu untuk mencari sebuah tempat untuk menginap, OK?" "Tidak, jika kau pergi saat sedang kalah, Nama La Vallière akan menangis." "Memangnya yang kaya gitu bakal nangis!" Saat dia meneriakkan itu, dia ditendang tepat pada daerah antara kaki dan bergulingan di lantai. "Hoaaaaaaaaaaa....Apa kau punya dendam pada daerahku yang menyedihkan?" Setelah menyingkirkan familiarnya yang mengganggu, Louise kembali menuju cakram rolet. Sang pelempar hendak melempar bola ke roda. Dia masih bisa bertaruh. Louise menaruh seluruh chipnya yang tersisa pada angka yang ada di kepalanya sejak sesaat lalu. Lalu dia menatap pada roda dan bola dengan mata yang tak bisa lebih serius dari itu. Bersuara klip-klop, bola akdir memasuki sebuah kantong. Wajah Louise bersinar penuh harapan untuk sesaat, tapi ia berubah jadi putus asa seketika. Kantong itu berada tepat di sebelah angka taruhan Louise. Sambil mengusap daerah bawahnya, Saito bangkit dan menarik Louise. "Ayo pergi." "Apa kau bilang?" "Heh?" "itu kantong tetanggku. Berikutnya, ia akan mengunjungi rumahku." "Kita tak punya uang lagi untuk bertaruh, kan?!" "Uang do kantongmu akan membantu." "Tolol! Ini uangku!" Saito Saito melindungi kantongnya. Dia tak bisa mendapati ini dipertaruhkan. Jika ya, bahkan dia bakal bangkrut. "kau tahu? Barang familiar adalah barang tuannya. Itu sudah jelas." "Jangan bercanda." Tapi dibandingkan Siesta. itu tak mencapai telinga Louise, yang fikirannya terbakar demam judinya. Dia mencoba menendang daerah bawah Saito dengan kecepatan kilat. TapiSaito berbeda dari biasanya. Dia dengan cepat menutup kedua kakinya dan menangkisnya. Lalu dia mencengkram kaki Louise yang terangkat. "Ga mungkin aku membiarkanmu menendangku lagi!" Louise bergumam dengansuara dfingin. "Vasra." Alat sihir penahan menyelimuti badan Saito dan mengeluarkan arus listrik. Kejang-kejang luar biasa, Saito berguliangan kembali di lantai. "...Oh begitu, aku tak mewaspadai itu." kata Saito lemah sambil mengutuk kepenasarannya. Aah, jika aku tak tertarik tempat judi ini, yang seperti ini takkan... Louise merogoh kantong Saito, mengambil seluruh koin emas yang tersisa, dan dengan cepat menukar mereka dengan chip-chip. Saito agak lega. Bahkan bila itu seseorang seperti Louise yang punya bakat nol untuk berjudi, dia takkan kehilangan seluruh chip itu sebelum tubuhnya sembuh dari mati rasa ini. Setelah mati rasa ini pergi, dia akan menutup mulut Louise dan meninggalkan tempat ini tanpa membiarkan Louise berkata apapun. Itu keputusan Saito. "Bertaruh pada satu tempat sepertnya tak jalan. Aku akan kembali ke dasar." "Itu benar...Merah dan hitam, Hanay sejumlah kecil pada merah atau hitam. Setidaknya lakukan itu..." "Untuk menunjukkan hormatku pada familiarku yang setia, aku akan bertaruh pada warna rambut dan mata itu." "Hitam?" "Itu benar." Sambil mengangguk, Louise menaruh koinnya pada hitam. Semuanya...chip-chip seharga 270 écus, seluruhnya. Saito hampir bocor. "H! E! N! T! I! K! A! N!" Louise tersenyum cerah pada Saito. "Bodoh. Bahkan jika bayarannya ganda, uang adalah uang. Jika aku menang, kita akan mendapat kembali apa yang telah terambil dan lebih. Apalagi, hanya sekali. Kita hanya perlu menang sekali." "K! U! M! O! H! O! N!" "Aku seharusnya lakukan ini dari tadi." Sang pelempar memutar roletnya. Bola kecil mulai berputar, membawa takdir sang tuan dan familiarnya bersamanya. Membuat sebuah suara kering, si bola berputar di atas roda. Putaran dengan perlahan menurun kecepatannya, dan seakan membagi takdir. mengarah pada kantong kanan. Louise telah bertaruh jumlah yang besar pada hitam, jadi tamu lain bertaruh pada merah. Satu-satunya yang bertaruh pada hitam hanyalah Louise. Ia masuk merah, meninggalkannya, lalu masuk hitam, meninggalkannya...Louise berkata seakan sedang terkena demam. "Aku seorang legenda. Aku takkan pernah kalah, ya!, di tempat seperti ini." Lalu bola masuk sebuah kantung...dan berhenti. Louise menutup matanya tanpa pikir lagi. Di sekelilingnya, desahan sedih terdengar menggema. "...Eh?" Semuanya, selain Louise, bertaruh merah. Desahan datang dari mereka. Dengan kata lain, yang beratruh merah kalah. Yang berarti... "Aku benar-benar seorang pengguna "Zero"!" meneriakkan itu, Louise membuka matanya. Tepat setelahnya, mulutnya menganga lebar. Bolanya...tak masuk hitam atau merah, tapi kantung hijau satu-satunya. Di tengah-tengah kantung tersebut..., bagaikan memberikan berkah pada Louise, angka "0" berkilauan disana. _____________________________ Saito dan Louise tengah duduk lemas di sudut plaza pusat kota sewaktu matahari terbenam. Lonceng gereja Saint Rémy berdentang enam kali saat petang. Mereka kecapean dan lapar tapi tak punya tempat untuk dituju. Louise memakai baju terusan coklat tawar yang tadi dibelikan Saito. Di kakinya ada sepatu kayu kasar. Mantel dan tongkatnya disimpan didalam tas yang dibawa Saito. dari bajunya saja, dia terlihat seperti gadis desa lainnya, tapi berkat wajah kelas atas dan rambut blonde pinknya, dia memberikan semacam perasaan tak cocok, semacam rasa pada gadis yang tak terbiasa berakting pada sebuah adegan. Saito memakai pakaiannya yang biasa, tapi dia tak bisa berkeliaran di kota dengan pedang terhunus, jadi dia bungkus Derflinger dengan kain dan membawanya di punggung. Louise bergumam pelan, menunjukkan bahwa dia baru saja menyadari seberapa besar dosa yang telah dilakukannya. "A-apa yang harus kita lakukan?" Saito menatap Louise. "Aku takkan pernah membiarkanmu membawa uang lagi." "Uuu..." Louise mendengung sedih sambil memeluk lututnya. "Yah, apa ya yang harus kita lakukan. Uang. Jika kita tak bisa menemukan sebiah penginapa untuk tinggal, kita takkan bisa makan. Bagaimana dengan misi? Oh wahai wanita senat dari paduka, mohon ajari familiar nan rendah ini. Kumohon?' kata Saito penuh sindiram. Bahkan uangnya dipakai. Dia akan membuat Louise membayar kembali suatu hari nanti, tapi kini, masalahnya adalah penginapan dan makanan. "Aku memikirkan soal itu sekarang." kata Louise dengan wajah kesal. "Mari dengan penuh kerendahan menundukkan kepala kita pada Putri-sama dan meminta uang lebih." "Itu mustahil. Putri-sama memberikanku misi rahasia ini menurut dirinya sendiri. Kabinet mungkin tak membiarkan anggaran dipakai. Dia kemungkinan tak bisa menggunakan lebih dari apa yang bebas dimilikinya. Mungkin, itu sudah yang terbaik yang dia bisa." "Kau membuang uang itu dalam 30 menit. Apa sih yang kau pikirkan?" "Itu karena aku tak bisa mendapatkan pelayanan memuaskan hanya dengan 400!" "Itu karena kau selalu ingin kemewahan!" "Mereka diperlukan!" "Lalu. bagaimana dengan ini? Hubungi rumahmu. Ya, hei, Duke-sama." "Tak mungkin. Ini misi rahasia. Aku juga tak bisa bilang-bilang keluargaku." Sambil memeluk lututnya, Louise menaruh dagunya padanya. Dia benar-benar seorang nona muda yang abai terhadap aliran dunia...Dia bahkan tak bisa berbelanja dengan baik. Bahkan Saito, yang datang dari dunia lain, bisa menangani lebih baik. Takkan ada yang selesai bila dia yang melakukannya. Tapi Saito tak bisa memikirkan sebuah ide bagus. Dia menerawangi air mancur plaza sambil termenung, tapi... "Nn?" Dia menadari orang-orang yang lewat memandang kagum pada Louise. Bahkan jika dia tak menginginkannya, pesona dan keningratan Louise menarik perhatian. Terutama jika dia tengah memeluk lututnya, terlihat sebagai seorang gadis desa. Orang-orang melirik Louise dengan mata yang berkata " Dia mungkin melarikan diri dari sebuah rumah bordir." Saito bangkit secepat kilat. Louise terkejut. "Adaapa?" Mengabaikan kata-kata Louise, Saito menghadap orang-orang di jalan dan mulai mengumumkan. :Eeh, Hadirin dan hadirat!" Orang-orang yang berlalu berhenti, mengira-ngira apa yang tengah berlangsung. "Eeh- Gadis ini adalah seekor gadis-serigala yang kabur dari sirkus." "Apa?" Apaan sih yang dikatakan orang ini? "Dibesarkan serigala, dia melolong dan menyalak! Ini benar-benar mengganggu! Tapi yang paling mengagumkan adalah bahwa dia bisa menggaruk lehernya dengan kakinya! Kini bersiaplah! Dia akan menggaruk leher dengan kakinya sekarang!" Saito berbisik pelan pada Louise. "Yah, garuk lehermu dengan kakimu. Ayolah." Saito mengejeknya dengan dagunya. Louise menginjak wajah itu dengan telapak kakinya. Saito berguling-guling di tanah. "Apaan sih yang kau pikirkan?! K-k-kau ingin aku berlaku sebagai bintang?!" Saito juga bangkit, menarik lengan Louise, dan berteriak. :kita tak punya pilihan selain tampil, kan?! Apa ada cara lain untuk menghasilkan uang?! Aah?!" Mengayunkan rambutnya dengan ganas, Louise mulai bertengkar dengan Saito. "Dia benar-benar seekor gadis serigala." Anehnya, hadirin terpuaskan. Tapi setelah menyadari segra bahwa ini hanya pertengkaran. hadirin dengan cepat menjadi bosan dan pergi. Mereka tak mendapatkan apapun. Tenaganya menguap dan Saito terbaring di tanah. Louise juga cape dan dengan cepat kehabisa tenaga fisiknya, jadi dia duduk di punggung Saito. "Aku lapar..." "Aku juga..." Kepada keduanya yang tengah duduk seperti ini, seseorang melemparkan sebuah koin tembaga. Saito loangsung loncat dan mengambilnya. Louise bangkit dengan sebuah suara beramarah. "Siapa?! Keluar sekarang!" Setelah mengatakan itu, seorang pria aneh keluar dari kerumunan. "Oh tidak, kukira kalian pengemis..." Anehnya, dia ngomong dengan cara wanita. "Haah? Jelaskan dirimu? Kau tahu, aku, sangat mengagumkan, berasal dari keluarga Duke..." Saat dia mencoba mengatakan itu, Saito bangkit dan menutup mulut Louise. "Keluarga Duke?" "Bukan apa-apa! Ya! Otaknya memang sedikit begitulah. Ya." Tersinggung, Louise meronta-ronta, tapi Saito mengabaikannya dan terus menutup mulutnya. Jika mereka membuka diri, bukan misi rahasia lagi namanya. Pria tersebut memandang Saito dan Louise penuh ketertarikan. Dia mengenakan pakaian yang mencolok. Pakaian Guiche juga mencolok, tapi arahnya beda. Rambut hitam yang dilapisi minyak, sebuah kemeja satin-tanah ungu yang berkilau dengan bagian dada membuka dengan rambut dada tak tersukur menyembul. Di bawah hidungnya ada dagu yang terbelah sempurna dan kumis bergaya, Sebuah bau parfum yang kuat menyentuh hidung Saito. "Lalu mengapa kalian tidur di tanah?" "Yah, kami tak punya tempat tidur dan makan..." "Tapi kami bukan pengemis." kata Louise terbuka. Pria tersebut memandang dalam wajah Louise. "Oh begitu, Klo begitu, datanglah ke tempatku, Namaku Scarron. Aku menjalankan sebuah penginapan. Aku akan menyiapkan sebuah kamar," kata pria tersebut sambil tersenyum. Cara dia bicara dan berpakaian menjijikkan, tapi dia sepertinya orang baik. Wajah Saito bersinar. "Benarkah?!" "Aku akan melakukan apapun." "Aku mengurus sebuah toko di antai pertama. Gadis ini akan membantu. Itu kesepakatannya. OK?" Louise tampak enggan, tapi dia dengan patuh mengangguk saat Saito menatapnya. "Très bien." Scarron mengumpulkan tangannya dan menempatkan mereka pada pada pipinya, menyempitkan bibirnya, tersenyum. Dia bertingkah seperti seorang gay. Sebenarnya, dia bukan apapun selain seorang gay. Menjijikkan. Ada gay di dunia lain juga...Dan ada "Très bien." itu...Saito anehnya jadi terpuruk. "Putus sudah. Ikut aku." Pria tersebut mulai berjalan. Mengayunkan pinggangnya secara berirama. Saito dnegan enggan meraih tangan Louise dan mengikuti. "Sepertinya aku tak mau. Dia aneh." Saito memandangi Louise dengan amarah membara di matanya. "Kau pikir kau dalam posisi untuk memilih?"
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information