Editing
Hakomari (Indonesia):Vol 7 Epilog
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===+++ 14 Agustus, Usui Haruaki (19) +++=== Hingga titik balik dalam hidupku, hatiku dikabuti kegelapan total. Pilihanku untuk menyerah menjadi pemain baseball profesional demi bisa memasuki SMA yang sama dengan Oomine Daiya dan Kirino Kokone berakhir dengan ''ending'' yang terburuk. Daiya jadi sombong dan tertusuk, Kiri ''shock'' berat yang mungkin tidak akan bisa tersembuhkan, dan Hoshii tidak bisa bicara lagi. Aku kehilangan semua teman-temanku. Keseharianku sudah hancur. Di saat-saat yang sangat buruk itu, aku jadi sangat menyendiri. Aku melihat semuanya melalui kabut yang terlampau padat hingga tiada ada yang kelihatan berarti. Entah kenapa aku berhasil memaksa diriku untuk menghadiri kelas, tapi tidak ada gunanya aku melakukan itu; yang aku lakukan cuma terus bergerak macam serangga tak berotak. Ada kalanya aku pulang ke rumah tanpa mengatakan apapun seharian. Waktu berlalu seperti ini dan angkatan Shindou Iroha sudah lulus, Kiri keluar sekolah, orang tua Hoshii memilih untuk mengabsenkannya sampai waktu yang belum tentu, dan Kasumi pindah. Saat aku kelas tiga, aku sendirian. Ingatanku di saat itu samar. Tetapi, kegelapan yang mencekik aku dihilangkan oleh kata-katanya Otonashi Maria. Tanggal 15 Juli, Otonashi Maria dilantik sebagai ketua OSIS. Aku menjadi murid kelas 3 dan ini sudah 9 bulan sejak teman-temanku pergi. Semua murid dipanggil ke gedung olahraga—anggota kepengurusan OSIS menyerahkan tugas mereka pada generasi selanjutnya. Tidak seperti biasanya, murid-murid menunggu upacaranya dimulai dengan nafas yang tertahan, dengan tatapan yang terfokus pada podiumnya. Tentunya mereka tidak sedang melihat ketua yang lama, yang lengser. Perhatian mereka tertuju pada ketua yang baru, Otonashi Maria. Dia sering mengunjungi kelasku untuk melihat apa yang sedang aku lakukan, tapi aku selalu mengabaikannya. Aku tau dia tidak sepenuhnya jadi biang masalah, tapi aku tidak bisa baikan lagi dengan dia. Tanpa sadar, aku pasti merasa kalau dia, si orang luar, adalah orang yang mendatangkan malapetaka dalam hidup kami. Si Otonashi Maria yang kulihat di podium sudah kehilangan sifat misteriusnya. Di sisi lain, karismanya masihlah belum terkalahkan: dia memenangkan suaranya dengan perbedaan yang sangat signifikan, yang jadi alasan kenapa dia jadi begitu tersorot. Terlebih, tidak ada yang lupa bagaimana dia menerobos masuk murid-murid seperti Musa yang membelah Laut Merah dan menemui Hoshii di upacara penerimaan murid baru. Situasinya hampir mirip, jadi orang-orang berharap ada sesuatu yang tidak biasa, terjadi. Otonashi Maria memulai pidato pelantikannya dengan sikap yang biasa dan sopan. Dia berhasil mencapai hati para pendengar. Untuk waktu yang cukup lama, hawa-hawa kegelisahan telah menutupi seantero sekolah; hawa kegelisahan ini kelihatannya disadari oleh setiap orang di sana. Beberapa insiden buruk terjadi (seperti insiden pembunuhan misterius atau Manusia Anjing), tapi kami juga merasa kalau sesuatu yang jauh lebih kelam telah menimpa kami—karena ada sesuatu yang keliru dengan ingatan kami. <u>Kami tengah dikendalikan seseorang namun kemudian dilepaskan</u>. Sulit untuk dijelaskan karena tidak ada alasan yang konkrit mengenai perasaan ini, tapi ini selalu menghantui kami bagai kutukan. Setiap orang bisa merasakan kesesakkan, ketegangan dari atmosfir yang mengisi sekolah. Ada perjanjian tidak tertulis yang tidak pernah kami bicarakan; yaitu pembicaraan yang tabu karena tidak ada seorangpun yang mau membicarakannya. Tetapi, Otonashi Maria memecah keheningan itu dengan kata-katanya. Dia menjelaskan perasaan ini dengan jelas dan langsung sambil dia rincikan, dan bahkan mengusulkan cara-cara untuk menghilangkannya. Pidatonya dapat dimengerti dan dilaksanakan. Itu memang adalah apa yang murid-murid inginkan. Mereka mendengarkan pidatonya dengan nafas tertahan dan meyakinkan diri supaya tidak ketinggalan satupun kata. ''Wow, dia luar biasa'', kataku pada diriku sendiri. ''Tapi itu saja tidak bisa mengembalikan teman-temanku'', pikirku setelahnya. Jadi, pidato cemerlangnya tidak berkesan banyak buatku. "—Saya akan berusaha semampu saya supaya murid-murid di sekolah ini bisa menikmati keseharian di sekolah yang bermanfaat. Saya Otonashi Maria, ketua OSIS yang baru." Para hadirin mulai bertepuk tangan, mengira kalau pidatonya berakhir, tapi dia mengangkat tangannya dan memberi isyarat pada mereka untuk berhenti. "Terakhir, aku ingin membuat satu pengumuman." Dengan perubahan nada dan ekspresi yang tiba-tiba, dia meneruskan: "Hoshino Kazuki dan aku akan menikah setelah umurnya 20 tahun." "...Apa?" gumamku, bingung akan pernyataannya yang tiba-tiba. Semua yang ada di sini, termasuk guru-gurunya keheranan. "Kami akan menikah dan bahagia. Lebih bahagia dari siapapun." Namun meski kata-katanya begitu, dia menangis. Hampir semua orang tau soal keadaan Hoshii sekarang. Hampir semua orang juga tau kalau Otonashi Maria adalah pacarnya dan mengurusinya setiap hari. "Ini demi ''kebahagiaanku sendiri''!" Apa dia menangis karena sedih? Tidak. Pengumumannya bukanlah keegoisan, karena bisa dilihat dari ekspresinya yang kelihatan berat hati. ''Kalau begitu''— Perasaanku mengatakan padaku apa sebenarnya itu. Itu—<u>permintaan maaf untuk kami semua</u>. Tidak tau kenapa, Otonashi Maria merasa bersalah atas atmosfir aneh yang menyebar seantero sekolah. Dia meminta maaf pada kami. Dia berusaha menebus dosanya. Hoshii pasti jadi orang yang paling menderita karena atmosfir aneh ini, sehingga kesehariannya sangat sulit untuk kembali. Untuk menikah dan bahagia, itu adalah syarat yang memang diperlukan supaya ia kembali normal lagi. Dengan kata lain, <u>Otonashi Maria mengumumkan kalau dia mau bertarung untuk mengembalikan keseharian yang sudah sangat koyak</u>. Kalau dia berhasil, pasti dia juga akan melepas kami dari perasaan yang tidak mengenakan ini. Dia menganggap ini jalan terbaik untuk dia menebus dosanya. Itu kenapa dia pasti akan berhasil. Aku yakin hadirin di sini tidak bisa alasan dibalik pengumumannya ini, tapi hanya dengan melihat wajah dan mendengar suaranya saja sudah cukup untuk mengungkap pesan sebenarnya—yang mana tidak ada egoisnya sama sekali. —Keseharian kami akan kembali. Dengan tangan yang mengepal dan mata yang berkaca-kaca, Otonashi Maria menundukkan kepalanya di depan semua orang, dan para hadirinnya pun bertepuk tangan. Itu adalah titik balik begiku. Di saat tepukan tangannya berlangsung, kabut yang menutupi diriku langsung terangkat. Dadaku merasa lega dan kehangatan ini membuat hatiku yang beku bergerak kembali. ''Deg! Deg!'' aku belum mendengar jantungku yang berdetak lagi sejak lama. ''Ah, aku mengerti''... Aku juga ingin dimaafkan. Selama ini aku tidak bisa memaafkan diriku karena mengecewakan temanku di saat mereka membutuhkan aku. Itulah alasan dari kabug kegelapan di hatiku. Aku jadi sadar kalau aku pun harus mencari cara untuk menebus dosaku—kalau aku ini tidak akan bisa maju sampai aku memaafkan diriku sendiri. Aku jadi memutuskan untuk mencari cara agar bisa menebus dosaku dengan baik. Otonashi Maria mungkin telah membuat atmosfir yang mencekik di sekolah, tapi tidak ada satupun temanku yang kembali di waktu aku masih SMA. Tapi meski masih sendiri, aku berhenti menghabiskan waktuku seperti mayat hidup. Bekerja keras untuk menebus dosaku, aku mengerahkan segala kemampuanku untuk segala hal yang aku lakukan. Aku ingin menghabiskan waktuku dengan baik, meskipun tidak ada manfaatnya. Sebagai hasil dari keputusan baruku dan sebagai kartu as dalam timku, aku membawa tim baseball sekolahku ke posisi ''runner-up'' di turnamen baseball lokal kala musim panas itu. Setelah lulus SMA, aku memasuki universitas. Aku memilih Universitas Waseda<ref>Waseda Daigaku/Soudai, adalah universitas swasta yang terkenal dengan wibawanya selain Universitas Keio, namun juga setara dengan Universitas Negeri seperti Universitas Tokyo.</ref>; nilaiku tidak begitu bagus, tapi aku dapat rekomendasi dari tim baseballku, mungkin karena performaku di turnamen musim panas. Tapi meski diterima, aku ini hanyalah salah satu anggota yang inferior di tim baseballku. Yang lainnya, yang sudah berlatih dan membentuk tubuhnya dari sejak SMA, dengan mudah mengalahkan aku dari segi kekuatan. Alhasil, dengan berlatih pun aku tidak bisa mengejar mereka. Malah, aku sangat payah, sampai-sampai supervisor tim ku diam-diam menyuruhku menjadi manager timnya. Dilihat dari kemampuanku saja, mungkin aku akan menghabiskan waktu empat tahun di sini tanpa sekalipun bermain dalam pertandingan resmi. Tapi tidak masalah buatku. Aku akan mengabdikan waktu empat tahun dalam universitas ini untuk baseball, meskipun aku tidak akna sukses. "Usui! Pakai tubuh bawahmu waktu melempar!" pelatih kami, Miyashiro tiba-tiba saja berteriak sewaktu aku berlatih di ''bullpen''<ref>Tempat ''pitcher''/si pelempar bola melempar.</ref>. Ia bukanlah orang yang bisa ditemui di tempat balap kuda ataupun lapangan baseball, jadi kau tidak mungkin tau ia adalah seorang pelatih kalau bukan karena seragamnya. Ia adalah satu-satunya yang punya ekspektasi positif padaku. "...Pak, boleh tanya sebentar?" "Ya? Apa? "Kenapa bapak menominasikan saya untuk rekomendasi? Ya, ‘gini, masih banyak pemain lain yang bisa papak pilih." "Siapa bilang saya yang menominasikan kamu? Yah, tidak penting, sih. Kenapa saya memilih kamu? Tidak maulah saya kasih tau kalau kamu cuma mau menghibur diri dair permainan jelekmu itu!" tegasnya. "Enggak, saya cuma mau tau kekuatan saya ini bagaimana. Kalau memungkinkan, saya ingin menguatkannya lagi." "Hmm... oke, kalau ‘gitu." balasnya dengan garukkan kepala. "Yah, untuk orang yang lembek seperti kamu, lemparan kamu sudah sangat bagus. Boleh saya bilang, kamu punya potensi di bidang ini." "Tapi karena saya lembek, saya jadi sulit untuk ‘ngejar yang lain waktu latihan." "Kamu cukup kritis sama diri sendiri, ya? Tapi kamu tidak begitu depresi, tuh. Hm... bukan itu. Matamu." "Mata? Karena mata saya menyilaukan gara-gara antusias?" "Dengkulmu. Kalau iya pun, masih banyak pemain lain yang antusias di balik batu. Sebenarnya, saya tidak bisa melihat ambisi apa-apa dari matamu, meskipun itu seharusnya jadi sesuatu yang dimiliki setiap profesional. Tapi, kamu tidak kelihatan begitu ''srek'' dengan baseball. Kamu sampah." "Sampah...?" "Tapi," timbalnya sembari menggaruk janggutnya, "kamu punya mata seperti orang yang tau penderitaan." Aku terdiam. "Itu akan menjadikan kamu tidak putus asa waktu sedang di saat-saat terakhir, dan kamu tidak akan mudah hilang ketenangan saat turnamen. Sebenarnya sudah kelihatan dari waktu pemilihan, ingat? Masih banyak pemain yang lebih hebat di sekeliling kamu, tapi kamu justru masa bodoh." Memang benar aku tidak begitu memerhatikan kemampuan orang lain; karena akhirnya, kita cuma bisa melakukan yang terbaik yang kita bisa. "Saya kenal dengan seseorang yang punya mata sama dengan kamu. Ia juga seorang ''pitcher'' tapi harus keluar karena masalah dengan pundaknya waktu bertanding di Stadium Koushien<ref>Adalah lapangan baseball yang terletak di Nishinomiya, Perfektur Hyougo. Stadiumnya dibuat untuk melangsungkan pertandingan baseball SMA nasional Jepang dan bisa dianggap sebagai kiblatnya pemain baseball Jepang.</ref>.. Ia langsung sangat ''down'' sampai saya takut ia bakal bunuh diri, jadi aku membujuknya untuk ikut tim baseball di sini. Orang itu, ia berlatih ‘tiap hari sampai titik penghabisan, tapi sekalinya ikut pertandingan, ia memukul bola seperti orang gila. Pukulannya terlalu kuat sampai-sampai saya sendiri menanyakan rahasianya. Menurutmu apa katanya?" Pak Miyashiro menyeringai. "’Aku tidak akan mati kalaupun meleset." Ia menghela nafas panjang. "Menurutmu bagaimana? Saya sebenarnya tidak begitu paham, tapi saya rasa kamu mengerti, ya?" "...Sekarang orang itu ‘gimana?" "Coba saya pikir, kira-kira setahun ia dapat berapa ratus juga yen, ya?" Aku mengerti. Ia punya harapan tinggi padaku karena ia mengingat pemain itu dari dalam diriku, bukan karena kemampuanku semata. Tapi aku tidak akan terlena karenanya. Aku jongkok dan mengambil bolaku. "Pemain itu punya bakat," timbalku. "Mungkin. Toh kamu boleh jadi bisa, siapa tau. Entah kamu ini punya bakat atau tidak. Kamu kecewa?" Aku menyandarkan tanganku yang dibaluti sarung tangan pada bolanya. "Pak... masih ada satu orang yang belum bisa saya tandingi seumur hidup saya." "Hm? Mungkin saja orang itu monster karena kamu bilang begitu. Maksud saya, kamu tidak pernah berpikir kalau kamu ini sama payahnya dengan Yoshino, ‘kan?" Yoshino adalah seorang ''pitcher'' yang menolak jadi profesional demi memasuki klub kami dan main di baseball antar kampus. "Seorang pro? Siapa namanya?" Aku jawab: "Oomine Daiya." "...Belum pernah dengar." "Wajar. Tapi ia selalu jadi panutan aku." Setelah menenangkan nafasku, aku mengayunkan tanganku dan menerjang ke bawah dengan kaki kiriku. Impuls yang kuat terlontar dari tubuhku, lurus sampai ke ujung jari tangan kananku. Otot-ototku bergetar saat tubuhku mengurus semuanya; tanganku melakukan lemparan menurun yang kuat. "Oh, tinggal memberi lemparanmu sedikit putaran! Ini baru lemparan!" Sejak saat pengumuman Otonashi Maria, aku sudah memberikan segalanya. Aku telah lari lurus tanpa tau ke mana aku pergi. Sekarang aku mulai mendapat hasilnya. Akhirnya aku mengerti apa kekuranganku. Kenapa aku tidak bisa menolong siapapun? —Karena aku tidak memiliki "determinasi". Aku selalu menonton dunia dari luar dan menghindari kontak langsung. Aku juga tidak begitu ingin berhubungan langsung dengan hubungan Daiyan dan Kiri. Aku percaya adalah hal yang bernar untuk memberi jarak supaya tidak menyakiti siapapun. Aku berkesan kalau aku bisa saja menghancurkan segalanya kalau aku tetap jauh-jauh. Yah, mungkin saja hal ini baik, tapi masa bodoh! Mungkin saja aku harus menghancurkan semua! Mungkin saja aku seharusnya mengambil Kirino Kokone dari Oomine Daiya. Kamu tidak bisa membuat perubahan tanpa keberanian dan determinasi. Tidak menyadarinya sewaktu dibutuhkan adalah kesalahanku. Oomine Daiya—ia selalu memiliki determinasi ini. Aku tidak bisa bilang menolak kebahagiaannya sendiri adalah hal yang benar, tapi ia sudah punya determinasi untuk tetap di jalan yang telah ia pilih. Masih ada banyak hal yang bisa kudapat darinya. Dari saat kami bertemu, aku masih belum bisa mengalahkannya. "''Aku tidak akan mati kalaupun meleset.''" Aku bisa mengerti arti kata-kata ini. Kita tidak perlu mati hanya karena mimpi dan usaha kita sia-sia, dan kita pun tidak perlu bersedih hati. Kita sama-sama akan menghadapi kesedihan yang lebih buruk lagi, jadi kita tidak takut akan halangan yang menghadang kita. Kita bisa dengan mudah ambil bagian dari taruhan melempar koin sementara yang lain justru ketakutan untuk memilih angka atau gambar. Daiyan, akhirnya aku mengerti cara agar aku bisa setara denganmu. Tapi tidak sepertimu, aku tidak akan mengorbankan diriku. Aku akan mencari determinasiku sendiri. Hanya setelah menemukan jawaban dari pertanyaan inilah aku bisa memaafkan diriku karena kelambananku. Masih ada sekitar setahun lagi sampai hari yang dijanjikan Otonashi Maria datang. Sampai saat itu aku pasti bisa menemukan determinasiku sendiri. Saat itu akan menjadi saat di mana ''keinginanku'' menjadi kenyataan.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information