Editing
Kamisu Reina Indo:Jilid 1 Atsushi Kogure
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===Bagian 2=== “Kamu bertemu Reina Kamisu?” dokterku bertanya keheranan ketika aku memberitahu dia tentang pertemuan dengan monster itu. “Ya. Aku bertemu dengannya. Pembunuh itu.” “Reina Kamisu…" Aku mungkin memanggilnya dokter, tapi dokter Mihara tidak sesuai dengan citra lazim dokter. Dia supel, psikiater muda dan sebenarnya masih berusia dua puluhan. “Apa kamu yakin itu bukan mimpi?” “Ini nyata! Dia berjalan berpapasan didepan mataku! Dia bahkan melihatku dan tertawa kepadaku!” “Hm…” dokter Mihara melipat lengannya sepertinya dia memperhatikan kalau aku sangat serius. Keluargaku telah dibunuh oleh Reina Kamisu. Sampai hari ini tidak diketahui alasan kenapa dia mendobrak rumah kami dan menikam semua orang kecuali aku; dia tidak mencuri apapun, tidak pula setahuku ada dendam. Dia tidak membuat ancaman sebelumnya, juga, tidak pula dia nampak menikmatinya. kebalikannya, dia nampak cerdas dan tidak pula berkaitan dengan obat-obatan dan semisalnya. Sungguh, aku gagal menemukan noda pada kepribadiannya. Tapi fakta bahwa dia membunuh keluargaku. Kehidupan mereka lenyap begitu mudah. Dulu aku berpikir bahwa kehidupan manusia tidaklah –istimewa seperti ikan yang kita pernah bedah di sekolah. Ide dari kehidupan manusia dan nilainya terkira selalu besar dan tanpa batas di dalam otakku. Padahal, andai kata hanya manusia yang mempunyai akal, aku masih berpikir bahwa kehidupan kita berharga. Biarpun begitu – ini memungkinkan untuk mengambil nyawa seseorang dengan pisau yang sama kamu gunakan untuk membedah ikan. Menghadapi fakta absurd itu sebagai seorang bocah 10 tahun, aku hancur. Aku punya luka di dada – karena Reina Kamisu, memang – agak aneh. Salah satu hal yang membuat orang-orang menyeringai. Akan tetapi, masalah dengan luka itu bukan karena menakuti semua orang. Masalahnya adalah bahwa <u>itu masih suatu luka yang tidak berbekas</u>. Itu masih suatu luka yang menganga, dan akan tetap begitu. Namun bukannya darah, malahan diriku sendiri yang terus mengucur. “Sesuatu” yang aku butuhkan untuk hidup. Aku makin lama makin menyusut. Terus menerus menyusut. Aku sedang meretak sedikit demi sedikit. “Atsushi-kun” dokterku menyapa dengan pandangan serius. “Iya?” “Kita akhiri hari ini, tapi bolehkah aku memintamu untuk memberitahuku lebih banyak tentang hal ini pada sesi selanjutnya?” “Ya, Tentu saja.” Aku berencana begitu lagipula. Lagian, satu-satunya cara untuk memperbaikiku ialah melawan Reina Kamisu; mengetahui kebenaran tentangnya; memahaminya. Bisakah aku menang melawan monster itu? Takdir berkata lain, aku takut. Aku akan kalah. Aku akan terus menyusut. Seperti lubang hitam, ada kalanya ketika perasaan yang tak diperlukan menghisap dan membuatmu buta. Oleh karena itu, bila aku ingin melawannya, aku harus menyegel emosiku – yang sebagian besar terdiri dari kebencian – tidak keluar. Memikirkan kembali pada waktu ledakan emosi yang aku alami ketika bertemu dengannya tempo hari, aku bisa membayangkan betapa berat hal itu. Bagaimanapun, tidak peduli betapa sulit melawan monster itu dihasilkan, tidak ada resiko bagiku. Aku sudah terbenam ke poin terendah. Sementara sulit bagiku lebih melawan, aku tidak boleh jatuh lebih rendah. Oleh karena itu, aku tidak akan goyah untuk bertarung. “Aku tidak akan kalah!” “Melawan siapa…?” dokter Mihara bertanya, tetap serius. “Melawan diriku, tentu , dan Reina Kamisu.” Dia memandang termenung dan tampak meraba kata-kata. Akhirnya, dia cuma bergumam, “Aku mengerti…” Hari selanjutnya, aku berangkat sekolah seperti biasa walaupun keputusanku untuk melawan Reina Kamisu. Terus terang, kayaknya aku lebih suka mengamati dia daripada menghadiri kelasku, tapi memperbesar fakta bahwa aku tak punya petunjuk selain memergoki dia dikota, aku tidak ingin merepotkan bibiku. Tak seperti pamanku, dia memperlakukanku dengan sangat baik. Aku menduga fakta bahwa mereka tidak memiliki anak sendiri menguatkan hal ini, tapi bibiku merawatku seperti aku adalah anak kandungnya… mungkin terlebih-lebih <i>karena</i> aku bukan anak kandungnya. Tak ada rasa ketidakpuasan. Tak ada rasa ketidakpuasan…namun ada rasa menekan. Aku merasa kalau aku benar-benar tidak boleh dan <i>jangan</i> membuat sedih bibiku, sebab dia harus merawatku juga. Aku sampai di sekolah dan memperhatikan kalau kelas kami sangat berisik. Bingung, aku tangkap Yuuji Kato, yang kebetulan berdiri dekat dan sedang dalam waktu yang tepat dibandingkan denganku. Aku bertanya, “Ada Apa?” “Masalah bunuh diri, men! Bunuh diri!” “Apa? tapi itu kan, kayak, minggu lalu, bukan? Apakah kita mendengar sesuatu yang baru tentang bunuh dirinya Saito?” aku bertanya sambil melempar tasku ke meja. Karena dia seseorang yang akan kami lihat setiap hari di sekolah, kematian Saito cukup mengejutkan bagi kami. Sewaktu dia tidak punya satupun teman – dia bahkan dicurigai telah mencuri dari teman sekelas – masih ada siswa yang berkabung untuknya. Meski mengejutkan, setelah dia mati beberapa orang menjadi lebih bersahabat dan mengakui dengan mata meneteskan air mata kalau mereka sebenarnya telah menyukainya karena dia mempunyai suatu kepribadian “santun” tidak seperti kebanyakan cewek-cewek sekarang. Saito pasti memiliki perasaan campur aduk disurga sana, sebab kepribadiannya-lah yang menggiring dia untuk bunuh diri. “Apa kamu masih saja meributkan cerita itu? Kenapa tidak kamu biarkan dia tenang disana? Aku yakin kalau dia…tidak akan suka menjadi pusat perhatian,” Aku menyinggung Yuuji. “Kamu salah sangka, men.” “Apa maksudmu?” “Ini bukan tentang Saito, tahu tidak?” “Lalu siapa yang melakukan bunuh diri?” Yuuji menatap ke satu meja tertentu dan berkata, “Kimura.” Sebelum pelajaran dimulai, semua siswa dari sekolah kami dipanggil ke gedung olahraga untuk ceramah darurat, dimana kepala sekolah membuat kami bosan dengan ceramah panjang tentang “Nilai Kehidupan.” ketika mendengar dengan sedikit atensi apa yang dia katakan, aku mulai membuat pemikiranku sendiri tentang kejadian tersebut. Tampaknya Saito, Mizuhara, dan orang lain yang terlibat tidak tahu, tapi seseorang yang agak akrab dengan Kimura atau yang punya otak, sepertiku, telah menyadari kalau Kimura adalah pelaku sebenarnya dari insiden pencurian dompet. Kabar yang terkenal diantara teman-teman kami bahwa Kimura jatuh cinta pada Mizuhara, dan dia ditolak saat menembaknya. Mizuhara memberitahunya kalau dia tidak berencana berpacaran dengan siapapun dalam waktu dekat. Beberapa hari kemudian, Mizuhara dan Ashizawa berpacaran. Tak perlu dikatakan, dia cuma mengungkapkan itu untuk menolak Kimura secara basa-basi, dan Kimura pasti sadar akan hal itu. Bagaimanapun juga, perasaan Kimura telah tersakiti. Sepenuhnya. Dia pasti merasa kalau dia rendahan untuk Ashizawa – benar-benar jatuh – di mata Mizuhara. Mulai dari situ, apa saja yang dia ucapkan dan apa saja yang dia sudah lakukan diiringi dengan suatu nada rendah diri. Aku bisa memahami kenapa dia hendak menghancurkan hadiah yang Ashizawa berikan ke Mizuhara. Sebenarnya. Aku rasa sedikit membalas seperti itu sangat bisa ditolerir. Walaupun, dia tahu kalau dia akan nampak jelas menjadi si pelaku bila dia menjalankan rencana kecemburuannya itu. Makanya, dia butuh orang yang dicurigai selain dirinya. Dan dia menemukan Saito, yang kebetulan dipermalukan oleh Mizuhara. Sekilas, Kimura telah melakukannya dengan baik; paling tidak, dia mengelabui sasaran utamanya – Mizuhara dan grupnya – menjadi percaya akan kebohongannya. Akan tetapi, kenyataannya dia gagal total. Dia tidak mempertimbangkan seberapa besar tindakannya akan menyakiti perasaan Saito karena terlalu fokus mengambinghitamkannya. Tapi kesalahan terbesarnya adalah <u>tidak mempertimbangkan seberapa menyakitkan untuk perasaannya sendiri dengan menyakiti perasaannya Saito.</u> Pembalasan dendamnya mengakibatkan sebuah luka mematikan pada Saito. Mungkin itu tidak sepenuhnya akurat, mungkin dia hanya menyentuh titik lemah dari Saito yang sudah mematikan lagipula. Namun, Kimura menganggap dirinya bertanggung jawab atas kematiannya. Kimura melukai Saito, dan fakta itu melukai dirinya sendiri. Kedua luka itu mematikan, dan kedua luka itu berakhir dengan kematian. Seperti...seperti lukaku sendiri. Akhirnya, kepala sekolah mengakhiri ceramahnya setelah lebih dari satu jam penuh. Aku memahami kekhawatirannya, tapi itu tidak bermanfaat lagi untuk hal ini. Serius...dia tidak mengerti kalau sebuah ceramah tidak akan mencapai apapun. Kita semua sangat tahu dengan baik bahwa dilarang melakukan bunuh diri. namun ada kalanya dunia yang kita tempati menjadi begitu keras pada kita kalau kita bermain-main dengan pemikiran. jadi, percuma memohon beretika; dia seharusnya berucap dengan lebih praktis dan dengan pendekatan konkret. Seandainya aku berhenti bunuh diri, aku akan berucap begini: “Mati berarti jatuh kedalam suatu keadaan kehampaan yang kekal, suatu kekosongan sempurna yang tidak bisa dibayangkan oleh semua yang bernyawa. Pikirkan saja hal ini : otakmu enyah. Kamu tidak punya pemikiran apapun lagi. Pastilah, kamu pernah mendengar ungkapan ‘Aku berpikir, maka aku ada,'[https://en.wiktionary.org/wiki/I_think_therefore_I_am] iya kan? Pikirkan dengan cermat. Tidak ada. Apa kamu mengerti? <u>Sama sekali tidak ada.</u> Berapa lama kamu bisa menahan keadaan di dunia tanpa suara, tanpa cahaya, dan tanpa perasaan apapun? Suatu dunia dimana kamu bahkan tidak lapar. Dimana kamu tidak punya hasrat sama sekali. Bisakah kamu mengikutiku? Tapi kematian adalah suatu kekosongan yang sempurna, sehingga itu bahkan <u>melebihi</u> suatu dunia tanpa-perasaan tersebut. Tidak ada masa depan. Surga hanyalah bentukan orang-orang yang takut mati mengarang bebas. Kamu harus tahu alasan kenapa akan selalu ada orang-orang yang percaya akhirat meski kemunculan ilmu pengetahuan; itu karena mereka ketakutan. Takut dari apa yang menanti dibalik kematian. Jadi, jangan berpikir mengakhiri hidupmu sendiri akan menyelamatkanmu! Itu semata-mata berakhir. B-E-R-A-K-H-I-R. Bunuh diri adalah tindakan membunuh dirimu sendiri, dan mati tanpa memahami arti dari kematian seperti apa melainkan lari dari kenyataan. Walaupun hasilnya sama dalam kedua kasus. Ok, ayo. Coba bunuh dirimu kalau kamu bisa; coba bunuh dirimu sendiri sekarang saat kamu sudah tahu kebenarannya.” Setidaknya, aku tidak mampu membunuh diriku sendiri. Lagipula, satu-satunya alasan kenapa aku berada disini sekarang karena aku paling takut kematian dibanding kebanyakan yang lain. Oh, iya, ada sesuatu yang sedikit menarik membelit cerita ini: “Sebenarnya, aku dengar Kimura meninggalkan sebuah catatan bunuh diri,” Yuuji memberitahuku. “Sebuah catatan bunuh diri? Apakah dia minta maaf ke Saito atau hal lain?” “tepat sekali.” “Nah, itu seharusnya menghibur Saito sedikit, menurutku?” “Tidak, aku pikir ini malah cukup berefek sebaliknya.” “Hm…? Iya sih, aku tidak akan mau siapapun bunuh diri karena aku lagian.” “Bukan itu masalahnya,” dia menyanggah. “Apa maksudmu?” “Kimura salah menyebut namanya.” Oh. Setelah sekolah berakhir (pelajaran tetap dilaksanakan, tapi semua orang agak melamun) aku menuju kawasan perbelanjaan dimana aku bertemu Reina Kamisu. Tidak ada yang menjamin kalau aku akan bertemu dia lagi hanya karena aku melihatnya sekali, tapi itu satu-satunya petunjuk yang aku punya. Awalnya aku berpikir akan mampu memperoleh beberapa informasi karena aku korban dari kejadian tersebut, tapi ini tidak sesederhana itu. Terutama untuk kejahatan remaja. Kalau Reina Kamisu berpapasan denganku, aku tidak akan melewatkannya. Itu bukan hanya karena aku mengukir tampangnya dalam ingatanku berkali-kali: Dia istimewa di mata semua orang. Dia benar-benar begitu cantik. “…” Akan tetapi, sejam monoton terlewati. Setelah berdiri terus-terusan karena tidak ada tempat untuk duduk, kakiku sedikit kelelahan. Aku memutuskan dengan sikap toleran pindah sedikit dari tempat ini dan mendatangi McDonalds sebelah, membeli sendiri dua burger (semuanya sangat mahal untuk dompet siswa SMA) dan duduk didekat jendela. Ketika mengunyah burgerku, aku mulai berpikir tentang Reina Kamisu. Reina Kamisu. Mundur saat peristiwa terjadi, dia sudah berumur 16 tahun (yang berarti dia hanya 1 tahun lebih tua dariku sekarang), maka umur dia sekarang seharusnya 21 tahun. Apa dia bekerja? Mungkin dia mendaftar di sebuah universitas. Dia mungkin tidak bisa lulus dari sekolah menengah karena semua yang sudah dia perbuat, tapi dia seharusnya cukup pintar untuk lulus ujian masuk universitas. Meskipun dia membunuh seluruh anggota keluargaku, dia hampir tidak dihukum sama sekali karena motifnya yang benar-benar tidak dapat diterima sebab dia didiagnosis “gangguan mental”. Aku bertaruh dia dipuja seperti seorang idol di tempat kerja atau dikampusnya. Sang idola yang membunuh. Hahaha, julukan yang menarik! “Cih..!” Luka didadaku mulai berasa sakit. Menurut Dr. Mihara, luka ini hanya ciptaan dari otakku sebab luka tersebut sudah sembuh. Sialan! Kamu pikir ini cuma mental? Sebuah ilusi? Jangan membuatku kesal, Dok! Rasa sakit ini tidak palsu; tidak mungkin palsu! Luka tersebut sedang berdarah. Aku mungkin satu-satunya yang mampu melihat darahnya, tapi ini pasti darah – dan aku cairannya (atau sesuatu yang mirip cairan). Ah, sialan, aku tahu! Aku tidak jelas. Aku malah bikin masalah untuk diriku sendiri. Namun sebenarnya – lukanya belum sembuh. Dan ini masih menyakitkan.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information