Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 3
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===3-2=== Setelah aku meninggalkan bangunan sekolah, aku segera menuju ke pusat komunitas tersebut. Aku mengunci sepedaku di tempat parkir sepeda. Setelah beberapa langkah, aku mengatur tasku yang tidak begitu berat itu pada bahuku. Ketika aku berjalan menuju ke pintu masuk, terdapat suara langkah kaki yang mendekatiku dari belakang. “Seeenpai!” Bersama dengan suara itu adalah suatu tepukan ringan yang menepuk punggungku. Tapi bahkan tanpa berpaling ke belakang, aku tahu siapa itu. Hanya ada satu orang yang akan memanggilku senpai selain adik kecilku Komachi yang juga akan melakukan sesuatu seperti itu. Itu hanya mungkin Isshiki Iroha. “Ya.” Jawabku selagi aku berpaling ke belakang dan pemilik suara itu adalah Isshiki Iroha seperti yang bisa diduga. Isshiki menggembungkan pipinya dengan tidak senang selagi dia menatapku dengan sedikit tajam. “Tidakkah reaksimu itu sedikit terlalu lemah…?” “Maksudku, kamu hanya terlalu licik, mmkei…” Lagipula, aku sudah terbiasa dengan ini karena Komachi… “Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.” Isshiki menekan pipinya dengan satu tangan dan bertingkah malu-malu. Sungguh, kamu tidak perlu bersusah payah melakukan semua itu dengan begitu liciknya… Ketika aku melihat ke arah tangan Isshiki, Isshiki sedang memegangi sebuah kantong plastik dengan makanan ringan dan botol pet<ref> botol plastik </ref> juga hari ini. Aku mengulurkan tanganku tanpa berkata-kata menandakan padanya untuk menyerahkan itu padaku. Isshiki memiliki tampang yang sedikit kaget oleh tanganku yang mendadak terulur, tapi setelah suatu gelak tawa, dia menyerahkan kantong plastiknya. Dia kemudian berbicara dengan menggoda. “Dipikir lagi, aku rasa kamu sendiri juga bersikap cukup licik tadi, kamu tahuuu…” “Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.” Bukankah itu mengerikan? Kemampuan onii-chanku berakhir diaktifkan secara otomatis. Jika ini membuatku sadar, itu akan menjadi begitu memalukannya sampai tanganku akan mulai berkeringat. Ah, aku sudah sadar akan hal itu sehingga sekarang tanganku tiba-tiba berkeringat. Selagi kami membuat percakapan semacam itu, kami memasuki Ruangan Seminar yang sama seperti yang kami masuki semalam. Yang sudah berkumpul di dalam sana adalah semua orang dari SMA Kaihin Sogo dan SMA Sobu. “Ah, Iroha-chan.” “Terima kasih untuk kerja keraaasmu.” Ketua OSIS Kaihin Sogo, Tamanawa, mengangkat tangannya dan memanggil Isshiki. Isshiki merespon padanya selagi dia menuju ke tempat duduk yang sama seperti yang didudukinya semalam. Aku mengikuti persis di belakangnya. Kelihatannya kami adalah yang terakhir sampai. Semua orang bergegas dan memfokuskan perhatian mereka pada Tamanawa. “Oke, mari kita mulai? Aku berharap untuk bisa bekerja sama dengan kalian semua.” Setelah ucapannya, konferensinya dimulai. Pertama-tama, Tamanawa mengecek notulen yang kami buat semalam. Dia menekan, menekan, dan menekan <ref> [http://jigokuno.img.jugem.jp/20100218_1708335.gif ka-cha-ka-cha-ka-cha] </ref>Macbook Airnya. Dia terlihat seperti dia memiliki mata yang lelah saat dia menyernyitkan alisnya. Dia kemudian berbicara. “Hmm, masih tinggal sedikit lagi yang perlu dipastikan, jadi mari kita lanjutkan diskusi semalam.” Tidak, itu tidak sesederhana “tinggal sedikit lagi”. Aku tidak mengerti satu hal pun yang didiskusikan dalam konferensi semalam. Karena itu, notulennya begitu konyolnya abstrak. “Itu akan bagus jika kita bisa menuliskan beberapa notulen yang semestinya hari ini,” pikirku selagi aku memusatkan telingaku pada detail-detail konferensi itu. Orang yang memulai konferensi itu adalah SMA Kaihin Sogo. “Karena kita akan melakukan ini, itu akan bagus jika kita bisa membuatnya sedikit lebih mencolok.” “Itu dia! Benar-benar itu dia. Maksudku, kita sudah pasti harus membuat sesuatu yang besar atau semacamnya.” Aku memalingkan kepalaku pada suara yang terdengar familier itu dan Orimoto sedang mencondongkan dirinya ke depan, menyetujui ide tersebut. Ketika dia melakukannya, Tamanawa memasang ekspresi pelik selagi dia menatap pada Macbook Airnya. “…Benar. aku rasa kita mungkin menyelesaikan<!--settled on--> terlalu banyak hal-hal berskala kecil.” Eh? Sungguh? Kita begitu? Namun melihat sekilas pada notulennya dan satu-satunya hal yang bisa kulihat adalah sekumpulan pertimbangan strategis berPEMIKIRAN LOGIS? Mungkinkah itu bahwa mereka memutuskan pada sesuatu tanpa kuketahui? Aku menjadi sedikit gelisah dan berbicara pada Isshiki yang berada di sampingku. “Hei… Aku benar-benar tidak yakin apa yang sedang coba kalian lakukan di sini…” “…Yah, itu karena tidak ada hal spesifik yang sudah diputuskan.” Isshiki memiliki nada yang pasrah ketika dia menjawab dengan suara kecil. Kalau untuk apa yang sudah diputuskan sekarang ini, hanya ada tanggal, lokasi, dan tujuannya. Tanggalnya pada hari sebelum Natal. Lokasinya aula besar di dalam pusat komunitas ini. Tujuannya adalah untuk menyelenggarakan acara Natal yang menargetkan anak TK di taman kanak-kanak di dekat sana dan orang-orang tua yang pergi ke panti jompo sebagai sebuah bentuk aktivitas sukarela dengan tujuan membuat kontribusi wilayah dan pertukaran budaya. Tapi detail-detail yang sangat penting masih belum diselesaikan. Arah dari diskusinya sekarang ini seharusnya ke konsep di balik detail-detailnya. Tapi, yah, itu sama sekali tidak terasa seperti itu. Tamanawa memutuskan sebagian besar pendapat mereka dan menanyakan Isshiki. “Dengan demikian, aku ingin memperbesar skala acara ini. Bagaimana kamu rasa?” “Mmm. Mari kupikiiiiir.” Ditanyai untuk pendapatnya, Isshiki membuat senyuman riang selagi dia bergugam dengan samar. Tamanawa terlihat merasakan hal yang sama selagi dia membalasnya dengan suatu senyuman.<!--had the same opinion--> Suatu helaan yang menyelip keluar dapat terdengar dari dekat sini. Ketika aku melihat menyamping, helaan itu berasal dari wakil ketua kami. Setuju. Tidak peduli se-sepele apapun tugas kami sebagai penolong, akan ada masalah jika lebih banyak pekerjaan didesakkan pada kami. Ini adalah dimana kita seharusnya menolaknya dengan tegas. “Isshiki, kita tidak punya cukup waktu dan tenaga <!--people-->untuk menambah skala acaranya.” Itu tidak akan banyak gunanya jika seseorang sepertiku yang paling banyakpun dihitung sebagai jatah kerja satu orang yang mengatakannya. Niatanku adalah untuk membisikkannya pada Isshiki yang merupakan wakil kami untuk menyuruhnya mengatakannya saja. Tapi Tamanawa kelihatannya mendengar itu. “NO, NO. Bukan begitu.” Tamanawa menambahkan gerakan tubuh dan tangan yang sangat berlebih-lebihan selagi dia berbicara dengan nada yang bukan hanya bisa kudengar, tapi juga bisa didengar semuanya. “BRAINSTORMING itu, kamu tahu, dimana kamu tidak menolak pendapat seseorang. Karena tuntutan waktu dan kekurangan personil, kita tidak bisa memperbesarnya lebih jauh lagi. Kalau begitu, kita mau mencari tahu bagaimana kita bisa menangani hal tersebut. Dengan begitu, kita bisa dengan mudah memajukan diskusinya. Kita harus segera mendapatkan keputusan. Itulah kenapa pendapatmu itu tidak bagus.” Be-benar… Begitulah yang kamu bilang, tapi namun barusan, kamu dengan segera menolak pendapatku… Tamanawa menghadapku dengan senyuman seorang pria baik yang menyegarkan. “Jadi mari berbicara tentang bagaimana kita bisa membuatnya menjadi mungkin!” Jadi menambah skalanya itu sudah ditetapkan, huh…? Tidak ada satu suarapun yang menyuarakan suatu bantahan terhadap saran Tamanawa. Dipikir lagi, berkat pidatonya tadi, tidak ada tempat lagi untuk perbedaan pendapat. Setelah itu, konferensinya berubah menjadi sebuah diskusi tentang bagaimana untuk melakukan pendekatan pada penambahan skala acara itu dan pertukaran pendapat yang berfokus pada pelaksanaan dari pendekatan tadi. “Mungkin kita bisa entah bagaimana melibatkan KOMUNITAS wilayah ini.” “Kalau begitu, kita sebaiknya melakukannya sehingga kita bisa mengubur CELAH antar-generasinya.” Untuk sementara ini, aku sedang mencatat notulennya, tapi proposal-proposal yang membuatku heran apa aku harus mencatatnya atau tidak terus berlanjut. “Bagaimana jika kita mengikutkan<!--have--> SMA yang di dekat sini?” Pendapat baru yang lain datang dari SMA Kaihin Sogo. Hei, hei, ada apa dengan tipe-tipe terlampau sadar ini (lol) yang begitu senang bekerja bersama-sama dengan orang lain? Aku heran, mungkinkah mereka itu sedang menonton suatu mimpi dimana kesadaran mereka begitu tingginya sampai naik ke dimensi yang lebih tinggi dan sebagai hasilnya, mereka menjadi bagian dari ''Data Integration Thought Entity''<ref> The Melancholy of Suzumiya Haruhi </ref>? Namun, tidak ada manfaatnya untuk menambahkan SMA lain. Bahkan sekarang kami sudah ada masalah mengurus diri kami sendiri. Menambah keluaran pendapat dari orang lain hanya akan membuatnya lebih sulit untuk terus memperhatikannya<!--keep track--> semua. Tidak diragukan lagi beban kerjanya juga akan meningkat. Aku harus mencegah hal itu dengan segala cara… Tapi mengajukan suatu keberatan saja akan ditolak. Apa yang harus kulakukan untuk mencegah itu terjadi? …Tidak ada pilihan kalau begitu. Cara satu-satunya untuk memberi sebuah pendapat keberatan adalah untuk mengatakannya dengan cara bertele-tele yang sesuai dengan peraturan mereka. Jika demikian, maka pastilah itu akan sulit untuk menyuruh Isshiki mengatakannya karena itu akan terlalu panjang. “Ini hanya IDE TERLINTAS<!--flash idea-->, tapi sebagai BALASAN pada saran barusan, aku rasa itu akan lebih baik untuk mengharapkan efek SINERGI terbaik dari dua sekolah yang membentuk hubungan dan koordinasi yang erat saja, tapi bagaimana kamu rasa?” Dengan ini, aku bisa menanyakannya bagaimana pendapatnya akan hal ini selagi mencampurkan beberapa lingo katakana di dalamnya. Suatu keributan muncul ketika seseorang yang tak terduga tiba-tiba berbicara. Dari arah diagonal dariku terdapat Orimoto yang menatapku dengan hampa. Tapi orang yang sedang kuhadapi cuma satu orang. Seperti yang kuduga, si pecinta lingo katakana Tamanawa terpancing<!--took the bait-->. “…Begitu ya. Kalau begitu, lebih baik itu tidak dengan SMA lain. Seperti dengan suatu universitas atau semacamnya.” Tidak baaaaagus, huh? Sialan. Kalau begitu terus, itu akan menyusahkan untuk mencoba mengambil alih KONTROL situasinya. Aku harus terus menekannya di sini<!--pursue-->. “Tidak, tunggu. Jika demikian, kita tidak akan bisa mengambil INISIATIFnya. Meskipun kita bisa mendapatkan SPONSOR<!--stakeholder--> dan suatu KONSENSUS, kita masih memerlukan suatu HUBUNGAN REKAN dimana kita bisa memiliki MANIFESTO TIDAK SAMAR<!--unblurry manifesto--> yang akan mengizinkan kita untuk membuat SARAN yang transparan…” “Senpai, apa-apaan yang sedang kamu katakan…?” Isshiki memasang tampang terperanjat. Yah, aku sendiri juga tidak tahu apa yang sedang aku katakan. MANIFESTO juga itu sepenuhnya asal tadi. Tapi sekarang ini, itu adalah satu-satunya cara untuk mengatakannya. Walaupun aku mengatakannya karena putus asa<!--out of desperation-->, berkat persentase penggunaan lingo katakana yang tinggi dalam kalimatku, Tamanawa mengangguk-anggukkan kepalanya. “Benar. Kalau begitu…” Bagus, bagus, kelihatannya Tamanawa sudah akan teryakinkan kali ini kira-kira. Apa kalian tahu? Orang ini adalah tipe orang yang mendengarkan setelah kamu berbicara padanya. Dia orang yang lumayan baik. Apa aku berakhir menghancurkan argumennya lagi? Aku ingin merasakan kekalahan.<ref> Kutipan dari kalimat diucapkan [http://en.wikipedia.org/wiki/Daigo_Umehara Umehara Daigo] dalam suatu interview karena dia menang cukup sering yang kemudian setelah itu menjadi meme 2chan(?). </ref> Pada saat aku memikirkan itu, Tamanawa mengacungkan jari telunjuknya. “Kalau begitu, bagaimana dengan sekolah SD di dekat sini? Kita mungkin bisa menambah penonton yang berbeda selain kita para murid SMA.” “…Huh?” Apa yang sedang dikatakan orang ini…? Tidak mampu merespon pada proposalnya yang tiba-tiba, Tamanawa menambahkan pendapat lain. Kelihatannya dia benar-benar tertarik dengan proposalnya. “Hmm, sesuatu seperti GAMEDUCATION? Dengan melakukannya seperti itu, kita bisa membuatnya menyenangkan untuk bekerja dan kita bisa mendapatkan bantuan dari murid SD di wilayah ini.” “Itu SAMA-SAMA SENANG, huh?” Seseorang dari SMA Kaihin Sogo setuju dengan ide tersebut. Ketika orang itu melakukannya, Orimoto menepuk tangannya dan menunjuk. “SAMA-SAMA SENANG, Itu dia!” Apa “itu”nya…? Tidak hanya Orimoto saja, tapi yang lain juga setuju. Tamanawa mengangguk dengan yakin dan mulai memimpin seakan masalahnya sudah selesai. “Pihak kami akan menangani JANJI BERTEMU dan NEGOSIASI dengan SD itu. Setelah itu, aku ingin meminta anggota dari SMA Sobu untuk menangani sisanya.” Dia tersenyum selagi dia mengatakan itu pada Isshiki. Tapi Isshiki memiliki sikap yang ambigu selagi dia menjawab “hmm”, tidak memberi jawaban ya atau tidak yang jelas. Dari awalpun, Isshiki berada pada pihak yang tidak memiliki motivasi untuk bekerja. Dia mungkin memiliki kesan yang negatif terhadap ide mendapat beban kerjanya meningkat. Itu kemungkinan berkaitan dengan keraguannya. “Bagaimana?” Tapi Tamanawa terus menekannya. “…Oke, Aku mengertiii.” Kemudian dengan senyuman riang dan menyegarkan yang tiba-tiba, Isshiki menjawab. Yah, tidak banyak yang bisa dia lakukan. Bagi Isshiki, orang yang sedang dihadapinya adalah seorang laki-laki yang lebih tua darinya dan juga ketua OSIS dari sekolah lain. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah ditolaknya. Kemungkinannya bahwa inilah bentuk dimana pendapat pihak mereka dipaksakan pada mereka. Dengan ini, beban kerja kami yang meningkat sudah ditetapkan. Suatu helaan dari wakil ketua dapat terdengar lagi. Aku juga ingin menghela. Hanya helaan saja dari tadi!<!--all the time--> Tapi hanya diberi lebih banyak pekerjaan saja sudah cukup menjengkekan. Meskipun itu satu atau dua pekerjaan tidak berarti, kami harus bertaruh pada kemungkinan bahwa kita bisa memperkecil jumlah pekerjaannya. Jika itu supaya tidak perlu bekerja, maka aku tidak membenci jumlah upaya yang dibutuhkan untuk mencapainya… “Hei, apa ini sesuatu yang bisa cukup kita pastikan sendiri?” “Itu sebaliknya<!--if anything-->, bukankah itu akan berarti sesuatu jika kita bisa memasukkan INISIATIF kita ke dalam tindakan kita?” Tamanawa menjawab pertanyaanku selagi dia menyisir rambut di depan dahinya. Berbicara dengan orang ini benar-benar membuat kepalaku sakit… Aku menyernyitkan alisku selagi aku berkata. “Bukan itu apa yang aku maksud… Bahkan jika kita meminta anak SD untuk membantu, itu juga berarti kita perlu meminta wali mereka untuk berpartisipasi juga. Untuk hal itu, kita akan mendapat masalah mengenai KAPASITAS aulanya.” Pusat komunitasnya sudah ditentukan sebagai tempat bertemu pada tahap awal rencana ini. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diubah. Jika demikian, maka ada batasan maksimum pada berapa banyak orang yang bisa berpartisipasi dalam acara ini. Kamu tidak bisa berkeliling mengajak seseorang atau entah siapa sesuka hatimu saja. Ketika aku menjelaskannya, Isshiki mengangguk. “Aah, itu benar. Kita toh masih tidak tahu berapa banyak orang dari taman kanak-kanak dan panti jomponya yang akan datang…” Itu belum ditentukan…? Aku merasa ada banyak hal lain yang harus dilakukan sebelum berpikir memperbesar skalanya, tapi meskipun begitu, Tamanawa tidak mau menyerah. Dia mempertimbangkan pendapat kami dan menguatkan pendapatnya sendiri.<!--factored--> “Hmm, kalau begitu, itu berarti kita harus menentukannya. Juga, itu akan lebih baik jika kita menghubungi mereka terlebih dulu. Setelah itu, kita akan memastikan jumlah anak SD yang ikut dan menghubungi mereka.” Untuk sekarang, apa yang akan kita lakukan sudah diputuskan. SMA Sobu dan SMA Kaihin Sogo masing-masing akan mengeceknya dengan taman kanak-kanak dan panti jompo tersebut. Setelah itu, kita akan mengeceknya dengan SD itu. Yah, itu tidak bisa diapa-apakan lagi… Kami berhasil menetapkan suatu batasan pada jumlah pesertanya. Aku paling tidak seharusnya lega bahwa aku tidak harus berurusan dengan sekelompok orang yang tiada akhir. Itu benar, Hachiman! Tidak peduli kapanpun, kamu harus mencari hal-hal positifnya! Konferensinya, yang dimulai sebagai suatu diskusi, berakhir dan kita semua segera mengerjakan pekerjaan kami yang sudah ditentukan. “Um, jadi apa yang harus kita lakukan?” Isshiki mengumpulkan anggota OSIS serta aku dan memulai. “Kita juga ada pekerjaan lain jadi aku ingin menentukan siapa sebaiknya yang pergi ke taman kanak-kanak itu dan siapa yang sebaiknya mengerjakan notulennya atau semacamnya…” Fumu. Yah, karena itu hanya untuk memastikan informasinya, maka tidak perlu semua orang untuk pergi sekaligus. Jumlah orang yang sebaiknya pergi seharusnya sekecil mungkin. Masalah soal siapa yang pergi… Jujur saja, ini benar-benar bukan sesuatu yang perlu didiskusikan. Sebelum aku hampir akan mengatakan sesuatu mengenai itu, si wakil ketua berbicara dengan enggan. “Aku rasa akan lebih baik jika ketua menangani negosiasinya…” “Ah, aah, ya, begitu. Aku rasa begitu…” Ketika dia mengatakan itu, bahu Isshiki jatuh. Yah, wakil kita yang pergi merupakan keputusan yang tepat di sini. Apa yang seharusnya Isshiki lakukan sekarang ini bukanlah memutuskan siapa yang akan pergi, tapi membagi pekerjaan kepada anggota staf yang tersisa. Wakil ketuanya sepertinya memikirkan hal yang sama selagi dia menambahkan sambil menahan dirinya. “Ya… Tidak, bukan cuma terbatas pada ini saja. Juga ada berbagai hal lain lagi, kurasa.” “Haa… Aku rasa begituuu.” Si wakil ketua menghela melihat tingkah laku Isshiki. –Aah, jadi helaannya selama konferensi itu ini, huh? Tidak sepertiku, si wakil ketua tidak geram mengenai penambahan beban kerjanya. Alasan utamanya ada berhubungan dengan Isshiki. Begitu ya… Itu benar-benar terasa seperti seorang subkontraktor dalam artian terburuk kata tersebut. Anggota OSIS SMA Sobu termasuk wakil ketuanya meminta dari Isshiki untuk bersikap seperti seorang ketua OSIS. Tapi orang tersebut, Isshiki, sedang bersikap pengertian terhadap ketua OSIS yang lain yang juga mendesakkan pendapatnya pada dia dari awal sampai akhir. Ditambah lagi, dia sebagai seorang anak kelas sepuluh juga berkontribusi pada pihak SMA Sobu bersikap segan pula.<!--reserved--> Dari sudut pandang anggota kami, mereka mungkin tidak begitu memperdulikannya sebab mereka hanya ingin mendapat pekerjaan untuk dilakukan. Yah, itu ada dalam S a g a<ref> tidak yakin maksudnya apa. Tapi itu berarti sifat, watak </ref> seseorang untuk memikirkan sesuatu setelah mereka dibilang untuk tidak usah memperdulikannya. Untuk sekarang, mereka harus bekerja dengan keadaan mereka sekarang ini dengan suatu perasaan adanya jarak yang aneh ini. Tapi selama aku adalah alasan yang membuat Isshiki menjadi ketua, aku juga menanggung sejumlah tanggung jawab itu. Aku harus memastikan bahwa aku menyokongnya dengan semestinya selama acara ini. “Isshiki, Aku juga akan pergi denganmu ke taman kanak-kanaknya. Sementara itu, kita bisa menyerahkan sisa pekerjaannya pada yang lain.” Aku melemparkan pandangan pada si wakil ketuanya untuk menanyakan apa ini cukup bagus dan dia mengangguk. Isshiki yang melihat percakapan kami terlihat sedikit lega selagi dia membuat ekspresi yang lebih lembut. “Ya. Kalau begitu kita akan melakukannya seperti itu. Oke, aku akan pergi menelepon sejenak.” Ketika dia mengatakan itu, Isshiki menekan ponselnya dan menelepon. Meskipun itu untuk sesuatu sesederhana hanya untuk memastikan, tiba-tiba menerobos ke tempat mereka bukanlah sesuatu yang bisa kita lakukan. Itu perlu untuk membuat JANJI BERTEMU sebelumnya. Selagi aku menunggu telepon itu untuk berakhir, aku berdiri di sana termenung-menung memikirkan berapa banyak waktu senggang yang kumiliki dan dari sudut mataku terdapat suatu wajah familier yang sedang mendekatiku. Orimoto mengangkat tangannya dan berbicara padaku. “Hikigaya, apa kamu masuk ke OSIS waktu SMP?” “Tidak, tidak sama sekali.” Kita memasuki SMP yang sama dan dia tidak tahu itu? Tapi ketika aku memikirkannya dengan lebih cermat, aku juga tidak bisa mengingat satu orang pun dari OSIS waktu itu. Tapi di sisi lain, untuk tidak bisa mengingat mereka berarti mereka bukanlah bagian dari traumaku, jadi mereka mungkin orang-orang baik. Melupakan orang-orang baik itu membuatku merasa agak bersalah.. Orimoto mencari-cari pada memori Orimotonya. Dia mengangguk. “Sudah kuduga<!--I knew it-->. Tapi kamu terlihat agak terbiasa dengan itu?” “Tidak benar-benar begitu.” Walaupun aku mengatakan itu, aku sudah mengumpulkan sejumlah pengalaman karena aku terlibat dengan Festival Budaya dan Festival Olahraga akhir-akhir ini. Dibandingkan sebelumnya, aku sudah mendapat sedikit toleransi terhadap jenis pekerjaan seperti ini. “Omong-omong, kenapa kamu ikut membantu?” “Yah, aku dimintai.” “Uh huuuh…” Orimoto berhenti sejenak sebagai balasan atas penjelasanku. Tatapannya padaku membuat aku sedikit tidak nyaman. Aku menggeliatkan badanku dengan suatu cara supaya bisa keluar dari pandangannya dan dia menanyakanku sesuatu yang begitu mengejutkan.<!--outrageous--> “Apa kamu putus dengan pacarmu?” “Haa?” Apa yang sedang dia katakan…? Ketika aku bertanya balik tidak memahami apa yang dia maksud, Orimoto melihat ke arah Isshiki yang sedang menelepon sedikit agak jauh dari sini. “Oh, Aku hanya berpikir kamu mengincar Iroha-chan karena itu.” Sekali lagi, apa yang sedang dikatakannya…? Memang, wajah Isshiki itu imut, tapi aku toh bukan orang yang bisa menanganinya. Dari awalpun, aku juga tidak merasa dia adalah tipe orang yang akan mencoba melakukan sesuatu<!--try to do something either.-->. “Tidak… Lagipula, aku tidak pernah punya pacar jadi aku tidak pernah putus dengan siapapun.” Kenapa aku harus mengatakan hal ini pada gadis yang kunyatakan cintaku dahulu kala? Apa itu ya? Suatu cara mem''bully'' yang melampaui rana waktu<!--transcended time-->…? Dan juga, aku mencintai diriku yang bisa dengan jujur menjawab pertanyaan ini. Jika ini adalah suatu dongeng rakyat Jepang, maka aku pasti menjadi pemenangnya. Ah, tidak bagus, aku tidak punya anjing. Aku juga tidak punya rumput laut. Bukankah rumput laut itu cerita yang lain? Orimoto mengedip sebagai balasannya. “Oh begitu ya… Aku pikir sudah pasti kamu sedang mengencani salah satu gadis itu juga.” Gadis mana yang sedang kamu bicarakan…? Aku menanyakannya dengan satu tatapan dan melihat itu, Orimoto memutar jari telunjuk yang diacungkannya dan menambahkan. “Ingat? Mereka yang ketika kita jalan-jalan saat itu.” Hanya ada satu saat ketika Orimoto dan aku jalan-jalan. Meski begitu, Hayama dan teman Orimoto juga ada dan itu tidak hanya kami berdua saja. Jika aku harus mengatakannya dengan lebih akurat lagi, maka aku itu hanyalah orang tambahan sehingga jumlah orangnya bisa pas. Pada saat itu, sesuai dengan rencana Hayama, kami bertemu dengan dua gadis. Mereka adalah Yukinoshita dan Yuigahama. Gadis yang dibicarakan Orimoto tidak diragukan lagi mereka berdua. “Mereka… cuma masuk ke klub yang sama denganku.” Kata-kata yang dengan akurat menjelaskan hubungan kami hanya tidak mau keluar. Aku ingin mengatakan kebenarannya secara terang terangan, tapi aku tidak yakin apa itu juga benar. Persisnya berapa banyak artian dalam kata-kata “dalam klub yang sama” yang kumengerti? Persis selagi aku sedang akan merenungi pemikiran mengenai itu, Orimoto menghentikanku dengan suatu seruan “heeeh” dengan suara yang bodoh. “Jadi kamu masuk dalam klub. Klub mana?” “…Klub Servis.” Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi itu akan anehnya bermasalah jika percakapannya menghadap ke arah suatu kebohongan. Ketika aku menyatakannya dengan jujur, Orimoto mendengus. “Apa-apaan itu? Aku sepenuhnya tidak paham! Itu super kocak.” “Tidak, itu tidak kocak…” Orimoto memegangi perutnya dan meledak tertawa terbahak-bahak. Yah, itu sudah pasti suatu klub yang tidak bisa dipahami. Tapi itu sama sekali tidak kocak. Sungguh, aku sama sekali tidak bisa tertawa. <br /> <center>× × ×</center> <br />
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information