Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 3: Berulang kali, Hikigaya Hachiman Menanyai Dirinya Sendiri[edit]

3-1[edit]

Aku membuat helaan besar di kelas selepas sekolah.

Hari ini juga, aku harus menghadiri rapat di pusat komunitas itu untuk membantu Isshiki setelah ini.

Aku benar-benar tidak begitu keberatan dengan tindakanku itu sendiri.

Walaupun harus berpartisipasi dalam rapat itu begitu melelahkan, sekarang ini, itu seluruhnya diurus oleh SMA Kaihin Sogo. Berkat itu, itu adalah sebuah situasi dimana kita hanya melakukan hal-hal yang disuruh. Dengan diskusi penuh semangat disini-sana dari BRAINSTORMING itu, motivasinya begitu tinggi. Aku harus menambahkan bahwa kesadaran kami juga tinggi.

Satu-satunya hal yang menangkap perhatianku adalah OSIS SMA Sobu. Menilai dari bagaimana sikap mereka semalam, itu sulit untuk mengatakan apakah OSIS SMA Sobu sedang berkerja dengan benar.

Dan penyebab terbesar dari hal ini adalah kesan adanya jarak antara Isshiki dan anggota yang lain.

Seorang ketua yang merupakan murid kelas sepuluh itu mengejutkannya menyusahkan. Itu hanyalah perbedaan satu tahun, tapi bagi kami para murid SMA, perbedaan itu cukup besar. Mereka akan bersikap sopan dengan satu sama lain, tapi kesopanan dan pengertian itu adalah hal-hal yang menghalangi interaksi mereka.

Itu akan bagus untuk melakukan sesuatu mengenainya, tapi itu adalah masalah Isshiki dan yang lain. Itu bukan soal apakah aku bisa melakukan sesuatu mengenainya. Bahkan di dalam klub itu dimana hanya ada kami bertiga, juga tidak ada sesuatu yang bisa kulakukan.

Lagipula, mempertimbangkan situasi sekarang ini, itu bukanlah masalah yang begitu besar. Mereka hanya perlu melakukan sesuatu sampai hari Natal.

Itu adalah suatu OSIS yang baru saja berdiri. Pada akhirnya mereka akan menyerah dan kemudian mereka akan terbiasa dengan bagaimana diri mereka asalnya.

Dengan pemikiran itu sejauh ini, aku membuat helaan lain.

Masih ada banyak waktu sampai rapatnya dimulai. Untuk sementara ini, aku akan berada di dalam ruangan klub.

Bantuanku terhadap Isshiki itu sepenuhnya dirahasiakan dari Yukinoshita dan Yuigahama, jadi aku harus setidaknya menampakkan wajahku di klub. Jika aku tiba-tiba menghilang beberapa hari, itu tidak akan begitu bagus untuk membuat mereka curiga denganku.

Itu adalah suatu ruangan klub tanpa ada apapun di dalamnya. Menghindari untuk memasukkan apapun lagi ke dalamnya seharusnya sudah pasti merupakan hal yang benar untuk dilakukan.

Namun, setelah menampakkan wajahku pada klub, aku harus pergi melakukan beberapa pekerjaan misterius setelahnya, huh…? Sejauh yang berkaitan dengan klub itu, tidak seperti ada pekerjaan yang perlu dilakukan, tapi duduk di sana juga merupakan bagian dari pekerjaannya. Sebenarnya itu mungkin agak menyusahkan.

Reality Marble[1] yang kudapat “Kerja Ganda Tak Berujung: Kerja Sampingan Tak Terhingga” sudah teraktifkan pada suatu waktu yang tidak diketahui olehku… Itu seperti aku akan memulai kehidupan ganda aneh ini atau semacamnya…

Ketika aku membuat helaan kecil, aku tiba-tiba berdiri dari tempat dudukku.

Yuigahama sudah pergi dari ruang kelas. Itu tidak seperti kami bisa pergi ke klub bersama setiap kali. Kami mungkin sama-sama memiliki kepercayaan yang sama bahwa kami berdua akan muncul di klub. Itu sudah seperti ini sampai sekarang dan itu akan terus berlanjut dari sekarang dan seterusnya.

Aku meninggalkan ruang kelas dan berjalan melintasi lorong ke bangunan spesial.

Aku yakin bahwa suhunya sudah semakin mendingin dan mendingin dari hari demi hari, tapi itu sulit untuk merasakan perbedaan mutlak dari dua hari yang lalu ke satu hari yang lalu.

Tidak ada banyak perbedaan pada lorong membekukan yang sedang kulintasi sekarang ini dari semalam. Jika kamu menjalani kehidupanmu dengan normal, kamu biasanya tidak akan menyadari kapan saat akhir musim gugur yang membekukan akan berganti ke musim dingin.

Itulah mengapa ruangan yang jauh di depan lorong itu sebenarnya terasa lebih dingin daripada yang kurasakan semalam. Itu cuma aku tidak pernah menyadarinya.

Aku meletakkan tanganku pada pintunya dan memasuki ruangan itu.

“Ah, Hikki.”

“Yo.”

Selagi aku dengan enteng menyapa Yuigahama dan Yukinoshita, aku duduk ke tempat dudukku.

Aku segera melihat ke sekeliling ruangan itu.

Yukinoshita mengalihkan matanya kembali ke bukunya dan Yuigahama menatap pada ponselnya. Seperti yang kuduga, tidak ada apapun yang berbeda dengan mencolok dari semalam.

Kursi di dekat jendela. Dari sana adalah kursi yang membingungkannya mempertahankan suatu posisi netral. Dan kemudian, secara diagonal dari kursi di dekat jendela adalah kursi yang menghadap berlawanan dari yang lain.

Kursi yang lain ditumpuk di atas satu sama lain bersama-sama dengan meja yang tidak terpakai.

Di atas meja itu terdapat lapisan debu tipis dan tumpukan kecil buku yang sudah dibaca yang sedikit memberitahu perputaran waktu di dalam ruangan ini.

Yuigahama berbicara pada Yukinoshita dan membuat percakapan biasa mereka. Selagi aku memusatkan telingaku pada percakapan tidak berarti itu, aku mengeluarkan bukuku.

Ini adalah pemandangan biasa yang dimainkan berulang-ulang selama beberapa hari ini.

Perasaan tidak nyaman tidak dapat ditemukan dimanapun. Tidak ada apapun yang bisa dikatakan suatu perubahan.

Hanya pandanganku yang akan bergerak dengan tubuh belahan atasku, bahuku, dan leherku tidak bergerak. Aku diam-diam memandang dengan cara yang tidak terlihat seakan waktunya sedang mengganguku.

Persisnya sudah berapa kali aku mengulangi hal ini? Jarum panjang jam yang tidak mau maju seperti yang kuinginkan akhirnya berdetak pada posisi yang kuharapkan.

Mereka berdua sedang menikmati percakapan mereka dengan topik yang berbeda dari topik yang baru sesaat yang lalu. Ada suatu suara bersemangat yang berbicara dan suatu senyuman yang kalem. Setelah memastikan hal itu, aku dengan perlahan menghembuskan nafas.

“Aah, oh iya… Apa kalian keberatan jika aku pergi lebih awal hari ini?”

Selagi aku melakukan itu, aku dengan hening menutup bukuku. Ketika aku melakukannya, Yukinoshita dan Yuigahama menghentikan percakapan mereka dan melihat ke arahku.

“Huh?”

Yuigahama melihat ke luar jendela seakan sedang mengecek waktunya. Sore sudah datang sedikit lebih awal. Jika itu sama seperti sebelumnya, maka kami akan terus tetap berada di dalam ruangan ini.

Seakan mengingat suatu perasaan tidak enak dari hal tersebut, Yuigahama bertanya dengan ekspresi yang misterius.

“Kamu pulang lumayan awal hari ini, huh! Apa ada sesuatu yang perlu kamu lakukan?”

“…Aah. Aku diminta untuk memesan party barrel.”

Alasan pertama yang terlintas di pikiranku tumpah keluar dari mulutku. Kenyataannya, aku memang diminta melakukannya, jadi aku akan mampir ke KFC sewaktu pulang.

Ketika aku menjawab, Yuigahama mengangguk percaya.

“Haa, pemesanan, huh?”

“Ya. Itu untuk hari Natal di rumah. Itu sebenarnya cukup populer jadi kelihatannya aku perlu melakukan sesegera mungkin. Rupanya Komachi juga melakukannya tahun lalu.”

“Oh, begitu. Toh, Komachi-san sedang di tengah-tengah mengikuti ujian.”

“Itu dia. Omong-omong, sampai jumpa nanti.”

“Uh huh. Sampai jumpa besok.”

Yuigahama mengucapkannya padaku selagi aku berdiri. Yukinoshita juga menambahkan ucapan “sampaikan salamku pada Komachi-san”. Aku melambaikan tanganku pada mereka dan meninggalkan ruangan klub. Di belakangku terdapat Yuigahama yang mulai membicarakan berbagai hal mengenai ujian Komachi.

Di dalam lorong tanpa suara yang disekat dengan satu pintu tersebut, bunyi tipis dari suara-suara yang sedang berbincang itu masih dapat terdengar. Aku dengan enggan meninggalkan tempat itu di belakangku beserta suara-suara tersebut.


× × ×


3-2[edit]

Setelah aku meninggalkan bangunan sekolah, aku segera menuju ke pusat komunitas tersebut.

Aku mengunci sepedaku di tempat parkir sepeda. Setelah beberapa langkah, aku mengatur tasku yang tidak begitu berat itu pada bahuku.

Ketika aku berjalan menuju ke pintu masuk, terdapat suara langkah kaki yang mendekatiku dari belakang.

“Seeenpai!”

Bersama dengan suara itu adalah suatu tepukan ringan yang menepuk punggungku. Tapi bahkan tanpa berpaling ke belakang, aku tahu siapa itu. Hanya ada satu orang yang akan memanggilku senpai selain adik kecilku Komachi yang juga akan melakukan sesuatu seperti itu. Itu hanya mungkin Isshiki Iroha.

“Ya.”

Jawabku selagi aku berpaling ke belakang dan pemilik suara itu adalah Isshiki Iroha seperti yang bisa diduga. Isshiki menggembungkan pipinya dengan tidak senang selagi dia menatapku dengan sedikit tajam.

“Tidakkah reaksimu itu sedikit terlalu lemah…?”

“Maksudku, kamu hanya terlalu licik, mmkei…”

Lagipula, aku sudah terbiasa dengan ini karena Komachi…

“Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.”

Isshiki menekan pipinya dengan satu tangan dan bertingkah malu-malu. Sungguh, kamu tidak perlu bersusah payah melakukan semua itu dengan begitu liciknya… Ketika aku melihat ke arah tangan Isshiki, Isshiki sedang memegangi sebuah kantong plastik dengan makanan ringan dan botol pet[2] juga hari ini.

Aku mengulurkan tanganku tanpa berkata-kata menandakan padanya untuk menyerahkan itu padaku.

Isshiki memiliki tampang yang sedikit kaget oleh tanganku yang mendadak terulur, tapi setelah suatu gelak tawa, dia menyerahkan kantong plastiknya. Dia kemudian berbicara dengan menggoda.

“Dipikir lagi, aku rasa kamu sendiri juga bersikap cukup licik tadi, kamu tahuuu…”

“Oh ayooola', itu hanyalah diriku sedang bersikap jujur denganmu, duuuh.”

Bukankah itu mengerikan? Kemampuan onii-chanku berakhir diaktifkan secara otomatis. Jika ini membuatku sadar, itu akan menjadi begitu memalukannya sampai tanganku akan mulai berkeringat. Ah, aku sudah sadar akan hal itu sehingga sekarang tanganku tiba-tiba berkeringat.

Selagi kami membuat percakapan semacam itu, kami memasuki Ruangan Seminar yang sama seperti yang kami masuki semalam. Yang sudah berkumpul di dalam sana adalah semua orang dari SMA Kaihin Sogo dan SMA Sobu.

“Ah, Iroha-chan.”

“Terima kasih untuk kerja keraaasmu.”

Ketua OSIS Kaihin Sogo, Tamanawa, mengangkat tangannya dan memanggil Isshiki. Isshiki merespon padanya selagi dia menuju ke tempat duduk yang sama seperti yang didudukinya semalam. Aku mengikuti persis di belakangnya.

Kelihatannya kami adalah yang terakhir sampai. Semua orang bergegas dan memfokuskan perhatian mereka pada Tamanawa.

“Oke, mari kita mulai? Aku berharap untuk bisa bekerja sama dengan kalian semua.”

Setelah ucapannya, konferensinya dimulai.

Pertama-tama, Tamanawa mengecek notulen yang kami buat semalam. Dia menekan, menekan, dan menekan [3]Macbook Airnya. Dia terlihat seperti dia memiliki mata yang lelah saat dia menyernyitkan alisnya. Dia kemudian berbicara.

“Hmm, masih tinggal sedikit lagi yang perlu dipastikan, jadi mari kita lanjutkan diskusi semalam.”

Tidak, itu tidak sesederhana “tinggal sedikit lagi”. Aku tidak mengerti satu hal pun yang didiskusikan dalam konferensi semalam. Karena itu, notulennya begitu konyolnya abstrak.

“Itu akan bagus jika kita bisa menuliskan beberapa notulen yang semestinya hari ini,” pikirku selagi aku memusatkan telingaku pada detail-detail konferensi itu.

Orang yang memulai konferensi itu adalah SMA Kaihin Sogo.

“Karena kita akan melakukan ini, itu akan bagus jika kita bisa membuatnya sedikit lebih mencolok.”

“Itu dia! Benar-benar itu dia. Maksudku, kita sudah pasti harus membuat sesuatu yang besar atau semacamnya.”

Aku memalingkan kepalaku pada suara yang terdengar familier itu dan Orimoto sedang mencondongkan dirinya ke depan, menyetujui ide tersebut. Ketika dia melakukannya, Tamanawa memasang ekspresi pelik selagi dia menatap pada Macbook Airnya.

“…Benar. aku rasa kita mungkin menyelesaikan terlalu banyak hal-hal berskala kecil.”

Eh? Sungguh? Kita begitu? Namun melihat sekilas pada notulennya dan satu-satunya hal yang bisa kulihat adalah sekumpulan pertimbangan strategis berPEMIKIRAN LOGIS?

Mungkinkah itu bahwa mereka memutuskan pada sesuatu tanpa kuketahui? Aku menjadi sedikit gelisah dan berbicara pada Isshiki yang berada di sampingku.

“Hei… Aku benar-benar tidak yakin apa yang sedang coba kalian lakukan di sini…”

“…Yah, itu karena tidak ada hal spesifik yang sudah diputuskan.”

Isshiki memiliki nada yang pasrah ketika dia menjawab dengan suara kecil.

Kalau untuk apa yang sudah diputuskan sekarang ini, hanya ada tanggal, lokasi, dan tujuannya.

Tanggalnya pada hari sebelum Natal. Lokasinya aula besar di dalam pusat komunitas ini. Tujuannya adalah untuk menyelenggarakan acara Natal yang menargetkan anak TK di taman kanak-kanak di dekat sana dan orang-orang tua yang pergi ke panti jompo sebagai sebuah bentuk aktivitas sukarela dengan tujuan membuat kontribusi wilayah dan pertukaran budaya.

Tapi detail-detail yang sangat penting masih belum diselesaikan.

Arah dari diskusinya sekarang ini seharusnya ke konsep di balik detail-detailnya. Tapi, yah, itu sama sekali tidak terasa seperti itu.

Tamanawa memutuskan sebagian besar pendapat mereka dan menanyakan Isshiki.

“Dengan demikian, aku ingin memperbesar skala acara ini. Bagaimana kamu rasa?”

“Mmm. Mari kupikiiiiir.”

Ditanyai untuk pendapatnya, Isshiki membuat senyuman riang selagi dia bergugam dengan samar. Tamanawa terlihat merasakan hal yang sama selagi dia membalasnya dengan suatu senyuman.

Suatu helaan yang menyelip keluar dapat terdengar dari dekat sini. Ketika aku melihat menyamping, helaan itu berasal dari wakil ketua kami.

Setuju.

Tidak peduli se-sepele apapun tugas kami sebagai penolong, akan ada masalah jika lebih banyak pekerjaan didesakkan pada kami. Ini adalah dimana kita seharusnya menolaknya dengan tegas.

“Isshiki, kita tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk menambah skala acaranya.”

Itu tidak akan banyak gunanya jika seseorang sepertiku yang paling banyakpun dihitung sebagai jatah kerja satu orang yang mengatakannya. Niatanku adalah untuk membisikkannya pada Isshiki yang merupakan wakil kami untuk menyuruhnya mengatakannya saja.

Tapi Tamanawa kelihatannya mendengar itu.

“NO, NO. Bukan begitu.”

Tamanawa menambahkan gerakan tubuh dan tangan yang sangat berlebih-lebihan selagi dia berbicara dengan nada yang bukan hanya bisa kudengar, tapi juga bisa didengar semuanya.

“BRAINSTORMING itu, kamu tahu, dimana kamu tidak menolak pendapat seseorang. Karena tuntutan waktu dan kekurangan personil, kita tidak bisa memperbesarnya lebih jauh lagi. Kalau begitu, kita mau mencari tahu bagaimana kita bisa menangani hal tersebut. Dengan begitu, kita bisa dengan mudah memajukan diskusinya. Kita harus segera mendapatkan keputusan. Itulah kenapa pendapatmu itu tidak bagus.”

Be-benar… Begitulah yang kamu bilang, tapi namun barusan, kamu dengan segera menolak pendapatku…

Tamanawa menghadapku dengan senyuman seorang pria baik yang menyegarkan.

“Jadi mari berbicara tentang bagaimana kita bisa membuatnya menjadi mungkin!”

Jadi menambah skalanya itu sudah ditetapkan, huh…?

Tidak ada satu suarapun yang menyuarakan suatu bantahan terhadap saran Tamanawa. Dipikir lagi, berkat pidatonya tadi, tidak ada tempat lagi untuk perbedaan pendapat.

Setelah itu, konferensinya berubah menjadi sebuah diskusi tentang bagaimana untuk melakukan pendekatan pada penambahan skala acara itu dan pertukaran pendapat yang berfokus pada pelaksanaan dari pendekatan tadi.

“Mungkin kita bisa entah bagaimana melibatkan KOMUNITAS wilayah ini.”

“Kalau begitu, kita sebaiknya melakukannya sehingga kita bisa mengubur CELAH antar-generasinya.”

Untuk sementara ini, aku sedang mencatat notulennya, tapi proposal-proposal yang membuatku heran apa aku harus mencatatnya atau tidak terus berlanjut.

“Bagaimana jika kita mengikutkan SMA yang di dekat sini?”

Pendapat baru yang lain datang dari SMA Kaihin Sogo. Hei, hei, ada apa dengan tipe-tipe terlampau sadar ini (lol) yang begitu senang bekerja bersama-sama dengan orang lain?

Aku heran, mungkinkah mereka itu sedang menonton suatu mimpi dimana kesadaran mereka begitu tingginya sampai naik ke dimensi yang lebih tinggi dan sebagai hasilnya, mereka menjadi bagian dari Data Integration Thought Entity[4]?

Namun, tidak ada manfaatnya untuk menambahkan SMA lain. Bahkan sekarang kami sudah ada masalah mengurus diri kami sendiri. Menambah keluaran pendapat dari orang lain hanya akan membuatnya lebih sulit untuk terus memperhatikannya semua. Tidak diragukan lagi beban kerjanya juga akan meningkat. Aku harus mencegah hal itu dengan segala cara…

Tapi mengajukan suatu keberatan saja akan ditolak. Apa yang harus kulakukan untuk mencegah itu terjadi?

…Tidak ada pilihan kalau begitu. Cara satu-satunya untuk memberi sebuah pendapat keberatan adalah untuk mengatakannya dengan cara bertele-tele yang sesuai dengan peraturan mereka. Jika demikian, maka pastilah itu akan sulit untuk menyuruh Isshiki mengatakannya karena itu akan terlalu panjang.

“Ini hanya IDE TERLINTAS, tapi sebagai BALASAN pada saran barusan, aku rasa itu akan lebih baik untuk mengharapkan efek SINERGI terbaik dari dua sekolah yang membentuk hubungan dan koordinasi yang erat saja, tapi bagaimana kamu rasa?”

Dengan ini, aku bisa menanyakannya bagaimana pendapatnya akan hal ini selagi mencampurkan beberapa lingo katakana di dalamnya. Suatu keributan muncul ketika seseorang yang tak terduga tiba-tiba berbicara. Dari arah diagonal dariku terdapat Orimoto yang menatapku dengan hampa.

Tapi orang yang sedang kuhadapi cuma satu orang.

Seperti yang kuduga, si pecinta lingo katakana Tamanawa terpancing.

“…Begitu ya. Kalau begitu, lebih baik itu tidak dengan SMA lain. Seperti dengan suatu universitas atau semacamnya.”

Tidak baaaaagus, huh? Sialan. Kalau begitu terus, itu akan menyusahkan untuk mencoba mengambil alih KONTROL situasinya. Aku harus terus menekannya di sini.

“Tidak, tunggu. Jika demikian, kita tidak akan bisa mengambil INISIATIFnya. Meskipun kita bisa mendapatkan SPONSOR dan suatu KONSENSUS, kita masih memerlukan suatu HUBUNGAN REKAN dimana kita bisa memiliki MANIFESTO TIDAK SAMAR yang akan mengizinkan kita untuk membuat SARAN yang transparan…”

“Senpai, apa-apaan yang sedang kamu katakan…?”

Isshiki memasang tampang terperanjat. Yah, aku sendiri juga tidak tahu apa yang sedang aku katakan. MANIFESTO juga itu sepenuhnya asal tadi. Tapi sekarang ini, itu adalah satu-satunya cara untuk mengatakannya.

Walaupun aku mengatakannya karena putus asa, berkat persentase penggunaan lingo katakana yang tinggi dalam kalimatku, Tamanawa mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Benar. Kalau begitu…”

Bagus, bagus, kelihatannya Tamanawa sudah akan teryakinkan kali ini kira-kira. Apa kalian tahu? Orang ini adalah tipe orang yang mendengarkan setelah kamu berbicara padanya. Dia orang yang lumayan baik. Apa aku berakhir menghancurkan argumennya lagi? Aku ingin merasakan kekalahan.[5]

Pada saat aku memikirkan itu, Tamanawa mengacungkan jari telunjuknya.

“Kalau begitu, bagaimana dengan sekolah SD di dekat sini? Kita mungkin bisa menambah penonton yang berbeda selain kita para murid SMA.”

“…Huh?”

Apa yang sedang dikatakan orang ini…? Tidak mampu merespon pada proposalnya yang tiba-tiba, Tamanawa menambahkan pendapat lain. Kelihatannya dia benar-benar tertarik dengan proposalnya.

“Hmm, sesuatu seperti GAMEDUCATION? Dengan melakukannya seperti itu, kita bisa membuatnya menyenangkan untuk bekerja dan kita bisa mendapatkan bantuan dari murid SD di wilayah ini.”

“Itu SAMA-SAMA SENANG, huh?”

Seseorang dari SMA Kaihin Sogo setuju dengan ide tersebut. Ketika orang itu melakukannya, Orimoto menepuk tangannya dan menunjuk.

“SAMA-SAMA SENANG, Itu dia!”

Apa “itu”nya…?

Tidak hanya Orimoto saja, tapi yang lain juga setuju. Tamanawa mengangguk dengan yakin dan mulai memimpin seakan masalahnya sudah selesai.

“Pihak kami akan menangani JANJI BERTEMU dan NEGOSIASI dengan SD itu. Setelah itu, aku ingin meminta anggota dari SMA Sobu untuk menangani sisanya.”

Dia tersenyum selagi dia mengatakan itu pada Isshiki.

Tapi Isshiki memiliki sikap yang ambigu selagi dia menjawab “hmm”, tidak memberi jawaban ya atau tidak yang jelas. Dari awalpun, Isshiki berada pada pihak yang tidak memiliki motivasi untuk bekerja. Dia mungkin memiliki kesan yang negatif terhadap ide mendapat beban kerjanya meningkat. Itu kemungkinan berkaitan dengan keraguannya.

“Bagaimana?”

Tapi Tamanawa terus menekannya.

“…Oke, Aku mengertiii.”

Kemudian dengan senyuman riang dan menyegarkan yang tiba-tiba, Isshiki menjawab.

Yah, tidak banyak yang bisa dia lakukan. Bagi Isshiki, orang yang sedang dihadapinya adalah seorang laki-laki yang lebih tua darinya dan juga ketua OSIS dari sekolah lain. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah ditolaknya. Kemungkinannya bahwa inilah bentuk dimana pendapat pihak mereka dipaksakan pada mereka.

Dengan ini, beban kerja kami yang meningkat sudah ditetapkan.

Suatu helaan dari wakil ketua dapat terdengar lagi. Aku juga ingin menghela. Hanya helaan saja dari tadi!

Tapi hanya diberi lebih banyak pekerjaan saja sudah cukup menjengkekan.

Meskipun itu satu atau dua pekerjaan tidak berarti, kami harus bertaruh pada kemungkinan bahwa kita bisa memperkecil jumlah pekerjaannya. Jika itu supaya tidak perlu bekerja, maka aku tidak membenci jumlah upaya yang dibutuhkan untuk mencapainya…

“Hei, apa ini sesuatu yang bisa cukup kita pastikan sendiri?”

“Itu sebaliknya, bukankah itu akan berarti sesuatu jika kita bisa memasukkan INISIATIF kita ke dalam tindakan kita?”

Tamanawa menjawab pertanyaanku selagi dia menyisir rambut di depan dahinya. Berbicara dengan orang ini benar-benar membuat kepalaku sakit… Aku menyernyitkan alisku selagi aku berkata.

“Bukan itu apa yang aku maksud… Bahkan jika kita meminta anak SD untuk membantu, itu juga berarti kita perlu meminta wali mereka untuk berpartisipasi juga. Untuk hal itu, kita akan mendapat masalah mengenai KAPASITAS aulanya.”

Pusat komunitasnya sudah ditentukan sebagai tempat bertemu pada tahap awal rencana ini. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diubah. Jika demikian, maka ada batasan maksimum pada berapa banyak orang yang bisa berpartisipasi dalam acara ini. Kamu tidak bisa berkeliling mengajak seseorang atau entah siapa sesuka hatimu saja.

Ketika aku menjelaskannya, Isshiki mengangguk.

“Aah, itu benar. Kita toh masih tidak tahu berapa banyak orang dari taman kanak-kanak dan panti jomponya yang akan datang…”

Itu belum ditentukan…? Aku merasa ada banyak hal lain yang harus dilakukan sebelum berpikir memperbesar skalanya, tapi meskipun begitu, Tamanawa tidak mau menyerah. Dia mempertimbangkan pendapat kami dan menguatkan pendapatnya sendiri.

“Hmm, kalau begitu, itu berarti kita harus menentukannya. Juga, itu akan lebih baik jika kita menghubungi mereka terlebih dulu. Setelah itu, kita akan memastikan jumlah anak SD yang ikut dan menghubungi mereka.”

Untuk sekarang, apa yang akan kita lakukan sudah diputuskan.

SMA Sobu dan SMA Kaihin Sogo masing-masing akan mengeceknya dengan taman kanak-kanak dan panti jompo tersebut. Setelah itu, kita akan mengeceknya dengan SD itu.

Yah, itu tidak bisa diapa-apakan lagi… Kami berhasil menetapkan suatu batasan pada jumlah pesertanya. Aku paling tidak seharusnya lega bahwa aku tidak harus berurusan dengan sekelompok orang yang tiada akhir.

Itu benar, Hachiman! Tidak peduli kapanpun, kamu harus mencari hal-hal positifnya!

Konferensinya, yang dimulai sebagai suatu diskusi, berakhir dan kita semua segera mengerjakan pekerjaan kami yang sudah ditentukan.

“Um, jadi apa yang harus kita lakukan?”

Isshiki mengumpulkan anggota OSIS serta aku dan memulai.

“Kita juga ada pekerjaan lain jadi aku ingin menentukan siapa sebaiknya yang pergi ke taman kanak-kanak itu dan siapa yang sebaiknya mengerjakan notulennya atau semacamnya…”

Fumu. Yah, karena itu hanya untuk memastikan informasinya, maka tidak perlu semua orang untuk pergi sekaligus. Jumlah orang yang sebaiknya pergi seharusnya sekecil mungkin. Masalah soal siapa yang pergi… Jujur saja, ini benar-benar bukan sesuatu yang perlu didiskusikan.

Sebelum aku hampir akan mengatakan sesuatu mengenai itu, si wakil ketua berbicara dengan enggan.

“Aku rasa akan lebih baik jika ketua menangani negosiasinya…”

“Ah, aah, ya, begitu. Aku rasa begitu…”

Ketika dia mengatakan itu, bahu Isshiki jatuh. Yah, wakil kita yang pergi merupakan keputusan yang tepat di sini. Apa yang seharusnya Isshiki lakukan sekarang ini bukanlah memutuskan siapa yang akan pergi, tapi membagi pekerjaan kepada anggota staf yang tersisa.

Wakil ketuanya sepertinya memikirkan hal yang sama selagi dia menambahkan sambil menahan dirinya.

“Ya… Tidak, bukan cuma terbatas pada ini saja. Juga ada berbagai hal lain lagi, kurasa.”

“Haa… Aku rasa begituuu.”

Si wakil ketua menghela melihat tingkah laku Isshiki.

–Aah, jadi helaannya selama konferensi itu ini, huh?

Tidak sepertiku, si wakil ketua tidak geram mengenai penambahan beban kerjanya.

Alasan utamanya ada berhubungan dengan Isshiki.

Begitu ya… Itu benar-benar terasa seperti seorang subkontraktor dalam artian terburuk kata tersebut.

Anggota OSIS SMA Sobu termasuk wakil ketuanya meminta dari Isshiki untuk bersikap seperti seorang ketua OSIS.

Tapi orang tersebut, Isshiki, sedang bersikap pengertian terhadap ketua OSIS yang lain yang juga mendesakkan pendapatnya pada dia dari awal sampai akhir. Ditambah lagi, dia sebagai seorang anak kelas sepuluh juga berkontribusi pada pihak SMA Sobu bersikap segan pula.

Dari sudut pandang anggota kami, mereka mungkin tidak begitu memperdulikannya sebab mereka hanya ingin mendapat pekerjaan untuk dilakukan.

Yah, itu ada dalam S a g a[6] seseorang untuk memikirkan sesuatu setelah mereka dibilang untuk tidak usah memperdulikannya. Untuk sekarang, mereka harus bekerja dengan keadaan mereka sekarang ini dengan suatu perasaan adanya jarak yang aneh ini.

Tapi selama aku adalah alasan yang membuat Isshiki menjadi ketua, aku juga menanggung sejumlah tanggung jawab itu. Aku harus memastikan bahwa aku menyokongnya dengan semestinya selama acara ini.

“Isshiki, Aku juga akan pergi denganmu ke taman kanak-kanaknya. Sementara itu, kita bisa menyerahkan sisa pekerjaannya pada yang lain.”

Aku melemparkan pandangan pada si wakil ketuanya untuk menanyakan apa ini cukup bagus dan dia mengangguk. Isshiki yang melihat percakapan kami terlihat sedikit lega selagi dia membuat ekspresi yang lebih lembut.

“Ya. Kalau begitu kita akan melakukannya seperti itu. Oke, aku akan pergi menelepon sejenak.”

Ketika dia mengatakan itu, Isshiki menekan ponselnya dan menelepon. Meskipun itu untuk sesuatu sesederhana hanya untuk memastikan, tiba-tiba menerobos ke tempat mereka bukanlah sesuatu yang bisa kita lakukan. Itu perlu untuk membuat JANJI BERTEMU sebelumnya.

Selagi aku menunggu telepon itu untuk berakhir, aku berdiri di sana termenung-menung memikirkan berapa banyak waktu senggang yang kumiliki dan dari sudut mataku terdapat suatu wajah familier yang sedang mendekatiku.

Orimoto mengangkat tangannya dan berbicara padaku.

“Hikigaya, apa kamu masuk ke OSIS waktu SMP?”

“Tidak, tidak sama sekali.”

Kita memasuki SMP yang sama dan dia tidak tahu itu? Tapi ketika aku memikirkannya dengan lebih cermat, aku juga tidak bisa mengingat satu orang pun dari OSIS waktu itu. Tapi di sisi lain, untuk tidak bisa mengingat mereka berarti mereka bukanlah bagian dari traumaku, jadi mereka mungkin orang-orang baik. Melupakan orang-orang baik itu membuatku merasa agak bersalah..

Orimoto mencari-cari pada memori Orimotonya. Dia mengangguk.

“Sudah kuduga. Tapi kamu terlihat agak terbiasa dengan itu?”

“Tidak benar-benar begitu.”

Walaupun aku mengatakan itu, aku sudah mengumpulkan sejumlah pengalaman karena aku terlibat dengan Festival Budaya dan Festival Olahraga akhir-akhir ini. Dibandingkan sebelumnya, aku sudah mendapat sedikit toleransi terhadap jenis pekerjaan seperti ini.

“Omong-omong, kenapa kamu ikut membantu?”

“Yah, aku dimintai.”

“Uh huuuh…”

Orimoto berhenti sejenak sebagai balasan atas penjelasanku. Tatapannya padaku membuat aku sedikit tidak nyaman. Aku menggeliatkan badanku dengan suatu cara supaya bisa keluar dari pandangannya dan dia menanyakanku sesuatu yang begitu mengejutkan.

“Apa kamu putus dengan pacarmu?”

“Haa?”

Apa yang sedang dia katakan…? Ketika aku bertanya balik tidak memahami apa yang dia maksud, Orimoto melihat ke arah Isshiki yang sedang menelepon sedikit agak jauh dari sini.

“Oh, Aku hanya berpikir kamu mengincar Iroha-chan karena itu.”

Sekali lagi, apa yang sedang dikatakannya…? Memang, wajah Isshiki itu imut, tapi aku toh bukan orang yang bisa menanganinya. Dari awalpun, aku juga tidak merasa dia adalah tipe orang yang akan mencoba melakukan sesuatu.

“Tidak… Lagipula, aku tidak pernah punya pacar jadi aku tidak pernah putus dengan siapapun.”

Kenapa aku harus mengatakan hal ini pada gadis yang kunyatakan cintaku dahulu kala? Apa itu ya? Suatu cara membully yang melampaui rana waktu…? Dan juga, aku mencintai diriku yang bisa dengan jujur menjawab pertanyaan ini. Jika ini adalah suatu dongeng rakyat Jepang, maka aku pasti menjadi pemenangnya. Ah, tidak bagus, aku tidak punya anjing. Aku juga tidak punya rumput laut. Bukankah rumput laut itu cerita yang lain?

Orimoto mengedip sebagai balasannya.

“Oh begitu ya… Aku pikir sudah pasti kamu sedang mengencani salah satu gadis itu juga.”

Gadis mana yang sedang kamu bicarakan…? Aku menanyakannya dengan satu tatapan dan melihat itu, Orimoto memutar jari telunjuk yang diacungkannya dan menambahkan.

“Ingat? Mereka yang ketika kita jalan-jalan saat itu.”

Hanya ada satu saat ketika Orimoto dan aku jalan-jalan. Meski begitu, Hayama dan teman Orimoto juga ada dan itu tidak hanya kami berdua saja. Jika aku harus mengatakannya dengan lebih akurat lagi, maka aku itu hanyalah orang tambahan sehingga jumlah orangnya bisa pas.

Pada saat itu, sesuai dengan rencana Hayama, kami bertemu dengan dua gadis. Mereka adalah Yukinoshita dan Yuigahama.

Gadis yang dibicarakan Orimoto tidak diragukan lagi mereka berdua.

“Mereka… cuma masuk ke klub yang sama denganku.”

Kata-kata yang dengan akurat menjelaskan hubungan kami hanya tidak mau keluar. Aku ingin mengatakan kebenarannya secara terang terangan, tapi aku tidak yakin apa itu juga benar. Persisnya berapa banyak artian dalam kata-kata “dalam klub yang sama” yang kumengerti? Persis selagi aku sedang akan merenungi pemikiran mengenai itu, Orimoto menghentikanku dengan suatu seruan “heeeh” dengan suara yang bodoh.

“Jadi kamu masuk dalam klub. Klub mana?”

“…Klub Servis.”

Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi itu akan anehnya bermasalah jika percakapannya menghadap ke arah suatu kebohongan. Ketika aku menyatakannya dengan jujur, Orimoto mendengus.

“Apa-apaan itu? Aku sepenuhnya tidak paham! Itu super kocak.”

“Tidak, itu tidak kocak…”

Orimoto memegangi perutnya dan meledak tertawa terbahak-bahak. Yah, itu sudah pasti suatu klub yang tidak bisa dipahami. Tapi itu sama sekali tidak kocak.

Sungguh, aku sama sekali tidak bisa tertawa.


× × ×


3-3[edit]

Aku mengikuti Isshiki setelah dia selesai menelepon ke taman kanak-kanak itu. Karena tempatnya kira-kira persis di samping pusat komunitas, membuat janji bertemu itu gampang. Lagipula, itu sebuah taman kanak-kanak negeri menjadikan cerita sekolahnya lebih mudah diterima mereka.

Dengan membuat janji bertemu sebelumnya, kami bisa masuk ke dalam segera setelah kita sampai.

Pemandangan taman kanak-kanak yang pernah sekali terpampang ke mataku di masa lampau dan aroma manis susu formula yang melayang-layang itu membangkitkan perasaan nostalgia.

Ruang kelas itu, walaupun aku tidak yakin apakah aku bisa menyebutnya itu, tapi semua benda di dalam ruangan yang kulirik ke dalamnya itu kecil. Dan di dalamnya terdapat para anak-anak yang bermain-main dengan membangun balok dan berlari berkeliling.

Di atas dinding tergantung gambar-gambar dengan krayon yang tak bisa kupahami nan mirip coretan kata-kata. Dan yang mendekorasi di sekeliling gambar-gambar tersebut adalah bunga tulip dan bintang jatuh yang dibuat dari kertas warna.

Aku juga seorang tamatan dari taman kanak-kanak, tapi ingatanku dari saat tersebut agak sedikit samar. Selama masa tersebut, ada kemungkinan aku diberitahu sesuatu seperti “Zawsze in love”[7] dan diberikan kunci dan sebuah liontin, tapi sayangnya, aku tidak bisa mengingatnya sama sekali.

Aku membuat seruan terkesan “ooh” sebagian karena keingin-tahuanku yang kuat selagi aku terus menerus melihat sekeliling dan mataku bertemu dengan mata seorang guru TK melewati kaca jendelanya.

Guru itu bertukar kata dengan diam-diam dengan guru TK lain di dekatnya. Tatapan mereka jelas sekali waswas denganku. Mmmm, nyonya-nyonya, disini di taman kanak-kanak ini, anda dianjurkan untuk menangani semua masalah yang mungkin ada sesegera mungkin!

Untuk sekarang, aku segera meninggalkan tempat itu dan memanggil pada Isshiki yang sedang berjalan di depan.

“Sepertinya aku benar-benar tidak disambut di sini.”

“Kelihatannya begitu… Senpai, toh, matamu itu cukup buruk.”

Isshiki segera memandang sekilas pada mataku dan mengatakan itu. Begitu jahat! Aku juga bahkan berpikir kamu akan berpihak padaku!

Namun, meskipun kita sudah menghubungi mereka, aku rasa mereka masih akan agak waswas jika seorang laki-laki yang mengenakan seragam SMA muncul. Pergi bersama dengan Isshiki hanya untuk menakuti anak-anak dan guru-gurunya adalah sesuatu yang sebaiknya tidak kulakukan.

“…Aku rasa aku akan menunggu di sebelah sana saja.”

Aku menunjuk ke arah dinding lorong yang tidak akan terlihat oleh anak-anak selagi aku memberitahunya dan Isshiki meletakkan tangannya pada pinggulnya sambil menghela besar.

“Tidak ada yang bisa dilakukan, huh? Senpai, Kalau begitu aku akan menanganinya dari sini.”

“Kuserahkan padamu.”

Setelah aku mengatakan itu, aku membiarkannya pergi. Kelihatannya Isshiki akan melakukan pembicaraannya di kantor guru yang berada lebih jauh di depan. Dia terus berjalan lurus menuju ke sana.

Meskipun aku ikut pergi, masalahnya akan selesai cuma dengan aku menungguinya saja tanpa melakukan apapun yang berguna.

Aku melihat-lihat tempat di sekelilingku heran tentang bagaimana aku akan pergi menghabiskan waktu sampai Isshiki selesai berdiskusi. Aku bisa saja dengan mudahnya cukup duduk di lorong, tapi itu hanya akan membuatku terlihat bahkan lebih mencurigakan lagi. Kelihatannya aku terbalik ketika aku pikir dengan tinggal di sini sendirian akan meredakan kewaspadaan anak-anak dan para gurunya.

Aku rasa aku tidak bisa melakukan apapun, selain cuma berdiri di sini sambil melamun, huh…

Dahulu kala, aku pernah mendapat suatu kerja paruh waktu yang berlangsung satu hari untuk pameran model ruangan kompleks apartemen dimana satu-satunya hal yang harus kulakukan adalah berdiri untuk sejumlah jam memegang papan iklan di bawah matahari terik. Bagi seseorang sepertiku dengan pengalaman seperti itu, hanya segini saja itu gampang. Aku bisa menghabiskan 8 jam hanya dengan berdiri-diri sambil melamun. Itu sebenarnya pekerjaan yang cukup sulit dan juga ada saat-saat ketika aku melinangkan beberapa tetes air mata karena berbagai potongan dari pengirimanku dan asuransi yang membuatku berseru “woow… gajiku benar-benar kecil, bukan…?”

Dibandingkan dengan waktu itu, ada atap, dinding dan waktunya lebih singkat. Hanya itu saja membuatku merasa itu lingkungan yang bagus… Woow, afinitasku sebagai seorang budak perusahaan begitu tinggi, bukan…?

Pada saat itulah ketika aku sedang berdiri di sana melamun-lamun sambil melewati perulangan pemikiran tidak berguna di kepalaku. Pintu sebuah kelas di dekat sana dengan diam-diam sedikit tergeser beberapa inci.

Apa ini? Selagi aku memikirkan itu, aku pergi melihat dan seorang gadis kecil berjinjit keluar dari ruangan itu. Gadis kecil itu berjalan maju menuju pintu masuk dengan diam-diam dan mulai melihat-lihat sekeliling dengan risih.

Dia berusaha sebisanya untuk melihat ke luar dengan tingkah laku yang imut dan gesit seperti merentangkan tubuhnya ke atas sambil berjinjit dan melompat ke atas, tapi setelah dia menyadari dia tidak bisa melihat apapun, dia dengan kecewa berjalan kembali dengan lesu.

Rambut gelap kebiruan gadis itu diikat dengan ikat rambut yang membaginya menjadi dua. Ciri wajahnya menampilkan kepolosan yang membuatnya terlihat sangat manis.

Ketika dia menyadari keberadaanku, dia membuat seruan “ah” dan mendekatiku.

Setelah itu, dia menarik lengan baju jasku dan membuka-buka mulutnya selagi dia melihat ke atas. Tidak bagus, apa ini hal itu? Bagaimana situasinya akan menjadi lebih besar dari suatu laporan bahwa aku memanggil-manggil anak ini? Tapi dipikir lagi, kita berada di dalam taman kanak-kanak dan tidak ada orang di sekeliling, jadi seharusnya tidak apa-apa, bukan…?

“…Ada apa?”

Pada saat ini, aku tidak bisa benar-benar mengabaikannya lagi jadi aku membuat sedikit upaya untuk berbicara padanya dengan tingkah kalem. Ketika aku melakukannya, si gadis kecil ini menarik lengan bajuku lagi, jadi aku perlahan merunduk ke bawah. Ketika aku merunduk sampai sejajar dengan matanya, gadis kecil ini berbicara dengan nada risau.

“Um, kamu tahu, Saa-chan masih belum di sini.”

“Ooh, begitu.”

Siapa Saa-chan…? Aku heran, mungkinkah dia sedang mengacu pada ibunya…? Anak kecil umumnya cenderung salah melafalkan kata-kata mereka. Ketika Komachi masih kecil, dia juga akan mengatakan oi-tan daripada onii-chan. Untuk sesaat, aku pikir sudah pasti dia sedang mengacu pada Tora-san[8].

Namun, meskipun aku memiliki sedikit ketahanan terhadap orang yang lebih muda berkat Komachi, untuk seorang anak sekecil ini, aku benar-benar tidak ingat bagaimana menangani mereka. Aku juga dulu pernah sekecil itu. Sekarang kalau begitu, persisnya bagaimana aku sebaiknya menanganinya…? Untuk sementara ini, itu akan bermasalah jika aku membiarkannya pergi ke luar sendirian. Aku rasa aku akan membawanya ke ruang kelas.

“Hanya tinggal sedikit lebih lama lagi sampai Saa-chan datang. Jadi ayo main ke sebelah sana sampai dia datang.”

Aku dengan lembut mendorong bahu kecilnya dan membawanya ke depan ruang kelas. Gadis kecil ini tak terduganya patuh selagi dia melakukan apa yang disuruh dan mengikutiku ke ruang kelas. Baru saja aku akan meletakkan tanganku ke pintu geser kaca itu, gadis kecil itu menarik lengan bajuku lagi.

“Ah! Um, kamu tahu, itu Saa-chan.”

Selagi dia mengatakan itu, dia menunjuk pada gambar krayon yang ditempel di dinding ruang kelas. Aku tidak tahu gambar mana yang ditunjuknya… Mungkin itu sebuah gambar yang digambar ibunya? Namun, ada cukup banyak gambar jadi aku tidak tahu yang mana itu.

“Yang mana dari Saa-chan, hmm?”

“Itu!”

Gadis kecil itu menunjuk samar ke arah dinding. Tapi di dinding ada banyak sekali gambar jadi akhirnya, aku masih tidak tahu. Hmm… Yang mana gambar itu, ya…?

Aku merundukkan tubuhku lagi dan menjumpakan mataku dengan matanya.

“…Oke, aku mengerti. Yang ini kanan. Dan yang ini kiri.”

Aku mengangkat tangan kanan dan tangan kiriku secara berurutan di depannya dan gadis kecil itu menganggukkan kepalanya dan mengulangi gerakan itu.

“Kanan, kiri.”

“Yap, yap. Oke, angkat tangan kananmu.”

Ketika aku mengatakannya, gadis kecil itu dengan penuh semangat mengangkat tangan kanannya.

“Angkat tangan kirimu.”

Kali ini dia dengan semangat melompat dengan tangan kirinya. Fumu, kelihatannya dia tahu kanan dan kirinya. Dengan demikian, aku menunjuk ke arah dinding dengan tempelan gambar tadi.

“Kalau begitu sekarang, ada sebuah teka teki. Persisnya ada berapa banyak gambar dari kanan ke yang punya Saa-chan?”

Mata gadis kecil itu berbinar-binar selagi dia berseru “oooh!” pada permainan baru itu. Setelah itu, dia mulai menghitung dengan jarinya.

“Ummm…… ada empat!”

“Benar. Kerja yang sangat bagus!”

Selagi aku mengatakan itu, aku menepuk kepalanya dengan ringan. Begitu ya, jadi itu Saa-chan… Ya, aku masih tidak mengerti. Pada akhirnya, aku tidak bisa mencari tahu gambar yang mana itu. Tapi karena aku menemaninya sebentar, itu seharusnya membuatnya sedikit riang.

Persis selagi aku baru saja akan mendesaknya untuk menuju ke dalam kelas, suatu suara ramah datang dari belakang.

“Kei-chan.”

Ketika aku berpaling, seseorang yang bisa kuingat dengan sangat jelas ada di sana. Itu teman sekelasku, Kawasaki Saki.

Wajah gadis kecil itu menjadi gembira dan gemilang ketika Kei-chan dipanggil dan dia berlari ke arahnya.

“Saa-chan!”

Setelah melompat ke lengannya, Kawasaki dengan penuh kasih sayang membelai rambut Kei-chan. Setelah itu, dia melemparkanku pandangan curiga.

“…Kenapa kamu ada di sini?”

“Er, yah, kerja…”

Faktanya, akulah yang ingin menanyakannya kenapa dia ada di sini, tapi dia berhasil mengatakannya terlebih dulu. Dia melihat dengan berhati-hati ke belakangku.

“Uh huh… Bagaimana dengan Yukinoshita dan Yuigahama?”

Aku tahu dia akan menanyakan itu. Jika itu kerja yang kusebutkan, maka itu akan menyiratkan aktivitas Klub Servis. Bagi Kawasaki yang pernah terlibat dengan kami sebelumnya, itu adalah pertanyaan yang wajar untuk diajukan. Namun, tidak perlu untuk menjelaskan detail-detialnya pada dia. Itu tidak seperti dia menanyakan tentang itu dan memberitahunya hal-hal spesifik hanya akan menganggu bagi Kawasaki juga. Itulah kenapa jawabanku sederhana.

“…Mereka sedang melakukan pekerjaan lain. Hanya ada aku sendiri.”

“…Begitu ya.”

Kawasaki menatapiku dan setelah jawaban singkat, dia berpaling dengan acuh tak acuh.

“Bagaimana denganmu?”

Kali ini aku menanyainya dan Kawasaki dengan pelan dan dengan lembut memegang bahu gadis yang dipanggilnya Kei-chan. Dia kemudian bergugam dengan malu-malu.

“Aku… disini untuk menjemput adik kecilku.”

“Hoh.”

Aah, jadi Kei-chan ini adik kecilnya, huh? Aku senang… Aku tadi sejenak berpikir dia itu anaknya…

Namun, setelah dia mengatakannya dan aku memikirkannya, aku paham. Ciri wajah mereka terlihat lumayan mirip. Dia pastilah memiliki masa depan yang cerah di depannya, bisa kukatakan. Jika ada satu hal yang kuharapkan, itu adalah baginya untuk dibesarkan dengan lemah lembut. Itu karena onee-channya benar-benar menakutkan.

Selagi aku mendoakan itu di dalam kepalaku. Aku melihat ke antara kakak beradik Kawasaki itu. Aku tidak yakin bagaimana dia menafsirkan tatapanku itu, tapi Kawasaki dengan gugup berbicara.

“Ah, um, dia adik kecilku Keika… Ayo, Kei-chan, beritahu namamu.”

“Kawasaki Keika!”

Ketika dia didesak, Keika dengan semangat mengacungkan lengannya.

“Aku Hachiman.”

Selagi aku berpikir betapa mengenakkannya semangat Keika itu, aku memberitahu namaku juga. Ketika aku melakukannya, Keika mengedipkan mata besarnya dengan kaget.

“…Hachi, man…? Nama aneh!”

“H-Hei! Kei-chan!”

Kawasaki memperingati Keika dengan panik. Meski begitu, nada berhati lembutnya itu tidak berubah. Tidak seperti dirinya yang biasa, dia memberikan kesan yang sangat lembut. Dia mengejutkannya kakak yang mengesankan. Dia terlihat berbeda dari diri broconnya juga.

“Tidak, aku juga rasa namaku agak aneh, jadi tidak apa-apa. Namun, menjemput adikmu, huh? Pasti sulit.”

Ketika aku mengatakan itu, Kawasaki blak-blakan.

“Tidak juga… Biasanya orang tuaku yang melakukannya. Aku datang hanya pada hari ketika aku tidak ada les.”

“Tapi aku ingat rumahmu itu agak jauh, bukan?”

Distrik SMP kami mungkin berbeda, tapi jarak di antara rumah kami seharusnya tidak begitu jauh. Datang dari sana akan memerlukan setidaknya satu atau dua kali naik kereta api. Aku tidak begitu yakin jarak kira-kira bagi mereka untuk mempercayakan anak mereka ke sini, tapi sudah pasti bukan di lingkungan ini. Hal itu saja terlihat sulit. Namun, Kawasaki berbicara dengan suara kecil selagi dia mengusap rambut panjangnya.

“Itu benar, tapi ketika kami membawanya datang, biasanya naik mobil… Sekarang ini, taman kanak-kanak ini ruangannya sempit, tapi TK negeri ini rupanya lebih murah.”

“Haa, begitu ya.”

Dia terlihat agak seperti ibu rumah tangga. Ketika aku melihatnya dengan terkagum-kagum, kantung plastik yang dibawa di tangannya terlihat. Kelihatannya dia datang kemari persis setelah berbelanja untuk makan malam sebab ada bawang perai yang menonjol keluar dari plastik itu. Itu membuatnya terlihat lebih seperti seorang ibu rumah tangga.

“Aku ada kerja paruh waktu sebelumnya jadi aku benar-benar tidak bisa datang…”

“Aah, itu memang terjadi, huh?”

“Ya…”

Kawasaki menjawab dengan suara yang hangat dan apa yang mengisi pandangannya adalah Keika. Dia tiba-tiba mengarahkan pandangan itu padaku.

Dia menatap padaku dengan segan dan kelihatannya dia sedang kesusahan mencoba untuk mengatakan sesuatu dengan mulutnya sedang menggeliat-geliut. Kelihatannya dia tidak akan mengatakan apapun meskipun aku menungguinya, tapi dengan dirinya menatapiku seperti itu, itu membuatku berpikir mungkin ternyata ada sesuatu. Itu agak sedikit memalukan jadi aku akan senang jika dia bisa menghentikannya…

“…Ada apa?”

“Ti-tidak ada apa-apa.”

Ketika aku menanyainya, Kawasaki menggelengkan kepalanya. Ketika dia melakukannya, rambut poninya akan mengayun dari satu sisi ke sisi lain dan Keika akan mengikutinya dengan matanya seperti seekor kucing.

Aku juga melihatinya dan di ujung lorong, aku menemukan Isshiki.

“Ah, di sana kamu rupanya. Senpaaai!”

Diskusi di ruang gurunya pastilah sudah usai. Isshiki sudah kembali. Jika konfirmasi dan rapatnya sudah selesai, maka pekerjaan kami di sini terselesaikan. Walau aku sebenarnya tidak melakukan apapun.

“…Eh, um, apa itu tidak apa-apa bagiku untuk kembali?”

Isshiki menyadari keberadaan Kawasaki dan menanyaiku dengan kuatir. Ketika dia melakukannya, Kawasaki melihat dengan cepat ke arah Isshiki. Karena itu tubuh Isshiki menjadi kaku seakan dia merasa takut. Aah, Kawasaki biasanya seperti itu jadi kamu tidak perlu takut, oke? Yankee mungkin memiliki tampang buruk itu pada diri mereka, tapi mereka biasanya hanyalah menakutkan dan cenderung merupakan anak-anak yang sangat baik.

Namun, jika aku akan menjelaskan itu padanya, Kawasaki akan marah lagi. Selagi aku berpikir tentang apa yang mesti dikatakan, Kawasaki menjentik rambutnya dan berpaling. Dia meletakkan tangannya di pintu geser kaca itu. Setelah dia menyapa gurunya, dia terlihat seperti dia berencana untuk pulang.

“…Sampai jumpa.”

Dia memalingkan belahan tubuh atasnya, mengatakan itu dan menarik tangan Keika. Keika memegang erat tangannya kembali dan membuat lambaian besar dengan tangan bebasnya.

“Dah, dah, Haa-chan!”

“Oooh, sampai jumpa.”

Aku dengan pelan mengangkat tanganku dan melambai balik. Namun ada apa dengan Haa-chan ini? Mungkin dia tidak ingat namaku? Kamu harus memastikan untuk mengingat nama orang dengan benar, oke? Meskipun kamu salah mengingatnya, jangan asal-asalan dan memakai sesuatu seperti Hachientahapa, oke?

Selagi aku melihat mereka berdua pergi, yang berdiri di sampingku adalah Isshiki yang mengalihkan pandangannya dari Kawasaki ke arahku. Dan kemudian dengan tingkah kebingungan, dia perlahan membuka mulutnya.

“Kenalan S-Senpai agak unik, bukan…?”

Aku tidak akan menyangkalnya, tapi kamu itu sebenarnya salah satu dari mereka juga…


× × ×


3-4[edit]

Keesokan paginya setelah mengunjungi taman kanak-kanak itu. Setelah homeroom berakhir, aku merenggangkan tubuhku dengan pelan.

Masih ada sisa perasaan letih dari semalam.

Itu tidak seperti aku melakukan sesuatu yang agak menuntut secara fisik, tapi jangka waktu tak berarti itu benar-benar meletihkan secara mental.

Untuk apa yang sudah diselesaikan, pada akhirnya, kami hanya bisa mendapat perkiraan jumlah peserta dari taman kanak-kanak itu dan mendengarkan beberapa permintaan mereka. Walaupun kami mendapat beberapa kemajuan dengan memperbaharui notulennya, kami sebetulnya tidak menggelar rapat.

Ketika aku berpikir tentang bagaimana aku akan menghabiskan hari ini dengan cara seperti itu lagi, suatu uapan yang lumayan besar muncul. Aku membuat suatu helaan seakan untuk mendorong pergi perasaan melankolis ini.

Setelah aku menyapu sedikit air mata di mataku, aku menyadari keberadaan Totsuka yang baru akan meletakkan tangannya pada pintu gesernya. Kelihatannya dia melihat uapanku.

Totsuka berjalan ke arah tempat dudukku dan menutupi mulutnya dengan satu tangan yang terkepal pelannya dan membuat senyuman geli.

“Kamu kelihatannya lelah, huh?”

Dia pasti mengatakan hal itu karena uapan besar tadi.

Aku benar-benar letih, tapi tidak mungkin aku bisa menunjukkan keletihanku pada Totsuka. Pesona “kelelahan” itu berada pada level yang sama dengan pesona “Aku terlalu banyak minum-minum” yang sungguh-sungguh menjengkelkan. Kenapa itu membuat mereka populer? Aku malah berpikir itu membuat mereka terlihat benar-benar parah. Malahan, aku pikir pesona “Aku tidak minum sake” itu pasti akan lebih populer.

Mengikuti seperti yang di atas, aku pikir pesona “Aku tidak lelah” pasti akan super efektif melawan Totsuka!

“Itu sama seperti biasanya.”

“Sekarang setelah kamu mengatakannya, itu mungkin benar.”

Ketika aku bercanda mengenainya, Totsuka membalaskan suatu senyuman. Helaan-helaan tadi sama sekali tidak mau keluar kali ini. Menggantikan itu, itu terasa seperti ada helaan berwarna pink yang akan keluar. Bukankah suara Totsuka memiliki efek suara 1/f[9] di dalamnya? Omong-omong, aku rasa f itu kepanjangannya fairy

Selagi kemunculan ion-ion negatif dari senyuman Totsuka itu menyebabkan terjadinya efek plasebo pada diriku, Totsuka mengatur tas tenisnya.

“Pergi ke klub sekarang?”

“Ya! Hachiman juga, benar?”

“…kurasa.”

“…?”

Karena jeda aneh ini, Totsuka memiringkan kepalanya sedikit. Aku berupaya untuk membuat suaraku terdengar bersemangat untuk menyembunyikan hal itu.

“Yah, usahakan yang terbaik di klub.”

“Hachiman juga. Usahakan yang terbaik, oke?”

“Ya.”

Totsuka membuat lambaian kecil di depan dadanya dan meninggalkan ruang kelasnya. Aku membalas lambaiannya dengan suatu senyuman. Namun, bahkan ketika Totsuka menghilang ke lorong, aku tidak merasa ingin berdiri sama sekali.

Aku mengistirahatkan punggungku pada kursi dan melihat ke atas pada langit-langit.

Dan di lapangan pandangku terdapat Yuigahama.

Dari jauh, dia sedang dengan gugup mengintip ke arahku. Kelihatannya dia sedang menunggu waktu yang tepat ketika aku sudah selesai berbicara.

Aku menggerakkan tubuhku dan melihat ke arahnya dengan mata yang menandakan bahwa itu aman untuk datang kemari. Ketika aku melakukannya, Yuigahama dengan canggung berjalan kemari.

Dia berdiri berlawanan dariku dan mengintip ke arahku dengan wajah gelisah.

“…Apa kamu akan pergi ke klub hari ini?”

Ketika dia menanyakanku, kata-kata menjadi tersangkut di tenggorokanku.

Apa aku membuat Yuigahama khawatir karena aku pulang lebih awal semalam? Ketika aku melihat ke arah wajah Yuigahama, kata-kata “Aku tidak pergi” tidak mau keluar. Jangan melihatku dengan mata polosmu itu… Aku paham, aku paham, aku akan pergi.

“Ya. Yah, aku rasa kita sebaiknya pergi…”

“Mengerti! Aku akan pergi mengambil tasku.”

Ketika dia mengatakan itu, Yuigahama melangkah kembali pada jalan yang sama ke tempat duduknya. Aku meninggalkan ruang kelasnya terlebih dulu dan menunggu ke lorong yang mengarah ke bangunan spesial.

Untuk sementara ini, di lorong yang sepi senyap itu, aku memikirkan tentang klub dan pekerjaan untuk acara itu setelahnya.

Sekarang ini, beban pekerjaannya tidak sebegitu besar.

Tapi jika aku mempertimbangkan rencana di masa depan, maka kurangnya waktuku itu menjadi jelas. Untuk mengalokasikan lebih banyak waktu pada pekerjaannya, maka itu mungkin perlu untuk meluangkan jadwalku.

Jika begitu, itu berarti aku harus mencari waktu yang cocok untuk mengatakan aku akan berhenti sebentar dari klub.

Namun, aku ingin menghindari melakukan hal tersebut jika aku bisa. Itu mungkin lebih baik jika itu tidak menjadi situasi dimana aku tidak hadir di klub. Kalau begitu, pada akhirnya, aku harus melakukan apa yang biasanya kulakukan dan itu adalah untuk pulang lebih awal.

Selagi aku sedang berpikir, aku menerima pukulan lembut pada pinggangku. Aw, untuk apa itu…? Aku berpaling ke belakang dan yang berdiri di sana dengan wajah tidak senang adalah Yuigahama. Itu kelihatannya dia telah menghantamku dengan tas di tangannya.

“Kenapa kamu pergi lebih dulu?”

“Aku hanya sedang menungguimu…”

Selagi kami berjalan melintasi lorong yang meneruskan ke arah ruangan klub, kami mengulang percakapan yang sama yang kami lakukan akhir-akhir ini. Itu adalah harmonie préétablie sama yang diulang-ulang. Itu secara alamiah membuatku berpikir bahwa waktu itu akan dimulai lagi.

Jika ada penyimpangan kecil untuk ditunjukkan, maka itu pasti mengenai permintaan Isshiki sebelum dan sesudah ini. Aku memutuskan untuk memberitahu Yuigahama soal aku akan permisi lebih awal hari ini.

“…Ah, tentang hari ini, aku mungkin perlu pergi lebih awal. Sebenarnya, itu akan terus begitu untuk beberapa lama.”

Ketika aku mengatakannya, Yuigahama mengangguk sekali dan berkata.

“Membantu Iroha-chan?”

Kata-kata yang diucapkannya membuatku terperanjat.

“…Kamu tahu?”

“Melihatmu saja sudah cukup untuk mengetahuinya.”

Yuigahama menutupi hal itu dengan sebuah tawa.

Yah, meninggalkan klub lebih awal sendirian dan terlihat lelah di kelas akan membuatmu berpikir ada sesuatu yang sedang terjadi, huh? Kedangkalanku sendiri mengalahkan diriku. Jika Yuigahama melihat melewati hal itu, maka itu tidak akan aneh bagi satu orang lagi untuk menyadarinya juga.

“Apa Yukinoshita juga tahu?”

Ketika aku menanyakannya, Yuigahama mengalihkan matanya ke luar jendela.

“Hmm… Aku juga heran? Toh, kami tidak membicarakan tentang Hikki.”

Aku tidak dapat melihat menembus ekspresi Yuigahama. Namun, suara yang terlampau pelannya membuatku berpikir dia tidak akan mengizinkanku untuk menekannya lebih jauh lagi mengenai hal itu. Jawabannya yang dibiarkan tidak jelas itu mencerminkan situasi kami sekarang ini. Itu terasa seperti dia hanya berpikir tentang bagaimana dia ingin menghindari untuk mengucapkan beberapa kata yang akan membuatnya menjadi jelas.

Dari sana dan seterusnya, kami berhenti berbicara selagi kami terus berjalan melintasi lorong.

Hanya suara langkah kaki yang bergema.

Yuigahama masih sedang melihat keluar.

Aku menirunya dan melihat ke jendela yang berlawanan darinya.

Pada saat-saat sekarang di tahun ini dimana musim dingin sedang mendekat, mataharinya sudah terbenam meskipun masih sepagi ini. Bangunan spesial yang sulit untuk dicapai sinar matahari itu terasa lebih gelap dari sebelumnya.

Ketika aku memasuki bayang-bayang yang tidak dapat diterangi sinar matahari, Yuigahama bertutur singkat.

“…Apa kamu akan melakukannya sendiri lagi?”

Bahkan di dalam kegelapan yang mendekat ini, aku dapat melihat wajahnya dengan sangat jelas. Mata murung sayunya dan bibir yang digigit pelannya. Aku bahkan berpikir bahwa aku melakukan semua ini hanya supaya dia tidak perlu membuat tampang semacam itu.

Selagi aku mencoba untuk mendorong pergi perasaan yang menindih pada dadaku ini, aku segera menggerakkan kakiku maju ke depan.

“Aku hanya melakukannya karena aku memiliki sesuatu yang perlu kulakukan. Kamu tidak perlu menguatirkannya.”

“Tentu saja aku akan menguatirkannya…”

Yuigahama membuat suatu senyuman risau selagi dia mengatakan itu.

Ketika aku melihat pada senyumannya, pertanyaan pada saat itu memalingkan kepala jeleknya ke belakang.

…Apa aku membuat suatu kesalahan?

Terus menerus sejak hari itu, aku terus menanyai diriku pertanyaan tersebut yang sudah kumiliki jawabannya untuk itu.

Aku sudah pasti membuat suatu kesalahan.

Hari-hari setelah pemilihan ketua OSIS itu memberikan beban pada kenyataan itu. Yuigahama sedang menunjukkan senyuman kesepian ini. Yukinoshita menikamku dengan mata penuh kepasrahan itu.

Itulah kenapa aku harus memikul tanggung jawabnya. Bertanggung jawab atas tindakanmu merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan.

Kamu jangan bergantung pada orang lain ketika memperbaiki kesalahanmu sendiri. Apa hal bagus yang bisa muncul untuk menggangu mereka juga? Untuk dengan mudah bergantung pada seseorang, membuat suatu kesalahan, dan membuang-buang upaya membangun kepercayaan orang itu adalah sesuatu yang hanya bisa kupandang sebagai suatu pengkhianatan.

Aku berpikir bahwa tindakan yang perlu kulakukan itu berdasar nan didasarkan pada aturan dan prinsip yang benar supaya tidak lebih gagal lagi dari kegagalan yang sudah kuperoleh.

Untuk sekarang, aku harus menghilangkan kekuatiran Yuigahama yang tidak perlu.

“Kamu ada hal lain yang perlu kamu kuatirkan selain diriku, bukan?”

Setelah menghela kecil, aku berbicara dan membuat senyuman kendur. Aku mengalihkan topiknya sepenuhnya sadar akan betapa seperti pengecut tindakan tersebut.

“Ya…”

Yuigahama merespon dengan suara kecil dan melihat ke bawah.

Selagi kami berjalan melintasi lorong bangunan spesial itu, kaki kami mulai memberat seakan kami sedang berjalan melintasi aspal batu bara di genangan air.

Kami berjalan dengan laju yang jauh lebih lamban dari biasanya dan pada akhirnya, kami bisa melihat pintu menuju ruangan klub itu.

Apa pintunya sudah tidak terkunci? Satu-satunya orang yang memiliki kuncinya hanya dirinya seorang sebab kami berdua tidak pernah memeganginya.

Tiba-tiba, Yuigahama berhenti. Aku mengikuti dirinya dan juga berhenti. Pandangan Yuigahama terarah pada ruangan itu.

“Yukinon, Aku heran apa dia ingin menjadi ketua OSIS…?”

“…Aku tidak tahu.”

Tidak ada artinya mencari tahu hal itu sekarang. Mempertimbangkan kepribadian Yukinoshita, meskipun kita menanyainya, dia mungkin tidak akan menjawab dengan jujur. Jika dia tidak mengatakannya waktu itu, dia tidak akan mengatakannya sekarang. Aku tidak merasa ingin menanyakannya sesuatu yang mungkin tidak ingin dijawabnya juga.

Tidak, itu lebih kepada aku tidak ingin dia menjawabnya.

Paling tidak, baik dia dan aku tidak akan pernah melakukan sesuatu seperti menangisi secara terang-terangan masa lalu yang sudah tak teraih lagi sekarang. Persisnya betapa mudahnya itu jika dia cukup menyuarakan kekesalannya pada diriku?

Itu cuma bahwa hanya Yuigahamalah satu-satunya yang bisa mengangkat kembali masa lalu yang tidak bisa dilakukan dia maupun diriku. Dia berbicara dengan suara yang dipenuhi dengan tekad dan kekuatan tidak seperti suara lemah itu yang ditunjukkannya tadi.

“…Aku pikir bagaimanapun juga kita seharusnya menerima permintaan itu sebagai satu klub.”

Ketika Isshiki datang dengan perminttan itu, Yuigahama tentu mengatakan sesuatu seperti bagaimana dia ingin menerimanya. Dia tidak mencari sebuah alasan waktu itu, tapi untuk mengangkatnya kembali berarti dia sudah pasti memiliki suatu alasan di pikirannya. Ketika aku melihat ke arah matanya, Yuigahama berbicara dengan jelas.

“Jika itu Yukinon yang sebelumnya, maka dia sudah pasti akan menerimanya.”

“…Kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“Karena Yukinon adalah seseorang yang mencoba untuk berusaha lebih dari yang diharapkan. Itu seperti… bagaimana aku sebaiknya mengatakan ini? Itu karena dia tidak bisa menjadi sesuatu sehingga dia akan mengincar sesuatu yang bahkan lebih besar lagi…”

Yuigahama berbicara dengan nada yang penuh dengan perasaan dan menegaskan kata demi kata dengan susah payah.

Mungkin itu kenapa. Aku secara refleks menatap Yuigahama. Kata-kata sederhana, tapi menghangatkan itu merupakan sesuatu yang sangat khas dari Yuigahama.

Yuigahama tersendat akan kata-katanya seakan itu karena aku sedang menatapnya secara empat mata. Dia kemudian meneruskannya dengan percaya diri.

“Itulah kenapa aku rasa mungkin itu akan menjadi suatu pemicu yang bagus atau semacamnya…”

“Begitu ya…”

Hal-hal yang telah kamu hilangkan tidak akan kembali.

Jika kamu ingin menebusnya, maka kamu harus melakukannya dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari itu.

Hal-hal yang berpisah denganmu, dengan kehilangan hal-hal tersebut, lahirlah kehilangan. Kamu harus menebus untuk itu semua. Penebusan merupakan hal semacam itu.

Si Yukinoshita yang kurasa aku kenali seharusnya sedang menebusi tindakannya sendiri. Itulah mengapa apa yang sedang dipikirkan Yuigahama mungkinlah tidak salah.

Yuigahama telah memikirkannya sejauh itu. Meskipun dia tahu bahwa permintaan untuk OSIS itu sulit bagi Yukinoshita, dia masihlah berpikir itu adalah suatu kemungkinan.

Apa yang kupikirkan?

Aku hanya ingin menjaga agar ruangan itu tidak hancur. Tidakkah aku membuat pilihan ini supaya tidak membuat ruangan itu lebih hampa dari yang sekarang ini? Ketika realisasi bahwa pilihanku adalah untuk mempertahankan dan memuaskan diriku itu menikamku, aku secara refleks berpaling dari Yuigahama.

“…Yah, itu mungkin benar jika dia seperti sebelumnya… Tapi sekarang, aku tidak begitu yakin.”

“Ya…”

Suara Yuigahama entah kenapa sedih dan kecewa. Itu mungkin karena bahkan dia sendiri tahu bahwa kemungkinan untuk itu tidaklah tinggi.

Tingkah laku Yukinoshita ketika Isshiki datang waktu itu berbeda dari bagaimana tingkahnya dulu.

Itu terasa seperti dia telah kehilangan kegigihan dalam menangani permintaan dan konsultasi.

Bahkan sekarang, di balik pintu ini, dia mungkin sedang dengan hening duduk seperti sebelumnya seakan dia sudah pasrah akan sesuatu dan seakan dia sudah melupakan sesuatu.

Aku akhirnya meletakkan tanganku di pintu geser tersebut yang memakan waktu jauh lebih lama dari biasanya untuk meraihnya.

Ketika pintunya terbuka, aku masuk terlebih dulu, diikuti dengan Yuigahama.

“Yahallo!”

Yuigahama menyapa dengan riang dan Yukinoshita yang duduk di dekat jendela melihat ke arah kami.

“Halo.”

“…Apa kabar.”

Ketika kami bertukar sapaan kami, aku duduk di atas kursi yang tidak lagi berpindah.

Aku melihat untuk mencari tahu bagaimana keadaan Yukinoshita, tapi dia tidak terlihat berbeda dari sebelumnya. Jika ada satu perbedaan yang kusadari, maka itu adalah tambahan buku lain yang sudah selesai di bacanya di tumpukan tersebut. Itu seakan itu seperti The Children’s Limbo[10].

Yuigahama menggerakan ibu jarinya selagi dia mengecek pesan di ponselnya. Aku melakukan hal yang selalu biasa kulakukan dan bergerak untuk mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasku sampai sesuatu akhirnya terlintas pada pikiranku yang kemudian aku menghentikan tanganku.

Ada sesuatu yang perlu kusebutkan pada Yukinoshita sebelum kami akan menjalani waktu yang terbeku itu. Aku sudah menyampaikannya pada Yuigahama, tapi aku harus mengatakan bahwa aku akan meninggalkan klub lebih awal untuk sementara karena jika tidak.

“Hei, apa kamu ada waktu sebentar?”

Ketika aku memanggilnya, bahu Yukinoshita tersentak. Aku tidak bermaksud membuat suaraku sebegitu kerasnya, tapi itu mungkin bergema dengan cukup baik di dalam ruangan senyap ini. Yuigahama juga meluruskan postur tubuhnya dan melihat ke arahku.

Yukinoshita melihat ke arahku dan tetap terdiam untuk sesaat. Dia kemudian menghembuskan nafas, menutup bukunya, dan berbicara.

“……Ada apa?”

Suara kalemnya dan mata intelektualnya menghadap ke arahku. Aku mungkin juga memiliki tampang yang sama.

“Apa kamu keberatan jika aku pergi lebih awal untuk sementara?”

Ketika aku mengatakannya, Yukinoshita berkedip dua sampai tiga kali. Dia kemudian meletakkan tangannya pada dagunya dan membuat sikap berpikir.

“Mari kulihat, itu tidak seperti kita ada kesibukan tertentu dengan apapun…”

Aku menunggu kata-katanya untuk berlanjut, tapi kata-kata itu kelihatannya tidak keluar.

“Yah, itu, kamu tahu… Aku cuma ada beberapa hal yang mesti kuurus… Komachi juga masih di tengah-tengah mengikuti ujiannya.”

Alasan tambahanku tidak seasal itu. Tapi aku hanya tidak bisa memberitahu alasan utamanya. Itu seharusnya tidak masalah jika aku tidak mengatakannya dan dia tidak mengetahuinya.

“…Begitu ya.”

Yukinoshita dengan lembut menggosok sampul buku yang dipegang di tangannya. Kelihatannya dia masih sedang berpikir. Meskipun aku menunggunya untuk menyatakan suatu kesimpulan yang jelas, tapi kelihatannya itu akan memakan waktu yang cukup lama. Tapi Yuigahama yang sedang mengamati keadaannya berjalan melanjutkan percakapannya.

“…Tapi itu mungkin akan lebih baik, huh? Toh, kita tidak bisa benar-benar melakukan apapun untuk Komachi-chan. Itulah mengapa Hikki akan berusaha sebisanya untuk kita berdua juga. Benar, Yukinon?”

Yuigahama mengistirahatkan badannya di atas meja dan kemudian melihat ke arah Yukinoshita. Yukinoshita membalaskan suatu senyuman lembut.

“…Ya, aku rasa begitu.”

“…Maaf.”

Tanpa kusadari, aku sedang menggaruk kepalaku selagi aku mengatakan hal itu dan Yukinoshita dengan pelan menggelengkan kepalanya mengatakan untuk tidak perlu menguatirkannya. Dan kemudian, ruangan itu tiba-tiba terbenam ke dalam keheningan.

Yuigahama meninggikan suaranya seakan untuk mengubur keheningan tersebut.

“Ah, iya. Ayo kita mengirimkan pesan pada Komachi-chan.”

Kata Yuigahama dan segera pergi melakukan apa yang baru saja dipikirkannya dan dia mulai menekan-nekan untuk menulis sebuah pesan.

Itu secara resmi menghantamku lagi. Yuigahama selalu sedang mempertahankan tempat ini. Ini berarti bahwa hubungan yang akan hancur berkeping-keping kapanpun juga ini sedang ditahan bersama oleh cuma satu orang.

Sebuah percakapan yang kosong dan monoton. Bergantung dari cara yang kamu inginkan untuk melihatnya, aku merasa itu adalah masa waktu yang cukup baik dan lembut.

Sebuah dunia yang dituntun oleh sebuah kesimpulan yang didasarkan pada kompromi dan tipu daya. Kata-kata yang ditukar dengan sebagaimana semestinya dan lawan bicara yang mengakui satu sama lain dan semua orang akan menyampaikan suatu jawaban yang meyakinkan dan ini akan ditetapkan sebagai suatu konsensus.

Apa ini benar-benar tepat? Aku berakhir menelan keraguan tersebut.

Yang menggantikan hal itu keluar suatu nafas panas yang tidak mengenakkan yang membuat tenggorokanku begitu kering. Tanpa kusadari, aku sedang mengamati peralatan teh yang sudah tidak lagi dipakai sekarang.


Mundur ke Bab 2 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 4

Catatan Translasi[edit]

<references>

  1. Reality Marble
  2. botol plastik
  3. ka-cha-ka-cha-ka-cha
  4. The Melancholy of Suzumiya Haruhi
  5. Kutipan dari kalimat diucapkan Umehara Daigo dalam suatu interview karena dia menang cukup sering yang kemudian setelah itu menjadi meme 2chan(?).
  6. tidak yakin maksudnya apa. Tapi itu berarti sifat, watak
  7. Nisekoi
  8. Otoko wa Tsurai yo – Paman karakter utamanya dijuluki sebagai Oi-chan.
  9. Pink noise
  10. Sai no Kawara!