Editing
Hakomari (Indonesia):Vol 7 Epilog
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===+++ 23 September, Kirino Kokone (16)+++=== Saat Daiya datang ke rumah sakit di mana aku tengah memulihkan diri dari luka yang kubuat sendiri, ia sudah keluar dari sekolah. Ia melepas anting-antingnya dan mencat rambutnya menjadi hitam lagi. Waktu ia melihatku di kasur rumah sakit, ia memberiku senyum kecil dan mengelus pipiku. Tapi, aku tidak bisa merasakan hawa lelaki yang penuh kasih dan riang darinya lagi. Daiya sudah tidak lugu lagi. Perlahan kau menggenggam tangannya. ''Mm... aku tidak ingin melupakan sentuhan ini.'' Saatku lepas tangannya, ia menarik tanganku lagi. Itu saja sudah memberitau padaku apa yang akan ia lakukan. "Kamu mau meninggalkan aku lagi." Dengan mata yang membelalak, Daiya memberikan senyuman yang miring. "Aku tidak bisa menyembunyikan apapun darimu, ya?" "Apa yang kamu rencanakan sekarang?" Daiya tersenyum dengan kurang jelas. "Entahlah." "Kamu enggak tau...?" "Sekarang aku tau apa yang penting buatku: berada di sisimu. Kazu mengajariku hal ini dengan cara yang keras." "Kalau begitu di sini saja bersamaku, bodoh..." Dengan pelan ia menggelengkan kepalanya. "...Aku yakin kau mengerti, Kokone. Aku sudah melakukan banyak dosa. Aku bermain-main dan merusak masa depan banyak orang. Kalau aku tidak menebusnya, aku tidak bisa berada di sisimu. Tapi aku tidak tau cara menebusnya. Itu kenapa aku harus pergi mencari cara untuk bertanggung jawab," jelas Daiya dan perlahan menurunkan pandangannya. "Aku ‘kan terus mencari. Mungkin butuh setahun, mungkin sepuluh tahun, dan mungkin aku tidak bisa mencari tau caranya. Tapi intinya, aku harus bisa membawa beban ini untuk seumur hidupku." "Daiya..." "Tapi aku bisa menjanjikan padamu satu hal." Ia menciumku. "Aku akan kembali padamu, Kokone." Saat bibir kami berpisah, aku hanya bisa menangis. "Janji!" kataku. "Ya." "Kamu harus kembali padaku." "Ya." Daiya menghapus air mataku dengan jari-jarinya. "Aku tidak akan mengecewakanmu lagi." Ia bilang ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ia berjanji bertemu denganku lagi. Tapi saat aku melihat Daiya lagi, ia sedang berbaring di kasur rumah sakit dan terpasang padanya sejumlah alat-alat pengobatan. Punggungnya telah ditusuk oleh seorang fanatis yang masih SMP (yang mana langsung ditangkap) dan berakhir di ICU. Meski tidak meninggal, banyaknya darah yang keluar menyebabkan kerusakan di otak dan mematikan kesadarannya. Daiya koma. Sebuah ''ventilator''<ref>alat bantu pernafasan</ref> mengisi udara ke dalam paru-parunya melalui tenggorokannya, dan dua buah selang oksigen ke hidungnya. Aku bisa mendengar suara ''ventilator'' yang mengembang dan mengempis juga suara ''tiit-tiit'' dari Elektrokardiogram<ref>Elektrokardiogram/ECG, adalah alat yang digunakan untuk merekam dan mendeteksi denyut jantung.</ref>. Di saat aku melihatnya, aku langsung menangis. Meskipun dadanya masih bergerak ke atas-bawah dan matanya terkadang berkedip-kedip, ia tidak terlihat seperti manusia bagiku. Itu hanyalah makhluk hidup yang dikenal sebagai Daiya. Sebulan telah berlalu tetapi ia masih belum sadar. Orang tuanya Daiya hampir selalu mengunjunginya setiap hari, meskipun mereka jarang bicara dengannya karena insiden yang berkenaan denganku dan Karino Miyuki. Banyak orang datang ke sini juga: Haru, Kasumi, teman sekelas kami yang lainnya, Otonashi Maria, Yanagi Yuuri, Shindou Iroha, Karino Miyuki, dan bahkan Asami Riko yang tengah bekerja di perkebunan daerah Hokkaido. Beberapa yang juga pemujanya menjenguknya, tapi tidak seperti si perempuan yang menusuknya, mereka semua telah kembali normal. Tetapi, tidak peduli siapa yang datang, kondisinya tidak membaik. Ia tidak memberikan reaksi apapun. Meski berlawanan dengan kehendak orang tuaku, aku keluar sekolah untuk menghabiskan waktu lebih banyak bersama Daiya. Aku percaya kalau membuatnya mendengarkan perkataanku adalah cara terbaik untuk bisa mengembalikannya. Tetapi, Daiya tidak kunjung pulih tak peduli berapa lama aku bicara dengannya. Waktu menontonnya sepanjang hari, akusadar kalau ada kalanya ia tidak menunjukkan tanda-tanda adanya kehidupan, hanya tanda lemah dan tidak ada yang nyata. Tidak ada yang berubah; ia masih hanya cangkang manusia. Waktu berlalu, kemungkinan ia akan pulih perlahan menurun dan ketakutanku akan kematiannya berangsur-angsur meningkat. Kegelisahan menggerogoti harapanku seperti monster yang kelaparan. Perlahan aku jadi lumpuh... sampai aku perasaanku pun lenyap. Sebulan berlalu dan sekarang ini bulang November. Aku sudah jadi sangat kurus sampai akupun menyadarinya. Malah, dokternya Daiya menyuruhku untuk konsultasi ke psikiater. Aku menyeka air mata Daiya dengan gerakkan halus. Tentunya, tangisan itu hanyalah refleks dan tidak ada hubungannya dengan perasaan. Tiba-tiba, sewaktu aku menyeka wajahnya, aku memikirkan satu hal. ''Apakah ini cara ia menebus semuanya? Apakah ia sudah menentukan hukuman ini supaya bisa menebus segala dosanya? Kalau benar, ia orangnya egois'', pikirku. ''Ia mengabaikan aku''. Aku memegang tubuh bagian bawahku dan menyentuh bekas luka yang mungkin akan terus mengiringku untuk seumur hidup. Itu adalah letak tempatku menusuk diriku sendiri dengan pisau karena aku percaya aku bisa menyelamatkan Daiya. ''"Aku tidak peduli kalaupun aku mati asalkan Daiya bahagia."'' Dulu, aku berpikir begitu dari lubuk hatiku. Dan aku masih berpikir begitu. Aku mau mengorbankan diriku demi Daiya kapanpun. Mungkin ia seorang pendosa. Mungkin ia harus memikul doa ini. Tapi apa memang ia harus memikulnya sendirian? Bukankah ia bisa memberikan sedikit dosanya ini pada orang lain seperti aku? Memangnya tidak ada cara lain supaya ia diampuni? ''Begitukah? Gara-gara itu ia berakhir begini?'' "Cukup." ''Kita sudah cukup melihat dunia ini.'' Dengan melepas peralatan medis dari tubuhnya, aku bisa menghentikan gerak tubuhnya. ''Ayo,'' pikirku. ''Ayo kita melangkah. Mungkin nyawanya sudah menungguku di surga. Kalau begitu, lakukan saja!'' Aku memegang selang yang terhubung dengan hidupnya. ''Tarik saja dan tamat sudah. Tidak ada yang akan menyalahkan aku. Tidak, meskipun mereka menyalahkan aku, aku hanya akan mengikuti Daiya. ...Kamu sendirian, ‘kan, Daiya? Maaf, tapi aku akan bersamamu sebentar lagi!'' "Uh...gh..." Tetapi, aku tidak bisa memaksaku melakukannya, dan melepas tanganku dari selangnya. Tidak peduli betapa kosongnya cangkang ini, ini masih tetap terlihat seperti Daiya. Tidak mungkin aku bisa mengakhiri hidupnya kalau masih ada kemungkinan untuknya bangun, tidak peduli serendah apapun kemungkinannya. Aku tau kalau aku memperpanjang masalahnya karena aku takut mengakhirinya, tapi aku tidak bisa apa-apa lagi. ''Aku sangat lemah. Tidak ada lagi hal yang bisa aku lakukan.'' Aku memendam wajahku pada tubuh kurus Daiya dan menangis sampai lelah. Dua bulan belalu dan tahun baru datang, tapi masih belum ada tanda-tanda kepulihan dari Daiya. Ia masih terus bernafas sendiri, mereka bilang kalau ini ada hubungannya dengan kepulihan Daiya. Awalnya dokternya Daiya sudah pesimis, tapi ia jadi lebih terbuka. Orang tuanya Daiya masih percaya ia akan kembali, tapi mereka juga mulai ragu. Mereka bahkan meminta padaku untuk sebaiknya memberi Daiya kematian yang tidak ada rasa sakitnya. ''Aneh, ‘kan?'' Pikirku. Mereka berkata begitu seakan-akan tubuhnya Daiya hidup hanya karena keegoisanku. Meskipun aku adalah yang sangat ingin melepasnya! ''"Aku akan melakukan segalanya untukmu."'' Itu bukan kebohongan, tapi percobaan bunuh diriku saja gagal. Aku tidak tau apakah boleh menghabisi hidupnya dengan tanganku sendiri. Tidak, meskipun memang boleh, aku tidak bisa melakukannya. Tapi ada sesuatu yang aku sadari. Meski aku tidak bisa mengakhiri hidupnya Daiya, aku masih bisa mengakhiri hidupku dengan mudah. ''Aku yakin Daiya sedang menungguku di surga, dan kalaupun ia tidak di sana, artinya ia masih hidup, dan itu jauh lebih baik. Ide yang bagus! Kenapa, ya, tidak aku pikirkan lebih dulu?'' Keesokan harinya, aku membawa pisau waktu mengunjunginya. Kali ini, aku tidak akan menusuk perutku; aku akan mengiris tenggorokanku dan pergi menemui Daiya. Renacan bunuh diriku muncul di pikiranku karena adanya sesuatu. Otonashi Maria bilang dia akan kemari untuk menjenguk Daiya. DIa adalah orang yang membuat Daiya masih hidup karena memberinya pertolongan pertama dan menelepon ambulan waktu ia tertusuk. Dia mungkin lupa, tapi tidak akan hilang. Aku berterimakasih karenanya. Tapi tidak tau kenapa, aku tidak baik dengannya seperti dulu. Otonashi Maria membawa kotak musik dan menaruhnya di dekat telinga Daiya. Kelihatannya, ada kejadian di mana kotak musik menyadarkan kembali pasien. ''Yah, itu percuma'', kiraku karena aku ragu ia akan bereaksi pada hal begituan kalau suaraku saja tidak didengarnya. ''Enyah saja dari sini supaya aku bisa mati.'' "...Kirino." Tiba-tiba, Otonashi Maria memeluk aku dengan erat. "Eh?" ''Apa aku kelihatan begitu depresi? ...Bukan, dia tidak sedang memelukku—dia memeriksa sedang memeriksa poketku.'' "Ah..." Dia mengeluarkan pisauku dengan memegang salut kulitnya dan menghela nafas saat melihatnya. "Aku heran kenapa kamu begitu gelisah, tapi aku tidak mengira hal ini... Apa yang kamu—Tidak, tidak usah bilang. Aku sudah tau." Sikap sok taunya bikin aku naik pitam. —Sok mengerti perasaanku! "Kembalikan!" teriakku dengan histeris. "Kembalikan, kembalikan, kembalikan!" Aku tau suara sekeras ini bisa membawa susternya ke sini kapanpun, tapi aku tidak bisa sabar lagi dan menyerang Maria. Seranganku sia-sia saja. Dengan cepat dia bergerak ke belakangku dan membekuk dan mengunciku dengan mengunci sendirku. "Lepaskan! Lepaskan aku! Kembalikan pisauku!" teriakku dan karena tak dapat menahan letupan emosinya, menajutkan kata-kataku di ambang tangisan. "Ini satu-satunya cara! Satu-satunya cara untuk bisa melihat kematian Daiya!" "Ya apun! Kenapa kalian ini begini, sih?!" "Apa?!" sahutku. "Aku respek pada ketetapan hatimu dan Oomine, tapi mengorbankan dirimu untuk satu sama lain itu salah besar. Percuma. Itu hanya akan membuat kalian berdua sedih, karena Daiya hanya memikirkan kebahagiaanmu seperti kamu yang memikirkan kebahagiaannya. Apa kamu lupa kamu ini sangat menderita ketika posisimu ada di posisinya?! Kenapa kamu menutup telinga dari hal ini, ya ampun!" Nada tegasnya membuatku tersentak, tapi aku masih membalasnya: "Justru kamu! Yang sekarang mengorbankan diri untuk Kazu-kun, ‘kan?!" "Tadinya aku adalah perwujudan dari pengorbanan diri, tapi yang dulu ya dulu. Aku bersama Kazuki demi diriku sendiri. Kazuki juga butuh aku dan tidak bisa bahagia tanpa aku. Aku tidak mengorbankan diriku lagi, aku tidak bisa," tanggapnya. Aku masih memandang marah dia. "Apa kamu tau kenapa kamu membuat kesalahan seperti mengorbankan diri sendiri?" tanya dia. "Dulunya aku seperti kamu. Itu kenapa aku tau." Lalu dengan santai dia menjelaskan: "Itu karena kamu lemah. Karena kamu tidak bisa menghadapi kenyataan." "M-Memang aku tidak bisa menghapadi kenyataan! Mana bisa aku hidup kalau Daiya—orang yang aku cintai ini hanyalah seorang sayuran?! Ia segalanya bagiku! Dunia ini telah mengambil semua dariku! Apalagi yang masih tersisa untukku?!" aku menjerit: "Apalagi yang harus aku lakukan?!" Aku kira dia tidak bisa menjawab pertanyaanku. Aku kira tidak ada jawaban pada pertanyaan ini. Tetapi, Otonashi Maria menjawab tanpa ragu. "Percaya Oomine akan pulih." Aku menggigit bibirku. ''Ngomong doang gampang!'' "Memangnya untuk apa percaya?!" seruku. "Aku tau betapa buruknya dunia ini, ya aku tau. Memang seberapa kehilangannya kamu? Masa iya aku harus percaya keajaiban?!" "Aku tidak pernah bilang untuk percaya pada dunia ini. Aku juga tau kalau dunia tidak mendengarkan doa-doamu." "Iya, ‘kan! Kalau begitu kasih aku—" "<u>Tapi aku percaya pada Kazuki</u>." "Apa? Apa yang kamu—" "Aku tau kalau Kazuki tidak akan meninggalkan aku sendiria, aku percaya dari lubuk hatiku kalau ia akan kembali ke dalam kehidupanku lagi." "...K-Kenapa... kenapa kamu bisa begitu percaya...?" Ya. Otonashi Maria juga ada di situasi yang sama denganku. Dia seharusnya sama sedihnya denganku, tapi dia kelihatan begitu penuh harapan. ''Kenapa? Apa bedanya dia dengan aku? —Aah, perbedaan kami sudah jelas sekali. '' ‘Apa kamu tidak percaya kalau Oomine mau meninggalkanmu dengan cara seperti ini?" ''Dia percaya pada orang yang dia cintai. "Aku akan kembali padamu, Kokone."'' Daiya telah berjanji. Tetapi, aku tidak percaya kata-katanya sedikitpun. Bahkan lebih buruk lagi, aku, yang sangat ia hargai lebih dari apapun, mencoba bunuh diri. Seburuk apa aku telah mengkhianati Daiya? "Aku... Aku—" Tapi kalau aku benar, aku tidak bisa begitu optimis. Aku tidak percaya kalau perasaannya saja bisa membawanya kembali padaku. "...Daiya...apa yang harus aku—eh?" Daiya menangis. Ia menangis tanpa suara. ''Hanya refleks?'' tanyaku. ''...Tidak mungkin. Itu tidak mungkin terjadi dengan timing yang begitu pas.'' "Ah..." Suaraku tersampaikan padanya. Tapi ia hanya bisa melihat dan menyalahkan dirinya sendiri saat aku jadi ingin bunuh diri. Betapa buruknya, betapa memalukannya hal ''itu''? Aku tidak menyadarinya dan hampir mengambil sesuatu yang sangat ia pendam, tidak sadar akan betapa kejamnya aku. Tanpa aku, benang yang hampir tidak menghubungkannya dengan dunia akan putus. Ia tidak akan bangun lagi. Akhirnya kusadari itu. "Daiya membutuhkan aku." ''Seperti aku yang membutuhkannya.'' "Maaf," ''maaf karena tidak mengerti hal sesimpel ini.'' "Maaf...!" Aku memeluk tubuh Daiya dan menangis. Otonashi Maria dengan tenang menungguku reda. Dia sudah menyalakan kotak musik yang telah dia bawa untuk mengelilingi kami dengan irama yang menenangkan. My suicidal plans caused on thing to completely slip my mind. Maria Otonashi had said that she’d come by to visit Daiya that day. She’s the one who kept Daiya’s body alive by providing frst aid and calling the ambulance when he was stabbed. She seems to have forgotten about that, but the records don’t lie. Setengah tahun berlalu. Sekarang bulan Juli. Aku dengar Otonashi Maria dipilih menjadi ketua OSIS dan dia telah mengumumkan pernikahannya dengan Kazu-kun. Tidak akan ada yang menyadari hal ini, tapi aku tau kalau dia harus sangat kuat supaya tidak kehilangan kepercayaannya pada Kazu-kun. Begitulah, melihatnya seiap hari dan tidak mendapat respon apapun itu menyakitkan. Jadi, aku rasa pengumumannya cukup menginspirasi buatku. Tiba-tiba, aku melihat mata Daiya tengah melihat senyumanku. Ada pikiran yang tergunakan di balik tatapannya untuk pertama kalinya sejak lama sekali. "Eh...?"
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information