Editing
Hakomari (Indonesia):Vol 7 Epilog
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===+++ 3 Oktober, Hoshino Kazuki (19)+++=== βββββββββββββββββββββββββββββββββ βββββββββββββββββββββββββββββββββββ βββββββββββββββββββββββββββββββββββ ββββββββββββββPikiranku berlanjut. Tiba-tiba. Informasi dari luar belum bisa aku terima hingga saat ini. Kepalaku kacau. Aku di sini, tapi kesadaranku jauh. Mencoba mengendalikan tubuh, tapi tubuh tidak bereaksi. Tubuh bergeral sendiri dan lepas dari kendali pikiran. Tapi sekarang aku bisa menggerakkan tubuhku. Tapi tidak sesukaku. Seperti mengendalikan remot kontrol. Kadang aku menekan tombol yang salah. Meskipun pikiranku kacau, aku masih bisa mendapat pengetahuan tentang bahasa lagi. Karena seseorang berbicara padaku. Pengetahuan umum juga kembali aku dapatkan. Tetapi, ingatanku berpecahan dan tidak seperti punyaku. Terpencar seperti ''puzzle'', dan aku tidak bisa menyatukannya kembali. Entah bisa atau tidak. Aku mencoba berjalan mengitari rumah. Tidak ada siapa-siapa di sini. Kakak, Luu-chan juga tidak di sini. Omong-omong, dia sering menangis dan bilang kalau aku bukan aku. Jadi, aku selalu mengira kalau tubuh ini tidak ada hubungannya denganku. Aku pikir aku sedang menonton video yang aneh. Itu salah. Aku ya aku. Akhirnya aku menyadarinya. Aku pergi ke dapur, kubuka lemari di sana dan memakan kue yang sudah dibeli. Aku bisa makan waktu aku bukan aku. Kurasa ibu selalu menanyakan padaku apakah rasanya enak, tapi entahlah. Aku hanya tau kalau makanan pedas menyebabkan aku jadi ''aduh''. Aku tidak suka rasi yang harus aku makan setiap hari. Nasi itu basah dan tidak ada rasanya. Aku Cuma makan yang manis-manis. Karena "manis" adalah rasa yang bisa aku mengerti. Di satu hari, ibuku menaburi "''Furikake''"<ref>Bumbu khas Jepang untuk nasi yang dibuat dari potongan ikan teri, rumput laut, abon ikan, Katsuoboshi (makanan awetan dari ikan cakalang, bentuknya serutan), dan makanan laut lain, lalu ditumbuk sampai agak haluscdan diberi bumbu berupa nori, biji wijen, atau sayur yang dikeringkan.</ref> di atas nasiku. Tiba-tiba jadi ada rasanya dan aku jadi suka nasi. Bumbu itu bagaikan sulap. Waktu kutunggu di pintu masuk, pintunya terbuka. Orang yang berdiri di sana melihat aku dengan rasa kagetβmungkin gara-gara aku jarang keluar kamarβtapi kemudian dia tersenyum. Itu wanita yang tinggal di kamar yang sama denganku. Dia harum dan aku jadi senang saat aku melihatnya. "Aku pulang, Kazuki. Aku mengunjungi Usui hari ini. Kamu tidak akan percaya otot-ototnya sudah luar biasa sekarang!" aku tidak tau apa βUsuiβ itu, tapi aku mengangguk-ngangguk beberapa kali. Tiba-tiba, wanita itu menyipitkan matanya. "...Aku mengerti sesuatu dari mata kamu. Kamu mengerti apa yang aku bilang tadi?" Aku mengangguk lagi. Dengan wajah yang memerah, wanita ini memanggil keluargaku. Tapi mereka tidak sedang di sini. Apa aku harus beritau dia? Aku mencoba namun gagal karena pikiranku tidak bisa diubah ke dalam kata-kata. Aku hanya bisa membuat suara-suara yang tidak berarti. Rasanya kepalaku bercampur aduk, seperti isinya dimasukkan ke dalam ''mixer''. Mengembalikannya ke tempat awal sangatlah sulit. Tapi aku mengingat kata-kata yang sangat penting. Maria. Itulah nama wanita ini. Keluargaku senang karena pikiran sadarku kembali. Maria juga senang. Tapi aku masih belum bisa bicara. Mereka makin sering bicara dengank. Sebelumnya, semua kecuali Maria merasa jengkel waktu bicara denganku, tapi belakangan mereka jadi sedikit lebih senang. Aku pun turut senang. Aku menghabiskan waktuku diam di kamar. Selama tidak ada yang memanggilku, aku tidak keluar kamar. Maria dan aku tinggal di kamar yang sama, tapi aku tidak ingat sejak kapan. Aku mengira tidak wajar untuk seseorang yang bukan dari keluargaku tinggal bersamaku, tapi keluargaku tidak berkomentar apapun, jadi kurasa ini baik-baik saja. Tapi setiap kali aku mendengar nafasnya di kasur yang ada di atas kasurku, jantungku mulai berdegup kencang dan aku rasa kami tidak seharusnya tidur di kamar yang sama. Maria dan keluargaku sering membawaku keluar ke rumah, terutama karena sekarang aku bisa berpikir lagi. Tapi aku benci keluar. Terlalu bercahaya. Terlalu berwarna. Informasi dari hal-hal itu memasuki mataku dan mengisi kepalaku. Cepat atau lambat, aku akan kewalahan dan kepalaku akan sakit. Setiap kali Maria memaksaku keluar dan aku mengerang dengan keras, dia membolehkan aku kembali ke kamar. Tapi setiap kali aku melakukannya, Maria kelhihatan sangan sedih. Dia seharusnya jangan membawaku keluar kalau itu membuat dia sedih. Ada satu hal yang selalu Maria katakan padaku setiap hari. "Aku akan menikahimu." Menikah. Aku mengerti maksud kata-kata itu. Orang yang saling mencintai melakukannya. Tapi aku tidak mengerti; kalau kami hidup bersama, kenapa harus menikah? "Tapi aku tidak akan memaksamu. Kita tidak akan menikah sampai kamu yang memintanya sendiri." Dia berkata begitu juga setiap hari. "Kita juga tidak akan menikah sampai kamu dapat keseharianmu lagi." Itu juga. Aku bosan. Aku tidak begitu mengerti apa yang dia katakan, tapi itu membuatku marah. Dia memerintah aku tanpa alasan, meminta aku melakukan sesuatu yang sangat sulit. Sewaktu aku menolaknya, tiba-tiba Maria terlihat sangat sedih. Lebih sedih dari sebelumnya. Untuk seharian, entah kenapa dadarku rasanya sakit. Sangat sakit sampai aku tidak bisa tidur dan tangisan meleleh dari mataku. Maria menyadari kalau aku menangis dan turun dari kasur atas lalu memelukku. "Ada apa?" aku menenang. Dia hangat. Aku ingin begini terus. Akhirnya, aku jadi tau aku merasa sangat sedih karena ekspresi sedihnya Maria tadi. Aku tidak mau melihat dia begitu. Waktu Maria sedih, aku juga sedih. Apa yang harus aku lakukan supaya dia tidak sedih? Mungkin aku harus mendengarkan setiap kata-katanya. Kalau aku mendengarnya, kami mungkin akan menikah seperti yang dia inginkan. Kalau kami menikah, Maria mungkin akan selalu tersenyum padaku. Waktu membayangkannya, tiba-tiba saja aku merasa bahagia. Kalau begitu, aku ingin menjauhi hal-hal yang menyakitkan. Aku mulai sering keluar. Karena Maria ingin aku keluar. Waktu Maria dan aku berjalan keluar bersama, banyak tetangga kami yang menghampiri. Aku rasa aku kenal mereka, tapi aku tidak ingat pernah bicara dengan mereka. Mereka bilang mereka merasa kuatir dan berharap yang baik-baik untukku, tapi kata-kata mereka tidak seperti apa yang Maria dan keluargaku katakan. Mereka tidak jujur. Dan mereka melihatku dengan mata yang menganggapku jijik. Aku yakin mereka akan melihatku dengan tatapan yang sama kalau aku berdansa sambil telanjang di depan mereka. Itu membuatku marah, dan seringkali saat aku tidak bisa menahan kemarahanku, Maria menatap mataku dan bilang, "Kita pulang saja, ya?" Aku tidak hanya takut oleh orang yang kukenal; orang asing pun menakuti aku. Kebanyakan hanya mengabaikan kami atau memalingkan mukanya, tapi ada juga yang memberikan tatapan yang aneh. Rasanya tidak enak setiap kali itu terjadi. Tidak seperti saat Maria dan keluargaku melihatku, aku tidak mengerti jalan pikiran mereka. Bisa saja mereka mencoba membunuhku atau Maria kapanpun. Setiapkali aku berpikir begitu, aku tidak bisa bergerak lagi. Lalu dengan lembut Maria berkata, "semua baik-baik saja." Orang-orang bukan satu-satunya yang menggangguku di luar. Aku juga takut benda besar yang ditembak dengan kecepatan tinggi karena aku pasti akan mati kalau aku kena. Kenapa tidak ada yang peduli? Setiap kali ada mobil atau motor yang lewat di dekatku, aku memegang erat-erat tangannya Maria. Biasanya dia balik mengeratkan pegangannya ke tanganku sambil tersenyum. Tapi kereta jauh lebih mengerikan daripada jalanan. Kereta adalah kotak besar yang diisi banyak orang. Sangat banyak sampai tubuh kami saling bersentuhan. Aku dihancurkan oleh informasi yang meluap-luap. Pikiranku tidak bisa menahannya. Aku tidak bisa memikirkan banyak orang di saat yang sama. ''Apa aku kenal sama orang itu tapi aku lupa? Apa smartphone itu semenarik itu? Mereka pasti memikirkan hal yang bermacam-macam seperti aku. Mereka pasti punya kehidupan sendiri.'' Setiap kali aku memikirkannya, kepalaku rasanya mau meledak. "Jangan hiraukan orang lain," mungkin Maria bilang begitu, tapi itu mustahil. Aku selalu berusaha menahan keinginan ntuk berteriak, tapi aku punya batas. Setiapkali aku hampir tidak kuat lagi, Maria menurunkan aku di stasiun selanjutnya dan mengelus-elus punggungku sampai aku tenang lagi. Maria selalu tau apa yang aku mau meskipun aku tidak bisa bicara. Dia luar biasa. Aku mulai mengira dia sebenarnya bisa membaca pikiranku Hari demi hari berlangsung dengan kami belajar keluar rumah. Maria bilang kalau itu memberikan dorongan buatku. Itu memang benar karena aku jadi makin bisa mengendalikan diriku, pikiranku telah lebih tertata pula. Ingatanku juga jadi menyambung dan makin sering kembali. Tetapi, jalan-jalan biasa di setiap harinya bukanlah satu-satunya tujuan Maria. Dia mencoba membawaku ke suatu tempat, tapi kami selalu kembali karena batas yang kumiliki. Akhirnya, Maria berkata: "Kita sampai!" Rumah sakit. Aku juga sering pergi ke rumah sakit, tapi yang ini lebih besar dari yang sebelumnya. Maria mengeluarkan ''smartphone'' miliknya dan menelepon seseorang. Tak lama, seorang wanita dengan rambut panjang muncul. "Kazu-kun!" kata dia sambil senyum padaku. Kelihatannya, kami saling kenal... Hm? Aku rasa aku sangat kenal dia. Dia kelihatan lebih kurus dari yang aku ingat, tapi lipatan kelopak mata yang ganda itu sudah menjelaskannya. Ini Kirino Kokone. Di saat aku mengingat namanya, rasa sakit yagn tajam menusukku. Aku pasti sudah melakukan hal buruk padanya. "Kelihatannya ia mengingatmu. Ia merasa bersalah," kata Maria. "Masa? Aku kagum kamu bisa paham padahal ekspresinya enggak berubah sama sekali." "Aku bisa banyak mengerti apa yang ia pikirkan," kata Maria sambil dia tepuk punggungku. "Jangan takut, Kazuki. Aku sudah melihat dia di rumah karena dia sudah pernah menengok kamu. Omong-omong, belakangan kamu belum ke rumah kita lagi, ya, Kirino?" Benar jugaβorang yang mirip dengan Kokone datang menjenguk aku sewaktu aku masih belum begitu sadar. Mungkin aku juga sudah melihat wajahnya satu atau dua kali setelah mendapat kesadaran. Oke, sepertinya ingatanku masih belum kembali normal. Kokone sedikit menekukkan lututnya dan melihatku. "Hei. Jangan merasa bersalah, Kazu-kun. Aku sebenarnya justru berterima kasih." Berterimakasih? Meskipun aku sudah melakukan hal yang buruk padanya? Aku bingung. Kokone memegang pergelanganku dan mulai berjlana. Untuk beberapa kali dia melihat aku, tapi selalu saja ada senyuman yang cerah dari wajahnya. βDia senang karena kamu berhasil kemari. Dia menyemangatimu, Kazuki. Terlebihβ" Maria meneruskan kata-katanya sambil dia mengangkat kepalanya, melihat sebuah ruangan di rumah sakitnya. "Ada seseorang yang hanya bisa kamu temui di sini." Lalu Kokone bilang: "Kazuki-kun, temui Daiya!" Aku tidak kenal siapa orang yang tengah duduk di kasur, tapi Kokone menyebutnya "Oomine Daiya." Aku ingat orang dengan nama ini yang pintar, berambut perak dan ditindik. Tapi orang ini beda. Rambutnya hitam dan tidak ditindik. Perbedaannya sangatlah jauh. Sesaat, aku ragu kalau ia memanglah "orang". Aku tidak tau ada "orang" yang sangat diam. Meskipun ia tenang setenang tanaman, kekuatan yang ada dalam dirinya lebih kuat dari siapapun yang aku tau. Aku tidak pernah ingat pernah menjadi teman dari seseorang yang seperti ini. Dengan pelan ia menggerakkan kepalanya. "..." Suaranya sangat lemah hingga tidak kedengaran apapun. Aku masih ketakutan sama orang asing ini. Maria memberikan dorongan lembut ke punggungnku dan telah mendekatkan telingaku pada mulutnya. "...Lama tidak bertemu, Kazu," katanya dengan suara sayup seperti kakek-kakek. Aku merasakan emosi yang campur-aduk, tapi aku masih belum bisa menerima "Oomine Daiya" dengan orang ini dalam pikiranku. "Maaf, tapi ia tidak mengingatmu, Oomine." "Oh. Hubungan kita rumit, ya? Jujur, aku cukup terkejut akan apa yang terjadi padanya, meski telah kamu peringatkan. Rasanya seperti ia telah dilahirkan kembali sebagai orang yang berbeda." "Perbandingan yang kamu buat itu tidak akurat," balas Maria. "Kazuki akan kembali. Ia akan mendapat lagi kesehariannya." "Ah, ya... Kau benar..." Ekspresi orang asing ini hanya berubah sedikit. Mungkin ia masih kesulitan menggerakkan ototnya. "Kalau begitu, aku tidak akan kalah darinya. Aku yakin akan jalan ke depan aula dengan kakiku sendiri di upacara pernikahan kalian. Sambil mengatakannya, ia mengulurkan tangannya yang kurus, gemetaran, dan sedang tak sehat. Aku juga langsung mengu;urkan tanganku. Tiba-tiba, bekas luka di tangan kananku menarik perhatianku. "βAh." Sontak aku dibanjiri oleh emosi. Sebuah gambar menerobos masuk kepalaku; aku melihat diriku melihat Daiya di bawah, terus menerus menginjaknya hingga ia tidak bisa bangun lagi. Aku tidak perlu begitu ingat apa yang telah aku lakukan. β<u>Akulah yang sudah membuatnya jadi begitu</u>. "Ah β¦ AAAAAAAAAAHβ¦!" aku mulai mengerang dengan keras. Aku tidak bisa berhenti meskipun aku tau tidak ada gunanya aku melakukan ini. Selagi aku terus menangis, aku berlutut dan menggesek-gesekkan kepalaku ke lantainya. "...Otonashi. Apa ini sering terjadi?" tanya ia saat ia meliahtku dengan bingung. "Tidak... ini kali pertama ia begini." Aku tidak dapat dimaafkan. Aku merusak hidup orang ini demi keinginan egoisku. Bukan, bukan hanya hidupnya. Aku mengorbankan banyak orang. Sebagai bukti, aku ingat telah membantai orang dengan jumlah yang tak terhitung. Aku ingat telah menjadi sendirian sebagai batunya. Aku melakukan semua itu demi bisa bersama dengan seseorang yang aku cintai. Aah... aku adalah pendosa yang terburuk di bumi ini. "Kelihatannya ia begini karena ia merasa bersalah." "Begitu, ya..." gumam si orang asing dan kemudian ia bertumpuan pada pegangan tangan dari kasurnya. Ia menggertakkan giginya saat ia memusatkan tekanan pada tangannya. "Kau punya prinsip yang tak tergoyahkan. Prinsip egoisme, jadi aku bisa mengerti kalau kau menyalahkan dirimu sendiri karena terlalu mengikutinya. Tapi jika dilihat kembali, prinsipmu memberikan keuntungan bagi kami juga. Aku ragu ini hanya kebetulan. Sebenarnya, prinsipmu adalah sifat yang positif." Sembari diiringi kata-katanya, ia berdiri. Meskipun goyah, ia berdiri dengan kedua kakinya. "D-Daiya... berdiri...?" ucap Kokone dengan mata berkaca-kaca. "Seperti yang kau lihat, aku bisa berdiri. Aku bisa berdiri lagi dan lagi. Ini berkatmu, Kazu. Aku sudah memaafkanmu sejak lama." "Aku juga," timbal Kokone seraya menghapus air matanya. Memaafkan? Mereka sudah memaafkan aku? Apa aku boleh begitu saja mempercayai mereka? Apa boleh mereka memberiku hati? Saatku angkat kepalaku, ia mengulurkan tangannya lagi. Tangannya masih sekurus sebelumnya, pun masih gemetaran, tapi aku bisa melihat kekuatan dari tekadnya terpancar dari matanya. Dengan ragu aku menerima salamnya dengan tangaku. Ini tangan dari Oomine Daiya yang aku tau. Akhirnya, aku bisa menghubungkan orang ini dengan Oomine Daiya. Aahβ Ia Daiya. Daiya sudah memaafkan aku. Setelah hari itu, pikiranku sudah menjadi makin tertataβhampir semua kabut yang berkumpul dalam pikiranku telah terangkat. Aku juga mulai mengerti cara menyaring informasi dari luar dan juga sudah terbiasa dengan banyaknya warna dari dunia luar. Aku juga bisa keluar dari rumah sendiri asal aku telah mengumpulkan keberanian. Aku juga telah bertemu dengan banyak orang. Misalnya, aku menemui Mogi Kasumi di tempat yang besar, yang disebut dengan pusat rehabilitasi, di mana terdapat banyak orang dengan kursi roda. Dia senang menceritakan hidupnya yang sekarang, meskipun satu-satunya hal yang kuingat darinya adalah kalau dia pernah menjadi teman sekelasku. Tetapi, waktu aku gugup karena senyuman imutnya, Maria memukul kepalaku meskipun dia biasanya lembut padaku. Kami juga pergi ke universitas yang tersohor untuk menemui Usui Haruaki. Ia kelihatan lebih berpendirian ketimbang dulu, yang membuatku agak kebingungan. Aku menemui Yanagi Yuuri di kafe dekat Universitas Tokyo. Dia kelihatan lebih memancarkan feromon<ref>Sejenis zat kimia yang berfungsi merangsang dan memiliki daya pikat seksual pada jantan maupun betina. (Source: Wikipedia). In case ada yang salah paham, yang dimaksud Kazuki bukan zat kimianya, tapi daya pikatnya.</ref> ketimbang sebelumnya dan juga menggandeng beberapa lelaki yang tidak kukenal. Yuuri-san memaksa mengambil setiap foto dari Maria, katanya dia adalah subjek yang sangat hebat untuk dijadikan foto, ini membuat Maria merasa sangat malu. Di taman dekat rumahku, aku bertemu dengan Yanagi Nana dan Kijima Touji. Yanagi-san senang dengan perkembanganku lalu mencium pipiku. Maria memukul kepalaku lagi padahal aku tidak melakukan apapun yang buruk. Aku diterima dengan hangat oleh mereka. Kenapa? Bukankah aku sudah melakukan hal buruk pada mereka? Bagaimana mereka bisa begitu baik padaku? Pada seseorang yang padahal sama sekali tak bisa bicara Tapi ada sesuatu yang aku sadari setelah bertemu dengan mereka: mereka adalah orang yang penting kalau aku kembali normal. Mereka adalah kunci dari ingatanku yang berpecahan. Dengan bicara pada mereka, perlahan aku bisa menyatukan pecahan itu lagi dan mengingat keseharianku yang seperti biasanya. Setiap kali ingatanku dikuatkan lagi, aku mendapat bagian dari diriku yang dulu. Tetapi, meski aku tidak begitu kebingungan sekarang ini, aku masih belum bisa bicara. Pasti masih ada sesuatu yang menyebabkan aku tidak bisa bicara. Aku mungkin hanya takut. Aku takut aktif ikut berkomunikasi dengan orang lain. Pernah aku memencilkan diriku sendiri karena aku pikir hanya itu yang bisa aku lakukan. Aku masih tidak bisa menghilangkan ide kalau aku pantas mendapat kesendirian. Daiya mungkin sudah memaafkan aku, tapi dosaku sangatlah berat. Aku hanya bisa berpikir kalau aku harus mengunci diriku ke kandang kecilku sendiri. Ah, tapi hal yang tidak bisa aku tahan adalah terpisah dari Maria. Aku yakin dia pun merasakan hal yang sama denganku. Upacara perpisahan Maria berlangsung hari ini. Aku menyiapkan makanan untuknya. Aku telah membuat beberapa ''Karage''<ref>Ayam goreng, biasanya ''fillet''/tak bertulang, dan dibaluti tepung roti seperti ''Nugget''.</ref> yang merupakan favoritnya, dan juga salad alpukat. Tentunya, aku juga sudah membeli tart stroberi karena dia tidak pernah mau berhenti memakannya. Tadinya aku takut saat melihat pisau dan api, tapi saat setelah mendapat kesadaran, rasa takut itu pun menghilang. Indera perasaku masih hanya merasakan hal-hal yang manis, tapi karena anggota keluargaku yang lain tidak begitu suka kalau semuanya manis, aku mulai memberikan bumbu pada makananku. Belakangan aku pun dapat respon yang baik. Awalnya Maria berniat untuk mencari pekerjaan setelah lulus SMA, tapi orangtuaku menyuruhnya untuk kuliah, jadi dia mengubah pikirannya. Maria tidak biasanya mengubah pilihannya setelah dia memutuskan sesuatu, jadi dia mungkin ragu soal pilihan pertamanya, atau mungkin karena tidak mau menolak pendapat dari orang yang telah menyediakan segalanya untuknya. Atua keduanya? Akhirnya, dia lulus dari ujian masuk dan akan memasuki fakultas yang digeluti Iroha-san mulai musim semi tahun ini. Aku sudah tenang sedikit. Mungkin, hidupku akan berlangsung dengan begini. Tetapiβ Hal itu terjadi saat aku memasukkan paha ayamnya ke dalam minyak. "βAh." Tiba-tiba, dunia ini ditutupi oleh kabut. Aku kehilangan hubunganku dari dunia ini dan aku merasa diasingkan. Semuanya jadi tidak relevan. Tidak ada yang berarti lagi. Tidak ada lagi yang penting. Semua ingatanku berpencar ke segala arah dan pikiranku kehilangan fokusnya. Aku menghilang, menghilang, menghilang menghilangβ ββ (''Ah, aku sudah kembali ke kesadaran yang ini.'') Tak ada warna, tak ada kata-kata, tak ada latar. Ini dunia yang lebih tidak jelas daripada mimpi. Aku merasa aku tengah dirantai dan tenggelam ke dalam rawa yang tak berdasar. Aku tidak bisa bernafas. Aah... tidak seharusnya aku lepas dari rawa ini; aku seharusnya tenggelam di dalam sini. Aku berusaha kembali ke permukaan, tapi tubuhku tidak bisa bergerak lagi. Aku tidak tau lagi yang mana yang atas atau bawah. Aku hanya terus tenggelam ke dalam kekosongan di mana kata-kata "menderita" pun tidak ada. Tapi dulu, ''dia'' tidak pernah menyerah dan terus bicara padaku. Dia masih mau terus memanggil namaku. "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", dengan setiap ekspresi di wajahnya."Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", dengan setiap suaranya. "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", "Kazuki", namun juga selalu dengan cinta dan harapan. Itu kenapa aku bisa kembali. "Kazuki!" Tiba-tiba, kabutnya menghilang dan aku kembali ke dapur. Maria dengan wajah yang kuatir berdiri di sebelahku. Dia telah melempar buket bunga merak mudanya ke meja dan masih memegang wadah tabung yang berisi ijazahnya. Saatku sadar kembali, aku dengan cepat mematikan kompor tempat aku menaruh wajannya "K-Kamu tidak kenapa-napa, Kazuki?" Aku menatap matanya dan menangguk, "Aku baik." Kelihatannya masih ada "kekosongan" yang bersarang dalam diriku. Aku bisa saja diserang kapanpun saat waktu yang hampir tak ada ujungnya berwujud dan mencoba menghancurkan aku dengan beratnyaβberat yang tidak mungkin bisa aku pikul. Kegilaan yang disebut "kekosongan" ini selalu bersembunyi supaya membawaku ke dalam kekosongan lagi. Tapi aku tidak takut. Aku tau kalau hal itu terjadi, Maria akan memanggilku kembali. Maria, satu-satunya keinginanku adalah dengan bisa bersamamu selamanya. Bagiamana bisa aku mengungkap perasaan ini padamu? Ah, tapi aku rasa aku tau bagaimana cara mengungkapkannya dengan sepatah kata: aku hanya perlu melakukan hal yang sama seperti kamu yang memanggilku. Aku membuka mulutku untuk mengatakan hal yang sangat kucintai. " " Sudah sangat lama tidak kukatakan sampai aku ragu sudah mengatakannya dengan benar atau tidak, tapi aku yakin dia mengerti. Karena Maria menangis dengan sangat bahagia.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube Γ Cursed Γ Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information