Editing
Oregairu (Indonesia):Jilid 6 Bab 2
(section)
Jump to navigation
Jump to search
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
===2-4=== Kelas selepas sekolah kacau balau. Kami akan memutuskan semua tanggung jawab untuk Festival Budaya. Ini seharusnya dilakukan pada kelas sebelumnya, tapi kelihatannya perlu waktu yang lama cuma untuk berusaha memilih perwakilan laki-laki untuk komite panitia. Akhirnya, keputusan tiran Hiratsuka-sensei menyebabkan tugas itu dipaksakan padaku. Ini apa yang mereka sebut penyalah-gunaan kekuasaan… Argh! Kalau saja aku punya lebih banyak kuasa! Maka aku akan bisa mendesaknya pada orang lain! Rangkaian penyalah-gunaan kekuasaan ini… seperti yang bisa kamu duga dari struktur masyarakat vertikal di Jepang ini. Persis pada saat ini, hari inilah aku benar-benar merasakan kejepangan dalam diriku. Baiklah, itu yang sedang kurasakan, tapi kami masih perlu memilih perwakilan perempuan untuk komite panitia. Pada meja guru berdiri ketua kelas yang sedang memimpin. Aku tidak tahu namanya. Toh semua orang biasanya memanggil mereka ketua kelas. Ada juga tuntutan untuk ketua kelas perempuan, tapi sayangnya, dia laki-laki, jadi ketua kelas saja sudah cukup. “Erm, oke, kalau ada perempuan yang ingin menjadi anggota komite, angkat tanganmu.” kata ketua kelas itu. Tidak ada orang yang merespon dan dia menghela pasrah untuk sejenak. “Kalau kita tidak bisa memutuskannya, kita bisa putuskan dengan gunting-batu-kertas…” “Haa?” Ketua kelas itu disela oleh Miura. Dia mulai tergagap, menyeru ”mmmg” karena takut. Hanya dengan “haa-nya yang mematikan, dia mampu membungkam semua orang di sekelilingnya. Dari kuil mana dia dibesarkan? Dibesarkan di kuil sungguh menabjubkan. Aku hanya bisa terpikir begitu lagi<ref> Meme Jepang. Itu mengenai seorang bhiksu bernama T-san yang mendadak muncul dan menyelamatkan orang dari hal-hal mistis dengan berteriak “haa!” Setelah dia pergi, orang-orang selalu berkata “dibesarkan di kuil sungguh menabjubkan.”. </ref>. Setelah itu, beberapa perbincangan kemudian diikuti keheningan terus berulang. Mereka akan berbicara di kelas, dan ketika ketua kelas mengungkit masalah itu, “begitu bagaimana?”, keheningan akan muncul kembali. Pemandangan ini terus-menerus berputar. “…Apa itu, um, kerjanya sulit?” tanya Yuigahama, kelihatannya tidak sanggup melihat situasi ini lebih lama lagi. Ketua kelas itu menunjukkan ekspresi lega yang kentara. “Kurasa kalau kamu melakukannya dengan normal, tidak akan begitu sulit… Walau itu mungkin jadinya agak sulit bagi perempuan itu.” Si kacamata sialan itu, dia benar-benar melihat ke arahku ketika dia mengatakan itu. Si kacamata sialan itu, dia benar-benar secara tidak langsung mengatakan aku itu tidak berguna. Tapi karena dia terlihat begitu malu untuk mengatakannya, aku jadinya merasa bersalah sebelum merasa marah. Itu salahku, kacamata. Oke, oke, silahkan pakai kacamatanya<ref> Idolmaster – kalimat Haruna Kamijou, pecinta kacamata. </ref>. “Uh huuuh…” kata Yuigahama, melihat ke arahku dengan sedikit gelisah. Ketua kelas itu melancarkan serangannya, menafsirkan bahwa dia sedang bimbang, seakan cuma ini kesempatan satu-satunya. “Jujur saja, kalau kamu mau melakukannya, Yuigahama-san, akan bagus sekali. Aku rasa kamu sangat sesuai, karena kamu populer, jadi aku yakin kamu akan bisa membuat semua orang bekerja sama dengan segera.” “Tidak mungkin, aku tidak begitu…” sahut Yuigahama, menggelengkan kepalanya dengan malu-malu, dan suatu suara mirip suhu yang membekukan es, dapat terdengar. “Oooh, Yui-chan, kamu akan melakukannya, huuuh?” “Eh?” Yuigahama berpaling dan di hadapannya terdapat seorang siswi. Mari kulihat. Kurasa dia itu Sagami? Sagami berkumpul dalam kelompok empat orang, duduk sedikit jauh dari Yuigahama dan yang lain. Di seberang sisi jendela, paling belakang di ruang kelas, dimana kelompok Miura berada di sisi lorong, sedikit lebih jauh lagi ke dalam ruang kelas, adalah tempat kelompok Sagami berada. “Hei, itu terdengar saaangat bagus sekali! Dua orang yang dekat di suatu acara terdengar keren sekaliiiiiiiiiiiiiii~,” kata Sagami, dan teman di dekatnya terkekeh dengan sinis. Dengan senyuman samar, Yuigahama menjawab. “Yah, sungguh bukan begitu.” Sagami mengarahkan tatapan penuh makna ke arahku. Seringaian itu menjijikan dan memuakkan. Kekehan dari gadis-gadis yang duduk di dekatnya yang berbaur itu, lebih memuakkan lagi, semuanya tidak mengenakkan. Tepatnya apa yang di balik cemooh itu? Tidak mungkin aku tidak tahu. Semuanya sama dengan yang di balik tawa saat itu, pada hari pertunjukkan kembang api. Pada Yuigahama, yang selalu termasuk dalam kasta teratas, dan padaku, yang selalu berada di luarnya, cemoohan itu terisi penuh dengan kritikan dan hinaan. Tawa yang menyerupai riak bergema dalam pada telingaku. “Hei, toh,” kata suatu suara, yang nadanya terdengar sombong, dan membelah keributan tersebut. Itu seperti suara serangga yang mendadak berhenti ketika melangkah dengan nekad ke dalam semak-semak. “Yui dan aku akan pergi menarik pelanggan, jadi tidak mungkin dia bisa melakukannya.” Miura Yumiko menyatakannya dengan tegas dan berani. Seakan tertekan dengan intensitasnya, Sagami dan yang lain gelagapan, dan kemudian terdiam. Senyuman Sagami terus mempertahankan bentuknya. “Oh okeee, menarik pelanggan juga penting, yep.” “Y-Ya, ya, menarik pelanggan juga penting, er, sejak kapan kita putuskan aku akan melakukan itu!?” jawab Yuigahama, membenarkan, tapi akhirnya kaget. Walau, aku cukup yakin sejauh ini baru perwakilan laki-laki untuk komite panitia yang dipilih… Reaksi Yuigahama membuat Miura gelisah dengan cara khususnya sendiri. “Eh…? Ka-kamu tidak akan melakukannya denganku? A-apa aku salah? Apa aku terlalu gegabah tadi…?” “Jangan khawatir, Yumiko. Kamu tidak terlalu keliru. Reaksimu itu juga yang membuatmu Yumiko!” sahut Ebina-san, menjulurkan lidahnya, dan mengedip, diikuti dengan acungan jempol. Ya, memang, itu benar-benar sesuatu yang dapat kamu lihat dari Miura. “Wha, Ebina, berhenti memujiku! Kamu akan membuatku merasa malu!” Miura, Aku tahu kamu sudah merah padam dan memukuli Ebina-san, tapi aku rasa itu bukan suatu pujian, maaf. Di samping, bahu Yuigahama menjadi lemas. “Ku-kurasa aku tidak ada pilihan, huh…” Kamu akhirnya sadar? Tapi kamu seharusnya lega. Maksudku, aku bahkan tidak ada hak untuk memilih. Malah, bukan hanya Hiratsuka-sensei memutuskannya dengan sewenang-wenang, tapi semua orang juga jelas merasa sangsi soal itu. Aku benar-benar anak terbuang. Melihat tidak ada kemajuan sama sekali, ketua kelas menghela singkat. Aku dapat merasakan kesengsaraan yang berasal dari si perantara. “Dengan kata lain, bagaimana kalau begini?” Hayama, yang dari tadi melihat tanpa bersuara, mulai berbicara tanpa repot-repot mengangkat tangannya. Perhatian semua orang dengan sendirinya tertarik padanya. Bahkan ketua kelas sedang melihatnya dengan mata yang berbinar dengan penuh harapan. “Kita cuma perlu meminta seseorang yang bisa menunjukkan kepemimpinan, kan?” Kata-kata Hayama sangat masuk akal dan tepat. Benar, tidak ada salahnya untuk memiliki pengalaman memimpin melihat kamu akan ditugaskan dengan berbagai kewajiban. Cuma ada satu masalah, dia terdengar seakan aku sama sekali tidak mampu memimpin. Oke, ya, aku cuma bisa jual koyok<ref> (Aku tak mengerti referensi ini, jadi kuganti sedikit kalimatnya haha.) [http://p.twpl.jp/show/large/nJmMx Kompres dingin]. </ref>. Namun, kalau begitu, ini akan menjadi diskusi bahwa tugas-tugas seperti ini sebaiknya diserahkan pada mereka di kasta atas. Tapi karena kursi perwakilan laki-laki sudah diduduki aku, semua gadis segera menyatakan keengganan mereka untuk mengambil posisi tersebut. Kalau kami memikirkannya dari sudut pandang secara umum, kalau orang-orang di kasta atas tidak mengemban tugas tersebut, maka tugas tersebut akan jatuh di tangan satu kasta di bawahnya. Maksud tersirat dari kata-kata Hayama dianggap persis seperti itu oleh Tobe. “Terdengar seperti Sagami-san, ya?” “Ya, itu mungkin bisa. Sagami-san juga terlihat bisa melakukannya dengan baik.” Hayama terlihat diyakinkan meski dia yang menarik kesimpulan tersebut. Tobe, dengan cara khususnya sendiri, terlihat bangga, berseru “Iya, kan?” Agak sedikit menyedihkan betapa kerasnya usaha dia untuk terlihat manis. Di sisi lain, Sagami, yang mendadak disebut, mengayunkan tangannya di depan wajahnya. “Apaa? Akuu? Aku tidak tahu apa aku bisa. Itu, yah, mustahil sekaliiiiiii bagiku!”Dia mungkin sedang menolaknya, tapi tidak ada ketulusan di baliknya. Hei, hei, sebagai seorang pakar dunia soal tolak-menolak, kamu tidak bisa mengelabuiku, tahu? Ketika seorang gadis benar-benar menolak sesuatu, dia akan berkata, “Um, bisa kamu tolong hentikan itu?”, dengan ekspresi yang hampir datar dan mata yang teramat dingin. Itu begitu menakutkan sampai kamu merasa seakan jantungmu akan berhenti dan kamu merasa ingin mati. Menangkap standar Harmonie préétablie ini<ref> [https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Harmonie_pr%C3%A9%C3%A9tablie Harmoni yang telah ditetapkan sebelumnya]. Sebuah apel jatuh ke kepala Dewi Perssik, dan kelihatannya apel itu menyebabkan rasa sakit di dalam pikirannya. Sebenarnya, bukan apel tersebut yang menyebabkan rasa sakit tersebut—rasa sakit itu disebabkan oleh keadaan yang telah ada di pikiran Dewi sebelumnya. Jika Dewi kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya karena marah, bukan pikirannya yang menyebabkan hal ini, tetapi keadaan yang telah ada di kepala Dewi sebelumnya. </ref>, Hayama menepukkan kedua tangannya, dengan tampang bersalah untuk berjaga-jaga. “Sagami-san, bolehkah aku minta kamu melakukannya?” “…Yah kalau tidak ada orang yang ingin melakukannya, kurasa aku akan melakukannya. Taaaaapi, aku, huh?” Wajah Sagami berubah merah dengan senang, sengaja menggugamkan kata-katanya. Jigoku no Entahsiapa-sawa yang mana kamu itu<ref> Jigoku no Misawa, mangaka. </ref>? Kedudukannya mungkin tidak buruk karena dia diminta oleh Hayama itu, malah, “Aku diandalkan oleh Hayama itu!” “Oke, kuraaaaaaaasa aku akan melakukannya.” jawab Sagami, terlihat enggan. Ketua kelas menghela lega pada kacamatanya dan berkata dengan lelah, “Oke, kita sudahi dulu di sini untuk hari ini…” Semua orang kemudian berdiri dan meninggalkan kelas. × × × Dan jadi, komite panitia akan dimulai paling awal hari ini. Waktunya sekarang jam 3:45 sore. Aku mengulas kembali jadwalnya dalam benakku. Di dalam sekolah, tidak hanya kamu diharapkan untuk mematuhi prinsip isolasi, tapi juga diharapkan untuk memiliki kemampuan mengurus dirimu sendiri. Bergerak dari satu kelas ke kelas lain, liburan, dan rencana selepas sekolah, sebagian besarnya, adalah semua hal yang kamu perlukan untuk bisa memahami dengan baik. Ini karena tidak ada orang yang akan memberitahumu hal-hal semacam ini. Aku terutama super hebat dalam mencari tahu hal-hal yang berkaitan dengan liburan. Waktunya semakin dekat. Aku mulai berjalan ke ruang konferensi dimana rencananya rapat panitia akan digelar. Orang yang menuju ke ruang konferensi itu sedikit demi sedikit dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam arus manusia ini, ada juga pasangan laki-laki dan pasangan perempuan yang berbincang-bincang sambil berjalan ke sana. Astaga, apa anak-anak yang kalah dalam kehidupan ini tidak bisa pergi ke manapun kecuali ada seseorang yang menemani mereka? Ruang konferensi itu disediakan sebagai tempat rapat panitia Festival Budaya. Ukurannya sekitar ukuran dua ruang kelas biasa dan tempat duduk serta meja yang menyolok disiapkan di dalam sana. Kelihatannya tempat itu biasanya dipakai oleh staf sekolah untuk rapat. Ketika aku memasuki ruang konferensi itu, kira-kira sudah berkumpul setengahnya. Dia pastilah datang kemari sebelumku, karena Sagami juga ada di sana. Berkelompok dengan dua gadis lain, yang selama ini sudah berteman dengannya, atau sudah akrab dalam waktu yang singkat ini, Sagami sedang asyik berbincang. “Wow, Aku senang seeekali kamu juga jadi anggotanya, Yukko. Aku agak dipaksa untuk ikut, jadi aku ketakutan.” Setelah Sagami memulai percakapannya, mereka berdua meneruskannya. “Aku di sini karena aku kalah gunting-batu-kertas.” “Aku juuuuuga! Oh, Sagami-san, boleh aku panggil kamu Manami-chan?” “Boleh, boleh. Sebaiknya aku panggil kamu apa?” “Panggil saja Haruka.” “Oh, Haruka? Kamu ikut klub basket dengan Yukko, kan?” “Yep, yep.” “Oooh, kedengarannya bagus sekali. Mungkin aku sebaiknya ikut klub juga. Aku benar-benar tidak beruntung di kelas, kalian tahu.” “Ah, kelas F itu kelas dengan Miura-san kan?” “Uh huh.” Ekspresi muram Sagami benar-benar menakutkan, tapi dua gadis itu yang mengungkit nama Miura hanya dari kalimat “tidak beruntung di kelas” jauh lebih menakutkan. Gosip gadis itu sendiri tidak memiliki niat buruk yang perlu dikuatirkan, tapi ketika mereka berkumpul menjadi sesuatu yang lebih besar, mereka akan menjadi racun yang mematikan; itulah yang membuat mereka begitu mengerikan. Persis seperti racun yang dikumpulkan sedikit demi sedikit dari makhluk hidup lain dalam ikan buntal diubah menjadi tetrodotoxin, ini sangat mirip. “Tapi hei, Hayama-kun ada di sana, jadi tidak begitu buruk.” “Kurang lebih. Sebenarnya Hayama-kun juga yang merekomendasikanku untuk ikut komite. Saat itu aku tidak tahu apa yang akan kulakukan.” Lagi Siapa-sawa mana kamu itu? Sagamisawa-san? Aku menajamkan telingaku dan aku dapat mendengar percakapan yang berasal dari orang lain selain Sagami dan kawan-kawan. Dengan jumlah orang semakin bertambah, riak-riak percakapan tersebut berubah menjadi keributan. Jumlah orang di ruangan tersebut bertambah satu demi satu saat mendekati dimulainya rapat. Setiap kali pintunya digeser, semu orang akan mengarahkan perhatian mereka padanya, tapi segera berpaling ketika menyadari bahwa mereka bukan temannya. Tatapan itu sangat tidak mengenakkan… Cara mereka berpaling dengan acuh tak acuh itu seakan mereka sedang menyatakan, “Aku tidak sedang menunggu seseorang sepertimu, aku tidak tertarik denganmu.” Tapi ketika orang selanjutnya masuk, keadaannya jauh berbeda dari itu. Persis setelah pintu tersebut dibuka, percakapan yang ribut itu segera berhenti. Berjalan melalui keheningan yang mendadak muncul, langkah kakinya diredam, adalah seorang gadis, Yukinoshita Yukino. Sikap angkuh biasanya tidak dapat terlihat. Setiap nafas telah terhenti, seperti orang yang menatap lelehan salju yang terus meleleh. Ketika Yukinoshita menyadari keberadaanku, dia berhenti hanya untuk sejenak. Tapi dia segera memalingkan pandangannya, dan melangkah beberapa kali, dan bahkan melangkah beberapa kali lagi seakan mempertimbangkan kembali keputusannya dan duduk di kursi terdekat dengannya. Waktu baginya untuk sampai ke tempat duduknya hanya sebentar, tapi waktu di dalam ruang konferensi itu pasti telah terbeku sampai saat itu. Walaupun aku seharusnya sudah terbiasa melihat dia, mataku masih terpana olehnya hanya untuk saat tersebut. Apa karena ini yang pertama kalinya aku melihatnya di luar tempat kami biasanya bertemu? Atau apa ada sesuatu yang mengejutkan mengenai partisipasinya ke dalam komite panitia Festival Budaya ini? Waktu sudah berjalan. Walaupun ada tanda-tanda keseganan, percakapan yang canggung dimulai lagi seperti ombak laut. Hanya sedikit lebih lama lagi dan jarum jam akan berputar ke saat dimulainya rapat. Pintu ruangan konferensi itu sekali lagi terbuka, serentak dengan suara langkah kaki dn percakapan. Mereka adalah sekelompok siswa-siswi dengan ikatan solidaritas yang sedang memegangi kertas print-out. Yang masuk setelah mereka adalah Atsugi, guru pendjas, dan Hiratsuka-sensei. Kenapa Hiratsuka-sensei… Pikirku, mendapati ini janggal, dan melihat padanya. Ketika mata kami bertemu, dia tersenyum padaku. Senyumannya itu membuat dia terlihat lebih muda dari usia sebenarnya dan manis. Dengan kata lain, ada niat buruk di baliknya. Aku benar-benar telah terperdaya, kan…? Setelah beberapa siswa berkumpul di depan ruangan konferensi, mereka memandang ke arah wajah seorang siswi. Dan kemudian, siswi yang terlihat-menenangkan itu membalas dengan anggukan. Dengan itu sebagai isyaratnya, dua siswa, kelihatannya siswa kelas sepuluh, mulai membagikan kertas pada semua orang. Memastikan bahwa mereka berdua sudah mengelilingi ruangan tersebut, siswi itu berdiri dengan lemah lembut. “Oke, mari kita mulai rapat komite panitia Festival Budaya ini.” Panjang rambut sedangnya jatuh sampai bahunya, poni depannya dijepit dengan pin rambut, dan dahi apik nan indahnya bersinar dengan cemerlang. Seragamnya dipakai sesuai dengan peraturan sekolah, tapi ikat rambut bewarna-warni yang diikat di sekeliling kerah dan pergelangannya memberinya suatu kesan menggemaskan. Siswi tersebut dengan manis melihat semua orang dengan mata sipit dan senyumannya, dan memberi kami sebuah, entah kenapa, perintah yang menenangkan. Semua orang kemudian duduk dengan tegak. “Um, Aku ketua OSIS, Shiromeguri Meguri. Aku akan senang sekali kalau kita bisa menggelar Festival Budaya lagi tahun ini tanpa masalah dengan saling bekerja sama… U-Um… Ja-jadi mari kita bekerja semampu kita, semuanya! Ya!” Meguri-senpai menutupnya dengan seruan sederhana yang membuatmu berpikir dia sedang berseru untuk “tangkap m’reka semua!” Setelah dia selesai, anggota OSIS lain dengan perlahan memberikan tepuk tangan. Terpancing olehnya, peserta konferensi yang lain juga ikut bertepuk tangan. Meguri-senpai mengangguk pada pemandangan itu. “Terima kasih~ Jadi, ayo kita mulai memilih ketua komite panitia.” Anggota yang hadir di sini mulai ribut. Yah, memang. Aku sendiri benar-benar beranggapan bahwa ketua OSIS akan memangku posisi ketua itu. Meguri-senpai tersenyum tegang. “Aku yakin ada banyak yang sudah tahu ini, tapi setiap tahun, biasanya siswa kelas sebelas yang dipilih sebagai ketua komite panitia. Dan yah, aku sudah kelas dua belas.” Haa, begitu ya. Yah, siswa kelas dua belas tidak mungkin bisa melakukan hal-hal ini pada awal musim gugur. Toh, mereka akan segera ikut ujian. “Oke, apa ada orang yang ingin mencoba melakukannya?” tanya Meguri-senpai, tapi tidak ada orang yang mengangkat tangannya. Itu bisa dimengerti. Aku ragu siswa di sini tidak ada motivasi untuk Festival Budaya. Mungkin juga ada banyak dari mereka yang bekerja keras dengan semangat tinggi. Hanya saja ingin pamer, ingin berpartisipasi secara aktif, dan ingin berusaha semampu mereka itu semuanya berada pada ligkup yang berbeda. Kalau itu sesuatu yang bisa mereka lakukan, maka lebih wajar bagi mereka untuk ingin melakukannya bersama dengan kelas atau klub mereka. Apa yang benar-benar mereka inginkan adalah bekerja sama dengan orang yang berteman dengannya, menikmati sebuah festival dengan seorang gadis yang mereka sukai. [[File:YahariLoveCom v6-055.jpg|200px|thumbnail]] Malah, ini lebih pada masalah bagaimana mereka bisa berusaha semampu mereka dalam kelompok yang canggung. “Apa aaaaada yang mau?” suara Meguri-senpai terdengar risau, tapi konferensi itu terus mempertahankan keheningannya. Guru pendjas Atsugi menggosongkan tenggorokannya seakan dia sedang meneriakkan seruan perang. “Oh, apa-apaan ini? Kalian semua harus menunjukkan lebih banyak motivasi. Kalian semua tidak cukup berambisi. Dengar kalian, Festival Budaya ini suatu acara yang dimaksudkan untuk kalian semua.” Itu adalah semangat ‘45 yang membuatmu berpikir dia akan mengakhiri kalimatnya dengan “benar itu!” Kelihatannya Atsugi sedang bertindak sebagai penasehat untuk Festival Budaya. Hiratsuka-sensei, yang melipat lengannya di samping dia, juga serupa. Atsugi memandang sekeliling ruangan konferensi itu dan dia menatapi semua orang satu per satu. Tatapan tidak sopan itu berhenti pada Yukinoshita. “…Oh. Kamu adik Yukinoshita, kan!? Aku sangat yakin kita bisa mengharapkan Festival Budaya seperti waktu itu, eh?” Itu tersirat. Terkubur di dalam kata-katanya dan yang bisa ditafsirkan darinya adalah “Tentu saja, kamu akan menjadi ketuanya, kan?” Meguri-senpai kelihatannya juga menyadarinya dan berbisik, “Ah, jadi itu adik Haru-san.” Seperti yang bisa kuduga dari Yukinoshita Haruno. Dia meninggalkan kesan yang bertahan lama baik pada guru-gurunya maupun pada adik kelasnya di sini. “Aku akan berusaha semampuku sebagai seorang anggota komite.” Jawab Yukinoshita dengan singkat, tapi sopan. Kedutan kecil pada alisnya terlihat bahwa suasana hatinya dibuat buruk. Menerima penolakan dingin itu. Atsugi menjawab dengan jawaban setengah hati “oh” dan “baik” yang enggan dan kemudian terdiam. Ketika itu terjadi, bahkan Meguri-senpai merasa kebingungan. Dia melipat lengannya dengan sikap dibuat-buat dan berpikir. “Hmm… oh, ya. Ada keuntungan menjadi ketuanya, kamu tahu? Contohnya, itu akan tertera pada catatan akademis sekolahmu. Bagi mereka yang mengincar rekomendasi dari sekolah, kurasa ada banyak keuntungan melakukannya.” Apa dia bodoh…? Apa dia benar-benar berharap seseorang akan mangajukan diri dengan penjelasan seperti itu…? Selain itu, dia yang menjadi ketua dengan tujuan itu di pikirannya akan terlihat kentara sekali. “Ummm… Jadi bagaimana kedengarannya?” kata Meguri-senpai, mengarahkan pandangannya pada Yukinoshita. Entahkan dia menyadarinya atau tidak, Yukinoshita tetap tidak merespon, terus melihat ke arah Meguri-senpai. Dia adalah seseorang yang tidak suka berdiri di depan orang secara terang-terangan. Ketua komite itu tidaklah sesuai dengan kepribadiannya. Meski demikian, dengan Meguri-senpai terus terpaku padanya sambil tersenyum, bahkan Yukinoshita mulai merasa tidak nyaman dan sedikit menggeliat. Itu adalah senyuman yang tulus, dipenuhi dengan tekanan yang kuat, dan bahkan tatapan polosnya tidak ada tanda-tanda ketidak-jujuran di dalamnya. Sedikit lebih lama lagi dan Yukinoshita mungkin akan menyerah… Tapi persis pada saat itulah ketika Yukinoshita menyerah dan menghela kuat. “Um…” Suasana yang dilanda dengan ketegangan yang aneh itu segera menjadi lega. Yang memecah keheningan itu adalah suatu suara yang malu-malu. “Kalau tidak ada orang yang mau melakukannya, maka, aku tidak keberatan melakukannya.” Asal suara itu tiga kursi dariku. Itu adalah suara Sagami Minami. Meguri-senpai, yang mendengar itu, menepuk tangannya dengan riang. “Really? Yay! Oke, boleh kamu perkenalkan dirimu?” Dimintai, Sagami menyesuaikan nafasnya. “Saya Sagami Minami dari kelas 2-F. Saya tertarik sedikit dengan hal-hal seperti ini… Dan, saya merasa ingin berkembang dengan Festival Budaya ini dan sebagainya… Saya tidak begitu pandai memimpin, tapi kalian tahu bukan, ‘apa-apaan yang kukatakan, kalau begitu jangan lakukan itu.’ atau semacamnya, kan! Ah, tapi itulah yang ingin kuubah untuk diriku. Bagaimana sebaiknya saya mengatakannya? Itu seperti sebuah kesempatan untuk berkembang, jadi saya ingin berusaha semampu saya.” …Demi para dewa kenapa aku harus membantumu berkembang? Pikirku, tapi mereka yang lain kelihatannya tidak keberatan soal itu. “Uh huh, itu terdengar bagus bagiku. Itu juga penting, memimpin, ya.” Tepuk tangan kecil dapat terdengar, dan ruangan itu terus dipenuhi tepuk tangan yang sedikit di sepanjang kelas. Sagami membungkukkan kepalanya, terlihat sedikit malu-malu, dan kembali duduk. Senang sekali bisa memutuskan kandidatnya, Meguri-senpai bergugam “yay!” dengan suara kecil, mengambil spidol dari sekretaris, dan menulis di atas papan tulis “Ketua Komite Panitia: Sagami”. Um, kamu itu bukan E. Honda </ref> Street Fighter. </ref>atau semacamnya… Meguri-senpai melemparkan spidol itu kembali pada sekretaris dan berpaling ke belakang selagi roknya berputar. “Oke, tinggal membagikan tugas-tugasnya. Notilen-notilen itu berisi penjelasan singkat mengenainya jadi tolong dibaca. Dalam lima menit, kita akan menentukan siapa yang mau melakukan yang mana.” Seperti yang diinstruksikan, aku melihat notilen yang dibagikan padaku. Periklanan publik, humas (hubungan masyarakat), PT (perlengkapan dan transportasi), kesehatan, danus (dana dan usaha), pubdok (publikasi dan dokumentasi)… Ini agak banyak. Meski begitu, Festival Budaya SMA sampai ke titik tertentu seharusnya tidak begitu rumit. Adik kecilku, Komachi, bertugas di OSIS, tapi itu tidak terlihat begitu membuat stres. Ujung-ujungnya, ini cuma sebuah acara sekolah. Yang perlu kami lakukan cuma terus berjalan mengikuti rel yang telah terbentang. Stand By Me. <ref> [http://www.youtube.com/watch?v=4DdLH75GKkc  Judul film (Youtube, adegan di rel kereta api)]. </ref> Aku membaca notilen itu sekilas. Mana yang kerjanya paling sedikit? Periklanan publik. Yah, aku tidak perlu membaca penjelasan untuk ini. Singkatnya itu sesuatu seperti menempelkan poster di jendela sebuah toko swalayan. Tapi itu artinya mendesain poster itu dan bernegosiasi. Masa depan yang bisa kulihat cuma diriku ditertawakan. Lewat. Humas. Kelompok humas; dengan kata lain, kamu harus berurusan dengan orang-orang yang ikut andil dalam band dan menari. Mustahil. Aku sudah berpikir panjang lebar, tapi ujungnya itu pasti berurusan dengan orang-orang yang termasuk kasta atas. Kalau ini agen keuangan, aku akan mendaftar. Tidak mungkin. PT. Ini singkatnya meminjam meja-meja dari berbagai kelas dan mengurus teknologi transportasi. Transportasi terdengar cukup sulit dan terdengar super melelahkan. Walau kalau cuma berseru untan♪untan♪ dengan kastanet <ref> Yui main kastanet. [https://www.youtube.com/watch?v=FAFcox4tvy4 OLE! OLE! (Cek yang dub Prancis XD)]</ref>, aku tidak akan menentangnya. Ayo kita abaikan yang ini. Kesehatan. Ah, ini mungkin salah satu tugas dimana kamu harus mengumpulkan formulir bahan makanan dan semacamnya. Mungkin bisa kalau tugasnya mengenai kesehatan fisik. Aku tidak ingin melakukannya. Danus. Ya, ya, mengurus hal-hal yang berkaitan dengan uang, kan? Tidak, tidak mungkin aku bisa bertanggung jawab untuk masalah yang akan muncul, jadi itu akan menjadi masalah besar. Hal terakhir yang kuinginkan adalah dompet kempes dan disudutkan. Aku sangat menolaknya. …Sungguh, barusan, bahkan aku merasa aku terlalu memaksakannya. Jadi satu-satunya tugas yang mungkin bisa kulakukan adalah pubdok. Hanya melihat sekilas deskripsinya dan itu kelihatannya melibatkan mengambil foto pada hari acaranya. Toh aku tidak ada janji pada hari itu. Seharusnya ini cukup bagus untuk menghabiskan waktuku. Setelah menarik kesimpulan tersebut, aku meregangkan diriku dengan pelan. Aku juga melihat sekeliling dan mereka semua bermain-main dengan ponsel mereka atau saling berbicara, yang berarti mereka, sebagian besar, sudah membuat keputusan mereka. Ada suara yang amat keras dalam kelompok itu, di dekat sini malah. “Aku menjadi ketua tanpa berpikir panjang, oh astaga, apa yang mesti kulakukan~!” “Tidak apa-apa! Sagami-san, kamu paaasti bisa melakukannya.” “Aku heran, apa aku sungguh biiiiiisa? Macam, tadi aku benar-benar mengatakan sesuatu yang super memalukan tadi. Tidak mungkin aku sanggup, kan?” “Itu tidak benar, malah, itu hal yang bagus. Lagipula, kami juga akan membantumu.” Ketika dia memulai percakapannya dengan “iyakan”, dua gadis lain setuju dengannya. “Ya, ya!” “Suuuuungguh? Terima kaaaaaasih!” Aku dapat mendengar percakapan menghangatkan hati itu. Menabjubkan. Itu seperti pertemanan indah yang kamu lihat sebelum maraton dimulai. …Rasanya aku pernah melihat percakapan itu entah di mana tadi. Apa-apaan? Apa ini déjà vu? Atau mungkin ini copy-paste? Namun, meskipun bukan, orang-orang seperti ini selalu berbicara seperti itu setiap kalinya. Topik dan kosa katanya mungkin berbeda, tapi ujung-ujungnya, mereka akan mengakhirinya dengan pujian pada satu sama lain, atau semacamnya. Terlihat menyenangkan. “Apa kita sudah siap sekarang?” Suara Meguri-senpai mengejutkannya mudah didengar. Mungkin karena itu menenangkan, lembut, atau wannyaka papa yunpappa<ref> Sekolah Seni GA – [http://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=wrR3VlxHmNQ#t=100%20 Iklan (Youtube)]. </ref> , tapi karena itulah kata-katanya tertinggal dengan mudah pada ujung kesadaranku. Tidak seperti cara kamu berdiri karena seseorang berteriak dan menjerit padamu, wajah semua orang dengan damai dan dengan sendirinya berpaling ke arah senpai. Kemungkinan ini bukan kemampuannya, tapi adalah pembawaan alamiah dari kepribadiannya. “Kurasa semua orang sudah tahu apa yang ingin kalian lakukan. Oke, Sagami-san, sisanya tanggung jawabmu.” “Eh, saya?” “Uh huh, Aku rasa sisanya seharusnya diambil alih oleh ketua.” “Ya…” Senpai mengisyaratkan Sagami untuk berjalan ke arahnya. Sagami duduk di tengah kelompok OSIS. “O-Oke, kita akan memutuskannya sekarang…” Suaranya yang memudar dapat terdengar dengan baik bahkan di dalam kelas yang hening ini. Namun, keheningan ini adalah jenis keheningan tanpa rasa kestabilan. Itu adalah keheningan sengit yang mengkritik ketidakberesan orang luar. Itu adalah keheningan yang tidak mengenakkan, menyedihkan yang berada di ambang menjadi suatu badai cercaan dan kutukan dan sebagainya, kalau seseorang tertawa terbahak-bahak dengan tidak sepantasnya. Sagami, yang berbincang dengan senang barusan, tidak seperti dirinya yang biasanya. Suaranya yang memulai terdengar lemah. “…Pertama-tama… orang yang ingin periklanan publik…” Suara yang perlahan layu tersebut tidak mendapatkan acungan tangan. “Oke, seksi periklanan ya. Itu periklanan, tahu kan? Kalian bisa pergi ke banyak tempat, mungkin bisa ke televisi atau ke radio, kalian tahu?” Kata-kata ajakan Meguri-senpai membuat hatiku bergetar untuk sejenak. Kalau kamu berbicara tentang televisi di Chiba, kamu akan terpikir Chiba TV, dan ketika kamu berbicara tentang radio, kamu akan terpikir Bay FM. Kalau mereka memutar lagu terkenal itu, “Maju! Maju! Chiba!”, di Chiba TV dan saat itu mengatakan kamu bisa bertemu dengan Jaguar<ref> Jaguar adalah band. Lagunya adalah “Fight! Fight! Chiba.” </ref>, aku akan segera melesat maju tanpa peringatan. Tapi aku mungkin tidak akan bisa bertemu Jaguar jadi aku menahan hasrat tersebut. Omong-omong aku tidak sedang mengacu pada Jaguar dari Pyuu to Fuku! <ref> [https://en.wikipedia.org/wiki/Pyu_to_Fuku!_Jaguar Pyu to Fuku! Jaguar] </ref>, melainkan sang pahlawan Chiba. Aku tidak yakin tindak-lanjut aneh Meguri-senpai berhasil atau tidak, tapi bantuannya akhirnya memancing beberapa gerakan dari kelompok tersebut. Sejumlah tangan diacungkan dan setelah memutuskan jumlah sukarelawan, mereka meneruskan pada tugas selanjutnya. “O-Oke… Selanjutnya humas.” Cukup banyak tangan yang diacungkan, seakan humas adalah komponen utama Festival Budaya. Jumlah itu juga melampaui perkiraan. “Eh, eh…” Sagami kebingungan. Meguri-senpai membantunya. “Banyak sekali! Kalian banyak sekali! Gunting-batu-kertas untuk itu!” Tampilan motivasi yang memukau dan pika pika pikarin<ref> Smile Precure – kata-kata [http://www.youtube.com/watch?v=ZcESSfmGnKM Cure Peace (Youtube)]. </ref> menerangi dahinya, dan maka dimulailah gunting-batu-kertas Megu Megu.
Summary:
Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see
Baka-Tsuki:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
To protect the wiki against automated edit spam, please solve the following captcha:
Cancel
Editing help
(opens in new window)
Navigation menu
Personal tools
English
Not logged in
Talk
Contributions
Create account
Log in
Namespaces
Page
Discussion
English
Views
Read
Edit
View history
More
Search
Navigation
Charter of Guidance
Project Presentation
Recent Changes
Categories
Quick Links
About Baka-Tsuki
Getting Started
Rules & Guidelines
IRC: #Baka-Tsuki
Discord server
Annex
MAIN PROJECTS
Alternative Languages
Teaser Projects
Web Novel Projects
Audio Novel Project
Network
Forum
Facebook
Twitter
IRC: #Baka-Tsuki
Discord
Youtube
Completed Series
Baka to test to shoukanjuu
Chrome Shelled Regios
Clash of Hexennacht
Cube × Cursed × Curious
Fate/Zero
Hello, Hello and Hello
Hikaru ga Chikyuu ni Itakoro......
Kamisama no Memochou
Kamisu Reina Series
Leviathan of the Covenant
Magika no Kenshi to Basileus
Masou Gakuen HxH
Maou na Ore to Fushihime no Yubiwa
Owari no Chronicle
Seirei Tsukai no Blade Dance
Silver Cross and Draculea
A Simple Survey
Ultimate Antihero
The Zashiki Warashi of Intellectual Village
One-shots
Amaryllis in the Ice Country
(The) Circumstances Leading to Waltraute's Marriage
Gekkou
Iris on Rainy Days
Mimizuku to Yoru no Ou
Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made
Tada, Sore Dake de Yokattan Desu
The World God Only Knows
Tosho Meikyuu
Up-to-Date (Within 1 Volume)
Heavy Object
Hyouka
I'm a High School Boy and a Bestselling Light Novel author, strangled by my female classmate who is my junior and a voice actress
The Unexplored Summon://Blood-Sign
Toaru Majutsu no Index: Genesis Testament
Regularly Updated
City Series
Kyoukai Senjou no Horizon
Visual Novels
Anniversary no Kuni no Alice
Fate/Stay Night
Tomoyo After
White Album 2
Original Light Novels
Ancient Magic Arc
Dantega
Daybreak on Hyperion
The Longing Of Shiina Ryo
Mother of Learning
The Devil's Spice
Tools
What links here
Related changes
Special pages
Page information